You are on page 1of 10

MATA KULIAH CIRI UNIVERSITAS (MKCU)

ETIKA BERWARGA NEGARA

MATA KULIAH

BAGIAN 9 GEOSTRATEGI

Oleh:

DADAN ANUGRAH, M.Si.

UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

2008
BAGIAN 9 GEOSTRATEGI A. PENGANTAR Pada bagian yang lalu kita telah membicarakan tentang geopolitik, terutama dalam konteks kekinian (modern dan postmodern). Sejatinya, pembahasan geopolitik belumlah cukup tanpa dikaitkan debngan geostratgis. Menurut Srijanti, dkk (2008), geostrategik adalah suatu strategi dalam memanfaatkan kondisi geografis negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana umum untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional. Dalam istilah lain, geostrategi disamakan dengan ketahanan nasonal, yaitu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan. Kondisi kehidupan nasional itu dibina secara berkesinambungan dari mulai pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional sehingga menciptakan satu ketahanan nasional yang tangguh. Geostrategi adalah politik dalam pelaksanaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan keinginan politik. Sebagai contoh pertimbangan geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek, disamping aspek aspek geografi juga dari aspek . Aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan Hankam. Posisi silang Indonesia tersebut dapat di rinci sebagai berikut :

1. Geografi: wilayah Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan


Australia: serta si antara samudra Pasifik dan samudra Hindia.

2. Demografi: penduduk Indonesia terletak di antara penduduk jarang di


selatan (Australia) dan penduduk padat di utara (RRC dan Jepang)

3. Ideologi: ideologi Indonesia (Pancasila) terletak di antara liberalisme di


selatan ( Australia dan Selandia Baru) dan komunisme di utara ( RRC, Vietnam dan Korea Utara).

4. Politik: Demokrasi Pancasila terletak di antara demokrasi liberal di selatan


dan demokrasi rakyat ( diktatur proletar) di utara.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Dadan Anugrah S.Sos, MSi Pendidikan Kewarganegaraan

5. Ekonomi: Ekonomi Indonesia terletak di antara ekonomi Kapitalis dan


selatan Sosialis di utara.

6. Sosial: Masyarakat Indonesia terletak di antara masyarakat individualisme


di selatan dan masyarakat sosialisme di utara.

7. Budaya: Budaya Indonesia terletak di antara budaya Barat di selatan dan


budaya Timur di utara.

8. Hankam: Geopolitik dan geostrategis Hankam (Pertahanan dan


Keamanan) Indonesia terletak diantara wawasan kekuatan maritim di selatan dan wawasan kekuatan kontinental di utara. Dengan demikian geostrategis adalah perumusan strategi nasional dengan memperhitungkan kondisi dan konstelasi geografi sebagai faktor utama.

B. GEOSTRATGIS DALAM RANAH PEMIKIRAN IINDONESIA Idea atau ide dasar adalah awal mula satu tatanan pemikiran yang pada ujung paling akhirnya berupa tindakan nyata. Dalam masyarakat yang menegara atas dasar commitment para pendiri Republik ini, ide yang dijadikan acuan brsama adalah terbentuknya masyarakat yang berazaskan kekeluargaan dengan atribut tata laku sebagaimana berlaku pada umumnya diantara masyarakat timur. Paternalistik, gotong royong, mendahulukan kepentingan bersama, adalah diantara atribut lainnya yang menjadi ciri khas masyarakat timur tadi. Apabila selanjutnya ide dasar harus dijadikan acuan masyarakat bangsa dalam bertatalaku, maka dapat dikatakan bahwa ia telah berubah dari satu ide menjadi pandangan hidup yang operasional; dan apabila pandangan hidup tadi diberikan kerangka ilmiah dan dikodifikasikan secara jelas maka terbentuklah satu falsafah bangsa. Kemudian dari itu, apabila falsafah bangsa dijadikan landasan negara maka ia akan mewujud sebagai satu ideologi negara. Untuk Indonesia, pandangan hidup berbangsa, falsafah bangsa, maupun ideologi negara semua diberi nama yang sama, yaitu Pancasila. Bagi bangsa/negara lain tidaklah demikian halnya, masing-masing mempunyai nama yang berbeda-beda sehingga mengurangi kerancuan. Tidak semua negara memiliki ideologi negara karena ia memang bukanlah salah satu syarat untuk berdirinya satu negara. Akan tetapi bagi

