You are on page 1of 25

Fastabiqul Khairat

"Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hambahamba kami, lalu di antara mereka ada yang mendzalimi diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah, yang demikian itu adalah karunia yang amat besar." (QS. Fathir:32) Allah SWT membagi umat Islam ke dalam tiga bagian. Masing-masing sesuai dengan kadar perbuatannya. Mereka yang amal buruknya lebih banyak disebut telah mendzalimi dirinya sendiri. Gambaran mereka disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam masalah sholat, seperti orang yang sholatnya tidak tepat waktu, bahkan sering mengakhirkan sholatnya sampai hampir masuk waktu sholat lainnya. Kelompok kedua, adalah umat Islam yang antara amal kebaikan dan keburukannya seimbang. Disebutkan oleh Ibnu Taimiyah sebagai orang yang melaksanakan kewajibannya, tanpa mempedulikan sunnah-sunnah, seperti mereka mengerjakan sholat wajib tepat waktu dan berjamaah hanya saja tidak menambah dengan sholat-sholat sunnah. Adapun yang ketiga adalah mereka yang amal baiknya lebih banyak dari amal buruknya. Mereka disebut telah melaksanakan ajaran Islam dengan baik pada setiap kesempatan dan mereka inilah yang dinamai 'Saabiqun Lilkhairaat. Permisalannya seperti orang yang sholat wajib tepat waktu, berjamaah dan menambah dengan sholat-sholat sunnah. Tentunya kita umat Islam hendaknya berupaya untuk menjadi kelompok ketiga tersebut agar kualitas umat Islam tidak seperti buih laut. Kelihatannya mayoritas secara kuantitas, tetapi kualitas pemahaman dan aplikasi Islamnya sangat rendah. Maka dari itu marilah kita memenuhi panggilan Al-Quran 'Fastabiqul Khairaat' (QS. AlBaqarah:148). Hal itu berarti kita harus menyingsingkan baju menggunakan setiap potensi dan peluang untuk kepentingan Islam guna menggapai surga yang lebarnya seluas langit dan bumi, disediakan bagi mereka yang bertakwa (QS. Al-Imran:123)

Bisikan Setan
Setan menurut al-Qur'an surah al-An'am ayat 112 dan surah an-Naas dan juga menurut berbagai teks hadits adalah terdiri dari jin dan manusia. Keduanya aktif bekerja menjalankan misi mereka masing-masing. Salah satu tugas setan adalah membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia, sebagaimana firman Allah di dalam surah an-Naas, artinya, "Katakanlah, "Aku berlindung kepada Rabb (Tuhan yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Ilaah (sembahan) manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia." Di dalam ayat-ayat di atas, Allah memerintahkan manusia agar beristi-'adzah (memohon perlindungan kepadaNya) dari bisikan jahat setan jin dan setan manusia. Alwaswas adalah bisikan-bisikan setan yang halus sedang al-khannas terambil dari kata khanasa, yang berarti kembali mundur, melempem, bersembunyi serta timbul tenggelam. Maksudnya adalah setan kembali menggoda manusia pada saat manusia lengah dan melupakan Allah, kemudian dia mundur dan melempem pada saat manusia berdzikir mengingat Allah Ta'ala. Strategi Setan Memperdaya Manusia Misi dan pekerjaan setan itu ada dua, pertama, menyuruh manusia melakukan dosa dan kejahatan, dan yang ke dua, menghalang-halangi manusia dari segala macam bentuk perbuatan baik yang diridlai Allah Ta'ala. Di dalam Sahih Muslim nomor ke 5109 bersumber dari 'Iyad bin Himar al-Mujasyi'i, disebutkan bahwa Rasulullah Shalallaahu

alaihi wasalam bersabda,Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku menciptakan hambahambaKu dalam keadaan hanif (cenderung kepada kebenaran), lalu setan-setan mendatangi mereka, dan menyelewengkannya dari agama mereka dan (setan-setan itu) mengharamkan terhadap mereka apa yang Aku halalkan bagi mereka dan menyuruh mereka mempersekutukan Aku" Berdasarkan hadits ini, dapat dikatakan, bahwa yang menyeleweng-kan manusia dari dien (Islam) adalah setan, termasuk menggelincirkan manusia kepada perbuatan syirik. Namun manusia yang dapat dikuasai setan, hanya mereka yang tak memperdulikan tuntunan Allah dan menjadikan setan itu sebagai pembimbing jalan hidupnya. Ibnu Qayyim AlJauziyah mengemukakan enam tahapan yang dilalui setan dalam menyesatkan dan memperdaya manusia. Tahap pertama ialah pengafiran atau pemusyrikan manusia. Kalau yang diajak setan itu muslim, yang beriman teguh, yang tak dapat dikafirkan dan dimusyrikkan, setan akan melangkah ke tahapan dakwah ke dua, yaitu pem-bid'ahan. Setan pada tahapan ke dua ini berupaya menjadikan orang Muslim sebagai ahlul bid'ah. Kalau yang didakwahi setan itu kalangan Ahlus Sunnah, yang teguh dan istiqamah memegang Sunnah, setan melangkah pada tahap yang ke tiga, yaitu menjebak orang Islam kepada kabair (dosa-dosa besar). Kalau yang bersangkutan beriman teguh, sehingga tak mau melakukan dosa-dosa besar, setan tetap tidak berputus asa, untuk terus berupaya mencari taktik lain, dengan melangkah ke tahap yang ke empat, yaitu menjebak manusia dengan dosa-dosa kecil. Kalau tahap ke empat ini gagal juga, setan melangkah ke tahap ke lima, yaitu menyibukkan manusia kepada masalah-masalah yang mubah (boleh), sehingga yang bersangkutan menghabiskan waktunya untuk urus-an-urusan yang mubah, yang dampaknya, lupa menunaikan perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah Ta'ala, yang berpahala, yang semua Muslim diperintahkan mengamalkannya. Kalau tahap ke lima ini gagal juga, setan melanjutkan strategi gandanya ke tahapan yang ke enam, yaitu menyibukkan manusia dalam urusan-urusan kurang bermanfaat atau yang man-faatnya lebih kecil, sehingga dampak persoalan-persoalan yang lebih penting dan yang lebih baik jadi tertinggalkan dan terabaikan. Misalnya, sibuk dengan amalan sunnah, sehingga amalan wajib tertinggalkan. Adapun perangkap atau jerat-jerat yang dipasang setan tidak terhitung jenis dan jumlahnya, di antaranya ialah: 1. Mengadu Domba Sesama Muslim dan Buruk Sangka Di dalam hadits yang diriwayatkan al-Bukhari, Rasulullah bersabda yang artinya, Sesungguhnya iblis telah berputus asa untuk disembah oleh orang-orang yang sholeh, tetapi ia berusaha mengadu domba di antara mereka.". Caranya ialah menciptakan dan menyebarkan permusuhan, kebencian dan fitnah di antara mereka. Sikap buruk sangka (terhadap Allah maupun manusia) biasanya datang dari setan. Dalilnya antara lain ialah hadits Shafiyyah binti Huyay (istri Rasulullah) ia berkata yang artinya, "Ketika Rasulullah sedang beri'tikaf di masjid, saya mendatanginya pada suatu malam dan bercerita. Kemudian saya pulang diantar beliau. Ada dua orang Anshar berjalan dan ketika keduanya melihat Rasulullah, mereka mempercepat langkah. Rasulullah berkata, "Pelan-pelanlah. Dia adalah Shafiyah binti Huyay". Mereka berkata, "Subhanallah (Maha Suci Allah), Rasulullah!" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya setan berjalan di tubuh manusia pada peredaran darah, aku khawatir setan itu melontarkan kejahatan di hati kamu berdua , sehingga timbul prasangka yang buruk." (HR. Al-Bukhari 240, Muslim 2174-2175). 2. Menganggap Baik dan Indah Kebid'ahan. Ibadah yang sudah baik dari Nabi, oleh setan dimodifikasi, antara lain dilakukan

