You are on page 1of 53

LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ( LKPP )

LAPORAN MODUL PEMBELAJARAN BERBASIS SCL

Judul : PENGUKURAN DAN PEMETAAN HUTAN

Oleh : Syamsu Rijal Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Hasanuddin Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Nomor : 469/H4.23/PM.05/2008 Tanggal 04 Januari 2008

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN FEBRUARI 2008

LEM MBAGA KAJIAN DAN PE N ENGEMB BANGAN PENDID N DIKAN


Lan Dasar Ge ntai edung Perpu ustakaan Uni iversitas Has sanuddin

HA ALAMAN PENGES SAHAN

LAPORA MODU PEMB AN UL BELAJAR RAN PRO OGRAM TRANSFO ORMASI DARI TE EACHING KE LEAR G RNING UNIVE ERSITAS H HASANUDDIN 200 08
Judul Nama Le engkap NIP Golongan Pangkat/G udi Prog. Stu /Universitas Fakultas/ Waktu Kegia atan Jangka W Biaya : Pengukuran d Pemetaa Hutan dan an : Syamsu Rijal S. Hut, M. Si l, : 132 303 720 : Penata Muda/ B /III :M Manajemen H Hutan :K Kehutanan/H Hasanuddin : 1 (Satu) Bula an Mulai 04 Janu 2008 s/d 04 Februar 2008 M uari d ri : R 4.000.000 (Empat Juta Rupiah) Rp. 0,J ) Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Hasanuddi D h A s in Sesuai dengan Surat Perja n anjian Pelak ksanaan Peke erjaan Nomor : 469/ N /H4.23/PM.0 05/2008, tanggal 04 Ja anuari 2008. kassar, 04 Fe ebruari 2008 8 Mak hui Mengetah : Fakultas Kehutanan tas ddin Universit Hasanud Dekan,

Pem mbuat Modul l,

. u, Dr. Ir. H. Muh. Restu MP NIP. 132 015 000 2

Syam Rijal, S Hut, M. Si msu S. i NIP. 132 303 72 20

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan modul ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Modul ini diharapkan menjadi salah satu alat yang dapat memfasilitasi pembelajaran dengan metode SCL pada mata kuliah Pengukuran dan Pemetaan Hutan pada Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Modul pembelajaran yang dibuat ini terdiri dari lima seri modul yang saling berhubungan erat dan akan memberikan tuntunan mulai dari pengenalan alat ukur optik dan non optik, pengukuran jarak vertikal dan horizontal, pengukuran sederhana, teknologi GPS dan pembuatan serta penyajian peta bidang kehutanan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kepada para pemateri SCL dan teman-teman yang telah banyak membantu selama kegiatan Transformasi Teaching ke Fasilitating dan selama pembuatan modul pembelajaran ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa modul ini masih mempunyai banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dibutuhkan untuk penyempurnaan modul Pengukuran dan Pemetaan Hutan dimasa datang. Akhirnya, semoga modul ini dapat bermanfaat bagi para peserta mata kuliah Pengukuran dan Pemetaan Hutan maupun pihak lain yang tertarik dengan bidang ini. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Makassar,

Februari 2008

Penulis

RINGKASAN

Modul 01 Alat ukur non optik dan optik dalam pengukuran dan pemetaan berisi tentang alat non optik dan optik yang sering dipakai dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan hutan. Alat non optik adalah suatu alat yang didalam perangkatnya tidak menggunakan lensa, baik itu lensa konveks maupun lensa konkaf sedangkan alat ukur optik merupakan alat ukur yang menggunakan lensa.
Beberapa alat ukur non optik yang diperkenalkan pada modul 01 ini antara lain kayu ukur jarak, pita ukur, rantai ukur, meteran, abney level, dan mistar. Sedangkan alat ukur optik yang dibahas pada modul ini yaitu kompas, altimeter, GPS (Global Positioning System), dan Theodolit.

Jumlah pertemuan untuk modul ini sebanyak dua kali pertemuan dengan metode pembelajaran collaborative learning (diskusi), teaching dan praktek penggunaan alat ukur. Disamping pemberian materi dan diskusi serta praktek bersama, mahasiswa juga diberikan tugas berupa pembuatan makalah mengenai alat ukur non optik dan optik yang harus mereka presentasekan. Indikator penilaian untuk bagian ini adalah 10 % dari total penilaian keseluruhan pertemuan. Yang menjadi indikator penilaian adalah terampil dalam menggunakan alat ukur non-optik dan optik dalam pengukuran dan pemetaan hutan yang dinilai dalam dua unsur yakni ketepatan dan ketuntasan pembahasan tugas dan kreativitas dan kerjasama dalam presentase.
Untuk Modul 02 (Pengukuran jarak dengan sudut horizontal dan vertikal) membahas

mengenai beberapa teknik dan pengertian dasar pengukuran jarak dengan sudut horizontal dan sudut vertikal yang biasa digunakan dalam pengukuran dan pemetaan hutan. Pembahasan modul ini diawali dengan uraian pengukuran jarak dengan sudut horisontal yang dilanjutkan dengan pengukuran jarak dengan sudut vertikal. Beberapa sub bahasan yang dibahas antara lain
pengukuran jarak, sudut horizontal dan sudut vertical, azimuth dan back azimuth, intersecsion, dan koreksi sudut serta beda tinggi.

Jumlah pertemuan untuk modul ini sebanyak tiga kali pertemuan dengan perpaduan metode pembelajaran discovery learning dan project based learning, dan teaching. Tiap kelompok menelaah secara mandiri materi ini dan kemudian mempraktekkannya dilapangan. Setelah dua minggu, maka minggu ketiga diisi dengan presentase temuan selama praktek yang out putnya antara lain tugas hasil pengukuran (portfolio/laporan). Indikator penilaian untuk

bagian ini adalah 20 % dari total penilaian keseluruhan pertemuan. Yang menjadi indikator penilaian adalah laporan hasil pengukuran dilapangan dengan ketuntasan pembahasan temuannya dan kreativitas dan kerjasama dalam presentase.

PETA KEDUDUKAN MODUL

Alat Ukur Non Optik dan Optik dalam Pemetaan Hutan

Pengukuran Jarak dengan Sudut Horisontal dan Vertikal

Pengukuran/Pemetaan Tata Batas dan Petak Hutan

Teknologi GPS untuk Pengukuran pada lokasi dengan luasan terbatas

Teknik Pembuatan dan Penyajian Peta Tematik dari Peta Dasar

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .. HALAMAN PENGESAHAN ... KATA PENGANTAR RINGKASAN . PETA KEDUDUKAN MODUL . DAFTAR ISI

i ii iii iv v vi

MODUL I (Alat Ukur Non Optik dan Optik dalam Pemetaan Hutan)

MODUL II (Pengukuran Jarak dengan Sudut Horisontal dan Vertikal)...

12

LAMPIRAN : RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL Mata Kuliah : Pengukuran dan Pemetaan Hutan

MODUL I

ALAT UKUR NON OPTIK DAN OPTIK DALAM PEMETAAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang


Pemetaan dan pengukuran suatu wilayah hutan ditentukan oleh beberapa hal diantaranya jenis alat ukur yang digunakan. Secara garis besar, alat ukur pemetaan hutan dibagi menjadi alat ukur optik dan non optik. Jenis dan bentuk alat ukur yang digunakanpun harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan pengukuran. Beberapa alat ukur yang banyak digunakan diantaranya ialah alat ukur yang digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik (alat penyipat datar atau alat ukur waterpass), alat ukur yang digunakan untuk mengukur sudut-sudut (theodolit) dan ada alat ukur yang digunakan untuk pengukuran guna pembuatan peta (boussole tranche montagne, plancet). Meskipun kontruksi alat-alat ini berlainan, tetapi alat-alat ukur tanah ini mempunyai beberapa bagian yang sama, jadi ada bagian-bagian yang selalu didapat pada bermacam-macam alat ukur ini. Dengan kondisi ini maka diperlukan pengenalan alat ukur dalam bidang kehutanan yang dibagi menjadi alat ukur non optik dan alat ukur optik.

B. Ruang Lingkup Isi Modul 01 (alat ukur optik dan non optik dalam pemetaan serta sistem koreksinya) membahas mengenai beberapa jenis alat ukur optik dan non optik yang biasa digunakan dalam pengukuran dan pemetaan hutan. Pembahasan modul ini diawali dengan uraian alat ukur non optik yang dilanjutkan dengan alat ukur optik.

C. Kaitan Modul Modul 01 ini merupakan modul awal dalam mata kuliah Pengukuran dan Pemetaan hutan (keseluruhan 5 modul) yang kaitan sangat erat dengan modul lainnya karena modul

ini m merupakan da pengena asar alan tentang jenis dan pe enggunaan a ukur dal alat lam pemetaa an hutan n.

D. Sasar Pembel ran lajaran Mod dul Sasaran pemb belajaran mo odul yaitu m mahasiswa dih harapkan dap memaha jenis-jen pat ami nis u ampu memp praktekkan p penggunaan alat ukur op dan non optik dalam ptik n m alat ukur dan ma kegia atan penguku uran dan pe emetaan hut tan. Sistem pembelajara yang dite an erapkan iala ah Colla aborative Lea arning.