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Dadan Anugrah S.Sos, MSi Pendidikan Kewarganegaraan

negara yang memiliki ideologi, ia selalu menjadi acuan bagi seluruh sistem yang ada maupun tata-laku masyarakatnya. Kalau disimak benar maka ideologi negara kita bukanlah berupa satu uraian ilmiah yang panjang akan tetapi lebih merupakan patok-patok yang membatasi koridor diantara mana dinamika masyarakat kita sangat diharapkan berada diantaranya. Apabila dilihat dari segi itu maka dapat juga ditafsirkan bahwa kelima sila tersebut lebih berupa sebagai uraian cita-cita nasional daripada satu rangkuman pemikiran atau falsafah secara rinci dan ilmiah. Sebagai satu kumpulan cita-cita ia harus dikejar dan diupayakan agar secara bertahap dapat diwujudkan. Misalnya saja Sila Persatuan Indonesia, keadaan kita saat ini memang amat jauh dari cita-cita itu, akan tetapi tidak berarti bahwa hal tersebut tidak dapat diwujudkan dikemudian hari, entah kapan. Itulah cita-cita, yang pencapaiannya merupakan satu never ending goal. Dalam rangka pencapaian cita-cita tersebut di atas kita sekalian seluruh bangsa dihadapkan pada berbagai jenis kendala, pluralisme masyarakatnya, konfigurasi geografis maupun keadaan dinamika lingkungan strategis yang dampaknya tidak mungkin diabaikan. Oleh karena itu berbagai prasyarat harus dipenuhi agar perjalanan pencapaian cita-cita itu terjamin. Prasyarat semacam itu disebut geo-politik, yang bagi kita dirumuskan secara singkat dalam bentuk Wawasan Nusantara. Pada intinya Wawasan Nusantara mengisyaratkan perwujudan kesatuan politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam sebagai satu prasyarat seutuhnya. Makna sesungguhnya akan pentingnya inti sari geo politik kita itu amat terasa pada saat menjelang maupun setelah berakhirnya Orde Baru dimana seakanakan segala bentuk kesatuan (dan juga persatuan) ditenggelamkan dibawah emosi kesukuan, keagamaan maupun kepolitikan. Bahkan seolah-olah negara kesatuan pun akan ditelan habis oleh emosi tersebut. Adakah ramalan Huntington benar ? Ataukah kita lalai melaksanakan nation and character building sehingga kefahaman tentang kebangsaan dan negara bangsa dikalangan generasi muda sama sekali tidak ada bekasnya. (kalaupun pernah membekas walaupun selembut apapun). Ataukah sistem pendidikan kita telah mencair, dan yang tinggal hanyalah sekadar sistem pengajaran saja (dan itupun dalam kondisi yang memerlukan perhatian besar). Apapun juga penyebabnya atas kejadian-kejadian saat itu,

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Dadan Anugrah S.Sos, MSi Pendidikan Kewarganegaraan

