Professional Documents
Culture Documents
Persamaan diferensial parsial Persamaan Diferensial Parsial (PDP) adalah persamaan yang di dalamnya terdapat suku-suku diferensial parsial, yang dalam matematika diartikan sebagai suatu hubungan yang mengaitkan suatu fungsi yang tidak diketahui, yang merupakan fungsi dari beberapa variabel bebas, dengan turunan-turunannya melalui variabel-variabel yang dimaksud. PDP digunakan untuk melakukan formulasi dan menyelesaikan permasalahan yang melibatkan fungsi-fungsi yang tidak diketahui, yang merupakan dibentuk oleh beberapa variabel, seperti penjalaran suara dan panas, elektrostatika, elektrodinamika, aliran fluida, elastisitas, atau lebih umum segala macam proses yang terdistribusi dalam ruang, atau terdistribusi dalam ruang dan waktu.
Persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua macam tergantung pada jumlah variabel bebas. Apabila persamaan tersebut mengandung hanya satu variabel bebas, persamaan disebut dengan persamaan diferensial parsial. Derajat (order) dari persamaan ditentukan oleh derajat tertinggi dari turunannya. Sebagai contoh persamaan diferensial biasa di bawah ini adalah berorder satu, karena turunan tertingginya adalah turunan pertama.
x dy y!3 dx
Sedang persamaan diferensial biasa berorder dua mengandung turunan kedua sebagai turunan tertingginya, seperti bentuk di bawah ini: d2y dx 3 2y ! 0 2 dx dy Contoh persamaan diferensial parsial dengan variabel bebas x dan t adalah:
x y x2 y ! 2 xt xx
Penyelesaian persamaan diferensial adalah suatu fungsi yang memenuhi persamaan diferensial dan juga memenuhi kondisi awal yang diberikan pada persamaan tersebut. Di dalam penyelesaian persamaan diferensial secara analitis, biasanya dicari penyelesaian umum yang mengandung konstanta sembarang dan kemudian mengevaluasi konstanta tersebut sedemikian sehingga hasilnya sesuai
dengan kondisi awal. Metode penyelesaian persamaan diferensial secara analitis terbatas pada persamaan-persamaan dengan bentuk tertentu, dan biasanya hanya untuk menyelesaikan persamaan linier dengan koefisien konstan. Misalkan suatu persamaan diferensial biasa berorder satu, sebagai berikut:
dy !y dx
(1)
y ! C ex
(2)
yang memberikan banyak fungsi untuk berbagai nilai koefisien C. Gambar 1, menunjukkan beberapa kemungkinan dari penyelesaian persamaan (2), yang tergantung pada nilai C. Untuk mendapatkan penyelesaian tunggal diperlukan informasi tambahan, misalnya nilai y (x) dan atau turunannya pada nilai x tertentu. Untuk persamaan order n biasanya diperlukan n kondisi untuk mendapatkan penyelesaian tunggal y (x). Apabila semua n kondisi diberikan pada nilai x yang sama (misalnya x0), maka permasalahan disebut dengan problem nilai awal. Apabila dilibatkan lebih dari satu nilai x, permasalahan disebut dengan problem nilai batas. Misalnya persamaan (1), disertai kondisi awal yaitu x = 0, nilai y = 1 atau: y ( x ! 0) ! 1 (3) Substitusikan persamaan (8.3) ke dalam persamaan (2) memberikan:
1!
