You are on page 1of 29

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, yang disebabkan oleh infeksi protozoa genus plasmodium. World Health Organization (WHO), memperkirakan terdapat 300-500 juta orang terinfeksi malaria tiap tahunnya, dengan angka kematian berkisar 1,5 juta sampai 2,7 juta per tahun. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian tiap tahunnya. Diperkiraan 35 % penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. Dari 293 kabupaten / kota, 167 diantaranya merupakan daerah endemis. Daerah dengan kasus malaria tertinggi adalah Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Sulawesi Tenggara.1,2 Terdapat 4 jenis spesies parasit yang berbeda, yaitu Plasmodium falsiparum, P.Vivax, P. Ovale dan P. Malariae. Malaria Tropika yang disebabkan oleh P. falsiparum, merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Plasmodium falsiparum sering dapat menyebabkan malaria berat. Plasmodium ini membunuh > 1 juta orang tiap tahunnya. Malaria dengan komplikasi digolongkan sebagai malaria berat, yaitu menurut definisi WHO tahun 2006, merupakan infeksi Plasmodium falsiparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi berupa : malaria serebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru, hipoglikemi, syok, perdarahan, kejang, asidosis dan makroskopis hemoglobinuria.1

1.2 Rumusan Masalah Yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah : Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang mengalami malaria berat?

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya: a. Untuk memahami teori mengenai malaria berat. b. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus malaria berat pada pasien secara langsung. c. Untuk memahami perjalanan penyakit malaria berat.

1.4 Manfaat Penulisan Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya: a. Memperkukuh landasan teori ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit dalam, khususnya mengenai malaria berat. b. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami topik topik lebih lanjut yang berkaitan dengan malaria berat.

BAB 2 ISI

2.1 Definisi Malaria berat didefinisikan WHO (2006) sebagai parasitemia P. falciparum fase aseksual disertai dengan satu atau lebih yang gambaran klinis atau laboratorium berikut, kelemahan, gangguan kesadaran, respiratory distress, kejang berulang, syok, edema paru, perdarahan abnormal, ikterik, hemoglobinuria, anemia berat, hipoglikemia, asidosis, gangguan fungsi ginjal, hiperlaktatemia, atau hiperparasitemia.3 Sementara malaria serebral adalah malaria yang ditandai dengan adanya tanda-tanda penurunan kesadaran berupa apatis, disorientasi, sopor, somnolen,stupor, atau koma yang terjadi secara perlahan dalam waktu beberapa hari atau mendadak dalam waktu 1 jam yang -2 seringkali disertai kejang.3

2.2 Epidemiologi Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di seluruh dunia. Kira-kira lebih dua milyar atau lebih 40 % penduduk dunia hidup di daerah bayang -bayang malaria. Jumlah kasus malaria di Indonesia kira-kira 30 juta/tahun, angka kematian 100.000/ tahun. Di sulawesi utara, malaria termasuk 10 penyakit terbanyak dengan komplikasi malaria serebral > 3 %. Sekitar 100-300 juta penduduk dunia diserang penyakit ini, 6 juta diantaranya menderita infeksi aktif dengan angka kematian > 1 juta pertahun.4

2.3 Patogenesis dan Patofisiologi Perlekatan Sel Darah Merah pada Endotel Vaskuler Perbedaan terpenting antara P. falciparum dan jenis lainnya adalah kemampuan P. falciparum untuk memodifikasi permukaan sel darah merah dan berkelatan pada endotel vaskular dan plasenta. Sel darah merah yang dapat berkelatan ini adalah sel darah merah yan g menggandung parasit aseksual dan gametosit, akibatnya hanya parasit bentuk cincin yang dapat ditemukan dalam sirkulasi darah. Permukaan sel darah merah yang terinfeksi tropozoit dan schizont diselubungi oleh tonjolan-tonjolan yang memungkinkan sel darah merah untuk melekat satu sama lain dan menghindari penghancuran di limpa perlekatan eritrosit pada reseptor host penting karena hal ini meningkatkan kemampuan adhesi parasit pada endotel

vaskular. Hanya dua reseptor yang sejauh ini dapat menyebabkan perlekatan yang stabil, yaitu CD36 dan chondroitin sulfate (CSA).5 Eritrosit terinfeksi akan berkumpul (sekuestrasi) pada berbagai organ termasuk jantung, paru, otak, hati, ginjal, jaringan subkutan, plasenta. Untuk bersekuestrasi pada vaskuler endotel, parasit malaria harus dapat mengekspresikan berbagai protein untuk berikatan pada endotel, tetapi protein membran P. falciparum erythrocyte membrane protein 1 (PfEMP1) yang diekspresikan pada eritrosit terinfeksi dapat berikatan pada berbagai reseptor.5 Pada sebagian besar kasus, perlekatan pada endotel tidak menyebabkan komplikasi. Tetapi sekuestrasi berlebih pada plasenta dapat menyebabkan kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, meningkatkannya angka kematian pada bayi baru lahir dan anemia pada ibu. Eritrosit pda kasus ini berikatan pada reseptor CSA. Sekuestrasi parasit pada otak dapat menyebabkan malaria cerebral karena perlekatan pada reseptor ICAM-1. 5

