You are on page 1of 136

1

Sistem Pemungutan Pajak


Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta WP untuk melaksanakan kewajiban perpajakan Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak berada pada WP, pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan pengawasan. WP melaksanakan sistem self assesment dengan harapan mudah dipahami, sederhana, terkendali dan lebih teratur

Pembukuan fiskal
Dengan adanya self assesment, pemerintah memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk menghitung dan melaporkan sendiri pajaknya dan diharapkan masyarakat menjadi mitra untuk pemasukan uang ke kas negara WP dan pemerintah dengan fungsinya masingmasing mempunyai media yaitu berupa pembukuan

Pembukuan (pasal 1 angka 29 UU KUP)


Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang diakhiri dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir.

Akuntansi
Akuntansi adalah suatu sistem informasi Proses akuntansi adalah proses pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran, pelaporan dan penganalisaan data keuangan suatu organisasi Akuntansi dibutuhkan oleh berbagai pihak baik pihak internal maupun pihak eksternal

Kewajiban pembukuan bagi Wajib Pajak


Wajib Pajak di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan, yaitu suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.

Kewajiban
Selain dapat dihitung besarnya PPh, pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar PPN dan PPnBM dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan PPnBM, jumlah pembayaran atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, jumlah PM yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan SAK, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain
7

Syarat pembukuan dalam perpajakan


Pembukuan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah Disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan

Syarat pembukuan
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan

Prinsip taat azas


Prinsip taat asas adalah prinsip yg sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi Prinsip ini diterapkan dalam :
Stelsel pengakuan penghasilan; Tahun buku; Metode penilaian persediaan; Metode penyusutan dan amortisasi
10

1. 2. 3. 4.

Stelsel akrual
Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai

11

Stelsel kas
suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa misalnya transportasi, hiburan, restoran, yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama

12

Pemakaian stelsel kas untuk penghitungan PPh


Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas Penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran

13

Hubungan Akuntansi Pajak dengan Akuntansi Komersial Akuntansi komersial menyajikan informasi tentang keadaan yang terjadi selama periode tertentu. Dari informasi tersebut, manajemen atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengambil suatu penilaian dan kesimpulan mengenai kondisi dan kinerja perusahaan.

14

Hubungan
Secara umum, akuntansi komersial disusun dan disajikan berdasarkan Standar yang berlaku, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Namun, untuk kepentingan perpajakan, akuntansi komersial harus disesuaikan dengan aturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, apabila terjadi perbedaan antara ketentuan akuntansi dengan ketentuan pajak, untuk keperluan pelaporan dan pembayaran pajak maka Undang-Undang Perpajakan memiliki prioritas untuk dipatuhi sehingga tidak menimbulkan kerugian material bagi wajib pajak yang bersangkutan

15

Tujuan Laporan Keuangan Pajak


Memberikan informasi-informasi yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PPh) dan Dasar Pengenaan Pajak (PPN) Membantu wajib pajak untuk menghitung besarnya pajak yang terutang Mengetahui dan menilai tingkat kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan sistem self assessment, terutama apabila sedang terjadi pemeriksaan atau penyidikan pajak.

16

Ciri Kualitatif Laporan Keuangan Pajak


Dapat dipahami oleh petugas/pemeriksa pajak. Sensitivitas informasi, bukan materialitas. Laporan Keuangan Fiskal disajikan secara jujur, dengan itikad baik, substansi penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, substansi beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expenses) adalah beban untuk mendapatkan, menagih, dan menerima penghasilan yang merupakan obyek pajak yang dihitung dari penghasilan neto. Dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya, terutama untuk kompensasi kerugian, utang-piutang antar periode, dan perbandingan pengakuan laba atau rugi yang menuntut konsistensi kebijakan akuntansi pajak. Perubahan kebijakan akuntansi pajak dimungkinkan dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak dengan mengajukan permohonan dilengkapi alasan.

17

Ciri
Laporan keuangan fiskal harus tepat waktu, paling lambat akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku. Akuntansi Pajak harus independen terhadap akuntansi komersial. Apabila akuntansi komersial tidak mampu menerbitkan laporan keuangan tepat waktu, akuntansi pajak harus mampu menerbitkan laporan keuangan fiskal sendiri. Koreksi fiskal merupakan salah satu cara praktis dalam penyusunan laporan keuangan fiskal.
18

Pendekatan dalam menyusun laporan keuangan fiskal


Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktek akuntansi. Pada pendekatan ini, wajib pajak harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Dengan demikian, setidaknya ada 2 (dua) laporan yang disusun oleh wajib pajak, yaitu laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal Ketentuan pajak merupakan standar yang terpisah dari praktek akuntansi. Pada pendekatan kedua, wajib pajak bebas menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi. Untuk kepentingan pajak, wajib pajak menyusun sebuah laporan keuangan fiskal melalui proses penyesuaian dan rekonsiliasi antara praktek akuntansi dengan ketentuan perpajakan

19

Pendekatan
Ketentuan pajak merupakan sisipan terhadap standar akuntansi. Pada pendekatan terakhir, laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi. Namun, preferensi diberikan kepada ketentuan pajak apabila terdapat pengaturan yang tidak sejalan dengan standar akuntansi

20

Penyusunan laporan keuangan fiskal


Pajak tidak mengatur secara khusus mengenai cara atau alur dalam menyusun sebuah laporan keuangan. Oleh karena itu, wajib pajak dapat mengikuti alur penyusunan laporan keuangan yang terdapat dalam akuntansi komersial Laporan keuangan dimulai dari pencatatan dokumendokumen dasar yang terjadi dalam sebuah transaksi ke dalam buku harian atau jurnal harian. Kemudian, jurnal harian tersebut dimasukkan (posting) ke dalam buku besar
21

Penyusunan
Pada akhir periode, dari buku besar disusun neraca saldo sebelum penyesuaian. Dengan penyesuaian terhadap keadaan yang sebenarnya terjadi pada akhir tahun dan catatan penutup (closing entries), disusunlah sebuah neraca saldo setelah penyesuaian Dari neraca saldo setelah penyesuaian tersebut, diperoleh sebuah laporan keuangan komersial Untuk kepentingan pajak, laporan keuangan komersial disesuaikan dengan ketentuan pajak yang berlaku sehingga diperoleh sebuah laporan keuangan fiskal. Penyesuaian laporan keuangan komersial dengan ketentuan pajak lebih dikenal dengan sebutan rekonsiliasi fiskal

22

PPh pasal 21
PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri Apabila kegiatan dilakukan Orang Pribadi Subjek Pajak Luar Negeri, Pajak Penghasilan pasal 26.

