You are on page 1of 20

GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar belakang Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Liesegang (2003) menyatakan bahwa glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karateristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan lapang pandangan yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan bola mata. Menurut Quigley (1998) glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia setelah katarak atau kekeruhan lensa, dengan jumlah penderita diperkirakan sebanyak + 70.000.000 orang. Di antara jumlah penderita kebutaan tersebut, sebanyak 50% - 70% berasal dari bentuk glaukoma sudut terbuka primer. Namun menurut Vaughan (1995), jumlah glaukoma sudut terbuka primer berkisar antara 85% - 90% dari jumlah penderita glaukoma, dan hanya sebagian kecil penderita yang tergolong pada glaukoma sudut tertutup primer, atau disebut juga dengan glaukoma sudut sempit yang dapat melalui stadium akut, subakut dan khronik, serta bentuk glaukoma lainnya. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia didapatkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomer 2 sesudah katarak (prevalensi 0,16%). Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup penderita terutama pada usia produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumberdaya manusia pada umumnya dan khususnya

Indonesia. Kebutaan akibat glaukoma bersifat irreversibel/menetap tidak seperti kebutaan karena katarak yang dapat diatasi setelah dilakukan operasi pengambilan lensa katarak. Jadi usaha pencegahan kebutaan pada glaukoma bersifat prevensi/pencegahan kebutaan dengan jalan menemukan dan mengobati/ menangani penderita sedini mungkin. Sayangnya tidak mudah untuk menemukan glaukoma dalam stadium awal karena sebagian besar kasus glaukoma awal tidak memberikan gejala yang berarti bahkan asimptomatik, kalaupun ada gejala biasanya hanya berupa rasa tidak enak di mata, pegal-pegal di mata atau sakit kepala sebelah yang ringan. Gejala-gejala tersebut tidak menyebabkan penderita memeriksakan ke dokter atau paramedis. Disamping ketidaktahuan penderita tentang penyakitnya maka peranan tenaga medis dalam mendiagnosis glaukoma awal juga perlu mendapat perhatian, sehingga dapat menemukan glaukoma dalam stadium dini. 1.2 Batasan masalah Clinical science session ini membahas mengenai defenisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari glaukoma sudut terbuka primer. 1.3 Tujuan penulisan Penulisan clinical science session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan para dokter muda mengenai glaukoma sudut terbuka primer.

1.4 Metode penulisan Penulisan clinical science session ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Menurut Chandler & Grant (1977), glaukoma adalah suatu keadaan pada mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola mata yang sudah menyebabkan kerusakan/kelainan pada diskus optikus dan lapang pandangan. Sedangkan menurut Kolker & Hetherington (1983), glaukoma adalah suatu penyakit mata dengan tanda yang lengkap berupa kenaikan tekanan bola mata, degenerasi dan ekskavasi diskus optikus dan gangguan khas serabut saraf, yang menimbulkan gangguan lapang pandangan. Sementara itu, Liesegang (2003) menyatakan bahwa glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan lapang pandangan yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan bola mata. Goldberg (2003) juga menyatakan bahwa glaukoma sudut terbuka primer adalah neuropati yang khronik progresif dengan karakteristik perubahan papila saraf optik dan atau lapang pandangan tanpa disertai penyebab sekunder.1 Glaukoma sudut terbuka/simpleks adalah glaukoma yang penyebabnya tidak diketahui, merupakan suatu glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata terbuka.4

Glaukoma sudut terbuka adalah glaukoma kronis atau pencuri penglihatan dan pasien sering tidak menyadarinya. Pada umumnya mulai terjadi pada usia di atas 40 tahun.3 Glaukoma sudut terbuka adalah tipe yang paling umum dijumpai, biasanya terjadi pada usia dewasa dan berkembang perlahan lahan selama berbulan bulan atau bertahun tahun. Tidak ditemukan gejala jelas ampai sudah terjadi kerusakan berat pada syaraf optik dan fungsi penglihatan telah terpengaruh secara permanen.5 Glaukoma sudut terbuka/kronis adalah suatu penyakit dengan kerusakan pada saraf optik yang terjadi perlahan lahan hampir tanpa keluhan subjektif.6 Glaukoma sudut terbuka primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. Secara genetik penderitanya adalah homozigot dan umumnya terdapat pada orang orang berusia di atas 40 tahun, tetapi dapat juga ditemukan pada usia muda (glaukoma junevill). Pada glaukoma ini, terdapat kecenderungan familiai yang kuat dan kerabat dekat pasien dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan penapisan secara teratur.2,4 2.2. Epidemiologi Glaukoma Sudut Terbuka Primer Menurut Quigley (1998) glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia setelah katarak atau kekeruhan lensa, dengan jumlah penderita diperkirakan sebanyak + 70.000.000 orang. Di antara jumlah penderita kebutaan tersebut, sebanyak 50% - 70% berasal dari bentuk glaukoma sudut terbuka primer. Namun menurut Vaughan (1995), jumlah glaukoma sudut terbuka primer berkisar antara 85% - 90% dari jumlah penderita glaukoma, dan hanya sebagian kecil penderita yang tergolong pada glaukoma

sudut tertutup primer, atau disebut juga dengan glaukoma sudut sempit yang dapat melalui stadium akut, subakut dan khronik, serta bentuk glaukoma lainnya. Menurut survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang dilaporkan tahun 1996 (Ilyas, 2001), glaukoma merupakan penyebab kebutaan utama yang ketiga untuk kedua mata, setelah katarak dan kebutaan karena kelainan refraksi, dengan prevalensi sekitar 0.16% jumlah penduduk Indonesia. Amerika, jumlah penderita glaukoma sudut terbuka primer yang berasal dari kelompok pendatang (imigran) dengan ras kulit berwarna, 34 kali lebih besar daripada jumlah pendatang yang berkulit putih. Sementara itu, pada glaukoma sudut terbuka primer seringkali ditemukan pada kelompok umur di atas 40 tahun, dan prevalensinya terus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Vaughan (1995) menyatakan bahwa prevalensi glaukoma sudut terbuka primer pada usia 40 tahun sekitar 0.4% 0.7%, sedangkan pada usia 70 tahun sekitar 2% 3%. Pernyataan yang hampir sama dikeluarkan oleh Framingham Study dan Ferndale Glaucoma Study (1994), yang menyebutkan bahwa prevalensi glaukoma sudut terbuka primer pada penduduk berusia 5264 tahun sekitar 0.7%, dan 1.6 % pada penduduk usia 6574 tahun, serta 4.2% pada penduduk usia 7585 tahun.1 2.3. Etiologi dan Klasifikasi Glaukoma Klasifikasi Vaughen :2 A. Glaukoma primer 1. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks) 2. Glaukoma sudut sempit B. Glaukoma kongenital 1. Primer atau infantil