Sumber: Das, 2008

Respons Imun Proinflamasi Antibodi dan respons proinflamasi melindungi host terhadap stadium aseksual. Proteksi dilakukan oleh respons proinflamasi yang berhubungan dengan sitokin TNF- dan IFN-G dan nitric oxide (NO). Hal ini menyebabkan supresi sumsum tulang dan malaria cerebral. Sebuah hipotesis menyarankan bahwa TNFmenginduksi sel endotel otak untuk mengekspresikan ICAM-1. Kadar NO juga meningkat pada malaria cerebral.5

Patofisiologi Malaria Serebral Walaupun P. vivax dapat menyebabkan malaria berat pada manusia termasuk edema paru, hemoglobinuria, dan koma, sebagian besar malaria berat disebabkan oleh P. falciparum. P. falciparum adalah spesies satu-satunya yang dapat menginduksi perlekatan eritrosit terinfeksi pada vaskular endotel. Saat parasit menjadi matang, protein parasit ditransportasikan dan diimplementasikan pada membran sel eritrosit. Protein PfEMP1 adalah protein paling penting dalam proses sitoadheren. Pada keadaan febris, sitoadherens dapat terjadi dalam waktu 12 jam, dan 50% dari efek maksimal dapat telihat dalam 14-16 jam. Protein PfEMP1 menginduksi terjadinya sitoadherens dan menyebabkan sedikitnya parasit yang terdeteksi pada pemeriksaan darah tepi. Sitoadherens juga menyebabkan terganggunya penghancuran eritrosit terinfeksi di limpa. 6

Sekuestrasi dari eritrosit terinfeksi akan mengganggu mikrosirkulasi organ vital. Selain itu terjadi gangguan deformalitas dari eritrosit terinfeksi dan eritrosit tidak terinfeksi. Dinding eritrosit yang kaku akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ke organ vital dan menyebabkan disoksia dengan asidosis, disfungsi organ dan kematian. Pada infeksi P. falciparum juga terjadi roseting dan auto-aglutinasi yang dapat memperberat aliran mikrosirkulasi. Proses roseting adalah sebuah fenomena dimana eritrosit tidak terinfeksi melekat pada eritrosit yang mengandung parasit matur. 6 Pada malaria berat dan seperti pada infeksi berat lainnya, kadar sitokin proinflamasi seperti TNF- , IL-1, IL-6, IL-8 meningkat, begitu juga dengan sitokin anti-inflamasi seperti IL-4 dan IL-10. Pada pasien malaria terjadi ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi dan anti-inflamasi. Stimulator poten untuk produksi sitokin proinflamasi adalah glycosylphosphatidylinositol (GPI) pada P. falciparum. GPI akan menstimulasi produksi TNF- dan limfotoksin. Kedua sitokin ini dapat meningkatkan ekspresi reseptor ICAM-1 dan VCAM-1 pada endotel vaskuler dan menyebabkan terjadinya sekuestrasi pada otak dan koma.6

2.4 Gejala Klinis Gejala klinis malaria pada umumnya muncul 9-14 hari setelah gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi. Gejala yang dapat muncul termasuk menggigil yang tiba-tiba, demam yang bersifat intermiten, keringat, kelelahan, sakit kepala, kejang, dan delirium. Waktu inkubasi malaria tergantung pada lingkungan. Kondisi yang optimal dapat menyebabkan manifestasi gejala klinis dalam 7 hari saja.8 World Health Organization (2000) telah mengklasifikasikan beberapa kondisi tertentu sebagai tanda-tanda infeksi malaria berat. Kondisi tersebut termasuk malaria serebral, masalah pernapasan, hipoglikemia, sirkulasi kolaps atau shok, perdarahan spontan atau disseminated intravascular coagulation (DIC), keterlibatan ginjal atau blackwater fever, anemia berat, kejang berulang, penurunan kesadaran, prostration, jaundis, muntah tidak henti, dan parasitemia yang melebihi 2%.9 Blackwater fever merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh hemolisis intravaskular yang luas dan berlaku baik pada sel yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi, sehingga menyebabkan urin berwarna hitam.10 10% pasien dengan infeksi malaria berat akan meninggal oleh karena disfungsi multiorgan.11