BAB II. PE EMBAHAS SAN A. Alat Ukur Non Optik dalam Pemetaan O m n Al non optik adalah suat alat yang didalam per lat k tu rangkatnya t tidak mengg gunakan lensa, baik itu lensa kon i nveks maupu lensa kon un nkaf. Beberap alat alat n optik, an pa non ntara lain: 1. Ka Ukur Jar ayu rak Dibuat dari k D kayu yang kering betul d panjang dan gnya 3 cm at 5 cm. pe tau enampangny ya ad dalah berben ntuk oval de engan ukura di tengah 5 cm dan diujungnya 3 cm. Kedu an h ua kayu ukur dip perlengkapi dengan bes dengan be si entuk sedem mikiam rupa, hingga gar , ris takan ujung kayu ukur itu. Pada p pengukuran jarak denga kayu uku an ur yang menyat elalu diguna akan dua ba atang kayu u ukur. Untuk dapat mem k mbedakan du kayu uku ua ur se maka pada se m etiap kayu uk diberikan warna yang berbeda. kur n

Gambar 1. K Kayu Ukur J Jarak Pengukuran Jarak Deng Kayu Uk n gan kur Pada Lap pangan Yang Datar g

Gambar 2. Pengukuran pada lapan . n ngan yang da atar Misalkan dila M apangan yan datar akan diukur jara antara dua titk P dan Q, maka kay ng n ak a Q yu uk pertama diletakkan digaris PQ dan ujung b kur a belakangnya disentuhkan pada titik P n P. Letakkan kay ukur di m L yu muka kayu u ukur pertam digaris PQ hingga du ujung kay ma Q ua yu uk itu salin menyingg kur ng gung satu sam lainnya. Tariklah sek ma karang kayu ukur pertam ma kebelakang, s supaya tidak merubah k k kayu ukur ya kedua , d tempatk kayu uku ang dan kan ur pertama di m muka kayu uk kedua hin kur ngga letak d digaris PQ da kedua uju kayu uku an ung ur aling bersing ggungan. Pek kerjaan ini d diulangi hing sampai k gga ketempat yan berdekata ng an sa dengan titik Q yang jara aknya a lebi kecil dari panjangnya kayu ukur Jarak a in ih i a r. ni iukur denga mistar atau dengan p ukur da baja. Ma jarak PQ akan sam an pita ari aka Q ma di dengan kelipa panjang atan gnya kayu uk ditambah dengan a. kur h Pada Lap pangan Yang Miring g

Gambar 3. Pengukuran pada lapang yang miring n gan Kayu ukur h K harus dileta akkan mend datar. Kayu ukur pertama ujung belakangny u ya di isentuhkan p pada titik P,diletakkan mendatar d P dengan peran ntaraan sebu nivo da uah an di iujung mukanya diletak kkan unting-unting diat tanah dii tas impitkan uju belakan ung ng kayu ukur kedua, sedang pada ujung mukanya d g diletakkan lag tali unting gi g-unting yan ng

menggantung tegak lurus Pada kaki u m g s. unting-untin ini diletak ng kkan ujung b belakang kay yu uk pertama yang dipi kur a indahkan da belakang ari g,dan seteru usnya. Deng gan demikia an dapatlah diuk jarak men kur ndatar antara dua titk P d Q. a dan 2. Pita Ukur Kain Yang dibuat dari kain ti Y idak banyak digunakan orang lagi, karena kur k rang kuat da an le ekas rusak. Untuk mem mperkuat ka ainnya, maka kain dibe benang dari tembag eri d ga. Lebar pita uk ini kuran lebih 2 c dan panjangnya ada 10 m, 20 m atau 30 m L kur ng cm m, m. Ujung-ujungn dibuat dari kulit. K U nya d Kekurangan pada pita u ukur dari ka ini adala ain ah mendapat reg m gangan bila basah dan le ekas rusak. Maka dari i pita ukur dari kain in itu r ni se ekarang jara sekali dip ang pakai. 3. Pi Ukur Baja ita a

Baja Gambar 4. Pita Ukur B Dibuat dari pita baja, leba 20 mm, te 0,4 mm dan panjang 20 m, 30 m atau 50 m D ar ebal m g m. Pada ujung-u ujung pita u ukur baja ini ditempatka pegangan sedang ga awal da i an n, aris an khir ur empatkan pa pegangan sendiri ata kira-kira p ada n au pada pita baj ja ak pita uku dapat dite se endiri denga jarak kur an rang lebih 10 cm dari pegangan. S p Skala pada p ukur baj pita ja

dapat dibuat dengan cm, sedang pad keduanya sepanjang 1 cm diba dalam mm da 10 agi m dan skala dib buat dengan garis-garis h halus. Ada p pula skala di ibuat dengan diberi tand n da ningan, untu tiap-tiap m uk meter dari pe kuninga kecil yang bundar. Pita elat an g pelat dari kun baja dapat dig gulung dalam tempat ya dibuat dari kulit ata dapat digu m ang d au ulung denga an al penggulu pita baja lat ung a. Pada waktu m melakukan p pengukuran d dengan pita baja, diperlu ukan dua ora pembant ang tu A dan B. Peg gangan yang ada lubang g gnya a dipeg gang oleh A yang dibela akang B yan ng di imuka mem megang ujung pada luban b. orang A menempa g ng atkan pada l lubang a pad da titik ujung P d garis PQ yang akan diukur. Ora B menar pita ukur baja ke muk dari Q n ang rik ka petunjuk dar A pita uk diletakka digaris lu ri kur an urus PQ. B menancapka an dan dengan p u ang a. u, pen pertama dilubang b pemegang ujung pita ukur baja ya di muka Setelah itu n mbawa kedu ujung pi ukur baja. ua ita kedua orang itu berjalan ke muka dengan mem ba n nggalkan ole B dan pe diletakkan dilubang a, eh en n Setelah A tib pada pen yang ditin maka dengan petunjuk d A, oleh B pita ukur baja diletak m n dari r kkan digaris PQ lagi da s an pen kedua dim masukkan di lubang b. K Kedua orang itu berjalan lagi ke mu sedang A g n uka, membawa pe yang dibe m en elakang dan setelah A tiba pada pen kedua, ma pekerjaa t aka an di iulangi lagi. Dengan ca demikian maka jara yang diukur sama de . ara n, ak engan jumla ah pen yang ada di A kali panjang pita u a ukur baja ya digunaka ang an. antai Ukur Ja arak. 4. Ra

Gambar 5. R Rantai ukur j jarak Terdiri atas m T mata rantai yang dibuat dari kawat baja atau kawat besi galbani yan t ng te ebalnya ada 3 atau 4 mm. tiap ujun mata rant diberi m ng tai mata dan mat rantai-mata ta ra antai digabungkan satu s sama lain de engan gelang hingga j gan jarak antara dua gelanga an ad 0,50 m. p da panjang rant ukur jara ini ada 10 m, 20 m, 25 m dan 3 m. Sebagai tai ak 0 30

perlengkapan rantai ukur jarak harus digunakan pula 11 buah pen untuk menyatakan ujung-ujung rantai pada waktu pengukuran jarak dengan rantai ukur. 5. Pita Pengukur/Meteran Pengukur Pita ukur yang dipergunakan adalah yang terbuat dari bahan fiber. Ketelitian yang dapat dicapai adalah sampai dalam satuan centimeter. Pergunakan pita ukur yang memiliki panjang maksimal 30 meter. Karena, pengukuran lorong yang memiliki panjang lebih dari 50 meter, akan terjadi lengkungan pada pita ukur karena berat pita sendiri. Sehingga terjadi kesalahan pengukuran bila tetap dipergunakan.

Gambar 6. Pita Ukur


6. Abney Level

Abney level adalah suatu alat rancang-bangun yang dapat digunakan untuk menentukan kelerengan. Alat ini biasa digunakan pada bidang kehutanan dalam menghitung area khususnya pada daerah yang medannya miring (untuk menghitung kemiringan lereng).

Gambar 7. Abney level

Walaupun a W abney level merupaka alat ya l an ang relatif sempurna tapi dalam m penggunaann juga dip nya pengaruhi oleh faktor pe erawatan ala yang telit agar dalam at ti m nya baca lebih ak kurat. penggunaann dapat terb 9. Mi istar.

Gamba 9. Mistar ar Mistar yang digunakan pada peng M gukuran menyipat data dibuat da kayu da ar ari an panjangnya ada 3 atau 4 meter, bahk ada yang 5 meter. K a kan g Karena panjan ngnya ini da an ntuk memud dahkan peng gangkutanny maka mi ya, istar-mistar d dapat dilipat 1,50 m ata t au un 2,00 m. Skala mistar dib buat dengan cm, tiap-tia cm adala blok mera putih ata ap ah ah, au hi itam. Tiap-t tiap meter d diberi warna yang berl a lainan, mera ah-putih dan hitam puti n ih un ntuk memud dahkan pemb bacaan mete er.

k metaan B. Alat Ukur Optik dalam Pem 1. Kom mpas Kompas adal alat nav K lah vigasi untuk mencari ar k rah, berupa sebuah pan penunju nah uk magnetis yan bebas menyelaraska dirinya dengan med magnet Bumi secar m ng m an d dan ra ak kurat. Komp memberi pas ikan arah ruj jukan terten sehingga sangat mem ntu, a mbantu dalam m navigasi. Ma anginnya adalah uta selatan, timur, dan barat. Bersama jam da ata a ara, an ekstan, kom mpas memb bentuk alat navigasi yang sangat akurat. A y t Alat ini tela ah se

membantu perkembangan perdagangan maritim dengan membuat perjalanan lebih aman dan efisien. Kompas adalah alat penunjuk arah yang digunakan untuk mengetahui arah utara magnetis. Karena sifat kemagnetannya, jarum kompas akan menunjuk arah utara-selatan (jika tidak dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya magnet lainnya selain magnet bumi). Tetapi perlu diingat bahwa arah yang ditunjuk oleh jarum kompas tersebut adalah arah utara magnet bumi, jadi bukan arah utara sebenarnya.

Gambar 10. Kompas Silva Nomad Secara fisik, kompas terdiri atas : a) Badan, yaitu tempat komponen-komponen kompas lainnya berada; b) Jarum, selalu mengarah ke utara-selatan bagaimanapun posisinya; c) Skala penunjuk, menunjukkan derajat sistem mata angin. Jenis-Jenis Kompas, dalam suatu perjalanan banyak macam kompas yang dapat dipakai, pada umumnya dipakai dua jenis kompas, yaitu kompas bidik (misalnya kompas prisma) dan kompas orienteering (misalnya kompas silva). Kompas bidik mudah untuk membidik, tetapi dalam pembacaan di peta perlu dilengkapi dengan busur derajat dan penggaris. Kompas silva kurang akurat jika dipakai untuk membidik, tetapi banyak membantu dalam pembacaan dan perhitungan di peta. Kompas yang baik pada ujungnya dilapisi fosfor agar dapat terlihat dalam keadaan gelap.