penambahan-penambahan di sana sini atau pun pengurangan-pengurangan. Apa yang tidak disunnahkan Nabi, dilakukan, sebaliknya yang disunnahkan Nabi justru ditinggalkan. Sebagian manusia dibisiki agar merekayasa hadits palsu yang disandar kan kepada Rasulullah sambil berdalih, Kami memang berdusta mengarang hadits, namun bukan dengan niat menentang Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , melainkan membela beliau. Tak terhitung jumlah hadits yang direkayasa untuk menakut-nakuti manusia dari neraka, agar melakukan amal kebaikan atau pun menggambarkan surga dengan cara aneh pula. 3. Membisikkan Bahwa Islam Hanyalah Muamalah. Terkadang setan membisikkan ke dalam hati manusia, "Dien (Islam) adalah muamalah (pergaulan/akhlak yang baik). Yang penting dalam beragama adalah cukup berbuat baik saja terhadap sesama manusia, jangan mendustai atau menipu mereka walaupun kamu tidak shalat. Bukankah Rasulullah mengatakan, bahwa agama adalah muamalah?" Sebagai hasilnya, banya orang yang berprinsip, tak shalat tak mengapa, asal tidak jahat terhadap sesama manusia. Kepada yang lain, dibisikinya pula, "Yang penting adalah hati dan niat baik, sepanjang engkau lalui waktu malammu tanpa menyimpan dengki dan kebencian terhadap manusia, cukuplah sudah. Akibatnya yang bersangkutan meninggalkan banyak amal shaleh, karena mencu-kupkan diri dengan niat baik saja! Kepada kalangan yang berkecim-pung di politik, setan jin membisikkan, "Yang penting adalah kita harus mengenal keadaan riil kaum muslimin dan keadaan musuh-musuh mereka. Dengan demikian hal paling penting adalah masalah-masalah politik. Ibadah biarlah dilakukan kalangan ahli ibadah saja. 4. Membisikkan bahwa Islam Hanya Mengatur Hubungan dengan Allah Saja. Kepada mereka, setan membisik-kan, "Engkau zuhud dengan mening-galkan semua urusan dunia, termasuk urusan politik." Urusan pemerintahan, biarlah orang kafir saja yang mengatur, karena itu adalah masalah keduniaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan agama, sedang agama hanya mengatur hubungan dengan Allah saja. 5. Membisikkan Bahwa yang Penting Bersatu. Datang pula kelompok lain dengan pendapat, "Yang paling penting adalah menyatukan barisan kaum muslimin. Kelompok ini menjadikan persatuan sebagai hal paling penting, walaupun dibandingkan masalah aqidah! Dasar mereka ialah musuh-musuh Allah sedang gencar ingin menghabisi Islam. Memang benar umat Islam harus bersatu, tetapi harus di atas dasar dien, bukan bersatu dalam kekacauan dan perbedaan aqidah. 6. Menunda Kebaikan atau Melaku-kannya Secara Asal-Asalan. Salah satu bisikan jahat setan ialah agar umat Islam dalam melakukan kebaikan bersikap menunda-nunda atau sebaliknya melakukannya, namun dengan tergesa-gesa tanpa perhitungan. Sehingga akibatnya banyak kebaikan yang tidak terlaksana atau dilakukan namun secara serampangan dan asal-asalan, baik itu amal yang bersifat individual maupun kolektif 7. Membisiki Manusia Sebagai Orang yang Terbaik Di sisi lain, setan membisikkan di dalam hati manusia, "Engkau lebih baik dari orang lain, engkau melakukan shalat, sementara orang lain banyak yang tidak shalat." Setan membisiki setiap orang yang beribadah agar memperhatikan kelakuan orang-orang yang berada di bawahnya dalam beramal shaleh, untuk mencegahnya dari beramal lebih baik. Padahal yang dituntut dari kita adalah sebaliknya yaitu merasa kurang di dalam kebaikan, misalnya kita perhatikan orang yang berpuasa sunah Senin dan Kamis ketika kita tidak

melakukannya. Tetapi setan sangat jahat dan lihai, dengan berbagai cara, ia memperdayakan kita agar kita merasa sudah cukup, sudah hebat dan sempurna, sehingga kita merasa tak perlu belajar dari orang lain. 8. Menjadikan Satu Kebaikan Sebagai Penghalang Kebaikan yang Lain Untuk menjauhkan kita dari tugas dakwah, setan terkadang membisiki hati kita, "Kamu harus tawadhu, siapa yang tawadhu karena Allah, niscaya akan ditinggikan-Nya. Bukan level kamu melibatkan diri dalam tugas da'wah! Urusan da'wah hanya untuk orang berilmu tinggi saja! Kalau kamu melibat-kan diri juga dalam tugas da'wah, kamu berarti sombong, tak tahu diri." Setan terus menekan kita sampai mencapai derajat di mana kita merasa tak berguna dan tak mampu memikul tugas da'wah'. Padahal kita akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kemampuan yang seharusnya kita pergunakan untuk tugas da'wah itu. Mudah-mudahan Allah senantiasa membantu kita mengalahkan musuh nyata kita, yaitu setan, baik setan jin maupun manusia. Akhirnya, marilah kita sama-sama berdoa dengan doa yang diajarkan Allah. Terapinya, membiasakan melakukan dzikir pagi dan sore, banyak-banyak membaca al-Quran, dan selalu berdzikir memohon perlindungan kepada Allah. "Wahai Rabbku!, aku berlindung kepadaMu dari bisikan-bisikan jahat setan dan aku berlindung kepadamu Rabbku mereka mendatangiku" (Al-Mu'minun ayat 97-98). Wallaahu a'lam.

Citi-Ciri Wanita Shalihah


Tidak banyak syarat yang dikenakan oleh Islam untuk seseorang wanita untuk menerima gelar solehah, dan seterusnya menerima pahala syurga yang penuh kenikmatan dari Allah swt. Mereka hanya perlu memenuhi 2 syarat saja yaitu : Taat kepada Allah dan RasulNya Taat kepada suami Perincian dari dua syarat di atas adalah sebagai berikut : Taat kepada Allah dan RasulNya Bagaimana yang dikatakan taat kepada Allah swt? Mencintai Allah swt dan Rasulullah saw melebihi dari segala-galanya. Wajib menutup aurat Tidak berhias dan berperangai seperti wanita jahiliah Tidak bermusafir atau bersama dengan lelaki dewasa kecuali ada bersamanya mahramnya. Sering membantu lelaki dalam perkara kebenaran, kebajikan dan taqwa Berbuat baik kepada ibu & bapa Sentiasa bersedekah baik dalam keadaan susah ataupun senang Tidak berkhalwat dengan lelaki dewasa

Bersikap baik terhadap tetangga Taat kepada suami Memelihara kewajiban terhadap suami Sentiasa menyenangkan suami Menjaga kehormatan diri dan harta suaminya selama suami tiada di rumah. Tidak cemberut di hadapan suami. Tidak menolak ajakan suami untuk tidur Tidak keluar tanpa izin suami. Tidak meninggikan suara melebihi suara suami Tidak membantah suaminya dalam kebenaran Tidak menerima tamu yang dibenci suaminya. Sentiasa memelihara diri, kebersihan fisik dan kecantikannya serta kebersihan rumahtangga. Faktor Yang Merendahkan Martabat Wanita Sebenarnya puncak rendahnya martabat wanita adalah datang dari faktor dalam. Bukanlah faktor luar atau yang berbentuk material sebagaimana yang digembargemborkan oleh para pejuang hak-hak palsu wanita. Faktor-faktor tersebut ialah : 1. Lupa mengingat Allah Karena terlalu sibuk dengan tugas dan kegiatan luar atau memelihara anak-anak, maka tidak heran jika banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya telah lalai dari mengingat Allah. Dan saat kelalaian ini pada hakikatnya merupakan saat yang paling berbahaya bagi diri mereka, di mana syetan akan mengarahkan hawa nafsu agar memainkan peranannya. Firman Allah swt di dalam surah al-Jathiah, ayat 23: artinya: "Maka sudahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya. Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya." Sabda Rasulullah saw: artinya: "Tidak sempurna iman seseorang dari kamu, sehingga dia merasa cenderung kepada apa yang telah aku sampaikan." (Riwayat Tarmizi) Mengingati Allah swt bukan saja dengan berzikir, tetapi termasuklah menghadiri majlismajlis ilmu. 2. Mudah tertipu dengan keindahan dunia Keindahan dunia dan kemewahannya memang banyak menjebak wanita ke perangkapnya. Bukan itu saja, malahan syetan dengan mudah memperalatkannya untuk menarik kaum lelaki agar sama-sama bergelimang dengan dosa dan noda. Tidak sedikit yang sanggup durhaka kepada Allah swt hanya kerana kenikmatan dunia yang terlalu sedikit. Firman Allah swt di dalam surah al-An'am: artinya : "Dan tidaklah penghidupan dunia ini melainkan permainan dan kelalaian dan

sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, oleh karena itu tidakkah kamu berfikir." 3. Mudah terpedaya dengan syahwat 4. Lemah iman 5. Bersikap suka menunjuk-nunjuk. Ad-dunya mata' , khoirul mata' al mar'atus sholich Dunia adalah perhiasan, perhiasan dunia yang baik adalah Wanita sholichah.