2.5 Diagnosis Pewarnaan Giemsa pada sediaan tebal dan tipis merupakan standar untuk diagnosa malaria.12 National Institute of Malaria Research (2009) juga mengatakan bahwa sediaan tebal dan tipis merupakan gold standard untuk menegakkan suatu diagnosa malaria. Keuntungan dari perwarnaan adalah ia mempunyai sensitivitas yang tinggi. Ini menunjukkan pewarnaan Giemsa mampu mendeteksi parasit malaria walaupun pada densitas yang rendah. Selain itu, pewarnaan Giemsa juga dapat menghitung beban parasit dan membedakan spesies malaria dan stadiumnya.13 Pemeriksaan diagnostik yang lain termasuk analisa quantitative buffy coat (QBC) dan rapid diagnostic tests (RDT). QBC merupakan suatu metode mikroskopik alternatif di mana buffy coat yang telah disentrifuge diwarnai dengan flurokrom sehingga parasit malaria kelihatan terang apabila diperiksa di bawah mikroskop.10 WHO (2005) menjelaskan bahwa RDT, yang juga disebut sebagai dip stick atau malaria rapid diagnostic devices (MRRDs), membantu menegakkan diagnosa malaria dengan membuktikan kehadiran parasit malaria dalam darah manusia. RDT merupakan alternatif terhadap diagnosa yang ditegakkan Walaupun terdapat berbagai jenis RDT, tetapi prinsip berdasarkan manifestasi klinis, terutama pada tempat yang tidak mempunyai sarana mikroskopis yang berkualitas. kerjanya sama, yaitu dengan mendeteksi antigen spesifik (protein) yang dihasilkan oleh parasit malaria dan berada dalam sirkulasi darah orang yang terinfeksi. Beberapa RDT hanya mampu mendeteksi satu spesies Plasmodium sedangkan yang lain bisa mendeteksi beberapa spesies Plasmodium. Darah untuk pemeriksaan RDT biasanya diambil melalui finger prick. Menurut Roe & Pasvol (2009), keuntungan RDT adalah pemeriksaan ini tidak memerlukan kepakaran yang tinggi untuk pelaksanaannya. Walaupun begitu, biaya RDT mahal dan pemeriksaan tidak bersifat kuantitatif. Polymerase chain reaction (PCR) sangat berguna untuk menegakkan diagnosa malaria berdasarkan spesiesnya dan mendeteksi infeksi walaupun pada kadar parasitemia yang rendah. Namun, biaya yang mahal, waktu lama yang diperlukan serta peralatan khas yang diperlukan menyebabkan pemeriksaan malaria dengan menggunankan tidak praktis (Roe & Pasvol, 2009). Marano & Freedman (2009) mengatakan bahwa PCR diperlukan untuk Ini karena pemeriksaan dengan mengidentifikasikan infeksi Plasmodium knowlesi.

mikroskopi sediaan tebal dan tipis sering menimbulkan kekeliruan dengan spesies Plasmodium malariae yang infeksinya bersifat lebih jinak berbanding Plasmodium knowlesi. Tes serologi seperti indirect fluorescent antibody technique dan enzyme-linked-

immunosorbent assays (ELISA) tidak mempunyai nilai diagnostik untuk diagnosis malaria. Walaupun begitu, metode serologis sangat berguna untuk skrinning pendonor darah asimptomatis.12

2.6 Diagnosis Banding Malaria berat atau malaria dengan komplikasi dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut3,14 : 1. Radang Otak (meningitis/ensefalitis 2. Stroke (gangguan serebrovaskuler) 3. Tifoid ensefalopati 4. Hepatitis 5. Leptospirosis berat 6. Glomerulonefritis akut atau kronik 7. Sepsis 8. Demam berdarah dengue atau Dengue Shock Syndrome

2.7 Penatalaksanaan Objektif penatalaksanaan Objektif utama adalah menghindari daripada kematian dan objektif kedua adalah mencegah kecacatan dan kekambuhan. Mortalitas mencapai hampir 100% pada pasien yang menderita malaria berat tanpa diobati. Dengan pengobatan yaitu penatalaksanaan antimalaria yang efektif dan penanganan suportif yang baik, mortalitas jatuh ke 15-20%. Kematian akibat malaria sering terjadi dalam waktu beberapa jam setelah di rumah sakit atau praktik dokter, jadi pemberian obat antimalaria yang tepat secepat mungkin adalah sangat penting. Penatalaksanaan malaria berat terbagi kepada 4 bidang: penilaian klinis, pemberian terapi antimalaria yang spesifik, terapi adjuvan dan penanganan suportif.

Penilaian klinis Malaria berat merupakan kondisi gawat darurat medik. Memastikan saluran napas senantiasa terbuka pada pasien yang tidak sadar dan penilaian pernafasan serta sirkulasi harus dilakukan. Berat badan pasien harus ditimbang atau memperkirakan berat badan pasien supaya obat dapat diberi secara tepat. Pemasangan infus set harus dipasang dan mengukur kadar hemoglobin/haematokrit, parasitamia dan pada orang dewasa renal function test harus

