You are on page 1of 530

Daftar isi

Pedoman Umum Mata Kuliah ................................................................................................................... 1 Tinjauan Mata Kuliah ......................................................................................... 1 Struktur Materi Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar......................... 1 Standar Kompetensi yang ingin dicapai sesuai Standar Kompetensi Guru kelas SD/MI lulusan S1 PGSD (Tinjauan Instruksional Umum) ................................. 2 Kompetensi Dasar ............................................................................................. 2 Indikator Mata Kuliah ......................................................................................... 2 Petunjuk Mempelajari Bahan Ajar ...................................................................... 2 Bahan Ajar ............................................................................................. 3 Rencana Penyelesaian Bahan Bacaan dan Tugas ............................................... 5 Tugas Mata Kuliah ............................................................................................. 6 Bab I Pengenalan Konsep-Konsep Pembelajaran........................................................................ 8 1. Pendahuluan ............................................................................................. 8 2. Uraian Materi ............................................................................................. 8 3. Tindak Lanjut ............................................................................................. 15 BaB II Pembelajaran Melalui Permainan Edukatif........................................................................16 1. Pendahuluan ............................................................................................. 16 2. Uraian Materi ............................................................................................. 16 3. Tindak Lanjut ............................................................................................. 19 BaB III Pembelajaran Melalui Pengalaman Langsung/Eksplorasi Di lingkungan Sekitar ............................................................................................................................... 20 1. Pendahuluan ............................................................................................. 20 2. Uraian Materi ............................................................................................. 21 3. Tindak Lanjut ............................................................................................. 23 BaB IV Pembelajaran dengan Pendekatan Terpadu.................................................................... 24 1. Pendahuluan ............................................................................................. 24 2. Uraian Kegiatan ............................................................................................ 24 3. Tindak Lanjut ............................................................................................. 26 BaB V Pengembangan Kurikulum di Sekolah ................................................................................. 27 1. Pendahuluan ............................................................................................. 27 2. Uraian Kegiatan............................................................................................. 27 3. Tindak Lanjut ............................................................................................. 29 Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 31

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

Pedoman Umum Mata Kuliah

Tinjauan Mata Kuliah Mata kuliah Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar merupakan suatu mata kuliah yang diberikan bagi mahasiswa S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Pendidikan Tinggi Jarak Jauh. Mata kuliah ini berbobot 2 SKS. Bahan ajar dikemas dalam bentuk bahan ajar cetak yang terdiri atas Buku Pedoman Umum Mata Kuliah serta Materi Kompilasi / bacaan dari beberapa buku sumber yang relevan. Pembahasan materi dalam mata kuliah ini meliputi materi lintas bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, PPKN, Matematika, Pendidikan Jasmani serta Bahasa dan Seni untuk anak sekolah dasar. Dalam mengikuti mata kuliah ini Anda akan mendapat pengalaman belajar dalam bentuk mengkaji berbagai konsep dan contoh penerapannya, serta melakukan perancangangn pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Konsep konsep yang akan Anda pelajari adalah sebagai berikut: 1. Pengenalan konsep pembelajaran 2. Pembelajaran melalui permainan edukatif 3. Pembelajaran melalui pengalaman langsung/eksplorasi di lingkungan sekitar 4. Pembelajaran Terpadu 5. Pengembangan kurikulum di sekolah dasar Setelah selesai mempelajari mata kuliah ini, Anda akan memiliki kompetensi atau kemampuan untuk merancang pembelajaran yang mendidik sekaligus menyenangkan bagi siswa sekolah dasar. Untuk mencapai kompetensi tersebut, Anda akan dibekali strategi pembelajaran yang disingkat PAKEM, yaitu pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Untuk dapat menciptakan pembelajaran yang mendidik dan menyenangkan bagi siswa SD, Anda sebagai guru seyogyanya mengenali mereka dengan cara mengidentifikasi prilaku awal dan karakteristik mereka. Selanjutnya Anda harus mampu memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat melalui pemahaman dan penerapan berbagai konsep pembelajaran untuk berbagai mata pelajaran di SD atau pembelajaran terpadu. Pendekatan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak sekolah dasar adalah pendekatan dengan permainan dan pengalaman atau eksplorasi langsung. Mata kuliah ini akan membekali Anda agar mampu merancang pembelajaran yang mendidik dan menyenangkan baik melalui permainan maupun eksplorasi langsung, secara terpadu untuk semua mata pelajaran di SD yang menjadi tanggung jawab Anda Struktur Materi Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar Mata kuliah ini membahas konsep strategi pembelajaran PAKEM dengan pendekatan permainan, Sains Teknologi Masyarakat (STM), dan integratif
Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

serta langkah perancangan pembelajaran berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut. Standar Kompetensi yang ingin dicapai sesuai Standar Kompetensi Guru Kelas SD/MI Lulusan S1 PGSD (Tujuan Instruksional Umum): Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, Anda diharapkan dapat merancang pembelajaran yang mendidik bagi siswa sekolah dasar. Kompetensi Dasar :

Mahasiswa dapat memahami konsep tentang belajar, pendekatan dan modelmodel pembelajaran, serta mampu merancang pembelajaran yang mendidik bagi siswa sekolah dasar. Indikator mata kuliah Setelah mempelajari seluruh bahasan dan menyelesaikan soal-soal latihan dalam mata kuliah Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar, Anda diharapkan mampu: 1. menjelaskan teori-teori belajar yang mendasari pembelajaran di sekolah dasar; 2. menjelaskan pendekatan dan model-model pembelajaran; 3. menjelaskan pembelajaran melalui permainan; 4. merancang pembelajaran melalui permainan edukatif; 5. menjelaskan pembelajaran melalui pengalaman langsung/eksplorasi di lingkungan sekitar; 6. merancang pembelajaran melalui pengalaman langsung (pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat) untuk bidang IPA dan IPS; 7. menjelaskan pembelajaran terpadu; 8. merancang pembelajaran terpadu; dan 9. mengembangkan kurikulum di sekolah dasar Petunjuk Mempelajari Bahan Ajar Agar Anda berhasil dalam mempelajari bahan ajar ini, ikuti petunjuk belajar sebagai berikut: 1. Perhatikan bahwa bahan ajar yang harus Anda terima adalah Buku Kapita Selekta Pembelajaran di SD yang terdiri dari petunjuk belajar/panduan umum mata kuliah dan kompilasi bacaan 2. Bacalah dengan cermat materi dalam buku tersebut 3. Kompilasi bacaan terdiri atas 26 judul bacaan yang membahas 5 topik utama. Bacaan yang diberikan meliputi bahasan mengenai pengenalan konsep pembelajaran, pembelajaran melalui permainan edukatif, pembelajaran melalui pengalaman langsung/eksplorasi di lingkungan

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

sekitar, pembelajaran terpadu dan pengembangan kurikulum di sekolah dasar. Seluruh pembahasan meliputi/ mencakup kajian bidang ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, PPKN, Matematika, Pendidikan Jasmani serta Bahasa dan Seni 4. Perhatikan petunjuk-petunjuk yang dianjurkan seperti: Bacalah lebih lanjut sejumlah topik bacaan seperti tertulis dalam kotak, Garis-bawahi konsep-konsep penting, dan sebagainya. 5. Bahan ajar ini dilengkapi dengan daftar referensi buku sumber bacaan yang digunakan penulis bahan ajar ini untuk memaparkan uraian materi dan contoh. 6. Bahan ajar belum dilengkapi dengan senarai, berupa kamus kecil berisi tentang arti kata baru, teknis, asing, kata penting yang tercantum dalam uraian materi pada setiap bacaan. Silakan Anda mencoba membuat catatan bagi Anda sendiri. Bahan Ajar Bahan ajar yang digunakan dalam mata kuliah ini adalah bahan ajar pokok yang wajib Anda pelajari. Bahan ajar pokok yang digunakan dalam mata kuliah Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut. Bab I. Pengenalan Konsep Pembelajaran 1.1. Teori Belajar Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan menyenangkan: Bab I. Jakarta: Departemen Pendidikan Pitajeng. (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Nasional 1.2. Pengenalan Konsep Konsep Pembelajaran di Sekolah Dasar Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Lily Barlia. (2006). Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab II dan IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar: Bab I. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Rabad Sihabuddin. (2006). Indahnya Pelangi dalam Kesadaran Multikultur Masyarakat Indonesia: Bab I dan VI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Bab II: Pembelajaran Melalui Permainan Pembelajaran Melalui Permainan Dadan Djuanda (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab V dan VI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pitajeng (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan: Bab I, III, IV, V, VI, VII. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

Rabad Sihabuddin (2006). Indahnya Pelangi dalam Kesadaran Multikultur Masyarakat Indonesia: Bab II dan V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Sumanto (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar: Bab II dan III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Wira Indra Satya (2006). Membangun Kebugaran Jasmani dan Kecerdasan melalui Bermain: Bab III dan IV Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Bab III. Pembelajaran dengan Pendekatan Terpadu Pembelajaran dengan Pendekatan Terpadu Bidang Studi IPA, Bahasa Indonesia, dan Matematika. Dadan Djuanda (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Ichlas Hamid, S. dan Tuti I. Ichlas (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar: Bagian III, Bab V Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Bab IV. Pembelajaran melalui Pengalaman Langsung/Eksplorasi Di Lingkungan Sekitar Penerapan Sains Teknologi Masyarakat dalam pembelajaran pada bidang studi IPA dan IPS Dadan Djuanda (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Lily Barlia. (2006). Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Muslichach Asyari (2006). Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar: Bab II, III, dan V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Bab V. Pengembangan Kurikulum di Sekolah Dasar Pengembangan rancangan Pembelajaran Ichlas Hamid, S. dan Tuti I. Ichlas (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar: Bagian I dan III; Bab V dan VI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Lily Barlia. (2006). Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab III dan V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Muslichach Asyari (2006). Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar: Bab IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Sumanto (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional .

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

Rencana Penyelesaian Bahan Bacaan dan Tugas Dalam satu semester Anda akan mendapat dua bentuk tutorial yaitu tutorial tatap muka selama masa residensial dan tutorial online di tempat masingmasing. Mata kuliah Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar mensyaratkan Anda sebagai mahasiswa untuk mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran. Tutorial tatap muka dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan, tiap pertemuan berlangsung selama 2,5 jam (150 menit). Sedang tutorial on line Anda akan mendapat 5 inisiasi yang berisi pembimbingan pembahasan materi dan tugastugas yang harus Anda kerjakan dan kembalikan pada tutor sesuai jadwal. Rencana kegiatan tutorial akan dilakukan sebagai berikut. No Waktu Pertemuan Tutorial Tatap Muka 1 Keg. Tutor Membimbing mahasiswa membahas : Konsep pembelajaran Membimbing mahasiswa membahas : Pendekatan dan Model Pembelajaran di SD Membimbing mahasiswa membahas: Pendekatan pembelajaran melalui permainan Edukatif. Memberi Tugas 1. Keg. Mahasiswa Membahas Konsep pembelajaran Membahas Pendekatan dan Model Pembelajaran di SD Membahas pendekatan Pembelajaran melalui permainan Edukatif. Menerima Tugas 1. Merancang Pembelajaran melalui permainan Edukatif di SD Tutorial on line Keg. Tutor Memberi inisiasi dan tugas tuton 1 Memberi inisiasi dan tugas tuton 2 Keg. Mahasiswa Mengikuti inisiasi dari tutor

Mengembalikan tugas tuton 1. Mengikuti inisiasi dari tutor

Memberi inisiasi dan tugas tuton 3

Mengikuti inisiasi dari tutor Mengembalikan tugas tuton 2.

Membimbing mahasiswa merancang : Pendekatan pembelajaran melalui permainan Edukatif di SD Membimbing mahasiswa membahas : Pembelajaran melalui pengalaman

Memberi inisiasi dan tugas tuton 4

Mengikuti inisiasi dari tutor Mengembalikan tugas tuton 3.

Membahas pembahasan pendekatan pembelajaran melalui

Memberi inisiasi dan tugas tuton 5

Mengikuti inisiasi dari tutor Mengembalikan tugas tuton 4.

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

No

Waktu Pertemuan Tutorial Tatap Muka Keg. Tutor langsung/eksplorasi di lingkungan sekitar Keg. Mahasiswa pengalaman langsung/ eksplorasi di lingkungan sekitar Merancang Pembelajaran melalui pengalaman langsung/ eksplorasi di lingkungan sekitar Membahas Konsep Model Pembelajaran Terpadu. Menerima tugas 2. Merancang Model Pembelajaran Terpadu di SD Tutorial on line Keg. Tutor Keg. Mahasiswa

Membimbing mahasiswa dalam merancang : Pembelajaran melalui pengalaman langsung/eksplorasi di lingkungan sekitar

Mengembalikan tugas tuton 5

Membimbing mahasiswa membahas: Konsep Model Pembelajaran Terpadu. Memberi tugas 2. Membimbing mahasiswa merancang : Model Pembelajaran Terpadu di SD Tes Formatif

Tugas Mata Kuliah Ada dua tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa selama mengikuti kegiatan tutorial tatap muka dan nilai tugas-tugas ini menyatu dalam Tes Formatif yang diberikan diakhir kegiatan tutorial tatap muka. Selain itu ada lima (5) tugas yang diberikan melalui kegiatan tutorial online. Masing-masing tugas diberikan pada saat tutorial online 1, 2, 3, 4 dan 5. Seluruh tugas yang diberikan mempunyai bobot nilai tertentu (sesuai dengan panduan penilaian) sehinggga nilai tugas akan dapat membantu kelulusan anda dalam mata kuliah ini. Seluruh tugas diterangkan sebagai berikut. 1. Tutorial Tatap Muka Tugas 1: Mengidentifikasi langkah-langkah pembelajaran melalui permainan edukatif Tugas 2: Mengidentifikasi langkah-langkah pembelajaran melalui pembelajaran terpadu Kedua tugas ini Anda serahkan pada tutor dan dibahas selama kegiatan tutorial tatap muka dan sebelum diadakan Tes Formatif.
6
Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

2. Tutorial Online Tugas 1: Mereview pendekatan pembelajaran di SD. Materi tugas ini Anda terima pada inisiasi ke 1 dari kegiatan tutorial online dan jawaban harus Anda serahkan sebelum inisiasi ke 2 diberikan. Tugas 2: Mengkaji contoh-contoh pembelajaran melalui permainan edukatif di SD. Materi tugas ini Anda terima pada inisiasi ke 2 dari kegiatan tutorial online dan jawaban harus Anda serahkan sebelum inisiasi ke 3 diberikan. Tugas 3 : Merancang pembelajaran melalui permainan edukatif di SD. Materi tugas ini Anda terima pada inisiasi ke 3 dari kegiatan tutorial online dan jawaban harus Anda serahkan paling lambat satu minggu setelah inisiasi 4 diberikan. Tugas 4: Merancang pembelajaran melalui pengalaman langsung/eksplorasi di lingkungan sekitar. Materi tugas ini Anda terima pada inisiasi ke 4 dari kegiatan tutorial online dan jawaban harus Anda serahkan sebelum inisiasi ke 5 diberikan. Tugas 5 : Merancang pembelajaran melalui pembelajaran terpadu. Materi tugas ini Anda terima pada inisiasi ke 5 dari kegiatan tutorial on line dan jawaban harus Anda serahkan paling lambat satu minggu setelah inisiasi 5 diberikan.

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

BAB I PENGENALAN KONSEP-KONSEP PEMBELAJARAN

1. Pendahuluan Materi yang akan dibahas pada Bab I ini meliputi beberapa teori belajar diantaranya teori (1) behaviorisme, (2) kognitivisme, (3) konstruktivisme, dan (4) humanisme. Selain itu akan dibahas pula beberapa pendekatan atau modelmodel pembelajaran yang digunakan di sekolah dasar baik untuk mata pelajaran Matematika, IPA, IPS serta Bahasa dan Seni. Materimateri tersebut sangat erat kaitannya dengan tugas Anda sebagai pendidik di sekolah dasar. Anda akan dibekali dengan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pembelajaran yang melandasasi perkembangan berfikir siswa sehingga melalui penguasaan materi ini akan membantu Anda dalam merancang program pembelajaran yang dibutuhkan bagi siswa, dan bagi Anda sendiri dalam memahami latar kelas. Setelah mempelajari materi ini Anda diharapkan mampu menjabarkan berbagai pendekatan dalam pembelajaran di sekolah dasar. Secara khusus setelah mempelajari materi ini, Anda dapat: 1. menjelaskan prinsip-prinsip belajar dari pandangan behaviorisme, behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme, dan humanisme; 2. menjelaskan peran belajar dalam pembelajaran; 3. menjelaskan pengaruh teori belajar dalam pembelajaran; 4. menjelaskan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran; 5. menjelaskan metode discovery dan inquiry dalam pembelajaran; dan 6. Menjelaskan macam-macam keterampilan proses 2. Uraian Materi 2.1. Teori Belajar Pemahaman terhadap berbagai macam teori belajar akan sangat membantu Anda sebagai guru untuk merancang proses pembelajaran. Teori belajar umumnya tidak mempunyai sifat yang ekstrim, yaitu hanya berfokus pada satu komponen pembelajaran sepertia, siswa, proses belajar, guru atau kurikulum saja. Titik fokus yang menjadi perhatian suatu teori belajar memang ada tetapi komponen-komponen pembelajaran yang lain diperlukan pula untuk menjelaskan teori belajar tersebut. Di sini akan dibahas empat teori belajar yaitu (1) behaviorisme, (2) kognitivisme, (3) konstruktivisme, dan (4) humanisme. Teori behaviorisme berfokus pada hasil dari proses belajar (Suciati & Irawan, 2005). Teori kognitivisme dan konstruktivisme menekankan pada proses belajar. Teori humanisme memperhatikan isi dari apa yang dipelajari. Behaviorisme. Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Artinya perubahan prilaku siswa dari tidak mampu melakukan sesuatu menjadi mampu melakukan sesuatu adalah merupakan hasil interaksi antara stimulus (yang berasal
8
Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

dari luar siswa) dan respons (yang berasal atau yang ditunjukkan oleh siswa). Teori ini dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849 1936), yang menerangkan bahwa adanya stimulus dapat menyebabkan adanya respon. Stimulus yang bermakna dapat menghasilkan respon yang bermakna pula dengan kondisi tertentu. Behaviorisme memandang ada tiga tahapan yang melandasi pembelajaran yaitu stimulus, respon dan penguatan. Belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku, dan perubahan tingkah laku atau perilaku baru diperoleh sebagai hasil respon terhadap suatu stimulus. Lingkungan berperan sebagai stimulus bagi seseorang dalam memberi respons. Banyak ahli pendidikan berkontribusi besar pada perkembangan teori belajar behaviorisme diantaranya E.L. Thorndike (1874-1949) yang terkenal dengan teori konektivisme, mengusulkan tiga dalil/hukum yang berhubungan dengan pembelajaran menurut pandangan behaviorisme, yaitu hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise), dan hukum akibat (law of effect). Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang dapat berupa ide, sikap atau gerak) dan respons yang dapat pula berbentuk ide, sikap atau gerak. Dengan kata lain perubahan prilaku dapat berbentuk hal yang dapat diamati atau konkret atau hal yang tidak dapat diamati atau non-konkret. B.F. Skinner (1904-1990) memperkenalkan teori behaviorisme yang dinamakannya Operant Conditioning. Skinner menjelaskan bahwa sewtiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu sama lain, dan stimulus ini mempengaruhi respons yang dihasilkan. Respons yang dihasilkan juga memberikan beberapa konsekuensi yang dapat berbentuk penguatan, yang pada akhirnya mempengaruhi prilaku yang baru dipelajari siswa. Dengan kata lain, Skinner menekankan bahwa pengkondisian suatu respon sangat bergantung pada penguatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kognitivisme. Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar bukan sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons tetapi melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori ini berusaha menerangkan bagaimana suatu informasi/pengetahuan/keterampilan baru diintegrasikan dengan informasi/pengetahuan/keterampilan yang telah dikuasai siswa. Menurut teori ini, kemampuan individu terbangun melalui proses interaksi yang terus menerus dan menyeluruh dengan lingkungannya. Teori ini berkembanga menjadi tahap-tahap perkembangan kognitif yang diusulkan oleh Piaget, belajar bermakna yang dipelopori oleh Ausubel dan belajar melalui penemuan secara bebas/free discovery learning yang dikembangkan oleh Jerome Bruner. Kognitivisme dalam psikologi Gestalt dipelopori oleh Jean Piaget (18961980). Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang. Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses pembentukan pengalaman secara empirik. Seseorang belajar dengan mengadakan pembentukan kembali atas skema/pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga akan menambah maupun mengganti skema/pengetahuan tersebut. Menurut Piaget, proses belajar terdiri dari tiga tahap, yaitu asimilasi, akomodasi dan equilibrasi/penyeimbangan. Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung dintegrasikan dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang. Akomodasi merupakan proses menstruktur
Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru. Sedangkan equilibrasi adalah penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Belajar dipandang sebagai gejala mental seseorang yang dapat dilihat dalam perilaku maupun yang tidak dapat terlihat. Dalam wawasan kognitivisme, dunia pengalaman dan pengetahuan yang telah ada sebelumnya (skemata) dimanfaatkan untuk menerima pengetahuan baru. Auzubel memperkenalkan istilah advance organizer untuk membantu siswa melihat struktur pengetahuan yang akan atau sudah dipelajari. Peran guru menjadi sangat penting untuk membimbing siswa menemukan struktur informasi atau pengetahuan yang akan dipelajari dengan susunan yang logis dan ringkas tetapi mencakup semua materi yang dipelajari. Bruner mengusulkan apa yang dinamakannya sebagai free discovery learning. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri aturan seperti konsep, teori, definisi, dengan mempelajari contoh-contoh yang mewakili aturan tersebut. Dengan kata lain guru membimbing siswa secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum atau yang diterima bersama. Konstruktivisme. Menurut teori konstruktivisme, belajar adalah mengkonstruksi skema kognitif, kategori, konsep dan struktur dalam membangun pengetahuan. Dengan demikian setiap individu siswa memiliki skema pengetahuan yang berbeda. Keaktifan siswa untuk melakukan proses abstraksi dan refleksi terhadap berbagai pengalaman belajar yang diterimanya sangat berpengaruh pada skema yang dibentuknya. Alat/sarana yang tersedia untuk mengetahui itu adalah pancaindera. siswa itu sendiri belajar merupakan proses negosiasi makna yang terus menerus terhadap pengalaman-pengalaman baru. Konstruktivisme ini dilandasi pandangan Piaget, Vigotsky dan Bruner. Humanisme. Teori belajar humanisme menjelaskan bahwa proses belajar harus dimulai dan berakhir dari dan pada diri siswa. Teori ini mementingkan isi dari proses belajar yang harus disesuaikan dengan karakteristik dan gaya belajar siswa. Teori ini merumuskan ide belajar yang ideal yaitu memanusikan manusia sampai tahap aktualisasi diri. Teori ini berkembang menjadi apa yang disebut belajar bermakna atau maningful learning yang dikembangkan oleh Ausubel, walaupun teori belajar bermakna ini masuk ke dalam kategori kognitivisme. Teori humanisme ini berusaha menjelaskan bahwa siswa sebagai individu sekaligus sebagai makhluk sosial, memiliki minat, motivasi, pola pikir, dan gaya belajar yang tidak sepenuhnya sama dan yang semua itu harus diperhitungkan untuk mempermudah proses belajar. Rincian dari berbagai teori belajar dapat Anda baca pada bacaan berikut ini:
1. Bacaan 1, Memahami Teori Pembelajaran Matematika (Pitajeng.

(2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Nasional). 2. Bacaan 2, Teori Belajar Bahasa (Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan menyenangkan: Bab I. Jakarta: Departemen Pendidikan)

10

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

2.1.1. Latihan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda mengerjakan latihan berikut. 1. Coba Anda jelaskan teori belajar menurut pandangan Behaviorisme, Kognitivisme, Konstruktivisme dan Humanisme. 2. Jelaskan teori koneksionisme dari Thorndike. 3. Jelaskan pengaruh konstruktivisme dalam proses pembelajaran 4. Jelaskan bagaimana belajar dapat terbentuk sementara siswa mempunyai kebutuhan yang berbeda. 5. Bagaimana menurut Anda tentang pemberian latihan soal-soal matematika di sekolah dasar? 2.1.2. Petunjuk Jawaban latihan: 1. Bahaslah definisi dan prinsip belajar yang melandasi pandangan Behaviorisme, Kognitivisme, Konstruktivisme dan Humanisme. Tekankan bahwa pada pandangan behaviorisme perubahan tingkah laku diperoleh sebagai hasil respon terhadap suatu rangsangan. Pada kognitivisme jelaskan bagaimana seseorang memproses secara mental informasi yang diperoleh dan menggunakannya untuk menghasilkan perilaku tertentu. Pada konstruktivisme tekankan bagaimana seseorang membangun pengetahuan, makna, konsep melalui suatu pengalaman. Pada Humanisme jelaskan bagaimana isi pelajaran proses sangat dipengaruhi oleh minat, motivasi, pola pikir siswa yang tidak selalu sama. Dengan demikian jika guru memperhatikan hal ini maka ida dapat merancang pembelajaran yang memudahkan siswanya belajar. 2. Bahaslah berdasarkan kekuatan respons yang memberi akibat/efek kesenangan yang bisa diperoleh. 3. Perhatikan bahwa pembelajaran bukanlah pemindahan pengetahuan akan tetapi suatu kegiatan membangun pengetahuan melalui penalaran individu. Bahaslah apa yang harus dilakukan oleh guru dalam membangun proses belajar siswa. 4. Bahaslah berdasarkan pandangan Humanistik bahwa tiap-tiap individu mempunyai minat, motivasi, dan gaya belajar yang berbeda. 5. Bahaslah berdasarkan hubungan stimulus respon yang akan menjadi kuat jika proses pengulangan sering terjadi. 2.2. Pendekatan/Model dalam Pembelajaran Pendekatan adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan. Fungsi pendekatan dalam pengajaran ialah sebagai pedoman umum untuk langkah-langkah metode dan teknik pengajaran yang akan digunakan. Pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk menginisiasi, memfasilitasi dan meningkatkan proses belajar pada diri siswa. Penggunaan pendekatan dalam pengajaran menentukan dalam cara pandang seseorang dalam menyikapi materi, teknik dan proses, perencanaan dan pelaksanaan program pembelajaran.
Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

11

Pendekatan Proses. Pendekatan ini banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang ilmu baik matematika, ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial. Pendekatan proses dalam pembelajaran sains di sekolah dasar, didasarkan pada pandangan bahwa sains merupakan cara kerja, cara pikir, dan cara memecahkan masalah yang meliputi serangkaian kegiatan dimulai dari mengumpulkan data, menghubungkan fakta, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan. Cara kerja sains ini dikenal dengan istilah Metode Ilmiah untuk memperoleh produk sains. Untuk melakukan proses sains tersebut dibutuhkan berbagai macam keterampilan antara lain keterampilan: mengobservasi, mengklasifikasi, menyimpulkan, menginferensi/memprediksi, mengukur, dan mengkomunikasikan produk ilmiah tersebut Keterampilan mengobservasi adalah keterampilan mendapatkan data dengan menggunakan indera dengan melihat, meraba, membau dan mendengar. Misalnya mengamati bentuk-bentuk daun, perubahan warna, ukuran, gerak, suara dan masih banyak lagi. Keterampilan mengklasifikasikan atau menggolongkan, yaitu keterampilan untuk mengelompokkan atau memisahkan sesuatu sesuai dengan persamaan atau perbedaan dari obyek yang diamati. Misalnya kelompok tanaman yang mempunyai bagian bunga lengkap dan tidak lengkap. Keterampilan menyimpulkan adalah keterampilan menyatakan hasil penilaian atas suatu obyek atau kejadian. Misalnya, siswa mengamati perubahan warna kertas lakmus yang ditetesi berbagai cairan. Siswa tersebut dapat menyimpulkan bahwa cairan yang bersifat asam mengubah warna kertas lakmus dari kuning menjadi merah. Jika cairan bersifat basa maka kertas lakmus akan berubah dari kuning menjadi biru. Keterampilan menginferensi adalah keterampilan untuk membuat ramalan tentang kejadian yang akan datang berdasarkan hasil observasi yang pernah dilakukan. Misalnya, jika siswa diminta meramalkan perubahan warna kertas lakmus jika ditetesi air gula, jus belimbing dan shampoo. Keterampilan mengukur adalah keterampilan untuk menentukan kuantitas atau ukuran suatu obyek dengan menggunakan alat ukur yang sesuai. Misalnya siswa mengukur suhu dengan termometer dan mengukur berat dengan timbangan. Keterampilan mengkomunikasikan adalah keterampilan dalam menyampaikan hasil atau temuan pada orang lain baik secara lisan maupun secara tulisan. Pembelajaran bidang Ilmu Pengetahuan Sosial bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai untuk diri siswa sebagai individu, maupun sosial dan budaya. Pendekatan keterampilan proses yang digunakan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial bertujuan membekali peserta didik untuk mampu mencari, mengolah dan menggunakan informasi. Pendididkan pengetahuan sosial pada dasarnya bertujuan mengembangkan kemampuan anak dalam berhubungan sosial dengan orang lain, kemampuan berkomunikasi, bersimpati terhadap orang lain, sikap (terutama sikap demokratis), moral dan nilai, terutama ditekankan pada nilai dalam masyarakat yang majemuk berupa keseimbangan antara hak individu dan sosial. dan berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan mampu memecahkan masalah yang nyata. Untuk pembelajaran IPS dapat dilakukan dengan penerapan pendekatan nilai dapat menerapkan model Inkuiri, VCT, Bermain Peta, ITM, Role Playing
12
Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

dan Portofolio. Model Inkuiri membimbing siswa untuk melakukan discovery (pencarian) hingga menemukan (inkuiri) melalui keaktifan siswa untuk mencari, berpikir kritis, reflektif, dan kreatif. Pendekatan ini cocok untuk mengajarkan IPS yang bertujuan melatih siswa bertanggungjawab dan berpartisipasi aktif sebagai anggota masyarakat dan warganegara. Pendekatan VCT atau Value Clarification Technique, melatih siswa untuk belajar menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai secara umum dan melaksanakannya sebagai warga masyarakat. Model Bermain Peta membimbing siswa untuk belajar memanfaatkan peta dan bola dunia, Siswa belajar menentukan arah, skala, memahami lambang-lambang dan perbedaan warna pada peta atau bola dunia. Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi dan Masyarakat). Pendekatan ini juga dikenal sebagai pendekatan STM (Sains, Teknologi dan Masyarakat) atau istilah lain Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat). Pendekatan in berlaku pula untuk pembelajaran IPA. Pendekatan ini dikembangkan untuk tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung antara teori dan realitas di lingkungan sekitar, dengan melibatkan siswa secara aktif untuk mencari solusi pemecahan masalah sehari-hari. Pendekatan ini menerapkan ketrampilan proses untuk melakukan metode ilmiah. Model Role Playing. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami berbagai perannya sebagai warganegara dan anggota masyarakat atau peran sosialnya. Harapannya dengan roleplaying dapat membantu siswa mengembangkan sikap dan nilai sebagai pribadi maupun anggota masyarakat sekitarnya. Dan sebagai warganegara. Model Portofolio. Model ini berperan dalam penilaian produk pembelajaran yang berupa kinerja siswa yang dikumpulkan dalam map untuk ditunjukkan siswa kepada guru untuk dipertimbangkan dalam memberi penilaian. Pembelajaran bahasa menggunakan beberapa pendekatan seperti: 1) whole languange, 2) terpadu, dan 3) komunikatif. Pendekatan whole language adalah pandangan tentang hakikat belajar dan bagaimana mendorong proses tersebut agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien sehingga mencapai hasil yang optimal. Pendekatan terpadu adalah pandangan yang menekankan bahwa keterampilan membaca, menulis, berbicara dan menyimak tidak dilihat sebagai komponen yang terpisah-pisah untuk diajarkan sendiri-sendiri akan tetapi merupakan suatu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Pendekatan komunikatif adalah pengungkapan gagasan, pikiran, ide, pendapat yang disampaikan dalam kata, kalimat, paragraf, ejaan dan tanda baca yang benar dan mudah diterima oleh orang lain. Secara rinci uraina mengenai berbagai pendekatan/model pembelajaran dapat Anda baca pada bacaan berikut ini.

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

13

1. Bacaan 3, Pembelajaran Sains yang Ideal ( Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar: Bab I. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional ). 2. Bacaan 4, Pendekatan Pembelajaran Bahasa (Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan menyenangkan: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan). 3. Bacaan 5, Teknik Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar (Lily Barlia. (2006). Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan) 4. Bacaan 6, Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD Menggunakan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar (Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan menyenangkan: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan) 5. Bacaan 7, Apakah Pendidikan IPS itu? (Rahad Sihabuddin. (2006). Indahnya Pelangi Dalam Kesadaran Multikultur masyarakat Indonesia: Bab I. Jakarta: Departemen Pendidikan) 6. Bacaan 8, Prospek Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar (Rahad Sihabuddin. (2006). Indahnya Pelangi Dalam Kesadaran Multikultur masyarakat Indonesia: Bab VI. Jakarta: Departemen Pendidikan) 7. Bacaan 9, Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar (Sumanto. (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar. Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan)

2.2.1. Latihan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda kerjakan latihan berikut dan jawablah dengan mengacu pada bacaan yang dirujuk pada bahasan ini. 1. Coba jelaskan pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan Bahasa Indonesia di sekolah dasar? 2. Apa yang dimaksud dengan discovery - inquiry learning? Keterampilan proses apa yang dapat diharapkan melalui ke dua metoda tersebut dalam pembelajaran IPA? 3. Jelaskan penggunaan metode inquiry dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah dasar. 4. Dalam memberikan pembelajaran menggambar di sekolah dasar pendekatan apa yang akan Anda berikan? 5. Apakah metoda inquiry dapat diberikan dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar? Jelaskan bagaimana caranya!

14

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

2.2.2. Petunjuk Jawaban latihan: 1. Bahaslah berdasarkan penggunaan pendekatan 1) whole languange, 2) terpadu, dan 3) komunikatif 2. Bahaslah berdasarkan pembelajaran melalui penemuan terbimbing dan penemuan yang menuntut kemampuan yang lebih kompleks. Bahas pula berdasarkan keterampilan keterampilan proses apa yang dapat dimiliki siswa melalui kegiatan discovery dan inquiry. 3. Metode inkuiri sosial diimplikasikan dalam bentuk pembelajaran dengan model inkuiri. Bahaslah tahapan model inkuiri mulai dari 1) perumusan masalah, 2) perumusan hipotesa, 3) definisi masalah, 4) pengumpulan data, 5) evaluasi dan analisis data, 6) pengujian hipotesis untuk membentuk generalisasi dan teori. 4. Anda dapat memilih berbagai variasi mengajar namun perhatikan bahwa pendekatan mengajar yang digunakan hendaknya dapat memadukan keaktifan siswa dalam belajar, baik fisik, mental maupun emosional. Dasar pertimbangannya adalah 1) memberikan kesempatan bagi anak untuk mengekspresikan dirinya sendiri, 2) mengembangkan potensi kreatif anak, dan 3) mempertajam kepekaan anak akan nilai-nilai keindahan 5. Tentu dapat. Bahaslah dengan mempertimbangkan peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswa yang aktif mencari sendiri pengetahuan serta jawaban dari permasalahan yang dihadapi. 3. Tindak Lanjut Untuk memudahkan Anda dalam mempelajari bahasan ini lakukanlah langkah berikut: 1. Baca dan pahamilah uraian materi yang ada dalam topik bacaan-bacaan yang dianjurkan. 2. Buatlah rangkuman materi bahasan 1 dan 2 dari sejumlah topik bacaan yang dianjurkan, catatlah konsep-sonsep utama dan kata-kata kunci yang ada dalam bacaan tersebut. 3. Kerjakan soal-soal latihan yang disediakan. Perhatikan bahwa petunjuk jawaban latihan hanya digunakan sebagai rambu-rambu dalam menjawab soal, selanjutnya jabarkan jawaban Anda sesuai dengan uraian materi yang ada dalam topik bacaan-bacaan yang dianjurkan. 4. Bila Anda telah menjawab seluruh soal latihan dengan sesuai dengan materi yang tercantum dalam bacaan-bacaan tersebut dengan lengkap, silakan Anda melanjutkan ke Bab berikutnya.