atau
y ( x ! 0) ! 1 adalah:
e0
y ! ex
Gambar 1. Penyelesaian persamaan
dy !y dx
Metode penyelesaian numerik tidak ada batasan mengenai bentuk persamaan diferensial. Penyelesaian berupa tabel nilai-nilai numerik dari fungsi untuk berbagai variabel bebas. Penyelesaian suatu persamaan diferensial dilakukan pada titik-titik yang ditentukan secara berurutan. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti maka jarak (interval) antara titik-titik yang berurutan tersebut dibuat semakin kecil. Penyelesaian persamaan (1) dan persamaan (3) adalah mencari nilai y sebagai fungsi dari x. Persamaan diferensial memberikan kemiringan kurve pada setiap titik sebagai fungsi x dan y. Hitungan dimulai dari nilai awal yang diketahui, misalnya di titik (x0, y0). Kemudian dihitung kemiringan kurve (garis singgung) di titik tersebut. Berdasar nilai y0 di titik x0 dan kemiringan fungsi di titik-titik tersebut dapat dihitung nilai y1 di titik x1 yang berjarak (x dari x0. Selanjutnya titik (x1, y1) yang telah diperoleh tersebut digunakan untuk menghitung nilai y2 di titik x2 yang berjarak (x dari x1. Prosedur hitungan tersebut diulangi lagi untuk mendapatkan nilai y selanjutnya, seperti pada Gambar 2.
1. Metode Euler Metode Euler adalah salah satu dari metode satu langkah yang paling sederhana. Di banding dengan beberapa metode lainnya, metode ini paling kurang teliti. Namun demikian metode ini perlu dipelajari mengingat kesederhanaannya dan mudah pemahamannya sehingga memudahkan dalam mempelajari metode lain yang lebih teliti. Metode Euler dapat diturunkan dari Deret Taylor:
y i 1 ! y i y i' x x2 y i'' ... 1! 2!
Apabila nilai (x kecil, maka suku yang mengandung pangkat lebih tinggi dari 2 adalah sangat kecil dan dapat diabaikan, sehingga persamaan diatas dapat ditulis menjadi:
yi 1 ! yi yi x (5)
Dengan membandingkan persamaan (4) dan persamaan (5) dapat disimpulkan bahwa pada metode Euler, kemiringan * = yi' = f (xi , yi), sehingga persamaan (5) dapat ditulis menjadi:
yi 1 ! yi f ( xi , yi ) x (6)
dengan i = 1, 2, 3, Persamaan (6) adalah metode Euler, nilai yi + 1 diprediksi dengan menggunakan kemiringan fungsi (sama dengan turunan pertama) di titik xi
untuk diekstrapolasikan secara linier pada jarak sepanjang pias ( x. Gambar 3, adalah penjelasan secara grafis dari metode Euler. Gambar 3. Metode Euler
Contoh soal: Selesaikan persamaan di bawah ini: dy ! f ( x, y) ! 2 x 3 12 x 2 20 x 8,5. dx y (0) ! 1. dari x = 0 sampai x = 4 dengan panjang langkah (x = 0,5 dan (x = 0,25.
y ! 0,5 x 4 4 x 3 10 x 2 8,5 x 1.
Penyelesaian numerik dilakukan secara bertahap pada beberapa titik yang berurutan. Dengan menggunakan persamaan (6), dihitung nilai yi
+ 1
yang
berjarak (x = 0,5 dari titik awal yaitu x = 0. Untuk i = 0 maka persamaan (6), menjadi:
y1 ! y 0 f ( x 0 , y 0 ) (x
Dari kondisi awal, pada x = 0 nilai fungsi y (0) = 1, sehingga: y (0,5) ! y (0) f (0 ; 1) 0,5.
sehingga: y ( 0,5 ) ! 1 8,5 (0,5) ! 5,25. Nilai eksak pada titik x = 0,5 adalah:
Hitungan dilanjutkan dengan prosedur diatas dan h asilnya diberikan dalam Tabel 1, Untuk (x = 0,25, hitungan dilakukan dengan prosedur diatas dan hasilnya juga diberikan dalam Tabel 1. Dalam contoh tersebut dengan nilai ( x berbeda, dapat disimpulkan bahwa penggunaan (x yang lebih kecil akan memberikan hasil yang lebih teliti. Tetapi konsekuensinya waktu hitungan menjadi lebih lama.
