You are on page 1of 17

TITRASI REDOKS A.

Tujuan Percobaan Tujuan percobaan kali ini adalah untuk menentukan kadar besi suatu sample dengan metode titrasi permanganometri. B. Landasan Teori Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai larutan yang tidak diketahui. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri (Keenan, 1998). Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas : 1. Asidimetri dan alkalimetri Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa. 2. Oksidimetri Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi. 3. Argentometri Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+) (Harjadi, 1990). Titrasi redoks merupakan suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan valensi atau perpindahan elektron antara zat zat yang saling bereaksi. Titrasi redoks digolongkan dalam titrasi oksidimetri dan reduktometri. Pada titrasi oksidimetri proses yang terjadi merupakan reaksi

oksidasi reduksi misalnya pada titrasi permanganometri. Sedangkan reduktometri merupakan golongan titrasi redoks dengan penitran zat iod (Harjadi, 1990). Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7 (Day, 1999). Zat yang bersifat oksidator seperti KMnO4, K2CrO4, I2, dan zat yang bersifat reduktor seperti H2C2O4, Fe2+, Sn2+ dapat ditentukan dengan metode titrasi redoks ini. Reaksi redoks terlibat saat titran dan analit bereaksi. Beberapa metode titrasi redoks tidak membutuhkan indicator untuk melihat titik akhir titrasi seperti titrasi antara KMnO4 dan H2C2O4 disebabkan KMnO4 itu sendiri sudah berwarna. Sedangkan Amylum biasanya dipakai untuk titrasi yang melibatkan senyawa I2 (Khairun, 2009). Indikator titrasi redok merupakan senyawa berwarna yang akan berubah warna jika teroksidasi atau tereduksi. Indikator akan bereaksi secara redoks dengan penitrasi setelah semua larutan yang dititrasi habis bereaksi dengan penitrasi, karena indicator ditambahkan dalam jumlah kecil. Pemilihan indikator titrasi redoks yaitu indikator yang mempunyai harga kisaran potensial yang berada disekitar harga potensial titik ekivalen titrasi. Indikator harus bereaksi secara cepat dengan penitrasi. Bila indikator bereaksi lambat maka titik akhir titrasi akan

datang terlambat, sehingga akan lebih banyak volume penitrasi yang diperlukan dari yang seharusnya (Wiryawan et al., 2008). Pada setiap tahap titrasi selalu terbentuk kesetimbangan antara titrant yang sudah ditambahkan dan titrat. Ini merupakan dasar utama perhitungan titik-titik kurva titrasi. Untuk titrasi Fe2+ oleh MnO4- secara resmi atau secara teori pada awal titrasi [Fe 3+ ] = nol. Tetapi sebenarnya selalu ada ion Fe3+ karena oksidasi Fe2+ oleh udara, akan tetapi jumlahnya tidak diketahui. Kurva titrasi redoks diperoleh dengan mengalurkan potensial sel sebagai ordinat dan volume titran sebagai absis. Untuk membuat kurva titrasi diperlukan data potensial awal, potensial setelah penambahan titran tapi belum titik ekivalen, potensial pada titik ekivalen dan potensial setelah titik ekivalen. Kurva titrasi antara lain berguna untuk menentukan indikator dimana indikator digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi. (Arsyad, 2001). Titik akhir titrasi redoks dapat ditetapkan dengan beberapa cara yaitu mengikuti titrasi secara potensiometri, titran bertindak sebagai indikator atau auto indikator, contoh: KMnO4, menggunakan indikator spesifik contoh: kanji, dan menggunakan indikator redoks contoh kompleks besi (II) 1,10-fenantrolin (feroin) dan difenilamin. Indikator redoks adalah zat warna yang dapat berubah warnanya bila direduksi atau dioksidasi. Setiap indikator redoks berubah warna pada trayek potensial tertentu. Indikator yang dipilih harus mempunyai perubahan potensial yang dekat dengan potensial titik ekivalen (Etnarufiati, 2009).

C. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan yaitu : Pipet ukur 25 mL Buret 50 mL Labu ukur 100 mL Erlenmeyer 250 mL Gelas kimia 100 mL Labu semprot Electromantle Timbangan analitik Statif dan Klem

2. Bahan yang digunakan yaitu : -

Natrium oksalat H2SO4 1 N KMnO4 0,1 N NaOH 0,1 N FeSO4.7H2O Akuades

D. Prosedur Kerja

Standarisasi larutan KMnO4 dengan Natrium oksalat

Natrium oksalat 0,3 gram ditambahkan100 mL H2SO4 1 N dititrasi dengan KMnO4 yang akan dibakukan diamati perubahan warna dan dicatat volume KmnO4 yang digunakan Berubah warna merah muda Volume KmnO4 = 8 mL Penentuan kadar Fe dalam FeSO4.7H2O
0,7 g FeSO4.7H2O

dilarutkan dengan air panas dalam labu ukur 25 mL hingga tanda batas dititrasi dengan KmnO4 diamati perubahan warna dan dicatat volume KmnO4

Berubah warna lembayung Volume KmnO4 = 1 mL

E. Hasil Pengamatan 1. Data Pengamatan Tabel data hasil pengamatan No 1 Perlakuan Standarisasi KMnO4 0,3 g Na2C2O4 + 100 mL H2SO4 1N Dititrasi dengan KMnO4 0,1 N sebanyak 8 mL Penentuan kadar Fe 0,7 g FeSO4.7H2O + 25 mL air panas Dititrasi dengan KMnO4 sebanyak 1 Ml Reaksi 2MnO2(s) + 6CO2(g) + 4H2O(l) Pengamatan - Larutan bening - Larutan berwarna merah muda - Larutan berwarna kuning - Larutan berwarna lembayung

2.

2MnO4-(aq) + 3C2O42-(aq) + 8H+(aq) 5Fe2+ + MnO4- + 8H+ 3.

5Fe3+ Mn2+ + 4H2O

Perhitungan Standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4 massa Na2C2O4 Mr Na2C2O4 V KMnO4 Berat ek. Na2C2O4

Dik :

= 0,3 g = 134 g/mol = 8 mL

Mr Na 2 C 2 O4 134 g / mol = = 67 g / mol valensi 2

V KMnO4

N KMnO4 = V Na2C2O4 N Na2C2O4

Mol ek. KMnO4 = mol ek. Na2C2O4


8 mL .N KMnO
4

0,3 g 67 g / mol

N KMnO

= 67 g / mol 8 mL

0,3 g

1000 mL = 0,56 mol / L 1L

Penentuan kadar Fe dalam FeSO4.7H2O N KMnO V KMnO


4

Dik :

= 0,56 mol/L = 1 mL = 0,001 L =


Mr Fe 56 g / mol = = 28 g / mol valensi 2

Berat ek. Fe

m FeSO4.7H2O = 0,7 g

Dalam 10 ml sampel asam asetat terdapat:


VKMnO 4 .N KMnO 4 .berat ek Fe berat sampel 100 %

Kadar Fe =

0,001 L 0,56 mol / L 28 g / mol 100 % 0,7 g

= 2,24 %

F. Pembahasan

Percobaan yang dilakukan dalam praktikum dasar dasar kimia analitik kali ini adalah mengenai penentuan kadar suatu zat dalam sample menggunakan metode titrasi redoks. Zat yang akan ditentukan kadarnya adalah besi. Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi redoks dengan KMnO4 atau dengan cara permanganometri. Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan indicator. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Namun, Kalium permanganat sukar diperoleh secara sempurna dalam keadaaan murni dan bebas sama sekali dari mangan oksida. Lagipula, air suling yang biasa digunakan mungkin mengandung zat-zat pereduksi yang akan bereaksi dengan kalium permanganat dengan membentuk mangan dioksida. Oleh karena itu, sebelum digunakan dalam titrasi penentuan kadar besi, larutan kalium permanganate distandarisasi menggunakan zat baku yang lazim digunakan dalam permanganometri yaitu natrium oksalat. Natrium oksalat merupakan standar yang baik untuk standarisasi permanganat dalam suasana asam karena larutan ini mudah diperoleh dengan derajat kemurnian yang tinggi. Larut dalam air panas dan dingin. Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada suhu kamar.Bahkan bila pada temperatur yang lebih tinggi reaksi akan berjalan makin lambat dan mulai bertambah cepat setelah terbentuknya ion mangan (II).

Titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat karena reaksi tersebut tidak terjadi bolak balik, sedangkan potensial elektroda sangat tergantung pada pH. Jika suasananya menjadi basa maka ion permanganat dapat tereduksi menjadi ion manganat yang berwarna hijau dalam larutannya. Oleh karena itu, ketika dilakukan titrasi dengan KMnO4 terhadap larutan besi digunakan asam kuat yang dapat mengionisasi sempurna dan dapat berfungsi untuk menciptakan suasuana asam yang stabil bukan sebagai indikator karena KMnO4 bersifat autoindikator. Dalam hal ini dipilih asam sulfat (H2SO4) sebagai pencipta suasana asam yang paling baik. Selain itu pertimbangan hal ini dilakukan adalah untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana asam dengan penambahan asam sulfat pada larutan yang telah diencerkan, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. KMnO4 merupakan auto indikator dari titrasi ini. Indikator berubah warna pada trayek potensial tertentu dengan perubahan potensial yang dekat dengan potensial titik ekivalen Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 . Volume KMnO4 yang digunakan hingga tercapai perubahan warna menjadi lembayung yang merupakan warna pada saat tercapai titik akhir titrasi adalah 1 mL. Dari hasil perhitungan didapatkan kadar Fe dalam sampel adalah sebesar 2,24 %. G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan penentuan kadar besi secara permanganometri yang telah dilakukan, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kadar besi yang terkandung dalam sample adalah sebesar 2,24 %.

DAFTAR PUSTAKA Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Budiman, Melisa. 2009. Metode Titrasi Dikhromatometri http://www.chem-istry.org/author/indeks.html. diakses pada 20 November 2009.

Day, R. A. Dan Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta. Etnarufiati. 2009. Motivasi Belajar Kimia Analitik http://www.chem.iastate.edu/group/html diakses pada 20 November 2009. Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta. Keenan, C. W, dkk. 1998. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga. Khairun, Muhammad. 2009. Klasifikasi Metode Analisis Volumetri http://www.kimiaanalisa.web.id/catagory/artikel/ diakses pada 20 November 2009Vogel, A.I.1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan semikro. PT. Kalman Media Pustaka: Jakarta. Wiryawan, Adam., Rurini Retnowati dan Akhmad Sabarudin. 2008. Kimia Analitik. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Perguruan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

CHEMISTRY

Saturday, 14 March 2009

Kimia Analitik Pengertian dan Penggolongan Kimia Analitik

Kimia analitik merupakan cabang dari ilmu kimia yang mempelajari teori dan cara-cara melakukan analisis kimia baik kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif berhubungan dengan apa yang terdapat dalam sampel sedangkan analisis kuantitatif berhubungan dengan berapa banyaknya zat dalam sampel. Untuk analisis kuantitatif, tipe analisis dapat dikelompokkan berdasarkan sifat informasi yang dicari, ukuran sampel dan proporsi konstituen yang ditetapkan. Ruang Lingkup Kimia Analitik Untuk melakukan suatu analisis kimia, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain keterangan yang ada waktu yang dan biaya yang tersedia. Penerapan Kimia Analitik cukup luas artinya tidak hanya berperan dalam bidang kimia saja tetapi dapat juga diterapkan pada bidangbidang lain maupun masyarakat. PERALATAN DAN METODE ANALISIS KIMIA Alat-Alat Kimia Analisis dan Cara Penggunaannya Alat-alat analisis kimia yaitu alat-alat yang sering digunakan dalam pekerjaan analisis kimia; seperti: pipet volumetri, labu takar, buret, labu erlenmeyer, neraca analitik ataupun neraca listrik/neraca digital, cawan krus, pembakar bunsen. Adapun alat-alat kimia yang lainnya sebagai pendukung pekerjaan analisis yaitu gelas kimia, gelas ukur, pipet ukur, tabung reaksi, pipet, corong, maupun batang pengaduk. Untuk memperoleh hasil yang baik dalam analisis kimia diperlukan cara-cara yang khusus dalam pemakaian dan pemeliharaannya. Alat-alat analisis kimia umumnya digunakan dalam pekerjaan titrasi, gravimetri, maupun analisis secara instrumentasi. Adapun untuk pekerjaan analisis kuantitatif anorganik yang perlu ketelitian lebih besar maka sebelum pemakaian alat-alat volumentri yang terbuat dari gelas sebaiknya dilakukan dahulu kalibrasi alat. Ketelitian Pengukuran, Kalibrasi Alat, dan Metode Analisis Ketelitian pengukuran merupakan cara pembacaan skala yang tepat pada alat ukur volumetri (labu takar, pipet gondok, ataupun buret) memperhatikan angka signifikan, toleransi pembacaan skala, dan ketelitian standar dari alat. Pembacaan skala pada alat ukur volumetri (buret, pipet gondok, labu takar, labu ukur) harus benar-benar diperhatikan, dalam hal melihat skala, kedudukan badan, jenis alat maupun jenis larutan, dengan memperhatikan angka signifikan, toleransi pembacaan skala, dan sifat ketelitian alat. Kalibrasi dilakukan agar hasil pengukuran selalu sesuai dengan alat ukur standar/alat ukur yang sudah ditera. Metode Analisis Metode analisis kuantitatif anorganik merupakan salah satu metode analisis kimia yang menitikberatkan pada cara yang digunakan pada waktu pengukuran suatu sampel. Metode analisis kuantitatif anorganik meliputi: 1) metode yang memperhatikan penampilan reaksi kimia yang berlangsung, termasuk dalam metode ini adalah cara titrasi konvensional dan gravimetri, 2) metode yang memperhatikan sifat kelistrikan (arus, potensial, ataupun hambatan listrik). Termasuk dalam metode ini adalah cara titrasi konduktometri dan titrasi potensiometri; 3) metode yang memperhatikan sifat optik. Termasuk dalam kategori ini yaitu pengukuran konsentrasi larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV (ultra violet) ataupun spektrofotometer VIS (visible)/sinar tampak.

TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PEKERJAAN ANALISIS KIMIA Tahapan-Tahapan dalam Pekerjaan Analisis Kimia Kuantitatif Ada empat tahapan kerja yang harus dilakukan untuk analisis kimia kuantitatif, yaitu: sampling, pengubahan keadaan cuplikan menjadi bentuk yang sesuai dengan kebutuhan pengukuran, pengukuran, dan perhitungan serta interpretasi data yang diperoleh dari hasil pengukuran sehingga dapat dihasilkan suatu kesimpulan. Prinsip Titrasi Redoks Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron). Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia. Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran. Kurva Titrasi dan Penetapan Titik Akhir Titrasi Redoks Pada titrasi redoks, selama titrasi terjadi perubahan potensial sel. Harga ini sesuai dengan perhitungan menggunakan persamaan Nernst. Kurva titrasi redoks diperoleh dengan mengalurkan potensial sel sebagai ordinat dan volume titran sebagai absis. Untuk membuat kurva titrasi diperlukan data potensial awal, potensial setelah penambahan titran tapi belum titik ekivalen, potensial pada titik ekivalen dan potensial setelah titik ekivalen. Kurva titrasi antara lain berguna untuk menentukan indikator dimana indikator digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi redoks dapat ditetapkan dengan beberapa cara yaitu mengikuti titrasi secara potensiometri, titran bertindak sebagai indikator atau auto indikator, contoh: KMnO4, menggunakan indikator spesifik contoh: kanji, dan menggunakan indikator redoks contoh kompleks besi (II) 1,10-fenantrolin (feroin) dan difenilamin. Indikator redoks adalah zat warna yang dapat berubah warnanya bila direduksi atau dioksidasi. Setiap indikator redoks berubah warna pada trayek potensial tertentu. Indikator yang dipilih harus mempunyai perubahan potensial yang dekat dengan potensial titik ekivalen
CHEMISTRY AROUND THE WORLD TEACHER RESOURCES CHEMISTRY ANIMATION

http://www.chem.iastate.edu/group/Greenbowe/sections/projectfolder/animationsindex.ht m

Wednesday, November 11, 2009 3:42

Metode Titrasi Dikhromatometri


Ditulis oleh Melisa Budiman pada 28-03-2009

Titrimetri atau volumetri merupakan suatu cara analisis jumlah yang berdasarkan pengukuran volume larutan yang diketahui kepekatan (konsentrasi) secara teliti yang direaksikan dengan larutan contoh yang akan ditetapkan kadarnya. Dalam hal ini terdapat dua jenis bahan baku, yakni: 1. Bahan baku primer, digunakan untuk menetapkan standarisasi bahan baku sekunder. Ditempatkan sebagai titrat. 2. Bahan baku sekunder, yang ditetapkan normalitasnya dengan bahan baku primer. Ditempatkan sebagai titran. Terdapat beberapa jenis metode titrasi, diantaranya titrasi metatetik dan titrasi redoks. Dikhromatometri termasuk ke dalam titrasi redoks, karena dalam reaksinya terjadi perpindahan elektron atau perubahan bilangan oksidasi. Seperti yang diketahui bahwa kemungkinan terjadinya reaksi redoks dapat dilihat dari 2 hal berikut: 1. Terjadi perubahan bilok (bilangan oksidasi).

