Professional Documents
Culture Documents
Dari formula diatas dapat dilihat kalau suhunya lebih rendah, maka
tekanan udara yang masuk lebih besar dan jumlah udara yang akan
dihisap lebih besar pula. Sebagai hasil akan dapat dihasilkan daya yang
lebih besar pula karena sejumlah bahan bakar akan dapat terbakar
dengan baik (Soenarto & Furuhama 1995).
Karena itu dalam merancang motor bakar torak, terutama motor
diesel, hendaklah diusahakan agar tekanan maksimum dapat dibatasi
apabila perbandingan kompresinya hendak dipertinggi.
a. Volume Silinder
Volume silinder antara TMA dan TMB disebut volume langkah
torak (V
1
). Sedangkan volume antara TMA dan kepala silinder (tutup
silinder) disebut volume sisa (V
s
). Volume total (V
t
) ialah isi ruang
antara torak ketika ia berada di TMB ampai tutup silinder.
V
t
=V
1
+V
s
..(1)
Volume langkah mempunyai satuan yang tergantung pada
satuan diameter silinder (D) dan panjang langlah torak (L) biasanya
mempunyai satuan centimetercubic (cc) atau cubic inch (cu.in).
V
1
= luas lingkaran x panjang langkah
V
1
= r
2
x L
V
1
= L D
,
`
.
|
2
2
1
.(2)
Dimana :
V
1
= volume langkah torak
V
s
= volume sisa
Jadi, bila suatu motor mempunyai volume total 56 cu.in dan
volume sisa 7 cu.in, maka perbandingan kompresinya adalah :
8
7
56
C
Hal diatas menunjukkan bahwa selama langkah kompresi,
muatan yang ada diatas torak dimampatkan 8 kali lipat dari volume
terakhirnya. Makin tinggi perbandingan kompresi, maka makin
tinggi tekanannya dan temperatur akhir kompresi. (Kiyuku &
Murdhana, 1998).
Perbandingan kompresi tidak dapat dinaikan tanpa batas, karena
motor pembakaran yang menggunakan busi akan timbul suara
menggelitik kalau perbandingan kompresinya terlalu tinggi
(Soenarta & Furuhama, 1995).
Torsi dan Daya Poros
Dinamometer biasanya digunakan untuk mengukur torsi
sebuah mesin. Adapun mesin yang akan diukur torsinya tersebut
diletakkan pada sebuah testbed dan poros keluaran mesin
dihubungkan dengan rotor dinamometer. Prinsip kerja dari
dinamometer dapat dilihat pada gambar 2.6. Rotor dihubungkan
secara elektromagnetik, hidrolis, atau dengan gesekan mekanis
terhadap stator yang ditumpu oleh bantalan yang mempunyai
gesekan kecil. Torsi yang dihasilkan oleh stator ketika rotor tersebut
berputar diukur dengan cara menyeimbangkan stator dengan alat
pemberat, pegas, atau pneumatik.
Hambatan ini akan menimbulkan torsi (T), sehingga nilai daya (P)
dapat ditentukan sebagai berikut :
) (
60000
. . 2
kW
T n
P
............................................(3)
Dimana :
n = putaran mesin (rpm)
T = torsi (Nm)
Torak yang didorong oleh gas membuat usaha. Baik tekanan
maupun suhunya akan turun waktu gas berekspansi. Energi panas
diubah menjadi usaha mekanis. Konsumsi energi panas ditunjukkan
langsung oleh turunnya suhu. Kalau toraknya tidak mendapatkan
hambatan dan tidak menghasilkan usaha gas tidak akan berubah
meskipun tekanannya turun.
Tekanan Efektif Rata-rata (BMEP)
Besar nilai P
1
merupakan tekanan efektif rata-rata indikator
(indicator mean effective pressure : IMEP).
Nilai P
1
, dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
s
i
V
W
P
1
.................................(4)
Dengan menggunakan nilai P
i
dapat memudahkan perhitungan
besar usaha indikator W
i
pada tekanan konstan selam torak pada
langkah ekspansi. Pada mesin 4 langkah besar nilai P
i
terjadi setiap
2 putaran, sehingga besar nilai N
i
indikator dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dengan satuan Si ( m
3
, kPa dan rps)
Ni =V
1
.P
1
.
n
/
2
(kW).................................................(5)
Dimana :
V
1
= volume langkah (m
3
)
P
i
= tekanan efektif rata-rata indicator (kPa)
n = putaran mesin (rpm)
Pada mesin 2 langkah besar nilai P
i
dihasilkan pada tiap putaran,
maka secara teoritis nilai N
i
akan menjadi dua kali lebih besar jika
dibandingkan pada persamaan 4, tetapi pada umumnya besar nilai
P
i
pada mesin 2 langkah lebih kecil dibandingkan dengan 4 langkah.