Gambar 11. Kompas

2. Altim meter Altimeter adalah alat untu menguku ketinggia suatu tit dari per uk ur an tik rmukaan lau ut. asanya digun nakan sebaga navigasi d ai dalam penerb bangan, pend dakian, dan kegiatan yan k ng Bia berhubungan de engan keting ggian. Altim meter bekerja dengan beb a berapa prinsip : teka anan udara (y yang paling umum digun nakan) Mag bumi (d gnet dengan sudut inclinasi) t Gelo ombang (ultr sonic mau ra upun infra merah, dan la m ainnya)

upakan alat p pengukur ket tinggian yan bisa mem ng mbantu dalam menentuka m an Altimeter meru pos sisi. Pada medan yang bergunung tinggi. se m g g etiap altime eter yang d dipakai haru us dikalibrasi. Per riksa ketelit tian altimete di titik-tit ketinggian yang pasti. Altimete er tik er ngat hadap gunca angan, perub bahan cuaca, dan perubah tempera , han atur. san peka terh

Gambar 12. Altimete er 3. osition Syste em) GPS (Global Po GPS (Global Position Syst P tem) adalah sebuah alat yang digun t nakan untuk menentuka k an sisi asi. diri satelit yang mengelilingi bumi 2 kali sehari dalam m i i m pos atau loka GPS terd dari 24 s seb buah orbit ya sangat be dan men ang esar ngantarkan informasi ke i ebumi. GPS dapakai untuk kont truksi denga pantulan satelit aka didapatk an n an kan titik-titik k. nstruksi men ncari titik d dilapangan s sampai terbe entuk suatu polygon syaratnya haru us Kon ada peta tem a matik dan p peta batas kawasan, sedangkan rekonstruksi merupaka s an pen ngukuran ul lang di lap pangan, dili ihat, tidak gampang te ercabut/hilan di dalam ng m pen ngambilan tit tik. Jika salah satu satelit te a u erhalang ata terlihat samar-samar maka pe au r, enerima aka an men nggunakan satelit alter rnatif (cada angan) untu menentuk uk kan lokasi secara cepat tida aknya alat d dalam penen ntuan titik/po osisi tergant tung pada penerima citr atau sinyal ra sate Sinyal GPS relatif lemah dan tidak dapat mengantark informa menembu elit. G kan asi us beb batuan, gedu ung, manusia atau logam Jadi dalam penggunaa GPS sang a m. m an gatlah pentin ng

untuk menjaga citra/pemandangan langit tetap bersih untuk mendapatkan hasil yang akurat. 4. Theodolit Theodolit adalah alat ukur sederhana yang digunakan dalam pengukuran luas dan jarak suatu areal dalam pembuatan peta. Theodolit terbagi atas lima diantaranya theodolit universal Wild T2, theodolit Wild T3, theodolit repetisi dan theodolit tachimetri, theodolit kompas Wild T0, dan theodolit Wild T05. Dengan menggunakan alat ukur sudut (Theodolit) kita dapat mengukur sudut-sudut kedua titik atau lebih dan sudut curaman terhadap bidang yang horizontal pada titik pembacaan. Akan terdapat pada tiap-tiap titik suatu sudut horisontal dan vertikal. Penyusunan alat theodolit ada dua macamnya sesuai dengan penggunaannya. Triangulasi membutuhkan alat ukur sudut dengan kemungkinan pembacaan sudut dengan seteliti mungkin. Alat ukur sudut ini dinamakan theodolit reiterasi atau theodolit detik atau sekon. Pada theodolit yang sederhana dan agak tua pada plat dasar juga dipasangkan lingkaran horisontal berskala tertentu. Pada alat ukur sudut yang lebih modern lingkaran horisontal berskala dapat distel juga. Pada theodolit repetisi lingkaran horisontal berskala dapat diputar pada sumbu pertama. Karena itu sumbu pertama harus dibuat sedemikian rupa, menjadi suatu sumbu yang rangkap. Dapat pula kita pilih pembacaan lingkaran horisontal berskala misalnya sehingga pada waktu menyipat titik A pembacaan menjadi 0 dsb. Dengan keterangan mengenai penyusunan alat ukur sudut yang singkat ini kita akan memperhatikan lebih teliti theodolit-theodolit yang lebih modern. Theodolid modern didasarkan pada pengalaman, bahwa theodolit kuno menjadi berat, pembacaan lingkaran horisontal dan vertikal makan waktu dan memenatkan terutama pada pekerjaan trigulasi pada lapangan yang sulit dengan theodolit reiterasi.

Gambar 13. Theodolit

C. Indikator Penilaian Jumlah pertemuan untuk modul ini sebanyak dua kali pertemuan dengan metode pembelajaran collaborative learning (diskusi), teaching dan praktek penggunaan alat ukur. Disamping pemberian materi dan diskusi serta praktek bersama, mahasiswa juga diberikan tugas berupa pembuatan makalah mengenai alat ukur non optik dan optik yang harus mereka presentasekan. Indikator penilaian untuk bagian ini adalah 10 % dari total penilaian keseluruhan pertemuan. Yang menjadi indikator penilaian adalah terampil dalam menggunakan alat ukur non-optik dan optik dalam pengukuran dan pemetaan hutan yang dinilai dalam dua unsure yakni ketepatan dan ketuntasan pembahasan tugas dan kreativitas dan kerjasama dalam presentase.

BAB III. PENUTUP Demikian modul alat ukur non optik dan optik ini dibuat dan semoga dapat menuntun dan membantu para peserta mata kuliah pengukuran dan pemetaan hutan untuk lebih memahami materi yang disampaikan pada mata kuliah ini.

DAFTAR PUSTAKA

A. Frick, Heinz, 1979. Ilmu Dan Alat Ukur Tanah. Kanisius, Yogyakarta. B. John M. Roberts and Kenneth F. Lane, 1984. Fundamental Land a Worbook of Topography, Grading, Drainage, Earth Volumes, Areas, Retaining Walls, Road and Walk Design. Iowa State University, Ames, Iowa 50011. C. Raymond E. Davis, Francis S. Foote, James M. Enderson and Edward M. Mikhail, 1981. Surveying Theory and Practice, 6 th ed. McGraw-Hill Book Company, New York. D. Soetomo Wongsotjitro, 1989. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. E. Triono Budi Astanto, 1999. Pekerjaan Dasar Survei. Penerbit Kanisisus, Yogyakarta. F. Sosrodarsono, S. dan Takasaki, 1983. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

MODUL II
PENGUKURAN JARAK DENGAN SUDUT HORISONTAL DAN VERTIKAL

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah memahami materi alat ukur, maka modul ini akan mengantar mahasiswa untuk mengetahui teknik pengukuran jarak dengan sudut horizontal dan sudut vertikal. Salah satu dimensi atau unsur penting pengukuran dan pemetaan hutan ialah pengukuran jarak. Jarak dapat diukur dengan menggunakan sudut horizontal termasuk arah pergeserannya. Demikian pula dengan sudut vertikal akan menuntun kita untuk mengetahui pengaruh perbedaan ketinggian dan relief permukaan bumi yang kita ukur. Modul ini akan mengantar mahasiswa dalam mengukur jarak dengan menggunakan sudut horizontal dan sudut vertikal sehingga dapat menentukan jarak secara tepat yang sangat penting dalam pengelolaan dan pembangunan suatu areal hutan. B. Ruang Lingkup Isi Modul 02 (Pengukuran jarak dengan sudut horizontal dan vertikal) membahas mengenai beberapa teknik dan pengertian dasar pengukuran jarak dengan sudut horizontal dan sudut vertikal yang biasa digunakan dalam pengukuran dan pemetaan hutan. Pembahasan modul ini diawali dengan uraian pengukuran jarak dengan sudut horisontal yang dilanjutkan dengan pengukuran jarak dengan sudut vertikal.

C. Kaitan Modul Modul 02 ini merupakan modul lanjutan dalam mata kuliah Pengukuran dan Pemetaan hutan (keseluruhan 5 modul) yang kaitan sangat erat dengan modul lainnya yang berfungsi mengantar mahasiswa peserta mata kuliah untuk mengetahui teknikteknik pengukuran jarak dalam pemetaan hutan.

D. Sasaran Pembelajaran Modul Sasaran pembelajaran modul yaitu mahasiswa diharapkan dapat memahami teknik pengukuran jarak dan mampu mempraktekkan teknik pengukuran yang dimaksud termasuk teknik pembuatan titik ikat di lapangan dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan hutan.

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengukuran Jarak dengan Sudut Horisontal Arah orientasi merupakan salah satu unsur utama dalam proses pengukuran untuk membuat peta, khususnya peta umum. Pada umumnya setiap peta memiliki arah utama yang ditunjukkan ke arah atas (utara). Terdapat 3 (tiga) arah utara yang sering digunakan dalam suatu peta. a. Utara magnetis, yaitu utara yang menunjukkan kutub magnetis b. Utara sebenarnya (utara geografis), atau utara arah meridian c. Utara grid, yaitu utara yang berupa garis tegak lurus pada garis horizontal di peta. Ketiga macam arah utara itu dapat berbeda pada setiap tempat. Perbedaan ketiga arah utara ini perlu diketahui sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pembacaan arah pada peta. Arah utara magnetis merupakan arah utara yang paling mudah ditetapkan, yaitu dengan pertolongan kompas magnetik. Perbedaan sudut antara utara magnetis dengan arah dari suatu obyek ke tempat obyek lain searah jarum jam disebut sudut arah atau sering disebut azimuth magnetis. Pada peta yang dibuat dengan menggunakan kompas, maka perlu diberikan penjelasan bahwa utara yang digunakan adalah utara magnetis. Lihat gambar 1.22.

Contoh: Azimuth Magnetis AB (Az AB) = z, 70 Azimuth Magnetis AC (Az, AC) = 310 A

1. Peng gukuran Jar rak Perlu diketahui bahwa jar u rak yang d dapat digam mbarkan secara langsung pada peta a g adalah jarak horizontal, bukan jarak miring. Ole k k eh karen itu, jarak h na horizontal A yang akan digambark pada peta AB n kan a. Taha ap-tahap Pe engukuran Jarak dan A J Arah Berik ini adalah tahap-taha yang harus Anda lakuk dalam m kut h ap kan memetakan s suatu wilayah h denga alat bantu meteran da kompas an u an 1. M Misalnya, kita akan mem metakan suatu jalur jalan A B u 2. L Lakukan pengukuran gar ris-garis uku pokok, me ur eliputi ukur pokok di tu unjukkan ole eh garis 1 - 2, 2 - 3, 3 - 4, d 4 - 5. Az dan zimuth magn netis diukur d utara m dari magnetis (UM M) ok. ke garis poko Apabila di sep panjang jalu jalan terse ur ebut terdapat obyek, sepe banguna pagar, ata t erti an, au 3. A al liran sungai, maka obyek tersebut da dipetakan dengan cara menguku jarak tega , k apat ur ak lu urus dari titik pada garis ukur pokok ke titik yan mewakili obyek terse k s k ng i ebut. Garis in ni di isebut offset Pada contoh di bawah ini, terdapa obyek rum di pingg garis uku t. h at mah gir ur pokok 1 - 2. Lihat gamba 2.30. L ar

Pada gambar 2.30. offset 01, 02, 03, 04 dan 05 dibuat tegak lurus terhad garis uku t d dap ur dari titik A ke titik A. Pa e anjang offset 02 diukur d titik a ke titik a, dan seterusnya t dari e n a.