2. Menyertai kelainan kongenital lainnya C. Glaukoma sekunder 1. Perubahan lensa 2. Kelainan uvea 3. Trauma 4. Bedah 5. Rubeosis 6. Steroid dan lainnya D. Glaukoma absolut 2.4. Etiologi Pada umumnya glaukoma simpleks ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun, walaupun kadang kadang penyakit ini ditemukan juga pada usia muda. Diduga glaukoma simpleks diturunkan secara dominan atau resesif pada kira kira 50% penderita, secara genetik penderitanya adalah homozigot.4 Menurut Sumantri, Ike tahun 2004, glaukoma sudut terbuka primer penyebabnya tidak diketemukan dan hanya ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. 2.5. Faktor Resiko Terjadinya Glaukoma Sudut Terbuka Primer 1. Tekanan bola mata yang meningkat1 Liesegang (2003), menyatakan bahwa kenaikan tekanan bola mata, merupakan salah satu faktor resiko utama terjadinya glaukoma. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola mata yang berada di atas normal akan diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang pandangan dalam beberapa tahun. Sebaliknya, terjadi juga pada banyak kasus, bahwa selama pemeriksaan tekanan bola mata tidak pernah di atas normal,

namun terjadi kerusakan pada papil dan lapang pandangan yang khas pada glaukoma.1 Oleh karena itu, definisi tekanan bola mata yang normal sangat sukar untuk ditentukan dengan pasti. Jika dalam suatu populasi dinyatakan rerata tekanan bola mata 16 mmHg dengan standard deviasi 3 mmHg, maka nilai tekanan bola mata yang normal berada di antara 1022 mmHg. Jika dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata pada populasi umur di atas 40 tahun, maka diperkirakan tekanan bola mata yang di atas 22 mmHg adalah 5%-10% (Boyd, 2002). Masalah lain yang harus dipertimbangkan mengenai tekanan bola mata, adalah adanya pengaruh variasi diurnal dari tekanan bola mata itu sendiri, yaitu bahwa tekanan bola mata sangat fluktuatif, tergantung pada waktu saat pemeriksaan, yaitu pagi, siang, sore atau malam hari (Liesegang, 2003). Disebutkan bahwa, variasi diurnal pada orang normal berkisar antara 3,5-5 mmHg. Keadaan ini menjadi lebih nyata pada glaukoma sudut terbuka primer yang tidak diobati. Sebagian besar penderita glaukoma sudut terbuka primer hampir tidak pernah menyadari bahwa tekanan bola matanya mengalami peningkatan. Seringkali mereka baru menyadari setelah merasakan ada gangguan yang jelas terhadap tajam penglihatan, atau penyempitan lapang pandangan. 2. Pelebaran Gaung Diskus Optikus (Large optic disk cups)1 Pelebaran penggaungan diskus optikus merupakan salah satu tanda adanya kerusakan khas glaukoma. Jika pada penderita ditemukan adanya penggaungan diskus optikus, maka untuk sementara harus diduga bahwa penderita mempunyai tanda-tanda permulaan dari penyakit glaukoma.

3. Ras1 Wilensky (1994) yang didukung oleh beberapa penelitian menyatakan, bahwa faktor ras dan atau kulit berwarna mempunyai prevalensi glaukoma sudut terbuka primer yang lebih tinggi daripada orang kulit putih dan penderita yang berasal dari daerah oriental. Di Amerika Serikat perbandingan prevalensinya sekitar 2:1 untuk ras kulit berwarna. Sementara pada populasi lain tampaknya perbandingan tersebut lebih besar lagi. Hasil survei yang dilakukan di Kepulauan Karibia pada populasi umur di atas 40 tahun, dinyatakan bahwa prevalensi pada kulit berwarna sekitar 14%, sedang pada kulit putih hanya sekitar 2%. Diperkirakan juga bahwa beratnya kasus glaukoma pada kulit berwarna lebih berbahaya daripada kulit putih. Sementara, kasus yang menjadi buta pada orang kulit berwarna insidensinya 8 kali lebih banyak daripada kulit putih. Di samping itu ditinjau dari hasil pengobatan maupun tindakan pembedahan, hasilnya lebih baik pada kulit putih daripada kulit berwarna. 4. Faktor Umur1 Faktor bertambahnya umur mempunyai peluang lebih besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan (1995), menyatakan bahwa frekuensi pada umur sekitar 40 tahun adalah 0.4% 0.7% jumlah penduduk, sedangkan pada umur sekitar 70 tahun frekuensinya meningkat menjadi 2% 3% dari jumlah penduduk. Framingham Study dalam laporannya tahun 1994 menyatakan bahwa populasi glaukoma adalah sekitar 0.7% penduduk yang berumur 5264 tahun, dan meningkat menjadi 1.6% penduduk yang berumur 6574 tahun, serta 4.2% pada penduduk yang berusia 7585 tahun. 5. Faktor Keluarga1 Glaukoma sudut terbuka primer merupakan suatu penyakit yang dipengaruhi faktor keluarga. Diduga glaukoma sudut terbuka primer diturunkan secara dominan atau resesif pada kira kira 50% penderita.

6. Penyakit Sistemik1 Insiden dari glaukoma sudut terbuka primer seringkali dihubungkan dengan dua penyakit sistemik, yaitu diabetes mellitus dan hipertensi arterial. Sehubungan dengan hal tersebut dilaporkan bahwa glaukoma sudut terbuka primer prevalensinya akan meningkat 3 kali lebih tinggi pada diabetes mellitus daripada non diabetes mellitus. 7. Miopia 8. Migrain atau penyempitan pembuluh darah otak (sirkulasi darah yang buruk) 9. Kecelakaan pada mata sebelumnya 10. Menggunakan steroid cortisone dalam jangka waktu lama 2.6. GEJALA Gejala yang timbul pada penderita glaukoma tipe ini adalah : 1. Hambatan pengeluaran cairan mata (akous humor) pada jalinan trabekulum dan kanal Schlemm4 2. Ekskavasi papil 3. Degenerasi papil 4. Gangguan lapang pandang ( memperlihatkan gambaran khusus kampus glaukoma seperti melebarnya titik buta, skotoma Bjerrum dan skotoma tangga Ronne ) 6 yang disebabkan langsung atau tidak langsung oleh tekanan bola mata pada papil saraf optik dan retina atau pembuluh darah yang memperdarahinya4 5. Timbulnya gejala disadari agak lambat kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan 4,7 6. Tekanan bola mata sehari hari tinggi atau lebih dari 20 mmHg2 7. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan4 8. Mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kadang kadang penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas4

9. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan kacamata koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya 10. Stadium awal memperlihatkan adanya remisi dan eksaserbasi daripada gangguan out flow dan peninggian tekanan intraokuler 11. Tajam penglihatan umumnya masih baik 2.7. Patogenesis Glaukoma Sudut Terbuka Primer Menurut etiologinya glaukoma sudut terbuka primer adalah salah satu bentuk glaukoma primer, yang ditandai oleh terganggunya atau terjadinya hambatan outflow cairan akuos melewati trabecular meshwork. Hambatan ini terjadi akibat hilang atau berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, namun mekanisme kejadiannya masih belum diketahui secara jelas dan sampai saat ini masih menjadi obyek penelitian. Lutjen-Drecoll dan Rohen (1994) menemukan bahwa pada glaukoma sudut terbuka primer terjadi pengurangan atau menghilangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, disertai penebalan lamela daerah uvea dan korneo-skeral. Penebalan tersebut akan menimbulkan penyempitan ruang antar trabekulum yang berakhir dengan penutupan, sehingga terjadi hambatan outflow cairan akuos. Akan tetapi peneliti tersebut tidak atau belum menjelaskan mekanisme kejadian berkurang atau menghilangnya sel endotel trabeculer meshwork pada glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan (1995) menyatakan bahwa kondisi berkurang atau hilangnya sel endotel trabecular meshwork tersebut terjadi akibat degenerasi, tetapi bukan akibat degenerasi seperti pada proses penuaan (ageing process).