Ciri-ciri Orang Yang Matang Beragama Islam


"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memeli- hara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalat. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi." (QS. Al-Mu'minun : 1 - 10)

Ilmu jiwa agama adalah suatu bidang disiplin ilmu yang berusaha mengeksplorasi perasaan dan pengalaman dalam kehidupan seseorang. Penelitian itu didasarkan atas dua hal yaitu sejauh mana kesadaran beragama (religious counsciousness) dan pengalaman beragama (religious experience). Apabila standar itu kita coba terapkan pada seseorang yang secara spesifik beragama Islam, maka akan kita lihat beberapa standar diantaranya Al-Qur'an dan As-Sunnah dan penjelasan para ulama.

AL-QUR'AN Kriteria yang diberikan oleh Al-Qur'an bagi mereka yang dikategorikan orang yang matang beragama Islam cukup bervariasi. Seperti pada sepuluh ayat pertama pada Surah Al-Mu'minun dan bagian akhir dari Surah Al-Furqan.

Mereka yang khusyu' shalatnya Menjauhkan diri dari (perbuatan-perbuatan) tiada berguna Menunaikan zakat Menjaga kemaluannya kecuali kepada isteri-isteri yang sah Jauh dari perbuatan melampaui batas (zina, homoseksual, dan lain-lain) Memelihara amanat dan janji yang dipikulnya

Memelihara shalatnya (QS. Al-Mu'minun : 1 - 10) Merendahkan diri dan bertawadlu' Menghidupkan malamnya dengan bersujud (Qiyamullail) Selalu takut dan meminta ampunan agar terjauh dari jahanam Membelanjakan hartanya secara tidak berlebihan dan tidak pula kikir Tidak menyekutukan allah, tidak membunuh, tidak berzina Suka bertaubat, tidak memberi persaksian palsu dan jauh dari perbuatan sia-sia, memperhatikan Al-Qur'an, bersabar, dan mengharap keturunan yang bertaqwa (QS. AlFurqan : 63 - 67)

AS-SUNNAH Rasulullah SAW memberikan batas minimal bagi seorang yang disebut muslim yaitu disebut muslim itu apabila muslim-muslim lain merasa aman dari lidah dan tangannya (HR. Muslim). Sementara ciri-ciri lain disebutkan cukup banyak bagi orang yang meningkatkan kualitas keimanannya. Sehingga tidak jarang Nabi SAW menganjurkan dengan cara peringatan, seperti : "Barangsiapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya hendaknya dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri" (HR. Bukhari). "Tidak beriman seseorang sampai tetangganya merasa aman dari gangguannya" (HR. Bukhari dan Muslim). "Tidak beriman seseorang kepada Allah sehingga dia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dari pada kecintaan lainnya..." (HR. Muslim). Dengan demikian petunjuk-petunjuk itu mengarahkan kepada seseorang yang beragama Islam agar dia menjaga lidah dan tangannya sehingga tidak mengganggu orang lain, demikian juga dia menghormati tetangganya, saudara sesama muslim dan sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Ringkas kata, dia berpedoman kepada petunjuk Al-Qur'an dan mengikuti contoh praktek Rasulullah SAW, sehingga dia betul-betul menjaga hubungan "hablum minallah" (hubungan vertikal) dan "hablum minannaas" (hubungan horizontal).

Peringatan shahabat Ali r.a. bahwa klimaks orang ciri keagamaannya matang adalah apabila orang tersebut bertaqwa kepada Allah SWT. Dan inti taqwa itu ada empat, menurut Ali r.a.

Mengamalkan isi Al-Qur'an Mempunyai rasa takut kepada Allah sehingga berbuat sesuai dengan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya Merasa puas dengan pemberian atau karunia Allah SWT meskipun terasa sedikit Persiapan untuk menjelang kematian dengan meningkatkan kualitas keimanan dan amal

shaleh Sedangkan Ibnul Qoyyim, ulama abad ke 7, menyebutkan 9 kriteria bagi orang yang matang beragama Islamnya.

Dia terbina keimanannya yaitu selalu menjaga fluktualitas keimanannya agar selalu bertambah kualitasnya Dia terbina ruhiyahnya yaitu menanamkan pada dirinya kebesaran dan keagungan Allah serta segala yang dijanjikan di akherat kelak, sehingga dia menyibukkan diri untuk meraihnya Dia terbina pemikirannya sehingga akalnya diarahkan untuk memikirkan ayat-ayat Allah Al-Kauniyah (cipataan-Nya) dan Al-Qur'aniyah (firman-Nya). Dia terbina perasaannya sehingga segala ungkapan perasaan ditujukan kepada allah, senang atau benci, marah atau rela, semuanya karena Allah. Dia terbina akhlaknya dimana kepribadiannya di bangun diatas pondasi akhlak mulia sehingga kalau berbicara dia jujur, bermuka manis, menyantuni yang tidak mampu, tidak menyakiti orang lain dan berbagai akhlak mulia Dia terbina kemasyarakatannya karena menyadari sebagai makhluk sosial, dia harus memperhatikan lingkungannya sehingga dia berperan aktif mensejahterakan masyarakat baik intelektualitasnya, ekonominya, kegotang-royongannya, dan lain-lain Dia terbina keamuannya sehingga tidak mengumbar kemauannya ke arah yang distruktif tetapi justru diarahkan sesuai dengan kehendak Allah. Kemauan yang mendorongnya selalu beramal shaleh Dia terbina kesehatan badannya karena itu dia memberikan hak-hak badan untuk ketaatan kepada Allah karena Rasulullah SAW bersabda : "Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan dicintai Allah daripada mukmin yang lemah" (HR. Ahmad) Dia terbina nafsu seksualnya yaitu diarahkan kepada perkawinan yang dihalalkan Allah SWT sehingga dapat menghasilkan keturunan yang shaleh dan bermanfaat bagi agama dan negara. Demikian secara ringkas kami paparkan kriteria ideal untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana kematangan beragama Islam seseorang. Sengaja kami batasi agama Islam karena pembahasan ciri-ciri beragama secara umum terlalu luas. Dan perlu kita ingat dalam kondisi masyarakat yang komplek dengan problematika kehidupannya, maka sungguh orang yang beragamalah yang akan terhindar dari penyakit stress, kata Robert Bowley.

Berlindung Dari Fitnah


Berlindung kepada Allah, khususnya pada masa-masa fitnah sedang menyebar dan merajalela merupakan sebuah keharusan dan hal yang amat penting. Dan itu merupakan jalan yang paling tepat untuk terlepas dari kejahatan fitnah-fitnah itu, baik yang besar atau pun yang kecil.