Penggam mbaran Has Pengukur sil ran Setelah p pengukuran selesai, baik jarak maupu arahnya, maka Anda harus meng s un ggambar gari is garis uku tersebut se ur esuai dengan skala yang sudah diten n ntukan. Gamb barlah juga o obyek-obyek k yang tela Anda ukur jaraknya dari garis uku (jarak offs dengan m ah d ur set) menggunaka simbol an simbol te ertentu. (Cob lihat kemb kegiatan 1). ba bali n Koreksi Kesalahan Permasal lahan yang sering timbul pada peme s l etaan dengan alat sederha adalah sebagai n ana berikut: K Kesalahan m membaca ara (azimuth m ah magnetis) pa kompas y ada yang kurang cermat dan g n kesalahan mengukur jarak denga meteran K n an Kesalahan ter rsebut teruta terjadi p ama pada garis garis uku yang mem ur mbentuk polig tertutup. Seharusnya titik A dan titik terakhir berhimpit. gon a n Namun p pada penggam mbarannya, titik tidak be erhimpit, na amun menjad A. Hal ini perlu di dikoreksi dengan me i enggunakan j jarak kesalah secara proporsional di tiap titik B, C, D dan han p B E. Carany adalah se ya ebagai beriku ut: Membua garis lurus A, B, C, D , E yang jar at s raknya sama dengan jar pada poligon A, B, C a rak C, D, E. Misalnya jarak A - B pada poligon 5 cm maka jara pada garis A - B juga 5 cm. Begit k m, ak a tu gan atlah garis te egak lurus k atas dari titik A sesuai ke t juga deng B, C, D dan E, dan E - A. Bua dengan panjang kesa p alahannya, ya a. Dari g aitu garis kesalah tersebut tarik garis k titik A. han ke Buatlah garis yang se g ejajar denga garis kesa an alahan (a) pa titik B, C D, dan E. Supaya lebi ada C, ih jelas liha atlah gambar 1.31. r

pengukur untuk pe ran embuatan pe juga biasa disebut pe eta engukuran to opografi, atau pengukura u an situasi, a atau penguk kuran detil, dilakukan u untuk dapat menggamba arkan unsur r-unsur: alam m, buatan manusia dan bentuk per m n rmukaan tan dengan sistem dan cara terten Di antar nah ntu. ra beberapa cara yang d a dibahas berik adalah ca offset da tachymetry kut ara an y. 1. Peng gukuran Pem mbuatan Peta Cara Tachi a imetry Polyg Kompas gon s Pe engukuran dengan metod ini dapat dilakukan dengan men de t nggunakan a sederhan alat na

seperti kompas, alat pembuat sudut siku, pen ukur, meteran, namun untuk mendapatkan hasil yang detail orang lebih banyak menggunakan Theodolit berkompas. Salah satu unsur penting pada peta topografi adalah unsur ketinggian yang biasanya disajikan dalam bentuk garis kontur. Menggunakan pengukuran cara tachymetri, selain diperoleh unsur jarak, juga diperoleh beda tinggi. Bila theodolit yang digunakan untuk pengukuran cara tachymetri juga dilengkapi dengan kompas, maka sekaligus bisa dilakukan pengukuran untuk pengukuran detil topografi dan pengukuran untuk pembuatan kerangka peta pembantu pada pengukuran dengan kawasan yang luas secara efektif dan efisien. Alat ukur yang digunakan pada pengukuran untuk pembuatan peta topografi cara tachymetry menggunakan theodolit berkompas adalah: theodolit berkompas lengkap dengan statif dan unting-unting, rambu ukur yang dilengkapi dengan nivo kotak dan pita ukur untuk mengukur tinggi alat. Data yang harus diamati dari tempat berdiri alat ke titik bidik menggunakan peralatan ini meliputi: azimuth magnet, benang atas, tengah dan bawah pada rambu yang berdiri di atas titik bidik, sudut miring, dan tinggi alat ukur di atas titik tempat berdiri alat. Keseluruhan data ini dicatat dalam satu buku ukur. Pengukuran detil cara tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur di atas titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman data di tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring m. Tempatkan alat ukur di atas titik kerangka dasar atau titik kerangka penolong dan atur sehingga alat siap untuk pengukuran, ukur dan catat tinggi alat di atas titik ini. Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu dengan bantuan nivo kotak. Arahkan teropong ke rambu ukur sehingga bayangan tegak garis diafragma berimpit dengan garis tengah rambu. Kemudian kencangkan kunci gerakan mendatar teropong. Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas. Setelah jarum setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth magnetis dari tempat alat ke titik bidik. Kencangkan kunci gerakan tegak teropong, kemudian baca bacaan benag tengah, atas dan bawah serta cata dalam buku ukur. Bila memungkinkan, atur bacaan benang tengah pada rambu di titik bidik setinggi alat, sehingga beda tinggi yang diperoleh

sudah merupakan beda tinggi antara titik kerangka tempat berdiri alat dan titik detil yang dibidik. Titik detil yang harus diukur meliputi semua titik alam maupun buatan manusia yang mempengaruhi bentuk topografi peta daerah pengukuran.

Kesalahan pengukuran cara tachymetri dengan theodolit berkompas Kesalahan alat, misalnya: a. Jarum kompas tidak benar-benar lurus. b. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada prosnya. c. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi). d. Garis skala 0 - 180 atau 180 - 0 tidak sejajar garis bidik. e. Letak teropong eksentris. f. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar. Kesalahan pengukur, misalnya: a. Pengaturan alat tidak sempurna ( temporary adjustment ). b. Salah taksir dalam pemacaan c. Salah catat, dll. nya. Kesalahan akibat faktor alam, misalnya: a. Deklinasi magnet. b. atraksi lokal. 2. Kerangka Dasar Cara Offset Kerangka dasar pemetaan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga setiap garis ukur yang terbentuk dapat digunakan untuk mengukur titik detil sebanyak mungkin. Garis ukur adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik kerangka dasar. Jadi garis ukur berfungsi sebagai "garis dasar" untuk pengikatan ukuran offset. Kerangka dasar cara offset cara siku-siku: Setiap garis ukur dibuat saling tegak lurus. Pada metode ini alat utama yang digunakan adalah pita / rantai dan alat bantu untuk membuat siku ( prisma ). Metode offset terdiri dari dua cara, yaitu : a. Metode siku-siku ( garis tegak lurus )

Titik-titik det diproyek T tail ksikan siku-siku terhada garis uku AB. Kem ap ur mudian diuku ur ja arak-jarakny dengan m ya mengukur jar aa, bb, cc, dd, p rak posisi titik a b, c dan d a, se ecara relatif dapat ditent tukan. 3. M Metode Meng gikat ( Interp polasi ) Ti itik-titik deta diikat den ail ngan garis lu pada ga ukur. urus aris Ada A dua cara : a. Pengikatan pada semb barang titik. ngan sisi. Pen ngikatan pad sembarang titik. da g Perpanjan

b. Tentukan sembarang garis pada garis ukur AB titik-tit a, a, b b, c, c. tik b;, Usahakan segitiga aa bbb, c aa, ccc merupa akan segitiga samasisi at samakak a tau ki. mengukur jar Aa, Aa Ab, Ab, Ac, Ac, Bc, Bc, B rak , Bb, Bb, Ba a, Dengan m Ba, aa, aa, bb, bb, cc, cc maka posisi ti , , , a itik-titik a, b, c dapat c. Langkah P Perhitungan

Pengukuran Polygon Tertutup 1. Sudut Pengambilan (b) b luar = Hz (muka) Hz (blk) b dalam = Hz (blk) Hz (muka) Syarat : b luar = ( n+2 ) . 180 b dalam = ( n+2 ) . 180 Jika b lapangan b teori maka ada koreksi. Adapun besar koreksi adalah : koreksi = b teori - b lapangan Cara koreksi sudut ada 2, yaitu : 1. Metode Perataan Kor. Db = kor. b / n 2. Metode Bow Dieth Kor. Db = ( b / b ) . kor. b atau Kor. Db = ( d / d ) . kor. B 1. Sudut Azimuth (a) an = a awal + bn -180 bn adalah sudut pengambilan setelah koreksi 2. Jarak Datar

Jika mema sudut ze akai enith ( vertik ) : kal Do = ( BA BB) x 100 x SinV , jar optis Arak Dh = ( BA BB) x 100 x Sin AV , jarak datar

Jika mema sudut ele akai evasi (a) : Do = ( BA BB) x 100 x Cos V , ja Aarak optis Dh = ( BA BB) x 100 x Cos AV , jarak datar

2. Beda Tingg (Dh) gi Jika mema sudut ze akai enith ( vertik ) : kal Dh = ta + - BT

Jika mema sudut ele akai evasi (a) : Dh = ta + ( x tan V) BT (Dh ) Adapun sy yarat Dh untu polygon t uk tertutup yaitu : u Dh (+) - Dh (-) = 0 aka alahan yang harus dikore eksi. Jika 0, ma ada kesa Jika kesala ahan (+) mak koreksi (ka -) Jika kesala ahan (-) mak koreksi (+ ka +) Cara korek ada dua y ksi yaitu : 1. Metode Pu ukul Rata 2. Metode Bo Dieth ow

2. Azimu dan Bac Azimuth uth ck Azimuth iala besar sud antara u A ah dut utara magnet (nol dera tis ajat) dengan titik/sasara n an yang kita tuju, azimu juga serin disebut su a uth ng udut kompas, perhitunga searah jar an rum jam. Ad da tiga macam azimuth yaitu : a) Azimuth Seb h A benarnya,yaitu besar sudut yang dib bentuk antar ra benarnya den ngan titik sas saran; b) Az zimuth Magn netis,yaitu su udut yang di ibentuk antar ra utara seb utara kom mpas dengan titik sasar n ran; c) Azim muth Peta,yaitu besar sudut yang dib bentuk antar ra

utara peta dengan titik sasaran. Back Azimuth adalah besar sudut kebalikan/kebelakang dari azimuth. Cara menghitungnya : bila sudut azimuth lebih dari 180 derajat maka sudut azimuth dikurangi 180 derajat, bila sudut azimuth kurang dari 180 derajat maka sudut azimuth ditambah 180 derajat, bila sudut azimuth = 180 derajat maka back azimuthnya adalah 0 derajat atau 360 derajat. 3. Resection Resection adalah menentukan kedudukan/ posisi di peta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali. Teknik resection membutuhkan bentang alam yang terbuka untuk dapat membidik tanda medan. Tidak selalu tanda medan harus selalu dibidik, jika kita berada di tepi sungai, sepanjang jalan, atau sepanjang suatu punggungan, maka hanya perlu satu tanda medan lainnya yang dibidik. Langkah-langkah resection : a) Lakukan orientasi peta; b) Cari tanda medan yang mudah dikenali dilapangan dan di peta, minimal dua buah; c) Dengan penggaris buat salib sumbu pada pusat tanda-tanda medan itu; d)Bidik dengan kompas tanda-tanda medan itu dari posisi kita,sudut bidikan dari kompas itu disebut azimuth; e) pindahkan sudut bidikan yang didapat ke peta, dan hitung sudut pelurusnya; f) perpotongan garis yang ditarik dari sudut-sudut pelurus tersebut adalah posisi kita di peta 4. Intersection Prinsip intersection adalah menentukan posisi suatu titik (benda) di pet dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali dilapangan. Intersection digunakan untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda yang terlihat dilapangan, tetapi sukar untuk dicapai. Pada intersection, kita sudah yakin pada posisi kita di peta. Langkah-langkah melakukan intersection : a) lakukan orientasi medan, dan pastikan posisi kita; b)bidik obyek yang kita amati; c) pindahkan sudut yang kita dapat dipeta; d) bergerak ke posisi lain, dan pastikan posisi tersebut di peta, lakukan langkah b dan c; e) perpotongan garis perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah posisi obyek yang dimaksud. 5. Koreksi sudut Pada pembahasan utara telah dijelaskan bahwa utara sebenarnya dan utara kompas berlainan. Hal ini sebetulnya tidaklah begitu menjadi masalah penting jika selisih sudutnya sangat kecil, akan tetapi pada beberapa tempat, selisih sudut/deklinasi sangat besar sehingga perlu dilakukan perhitungan koreksi sudut yang didapat dari kompas(azimuth)yaitu :