Hogan dan Zimmerman (1962) mengatakan bahwa kondisi tersebut merupakan akibat pembengkakan dan sklerosis sel endotel trabecular meshwork. Sedangkan Cotran (1999) menerangkan bahwa penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat dimunculkan dugaan kuat bahwa penyebab berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, adalah akibat kematian sel itu sendiri oleh karena berbagai sebab. Menurut Lutjen-Drecoll (1994), berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, disertai dengan akumulasi matriks ekstraseluler dan penebalan lamela daerah uvea dan korneo-sklera akan menimbulkan hambatan outflow cairan akuos pada glaukoma sudut terbuka primer. Pada hakekatnya, kematian sel dapat terjadi karena rangsangan atau jejas letal yang berasal dari luar atau dari dalam sel itu sendiri (bersifat aktif atau pasif). Kematian sel yang berasal dari dalam sel dapat terjadi melalui mekanisme genetik, yang merupakan suatu proses fisiologis dalam usaha mempertahankan keadaan homeostasis atau keseimbangan fungsinya. Proses kematian yang berasal dari luar sel dan bersifat pasif dapat terjadi karena jejas atau injuri yang letal akibat faktor fisik, kimia, iskhemia maupun biologis (Cotran,1999).1 2.8. Diagnosis 2.8.1 Anamnesis Gejala glaukoma tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma sudut terbuka kronis di kaitkan dengan peningkatan perlahan tekanan dan ketiadaan gejala, kecuali pasien menjadi sadar akan adanya defisit penglihatan berat. Banyak pasien terdiagnosis saat tanda glaukoma terdeteksi oleh ahli optometri.3

2.8.2.Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah tidak adanya gejala sampai stadium lanjut penyakit. Saat ini untuk deteksi dini masih diandalkan pemeriksaan oftalmologik teratur bagi kerabat pasien dan pada pemeriksaan diskus optikus dan tonometri yang menjadi bagian pemeriksaan fisik rutin bagi semua orang dewasa yang berusia lebih dari 30 tahun.2 Beberapa teknik pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis glaukoma sudut terbuka misalnya :6,8,9 1. Tonometri, untuk mengetahui tekanan bola mata seseorang, dengan teknik: a. Digital (palpasi) tonometri, kurang tepat karena tergantung faktor subjektif : - Merupakan cara yang paling mudah dan murah karena tidak memerlukan alat - Caranya adalah dengan menyuruh penderita melihat ke bawah, pada kelopak atas diberikan tekanan dengan jari telunjuk kedua tangan bergantian - Bila satu telunjuk menekan bola mata, telunjuk yang lain tidak menekan bola mata Nilai daya tahan bola mata terhadap tekanan jari - Tekanan bola mata dicatat dengan T.N = tekanan normal, Tn + 1 = tekanan bola mata agak tinggi, Tn 1 = tekanan bola mata agak rendah b. Schiotz tonometri, dengan memberi beban pada permukaan kornea - Pemeriksaan tekanan bola mata yang dilakukan dengan menggunakan tonometer - Alat : obat tetes anestesi lokal (tetrakain) dan tonometer schiotz - Pasien diminta melonggarkan pakaian termasuk dasi yang dipakai, dan tidur terlentang di tempat tidur. - Mata ditetesi dengan tetrakain dan tunggu sampai pasien tidak merasa pedas - Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, kemudian pasien diminta untuk melihat ibu jari tangannya d depan matanya atau melhat ke langit langit ruangan pemeriksaan - Telapak tonometer Schiotz diletakkan

pada permukaan kornea - Setelah telapak tonometer menunjukkan angka yang tetap, dibaca nilai tekanan pada skala busur Schiotz yang berantara 0 15, - Nilai jika tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg dicurigai glaukoma dan bila tekanan lebih 25 mmHg maka pasien menderita glaukoma c. Aplanasi tonometri, mendatarkan permukaan kecil kornea d. Tonometri udara, kurang teliti karena dipergunakan di ruang terbuka 2. Lapang pandangan Pemeriksaan lapang pandangan Uji konfrontasi Pemeriksaan dengan melakukan perbandingan lapang pandangan pasien dengan pemeriksa. Tes komputerisasi lapang pandang penglihatan atau perimetry adalah pengukuran terpenting untuk melihat luasnya kerusakan syaraf mata. Selama tes dilakukan, pasien akan diminta melihat layar komputer dan menekan tombol ketika pasien melihat kilatan cahaya atau munculnya garis garis hitam. Kondisi saraf optik pasien akan difoto berwarna pada saat kunjungan pertama. Foto ini akan dijadikan pembanding untuk foto yang diambil pada kunjungan berikutnya. Dengan cara ini, setiap perubahan atau kemajuan glaukoma dapat dideteksi.4 Perimetri statis otomatis merupakan teknik pilihan untuk mengevaluasi lapangan pandang. Tes permulaan statis dan kinetik kombinasi manual merupakan alternatif yang dapat dilakukan jika perimetri atomatis tidak tersedia atau pasien tidak mau menggunakannya. Penyebab hilangnya lapangan pandang akibat selain neuropati saraf glaukomatous sebaiknya dicari saat anamnesis dan pemeriksaan fisis. Tes lapangan pandang dengan perimetri otomatis gelombang pendek dan teknologi penggandaan frekuensi dapat mendeteksi

lebih dini dibanding perimetri konvensional. Sangat penting metode pemeriksaan yang sama saat pemeriksaan lapangan pandang. Gonioskopi Dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat menimbulkan glaukoma. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) didataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat dipergunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.4 Funduskopi Pemeriksaan fundus untuk melihat struktur nervus saraf optik dengan dilatasi pupil, bertujuan untuk mencari abnormalitasyang menvebabkan defek lapangan pandang. Penilaian Diskus Optikus Cupping merupakan ciri normal lempeng optik. Adanya perubahan glaukomataus dilihat dengan analisa disk optik lapisan serat optik retina yang mengalami perubahan dini yang dapat dideteksi dengan perimetri otomatis standar. Selain itu dapat juga dengan menggunakan oftalmoskop konfokal serta dengan merekam ketebalan lapisan serabut saraf di sekitar lempeng optik. Segmen anterior Pemeriksaan dengan biomikroskopik slit lamp pada segmen anterior untuk melihat adanya kelainan yang dihubungkan dengan sudut sempit, patologi kornea atau mekanisme sekunder pada peningkatan TIO seperti pseudoeksfoliasi- dispersi primer, neovaskularisasi sudut dan iris, atau inflamasi Uji lain pada glaukoma Uji kopi Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15-20 mmHg sesudah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.

Uji minum air Minum air banyak akan mengakibatkan turunnya tekanan osmotik sehingga air akan banyak masuk kedalam bola mata, yang akan menaikkan tekanan bola mata. Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma. Biasanya bersamaan dengan naiknya tekanan bola mata akan terjadi pengurangan outflow of facility. Uji steroid Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma simpleks pada keluarga, betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan naik setelah 2 minggu. Uji variasi diurnal Pemeriksaan dilakukan karena diketahui tekanan bola mata bersifat intermiten atau bervariasi dari waktu ke waktu. Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh, selama 3 hari. Biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-3 mmHg, sedangkan pada mata glaukoma sudut terbuka variasi dapat mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan patologik.4 2.9. Penatalaksanaan Medikamentosa Supresi Pembentukan Aquoeus humor Penghambat adrenergik beta (beta blocker). o Timolol maleat 0,25% dan 0,5% o Betaksolol 0,25% dan 0,5% o Levobunolol 0,25% dan 0,5% o Metipranolol 0,3% Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma, payah jantung kongestif. Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun, terutama asma dan defek hantaran jantung. Apraklonidin. o Suatu agonis adrenergik 2 yang menurunkan

pembentukan Aquoeus humor tanpa efek pada aliran keluar. Inhibitor karbonat anhidrase. o Asetazolamid dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500 mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). o Diklorfenamid o Metazolamid Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Fasilitasi Aliran Keluar Aquoeus humor Obat parasimpatomimetik o Pilokarpin : larutan 0,5-6% diteteskan beberapa kali sehari, gel 4% sebelum tidur. o Demekarium bromide 0,125% dan 0,25% o Ekotiopat iodide 0,03%-0,25% Meningkatkan aliran keluar Aquoeus humor dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya penglihatan, terutama pada pasien katarak. Epinefrin 0,25-2% o Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan aquoeus humor . Dipifevrin o Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi bentuk aktifnya.6 Terapi Bedah & Laser - Dilakukan apabila tekanan intraokuler masih belum bisa dikendalikan,dengan cara trabekulektomi atau pembedahan trabekulektomi yaitu suatu tindakan yang membuat saluran kecil dari bilik mata depan ke konjungtiva untuk menurunkan tekanan bola mata dengan menggunakan alat operasi yang sangat kecil dan mikroskop khusus 2,3,6 - Operasi/bedah dilakukan apabila :6 Tekanan intraokuler tetap di atas 30 mmHg Kerusakan papil saraf optik progresif Kerusakan lapang pandang yang progresif Perawatan setelah tindakan trabekulektomi 1.Berikan kombinasi antibiotik dan anti inflamasi topikal serta antibiotik sistemik. 2.Kontrol 1 hari pasca bedah 3.Kontrol 7-10 hari pasca bedah