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

15

BAB II PEMBELAJARAN MELALUI PERMAINAN EDUKATIF


1. Pendahuluan Pembelajaran melalui permainan edukatif, membahas tentang bagaimana pembelajaran dilakukan dengan melakukan suatu permainan. Bermain merupakan dorongan dalam diri anak dan sudah menjadi suatu kebutuhan hidupnya. Melalui bermain anak tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup akan tetapi mampu meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial anak. Dorongan bermain pada anak harus disalurkan secara baik dan terkontrol agar perkembangan imajinasi dan sikap sosial anak dapat terjaga. Pendekatan pembelajaran melalui permainan edukatif dimaksudkan untuk memberi pemahaman tentang cara melakukan/merancang pembelajaran agar dapat dipahami oleh siswa. Melalui materi ini Anda akan dibekali dengan prinsip-prinsip pembelajaran yang menerapkan pendekatan permainan edukatif. Dengan demikian Anda akan mampu mengembangkan program pembelajaran di kelas, khususnya merancang pendekatan pembelajaran yang dalam memudahkan para siswa mempelajari konsep-konsep yang sulit, bersifat abstrak ataupun yang menakutkan. Setelah mempelajari materi ini Anda diharapkan mampu merancang program pembelajaran dengan pendekatan permainan. Secara khusus setelah mempelajari materi ini Anda dapat: 1. menjelaskan manfaat penerapan pembelajaran melalui pendekatan permainan; 2. menjabarkan fungsi bermain yang dimaksudkan dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan permainan; 3. menjelaskan strategi pembelajaran dengan pendekatan permainan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar; 4. menjelaskan strategi pembelajaran dengan pendekatan permainan dalam mata pelajaran matematika di sekolah dasar; dan 5. merancang cara mengukur keberhasilan/cara mengevaluasi penerapan pendekatan permainan. 2. Uraian Materi Banyak ahli pendidikan mengatakan bahwa salah satu cara mendidik anakanak adalah dengan bermain. Bermain bagi anak, selain merupakan alat belajar juga merupakan kebutuhan hidup seperti bergerak, berlari, dan berfikir. Belajar dengan bermain akan membantu anak dalam: 1) mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri, 2) mendapatkan sarana untuk bersosialisasi, 3) melepaskan diri dari ketegangan, 4) meningkatkan pertumbuhan mentalnya, 4) mengeluarkan energi yang ada dalam dirinya ke dalam aktivitas yang menyenangkan 5) mengembangkan imajinasi, 6) melatih belajar bekerja sama, menerima peraturan dan saling berbagi, 7) mengembangkan kreativitas, dan 8) melatih konsentrasi atau pemusatan perhatian pada tugas tertentu. Belajar melalui bermain dapat mengembangkan bahasa, emosi, fisik dan kreativitas anak, karena anak terlatih
16
Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

untuk dapat berkomunikasi serta menghargai orang lain. Permainan terdiri atas beraneka ragam dan dapat digunakan untuk berbagai mata pelajaran di sekolah dasar. Pendekatan permainan dalam matematika misalnya, dapat digunakan untuk meningkatkan minat siswa untuk mempelajari materi matematika yang biasanya menakutkan banyak siswa karena dipersepsi sebagai hal yang sulit. Pendekatan permainan dalam Bahasa Indonesia dapat digunakan untuk melatih keterampilan berbahasa serta berkomunikasi. Dengan demikian pendekatan pembelajaran melalui permainan akan dapat membuat siswa tidak merasa terpaksa mempelajari suatu topik yang sulitdan dapat melatih siswa untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Pembelajaran melalui pendekatan permainan dimaksudkan untuk membawa siswa dalam suasana belajar yang menyenangkan. Siswa tidak merasa terpaksa untuk mempelajari suatu konsep, karena siswa dapat memahami konsep melalui pengalaman langsung terhadap suatu kegiatan dilakukannya. Belajar akan lebih bermakna bagi anak bila dilakukan dengan permainan edukatif yang bertujuan untuk dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial anak. Selain itu pembelajaran melalui permainan akan memungkinkan anak meneliti lingkungan, dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Teknik pembelajaran melalui permainan memerlukan keterampilan tersendiri yang harus dimiliki guru. Permainan akan menjadi efektif bila guru benar-benar mempersiapkan permainan, tersedia tempat atau ruang dan alat permainan yang cukup, serta jumlah siswa masih dapat ditangani oleh guru. Beberapa pertimbangan dalam pembelajaran dengan pendekatan permainan antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor jasmani seperti faktor kesehatan dan cacat tubuh, dan fakor psikologis meliputi intelegensia, perhatian, minat, bakat, motivasi dan kematangan siswa. Faktor eksternal di antaranya meliputi faktor keluarga dan faktor sekolah seperti penggunaan metode dan media pembelajaran serta kesiapan guru. Pertimbangan lain yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan permainan yaitu: 1) situasi dan kondisi, 2) peraturan permainan, 3) pemain, dan 4) pemimpin permainan. Dalam pendidikan, keluarga amat berperan dalam membangun fungsi sosial bagi anggota keluarga termasuk bagi anak-anak. Melalui pendidikan dalam keluarga berkembang dasar nilai-nilai yang membangun keterampilan hidup dalam kebersamaan, yaitu 1) nilai-nilai kepribadian, 2) nilai-nilai moral dan 3) nilai-nilai sosial. Menurut kodratnya anak memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri. Dengan bantuan atau interaksi dan komunikasi dengan orang lain maka pengembangan diri anak akan lebih baik. Anak akan memahami dirinya setelah ia hidup bersama dan berinteraksi dengan orang lain termasuk kedua orang tuanya dan dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya. Rincian materi mengenai pendekatan pembelajaran melalui permainan dapat dibaca pada bacaan-bacaan berikut :

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

17

1. Bacaan 10, Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Menggunakan Permainan (Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang komunikatif dan Menyenangkan: Bab V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 2. Bacaan 11, Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan (Pitajeng. (2006). Pembelajaran Matematika Yang Menyenangkan: Bab... Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 3. Bacaan 12, Sikap Hidup Kebersamaan (Rabad Sihabuddin (2006). Indahnya Pelangi Kesadaran Multikultur Masyarakat Indonesia: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 4. Bacaan 13, Bermain(Wira Indra Satya (2006). Membangun Kebugaran Jasmani dan Kecerdasan Melalui Bermain: Bab III. Jakarta: 2.1. A. Latihan Departemen Pendidikan Nasional) 5. Bacaan 14, Membangun Kebugaran dengan Bermain (Wira Indra Satya (2006). Membangun Kebugaran Jasmani dan Kecerdasan Melalui Bermain: Bab IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional)

2.1. A.Latihan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda kerjakan latihan berikut dan jawablah dengan mengacu pada bacaan yang dirujuk pada bahasan ini. 1. Jelaskan manfaat bermain bagi anak-anak sekolah dasar. 2. Apa yang harus disiapkan guru dalam menggunakan pendekatan permainan?. 3. Bagaimana cara memilih permainan yang mampu mengembangkan kreativitas anak? 4. Kembangkanlah contoh pembelajaran dengan pendekatan permainan untuk mengajarkan salah satu konsep matematika di Sekolah Dasar. 5. Bagaimana cara mengevaluasi penggunaan pendekatan permainan?. 2.1.B. Petunjuk Jawaban Latihan 1. Bahaslah dengan mempertimbangkan kebutuhan anak sebagai individu yang unik. 2. Perhatikan bahwa pembelajaran melalui permainan memerlukan tempat, waktu dan media yang khusus. Bahaslah dengan memperhatikan keterampilan guru dalam menyiapkan program pembelajaran dan kemampuannya dalam mengikuti perkembangan belajar siswa. 3. Bahaslah berdasarkan fungsi permainan yang mampu mengembangkan kognitif, sosial dan emosi anak. 4. Kembangkan suatu rancangan pembelajaran dengan pendekatan permainan, pilihlah salah satu topik misalnya pengenalan bentuk bangun, jabarkan mulai dari fungsi permainan, alat permainan dan cara menggunakannya.

18

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

5. Bahaslah berdasarkan kegiatan evaluasi yang biasa dilakukan dimulai dari peninjauan kompetensi dasar yang ingin dicapai, ketersediaan waktu, ketepatan penggunaan alat dan hasil belajar siswa yang diharapkan. 3. Tindak Lanjut Untuk memudahkan Anda dalam mempelajari bahasan ini lakukanlah langkah berikut. 1. Baca dan pahamilah uraian materi yang ada dalam topik bacaan-bacaan yang dianjurkan. 2. Buatlah rangkuman materi bahasan dari sejumlah topik bacaan yang dianjurkan/dirujuk, catatlah konsep-sonsep utama dan kata-kata kunci yang ada dalam bacaan tersebut. 3. Kerjakan soal-soal latihan yang disediakan. Perhatikan bahwa petunjuk jawaban latihan hanya digunakan sebagai rambu-rambu dalam menjawab soal, selanjutnya jabarkan jawaban Anda sesuai dengan uraian materi yang ada dalam topik bacaan-bacaan yang dianjurkan. 4. Bila Anda telah menjawab seluruh soal latihan sesuai dengan materi yang tercantum dalam bacaan-bacaan tersebut dengan lengkap, silakan Anda melanjutkan ke Bab berikutnya.

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

19

BAB III PEMBELAJARAN MELALUI PENGALAMAN LANGSUNG/EKSPLORASI DI LINGKUNGAN SEKITAR

1. Pendahuluan Pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan alam sekitar, membahas tentang bagaimana menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Sumber belajar dapat secara khusus dirancang atau sengaja dibuat untuk belajar mengajar namun ada pula sumber belajar yang tidak dirancang khusus akan tetapi dimanfaatkan untuk memberi kemudahan dalam belajar mengajar. Biasanya sumber belajar tersebut ada di sekitar kita. Salah satu pendekatan yang memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar adalah Sains-TeknologiMasyarakat (STM). Pendekatan ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman dalam mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan/keterkaitan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. pendekatan STM sudah resmi tercantum sejak berlakunya Kurikulum 2004 namun belum banyak diterapkan. Dalam kurikulum tersebut dijelaskan bahwa sains, lingkungan, teknologi dan msyarakat merupakan salah satu aspek yang dipelajari di sekolah dasar. Melalui materi ini Anda akan dibekali prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan STM sehingga akan membantu Anda dalam mengembangkan program pembelajaran yang dibutuhkan siswa Anda. Setelah mempelajari materi ini Anda diharapkan mampu mengembangkan program pembelajaran dengan pendekatan STM. Secara khusus setelah mempelajari materi ini Anda dapat: 1. menjelaskan karakteristik pembelajaran melalui pendekatan STM; 2. mengidentifikasi apa yang harus dilakukan guru dalam menggunakan pendekatan STM; 3. menjelaskan strategi pembelajaran dengan pendekatan STM; 4. merancang pembelajaran dengan menerapkan pendekatan STM; dan 4. merancang pengukuran keberhasilan/cara mengevaluasi penggunaan pendekatan STM.

20

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

2. Uraian Materi Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar. Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar tidak selalu membawa anak ke luar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas, ataupun melalui tayangan gambar serta video pembelajaran. Pembelajaran dengan mengaplikasikan pendekatan lingkungan alam sekitar, dimaksudkan untuk mendekatkan siswa pada aspek kehidupan masyarakat tempat siswa tinggal. Banyak cara yang dapat digunakan untuk melakukan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan alam sekitar. Salah satu pendekatan lingkungan yang digunakan dalam pembelajaran adalah pendekatan sains-teknologi-masyarakat (STM). Pendekatan STM merupakan pendekatan yang mengkaitkan antara sains dan terknologi dengan permasalahan yang muncul di masyarakat/lingkungan sekitar atau di lingkungan anak. Adapun karakteristik pembelajaran dengan pendekatan STM dimulai dari adanya masalah lokal atau yang ada dalam kehidupan sehari-hari, menggunakan sumber daya dan media yang mendukung terselenggaranya pembelajaran, melibatkan siswa secara aktif dalam mencari informasi dan memecahkan masalah, menyediakan pembelajaran yang dapat dilakukan di luar dan/atau di dalam kelas, menekankan pada keterampilan proses, menciptakan kesempatan untuk membuka wawasan siswa dan memberikan pengalaman belajar siswa dalam memecahkan masalah. Dengan demikian melalui pendekatan STM pembelajaran akan lebih bermakna dan membuat siswa menikmati kegiatan-kegiatan sains yang akan tersimpan lama dalam ingatan siswa. Ada beberapa tahap yang dapat dilakukan dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan STM yaitu: 1) tahap invitasi, 2) tahap eksplorasi, 3) tahap solusi, dan 4) tahap aplikasi. Tahap invitasi adalah tahap perolehan isu/masalah yang aktual yang dapat dimunculkan oleh guru atau digali dari pendapat/keinginan siswa. Tahap eksplorasi adalah tahap perolehan informasi yang diperoleh dari pengamatan/observasi, wawancara, buku, majalah, surat kabar dan lain lain. Tahap solusi adalah tahap pembangunan konsep yang sesuai dengan kondisi latar yang diduga mampu untuk menjawab permasalahan yang ada. Tahap aplikasi adalah tahap penggunaan konsep yang telah dibangun sebelumnya dan pada tahap ini siswa melakukan aksi nyata seperti; terjun langsung mengatasi masalah yang telah diidentifikasi atau membuat suatu karya tulis tentang penanganan suatu masalah. Setiap kegiatan pembelajaran pada umumnya diikuti dengan adanya evaluasi guna mengetahui sejauhmana pencapaian tujuan dan keberhasilan kegiatan yang dilakukan. Melalui kegiatan evaluasi siswa dapat menilai keberhasilan dari program yang telah dilaksanakannya. Kegiatan STM diakhiri dengan membuat kesimpulan dari hasil kerja siswa dan kesimpulan dibangun bersama antara guru dan siswa.

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

21

Rincian pendekatan STM ini dapat Anda pelajari dari bacaan-bacaan berikut. 1. Bacaan 15, Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar (Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat, Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 2. Bacaan 16, Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat, Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 3. Bacaan 17, Pendekatan STM di Sekolah Dasar. (Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat, Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar: Bab V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 4. Bacaan 18, Pengalaman Belajar di Laboratorium Lingkungan Alam Sekitar (Lily Barlia. (2006). Mengajar Dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 5. Bacaan 19, Prosedur Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar (Lily Barlia. (2006). Mengajar Dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 6. Bacaan 20, Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Menggunakan Lingkungan sebagai Sumber Belajar (Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional)

2.1. A. Latihan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda kerjakan latihan berikut dan jawablah dengan mengacu pada bacaan yang dirujuk pada bahasan ini. 1. Jelaskan karakteristik pembelajaran melalui pendekatan STM! 2. Apa yang harus dilakukan guru dalam menggunakan pendekatan STM?. 3. Bagaimana cara mendapatkan masalah atau topik yang tepat bagi siswa sekolah dasar untuk pembelajaran dengan pendekatan STM?. 4. Kembangkanlah contoh pembelajaran dengan pendekatan STM di Sekolah Dasar. 5. Bagaimana cara mengevaluasi penggunaan pendekatan STM?. 2.1.B. Petunjuk Jawaban latihan: 1. Bahaslah secara lebih mendalam dimulai dari adanya masalah lokal atau yang ada dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dan media yang mendukung terselenggaranya pembelajaran,

22

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

2.

3. 4.

5.

keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi dan memecahkan masalah, penyediaan pembelajaran yang dapat dilakukan di luar dan/atau di dalam kelas, penekanan adanya keterampilan proses, terciptanya kesempatan untuk membuka wawasan siswa dan pengalaman belajar siswa dalam memecahkan masalah. Bahaslah berdasarkan peran guru dalam membangun keterampilan proses yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan STM. Bahaslah berdasarkan issue yang aktual yang dapat digali dari siswa atau dimunculkan oleh guru. Kembangkan suatu rancangan pembelajaran dengan pendekatan STM, kembangkan issue yang aktual dalam kehidupan sehari-hari, dan bahaslah dengan mengkaitkan penyebab/gejala yang muncul, kondisi lingkungan, solusi perbaikan dan kemungkinan aplikasinya. Bahaslah berdasarkan kegiatan evaluasi yang biasa dilakukan dimulai dari peninjauan tujuan pembelajaran, proses belajar yang terjadi serta produk belajar yang dihasilkan.

3. Tindak Lanjut Untuk memudahkan Anda dalam mempelajari bahasan ini lakukanlah langkah berikut: 1. Baca dan pahamilah uraian materi yang ada dalam topik bacaan-bacaan yang dianjurkan. 2. Buatlah rangkuman materi bahasan dari sejumlah topik bacaan yang dianjurkan, catatlah konsep-sonsep utama dan kata-kata kunci yang ada dalam bacaan tersebut. 3. Kerjakan soal-soal latihan yang disediakan. Perhatikan bahwa petunjuk jawaban latihan hanya digunakan sebagai rambu-rambu dalam menjawab soal, selanjutnya jabarkan jawaban Anda sesuai dengan uraian materi yang ada dalam topik bacaan-bacaan yang dianjurkan. 4. Bila Anda telah menjawab seluruh soal latihan sesuai dengan materi yang tercantum dalam bacaan-bacaan tersebut dengan lengkap, silakan Anda melanjutkan ke Bab berikutnya.

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

23

BAB IV PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN TERPADU


1. Pendahuluan Pembelajaran dengan pendekatan terpadu, membahas tentang keterkaitan antara konsep-konsep dalam satu bidang studi maupun dalam lintas bidang studi. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman tentang adanya hubungan/keterkaitan yang saling mempengaruhi antar berbagai mata pelajaran dalam membahas suatu topik/tema. Melalui materi ini Anda akan dibekali prinsipprinsip pembelajaran dengan pendekatan terpadu yang akan membantu Anda dalam mengembangkan program pembelajaran yang dibutuhkan bagi siswa Anda. Selain itu, materi dalam bagian ini akan membekali Anda dalam mengembangkan contoh pembelajaran yang bermakna bagi siswa serta meningkatkan keterampilan Anda dalam membimbing siswa. Setelah mempelajari materi ini Anda diharapkan mampu mengembangkan program pembelajaran dengan pendekatan terpadu. Secara khusus setelah mempelajari materi ini Anda dapat: 1 menjelaskan karakteristik pembelajaran melalui pendekatan terpadu; 2 mengkaji contoh-contoh pembelajaran terpadu yang tercantum dalam bacaan rujukan. 3 menjelaskan contoh pendekatan terpadu dalam satu mata pelajaran. 4 merancang contoh pembelajaran terpadu (lintas mata pelajaran) bagi siswa kelas V sekolah dasar; dan 5 merancang pengukuran keberhasilan/cara mengevaluasi dalam program pembelajaran yang menerapkan pendekatan terpadu. 2. Uraian Kegiatan Keterpaduan adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran atau sejumlah materi, konsep, aktivitas yang berhubungan untuk memberikan pengalaman yang bermakna pada siswa. Konsepkonsep dan aspek-aspek dari bidang studi terkait dijadikan alat dan wahana untuk mempelajari suatu topik dalam kegiatan belajar mengajar dan memadukan keaktifan siswa, baik secara fisik, mental maupun emosional dalam belajarnya. Adapun pertimbangan yang digunakan adalah: 1) perkembangan anak SD bersifat holistik, 2) melibatkan anak secara aktif dengan teman/orang lain, 3) memungkinkan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa, dan 4) memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan/keterampilannya termasuk keterampilan proses. Melalui kegiatan pembelajaran dengan pendekatan terpadu diharapkan pembelajaran akan berpusat pada anak, memberi pengalaman langsung pada anak, tidak menunjukkan adanya pemisahan antar bidang studi, dan pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan minat anak. Kegiatan pembelajaran terpadu dimulai dari adanya suatu tema/topik yang dikembangkan bersama antara guru dan siswa atau dikembangkan oleh guru atas kejadian aktual yang diketahui siswa. Berdasarkan topik yang ada dijabarkan sub24
Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

sub topik yang berkaitan dan mampu membangun pengetahuan siswa terkait dengan komponen materi mata pelajaran lain. Selanjutnya dikembangkan suatu pemetaan dari keterkaitan antara sub-sub topik yang telah dikembangkan. Tentunya pemetaan komponen materi pelajaran didasarkan atas standart kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum serta visi dan misi pendidikan. Secara rinci, pendekatan pembelajaran terpadu ini dapat Anda baca dari bahan bacaan berikut. 1. Bacaan 21, Pengorganisasian dan Proses Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar- Madrasah Ibtidaiyah : Pengembangan Materi dan Desain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Berbasis oleh Ichlas Hamid, S. pada KelasIchlas; SD/MI. (Ichas Hamid, S. dan Tuti I. Ichas. Tematik dan Tuti I. Awal 2006). (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Di Sekolah Dasar: Bab V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 2. Bacaan 22, Pengorganisasian dan Proses Pembelajaran Pengetahuan Sosial di SD/MI: Meramu Isi dan Mengembangkan Makna Pembelajaran Pengetahuan Sosial pada Kelas Orientasi (III-IV). (Ichas Hamid, S. dan Tuti I. Ichas. (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Di Sekolah Dasar: Bab V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 2.1. A. Latihan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda kerjakan latihan berikut dan jawablah dengan mengacu pada bacaan yang dirujuk pada bahasan ini. 1. Jelaskan karakteristik pembelajaran melalui pendekatan terpadu! 2. Kajilah contoh-contoh pembelajaran terpadu yang tercantum dalam bacaan rujukan. Bagaimana cara pemilihan materi pelajaran yang diberikan? 3. Jelaskan penggunaan pendekatan terpadu dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan Sastra. 4. Kembangkanlah contoh pembelajaran terpadu (lintas mata pelajaran) di Sekolah Dasar Kelas V. 5. Bagaimana cara mengevaluasi pembelajaran dengan pendekatan terpadu ?. 2.1.B. Petunjuk Jawaban latihan: 1. Bahaslah secara lebih mendalam dimulai dari penentuan topik, penentuan sub-sub-topik bahasan, dan keterkaitan antara topik dengan sub-sub topik. 2. Perhatikan contoh pembelajaran terpadu dengan tema: Rumah Sehat serta tema: Menabung. Bahaslah berdasarkan pemetaan komponen materi pelajaran atau konsep-konsep yang harus dikuasai siswa dalam suatu mata pelajaran. 3. Bahaslah berdasarkan keterkaitan antara pembelajaran berbicara, membaca, dan menulis dengan menggunakan sastra.

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

25

4. Kembangkan suatu rancangan pembelajaran dengan pendekatan terpadu, kembangkan topik yang aktual yang mudah dimengerti oleh siswa dan terjangkau ketercapaiannya sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. 5. Bahaslah berdasarkan kegiatan evaluasi yang biasa dilakukan dimulai dari peninjauan kompetensi dasar, kompetensi-kompetensi yang diharapkan dari masing-masing mata pelajaran terkait serta proses pembelajarannya (pemilihan metode, media, alat peraga dan lain-lain). 3. Tindak Lanjut Untuk memudahkan Anda dalam mempelajari bahasan ini lakukanlah langkah berikut: 1. Baca dan pahamilah uraian materi yang ada dalam topik bacaan-bacaan yang dianjurkan. 2. Buatlah rangkuman materi bahasan dari sejumlah topik bacaan yang dianjurkan, catatlah konsep-sonsep utama dan kata-kata kunci yang ada dalam bacaan tersebut. 3. Kerjakan soal-soal latihan yang disediakan. Perhatikan bahwa petunjuk jawaban latihan hanya digunakan sebagai rambu-rambu dalam menjawab soal, selanjutnya jabarkan jawaban Anda sesuai dengan uraian materi yang ada dalam topik bacaan-bacaan yang dianjurkan. 4. Bila Anda telah menjawab seluruh soal latihan sesuai dengan materi yang tercantum dalam bacaan-bacaan tersebut dengan lengkap, silakan Anda melanjutkan ke Bab berikutnya.

26

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

BAB V PENGEMBANGAN KURIKULUM DI SEKOLAH DASAR


1. Pendahuluan Beberapa prinsip pembelajaran dan pendekatan pembelajaran telah dibahas dalam bab-bab terdahulu. Materi-materi tersebut berkaitan erat dengan pembahasan tentang pengembangan kurikulum di sekolah dasar. Pengembangan kurikulum di sekolah dasar, membahas bagaimana guru mengembangkan pembelajaran dengan pemikiran secara komprehensif dan hati-hati serta mempertimbangkan beberapa faktor seperti kematangan siswa, keadaan sosial budaya, serta sikap terhadap sains dan teknologi. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman dalam merencanakan suatu pembelajaran di sekolah dasar. Melalui materi ini Anda akan dibekali prinsip-prinsip perencanaan pembelajaran sehingga akan membantu Anda dalam mengembangkan program pembelajaran di kelas. Setelah mempelajari materi ini Anda diharapkan mampu merencanakan program pembelajaran di sekolah dasar. Secara khusus setelah mempelajari materi ini Anda dapat: 1. menjelaskan maksud standar kompetensi dan kompetensi dasar; 2. menjelaskan cara mendeskripsikan indikator dalam kegiatan pembelajaran yang Anda kembangkan; 3. menjabarkan kompetensi dasar yang dapat dimiliki siswa dalam pembelajaran seni rupa; 4. melakukan analisis kurikuler untuk mengembangkan desain pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dalam format keterpaduan kelas III SD; dan 5. mengembangkan rencana pembelajaran siswa kelas 5 dengan standar kompetensi yang telah ditentukan 2. Uraian Kegiatan Kompetensi adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tertentu. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, Balitbang Depdiknas, 2002). Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi maka kurikulum di SD dapat dijabarkan menjadi beberapa komponen di antaranya yaitu: 1) standar kompetensi 2) kompetensi dasar, 3) hasil belajar, 4) Indikator, 5) Materi Pokok, 6) Tema, dan 7) Sub-tema. Seluruh komponen tersebut dideskripsikan sesuai dengan jabaran dari standar kompetensi yang ada. Selanjutnya dalam mengembangkan disain pembelajaran dilengkapi dengan topik bahasan, bentuk kegiatan yang akan diberikan, alokasi waktu, pendekatan, media dan sumber yang digunakan serta evaluasi pembelajarannya.

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

27

Kurikulum 2004 menetapkan bahwa pada jenjang kelas awal SD/MI peserta didik belum diperkenalkan dengan materi pembelajaran berdasar satuan bidang studi akan tetapi masih berdasarkan hakikat kebutuhan belajar dan karakteristik peserta didik. Implikasinya adalah adanya pola pengembangan kegiatan harian yang menggunakan pendekatan tematik. Pembelajaran dengan pendekatan tematik menuntut kemahiran guru dalam membaca isi keseluruhan kurikulum yang tersusun dalam peta keberkaitan serta alokasi waktu yang telah ditetapkan. Dalam merancang disain pembelajaran secara keseluruhan perlu dipetakan analisis proporsi beban pelajaran menurut petunjuk kurikuler yang berlaku. Dalam kurikulum standar nasional tersebut terdapat pula komponen materi pelajaran muatan lokal seperti bahasa daerah atau lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan setempat. Secara teknis tema dapat ditetapkan menjadi sentral pengembangan materi pelajaran, dengan tetap mengacu pada kompetensi dasar, hasil belajar, indikator dan topik bahasan yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu pengalaman belajar merupakan bagian yang tak kalah penting dalam merancang pembelajaran karena melalui pengalaman belajar yang diharapkan diperoleh siswa, guru dapat mengembangkan langkah-langkah kegiatan pembelajaran mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti dan penutup. Dalam kegiatan belajar yang dilakukan dapat pula dilengkapi dengan lembar pengamatan. Selanjutnya untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai siswa dapat dibuat Lembar Kerja Siswa. Rincian pengembangan kurikulum untuk setiap mata pelajaran atau berdasarkan pendekatan tematik dapat dibaca pada bacaan-bacaan berikut

1. Bacaan 23, Mengembangkan Kurikulum Sekolah Ke Lingkungan Alam Sekitar (Lily Barlia. (2006). Mengajar Dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 2. Bacaan 24, Peluang Penerapan Pendekatan STM di Indonesia (Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat Dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar: Bab IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 3. Bacaan 25, Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar. (Sumanto. (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 4. Bacaan 26, Latar Belakang Pembaharuan Kurikulum Pengetahuan Sosial SD/MI Tahun 2004 (Ichas Hamid, S. dan Tuti I. Ichas. (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Di Sekolah Dasar: Bab 1 Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional)

28

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

2.1. A. Latihan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda kerjakan latihan berikut dan jawablah dengan mengacu pada bacaan yang dirujuk pada bahasan ini. 1. Jelaskan maksud standar kompetensi dan kompetensi dasar seperti tercantum dalam kurikulum sekolah dasar 2004! 2. Bagaimana cara mendeskripsikan indikator dalam kegiatan pembelajaran yang Anda kembangkan? 3. Jabarkan kompetensi dasar yang dapat dimiliki siswa dalam pembelajaran seni rupa. 4. Buatlah analisis kurikuler untuk mengembangkan desain pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dalam format keterpaduan kelas III SD 5. Kembangkan rencana pembelajaran siswa kelas 5 dengan standar kompetensi kemampuan memahami keragaman kenampakan alam, sosial, budaya, dan kegiatan ekonomi di Indonesia. 2.1.B. Petunjuk Jawaban latihan: 1. Bahaslah mulai dari definisi kompetensi sampai dengan maksud kompetensi dasar sesuai dengan penjelasan dalam kurikulum 2004. 2. Jabarkan rincian indikator yang didasarkan pada kompetensi dasar serta hasil belajar yang diharapkan dalam suatu pembelajaran. 3. Bahaslah berdasarkan kompetensi dasar: a) ide dasar berolah seni, b) merancang karya seni, 3) membuat karya seni, 4) melaporkan karya seni dan 5) mengapresiasi karya seni. 4. Bahaslah mulai dari standar kompetensi, kompetensi dasar hingga Sub-tema yang dipilih. 5. Kembangkan suatu rancangan pembelajaran yang dimulai dengan kompetensi dasar dengan menerapkan pendekatan pembelajaran terpadu, 3. Tindak Lanjut Untuk memudahkan Anda dalam mempelajari bahasan ini lakukanlah langkah berikut: 1. Baca dan pahamilah uraian materi yang ada dalam topik bacaan-bacaan yang dianjurkan. 2. Buatlah rangkuman materi bahasan dari sejumlah topik bacaan yang dianjurkan, catatlah konsep-sonsep utama dan kata-kata kunci yang ada dalam bacaan tersebut. 3. Kerjakan soal-soal latihan yang disediakan. Perhatikan bahwa petunjuk jawaban latihan hanya digunakan sebagai rambu-rambu dalam menjawab soal, selanjutnya jabarkan jawaban Anda sesuai dengan uraian materi yang ada dalam topik bacaan-bacaan yang dianjurkan.

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

29

Bila Anda telah menjawab seluruh soal latihan sesuai dengan materi yang tercantum dalam bacaan-bacaan pada Bab V dengan lengkap, silakan Anda membaca kembali semua materi dari mata kuliah Kapita Selekta Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Coba buat peta konsep dari semua konsep penting dari semua bahan bacaan yang telah diberikan. Hal ini untuk memudahkan Anda belajar untuk persiapan menghadapi ujian akhir semester. Selamat belajar semoga sukses.

30

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

Daftar Pustaka

Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Ichas Hamid, S. dan Tuti I. Ichas. (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Di Sekolah Dasar: Bab 1 Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Lily Barlia. (2006). Mengajar Dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat Dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar: Bab IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pannen, P. (2005). Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: PAU-PPI Universitas Terbuka Pannen, P.; Sekarwinahyu, M.; Mustafa D. Konstruktivisme Dalam pembelajaran. Jakarta: PAU-PPI Universitas Terbuka Pitajeng. (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Nasional Rabad Sihabuddin (2006). Indahnya Pelangi dalam Kesadaran Multikultur Masyarakat Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Suciati & Irawan P. (2005). Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta: PAU-PPI Universitas Terbuka Sumanto. (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Wira Indra Satya (2006). Membangun Kebugaran Jasmani dan Kecerdasan melalui Bermain: Bab III dan IV Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Panduan Belajar Mahasiswa Mata Kuliah Kapita Selekta Pembelajaran

31

Kata Pengantar
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) memiliki ciri utama keterpisahan ruang dan waktu antara mahasiswa dengan dosennya. Dalam PJJ, keberadaan bahan ajar memiliki peran strategis. Melalui bahan ajar, mahasiswa secara mandiri mampu belajar, berefleksi, berinteraksi, dan bahkan menilai sendiri proses dan hasil belajarnya. Paket bahan ajar PJJ S1 PGSD ini tidak hanya berisi materi kajian, tetapi juga pengalaman belajar yang dirancang untuk dapat memicu mahasiswa untuk dapat belajar secara aktif, bermakna, dan mandiri. Paket bahan ajar ini dikemas secara khusus dalam bentuk bahan ajar hybrid yang meliputi: a. Bahan ajar cetak, b. Bahan ajar audio, c. Bahan ajar video, serta d. Bahan ajar berbasis web.

Seluruh paket bahan ajar ini dikembangkan oleh Konsorsium PJJ S1 PGSD yang terdiri dari 10 Perguruan Tinggi (PT), yaitu Universitas Sriwijaya, Universitas Katolik Atmajaya, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Tanjungpura, Universitas Nusa Cendana, Universitas Negeri Makassar, Universitas Cendrawasih, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Universitas Pattimura, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Negeri Gorontalo, Universitas Negeri Jember, Universitas Lampung, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Pendidikan Ganesha, Universitas Mataram, Universitas Negeri Semarang, Universitas Kristen Satya Wacana, Universitas Negeri Solo, dan Universitas Haluoleo. Proses pengembangan bahan ajar ini difasilitasi oleh SEAMOLEC. Semoga paket bahan ajar ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan program PJJ S1 PGSD di tanah air.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pjs. Direktur Ketenagaan,

Supeno Djanali NIP. 130368610

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

DAFTAR ISI
Hal. Bahan Ajar dan Sumber Belajar .................................................................... 1 BAB I. Pengenalan Konsep-konsep Pembelajaran........................................ 3 1.1. Teori Belajar Bacaan 1: BAB II. Memahami Teori Pembelajaran Matematika .......................... 4 A. Teori Pembelajaran Piaget ................................................................ 4 B. Teori Pembelajaran Bruner ............................................................... 5 C. Teori Pembelajaran Dienes ............................................................... 8 D. Teori Pembelajaran Skemp ............................................................... 11 E. Teori Pembelajaran Brownell ........................................................... 12 F. Teori Pembelajaran Skinner.............................................................. 13 G. Teori Pembelajaran Thorndike ......................................................... 14 H. Teori Pembelajaran Van Hiele.......................................................... 16 I. Penerapan Teori Pembelajaran dalam Pembelajaran Matematika.... 19 J. Resume ................................................................................... 20 Daftar Pustaka .................................................................................... 21 Bacaan 2: BAB I. Teori Belajar Bahasa .................................................................. 22 A. Teori Behaviorisme .......................................................................... 22 B. Mentalisme .............................................................................. 25 C. Kognitivisme .............................................................................. 26 D. Konstruktivisme .............................................................................. 27 E. Fungsionalisme .............................................................................. 29 F. Humanisme .............................................................................. 31 1.2. Pendekatan/Model dalam Pembelajaran Bacaan 3: BAB I. Pembelajaran Sains yang Ideal..................................................... 34 A. Hakikat Sains ................................................................................... 34 Bacaan 4 BAB II. Pendekatan Pembelajaran Bahasa............................................. A. Pendekatan Whole Language ........................................................... B. Pendekatan Terpadu .................................................................. C. Pendekatan Komunikatif...................................................................

45 45 50 56

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 5 BAB II Teknik Mengajar Dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar................ A. Inkuiri di dalam Laboratorium Lingkungan Alam Sekitar....................... B. Pendekatan Pengalaman Langsung Dalam Belajar Mengenal Tumbuhan C. Pendekatan Tabel Kunci Untuk Mengenal Burung.................................. D. Pendekatan Eksplorasi dalam Mengenal Batuan dan Mineral ................. E. Pemecahan Masalah Tentang Sungai ....................................................... F. Field Trip dengan Penuntun Kegiatan ...................................................... G. Rangkuman ....................................................................................... Bacaan 6: BAB III. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Menggunakan Lingkungan sebagai Sumber Belajar .............................................................. A. Lingkungan sebagai Sumber Belajar BI di SD ....................................... B. Memilih Sumber Belajar ..................................................................... C. Tujuan Penggunaan Lingkungan sebagai Sumber Belajar B I di Sekolah Dasar .................................................................................