Contoh Perhitungan: Diketahui sudut kompas/azimuth 120 derajat, pada legenda peta tahun 1942 tersebut: DM 1 derajat 30 menit ketimur, VM 2 menit increase, lalu berapa sudut yang akan kita pindahkan ke peta? P= K=+/- (DM +/- VM) ingat! kompas ke peta, DM ke timur VM increase besar VM sekarang (2002)= (2002-1942)x 2 menit = 120 menit= 2 derajat (1 derajat=60 menit) sudut P= 120 derajat + (1 menit 30 detik + 2 derajat) = 123 derajat 30 menit, jadi sudut yang dibuat di peta adalah 123 1/2 derajat. 6. Analisis Perjalanan Analisa perjalanan perlu dilakukan agar kita dapat membayangkan kira-kira medan apa yang akan kita lalui, dengan mempelajari peta yang akan dipakai. Yang perlu di analisa adalah jarak, waktu dan tanda medan. a. Jarak Jarak diperkirakan dengan mempelajari dan menganalisa peta, yang perlu diperhatikan adalah jarak yang sebenarnya yang kita tempuh bukanlah jarak horizontal. Kita dapat memperkirakan jarak (dan kondisi medan) lintasan yang akan ditempuh dengan memproyeksikan lintasan, kemudian mengalihkannya dengan skala untuk memperoleh jarak sebenarnya. b. Waktu Bila kita dapat memperkirakan jarak lintasan, selanjutnya kita harus memperkirakan berapa lama waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut. Tanda medan juga bisa untuk menganalisa perjalanan dan menjadi pedoman dalam menempuh perjalanan. c. Medan Tidak Sesuai Peta Jangan terlalu cepat membuat kesimpulan bahwa peta yang kita pegang salah. Memang banyak sungai-sungai kecil yang tidak tergambarkan di peta, karena sungai tersebut kering ketika musim kemarau. Ada kampung yang sudah berubah, jalan setapak yang hilang, dan banyak perubahan-perubahan lain yang mungkin terjadi.

Bila anda menjumpai ketidaksesuaian antara peta dengan kondisi lapangan, baca kembali peta dengan lebih teliti, lihat tahun keluaran peta, karena semakin lama peta tersebut maka banyak sekali perubahan yang terdapat pada peta tersebut. Jangan hanya terpaku pada satu gejala yang tidak ada di peta sehingga hal-hal yang yang dapat dianalisa akan terlupakan. Kalau terlalu banyak hal yang tidak sesuai, kemungkinan besar anda yang salah (mengikuti punggungan yang salah, mengikuti sungai yang salah, atau salah dalam melakukan resection). Peta 1:50.000 atau 1:25.000 um

B. Pengukuran Jarak dengan Sudut Vertikal Sudut vertikal adalah selisih arah antara dua garis berpotongan di bidang vertikal. Seperti yang biasa dipakai dalam pengukuran tanah, sudut itu adalah sudut yang berada diatas atau dibawah bidang horizontal yang melalui titik pengamatan. Sudut diatas bidang horizontal disebut sudut plus atau sudut elavasi, sudut dibawah sudut horizontal disebut sudut minus atau sudut junam (depresi). Sudut vertikal diukur dalam sipat datar trigonometri dan dalam EDM serta pekerjaan takimetri sebagai sebuah bagian penting dari prosedur lapangan. 1. Mengukur sudut vertikal dengan transit Untuk mengukur sudut vertikal dengan transit, instrumen dipasang pada titiknya dan di datarkan dengan cermat. Gelembung dalam tabung nivo teropong harus tetap seimbang. Bila teropong dikunci pada kedudukan horisontal dan untuk mengukur sudut vertikal dengan transit instrumen dipasang pada titiknya dan didatarkan dengan cermat. Gelembung dalam tabung nivo teropong harus diputar 360o mengelilingi sumbu pertama. Jika nonius pada sudut vertikal tidak terbaca dan nivo seimbang, maka ada galat indeks yang harus ditambahkan atau dikurangkan pada semua pembacaan. Kekacauan tanda dihilangkan dengan menempatkan dalam catatan lapangan. Sebuah pernyataan, misalnya "Galat indeks adalah minus 2 menit, dikurangkan dari sudutsudut junam dan ditambahkan pada sudut elavasi". - Penempatan Benang Horisontal Benang silang horisontal ditempatkan mendekati titik yang akan diukur sudut vertikalnya dan teropong dikunci. Pembidikan tepat diperoleh dengan memakai sekrup

pen nggerak halu lingkaran us n-vertikal. L Lingkaran ve ertikal dibaca dan kal ada galat lau indeks diterapk untuk m kan memperoleh sudut sebe h enarnya di atas atau di ibawah sudu ut rison. Penga amat menyer rukan pembacaan sudut belum dibe t etulkan dan bila perlu d di hor kor reksi dibuat b belakangan. - Pe engukuran su udut vertikal dengan the eodolit Pengukur sudut vet ran tikal dengan theodolit mengikuti pr n m rosedur umu yang sam um ma sep perti baru d dijelaskan k kecuali bah hwa lingkar ran vertikal diorientas l sikan denga an pem mampas otom matik atau ta abung nivo i indeks. Jika dipakai tabu nivo ind ung deks, akan ad da gala yang seri bila gelembungnya tidak diseim at ius mbangkan s sebelum membaca sudu ut. Sed dangkan den ngan transit, galat- galat instrumenta dipampas dengan men al ngambil harg ga puk rata pemb kul bacaan biasa dan luar bi a iasa yang sam banyakny ma ya. 2. Per rhitungan Ke emiringan Pengukur jarak dia ran antara dua t titik pada se ebuah bidang miring ser g ringkali lebi ih mudah dilakuk dengan mengikuti kemiringan permukaan dan mene kan n entukan sudu ut kem miringan atau beda tingg (elavasi) d u gi daripada mem mutus pemit taan setiap ja arak beberap pa kak Sebaikny digunakan pita ukur sepanjang 200 sampai 300 ft untuk pengukura ki. ya n 2 k an dise epanjang kem miringan. Ja arak horisont antara titi A dan B d tal ik dapat dihitun dari rumu ng us H= L cos

Gambar. Pengukuran Kemiringan n n 3. Bed Tinggi da ran ggi ua s n upakan bagia an Pengukur beda ting antara du titik diatas permukaan tanah meru yan sangat pe ng enting dalam ilmu ukur tanah. Bed tinggi ini bisa ditent m r da i tukan denga an berb bagai macam metode sif datar. m fat

Sifat datar (leveling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda tinggi antara dua titik diatas permukaan tanah. Sebuah bidang datar acuan, atau datum, ditetapkan dan elavasi diukur terhadap bidang tersebut. Beda elavasi yang ditentukan dikurangkan dari atau ditambah dengan nilai yang ditetapkan tersebut, dan hasilnya adalah elavasi titik- titik tadi. Bidang datar (level survace) adalah bidang dimana setiap titik diatasnya tegak lurus terhadap garis unting- unting. Bidang datar berbeda dengan permukaan rata (plane surface), yaitu permukaan yang datar dan tegak lurus terhadap garis unting- unting hanya pada satu titik saja. Suatu bentuk air tenang dapat dianggap sebagai sebuah bidang datar. Kalau perubahan permukaan laut yang disebabkan oleh pengaruhpengaruh seperti pasang surut, arus, angin, tekanan atmosfer, dan rotasi bumi bisa dihilangkan, maka permukaannya menjadi datar. Penentuan posisi adalah salah satu kegiatan untuk merealisasi tujuan ilmu Geodesi. Posisi setiap titik pada umumnya mempunyai arti relatif, karena posisi titik itu mengacu kepada posisi titik lainnya. Jika titik acuan adalah pusat bumi, maka posisi yang mengacu kepada pusat bumi ini dapat dinyatakan mempunyai arti absolut. Pengertian absolut dalam hal ini dapat juga diartikan sebagai relatif, jika posisi pusat bumi masih mengacu pada titik lain seperti pusat matahari. Posisi P dalam ruang terhadap A (Gambar 1.1) merupakan posisi 3 dimensi (3D) dengan titik A sebagai titik acuan. Posisi ini dapat diuraikan dalam dua komponen posisi yaitu komponen posisi pada bidang tegak atau vertikal yang melalui A dan P yang disebut posisi vertikal, dan komponen posisi pada bidang mendatar atau horizontal yang melalui A yang disebut posisi mendatar atau horizontal. Posisi vertikal P terhadap A adalah tinggi P terhadap bidang datar melalui A, yaitu t = PP0 , dimana P0 adalah proyeksi P pada bidang datar itu. Posisi vertikal ini disebut juga tinggi P terhadap A. Posisi mendatar P merupakan posisi 2 dimensi (2D).