dilakukan. Pemeriksaan klinis yang lain harus dilakukan termasuk kesadaran pasien dengan menggunakan Glasgow coma scale (GCS) pada orang dewasa dan simple Blantyre modifcation/ childrens Glasgow coma scale pada anak-anak. Pasien yang tidak sadar harus dilakukan pungsi lumbar untuk menganalisis cairaan serebrospinal (CSS) untuk menyingkirkan meningitis bakterial. Derajat asidosis merupakan suatu penentu untuk prognosa pasien oleh itu, plasma bikarbonat atau nilai asam laktat pada vena harus diukur bila kondisi diizinkan. Jika terdapat fasilitas untuk mengukur gas darah atau pH darah, harus dilakukan pada pasien yang tidak sadar, hiperventilasi atau syok. Pemeriksaan darah yang harus dilakukan adalah cross-match, CBC, platelet count, clotting studies dan kultur darah. Penilaian keseimbangan cairan adalah sangat penting pada malaria berat. Distres respiratori terutamanya pada pernafasan asidosis pada anak yang menderita anemia berat sering merupakan indikasi hipovolemia yang memerlu rehidrasi dengan cepat dan transfusi darah. Terapi antimalaria yang spesifik Untuk orang dewasa dan anak-anak, artesunat 2,4mg/kg BB IV atau IM diberi pada jam 0, 12, dan 24 kemudian diberi sekali sehari direkomendasikan. Arthemether atau kinin sebagai alternatif jika artesunat parenteral tidak ada. Artemether 3,2,mg/kgBB IM diberi kemudian 1,6m/kgBB/hari; atau kinin 20 mg garam/kgBB diberi secara IV or IM kemudian 10mg/kgBB setiap 8 jam; kadar infusi tidak boleh melebihi 5mg garam/kgBB per jam. Pemberian artersunat supersitoria dengan dosis 10mg/kgBB dilakukan jika pemberian IV atau IM tidak dapat dilakukan, bila artersunat diekskresi dalam 30 menit, pem berian obat diulang. Pemberian antimalarial parenteral untuk mengobati pasien yang menderita malaria berat harus minimal 24 jam apabila dimulai dan selepas itu, menlengkapi penatalaksanaan dengan memberi: Artemether ditambah dengan lumefantrine dengan dosis 20mg/120mg per tablet. Pada orang dewasa dengan berat badan 35 kg atau di atas 35 kg diberi 24 tablet selama 3 hari. Hari pertama diberi 4 tablet kemudian diberi 4 tablet lagi setelah 8 jam lagi. Hari ke-2 dan ke-3 diberi 4 tablets sebanyak 2 kali per hari (pagi dan siang) Pada anak-anak dengan berat badan: 5-14kg diberi 6 tablet selama 3 hari. Pada hari pertama diberi 1 tablet kemudian diberi lagi setelah 8 jam

10

Pada hari ke-2 dan ke-3 diberi 1 tablet selama 2 kali per hari (pagi dan siang) Pasien dengan berat badan 25-34 kg diberi 18 tablet selama 3 hari. Pada hari pertama diberi 3 tablet dan diberi lagi setelah 8 jam. Pada hari ke-2 dan ke-3 diberi 3 tablet selama 2 kali per hari (pagi dan siang) 35 kg atau lebih diberi seperti pada orang dewasa.

Artesunate tambah amodiaquine Artesunate 4mg/kgBB dan Amodiaquine 10mg/kg BB dengan sekali sehari selama 3 hari.

Artesunate tambah sulfadoxine-pirimethamin Artesunate 4mg/kgBB diberi sekali sehari selama 3 hari dan sulfadoxine-pirimethamin 1.25/25mg/kgBB pada hari pertama. Terapi adjuvant

11

Terapi suportif Pasien yang menderita malaria berat memerlukan rawat yang intensif dan lebih baik bila ditangai oleh Intensive care unit (ICU). Observasi klinis harus dilakukan lebih sering dan yang dimonitor adalah tanda vital, skor coma dan urine output. Gula darah harus dimonitor setiap 4 jam, kalau dapat dilakukan terutamanya pada pasien, jika memungkinkan terutama pada pasien yang tidak sadar. Kebutuhan cairan dinilai secara individual serta orang dewasa dengan malaria berat adalah lebih sering terjadi overload cairan dan anak-anak lebih sering terjadi dehidrasi antimalarial. Jika gula darah dibawah 40mg/dl, hipoglikemia harus ditangani dengan segera (0,3 0,5g/kg BB glukosa). Hipoglikemia harus dicurigakan pada pasien yang mengalami penurunana kesadaraan dengan tiba-tiba. Pada pasiens yang disertai malaria berat dengan ada tanda-tanda DIC harus diberi tranfusi fresh whole blood dan vitamin K. Pasien yang disertai pneumonia atau ada bukti aspirasi pneumonia harus diberi terapi empirik dengan sefalosprin generasi ketiga atau antibodi yang mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kuman tersebut.

2.8 Komplikasi Komplikasi malaria umumnya disebabkan oleh P. falciparum dan sering disebut pernicious manifestations. Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat, yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut 3: 1. Malaria serebral (koma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang, derajat penurunan kesadaran harus dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) 2. 3. 4. Asidemia/ asidosis, pH darah <7,25 atau bikarbonat plasma <15 mmol/L, kadar laktat vena >5 mmol/L, klinis pernafasan dalam/ respiratory distress; Anemia berat (Hb <5 g/dl atau hematokrit <15%) pada keadaan parasit >10.000/uL; Gagal ginjal akut (produksi urin berkurang, <400 mL/24 jam pada orang dewasa atau 12 mL/kgBB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin >3 mg/dL; 5. Edema paru non kardiogenik/ ARDS (acute respiratory distress syndrome);
12

6. 7. 8. 9. 10. 11.