4.Kontrol 1 minggu sampai 1 bulan 5.Kontrol tiap 4-6 bulan bila keadaan baik Trabekuloplasti Laser Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran humor akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi bermacammacam bentuk glaukoma sudut terbuka.6 Bedah Drainase Glaukoma Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga terbentuk akses langsung Aquoeus humor dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dan dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah menggantikan tindakan drainase full-thickness. Penyulit utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi Aquoeus humor adalah tindakan alternatif untuk mata yang tidak membaik dengan trabekulotomi atau kecil kemungkinannya berespons terhadap trabekulotomi. Sklerostomi laser holmium adalah satu tindakan baru yang menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulotomi.6 Tindakan Siklodestruktif Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi dan yang paling mutakhir, terapi laser neodinium : YAG thermal mode, dapat diaplikasikan kepermukaan mata tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris dibawahnya.6 Standar Operasional Prosedur Ini merupakan yang di dapat dari ManajemenPanduan Klinis Glaukoma sudut terbuka primer

tujuan pengobatan pada penderita yang terbukti menderita glaukoma sudut terbuka primer adalah mencegah berlanjutnya kerusakan papil saraf optik. Sampai saat ini belum ada criteria yang memuaskan untuk menetapkan tingkat TIO yang dapat diterapkan aman untuk mempertahankan keadaan lap. Pandang bagi semua penderita. Ada yang menurunkan 30% lebih rendah dari TIO awal. Ada pula yang menetapkan target pressure dengan perhitungan khusus yang bersifat individual/mata. a. Medikamentosa 1) Pemilihan obat untuk pengobatan awal didasarkan pada penilaian mata penderita dan status kesehatan umum. Bila cacat lap. Pandang belum lanjut atau TIO tidak terlalu tinggi maka terapi dapat dicoba pada satu mata terlebih dahulu untuk menilai manfaat an efek samping. 2) Terapi medikamentosa bersifat monoterapi dimulai dengan timolol maleat (C. timol) 0,25%-0,5%, 1-2 x sehari. Bila tidak ada kontraindikasi atau obat-obat baru yang lain (seperti glaupen, glauplus, xalatan, travatan, dorzol, azopt). Bila dengan obat pertama keadaan TIO yang diharapkan belumtercapai tetapi obat tersebut dianggap berespon baik (mencapai nilai efektif farmakologis) dapat ditambahkan obat tetes lainnya, tetapi bila dianggap tidak efektif maka obat pertama diganti dengan obat lain, lalu penilaian diukang lagi. Bila dengan monoterapi atau kombinasi ternyata belum mencapai sasaran berupa penurunan TIO yang tidak memuaskan atau tetap erlanjutnya kerusakan atau sejak awal tekanan lebih dari 30 mmHg maka dapat diberikan terapi sistemik dengan penghambat karbonik anhidrase. Obat ini biasanya dimulai 125 mg, 3-4 x sehari. Bila efektivitas yang diharapkan belum tercapai, maka dosis ditingkatkan menjadi 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg setiap 12 jam. Pada setiap pemberian obat asetazolamide harus disertakan pemberian obat preparat

kalium (KCl 0,5 gr) 2-3 x, 0,25-0,5 gr per hari b. Tindakan bedah Bila dengan tindakan medikamentosa diatas belum memuaskan sebaiknya penderita dipertimbangkan untuk dilakukan terapi bedah (trabekulektomi atau berupa tindakan lain ke pelayanan tingkat tersier. Instruksi bagi penderita 1. Dalam pengobatan glaukoma penting sekali untuk memberikan instruksi pada penderita mengenai waktu dan pemakaian obat, termasuk cara menekan daerah kantus internus untuk mencegah absorbsi sistemik obat tetes. Dokter harus merencanakan dan membicarakan saat dan jenis pengobatan dan meyakini bahwa nama obat dan pemberiannya ada tertulis di label botol obat tetes. 2. Tambahan pula pasien harus diberitahu dengan kata-kata yang sederhana mengenai mekanisme terjadinya glaukoma, alasan dan tujuan pengobatan, cara berbagai obat bekerja dan efek samping yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dalam upaya menjaga kepatuhan penderita dalam obat. 3. Pasien harus diyakinkan perlunya pemeriksaan kontrol berkala seumur hidup mengenai TIO, penilaian papil N.II dan lap. Pandang, serta penggunaan obat tetes yang benar/patuh seperti yang diinstruksikan kepadanya. 4. Pendeita sebaiknya mengetahui nama dan konsentrasi obat yang sedang digunakan. Kartu pengenal tanda penderita glaukoma yang harus dibawa penderita mungkin ada manfaatnya. Penting pula pasien dan dokter lain yang merawatnya mengetahui efek samping, alergi, dan kemungkinan keracunan obat glaukoma. 5. Bila dengan penatalaksanaan diatas masih juga menunjukkan kemunduran maka dirujuk ketingkat tersier untuk dipelajari lebih lanjut. 6. Keluarga langsung perlu diikutsertakan dalam penatalaksanaan penderita. Pelayanan kesehatan mata tersier (TEC) 1. Glaukoma sudut terbuka primer Medikamentosa a. Prinsip terapi mirip dengan penanganan pada fasilitas sekunder,

namun dapat pula menggunakan obat-obat jenis terbaru, seperti: 1) Prostaglandin analog (glaupen, glauplus, xalatan, travatan) 2) Penghambat karbonik anhidrase topikal (dorzol, azopt) 3) Alpha 2 agonist adrenergik. a) terapi laser berupa trabekuloplasti argon laser, trabekuloplasti laser selektif. b)Terapi bedah berupa trabekulektomi tanpa/ atau dengan mitomisin C/5- fluorourasil, non penetrating filtering surgery, operasi drainase implant, siklodiatermi dan operasi kombinasi katarak dan glaukoma. Evaluasi dan follow up pasien glaukoma kronis 1. Perhatikan ada tidaknya progresivitas papil atropi glaukomatosa 2. Funduskopi, OCT, HRT, evaluasi 6-12 bulan. 3. Perhatikan ada tidaknya pertambahan skotoma/ kelainan lap. Pandang dengan automatic perimeter setiap 6-12 bulan: octopus, Humphrey. 4. Lakukan gonioskopi minimal setiap 3 bulan. 2.10. Prognosis Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan sehingga mengakibatkan kebutaan total. Apabila proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar penyakit glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis.6 2.11. Anjuran Pada penderita glaukoma primer sudut terbuka dianjurkan atau diberitahukan: Penyakit ini tidak nyata dipengaruhi emosi. Olah raga merendahkan tekanan bola mata sedikit. Minum tidak boleh sekaligus banyak, karena dapat menaikkan tekanan intraokular. Tekanan darah tinggi lama bila diturunkan cepat akan mengakibatkan bertambah terancamnya saraf mata oleh tekanan mata. Penderita glaukoma simpleks memerlukan pemeriksaan papil saraf optik dan lapang pandangan setiap 6 bulan. Bila terdapat riwayat keluarga dengan glaucoma, buta, miopia tinggi, anemia, hipotensi, diabetes mellitus, maka kontrol pada penderita glaukoma simpleks dilakukan lebih sering.7 BAB III KESIMPULAN Glaukoma merupakan penyebab kedua