Gambar. Posisi P terhadap A Dengan mengambil A sebagai kutub posisi mendatar P dapat dinyatakan dalam koordinat kutub yaitu P (d,). Dalam koordinat siku-siku dengan mengambil A sebagai titik asal sistem koordinat posisi mendatar P dinyatakan dengan P (xP,yP) Dalam teknik geodesi, pengukuran yang dilakukan untuk menentukan posisi P terhadap A dapat dilakukan dengan dua alternatif: (1) penentuan posisi mendatar P dilakukan secara terpisah dengan penentuan tingginya terhadap bidang acuan, (2) penentuan posisi mendatar P dilakukan secara bersama-sama dengan penentuan tingginya terhadap bidang acuan. Pada alternatif (1) dilakukan pengukuran arah mendatar () dan jarak mendatar (d); maka posisi mendatar P dalam sistem koordinat siku-siku kemudian ditentukan dengan menggunakan persamaan xp = d sin yp = d cos Apabila jarak antara A dan P cukup panjang, ini berakibat akan sulit melakukan pengukuran jarak mendatarnya, apalagi P tidak dapat langsung dapat dilihat dari A. Oleh karena itu diperlukan k buah titik pembantu antara A dan P, sehingga terdapat sebuah poligon yang menghubungkan A dengan P (Gambar 1.2). Pada polygon tersebut

dilakukan pengukuran sudut mendatar i dengan i = 1 sampai dengan k, dan pengukuran jarak mendatar di dengan i = 1 sampai dengan k+1. Jika arah dari A ke A1 adalah 1 ,

Gambar. Poligon yang menghubungkan A dengan P maka posisi mendatar P terhadap A adalah xp =

d
i =1

k +1

sin i

yp =

d
i =1

k +1

cos i

dimana i yaitu arah sisi ke - i terhada siku-siku lain yang mempunyai sumbu X sejajar dengan x, dan Y sejajar dengan y, dan posisi mendatar A dalam sistem koordinat yang baru ini adalah XA ,YA , maka posisi mendatar P dalam sistem koordinat baru ini adalah Xp = XA + d i sin i
i =1 k +1

YP = YA+ d i cos i
i =1

k +1

Jika diperlukan jarak mendatar dan sudut jurusan dari A ke P berturut-turut dapat ditentukan dari dAP =

(X

X A ) + (YP YA )
2

X XA AP = arc tg P YP Y A

Jika semua titik Ai terletak pada satu garis dengan A dan P, atau dengan perkataan lain semua i besarnya 1800 maka dAP =

d
i =1

k +1

dan AP = 1 =

Untuk menentukan tinggi P dilakukan secara terpisah pengukuran sipat datar dari titik A ke P. Jika kondisi antara A dengan P sama seperti yang diuraikan di atas (Gambar 1.2), maka pengukuran sipat datar dilakukan dengan cara tahap demi tahap (Gambar 1.3), sehingga beda tinggi dari A ke P merupakan penjumlahan dari hasil ukuran semua tahap tersebut t = ti Penjelasan yang rinci tentang pengukuran sipat datar, dan juga tentang penentuan posisi mendatar terutama menentukan i dari 1 dari hasil pengukuran sudut mendatar i dapat ditemukan dalam Wongsotjitro, hal. 164 dan 255 (1993).

Gambar. Pengukuran Sipat Datar Penentuan posisi mendatar dan beda tinggi P terhadap A berdasarkan alternatip ke-2 memerlukan pengukuran atau penentuan sudut jurusan AP = , pengukuran sudut miring (m) atau sudut zenit (z), dan jarak langsung (s), sehingga didapatkan yp = s sin z cos = s cos m cos xp = s sin z sin = s cos m sin

dan
t = s cos z = s sin m

Untuk merealisasikan penentuan posisi dengan alternatip ke-2 ini, jelas kondisi lapangan harus memenuhi ketentuan dimana P harus kelihatan dari A, disamping itu diperlukan alat ukur yang dapat mengukur jarak langsung dari A ke P (mis : jarak pengukur jarak elektronik), serta alat ukur teodolit untuk mendapatkan data sudut miring atau sudut zenit dari A ke P dan sudut mendatar yang diperlukan untuk mendapatkan arah mendatar P terhadap arah acuan yang telah ditetapkan. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa pengetahuan geometri untuk penentuan posisi sangat penting agar dapat merealisasikannya dengan benar melalui pengukuran teknik geodesi untuk mendapatkan data yang diperlukan. Sebagai contoh sederhana adalah menentukan besar suatu segitiga ABC yang terletak pada suatu bidang datar diperlukan pengukuran dua buah sudut dan satu sisi segitiga itu. Lanjutan dari contoh ini adalah menentukan orientasi segitiga ini terhadap arah tertentu sebagai arah acuan (misalnya arah utara) : diperlukan penentuan arah satu sisi terhadap arah utara. Jadi untuk menentukan orientasi suatu segitiga tertentu, data yang mutlak diperlukan adalah dua buah sudut serta satu sisi segitiga itu dan arah salah satu sisi terhadap arah acuan. Data ini adalah data minimum diperlukan. Dengan hanya mengandalkan data minimum yang diperlukan itu, apakah tujuan dari pengadaan data tersebut sudah memberikan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu dilakukan pengadaan data lebih dari yang diperlukan. Jika ketiga sudut dalam segitiga tersebut diukur, maka data yang tersedia melebihi banyak data minimum yang diperlukan. Kelebihan data ini akan menimbul pertanyaan apakah jumlah hasil ukuran sudut pada segitiga yang terletak pada bidang datar itu sama dengan 180o. Contoh yang lebih sederhana lagi adalah pengukuran jarak antara dua titik tertentu sebanyak dua kali yang memberikan hasil l1 dan l2. Sesungguhnya untuk mendapatkan jarak antara kedua titik itu cukup dilakukan pengukuran l1 saja. Dengan melakukan pengukuran l2 , maka timbul kondisi atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh kedua hasil pengukuran tersebut, yaitu l1 - l2 = 0. Jadi dengan melakukan pengukuran lebih dari yang diperlukan akan menimbulkan permasalahan, karena kondisi yang timbul harus dipenuhi, sehingga perlu dilakukan pengaturan (adjustment) pada hasil pengukuran agar kondisi tersebut terpenuhi. Proses pengaturan ini disebut hitung perataan, dimana hasilnya dianggap sebagai nilai yang paling sesuai (the most probable value) dengan semua data pengukuran.

Bagaimana menentukan nilai yang paling sesuai dengan hasil pengukuran pada kedua contoh tersebut dapat dilakukan seperti berikut. Pengukuran jarak : l1 l2 = l =

l l + 2 2

l l l1 l 2 + = 0 2 2 l1 l 2 = 0
Jadi, hasil setelah peataan adalah

l l l1 = l1 dan l 2 + 2 2
Pengukuran sipat datar tertutup/pergi-pulang l1+l2 = l =

l l + 2 2

l l l1 dan l 2 = 0 2 2 l1 + l 2 = 0
Jadi, hasil perataan adalah

l l l1 = l1 dan l 2 = l 2 2 2
Sudut dalam segitiga l1 + l2 + l3 = 1800 = l =

l l l + + 3 3 3

l l l 0 l1 + l 2 + l3 180 = 0 3 3 3
Jadi hasil setelah perataan adalah

l l l l1 = l1 , l 2 = l 2 dan l3 = l3 3 3 3

Dari uraian dengan pemberian contoh beberapa kasus di atas memberi kesimpulan bahwa dalam melakukan pengukuran yang sangat penting perlu dipahami adalah menentukan berapa banyak data minimum yang diperlukan agar tujuan dari pengukuran atau pengumpulan data itu tercapai, serta data apa saja yang diperlukan itu. Seperti dalam kasus menentukan besar segitiga diperlukan minimum 3 unsur segitiga. Kalau 3 unsur segitiga yang dipunyai adalah 3 data sudut segitiga itu, maka tujuan menentukan besar segitiga itu tidak tercapai. Tetapi jika tujuan pengumpulan data adalah menentukan bentuk segitiga, maka 3 data sudut segitiga merupakan data yang lebih dari banyak data yang diperlukan. Begitu pula pada contoh penentuan posisi 2D dengan melakukan pengukuran jarak. Karena titik P yang hendak ditentukan posisinya serta titik A dan B sebagai titik acuannya kelihatan di lapangan, seorang surveyor yang melakukan pengukuran di lapangan bukan tidak mungkin lupa mencatat atau menggambar sketsa lokasi masing-masing titik terhadap yang lainnya pada buku ukurnya. Apabila ini terjadi, maka petugas di kantor yang melakukan hitungan atau memproses data pengukuran akan menemui kesulitan menetapkan koordinat 2D titik P. Tidak demikian halnya jika digunakan 3 titik A, B dan C yang digunakan sebagai acuan, maka tujuan untuk menentukan posisi P tercapai, tetapi data yang dipunyai lebih dari banyak yang diperlukan. Masalah yang ditemukan dengan adanya data pengukuran lebih ini adalah timbulnya perbedaan hasil hitungan jika dari semua data yang tersedia itu dipilih beberapa alternatif kelompok data minimum yang diperlukan. Misalkan dalam menentukan posisi titik P pada Gambar 1.4, jika digunakan kelompok data l1 , l2 akan mempunyai hasil yang berbeda dengan hasil penggunaan kelompok data l1 , l3 atau l2 , l3 . Perbedaan ini. Hal ini juga telah disampaikan pada contoh pengukuran 3 sudut pada sebuah segitiga dan pengukuran sipatdatar pergi dan pulang, dimana syarat tertentu harus dipenuhi. Hasil yang berbeda atau tidak terpenuhinya syarat tertentu ini disebabkan adanya kesalahan yang terdapat pada pengukuran.

D. Indikator Penilaian Jumlah pertemuan untuk modul ini sebanyak tiga kali pertemuan dengan perpaduan metode pembelajaran discovery learning dan project based learning, dan teaching. Setelah

diberikan pengantar perkuliahan, mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan tugas masing-masing yang dikerjakan dengan metode project based learning dan discovery learning. Setelah itu, tiap kelompok menelaah secara mandiri materi ini dan kemudian mempraktekkannya dilapangan. Setelah dua minggu, maka minggu ketiga diisi dengan presentase temuan selama praktek yang out putnya antara lain tugas hasil pengukuran (portfolio/laporan). Indikator penilaian untuk bagian ini adalah 20 % dari total penilaian keseluruhan pertemuan. Yang menjadi indikator penilaian adalah laporan hasil pengukuran dilapangan dengan ketuntasan pembahasan temuannya dan kreativitas dan kerjasama dalam presentase.