Hipoglikemia, gula darah <40 mg/dL; Gagal sirkulasi/ syok, tekanan sistolik <70 mmHg (anak 1-5 tahun <50 mmHg) disertai keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >100C; Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/ atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskular; Kejang berulang lebih dari 2 kali/ 24 jam; Hemoglobinuria makroskopik oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria atau kelainan eritrosit), Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak.

2.9 Prognosis Prognosis pada malaria berat tergantung pada: a. Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan. Semakin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya, akan memperbaiki prognosis serta memperkecil angka kematiannya. b. Kegagalan fungsi organ. Kegagalan fungsi organ dapat terjadi pada malaria berat , terutama organ-organ vital. Semakin sedikit organ vital yang terganggu dan mengalami kegagalan dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya. c. Kepadatan parasit. Pada pemeriksaan hitung parasit, semakin padat/ banyak jumlah parasit yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, terlebih lagi bila didapatkan bentuk skizon pada pemeriksaan darah tepi.4

13

BAB 3 KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD) CATATAN MEDIK PASIEN

No.Reg.RS: 00.47.46.92 Nama Lengkap: Ngatiman Tanggal Lahir: 18/11/1979 Pekerjaan: Wiraswasta Pendidikan: SLTA Umur: 32 thn Jenis Kelamin: Laki-Laki No. Telepon: Agama: Islam Alamat: Pasar II Padang Cermin, Langkat Suku: Aceh

Status: Belum Menikah

Dokter muda Dokter

:: dr. Andi

Tanggal masuk : 07 Juni 2011

ANAMNESIS Autoanamnesis Hetermomentesis

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama Deskripsi : Penurunan Kesadaran : - Hal ini dialami os sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi secara perlahan lahan, tidak disertai dengan adanya trauma di bagian kepala. Kejang tidak dijumpai. - Demam (+) sejak 2 minggu SMRS. Demam bersifat naik turun, didahului menggigil, kemudian demam tinggi, dan kemudian berkeringat banyak. - BAK seperti teh pekat (+) sejak s 2 minggu SMRS. Kemudian muncul kekuningan pada mata. Kuning seluruh tubuh dialami os sejak 4 hari SMRS. Riwayat penyakit kuning sebelumnya (-) - BAK sedikit, dialami sejak 4 hari terakhir ini. Kira-kira volume air seni aqua gelas perhari. Riwayat BAK keluar batu (-), riwayat BAK berpasir (-), riwayat BAK seperti air cucian daging (-).
14

Os bekerja sebagai pengumpul kelapa sawit di daerah Langkat. Anak bos OS yang tinggal di sekitar perkebunan tersebut pernah mempunyai keluhan yang sama dan didiagnosis malaria. - RPT - RPO : Tidak Jelas. : Tidak Jelas.

15

RIWAYAT PE YAKIT DAHULU Tanggal Penyakit Tempat Perawatan Pengobatan dan Operasi -

RIWAYAT KELUARGA Laki-laki


Perempuan

X Meninggal ( ebut an sebab meninggal dan umur saat meninggal)


X X
X x

RIWAYAT PRIBADI Riwayat Alergi Tahun Bahan/Obat Gejala Riwayat Imunisasi Tahun Jenis Immunisasi -

Hobi Olah Raga

: Tidak ada yang khusus : Tidak ada yang khusus : (-) : (-) : (-)

Kebiasaan Makanan : Tidak ada yang khusus Merokok Minum Alkohol Hubungan Seks

16

ANAMNESIS UMUM (Review of System) Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi Umum: Penurunan Kesadaran Kulit : Tidak ada keluhan Kepala dan leher: Tidak ada keluhan Mata : Kuning Telinga: Tidak ada keluhan Hidung : Tidak ada keluhan Mulut dan Tenggorokan : Muntah Pernafasan: Batuk Payudara: Tidak ada keluhan Jantung: Tidak ada keluhan Abdomen: Tidak ada keluhan Ginekologi: Tidak ada keluhan Alat kelamin: Tidak ada keluhan Ginjal dan Saluran Kencing: BAK sedikit Hematologi: Tidak ada keluhan Endokrin/Metabolik: Tidak ada keluhan Musculoskeletal: Tidak ada keluhan Sistem saraf: Tidak ada keluhan Emosi: Terkontrol Vaskuler: Tidak ada keluhan

DESKRIPSI UMUM Kesan Sakit Gizi BB: 60 kg Ringan TB: 170 cm Sedang Berat

IMT = 20.76 kg/m2, kesan: normoweight

TANDA VITAL Kesadaran NADI HR Tekanan Darah Apatis 100 x/i 100 x/i Berbaring: Lengan Kanan: 110/70 mmHg Lengan Kiri: - mmHg Aksila 37,5 C 28 x/i Deskripsi: reguler, t/v cukup Duduk: Lengan Kanan: - mmHg Lengan Kiri: - mmHg Deskripsi: thoracoabdominal

Temperatur Pernafasan

KULIT: Dalam batas normal KEPALA DAN LEHER: simetris TELINGA: Dalam batas normal HIDUNG: Dalam batas normal Rambut: hitam TVJ R -2 cm H20, Trakea medial Pembesaran KGB (-) struma (-)