60 61 66 70 74 75 80 84

85 85 87 90

Bacaan 7 BAB I Apakah Pendidikan IPS Itu? ............................................................... 98 1.1.Konsep dan Karakteristik Pendidikan IPS .............................................. 98 1.2.Tujuan Pendidikan IPS .......................................................................... 105 1.3.Iktisar .................................................................................................. 110 Bacaan 8 BAB VI Prospek Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar................................. 111 6.1.Materi dalam Pembelajaran IPS.............................................................. 112 6.2.Metode Inkuiri Sosial dalam Pembelajaran IPS .................................... 113 6.3.Pembelajaran Fakta dan Konsep dalam IPS............................................ 119 6.4.Pendidikan IPS dengan Model Pembelajaran Multi Etnik dan Pembelajaran Kooperatif ............................................................................................... 121 6.5.Model Inkuiri untuk Pembelajaran Nilai dalam IPS ............................... 126 6.6.Iktisar ............................................................................................... 129 Bacaan 9: BAB II. Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar ........................................ 131 A. Dasar Konseptual Pendidikan Senirupa di SD....................................... 131 B. Fungsi, Tujuan dan Pendekatan Pembelajaran Senirupa di SD .............. 134 C. Kompetensi Dalam Pembelajaran Senirupa di SD.................................. 137 D. Karakteristik Ungkapan Kreatif Senirupa Anak SD .............................. 141 E. Bentuk Kreativitas Senirupa Anak SD.................................................... 147 F. Pengembangan Kreativitas Senirupa di SD ............................................ 147 G. Penilaian Pendidikan Senirupa di SD ...................................................... 151 Rangkuman ......................................................................................... 154

ii

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

BAB II. PEMBELAJARAN MELALUI PERMAINAN EDUKATIF Bacaan 10 BAB V. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Menggunakan Permainan ............................................................................. 157 A. Pengertian Bermain .................................................................... 160 B. Karakteristik Kegiatan Bermain ................................................... 161 C. Fungsi Bermain dalam Pendidikan ............................................... 163 a. Pengembangan Kognitif ............................................................. 163 b.Pengembangan Sosial ................................................................ 163 c. Pengembangan Emosional ......................................................... 164 d.Pengembangan Fisik .................................................................. 164 e. Pengembangan Bahasa ............................................................... 164 f. Permainan Bahasa .................................................................... 165 D. Macam-macam Permainan Bahasa ............................................... 166 Bacaan 12 BAB II Sikap Hidup Kebersamaan........................................................... 172 1.1.Peran Keluarga dalam Pendidikan untuk Membangun Semangat 1.2.Hidup dalam Kebersamaan ........................................................... 172 1.3.Seribu Satu Suku Bangsa .............................................................. 177 1.4.Rukun dalam Kehidupan Beragama .............................................. 183 1.5. Hamparan Zamrud Khatulistiwa................................................... 184 1.6. Pelangi Bahasa Nusantara............................................................. 185 1.7.Persatuan dan Kesatuan Bangsa..................................................... 186 Bacaan 13 BAB III. Bermain ................................................................................... 189 A. Latar Belakang ................................................................................ 189 B. Arti dan Manfaat Bermain bagi Siswa SD........................................ 189 1. Menurut beberapa tokoh ............................................................ 190 2. Manfaat Bermain Bagi Anak ..................................................... 190 C. Karakteristik Bermain .................................................................... 191 D. Menstimulasi Fungsi Otak ............................................................... 196 1. Gerakan Pompa Otot Betis ......................................................... 197 2. Gerakan Menyilang .................................................................... 198 3. Gerakan Angka Delapan ............................................................ 199 E. Meningkatkan Kecerdasan Dengan Bermain ................................... 200 F. Rangkuman ................................................................................... 202 Bacaan 14 BAB IV. Membangun Kebugaran dengan Bermain ............................... 204 A. Latar Belakang ............................................................................. 204 B. Jantung Sebagai Pompa Ajaib .......................................................... 204 C. Kerangka, Otot Siswa Sekolah Dasar ............................................... 207 D. Permainan Pindah Bintang Meningkatkan Daya Tahan Jantung..... 208 E. Lintas Alam Sambil Berkreasi .......................................................... 209

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

iii

F. Permainan Antar Etnis ............................................................................. 211 G. Permainan Merebut Tempat .................................................................... 212 H. Rangkuman ............................................................................................ 213 BAB III. PEMBELAJARAN MELALUI PENGALAMAN LANGSUNG / EKSPLORASI DI LINGKUNGAN SEKITAR Bacaan 15 BAB II. Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar .......................................... 216 A. Pembelajaran di Sekolah Dasar ........................................................ 216 B. Beberapa Pendekatan dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. 221 Bacaan 16 BAB III. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat .................................. 229 1. Latar belakang Pengembangan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) ..................................................................................................... 229 2. Pendekatan STM di Indonesia ......................................................... 230 3. Keterkaitan Sains dan Teknologi dengan Pendekatan STM ............ 231 4. Karakteristik Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat .................. 233 5. Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan STM ............................. 236 6. Penerapan STM dengan Pola Salingtemas ....................................... 241 7. Nilai Tambah Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat ................. 244 8. Kritik dan Kendala dalam penerapan pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat ...................................................................................... 247 Bacaan 17 BAB V. Pendekatan STM di Sekolah Dasar ............................................... 249 1. Pembelajaran STM di kelas I dan II ................................................. 249 2. Pembelajaran STM di kelas III ........................................................ 254 3. Pembelajaran STM di kelas IV ........................................................ 257 4. Pembelajaran STM di kelas V ......................................................... 260 5. Pembelajaran STM di kelas VI ........................................................ 263 Bacaan 20 BAB III. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Menggunakan Lingkungan sebagai Sumber Belajar .......................................................... 267 A. Lingkungan sebagai Sumber Belajar BI di SD ................................... 267 B. Memilih Sumber Belajar .................................................................... 269 C. Tujuan Penggunaan Lingkungan sebagai Sumber Belajar B I di Sekolah Dasar ............................................................................. 272

BAB IV. PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN TERPADU Bacaan 21 BAB V. Pengorganisasian dan Proses Pembelajaran Pengetahuan Sosial di SD/MI ..................................................................................................... 282 A. Analisis Isi Kurikulum Kelas Awal SD/MI2004 ................................ 282
iv Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

B. Pengembangan Materi dan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas I SD/MI .................................................................... 285 C. Pengembangan Materi dan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas Dua SD/MI .................................................................... 298 Bacaan 22 BAB VI. Meramu Isi dan Mengembangkan Makna Pembelajaran Pengetahuan Sosial pada Kelas Orientasi (III-IV) SD/MI ..................... 313 A. Analisis Isi Kurikulum Pengetahuan Sosial Kelas III-IV SD/MI 2004 .................................................................... 313 B. Pengembangan Materi dan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas III SD/MI .......................................................................... 317 C. Pengembangan Materi dan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas Empat SD-MI .......................................................................... 324

BAB V. PENGEMBANGAN KURIKULUM DI SEKOLAH DASAR ....... 335 Bacaan 23 BAB III Memngembangkan Kurikulum Sekolah ke Lingkungan Alam Sekitar ...................................................................................... 336 A. Guru Sebagai Pemimpin Kegiatan di lingkungan Alam Sekitar ...................................................................................... 337 B. Aktifitas Belajar Di lingkungan Alam Sekitar..................................... 338 C. Kesempatan Baik Untuk Mengajar Dengan PLAS.............................. 341 D. KBM dengan PLAS yang Sesuai Dengan Kurikulum Sekolah ........... 348 E. Rangkuman .......................................................................................... 353 Bacaan 24 BAB IV. Peluang Penerapan Pendekatan STM di Indonesia ................ 355 1. Kajian Kurikulum 2004 ................................................................... 355 2. Isu-isu besar yang muncul di Indonesia ........................................... 359 Bacaan 25 BAB II. Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar .................................. 386 A. Dasar Konseptual Pendidikan Senirupa di SD ................................ 386 B. Fungsi, Tujuan dan Pendekatan Pembelajaran Senirupa di SD ....... 389 C. Kompetensi Dalam Pembelajaran Senirupa di SD .......................... 392 D. Karakteristik Ungkapan Kreatif Senirupa Anak SD ....................... 395 E. Bentuk Kreativitas Senirupa Anak SD ............................................ 401 F. Pengembangan Kreativitas Senirupa di SD ..................................... 401 G. Penilaian Pendidikan Senirupa di SD .............................................. 405 Rangkuman ......................................................................................... 410

Bacaan 26

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bab IV. Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah ................. 411 A. Makna dan Tujuan Pendidikan Nilai ................................................ 411 B. Pembelajaran Pengetahuan Sosial sebagai Pendidikan Nilai ........... 412 C. Pengembangan Model Pembelajaran Pengetahuan Sosial Berbasis Pendidikan Nilai ................................................................ 414

vi

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bahan Ajar dan Sumber Belajar


Bahan ajar yang digunakan dalam mata kuliah ini meliputi bahan ajar pokok yang wajib Anda pelajari dan bahan ajar pendukung yang bersifat anjuran. Bahan ajar pokok yang digunakan dalam mata kuliah Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut: Bab I. Pengenalan Konsep Pembelajaran. 1.1. Teori Belajar. Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan menyenangkan: Bab I. Jakarta: Departemen Pendidikan. Pitajeng. (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Nasional. 1.2. Pengenalan Konsep Konsep Pembelajaran di Sekolah Dasar. Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Lily Barlia. (2006). Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab II dan IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat dalam
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar: Bab I. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Rabad Sihabuddin. (2006). Indahnya Pelangi dalam Kesadaran Multikultur Masyarakat Indonesia: Bab I dan VI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Bab II: Pembelajaran Melalui Permainan. Pembelajaran Melalui Permaina. Dadan Djuanda (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab V dan VI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Pitajeng (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan: Bab I, III, IV, V, VI, VII. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Rabad Sihabuddin (2006). Indahnya Pelangi dalam Kesadaran Multikultur Masyarakat Indonesia: Bab II dan V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Sumanto (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar: Bab II dan III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Wira Indra Satya (2006). Membangun Kebugaran Jasmani dan Kecerdasan melalui Bermain: Bab III dan IV Jakarta:
1

Departemen Pendidikan Nasional. Bab III. Pembelajaran dengan Pendekatan Terpadu. Pembelajaran dengan Pendekatan Terpadu Bidang Studi IPA, Bahasa Indonesia, dan Matematika. Dadan Djuanda (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Ichlas Hamid, S. dan Tuti I. Ichlas (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar: Bagian III, Bab V Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Bab IV. Pembelajaran melalui Pengalaman Langsung/ Eksplorasi Di Lingkungan Sekitar. Penerapan Sains Teknologi Masyarakat dalam pembelajaran pada bidang studi IPA dan IPS. Dadan Djuanda (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Lily Barlia. (2006). Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Muslichach Asyari (2006). Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar: Bab II, III, dan V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Bab V. Pengembangan Kurikulum di Sekolah Dasar Pengembangan rancangan Pembelajaran Ichlas Hamid, S. dan Tuti I. Ichlas (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar: Bagian I dan III; Bab V dan VI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Lily Barlia. (2006). Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab III dan V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Muslichach Asyari (2006). Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar: Bab IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Sumanto (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

BAB I. PENGENALAN KONSEP-KONSEP PEMBELAJARAN


1.1 Teori Belajar. 1. Bacaan 1, Memahami Teori Pembelajaran Matematika (Pitajeng. (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). 2. Bacaan 2, Teori Belajar Bahasa (Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan menyenangkan: Bab I. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). 1.2 Pendekatan/Model dalam Pembelajaran 1. Bacaan 3, Pembelajaran Sains yang Ideal (Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan SainsTeknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar: Bab I. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). 2. Bacaan 4, Pendekatan Pembelajaran Bahasa (Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan menyenangkan: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). 3. Bacaan 5, Teknik Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar (Lily Barlia.
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

4.

5.

6.

7.

(2006). Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). Bacaan 6, Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD Menggunakan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar (Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Komunikatif dan menyenangkan: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). Bacaan 7, Apakah Pendidikan IPS itu? (Rahad Sihabuddin. (2006). Indahnya Pelangi Dalam Kesadaran Multikultur masyarakat Indonesia: Bab I. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). Bacaan 8, Prospek Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar (Rahad Sihabuddin. (2006). Indahnya Pelangi Dalam Kesadaran Multikultur masyarakat Indonesia: Bab VI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). Bacaan 9, Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar (Sumanto. (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar. Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional).

Bacaan 1

BAB II MEMAHAMI TEORI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Menurut Orton (1992: 2), untuk mengajar matematika diperlukan teori, yang digunakan antara lain untuk membuat keputusan di kelas. Sedangkan teori belajar matematika juga diperlukan untuk dasar mengobservasi tingkah laku anak didik dalam belajar. Kemampuan untuk mengambil keputusan dikelas dengan tepat dan cepat, dan kemampuan untuk mengobservasi tingkah laku anak didik dalam bela-jar, merupakan sebagian dari faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam menentukan pendekatan pembelajaran matematika yang tepat, sehingga pembelajaran menjadi efektif, bermakna, dan menyenangkan. Oleh karena itu para guru SD-MI hendaknya memahami teori belajar dan mengajar matematika, agar dapat menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat, sehingga pembelajaran menjadi efektif, bermakna, dan juga menyenangkan. Dalam bab ini akan dibahas beberapa teori pembelajaran matematika yang sekiranya dapat dijadikan acuan bagi para guru untuk mengajar matematika di SD-MI. Sedangkan tujuan pembahasan tersebut agar para guru SDMI dapat memahami teori pembelajaran matematika, sehingga mampu menentukan pendekatan belajar matematika di SD/MI yang tepat, efektif, dan menyenangkan. Teori Pembelajaran Piaget Pada umumnya anak SD berumur sekitar 6/712 tahun. Menurut Piaget
4

A.

(dalam Hudoyo, 1988: 45), anak seumur ini berada pada periode operasi konkret. Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logiknya didasarkan pada manipulasi fisik objek-objek konkret. Anak yang masih berada pada periode ini untuk berpikir abstrak masih membutuhkan bantuan memanipulasi obyek-obyek konkret atau pengalamanpengalaman yang langsung dialaminya. Dalam belajar, menurut Piaget, struktur kognitif yang dimiliki seseorang terjadi karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang. Adapun akomodasi adalah proses menstruktur kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru (Hudoyo, 1988: 47). Jadi belajar tidak hanya menerima informasi dan pengalaman lama yang dimiliki anak didik untuk mengakomodasikan informasi dan pengalaman baru. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan pada tahap operasi konkret adalah pembelajaran yang didasarkan pada benda-benda konkret agar mempermudah anak didik dalam memahami konsep-konsep matematika. Misalnya untuk memahami suatu konsep matematika, anak memerlukan bantuan memanipulasi benda-benda konkret yang relevan sebagai pengalaman langsung. Contoh untuk memahami konsep penjumlahan bilangan cacah 3 + 4 anak perlu mengalami menggabungkan kelompok 3 benda dengan kelompok 4 benda menjadi satu kelompok baru (gambar 14). Dapat juga dengan melakukan permainan berlagu ular naga panjangnya atau naik kereta api.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Gambar 14. Gabungan dari 2 kelompok menjadi

Menurut Piaget, perkembangan belajar matematika anak melalui 4 tahap yaitu tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak. Pada tahap konkret, kegiatan yang dilakukan anak adalah untuk mendapatkan pengalaman langsung atau memanipulasi objek-objek konkret. Pada tahap semi konkret sudah tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi seperti pada tahap konkret, tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang dimaksud. Kegiatan yang dilakukan anak pada tahap semi abstrak memanipulasi/melihat tanda sebagai ganti gambar untuk dapat berpikir abstrak. Sedangkan pada tahap abstrak anak sudah mampu berpikir secara abstrak dengan melihat lambang/simbol atau membaca/mendengar secara verbal tanpa kaitan dengan objek-objek konkret. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh 4 tahap anak dalam memahami bilangan 3 (tiga) berikut: Pada tahap konkret: misal anak melihat pertunjukan tari balet dengan penari sebanyak 3 orang untuk dapat memahami bilangan 3. Pada tahap semi konkret: dengan melihat gambar 3 orang penari (gambar 15) anak mampu memahami bilangan 3.

Gambar 15. Gambar 3 orang penari.

Pada tahap semi abstrak: dengan melihat 3 tanda (misalnya noktah), anak mampu memahami bilangan 3 (gambar 16).

Gambar 16. Ada 3 noktah.

Pada tahap abstrak: dengan melihat angka 3 atau mendengar tiga, anak sudah mampu memahami bilangan 3. B. Teori Pembelajaran Bruner. Menurut Bruner (Hudoyo, 1988: 56), belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan strukturstruktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika. Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan materi itu mudah dipahami secara lebih komprehensif. Selain itu anak didik lebih mudah mengingat materi bila yang dipelajari mempunyai pola terstruktur. Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya transfer. Dalam belajar, Bruner hampir selalu memulai dengan memusatkan manipulasi material. Anak didik harus menemukan keteraturan dengan
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

cara pertama-tama memanipulasi material yang sudah dimiliki anak didik. Berarti anak didik dalam belajar haruslah terlibat aktif mentalnya yang dapat diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Bruner melukiskan anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental, yaitu: 1. Tahap Enaktif. Pada tahap ini, dalam belajar, anak didik menggunakan atau memanipulasi objek-objek konkret secara langsung. Misalnya untuk memahami konsep operasi pengurangan bilangan cacah 7 4, anak memerlukan pengalaman mengambil/ membuang 4 benda dari sekelompok 7 benda. 2. Tahap Ikonik. Pada tahap ini kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik tidak memanipulasi langsung objek-objek konkret seperti pada tahap enaktif, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memakai gambaran dari objek-objek yang dimaksud. 3. Tahap Simbolik. Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek. Untuk lebih memperjelas tahapan belajar matematika menurut Bruner, dapat melihat contoh tahapan anak dalam memahami konsep pengurangan bilangan cacah 7 4 berikut ini (gambar 17).

Tahap enaktif

Anak membuang (mengambil) 4 pensil dari sekelompok 7 pensil, lalu menghitung sisanya.

Tahap ikonik

Tahap simbolik

74 =3

Gambar 17. Tiga tahapan anak belajar konsep pengurangan menurut Bruner.

Dari hasil penelitian Bruner ke sekolah-sekolah (dalam Ruseffendi 1992: 110 113), dalam belajar matematika ada beberapa teori yang berlaku yang disebutnya dengan dalil. Teori tersebut antara lain adalah dalil penyusunan (construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil pengkontrasan dan keanekaragaman (contras and variation theorem), serta dalil pengaitan (connectivity theorem). 1. Dalil Penyusunan Menurut dalil penyusunan, siswa selalu ingin mempunyai kemampuan menguasai definisi, teorema, konsep dan kemampuan matematis lainnya. Oleh karena itu siswa hendaknya dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk menguasai suatu konsep matematis hendaknya siswa mencoba dan melakukan sendiri kegiatan yang mengacu pada perumusan dan penyusunan konsep tersebut. Jika dalam proses perumusan dan penyusunan tersebut disertai bantuan objek-objek konkret, maka anak lebih mudah un
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

tuk memahaminya, dan ide/konsep tersebut lebih tahan lama dalam ingatannya. Untuk itu dalam pembelajaran konsep matematis, guru hendaknya benar-benar memberi kesempatan anak untuk melaksanakan tahap enaktif. 2. Dalil Notasi. Dalil notasi menyatakan bahwa dalam penyajian konsep matematis, notasi memegang peranan yang sangat penting. Penggunaan notasi dalam menyatakan konsep matematis tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak didik. Misalnya notasi untuk menyatakan fungsi f(x) = x + 5, untuk anak SD dapat digunakan + = + 5, sedangkan bagi anak sekolah lebih lanjut (SLTP) dapat digunakan {(x,y) | y = x + 5}. 3. Dalil Pengkontrasan dan Keanekaragaman Menurut hasil penelitian Bruner, pengkontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep matematika dari konsep konkret menjadi konsep yang lebih abstrak. Untuk melakukan itu diperlukan banyak contoh dan beranekaragam, sehingga anak memahami karakteristik konsep yang dipelajari. Contoh-contoh yang diberikan hendaknya memenuhi rumusan konsep yang sedang dipelajari. Untuk dapat lebih memahami karakteristik konsep, juga diperlukan contoh yang tidak memenuhi rumusan konsep. Misalnya untuk memahami konsep bilangan 2 (dua) diberi kegiatan membuat kelompok benda-benda yang beranggotakan 2. Selain itu juga diberi kegiatan membuat kelompok benda yang anggotanya tidak dua untuk lebih memahami konsep bilangan dua. Atau memilih kelompok-kelompok mana yang merupakan kelompok 2 benda (gambar 18), dan kelompok-kelompok
4

mana yang bukan kelompok 2 benda (gambar 19). Berikut ini contoh kegiatan yang diberikan pada siswa kelas 1 SD/MI. Berilah tanda pada kelompok 2 benda!

Gambar 18. Contoh soal agar anak lebih memahami karakteristik konsep.

Berilah tanda yang bukan 2 benda!

pada kelompok

Gambar 19. Contoh soal pengkontrasan agar anak lebih memahami karakteristik konsep.

4.

Dalil Pengaitan Dalil pengaitan menyatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan rumusrumus. Materi yang satu merupakan prasyarat bagi materi yang lain, atau suatu konsep digunakan untuk menjelaskan konsep yang lain. Misalnya rumus luas jajargenjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan rumus luas segitiga yang diturunkan dari rumus luas jajargenjang. Dengan pendekatan intuitif-deduktif, rumus isi tabung diperlukan untuk menemu-kan rumus isi kerucut. Untuk itu diperlukan alat peraga model sebuah tabung tanpa
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

tutup dan sebuah kerucut tanpa bidang alas yang terbuat dari mika atau karton, dengan syarat tinggi tabung sama dengan tinggi kerucut dan jari-jari alas tabung sama dengan jari-jari alas kerucut, dan pasir.
r

Gambar 20. Model tabung tanpa tutup dan model kerucut tanpa alas yang sama tinggi dan sama jarijari lingkaran alasnya.

Kegiatan yang diberikan pada anak adalah dengan menggunakan pasir anak mengukur isi tabung dengan takaran kerucut. Anak akan mendapatkan bahwa untuk mengisi tabung dengan pasir hingga penuh dengan memakai takaran kerucut, diperlukan 3 kali menuangkan pasir dari kerucut yang penuh pasir kedalam tabung. Secara intuitif anak dapat mengerti bahwa isi tabung = 3 x isi kerucut. Kemudian dengan penalaran deduktif anak diajak menurunkan rumus isi kerucut dari isi tabung. Dari percobaan diperoleh isi tabung = 3 x isi 1 kerucut, atau isi kerucut = x isi 3 tabung. Karena isi tabung = r2t, maka 1 isi kerucut = r 2 t. 3 C. Teori Pembelajaran Dienes Perkembangan konsep matematika menurut Dienes (dalam Resnick, 1981:

120) dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan belajarnya berjalan dari yang konkret ke simbolik. Tahap belajar adalah interaksi yang direncanakan antara satu segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif, yang dilakukan melalui media matematika yang didesain secara khusus. Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi. 1992: 125 127), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahaptahap tertentu. Dienes membagi tahaptahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu: 1. Permainan bebas (free play). Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai belajar membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep. Guru dapat mengarahkan pengetahuan dan mempertajam konsep yang sedang dipelajari. Misalkan dengan diberi permainan block logic (gambar 21), anak didik mulai mempelajari konsep- konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda, yang merupakan
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

ciri/sifat

dari

benda

yang

Gambar 21. Block logic

Permainan yang disertai aturan (games). Pada periode permainan yang disertai aturan (terstruktur), anak didik mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat atau tidak terdapat dalam konsep matematika tertentu. Melalui permainan anak mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Pada tahap ini anak didik juga sudah mulai mengabstraksikan konsep. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam penga-laman, dan kegiatan untuk menolak yang tidak relevan dengan pengalaman itu. (Hal ini selaras dengan dalil keanekaragaman dan pengkontrasan dari Bruner). Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis atau merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tidak tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
4

2.

dimanipulasinya. 3. Permainan kesamaan sifat (searching for comunities). Dalam permainan untuk mencari kesamaan sifat, anak mulai diarahkan dalam kegiatan untuk mencari sifat-sifat yang sama dari permainan yang sedang diikuti. Untuk itu perlu diarahkan pada pentranslasian kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi yang dilakukan tentu saja tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak dari permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok). 4. Representasi (representation). Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para anak didik menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak. Dengan melakukan representasi, anak didik telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang bersifat abstrak pada topik-topik yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini (gambar 22).
Segi tiga Segi empat Segi lima Segi enam Segi dua puluh ti

?
0 diagon 2 diagona 5 diagon al diagona berapa diagonal? Gambar 22. Mencari banyaknya diagonal suatu poligon

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

5.

Simbolisasi (symbolization). Simbolisasi adalah tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pandekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
.. .. .. .. .. ..

Bany ak segi Bany ak diago nal

1 2

3(3

1 2

4(4

1 2

5 (5

1 2

6(6

1 2

n (n 3)

=0

=2

=5

=9

Tabel 3. Banyak diagonal suatu poligon.

Formalisasi (formalization). Tahap ini adalah tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini, anak didik dituntut untuk menurunkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru rumus tersebut. Contohnya, anak didik yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut. Karso (1999:1.20) menyatakan, pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan
4

6.

bulat dengan operasi penjumlahan beserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes (dalam Resnick, 1981: 120) menyatakan bahwa proses pemahaman (abstraction) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara konkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehinga anakanak dapat bermain dengan bermacammacam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodiment) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep. Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainnya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel matematika yang berkaitan dengan prinsip Dienes mengenai variabilitas matematika. Variasi matematika dimaksudkan untuk membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasikan terhadap konteks yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang biberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Berhubungan dengan tahap belajar, suatu waktu anak didik dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan caracara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanpa material konkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbol-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percoban matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru. Dari sudut pandang tahap belajar, peranan anak didik adalah untuk mengatur belajar anak didik dengan bimbingan guru dalam bentuk aturanaturan susunan benda walaupun dalam skala kecil. Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk konkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan. Pada masa ini anak didik menggunakan simbol-simbol sebagai objek manipulasi dan mengarah kepada struktur pemikiran pemikiran matematika yang lebih tinggi. Anak didik harus mampu mengubah fase manipulasi konkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman konkretnya.

D.

Teori Pembelajaran Skemp. Menurut Richard Skemp (dalam Karim, dkk, 1997: 2324), anak belajar matematika melalui dua tahap, yaitu konkret dan abstrak. Pada tahap pertama, yaitu tahap konkret, anak memanipulasi benda-benda konkret untuk dapat menghayati ide-ide abstrak. Pengalaman awal berinteraksi dengan benda konkret ini akan membentuk dasar bagi belajar selanjutnya, yaitu pada tahap abstrak atau tahap kedua. Sebagai contoh, kegiatan yang diberikan pada anak didik untuk me-nemukan sifat komutatif perkalian bilangan cacah berikut ini (gambar 23).

3x4 4x3

Gambar 23. Menyatakan perkalian dengan baris dan kolom

Anak diberi sekelompok benda dan disuruh menyusun benda tersebut menjadi 3 baris dan 4 kolom (gambar 23 kiri). Ini menunjukkan 3 x 4. Kemudian anak disuruh membilang banyaknya benda yang disusun. Selanjutnya anak juga diberi sekelompok benda lain dan disuruh menyusun benda tersebut menjadi 4 baris 3 kolom (gambar 23 kanan). Ini menunjukkan 4 x 3. Kemudian anak disuruh membilang banyaknya benda yang disusun. Dari temuan anak, ternyata didapat bahwa 3 x
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

4 = 4 x 3. Percobaan tersebut dapat diulang-ulang dengan perkalian dua bilangan cacah yang lain. Menurut Skemp, agar belajar menjadi berguna bagi seorang anak sifatsifat umum dari pengalaman anak harus dipadukan untuk membentuk suatu struktur konseptual atau suatu skema. Dengan demikian guru hendaknya memberi kegiatan pada anak untuk menyusun struktur matematika sedemikian rupa agar jelas bagi anak didik sebelum mereka dapat menggunakan pengetahuan awalnya sebagai dasar untuk belajar pada tahap berikutnya, atau sebelum mereka menggunakan pengetahuan mereka secara efektif untuk menyelesaikan masalah.
E. Teori Pembelajaran Brownell. Menurut William Brownell (dalam Karso, 1999: 1.22), pada hakikatnya belajar merupakan suatu proses yang bermakna, dan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan pengertian. Dalam pembelajaran matematika SD, Brownell mengemukakan teori makna (meaning theory). Menurut teori makna, anak harus memahami makna dari topik yang sedang dipelajari, memahami simbol tertulis, dan apa yang diucapkan. Memperbanyak latihan (drill) merupakan jalan yang efektif. Tetapi latihan-latihan yang dilakukan haruslah didahului dengan pemahaman makna yang tepat. Menurut teori makna, matematika adalah suatu sistem dari konsep-konsep, prinsip-prinsip yang dapat dimengerti (Karso, 1999: 1.25). Latihan-latihan dan tes bagi anak didik bukan untuk mengukur kemampuan mekanik dalam berhitung, tetapi untuk mengungkapkan kemampuan intelegensi anak dalam

memahami bilangan dan menghadapi situasi aritmetika dengan pemahaman yang sempurna, baik dari segi matematika maupun praktis. Brownell (dalam Karso, 1999: 1.251.26) mengemukakan bahwa kemampuan mendemonstrasikan operasi-operasi hitung secara otomatis dan mekanis tidaklah cukup. Tujuan utama dari pembelajaran aritmetika adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir dalam situasi kuantitatif. Oleh karena itu pembelajaran aritmetika di SD harus membahas tentang pentingnya (significane) dan makna (meaning) dari bilangan. Pentingnya bilangan (significance of number) bersifat fungsional atau dengan kata lain penting dalam kehidupan sosial manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari bilangan, misalnya nilai uang dapat dilihat dari lambang bilangan yang tertera pada uang tersebut, untuk itu diperlukan bilangan. Untuk menghitung dan mencatat banyaknya ternak yang dimiliki, pemilik ternak tersebut memerlukan bilangan pula. Sedangkan makna bilangan (meaning of number) bersifat intelektual, yaitu bersifat matematis sebagai suatu sistem kuantitatif. Misalnya pemahaman terhadap konsep bilangan cacah, konsep suatu operasi bilangan, sifat-sifat operasi bilangan, dan sebagainya. Untuk dapat memfungsikan bilangan dengan maksimal dalam kehidupan sehari-hari, diperlukan kemampuan memahami makna bilangan. Misalnya seorang pedagang di pasar memerlukan kemampuan menghitung nilai sekelompok uang, penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan bahkan pembagian untuk dapat melayani pembeli atau melakukan transaksi dagang dengan rekannya.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

F.

Teori Pembelajaran Skinner. Burrush Frederich Skinner (dalam Ruseffendi 1992: 127128) menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan proses yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada halhal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Skinner juga berpendapat bahwa penguatan dibagi atas dua bagian yaitu, penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan merupakan stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak didik dalam melakukan pengulangan perilaku tersebut. Jadi penguatan yang diberikan kepada anak didik memperkuat tindakan anak didik, sehingga anak didik cenderung untuk sering melakukannya. Contoh penguatan positif antara lain pujian pada saat anak didik menjawab benar atau mendapat nilai tinggi. Pada pembelajaran matematika baik penguatan positif maupun ganjaran sangat diperlukan anak didik. Keduanya merupakan motivasi positif dalam belajar matematika. Dalam percobaan strategi pembelajaran matematika melalui lomba dan hadiah bagi pemenang, yang dikenakan pada beberapa mahasiswa PGSD UPP1 UNNES yang bermasalah (enggan mengikuti kuliah, tidak mau mengerjakan tugas kelompok, prestasi rendah, dsb) pada tahun 2004, hasilnya sebagai berikut:

Semuanya senang dengan pembelajaran matematika yang baru dilaksanakan. Mereka mengharapkan untuk sering melaksanakan pembelajaran dengan strategi tersebut, baik yang tidak mendapat hadiah, terlebih yang mendapat hadiah. Ada perubahan tingkah laku mereka pada pertemuan-pertemuan selanjutnya yaitu menjadi lebih aktif mengikuti kegiatan di kelas, bergairah/bersemangat pada perkuliahan matematika, mau melaksanakan tugas kelompok bersama temannya, dan menjadi rajin mengikuti kuliah matematika. Prestasi mereka pada mata kuliah matematika naik. Meskipun contoh penguatan tersebut dikenakan pada mahasiswa, hasilnya tidak akan berbeda jika dikenakan pada anak SD. Contoh tersebut selaras dengan pendapat Skinner, bahwa penguatan akan berbekas pada diri anak didik. Mereka yang mendapat pujian setelah berhasil menyelesaikan tugas atau dapat menjawab pertanyaan biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi anak didik untuk rajin belajar dan untuk mempertahankan prestasi yang diraihnya. Oleh sebab penguatan akan berbekas pada anak didik, sedangkan hasil penguatan diharapkan positif, maka penguatan yang diberikan harus teralamatkan pada respon anak didik yang benar. Jangan memberikan penguatan atas respon anak didik, jika respon tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

G.

Teori Pembelajaran Thorndike Edward L. Thorndike (1874 1949) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of Effect. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat siswa mendapat pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini termasuk reinforcement. Setelah anak didik berhasil melaksanakan tugasnya dengan tepat dan cepat, pada diri anak didik muncul kepuasan sebagai akibat sukses yang diraihnya. Anak didik yang telah memperoleh suatu kesuksesan, pada giliran berikutnya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan yang lebih tinggi. Teori pembelajaran stimulusrespon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakekatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum yang dikemukakan Thorndike, yang mengakibatkan munculnya stimulusrespon ini, yaitu hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect). Hukum kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak didik dalam melakukan suatu kegiatan/belajar. Seorang anak didik yang telah memiliki kecenderungan (siap) untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu, dan dia kemudian benar-benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan, tidak menimbulkan kepuasan

bagi dirinya. Contoh pada peristiwa guru memberi tugas pada anak didiknya untuk membawa pita meteran pada pelajaran matematika berikutnya. Dengan menbawa pita meteran pada pelajaran matematika berikutnya, anak telah siap untuk belajar mengukur panjang benda. Jika kemudian dia diberi kegiatan mengukur tinggi badan temannya, setelah melaksanakan kegiatan tersebut dia mendapat kepuasan. Tetapi kalau dia melakukan kegiatan lain, misal guru memberi tugas untuk mengerjakan soal perkalian, maka dia tidak mendapat kepuasan. Seorang anak didik yang siap untuk bertindak dan kemudian bertindak, sedangkan tindakannya itu menimbulkan ketidakpuasan bagi dirinya, akan selalu menghindarkan dirinya dari tindakantindakan yang melahirkan ketidakpuasan. Sebagai contoh, anak yang telah siap mengerjakan PR matematika, kemudian mengerjakan PR matematika tersebut, tetapi tidak dapat karena baginya terlalu sulit. Timbul ketidakpuasan pada dirinya dalam mengerjakan soal matematika. Maka untuk selanjutnya dia akan menghindarkan dirinya dari mengerjakan soal matematika. Seorang anak didik yang tidak mempunyai kecederungan (tidak siap) untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu, sedangkan anak tersebut ternyata melakukan kegiatan/tindakan, maka apa yang dilakukannya itu menimbulkan rasa tidak puas bagi dirinya. Untuk menghilangkan ketidakpuasannya, anak tersebut akan melakukan tindakan lain. Anak yang tidak mempunyai kecenderungan (tidak siap) untuk belajar matematika (mungkin tidak suka atau takut pada pelajaran matematika, ternyata dia belajar matematika (pada pelajaran
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

matematika), maka dia tidak puas. Dia akan mengganggu temannya atau melakukan tindakan yang aneh-aneh untuk menghilangkan ketidakpuasannya. Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa seorang anak didik akan lebih berhasil dalam belajar matematika, dan mendapat kepuasan, jika dia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar matematika. Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan stimulus-respon sering terjadi, maka hubungan akan semakin kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon digunakan, maka makin lemahlah hubungan yang terjadi. Hukum latihan pada dasarnya mengungkapkan bahwa stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat jika proses pengulangan sering terjadi. Makin banyak kegiatan ini dilakukan, maka hubungan yang terjadi akan bersifat otomatis. Seorang anak didik yang dihadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya. Anak yang sering diberi latihan menggunakan kemampuan matematisnya untuk menyelesaikan masalah yang di-hadapi, akan cepat tanggap dan dapat menyelesaikan masalah semacam yang terjadi di dalam hidupnya. Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan yang memberikan dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangannya tidak membosankan dan kegiatannya disajikan dengan cara yang menarik. Sebagai contoh, untuk menterampilkan fakta perkalian dua bilangan cacah pada anak didik, guru memberikan kegiatan permainan domi
4

number (rangkaian 2 persegi bilangan) perkalian (gambar 24), atau menentukan dua faktor satu angka yang hasil kalinya telah diketahui (paling banyak 81), atau setiap menjelang waktu pulang memberikan kesempatan pulang dulu bagi anak yang dapat menjawab hasil perkalian. Untuk kegiatan yang terakhir hendaknya guru memberikan fakta perkalian yang sulit bagi anak terlebih dahulu, agar anak yang lamban dan belum hafal fakta perkalian lamakelamaan menjadi hafal dengan memperhatikan jawaban temannya yang lebih cerdas. Selanjutnya soal yang diberikan bertambah mudah, agar semua anak dapat menjawab, dan pulang dengan puas.
2 7 48 86 15 3 5 20 54 81

Gambar 24. Rangkaian 2 persegi bilangan untuk perkalian.