BAB III. PENUTUP Demikian modul alat pengukuran jarak dengan sudut horisontal dan vertikal ini dibuat dan semoga dapat menuntun dan membantu para peserta mata kuliah pengukuran dan pemetaan hutan untuk lebih memahami materi yang disampaikan pada mata kuliah ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brinker, Russel C., dkk. Dasar- Dasar Pengukuran Tanah. 1984. Erlangga: Jakarta 2. Frick, Heinz, 1979. Ilmu Dan Alat Ukur Tanah. Kanisius, Yogyakarta. 3. John M. Roberts and Kenneth F. Lane, 1984. Fundamental Land a Worbook of Topography, Grading, Drainage, Earth Volumes, Areas, Retaining Walls, Road and Walk Design. Iowa State University, Ames, Iowa 50011. 4. Raymond E. Davis, Francis S. Foote, James M. Enderson and Edward M. Mikhail, 1981. Surveying Theory and Practice, 6 th ed. McGraw-Hill Book Company, New York. 5. Soetomo Wongsotjitro, 1989. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 6. Sosrodarsono, S. dan Takasaki, 1983. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 7. Triono Budi Astanto, 1999. Pekerjaan Dasar Survei. Penerbit Kanisisus, Yogyakarta. 8. Wirshing, James R.,dkk. Pengantar Pemetaan. 1995. Erlangga: Jakarta

L Lampiran I.

LAPORA AN RANCANG A GAN PEM MBELAJA ARAN BE ERBASIS SCL S


Mata Kuliah : P M Pengukuran d Pemetaan Hutan dan

Oleh : (Syamsu Rijal, S. H M. Si) Hut,

Program Studi Manaj m jemen Hutan F Fakultas Kehu utanan Un niversitas Hasa anuddin Makassar r
September 20 007

KOMPETENSI LULUSAN PROGRAM STUDI


KELOMPOK KOMPETENSI No. 1. 2. 3. 4. 5. KOMPETENSI UTAMA 6. RUMUSAN KOMPETENSI ELEMEN KOMPETENSI a b c d e

Berbudi pekerti, memiliki etika dan moral, serta berkepribadian yang mantap a dan mandiri Mempunyai tanggung jawab kemasyarakatan Paham dan menguasai Dasar-Dasar Ilmu Eksakta Paham dan menguasai Dasar-Dasar Ilmu Kehutanan Paham dan mampu menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya hutan Mampu menganalisis potensi sumberdaya kehutanan dan meru-muskan langkah-langkah optimalisasi pemanfaatannya Mampu menerapkan sistem produksi hutan Mampu menganalisis permasalahan kehutanan dan merumuskan alternatif pemecahannya Berpikiran komprehensif, integratif dan sistemik Bertindak prosedural dan menurut skala prioritas Mampu bersikap dan berprilaku sesuai aturan yang berlaku Mampu menjadi motivator dan fasilitator bagi masyarakat Mampu mengedepankan kepentingan umum dan berjangka panjang Mampu berkomunikasi secara benar, pada tingkat lokal, nasional ataupun global a b b c c c c d d e e e e

Sebagai manajer 7. pengelolaaan sumberdaya hutan 8. yang profesional pada tingkat teknis 9. operasional 10. 11. 12. 13. 14.

1. KOMPETENSI PENDUKUNG 2.

Berpikiran logis dan terstruktur Paham dan menguasai teknik-teknik penataan data dan informasi beserta penerapannya dalam perencanaan kehutanan Mampu mempresentasikan pembangunan kehutanan alternatif-alternatif pemecahan masalah

a b c d e e a pendayagunaan yang b c d e

Sebagai analis dan 3. perencana pembangunan / 4. pengusahaan sumberdaya hutan 5. 6. 1. KOMPETENSI LAINNYA 2.

Mampu menyeimbangkan pertimbangan-pertimbangan ekologi, ekonomi, teknis dan administratif Mampu mengidentifikasi dan mengkomunikasikan kepentingan masyarakat Mampu berkomunikasi dengan masyarakat pedesaan Bervisi bisnis, tetapi tetap mengedepankan kelestarian hutan Paham dan mampu sumberdaya hutan mengembangkan upaya-upaya optimalisasi pelestarian

Sebagai motivator 3. pelestarian lingkungan hidup 4. dan SDA 5.

Mampu mengembangkan berdayaguna

lingkungan

Bersifat terbuka dan senantiasa mengedepankan kinerja yang berkualitas Mampu bermitra dan bersinergi dengan berbagai pihak

ELEMEN KOMPETENSI : a. Landasan kepribadian b. Penguasaan ilmu dan keterampilan c. Kemampuan berkarya d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai e. Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya

RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KBK


NAMA MATA KULIAH : PENGUKURAN DAN PEMETAAN HUTAN
Kompetensi Utama : 1. Mampu menganalisis permasalahan pembangunan kehutanan 2. Berpikiran komprehensif, integratif dan sistemik 3. Bertindak prosedural dan menurut skala prioritas Kompetensi Pendukung Kompetensi Lainnya : 1. Berpikiran logis dan terstruktur 2. Mampu mempresentasikan alternatif-alternatif pemecahan masalah pembangunan kehutanan : 1. Terbuka dan senantiasa mengedepankan kinerja yang optimal 2. Mampu bermitra dan bersinergi dengan berbagai pihak Minggu Ke : 1 Materi Pembelajaran Pengantar Pengukuran dan Pemetaan Hutan Bentuk Pembelajaran Kompetensi Akhir (Ragam Metode SCL) Pembelajaran Bobot Nilai (%) kontrak 0 Mengerti manfaat Terbentuknya Teaching + pengukuran dan pemetaan di perkuliahan dan kelompok Diskusi + secara kolaborasi dan Collaborative Learning bidang kehutanan. demokrasi (pembentukan kelompok dan kontrak perkuliahan serta tugas kajian literatur) 10 Terampil dalam Ketepatan dan ketuntasan Presentase + Tugas, menggunakan alat ukur non- pembahasan Praktek + optik dan optik dalam kreativitas dan kerjasama Diskusi dalam presentase pemetaan hutan (Collaborative learning) Teaching + Terampil melaksanakan Ketepatan dan ketelitian 20 Diskusi + teknik : tugas lapang (portfolio) yang Sesi Indikator Penilaian

2 sd. 3

Alat Ukur Non Optik dan Optik dalam Pemetaan Hutan Pengukuran dengan Jarak Sudut

4 sd. 6

Horisontal Vertikal

dan Tugas kelompok dan individu + Tutorial (Project based learning) + Discovery learning

- pengukuran jarak, sudut menggambarkan mahasiswa horisontal dan vertikal di telah : - memahami teknik lapang pengukuran jarak dengan - pengukuran sudut arah sudut horisontal dan - penentuan titik di lapang vertikal dan cara pengikatannya - memahami teknik terhadap titik acuan pembuatan titik acuan - pengukuran beda tinggi dan teknik pengikatannya dan sudut lereng di lapang terhadap titik acuan - memahami teknik pengukuran beda tinggi dan lereng di lapang Kreativitas dan kerjasama dalam presentase - Ketepatan dan ketelitian laporan hasil pengukuran lapang - Sistematika, teknik dan kerjasama dalam mempresentasekan laporan lapang - Ketelitian dan ketepatan penulisan laporan lapang (kelompok) - Kerjasama dan teknik presentase laporan lapang - Ketelitian dan ketepatan laporan individu (praktek laboratorium komputer)

7 sd. 9

Pengukuran Sederhana dan Pemetaan Tata Batas dan Petak Hutan

Teaching + Diskusi + Tugas kelompok + Tutorial (Project based learning) + Discovery learning Teaching + Diskusi + Tutorial + Praktek lapang dan praktek laboratorium Komputer (Project based learning) + Discovery learning

10 sd.12

Teknologi GPS dalam Pengukuran Poligon Terbuka dan Poligon Tertutup pada lokasi dengan luasan terbatas

- Terampil dalam melaksanakan pengukuran sederhana di lapang (termasuk pembuatan buku ukur) - Terampil dalam mengukur wilayah hutan (tata batas dan petak) - Terampil dalam menggunakan GPS (Global Position System) - Terampil dalam melaksanakan pengukuran lokasi dengan teknik poligon terbuka dan tertutup

20

20

13 sd. 16

Teknik Pembuatan dan Penyajian Peta Tematik dari Peta Dasar dengan Geographycal Information System

- Terampil dalam mengolah data dari data pengukuran lapang menjadi data digital dengan skala tertentu Teaching + - Terampil dalam membuat Collaborative learning + dan memanfaatkan peta Presentase + topografi (termasuk Tutorial + penilaian keabsahan peta Praktek lapang (Project topografi) based learning) - Terampil dalam memanfaatkan teknikteknik penggabungan peta secara detail (teknik radial line plot trianggulation) - Terampil dalam menerapkan berbagai sistem pembuatan peta tematik bidang kehutanan - Terampil menyajikan hasil pengukuran wilayah hutan

dalam bentuk data digital

- Ketelitian dan ketepatan 30 penyajian peta hasil pengukuran (peta topografi dan peta tematik lainnya) berupa tugas kelompok dan tugas pribadi - Kerjasama dan kreativitas dalam mempresentasekan peta hasil praktek

NAMA MATA KULIAH : PENGUKURAN DAN PEMETAAN HUTAN KODE/NAMA DOSEN : SYAMSU RIJAL, S. Hut, M. Si Dr. Ir. ROLAND A. BARKEY ANDANG SURYANA SOMA, S. Hut, MP JUMLAH PESERTA : 83 ORANG PROGRAM STUDI : MANAJEMEN HUTAN EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN
Terampil dalam menggunakan alat ukur nonoptik dan optik dalam pengukuran dan pemetaan hutan Terampil dalam menggunakan teknik : - pengukuran jarak, sudut horisontal dan vertikal di lapang - pengukuran sudut arah - penentuan titik di lapang dan cara pengikatannya terhadap titik acuan - pengukuran beda tinggi dan sudut lereng di lapang (20 %) (10 %) kreativitas Ketepatan dan dan kerjasama ketuntasan pembahasan dalam presentase Tugas Ketepatan dan ketelitian tugas lapang (portfolio) Kreativitas dan kerjasama dalam presentase Ketepatan dan ketelitian laporan hasil pengukuran lapang Sistematika, teknik dan kerjasama dalam mempresentasekan laporan lapang Terampil dalam melaksanakan pengukuran sederhana di lapang (termasuk pembuatan buku ukur) Terampil dalam mengukur wilayah hutan (tata batas dan petak)

NO NIM

NAMA MAHASISWA

(20 %)

1. 2. 3. 4.