Jika seseorang memperhatikan berbagai macam fitnah, seperti fitnah kehidupan dunia dengan iming-iming nafsu dan syahwatnya; Fitnah kematian, penghimpunan manusia di padang Mahsyar, serta huru-hara Akhirat; Fitnah kekacauan, pembunuhan dan peperangan; Fitnah tersumbatnya suara kebenaran dan merebaknya kebatilan; Fitnah ujub, besar kepala dan sebagainya, maka sungguh akan menggugah hati untuk menyelamatkan diri darinya dan mendorong untuk berlindung kepada Allah subhanahu wataala, minta keselamatan dan terbebas dari segala keburukannya. Fitnah Dunia Fitnah dunia beserta isinya, berupa permainan, kesenangan dan syahwat mengharuskan kita untuk selalu berlindung kepada Allah dari keburukannya. Merupakan fitnah dunia yang sangat besar bagi seorang laki-laki adalah fitnah (ujian/godaan) wanita. Oleh karena itu Nabi Yusuf alaihis salam tatkala khawatir terhadap fitnah wanita, beliau mengatakan, Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh". (QS. 12:33) Harta benda juga merupakan fitnah yang harus dimintakan perlindungan kepada Allah dari keburukannya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu alaihi wasallam meminta perlindungan dari jahatnya fitnah kekayaan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits shahih tatkala berlindung dari berbagai fitnah dunia, salah satunya adalah, "Dan (aku berlindung) dari buruknya fitnah kekayaan." (HR. al-Bukhari, merupakan sebuah penggalan hadits) Keluarga dan anak-anak juga merupakan fitnah dunia sebagaimana firman Allah subhanahu wataala, artinya, Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allahlah pahala yang besar. (QS. 64:14-15) Oleh karena itu seorang hamba harus memohon kepada Allah agar menjadikan keluarga dan anak cucunya sebagai qurrata ain, penyejuk hati dan pembawa kebaikan. Seorang muslim sadar bahwa keluarga dan anak-anak adalah merupakan fitnah dan ujian hidup. Allah subhanahu wataala berfirman, Dan orang-orang yang berkata, "Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteriisteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. 25:74) Nabi shallallahu alaihi wasallam juga mengajarkan doa, "Dan aku berlindung kepadaMu dari (keburukan) fitnah hidup." Fitnah Syetan Syetan adalah fitnah bagi manusia. Dia selalu menghiasi keburukan sehingga tampak indah dan baik, agar manusia tertipu dan tersesat. Fitnah syetan termasuk sangat besar. Ia selalu menggoda manusia dan mendampingi semenjak lahir hingga menjelang kematiannya. Maka Allah subhanahu wataala menganjur kan agar kita berlindung kepada-Nya dari segala gangguan syetan, sebagaimana dalam firman-Nya, Dan katakanlah,Ya Rabbku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syetan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku". (QS. 23:97-98) Nabi shallallahu alaihi wasallam menjelaskan bahwa doa dan dzikir kepada Allah merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim untuk menghadapi gangguan syetan.

Diriwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, artinya, "Tidaklah seorang hamba mengucapkan setiap pagi dan sore (doa), "Dengan menyebut Nama Allah, yang dengan menyebut-Nya maka tidak berbahaya segala sesuatu yang berada di bumi dan di langit dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Dia ucapkan) sebanyak tiga kali maka tidak akan membahayakannya segala suatu apapun." (HR.Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dan sanadnya hasan) Dan tatkala Abu Bakarradhiyallahu anhu, meminta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk mengajar kan sebuah kalimat (doa) yang diucapkan ketika pagi dan sore hari, maka di antara yang diajarkan beliau adalah berlindung kepada Allah dari syetan dan sekutunya. Beliau bersabda, "Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku dan kejahatan syetan beserta sekutunya." (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad dan alHakim, dishahihkan oleh adz-Dzahabi) Fitnah Akhirat Fitnah akhirat dimulai sejak seseorang masuk ke alam kubur hingga datangnya hari Kiamat dengan kedahsyatannya. Semua itu harus dimohonkan perlindungan kepada Allah subhanahu wataala agar kita selamat dari malapetaka nya, dan dengan keutamaan serta rahmat-Nya kita dimasukkan ke dalam surga. Termasuk fitnah akhirat yang besar adalah fitnah kubur, yaitu pertanyaan di kubur terhadap seorang hamba tentang siapa Rabbnya, apa agamanya, siapa Nabinya dan seterusnya. Jika dia seorang yang istiqamah di atas agama Allah maka akan selamat dan dapat berbicara serta menjawab sesuai yang diridhai Allah subhanahu wataala. Jika dia menyepelekan agama dan zhalim maka akan mendapatkan kerugian dan mengucapkan kalimat kekufuran, kita berlindung kepada Allah dari hal itu. Oleh karena itu dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam berlindung dari adzab kubur. Fitnah al-Masih ad-Dajjal Fitnah dajjal adalah termasuk fitnah terbesar yang akan dialami manusia menjelang hari Kiamat, dan dia merupakan salah satu tanda akan terjadinya Kiamat Kubra (kiamat besar). Tentang kapan munculnya dajjal, maka tidak seorang pun mengetahuinya, yang penting adalah bahwa seseorang tidak akan dapat selamat dari fitnah dajjal kecuali atas perlindungan Allah subhanahu wataala. Sehingga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meminta perlindungan kepada-Nya dari fitnah dajjal tersebut. Dalam sebuah hadits shahih, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, artinya, "Barang siapa yang membaca sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi maka akan dijaga dari dajjal." Dan di dalam riwayat yang lain disebutkan, "Barang siapa yang membaca sepuluh ayat terakhir dari surat al-Kahfi maka akan dijaga dari dajjal." (HR. Muslim) Fitnah Jahannam Merupakan salah satu fitnah akhirat adalah fitnah adzab Jahannam. Semoga Allah menjaga kita darinya. Oleh karena itu Allah subhanahu wataala menganjurkan kepada kita untuk berlindung dari adzab Jahannam tersebut, sebagaimana firman Allah subhanahu wataala tatkala menyebutkan di antara sifat hamba Allah, yang artinya Dan orang-orang yang berkata, "Ya Rabb kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasan yang kekal". Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (QS. 25:65-66) Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam

berlindung kepada Allah dari adzab Jahannam Fitnah Orang Kafir Salah satu fitnah yang dihadapi oleh orang mukmin di setiap tempat dan waktu adalah permusuhan orang-orang kafir. Oleh karena itu Allah subhanahu wataala menyebutkan tentang orang-orang mukmin pengikut Thalut alaihissalam, tatkala menghadapi musuh mereka Jalut dan tentaranya maka mereka berlindung kepada Allah dengan berdoa, sebagaimana firman Allah, Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdo'a, "Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokoh- kanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir". (QS. 2:250) Allah subhanahu wataala berfirman tentang kaum Nabi Musa, artinya, Berkata Musa, "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawa-kallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri". Lalu mereka berkata, "Kepada Allah-lah kami bertawakal! Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir". (QS. 10:84-86) Allah subhanahu wataala juga menyebutkan tentang Nabi Ibrahim dan kaumnya yang berdoa kepada Allah, "Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami Ya Rabb kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. 60:5) Disebutkan dalam sebuah hadits shahih dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu dia berkata, "Ketika terjadi perang Badar, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melihat ke arah kaum musyrikin yang berjumlah seribuan orang sedangkan shahabat beliau hanya tiga ratus tiga belas orang. Maka beliau menghadap kiblat lalu menengadahkan tangan berdoa kepada Rabbnya, "Ya Allah penuhilah untukku apa yang Kau janjikan, ya Allah datangkanlah kepadaku apa yang Kau janjikan. Ya Allah jika Kamu binasakan sekelompok ahlul Islam ini, maka Engkau tidak disembah di muka bumi." Nabi shallallahu alaihi wasallam terus-menerus berdoa dengan menengadahkan tangan, menghadap ke kiblat sehingga kain yang ada di pundaknya terjatuh. Lalu Abu Bakar radhiyallahu anhu datang mengambil kain itu kemudian meletakkannya kembali di pundak beliau. Dia lalu mendekat dari arah belakang Nabi dan berkata, "Wahai Nabi Allah, telah cukup permohonanmu kepada Allah, sesungguhnya Dia akan memberikan untukmu apa yang Dia janjikan kepadamu. Maka Allah subhanahu wataala menurunkan ayat, (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang bertutut-turut". (QS. 8:9). (HR Muslim) Amat banyak saudara kita di negeri Islam yang sedang menghadapi ujian dan cobaan dari orang kafir, berada dalam penindasan kaum salibis, zionis dan kapitalis. Maka kita hendaknya senantiasa memohon kepada Allah, agar segera mengentaskan musibah tersebut dengan secepatnya. Fitnah Ujub dan Bangga Diri Ujub, terpedaya dan bangga diri merupakan fitnah yang selayaknya dimintakan perlindungan kepada Allah. Allah subhanahu wataala berfirman, Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (QS. 17:37) Fitnah ini hendaknya diwaspadai khusunya oleh para aktivis dakwah, penyebar ilmu, para

pejuang dan orang semisal mereka yang banyak dibutuhkan olah umat Islam di zaman ini. Hendaklah mereka hati-hati dari fitnah ini, dengan banyak berlindung dan bersandar kepada Allah subhanahu wataala, agar jangan menjadikan amalnya sebagaimana amal yang Dia firmankan, Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (QS. 25:23).Hanya kepada Allah kita mohon pertolongan. Sumber: Kutaib, Dharuratu alluju ilallah inda hudutsil fitan, DR. Abdul Hamid bin Abdur Rahman al-Suhaibani

