You are on page 1of 4

Proses Belajar

Menurut Bloom (1988), definisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai proses memperoleh informasi. Menurut Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya sebagai hasil dari pengalaman. Memory ingatan adalah proses dimana informasi belajar disimpan dan dapat dibaca kembali (dikeluarkan kembali). Terdapat 2 macam proses belajar yang umum, yaitu asosiatif dan non asosiatif ; belajar yang asosiatif melibatkan terbentuknya asosiasi antara stimulus; belajar yang non asosiatif adalah belajar yang non asosiatif adalah belajar yang sederhana dan tidak melibatkan terbentuknya asosiasi antara stimulus dan respons (Kupferman, 1981). Proses belajar yang dasar adalah belajar non asosiatif; termasuk didalamnya adalah habituasi dan sensitisasi. Habituasi adalah menurunnya resopon refleks tingkah laku terhadap stimulus bila stimulus tersebut diulang-ulang dan tidak menimbulkan efek yang berbahaya. Ini terjadi bila makhluk tersebut sering terpapar dengan rangsangan yang tidak menimbulkan iritasi atau bahaya, sehingga ia tidak berespons lagi terhadap rangsangan tersebut (tidak mengindahkannya). Pseudoconditioning atau sensitisasi, merupakan kebalikan dari habituasi. Terdapat peningkatan respons refleks terhadap rangsangan yang menimbulakan bahaya; sehingga akan menghindari rangsangan tersebut . (Kupferman 1981, Bloom 1988) Habituasi dan sensitisasi ini pada binatang percobaan akan berlangsung selama beberapa jam. Para peneliti menemukan bahwa proses belajar jangka pendek tersebut tergantung perubahan pada synaps antara neuron sensoris dan motoris. Bila suatu stimulasi berkelanjutan maka neurotransmiter yang dikeluarkan dari neuron sensoris melewati synaps ke neuron motoris akan berkurang, sehingga aktifasi yang terjadi kurang bersemangat. (Bloom 1988). Habituasi dan sensitisasi ini pada binatang percobaan akan berlangsung selama beberapa jam. Para peneliti menemukan bahwa proses belajar jangka pendek tersebut tergantung perubahan pada synaps antara neuron sensoris dan motoris. Bila suatu stimuli berkelanjutan maka neutransmiter yang dikeluarkan dari neuron sensoris melewati synaps ke neuron motoris akan berkurang, sehingga aktifasi yang terjadi kurang bersemangat. (Bloom 1988). Terdapat 2 macam bentuk belajar yang asosiatif yaitu kondisi Operant (Operant Conditioning) dan Kondisi Klasik (Classical Conditioning). Kondisi Klasik (Pavlovian) adalah suatu proses dimana binatang belajar bahwa dengan stimulus yang satu dapat meramalkan stimulus yang akan datang. Misalnya bila setelah diberi rangsangan lampu lalu

diikuti dengan adanya makanan, maka setelah dilatih beberapa kali, akan memperlakukan seolah-olah lampu itu sama dengan makanan, sehingga dengan melihat lampu akan terjadi salivasi. Lebih lanjut kondisi klasik it dibagi atas appetitive conditioning dimana unconditional stimulusnya berbahaya atau hukuman. Kondisi klasik adalah terbentuknya asosiasi antara 2 rangsangan yaitu conditional stimulus dan unconditional stimulus. Kondisi Operant (instrumental conditioning atau trial and error learning), mengandung asosiasi antara respons dan stimulus. Kondisi klasik terbatas pada respons refleks yang spesifikasi dan spesifik. Kondisi operant melibatkan tingkah laku (operant), terjadi secara spontan, stimulus yang meningkatkannya tidak dikenali. Proses belajar yang lain, prinsipnya sama dengan kondisi Operant dan klasik tapi lebih kompleks, disebut tipe belajar yang kompleks. Pada manusia dikenal proses belajar yang volunter (atas kehendak), misalnya terbentuknya suatu konsep atau ketrampilan tertentu. (Bloom 1988).

Jumlah Neuron dan Sambungannya Sering Berubah secara Bermakna selama Proses Belajar Selama beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan pada tahun-tahun pertama kehidupan atau waktu-waktu selanjutnya, banyak bagian otak menghasilkan neuron dalam jumlah yang sangat banyak, dan neuron-neuron ini menjulurkan sejumlah cabang akson untuk membentuk sambungan dengan neuron-neuron lainnya. Jika akson yang baru gagal bersambungan dengan neuron selanjutnya yang sesuai dengan sel-sel otot, atau sel-sel kelenjar, akson-akson yang baru itu sendiri akan musnah dalam waktu beberap minggu. Jadi, jumlah sambungan neuron ditentukan oleh faktor pertumbuhan saraf yang spesifik, yang dilepaskan secara retrograd oleh sel-sel yang terangsang. Selanjutnya, bila terjadi hubungan yang tidak cocok, seluruh neuron yang menjulurkan cabang-cabang akson akan lenyap. Oleh karena itu, segera setelah bayi manusia lahir, terdapat prinsip gunakan ini atau hilangkan ini yang menentukan jumlah akhir neuron dan sambungannya pada bagian sistem saraf manusia yang terwakili. Ini adalah suatu jenis proses belajar. Sebagai contoh, jika satu mata dari hewan yang baru lahir ditutup selama beberapa minggu setelah lahir ditutp selama beberapa minggu seteah lahir, neuron-neuron di garis-garis alternatif dari korteks serebri penglihatan (neuron-neuron yang normalnya berhubungan dengan mata yang ditutup) akan berdegenerasi dan mata yang tertutup itu secara sebagian atau secara total akan buta selama sisa hidupnya. Sampai sekarang dipercaya bahwa sangat sedikit proses belajar yang diperoleh

manusia dewasa dan hewan dengan cara modifikasi jumlah neuron pada sirkuit ingatan, namun demikian penelitian terbaru menyatakan bahwa bahkan orang dewasa menggunakan mekanisme tersebut setidak-tidaknya pada beberapa hal.