Kesalahan Metode Euler Penyelesaian numerik dari persamaan diferensial biasa menyebabkan terjadinya dua tipe kesalahan, yaitu: 1) Kesalahan pemotongan, yang disebabkan oleh cara penyelesaian yang digunakan untuk perkiraan nilai y, 2) Kesalahan pembulatan, yang disebabkan oleh keterbatasan jumlah angka (digit) yang digunakan dalam hitungan.
Kesalahan pemotongan terdiri dari dua bagian. Pertama adalah kesalahan pemotongan lokal yang terjadi dari pemakaian suatu metode pada satu langkah. Kedua adalah kesalahan pemotongan menyebar yang ditimbulkan
dari perkiraan yang dihasilkan pada langkah-langkah berikutnya. Gabungan dari kedua kesalahan tersebut dikenal dengan kesalahan pemotongan global. Besar dan sifat kesalahan pemotongan pada metode Euler dapat dijelaskan dari deret Taylor. Untuk itu dipandang persamaan diferensial berbentuk: y ! f ( x, y ) (7) dengan y ' !
dy , sedang x dan y adalah variabel bebas dan tak bebas. dx
(9)
x 0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00 2,25 2,50 2,75 3,00 3,25 3,50
y eksak y perk 1,00000 2,56055 3,21875 3,27930 3,00000 2,59180 2,21875 1,99805 2,00000 2,24805 2,71875 3,34180 4,00000 4,52930 4,71875 7,12500 5,87500 4,75000 4,50000 5,12500 5,87500 5,25000 1,00000
I t (%)
I t (%)
22,04 29,85 36,99 44,79 53,13 60,21 62,27 56,25 44,57 33,05 25,07 21,09 20,74 24,34
63,11
4,17969 4,49219
95,83
4,34375 3,96875
130,99
3,55469 3,24219
125,00
3,12500 3,25000
74,71
3,61719 4,17969
46,88
4,84375 5,46875
50,99
5,86719
3,75 4,00
5,80469 5,00000
34,66 66,67
Perbandingan antara persamaan (6) dan persamaan (9) menunjukkan bahwa metode Euler hanya memperhitungkan dua suku pertama dari ruas kanan persamaan (9). Kesalahan yang terjadi dari metode Euler adalah karena tidak
dengan I t adalah kesalahan pemotongan lokal eksak. Untuk (x yang sangat kecil, kesalahan seperti yang diberikan oleh persamaan (10), adalah berkurang dengan bertambahnya order (order yang lebih tinggi). Dengan demikian suku yang mengandung pangkat lebih besar dari dua dapat diabaikan, sehingga persamaan (10) menjadi:
I a ! f ' ( xi , yi ) x2 (11) 2!
Contoh soal: Hitung kesalahan yang terjadi dari penggunaan metode Euler dalam contoh sebelumnya pada langkah pertama.
Penyelesaian: Kesalahan eksak dihitung dengan persamaan (10). Oleh karena persamaan yang diselesaikan adalah polinomial order 3 maka kesalahan yang diperhitungkan hanya sampai suku ke tiga, karena turunan keempat dari persamaan pangkat tiga adalah nol, sehingga persamaan (10) menjadi:
I t ! f ' ( xi , yi ) x2 x3 x4 f ' ' ( xi , y i ) f '' ' ( xi , yi ) 4! 3! 2!
Pada langkah pertama berarti x1 = 0, sehingga nilai turunan pertama, kedua dan ketiga adalah:
f ' ( xi , yi ) ! 6 x 2 24 x (20) ! 6 (0 2 ) 24 (0) 20 ! 20. f '' ( xi , yi ) ! 12 x 24 ! 12 (0) 24 ! 24. f ''' ( xi , yi ) ! 12. Dengan demikian kesalahan yang terjadi untuk (x = 0,5 adalah:
I t ! 20 (0,5 4 ) (0,53 ) (0,5 2 ) 24 12 ! 2,03125 . 24 6 2
Dengan menggunakan (x = 0,25 kesalahan yang terjadi lebih kecil dibanding dengan penggunaan (x = 0,5. Kesalahan tersebut terjadi pada langkah pertama, dan akan merambat pada langkah-langkah berikutnya, karena nilai perkiraan pada langkah pertama (yang mempunyai kesalahan) digunakan sebagai dasar hitungan pada langkah selanjutnya.