Berinteraksi Dengan Al-Qur'an


Penulis: Dr. Yusuf Qardawi Tanggal: 18.02.2004 'Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur'an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.' ( Al Kahfi: 1-3) Salawat serta salam bagi Nabi yang mu'jizatnya Al Qur'an, imamnya Al Qur'an, akhlaqnya Al Qur'an, dan penghias dadanya, cahaya hatinya juga penghilang kesedihannya adalah Al Qur'an: Nabi Muhammad bin Abdullah, dan keluarganya serta para sahabatnya, yang beriman dengannya, mendukung dan membantunya, serta mengikuti cahaya yang diturunkan kepadaanya, mereka adalah orang-orang yang beruntung, dan seluruh orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Amma ba'du: Rabb kita telah memberikan kemuliaan kepada kita --sebagai kaum Muslimin-- dengan menganugerahkan kitab suci yang terbaik yang diturunkan kepada manusia. Rabb kita juga, telah memuliakan kita dengan mengutus nabi yang terbaik yang pernah diutus kepada manusia. Sesuai firman Allah SWT 'Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?' (Al Anbiyaa: 10). Kitalah, kaum muslimin, satu-satunya umat yang memeliki manuskrip langit yang paling autentik, yang mengandung firman-firman Allah SWT yang terakhir, yang diberikan untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Dan anugerah itu terus terpelihara dari perubahan dan pemalsuan kata maupun makna. Karena Allah SWT. telah menjamin untuk memeliharanya, dan tidak dibebankan tugas itu kepada siapapun dari sekalian makhluk-Nya: 'Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benarbenar memeliharanya.' (Al Hijr: 9). Al Qur'an adalah kitab Ilahi seratus persen: '(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.' (Huud:1)

'Dan sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.' ( Fush-shilat: 41-42) Tidak ada di dunia ini, suatu kitab, baik itu kitab agama atau kitab biasa, yang terjaga dari perubahan dan pemalsuan, kecuali Al Qur'an. Tidak ada seorangpun yang dapat menambah atau mengurangi satu hurup-pun darinya. Ayat-ayatnya dibaca, didengarkan, dihapal dan dijelaskan, sebagaimana bentuknya saat diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan ruh yang terpercaya (Jibril). Al Quran berisikan seratus empat belas surah. Seluruhnya dimulai dengan basmalah (bismillahirrahmanirrahim). Kecuali satu surah saja, yaitu surah at Taubah. Ia tidak dimulai dengan basmalah. Dan tidak ada seorang pun yang berani untuk menambahkan basmalah ini pada surah at Taubah, baik dengan tulisan atau bacaan. Karena, dalam masalah Al Qur'an ini, tidak ada tempat bagi akal untuk campur tangan. Perhatian kaum muslimin terhadap Al Quran sedemikian besarnya, hingga mereka juga menghitung ayat-ayatnya --bahkan kata-katanya, dan malah hurup-hurupnya--. Maka bagaimana mungkin seseorang dapat menambah atau mengurangi suatu kitab yang dihitung kata-kata dan hurup-hurupnya itu?! Tidak ada di dunia ini suatu kitab yang dihapal oleh ribuan dan puluhan ribu orang, di dalam hati mereka, kecuali Al Qur'an ini, yang telah dimudahkan oleh Allah SWT untuk diingat dan dihapal. Maka tidak aneh jika kita menemukan banyak orang, baik itu lelaki maupun perempuan, yang menghapal Al Qur'an dalam mereka. Ia juga dihapal oleh anakanak kecil kaum Muslimin, dan mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu. Demikian juga dilakukan oleh banyak orang non Arab, namun mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu. Dan salah seorang dari mereka, jika Anda tanya: 'siapa namamu?' --dengan bahasa Arab-- niscaya ia tidak akan menjawab! (Karena tidak paham bahasa Arab!, penj.). Ia menghapal Kitab Suci Rabbnya semata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, meskipun ia tidak memahami apa yang ia baca dan ia hapal, karena ia tertulis dengan bukan bahasanya. Al Qur'an tidak semata dijaga makna-makna, kalimat-kalimat serta lafazh-lafazhnya saja, namun juga cara membaca dan makhraj hurup-hurupnya. Seperti kata mana yang harus madd (panjang), mana yang harus ghunnah (dengung), izhhar (jelas), idgham (digabungkan), ikhfa (disamarkan) dan iqlab (dibalik). Atau seperti yang digarap oleh suatu ilmu khusus yang dikenal dengan 'ilmu tajwid Al Qur'an'. Hingga rasam (metode penulisan) Al Qur'an, masih tetap tertulis dan tercetak hingga saat ini, seperti tertulis pada era khalifah Utsman bin Affan r.a., meskipun metode dan kaidah penulisan telah berkembang jauh. Hingga saat ini, tidak ada suatu pemerintah muslim atau suatu organisasi ilmiah pun, yang berani merubah metode penulisan Al Qur'an itu, dan menerapkan kaidah-kaidah penulisan yang berlaku bagi seluruh buku, media cetak, koran dan lainnya yang ditulis dan dicetak, bagi Al Qur'an. Allah SWT menurunkan Al Qur'an untuk memberikan kepada manusia tujuan yang paling mulia, dan jalan yang paling lurus. 'Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.' (Al Israa: 9)

'Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.' ( Al Maaidah: 15-16) Al Qur'an adalah 'cahaya' yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, di samping cahaya fithrah dan akal: 'Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis).' (An Nuur: 35). Dan Al Qur'an mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai cahaya, dalam banyak ayat. Seperti dalam firman Allah SWT: 'Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mu'jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur'an).' (An Nisaa: 174) 'Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al Qur'an) yang telah Kami turunkan.' (At Taghaabun: 8). Dan berfirman kepada para sahabat Rasulullah Saw dengan firman-Nya: 'Dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an).' (Al A'raaf: 157) Di antara karakteristik cahaya adalah: Dirinya sendiri telah jelas, kemudian ia memperjelas yang lain. Ia membuka hal-hal yang samar, menjelaskan hakikat-hakikat, membongkar kebatilan-kebatilan, menolak syubhat (kesamaran), menunjukkan jalan bagi orang-orang yang sedang kebingungan saat mereka gamang dalam menapaki jalan atau tidak memiliki petunjuk jalan, serta menambah jelas dan menambah petunjuk bagi orang yang telah mendapatkan petunjuk. Dan jika Al Qur'an mendeskripsikan dirinya sebagai 'cahaya', dan dia adalah 'cahaya yang istimewa', ia juga mendeskripsikan Taurat dengan kata yang lain: 'Di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi).' Seperti dalam firman Allah SWT: 'Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)'. (Al Maaidah: 44) Demikian juga mendeskripsikan Injil seperti itu, seperti dalam firman Allah SWT tentang Nabi 'Isa: 'Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi) .' (Al Maidah: 46) Perbedaan dalam dua pengungkapan itu menunjukkan perbedaan antara Al Qur'an dengan