Nilai N
i
disebut sebagai keluaran indikator yang menyatakan
keluaran, disebabkan oleh adanya tekanan pada torak.
Daya yang dapat dimanfaatkan untuk memutar mesin disebut
sebagai keluaran efektif (brake mean out put) nilai Ne dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Ne = V
1
. N. BMEP. 2 (kW)(6)
Besar keluaran efektif dapat diukur dengan menggunakan
sebuah dynamometer. Nilai BMEP adalah merupakan tekanan
efektif rata-rata (brake mean effective pressure). Besar nilai Ne
yang ditentukan oleh produk dari volume langkah V
1
, kecepatan
putaran n dan BMEP yang berhubungan dengan tekanan gas rata-
rata merupakan keluaran suatu pembakaran yang bermanfaat.
BMEP adalah besar nilai yang menunjukkan daya mesin tiap satuan
volume silinder pada putaran tertentu dan tidak tergantung dari
ukuran motor bakar. (Soenarta &Furuhama, 1995).
Besar nilai BMEP dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai
berikut :
n V
Z P
BMEP
d
.
. . 60
................................(7)
Dimana :
P = daya (kW)
N = putaran mesin (rpm)
V
d
= volume langkah total silinder (m
3
)
Z = sistem siklus (4 langkah =2, 2 langkah =1)
Efisiensi Thermis
Perbandingan antara energi yang dihasilkan dan energi yang
dimasukkan pada proses pembakaran bahan bakar disebut efisiensi
thermis rem (brake thermal efficiency) dan ditentukan sebagai
berikut :
(%) 100
.
860
h SFC
bt
..................................(8)
Dimana :
H = nilai kalor untuk bahan bakar premium = 10500 kcal/kg.
Minyak gas = 10400 kcal/kg.
SFC = konsumsi bahan bakar spesifik
Nilai kalor mempunyai hubungan dengan berat jenis. Pada
umumnya semakin tinggi berat jenis maka semakin rendah nilai
kalornya (Kiyaku & Murdhana, 1998).
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) ditentukan dalam g/PSh
atau g/kWh dan lebih umum digunakan dari pada
bt
. Besar nilai
SFC adalah kebalikan dari pada
bt
. Penggunaan bahan bakar dalam
gram per jam Ne dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
[ ] kWh kg
P
m
SFC
f
/ .............................(9)
Dimana :
SFC = konsunsi bahan bakar spesifik (kg/kWh)
P = daya mesin (kW)
Sedang nilai m
f
dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut:
bb f
t
b
m
1000
3600
.(10)
Dimana :
b = volume 3 buret (cc)
t = waktu (detik)
bb
= berat jenis bahan bakar (kg/l)
m
f
= adalah penggunaan bahan bakar per jam pada kondisi
tertentu (Nakoela Soenarta &Dr. Shoichi
Furuhama,1995)
Gambar . Prestasi motor bensin 2-langkah dan 4-langkah
Studi Banding Performansi Motor Disel Isuzu 4 JA-1 Injeksi Langsung
Sistim Force Induction Dengan dan Tanpa Intercooler Studi Banding
Performansi Motor Disel Isuzu 4JA-1 Injeksi Langsung Sistim Force
Induction Dengan dan Tanpa Intercooler
Kinerja suatu motor pembakaran dalam pada umumnya dipengaruhi
oleh beberapa parameter, diantaranya kapasitas silinder dan nisbah
kompresi. Semakin besar kapasitas silinder, semakin besar keluaran daya
dihasilkan oleh motor. Salah satu upaya meningkatkan kinerja motor yang
dapat dilakukan tanpa mengubah dimensi fisik dari motor adalah
menggunakan sistim induksi paksa (force induction).
Induksi paksa merupakan suatu sistim mekanik untuk mendorong lebih
banyak udara ke dalam silinder dengan tekanan diatas tekanan atmosfir
melalui proses pemampatan udara masukan. Proses pemampatan udara
dapat dilakukan melalui sistim supercharging yang digerakkan oleh
mekanisme roda gigi atau sabuk yang dihubungkan ke puli poros engkol
motor, atau melalui sistim turbocharging yang memanfaatkan energi dari
gas buang. Karena adanya proses pemampatan udara sebelum masuk ke
dalam silinder, maka kepadatan udara masuk semakin meningkat serta
jumlah oksigen yang digunakan untuk berkangsungnya proses pembakaran
juga meningkat dibanding metode konvensional yang hanya menarik udara
segar ke dalam silinder [3]. Dengan meningkatnya kuantitas oksigen yang
masuk ke dalam silinder, lebih banyak bahan bakar yang dapat terbakar
dengan sempurna, sehingga meningkatkan efisiensi volumetrik dan semakin
banyak energy pembakaran yang dapat dikonversi menjadi kerja mekanik
[6].