kebutaan utama di dunia setelah katarak atau kekeruhan lensa, dengan jumlah penderita diperkirakan sebanyak + 70.000.000 orang. Di antara jumlah penderita kebutaan tersebut, sebanyak 50% - 70% berasal dari bentuk glaukoma sudut terbuka primer. Karena glaukoma merupakan penyakit yang tidak memberikan gejala kecuali pada perjalanan penyakit yang lama, maka biasanya pasien tidak akan memberikan gejala atau gangguan penglihatan, terutama pada glaucoma primer sudut terbuka. Tanpa pengobatan glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan hingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Liesegang (2003) menyatakan bahwa glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karateristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan lapang pandangan yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan bola mata. Menurut Quigley (1998) glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia setelah katarak atau kekeruhan lensa, dengan jumlah penderita diperkirakan sebanyak + 70.000.000 orang. Di antara jumlah penderita kebutaan tersebut, sebanyak 50% - 70% berasal dari bentuk glaukoma sudut terbuka primer. Namun menurut Vaughan (1995), jumlah glaukoma sudut terbuka primer berkisar antara 85% - 90% dari jumlah penderita glaukoma, dan hanya sebagian kecil penderita yang tergolong pada glaukoma sudut tertutup primer, atau disebut juga dengan glaukoma sudut sempit yang dapat melalui stadium akut, subakut dan khronik, serta bentuk

glaukoma lainnya. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia didapatkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomer 2 sesudah katarak (prevalensi 0,16%). Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup penderita terutama pada usia produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumberdaya manusia pada umumnya dan khususnya Indonesia. Kebutaan akibat glaukoma bersifat irreversibel/menetap tidak seperti kebutaan karena katarak yang dapat diatasi setelah dilakukan operasi pengambilan lensa katarak. Jadi usaha pencegahan kebutaan pada glaukoma bersifat prevensi/pencegahan kebutaan dengan jalan menemukan dan mengobati/ menangani penderita sedini mungkin. Sayangnya tidak mudah untuk menemukan glaukoma dalam stadium awal karena sebagian besar kasus glaukoma awal tidak memberikan gejala yang berarti bahkan asimptomatik, kalaupun ada gejala biasanya hanya berupa rasa tidak enak di mata, pegal-pegal di mata atau sakit kepala sebelah yang ringan. Gejala-gejala tersebut tidak menyebabkan penderita memeriksakan ke dokter atau paramedis. Disamping ketidaktahuan penderita tentang penyakitnya maka peranan tenaga medis dalam mendiagnosis glaukoma awal juga perlu mendapat perhatian, sehingga dapat menemukan glaukoma dalam stadium dini. 1.2 Batasan masalah Clinical science session ini membahas mengenai defenisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari glaukoma sudut terbuka primer. 1.3 Tujuan penulisan Penulisan clinical science session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan para dokter muda mengenai glaukoma

sudut terbuka primer. 1.4 Metode penulisan Penulisan clinical science session ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Menurut Chandler & Grant (1977), glaukoma adalah suatu keadaan pada mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola mata yang sudah menyebabkan kerusakan/kelainan pada diskus optikus dan lapang pandangan. Sedangkan menurut Kolker & Hetherington (1983), glaukoma adalah suatu penyakit mata dengan tanda yang lengkap berupa kenaikan tekanan bola mata, degenerasi dan ekskavasi diskus optikus dan gangguan khas serabut saraf, yang menimbulkan gangguan lapang pandangan. Sementara itu, Liesegang (2003) menyatakan bahwa glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan lapang pandangan yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan bola mata. Goldberg (2003) juga menyatakan bahwa glaukoma sudut terbuka primer adalah neuropati yang khronik progresif dengan karakteristik perubahan papila saraf optik dan atau lapang pandangan tanpa disertai penyebab sekunder.1 Glaukoma sudut terbuka/simpleks adalah glaukoma yang penyebabnya tidak diketahui, merupakan suatu glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata terbuka.4 Glaukoma sudut terbuka adalah glaukoma kronis atau pencuri penglihatan dan pasien sering tidak menyadarinya. Pada umumnya mulai terjadi pada usia di atas 40 tahun.3 Glaukoma sudut terbuka adalah tipe yang paling umum dijumpai, biasanya terjadi pada usia dewasa dan berkembang perlahan lahan selama

berbulan bulan atau bertahun tahun. Tidak ditemukan gejala jelas ampai sudah terjadi kerusakan berat pada syaraf optik dan fungsi penglihatan telah terpengaruh secara permanen.5 Glaukoma sudut terbuka/kronis adalah suatu penyakit dengan kerusakan pada saraf optik yang terjadi perlahan lahan hampir tanpa keluhan subjektif.6 Glaukoma sudut terbuka primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. Secara genetik penderitanya adalah homozigot dan umumnya terdapat pada orang orang berusia di atas 40 tahun, tetapi dapat juga ditemukan pada usia muda (glaukoma junevill). Pada glaukoma ini, terdapat kecenderungan familiai yang kuat dan kerabat dekat pasien dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan penapisan secara teratur.2,4 2.2. Epidemiologi Glaukoma Sudut Terbuka Primer Menurut Quigley (1998) glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia setelah katarak atau kekeruhan lensa, dengan jumlah penderita diperkirakan sebanyak + 70.000.000 orang. Di antara jumlah penderita kebutaan tersebut, sebanyak 50% - 70% berasal dari bentuk glaukoma sudut terbuka primer. Namun menurut Vaughan (1995), jumlah glaukoma sudut terbuka primer berkisar antara 85% - 90% dari jumlah penderita glaukoma, dan hanya sebagian kecil penderita yang tergolong pada glaukoma sudut tertutup primer, atau disebut juga dengan glaukoma sudut sempit yang dapat melalui stadium akut, subakut dan khronik, serta bentuk glaukoma lainnya. Menurut survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang dilaporkan tahun 1996 (Ilyas, 2001), glaukoma merupakan penyebab kebutaan utama yang ketiga untuk kedua mata, setelah katarak dan kebutaan karena kelainan refraksi, dengan prevalensi sekitar 0.16% jumlah penduduk Indonesia. Amerika, jumlah penderita

glaukoma sudut terbuka primer yang berasal dari kelompok pendatang (imigran) dengan ras kulit berwarna, 34 kali lebih besar daripada jumlah pendatang yang berkulit putih. Sementara itu, pada glaukoma sudut terbuka primer seringkali ditemukan pada kelompok umur di atas 40 tahun, dan prevalensinya terus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Vaughan (1995) menyatakan bahwa prevalensi glaukoma sudut terbuka primer pada usia 40 tahun sekitar 0.4% 0.7%, sedangkan pada usia 70 tahun sekitar 2% 3%. Pernyataan yang hampir sama dikeluarkan oleh Framingham Study dan Ferndale Glaucoma Study (1994), yang menyebutkan bahwa prevalensi glaukoma sudut terbuka primer pada penduduk berusia 5264 tahun sekitar 0.7%, dan 1.6 % pada penduduk usia 6574 tahun, serta 4.2% pada penduduk usia 7585 tahun.1 2.3. Etiologi dan Klasifikasi Glaukoma Klasifikasi Vaughen :2 A. Glaukoma primer 1. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks) 2. Glaukoma sudut sempit B. Glaukoma kongenital 1. Primer atau infantil 2. Menyertai kelainan kongenital lainnya C. Glaukoma sekunder 1. Perubahan lensa 2. Kelainan uvea 3. Trauma 4. Bedah 5. Rubeosis 6. Steroid dan lainnya D. Glaukoma absolut 2.4. Etiologi Pada umumnya glaukoma simpleks ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun, walaupun kadang kadang penyakit ini ditemukan juga pada usia muda. Diduga glaukoma simpleks diturunkan secara dominan atau resesif pada kira kira 50% penderita, secara genetik penderitanya adalah homozigot.4 Menurut Sumantri, Ike tahun 2004, glaukoma sudut terbuka primer penyebabnya tidak diketemukan dan hanya ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. 2.5. Faktor Resiko Terjadinya Glaukoma Sudut Terbuka Primer 1. Tekanan bola mata yang meningkat1 Liesegang (2003), menyatakan bahwa kenaikan tekanan bola