17

RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN: Dalam batas normal MATA: Conjunctiva palp.inf.pucat (+), sclera ikterik (+), RC +/+, Pupil Isokor, ki=ka,3mm. THORAX: Depan Simetris Fusiformis Inspeksi SF sulit dinilai Palpasi Sonor di kedua lapangan paru Perkusi Auskultasi SP: vesikuler ST: Belakang Simetris Fusiformis SF sulit dinilai Sonor dikedua lapangan paru SP: vesikuler ST: -

JANTUNG: Batas jantung relative: Atas : ICR III sinistra Kanan : Linea Sternalis Dextra Kiri : 1 cm medial LMCS, ICR V Jantung: HR: 100x/i, reguler, M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, desah (-) ABDOMEN: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: : : :

Simetris Soepel, Splenomegali schuffner III Timpani, pekak hati (-), pekak beralih (-). Peristaltik(+) N, double sound (-)

PINGGANG: Ballotement(-), Tapping pain (tidak dilakukan pemeriksaan) EKSTREMITAS: Superior: oedema -/Inferior: oedema -/ALAT KELAMIN: Tidak dilakukan Pemeriksaan REKTUM: Tidak dilakukan Pemeriksaan NEUROLOGI Refleks Fisiologis : + Refleks Patologis : BICARA Sulit dinilai

18

PEMERIKSAAN LAB Darah rutin: Hb 7,5 g/dl; Leukosit 6,19 x103/mm3 ; Ht: 21,3%; Trombosit 25000/mm3 ; MCV: 78 fl; MCH: 27,5 pg; MCHC: 35,20 g/dl RFT: ureum 160,40 , creatinin 3,04 LFT: SGOT 110 IU/L, SGPT 50 IU/L KGD Adrandom 98,50 mg/dl Na 134 mEq/L K 4,1 mEq/L Cl 113 mEq/L

Hasil pemeriksaan darah tepi Plasmodium falciparum Tropozoit : 440/l Gametosit : 2080/l

URINALISA RUANGAN Warna: teh pekat , Protein +1, Reduksi +1, Bilirubin +, Urobilinogen + Sedimen : eritrosit : >50, leukosit: 5-10, epitel : 2-3 , kristal : -, bakteri: -, silindris:Faeces Rutin: Tidak dilakukan pemeriksaan.

19

RESUME DATA DASAR (Diisi dengan Temuan Positif)

Pasien No. RM 1. 2.

: Ngatiman : 00.47.28.36 : Penurunan Kesadaran : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu,

KELUHAN UTAMA ANAMNESIS

Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, DII) Hal ini dialami os sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi secara perlahan lahan, tidak disertai dengan adanya trauma di bagian kepala. Kejang tidak dijumpai. Demam (+) sejak 2 minggu SMRS. Demam bersifat naik turun, didahului menggigil, kemudian demam tinggi, dan kemudian berkeringat banyak. BAK seperti teh pekat (+) sejak s 2 mimggu SMRS, kemudian muncul kekuningan pada mata. Kuning seluruh tubuh dialami os sejak 4 hari SMRS. BAK sedikit, dialami sejak 4 hari terakhir ini. Kira-kira volume air seni aqua gelas perhari. Os bekerja sebagai pengumpul kelapa sawit di daerah Langkat. Orang yang baru terkena malaria di daerah tempat OS bekerja (+) Pada pemeriksaan fisik didapati vital sign: sensorium apatis, tekanan darah 110/70mmHg; pulsasi nadi 100x/i; frekuensi pernafasan 24x/i; pernafasan 37,50C. Keadaan gizi normoweight, mata kesan anemis, sklera ikterik, splenomegali schuffner III, ginjal dan saluran kemih oligouria. Pada pemeriksaan laboratorium darah dijumpai anemia hipokrom mikrositer (7,5 g/dl), trombositopenia (25000gr%), ureum dan kreatinin meningkat (160,40 dan 3,04). Pada pemeriksaan urinalisis dijumpai warna urin kuning teh pekat, proteinuria, reduksi +1.

20

Nama penderita : Ngatiman

No. 1.

Masalah Malaria Serebral

RENCANA AWAL No. RM. 0 0 4 7 4 6 9 2 Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosa, penatalaksanaan dan edukasi) Rencana Diagnosa Rencana Terapi Rencana Rencana Edukasi Monitoring - D/U/F rutin -Tirah Baring Klinis Menerangkan dan menjelaskan - Malaria darah tepi -Diet Sonde via NGT Laboratorium kepada pasien dan keluarga - Konsul PTI - IVFD Nacl 0,9%, mengenai penatalaksanaan, 30gtt/i komplikasi dan prognosis - Ceftriakson 1gr/ 24 jam - Lansoprazole 1x 30mg - Paracetamol 3x500mg - LFT - RFT - Elektrolit - Konsul divisi Nefrologi dan Hipertensi - Morfologi darah tepi - Reticulosit count - SI/TIBC - Rencana HD

2.

AKI stadium Failure

3.