Permasalahan yang timbul pada saat mengadopsi sistim induksi paksa
adalah meningkatnya temperatur udara masukan yang mengiringi proses
pemampatan udara, sehingga tekanan di dalam silinder pada awal langkah
kompresi menjadi lebih tinggi. Peningkatan temperatur udara masukan ini
akan berdampak pada peningkatan temperatur dan tekanan di dalam
silinder pada siklus selanjutnya, sehingga katup, silinder dan kepala torak
menjadi terlalu panas dan motor menjadi overheating. Karena alasan ini,
beberapa motor yang mengadopsi sistim induksi paksa harus menurunkan
nisbah kompresinya.
Menurunkan nisbah kompresi, ternyata juga menimbulkan
permasalahan lain, yaitu menurunnya efisiensi termal motor, sehingga
meningkatkan konsumsi bahan bakar spesifik [7], suatu kondisi yang sangat
tidak diharapkan dalam mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga bahan
bakar, serta permasalahan yang berkaitan dengan pencemaran udara.
Untuk mengatasi permasalahan dalam mengadopsi sistim induksi
paksa pada motor pembakaran dalam, tanpa menurunkan nisbah kompresi
yang harus mengorbankan efisiensi termal, digunakan suatu penukar kalor
yang disebut dengan intercooler guna menurunkan temperatur udara
termampatkan sebelum masuk ke dalam silinder.
Dasar Teori
Daya keluaran yang dihasilkan motor sebanding dengan kecepatan rotasi
dan kuantitas udara yang dapat dimampatkan di dalam silinder. Dengan
asumsi kecepatan rotasi motor konstan, satu-satunya upaya untuk dapat
meningkatkan daya motor adalah dengan meningkatkan kuantitas udara
yang masuk ke dalam silinder [3].
Berdasarkan persamaan gas ideal,
RT m PV
u
(1)
Jika
R V
konstan, dimana R = konstanta gas universal, maka massa
udara,
u
m
yang masuk silinder berbanding lurus dengan tekanan dan
berbanding terbalik dengan temperatur absolutnya.
Massa udara yang masuk silinder = volume yang dipindahkan (swept
volume) oleh piston, V kerapatan udara.
u u
V m
(2)
Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh
T
P
R
u
1
(3)
Jika
1
1
1
RT
P
u
dan
2
2
2
RT
P
u
, kemudian
1 1 1
, , T P
u
dan
2 2 2
, , T P
u
berturut-turut adalah kondisi-kondisi kerapatan, tekanan dan temperatur
awal (keadaan 1) dan akhir (keadaan 2), maka
Nisbah kerapatan =
1 1
2 2
1
2
RT P
RT P
u
u
, atau
2
1
1
2
1
2
T
T
P
P
u
u
(4)
Ini berarti, bahwa dengan meningkatkan
2
P (tekanan akhir) serta
menurunkan
2
T (temperatur akhir), akan dihasilkan peningkatan kerapatan
(
1 2 u u
>
).
Secara matematis, dalam kondisi ideal, kuantitas udara yang masuk ke
dalam silinder, i u
m
,
serta kondisi
masukan (P, T) pada N Rpm, dinyatakan dengan [1]:
j a m k g N z V m
i u d i u
/ 6 0
2
1
, ,
(5)
dimana z jumlah langkah per siklus.
Dengan cara yang sama, pada kondisi aktual, jumlah udara yang
masuk kedalam silinder dinyatakan dengan:
j a m k g N z V m
a u d a u
/ 6 0
2
1
, ,
(6)
Nisbah antara jumlah udara yang masuk pada kondisi aktual terhadap
jumlah udara yang masuk secara ideal disebut dengan efisiensi volumetris,
V
.
i u
a u
v
m
m
,
,
(7)
Persamaan ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan efisiensi
volumetris dengan kata lain meningkatkan derajat pengisian silinder dapat
dilakukan dengan meningkatkan kerapatan udara aktual di dalam silinder
melalui pemampatan udara masukan.
Hubungan antara efisiensi volumetrik dengan daya, torsi dan tekanan
efektif purata (mean effective pressure, mep) motor dinyatakan melalui
persamaan berikut [4]:
( )
2
,
A F Q NV
P
i u HV d v f
(8)
( )
4
,
A F Q V
i u HV d v f
(9)
( ) A F Q mep
i u HV v f ,
(10)
dimana
( ) A F
= nisbah bahan bakar/udara;
HV
Q
nilai kalor pembakaran
atas bahan bakar;
d
V
volume langkah.