mata, merupakan salah satu faktor resiko utama terjadinya glaukoma. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola mata yang berada di atas normal akan diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang pandangan dalam beberapa tahun. Sebaliknya, terjadi juga pada banyak kasus, bahwa selama pemeriksaan tekanan bola mata tidak pernah di atas normal, namun terjadi kerusakan pada papil dan lapang pandangan yang khas pada glaukoma.1 Oleh karena itu, definisi tekanan bola mata yang normal sangat sukar untuk ditentukan dengan pasti. Jika dalam suatu populasi dinyatakan rerata tekanan bola mata 16 mmHg dengan standard deviasi 3 mmHg, maka nilai tekanan bola mata yang normal berada di antara 1022 mmHg. Jika dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata pada populasi umur di atas 40 tahun, maka diperkirakan tekanan bola mata yang di atas 22 mmHg adalah 5%-10% (Boyd, 2002). Masalah lain yang harus dipertimbangkan mengenai tekanan bola mata, adalah adanya pengaruh variasi diurnal dari tekanan bola mata itu sendiri, yaitu bahwa tekanan bola mata sangat fluktuatif, tergantung pada waktu saat pemeriksaan, yaitu pagi, siang, sore atau malam hari (Liesegang, 2003). Disebutkan bahwa, variasi diurnal pada orang normal berkisar antara 3,5-5 mmHg. Keadaan ini menjadi lebih nyata pada glaukoma sudut terbuka primer yang tidak diobati. Sebagian besar penderita glaukoma sudut terbuka primer hampir tidak pernah menyadari bahwa tekanan bola matanya mengalami peningkatan. Seringkali mereka baru menyadari setelah merasakan ada gangguan yang jelas terhadap tajam penglihatan, atau penyempitan lapang pandangan. 2. Pelebaran Gaung Diskus Optikus (Large optic disk cups)1 Pelebaran penggaungan diskus optikus merupakan salah satu tanda adanya kerusakan khas glaukoma. Jika pada penderita

ditemukan adanya penggaungan diskus optikus, maka untuk sementara harus diduga bahwa penderita mempunyai tanda-tanda permulaan dari penyakit glaukoma. 3. Ras1 Wilensky (1994) yang didukung oleh beberapa penelitian menyatakan, bahwa faktor ras dan atau kulit berwarna mempunyai prevalensi glaukoma sudut terbuka primer yang lebih tinggi daripada orang kulit putih dan penderita yang berasal dari daerah oriental. Di Amerika Serikat perbandingan prevalensinya sekitar 2:1 untuk ras kulit berwarna. Sementara pada populasi lain tampaknya perbandingan tersebut lebih besar lagi. Hasil survei yang dilakukan di Kepulauan Karibia pada populasi umur di atas 40 tahun, dinyatakan bahwa prevalensi pada kulit berwarna sekitar 14%, sedang pada kulit putih hanya sekitar 2%. Diperkirakan juga bahwa beratnya kasus glaukoma pada kulit berwarna lebih berbahaya daripada kulit putih. Sementara, kasus yang menjadi buta pada orang kulit berwarna insidensinya 8 kali lebih banyak daripada kulit putih. Di samping itu ditinjau dari hasil pengobatan maupun tindakan pembedahan, hasilnya lebih baik pada kulit putih daripada kulit berwarna. 4. Faktor Umur1 Faktor bertambahnya umur mempunyai peluang lebih besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan (1995), menyatakan bahwa frekuensi pada umur sekitar 40 tahun adalah 0.4% 0.7% jumlah penduduk, sedangkan pada umur sekitar 70 tahun frekuensinya meningkat menjadi 2% 3% dari jumlah penduduk. Framingham Study dalam laporannya tahun 1994 menyatakan bahwa populasi glaukoma adalah sekitar 0.7% penduduk yang berumur 5264 tahun, dan meningkat menjadi 1.6% penduduk yang berumur 6574 tahun, serta 4.2% pada penduduk yang berusia 7585 tahun. 5. Faktor Keluarga1 Glaukoma sudut terbuka primer merupakan suatu penyakit yang

dipengaruhi faktor keluarga. Diduga glaukoma sudut terbuka primer diturunkan secara dominan atau resesif pada kira kira 50% penderita. 6. Penyakit Sistemik1 Insiden dari glaukoma sudut terbuka primer seringkali dihubungkan dengan dua penyakit sistemik, yaitu diabetes mellitus dan hipertensi arterial. Sehubungan dengan hal tersebut dilaporkan bahwa glaukoma sudut terbuka primer prevalensinya akan meningkat 3 kali lebih tinggi pada diabetes mellitus daripada non diabetes mellitus. 7. Miopia 8. Migrain atau penyempitan pembuluh darah otak (sirkulasi darah yang buruk) 9. Kecelakaan pada mata sebelumnya 10. Menggunakan steroid cortisone dalam jangka waktu lama 2.6. GEJALA Gejala yang timbul pada penderita glaukoma tipe ini adalah : 1. Hambatan pengeluaran cairan mata (akous humor) pada jalinan trabekulum dan kanal Schlemm4 2. Ekskavasi papil 3. Degenerasi papil 4. Gangguan lapang pandang ( memperlihatkan gambaran khusus kampus glaukoma seperti melebarnya titik buta, skotoma Bjerrum dan skotoma tangga Ronne ) 6 yang disebabkan langsung atau tidak langsung oleh tekanan bola mata pada papil saraf optik dan retina atau pembuluh darah yang memperdarahinya4 5. Timbulnya gejala disadari agak lambat kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan 4,7 6. Tekanan bola mata sehari hari tinggi atau lebih dari 20 mmHg2 7. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan4 8. Mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kadang kadang penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas4 9. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan kacamata koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya 10. Stadium awal memperlihatkan adanya remisi dan eksaserbasi daripada gangguan out flow dan peninggian tekanan intraokuler 11. Tajam penglihatan umumnya

masih baik 2.7. Patogenesis Glaukoma Sudut Terbuka Primer Menurut etiologinya glaukoma sudut terbuka primer adalah salah satu bentuk glaukoma primer, yang ditandai oleh terganggunya atau terjadinya hambatan outflow cairan akuos melewati trabecular meshwork. Hambatan ini terjadi akibat hilang atau berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, namun mekanisme kejadiannya masih belum diketahui secara jelas dan sampai saat ini masih menjadi obyek penelitian. Lutjen-Drecoll dan Rohen (1994) menemukan bahwa pada glaukoma sudut terbuka primer terjadi pengurangan atau menghilangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, disertai penebalan lamela daerah uvea dan korneo-skeral. Penebalan tersebut akan menimbulkan penyempitan ruang antar trabekulum yang berakhir dengan penutupan, sehingga terjadi hambatan outflow cairan akuos. Akan tetapi peneliti tersebut tidak atau belum menjelaskan mekanisme kejadian berkurang atau menghilangnya sel endotel trabeculer meshwork pada glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan (1995) menyatakan bahwa kondisi berkurang atau hilangnya sel endotel trabecular meshwork tersebut terjadi akibat degenerasi, tetapi bukan akibat degenerasi seperti pada proses penuaan (ageing process). Hogan dan Zimmerman (1962) mengatakan bahwa kondisi tersebut merupakan akibat pembengkakan dan sklerosis sel endotel trabecular meshwork. Sedangkan Cotran (1999) menerangkan bahwa penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat dimunculkan dugaan kuat bahwa penyebab berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, adalah akibat kematian sel itu sendiri oleh karena berbagai sebab. Menurut Lutjen-Drecoll (1994), berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, disertai dengan akumulasi matriks ekstra-seluler dan penebalan