2. Bila ada zat reduktor maupun oksidator (dalam hal ini, kalium dikhromat selain berfungsi sebagai bahan baku juga sebagai oksidator). Kalium dikhromat dalam keadaan asam mengalami reduksi menjadi Cr3+. Reaksi: Cr2O72- + 14 H+ + 6 e 2 Cr3+ + 7 H2O E0=1,33 V

Karena daya oksidasinya lebih sedikit dibanding dengan KMnO4 dan Ce (IV). Maka hal ini menyebabkan reaksi sangat lambat. Akan tetapi, dari sifat K2Cr2O7 larutannya sangat stabil, tidak bereaksi dengan (inert terhadap) Cl-, dengan kemurnian tinggi, mudah diperoleh dan murah. Penggunaan Terutama untuk penentuan Fe2+, ion klorida dalam jumlah besar tidak mempengaruhi titar ini. Suatu cara tidak langsung untuk menentukan, oksidasi

yang diberi larutan Fe2+ berlebihan kemudian kelebihan dititar dengan Standar Dikhromat. Maka cara ini dipakai untuk penentuan NO3-, ClO3-, H2O2, MnO4- dan Cr2O72-.
Klasifikasi Metode Analisis Volumetri

Tagged with: macam-macam titrasi, Titrasi Asam Basa, Titrasi Kompleksometri, Titrasi Pengendapan, Titrasi Redoks . Thursday, August 20, 2009, 16:27 This news item was posted by Muhammad Khairun in Teori Dasar Titrasi category

Titrasi ada kalanya orang menyebut sebagai metode volumetric, hal ini disebabkan pengukuran volume larutan dalam titrasi memegang peranan yang penting. Dari pengambilan analit dengan volume tertentu hingga pembacaan volume titran yang habis dipakai untuk titrasi mempengaruhi semua hasil analisis. Oleh sebab itu penggunaan peralatan yang tepat dalam titrasi juga tidak boleh disepelekan. Metode Volumetri dibedakan atas jenis-jenis reaksi yang terlibat antara titran dan analit yaitu:

Asam-Basa. Terdapat banyak senyawa asam dan basa yang dapat ditentukan secara titrasi. Baik asam kuat atau basa kuat, titik akhir titrasipun sangat mudah diamati dengan penggunaan indicator asam basa seperti fenolphtalein (PP), metal merah, metal orange, dan lainnya. Pada saat titik equivalent diperoleh maka larutan bersifat netral akan tetapi dengan penambahan sedikit titran untuk mencapai titik akhir titrasi maka cukup untuk mengubah warna indicator asam basa. Cara lain adalah dengan menggunakan pHmeter. Asam lemah dan basa lemah juga dapat dititrasi begitu juga dengan asam organic yang dititrasi dengan pelarut non-air. Reduksi-Oksidasi . Zat yang bersifat oksidator seperti KMnO4, K2CrO4, I2, dan zat yang bersifat reduktor seperti H2C2O4, Fe2+, Sn2+ dapat ditentukan dengan metode titrasi ini. Reaksi redoks terlibat saat titran dan analit bereaksi. Beberapa metode titrasi redoks tidak membutuhkan indicator untuk melihat titik akhir titrasi seperti titrasi antara KMnO4 dan H2C2O4 disebabkan KMnO4 itu sendiri sudah berwarna. Amylum biasanya dipakai untuk titrasi yang melibatkan I2. Kompleksometri. Reaksi pembentukan kompleks antara EDTA dan ion logam mendasari metode ini. EDTA merupakan jenis titrant yang banyak dipakai untuk titrasi kompleksometri dan bereaksi dengan banyak logam, reaksinyapun dapat dikontrol dengan mengontrol pH larutan. Pengendapan. Reaksi pembentukan endapan menjadi dasar metode ini. Titran dan analit bereaksi membentuk endapan seperti penentuan ion klorida dengan menggunakan titran AgNO3. Indikator dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi misalnya K2CrO4 untuk titrasi yang menggunakan titran perak nitrat.

www.sxc.hu A wordpress magazine theme design by Custom Theme Design. Sponsored by Noobpreneur Business Blog, Personal Neurofinance Blog, First Worlds Web Directory Copyright 2008 Kimia Analisa. All rights reserved

You might also like