Sistim induksi paksa, baik dengan menggunakan supercharger
maupun turbocharger, masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian.
Supercharger mampu beroperasi mulai pada putaran idle karena digerakkan
secara langsung mengikuti putaran poros engkol motor. Turbocharger tidak
beroperasi pada putaran idle karena opeasionalnya memanfaatkan tekanan
limbah gas buang untuk menggerakkan turbin kompresornya. Dengan
pertimbangan kemampuannya untuk beroperasi pada putaran rendah dalam
percobaan ini digunakan sistim supercharging [2].
Dalam percobaan ini, digunakan supercharger tipe sliding vane dengan
nisbah tekanan maksimum 1,5:1 atau boost pressure 0,5 bar. Untuk
meningkatkan nisbah tekanan, diameter puli supercharger dapat diperkecil,
sehingga putarannya semakin tinggi dan dihasilkan tekanan dorong yang
lebih besar.
Akibat sampingan yang tidak dapat dihindari dari aplikasi sistim
induksi paksa adalah meningkatnya temperatur udara karena proses
pemampatan, sehingga menurunkan kerapatan udara yang masuk ke dalam
silinder dan kuantitas oksigen yang masuk silinder lebih rendah. Untuk
mengurangi akibat sampingan yang merugikan ini, ditambahkan perangkat
penukar kalor yang dikenal dengan intercooler ke dalam sistim. Intercooler
ditempatkan diantara keluaran supercharger dan saluran hisap motor.
Skema dari sistim beserta instalasi fluida pendinginnya ditunjukkan dalam
Gambar 1.
Gambar 1. Skema sistim induksi paksa beserta instalasi fluida
pendinginnya
Supercharger (S) digerakkan dengan memanfaatkan putaran poros engkol
motor (M) melalui mekanisme puli yang dihubungkan dengan puli poros
engkol motor melalui sabuk (belt). Intercooler udara ke air (I), digunakan
untuk mendinginkan kembali udara yang dimampatkan supercharger
sehingga temperatur udara termampatkan yang masuk ke silinder menjadi
lebih rendah. Sebagai fluida pendingin digunakan campuran air + ethylene
glycol, disirkulasikan oleh pompa air (P) yang beroperasi memanfaatkan
putaran poros engkol motor ke radiator ekstra (RE). Dalam percobaan ini,
digunakan intercooler tipe tabung tubular udara ke air (Gambar 2).
Gambar 2. Intercooler tipe tabung tubular.
Uji prestasi motor dilakukan dengan menggunakan dinamometer rem
air (water brake dynamometer) pada bangku uji.
Daya keluaran poros motor ke dinamometer dinyatakan dengan:
Watt
R F N
P
60
2
(11)
dimana: P = daya motor (Watt atau BHp), F = pembebanan dinamometer
(Newton), dan R = 0,9549 m = panjang lengan dinamometer. Atau secara
langsung dinyatakan dengan pembacaan terkalibrasi dinamometer:
Hp
F N
Kwatt
F N
P
7460 10000
(12)
Torsi motor dinyatakan dengan:
meter Newton R F
(13)
Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption, sfc), yang
menyatakan kuantitas bahan bakar yang dikonsumsi untuk menghasilkan
daya 1 hp selama 1 jam dinyatakan dengan:
( ) jam hp Kg
t P
m
sfc
bb
/
3600
(14)
dimana P = daya (Hp),
bb
m
massa bahan bakar yang dikonsumsi (kg) dan
t waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi
kg m
bb
bahan bakar.
Efisiensi termal,
th
67 , 641
(15)
dimana sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/Hp-jam),
HV
Q
Nilai kalor
pembakaran (kkal/kg) yang dihitung dari persamaan:
API Q
HV
+ 40 16610
Btu/lb (16)
Karena 1 Btu = 1054 J; 1 kal = 4,184 J, dan 1 lb = 0,4536 kg, maka:
kg kal
kg
lb
J
kal
Btu
J
lb
Btu
0963 , 555
4536 , 0
1
186 , 4
1
1
1054 1
Persamaan (16) dapat dituliskan ulang dengan:
( ) kg kkal API Q
HV
/ 40 16610 555 , 0 +
(16a)
API
( )
5 , 131
60
5 , 141
F SG
(16b)
dimana SG = specific gravity bahan bakar pada 60F. Untuk solar = 815
kg/m
3
.