lamela daerah uvea dan korneo-sklera akan menimbulkan hambatan outflow cairan akuos pada glaukoma sudut terbuka primer. Pada hakekatnya, kematian sel dapat terjadi karena rangsangan atau jejas letal yang berasal dari luar atau dari dalam sel itu sendiri (bersifat aktif atau pasif). Kematian sel yang berasal dari dalam sel dapat terjadi melalui mekanisme genetik, yang merupakan suatu proses fisiologis dalam usaha mempertahankan keadaan homeostasis atau keseimbangan fungsinya. Proses kematian yang berasal dari luar sel dan bersifat pasif dapat terjadi karena jejas atau injuri yang letal akibat faktor fisik, kimia, iskhemia maupun biologis (Cotran,1999).1 2.8. Diagnosis 2.8.1 Anamnesis Gejala glaukoma tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma sudut terbuka kronis di kaitkan dengan peningkatan perlahan tekanan dan ketiadaan gejala, kecuali pasien menjadi sadar akan adanya defisit penglihatan berat. Banyak pasien terdiagnosis saat tanda glaukoma terdeteksi oleh ahli optometri.3 2.8.2.Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah tidak adanya gejala sampai stadium lanjut penyakit. Saat ini untuk deteksi dini masih diandalkan pemeriksaan oftalmologik teratur bagi kerabat pasien dan pada pemeriksaan diskus optikus dan tonometri yang menjadi bagian pemeriksaan fisik rutin bagi semua orang dewasa yang berusia lebih dari 30 tahun.2 Beberapa teknik pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis glaukoma sudut terbuka misalnya :6,8,9 1. Tonometri, untuk mengetahui tekanan bola mata seseorang, dengan teknik: a. Digital (palpasi) tonometri, kurang tepat karena tergantung faktor subjektif : - Merupakan cara yang paling mudah dan murah karena tidak memerlukan alat - Caranya adalah dengan menyuruh penderita melihat ke bawah,

pada kelopak atas diberikan tekanan dengan jari telunjuk kedua tangan bergantian - Bila satu telunjuk menekan bola mata, telunjuk yang lain tidak menekan bola mata - Nilai daya tahan bola mata terhadap tekanan jari - Tekanan bola mata dicatat dengan T.N = tekanan normal, Tn + 1 = tekanan bola mata agak tinggi, Tn 1 = tekanan bola mata agak rendah b. Schiotz tonometri, dengan memberi beban pada permukaan kornea Pemeriksaan tekanan bola mata yang dilakukan dengan menggunakan tonometer - Alat : obat tetes anestesi lokal (tetrakain) dan tonometer schiotz - Pasien diminta melonggarkan pakaian termasuk dasi yang dipakai, dan tidur terlentang di tempat tidur. - Mata ditetesi dengan tetrakain dan tunggu sampai pasien tidak merasa pedas - Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, kemudian pasien diminta untuk melihat ibu jari tangannya d depan matanya atau melhat ke langit langit ruangan pemeriksaan - Telapak tonometer Schiotz diletakkan pada permukaan kornea - Setelah telapak tonometer menunjukkan angka yang tetap, dibaca nilai tekanan pada skala busur Schiotz yang berantara 0 15, - Nilai jika tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg dicurigai glaukoma dan bila tekanan lebih 25 mmHg maka pasien menderita glaukoma c. Aplanasi tonometri, mendatarkan permukaan kecil kornea d. Tonometri udara, kurang teliti karena dipergunakan di ruang terbuka 2. Lapang pandangan Pemeriksaan lapang pandangan Uji konfrontasi Pemeriksaan dengan melakukan perbandingan lapang pandangan pasien dengan pemeriksa. Tes komputerisasi lapang pandang penglihatan atau perimetry adalah pengukuran terpenting untuk melihat luasnya kerusakan syaraf mata. Selama tes dilakukan, pasien akan diminta melihat layar komputer dan menekan tombol ketika pasien melihat kilatan cahaya atau munculnya garis garis hitam.

Kondisi saraf optik pasien akan difoto berwarna pada saat kunjungan pertama. Foto ini akan dijadikan pembanding untuk foto yang diambil pada kunjungan berikutnya. Dengan cara ini, setiap perubahan atau kemajuan glaukoma dapat dideteksi.4 Perimetri statis otomatis merupakan teknik pilihan untuk mengevaluasi lapangan pandang. Tes permulaan statis dan kinetik kombinasi manual merupakan alternatif yang dapat dilakukan jika perimetri atomatis tidak tersedia atau pasien tidak mau menggunakannya. Penyebab hilangnya lapangan pandang akibat selain neuropati saraf glaukomatous sebaiknya dicari saat anamnesis dan pemeriksaan fisis. Tes lapangan pandang dengan perimetri otomatis gelombang pendek dan teknologi penggandaan frekuensi dapat mendeteksi lebih dini dibanding perimetri konvensional. Sangat penting metode pemeriksaan yang sama saat pemeriksaan lapangan pandang. Gonioskopi Dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat menimbulkan glaukoma. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) didataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat dipergunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.4 Funduskopi Pemeriksaan fundus untuk melihat struktur nervus saraf optik dengan dilatasi pupil, bertujuan untuk mencari abnormalitasyang menvebabkan defek lapangan pandang. Penilaian Diskus Optikus Cupping merupakan ciri normal lempeng optik. Adanya perubahan glaukomataus dilihat dengan analisa disk optik lapisan serat optik retina yang mengalami perubahan dini yang dapat dideteksi dengan perimetri otomatis standar. Selain itu dapat juga dengan menggunakan oftalmoskop konfokal serta dengan merekam ketebalan lapisan serabut saraf di sekitar lempeng optik. Segmen anterior Pemeriksaan dengan

biomikroskopik slit lamp pada segmen anterior untuk melihat adanya kelainan yang dihubungkan dengan sudut sempit, patologi kornea atau mekanisme sekunder pada peningkatan TIO seperti pseudoeksfoliasi- dispersi primer, neovaskularisasi sudut dan iris, atau inflamasi Uji lain pada glaukoma Uji kopi Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15-20 mmHg sesudah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma. Uji minum air Minum air banyak akan mengakibatkan turunnya tekanan osmotik sehingga air akan banyak masuk kedalam bola mata, yang akan menaikkan tekanan bola mata. Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola mata naik 815 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma. Biasanya bersamaan dengan naiknya tekanan bola mata akan terjadi pengurangan outflow of facility. Uji steroid Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma simpleks pada keluarga, betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan naik setelah 2 minggu. Uji variasi diurnal Pemeriksaan dilakukan karena diketahui tekanan bola mata bersifat intermiten atau bervariasi dari waktu ke waktu. Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh, selama 3 hari. Biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-3 mmHg, sedangkan pada mata glaukoma sudut terbuka variasi dapat mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan patologik.4 2.9. Penatalaksanaan Medikamentosa Supresi Pembentukan Aquoeus humor Penghambat adrenergik beta (beta

blocker). o Timolol maleat 0,25% dan 0,5% o Betaksolol 0,25% dan 0,5% o Levobunolol 0,25% dan 0,5% o Metipranolol 0,3% Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma, payah jantung kongestif. Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun, terutama asma dan defek hantaran jantung. Apraklonidin. o Suatu agonis adrenergik 2 yang menurunkan pembentukan Aquoeus humor tanpa efek pada aliran keluar. Inhibitor karbonat anhidrase. o Asetazolamid dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500 mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). o Diklorfenamid o Metazolamid Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Fasilitasi Aliran Keluar Aquoeus humor Obat parasimpatomimetik o Pilokarpin : larutan 0,5-6% diteteskan beberapa kali sehari, gel 4% sebelum tidur. o Demekarium bromide 0,125% dan 0,25% o Ekotiopat iodide 0,03%-0,25% Meningkatkan aliran keluar Aquoeus humor dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya penglihatan, terutama pada pasien katarak. Epinefrin 0,25-2% o Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan aquoeus humor . Dipifevrin o Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi bentuk aktifnya.6 Terapi Bedah & Laser - Dilakukan apabila tekanan intraokuler masih belum bisa dikendalikan,dengan cara trabekulektomi atau pembedahan trabekulektomi yaitu suatu tindakan yang membuat saluran kecil dari bilik mata depan ke konjungtiva untuk menurunkan tekanan