23

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan atau PPh pasal 26
Pegawai tetap Penerima uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua termasuk ahli warisnya Bukan pegawai yang menerima penghasilan dengan upah harian/mingguan/satuan/borongan Bukan pegawai termasjuk tenaga ahli yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang bersifat berkesinambungan atau tidak Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaan dalam kegiatan

24

Pajak Penghasilan Pasal 21


PPh pasal 21 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan bersangkutan PPh pasal 21 yang telah dipotong dan disetorkan secara benar oleh pemberi kerja atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dari satu pemberi kerja merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan

25

Kasus 1
Tn. Ibadurrahman dengan status TK/0 bekerja pada PT. Pow-Pow sejak tahun 1999. Pada tahun 2009, setiap bulan PT. Pow-Pow membayar gaji pokok sebesar Rp4.000.000, tunjangan transport Rp400.000, dan tunjangan makan sebesar Rp400.000. PT. Pow-Pow mengikuti program jamsostek dan Dana Pensiun yang sudah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan dengan perincian sebagai berikut : Premi asuransi kecelakaan kerja 0,24% dari gaji pokok Premi asuransi kematian 0,3% dari gaji pokok Iuran JHT 3.7% dari gaji pokok Iuran pensiun Rp100.000 Pembayaran yang dilakukan sendiri oleh Tn. Ibadurrahman adalah : Iuran JHT 2% dari gaji pokok Iuran pensiun Rp50.000 Berapa PPh pasal 21 yang harus dipotong atas penghasilan diterima Tn. Ibadurrahman setiap bulannya

26

Penghitungan PPh pasal 21 setiap bulan Gaji Tunjangan transport Tunjangan makan Premi JKK Premi JKM Penghasilan Bruto Pengurang Biaya Jabatan (5% x Rp4.821.600) Maksimum Rp241.080 Iuran JHT Rp 80.000 Iuran Pensiun Rp 50.000 Jumlah pengurang Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun PTKP (TK/-) Penghasilan Kena Pajak PPh terutang 5% x Rp37.566.000 PPh pasal 21 terutang sebulan

Rp Rp Rp Rp Rp Rp

4.000.000 400.000 400.000 9.600 12.000 4.821.600

Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp Rp.

371.080 4.450.520 53.406.240 15.840.000 37.566.240 1.878.300 156.525


27

Jurnal
Biaya gaji 4.939.600 Utang PPh ps 21 156.525 Utang premi jamsostek 21.600 Utang iuran pensiun 100.000 Utang iuran THT 148.000 Utang gaji 4.513.475

28

Kasus 2
Azizan, status belum kawin, dalam bulan januari 2009 bekerja pada PT. Rizqi selama 10 hari kerja dengan menerima upah yg dibayar secara harian sebesar Rp. 200.000/hari untuk 10 hari kerja tersebut

29

Penghitungan PPh pasal 21


Upah sehari Rp200.000 Batasan TKP Rp150.000 Penghasilan Kena Pajak Rp 50.000 PPh terutang 5%x50.000 Rp 2.500 Pemotongan PPh tersebut dilakukan sampai dengan hari ke-6 Pada hari ke-7 dihitung PPh Pasal 21 sbb: Penghasilan selama 7 hari Rp1.400.000 PTKP 7 hari Rp 308.000 PKP Rp1.092.000 PPh terutang Rp1.092.000 x 5% Rp 54.600 Yang telah dipotong 6 x Rp2.500 Rp 15.000 PPh yang kurang bayar Rp 39.600 PPh yang dibayar hari ke 8, 9 dan 10 masing-masing adalah : Rp 200.000 Rp44.000 = Rp156.000 x 5% Rp 7.800

30

Jurnal
Biaya Upah Utang PPh ps 21 Kas atau Bank 2.000.000 78.000 1.922.000

31

Kasus 3
PT. Jujur melakukan pembayaran penghasilan atas jasa penyusunan laporan keuangan yang dilakukan oleh akuntan Subarkah Ak. Pembayaran dilakukan 2 kali yaitu pada bulan April dan Desember 2009 masing-masing sebesar Rp56.000.000 dan Rp67.000.000. Subarkah mempunyai NPWP dan ada penghasilan dari pemberi kerja yang lain
32

Jawaban
Penghitungan PPh Pasal 21 Bulan April 50% x Rp56.000.000 = Rp28.000.000 PPh terutang Rp28.000.000 x 5% = Rp1.400.000 Bulan Desember 50% x Rp67.000.000 = Rp33.500.000 PPh terutang Rp22.000.000 x 5% = Rp1.100.000 Rp11.500.000 x 15% = Rp1.725.000 Jumlah PPh pasal 21 Rp2.825.000
33

Jurnal
April 2009 Biaya Honor 56.000.000 Utang PPh ps 21 1.400.000 Kas atau Bank 54.600.000 Desember 2009 Biaya Honor 67.000.000 Utang PPh ps 21 2.825.000 Kas atau Bank 64.175.000
34

Kasus 4
PT. Akhlak Baik memberikan upah kepada Wendy atas jasa pembersihan ac sebesar Rp40.000. Wendy tidak berNPWP Penghitungan PPh pasal 21 50% x Rp40.000 = Rp20.000 Rp20.000 x 5% x 120% = Rp1.200 Karena tidak berNPWP maka penghitungan PPh pasal 21 dikenakan tambahan 20% lebih besar
35

Jurnal
Biaya upah 40.000 Utang PPh ps 21 1.200 Kas atau Bank 38.800

36

PPh Pasal 22 Merupakan penjualan atau pembelian barang, impor barang, kegiatan usaha tertentu dan penjualan barang tergolong sangat mewah yang terkait dengan Badan pemungut PPh pasal 22 yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan

37

Pemungut PPh Pasal 22


Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah Pusat ataupun Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan dibawah ini Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
38

Pemungut PPh pasal 22


Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di DNi; Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
39

Tarif PPh Pasal 22


No 1 Jenis Kegiatan Impor Barang : - Importir API (angka pengenal impor) - Importir non API - Yang tidak dikuasai (Barang Impor yang dilelang DJBC
(*) bagi WP yang tidak ber-NPWP akan dipungut PPh dengan tariff 2x lipat (lebih tinggi 100%) 40

Tarif bagi WP ber-NPWP (*)

Sifat

2,5% dari nilai Impor 7,5% dari nilai Impor 7,5% dari harga jual lelang

Tidak Final

Tarif PPh Pasal 22


2 1,5% dari harga Tidak Pembayaran atas pembelian Final pembelian barang oleh pemungut PPh 22 Penjualan brg produksi : - Industri Semen - Industri Kertas - Industri Baja - Industri Otomotif 0,25% dari DPP Tidak PPN Final 0,10% dari DPP PPN 0,30% dari DPP PPN 0,45% dari DPP PPN