2. Metode Poligon/ Metode Eurel yang Dimodifikasi Metode Poligon dapat juga disebut sebagai modifikasi dari metode Euler. Metode Euler digunakan untuk memprediksi kemiringan nilai y pada titik tengah interval. Untuk itu pertama kali dihitung nilai yi + 1/2 berikut ini. Gambar 5 adalah penjelasan dari metode tersebut.
y
1 i 2
! yi f ( xi , yi )
x 2
Kemudian nilai tersebut digunakan untuk mengestimasi kemiringan pada titik tengah interval, yaitu : y'
i 1 2
! f (x
i
1 2
,y
i
1 2
) (12)
Kemiringan tersebut merupakan perkiraan dari kemiringan rerata pada interval, yang kemudian digunakan untuk ekstrapolasi linier dari xi ke xi dengan menggunakan metode Euler:
yi 1 ! yi f ( x
+ 1
i
1 2
,y
i
1 2
) x (13)
Contoh soal: Selesaikan persamaan berikut dengan metode Poligon untuk (x = 0,1.
dy ! f ( x , y ) ! e x (c.1) dt
x 0,1 ! 1 (1 v ) ! 1,05. 2 2
Prosedur hitungan tersebut diatas diulangi lagi untuk langkah-langkah berikutnya, dan hasilnya diberikan dalam Tabel 2 Tabel 2. Hasil hitungan dengan metode Poligon
I t (%)
3. Metode Runge-Kutta Pada metode Euler memberikan hasil yang kurang teliti maka untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti perlu diperhitungkan suku yang lebih banyak dari deret Taylor atau dengan menggunakan interval (x yang kecil. Kedua cara tersebut tidak menguntungkan. Penghitungan suku yang lebih banyak memerlukan turunan yang lebih tinggi dari fungsi nilai y (x), sedang penggunaan (x yang kecil menyebabkan waktu hitungan lebih panjang. Metode Runge-Kutta memberikan hasil ketelitian yang lebih besar dan tidak memerlukan turunan dari fungsi, bentuk umum dari metode Runge-Kutta adalah:
yi 1 ! yi ( xi , y i , x ) x (14)
dengan *(xi, yi, (x) adalah fungsi pertambahan yang merupakan kemiringan rerata pada interval. Fungsi pertambahan dapat ditulis dalam bentuk umum:
Nilai k1 muncul dalam persamaan untuk menghitung k2, yang juga muncul dalam persamaan untuk menghitung k3, dan seterusnya. Hubungan yang berurutan ini membuat metode Runge-Kutta adalah efisien dalam hitungan. Ada beberapa tipe metode Runge-Kutta yang tergantung pada nilai n yang digunakan. Untuk n = 1, yang disebut Runge-Kutta order satu, persamaan (14) menjadi:
! a1k1 ! a1 f ( xi , yi )
Di dalam metode Runge-Kutta, setelah nilai n ditetapkan, kemudian nilai a, p dan q dicari dengan menyamakan persamaan (13) dengan suku-suku dari deret Taylor.
dengan:
dengan berikut:
f ' ( xi , yi ) !