Dalam hukum akibat, Thorndike mengemukakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan pengaruh bagi tindakan yang serupa. Ini memberikan gambaran bahwa jika suatu tindankan yang dilakukan seorang anak didik menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan kepuasan bagi dirinya, tindakan tersebut akan cenderung diulangi. Sebaliknya tiap-tiap tindakan yang mengakibatkan kekecewaan atau
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

hal-hal yang tidak menyenangkan, cenderung akan dihindarinya. Dilihat dari ciri-ciri ini, hukum akibat lebih mendekati ganjaran dan hukuman. Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak didik, dan anak didik cenderung berusaha untuk mengulangi atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru yang memberikan pujian terhadap jawaban anak didik, akan semakin menguatkan konsep yang tertanam pada diri anak didik, dan merupakan hadiah bagi anak didik yang kelak akan meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran. Guru harus tanggap terhadap respon anak didik yang salah, dan hendaknya langsung memberikan pembetulan atau penjelasan. Jika kekeliruan anak didik dibiarkan tanpa penjelasan yang benar dari guru, ada kemungkinan anak didik menganggapnya benar dan kemudian mengulanginya. Oleh karena itu, guru harus mengoreksi dan memberikan pembetulan/penjelasan terhadap respon anak yang salah baik dalam mengerjakan PR, latihan, maupun tes. Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa jika terdapat asosiasi yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan anak didik. Selain itu banyaknya pengulangan akan sangat menentukan lamanya konsep tertanam dalam ingatan anak didik.
H. Teori Pembelajaran Van Hiele. Teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Van Hiele (1964), menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak didik dalam bidang geometri. Menurut Van Hiele, ada tiga

(3) unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga hal tadi ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak didik pada tingkatan berpikir yang lebih tinggi. Van Hiele juga menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak didik dalam belajar geometri, yaitu:

1.

Tahap Pengenalan. Dalam tahap ini anak didik mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut, ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi yang merupakan persegi, bahwa sisinya ada 6 buah, rusuknya ada 12, dan lain-lain. Anak baru dapat membedakan bangun kubus dengan bangun yang bukan kubus, atau menentukan bangun-bangun yang merupakan bangun kubus. Kegiatan yang diberikan anak pada tahap ini misalnya mengamati model bangunbangun ruang dan menyebutkan nama bangunnya disertai dengan gambar bangun ruang (gambar 25), kemudian mengamati dan menyebutkan bangunbangun di sekitar anak yang sama dengan bangun ruang tertentu, membuat kelompok benda-benda sekitar siswa yang merupakan bangun ruang tertentu, dan kegiatan semacamnya. Demikian pula kegiatan yang diberikan pada anak dalam tahap pengenalan bangun datar, dimulai dengan mengamati dan menamai model bangun datar.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

bahwa persegi adalah persegi panjang, atau persegi adalah belah ketupat, dan sebagainya.

3.
kubus balok prisma segitiga limas segiempat Ta bung Keru Bo

cut

la

Gambar 25. Gambar

bangun ruang.

2.

Tahap Analisis. Pada tahap ini anak didik sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamati. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri tersebut. Misalnya disaat ia mengamati kubus, ia telah mengetahui bahwa pada kubus terdapat 6 sisi berbentuk persegi yang sama, ada 12 rusuk yang sama panjang, ada 8 titik sudut, dan sebagainya (gambar 26).
titik sudut

bidang sisi rusuk

Tahap Pengurutan. Pada tahap ini anak didik sudah mulai mampu melakukan penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah anak didik pada tahap ini sudah mampu mengurutkan. Misalnya, ia sudah mengenali bahwa persegi adalah jajargenjang, bahwa belahketupat adalah layang-layang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh pengelompokan bangun pada gambar 26. Demikian pula dalam pengenalan bendabenda ruang, anak didik sudah memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk persegi. Pola berpikir anak didik pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang. Anak didik mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua buah segitiga yang kongruen.

Gambar 26. Bagian-bagian kubus.

Dalam tahap ini anak didik belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya, anak didik belum mengetahui bahwa kubus merupakan balok (yang istimewa), atau kubus merupakan paralel-epipedum (yang istimewa), dan sebagainya. Anak belum mengetahui
4 Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

kelompok segiempat

kelompok persegipanjang

kelompok jajargenjang

trape sium

persegi panjang

jajargen jang

pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti sisi-sudut-sisi, sisisisi-sisi, atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pembuktian dua segitiga yang sama dan sebangun (kongruen). Misalnya untuk menemukan rumus luas segitiga yang diturunkan dari rumus luas jajargenjang berikut:
C

buj ur san gka r belahk etupat kelompok belahketupa t kelompok layanglayang layanglayang

12

t
A

21 B

Gambar 28. Jajargenjang ABCD dibagi 2 menurut diagonal BD.

Gambar 27. Pengelompokan segi empat.

4.

Tahap Deduksi. Dalam tahap ini anak didik sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan disamping unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya, anak didik sudah memahami perlunya aksioma, asumsi, definisi, teorema, bukti dan dalil. Selain itu, pada tahap ini anak didik sudah mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Postulat dalam

Untuk mendapatkan rumus luas segitiga yang diturunkan dari rumus luas jajargenjang, harus dibuktikan lebih dulu bahwa ABD CDB. Karena B2 = D2 (sudut dalam berseberangan), dan sisi BD = sisi DB (konkruen), dan D1 = B1 (sudut dalam berseberangan), maka terbukti bahwa ABD CDB (sudut-sisi-sudut). Jadi luas ABD = luas CDB. Karena luas ABD + luas CDB = luas jajargenjang ABCD, sedangkan luas ABD = luas CDB, dapat dikatakan luas ABD = 1 luas jajargenjang 2 ABCD. Karena luas jajargenjang ABCD = a x t, maka luas ABD = 1 a x t, atau 2 luas ABD = 1 alas x tinggi. Anak pada 2 tahap ini sudah dapat membuktikan dan menunjukkan dasarnya, misalnya sudut berseberangan sama besar, tetapi belum mengerti mengapa demikian.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Tahap Akurasi. Dalam tahap ini anak didik sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksiomaaksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Ia mengetahui bahwa dengan dasar aksioma yang berbeda maka pernyataan benar untuk suatu hal yang sama akan berbeda pula. Misalnya ia mengetahui mengapa dan aksioma mana yang melandasi sehingga di dalam geometri Euclid dinyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga sama dengan 180o; mengapa dan aksioma mana yang melandasi sehingga di dalam geometri hyperbolik dinyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga kurang dari dua sudut siku-siku (180o); mengapa dan aksioma mana yang melandasi sehingga di dalam geometri eliptik dinyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga lebih dari 180o.
Geometri Euclide Geometri hyperbolik Geometri eliptik

5.

Geometri Euclide

Geometri hyperbolik

Geometri eliptik

Jumlah besar sudut = 1800

Jumlah besar sudut < 1800

Jumlah besar sudut > 1800

Gambar 29. Perbedaan jumlah besar sudut-sudut segitiga karena perbedaan aksioma yang melandasi.

Tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika ada anak yang masih belum sampai pada tahap ini, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas atau di perguruan tinggi.
I. Penerapan Teori Pembelajaran dalam Pembelajaran Matematika. Dari pembahasan teori-teori pembelajaran matematika tersebut di atas, ternyata bahwa beberapa ahli mempunyai kesamaan pendapat, yaitu anak dalam belajar matematika akan dapat memahami jika dibantu dengan manipulasi objek-objek konkret. Untuk penerapannya di dalam pembelajaran, akan lebih baik jika setiap teori pembelajaran matematika itu tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh untuk pembelajaran geometri, pada tahap analisis balok, dapat kita pakai teori pembelajaran Bruner dengan 3 tahapannya, yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada tahap enaktif anak diberi kegiatan mengamati model bangun balok

Jumlah besar
0

Jumlah besar
0

Jumlah besar
0

Gambar 29. Perbedaan jumlah besar sudut-sudut segitiga karena perbedaan aksioma yang melandasi.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

untuk mencari bidang sisi dan membilang berapa banyaknya bidang sisi, menunjukkan nama bentuk bangun bidang sisi balok, mencari rusuk dan membilang banyaknya rusuk, mencari titik sudut dan membilang banyaknya titik sudut, dan lain sebagainya. Pada tahap ikonik anak mengamati gambar ruang bangun balok untuk melakukan tugas seperti tugas pada tahap enaktif. Pada tahap simbolik, tanpa model bangun balok atau gambar balok, anak menentukan bentuk bangun bidang sisi balok, banyaknya rusuk balok, banyaknya bidang sisi balok, dan lain sebagainya. Dengan demikian untuk pembelajaran topik tersebut selain mengindahkan tahapan belajar geometri menurut Van Hiele juga menggunakan tahapan belajar menurut Bruner (gambar 30). Pada pembelajaran matematika juga diperlukan teori belajar dari Brownell, Skinner, maupun Thorndike, karena untuk keterampilan mekanik matematisnya anak perlu mendapatkan drill, maupun pengertian, penguatan dan motivasi dalam belajar matematika agar dapat belajar dengan senang dan berhasil optimal. Oleh karena itu para calon guru/guru SD-MI sangat dianjurkan untuk memahami dan menguasai teori belajar mengajar matematika bagi anak SD-MI dan menerapkannya pada pembelajaran matematikanya. Tahap analisis balok (menurut Van Hiele: anak mengenali sifat-sifat balok yang diamati), dengan menggunakan teori belajar belajar Bruner.

Tahap enaktif

Anak didik mengamati model benda balok (yang dapat dibuat dari karton, kayu, dan sebagainya) dan mengenali sifat-sifat balok, seperti memiliki 8 titik sudut, memiliki 6 bidang sisi; memiliki 12 rusuk; dan menyebutkan nama-namanya. titik sudut sebanyak G 8: A, B, C, D, E, F, G, H. F

H Tahap ikonik E
rusuk balok sebany ak 12: AE, BF,

D A B

bidang sisi sebanyak 6: ABCD, BCGF, Tahap simboli k Anak didik dapat menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki balok, dan dapat menyebutkan namanya tanpa melihat model benda atau gambar balok.

Gambar 30. Tahap analisis balok menggunakan teori belajar Bruner.

J.

Resume

1.

Menurut Piaget, perkembangan belajar anak SD melalui 4 tahap, yaitu konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Menurut Bruner, perkembangan belajar anak melalui 3 tahap, yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Menurut Bruner, ada empat dalil dalam belajar matematika, yaitu dalil penyusunan, dalil notasi, dalil pengkontrasan dan keanekaragaman, serta dalil pengaitan. Menurut Dienes, objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Ada 6 tahap belajar menurut Dienes, yaitu Permainan bebas Permainan yang disertai aturan Permainan kesamaan sifat Representasi Simbolisasi Formalisasi Menurut Skemp, belajar matematika melalui dua tahap. Tahap pertama adalah tahap konkret, dan tahap kedua adalah tahap abstrak. Menurut Brownell, belajar merupakan suatu proses yang bermakna, dan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan pengertian. Drill perlu diberikan juga sesudah anak memahami konsep. Menurut Skinner, ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting didalam proses belajar. Menurut Thorndike, belajar akan lebih berhasil jika respon anak terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang dan kepuasan.

10. Menurut Van Hiele dalam belajar geometri, anak melalui 5 tahapan, yaitu Tahap pengenalan Tahap analisis Tahap pengurutan Deduksi Akurasi 11. Penerapan teori-teori pembelajaran pada pembelajaran matematika tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi perlu dikombinasikan menurut kebutuhan.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

DAFTAR PUSTAKA

Hudoyo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdibud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Karim, A. Muchtamar, dkk. (1997). Pendidikan Matematika 1. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Karso, dkk. (1999). Pendidikan Matematika 1. Jakarta: Universitas Terbuka. Orton, A. (1992). Learning Mathematics: Issues, Theory, and Classroom Practice. Second Edition. Trowbridge, Wallshite: Redwood Books. Resnick, LB & Ford, WW. (1981). The Psychology of Mathematics for Instruction. Hillshade, NJ: Lawrence Elbaum Associates, Pt. Ruseffendi, E. T. (1992). Materi Pokok Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Depdikbud.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 2 BAB I TEORI BELAJAR BAHASA

alam belajar bahasa, manusia merujuk beberapa teori belajar yang merupakan penjelasan sistematis tentang fakta belajar sesuai dengan asumsi, penalaran, dan bahan bukti yang diberikan. Konsep belajar itu dapat dijadikan landasan dalam menentukan tujuan, menjabarkan butir pembelajaran, memberi tugas dan menganalisis tugas yang diberikan kepada siswa, dan melaksanakan evaluasi. Dengan kata lain, teori belajar berguna bagi guru dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan belajar mengajar, dan menentukan evaluasi di kelas. Pengertian teori menurut Kerlinger yang dikutip Sapani (1998) adalah suatu himpunan pengertian atau konsep yang saling berkaitan yang menyajikan pandangan sistematis tentang gejala dengan jalan menetapkan hubungan yang ada di antara variabelvariabel dengan tujuan untuk menjelaskan serta meramalkan gejalagejala tersebut. Sedangkan yang dimaksud teori belajar bahasa adalah teori mengenai bagaimana manusia mempelajari bahasa, dari tidak bisa berkomunikasi antarsesama manusia dengan medium bahasa menjadi bisa berkomunikasi dengan baik. Kegunaan teori, termasuk di dalamnya teori belajar bahasa, berguna untuk : (a) menyempurnakan suatu

praktik, (b) memperjelas sesuatu, membuat orang mengerti sesuatu atau memberi tahu bagaimana mengerjakan sesuatu, (c) dapat merangsang pengetahuan baru dengan jalan memberikan bimbingan ke arah penyelidikan selanjutnya, misalnya dengan membuat deduksi tentang apa yang akan terjadi pada situasi dalam konteks tertentu. Dari teori penguatan (reinforcement) dalam mendidik dapat ditarik deduksi tentang pengaruh pemberian pujian secara teratur jika dibandingkan dengan pujian yang diberikan secara tidak teratur. Ada beberapa teori belajar yang dapat dikemukakan di sini, yaitu (1) behaviorisme, (2) mentalisme, (3) kognitivisme, (4) konstruktivisme, dan (5) humanisme. Sejumlah teori di atas dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Adapun uraiannya sebagai berikut:
A. Teori Behaviorisme. Behaviorisme dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849-1936). Teori ini berangkat dari pemahaman bahwa stimulus yang dapat dilihat juga dapat menyebabkan adanya respons yang dapat dilihat. Stimulus yang bermakna dapat menghasilkan respons yang bermakna pula. Untuk memperoleh respons yang bermakna diperelukan kondisi tertentu. Pemberian kondisi tersebut perlu memperhitungkan kesesuaian antara stimulus dengan gambaran pembiasaan yang dihasilkan, stimulus lain yang ikut membentuk karakteristik responsi, dan frekuensi pemberian stimulus yang diberikan. Pemberian stimulus yang bermakna akan menghasilkan respons terkondisi. Untuk menghasilkan respons yang terkon
23

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

disi sesuai dengan tujuan diperlukan kontrol terhadap lingkungan dan kondisi yang membentuk responsi. Dengan demikian, untuk melakukan itu harus menempuh tiga tahap yaitu : stimulus, respons, dan penguatan. Suatu perilaku akan muncul bila didahului stimulus. Perilaku itu dapat diperkuat, dibiasakan, dengan memberi penguatan. Dalam melakukan kontrol menurut Edward L. Thorndike (18741949), perlu diperhatikan tiga hal yaitu: (1) law of effect atau kaidah efek, (2) law of exercise atau kaidah latihan, dan (3) law of readiness atau kaidah kesiapan (Spodek dan Saracho, 1994:67). Kaidah efek, berisi prinsip bahwa kekuatan respons ditentukan oleh efek kesenangan yang bisa diperoleh. Dengan demikian, pemberian respons yang dibayang-bayangi kegagalan, ejekan, kemarahan, dan tertawaan teman sekelas misalnya, hanya akan melemahkan intensitas respons yang diberikan sehingga kekuatan respons yang sebenarnya tidak tampak. Siswa yang akan latihan berbicara di depan kelas misalnya, biasanya takut karena khawatir diejek teman-temannya atau ditertawakan sehingga muncul rasa malu yang kuat dan tidak mampu tampil secara wajar. Kaidah latihan, berisi anggapan bahwa semakin sering dan lama suatu latihan diberikan akan semakin tinggi pengalaman dan bentuk keterampilan yang diperoleh. Siswa yang tidak dapat melafalkan kata /virus/, /saya/, /tidak/, /partisipasi/ dengan benar, semakin sering dan lama diberikan latihan akan semakin baik pelafalannya. Kaidah kesiapan berisi anggapan bahwa belajar itu lebih efektif bila diawali dan disertai rasa nervous. Perasaan demikian dapat mendorong keseriusan dan tumbuhnya konsentrasi,
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

terutama bila disertai disiplin dan kegiatan belajar yang benar-benar menantang dan menarik minat mereka. Burrhus Frederic Skinner (19041990) memperluas psikologi belajar ke dalam teori perkembangan, teori belajar, penyimpangan personal, dan problema sosial pada umumnya. Bagi Skinner, pemahaman sebagai hasil belajar berlangsung melalui pengamatan dan pemerolehan pengalaman secara langsung. Aktivitas tersebut apabila disertai pengkondisian yang tepat akan menghasilkan kebiasaan yang juga mempengaruhi pola tingkah lakunya. Agar kegiatan belajar dapat dipantau dan dikondisikan secara ketat, bahan pelajaran dan latihan dibuat dalam satuan kecil sehingga detilnya jelas. Dalam pembelajarannya setiap respons yang benar harus segera diberi penguatan. Dalam pelajaran berbicara misalnya, guru perlu mengembangkan bentuk latihan yang berfungsi mengembangkan kemampuan anak dalam melafalkan kata-kata dalam bahasa Indonesia secara baik dan benar, memberikan jeda dan intonasi secara baik dan benar, bukan sekedar kemampuan menyusun naskah pidato dan menyampaikannya di depan kelas. Hal seperti itu sering luput dari perhatian guru, sehingga siswa SD umumnya dalam membaca atau berbicara (berpidato atau bercerita) mempunyai pola intonasi yang seragam di manamana. Anak yang berhasil melafalkan dengan benar dan intonasi yang wajar, harus segera diberi penguatan dalam bentuk pujian atau penguatan verbal maupun nonverbal lainnya. Behaviorisme, yang sebenarnya teori psikologi tadi, diadopsi menjadi metodologi pengajaran bahasa, terutama di Amerika, yang hasilnya adalah metode audiolingual. Metode ini
23

ditandai dengan pemberian latihan yang terus menerus kepada siswa yang diikuti penguatan baik positif maupun negatif. Menurut teori behaviorisme ini, manusia adalah organisme yang dapat memberikan respons (operant) baik oleh karena adanya stimulus atau rangsangan yang nampak atau tidak. Respons tersebut diusahakan terus karena adanya reinforcement atau penguatan. Dalam pembelajaran bahasa, organisme itu adalah siswa, stimulus itu pengajaran yang diwujudkan dalam bentuk tugas atau perintah atau contoh, sedangkan respons atau operant adalah tingkah laku bahasa siswa sebagai reaksi terhadap pengajaran yang diajarkan guru, sedangkan penguatan atau reinforcement adalah balikan dari guru yang dinyatakan dalam bentuk persetujuan, pujian, dan penguatan verbal nonverbal lainnya. Pelaksanaannya di kelas, metode audiolingual, yang juga dipengaruhi strukturalisme ini menurut Moulton (dalam Azis dan Alwasilah, 2000: 21) memiliki lima karakteristik kunci yang perlu dipertimbangkan jika mengajarkan bahasa. Lima karakteristik tersebut sebagai berikut: (a) Bahasa itu ujaran, bukan tulisan. (b) Bahasa itu seperangkat kebiasaan. (c) Ajarkanlah bahasanya, bukan tentang bahasanya. (d) Bahasa adalah, sebagaimana dituturkan oleh penutur asli, bukan seperti dipikirkan orang bagaimana mereka seharusnya berbicara. (e) Bahasa itu berbeda-beda. Dari karakteristik di atas, tugas guru hanyalah memberikan pengharagaan dan penguatan kepada siswa yang ujarannya paling mendekati model yang diberikan guru atau didengar melalui media audio.
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

Pengaruh behaviorisme dalam belajar bahasa tidak dapat dilepaskan dari peranan Leonard Bloomfield. Ia beranggapan bahwa linguistik merupakan cabang psikologi, yaitu psikologi behaviorisme. Sebagaimana psikologi behaviorisme, dalam mengembangkan teori kebahasaan pun Bloomfield yang disebut sebagai pelanjut wawasan linguistik deskriptif dan linguistik struktural, ujaran bisa diterangkan dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada di sekitar kejadiannya. Kaum struktural Amerika berteguh hati untuk menemukan sistem yang menyeluruh dan dapat berdiri sendiri dan mendahulukan yang penting dalam analisis. Bunyi ujaran merupakan fenomena yang paling mudah diamati langsung. Oleh karena itu, ujaran tersebut mendapat perhatian istimewa. Pendekatan ini struktural, dalam arti bahwa bahasa itu sebenarnya terdiri atas urutan-urutan morfem yang juga terdiri atas urutan-urutan fonem. Pengaruh teori Behaviorisme di atas dalam konteks belajar bahasa pada sekitar tahun 1970-an tampak pada terdapatnya wawasan berikut: (1) Belajar bahasa merupakan bentuk pemberian tanggapan atas stimulus kebahasaan. Pemberian tanggapan itu bisa berupa peniruan dari lingkungan sekitarnya, latihan atau drill yang diberikan guru maupun bentuk-bentuk pembiasaan yang dikondisikan dengan penguatan. Guru memberikan contoh pelafalan kata, kemudian murid menirukan misalnya, merupakan bentuk penerapan konsep behaviorisme, yang dikenal dengan audio-lingual. (2) Belajar bahasa harus difokuskan pada aspek tertentu yang juga menuntut pemberian tanggapan
23

(3)

(4)

dan keterampilan tertentu pula. Sebab itu, diperlukan latihan atau pemberian stimulus untuk penguasaan bunyi, kata, kalimat secara terpisah-pisah. Pengajaran yang hanya memusatkan perhatian pada aspek bunyi, kata, kalimat misalnya, merupakan contoh penerapan linguistik struktural Bloomfield yang berorientasi teori behaviorisme. Makna maupun pengertian merupakan kenyataan yang muncul sebagaimana tampak pada responsi atas stimulus. Penolakan atas kebermaknaan makna dan proses pemaknaan yang sifatnya abstrak tersebut akhirnya menyebabkan pengabaian kemungkinan bahwa belajar bahasa melibatkan aktivitas mental yang berhubungan dengan proses penyusunan pengertian, pembahasan, dan pengujaran.

(2)

(3)

dan latihan sehingga siswa memperoleh pengalaman sesuai dengan penguasaan isi pembelajaran yang diharapkan, dan (d) penanda konkret atas penguasaan isi pembelajaran sebagaimana menggejala dalam bentuk tingkah laku. Materi pelajaran, kegiatan, latihan, dan tugas yang mengikuti harus dispesifikasi secara detil dan dinyatakan secara jelas. Kejelasan itu selain mengacu pada kejelasan hubungan antara detil materi pelajaran maupun KBM yang satu dengan yang lain dalam membentuk keterampilanketerampilan tertentu. Perencanaan pengajaran harus ditata dalam unit-unit dalam urutan tertentu. Urutan itu, harus menggambarkan urutan sederhana menuju kompleks, mudah ke sukar, dan konkret ke abstrak.

Beberapa prinsip behavioristik yang dapat dimanfaatkan dalam perencanaan dan pembelajaran bahasa Indonesia menurut Aminuddin (1996) antara lain sebagai berikut: (1) Dalam merencanakan program pengajaran, guru harus secara jelas memperhitungkan hubungan antara materi pelajaran dengan isi pembelajaran (apa yang menjadi bahan pelajaran dengan isi yang harus dikuasai siswa), bentuk latihan, bentuk keterampilan yang diharapkan, dan bentuk perubahan tingkah laku yang tampak secara konkret. Ketika guru mempersiapkan bacaan sebagai materi pelajaran misalnya, guru perlu memahami (a) karakteristik bacaan ditinjau dari responsi siswa, (b) isi pembelajaran yang perlu dikuasai siswa, (c) bentuk kegiatan
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

B. Mentalisme. Teori mentalisme sering dilawankan dengan teori behaviorisme. Bila behaviorisme sangat berat pada fokus yang sifatnya lahiriah, sedangkan mentalisme lebih cenderung pada pembahasan yang batiniah. Mentalisme ini dipelopori oleh Noam Chomsky. Dia menyerang kaum behavioris. Menurut Chomsky (dalam Sumardi,1992: 97) bahwa pemerolehan bahasa tidak dapat dicapai melalui pembentukan kebiasaan karena bahasa terlalu sulit untuk dipelajari dengan cara semacam itu apalagi dalam waktu singkat. Menurut Chomsky, bahasa bukanlah salah satu bentuk perilaku. Sebaliknya, bahasa merupakan sistem yang didasarkan pada aturan dan pemerolehan bahasa, pada dasarnya

23

merupakan pembelajaran sistem tersebut (Azies dan Alwasilah, 2000:22). Chomsky, yang dalam linguistik terkenal sebagai pelopor lahirnya Tatabahasa Generatif Tranformasi berpendapat bahwa manusia lahir ke dunia sudah memiliki innate capacity atau framework of linguistic structure. Kerangka struktur linguistik tersebut meliputi aspek semantik, sintaktik, dan fonologi. Dalam proses belajar bahasa struktur linguistik tersebut diasumsikan sebagai Language Acquisition Device (LAD) atau alat pemerolehan bahasa. Berikut beberapa pendapat kaum mentalis tentang pembelajaran dan pemerolehan bahasa yang dikutip oleh Sapani (1998: 14): (1) Bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. (2) Perilaku bahasa adalah suatu yang diturunkan. (3) Pemerolehan bahasa berlangsung secara alami. (4) Pola perkembangan bahasa sama pada berbagai macam bahasa dan budaya. (5) Setiap anak sudah dibekali apa yang disebut piranti penguasaan bahasa Language Acquisition Device (LAD) sebagai bawaan dari lahir yang antara lain meliputi : (a) kemampuan membedakan bunyi bahasa, (b) kemampuan menyusun bahasa menjadi sistem struktur, dan (c) pengetahuan tentang yang mungkin dan tidak mungkin diterima dalam sistem linguistik, dengan LAD ini dalam waktu relatif singkat anak akan mampu menguasai bahasa. Dalam proses penguasaan bahasa alat tersebut juga akan menentukan urutan pemerolehan bahasa anak. (6) Aliran mentalis tidak setuju menyamakan proses belajar pada
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

(7)

manusia dengan yang terjadi pada binatang. Manusia punya akal pikiran, sedangkan hewan hanya punya naluri. Belajar bahasa tidak sekedar latihan-latihan mekanistis seperti yang ditonjolkan teori behavioris, melainkan lebih kompleks dari itu.

C. Kognitivisme. Kognitivisme dalam psikologi disebut psikologi Gestal dipelopori oleh Jean Piaget (1896-1980). Dalam wawasan kognitivisme dunia pengalaman dan pengetahuan yang telah ada sebelumnya (skemata) dimanfaatkan untuk menerima pengetahuan baru. Untuk memperoleh pengetahuan, siswa dapat saja tidak harus mengatur dan mengubah skematanya karena sudah ada, sehingga pengetahuan dapat dipahami dan terjadilah proses asimilasi. Tetapi tidak menutup kemungkinan, siswa harus mengubah dan menyesuaikan skematanya ketika pengetahuan baru itu datang sehingga sesuai untuk menerima pengetahuan baru tersebut dan terjadilah proses akomodasi. Pada proses akomodasi ini, bisa saja terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), artinya terjadi kebingungan sebab atara pengetahuan yang ada dengan pengetahuan yang datang tidak selaras. Ketika siswa kelas V SD diberi tugas untuk mengarang cerita pengalaman, pada awalnya mungkin siswa bingung karena terjadi ketidakseimbangan. Namun ketika diberi tugas harus mengingat-ingat lagi kejadian, pengalaman, bahkan mimpinya pada waktu tidur, siswa jadi teringat bahwa itu juga bisa dijadikan karangan. Akan lebih baik jika guru, membacakan dulu cerita pengalaman mengesankan yang diminati siswa serta memberi tahu
23

bahwa hasil tulisannya akan dipajang di majalah dinding atau di dalam buku portofolionya. Dengan demikian, ditinjau dari sudut pandang kognitivisme, belajar juga dapat disikapi sebagai asimilasi dan akomodasi yang bermakna, sehingga dapat menghasilkan pemahaman, penghayatan, dan keterampilan. Oleh karena itu, bila guru memilih bahan pengajaran, misalnya buku atau teks untuk dibaca siswa, terlebih dulu harus membangkitkan atau mengisi dulu skemata siswa. Pengisian atau pembangkitan itu dapat berupa mengenalkan judul, gambar ilustrasi dalam teks/ buku tersebut atau menceritakan sinopsis singkatnya agar pada waktu siswa tersebut membaca terjadi asimilasi dan memahami isi yang dibacanya. Hal lain yang harus diperhatikan terkait dengan skemata ini ialah skemata isi, selain skemata bahasa. Seorang siswa yang berada di Bandung jika harus membaca teks bacaan Sasakala Banyuwangi, mungkin akan mengalami disequilibrium, karena siswa tersebut tidak punya skemata isi tentang latar tempat yang dibacanya. Dengan demikian, guru juga harus berhati-hati memilih bahan pelajaran dengan mempertimbangkan skemata (pengetahuan awal) siswanya, baik skemata isi maupun skemata bahasa (keterbacaan). Menurut aliran kognitivisme, belajar juga berupa penghubungan pemahaman yang satu dengan yang lain untuk menghasilkan pemahaman yang utuh dan bermakna. Dengan demikian, guru harus memperhatikan kesinambungan dan keterpaduan antarmateri yang satu dengan yang lain. Berlandaskan teori kognitif, Aminuddin (1996) memberikan saran
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

agar guru pada waktu memberikan pelajaran, mempertimbangkan hal berikut: (1) Isi pembelajaran dan proses belajarnya sesuai dengan tingkat perkembangan, pengalaman, dan pengetahuan siswa. (2) Isi dan proses pembelajaran harus menarik minat dan secara emotif membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan motivasi belajarnya. Sebab itu guru harus memperhitungkan minat, kebermaknaan dan keterkaitan antara materi yang dipilih dengan dunia kehidupan siswa. (3) Isi dan proses pembelajarannya harus berhubungan dengan sesuatu yang nyata dan alamiah sehingga dapat dihubungkan dan dibandingkan dengan kenyataan dalam lingkungan kehidupan siswa. (4) Isi dan proses pembelajaran harus memiliki jilai fungsional bagi murid dalam kehidupannya sehingga ketika mempelajarinya siswa juga memahami tujuan belajarnya.
D. Konstruktivisme. Kognitivisme dalam perkembangannya dan pemaduannya dengan teori lain, misalnya pandangan Vigotsky, menghasilkan pandangan yang disebut konstruktivisme. Pada teori ini hubungan timbal balik antara belajar sebagai proses pembentukan pengalaman secara empirik dan proses pembentukan konsep secara rasional dalam menghasilkan pemahaman menjadi prinsip dasar. Berangkat dari prinsip dasar demikian, diyakini bahwa pemahaman yang terdapat pada siswa menjadi dasar dalam memahami kenyataan dan pemecahan masalah baru.
23

Pemahaman kenyataan dan pemecahan masalah menghasilkan pengetahuan baru dalam proses yang aktif dan dinamis. Siswa merekontruksi pengetahuannya oleh dirinya sendiri. Konstruktivisme ini dilandasi pandangan Jean Piaget (1896-1980), Lev Semenovich Vigotsky (1896-1934), dan Jerome Bruner (1915- ), dalam perkembangannya menentukan adanya hubungan antara lingkungan kehidupan anak dengan karakteristik proses dan hasil belajar anak. Bruner misalnya beranggapan bahwa perkembangan kognitif siswa berkaitan dengan tahap enaktif; siswa melakukan kegiatan memahami lingkungan, ikonik; siswa memahami fakta kehidupan dan konsep melalui gambar dan visualisasi verbal, simbolik; siswa memahami fakta melalui pengolahan konsep dan hubungan antarkonsep secara logis. Bruner berpendapat (dalam Slameto, 2003: 11) bahwayang terpenting dalam belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar banyak dan mudah. Sebab itu Bruner mempunyai pendapat, alangkah baiknya bila sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. Di dalam belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan discovery learning environment, ialah lingkungan tempat siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan selalu ada
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

bermacam masalah, dalam lingkungan banyak hal yang dapat dipelajari siswa. Oleh karena itu, dalam merencanakan isi dan proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD, guru perlu memperhatikan: (1) apa materi pelajaran yang secara konkret dapat diamati siswa, (2) apa karakteristik isi pembelajarannya, (3) apa yang dibayangkan dan direfleksikan siswa, (4) apa hubungan antara sesuatu yang dipelajari murid dengan lingkungan kehidupannya, dan (5) bagaimana menghubungkan konteks kehidupan sosial masyarakat dengan isi dan proses pembelajaran sehingga menghasilkan pengalaman dan pengetahuan yang konstruktif. Strategi dasar dari kontruktivisme adalah meaningful learning. Kita semua ingin tahu dunia sekeliling kita, apakah lingkungan sosial, lingkungan alam, bahkan lingkungan spiritual. Untuk memenuhi keingintahuan itu, pertama, kita menggunakan pancaindra. Selanjutnya pancaindra dibantu dikonkretkan dengan penggunaan peralatan dari yang sederhana, penggaris misalnya, sampai yang canggih foto kamera atau tape recorder. Dengan demikian, menurut pandangan kontruktivisme (dalam Mulyasa, 2005: 240) dalam kegiatan belajar mengajar: (1) siswa harus aktif selama pembelajaran berlangsung; (2) proses aktif ini adalah proses membuat sesuatu masuk akal, pembelajaran tidak terjadi melalui transmisi tetapi melalui interpretasi; (3) interpretasi selalu dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya (skemata); (4) interpretasi juga dibantu oleh metode instruksi yang memungkinkan negosiasi pikiran (bertukar pikiran) melalui diskusi, tanya jawab dan lain-lain; (5) tanya jawab
23

didorong oleh kagiatan inkuiri para siswa. Jadi, kalau siswa tidak bertanya/ tidak berbicara pada waktu diskusi, berarti siswa tidak belajar secara optimal; (6) proses belajar mengajar tidak sekedar pengalihan pengetahuan, tapi juga pengalihan keterampilan dan kemampuan. Implikasi dari pandangan konstruktivisme tersebut dalam pembelajaran bahasa Indonesia menurut Aminuddin (1996) sebagai berikut. (1) Perencanaan pengajaran harus dilandasi pemahaman karakteristik proses berpikir siswa dalam mengolah, menghayati, dan mengkonseptualisasikan isi pembelajarannya. Hal itu perlu diperhatikan karena perumusan tujuan, pemilihan materi, dan kegiatan pembelajaran akan menentukan resepsi, penghayatan, pengolahan informasi, dan rekontruksi pemahaman. (2) Proses pembelajaran bahasa Indonesia bukan hanya ditujukan pada upaya pengembangan kemampuan berkomunikasi semata-mata. Lebih dari itu, materi pelajaran bahasa Indonesia harus dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kemampuan berfikir, daya nalar, maupun bentuk-bentuk aktivitas lain yang berhubungan dengan proses penemuan pemahaman. (3) Pengorganisasian materi dan kegiatan pembelajaran, idealnya selain memberi peluang terjadinya pembelajaran secara individual juga harus memberi peluang terjadinya proses pembelajaran secara kelompok. Dalam proses pembelajaran demikian siswa diberi kesempatan membandingkan wawasan yang satu dengan yang
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

(4)

lain, belajar kooperatif dalam kelompok, bertanya jawab dengan guru maupun melakukan diskusi kelas. Materi yang disajikan secara demikian, selain bermanfaat dalam mengembangkan budaya berpikir juga dapat mengembangkan kepribadian siswa. Materi pelajaran yang secara formal disajikan di sekolah bukan merupakan satu-satunya sumber isi pembelajaran. Siswa selain dapat memanfaatkan pendidikan formal dan sumber belajar yang direncanakan, juga dapat memanfaatkan lingkungan sosial budaya di luar sekolah. Agar pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh lewat pembelajaran di kelas memiliki relevansi, memiliki nilai fungsional, dan bermanfaat bagi kehidupan siswa, dalam menelaah dan menyusun materi pelajaran guru selain perlu memperhitungkan materi sebagai komponen program, juga harus memperhitungkan pertaliannya dengan keperluan dan lingkungan kehidupan sosial budaya siswa.