41

Tarif PPh Pasal 22


4 Penjualan barang produksi oleh produsen/importir BBM, Gas dan pelumas atas penjualan BBM, Gas dan Pelumas - Premium - Solar - Permix/Super TT - Minyak Tanah - Gas LPG - Pelumas 5 SPBU Swasta SPBU Perta mina 0,25% 0,25% 0,25% 0,3% 0,3% 0,3% Tidak Final (PerDirjen23/ PJ/2009) Tidak Final
42

0,3% 0,3% 0,3% -

Penyerahan kepada Agen bersifat final

Pembelian bahan untuk 0,25% dari harga beli keperluan industri atau ekspor sebelum PPN dari pedagang pengumpul Penjualan barang yang tergolong sangat mewah **) 5% dari harga jual tidak termasuk PPN

Kasus 1
PT. Jujur Makmur menjual beras sebanyak 100 kuintal kepada Departemen keuangan dengan harga Rp50.000.000 PT. Jujur Selalu menjual seperangkat komputer kepada Pemda DKI seharga Rp11.000.000 sudah termasuk PPN

43

Jawaban
Jurnal yang dilakukan PT. Jujur Makmur Kas 49.250.000 UM Pajak ps22 750.000 Penjualan 50.000.000 Jurnal yang dilakukan PT. Jujur Selalu Kas 9.850.000 UM pajak Ps22 150.000 Penjualan 10.000.000

44

Kasus 2
PT. Amanah mengimpor bahan baku dengan harga Rp100.000.000. Bahan baku dibebaskan dari PPN dan menggunakan API PT. Istiqomah membeli baja sebagai bahan baku sebesar Rp. 100 juta (belum termasuk PPN) ke PT Krakatau Steel

45

Jawaban
Jurnal yang dilakukan PT. Amanah Persd bhn baku 100.000.000 UM pajak ps 22 2.500.000 Kas/bank 102.500.000 Jurnal yang dilakukan PT. Istiqomah Persd bhn baku 100.000.000 UM pajak ps22 300.000 UM PPN 10.000.000 Kas/bank 110.300.000
46

Kasus 3
Tn. Sugih (non Wajib Pajak) membeli sebuah mobil mewah 5000 cc dengan harga Rp6.000.000.000 belum termasuk PPN dari PT. Mobilan Mewah yang ditunjuk sebagai pemungut PPh pasal 22 Penghitungan PPh pasal 22 Rp6.000.000.000 x 5% x 200% = Rp600.000.000 Penghitungan PPh pasal 22 atas pihak yang tidak berNPWP akan dikenakan tarif 100% lebih besar.

47

Jurnal
Kas 7.200.000.000 Utang PPh ps 22 600.000.000 PPN Keluaran 600.000.000 Penjualan 6.000.000.000

48

PPh pasal 23
Dikenakan atas pembayaran atau pembebanan jasa, sewa, bunga, dividen, royalti, dan hadiah yang telah diterimanya Dikenakan tarif 15% x penghasilan bruto yaitu atas deviden, bunga, royalti dan hadiah/penghargaan Dikenakan tarif 2% x penghasilan bruto yaitu atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta serta imbalan sehubungan dengan jasa Kecuali telah dikenakan PPh pasal 4(2)

49

Kasus 1
PT. Bijak melakukan pembayaran atas jasa konsultasi kepada PT. Baik (pengusaha kecil non PKP) sebesar Rp10.000.000. PT. Segar melakukan pembayaran atas jasa catering kepada PT. Seger (PKP) atas jasa catering sebesar Rp50.000.000 (belum termasuk PPN)

50

Jawaban
Jurnal PT. Bijak Biaya konsultan 10.000.000 Kas 9.800.000 Utang PPh pasal 23 200.000 Jurnal PT. Baik Kas 9.800.000 UM PPh ps 23 200.000 Penghasilan konsultan 10.000.000
51

jawaban
Jurnal PT. Segar Biaya jasa catering 50.000.000 UM PPN 5.000.000 Kas 54.000.000 Utang PPh pasal 23 1.000.000 Jurnal PT. Seger Kas 54.000.000 UM PPh ps 23 1.000.000 Penghasilan catering 50.000.000 Utang PPN 5.000.000
52

Kasus 2
PT. Xtra membayar dividen kepada pemegang saham dalam negeri sebesar Rp1.000.000 PT. Vita membayar bunga pinjaman kepada PT. Wita sebesar Rp1.000.000

53

Jawaban
Jurnal : Laba ditahan 1.000.000 Utang PPh pasal 23 150.000 Utang dividen 850.000

54

Jawaban
Jurnal PT. Vita Biaya bunga 1.000.000 Utang PPh 23 150.000 Kas 850.000 Jurnal PT. Wita Kas 850.000 UM PPh 23 150.000 Penghasilan bunga 1.000.000
55

Kasus 3
PT. A melakukan pembayaran sewa kendaraan pada Tn. Z (non Wajib Pajak) sebesar Rp2.000.000. Penghitungan PPh pasal 23 2.000.000 x 2% x 200% = Rp80.000 Penghitungan PPh pasal 23 atas pihak yang tidak berNPWP akan dikenakan tarif 100% lebih besar.
56

Jurnal
Biaya sewa 2.000.000 Utang PPh pasal 23 Kas atau bank 80.000 1.920.000

57

PPh pasal 4(2)


penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; penghasilan berupa hadiah undian; penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah

58

Kasus 1
PT. Adil menyewa sebuah gudang dari PT. Zahif (Wajib Pajak Non Pengusaha Kena Pajak) dengan nilai sewa sebesar Rp12.000.000

59

jawaban
Jurnal PT. Adil Biaya sewa gudang12.000.000 Kas 10.800.000 Utang PPh ps 4(2) 1.200.000 Jurnal PT. Zahif Kas 10.800.000 Beban PPh ps 4(2) 1.200.000 Penghasilan sewa gdg 12.000.000
60

Kasus 2
PT. Bangun Negeriku, Wajib Pajak sekaligus PKP yang mempunyai kualifikasi usaha konstruksi besar memberikan jasa pelaksanaan konstruksi pembagunan gudang sebesar Rp2.400.000.000 belum termasuk PPN kepada PT. Ibu Pertiwi (PKP)

61

Jawaban
Jurnal PT. Ibu Pertiwi Gudang 2.400.000.000 PPN Masukan 240.000.000 Kas 2.568.000.000 Utang PPh ps 4(2) 72.000.000 Jurnal PT. Bangun Negeriku Kas 2.568.000.000 Beban PPh ps 4(2) 72.000.000 PPN Keluaran 240.000.000 Penghasilan jasa kons 2.400.000.000
62