Dari persamaan (16a) dan (16b):
kg kkal
Q
HV
1 , 6303
5 , 131
815
5 , 141
40 16610 555 , 0
]
]
]
,
`
.
|
+
(17)
Gambar 5. Kurva temperatur
pengisian Vs Putaran.
Gambar 6. Kurva tekanan pengisian Vs putaran.
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
1
4
0
0
1
8
0
0
2
2
0
0
2
6
0
0
3
0
0
0
T
e
m
p
e
r
a
t
u
r
(
C
)
Putaran (RPM)
Temperatur pengisian Vs Putaran
T-kon T-spch T-spch+Int
Gambar 7. Kurva Daya Vs Putaran
Gambar 8. Kurva Torsi Vs Putaran
Gambar 9. Kurva konsumsi bahan bakar spesifik Vs
putaran.
Gambar 10. Kurva efisiensi termal Vs putaran.
Hasil dan Pembahasan
Pada Gambar 5 dan 6 ditunjukkan pola yang berbeda antara temperatur
dan tekanan udara yang masuk ke dalam silinder. Temperatur udara yang
masuk ke dalam silinder cenderung lebih rendah pada putaran tinggi
(Gambar 5), sedangkan tekanan cenderung semakin meningkat (Gambar 6).
Peningkatan temperatur pada putaran lebih rendah disebabkan karena
meningkatnya friksi internal dengan bertambahnya beban pada motor.
Peningkatan tekanan yang terjadi pada putaran lebih tinggi disebabkan
karena meningkatnya kecepatan pergerakan piston di dalam silinder.
Temperatur udara rata-rata meningkat sebesar 89,86% (dalam kisaran
antara 70C sampai dengan 120) dengan penambahan supercharger pada
sistim. Hal ini terutama disebabkan karena meningkatnya tumbukan antar
molekul udara yang merupakan bagian dari proses pemampatan udara.
Dengan menambahkan intercooler ke dalam sistim peningkatan temperatur
akibat proses pemampatan dapat ditekan menjadi 43,37%, atau terjadi
penurunan temperatur udara termampatkan sebesar 46,49%.
Terjadi peningkatan tekanan udara rata-rata sebesar 40,01% akibat
proses pemampatan udara melalui supercharger. Dengan adanya
penambahan intercooler ke dalam sistim, sehingga terjadi penurunan
temperatur udara termampatkan, maka peningkatan tekanan keluaran
supercharger turun menjadi 36,55%, atau terjadi penurunan tekanan
sebesar 3,46%.
Karena kerugian tekanan akibat pendinginan udara melalui intercooler
yang terjadi relatif kecil (3,46%) dibandingkan penurunan temperaturnya
(46,49%), maka terjadi peningkatan nisbah kerapatan udara termampatkan
dengan adanya penambahan intercooler. Hal ini dapat diartikan bahwa
disamping terjadi peningkatan massa udara (karena proses pemampatan
dengan supercharger), juga terjadi peningkatan kerapatan udara (karena
proses pendinginan udara termampatkan oleh intercooler). Dengan
meningkatnya massa dan kerapatan udara, semakin banyak jumlah oksigen
yang dapat dimanfaatkan untuk melangsungkan proses pembakaran di
dalam ruang bakar.
Pada kurva daya dan torsi Vs putaran (Gambar 7 dan 8) ditunjukkan
terjadi peningkatan daya dan torsi rata-rata pada berbagai tingkat
kecepatan masing-masing sebesar 10,06% dengan menambahkan
supercharger pada sistim. Jika temperatur udara yang masuk kedalam
silinder setelah proses pemampatan diturunkan dengan menambahkan
intercooler pada sistim, daya dan torsi rata-rata pada berbagai tingkat
kecepatan dapat ditingkatkan lagi, masing-masing sebesar 19,46% dan
19,02%. Berdasarkan persamaan gas ideal (persamaan 1) yang menyatakan
bahwa massa udara berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding
terbalik dengan temperaturnya, maka dengan meningkatkan tekanan udara
masukan, massa udara yang masuk akan semakin besar dan pada gilirannya
akan meningkatkan kuantitas oksigen yang dapat dimanfaatkan untuk
melakukan proses pembakaran menjelang akhir langkah kompresi. Pada sisi
lain, dengan meningkatkan tekanan udara masukan serta menurunkan
temperatur udara termampatkan melalui perangkat intercooler akan
semakin meningkatkan kerapatan udara masukan, dan pada gilirannya akan
semakin meningkatkan derajat pengisian silinder (efisiensi volumetrik).
Dengan asumsi variabel-variabel lain pada persamaan 8 dan 9 konstan,
meningkatnya efisiensi volumetrik motor akan menghasilkan peningkatan
daya kuda rem (bhp) dan torsi pada motor. Disamping itu dengan
memampatkan udara yang masuk ke dalam silinder, periode persiapan
pembakaran akan dipersingkat.