E. Fungsionalisme. Pandangan fungsionalisme dalam kajian linguistik sering disebut tatabahasa sistemik, tatabahasa relasional, maupun tatabahasa stratifikasi. Pandangan ini diwarnai oleh konsep Saussure, Firth Strauss, yang dipelopori oleh M.A.K. Halliday (Aminuddin, 1996). Beberapa hal penting dari pandangan ini yang membedakan dengan pandangan yang lain ialah sebagai berikut: (1) Bahasa bukan sebagai gejala psikologis, melainkan fakta sosial yang secara implisit mengemban
23

(2)

(3)

(4)

(5)

kesadaran kolektif masyarakat pemakainya. Bahasa bukan terwujud sebagai kalimat, melainkan sebagai teks atau wacana. Sebagai teks, bahasa memiliki tiga tataran fungsi yang berhubungan secara sistemis yaitu fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual. Fungsi ideasional mengacu pada fungsi bahasa sebagai ekspresi pengalaman dan gagasan penutur dalam menanggapi dunia kehidupan secara ekternal maupun internal dalam kehidupan masyarakat. Fungsi interpersonal mengacu pada peran bahasa sebagai wahana penghubung ekspresi penutur dalam kegiatan komunikatif untuk membentuk, mempertahankan, dan memperjelas hubungan di antara anggota masyarakat. Fungsi tekstual mengacu pada konfigurasi struktur teks sebagai alat untuk merepresentasikan makna yang relevan dengan situasi. Siswa belajar berbahasa secara serempak juga disertai kegiatan mengenal, menghayati, dan memahami kenyataan lain di luar fakta kebahasannya. Belajar berbahasa dengan demikian bukan berfokus pada kaidah kebahasaan dan penggunaannya semata, namun merupakan proses penghayatan kehidupan sosial. Sebab itu pembelajaran bahasa tidak dapat dilepaskan dari penghayatan bahasa yang dipelajari sesuai dengan fungsinya dalam kehidupan sosial masyarakat. Pemahaman bahasa bermula dari pemahaman penggunaannya. Menurut Halliday, siswa mengenal apa itu bahasa karena dia

(6)

mengetahui bagaimana bahasa itu digunakan di masyarakat. Ditinjau dari segi fungsinya, penggunaan bahasa tersebut antara lain untuk membentuk hubungan personal, memenuhi keperluan tertentu, menemukan pemahaman secara ilmiah, mengemukakan pendapat pribadi, mengatur relasi sosial, mengungkapkan perasaan, dan lain sebagainya. Belajar bahasa hakikatnya adalah belajar menggunakan bahasa sesuai dengan sistem dan kaidah sosialnya, serta belajar menggunakan bahasa sebagai aktivitas individual sesuai dengan tujuan, fungsi, dan ragam tuturannya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa juga perlu memusatkan perhatian pada (a) bagaimana cara menemukan dan membentuk gagasan, (b) merekontruksi gagasan sesuai dengan pesan atau informasinya, dan (c) membentuk ujaran sesuai dengan tujuan dan ragam teks yang akan dihasilkan.

Konsepsi fungsionalisme yang berprinsip bahwa bahasa itu merupakan fakta sosial, yang kemudian menjadi landasan pendekatan komunikatif ini, sangat berperan dalam proses perencanaan program pembelajaran bahasa Indonesia. Ada beberapa prinsip sebagai implikasi dari pandangan fungsionalisme tersebut yang harus mendapat perhatian guru pada waktu menyiapkan isi dan proses pembelajaran di kelas: (1) Belajar bahasa berhubungan dengan keberadaan manusia dalam kehidupan. Oleh karena itu, dalam merencanakan pembelajaran bahasa Indonesia guru harus
23

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

(2)

(3)

(4)

(5)

memperhitungkan relevansi, kebermaknaan, dan nilai fungsional kegiatan pengajaran yang akan dilaksanakan dengan kehidupan siswa. Belajar bahasa sebagai aktivitas pembelajaran berbahasa selain merujuk pada keperluan pengembangan kemampuan berbahasa untuk kepentingan individual juga mengacu pada kepentingan individu dalam kehidupan kelompok sosial maupun kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dihubungkan dengan Kurikulum Bahasa Indonesia SD, belajar berbahasa untuk keperluan individual mengacu antara lain pada kemampuan mendalami, menghayati, menikmati, dan menarik manfaat dari pembelajaran menyimak dan membaca karya sastra. Belajar bahasa untuk kepentingan kelompok mengacu kepada kemampuan siswa dalam mendengarkan, menyerap pesan, gagasan, pendapat, dan perasan orang lain, serta mengungkapkan pendapat, gagasan, dalam berbagai bentuk kepada mitra bicara sesuai dengan tujuan konteks pembicaraan Pembelajaran yang lebih luas, pembelajaran bahasa juga diorienta-sikan pada pengembangan pribadi, keterampilan sosial, maupun meningkatkan nilai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara.

F. Humanisme. Pandangan humanisme prinsipnya menganggap siswa sebagai individu sekaligus sebagai makhluk
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

sosial. Mereka memiliki minat, motivasi, pola pikir, dan gaya belajar yang tidak sepenuhnya sama. Jadi pandangan humanistik lebih mengutamakan peranan siswa dan berorientasi pada kebutuhan siswa (Sumardi, 1992: 20). Menurut pandangan ini, bahasa haruslah dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan siswa secara utuh bukan sekedar sesuatu yang intelektual semata-mata. Seperti halnya guru, siswa adalah manusia yang mempunyai kebutuhan emosional, spiritual, dan intelektual. Siswa mempunyai minat, dan motivasi serta gaya belajarnya sendiri-sendiri. Prinsip humanisme menurut Aminuddin (1994: 2) berisi wawasan sebagai berikut: 1) Manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pendidikan: (a) guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi; (b) siswa disikapi sebagai subjek-belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahaman sendiri; (c) dalam proses belajar mengajar, guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman pendamping, fasilitator, pengamat dan peneliti, serta dinamisator yang memberi motivasi. 2) Perilaku manusia dilandasi motif dan minat tertentu. Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pendidikan: (a) isi pembelajaran harus memiliki kegunaan bagi siswa secara aktual; (b) dalam kegiatan belajarnya siswa harus menyadari manfaat penguasaan isi pembelajaran itu bagi kehidupannya; dan (c) isi pembelajaran perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan, pengalaman, dan pengetahuan siswa. 3) Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pendidikan: (a) layanan pembelajaran
23

selain bersifat klasikal dan kelompok, juga bersifat individual; (b) siswa selain ada yang dapat meguasai isi pembelajaran secara cepat ada juga yang lambat; dan (c) siswa perlu disikapi sebagai subjek unik, baik menyangkut proses merasa, berpikir, dan karakteristik individual sebagai bentukan lingkungan keluarga, teman bermain, maupun lingkungan kehidupan sosial masyarakatnya. Pandangan humanistik berkembang menjadi pendekatan yang berbeda seperti Counseling-Learning atau Community Language Learning (1976), Total Physical Response (1977), Natural Aproach (1983), the Silent Way (1963), dan Sugestopedy (1978). Pandangan ini diprakarsai oleh Charles Curran, James Asher, Caleb Gategno, dan Georgi Lozanov (dalam Sumardi, 1992: 21). Kebanyakan dari mereka mempunyai latar belakang pengetahuan ilmu pendidikan atau ilmu jiwa bukan ahli linguistik. Oleh karena itu, bisa dipahami bila pandangan mereka mengenai pengajaran bahasa lebih cenderung pada pandangan psikoterapi atau counseling. Charles Curran (1976) dalam eksperimen kepada mahasiswanya misalnya, menerapkan belajar bahasa lebih diarahkan pada kegiatan bersifat konseling. Pengajaran bahasa bagi Curran disamakan dengan persoalan antara seorang ahli ilmu jiwa dengan seorang pasennya. Curran (dalam Sumardi, 1992) beranggapan bahwa pada waktu seorang siswa belajar bahasa dihinggapi perasaan tidak aman (insecurity), terancam (threat), rasa cemas (anxiety) dan perasaan lainnya. Melihat keadaan seperti ini, guru yang humanistik harus menghilangkan atau paling tidak mengurangi perasaanperasaan tersebut.
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

Sejalan dengan Curran, Georgi Lozanov, seorang dokter, psikiater kenamaan dari Bulgaria, memperkenalkan dan mengembangkan Suggestopedy. Menurut Lozanov, tugas pertama seorang guru ialah mendorong siswanya. Untuk terjadi pembelajaran Lozanov mengemukakan tiga prinsip, yaitu : (a) joy and psycorelaxation atau kegembiraan dan kesantaian secara psikologis, (b) kemampuan memanfaatkan, yaitu bagian otak yang oleh kebanyakan siswa tidak dapat dimanfaatkan, dan (c) kerjasama yang harmonis antara the conscious dan the unconscious (dalam Sumardi, 1992: 21). Menurut Lozanov hanya dalam keadaan gembira dan tenang siswa akan dapat menggunakan potensinya yang terpendam. Rasa gembira dan tenang merupakan prasyarat bagi proses belajar mengajar yang efektif dan cepat. Ini berarti bahwa dalam mempelajari bahasa siswa harus merasa aman, tak terancam, santai, dan juga tertarik pada pelajaran dan merasa terlibat dalam berbagai kegiatan yang bermakna dalam berbahasa.Untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar, suasana lingkungan yang mendukung merupakan syarat yang tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, ruang belajar dalam pandangan ini tidak hanya berupa kelas seperti biasanya, tetapi berupa lingkungan alam. Sehingga terjadi suasana gembira yang alami seperti pada masa kanak-kanak. Hal ini sejalan dengan pendapat DePorter (2003:67) bahwa menata lingkungan belajar yang nyaman akan mengefektifkan pembelajaran. Pandangan humanistik sangat memperhatikan minat dan gaya belajar siswa. Belajar dengan tanpa minat pada apa yang akan dipelajari, hanya akan siasia saja. Guru perlu menyiapkan materi
23

dan proses yang benar-benar menarik minat siswa untuk belajar bahasa. Begitu pun gaya belajar siswa, pada isi dan proses belajar perlu diperhatikan. Menurut Rose dan Nicholl (dalam DePorter, 2003: 165), setiap siswa belajar dengan gayanya yang berbeda-beda, dan semua cara sama baiknya karena setiap gaya mempunyai kekuatannya sendiri. Dalam kenyataannya setiap siswa mempunyai ketiga gaya belajar yaitu, visual, auditorial, dan kinestetik, hanya saja biasanya satu gaya mendominasi. Siswa yang bergaya visual, biasanya lebih cenderung menguasai materi pelajaran dengan cara memaksimalkan daya visualnya, misalnya seorang anak bergaya belajar visual lebih senang membaca, dan memperhatikan gambar daripada mendengarkan penjelasan guru. Sebaliknya siswa yang bergaya belajar auditorial akan lebih bisa menangkap isi pembelajaran melalui mendengarkan penjelasan gurunya daripada harus membaca sendiri. Dan ada pula siswa yang lebih cepat mengerti bila dia sendiri ikut melakukan gerakan, terlibat secara pisik, bergerak, mengalami, dan mencoba-coba dalam memahami konsep yang dipelajarinya. Dengan demikian, akan lebih baik dan bijaksana bila guru memahami gaya belajar siswanya, dan akan sangat baik dan sempurna jika dalam praktiknya di kelas dapat melaksanakan ketiganya. Seperti dikatakan Vernon A. Magnesen yang dikutip DePorter (2003: 57) Kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Kalau memang lebih besar manfaatnya mengapa tidak
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

kita lakukan selengkapnya. Sebab menurut penelitian Lyn OBrien (dalam Dryden dan Vos, 2001:131), Direktur Specific Diagnostic Studies, menemukan bahwa kebanyakan pelajar sekolah dasar dan menengah paling baik belajar ketika mereka terlibat dan bergerak, sementara orang dewasa lebih suka belajar secara visual. Namun kebanyakan orang mengkobinasikan ketiga gaya itu dengan berbagai cara, misalnya siswa diberi penjelasan secara audio dan memeperhatikan secara visual melalui media, serta diupayakan dapat melakukannya agar terlibat langsung pada proses pemahaman konsep tersebut.

23

Bacaan 3 BAB I

PEMBELAJARAN SAINS YANG IDEAL


Membahas pembelajaran sains yang ideal tidak bisa lepas dari apa hakikat sains dan apa hakikat pembelajaran sains. Hakikat sains akan mewarnai atau menjiwai hakikat pembelajaran sains. Pembelajaran sains yang ideal tentunya dapat memfasilitasi pengembangan seluruh aspek yang tercakup dalam hakikat sains.
A. Hakikat Sains. Secara umum istilah sains memiliki arti sebagai Ilmu Pengetahuan. Oleh karena itu sains didefinikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, sehingga secara umum istilah sains mencakup Ilmu pengetahuan Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam. Secara khusus istilah sains dimaknai sebagai Ilmu Pengetahuan Alam atau Natural Science. Pengertian atas istilah sains sebagai Ilmu Pengetahuan Alam sangat beragam, menurut Conant sains diartikan sebagai bangunan atau deretan konsep yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimen dan observasi. Campbell mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang bermanfaat dan cara bagaimana atau metoda untuk memperolehnya (Poedjiadi, 1987), sedang menurut Carin & Sund (1989) sains adalah suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen yang terkontrol. Abruscato (1996) dalam bukunya yang berjudul Teaching Children Science mendefinisikan tentang sains sebagai pengetahuan yang
24

diperoleh lewat serangkaian proses yang sistematik guna mengungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sains diartikan sebagai ilmu yang dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya atau berdasarkan kenyataan. Dari beberapa penjelasan tersebut di atas secara umum dapat dikatakan bahwa sains adalah pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara yang terkontrol. Penjelasan ini mengandung makna bahwa sains kecuali sebagai produk yaitu pengetahuan manusia juga sebagai proses yaitu bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut. Untuk selanjutnya yang dimaksud sains dalam buku ini adalah sains sebagai Ilmu Pengetahuan Alam. Sains sebagai Ilmu : secara umum sekurang-kurangnya mencakup 3 aspek yaitu aspek aktivitas, metode dan pengetahuan. Ketiga aspek tersebut merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Artinya keberadaan dan perkembangan ilmu harus diusahakan dengan adanya aktivitas manusia dan aktivitas harus dilaksanakan dengan menggunakan metode tertentu dan akhirnya aktivitas metodis tersebut akan menghasilkan pengetahuan yang sistematis. Dengan pengertian seperti itu maka sains dapat digambarkan sebagai suatu segitiga sama sisi dimana masing-masing titik sudutnya marupakan aktivitas, metode dan pengetahuan. Sains sebagai aktivitas manusia mengandung tiga dimensi (The Liang Gie, 1991) yaitu : - Rasional: artinya merupakan proses pemikiran yang berpegang pada kaidahkaidah
1. Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

logika - Kognitif : artinya merupakan proses mengetahui dan memperoleh pengetahuan - Teleologis : artinya untuk mencapai kebenaran, memberikan penjelasan/ pencerahan dan melakukan penerapan dengan melalui peramalan atau pengendalian. Sains sebagai suatu metode dapat berbentuk : - Pola prosedural ,yang meliputi Pengamatan, Pengukuran, Deduksi, Induksi, Analisis, Sintesis dll. - Tata langkah, yaitu urutan proses yang diawali dengan penentuan masalah, perumusan hipotesis, pengumpulan data, penarikan kesimpulan dan pengujian hasil. Dalam perkembangannya tata langkah ini dikenal dengan metode ilmiah Sains sebagai pengetahuan yang sistematis terkait dengan obyek material atau bidang permasalahan yang dikaji. Obyek material sains dapat dibedakan atas : Benda fisik/ mati, Makhluk hidup, Peristiwa Sosial dan Ide abstrak. Dimensi sains yang meliputi beberapa aspek seperti tersebut di atas dapat dilukiskan seperti gambar 1. Sains dalam arti khusus sebagai ilmu pengetahuan alam memiliki obyek material benda fisik yang meliputi segala benda/ materi yang ada di Bumi (Tanah Air, Udara) dan Antariksa (Galaksi, Matahari, Planet Satelit) serta Makhluk hidup yang meliputi hewan/ manusia dan tumbuhan; sedang persoalan yang dikaji meliputi gejala perubahan materi/ benda, struktur dan fungsi benda/ makhluk hidup maupun proses-proses biokimiawi dalam tubuh makhluk hidup.

2. Sains sebagai produk : sebagai suatu produk sainsmerupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori. a. Fakta merupakan produk sains yang paling dasar. Fakta diperoleh dari hasil observasi secara intensif dan kontinu/ terus menerus. Secara verbal fakta adalah pernyataan tentang benda yang benar-benar ada atau peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Contoh produk sains yang merupakan fakta adalah : - Gula rasanya manis - Logam tenggelam dalam air - Bentuk bulan yang terlihat dari bumi berubah-ubah - Katak berkembang biak dengan cara bertelur.

Rasional

Kognitif

Aktivitas

Teleologi

Sains Ilmu Metode - Pola Prosedural - Tata langkah Pengetahuan


Obyek material

-Bendafisik/mati -Mahluk hidup - Peristiwa social - Ide Abstrak

Gambar 1 : Dimensi sains sebagai ilmu

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

25

b. Konsep dalam sains dinyatakan sebagai abstraksi tentang benda atau peristiwa alam. Dalam beberapa hal konsep diartikan sebagai suatu definisi atau penjelasan. Contoh produk sains yang merupakan konsep adalah : Hewan berdarah dingin, Gas, Satelit, Air dsb. Abstraksi atau konsepsi tentang masing-masing konsep tersebut adalah: Hewan berdarah dingin adalah hewan yang menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungannya. Gas adalah zat yang bentuk dan volumenya dapat berubah-ubah. Satelit adalah benda angkasa yang bergerak mengelilingi planet. Air adalah zat yang molekulnya tersusun atas 2 atom hidrogen dan 1 atom oksigen. c. Prinsip adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep yang berkaitan. Prinsip diperoleh lewat proses induksi dari hasil berbagai macam observasi. Contoh produk sains yang merupakan prinsip ialah : - Logam bila dipanaskan memuai . - Semakin besar kuat cahaya, hasil fotosintesa semakin banyak. - Larutan yang bersifat asam bila dicampur dengan larutan yang bersifat basa akan membentuk garam yang bersifat netral. - Semakin besar perbedaan tekanan udara semakin kuat angin berhembus. d. Hukum adalah prinsip yang bersifat spesifik. Kekhasan hukum dapat ditunjukkan dari :

- Bersifat lebih kekal karena telah berkali-kali mengalami pengujian. - Pengkhususannya dalam menunjukkan hubungan antar variabel. Contoh : Hukum Ohm menunjukkan hubungan antara hambatan dengan kuat arus dan tegangan listrik, yaitu Besarnya hambatan sebanding dengan besarnya tegangan listrik tetapi berbanding terbalik dengan kuat arusnya. Hukum tersebut secara matematis dibahasakan dalam bentuk persamaan : R= V I dimana : R = tahanan V = Tegangan I = Kuat arus

Hukum Avogadro : menjelaskan tentang hubungan antara jumlah molekul dengan volume suatu gas, yaitu : Pada suhu dan tekanan yang sama, semua gas yang volumenya sama mengandung jumlah molekul yang sama banyak Maksudnya bila 2 volum gas hidrogen bereaksi dengan 1 volum gas oksigen membentuk 2 volum uap air , yang dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi : 2 H2 + O2 2 H2O

maka jumlah mol gas hidrogen = jumlah mol uap air yang terbentuk. Hukum Kepler III : menjelaskan hubungan antara waktu edar planet dengan jaraknya terhadap matahari, yaitu : Perbandingan antara kuadrat waktu edar planet dengan pangkat tiga jarak rata-ratanya terhadap matahari untuk setiap planet sama. Hubungan tersebut

26

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

dapat dinyatakan dalam persaman matematik sbb :


W 12 d1 3 = W 22 d23

dimana : W1 = waktu edar planet 1 mengelilingi matahari. d1 = jarak rata- rata planet 1 terhadap matahari. W2 = waktu edar planet 2 menelilingi matahari. d2 = jarak rata-rata planet 2 terhadap matahari. Hukum Mendel II : menjelaskan tentang hubungan genotip orang tua dengan gamet/ sel kelamin yang dibentuk Hukum Mendel II ini dikenal juga dengan prinsip pengelompokan gen, yaitu : Dalam pembentukan gamet/ sel kelamin maka gen yang berpisah dari alelenya akan mengelompok secara acak dengan gen dari pasangan alele yang lain. Maksudnya bila orang bergenotif AaBBCc maka gamet yang dibentuk memiliki 4 macam variasi yaitu gamet, yaitu masing-masing membawa gen ABC, Abc, aBC atau aBc. e. Teori adalah generalisasi tentang berbagai prinsip yang dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena alam. Contoh produk sains yang merupakan teori adalah : Teori Evolusi, menjelaskan mengapa dapat muncul species makhluk hidup yang baru. Teori Meteorologi memprediksi kapan akan mulai musim
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

penghujan atau menjelaskan mengapa terjadi gelombang Tsunami. Teori Atom menjelaskan bagaimana kekekalan massa baik sebelum reaksi maupun sesudah reaksi kimia terjadi. Untuk mendapatkan produk sains seperti tersebut di atas para ilmuwan melakukan kegiatan yang dikenal dengan proses sains. Oleh karena itu sains sebagai suatu produk tidak bisa lepas dari sains sebagai suatu proses. 3. Sains sebagai proses : Sebagai suatu proses, sains merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan suatu masalah; sehingga meliputi kegiatan bagaimana mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu dengan yang lain, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan. Cara kerja sains seperti tersebut dikenal dengan istilah Metoda Ilmiah, yaitu secara bertahap meliputi langkahlangkah : a. Menyadari adanya masalah dan keinginan untuk memecahkannya. Masalah perlu dirumuskan dengan jelas, dan dibatasi ruang lingkupnya agar pemecahannya lebih terfokus. b. Mengumpulkan data yang ada hubungannya dengan masalah. Data yang terkumpul diolah/ dianalisis atau disintesis untuk merumuskan hipotesis. c. Merumuskan hipotesis berdasarkan alasan atau pengetahuan yang merupakan jawaban sementara terhadap suatu masalah. Hipothesis bersifat tentatif dan dapat diuji apakah benar/ diterima atau salah/ ditolak. d. Menguji hipothesis, dapat ditempuh dengan cara melakukan eksperimen atau melakukan observasi tergantung dari masalah yang ingin dijawab.

27

e. Menarik kesimpulan, kesimpulan dibuat berdasar data/ informasi yang dikumpulkan dalam eksperimen/ observasi. Data/ informasi yang dimaksud adalah data/ informasi dalam rangka pengujian hipotesis. Bila dari hasil pengujian hipotesis ternyata hipotesis ditolak maka perlu dirumuskan hipothesis yang baru. Hipotesis baru dirumuskan berdasarkan atas kajian data atau informasi lain yang dikumpulkan kemudian. Untuk melakukan proses sains seperti tersebut di atas dibutuhkan berbagai macam ketrampilan antara lain ketrampilan : mengobservasi, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan hubungan ruang dan waktu, menggunakan hubungan antar angka, mengkomunikasikan, menginferensi/ memprediksi, menyimpulkan, merancang penelitian, dan melakukan eksperimen a. Mengobservasi atau mengamati adalah ketrampilan untuk mendapatkan data/ informasi dengan menggunakan indera. Dapat dilakukan dengan cara melihat, meraba, mengecap, membau dan mendengar. Melihat dapat memperoleh informasi tentang warna, bentuk, ukuran dan gerak. Meraba dapat diperoleh informasi tentang halus kasarnya permukaan dan panas dinginnya suatu obyek mengecap untuk mengetahui rasa. Membau untuk mengetahui aroma sedang mendengar untuk mengetahui bunyi yang ditimbulkan suatu obyek.. Secagai

contoh : kalau mengobservasi awan dapat diperoleh informasi tentang warna, bentuk dan gerakannya, sedang kalau mengobservasi ayam dapat diketahui tentang warna, bentuk, suara, suhu tubuh, halus/ kasar bulu, organ/komponen penyusun dan baunya. Kalau mengobservasi gula pasir dapat diketahui warna, ukuran dan bentuk kristal serta rasanya. b. Mengklasifikasi atau menggolongkan adalah ketrampilan untuk melihat persamaan dan perbedaan suatu obyek sehingga dengan dasar tersebut obyek dapat dikelompokkan atau dipisahkan dari yang lain. Contoh dari hasil pengamatan tentang belalang, kupukupu, nyamuk, labah-labah, ketonggeng dapat diperoleh pengelompokan hewan yang memiliki persamaan yaitu kelompok hewan yang bersayap dan berkaki enam . Kelompok ini meliputi belalang, kupu-kupu dan nyamuk. Labah-labah dan ketonggeng dipisahkan dari kelompok tersebut karena memiliki perbedaan yaitu jumlah kakinya delapan. c. Menyimpulkan : merupakan kemampuan untuk menyatakan hasil penilaian atas suatu obyek atau kejadian/ fenomena. Penilaian tersebut ditentukan atas dasar fakta dan konsep atau prinsip-prinsip yang telah diketahui. Contoh proses menyimpulkan adalah : bila dari kegiatan pengamatan terhadap perubahan kertas lakmus yang ditetesi dengan berbagai macam larutan adalah seperti berikut:

28

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Warna awal kertas lakmus kuning kuning kuning kuning kuning kuning

Ditetesi dengan air larutan kapur air jeruk nipis larutan cuka larutan garam larutan sabun

Warna akhir kertas lakmus tetap kuning biru orange merah tetap kuning biru

maka dari data tersebut siswa dapat menyimpulkan bahwa larutan yang bersifat asam merubah kertas lakmus yang semula berwarna kuning menjadi merah atau orange, larutan yang bersifat basa merubah kertas lakmus yang semula berwarna kuning menjadi biru, sedang kertas lakmus bila ditetesi dengan cairan yang bersifat netral warnanya tidak berubah atau tetap kuning. d. Menginferensi : merupakan kemampuan untuk membuat ramalan tentang kejadian yang akan datang berdasarkan hasil observasi yang pernah dilakukan, konsep atau prinsip yang telah diketahui. Oleh karena itu ketrampilan menginferensi disebut juga dengan istilah memprediksi.Contoh proses menginferensi adalah : bila dari hasil observasi sebelumnya telah disimpulkan bahwa larutan yang bersifat asam akan merubah warna kertas lakmus menjadi merah atau orange, larutan yang bersifat basa akan merubah warna kertas lakmus menjadi biru dan cairan yang bersifat netral tidak merubah warna kertas lakmus maka bila siswa ditanya apa yang terjadi bila kertas lakmus ditetesi
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

dengan larutan gula, larutan sampo, juice/ sari buah belimbing; mereka bisa memprediksi kalau kertas lakmus yang ditetesi larutan gula tetap berwarna kuning, kertas lakmus yang ditetesi larutan sampo akan berubah menjadi biru dan kertas lakmus yang ditetesi dengan sari buah belimbing akan berwarna orange. e. Mengukur adalah ketrampilan untuk menentukan kuantitas atau ukuran suatu obyek dengan membandingkan atau menggunakan alat ukur yang sesuai. Misalnya untuk mengukur suhu digunakan termometer, untuk mengukur panjang digunakan mistar, untuk mengukur pH digunakan pH meter , mengukur pertumbuhan tanaman digunakan auksanometer, mengukur kebutuhan oksigen dalam pernafasan hewan digunakan respirometer dan mengukur kecepatan angin digunakan anemometer. f. Menggunakan hubungan antar ruang dan waktu meliputi ketrampilan untuk menjelaskan posisi suatu benda terhadap benda yang lain, menjelaskan posisi benda terhadap waktu dan membuat dugaan keadaan yang akan datang berdasarkan apa yang telah diketahui saat ini. Contoh : dari hasil pengamatan dan pengukuran tinggi dan arah bayangan benda yang terbentuk karena sinar matahari pada pukul 07.00, 08.00, 09.00 dan 10.00 dapat menggunakannya untuk memprediksi atau menentukan dimana arah atau tinggi bayangan benda tersebut pada pukul 14.00 atau 15.00. g. Menggunakan bilangan meliputi operasi bilangan seperti tambah, kurang, kali dan bagi. Contoh: dengan berpangkal pada hasil pengukuran frekuensi pernafasan setiap 5 menit maka dapat menggunakannya untuk menghitung frekuensi pernafasan setiap
29

menit atau setiap jam, mencari rerata, medium, modus dsb. h. Mengkomunikasikan adalah menyampaikan perolehan atau hasil belajar atau penemuannya pada orang lain. Penyampaiannya dapat secara lisan atau tertulis. Perwujudannya bisa dalam bentuk gambar, grafik, diagram atau skema dan cerita atau uraian yang mudah dipahami. i. Merancang penelitian : merupakan ketrampilan proses yang terintegrasi karena untuk dapat merancang penelitian dibutuhkan ketrampilan proses yang lain, diantaranya ketrampilan merumuskan hipotesis, menentukan/ mengidentifikasi variabel dan merumuskan definisi operasional. Penjelasan tentang masing masing ketrampilan proses dalam penelitian tersebut adalah : i.1. Merumuskan hipotesis merupakan ketrampilan yang erat kaitannya dengan ketrampilan memprediksi. Kalau memprediksi/ menginferensi adalah kemampuan meramal kejadian yang akan datang berdasarkan apa yang telah diketahui sebelumnya, sedang kalau menyusun hipotesis adalah memprediksi hal yang lebih khusus yaitu meramal bagaimana hubungan/ pengaruh antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Contoh : hubungan antara variabel kadar air biji dengan variabel daya simpan biji dapat dirumuskan dalam suatu hipotesis : Semakin rendah kadar air biji , semakin tinggi daya simpannya. i.2. Menentukan variabel adalah kemampuan untuk mengidentifikasi suatu variabel apakah merupakan variabel bebas (variabel yang dapat diubah sesuai kehendak peneliti), variabel terikat (hasil/ pengaruh dari variabel bebas, sehingga nilainya
30

tergantung pada variabel bebas) atau variabel kontrol (variabel yang harus diusahakan tetap atau sama agar hasil penelitian tidak bias) Contoh : bila rumusan hipotesis adalah: Semakin rendah kadar air biji, semakin tinggi daya simpannya, maka yang merupakan variabel bebas adalah kadar air biji dan yang merupakan variabel terikat adalah daya simpan biji. Adapun yang merupakan variabel kontrol antara lain jenis biji, ukuran biji dan cara penyimpanan. i.3. Merumuskan definisi operasional adalah kemampuan untuk memberikan penjelasan tentang bagaimana menentukan nilai/ mengukur suatu variabel. Contoh : variabel tentang kadar air biji definisi operasionalnya adalah: Persentase antara selisih berat biji awal dengan berat biji setelah dikeringkan terhadap berat biji awal. Secara matematis kadar air biji dapat didefinisikan sbb: K = B1 B2 X 100% B1 dimana : K = Kadar air biji B1 = Berat biji awal B2 = Berat biji kering j. Melakukan eksperimen : juga merupakan ketrampilan proses terintegrasi , bahkan merupakan puncak atau muara dari ketrampilan proses yang lain. Untuk mampu melakukan eksperimen selain memerlukan ketrampilan-ketrampilan yang sudah dijelaskan sebelumnya juga menuntut ketrampilan menafsirkan, menganalisis dan mensintesis data. j.1. Menafsirkan data adalah memberi arti atas apa yang telah diamati. Lebih lanjut ketrampilan ini dapat dipakai untuk memprediksi apa yang akan atau
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

dapat terjadi berdasarkan data hasil pengamatan. Contoh hasil pengukuran tentang kemampuan mengikat air dan pengamatan tentang ukuran butiran tanah seperti berikut: Kemampuan Ukuran mengikat air butiran tanah Liat 26 % Sangat halus Lempung 20 % Halus berdebu Pasir 12 % Kasar Dari bagan di atas dapat ditafsirkan bahwa semakin kasar ukuran butiran tanah kemampuan mengikat airnya semakin rendah/ sedikit. Tafsiran ini dapat digunakan untuk memprediksi bila ada tanah yang memiliki ukuran butiran sedang (antara lempung dan pasir) maka kemampuan mengikat airnya tidak lebih dari 20% dan tidak kurang dari 12%. j.2. Menganalisis data adalah kemampuan untuk menyeleksi, menghubungkan dan membandingkan antar data yang telah dikumpulkan. Hasil analisis dapat berbentuk tabel, grafik atau penjelasan/ uraian. Contoh : dari eksperimen tentang pengaruh kadar air biji terhadap daya simpannya dilakukan pengukuran terhadap 3 jenis biji (padi, jagung, kacang tanah) masing- masing untuk 4 macam kadar air (a, b, c dan d) dan 2 macam cara penyimpanan ( suhu kamar/ 26 0 C dan dalam kulkas/ 15 0 C). Ketrampilan menganalisis antara lain dapat terekspresikan dalam : - Menyeleksi/ memilih data , yaitu memilih data mana yang secara logis memiliki hubungan atau dapat dibandingkan. Misalnya untuk eksperimen tersebut di atas adalah data
Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

Jenis tanah

tentang suhu penyimpanan dan daya simpan. - Membandingkan data, misalnya membandingkan data tentang daya simpan antara padi, jagung dan kacang tanah untuk kadar air yang sama dan suhu penyimpanan yang sama. Menghubungkan data, yaitu menghubungkan data tentang pengaruh kadar air biji terhadap daya simpan biji kacang tanah pada suhu kamar. Secara hirarki dan keterkaitan antar ketrampilan proses sains dapat dibuat skema seperti gambar 2 (Rezba, 1995). Skema dalam gambar 2 tersebut menggambarkan bahwa semakin keatas letak ketrampilan proses semakin komplek atau tinggi kemampuan yang dituntut untuk dapat mencapainya. Dengan kata lain ketrampilan proses yang dibawah memprasyarati ketrampilan proses di atasnya sesuai lintasan/ arah anak panahnya.

31

Mengadakan Eksperimen

Mendeskripsikan hubungan antara variabel-variabel Menganalisis hasil pengamatan

Mengumpulkan & Mengorganisasi data Menyusun grafik Merencanakan Penyelidikan/ Investigasi Mendefinisikan variabel secara operasional Menyusun tabel data

Menyusun hipotesis Mengidentifikasi Memprediksi/ Inferensi Mengklasifikasi Mengukur Menyimpulkan Mengindera/ Mengobservasi Mengkomuni kasikan

Gambar 2. Hirarki dan keterkaitan ketrampilan proses sains

32

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Dalam melaksanakan proses sains agar menghasilkan produk yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya perlu dilandasi dengan sikap yang ilmiah. Beberapa kriteria yang termasuk sikap ilmiah utama dalam berproses sains ialah : Obyektif, artinya mengungkapkan apa adanya, tanpa ada unsur subyektif misalnya rasa senang atau tidak senang terhadap suatu obyek.. Obyektifitas penting dalam proses sains agar produk yang dihasilkan dapat diuji kebenarannya oleh orang lain. Teliti, artinya cermat dalam melakukan observasi atau pengukuran. Ketelitian akan menghasilkan data yang akurat sehingga memiliki tingkat kebenaran yang tinggi, dan akhirnya akan menghasilkan kesimpulan yang tahan uji. Terbuka, artinya bersedia menerima/ mempertimbangkan pendapat atau hasil penemuan orang lain yang secara keilmuan benar. Walaupun mungkin pendapat/ hasil temuan tersebut menolak/ menggugurkan hasil penemuan sendiri Kritis, artinya selalu risih atau gelisah terhadap permasalahan yang ada sehingga timbul keingintahuan terhadap masalah tersebut dan akhirnya terdorong minat untuk menyelidikinya Tak mudah putus asa, artinya walaupun harus berulang-ulang melakukan penelitian dan butuh waktu yang lama, selama belum terjawab apa yang menjadi permasalahan masih antusias atau berminat untuk melakukan penyelidikan. Dari penjelasan tersebut di atas nampak bahwa secara utuh dan sistematis

hakekat sains adalah suatu kesatuan antara proses, sikap dan produk atau hasil yang saling berkaitan. Keterkaitan tersebut dapat digambarkan dalam skema atau gambar 3. Diagram tersebut memiliki arti bahwa dengan dilandasi oleh sikap yang ilmiah dalam menjalankan proses ilmiah/ sains akan dihasilkan produk yang ilmiah. Selanjutnya suatu produk ilmiah dapat mendorong terjadinya proses ilmiah yang baru dan akan menumbuhkan atau menguatkan sikap ilmiah yang telah dimiliki. Proses Ilmiah Produk Ilmiah

Sikap Ilmiah Gambar 3. Hakekat Sains Adanya alur hubungan antara proses ilmiah- produk ilmiah sikap ilmiah seperti tergambar di atas dapat dijelaskan dengan contoh sbb. : Lewat proses ilmiah misalnya kegiatan observasi dan pengukuran terhadap fakta/ fenomena alam yang dilandasi sikap ilmiah antara lain jujur, teliti dan obyektif dapat dihasilkan produk ilmiah yang berbentuk prinsip misalnya Semakin berat aktivitas yang dilakukan manusia semakin besar frekuensi detak jantungnya atau membuat nafas manusia terengahengah. Dengan ditemukan prinsip tersebut dapat merangsang atau terbangun sikap ilmiah yang lain misalnya sikap kritis atau rasa ingin tahu tentang mengapa hal tersebut dapat

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

33

terjadi. Adanya rasa ingin tahu tersebut mendorong untuk melakukan proses ilmiah lanjutan misalnya mengumpulkan data/ informasi, menganalisis dan mensintesisnya guna mendapatkan kesimpulan/ jawabannya. Analisis dan sintesis yang dihasilkan adalah : Untuk melakukan aktivitas butuh energi, sedang energi diperoleh lewat proses oksidasi. Untuk melakukan oksidasi perlu oksigen dan proses oksidasi terjadi di dalam setiap sel tubuh. Oksigen dapat mencapai sel tubuh lewat aliran darah yang dipompakan oleh jantung. Dengan demikian semakin berat aktivitas yang dilakukan semakin banyak energi yang dibutuhkan sehingga semakin banyak oksigen yang diperlukan. Oksigen masuk tubuh lewat hidup/ bernafas sehingga semakin banyak oksigen yang dibutuhkan, perlu semakin cepat menghirup udara. Oksigen yang masuk perlu dikirim ke seluruh sel tubuh, akibatnya semakin sering jantung berdenyut atau semakin besar frekuensi detakannya.