Kasus 3
PT. Sukadana membeli tanah seharga Rp 300.000.000,-dan bangunan permanen seharga Rp 800.000.000,-dari Bapak Salim. NJOP tanah & bangunan tersebut sesuai SPPT PBB adalah sebesar Rp 1.000.000.000,-dan dibuatkan akta AJB-nya. Sesuai kesepakatan pajak-pajak ditanggung oleh pembeli. Diketahui bahwa NPOPTKP sebesar Rp 30.000.000
63

Jawaban
Penghitungan BPHTB NPOP 1,100,000,000 NPOPTKP 30,000,000 Dasar Pengenaan 1,070,000,000 BPHTB (5%) 53,500,000 BPHTB Tanah 300jt/1.100jt x 53.500.000 = 14.590.909 BPHTB Bangunan 800jt/1.100jt x 53.500.000 = 38.909.091 PPHTB 5% x Rp1.100.000.000 = 55.000.000
64

Jawaban
Bangunan 800.000.000 Tanah 300.000.000 Kas 1.100.000.000 Bangunan 38.909.091 BPHTB Tanah 14.590.909 Beban PPh ps.4(2) 55.000.000 Kas 108.500.000
65

PPh pasal 26
Pemotongan PPh pasal 26 ditujukan terhadap jenis penghasilan yang diterima/diperoleh Subyek Pajak Luar Negeri Tidak semua penghasilan yang dibayarkan ke luar negeri akan di potong PPh pasal 26 namun dilihat apakah adan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty

66

Kasus 1
PT. Crista berusaha di bidang properti mengasuransikan bangunannya kepada perusahaan asuransi di luar negeri, dengan premi asuransi dibayar dimuka sebesar Rp1 milyar untuk 1 tahun

67

jawaban
Jurnal PT. Crista Biaya Premi asuransi 1.000.000.000 utang PPh ps 26 100.000.000 utang premi asuransi 900.000.000 Utang PPh ps 26 100.000.000 Utang Premi Asuransi 900.000.000 Kas atau bank 1.000.000.000
68

Kasus 2
Mekdi Indonesia membayar royalti kepada mekdi USA atas pemakaian merek dagang sebesar Rp250.000.000

69

jawaban
Jurnal : Biaya royalti 250.000.000 utang PPh ps 26 50.000.000 utang royalti 200.000.000

70

Pajak Pertambahan Nilai


PPN dapat dibedakan ke dalam 2 tipe yaitu pajak masukan dan pajak keluaran Jika dalam suatu masa pajak, saldo kredit rekening PPN-keluaran lebih besar dari pada saldo debit rekening PPN-Masukan maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar Apabila sebaliknya maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya
71

Pajak Pertambahan Nilai


PPN masukan dapat dipandang sebagai uang muka PPN, sedang PPN Keluaran dapat dipandang sebagai utang PPN Penghitungan uang muka dan utang PPN tersebut harus dilakukan pada setiap bulan atau masa pajak

72

Kasus 1
PT. Sinam adalah PKP pada bulan Januari dan Februari 2009 mempunyai data sebagai berikut (dalam jutaan): Jan Feb Penjualan 250 250 Pembelian 300 200 PPN Keluaran 25 25 PPN Masukan 30 20
73

Jurnal
Januari Persediaan brg dgn 300.000.000 PPN masukan (UM PPN) 30.000.000 Utang dagang 330.000.000

Piutang dagang (kas) 275.000.000 Hasil penjualan 250.000.000 PPN Keluaran (utang PPN) 25.000.000 PPN Keluaran PPN Masukan 25.000.000 25.000.000
74

Jurnal
Februari Pers brg dggn PPN Masukan Utang dagang Piutang dagang Hasil penjualan PPN Keluaran PPN Keluaran PPN Masukan 200.000.000 20.000.000 220.000.000 275.000.000 250.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000
75

Kasus 2
PT. QQ adalah eksportir, membeli barang untuk diekspor. Pada masa maret 2009, pembelian seluruhnya BKP sejumlah Rp175.000.000 sedang penjualan ekspor sebesar Rp.250.000.000. kelebihan pembayaran direstitusikan pada bulan maret 2009

76

Jurnal
Piutang dagang 250.000.000 HPP 175.000.000 Hasil penj eksp 250.000.000 pers brg dggan 175.000.000 Pers brg dggn 175.000.000 PPN masukan 17.500.000 utang dagang/kas 192.500.000 Piutang restitusi PPN 17.500.000 PPN masukan 17.500.000
77

Kasus 3
PT. Sejuk pada bulan Februari 2009 melakukan penjualan BKP YTM seharga Rp750.000.000 . Barang tersebut waktu diimpor dengan harga Rp500.000.000 (PPnBM 20%): DPP 750.000.000 PPN 75.000.000 jumlah 825.000.000

78

Jurnal
Persediaan PPN Masukan Kas/bank Piutang dagang Hasil penjualan PPN Keluaran PPN keluaran PPN Masukan kas /bank 600.000.000 50.000.000 650.000.000 825.000.000 750.000.000 75.000.000 75.000.000 50.000.000 25.000.000
79

80

METODE PENGHAPUSAN PIUTANG


Penghapusan Langsung (Direct Write-off Method) Komersial Penyisihan/pencadangan (Allowance Method) Dasar Saldo Penjualan (Income Statement Approach) Dasar Saldo Piutang (Ballance Sheet Approach) Umur Piutang

Piutang Rata-rata

Fiskal

Penghapusan Langsung (Direct Write-off Method)

Syarat

Pasal 6 ayat (1) huruf h.

81

METODE PENGHAPUSAN PIUTANG


Penghapusan Langsung (Direct Write-off Method) Komersial Penyisihan/pencadangan (Allowance Method) Dasar Saldo Penjualan (Income Statement Approach) Dasar Saldo Piutang (Ballance Sheet Approach) Umur Piutang

Piutang Rata-rata

Fiskal

Penghapusan Langsung (Direct Write-off Method)

Syarat

Pasal 6 ayat (1) huruf h.