nyatanya bangsa dan negara kita telah terpuruk dalam pergaulan antar bangsa dan terkesan tentang adanya kemerosotan etik dan moral yang ditandai antara lain oleh saling membunuh sesama anak bangsa. Keterpurukan ini menandakan bahwa apabila prasyarat geo-politik tidak terpenuhi maka janganlah diharapkan cita-cita proklamasi akan tercapai. Apabila kita telusuri lebih jauh lagi maka dapatlah difahami bahwa setelah prasyarat dipenuhi maka diperlukan satu metode umum atau strategi guna mewujudkan cita-cita diatas. Metode tersebut dinamakan geo-strategi, yaitu satu strategi dalam memanfaatkan kondisi lingkungan didalam upaya mewujudkan tujuan politik (cita-cita nasional). Sedangkan upayanya itu sendiri akan terwujud sebagai program-program di dalam pembangunan nasional. tentang kekeluargaan dan kebersamaan hingga metode Bagan berikut pelaksanaan menunjukan tatanan dan sekaligus tataran pemikiran yang ada mulai dari ide pembangunan. Geo-strategi Indonesia dirumuskan dalam bentuk Ketahanan Nasional yang unsur-unsur Keuletan semangat utamanya terdiri dari kualita satu keuletan kualita dan kualita yang kekuatan/ketangguhan. sesungguhnya merupakan Keuletan integratif menunjukan adanya kebersamaan diantara sesama komponen yang dijiwai oleh kekeluargaan. diperlukan dalam menghadapi tantangan/tekanan dari luar yang harus dihadapi secara elastis konsisten dan berlanjut. Tanpa adanya kualita keuletan maka jaringan sosial masyarakat akan retak, atau bahkan putus, apabila dihadapkan pada tantangan/tekanan yang berkepanjangan. memerlukan keuletan masyarakat agar tidak terjadi hal-hal yang mengakibatkan perpecahan dalam masyarakat karena masyarakat memiliki kelenturan yang mampu meng-absorbir tekanan kesulitan ekonomi. Memang, keuletan masyarakat dapat diandaikan dalam bahasa mekanika seolah-olah sebagai koefisien kelenturan pegas, yang sudah barang tentu Sebaliknya, unsur memiliki ambang batas, diatas mana tekanan dari luar tidak lagi dapat ditahan dan pegaspun akan kehilangan kelenturannya dan patah. kekuatan/ketangguhan merupakan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang dari masyarakt bangsa ke arah tata kehidupan yang lebih baik dikemudian hari. Semakin tinggi kualita/ketangguhan maka semakin besar pula tekanan yang dapat ditahan dan dilawan tanpa adanya kualita ini masyarakat akan stagnan,

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Dadan Anugrah S.Sos, MSi Pendidikan Kewarganegaraan

dan apabila hal ini terjadi maka lama kelamaan akan mundur dimakan waktu.

C. MENYELAMI GEOSTRATEGI INDONESIA


Ditempat awalnya geostrategi diartikan sebagai geopolitik untuk kepentingan militer atau perang. Pendapat lain mengatakan, bahwa istilah strategy yang kini dikenal luas dalam mengelola masa depan organisasi adalah berasal dari strategos dan stratos serta agein Dalam bahasa Yunani srategois dan strator artinya adalah tentara , agein adalah menjalankan. Jadi jelas sekali bahwa istilah strategy itu ada dalam ketentaraan dan agen sebagai pihak yang melaksanakan langkah operasional. Bila ada tentara tentu ada pula tujuan untuk menghadapi musuh dalam konteks peperangan. Tentu pula tujuannya untuk mencapai kemenangan secara total Di Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan citacita proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, melalui proses pembangunan nasional. Karena tujuan itulah maka ia menjadi doktrin pembangunan dan diberi nama Ketahanan Nasional. Mengingat geostrategi Indonesia memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan sebagainya, maka ia menjadi amat berbeda wajahnya dengan yang digagaskan oleh Haushofer, Ratzel, Kjellen dan sebagainya. Geostrategi Indonesia berawal dari kesadaran bahwa bangsa dan negara ini mengandung sekian banyak anasir-anasir pemecah belah yang setiap saat dapat meledak dan mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam era kepemimpinan Habibie dapat disaksikan dengan jelas bagaimana hal itu terjadi beserta akibatnya. Tidak hanya itu saja, tatkala bangsa kita lemah karena sedang berada dalam suasana tercabik-cabik maka serentak pulalah harga diri dan kehormatan dengan mudah menjadi bahan tertawaan di forum internasional. Di itulah ketidakberdayaan kita menjadi tontonan masyarakat internasional, yang sekaligus, apabila kita sekalian sadar, seharusnya menjadi pelajaran berharga. Apabila dikehendaki agar hal itu tidak akan terulang lagi, maka jangan sekali-kali memberi peluang pada anasir-anasir pemecah belah untuk berkesempatan mencabik-cabik persatuan dan kesatuan nasional. Sentimen

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Dadan Anugrah S.Sos, MSi Pendidikan Kewarganegaraan