34

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 4

BAB II PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA


endekatan adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan. Pendekatan pembelajaran bahasa adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan, berhubungan dengan sifat bahasa dan pembelajaran bahasa (Zuchdi dan Budiasih, 1997: 29). Dengan kata lain, pendekatan pengajaran bahasa bersifat aksiomatis tentang bahasa yang digunakan sebagai landasan berpikir dalam menentukan metode, teknik, atau prosedur mengajarkan bahasa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Metode pembelajaran bahasa adalah rencana pembelajaran bahasa, yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan, bahan ajar secara sistematis, dimaksudkan agar bahan ajar tersebut mudah diserap da dikuasai oleh siswa (Zuchdi dan Budiasih, 1997: 30). Sedangkan teknik pembelajaran bahasa adalah cara atau siasat guru dalam menyampaikan bahan ajar di depan kelas. Fungsi pendekatan bagi suatu pengajaran ialah sebagai pedoman umum untuk langkah-langkah metode dan teknik pengajaran yang akan digunakan. Sering dikatakan bahwa pendekatan melahirkan metode. Artinya, metode suatu bidang studi, dalam hal ini bahasa, sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Bahkan tidak jarang nama metode dan teknik yang digunakan diambil dari nama pendekatannya. Bila prinsip pendekatan lahir dari teori-teori bidang-bidang yang relevan,

maka pendekatan lahir dari asumsi terhadap bidang-bidang yang relevan. Misalnya, pendekatan pengajaran bahasa lahir dari asumsi-asumsi yang muncul terhadap bahasa sebagai bahan ajar, asumsi terhadap apa yang dimaksud dengan belajar, dan asumsi terhadap apa yang dimaksud dengan mengajar. Berdasarkan asumsi-asumsi itulah muncul pendekatan pengajaran yang dianggap cocok bagi asumsi-asumsi tersebut. Asumsi terhadap bahasa sebagai alat komunikasi dan bahwa belajar bahasa yang terpenting adalah melalui komunikasi, maka lahirlah pendekatan komunikatif. Asumsi yang berbeda, akan menimbulkan pendekatan yang berbeda. Dari asumsi-asumsi pandangan behaviorisme misalnya, maka muncul pendekatan struktural. Dari asumsiasumsi pandangan kontruktivisme, maka lahirlah pendekatan kontruktivisme. Demikian pula dari asumsi-asumsi humanisme lahir pendekatan komunikatif. Penggunaan pendekatan dalam pengajaran bahasa menentukan (1) cara pandang seseorang dalam menyikapi bahasa sebagai materi pelajaran, (2) isi pembelajaran, (3) teknik dan proses pembelajaran, serta (4) perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran. Pada bab ini dibahas perihal beberapa pendekatan yaitu ; (1) whole language, (2) terpadu, (3) konstruktivisme, dan (4) komunikatif.
A. Pendekatan Whole Language Whole language adalah pandangan tentang hakikat belajar dan bagaimana mendorong proses tersebut agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien sehingga mencapai hasil yang optimal (Weaver, 1990: 3). Pengembangan pendekatan whole language diilhami oleh pandangan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

35

konstruktivisme dalam pendidikan, sedangkan yang berhubungan dengan bahasa sebagai materi pembelajaran dan penentuan isi pembelajaran diwarnai oleh fungsionalisme. Whole language dikembangkan berdasarkan berbagai wawasan dan hasil penelitian dari berbagai bidang ilmu, antara lain pemerolehan bahasa dan pengembangan baca-tulis, psikolinguistik, sosiolinguistik, psikologi kognitif dan psikologi perkembangan, antropologi, dan pendidikan. Sebagai suatu pendekatan dalam pengajaran bahasa, menurut Goodman (1986: 72-73). whole language menggunakan seperangkat asumsi dari empat landasan dasar, yaitu : teori belajar, teori kebahasaan, asumsi tentang pengajaran dan peranan guru, serta pandangan kurikulum pengajaran bahasa sebagai berikut: 1. Teori Belajar a. Belajar bahasa akan berlangsung dengan mudah bagi siswa apabila belajar bahasa itu bersifat (1)disajikan secara holistik (sebagai keseluruhan), (2) nyata, (3) relevan, (4) bermakna, (5) fungsional, (6) disajikan dalam konteks , dan (7) dipilih siswa untuk digunakan. bahasa bersifat b. Pemakaian personal dan sosial. Siswa menggunakannya karena ada kebutuhan untuk berkomunikasi dari dalam diri dan pengungkapannya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. c. Siswa belajar melalui bahasa dan belajar tentang bahasa yang semuanya berlangsung secara simultan dalam konteks pemakaian bahasa secara lisan dan tulis yang otentik

(pemakaian bahasa yang sesungguhnya dalam komunikasi). kemampuan d. Perkembangan bahasa memberikan kekuatan kepada siswa. Siswa menentukan kapan menggunakan bahasa sesuai dengan tujuan dan maksud yang dikehendakinya. e. Belajar bahasa adalah belajar bagaimana mengungkapkan maksud sesuai dengan konteks. Terdapat interdependensi antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa; pikiran bergantung kepada bahasa, dan bahasa bergantung kepada pikiran. f. Perkembangan bahasa adalah suatu proses pembentukan kemampuan personal-sosial yang bersifat holistik. 2. Asumsi Kebahasaan Beberapa asumsi yang bersumber dari ilmu bahasa yang mendasari pendekatan whole language menurut Goodman (dalam Safiie, 1995) adalah sebagai berikut: a. Bahasa adalah suatu sistem lambang. Baik lisan maupun tulis pada hakikatnya bahasa adalah suatu sistem lambang yang kompleks yang digunakan oleh masyarakat bahasa yang bersangkutan. bahasa bersifat b. Pemakain personal dan sosial. Bersifat individual, artinya bahasa dipakai oleh individu untuk menyatakan gagasan, mengemukakan pendapat, menyampaikan informasi sesuai dengan kebutuhan. Melalui bahasa yang sama, individu yang laion menerima pesan-pesan komunikasi. Bahasa bersifat

36

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

sosial artinya pemakaian bahasa selalu dalam konteks komunikasi yang terjadi dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan. Dalam kondisi ini, makna dibangun oleh suatu tuturan bukanlah makna tunggal. Suatu teks, baik lisan maupun tulis dapat membangkitkan rentangan interpretasi yang luas pada individu yang berinteraksi. Interpretasi ditentukan oleh kemampuan berbahasa, serta pengalaman-pengalaman yang dipunyai oleh individu masingmasing yang tersimpan dalam bentuk skemata. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya perbedaan interpretasi antara individu. c. Bahasa adalah suatu sistem yang terdiri atas subsistem-subsistem yang saling berhubungan dalam jalinan yang saling memiliki interdependensi dan tidak bisa dipisahkan. Subsistem tersebut ialah fonologi (dalam bahasa lisan) huruf, ejaan dan tanda baca (dalam bahasa tulis), sintaksis, morfologi, semantik, dan pragmatik. Keseluruhan subsitem itu merupakan kesatuan yang utuh dalam bahasa yang bersangkutan. Realisasi pemakaian bahasa senantiasa berupa bahasa seutuhnya. Bahasa adalah bahasa bila merupakan keseluruhan. 3. Asumsi Pengajaran Bahasa. Pandangan dasar tentang belajar mengajar dan peranan guru di dalamnya menurut Goodman (dalam Syafiie, 1995) adalah sebagai berikut: a. Belajar lebih ditekankan daripada mengajar. Mengajar bahasa

hakikatnya adalah menciptakan kondisi yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar bahasa di kalangan siswa. Pusat kegiatan belajar mengajar adalah siswa. Peranan guru dalam kelas yang berpijak pada pendekatan keutuhan bahasa (whole language) bukan hanya sebagai penyaji materi, namun lebih dinamis. Dengan demikian, dalam kelas yang menganut pendekatan keutuhan bahasa (whole language) guru berperan sebagai (1) model, guru menjadi contoh perwujudan bentuk aktivitas berbahasa yang ideal, dalam kegiatan membaca, menulis, menyimak dan berbicara; (2) fasilitator, guru mempersiapkan bahan pengayaan yang memberi peluang bagi siswa dalam menemukan dan mengembangkan pemahaman; (3) pebelajar, guru merupakan pembantu yang senantiasa mempelajari sesuatu yang dipelajari siswa, mempelajari kesulitan yang dihadapi siswa serta memikirkan pemecahannya; (4) pengamat dan peneliti, guru senantiasa mengamati gejala minat, motivasi, dan proses belajar siswa. Guru perlu mengumpulkan bahan untuk memahami, proses dan kemajuan belajar siswa. Caranya dapat dari hasil tugas, catatan lapangan, dan tanya jawab. Selain itu, guru juga perlu mengadakan refleksi; (5) dinamisator, guru bersahabat, bersedia mengingatkan siswa atau memujinya, serta memanfaatkan berbagai bentuk penguatan. Seorang guru bahasa dalam pendekatan whole

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

37

b. Language, harus mempunyai kompetensi-kompetensi sebagai berikut: wawasan 1) Mempunyai kependidikan yang luas sesuai dengan misi pendidikan. 2) Mengetahui dan memahami karaktersiktik siswa. 3) Mengetahui dan memahami teori bahsa dan teori belajar bahasa. 4) Menguasai bahan ajar bahasa. 5) Mengetahui dan memahami metodologi pengajaran bahasa. 6) Mengetahui dan memahami cara-cara menilai hasil belajar siswa. 7) Megetahui dan memahami strategi pengelolaan kelas dalam pengajaran bahasa. 8) Menguasai bahasa yang diajarkannya dan dpat menggunakannya dalam berbagai peristiwa komunikasi. kebanggan 9) Mempunyai sebagai guru bahasa. pekerjaannya 10) Mencintai sebagai guru bahasa. 11) Dapat menyusun rencana pengajaran. 12) Dapat membimbing dan mengarahkan siswa dalam belajar bahasa. 13) Dapat menggunakan bebagai media pengajaran a. Siswa diharapkan belajar membaca dan menulis, secara gradual alamiah tanpa banyak dikoreksi. b. Siswa membaca dan menulis setiap hari. Mereka tidak ditugasi membaca bacaan yang

artifisial atau menulis sesuatu yang tidak mempunyai tujuan serta pembaca nyata. menulis, c. Membaca, berbicara, dan menyimak tidak dipandang sebagai komponen yang terpisahpisah untuk diajarkan sendiri-sendiri. Dalam wawasan whole language dibedakan antara kegiatan yang bersifat transmisi dengan kegiatan transaksional (Weaver,1990; Aminuddin,1997:34). Kedua kegiatan tersebut dibedakan seperti di bawah ini:

38

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

No 1.

Transmisi

Transaksional

Guru melaksanakan kurikulum yang Guru mengadakan negosiasi dengan sudah dirancang dan dipersiapkan kurikulum untuk mengembangkan secara detil. KBM yang kontekstual tanpa mengabaikan topik dan pembelajaran yang inti yang harus dilaksanakan. Murid memahami informasi yang Murid secara aktif menemukan disam-paikan guru secara langsung pemaha-man melalui penghayatan melalui buku teks dan menghafalkan proses atas sesuatu yang dipelajari. pengetahuan. Murid dibedakan antara yang pandai Murid disikapi sebagai pebelajar dan bodoh sehingga kesalahan murid yang memiliki potensi untuk mengumenjadi pusat perhatian. asai isi pembelajaran. Hasil belajar diidealkan sama setiap murid, menerima perintah dan petunjuk sesuai dengan apa yang dipandang baik oleh guru, murid yang lambat belajarnya kurang mendapat perhatian guru dan dukungan temannya. Murid dalam memecahkan kesulitan belajarnya memperoleh bantuan dari teman dan guru melalui kegiatan belajar secara kooperatif.

2.

3.

4.

Bagan 1 : Transmisi vs Transasksional dalam KBM (Aminuddin,1997).

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

39

4. Asumsi tentang Kurikulum Pengajaran Bahasa. Menurut pandangan whole language, bahasa paling mudah dipelajari jika disajikan secara utuh dan dalam konteks yang alamiah, maka keterpaduan merupakan prinsip kunci untuk perkembangan bahasa dan belajar melalui bahasa. Dalam kenyataannya, kegiatan pengajaran bahasa dan pengajaran bidang studi lain (yang dilaksanakan dengan menggunakan bahasa sebagai media penyajian) merupakan kurikulum yang bersifat ganda (dual curriculum). Artinya, pengajaran bahasa dan isi dari bidang studi lain bersama-sama menjadi bagian dari kurikulum secara utuh. Dalam hal ini, Goodman melihat bahwa guru harus mengoptimalkan kesempatan siswa untuk secara aktif menggunakan bahasa baik lisan maupun tulis pada waktu belajar IPS, IPA, matematika, dan sastra. Guru sekaligus menilai perkembangan bahasa dan kognitif. Bagi siswa, dual curriculum itu tetap merupakan satu kurikulum yang berfokus pada apa yang dipelajari (content) dan apa bahasa yang digunakan. Dalam kondisi yang demikian, pembelajaran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis terjadi dalam konteks siswa belajar dari berbagai hal, peristiwa, dan pengalaman. Sesuai dengan konsep ini, keterpaduan dapat terjadi antara pengajaran bahasa Indonesia dengan mata pelajaran lain. Di sekolah dasar bentuk keterpaduan bahasa Indonesia dengan bidang studi lain ini tidak susah untuk dilaksanakan karena guru kelas bukan guru bidang studi. Sekarang dalam Kurikulum SD 2004

KBK, keterpaduan atau tematik ini dilaksanakan di kelas 1 dan kelas 2. Di samping keterpaduan dengan bidang studi lain, keterpaduan juga berlangsung dalam proses pembelajaran bahasa itu sendiri. Siswa belajar menyimak, berbicara, membaca, dan menulis bila mereka memerlukan. Kegiatan berbahasa tidak hanya melibatkan suatu aspek keterampilan berbahasa saja. Pada waktu siswa membaca teks bacaan, siswa juga membuat beberapa catatan tertulis berkaitan dengan isi bacaan, atau membuat responsi terhadap cerita melalui menulis. Pada waktu yang bersamaan siswa juga berbicara dengan teman atau gurunya tentang apa yang telah dibacanya atau membuat responsi dalam bentuk lisan. Kegiatan menyimak juga terjadi pada waktu teman dan gurunya berkomentar atau memberi penjelasan tentang bacaan; siswa menyimak agar ia paham apa yang dikatakan teman dan gurunya. Baik pada waktu membaca, menulis, berbicara maupun menyimak, siswa menggunakan kosa kata sebagai pembawa konsep komunikasi. Di samping itu, pada waktu siswa menggunakan bahasa dalam membaca, menulis, berbicara, dan menyimak ia juga harus menguasai sistem kaidah bahasa yang digunakannya. Kesemuanya itu memperlihatkan adanya keterpaduan dalam belajar bahasa.
B. Pendekatan Terpadu. Pendekatan terpadu dalam pembelajaran bahasa Indonesia mengacu pada pernyataan Goodman (1986) tentang kurikulum bahwa pengajaran bahasa dan pengajaran

40

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

bidang studi lain (yang dilaksanakan dengan menggunakan bahasa sebagai media penyajian) merupakan kurikulum yang bersifat ganda (dual curriculum). Artinya, pengajaran bahasa dan isi dari bidang studi lain bersama-sama menjadi bagian dari kurikulum secara utuh. Demikian pula keterpaduan dalam bidang studi bahasa Indonesia, Goodman dalam pandangannya tentang pengajaran bahasa menyatakan bahwa keterampilan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak tidak dipandang sebagai komponen yang terpisah-pisah untuk diajarkan sendiri-sendiri. Kenyataan menunjukkan keempat keterampilan berbahasa tersebut, digunakan siswa dalam berbagai kegiatan pengajaran baik dalam belajar bahasa maupun bidang studi lain. Hal ini juga diisyaratkan dalam rambu-rambu Kurikulum Bahasa Indonesia 2004 Komptensi dasar mencakup aspek mendengarkan [menyimak], berbicara, membaca, menulis, dan apresiasi sastra sebaiknya mendapat porsi yang seimbang dan dilaksanakan secara terpadu. (Depdiknas, 2003). Pendekatan terpadu adalah ancangan kebijaksanaan pengajaran bahasa dengan menyajikan bahanbahan pelajaran secara terpadu, yaitu dengan menyatukan, menghubungkan, atau mengaitkan bahan pelajaran sehingga tidak berdiri sendiri atau terpisah-pisah. Arah dan tujuan pendekatan terpadu menurut Frazee dan Rosse (1995) mengarah pada pembentukan pemikiran siswa secara utuh, karena secara kodrati siswa usia SD memandang sesuatu selalu dengan pandangan yang utuh dan

menyeluruh (holistik). Alasan lain, karena dalam kehidupan sehari-hari siswa menggunakan pengetahuan tidak secara per bagian, tetapi secara utuh. Oleh karena itu, akan lebih baik bila pembelajaran di sekolah diarahkan untuk menuju pemikiran secara utuh tersebut. Dari pembelajaran terpadu ini, muncullah istilah kurikulum terpadu. Pendekatan kurikulum terpadu ini tentu saja mempunyai perbedaan mendasar dengan kurikulum tradisional. Sebagai contoh, kurikulum tradisional memilah-milah ilmu pengetahuan menjadi terkotakkotak, tidak terlihat keterkaitannya, sehingga tidak memberikan arti penting bagi kehidupan nyata, serta tidak menarik minat siswa. Meneurut Lake (Megawangi dkk, 2005: 70) kurikulum terpadu menyiapkan para siswa untuk menjadi pembelajar sejati. Banyak mereka yang menudukung kurikulum ini karena mereka percaya sekali bahwa sekolah adalah sebuah proses untuk mengembangkan kemampuan yang diperlukan untuk kehidupan di abad ke-21. Dengan kurikulum terpadu para siswa diajarkan tentang keterkaitan akan segala sesuatu sehingga terbiasa memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh. Pembelajaran terpadu juga membuat proses belajar menjadi relevan dan kontekstual sehingga berarti bagi siswa. Menurut riset otak (dalam Megawangi, 2005:72), fungsi otak akan optimal apabila seseorang mempelajari sesuatu yang bermakna baginya, serta menarik minatnya. Pembelajaran terpadu diyakini sebagai pendekatan yang berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

41

perkembangan siswa (Developmentally Appropriate Practice). Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill sebagai dasar pembentukan pengetahuan struktur intelektual siswa. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, pendekatan terpadu tampaknya lebih menekankan keterlibatan siswa dalam belajar. Siswa dibuat secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pendekatan ini memungkinkan terjadinya sesuatu yang dikemukakan oleh Jhon Dewey dengan konsep learning by doing. Pembelajaran terpadu melibatkan partisipasi aktif siswa, sehingga seluruh dimensi manusia (fisik, sosial, emosi, kognitif terlibat aktif). Hasil riset otak menunjukkan bahwa fungsi kerja otak akan optimal jika proses belajar melibatkan partisipasi aktif siswa (Megawangi, 2005: 70). Belajar mengendarai sepeda akan lebih cepat apabila siswa langsung mempraktikannya. Pedekatan terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa aspek atau bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. (Depdikbud, 1997). Dikatakan bermakna, karena dalam pendekatan terpadu, siswa akan memahami konsepkonsep atau aspek-aspek keterampilan berbahasa yang dipelajarinya melalui pengalaman langsung secara otentik dan menguhubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Berdasarkan uraian di atas, pendekatan terpadu dapat dilihat sebagai:

Pembelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan kosep lain, baik yang berasal dari bidang studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi lainnya. (2) Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang studi di sekeliling dan dalam rentang kemampuan dan perkembangan anak. (3) Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara simultan. (4) Merakit atau menggabungkan sejumlah konsep dalam bebeapa bidang studi yang berbeda dengan harapan anak akan belajar lebih baik dan bermakna. Pembelajaran terpadu sebagai suatu proses memiliki ciri sebagai berikut: (1) Berpusat pada anak. (2) Memberikan pengalaman langsung pada anak. (3) Pemisahan antarbidang studi tidak begitu jelas. (4) Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran. (5) Bersifat luwes. pembelajaran dapat (6) Hasil berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. Dalam pembelajaran terpadu harus ada tema pengikat aspek dalam satu bidang studi atau pengikat antarbidangstudi. Peranan tema dalam pembelajarn terpadu sebagai berikut: mudah memusatkan (1) Siswa perhatian pada satu tema atau topik tertentu. dapat mempelajari (2) Siswa pengetahuan dan mengembangkan (1)

42

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

(3) (4)

(5)

(6)

(7)

berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. Kompetensi berbahasa bisa dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan pelajaran lain dan pengalaman pribadi siswa. Siswa lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas. Siswa lebih bergairah belajar karena mereka bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata, misalnya bertanya, bercerita, menulis

deskripsi, menulis surat, dan sebagainya untuk mengembangkan keterampilan berbahasa, sekaligus mempelajari pelajaran lain. 1. Pembelajaran Terpadu Intrabidang Studi. Dalam Kurikulum 2004 (KBK) disebutkan bahwa kompetensi dasar berbahasa mencakup aspek mendengarkan [menyimak], berbicara, membaca, menulis, sastra, dan kebahasaan. Aspek-aspek tersebut sebaiknya mendapat porsi seimbang dan dilaksanakan secara terpadu. (Depdikbud, 2003:14). Pelaksanaannya, guru dapat memfokuskan pada salah satu komponen.

Berbicara

Mendengarkan

Menulis

Tema

Membaca

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

43

Penggunaan bahasa di dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam situasi formal maupun dalam situasi tidak formal, tidak pernah setiap aspek itu berdiri sendiri. Misalnya saja ketika kita membaca, tentu kita berhadapan dengan kosa kata, dengan ejaan, dan struktur kalimat. Mungkin juga setelah membaca, siswa harus membuat rangkuman atau menceritakan kembali isi cerita yang telah dibacanya. Dan tidak menutup kemungkinan siswa juga harus mendengarkan temannya yang membacakan tulisan atau menyimak cerita yang dibacakan oleh guru. Namun demikian, dalam kegiatan pembelajaran guru dapat memfokuskan pada salah satu komponen atau salah satu aspek saja tanpa meniadakan atau mengabaikan komponen aspek lainnya. Penyajiannya berdasarkan pada konteks dan unit tematik. Konteks dan unit tema ini digunakan untuk pengikat kegiatan berbahasa, baik menyimak, bebicara, membaca, menulis, sastra, dan kebahasaan. Dengan demikian, pembelajaran bahasa akan wajar, utuh, dan tidak disajikan dalam kalimat lepas tanpa konteks.
Contoh pembelajaran terpadu intrabidang studi sebagai berikut: Bentuk pembelajaran : Klasikal Kelompok Kelas : kelas tinggi/IV,V Bahan : buku cerita (misalnya Timun Mas) Prosedur kegiatan: dalam kelompoknya 1) Siswa membaca dalam hati cerita Timun Mas. 2) Siswa mencari kata-kata sulit dari bacaan, lalu mendiskusikan artinya dengan bantuan kamus. secara kelompok 3) Siswa mengidentifikasi unsur cerita.

membuat pertanyaan 4) Siswa tertulis terkait dengan cerita yang telah dibacanya. dalam kelompok 5) Siswa berdiskusi untuk membuat penjelasan secara tertulis bagaimana seandainya ia jadi tokoh raksasa, Timun Mas, atau tokoh lainnya? Bagaimana perasaan mereka? kelompok harus 6) Setiap memainkan peran dari bagian cerita yang telah dibacanya (misalnya memerankan Timun Mas waktu dikejar raksasa). 7) Siswa lain menyimak permainan peran yang dilakukan oleh kelompok lain penyimak harus 8) Kelompok memberi komentar secara lisan tentang cara berbicara, karakter penokohan, ekspresi. 9) Tiap siswa harus membuat surat rasa empati mereka kepada Timun Mas atau ibunya yang teraniaya oleh raksasa. Dari contoh terlihat adanya keterpaduan sejumlah aspek kebahasaan yaitu membaca, kosa kata, menulis, berbicara dan menyimak. 2. Pembelajaran Terpadu Antarbidang Studi. Di samping keterpaduan antaraspek berbahasa, mata pelajaran bahasa Indonesia di SD dapat pula dipadukan dengan bidang studi lain. Di dalam Kurikulum 2004 (KBK), keterpaduan itu dituntut terutama di kelas awal atau (kelas I dan II). Dilaksanakan di kelas rendah, karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (holistik).

44

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Strategi pembelajaran terpadu antarbidang studi mengutamakan pengalaman siswa, misalnya : (a) bersahabat, menyenangkan, tetapi bermakna bagi siswa, (b) dalam menanamkan konsep atau pengetahuan dan keterampilan, siswa tidak harus didirll, tetapi belajar melalui pengalaman langsung. Pendekatan terpadu digunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna. Pengelolaan waktunya diserahkan kepada sekolah, dengan patokan satu jam pelajaran tatap muka 35 menit. Alokasi waktu dalam seminggu 27 jam pelajaran dengan komposisi tema bervariasi dan persentase (a) 15% untuk Agama, (b) 50% untuk Bahasa Indonesia dan Matematika, (c) 35% untuk Sains, Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian, dan Pendidikan Jasmani. Tujuh pelajaran di kelas awal tersebut harus dilaksanakan menggunakan pendekatan tematik, yaitu melalui pemetaan pelajaran dengan ikatan tema dalam bentuk jaring laba-laba. Menyusun persiapan pembelajaran terpadu dapat mengkuti langkah-langkah sebagai berikut: (1) Pelajari kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dari setiap mata pelajaran. tema yang dapat (2) Pilihlah mempersatukan kompetensikompetnsi tersebut untuk setiap kelas dan semester. Pilihan tema : Diri Sendiri, Keluarga, Lingkungan, Tempat Umum, Pengalaman, Budi Pekerti, Kegemaran, Tumbuhan, Hiburan, Binatang, Transportasi, Kesehatan, K3, Makanan, Pendidikan, Pekerjaan, Peristiwa, Parawisata, Kejadian sehari-hari, Pertanian,

(3)

(4)

(5)

Negara, Komunikasi, dan sebagainya. Buatlah matriks hubungan Kompetensi Dasar dengan Tema. Dalam langkah ini penyusun memperkirakan dan menentukan kompetensi-kompetensi dasar pada sebuah mata pelajaran cocok dikembangkan dengan tema apa. Langkah ini dilakukan untuk semua mata pelajaran. Buatlah pemetaan pembelajaran. Pemetaan ini dapat dibuat dalam bentuk matriks atau jaringan topik (jaring laba-laba). Dalam pemetaan ini akan terlihat kaitan antara tema dengan kompetensi dasar setiap mata pelajaran. Susunlah silabus berdasarkan jaringan topik tadi. Dalam menyusun silabus, ciptakan aktivitas yang bisa menarik siswa dan sesuai dengan kompetensi dan tema, misalnya berkunjung ke pasar, warung, membawa narasumber RW, Kepala Desa, dokter, tukang sayur, dan lain-lain. Kompetensi dasar yang tidak bisa dikaitkan dalam pembelajarn terpadu dibuatkan silabus tersendiri.

Contoh pembelajaran terpadu bahasa Indonesia lintas kurikulum sebagai berikut: Bentuk pembelajaran : Indivdual Kelas : satu Bahan : kertas HVS polio, bentukbentuk bangun datar yang telah dibuat guru, pensil atau spidol Prosedur kegiatan: 1) Siswa menyimak penjelasan guru tentang bermacam-macam bangun

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

45

datar yang dibuat guru dari kertas karton (lingkaran, persegi empat, persegi panjang, segi tiga). Setiap siswa/ atau kelompok diberi satu set bangun datar. Setelah semua aiawa paham, siswa menyimak perintah guru untuk mengerjakan yang diucapkan guru : a) Tempelkan lingkaran besar di tengah-tengah kertas yang tersedia! lingkaran kecil b) Tempelkan menempel di sebelah kanan dan kiri lingkaran besar! c) Tempelkan segitiga di tengahtengah lingkaran besar! d) Tempelkan titik di pinggir kanan dan kiri segi tiga yang ada di tengah lingkaran besar! e) Tempelkan persegi panjang di bawah segitiga yang ada di tengah lingkaran besar! f) Tempelkan persegi panjang kecil di bawah lingkaran besar! g) Tempelkan persegi empat besar di bawah persegi panjang kecil! h) Tempelkan dua buah persegi panjang kecil di bawah segi empat besar! 2) Selesai memberi perintah guru memperlihatkan gambar contoh yang dibuat guru kepada semua siswa, sebagai kunci jawaban: gambar apa anak-anak? 3) Siswa dengan dibimbing pertanyaan dari guru menyebutkan bangun datar yang telah ditempelkan oleh masingmasing siswa: lingkaran, segitiga, segi empat, persegi panjang. 4) Siswa bersama guru menyebutkan bagian- bagian anggota tubuh yang ada pada gambar yang dibuatnya masing-masing : kepala, hidung, mata, mulut, leher, perut, dan kaki

5) Siswa dengan bimbingan guru menjelaskan fungsi masing-masing anggota tubuh. 6) Guru memberi penjelasan dan penguatan pada hasil belajar siswa dengan cara menyuruh menyebutkan bangun datar yang ada pada gambar masing-masing dan anggota tubuhnya masing-masing. Dari contoh ini terlihat, bagaimana dari menyimak dapat dikembangkan secara lintas kurikulum ke Matematika (indikator mengenal bermacam-macam bangun datar) dan ke Sain (indikator mengenal bagian-bagian tubuh beserta fungsinya).
C. Pendekatan Komunikatif. Di dalam rambu-rambu Kurikulum 2004 (KBK), tersurat bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat untuk berkomunikasi. Komunikasi yang dimaksud ialah suatu proses penyampaian maksud kepada orang lain dengan menggunakan saluran tertentu. Maksud komunikasi dapat berupa pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat, persetujuan, keinginan penyampaian informasi suatu peristiwa. Hal itu disampaikan dalam aspek kebahasaan berupa kata, kalimat, paragraf (komunikasi tulis) atau paraton (komunikasi lisan), ejaan dan tanda baca dalam bahasa tulis, serta unsur-unsur prosodi (intonasi, nada, irama, tekanan, dan tempo) dalam bahasa lisan (Depdiknas, 2003). Dalam berkomunikasi tentu ada pihak yang berperan sebagai penyampai maksud dan penerima maksud . Agar komunikasi terjalin dengan baik, maka kedua belah pihak juga harus bisa bekerja sama dengan baik. Kerjasama yang baik itu bisa diciptakan dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain memperhatikan siapa yang diajak

46

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

berkomunikasi, situasi, tempat, isi pembicaraan, dan media yang digunakan. Rambu-rambu di atas menyiratkan bahwa Kurikulum 2004 menganut pendekatan komunikatif. Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai seperangkat kaidah, tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai sarana untuk berkomunikasi. Bahasa ditempatkan sesuai dengan fungsinya, yaitu fungsi komunikatif. Menurut Littlewood (dalam Zuchdi dan Budiasih, 1997: 34) pendekatan komunikatif didasarkan pada pemikiran sebagai berikut: (1) Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang lebih luas tentang bahasa. Hal ini terutama dilihat bahwa bahasa tidak terbatas pada tatabahasa dan kosa kata, tetapi juga pada fungsinya sebagai sarana berkomunikasi. (2) Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal itu menimbulkan kesadaran bahwa mengajarkan bahasa, tidak cukup dengan memberikan bentuk-bentuk asing kepada siswa, tetapi siswa harus mampu mengembangkan cara-cara menerapkan bentukbentuk itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dalam stuasi dan waktu yang tepat. Ciri pendekatan komunikatif yang lain dikemukkan Finoccaro dan Brumfit (dalam Sumardi,1992:100). Pendekatan komunikatif mempunyai ciri sebagai berikut:

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8) (9)

(10)

(11)

(12)

(13)

Kebermaknaan sangat penting dibandingkan dengan struktur dan bentuk bahasa. Belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi, bukan mempelajari struktur, bunyi atau kosakata secara terpisah-pisah. Tujuan yang ingin dicapai adalah kemampuan komunikasi (communicative competence), yaitu kemampuan menggunakan sistem bahasa secara efektif dan betul. Kelancaran menggunakan bahasa yang dapat diterima, menjadi tujuan utama yang ingin dicapai. Keakuratan penggunaan bahasa dilihat dari konteks penggunaannya. Materi pelajaran disusun dan ditahapkan melalui pertimbangan isi, fungsi, atau makna yang menarik. Variasi kebahasaan merupakan konsep sentral dalam materi pelajaran dan metodologi. Apabila diperlukan dan berguna bagi siswa, penerjemahan dapat dilakukan. Jika diperlukan campur kode dengan bahasa ibu dapat dilakukan Dialog, jika digunakan, berkisar pada fungsi-fungsi komunikatif dan biasanya tidak dihafalkan. Bukan ucapan yang persis seperti ucapan penutur asli yang dicari, tetapi ucapan yang dapat dipahami. Usaha untuk berkomunikasi dianjurkan sejak tingkat permulaan. Bahasa yang diciptakan oleh individu-individu sering kali melalui trial and error. Guru membantu siswa dengan cara apa pun yang mendorong siswa menggunakan bahasa yang dipelajari.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

47

(14) Siswa diharapkan dapat berinteraksi dengan orang lain melalui kerja berpasangan atau kelompok, baik secara langsung maupun melalui tulisan. Pengajaran bahasa yang komunikatif nampak lebih humanistik, yaitu sentralitas kegiatan lebih banyak berada pada siswa. Guru hanya sebagai fasilitator, siswa diberi kebebasan, otonomi, tanggung jawab dan kreativitas yang lebih besar dalam proses belajar (Stevik, dalam Sumardi, 1992). Sebagai fasilitator guru mengkoordinasikan kegaiatan siswa yang harus bisa menjamin kegiatan kelas berjalan dengan baik. Dalam kegiatan komunikatif, guru berperan sebagai individu yang diharapkan memberi nasihat, memantau kegiatan siswa, menentukan latihan, dan memberikan bimbingan (Littlewood, dalam Sumardi, 1992). Tujuan pengajaran bahasa menurut pendekatan komunikatif ialah untuk : (a) mengembangkan kompetensi komunikatif siswa, yaitu kemampuan menggunakan bahasa yang dipelajarinya itu untuk berkomunikasi dalam berbagai situasi dan konteks, (b) meningkatkan penguasaan keempat keterampilan berbahasa yang diperlukan dalam berkomunikasi. Adapun materi pelajaran utamanya ialah : (a) empat keterampilan berbahasa, (b) fungsi-fungsi bahasa yang diperlukan siswa, seperti fungsi bertanya, menjawab, menyapa, menyangkal, mengajukan pendapat, dan lain-lain. Siswa dilatih menggunakan bahasa untuk berbagai fungsi tersebut sebagai alat komunikasi, bahasa digunakan untuk berbagai fungsi yang wujud penampilannya berbeda-beda, (c) variasi-variasi bahasa, di samping variasi baku/ formal, untuk

memungkinkan siswa dapat berbahasa sesuai konteks, (d) sistem bahasa (struktur, kosa kata, fonem, ejaan, intonasi, dan lafal), (e) sastra, tidak dijadikan bahasan yang berdiri sendiri, tetapi diintegrasikan dengan keterampilan berbahasa. Sumber materi yang diutamakan dalam pendekatan komunikatif ialah materi yang otentik, berupa bahasa otentik, yaitu bahasa sebagaimana digunakan dalam konteks nyata. Dengan demikian, siswa akan dihadapkan pada bahasa nyata yang ditemui dalam masyarakat bahasanya. Setiap pendekatan pembelajaran selalu lahir dari sejumlah asumsi, antara lain asumsi teori bahasa dan teori belajar. Dari segi teori bahasa, asumsi yang dijadikan dasar pendekatan komunikatif ialah sebagai berikut: (1) Bahasa adalah sistem untuk mengekspresikan makna. (2) Fungsi utama bahasa ialah untuk sarana interaksi dan komunikasi. (3) Struktur bahasa memantulkan penggunaan-penggunaan fungsional dan komunikasi. (4) Unit-unit utama bahasa tidak hanya gambaran mengenai tatabahasa dan strukturnya, tetapi juga kategorikategori makna fungsional dan komunikatif sebagaimana terdapat dalam wacana. (5) Ada tujuh fungsi dasar yang ditampilkan bahasa untuk pebelajar bahasa, seperti diungkapkan Halliday (dalam Aminuddin, 1996) sebagai berikut: (a) Fungsi Instrumental, bahasa dapat difungsikan sebagai wahana untuk memenuhi keperluan, misalnya kontak bisnis, dialog, membuat surat, pengumuman, dan lain-lain