kitab-kitab suci lainnya. Seperti diungkapkan oleh Al Bushiry dalam Lamiah-nya: 'Maha Besar Allah, sesungguhnya agama Muhammad Dan kitab sucinya adalah kitab suci yang paling lurus dan paling teguh Jangan sebut kitab-kitab suci lainnya di depannya Karena, saat mentari pagi telah bersinar, ia akan memadamkan pelita-pelita'. Hal itu karena Al Qur'an ini datang untuk membenarkan kitab-kitab suci yang telah turun sebelumnya. Yaitu yang berkaitan dengan pokok-pokok aqidah dan akhlak, sebelum kitab-kitab itu dipalsukan dan diubah tangan manusia. Al Qur'an juga mengungguli kitabkitab suci sebelumnya, yaitu dengan mengoreksi dan meluruskan tambahan-tambahan dan perubahan-perubahan yang telah disisipkan oleh manusia dalam kitab-kitab itu. Tentang hal ini Allah SWT berfirman: 'Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.' (AlMaaidah: 48) Al Qur'an --sebagaimana ia diturunkan oleh Allah SWT-- mempunyai keunggulankeunggulan yang membuatnya istimewa dibanding kitab suci lainnya. Ia adalah kitab Ilahi, kitab suci yang menjadi mukjizat, kitab yang memberikan penjelasan dan dimudahkan untuk dipahami, kitab suci yang dijamin pemeliharaan keautentikannya, kitab suci bagi agama seluruhnya, kitab bagi seluruh zaman, dan kitab suci bagi seluruh manusia. Al Qur'an juga mempunyai maksud dan tujuan yang dibidiknya, di antaranya: meluruskan kepercayaan-kepercayaan dan pola pandang manusia tentang Tuhan, kenabian, dan balasan atas amal perbuatan, serta meluruskan pola pandangan tentang manusia, kemuliaannya dan menjaga hak-haknya, terutama bagi kalangan yang lemah dan tidak berpunya. Ia juga bertujuan untuk menghubungkan manusia dengan Rabbnya, agar manusia hanya menyembah-Nya semata dan bertaqwa kepada-Nya dalam seluruh urusannya. Al Qur'an juga bertujuan untuk membersihakan jiwa manusia, yang jika jiwa itu telah bersih niscaya bersih dan baiklah seluruh masyarakat. Dan jika jiwa itu rusak, niscaya rusaklah masyarakat seluruhnya. Ia juga berusaha membentuk keluarga yang kemudian menjadi pangkal kedirian suatu masyarakat. Juga mengajarkan sikap adil terhadap kalangan perempuan, yang merupakan pokok utama dalam bangunan keluarga. Al Qur'an juga membangun umat yang saleh, yang dianugerahkan amanah untuk menjadi saksi bagi manusia, yang diciptakan untuk memberikan manfaat bagi manusia dan memberikan petunjuk bagi mereka. Setelah itu, mengajak untuk menciptakan dunia manusia yang saling kenal mengenal dan tidak saling mengisolasi diri, saling memberi maaf dan tidak saling membenci secara fanatik, serta untuk bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, bukan dalam kejahatan dan permusuhan. Kita berkewajiban untuk memperlakukan Al Qur'an ini secara baik: dengan menghapal dan mengingatnya, membaca dan mendengarkannya, serta mentadabburi dan

merenungkannya. Kita juga berkewajiban untuk berlaku baik terhadapnya dengan memahami dan menafsirkannya. Tidak ada yang lebih baik dari usaha kita untuk mengetahui kehendak Allah SWT terhadap kita. Dan Allah SWT menurunkan kitab-Nya agar kita mentadabburinya, memahami rahasia-rahasianya, serta mengeksplorasi mutiara-mutiara terpendamnya. Dan setiap orang berusaha sesuai dengan kadar kemampuannya. Namun yang disayangkan, dalam bidang ini telah terjadi kerancuan yang berbahaya, yaitu dalam memahami dan menafsirkan Al Qur'an. Oleh karena itu harus dibuat rambu-rambu dan petunjuk yang mampu menjaga dari kekeliruan dalam usaha ini, serta perlu diberikan peringatan tentang ranjau-ranjau yang menghadang di jalan, yang dapat berakibat patal jika dilanggar. Tidak selayaknya umat Al Qur'an mengalami hal yang sama yang pernah terjadi dengan umat Taurat, yang diungkapkan oleh Al Qur'an dalam firman-Nya: 'Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.' (Al Jumu'ah: 5). Kita juga harus berlaku baik terhadap Al Qur'an dengan mengikuti petunjuknya, mengerjakan ajarannya, menghukum dengan syari'atnya serta mengajak manusia mengikuti petunjuknya. Ia adalah manhaj bagi kehidupan individu, undang-undang bagi aturan politik, serta petunjuk dalam berdakwah kepada Allah SWT. Inilah yang berusaha dilakukan buku ini dalam empat bab utamanya, dengan bertumpu --terutama-- pada Al Qur'an itu sendiri, karena ia adalah objek kita, namun ia juga petunjuk itu. Umat kita pada abad-abad pertama --yang merupakan abad-abad yang paling utama-- telah berinteraksi dengan baik terhadap Al Qur'an. Mereka berlaku baik dalam memahaminya, mengetahui tujuan-tujuannya, berlaku baik dalam mengimplementasikannya secara massive dalam kehidupan mereka, dalam bidang-bidang kehidupan yang beragam, serta berlaku baik pula dalam mendakwahkannya. Contoh terbaik hal itu adalah para sahabat. Kehidupan mereka telah diubah oleh Al Quran dengan amat drastis dan revolusioner. Al Qur'an telah merubah mereka dari perilaku-perilaku jahiliyah menuju kesucian Islam, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke dalam cahaya. Kemudian mereka diikuti oleh murid-murid mereka dengan baik, untuk selanjutnya murid-murid generasi berikutnya mengikuti murid-murid para sahabat itu dengan baik pula. Melalui mereka itulah Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia, membebaskan negeri-negeri, memberikan kedudukan bagi mereka di atas bumi, sehingga mereka kemudian mendirikan negara yang adil dan baik, serta peradaban ilmu dan iman. Kemudian datang generasi-generasi berikutnya, yang menjadikan Al Qur'an terlupakan, mereka menghapal hurup-hurupnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya. Mereka tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan apa yang menjadi prioritas Al Qur'an, tidak menganggap besar apa yang dinilai besar oleh Al Qur'an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh Al Qur'an. Di antara merek ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir dengan sebagiannya lagi,

seperti yang dilakukan oleh Bani Israel sebelum mereka terhadap kitab suci mereka. Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan Al Qur'an, seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil berkah dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan ayat-ayat Al Qur'an, namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam mengikut dan menjalankan hukum-hukumnya. Seperti difirmankan oleh Allah SWT: 'Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.' (Al An'aam: 155) Tidak ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan, ketertinggalan dan keterpecah-belahan mereka selain dari kembali kepada Al Qur'an ini, dengan menjadikannya sebagai panutan dan imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur'an sebagai petunjuk. (qaradawi.net)

BERIMAN KEPADA YANG GHOIB


Beriman adalah ungkapan keyakinan dan kepercayaan terhadap sesuatu. Ghoib adalah segala sesuatu yang tidak tampak oleh panca indra manusia. Beriman kepada yang ghoib menurut seorang ulama bernama Abul Aliyah, "Beriman kepada Allah SWT, malaikatmalaikat, kitab-kitab dan Rasul-rasul, surga dan perjumpaan dengan Allah SWT diakhirat serta hidup sesudah mati, semua itu ghoib." Sedangkan ulama lain bernama Atho` berkata, "Orang yang beriman kepada Allah SWT berarti dia beriman kepada yang Ghoib."