M11102033 M11102047 M11102074 Dan seterusnya

ISMAIL RUS'AN LATUCONSINA QORINA KENDEK Dan seterusnya

Lanjutan Lembar Penilaian .. EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN


- Terampil dalam menggunakan GPS (Global Position System) - Terampil dalam melaksanakan pengukuran lokasi dengan teknik poligon terbuka dan tertutup - Terampil dalam mengolah data dari data pengukuran lapang menjadi data digital dengan skala tertentu (20 %) Terampil dalam membuat dan memanfaatkan peta topografi (termasuk penilaian keabsahan peta topografi) Terampil dalam memanfaatkan teknik-teknik penggabungan peta secara detail (teknik radial line plot trianggulation) Terampil dalam menerapkan berbagai sistem pembuatan peta tematik bidang kehutanan Terampil menyajikan hasil pengukuran wilayah hutan
(30 %) Ketelitian dan ketepatan penyajian peta hasil pengukuran (peta topografi dan peta tematik lainnya) berupa tugas kelompok dan tugas pribadi

NO NIM

NAMA MAHASISWA
Ketelitian dan ketepatan penulisan laporan lapang (kelompok) Kerjasama dan teknik presentase laporan lapang Ketelitian dan ketepatan laporan individu (praktek laboratorium komputer) dalam bentuk data digital Kreativitas dan kerjasama dalam presentase

Kerjasama dan kreativitas dalam mempresentaseka n peta hasil praktek

1. 2. 3. 4.

M11102033 M11102047 M11102074 M11103010

ISMAIL RUS'AN LATUCONSINA QORINA KENDEK SITTI WAHYUNA P.DJ

KONTRAK PEMBELAJARAN
Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Pembelajar Semester Hari Pertemuan/Jam Tempat Pertemuan 1. Manfaat Mata Kuliah Pengukuran dan Pemetaan Hutan bermanfaat untuk memberi pengertian dan ketrampilan kepada mahasiswa tentang kebutuhan peta, teknik pengukuran di lapang (surveying) dan cara pembuatan peta tematik bidang kehutanan termasuk penggunaan dan pemanfaatannya. 2. Deskripsi Mata Kuliah Mata Kuliah Pengukuran dan Pemetaan Hutan mengajarkan cara-cara pengukuran di lapang dalam rangka pembuatan peta-peta di bidang kehutanan. Materi pengajaran meliputi Alat ukur, Koreksi dan kalibrasi alat ukur, Pengukuran jarak horisontal dan vertikal, Pengukuran sudut horisontal dan vertikal, Penggunaan GPS, Pengolahan data dan koreksi hasil pengukuran, Penggambaran peta hasil pengukuran, Penyiapan peta dasar, dan Penggabungan peta hasil pengukuran dengan peta dasar. 3. Tujuan Pembelajaran Memperlengkapi mahasiswa dengan kompetensi-kompetensi sebagai berikut : Kemampuan menganalisis potensi sumberdaya kehutanan dan merumuskan langkah-langkah optimalisasi pemanfaatannya Keterampilan dalam berpikiran komprehensif, integratif dan sistemik Perilaku untuk senantia bertindak prosedural dan menurut skala prioritas Perilaku untuk senantiasa berpikiran logis dan terstruktur Kemampuan menganalisis permasalahan pembangunan kehutanan : Pengukuran dan Pemetaan Hutan : 206 G 513 : Syamsu Rijal, S. Hut, M. Si : Awal 2007/2008 : Senin/08.00 09.45 Wita : PH. 102 Fakultas Kehutanan Unhas

Kemampuan mempresentasikan alternatif-alternatif pemecahan masalah pembangunan kehutanan Perilaku terbuka dan senantiasa mengedepankan kinerja yang optimal Kemampuan bermitra dan bersinergi dengan berbagai pihak 4. Organisasi Materi
6. Teknik Pembuatan dan Penyajian Peta Tematik dari Peta Dasar

5. Teknologi GPS dalam Pengukuran Poligon Terbuka dan Poligon Tertutup pada lokasi dengan luasan terbatas

4. Pengukuran Sederhana dan Pemetaan Tata Batas dan Petak Hutan

3. Pengukuran Jarak dengan Sudut Horisontal dan Vertikal

2. Alat Ukur Non Optik dan Optik dalam Pengukuran dan Pemetaan Hutan
1. Pengantar Pengukuran dan Pemetaan Hutan

5. Strategi Pembelajaran Mata kuliah Pengukuran dan Pemetaan Hutan ini menggunakan perpaduan beberapa startegi metode Student Centre Learning seperti Collaborative learning, discovery learning, Project based learning. Disamping itu, kuliah interaktif (Teaching/ceramah) masih tetap diperlukan dalam memberikan arahan umum tentang pokok bahasan beberapa pertemuan perkuliahan. Untuk melatih soft skill peserta matakuliah, dilakukan beberapa kali presentase tugas dari temuan lapang baik secara individu maupun kelompok yang dipantau oleh tutor. Kemampuan mahasiswa akan dipantau dari laporan (portfolio) tiap kegiatan pembelajaran.

6. Materi/Bahan Bacaan a. Raymond E. Davis, Francis S. Foote, James M. Enderson and Edward M. Mikhail, 1981. Surveying Theory and Practice, 6 th ed. McGraw-Hill Book Company, New York. b. John M. Roberts and Kenneth F. Lane, 1984. Fundamental Land a Worbook of Topography, Grading, Drainage, Earth Volumes, Areas, Retaining Walls, Road and Walk Design. Iowa State University, Ames, Iowa 50011. c. Soetomo Wongsotjitro, 1989. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. d. Triono Budi Astanto, 1999. Pekerjaan Dasar Survei. Penerbit Kanisisus, Yogyakarta. e. Riga A. Pengukuran dan Pemetaan Topografi. 7. Tugas-tugas a. Buku bacaan dan literature pendukung pokok bahasan materi perkuliahan telah dibaca oleh mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan b. Mahasiswa diwajibkan menyelesaikan tugas yang diberikan dan dikumpul sesuai jadwal yang telah ditetapkan bersama 8. Kriteria Penilaian a. Ketepatan dan ketuntasan pembahasan Tugas, kreativitas dan kerjasama dalam presentase (10 %) b. Ketepatan dan ketelitian tugas lapang (portfolio) yang menggambarkan mahasiswa telah memahami teknik pengukuran jarak dengan sudut horisontal dan vertical, memahami teknik pembuatan titik acuan dan teknik pengikatannya terhadap titik acuan, memahami teknik pengukuran beda tinggi dan lereng di lapang, dan kreativitas dan kerjasama dalam presentase (20 %) c. Ketepatan dan ketelitian laporan hasil pengukuran lapang, sistematika, teknik dan kerjasama dalam mempresentasekan laporan lapang (20 %) d. Ketelitian dan ketepatan penulisan laporan lapang (kelompok), kerjasama dan teknik presentase laporan lapang, ketelitian dan ketepatan laporan individu (praktek laboratorium komputer) dalam bentuk data digital (20 %) e. Ketelitian dan ketepatan penyajian peta hasil pengukuran (peta topografi dan peta tematik lainnya) berupa tugas kelompok dan tugas pribadi, serta kerjasama dan kreativitas dalam mempresentasekan peta hasil praktek (30 %) Penentuan nilai akhir (A, B, C, D, dan E) berdasarkan PAP/PAN atau kesepakatan standar nilai antara dosen dan mahasiswa sebagai berikut : A = > 85 B = > 70 85

C = > 60 70 D = > 50 60 E = < 50 Untuk standar PAN (nilai dan rentang simpangan baku) sebagai berikut : A = > 1,5 SB B = 0,5 SB 1,5 SB C = -0,5 SB 0,5 SB D = -1,5 SB - -1,5 SB E = < - 1,5 SB 9. Norma Akademik a. Mahasiswa harus berpakaian rapih dan memakai sepatu b. Mahasiswa wajib membawa minimal satu buku teks pengukuran dan pemetaan yang relevan c. Peserta mata kuliah yang menunjukkan prestasi yang memuaskan diangkat menjadi Peer Tutor.

10. Jadwal Pembelajaran Minggu Ke : I II III IV V

Topik Bahasan Pengantar dan Kontrak Perkuliahan

Metode SCL

Dosen SR SR SR SR SR

Teaching + Diskusi + Collaborative Learning (pembentukan kelompok dan kontrak perkuliahan serta tugas kajian literatur) Alat Ukur Non Optik dan Optik serta Presentase + Praktek + Diskusi (Collaborative learning) Teknik Koreksi Alat Ukur Alat Ukur Non Optik dan Optik serta Presentase + Praktek + Diskusi (Collaborative learning) Teknik Koreksi Alat Ukur Pengukuran Jarak dengan Sudut Teaching + Diskusi + Tugas kelompok dan individu + Tutorial Horisontal dan Vertikal (Project based learning) + Discovery learning Pengukuran Jarak dengan Sudut Teaching + Diskusi + Tugas kelompok dan individu + Tutorial

VI VII VIII IX X

Horisontal dan Vertikal Pengukuran Jarak dengan Sudut Horisontal dan Vertikal Pengukuran Sederhana dan Pemetaan Tata Batas dan Petak Hutan

(Project based learning) + Discovery learning Teaching + Diskusi + Tugas kelompok dan individu + Tutorial (Project based learning) + Discovery learning Teaching + Diskusi + Tugas kelompok + Tutorial (Project based learning) + Discovery learning

SR AS AS AS AS

Pengukuran Sederhana dan Pemetaan Teaching + Diskusi + Tugas kelompok + Tutorial (Project based Tata Batas dan Petak Hutan learning) + Discovery learning Pengukuran Sederhana dan Pemetaan Teaching + Diskusi + Tugas kelompok + Tutorial (Project based Tata Batas dan Petak Hutan learning) + Discovery learning Teknologi GPS dalam Pengukuran Teaching + Diskusi + Tutorial + Praktek lapang dan praktek Poligon Terbuka dan Poligon Tertutup laboratorium Komputer (Project based learning) + Discovery learning pada lokasi dengan luasan terbatas Teknologi GPS dalam Pengukuran Teaching + Diskusi + Tutorial + Praktek lapang dan praktek Poligon Terbuka dan Poligon Tertutup laboratorium Komputer (Project based learning) + Discovery learning pada lokasi dengan luasan terbatas Teknologi GPS dalam Pengukuran Poligon Terbuka dan Poligon Tertutup pada lokasi dengan luasan terbatas Teknik Pembuatan dan Penyajian Peta Tematik dari Peta Dasar Teknik Pembuatan dan Penyajian Peta Tematik dari Peta Dasar Teknik Pembuatan dan Penyajian Peta Tematik dari Peta Dasar Teknik Pembuatan dan Penyajian Peta Tematik dari Peta Dasar Teaching + Diskusi + Tutorial + Praktek lapang dan praktek laboratorium Komputer (Project based learning) + Discovery learning Teaching + Collaborative learning + Presentase + Tutorial + Praktek lapang (Project based learning) Teaching + Collaborative learning + Presentase + Tutorial + Praktek lapang (Project based learning) Teaching + Collaborative learning + Presentase + Tutorial + Praktek lapang (Project based learning) Teaching + Collaborative learning + Presentase + Tutorial + Praktek lapang (Project based learning)

XI

AS

XII XIII XIV XV XVI

AS RB RB RB RB

You might also like