Pada kurva konsumsi bahan bakar spesifik Vs putaran (Gambar 9),
ditunjukkan terjadi penurunan konsumsi bahan bakar spesifik rata-rata
sebesar 12,79% dengan penambahan supercharger. Jika temperatur
keluaran supercharger diturunkan dengan perangkat intercooler, konsumsi
bahan bakar spesifik rata-rata turun sebesar 19,43%. Hal ini terjadi karena
dengan meningkatnya massa dan kerapatan udara yang masuk ke dalam
silinder, semakin banyak oksigen yang dapat bereaksi dengan bahan bakar
untuk berlangsungnya proses pembakaran sehingga pembakaran dapat
berlangsung jauh lebih efisien. Kondisi ini mampu mereduksi produk
hidrokarbon yang tak terbakar pada gas buang, sebagai biang borosnya
konsumsi bahan bakar.
Pada Gambar 10 ditunjukan bahwa dengan memampatkan udara
masukan ke dalam silinder terjadi peningkatan efisiensi termal sebesar
14,86% dengan penambahan supercharger. Jika intercooler ditambahkan
pada sistim, efisiensi termal dapat ditingkatkan lagi menjadi 23,03%.
Efisiensi termal berbanding terbalik terhadap konsumsi bahan bakar spesifik
(persamaan 15). Ini berarti bahwa semakin rendah konsumsi bahan bakar
spesifik, semakin tinggi efisiensi termalnya. Peningkatan efisiensi termal ini
terjadi karena semakin banyak oksigen yang dapat bereaksi dengan bahan
bakar karena adanya proses pemampatan udara sebelum masuk ke dalam
silinder.
Kesimpulan percobaan diatas
Hasil rancang bangun intercooler serta instalasi sistim pendinginnya
cukup efektif untuk menurunkan temperatur udara termampatkan
sehingga mampu meningkatkan kinerja motor yang menggunakan
sistim force induction.
Penggunaan supercharger tanpa intercooler, meningkatkan
temperatur udara rata-rata sebesar 89,86% walaupun dihasilkan
peningkatan tekanan udara masuk rata-rata 40,01%
Dengan penambahan intercooler, peningkatan temperatur udara rata-
rata dapat ditekan menjadi 43,37%. Walaupun tekanan udara hasil
pemampatan turun menjadi 36,55%, tetapi masih cukup efektif untuk
meningkatkan kinerja motor secara keseluruhan.
Tanpa intercooler, rata-rata terjadi peningkatan daya keluaran poros,
torsi dan efisiensi termal masing-masing sebesar 10,06%, 10,06% dan
14,86%, sedangkan penurunan rata-rata konsumsi bahan bakar
spesifik sebesar 12,79%.
Dengan penambahan intercooler, rata-rata terjadi peningkatan daya
keluaran poros, torsi dan efisiensi termal masing-masing sebesar
19,46%, 19,02% dan 23,03%, sedangkan penurunan rata-rata
konsumsi bahan bakar spesifik sebesar 19,43%.
Motor bakar terbagi menjadi 2 (dua) jenis utama, yaitu motor diesel
dan motor bensin. Perbedaan umum terletak pada sistem penyalaan.
Penyalaan pada motor bensin dinyalakan oleh loncatan bunga api listrik
yang dipercikan oleh busi atau juga sering disebut juga spark ignition
engine. Sedangkan pada motor diesel penyalaan terjadi karena kompresi
yang tinggi di dalam silinder kemudian bahan bakar disemprotkan oleh
nozzle atau juga sering disebut juga Compression Ignition Engine.
Proses Pembakaran
Secara umum pembakaran didefinisikan sebagai reaksi kimia atau
reaksi persenyawaan bahan bakar oksigen (O
2
) sebagai oksidan dengan
temperaturnya lebih besar dari titik nyala. Mekanisme pembakarannya
sangat dipengaruhi oleh keadaan dari keseluruhan proses pembakaran
dimana atom-atom dari komponen yang dapat bereaksi dengan oksigen
yang dapat membentuk produk yang berupa gas.
Untuk memperoleh daya maksimum dari suatu operasi hendaknya
komposisi gas pembakaran dari silinder (komposisi gas hasil pembakaran)
dibuat seideal mungkin, sehingga tekanan gas hasil pembakaran bisa
maksimal menekan torak dan mengurangi terjadinya detonasi. Komposisi
bahan bakar dan udara dalam silinder akan menentukan kualitas
pembakaran dan akan berpengaruh terhadap performance mesin dan
emisi gas buang. Sebagaimana telah diketahui bahwa bahan bakar bensin
mengandung unsur-unsur karbon dan hidrogen.