82

FORMULA PENYISIHAN/PENCADANGAN

Dasar Saldo Penjualan (Income Statement Approach)

% Penyisihan X Total Penjualan % Penyisihan X Total Penjualan Kredit

Piutang Rata-rata Dasar Saldo Piutang (Balance Sheet Approach) Umur Piutang

% penyisihan X (s. awal piut + s. akhir piut) 2 - Dibuat daftar umur piutang - Setiap kelompok umur dibuat % penyisih an masing-masing % Penyisihan X Jml piutang masing2 kelompok umur
83

PENCATATAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH Kejadian


Pembentukan awal Cadangan piutang Tidak tertagih Penghapusan Piutang

Metode Langsung
Tidak ada pencatatan

Mtd. Penyisihan/cadangan
D: B. Piutang Tdk Tertagih K: Cad. Piutang Tak Tertagih

D: B. Piutang Tak Tertagih K: Piutang Menimbulkan kembali piutang D: Piutang K: B. Piutang Tak Tertagih Mencatat pelunasan : D: Kas/Bank K: Piutang

D: Cadangan piutang tak tertagih K: Piutang Menimbulkan kembali piutang D: Piutang K: Cad. Piutang tak tetrtagih Mencatat pelunasan : D: Kas/Bank K: Piutang S. akhir CPTT < Pembentukan baru D: B. Piutang Tdk Tertagih K: Cad. Piutang Tak Tertagih S. Akhir CPTT > Pembentukan baru D: Cad. Piutang Tak Tertagih K: Laba Piutang Tak Tertagih
84

Pelunasan Piutang Yang Telah dihapus bukukan

Pembentukan Kembali Cadangan piutang Tidak Tertagih

Tidak ada pencatatan

Syarat Piutang Tak Tertagih Dapat Dibebankan Secara Fiskal


Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial Y Telah diserahkan perkara penagihannya kepada PN atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara Atau Piutang tidak Dapat ditagih ada perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan Atau dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus Atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; Y Daftar Piutang tidak tertagih diserahkan ke DJP Y T T

Tidak dapat dibebankan secara Fiskal (Kecuali debitur kecil)

Dapat dibebankan secara Fiskal


85

Jenis usaha yang menurut fiskal diperkenankan membentuk cadangan piutang tak tertagih
Usaha bank Usaha lain: Yang menyalurkan kredit Sewa guna usaha dengan hak opsi Perusahaan pembiayaan konsumen Perusahaan anjak piutang

86

Piutang dalam hubungan istimewa


Piutang dalam hubungan istimewa terjadi antara lain: Sewa kantor Pembebanan biaya listrik Penjualan harta tetap Peminjaman dana Transaksi penyerahan barang/jasa Transaksi dalam hubungan istimewa harus diperlakukan dengan harga wajar.

87

Hubungan istimewa
WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada wp lain, atau hubungan antara wp dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua wp atau lebih Wp menguasai wp lainnya atau dua atau lebih wp berada di bawah penguasaan yang sama, baik langsung maupun tidak langsung Terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat

88

Perolehan Aktiva Tetap


Membeli tunai Membangun sendiri Menukar dengan aktiva lain Aktiva tetap dicatat dengan prinsip harga perolehan Sesuai dengan Pasal 10 UU PPh yang menganut prinsip harga historis

89

Pembelian aktiva tetap tidak ada hubungan istimewa Pembeli : harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta Penjual : harga penjualan adalah harga yang sesungguhnya diterima

90

Pembelian aktiva tetap apabila ada hubungan istimewa Pembeli : jumlah yang seharusnya dikeluarkan oleh pembeli Penjual : Harga penjualan adalah harga yang seharusnya (harga pasar wajar)

91

Pertukaran aktiva
Menggunakan harga pasar aktiva yang seharusnya diperoleh Diakui adanya gain/loss pertukaran aktiva Tidak mengenal sejenis atau tidak sejenis Gain/loss karena pertukaran aktiva dinilai dari selisih harga pasar dikurangi nilai buku

92

Aktiva tetap yang didapatkan dari setoran modal


Penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat oleh perusahaan Harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis, status, tempat kedudukan dll Dasar penilaian adalah nilai pasar Bagi pihak yang mengalihkan terdapat capital gain/loss yaitu sebesar selisih antara nilai buku dengan harga pasar yang ditetapkan

93

aktiva tetap dari hibah/bantuan


Ada hubungan usaha dinilai berdasarkan harga pasar : Penerima : objek pajak penghasilan Penyumbang : selisih antara nilai pasar dengan nilai buku yang merupakan laba/rugi Tidak ada hubungan usaha dinilai berdasarkan nilai buku Penerima : Bukan objek pajak Penyumbang : bukan biaya
94

Membangun sendiri
Semua biaya yang dikeluarkan untuk membangun merupakan komponen harga perolehan aktiva tetap Sesuai dengan SE-20/PJ.42/1994, pengeluaran bunga pinjaman selama masa konstruksi merupakan komponen dari biaya langsung yang menjadi bagian pembentukan harga pokok atau harga perolehan aktiva seperti gedung. Jadi pengeluaran bunga pinjaman sampai dengan gedung selesai dan siap digunakan harus dikapitalisir menjadi komponen harga perolehan.

95

SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN


Sistem Pencatatan Pembelian
Tidak mencatat Persediaan

Penjualan

Akhir Tahun Stock opname


HPP (D) Persediaan awal (K) Persediaan akhir (D) HPP (K)

Periodik
Pembelian (D) Kas/bank/ htg usaha(K)

Tidak mencatat Persediaan

Persediaan (D) Kas/bank/ htg usaha(K)

HPP (D) Persediaan (K)

Stock opname Fisik < Catatan


HPP/Loss (D) Persediaan (K)

Perpetual

Retur :
Kas/bank/ htg usaha(D) Persediaan (K)

Retur :
Persediaan (D) HPP (K)

96

Pencatatan Persediaan
12 Maret 2008, CV Sakti membeli barang dagangan berupa tepung terigu sebanyak 2000 karung dengan harga Rp 50.000 perkarung secara kas. 13 Maret 2008, CV Sakti menjual 1000 karung tepung terigu @ Rp 60.000 secara kas 1. Sistem Periodik Pembelian Tanggal 12-0312-03-08 Akun Pembelian Kas Debet (Rp) 100.000.000 Kredit (Rp) 100.000.000

Penjualan Tanggal 12-0312-03-08 Akun Kas Penjualan Debet (Rp) 60.000.000 Kredit (Rp) 60.000.000

97

2. Sistem Perpetual Pembelian

Tanggal 12-0312-03-08

Akun Persediaan Kas

Debet (Rp) 100.000.000

Kredit (Rp) 100.000.000

Penjualan

Tanggal 12-0312-03-08

Akun Kas Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan

Debet (Rp) 60.000.000

Kredit (Rp) 60.000.000

50.000.000 50.000.000

98

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN


Saldo awal per 1-1-2008 = 100 unit @ Rp 10.000 = Rp 1.000.000 1Transaksi selama tahun 2008 : Pembelian Tanggal 1515-Feb 1-Mar 4-Apr 1-Jun 1212-Jul 2-Sep 6-Nov 5-Dec Total 60 340 14,000 50,000 840,000 4,240,000 330 54,000 4,530,000 100 13,000 1,300,000 120 15,000 1,800,000 60 11,000 660,000 60 13,000 780,000 120 12,000 1,440,000 70 13,000 910,000 Unit H. beli/unit Jumlah Harga Unit 80 Penjualan H. jual/unit 13,000 Jumlah Harga 1,040,000

Hasil inventarisasi fisik akhir tahun diketahui jumlah persediaan sebanyak 110 unit.