SARA yang membabi buta harus ditiadakan, yang mayoritas harus berlapang dada sedangkan minoritas haruslah bersikap proporsional tanpa harus mengurut dada. Sekali lagi terbukti bahwa pemimpin yang kuat dan disegani serta mengenal betul watak dari bangsa Indonesia amatlah diperlukan. Dilain pihak masyarakat perlu menjadi arif serta pandai menahan diri dalam menghadapi provokasi maupun rongrongan/iming-iming melalu money politics. Atas dasar adanya ancaman yang laten, terutama dalam bentuk SARA, maka geostrategi Indonesia sebagai doktrin pembangunan mengandung metode pembentukan keuletan dan pembentukan ketangguhan bangsa dan negara. Kedua kualita yang harus dibangun dan dimanfaatkan secara konsisten itu tidaklah hanya ditujukan kepada individu warga bangsa akan tetapi juga kepada sistem, lembaga dan lingkungan. Mampu memperlihatkan stamina dalam penangkalan terhadap anasiranasir pemecah belah bangsa dan negara. Dapat diantisipasikan bahwa hanya anasir-anasir tersebut bersifat laten atau hadir sepanjang masa, maka aspek atau kualita keuletan haruslah dikedepankan. Pembinaannyapun perlu berlanjut agar setiap generasi yang muncul faham akan pentingnya kedua kualita tersebut. Kita dapat saksikan bersama bahwa tiap generasi baru merupakan lahan yang subur bagi upaya-upaya yang tidak sejalan dengan visi kebangsaan, dan ini tidak hanya terjadi di Indoensia saja. Kemajuan yang bersifat kebendaan, apalagi yang datang dari luar, saat ini lebih memiliki daya tarik terhadap generasi muda dibandingkan dengan hal-hal yang sifatnya falsafah dan konsepsional. Dilain pihak masyarakat harus dibina ketangguhan/kekuatannya agar secara aktif serta efektif mampu menghadapi bahaya/ancaman yang sifatnya laten tadi. Setidak-tidaknya secara bergotong-royong dalam lingkungannya mampu mengcontain ancaman/bahaya laten itu. masing-masing

Ketangguhan/kekuatan bisa, antara lain, berupa keberanian dari massa masyarakat menghadapi apa saja yang mereka anggap dapat berpotensi sebagai anasir pemecah belah bangsa. Ini sudah barang tentu memerlukan kebersamaan dan kekompakan agar lebih efektif sebagai kekuatan penangkalan. Integrasi bangsa adalah pemaduan berbagai unsur kekuatan bangsa ke dalam satu jiwa kebangsaan dengan aspirasi berbangsa dan bernegara yang sejalan dengan ketentuan konstitusi. Proses integrasi bangsa adalah unik bagi tiap masyarakat bangsa yang sangat tergantung pada sejarah serta ciri

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Dadan Anugrah S.Sos, MSi Pendidikan Kewarganegaraan

budayanya. Bagi masyarakat bangsa yang majemuk tetapi homogen, seperti Amerika, proses integrasi dilaksanakan dengan metode melting pot. Mengapa demikian, karena pada masyarakat Amerika tidak ada satupun kelompok masyarakat yang berhak mengklaim satu wilayahpun sebagai tempat tinggal nenek moyang mereka, terkecuali suku Indian, karena hampir semuanya berasal dari keturunan imigran. Tidaklah mengherankan apabila sebagai akibat tidak adanya ikatan historis maupun psikologis kepada wilayah maka sentimen kedaerahan atau kewilayahan tidak terjadi. Hal yang menguntungkan ini Memang membuat setiap warga negara Amerika, apapun juga asal keturunannya dapat ditempa menjadi satu dalam satu kancah apapun dan dimanapun. seorang Gubernur satu negara bagian harus dipilih diantara warga negara bagian itu akan tetap tidak harus dipilih diantara mereka yang dilahirkan dinegara bagian yang bersangkutan. Disini sama sekali telah ada sentimen kedaerahan tersangkut.

D. PLURALISME DAN GEOSTRATGIS INDONESIA Lain halnya dengan Indonesia yang masyarakatnya majemuk tetapi heterogen, metode melting pot tidak dapat dilakukan. Tiap suku memiliki kaitan historis dan psikologis dengan daerah tempat tinggal nenek moyangnya. Daerah pulau Bali seakan-akan menjadi milik orang Bali dan bukan milik warga pulau Bali karena itu hanya orang Bali saja yang dapat dicalonkan menjadi Gubernur Bali. Logika lanjutannya dalah bahwa hanya orang Bali saja yang bisa dan mampu memahami budaya, adat istiadat maupun agama di daerah itu. Metode melting pot kadang-kadang juga tidak dapat diterapkan hanya pada tataran anatar propinsi saja, akan tetapi kadang-kadang antara Kabupaten di dalam satu propinsi juga sukarmenanganinya. Pada zaman Belanda tapak kultur, satu suku bangsa dijadikan propinsi, sedangkan tapak sub kultur dijadikan karesidenan. Demikian politik devide et impera diterapkan menjadi geopolitik kolonial untuk menciptakan sentimen kedaerahan dan apabila memungkinkan didorong menjadi gesekan antar masyarakat pada wilayah sub kultur atau kultur. Sayangnya geopolitik kolonial ini diwarisi, diteruskan dan malah diperberat lagi, misalnya Propinsi Sunda Kecil dimekarkan lagi Propinsi NTT dan NTB, kemudian dimekarkan lagi menjadi NTT,