Terdapat 3 (tiga) teori mengenai pembakaran hidrogen tersebut
yaitu :
b. Hidrokarbon terbakar bersama-sama dengan oksigen
sebelum karbon bergabung dengan oksigen.
c. Karbon terbakar lebih dahulu daripada hidrogen.
d. Senyawa hidrokarbon terlebih dahulu bergabung dengan
oksigen dan membentuk senyawa (hidrolisasi) yang kemudian
dipecah secara terbakar. (Yaswaki, K, 1994).
Dalam sebuah mesin terjadi beberapa tingkatan pembakaran yang
digambarkan dalam sebuah grafik dengan hubungan antara tekanan dan
perjalanan engkol. Berikut adalah gambar dari grafik tingkatan
pembakaran
Proses atau tingkatan pembakaran dalam sebuah mesin terbagi menjadi
empat tingkat atau periode yang terpisah. Periode-periode tersebut
adalah :
1. Keterlambatan pembakaran (Delay Periode)
Periode pertama dimulai dari titik 1 yaitu mulai disemprotkannya
bahan bakar sampai masuk kedalam silinder, dan berakhir pada titik 2.
perjalanan ini sesuai dengan perjalanan engkal sudut a. Selama
periode ini berlangsung tidak terdapat kenaikan tekanan yang melebihi
kompresi udara yang dihasilkan oleh torak, dan selanjutnya bahan
bakar masuk terus menerus melalui nosel.
2. Pembakaran cepat
Pada titik 2 terdapat sejumlah bahan bakar dalam ruang bakar,
yang dipecah halus dan sebagian menguap kemudian siap untuk
dilakukan pembakaran. Ketika bahan bakar dinyalakan yaitu pada titik
2, akan menyala dengan cepat yang mengakibatkan kenaikan tekanan
mendadak sampai pada titik 3 tercapai. Periode ini sesuai dengan
perjalanan sudut engkol b. yang membentuk tingkat kedua.
3. Pembakaran Terkendali
Setelah titik 3, bahan bakar yang belum terbakar dan bahan
bakar yang masih tetap disemprotkan (diinjeksikan) terbakar pada
kecepatan yang tergantung pada kecepatan penginjeksian serta
jumlah distribusi oksigen yang masih ada dalam udara pengisian.
Periode inilah yang disebut dengan periode terkendali atau disebut
juga pembakaran sedikit demi sedikit yang akan berakhir pada titik 4
dengan berhentinya injeksi. Selama tingkat ini tekanan dapat naik,
konstan ataupun turun. Periode ini sesuai dengan pejalanan engkol
sudut c, dimana sudut c tergantung pada beban yang dibawa beban
mesin, semakain besar bebannya semakin besar c.
4. Pembakaran pasca (after burning)
Bahan bakar sisa dalam silinder ketika penginjeksian berhenti
dan akhirnya terbakar. Pada pembakaran pasca tidak terlihat pada
diagram, dikarenakan pemunduran torak mengakibatkan turunnya
tekanan meskipun panas panas ditimbulkan oleh pembakaran bagian
akhir bahan bakar.
Dalam pembakaran hidrokarbon yang biasa tidak akan terjadi gejala
apabila memungkinkan untuk proses hidrolisasi. Hal ini hanya akan terjadi
bila pencampuran pendahuluan antara bahan bakar dengan udara
mempunyai waktu yang cukup sehingga memungkinkan masuknya
oksigen ke dalam molekul hidrokarbon. (Yaswaki. K, 1994)
Bila oksigen dan hidrokarbon tidak bercampur dengan baik maka
terjadi proses cracking dimana akan menimbulkan asap. Pembakaran
semacam ini disebut pembakaran tidak sempurna.
Ada 2 (dua) kemungkinan yang terjadi pada pembakaran mesin
berbensin, yaitu: Pembakaran yang terjadi pada motor bensin terdapat 2
(dua) kemungkinan yang terjadi yaitu :
a. Pembakaran normal
Pembakaran normal terjadi bila bahan bakar dapat terbakar
seluruhnya pada saat dan keadaan yang dikehendaki. Mekanisme
pembakaran normal dalam motor bensin dimulai pada saat terjadinya
loncatan bunga api pada busi, kemudian api membakar gas bakar
yang berada disekitarnya sehingga semua partikelnya terbakar habis.
Didalam pembakaran normal, pembagian nyala api terjadi merata
diseluruh bagian. Pada keadaan yang sebenarnya pembakaran
bersifat komplek, yang mana berlangsung pada beberapa phase.