99

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN Pada Sistem Pencatatan Periodik


1. FIFO
Nilai persediaan per 31-12-08 Lapisan Unit Persediaan Persediaan 110 unit Nilai Persediaan HPP Tahun 2008 Persediaan awal Pembelian Dikurang Persediaan akhir Harga Pokok Penjualan 50 60 Harga/unit (Rp) 13.000 14.000 Jumlah Harga (Rp) 650.000 840.000 1.490.000 = Rp 1.000.000 = Rp 4.240.000 = (Rp 1.490.000) = Rp 3.750.000

Ayat jurnal penyesuaian HPP tgl 31-12-08 Tanggal 3131-12 Perkiraan Harga Pokok Penjualan Persediaan (akhir) Pembelian Persediaan (awal) Ref Debet (Rp) 3.750.000 1.490.000 4.240.000 1,000,000
100

Kredit (Rp)

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN Pada Sistem Pencatatan Periodik


2. LIFO
Nilai persediaan per 31-12-08 Unit Lapisan Persediaan Persediaan 110 unit 100 10 Nilai Persediaan HPP Tahun 2008 Persediaan awal Pembelian Dikurang Persediaan akhir Harga Pokok Penjualan = Rp 1.000.000 = Rp 4.240.000 = (Rp 1.120.000) = Rp 4.120.000 Harga/unit (Rp) 10.000 12.000 Jumlah Harga (Rp) 1.000.000 120.000 1.120.000

Ayat jurnal penyesuaian HPP tgl 31-12-08 Tanggal 3131-12 Perkiraan Harga Pokok Penjualan Persediaan (akhir) Pembelian Persediaan awal Ref Debet (Rp) 4.120.000 1.120.000 4.240.000 1,000,000
101

Kredit (Rp)

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN Pada Sistem Pencatatan Periodik


3. SIMPLE AVERAGE
Harga rata-rata Tanggal Uraian Saldo 1-Mar Pembelian 1-Jun Pembelian 2-Sep Pembelian 5-Dec Pembelian Jumlah Harga rata-rata rataUnit Harga/unit 100 10,000 120 12,000 60 11,000 100 13,000 60 14,000 440 5.240.000 : 440 Jumlah Harga 1,000,000 1,440,000 660,000 1,300,000 840,000 5,240,000 11,909

Nilai persediaan = 110 X Rp 11.909 = Rp 1.310.000 HPP Th. 2008 Persediaan awal = Rp 1.000.000 Pembelian = Rp 4.240.000 Dikurang Persediaan akhir = (Rp 1.310.000) Harga Pokok Penjualan = Rp 3.930.000 Ayat jurnal penyesuaian HPP tgl 31-12-08 Tanggal Perkiraan Ref Debet (Rp) 3131-12 Harga Pokok Penjualan Persediaan (akhir) Pembelian Persediaan awal 3.930.000 1.310.000

Kredit (Rp)

4.240.000 1,000,000 102

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN Pada Sistem Pencatatan Perpetual


1. FIFO
Tgl Saldo
15-Feb 1-Mar 4-Apr 1-Jun 12-Jul 2-Sep

Pembelian (Masuk) Unit H./unit Jml harga

Penjualan (Keluar) Unit H./unit Jml harga 80 10,000

120

12,000

1,440,000 20 50 10,000 12,000

60

11,000

100

13,000

6-Nov

5-Dec Jumlah

60 340

14,000

660,000 - 60 1,300,000 - 10 - 60 - 50 840,000 4,240,000 330

12,000

12,000 11,000 13,000

Unit 100 800,000 20 20 120 200,000 600,000 70 70 60 720,000 10 60 - 10 - 60 - 100 120,000 660,000 650,000 50 - 50 - 60 3,750,000 110

Saldo H./unit Jumlah harga 10,000 1,000,000 10,000 200,000 10,000 200,000 12,000 1,440,000 12,000 12,000 11,000 12,000 11,000 12,000 11,000 13,000 840,000 840,000 660,000 120,000 660,000 120,000 660,000 1,300,000 650,000 650,000 840,000 1,490,000
103

13,000 13,000 14,000

2. LIFO
Tgl Saldo 1515-Feb 1-Mar 4-Apr

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN Pada Sistem Pencatatan Perpetual


Penjualan (Keluar) Unit H./unit Jml harga 80 120 12,000 1,440,000 70 12,00 0 840,000 10,000 800,000 Unit 100 20 20 120 20 50 20 50 60 60 11,000 660,000 1,300,000 13,00 0 240,000 12,00 0 3,840,000 20 50 20 50 100 20 30 20 30 60 110 Saldo H./unit Jml harga 10,000 1,000,000 10,000 200,000 10,000 200,000 12,000 1,440,000 10,000 200,000 12,000 10,000 12,000 11,000 10,000 12,000 10,000 12,000 13,000 10,000 12,000 10,000 12,000 14,000 600,000 200,000 600,000 660,000 200,000 600,000 200,000 600,000 1,300,000 200,000 360,000 200,000 360,000 840,000 104 1,400,000

Pembelian (Masuk) Unit H./unit Jml harga

1-Jun

60 11,000

660,000 -

1212-Jul 2-Sep 6-Nov 100 13,000

1,300,000 -

100 20

5-Dec Jumlah

60 14,000 340

840,000 4,240,000 330

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN Pada Sistem Pencatatan Perpetual


3. Moving Average
Pembelian (Masuk) Unit H./unit Jml harga Penjualan (Keluar) Unit H/unit Jml harga 80 120 60 100 60 340 2,000 11,000 13,000 14,000 1,440,000 70 660,000 - 60 1,300,000 - 100 840,000 4,240,000 310 11,714 11,385 12,335 820,000 683,077 1,233,484 3,536,561 10,000 800,000 Unit 100 20 140 70 130 70 170 70 130 130 Saldo H./unit 10,000 10,000 11,714 11,714 11,385 11,385 12,335 12,335 13,103 Jml harga 1,000,000 200,000 1,640,000 820,000 1,480,000 796,923 2,096,923 863,439 1,703,439 1,703,439