bola mata dengan menggunakan alat operasi yang sangat kecil dan mikroskop khusus 2,3,6 - Operasi/bedah dilakukan apabila :6 Tekanan intraokuler tetap di atas 30 mmHg Kerusakan papil saraf optik progresif Kerusakan lapang pandang yang progresif Perawatan setelah tindakan trabekulektomi 1.Berikan kombinasi antibiotik dan anti inflamasi topikal serta antibiotik sistemik. 2.Kontrol 1 hari pasca bedah 3.Kontrol 7-10 hari pasca bedah 4.Kontrol 1 minggu sampai 1 bulan 5.Kontrol tiap 4-6 bulan bila keadaan baik Trabekuloplasti Laser Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran humor akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi bermacammacam bentuk glaukoma sudut terbuka.6 Bedah Drainase Glaukoma Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga terbentuk akses langsung Aquoeus humor dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dan dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah menggantikan tindakan drainase full-thickness. Penyulit utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi Aquoeus humor adalah tindakan alternatif untuk mata yang tidak membaik dengan trabekulotomi atau kecil kemungkinannya berespons terhadap trabekulotomi. Sklerostomi laser holmium adalah satu tindakan baru yang menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulotomi.6 Tindakan Siklodestruktif Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk

mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi dan yang paling mutakhir, terapi laser neodinium : YAG thermal mode, dapat diaplikasikan kepermukaan mata tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris dibawahnya.6 Standar Operasional Prosedur Ini merupakan yang di dapat dari ManajemenPanduan Klinis Glaukoma sudut terbuka primer tujuan pengobatan pada penderita yang terbukti menderita glaukoma sudut terbuka primer adalah mencegah berlanjutnya kerusakan papil saraf optik. Sampai saat ini belum ada criteria yang memuaskan untuk menetapkan tingkat TIO yang dapat diterapkan aman untuk mempertahankan keadaan lap. Pandang bagi semua penderita. Ada yang menurunkan 30% lebih rendah dari TIO awal. Ada pula yang menetapkan target pressure dengan perhitungan khusus yang bersifat individual/mata. a. Medikamentosa 1) Pemilihan obat untuk pengobatan awal didasarkan pada penilaian mata penderita dan status kesehatan umum. Bila cacat lap. Pandang belum lanjut atau TIO tidak terlalu tinggi maka terapi dapat dicoba pada satu mata terlebih dahulu untuk menilai manfaat an efek samping. 2) Terapi medikamentosa bersifat monoterapi dimulai dengan timolol maleat (C. timol) 0,25%-0,5%, 1-2 x sehari. Bila tidak ada kontraindikasi atau obat-obat baru yang lain (seperti glaupen, glauplus, xalatan, travatan, dorzol, azopt). Bila dengan obat pertama keadaan TIO yang diharapkan belumtercapai tetapi obat tersebut dianggap berespon baik (mencapai nilai efektif farmakologis) dapat ditambahkan obat tetes lainnya, tetapi bila dianggap tidak efektif maka obat pertama diganti dengan obat lain, lalu penilaian diukang lagi. Bila dengan monoterapi atau kombinasi ternyata belum mencapai sasaran berupa penurunan

TIO yang tidak memuaskan atau tetap erlanjutnya kerusakan atau sejak awal tekanan lebih dari 30 mmHg maka dapat diberikan terapi sistemik dengan penghambat karbonik anhidrase. Obat ini biasanya dimulai 125 mg, 3-4 x sehari. Bila efektivitas yang diharapkan belum tercapai, maka dosis ditingkatkan menjadi 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg setiap 12 jam. Pada setiap pemberian obat asetazolamide harus disertakan pemberian obat preparat kalium (KCl 0,5 gr) 2-3 x, 0,25-0,5 gr per hari b. Tindakan bedah Bila dengan tindakan medikamentosa diatas belum memuaskan sebaiknya penderita dipertimbangkan untuk dilakukan terapi bedah (trabekulektomi atau berupa tindakan lain ke pelayanan tingkat tersier. Instruksi bagi penderita 1. Dalam pengobatan glaukoma penting sekali untuk memberikan instruksi pada penderita mengenai waktu dan pemakaian obat, termasuk cara menekan daerah kantus internus untuk mencegah absorbsi sistemik obat tetes. Dokter harus merencanakan dan membicarakan saat dan jenis pengobatan dan meyakini bahwa nama obat dan pemberiannya ada tertulis di label botol obat tetes. 2. Tambahan pula pasien harus diberitahu dengan kata-kata yang sederhana mengenai mekanisme terjadinya glaukoma, alasan dan tujuan pengobatan, cara berbagai obat bekerja dan efek samping yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dalam upaya menjaga kepatuhan penderita dalam obat. 3. Pasien harus diyakinkan perlunya pemeriksaan kontrol berkala seumur hidup mengenai TIO, penilaian papil N.II dan lap. Pandang, serta penggunaan obat tetes yang benar/patuh seperti yang diinstruksikan kepadanya. 4. Pendeita sebaiknya mengetahui nama dan konsentrasi obat yang sedang digunakan. Kartu pengenal tanda penderita glaukoma yang harus dibawa penderita mungkin ada manfaatnya. Penting pula pasien dan dokter lain yang merawatnya mengetahui efek

samping, alergi, dan kemungkinan keracunan obat glaukoma. 5. Bila dengan penatalaksanaan diatas masih juga menunjukkan kemunduran maka dirujuk ketingkat tersier untuk dipelajari lebih lanjut. 6. Keluarga langsung perlu diikutsertakan dalam penatalaksanaan penderita. Pelayanan kesehatan mata tersier (TEC) 1. Glaukoma sudut terbuka primer Medikamentosa a. Prinsip terapi mirip dengan penanganan pada fasilitas sekunder, namun dapat pula menggunakan obat-obat jenis terbaru, seperti: 1) Prostaglandin analog (glaupen, glauplus, xalatan, travatan) 2) Penghambat karbonik anhidrase topikal (dorzol, azopt) 3) Alpha 2 agonist adrenergik. a) terapi laser berupa trabekuloplasti argon laser, trabekuloplasti laser selektif. b)Terapi bedah berupa trabekulektomi tanpa/ atau dengan mitomisin C/5- fluorourasil, non penetrating filtering surgery, operasi drainase implant, siklodiatermi dan operasi kombinasi katarak dan glaukoma. Evaluasi dan follow up pasien glaukoma kronis 1. Perhatikan ada tidaknya progresivitas papil atropi glaukomatosa 2. Funduskopi, OCT, HRT, evaluasi 6-12 bulan. 3. Perhatikan ada tidaknya pertambahan skotoma/ kelainan lap. Pandang dengan automatic perimeter setiap 6-12 bulan: octopus, Humphrey. 4. Lakukan gonioskopi minimal setiap 3 bulan. 2.10. Prognosis Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan sehingga mengakibatkan kebutaan total. Apabila proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar penyakit glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis.6 2.11. Anjuran Pada penderita glaukoma primer sudut terbuka dianjurkan atau diberitahukan: Penyakit ini tidak nyata dipengaruhi emosi. Olah raga merendahkan tekanan bola mata sedikit. Minum tidak boleh sekaligus banyak, karena dapat menaikkan tekanan intraokular. Tekanan darah tinggi lama bila diturunkan cepat

akan mengakibatkan bertambah terancamnya saraf mata oleh tekanan mata. Penderita glaukoma simpleks memerlukan pemeriksaan papil saraf optik dan lapang pandangan setiap 6 bulan. Bila terdapat riwayat keluarga dengan glaucoma, buta, miopia tinggi, anemia, hipotensi, diabetes mellitus, maka kontrol pada penderita glaukoma simpleks dilakukan lebih sering.7 BAB III KESIMPULAN Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia setelah katarak atau kekeruhan lensa, dengan jumlah penderita diperkirakan sebanyak + 70.000.000 orang. Di antara jumlah penderita kebutaan tersebut, sebanyak 50% - 70% berasal dari bentuk glaukoma sudut terbuka prime

You might also like