Dengan timbulnya energi panas, maka tekanan dan temperatur naik
secara mendadak, sehingga piston terdorong menuju TMB.
Pembakaran normal pada motor bensin dapat ditunjukkan pada
gambar grafik dibawah sebagai berikut :
Gambar 2.6. Pembakaran campuran udara-bensin dan
perubahan tekanan didalam silinder (New Traning Manual, PT.
Toyota Astra Motor, 1996)
Gambar grafik diatas dengan jelas memperlihatkan hubungan
antara tekanan dan sudut engkol, mulai dari penyalaan sampai akhir
pembakaran. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa beberapa derajat
sebelum piston mencapai TMA, busi memberikan percikan bunga api
sehingga mulai terjadi pembakaran, sedangkan lonjakan tekanan dan
temperatur mulai point 2, sesaat sebelum piston mencapai TMA, dan
pembakaran point 3 sesaat sesudah piston mencapai TMA.
b. Pembakaran tidak normal
Pembakaran tidak normal terjadi bila bahan bakar tidak ikut
terbakar atau tidak terbakar bersamaan pada saat dan keadaan yang
dikehendaki. Pembakaran tidak normal dapat menimbulkan detonasi
(knocking) yang memungkinkan timbulnya gangguan dan kesulitan-
kesulitan pada motor bakar bensin. Fenomena-fenomena yang
menyertai pembakaran tidak sempurna, diantaranya :
1. Detonasi
Seperti telah diterangkan sebelumnya, pada peristiwa
pembakaran normal api menyebar keseluruh bagian ruang bakar
dengan kecepatan konstan dan busi berfungsi sebagai pusat
penyebaran. Dalam hal ini gas baru yang belum terbakar
terdesak oleh gas yang sudah terbakar, sehingga tekanan dan
suhunya naik sampai mencapai keadaan hampir terbakar. Jika
pada saat ini gas tadi terbakar dengan sendirinya, maka akan
timbul ledakan (detonasi) yang menghasilkan gelombang
kejutan berupa suara ketukan (knocking noise)
2. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya Detonasi
Pada lapisan yang telah terbakar akan berekspansi. Pada
kondisi lapisan yang tidak homogen, lapisan gas tadi akan
mendesak lapisan gas lain yang belum terbakar, sehingga
tekanan dan suhunya naik. Bersamaan dengan adanya radiasi
dari ujung lidah api, lapisan gas yang terdesak akan terbakar
tiba-tiba. Peristiwa ini akan menimbulkan letupan
mengakibatkan terjadinya gelombang tekanan yang kemudian
menumbuk piston dan dinding silinder sehingga terdengarlah
suara ketukan (knocking) yaitu yang disebut dengan detonasi.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya detonasi antara lain
sebagai berikut :
a) Perbandingan kompresi yang tinggi, tekanan kompresi,
suhu pemanasan campuran dan suhu silinder yang
tinggi.
b) Masa pengapian yang cepat.
c) Putaran mesin rendah dan penyebaran api lambat.
d) Penempatan busi dan konstruksi ruang bakar tidak tepat,
serta jarak penyebaran api terlampau jauh.
Proses terjadinya detonasi dapat ditunjukkan pada (gambar 2.7)
dibawah :
Gambar 2.7. Proses terjadinya detonasi
Gambar diatas menjelaskan bahwa detonasi (knocking) terjadi
karena bahan bakar terbakar sebelum waktunya. Hal ini terjadi
pada saat piston belum mencapai posisi pembakaran, tetapi
bahan bakar telah terbakar lebih dahulu.
Kesetabilan kimia dan kebersihan bahan bakar
Kestabilan kimia bahan bakar sangat penting, karena berkaitan
dengan kebersihan bahan bakar yang selanjutnya berpengaruh terhadap
sistem pembakaran dan sistem saluran. Pada temperatur tinggi, bahan
bakar sering terjadi polimer yang berupa endap(an)-endapan gum (getah)
ini berpengaruh kurang baik terhadap sitem saluran misalnya pada katup-
katup dan saluran bahan bakar
Bahan bakar yang mengalami perubahan kimia, menyebabkan
gangguan pada proses pembakaran. Pada bahan bakar juga sering
terdapat saluran/senyawa yang menyebabkan korosi, senyawa ini antara
lain : senyawa belerang, nitrogen, oksigen, dan lain-lain , kandungan
tersebut pada gas solin harus diperkecil untuk mengurangi korosi, korosi
dari senyawa tersebut dapat terjadi pada dinding silinder, katup, busi,
dan lainya, hal inilah yang menyebabkan awal kerusakan pada
mesin.mbakaran, tetapi bahan bakar telah terbakar lebih dahulu.