Peran hipokampus dalam pembelajaran a. Efek pengangkatan bilateral hipokampus Pada pengobatan beberapa pasien epilepsi telah dilakukan tindakan operasi pengangkatan bagian hipokampus di kedua sisi (bilateral). Ternyata pasien dapat memanggil kembali sebagian besar ingatan yang telah dipelajari sebalumnya dengan memuaskan. Namun, seringkali pasien tidak dapat mempelajari informasi baru yang didasarkan pada simbol verbal. Pada kenyataannya, seringkali pasien tidak dapat mempelajari nama atau wajah orang yang ditemuinya setiap hari. Pasien untuk sesaat masih dapat mengingat peristiwa yang berlangsung selama ia melakukan suatu aktivitas. Jadi, pasien itu masih mempunyai ingatan jangka pendek selama beberapa detik sampai satu atau dua menit, walaupun kemampuannya untuk membentuk ingatan selama lebih dari beberapa menit telah seluruhnya atau hampir seluruhnya hilang. b. Fungsi teoritis hipokampus pada pembelajaran Hipokampus pada mulanya merupakan bagian korteks olfaktorius. Pada banyak hewan tingkat rendah, korteks tersebut sangat berperan dalam menentukan apakah hewan akan memakan makanan tertentu, apakah bau dari benda tersebut menunjukkan bahaya, atau apakah bau ini menimbulkan minat seksual, jadi dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan hidup atau mati. Pada evolusi pembentukan otak di massa yang sangat awal, hipokampus mungkin merupakan sekumpulan neuron yang menentukan makna sinyal sensorik penting yang masuk. Segera setelah kemampuan untuk membuat keputusan kritis ini terbentuk, diduga sisa bagian otak lainnya juga mulai berhubungan dengan hipokampus untuk pembuatan keputusan. Oleh karena itu, jika hipokampus memberikan sinyal bahwa masukan neuron tertentu bersifat penting, kemungkinan besar informasi tersebut akan disimpan menjadi ingatan. Jadi, seseorang dengan cepat menjadi terbiasa terhadap stimulus yang sama, namun ia dengan tekun mempelajari setiap pengalaman sensorik yang dapat menimbulkan rasa senang atau rasa sakit. Hipokampus menyebabkan timbulnya dorongan untuk mengubah ingatan jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang, atau dengan kata lain, hipokampus menjalarkan sinyal atau sinyal-sinyal yang tampaknya membuat pikiran berulang-ulang melatih informasi baru sampai menjadi ingatan yang disimpan permanen.

Apapun mekanismenya, tanpa hipokampus tak akan timbul konsolidasi ingatan jangka panjang dari jenis verbal atau jenis simbolik.

Proses Belajar yang Bersifat Verbal 1. Area untuk Pemahaman Bahasa Area utama untuk pemahaman bahasa disebut area Wernicke yang terletak di belakang korteks auditorik primer pada bagian atas gyrus temporalis di lobus parietalis. 2. Area untuk Melakukan Proses Awal Bahasa Penglihatan (Membaca) Pada bagian posterior area pemahaman bahasa terutama terletak di regio anterolateral pada lobus oksipitalis, terdapat area asosiasi penglihatan yang mencerna informasi penglihatan dari kata-kata yang dibaca dari buku ke dalam area wernicke. Gyrus yang dinamakan gyrus angularis diperlukan untuk mengartikan kata-kata yang diterima secara visual. Bila daerah ini tidak ada, seseorang masih dapat memiliki pemahaman bahasa dengan cara mendengar, tetapi tidak dengan cara membaca. 3. Peran Bahasa dalam Fungsi Area Wernicke dan Fungsi Intelektual Sebagian besar pengalaman sensorik diubah menjadi bahasa yang sesuai sebelum disimpan di dalam area ingatan otak dan sebelum diolah untuk tujuan pembentukan intelektual lainnya. Contoh, bila membaca buku, kita tidak menyimpan kesan visual katakata yang tertulis, melainkan menyimpan kata-kata itu sendiri atau pikiran yang disampaikannya sering dalam bentuk bahasa. Area sensorik dan hemisfer dominan untuk interpretasi bahasa adalah area wernicke, dan area ini berhubungan erat dengan area pendengaran primer dan area pendengaran sekunder pada lobus temporalis. Hubungan yang erat ini mungkin akibat peristiwa pengenalan bahasa yang diawali oleh pendengaran. Suatu saat nanti bila persepsi visual terhadap bahasa yang melalui medium bahan bacaan telah tumbuh, mung informasi kin visual yang diantar oleh kata tertulis selanjutnya disalurkan melalui gyrus angularis, yaitu area yang berkaitan dengan penglihatan, ke area interpretasi bahasa wernicke yang telah tumbuh dalam lobus temporalis yang dominan.

You might also like