Tgl Saldo 1515-Feb 1-Mar 4-Apr 1-Jun 1212-Jul 2-Sep 6-Nov 5-Dec Jumlah

105

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN NILAI REALISASI BERSIH


Tidak diperkenankan secara Fiskal, kecuali karna rusak, usang (tidak dpt dijual secara Normal) dibebankan

PSAK 14

NRV < Cost

NRV

Cost

NRV

Market Price

Estimasi biaya yg diperlukan untuk menjual

Jenis Brg A B C D Jumlah

Jumlah Unit 200 400 300 500 1.400

Harga pokok perunit 10.000 14.000 15.000 9.000

Harga pasar B.Penjualan Nilai relisasi perunit perunit bersih Perunit 9.000 16.000 15.500 9.000 500 1.000 1.000 300 8.500 15.000 14.500 8.700

Nilai Persediaan 1.700.000 5.600.000 4.350.000 4.350.000 16.000.000


106

Macam-macam kurs
Kurs menteri keuangan : kurs yg ditetapkan oleh Menkeu yg ditetapkan tiap minggu Kurs realisasi : kurs yg sebenarnya terjadi pada waktu perusahaan merupiahkan valas atau pada waktu perusahaan membeli valas Kurs Bank Indonesia : kurs untuk mencatat utang piutang serta transaksi dalam valuta asing. Yang digunakan adalah kurs tengah BI yang merupakan rata-rata antara kurs jual dan kurs beli
107

Kurs Menteri Keuangan


Digunakan untuk penghitungan pajak-pajak yang terutang dalam valuta asing yang harus terlebih dahulu di nilai ke dalam mata uang rupiah Perhitungan bea masuk, PPN-import, PPh pasal 22 sesuai dengan tanggal PIB Penghitungan PPN dan PPn BM sesuai tanggal faktur pajak Penghitungan PPh pasal 21 atau PPh pasal 26 apabila penghasilan diterima dlm mata uang asing Penghitungan pajak ekspor Penghitungan Pajak final yang dibayarkan dlm valuta asing

108

Pengakuan Selisih Kurs menurut Akuntansi Pajak


Keuntungan dan/atau kerugian yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia *
Penjelasan pasal 4 ayat(1) huruf l UU PPh

laba selisih kurs merupakan objek Pajak Penghasilan dan kerugian selisih kurs merupakan Biaya yang dapat dikurangkan sebagai Pengurang Penghasilan Bruto
109

Transaksi dalam mata uang asing


Transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing misalnya membeli atau menjual barang atau jasa, meminjam atau meminjamkan dana, memperoleh atau melepaskan aktiva, menimbulkan atau melunasi kewajiban dan yang lainnya Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi

110

Kasus 1
Tanggal 1 November 2009, PT Pondok Aren melakukan penjualan ekspor dengan nilai US$ 50.000. Kurs tengah BI yang berlaku tanggal tersebut 1 US$ = Rp 9.500 Pengakuan penjualan dan piutang dalam Rupiah = US$ 50.000 X 9.500 = Rp 475.000.000 Jurnal : Piutang 475.000.000 Penjualan 475.000.000
111

Kasus 2
Tanggal 15 November 2009 PT Pondok Aren melakukan impor mesin (Aset Tetap) dari Cina seharga US$ 100.000 secara kredit. Kurs tanggal tersebut 1US$ = 9.700 Pengakuan nilai Mesin dan Hutang ( PPN dan Bm diabaikan) :US$ 100.000 X 9.700 = Rp 970.000.000 Jurnal : Mesin 970.000.000 Hutang 970.000.000
112

Pelaporan akhir tahun


Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator yang obyektif; Pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan Pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan

113

Pelaporan akhir tahun


Dari 2 kasus sebelumnya, berapa laba atau rugi selisih kurs apabila kurs pada akhir tahun 2009 adalah sebesar Rp9.800 per US$1 Buat ayat jurnal penyesuaian dan penyajian dalam neraca.

114

Tran aksi
Pos (Accoun )

alam Valuta Asing


Pelaporan Pada Tgl Neraca Laporan Laba Rugi

Pengakuan Awal

os oneter : as/ ank, Piutang, utang,

Dibukukan dg urs saat terjadi transaksi

Dilaporkan dg menggunakan kurs pada tanggal Neraca

Selisih kurs Diakui sebagai ain/ Loss) tahun berjalan

Pos non moneter : Persediaan, akti a tetap, ekuitas

Dibukukan dg urs saat terjadi transaksi

Dilaporkan tetap menggunakan kurs pada tanggal Transaksi

115

Pengakuan Selisih urs


nd of periode

Transaction Date

Settlement Date

Settlement Date

1/6 09

1/9 09
Pengakuan Laba (Rugi) urs

31/12 09

1/6 10

Pengakuan Laba (Rugi) urs Satu periode akuntansi elewati satu periode akuntansi

Pengakuan Laba (Rugi) urs

116

Revaluasi Aktiva Tetap


PMK No:79/PMK.03/2008

Meningkatkan nilai perusahaan shg memudahkan perusahaan dalam proses pencarian dana, baik melalui pinjaman maupun penjualan saham Meningkatkan biaya penyusutan aktiva tetap dimasa mendatang Meningkatkan keakuratan perhitungan penghasilan maupun biaya sehingga mencerminkan kemampuan perusahaan yang sebenarnya dalam menghasilkan laba Agar neraca perusahaan menunjukkan posisi kekayaan perusahaan yang sebenarnya
117

Subyek revaluasi
WP Badan dalam negeri termasuk BUT yang menggunakan pembukuan setelah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum dilakukan revaluasi WP Orang Pribadi dalam negeri walaupun menggunakan pembukuan, tidak berhak melakukan revaluasi karena tidak terjadi pemisahan harta antara harta pribadi dan harta perusahaan. Termasuk WP Badan yang menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dollar amerika serikat

118

Obyek Revaluasi
Semua aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan atau Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk 3M penghasilan yang merupakan objek pajak Penilaian kembali dapat dilakukan setelah lewat jangka waktu 5 tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap perusahaan terakhir yang dilakukan berdasarkan peraturan Menteri Keuangan

119

Pengajuan permohonan
Wajib pajak mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak Dirjen Pajak diberi wewenang untuk menerbitkan surat keputusan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan atas permohonan Wajib Pajak tersebut

120

Nilai pasar atau nilai wajar


Penilaian kembali aktiva tetap harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali yang ditetapan perusahaan penilai yang telah mendapat izin dari pemerintah Apabila nilai pasar tersebut tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya, Dirjen Pajak dapat menetapkan kembali nilai pasarnya Penilaian kembali dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 tahun sejak tanggal laporan perusahaan penilai
121