Anemia Hemolitik

21

Tgl 08 Juni 2011

S Penurunan kesadaran, kuning seluruh tubuh

O Sens : Apatis TD : 110/70 mmHg HR : 80 x/mnt RR : 24 x/mnt Temp : 37 C Hasil Pemeriksaan Penunjang: 08 Juni 2011: Malaria darah tepi Plasmodium falciparum Stadium: Tropozoit: 440/ul Gametosit: 2080/ul Hasil Laboratorium Hb: 6,40 gr% Trombosit: 43x10 3/mm3 LFT Ureum : 126,10 mg/dl Kreatinin: 2,46mg/dl Sens : Apatis TD : 120/50 mmHg HR : 100x/mnt RR : 32x/mnt Temp : 39C
Hasil pemeriksaan penunjang :

A Malaria Berat

P Therapy Tirah Baring Diet Sonde via NGT - IVFD Dekstrosa 5%, 30gtt/i - Inj. Ceftriaxone 1 gr / 24 jam (H1) - Artemeter i.m 80mg bokong kanan, 80mg bokong kiri (H0) - Primaquin 1x 3tab - Lansoprazole 1x 30mg - PCT 3x500 mg - Hemodialisis (H1)

Diagnostik

- D/U/F rutin - LFT - RFT - Elektrolit - Malaria darah tepi - Konsul PTI - Konsul divisi Nefrologi dan Hipertensi

9 Juni 2011

Penurunan kesadaran, kuning seluruh tubuh

Malaria Berat

Tanggal: 9 juni 2011 Plasmodium falciparum (malaria +3)

Tirah Baring Diet Sonde via NGT - IVFD Dekstrosa 5%, 30gtt/i - Inj. Ceftriaxone 1 gr / 24 jam (H2) - Artemeter i.m 80mg (H1) - Lansoprazole 1x 30mg - PCT 3x500 mg

- USG ginjal - RFT - Malaria Darah Tepi

22

Stadium: Tropozoit: 640/ul Gametosit: 2156/ul Hasil Laboratorium Hb: 7,50 g% Trombosit : 77x10 3/mm3 Ureum: 95 mg/dl Kreatinin: 1,68 mg/dl Sens : Apatis TD : 125/90 mmHg HR : 92x/mnt RR : 24x/mnt Temp : 38C Tanggal: 10 juni 2011 Plasmodium falciparum Stadium: Tropozoit: 640/ul Gametosit: 1640/ul Sens : Apatis TD : 100/60 mmHg HR : 84x/mnt RR : 28x/mnt Temp : 38,3 C
Hasil pemeriksaan penunjang :

- Hemodialisis (H2)

10 Juni 2011

Penurunan Kesadaran

Malaria Berat

Tirah Baring Diet Sonde via NGT - IVFD Dekstrosa 5%, 30gtt/i - Inj. Ceftriaxone 1 gr / 24 jam (H3) - Artemeter i.m 80mg (H2) - Lansoprazole 1x 30mg - PCT 3x500 mg - Hemodialisis (H3)

- Malaria Darah Tepi

11 Juni 2011

Penurunan Kesadaran

Malaria Berat

Hasil pemeriksaan penunjang :

Tanggal: 11 juni 2011 Plasmodium falciparum Stadium: Tropozoit: 640/ul Gametosit: 1640/ul

-Tirah baring - Malaria Darah Tepi - O2 1-2 l/menit - Darah Rutin - Diet Sonde Via NGT - Loading dose Kina HCL : 20mg/kg, 20x65= 1300mg 2,5 vial masukan ke dalam 500cc D5% 40gtt//i habiskan dalam 4 jam - Dilanjut dengan D5% kosong sampai 8 jam - Dilanjut maintenance

23

12 Juni 2011

Kesadaran membaik

Sens : compos mentis TD : 120/70 mmHg HR : 76x/mnt RR : 20x/mnt Temp : 36,8 C


Hasil pemeriksaan penunjang :

Malaria berat

Tanggal: 12 juni 2011 Plasmodium falciparum Stadium: Tropozoit: 96/ul Gametosit: 48/ul

Hasil Laboratorium Hb: 7,30gr% Trombosit: 99x10 3/mm3 Ureum: 74,20 mg/dl Kreatinin: 1,41mg/

10mg/kgBB : 10x65kg =650mg 1,5 vial masukan ked lm 500 D5% habis dlm 4 jam (40gtt/i) - Dilanjut dengan IVFD D5% 8 jam - Ceftriaxon 1 gr/24 jam iv - Lansoprazole 1x30 mg - Paracetamol 3x500 mg - HD (H5) - Tirah Baring - Malaria Darah Tepi - Diet Sonde via NGT - Darah Rutin - IVFD Dekstrosa 5%, 20gtt/i - -Kina Tab. 3x3 (7hari) -Doxyciclin 2x100mg (7Hari) - Inj. Ceftriaxone 1 gr / 24 jam (H5) - Artemeter i.m 80mg (H4) - Lansoprazole 1x 30mg - PCT 3x500 mg - Hemodialisis (H5) - Tranfusi PRC 2 bag durante HD