48

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Fungsi Regulator, bahasa dapat digunakan untuk mengatur perilaku dan hubungan orang yang satu dengan yang lain. Misalnya memberikan pengarahan, peraturan di kelas, menyusun pedoman, dan aturan lain. (c) Fungsi Interaksional, bahasa dapat digunakan untuk mengadakan percakapan, tukar pendapat, diskusi, dan menulis surat kepada teman (d) Fungsi Personal, bahasa dapat digunakan untuk mengungkapkan pengalaman, pendapat pribadi, menyampaikan gagasan dalam diskusi, dan mengusulkan sesuatu. (e) Fungsi Imajinatif, bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan imajinasi dan daya kreativitas, misalnya menulis puisi, cerita fiksi, dan drama. (f) Fungsi Heuristik, bahasa merupakan wahana untuk mencari dan menemukan pemahaman, misalnya penggunaan bahasa dalam wawancara, bermain peran, dan proses berpikir untuk memahami dan menyimpulkan sesuatu. (g) Fungsi Informatif, bahasa digunakan dalam menyampaikan berita, laporan lisan/tulis, dan menggambarkan sesuatu, misalnya menyampaikan telegram, surat, serta penyusunan laporan. Untuk memanfaatkan bahasa dalam berbagai fungsinya, penutur suatu bahasa harus memiliki kemampuan (a)

(b)

menemukan dan menyusun gagasan, (b) menyusun kata-kata dan kalimat untuk membentuk satuan-satuan pengertian yang telah disusun, dan (c) menentukan strategi dan bentuk kegiatan untuk menggunakan benuk-bentuk pengertian yang telah dibahasakan ke dalam kegiatan tertentu. Ditinjau dari segi kebahasaannya, kemampuan di atas juga mempersyaratkan dukungan kemampuan memahami kata-kata, struktur kata dan kalimat, dan kemampuan memahami sistem bunyi atau sistem penulisan sebagaimana tertera dalam kaidah ejaan. Meskipun pengguna bahasa dalam berbagai fungsinya memerlukan dukungan pemahaman aspek kebahasaan, sama sekali bukan berarti bahwa bila siswa setelah memahami perihal fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik lalu siswa terampil berbahasa. Menurut Halliday (dalam Aminuddin, 1996), siswa memahami dan terampil berbahasa justru karena mereka menghayati penggunaan bahasa dalam berbagai fungsinya. Sebagaimana pemahaman perihal kebahasaan, pemahaman bagaimana menggunakan bahasa dalam kegiatan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis juga harus didasarkan pada aktivitas kegiatan berbahasanya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

49

Bacaan 5 BAB II TEKNIK MENGAJAR DENGAN PENDEKATAN LINGKUNGAN ALAM SEKITAR

Ada beberapa elemen dasar yang perlu diperhatikan, sehubungan dengan pengimplementasian suatu pendekatan di dalam proses belajar mengajar. Pertama, semua pendekatan mengajar adalah baik dan dapat digunakan. Hal ini tergantung dari sejauhmana penyiapan kegiatan belajar mengajar dan materi yang akan diajarkan. Kedua hal tersebut, sangat berpengaruh terhadap proses belajar anak. Kegiatan belajar anak yang berinteraksi langsung dengan benda nyata, dapat merangsang kepekaan berfikir dan persepsinya di dalam memformulasikan konsep- konsep ke arah pemahaman yang lebih baik. Sehingga, pengetahuan yang diperoleh dan dibentuk sebelumnya, akan terus diperbaiki dan dilengkapi. Kedua, dampak positif mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar, memberikan kesempatan dan dorongan untuk pengembangan inkuiri anak dalam usaha memecahkan masalah (problem solving). Inkuiri merupakan kegiatan mencari data-data lain, biasanya melalui proses sebagai berikut: (a) dengan membuat pertanyan-pertanyaan, yang dilanjutkan dengan proses investigasi. Proses penemuan (discovery) terjadi ketika investigator, yang dalam hal ini adalah anak didik, mendapatkan pengetahuan atau menyadari tentang sesuatu yang sebelumnya tidak dikenal atau diketahuinya. (b) proses inkuiri dan penemuan, saling berkaitan dan menunjang proses pemecahan masalah tentang hal-hal yang merupakan bagian penting untuk dipelajari dan dipahami. Perlu diingat, bahwa inkuiri akan membawa kepada proses penemuan. Discovery merangsang terbentuknya pendapat. Dan terjadinya suatu pendapat menunjukkan adanya suatu pengertian dan
50

pemahaman. Pengertian dan pemahaman, sangat penting untuk suatu pengetahuan jawaban. Sedangkan jawaban terhadap suatu permasalahan, pada gilirannya akan membawa anak didik untuk lebih banyak bertanya lagi, itulah inqury. Proses di atas, merupakan siklus yang selalu berkaitan satu sama lain. Dengan kata lain, inkuiri dan proses penemuan akhirnya bersama-sama akan menuju kepada upaya untuk mendapatkan jawaban-jawaban dari suatu permasalahan, yang pada hakekatnya merupakan awal untuk mengenali masalah-masalah baru. Ketiga, dari kegiatan belajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar, memungkinkan anak didik untuk merespon dengan seluruh kemampuan berfikir, anggota badan, serta segala minatnya. Anak-anak dengan spontan akan menggunakan seluruh indera yang dipunyainya. Keadaan seperti ini, sukar ditemui di dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Anak didik merespon dengan segala aktivitas motorik, emosi, fikiran, dan perasaannya, serta dengan cara-cara yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Itu semua, mempunyai nilai yang sangat berharga di dalam proses menumbuhkembangkan pribadinya. Strategi mengajar yang selalu diidentikkan dengan mengajar melalui pendekatan Hngkungan alam sekitar, adalah pendekatan eksplorasi dan penemuan. Secara umura, prosedur mengajar dengan pendekatan Hngkungan alam sekitar meliputi: sistematika penggunaan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat, lebih mengarah kepada proses untuk memacu berfikir, observasi, serta bersikap teliti terhadap segala bagian sekecil apapun, yang dianggap penting bagi anak didik itu sendiri. Anak didik diarahkan untuk mengeksplorasi benda-benda dan prosesproses dilingkungan alam sekitar yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, melalui keterampilan bertanya. Di dalam kegiatan bertanya, anak dibimbing untuk melihat dan mengamati sendiri. Selanjutnya, mereka dipacu untuk memikirkan tentang
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

apa-apa yang mereka amati, dan mengintegrasikan serta mensitesa bagianbagian yang sesuai dengan hasil pengamatan, sampai mereka dapat memformulasikan kesimpulan dari pertanyaan "apa yang terjadi disini?". Oleh sebab itu, pengetahuan lebih banyak diperoleh melalui penggunaan sumber-sumber dan materi yang sifatnya nyata, daripada melalui deseminasi verbal. Mengajar dengan pendekatan Hngkungan alam sekitar diimplikasikan dengan kegiatan di luar kelas sangat penting dalam rangka melibatkan anak didik untuk mencari pengalaman belajamya. Di dalam cara ini siswa dimotivasi untuk menggunakan semua inderanya (belajar dengan multi sensories) di dalam mencari jawaban terhadap segala misteri yang mereka temukan. Segala pengalaman, pengetahuan dan pemahaman yang mereka peroleh merupakan kekuatan argumen untuk menyusun kembali, menambah, menyempumakan atau menggantikan pengalaman pertama yang diperoleh dari sesuatu yang mereka lihat di dalam kegiatan di Hngkungan alam sekitar, yang ingin mereka ketahui. Anak didik menggantikan pengalaman pertama yang mereka peroleh dari yang mereka lihat, dengar, cium, kecap, dan rasa ke dalam bentuk simbol-simbol atau teks. Sehingga, menjadi sesuatu yang bermakna, dalam rangka melengkapi pengetahuan verbal yang telah mereka punyai selama ini. Dengan kata lain, sesuatu yang dianggap baru atau aneh dari sesuatu yang sering ditemui anakanak, sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi mereka. Anak akan lebih cepat memahami, apabila guru lebih banyak menggunakan pendekatan eksplorasi di dalam kegiatan belajar mengajarnya.
A. Inkuiri di dalam Laboratorium Lingkungan Alam Sekitar Sebagai strategi pembelajaran untuk proses "penemuan", inkuiri mempunyai elemen-elemen yang meliputi pendekatan-pendekatan belajar lainnya, seperti: problem solving, metoda discovery, metoda socrates, pendekatan

non directive dan sebagainya. Apapun label dari pendekatan-pendekatan tersebut, di dalam proses belajar mengajar tetap mempunyai satu tujuan utama yaitu melibatkan anak didik dalam rangka mengembangkan kemampuan mereka agar dapat memformulasikan pertanyaanpertanyaan yang datang dari dirinya, serta berusaha untuk mencari jawabannya sendiri. Dengan kata lain, penggunaan pendekatan inkuiri, pada hakekatnya bertujuan untuk membimbing anak didik agar dapat "mencari sesuatu oleh dan untuk dirinya sendiri". Pada bagian berikut ini, akan dibicarakan tentang masalah-masalah sebagai berikut : (1) ceramah bukan metode mengajar yang efektif, (2) belajar eksplorasi (eksploratory), (3) inkuiri (inquiry) dan pemecahan masalah (problem solving). Yang kesemuanya, akan membantu di dalam memperjelas perbedaan antara pendekatan ceramah yang monoton dengan strategi mengajar yang menggunakan inquiry dan eksploratory. 1. Ceramah bukan metode mengajar yang efektif Ceramah bukan metode mengajar yang efektif, hal ini disebabkan di dalam ceramah hanya berpegang kepada penggunaan kata-kata saja. Sehingga menjadikan anak-anak tenggelam di dalam lautan kata-kata. Gambaran keadaan ini, misalnya: Bapak Amir menyiapkan pelajaran untuk anakanak kelas enam yang kegiatannya dilakukan di dalam ketas. Bapak Amir melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar dalam gaya yang sudah umum, seperti berikut ini: "Anak-anak sekarang bapak akan menerangkan tentang fosil yang bapak temukan pada waktu bapak liburan kemarin ke pantai Anyer. Fosil ini, namanya Cephalopoda. Fosil ini berasal dari laut zaman Ordovisian sekitar 360 sampai 420 juta tahun yang lalu. Kata "fosil" berarti menggali yang berasal dari kata latin "fodese" yang diterjemahkan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

51

secara langsung sebagai "menggali". Asal mula digunakannya kata fosil, karena hampir segala macam komposisi mineral atau bentuk aneh lain, diperoleh dari hasil galian. Tetapi sekarang kata "fosil" berarti bukti langsung kehidupan masa lampau, seperti: tulang dinosaurus, sisa-sisa tumbuhan dan juga cetakan kaki hewanhewan yang telah musnah. Kerap kali kita menemukan fosil pada batuan sedimen (endapan) dan mungkin juga ditemukan pada batuan yang berasal dari magma ataupun metamorf. Keadaan seperti di atas, sering terjadi, tidak terkecuali di kelas-kelas modern. Monolog bapak Amir, hampir menyita seluruh waktu yang tersedia. Sehingga, anak didik tidak mempunyai kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sebagai inquirer atau dengan obyek pelajaran itu sendiri, yang dalam hal ini adalah fosil. Untuk itu, ceramah dapat dikatakan sebagai metoda mengajar yang kurang efektif untuk terjadinya proses pemahaman anak sebagai hasil dari kegiatan belajar mengajar apabila tidak digabungkan dengan metode-metode mengajar lainnya. 2. Belajar Eksploratory Dengan cara yang sangat berbeda dari yang diuraikan di atas, proses pembelajarannya, kita ganti dengan memanfaatkan lingkungan alam sekitar sekolah sebagai fasilitas belajar anak. Lingkungan alam sekitar sangat bervariasi, dimulai dari permukaan tanah yang tidak rata, bukit, kebun, kolam, sawah, sungai dan sebagainya. Hal itu semua, merupakan fenomena menarik dan khas yang akan memacu anak didik untuk melakukan eksploitasi. Misalnya, permukaan tanah yang tidak rata seperti terlihat jelas pada tebing, yang tersusun oleh bermacammacam hasil proses alam, pelapukan, pengikisan oleh air, baik air hujan maupun air sungai itu sendiri. Sehingga, akan terlihat seperti lukisan dengan bermacammacam warna dan lapisan. Tebing di kiri kanan sungai merupakan tempat keindahan dan keanehan alami yang tidak ternilai
52

harganya, sebagai fasilitas belajar anakanak. Mereka akan sangat senang apabila dibawa pulang ke obyek yang bisa mereka pelajari. Tetapi perlu diperhatikan, obyek belajar yang akan digunakan harus dipertimbangkan secara cermat dan teliti untuk keselamatan siswa. Di sinilah perhitungan, pertimbangan serta penelitian awal perlu dilakukan guru. Anak didik akan senang di bawa ke lingkungan yang sebenarnya, karena mereka akan mempunyai kesempatan untuk mengekplorasi sesuatu oleh dirinya sendiri. Mereka akan dengan sendirinya menentukan langkah atau keputusan untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Dan buku-buku akan berperan penting sebagai pemberi informasi yang mereka dapatkan dari lingkungan. Di sinilah, guru akan menyadari bahwa kegiatan belajar anak sebenarnya merupakan tanggung jawab anak itu sendiri. Peran guru bukanlah semata-mata sebagai pendikte atau pemberi informasi, tetapi lebih cenderung sebagai fasilitator belajar anak. Sebagai ilustrasi dari kegiatan di atas, komunitas dua arah antara guru dar siswa akan sangat baik. Guru bukan lagi dianggap sebagai penguasa tunggal d dalam kelas, tetapi lebih cenderung dianggap sebagai teman yang bisa diajal berdiskusi tentang masalah-masalah yang mereka temukan. Di bawah ini, merupakai salah satu contoh dialog yang mungkin akan terjadi di dalam kegiatan belaja eksploratory antara guru dan anak didiknya. Siswa : Pak Amir, lihat apa yang saya temukan ini, kira-kira apa ini? Bpk. Amir : Hm, saya kurang begitu tahu, marilah kita lihat lebih dekat dan teliti lagi (Bp. Amir tahu, dia hanya tidak mengatakannya, untuk hal itu). Kesini coba kita lihat di bawah kaca pembesar. Apa yang kamu lihat? Siswa : Saya melihatnya seperti cangkang kerang Bp. Amir : Coba lihat lagi yang lebih teliti, apakah benar itu cangkang kerang?
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Siswa : Kelihatannya bukan, saya tidak menemukan bahan yang biasa ada dan ditemukan dalam cangkang kerang, karena berbeda dengan yang sering saya temukan waktu saya diajak piknik oleh bapak/ ibu ke pantai. Siswa : Kelihatannya hanya cetakan bekas cangkang kerang saja pada batu ini, saya heran bagaimana kerang bisa masuk ke dalam batu. Bp.Amir : Apa lagi yang dapat kamu lihat dari sana? Siswa : Saya melihat banyak sekali butiran pasir yang halus Bp.Amir : Ke sini, bapak belah sedikit dengan pisau supaya kamu lebih jelas melihatnya. Menurut kamu seperti apa ini? Siswa : Saya fikir, itu seperti pasir, ya ! benar ini pasir, saya masih heran dan belum mengerti bagaimana bisa terjadi cetakan cangkang kerang pada batu ini Bp.Amir : Marilah barangkali kita bisa menelusurinya untuk memecahkan persoalan ini. Dimana biasanya kita temukan cangkang kerang yang mirip seperti ini? Siswa : Kalau liburan sekolah saya sering diajak ayah dan ibu liburan ke pantai dan saya sering banyak menemukan cangkang kerang seperti ini di pantai, beberapa diantaranya mirip seperti yang saya temukan ini Bp.Amir : Baiklah, sekarang lihat bila kita dapat menggunakan semua fakta yang kita ketahui untuk lebih jauh dapat memecahkan masalah ini. Yang kamu temukan ini pada zaman dahulu asalnya berupa cangkang kerang biasa, sekarang kerang yang seperti ini sudah tidak ada lagi, tetapi kita mempunyai kunci untuk mengatakan bahwa jenis kerang ini pernah ada yaitu dengan adanya fosil ini (catatan : istilah fosil baru diberitahukan di sini). Coba kamu fikirkan ceritera selanjutnya mengenai proses sampai terjadi fosil yang kamu temukan itu. kira-kira apa yang terjadi dengan hal itu? (setelah mendapat pengertian dan gambaran tentan hal tersebut diatas)

Siswa : Yah! Saya fikir tentang apa yang telah terjadi di atas, saya ingat cangkang kerang sering ditemukan di pantai-pantai yang terbawa oleh arus ombak dan kembali lagi terbawa ke laut untuk selanjutnya terkubur pasir yang terbawa arus. Beberapa cangkang kerang terbawa ombak ke pantai dan sebagian lagi ke laut. Saya melihat beberapa cangkang kerang terkubur pasir dan setelah beberapa saat cangkang kerang tersebut sudah tidak terlihat lagi, tertimbun pasir, dalam sekejap saja cangkang kerang tersebut telah hilang terkubur pasir, apalagi bila telah berlangsung berjuta-juta tahun, segala sesuatu yang telah terkubur itu bisa berubah menjadi batu Bp.Amir : Kamu telah berfikir sangat baik dan sudah berfikir begitu jauh, tentang apa yang terjadi terhadap cangkang kerang itu sendiri (siswa yang sampai saat ini sudah benar-benar mengerti dan dapat menangkap dan menjelaskan masalah, serta mencoba untuk menjelaskan atau memecahkan misteri proses terbentuknya/ terjadinya fosil). Oh ya, sejumlah cangkang keran akan terlepas dari pegangannya untuk selanjutnya terbawa ombak sampa di pantai uan terbawa lagi oleh air untuk selanjutntya sedikit demi sedikit tertimbun oleh pasir. Timbunan pasir makin lama makin tebal menututupi cangkang kerang tersebut dan terbentuklah laopisan lapisan pasir yang makin lama makin padat dan tebal. Karena pengaruh zat kimia atau unsur-unsur yang larut dalam air akan menjadi bagian dari lapisan pasir yang dengan sendirinya zat-zat kimia atau mineral-mineral tersebut menjadi bagian dari lapisan pasir. Keadaan seperti ini terus berlangsung beratus dan berjuta juta tahun lamanya sehingga terbentuklah padatan diantaranya tercetak dalam cangkang kerang tersebut. Kegiatan seperti diatas akan berjalan dengan penuh minat dari anak untuk waktu yang relatif panjang. Ivestigasi akan lebih mudah untuk dikembangkan dalam jangka waktu beberapa hari. Anak-anak akan terlibat langsung didalam kegiatan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

53

eksplorasi di lingkungan luar sekolahnya dengan menggunakan bermacam-macam sumber belajar yang ada di dalam kelas. Buku-buku sumber akan sangat berguna bagi anak sebagai bahan acuan untuk memperoleh informasi tambahan yang berhubungan dengan masalah-masalah yang ditemukan dan sedang dipecahkan didalam kegiatar belajar tersebut. Untuk mengajar dengan cara seperti bapak Amir, diperlukan keterampilan, pengalaman, dan kesabaran, misalnya di dalam menyusun rencana untuk kegiatan inkuiri, serta membimbing dan membawa anak kepada jalannya self-directed inquiry, guru perlu mewaspadai arah pemikiran anak didik. Mereka sering lebih terfokus kepada mencari jawaban dari pertanyaannya sendiri, sehingga tujuan inkuiri untuk mencari informasi-informasi yang diperlukan kadang-kadang terabaikan. Maksud dari inkuiri adalah mencari informasi untuk setiap bagian dari temuantemuan siswa. Proses investigasi lebih banyak melibatkan siswa dan guru itu sendiri, yang kedua-duanya merupakan pelajar, walaupun guru pada kenyataannya harus dapat merancang pertanyaanpertanyaan yang tidak mudah untuk ditemukan jawabannya oleh siswa. Ini merupakan suatu hal yang melawan kebiasaan lama di dalam proses belajar mengajar, karena guru biasanya sudah tahu lebih dahulu jawaban dari pertanyaan atau masalah yang diajukan. Berikut ini, contoh pertanyaan yang merangsang ke dua belah pihak (guru dan murid) untuk belajar bersama-sama tentang sesuaru. Guru : Bagus, nah sekarang mari kita lihat hal-hal yang dapat kita pelajari. Coba sampai berapa cm (senti meter) sebenarnya tumbuhan itu dapat tumbuh? Anak-anak akan melakukan pengukuran tinggi batang tumbuhan itu dengan teliti dan selanjutnya mereka akan menghitung rata-rata tinggi batang tumbuhan dari species itu. Selanjutnya, guru meneruskan investigasi dengan pertanyaan seperti "berapa banyak lembar mahkota bunga
54

yang dipunyai oleh bunga tumbuhan itu? Bagaimana letak daun pada batang tumbuhan itu? Apakah batang tumbuhan itu halus atau kasar berbulu? Gambar sketsa daun dari tumbuhan itu supaya kamu mempunyai catatan bentuk daunnya! Guru : Baiklah, sekarang kita observasi dan teliti tumbuhan itu dengan cara yang sedikit berbeda. Sampai saat ini kita telah membaca untuk lebih mengenal ciri-ciri dari tumbuhan itu, sehingga kita dapat mengetahui tumbuhan lain yang mirip dengan tumbuhan tersebut di dalam buku literatur. Mari kita lihat lebih dekat lagi, dimana tumbuhan itu tumbuh? Siswa : Kebanyakan tumbuhan itu tumbuh di tempat-tempat yang terkena sinar matahari langsung Guru : Ambil sedikit tanahnya, coba rasakan dengan tangan kananmu, apakah tanahnya berpasir atau tanah liat (lembek)? Siswa : Saya merasakan tanahnya berpasir, dan benar di sekitar sinipun banyak batubatuan juga. Oleh sebab itu, ajuan pertanyaan perlu diteruskan dan data yang ada terus dikumpulkan, diamankan, dianalisa. Selanjutnya, dipilih data-data yang raenunjang konsep dasar dan kesimpulan umum yang berhubungan dengan penampilan bunga tersebut, dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuatnya. 3. Inkuiri Sudan tidak terhitung banyaknya temuantemuan baru di dalam bidang sains yang kita ketahui saat ini. Temuan-temuan tersebut, tidak mungkin bisa terwujud kalau investigator atau inquirer hanya mengandalkan kepada pertanyaanpertanyaan yang sudah diketahui jawaban sebelumnya. Seorang ahli inkuiri yang telah berpengalaman, akan menggunakan seni membuat pertanyaan yang dapat membawa anak didik kepada proses penemuan jawaban-jawaban dari masalahmasalah yang belum diketahui jawabannya. Sebagai gambaran, di sini sebaiknya kita lihat inkuiri dari eksplorer anak kelas 3 SD. Mereka merupakan
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

penemu-penemu potensial yang senang mendatangi lapangan rumput atau tempattempat lain di sekitar sekolah. Mereka akan datang ke dekat bunga-bunga yang ada dan mereka akan mendekati sekelompok bunga yang asing baginya, mungkin asing juga bagi gurunya sendiri. Percakapan seperti berikut mungkin akan terjadi. Siswa : Saya belum pernah melihat tumbuhan ini sebelumnya. Saya tidak tahu tumbuhan apa ini? Guru : Sebelum kita mencoba untuk mengetahui tumbuhan apa sebenarnya yang ada dihadapan kita ini, marilah kita lihat berapa jumlah yang ada dihadapanmu, apakah kamu melihat tumbuhan lain semacam ini di sekitar sini? Siswa : Yah ! saya menemukan yang lainnya di sebelah sana Guru : Baiklah, sekarang bagaimana kamu dapat mengambil satu batang tumbuhan lain yang mirip dengan tumbuhan itu ? Siswa : Ini saya dapatkan tumbuhan yang warna bunganya sama dan bentuk serta besarnya hampir sama. Dari kegiatan di atas, anak-anak tanpa disadari telah mempelajari karakteristik tumbuhan, habitat dan kebutuhan tumbuhan tersebut baik secara khusus maupun secara umum. Inkuiri seperti ini, dapat dilaksanakan di dalam situasi laboratorium alam sekitar. Dengan kata lain, siswa telah terlibat di dalam dan dengan obyek belajar yang dipersiapkan oleh alam. 4. Problem Solving Apakah mungkin kita dapat memotivasi anak usia sekolah dasar untuk terlibat dalam inkuiri? Anak-anak usia sekolah dasar secara alami mempunyai sifat ingin tahu (curious) yang sangat besar. Inkuiri kebanyakan terjadi karena dorongan hati anak-anak itu sendiri, yang disebabkan oleh rasa ingin tahu dan keheranannya terhadap suatu fenomena yang mereka temukan. Hal tersebut, biasanya terwujud dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang

menggelitik hatinya, misalnya "saya heran mengapa....?" "saya heran kapan....?". Serangkaian kejadian, dapat dijadikan sebagai bahan untuk menggali pertanyaanpertanyaan pada anak, sesuatu yang mengherankan ataupun yang mengagumkan bagi diri anak, dapat dijadikan sebagai permasalahan yang menuntut untuk dicari jawabannya. Semuanya, dapat dikaitkan dengan proses inkuiri. Contoh situasi seperti di atas, menggambarkan guru dan siswa sedang menghadapi masalah yang menuntut pemecahan lebih lanjut. Strategi yang perlu dilakukan oleh guru adalah memotivasi siswa dan membawanya ke dalam inkuiri. Siswa diajak untuk selalu bertanya tentang sesuatu masalah yang ingin dicari jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut ditujukan kepada guru, dan guru yang ditanyai itu hanya dapat menjawab dengan kata-kata "ya" atau "tidak". Pendekatan khusus ini, menekankan kepada siswa untuk tidak hanya mengobservasi sesuatu lebih dekat lagi dan mencari data saja, tetapi juga, yang lebih penting dari itu adalah mengungkapkannya ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan inkuiri. Sebagai gambaran lebih jauh dari hal ini, bahwa guru harus mengacu kepada suatu keadaan yang lebih terbuka, lebih banyak mengajak siswa untuk berfikir kreatif, analitis, dan sistematis di dalam memecahkan sesuatu masalah. Contoh, siswa-siswa dari suatu kelas diajak untuk melihat pohon yang bagian pangkal akarnya menyembul di atas permukaan tanah, dan akar pohon itu ditutupi oleh kulit luar yang tebal dan kasar. Guru membawa anak-anak untuk memecahkan masalah tentang akar pohon yang keadaannya seperti yang telah disebutkan tadi. Pertanyaan pertama yang diajukan guru tentang masalah itu adalah: "apa yang terjadi di sini?' Untuk selanjutnya, siswa dibebaskan untuk membuat pertanyaan-pertanyaan sendiri sehubungan dengan hal tersebut di atas, berdasarkan hasil observasinya. Dialog yang terjadi adalah sebagai berikut:

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

55

Siswa : Apakah pohon ini mati? Guru : Tidak Siswa : Apakah ini merupakan bagian penting dari pohon? (akar tersebut kelihatannya seperti bagian dari batang, sebab akar besar tersebut ditutupi oleh kulit yang tebal, seperti halnya pada batang) Guru : tidak Siswa : Kalau begitu, apakah ini akar Guru : ya Siswa : Apa yang terjadi dengan tanah? Guru : Ingat, saya hanya menjawab "ya" dan "tidak". Silahkan susun lagi pertanyaan-pertanyaan kamu! Siswa : Apakah tanah terkikis dari akar Guru : Ya! Siswa : Tetapi ini tidak seperti akar, karena tertutup oleh kulit yang tebal. Guru : Buatlah pertanyaan-pertanyaan lainnya! Siswa : Ketika akar pohon ini tertutup tanah, mungkinkah kulitnya akan halus? Guru : Ya Siswa : Saya kira saya telah menemukan jawabannya. Apakah terjadinya kulit tebal pada akar tumbuhan itu maksudnya untuk melindungi akar yang tidak tertutup tanah? Guru : Itu pertanyaan yang bagus, itu barangkali jawaban tentang apa yang terjadi dengan akar pohon itu, kamu telah menjawabnya sendiri dan hal itu membuat saya sangat bangga terhadap kalian. Strategi mengajar seperti ini, merupakan kebalikan dari prosedur mengajar yang biasa dilakukan oleh guru-guru. Guru-guru umumnya yang bertanya dan siswa menjawab. Di sini, guru berperan hanya sebagai pembimbing dan pendorong minat anak didik untuk menjadi inquirer. Sedangkan guru semata-mata hanya mengkonfirmasikan informasi-informasi yang diperoleh siswa dengan menjawab "ya" atau "tidak". Dalam rangka memfokuskan anak kepada pertanyaanpertanyaan yang sesuai, guru lebih banyak member! kesempatan dan keleluasaan kepada anak untuk terlibat dengan obyek sebenarnya yang sedang dicari jawaban pemecahannya.
56

Siswa dituntut untuk mensintesis data hasil pengamatannya, untuk dijadikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dan mengarah kepada kesimpulan. Di dalam situasi seperti ini, siswa dapat memperoleh pengetahuan tentang seni bertanya. Strategi pemecahan masalah, seperti halnya dalam situasi belajar mengajar seperti ini, siswa pada dasarnya dilatih dan dipersiapkan untuk bisa melakukan inkuiri sendiri, dapat berdiri sendiri dalam situasi sekolah, dalam arti tidak selalu harus disuapi oleh guru. Sehingga, kita bisa mempunyai "anak didik yang utuh, sebagaimana halnya manusia seutuhnya" yang mampu untuk belajar dan memecahkan permasalahannya sendiri.
B. Pendekatan Pengalaman Langsung Dalam Belajar Mengenal Tumbuhan Proses pembelajaran yang dimulai dari objek nyata, akan lebih baik daripada dimulai dari buku pelajaran yang diteruskan ke lapangan untuk mengidentifikasi tumbuhan dan membuktikan deskripsinya. Marilah kita coba dengan menggunakan pendekatan pengalaman langsung, sehingga diharapkan akan terjadi situasi kegiatan belajar mengajar yang lebih realistis. Banyak tumbuhan yang belum dikenal dan bisa kita gunakan untuk memulai kegiatan belajar mengajar. Sering kali kita berkeinginan untuk mengetahui dan menemukan nama tumbuhan yang belum dikenal itu, baik familinya ataupun namanya. Salah satu cara terbaik untuk membantu hal tersebut, adalah dengan mempelajarinya lebih banyak lagi (tidak hanya sampai nama saja). Banyak ahli sains yang dapat memberikan nama lain setelah nama yang satu diketahui, mungkin satu atau malahan bisa juga dua nama latinnya. Hal ini, membuktikan, pengetahuan manusia tentang tumbuhan masih sangat sedikit. Mereka mungkin saja tidak mengetahui, misalnya pohon tersebut berbunga, burung apa yang biasa membuat sarang di sana, bentuk macam buah,
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

tekstur kulit luar pohon atau kualitas kayu, dan untuk apa kayu itu digunakan. Pendekatan eksploratory, dapat langsung diadaptasikan untuk kegiatan belajar seperti ini. Pada prakteknya, kegiatan ini bersifat alami. Tehnik mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar, adalah kegiatan yang melibatkan anak untuk berhadapan langsung dengan obyek belajarnya. Anak didik difasilitasi dan dibimbing untuk menemukan informasi, dan data tentang obyek belajarnya sebanyak mungkin melalui observasi langsung oleh dirinya sendiri. Pendekatan ini, akan sama baiknya digunakan sepanjang tahun, baik pada musim kemarau ataupun musim penghujan. Untuk itu, penggunaan pendekatan eksploratory, pada dasarnya tidak terlepas dari kemampuan siswa di dalam menguji obyek lebih dekat dan teliti, sesuai dengan informasi yang diperlukan. Selama musim hujanpun anak didik masih dapat melakukan identifikasi, seperti: mencari informasi sifat-sifat daun, tekstur, warna dna macam kulit luar pohon, warna dan bentuk tunas, yang sangat penting untuk mengembangkan kunci determinasi sederhana (tabel kunci) yang berguna untuk membantu di dalam mengenali tumbuhan. Fungsi guru pada situasi seperti di atas, adalah membantu member! arahan kepada siswa di dalam hal merencanakan arah dan fokus penelitian dari setiap kelompok atau individu anak. Contoh, "marilah kita raba kulit luar pohon, sebelum kamu menjelaskannya". Dapatkah kamu melihat, apa warnanya? Coklat, kelabu atau kehijau-hijauan? Tidak menjadi masalah, warna kulit pohon dan macam apa pohon itu diterangkan di dalam buku. Kalau ternyata menurut penglihatan siswa berwarna kelabu, siswa harus mencatatnya sebagai warna kelabu, sesuai hasil observasinya dan itu dicatat dalam buku sebagai salah satu karakteristik yang ditemukan. Semua karakteristik yang berhasil dicatat, nantinya digunakan dan dituangkan ke dalam tabel kunci.