Penghitungan PPh Final Revaluasi


Selisih lebih revaluasi dihitung dengan mengurangkan nilai pasar aktiva (hasil penilaian) dengan nilai sisa buku fiskal PPh yang harus dibayar adalah 10% x selisih lebih revaluasi dan bersifat final Apabila wajib pajak tidak dapat melunasi sekaligus PPh yang terutang dapat mengajukan permohonan pembayaran angsuran paling lama 12 bulan sesuai dengan UU KUP
122

Contoh kasus (dalam jutaan)


Pada tanggal 1 januari tahun 2009 PT ABC melakukan penilaian kembali. Berapa PPh final atas revaluasi ? Akt NBF Nilai Sel tetap pasar lebih Tana h Ban gnan Mesi n Juml ah 2000 2500 200 450 500 250 7000

1000 8000

3200 10950 7750


123

Jawaban
PPh revaluasi akt tetap 10% x 7750 juta = 775 juta (final) Jumlah tersebut dapat diangsur oleh wajib pajak paling lama 12 bulan dengan mengajukan permohonan sesuai dengan pasal 9 ayat (4) UU KUP

124

Perlakuan aktiva tetap setelah direvaluasi


Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah nilai pada saat penilaian kembali Masa manfaat aktva menjadi kembali mulai nol tahun Tidak boleh dialihkan dalam jangka waktu sebelum masa manfaat berakhir untuk kelompok 1 dan 2 serta sebelum lewat jangka waktu 10 tahun untuk kelompok 3 dan 4, bangunan dan tanah Apabila terjadi pengalihan, atas selisih lebih penilaian kembali diatas NSBF semula, dikenakan tambahan PPh yang bersifat final dengan tarif tertinggi PPh WP Badan DN yang berlaku saat penilaian kembali dikurangi 10% Selisih antara nilai pengalihan aktiva dengan NSBF merupakan keuntungan atau kerugian berdasarkan ketentuan PPh
125

Pengecualian pengalihan .
Pengalihan yang bersifat force majeur berdasarkan keputusan atau kebijakan pemerintah atau keputusan pengadilan Pengalihan aktiva tetap perusahaan dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha yang mendapat persetujuan Penarikan aktiva tetap perusahaan dari penggunaan karena mengalami kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki lagi.
126

Perlakuan aktiva tetap setelah direvaluasi


Selisih lebih penilaian kembali aktiva perusahaan di atas nilai sisa buku komersial semula, dibukukan dalam perkiraan Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perushaaan tanggal .. dan termasuk dalam kelompok modal. Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal bukan merupakan obyek pajak. Dalam hal selisih lebih secara fiskal melebihi selisih lebih secara komersial, maka pemberian saham bonus atau pencatatan tamabahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan obyek pajak hanya sampai dengan sebesar selisih penilaian kembali secara komersial

127

Sewa guna usaha (leasing)


Sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) Periode leasing dapat meliputi jangka waktu beberapa tahun

128

SGU tanpa hak opsi


Sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) yaitu : 1. Jumlah pembayaran SGU selama masa SGU tdk dapat menutupi harga perolehan barang modal yang di SGU kan ditambah keuntungan yg diperhitungkan oleh lessor 2. Perjanjian SGU tdk memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee 3. Kepemilikan barang masih berada ditangan pihak lessor sehingga yg berhak menyusutkan barang adalah lessor.
129

Perlakuan Perpajakan
Lessor Seluruh pembayaran sewa yg diterima obyek PPh pasal 23 Menyusutkan aktiva yg di SGU karena kepemilikan Memungut PPN jasa sewa yang diberikan Lesse Biaya sewa yg dibayar/ terutang boleh menjadi pengurang Tidak boleh menyusutkan karena milik lessor Memotong PPh ps 23 sesuai tarif
130

Kasus
PT. X (lessor) meng-SGU-kan mesin gol II dg harga Rp200jt kepada PT. Z(lessee) jangka waktu leasing 24 bulan dan nilai sisa barang setelah periode leasing adalah nihil. Pembayaran perbulan Rp8.000.000. Jumlah pembayaran adalah Rp192 jt lebih kecil dari 200jt, karena tidak klausul untuk memiliki maka termasuk operating lease
131

Jawaban
Lessor Terimasew a Pungut PPN Dipotong PPh ps 23 Diterima PT. X 8.000.000 800.000 160.000 8.640.000 Lessee PT. Z Bayarsew 8.000.000 a Bayar PPN 800.000 Memotong 160.000 PPh ps 23 Dibayar 8.640.000 Penyusuta Tidak ada n
132

Penyusuta Sesuai n metode

SGU dengan hak opsi


1. Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) yaitu : Jumlah pembayaran SGU selama masa SGU ditambah nilai sisa harus menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor Masa SGU ditetapkan sekurang2nya 2 th utk gol I, 3 th utk gol II dan III dan 7 tahun utk gol bang Perjanjian SGU memuat ketentuan mengenal hak opsi bagi lessee Lessor berniat menjual barang dengan menghitung jumlah seluruh angsuran lebih besar dari harga pokok barang

2. 3. 4.

133

Perlakuan perpajakan
Lessor Ph yg menjadi obyek PPh adl seluruh pembayaran Tidak ada penyusutan Dapat membentuk cad piutang ragu-ragu raguKerugian dibebankan pd akm.cad.piutang ragu2 Besarnya PPh pasal 25 triwulanan Jasa pembiayaan tdk terutang PPN. Penyerahan terutang PPN Lessee Seluruh pembayaran boleh menjadi pengurang Tidak ada penyusutan Tidak memotong PPh pasal 23 atas angsuran Tidak dipungut PPN

134

Kasus
PT. X (lessor) meng-SGU-kan mesin gol II dg harga Rp200jt kepada PT. Z(lessee) jangka waktu leasing 36 bulan dan nilai sisa barang setelah periode leasing adalah nihil. Pembayaran perbulan Rp8.000.000. pembayaran terdiri dari pokok Rp.5.555.555 dan bunga Rp.2.444.445 Ada klausul opsi bagi lessee untuk membeli
135

jawaban
Lessor PT X Lessee PT Y Mencatat 288 juta piutang Terima 2.444.445 bunga Terimapokok 5.555.555 Jumlah 8.000.000 Byr sewa 8.000.000 Tidak memungut
136

Penyusutan Tidak ada Penyusut Tidak ada Debet biaya 2.5% x PPh pnyisihan saldo piut pasal 23 piut

You might also like