24

13 Juni 2011

Kesadaran Membaik

Sens : compos mentis TD : 120/70 mmHg HR : 64x/mnt RR : 20x/mnt Temp : 36 C


Hasil pemeriksaan penunjang :

Malaria berat

Tanggal: 13 juni 2011 Plasmodium falciparum Stadium: Tropozoit: (-)/ul Gametosit: (-)/ul

Tirah Baring Diet Sonde via NGT - IVFD Dekstrosa 5%, 20gtt/i - Inj. Ceftriaxone 1 gr / 24 jam (H6) - Lansoprazole 1x 30mg - PCT 3x500 mg - Kina tab 3x3 (7 hari) - Doksisiklin 2x 100mg (7hari) - Primakuin 1x3tab (single dose)

- Malaria Darah Tepi - Darah Rutin

Hasil Laboratorium Hb: 7,90gr% Eritrosit: 2,84x10 8/mm3 Morfologi Trombosit: Big Trombosit Ureum: 74,20 mg/dl Kreatinin: 1,14mg/dl

25

DAFTAR MASALAH Nama Penderita : Fatimah No.RM Tanggal Ditemukan 7 Juni 2011 7 Juni 2011 7 Juni 2011 MASALAH Malaria Serebral AKI stadium Injury Anemia Hemolitik 0 0 4 7 3 4 Masalah No . 1 2 3 Selesai/Tanggal Terkontrol/Tanggal Tetap 13 Juni 2011 5 2

Kesimpulan dan Prognosis : Seorang laki-laki, 32 tahun dengan diagnosis Malaria Berat.

Prognosis : - Ad Vitam - Ad Functionam - Ad Sanactionam : Bonam : Bonam : Dubia ad bonam DOKTER RUANGAN CHIEF OF WARD

VERIFIKASI

SIE. PENDIDIKAN

26

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan 1. Malaria berat (WHO 2006), merupakan infeksi Plasmodium falsiparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi berupa : malaria cerebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru, hipoglikemi, syok perdarahan, kejang, asidosis dan makroskopis hemoglobinuria. 2. Penyebab Malaria Berat sering karena infeksi plasmodium falsiparum, tapi plasmodium vivax juga dapat menyebabkan malaria berat. 3. Patogenesis malaria berat masih belum jelas, diduga adanya sitoaderen dan sekuestrasi eritrosit yang berisi parasit dalam mikrovaskular organ vital. 4. Sejak tahun 2006 WHO merekomendasikan pemakaian derivat Artesunate untuk terapi malaria berat.

4.2 Saran Malaria Berat merupakan gawat darurat medik. Untuk itu diperlukan diagnosis yang cepat dan terapi yang tepat untuk mengurangi mortalitas akibat penyakit ini.

27

DAFTAR PUSTAKA 1. Darmawan, Philip Sony, 2007. Perbandingan Efikasi Terapi Kombinasi SulfadoksinPirimetamin + Artesunat dengan Sulfadoksin-Pirimetamin + Amodiakuin Pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi. Diakses di http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6240/1/047027007.pdf 2. Halim ID, Rampengan NH, Edwin J, Rampengan TH, 2006. Malaria Berat Pada Anak yang Mendapat Pengobatan Kombinasi Kina dan Primakuin , Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 56 No. 2. Diakses di mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=public&key=ODYt MTY= malaria berat 3. Zulkarnain, I., Setiawan B., 2006. Malaria Berat. Dalam: Sudoyo, A. W (eds). Ilmu Penyakit Dalam Vol III. Ed 4. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 1745-1748 4. Durrani A et al. Epidemiology of cerebral malaria and its mortality. Vol 47, no.8. J Pak. Med. Assoc, 1997: 213-215 5. Weatherall, D. J., et al., 2002. Malaria and the Red Cell. American Society of Hematology 6. Dondorp, A.M., 2005. Pathophysiology, Clinical Presentation and Treatment of Cerebral Malaria. Neurology Asia 10: 67-77 7. Das, B.S., 2008. Renal Failure in Malaria. J Vector Borne Disease 45: 83-97 8. Parmet, S., Lynm, C., Glass, R.M., 2007. Malaria. The Journal of the American Medical Association 2007, 297 (20): 2310 9. Rosenthal, P.J., 2008. Artesunate for the Treatment of Severe Falciparum Malaria. The New England Journal of Medicine 2008, 358 (17): 1829-36

28

10. Finch, R.G., Moss, P., 2005. Infectious Diseases, Tropical Medicine and Sexually Transmitted Diseases. In: Kumar, P., Clark, M., 2005. Clinical Medicine. 6th ed. UK: Elsevier Saunders, 95-100 11. Sarkar, P.K. et al., 2010. Critical Care Aspects of Malaria. Journal of Intensive Care Medicine. 25(2): 93-10. 12. Hanscheid, Alternatives T., to 1999.

Diagnosis

of

Malaria:

review

of from:

Conventional

Microscopy.

Available

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10583325. [Accessed 22 March 2010]. 13. National Institute of Malaria Research, 2009. Guidelines for Diagnosis and Treatment of Malaria in India, 2009. New Delhi: 1-2.

29

You might also like