xf xf dy (18) xx xy dx
Dalam metode Runge-Kutta ini dicari nilai a1, a2 , p1 dan q11 sedemikian sehingga persamaan (16a) ekivalen dengan persamaan (20). Untuk itu digunakan deret Taylor untuk mengembangkan persamaan (16c). Deret Taylor untuk fungsi dengan dua variabel mempunyai bentuk: g ( x r , y s ) ! g ( x, y ) r
xg xg s ... xx xy
Dengan cara tersebut, persamaan (16c) dapat ditulis dalam bentuk: f ( xi p1 x, yi q11k1 x) ! f (xi , yi ) p1 x
xf xf q11k1 x 0( x 2 ) xx xy
Bentuk diatas dan persamaan (16b) disubstitusikan ke dalam persamaan (15a) sehingga menjadi: yi 1 ! yi a1 x f ( xi , yi ) a2 x f ( xi , yi ) a2 p1 x 2
a2 q11 x 2 f ( xi , yi ) xf 0( x 3 ) xx xf xx
atau
y1 1 ! y i ?a1 f ( xi , yi ) a2 f ( xi , yi )A x
(21) xf xf a2 p1 a2 q11 f ( xi , yi ) x 2 0 ( x 3 ) xx xx Dengan membandingkan persamaan (20) dan persamaan (21), dapat disimpulkan bahwa kedua persamaan akan ekivalen apabila: a1 + a2 = 1. a2 p1 = a2 q11 =
1 . 2 1 . 2
Sistem persamaan diatas yang terdiri dari tiga persamaan mengandung empat bilangan tak diketahui, sehingga tidak bisa diselesaikan. Untuk itu salah satu bilangan tak diketahui ditetapkan, dan kemudian dicari ketiga bilangan yang lain. Dianggap bahwa a2 ditetapkan, sehingga persamaan (22a) sampai persamaan (22c) dapat diselesaikan dan menghasilkan:
a1 ! 1 a 2 (23a)
p1 ! q11 !
1 (23b) 2a2
Karena nilai a2 dapat dipilih sembarang, maka akan terdapat banyak metode Runge-Kutta order 2. Dibawah ini merupakan 3 metode RungeKutta order 2 yang sering digunakan. a) Metode Heun Apabila a2 dianggap
1 , maka persamaan (23a) dan persamaan (23b) 2
dapat diselesaikan dan diperoleh: 1 a1 ! . 2 p1 ! q11 ! 1. Parameter tersebut apabila disubstitusikan ke dalam persamaan (16a) akan menghasilkan:
1 1 yi 1 ! yi ( k1 k 2 ) x (24a) 2 2
dengan:
k1 ! f ( xi , yi ) (24b) k 2 ! f ( xi x, yi k1 x) (24c)
dimana k1 adalah kemiringan fungsi pada awal interval dan k2 adalah kemiringan fungsi pada akhir interval. Dengan demikian metode Runge-Kutta order 2 adalah sama dengan metode Heun.
b) Metode Poligon (a2 = 1) Apabila a2 dianggap 1, maka persamaan (23a) dan persamaan (23b) dapat diselesaikan dan diperoleh: a1 ! 0. 1 p1 ! q11 ! . 2 Parameter tersebut apabila disubstitusikan ke dalam persamaan (16a) akan menghasilkan:
yi 1 ! y i k 2 x (25a)
dengan:
k1 ! f ( xi , yi ) (25b)
k 2 ! f ( xi 1 1 x, yi k1 x ) (25c) 2 2
sehingga :
1 2 yi 1 ! yi ( k1 k 2 ) x (26a) 3 3
dengan: k1 ! f ( xi , yi ) (15b)
k 2 ! f ( xi 3 3 x, yi k1 x ) (26c) 4 4
Contoh soal: Selesaikan persamaan diferensial berikut ini dengan metode Raltson.
dy ! 2 x 3 12 x 2 20 x 8,5. dx
dari x = 0 sampai x = 4 dengan menggunakan langkah (x ! 0,5. Kondisi awal pada x = 0 adalah y = 1.