Kehidupan kita memang untuk ujian, banyak hal yang Allah SWT berikan kepada kita melalui kitab suci Al Qur`an dan informasi-informasi Rasulullah SAW dan kita hanya diminta, sebagai orang yang beriman, untuk meyakininya sedangkan kita tidak pernah melihatnya dan tidak bisa membuktikannya secara empiris sampai kita mengalaminya nanti. Karena informasi itu dari Allah SWT melalui Rasul-rasul-Nya, maka kita beriman dan meyakini kebenarannya. Berbeda dengan orang atheis yang menolak hal seperti itu. Diantara yang harus kita yakini terhadap hal-hal ghoib ini adalah;

Beriman kepada akan terjadinya hari kiamat ( lihat Q.S Al Qiyamah ) Beriman kepada hari Akhirat. Termasuk beriman kepada hari akhirat adalah ; Beriman kepada kebangkitan sesudah mati ( lihat Q.S Al Anbiya: 104, dan Al Mukminun: 15-16 ). Rasulullah SAW bersabda, "Manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat tanpa alas kaki dan telanjang." ( H.R. Bukhori dan Muslim ) Beriman kepada perhitungan dan pembalasan sesuai dengan perbuatannya ( lihat Q.S Al Ghosiyah: 25-26, Al An`am: 160 dan Al Anbiya : 47 ) Beriman kepada syurga dan neraka. Syurga sebagai tempat yang menyenangkan bagi orang-orang yang bertaqwa ( lihat Q.S.Al Bayyinah: 7-8 dan Al Ahzab:17 ).Sedangkan neraka sebagai tempat penyiksaan bagi orang-orang kafir dan dzalim yang ingkar kepada Allah SWT dan tidak mentaati rasul-rasul-Nya ( lihat Q.S Al Imran:131, Al Kahfi:29 dan Al Ahzab:64-66 ). Termasuk beriman kepada hari kemudian adalah beriman kepada fitnah dan pertanyaan di

kuburan ( H.R Bukhori dan Muslim ). Dan beriman terhadap adanya siksa kubur atau kenikmatan di dalamnya ( lihat Q.S Al An`am:93 dan Ghofir:46 ). Dan Rasulullah SAW memperingnatkan kita agar selalu berlindung dari adzab kubur (H.R Muslim ). Paling tidak ada 3 keuntungan bagi orang yang beriman kepada yang Ghoib, yaitu;

Mendorong untuk beramal sholeh dengan harapan pahala dihari kemudian. Merasa takut untuk bermaksiat karena pedihnya siksaan dihari itu. Hiburan bagi orang beriman kalau tidak memperoleh kenikmatan dunia karena akan mendapatkannya yang jauh lebih baik dari dunia dan seisinya.

Arti Ibadah
"Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai mati mendatangimu,"(Al-Hijr:99). "Dan tidaklah aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat:56)

Allah menciptakan kita bukan untuk sia-sia, tetapi karena tujuan mulia yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah adalah kata yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhoi Allah SWT. Kita menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangannyaNya adalah ibadah. Kita berbuat kebaikan kepada sesama muslim bahkan sesama manusia atau kepada binatang sekalipun karena Allah adalah ibadah. Jadi Ibadah itu artinya luas bukan hanya ibadah mahdhoh (murni) saja seperti shalat, puasa, zakat dan haji, seperti dalam penjelasan Nabi saw bahwa cabang-cabang keimanan itu lebih dari enam puluh atau lebih dari tujuh puluh cabang. Paling utama adalah Lailaha illallah dan paling rendah adalah menyingkirkan duri di jalanan. Tapi ibadah itu tidak berarti positif dunia maupun akhirat sampai memenuhi dua kriteria:

Kriteria pertama, ibadah itu harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah. Kriteria kedua, ibadah itu harus dilakukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw. Satu syarat saja tidak diterima Allah, sampai betul memenuhi kedua persyaratan itu (lihat surat Al-Kahfi:110 dan Al-Mulk:2)

Aqidah Salaf As-Sholih


"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. 4:1)

Pendahuluan Kebangkitan dunia Islam telah menyadarkan banyak orang tentang kekuatan Islam, meskipun kebangkitan tersebut tidak melalui kekuasaan. Tetapi Islam memasuki kalbu, otak dan urat nadi orang yang mencari kebenaran, hanya saja kebangkitan tersebut perlu lebih diarahkan kepada satu asas dan bingkai yang diterima oleh semua pihak yang secara jujur membawa misi Islam, li'ilaa'i kalimatillah. Arah dan bingkai tersebut tak lain dan tak bukan adalah manhaj Salafusshalih; berupa perangkat pemahaman yang utuh dari ajaran Rasulullah saw. Hal tersebut tentunya untuk menghindari berbagai penyimpangan yang dialamai oleh sebagian ummat Islam. Penyimpangan tersebut bervariasi; dari yang besar sampai kepada dualisme pemahaman dengan maksud memilah-milah untuk kepentingan tertentu. Hal itu sangat berbahaya, karena dasarnya adalah hawa nafsu. Karena pemahaman sesungguhnya harus menyeluruh dan kita terima tanpa tawar menawar.

Salaf dan Aqidah Rasulullah saw sejak diutus oleh Allah SWT, telah mengajarkan aqidah tauhid kepada para shabatnya, sehingga mengakui kebesaran Allah SWT, keagungan syariat-Nya. Mereka cinta kepada Allah SWT berharap hanya kepada Allah SWT dan tidak ada yang ditakuti kecuali Allah SWT. Mereka digambarkan oleh Allah SWT dalam firmanNya, "Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-easul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Rabb dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS. Al-Baqarah:285). Disamping itu Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (adzab) Rabb mereka (57). Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka (58), Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apapun) (59), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka (60)." (QS. Al-Mukminun:57-60) Untuk melihat keutuhan aqidah Salaf, marilah kita simak ucapan Sufyan bin Uyainah berikut ini, "Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus nabi kita Muhammad saw, kepada seluruh manusia, untuk menyatakan bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwasanya dia (Muhammad) adalah utusan-Nya. Maka tatkala mereka telah mau mengatakan bersaksi seperti itu, terjaminlah darah dan hartanya, kecuali dengan haknya, dan hisabnya hanya kepada Allah. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hal itu dari hati nurani mereka, ia memerintahkan kepadanya (Muhammad) untuk menyuruh mereka sholat. Maka memerintahlah ia (Muhammad), dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah, seandainya mereka tidak mau mngerjakannya (sholat) maka sia-sialah ikrar/syahadat mereka tadi, juga sholatnya. Ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka (dalam mengerjakan perintah tersebut), Allah memerintahkan kepadanya (Muhammad) agar menyuruh mereka berhijrah menuju Madinah. Maka ia (Muhammad) memerintah kepada mereka, dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah seandainya mereka tidak mau mengerjakannya, niscaya siasialah syahadat dan sholat mereka. Lalu ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka (dalam mengerjakan perintah tersebut), Allah memerintahkan mereka untuk kembali ke Mekkah, memerangi/membunuh bapak dan anak-anak mereka, sehingga bapak dan anakanak mereka tersebut mau bersyahadat sebagaimana syahadat mereka, shalat sebagaimana shalat mereka, dan hijrah sebagaimana mereka hijrah. Mereka mau mengerjakan hal itu, sampai-sampai ada diantara mereka yang membawa kepala bapaknya, sambil berkata: "Wahai Rasulullah, inilah kepala pemuka orang-orang kafir." Demi Allah seandainya mereka tidak mau mengerjakannya, niscaya sia-sialah syahadat, shalat dan hijrah mereka. Ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka. Ia memerintah kepadanya (Muhammad) agar memerintah mereka bertawaf (mengelilingi) Ka'bah