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Dadan Anugrah S.Sos, MSi Pendidikan Kewarganegaraan

NTB dan Bali.

Kini Maluku menjadi dua propinsi di Irian Jaya menjadi tiga Disini jelas nampak bahwa aspek

propinsi; dan apalagi dikemudian hari. Alasan yang digunakan adalah efisiensi manajerial dikaitkan dengan luas wilayah. geopolitik tidak diperhatikan, oleh karena itu pemekaran wilayah administratif pemerintahan akan sekaligus merupakan empat penyamaian bibit pertentangan sosial. Kalau pendekatan melting pot tidak dapat diterapkan maka selayaknyalah kita kembali pada ide kesatuan yang diletakkan oleh para pendiri Republik ini, yaitu pendekatan kekeluargaan yang disublimasikan menjadi azas kekeluargaan dan bahkan dalam negara kekeluargaan. keluarga maka kepentingan keluarga harus didahulukan dari kepentingan Inilah sesungguhnya merupakan turunan (derivative) dari harmoni/keseimbangan. Didalam satu harus mendahului atau didahulukan propinsi; dan pada gilirannya daripada kepentingan anggota keluarga sebagai individu. Kepentingan nasional kepentingannya propinsi didahulukan ketimbang kepentingan Kabupaten.

Demikian seterusnya secara berjenjang yang pada ujungnya terbawah berupa kepentingan individu yang harus disubkoordinasikan pada kepentingan umum. Itulah idealnya. Dalam masyarakat heterogen dan majemuk yang berazaskan kekeluargaan, kualita keuletan diwujudkan dalam bentuk kait mengait secara integratif (bukan secara agregratif) menjadi jaringan kepentingan yang hierarkhis dan berjenjang. Dengan demikian mengupayakan terwujudnya jaringan integratif (dalam semangat gotong-royong) secara berjenjang dan berhierarkhi berskala nasional adalah geostrategi Indonesia untuk mewujudkan dan sekaligus mempertahankan integrasi bangsa. Sedangkan kualita ketangguhan/kekuatan diwujudkan melalui perkuatan dari tiap entity atau pelaku integrasi bangsa. Hal itu diwujudkan melalui pendekatan kekuasaan (dan distribusi kekuasaan) yang terkandung dalam geopolitik, yaitu yang berupa desentralisasi dan dikonsentrasi secara penuh dan konsekuen. Bilamana perkuatan ini dilaksanakan secara bersungguh-sungguh dan konsisten, ada kemungkinan tidak perlu terburu-buru mengadakan pemekaran wilayah administratif. Dalam era globalisasi ini muncullah tantangan baru yang lebih soft atau canggih yang berupa dengungan ilmiah bahwa negara bangsa atau nation state seperti Indonesia sudah tidak memadai lagi, dan harus diganti dengan bentuk

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Dadan Anugrah S.Sos, MSi Pendidikan Kewarganegaraan

lain, misalnya berupa negara suku (ethnic state), negara kepentingan (corporate state) dan negara agama (religious state), dan sebagainya. Dalam alur pikir demikian itu, pemisahan Timor Timur dari Indonesia adalah normal dan bukan malapetaka karena adanya kepentingan yang berbeda; demikian juga seandainya terjadi pemisahan lainnya dimasa mendatang. Satu pertanyaan yang perlu dipikirkan jawabannya adalah: Apakah masuknya alur pikir diatas ke Indonesia sekadar merupakan konsekuensi globalisasi ataukah merupakan subversi yang terencana global ?

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Dadan Anugrah S.Sos, MSi Pendidikan Kewarganegaraan

You might also like