Peyelesaian: Langkah pertama adalah menghitung k1 dan k2 dengan menggunakan persamaan (16b) dan persamaan (16c):
k1 ! f ( x0 , y0 ) ! 2(0 3 ) 12(0 2 ) 20(0) 8,5 ! 8,5. k 2 ! f ( xi 3 3 x, yi k1 x ) ! f (0,375 ; 14,1875 ). 4 4 3 ! 2( 0,375 ) 12( 0,375 2 ) 20(0,375) 8,5 ! 2,58203125 .
2) Metode Runge-Kutta Order 3 Metode Runge-Kutta Order 3 diturunkan dengan cara yang sama dengan order 2 untuk nilai n = 3. Hasilnya adalah 6 persamaan dengan 8 bilangan tak diketahui. Oleh karena itu 2 bilangan tak diketahui harus ditetapkan untuk mendapatkan 6 bilangan tak diketahui lainnya. Hasil yang biasa digunakan adalah:
yi 1 ! yi 1 ( k1 4k 2 k 3 ) x (26a) 6
dengan:
k1 ! f ( xi , yi ) (26b)
k 2 ! f ( xi 1 1 x, yi k1 x ) (26c) 2 2
k3 ! f ( xi x, yi k1 x 2k 2 x) (26d) Contoh soal: Selesaikan persamaan berikut dengan metode Runge-Kutta order 3.
dy ! 2 x 3 12 x 2 20 x 8,5. dx
dari x = 0 sampai x = 4 dengan menggunakan langkah (x ! 0,5. Kondisi awal pada x = 0 adalah y = 1.
Penyelesaian: Langkah pertama pada metode Runge-Kutta order 3 yaitu menghitung k1, k2 dan k3.
k1 ! 2 (0 3 ) 12( 0 2 ) 20(0) 8,5 ! 8,5. k 2 ! 2( 0, 253 ) 12(0, 25 2 ) 20(0,25) 8,5 ! 4,21875 . k 3 ! 2 (0,53 ) 12(0,52 ) 20( 0,5) 8,5 ! 1, 25.
3) Metode Runge-Kutta Order 4 Metode Runge-Kutta order 4 banyak digunakan karena mempunyai ketelitian lebih tinggi. Metode ini mempunyai bentuk:
yi 1 ! y i
1 ( k1 2k 2 2k 3 k 4 ) x (27a) 6
dengan: k1 ! f ( xi , yi ) (27b)
k 2 ! f ( xi k 3 ! f ( xi 1 1 x, yi k1 x ) (27c) 2 2 1 1 x, yi k 2 x ) (27d) 2 2
k 4 ! f ( xi x, yi k 3 x ) (27e)
dari x = 0 sampai x = 4 dengan menggunakan langkah (x ! 0,5. Kondisi awal pada x = 0 adalah y = 1.
Penyelesaian: Langkah pertama pada metode Runge-Kutta order 4 yaitu menghitung k1, k2, k3 dan k4. k1 ! 2 (0 3 ) 12(0 2 ) 20(0) 8,5 ! 8,5. k 2 ! 2(0,253 ) 12(0,252 ) 20(0,25) 8,5 ! 4,21875. k3 ! 2(0,253 ) 12(0,252 ) 20(0,25) 8,5 ! 4,21875. k 4 ! 2 (0,53 ) 12(0,5 2 ) 20(0,5) 8,5 ! 1,25. Dengan menggunakan persamaan (8.33a), dihitung nilai y (x):
HEUN Y 1.00000 3.43750 3.37500 2.68750 2.50000 3.18750 4.37500 4.93750 3.00000
I t (%)
POLIGON Y 1.00000 3.27734 3.10156 2.34766 2.14063 2.85547 4.11719 4.80078 3.03125
I t (%)
RALSTON Y 1.00000 3.27734 3.10156 2.34766 2.14063 2.85547 4.11719 4.80078 3.03125
I t (%)
RUNGE-KUTTA Y 1.00000 3.21875 3.00000 2.21875 2.00000 2.71875 4.00000 4.71875 3.00000
I t (%)