sebagai ibadah dan mencukur rambut mereka sebagai lambang rendah diri, dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah, seandainya mereka tidak mau mengerjakannya, niscaya sia-sialah syahadat, shalat, hijrah dan haji serta perlawanan perang (yang mereka lakukan) terhadap bapak-bapak mereka. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hati mereka, maka Ia memerintahkan kepadanya (Muhammad) untuk mengambil harta mereka sebagai sedekah yang menyucikan mereka. Maka ia (Muhammad) memerintah mereka untuk itu, dan mereka mau mengerjakannya, sehingga mereka membawa harta mereka baik sedikit maupun banyak. Demi Allah, andaikan mereka tidak mau mengerjakannya, maka sia-sialah syahadat, shalat, hijrah, perang terhadap bapak mereka dan thawaf mereka. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hati mereka, dalam mengerjakan syari'at-syari'at iman dan batas-batasnya;" Ia SWT berkata: "Katakanlah (hai Muhammad) kepada mereka!" "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu." Sufyan berkata: "Barangsiapa meninggalkan satu prinsip dari ajaran Islam, bagi kami ia adalah kafir. Barangsiapa meninggalkannya karena malas atau meremehkan, kita akan menghukumnya, dan ia menurut kita adalah kurang (imannya). Inilah sunnah.....sampaikanlah dari akau, apabila manusia bertanya kepadamu." (Al-Ajurry, Kitabu Asy-Syari'ah hal. 103 - 104). Untuk itu kita menggali tauhid sedalam-dalamnya, seperti yang diungkapkan oleh imam Al-Laalikaa'i yang artinya: "Sesungguhnya hal yang paling wajib atas seseorang adalah ma'rifat terhadap dien dan apa-apa yang Allah bebankan kepada hamba-hamba-Nya berupa pemahaman tauhid terhadap-Nya, sifat-sifat-Nya dan membenarkan utusan-utusan-Nya dengan dalil dan keyakinan, dengan cara istidlal dengan hujjah dan penjelasan. Dan sebaik-baik ucapan dan hujjah yang rasional adalah Al-Qur'an dan sabda Rasulullah serta perkataan shahabat, kemudian ijma' para Salaf As-Shaleh dan berpegang teguh terhadap keseluruhannya sampai hari kiamat serta menjauhi berbagai bid'ah yang diada-adakan oleh para penyesat, sekalipun hanya mendengarkannya." (Syarh Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah oleh Al-Laalikaa'i Juz I hal. 9) Demikianlah nasehat dan wasiat dari para ulama salaf, dari kalangan shahabat, tabi'in dan seterusnya.

Salaf Dan Kaitannya Dengan Ibadah Secara bahasa, ibadah artinya tunduk dan patuh. Secara syara', ibadah adalah nama yang mencakup semua kebaikan yang mengarah kepada ridho Allah SWT. Secara lebih rinci Syaikh Abdurrohman Sa'di menyebutkan yang artinya :"Ibadah adalah sempurnanya ketaatan dan kepatuhan kepada perintahperintah Allah, berhenti dari larangan-larangan-Nya, mengendalikan diri dari batasan yang dibuat-Nya dan menerima semua yang diajarkan-Nya melalui lisan nabi-Nya tanpa menolak atau menyimpangkannya." (Shofwatul Atsr wal Mafaahim, hal. 46). Sesuai dengan difinisi diatas, makna ibadah sangat luas, yang mengyangkut dhohir maupun bathin. Pada makalah ini, kita akan membatasi pada makna dhohirnya saja. Seperti selalu kita baca yang artinya : "Katakanlah, Shalatku, korbanku, hidupku dan matiku, hanya untuk Allah, Rabb semesta alam." (QS. Al-An'am : 162). Untuk mengetahui detil dari rincian ibadah dhohiriyah itu, sebaiknya kita simak hadits Rasulullah SAW yang artinya : "Dari Mu'adz bin Jabal, telah berkata, 'Aku telah berkata, 'Ya Rasulullah, beritahukannlah aku suatu amal yang dapat memasukkan aku kedalam jannah dan menjauhkan akau dari

neraka.' Nabi menjawab, 'Engaku telah bertanya tentang suatu perkara besar, dan sesungguhnya itu adalah ringan bagi orang yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala atasnya. Engkau menyembah Allah dan jangan menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah.' Kemudian beliau berkata, 'Inginkah engkau kuberi petunjuk kepadamu akan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai dan sedekah itu menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api dan shalat seorang ditengah malam.' Kemudian beliau membaca ayat yang artinya: Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo'a kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. AsSajdah : 16 - 17). Kemudian beliau bersabda, 'Maukah bila aku beritahukan kepadamu pokok amal dan tiang-tiangnya seta puncak-puncaknya? Aku menjawab, 'Mau ya Rasulullah', Rasulullah bersabda, 'Pokok amal adalah Islam dan tiang-tiangnya adalah shalat dan puncknya adalah jihad.' Kemudian beliau bersabda; 'Maukah aku beritahukan kepada tentang kunci perkara itu semua?' Aku menjawab, 'Mau,' Maka ia memegang lidahnya dan bersabda, 'Jagalah ini!' Aku berkata, 'Ya Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?' Maka beliau bersabda; 'Semoga selamat engkau! Adakah yang menjerumuskan orang keatas mukanya, (atau sabdanya, keatas hidungnya). kedalam neraka, selain buah ucapan mereka?" (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia berkata 'Hadits itu hasan shahih). Keutamaan seseorang tidak hanya ditentukan dari kewajiban-kewajiban yang sudah dikerjakannya, namun juga oleh sejauh mana ia mengerjakan sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Lihatlah wasiat Abu Bakar Ash-Shiddiq RA kepada Umar bin Khattab RA saat sudah dekat ajalnya. Dalam sebuah riwayat diriwayatkan yang artinya: "Sesungguhnya aku akan memberimu sebuah wasit jika kamu mau menerimanya. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mempunyai hak-hak dimalam hari yang Ia tidak mau menerimanya disiang hari. Demikian juga Allah Azza wa Jalla mempunya hak-hak disiang hari yang Ia tidak mau menerimanya dimalam hari. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan menerima amalan sunnah sebelum amalan wajib dikerjakan." Kalau kita perhatikan kehidupan Salaf Ash-Shaleh akan kita dapatkan kesimpulan bahwa mereka persis seperti pernyataan: "Yaitu pendeta-pendeta diwaktu malam dan joki-joki diwaktu siang." Bahkan kita dapatkan bagaimana kalau seseorang sudah kecapaian karena kerja keras di siang hari, sang isteri berperan untuk mengingatkan seperti riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Rojab Rahimahullah yang artinya: "Suatu malam isteri Habib (yakni Abu Muhammad Al-Fars) membangunkan dan berkata: Bangun hai Habib, sesungguhnya perjalanan amatlah panjang, sedang bekal kita sedikit. Rombongan orangorang shaleh telah berlalu, sedangkan kita tetap berhenti." (dinukil dari kitab Al-Hujjah fi Sairi Ad-Daljah karangan ibnu Rajab, hal. 67). Yang harus menjadi catatan kita bahwa sebaik-baik ibadah itu adalah yang kontinyu dan berdasar petunjuk Nabi SAW. Abu Ubaidah bin Al-Mursanna berkata yang artinya: "Sesungguhnya berlebih-lebihan didalam beribadah itu buruk, lengahpun buruk, dan sedang-sedang saja itu bagus." Oleh karena itu Ibnu Mas'ud Rahimahullah mendapatkan bahwa ibadah para tabi'in itu lebih banyak dari para Shahabat, ucapannya yang artinya: "Kalian (para tabi'in) lebih banyak puasa dan shalat daripada para shahabat Muhammad SAW padahal mereka lebih baik daripada kalian. Mereka bertanya, 'Apa sebabnya? Beliau menjawab, 'Karena mereka lebih zuhud dari kalian dalam masalah dunia dan lebih mengutamakan akhiratnya." Oleh karena itu batasan yang diajarkan oleh Nabi SAW dalam kaitannya dengan ibadah dhahir ini diantaranya yang artinya: "Rasulullah SAW memerintahkan Abdullah bin Amru untuk mengkhatamkan Al-Qur'an dalam satu pekan. Dalam riwayat selama tiga hari. Beliau bersabda, orang yang membaca mengkhatamkannya lebih cepat dari itu tidak akan dapt memahaminya (Al-Qur'an). Demikian pula masalah puasa (yang paling afdhal) adalah puasa Daud Alaihissalam. Tidak ada puasa yang lebih afdhal daripada puasa Daud. Dan

dalam masalah qiyam, adalah qiyam Daud." Semoga kita diberikan hidayah dan kekuatan untuk mengikuti para Salaf Ash-Shaleh Ridhwanullah alaihim, amin.

Aqidah Islamiyah
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69)

Pendahuluan Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya? Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh AlBukhari di At-Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga. Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman. Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama : Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya,

maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."

Perkembangan Aqidah Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an" Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpanganpenyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), AsSunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.

Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya : Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk." Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang

sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr." Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari). Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran. Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari halhal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah AnNisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat. Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah adalah : Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya

kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya. Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control). Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah. Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT. Oleh : Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

You might also like