Teknik yang cukup efektif untuk kegiatan ini, ialah dengan mengelompokan siswa dua-dua. Setiap kelompok yang beranggotakan 2 (dua) orang tersebut, masing-masing disuruh untuk memilih pohon yang berbeda. Masing-masing kelompok diinstruksikan untuk mempelajari pohon yang dipilihnya untuk jangka waktu sekitar 10 sampai 15 menit. Selanjutnya, mereka disuruh untuk mencatat dan mengingat karakteristik pohon tersebut. Sehingga, mereka dapat mengenali jenis pohon berdasarkan ciriciri yang mereka ketahui dan dapat membedakannya dengan jenis pohon lainnya. Di dalam diskusi kelas, setiap kelompok disuruh untuk membacakan uraian tentang pohon itu berdasarkan apaapa yang mereka lihat. Diharapkan informasi tentang pohon yang telah mereka amati cukup spesifik, sehingga kelompok lain bisa mengenali atau mengetahui pohon itu. Kegiatan yang singkat dan sederhana ini, merupakan suatu persepsi dna ekspresi siswa, sebagai latihan mengobservasi sesuatu dan membedakannya dengan yang lain, seperti halnya pohon yang mereka teliti. Akhir dari kegiatan, siswa dituntut untuk membuat uraian tentang sesuatu dengan benar dan akurat. Yang paling penting dari pendekatan discovery, siswa akan bertanya kepada dirinya sendiri tentang segala sesuatu yang belum mereka ketahui. Misalnya, tatkala siswa disuruh mengobservasi pohon yang mereka pilih, mereka akan bertanya dalam hatinya, seperti pertanyaan berikut ini : "apa yang perlu saya ingat dan perlu saya ketahui tentang pohon ini, supaya bisa digunakan untuk mengenali pohon lain yang sama seperti pohon ini?". Ketika siswa mendapatkan catatan atau pengetahuan dari lapangan sebagai kunci perolehan sendiri tentang pohon itu, memungkinkan mereka untuk mentransfer hal serupa terhadap yang lainnya. Sehingga, mereka bisa membuat "tabel kunci" untuk mengenali beberapa macam pohon-pohonan.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

57

Dalam rangka mendapatkan data yang cukup untuk memenuhi kolom-kolom yang ada dalam tabel kunci, anak dituntut untuk melakukan observasi tentang karakteristik pohon lebih teliti dan lebih banyak lagi. Misal, kolom untuk karakteristik bunga tidak akan diisi sebelum pohon itu berbunga. Untuk hal tersebut, anak mungkin perlu menunggu beberapa bulan sampai pohon tersebut berbunga. Sekali anak didik bisa melengkapi tabel kunci pengenal tumbuhan, mereka akan mempunyai lebih banyak pengetahan yang diperoleh secara langsung tentang pohon-pohon yang sedang dipelajarinya daripada mereka yang memperoleh informasi hanya dari bukubuku bacaan saja. Karena dengan satu ciri saja, anak didik bisa membedakan macammacam tumbuhan. Dari kegiatan ini, anak akan memahami, bahwa untuk mendeterminasi suatu species, akan diperlukan ciri-ciri yang lebih lengkap dan spesifik lagi. Hal inilah sebenarnya, yang mendorong anak-anak untuk melakukan observasi lebih teliti dan lengkap lagi. Jika seorang siswa sudah bisa mengembangkan tabel kunci macammacam tumbuhan, maka dia akan bisa mengenali suatu jenis pohon, walaupun sudah tidak ada daunnya. Misalnya, sebuah pohon yang warnanya kecoklatan, hidup di daerah panas dekat pantai, dengan pangkal akar menyembul ke atas tanah, tunas berbulu dan kulit kayunya banyak yang mengelupas, anak bisa menentukan sebagai pohon jati (Tectona grandis). Keterlibatan guru di dalam kegiatan ini, hanya sebatas membimbing dan memfasilitasi anak belajar. Guru tidak perlu memberitahukan nama tumbuhan secara langsung kepada siswa, selama melakukan lintas alam. Dengan kata lain, tugas guru di sini adalah membimbing siswa untuk mengenali obyek-obyek yang belum diketahuinya, langsung oleh dirinya sendiri. Pendekatan ini digunakan, agar siswa mendapatkan pengetahuan dari materi-materi pelajaran yang belum
58

mereka ketahui. Di sini, seorang guru harus menyadari bahwa "proses perolehan pengetahuan pada anak, sebenarnya merupakan tugas dan tanggung jawab anak itu sendiri". Yang paling penting bagi seorang guru adalah membimbing dan memfasilitasi siswa agar terbiasa untuk belajar oleh dirinya sendiri. Di dalam kegiatan belajar mengajar yang mengimplementasikan pendekatan lingkungan alam sekitar, memungkinkan siswa untuk belajar berdasarkan hasil observasinya dan dengan segala kepurusannya sendiri. Mereka memandang sosok guru sebagai pembimbing di dalam berfikir dan bukan sebagai pemberi jawaban atas segala masalah yang mereka temukan.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

59

C. Pendekatan Tabel Kunci Untuk Mengenal Burung Salah satu cara termudah untuk menemukan burung dan menjadi akrab dengannya, adalah dengan membawa atau mendekatkan burung tersebut kepada si pengamat. Hal ini, bisa dilakukan dengan cara membuat tempat-tempat pakan burung yang disimpan (digantung) pada rumpun-rumpun kayu, pohon-pohon dekat rumah atau halaman sekolah. Pemberian makanan sebaiknya dilakukan secara teratur dengan makanan yang bermacammacam, sehingga dapat menarik perhatian burung untuk datang dan makan ke tempat yang telah disediakan. Burung akan memilih tempat makanan yang disimpan ditempat sepi dan tersembunyi. Kegiatan mengobservasi burung dapat dilakukan manakala sudah terdengar suara kicauannya. Apabila tempat pakan burung itu dipertahankan keberadaannya, dan pemberian makanan terus menerus dilakukan, burung-burung akan terus mendatanginya. Jenis makanan burung akan menentukan jenis burung yang datang. Contohnya, burung yang paling tertarik oleh serangga biasanya adalah burung kutilang, karena burung jenis ini makanannya serangga. Lain halnya, apabila pada tempat pakan burung itu disimpan biji-bijian, kemungkinan banyak jenis burung besar yang datang, seperti: tekukur, perkutut dan sebagainya. Selain itu, suatu kemudahan di dalam pengenalan burung bagi siswa, adalah banyaknya masyarakat kita yang senang memelihara burung di rumah. Keadaan ini, bisa dimanfaatkan oleh anakanak untuk lebih mengenal dan akrab dengan burung-burung peliharaan bapaknya itu. Sehingga pengenalan burung bagi anak-anak akan lebih mudah dan lebih berhasil. Bagaimana anak-anak usia sekolah dasar belajar tentang burung? Dengan hanya melihat burung-burung yang ada, tidak menjamin anak-anak bisa mengenalnya lebih jauh. Tabel kunci pengenal burung merupakan teknik yang paling efektif untuk diterapkan di dalam
60

mengajari anak-anak membedakan macam-macam burung. Lebih jauh lagi, hal itu mendorong anak untuk melakukan observasi yang lebih teliti lagi. Ciri lain dari burung tersebut, misalnya: warna apa yang paling banyak pada burung itu? Apakah ada ciri-ciri lain yang merupakan ciri khas dari burung tersebut, yang dapat membedakannya dari jenis burung lainnya? Bagaimana ciri-ciri bentuk burung itu secara umum? Apakah ekor burung itu pendek atau panjang? Apakah ekor burung itu terbuka atau kuncup? Apakah paruhnya panjang atau pendek? Apakah kepalanya bundar atau mempunyai bentuk lain? Dari ukuran tubuh, bentuk, warna dan ciri-ciri khusus lainnya, memungkinkan anak bisa mengidentifikasi beberapa burung yang biasa mereka temukan. Metode seperti di atas, lebih efektif dilaksanakan dalam kegiatan field trip ke hutan sekitar sekolah atau tempat lain yang tidak terlalu jauh dari lokasi sekolah, dan tidak membahayakan keselamatan anak didik. Tatkala anak-anak mendapatkan pengalaman observasi, mereka akan belajar untuk membuat pembeda macam-macam burung dengan lebih baik dan teliti. Dasar pemikiran pentingnya kegiatan ini, adalah siswa dimungkinkan untuk dapat mengamati langsung secara utuh, meneliti karakteristik khusus, sehingga memungkinkan mereka untuk dapat membedakan dengan jenis-jenis burung lainnya. Misalnya, anak di dalam mencatat macam dan bentuk ekor burung akan seperti berikut ini: panjang dan kuncup, panjang dengan ujungnya melingkar, pendek dengan ujungnya persegi, dan sebagainya. Di dalam pengobservasian paruh, anak diarahkan untuk mengamatinya dengan teliti, misalnya: apakah paruhnya panjang atau pendek? Guru selanjutnya harus bertanya apakah paruhnya tebal atau tipis, atau mempunyai warna yang khas. Apabila burung itu berkicau, apakah suaranya meninggi atau merendah? Apakah kicauannya
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

menyebutkan sesuatu? misalnya, burung pipit akan berkicau seperti: ph....pit....pit... dan kutilang... kutilang.., untuk burung kutilang, dsb. Anak-anak sebaik-baiknya diajak untuk mendengarkan suara kicauan burung, selanjutnya anak-anak disuruh untuk menafsirkan bentuk dan macam suara burung itu ke dalam kata-kata yang umum digunakan di dalam bahasa kehidupan sehari-hari. Di dalam kegiatan ini, setiap anak mungkin akan mempunyai penafsiran yang berbeda atas bentuk dan macam suara burung tadi. Di sini, anakanak akan belajar memverbalisasikan sebutan kata apa yang paling cocok dengan suara burung itu, untuk selanjutnya mereka cocokan dengan keterangan yang ada di dalam buku. Dengan mengulang observasi ke lapangan, memungkinkan anak untuk mengenal kembali jenis pohon atau tumbuhan yang selalu digunakan untuk hinggap atau bersarangnya burungburung tersebut. Sehingga, anak-anak dapat melengkapi catatan di dalam label kunci pengenalan burung yang dibuatnya. Observasi dapat dikembangkan lebih lanjut kepada hal-hal sebagai berikut: misalnya, apakah burung itu ada pada pohon-pohon yang tumbuh di pinggir jalan, dekat air, dekat ladang atau pohon yang sangat rindang tempat burung tersebut tersembunyi di dalamnya Aoakah burung tersebut sering hinggap di puncak pohon, di batang atau di dekal Untuk identifikasi burung dengan menggunakan kunci sederhana bagi anakanak usia sekolah dasar yang dilakukan di bawah bimbingan guru, bisa dimulai dengan memberikan pertanyaan atau masalah sebagai berikut: Apakah burung yang kamu temukan sebesar burung kutilang? Lebih besar atau lebih kecil? Apabila burung itu lebih besar atau lebih kecil dari burung kutilang, apabila lebih kecil dari burung kutilang, apakah sebesar burung pipit? Kita menggunakan standar ukuran tubuh, sebab kebanyakan anak-anak usia sekolah dasar sudah bisa membedakan

ukuran atau besarnya burung-burung di atas dengan baik. Hal ini, dikarenakan anak-anak usia SD terutama yang ada di pedesaan sering menjumpai jenis burungburung tadi. Selanjutnya guru bisa menanyakan ciri-permukaan tanah. Di dalam hal terbangnya, apakah burung itu terbang mendatar, zigzag atau yang lainnya. Karena burung akan mudah dikenali dari cara terbangnya, seperti halnya kita bisa mengenali seseorang dari suara, cara bicara, atau dari cara berjalannya. Kemungkinan kolom-kolom tabel kunci pengenal burung tidak bisa terisi semua, dan akan sangat beruntung, kalau kolom-kolom tersebut bisa terisi semuanya. Untuk mendapatkan ciri-ciri lengkap jenis burung tertentu, kemungkinan perlu dilakukan beberapa kali kegiatan field trip. Keuntungan dari kegiatan ini, anakanak akan memperoleh pengalaman langsung dari alam sekitar tempat observasi mereka lakukan, selain kebanggaan diri, karena telah mampu membuat tabel kunci determinasi burung bagi dirinya sendiri. Yang perlu diperhatikan di dalam kegiatan ini, guru jangan terlalu mudah dan langsung memberi informasi kepada anak-anak tentang hal-hal yang ditanyakannya. Siswa sebaiknya didorong dan diberi keberanian untuk mendapatkan segala informasi yang diperlukan oleh dirinya sendiri, sedapat mungkin sesuai dengan kemampuan masing-masing individu siswa. Siswa-siswa yang belajar di lingkungan alam sekitar, sebaiknya diarahkan untuk melakukan observasi sendiri dan membuat kesimpulan sendiri. Sehingga, mereka akan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan jawaban sendiri dari permasalahan-permasalahan yang belum mereka ketahui di lingkungan sekitar mereka sendiri. Misalnya, apabila guru melihat satu jenis burung dan guru menjelaskan cara burung itu terbang, sedangkan anak-anak tidak sempat melihatnya, kemungkinan besar anak-anak

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

61

akan bertanya ciri-ciri lain yang sempat dilihat oleh guru tentang burung itu. Anakanak yang sudah mempunyai tabel kunci pengenal burung, mungkin bisa mengetahui nama burung yang sedang terbang itu. Dengan kata lain, dengan mengidentifikasi cara burung itu terbang, siswa mungkin dapat mengidentifikasi jenis burung itu. Secara alami, setiap anak di dalam kelompoknya tidak akan bisa memberi perhatian terhadap setiap burung yang terbang dengan cara khasnya. Salah satu cara efektif untuk mengarahkan perhatian anak terhadap karakteristik khusus dari seekor burung adalah dengan menyuruh anak untuk memperhatikan gambar burung tersebut, secara teliti dari segala segi dan dilanjutkan dengan pertanyaan sebagai berikut: apa yang ingin kamu ingat tentang burung ini supaya dapat mengenalnya kalau menjumpai burung macam ini? Menurut perkiraan kamu, sebesar apa burung ini sebenarnya? Apa warna utamanya? Dan bagaimana kamu bisa mengenalinya. Selanjutnya, guru meneruskan kegiatan dengan menyuruh salah seorang anak untuk membacakan hasil pengamatan gambar yang dilakukannya, berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, misalnya: "Susi. coba kamu bacakan uraian burung itu dengan keras supaya teman-temanmu bisa mendengarnya!". Di mana kira-kira kita dapat menemukan burung semacam ini, hinggap pada kabel listri?, di ladang?, di hutan?, atau hinggap di tanah? Coba kamu lihat gambar ini sekali lagi dengan lebih teliti, kemudian perhatikan karakteristik burung ini, siapa tahu kita menemukan macam burung ini di tempat lain. Guru yang menggunakan pendekatan semacam ini, akan membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan observasi, sehingga memungkinkan siswa dapat belajar caranya mengenali sesuatu yang belum mereka ketahui, atau yang belura mereka kenal sebelumnya. Teknik observasi, bersama-sama dengan
62

pendekatan tabel, akan mendorong siswa untuk berfikir kritis, analitis dan sintetis, sehingga akar memudahkan mereka di dalam mengenal bermacam-macam bidang pengetahuai yang baru atau asing.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Contoh Chac Cart Burung

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

63

D. Pendekatan Eksplorasi dalam Mengenal Batuan dan Mineral Belajar batuan dan mineral adalah model pembelajaran lain yang sangat cocok mtuk digunakan pendekatan eksploratory dan discovery. Di dalam proses belajar, inak usia sekolah dasar memungkinkan untuk melakukan praktek pengaplikasian lasar-dasar discovery melalui pengamatan langsung. Salah satu cara yang bisa ligunakan guru dalam penerapan pendekatan di atas, dengan melakukan perjalanan lintas alam yang tidak terlalu jauh dari ruangan kelas. Selanjutnya, di dalam perjalan, siswa disuruh untuk mengumpulkan bermacammacam batuan (jangan terlalu banyak), mereka diarahkan untuk duduk melingkar, sehingga setiap anak akan duduk berhadapan muka. Tahap selanjutnya, anak-anak disuruh untuk melihat seberapa banyak mereka telah bisa mengetahui macam-macam batuan yang bisa merek kumpulkan. Pertama, anak-anak disuruh untuk memisah-misahkan batuan yang mereka kumpulkan menjadi dua bagian berdasarkan halus kasarnya permukaan. Selanjutnya, batuan dipisahkan lagi berdasarkan warnanya. Kegiatan ini, mungkin akan memerlukan waktu beberapa menit sampai beberapa jam. Pemberian nama-nama batuan atau mineral adalah masalah nomor dua, yang paling penting dari kegiatan ini adalah anak-anak bisa menemukan beberapa sifat dan ciri dari batuan tersebut, Batuan, mempunyai tekstur yang berbeda, ini bisa dibuktikan dengan perbedaan bentuk dan permukaannya dari halus sampai kasar. Beberapa diantaranya sangat keras, sedangkan yang lainnya begitu mudah untuk dipecahkan. Beberapa batuan mungkin akan dicatat secara khusus, karena mempunyai susunan warna yang bermacam-macam. Kesimpulannya mungkin akan berbunyi sebagai berikut : "batuan disusun atau dibentuk oleh bermacam-macam substansi atau mineral".
64

Kegiatan seperti di atas, merupakan pendekatan yang sangat sederhana dan kita bisa mengatakannya sebagai kegiatan belajar yang sangat dasar. Kegiatan yang sangat dasar ini, lebih cocok diperuntukan bagi anak SD kelas rendah (kelas satu, dua, dan tiga). Untuk anak-anak SD kelas tinggi, kegiatan seperti di atas lebih ditujukan kepada investigasi yang lebih dalam lagi: "kita lihat lapisan-lapisan yang ada pada batuan itu?" "Bagaimana menurut pendapat kamu lapisan-lapisan pada batuan itu bisa terbentuk?" "Batuan ini kelihatannya tersusun dari kristalkristal, dapatkah kamu jelaskan bagaimana kira-kira kristal bisa terbentuk di dalam batuan itu?" Discovery semacam ini, akan dapat membawa siswa ke dalam diskusi yang menarik, dari mulai masalah batuan yang terbentuk dari material yang meleleh (magma) selanjutnya mengeras dan ada jauh di bawah permukaan bumi. Setelah siswa mendapatkan informasi untuk dirinya sendiri, akan merupakan dasar pemikirai baik yang akan membawa mereka untuk melakukan pengujian terhadap beberap; macam batuan. Kebanyakan anak-anak telah mengenal pasir, baik pasir yang ditemui di sungai pasir yang dibeli ayahnya tatkala membangun rumah, maupun pasir yang pernat diketahui waktu mereka pergi ke pantai. Mereka melihat bahwa butiran kecil pasii itu telah disatukan satu sama lain dan membentuk batuan. Di dalam beberapa hal anak-anak dapat memberikan nama pada batuan tersebut dengan benar. Gun sebaiknya melanjutkan proses pemecahan masalah, dengan memberikan informas sebagai berikut : "sering kali pasir yang bertebaran itu, karena tekanan yang besa dan kuat, bersatu sama lain dan bersama-sama membentuk batuan baru yang disebu Quarliite". Ceritera lain yang mempunyai proses kejadian sama seperti di atas dapat didemonstrasikan dengan tanah liat yang dapat berubah menjadi batu tuli: atau menjadi asbak.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Untuk siswa yang baru pertama kali belajar batuan, mereka mungkin belun mengetahui bahwa batuan itu meliputi batuan "sedimen", batuan "beku", dar batuan "metamorf". Guru sebaiknya menunggu sampai anak-anak memaham konsep tersebut sebelum diperkenalkan kepada proses pembentukan batuan Diskusi tentang proses pembentukan batuan sangat menarik perhatian anak untul berfikir, sebagaimana halnya proses terbentuknya air, api atau perubahannya. Di sini guru harus berhati-hati membimbing berfikir anak dalam suatu eksplorasi. Guru harus menyesuaikan materi yang diajarkan dengan tingkat perkembangan serta pemahaman berfikir anak. Karena, tatkala guru memperkenalkan banyak ha tentang batuan dalam tingkat yang lebih tinggi, terminologi kata yanj digunakannyapun akan mempunyai arti yang luas, sesuai dengan tingkai perkembangan berfikir anak serta sejauh mana mereka dapat menghubungkar dengan pengalaman nyata.
E. Pemecahan Masalah Tentang Sungai Dorongan belajar pada diri anak akan terlihat tatkala anak mengharapkan suati pengetahuan atau jawaban dari halhal yang mereka hadapi. Mengabaikan kesempatar tersebut, guru akan kehilangan momen berharga untuk dikembangkan kepada proses belajar mengajar yang efektif. Apabila dorongan belajar yang ditunjukan siswa dapai dimanfaatkan dengan baik, pengembangan motivasi belajar dan berfikir kreatif pada diri anak akan terbentuk dengan sendirinya. Situasi semacam ini, akan timbul secara tiba-tiba, tatkala sekelompok anakmelakukan perjalanan lintas alam (misalnya, sepanjang sungai). Contol ketika seorang siswa mencelupkan tangan pada air sungai atau menancapka tongkat ke dalam air, pertanyaan spontan sering timbul dari anak-anal misalnya "berapa kedalaman sungai ini?" "Saya ingin tahu berapa kira-kii lebar sungai ini?" Berapa

kecepatan air sungai ini mengalir?" Untu melupakan pertanyaan-pertanyaan lama dan mencari pertanyaan-pertanyaa baru sangat mudah. Tetapi membantu anakanak usia muda mencari jawaba dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, tidak mudah. Apabila guru melemparka kembali pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada anak didik untuk dica jawabannya, mereka yang menginginkan untuk mengetahui kedalaman sunga mungkin akan meresponnya dengan jawaban sebagai berikut: "Kita dap: mengukur kedalaman tepi sungai dengan tongkat", anggota kelompok lai mungkin akan ikut nimbrung dengan pendapatnya kira-kira sebagai beriku "Tetapi mungkin tidak akan sama kedalamannya disetiap tempat, bagis tengah sungai lebih dalam dari bagian tepinya", Yang lainnya mungkin aks menyarankan untuk naik perahu menyebrangi sungai sambil menguki kedalaman sungai pada setiap tempat sepanjang penyebrangan dengE menggunakan tali yang diberi bandul. Setelah diskusi, anak-anak akan segera bisa menyimpulkan untuk menca kedalaman rata-rata sungai, diperlukan beberapa kali pengukuran kedalaman da mulai tepi yang satu sampai ke tepi yang lainnya. Siswa mungkin akan berfiki sambil menggunakan perahu, akan lebih baik jika sekalian merentangkan ta dari tepi sungai yang satu sampai ke tepi sungai yang lainnya. Sehingga ki bisa mengukur lebar sungai dan sekaligus mengetahui kedalamannya. GUI sebaiknya membimbing siswa-siswinya dalam situasi seperti ini dengz memberitahukan, bahwa terdapat bermacam-macam cara untuk memecahkc masalah seperti ini, tanpa harus meninggalkan tepi sungai. Di dalam penggunaz cara pemecahan masalah, guru dituntut untuk hati-hati dengan mempertimbangkE tingkatan/kelas, usia, serta kemampuan anak. Untuk pemecahan masalah tentar sungai, guru dapat memperkenalkan metoda "pace angle" atau metoda "napoleon".

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

65

1.Mengukur lebar sungai dengan metoda "pace angle" Prosedumya adalah sebagai berikut : (lihat gambar). a) Tentukan pohon yang ada di seberang sungai (A) b) Buatlah pancang yang letaknya tepat lurus dengan pohon diseberang sungai tadi (B) c) Berjalanlah sepanjang tepi sungai dengan sudut siku-siku terhadap AB sejauh 20 langkah (catatan : 2 (dua) langkah dianggap sama dengan satu meter), berilah pancang pada jarak 20 langkah tersebut (C). d) Teruskan melangkah sejauh 10 langkah lagi dengan arah sama seperti pada c) di atas, dan buatlah pancang (D). e) Beloklah dari D tegak lurus terhadap DB sampai kamu dapat melihat titik A dan C ada dalam garis lurus pandangan kamu dan berilah pancang dan itu dianggap sebagai titik E. f) Garis DE adalah setengah dari lebar sungai yang ingin kamu ketahui, dan lebar sungai sebenarnya adalah 2 x (dua kali) jarak DE. Dengan kata lain, panjang AB = 2 x DE

66

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Gambar Pemecahan Lebak Sungai

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

67

2. Mengukur lebar sungai dengan metode Napoleon. Metoda Napoleon merupakan cara sederhana digunakan untuk menaksir lebar sungai. Untuk metode ini hanya diperlukan sebuah topi (misalnya : topi yang biasa digunakan untuk upacara bendera setiap hari senin). Apabila kebetulan anak-anak tidak membawa topi, bisa digunakan telapak tangan terbuka yang ditempelkan sedikit di atas kedua mata (seperti halnya sedang menghormat bendera), tetapi di sini telapak tangan bagian telunjuk tepat dikenakan di atas mata. Metode ini mempunyai tahap-tahap sebagai berikut : a. Pandanglah ujung topi atau telapak tangan kearah tepi seberang sungai (misalnya ke titik dimana pohon A tumbuh), angkat atau tundukkan kepala sampai pandangan tepat terhadap titik yang dituju tadi. b. Setelah pandangan tepat tertuju pada titik A tahanlah posisi kepala kamu dan putarlah badan kamu tegak lurus terhadap titik A (kamu bebas memutar badan kearah kiri atau kanan asal masih tetap sepanjang tepi sungai). c. Berilah tanda, titik temu pandangan kamu dengan tanah sepanjang tepi sungai (misalnya kebetulan tepat pada suatu pohon dan berilah tanda sebagai titik B). d. Hitunglah berapa langkah jarak antara tempat kamu berdiri dengan titik B tadi, adalah lebar sungai yang sedang kamu cari. e. Jarak antara titik tempat kamu berdiri dengan titik B adalah lebar sungai yang kamu cari. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di halaman berikutnya.

68

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Gambar Mengukur Lebak (2)

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

69

3. Menghitung kecepatan aliran air sungai Menghitung kecepatan aliran sungai memerlukan cara yang sedikit lebih rumit. Akan tetapi, anak-anak memahami bahwa kecepatan gerakan air sungai adalah sama dengan jarak tempuh per satuan waktu tertentu. Pemecahan kecepatan aliran sungai sangat mudah dilakukan oleh anak, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menghitung jarak tepi sungai tadi. Selanjutnya anak disuruh menghitung waktu yang digunakan oleh benda yang dibuang ke sungai, untuk menempuh jarak yang telah ditentukan tadi. Hasil perhitungan yang mungkin diperoleh anak adalah meter permenit. Tetapi perhitungan ini mungkin akan sulit dipahami anak, untuk perhitungan bisa diubah ke dalam kilometer per jam, karena konsep kilometer dan jam sudah banyak dikenal anak-anak. Anak mungkin akan bertanya tentang perhitungan matematika di atas, seperti ada berapa menit satu jam itu? Berapa jauh benda tadi akan hanyut dalam jangka waktu satu jam, apabila kecepatannya seperti di atas? Satu kilometer itu sama dengan berapa meter? Untuk memecahkan masalah di atas, apakah kita harus mengalikannya atau membaginya? Misalnya, apabila anak-anak memperoleh data benda tadi bergerak terbawa hanyut air sungai adalah 10 meter per menit, jawaban dari hasil perhitungan akan menjadi 0,6 km/jam. Perhitungan yang mungkin dilakukan oleh anak-anak adalah 10 meter/menit x 60 menit/jam = 1.000 meter/ kilometer = 0,6 kilometer/jam.
F. Field Trip dengan Penuntun Kegiatan. Cara lain yang perlu diketahui guru untuk kegiatan mengajar dengan

pendekatan lingkungan alam sekitar adalah field trip dengan menggunakan petunjuk kegiatan sebagai alat bantu kegiatan belajar. Pengembangan penggunaan alat bantu ini, perlu diperhitungkan dan difikirkan secara matang oleh guru atau oleh pimpinan kegiatan ini. Survey lokasi sebelum kegiatan dilaksanakan mutlak diperlukan dalam rangka menentukan daerah-daerah dan objek penting sebagai titik fokus kegiatan yang akan dilakukan. Perhitungan yang matang sehubungan dengan objek pelajaran, keselamatan dan jumlah siswa merupakan hal pokok yang perlu difikirkan dengan cermat oleh guru. Keuntungan dari kegiatan field trip dilengkapi dengan penuntun kegiatan, dapat menentukan tujuan yang ingin dicapai dari hasil kegiatan dengan jelas. Semua siswa yang sebelumnya sudah dibagi-bagi dalam kelompok, bekerja bersama-sama saling mengisi untuk memecahkan masalah yang sesuai dengan petunjuk yang dibuat. Oleh sebab itu petunjuk kegiatan dapat berfungsi sebagai 1. Ajuan pertanyaan-pertanyaan 2. Petunjuk hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus 3. Penjelasan segala istilah penting 4. Pengaruh dan pemancing berfikir anak dan diskusi lebih lanjut. Petunjuk kegiatan sepenuhnya merupakan alat bantu tambahan, semuanya itu tidak dapat menggantikan fungsi dan tugas guru. Biasanya hal itu digunakan terbatas untuk lingkungan sekitar sekolah kita sendiri, dan hal itu merupakan alat bantu mengajar yang efektif dalam merangsang minat anak untuk melakukan investigasi sendiri. Anak-anak akan berjalan terus sepanjang perjalanan dengan kecepatannya

70

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

sendiri. Sebagian anak mungkin akan berhenti lebih lama dari yang lainnya pada hal-hal yang dianggap sangat khusus, karena masalah tersebut menarik perhatian dirinya untuk diketahui dan diteliti lebih jauh lagi. Dengan menggunakan penuntun kegiatan field trip, memungkinkan diperkecilnya kegiatan anak yang kurang berarti. Suatu hal yang harus dihindari oleh guru, adalah membuat penuntun kegiatan field trip yang berupa soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan, anak-anak hanya dituntut untuk menjawab betul atau salah dan hanya memberi tanda cek (v) dari masalah-masalah yang ditemukan di dalam kegiatan ini. Hal ini, bisa mengakibatkan anak-anak mengenyampingkan obyek-obyek yang sebenarnya sangat penting untuk diketahui, sehingga proses penemuan (discovery) tidak dilakukan oleh anakanak sepanjang perjalanan itu. Guru atau pimpinan field trip perlu untuk mempunyai daftar (ceklis) masalahmasalah penting atau obyek-obyek penting yang ada disepanjang perjalanan itu, sehingga bisa diketahui hal-hal yang sudah atau belum dikerjakan oleh anak. Dengan cara itulah, kegiatan field trip bisa dijadikan sebagai kesempatan baik bagi guru untuk mengajarkan segala sesuatu yang bisa diajarkan kepada anak-anak. Di dalam petunjuk kegiatan field trip ke suatu tempat misalnya, bisa mencakup masalah-masalah sebagai berikut : 1. Beberapa contoh kerusakan atau bencana alam 2. Mengidentifikasi tumbuhan atau hewan tertentu, serta 3. Beberapa pertanyaan penting yang menurut pertimbangan guru perlu untuk disertakan. Dengan menggunakan petunjuk kegiatan field trip, merupakan salah satu cara

untuk memperoleh pengalaman langsung bagi anak. Guru jangan segan-segan untuk mau diajak berdiskusi tentang beberapa masalah berkaitan dengan yang tertulis di dalam penuntun kegiatan. Untuk mengembangkan keterampilan anak-anak di dalam mengidentifikasi pohon-pohon atau tumbuh-tumbuhan lain sepanjang perjalanan field trip, akan lebih baik kalau disertai dengan beberapa permainan yang berhubungan dengan masalah di atas, misalnya permainan : daun apa ini? Letakan kembali daun pada tangkainya?, mencocokkan atau menyamakan daun?. Setelah anak-anak kembali ke kelas, kegiatan diskusi bisa dilaksanakan untuk memecahkan permasalahan yang ingin mereka ketahui jawabannya. Penuntun kegiatan field trip dapat digunakan sebagai catatan pengalaman belajar, dan dapat digunakan sebagai acuan bagi anak untuk membaca buku-buku yang menunjang, dan melaporkan hasil kegiatan dan diskusi temuan-temuan selama perjalanan field trip tersebut. 1. Lintas alam ke tepi sungai. Sesuatu yang perlu diperhatikan dan dikerjakan pada kegiatan lintas alam di tepi sungai, adalah hal-hal sebagai berikut : a. Perhatikan setiap langkah selama dalam perjalanan, kamu akan dapat melihat karakteristik khas dari setiap langkah yang kamu lalui. dengan daun b. Berhati-hatilah tumbuhan yang dapat membuat kamu gatal-gatal. Tumbuhan apa yang kamu lihat sepanjang perjalanan, lihat dan carilah barangkali ada yang cocok dengan daftar nama tumbuhan di bawah ini : - Beringin - Jati - Dadap - Cemara - Alpukat - Waru - Aren - Kelapa - Pinang

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

71

- Mangga - Jambu mete - Pinus - Akasia - Angsana - Gerenuk - Mahoni - Albasia - Ketapang, dsb Perhatikan batuan yang ada pada lapisan bawah tanah (dilihat dari tepi sungai atau bekas bukit yang longsor): - Untuk apa batuan macam itu biasa digunakan? - Ke arah mana sungai mengalir? - Apakah air sungai itu jernih atau keruh? - Terangkan pohon-pohon apa yang tumbuh disepanjang tepian sungai? - Celupkan tanganmu ke air ditepi sungai (apabila memungkinkan), tebak berapa kira-kira suhu air itu?, Buatlah perkiraan suhu udara disekitarnya, dan hal-hal apa yang menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur (suhu)? - Apa yang dimaksud dengan cuaca? 2. Kegiatan lintas alam dengan petunjuk yang dibuat sendiri Kemungkinan untuk pengembangan petunjuk yang dibuat sendiri oleh anakanak dalam kegiatan lintas alam tidak terbatas macamnya. Petunjuk yang dibuat sendiri juga dapat dijadikan alat yang sangat baik untuk mengembangkan rasa ingin tahu, dalam rangka mengembangkan kepekaan alat indera anak untuk mengetes kuatnya keinginan mengobservasi, dan melatih anak ke dalam situasi problem solving. Kegiatan lintas alam bisa dirancang sedemikian rupa dan dapat digunakan untuk mengajar, mereview, dan mengetes. Salah satu bentuk petunjuk lintas alam yang dibuat sendiri adalah apabila keadaan lingkungan dapat menjamin siswa untuk mengetahui dan mengenali dirinya sendiri, dan mungkin bisa digunakan untuk mengembangkan sensitifitas dan kesadaran diri terhadap

kebesaran sang maha pencipta melalui fenomena-fenomena yang ada. Kegiatan lintas alam untuk melatih alat indera. Lokasi A - Tutuplah matamu, dan telitilah kulit pohon dengan cara diraba oleh kamu sendiri. - Kata-kata apa yang cocok digunakan untuk menjelaskan tekstur kulit pohon yang kamu raba itu? - Sekarang buatlah uraian singkat lainnya, berdasarkan hal-hal yang kamu lihat tentang pohon itu! - Bandingkan kedua uraian di atas dalam hal terminologi (kejelasan kalimat) dan vocabulari (penjelasan kata-kata) yang digunakan. Lokasi B - Berhenti sejenak, dengarkan suara gemersik apa yang kamu dengar? - Celupkan tanganmu ke dalam air, apakah air itu terasa lebih hangat atau dingin bila dibandingkan dengan suhu disekitarnya? dapatkah kamu memperkirakan berapa suhu air itu? - Sekarang buktikan hasil perkiraan suhu yang kamu buat dengan menggunakan thermometer suhu? (thermometer diikat sebelum dicelupkan ke air supaya tidak jatuh ke dalam air) adakah perbedaan suhu hasil perkiraan kamu dengan hasil pengukuran dengan thermometer ? Berapa derajat perbedaan suhu itu? Lokasi C Telitilah daun-daun pohon itu? - Buatlah sketsa (bagan) urat-urat daun yang kamu temukan dari pohon itu? - Apakah daunnya majemuk atau tunggal? - Apakah tepi daunnya rata atau bergerigi?

72

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Rabalah bagian permukaan bawah daun (punggung daun) apakah permukaannya halus atau kasar? Lokasi D - Remaslah salah satu daunnya dan ciumlah, seperti apakah bau daun tersebut? bau tanah humus - Ciumlah disamping kiri atau kanan jalan lintasan, seperti apa baunya? - Cicipilah rasa buahnya (kalau ada). Bagaimana kamu bisa menjelaskan rasanya? Kegiatan observasi alam dalam lintas alam Lokasi A - Ceritakan tentang bunga ini, seperti apa bunga itu menurut kamu? - Buatlah sketsa (bagan) bunga itu selengkapnya, termasuk bagianbagian bunganya? - Berapa jumlah lembaran mahkota bunga itu? Apa warnanya? - Bagaimana kedudukan daun pada tangkai atau batangnya? - Apakah bunga-bunga yang kamu temukan itu ada yang sudah menjadi biji? Jelaskan tentang biji yang kamu lihat? Dan buatlah sketsa biji tadi supaya kamu mempunyai data tentang itu? Lokasi B - Apabila kamu kebetulan melihat bekas ganti kulit ular lihatlah dengan teliti (hati-hati jangan dipegang dan harus waspada kalau ada ular berbisa disekitarnya). - Berapa kira-kira panjang ular itu? - Apa kira-kira warna ular itu apabila kamu lihat dari warna kelupasan kulit yang kamu temukan? Buatlah sketsa kulit ular itu dan uraikan dengan katakata yang jelas?

Bagaimana kulit luar ular yang ditinggalkan bisa berbeda dengan kulit luar yang masih menempel pada dirinya?

Kegiatan problem solving dalam lintas alam Lokasi A kamu menemukan - Dapatkah binatang apa yang membuat sarang di dalam - lubang kayu, dan apa buktinya? - Menurut pendapat kamu mengapa binatang tersebut memilih sarang pada tempat seperti itu? Apa kirakira makanan binatang itu? Lokasi B - Apakah lumut yang kamu temukan pada pohon-pohon dapat digunakan untuk menentukan arah utara? - Teliti pada 10 buah pohon yang ada disekitarnya, apakah lumut yang menempel - padanya selalu ada di sebelah utara? - Pada lingkungan yang bagaimana lumut cenderung memilih tempat hidupnya? Lokasi C - Apabila kamu tersesat di dalam hutan, dan terpaksa kamu harus berada di dalam hutan untuk beberapa hari, tumbuh-tumbuhan apa yang kamu pilih sebagai sumber makanan? - Tempat yang bagaimana yang akan kamu pilih sebagai lokasi untuk mendirikan tenda? - Bagaimana caranya kamu dapat menjaga diri dari keadaan dinginnya malam atau keadaan hujan. Bagaimana caranya menghindari diri dari bahaya binatang binatang, seperti : ular,

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

73

lintah atau kalajengking, lipan dan sebagainya? Manakah yang lebih baik, menunggu di tempat ini sampai datang pertolongan atau kamu berusaha mencari jalan untuk kembali, apa yang sebaiknya kamu lakukan atau perbuat?

G. Rangkuman Dari sejak semula telah dikatakan bahwa strategi dan teknik mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar tidak jauh berbeda dengan kegiatankegiatan serupa yang sering dilakukan guru dengan murid-muridnya. Penekanan yang lebih besar dari kegiatan ini adalah proses perolehan informasi yang dilakukan oleh siswa dengan jalan inquiry dan mengajak mereka untuk selalu menggunakan proses problem solving dalam segala situasi untuk memperoleh informasi atau jawaban dari masalah-masalah yang belum mereka ketahui sebelumnya. Yang lebih penting lagi dari kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar, siswa dihadapkan pada permasalahanpermasalahan nyata, sehingga mereka memperoleh pengalaman langsung dari situasi dan obyek yang benar-benar ada. Anak-anak juga diajak, dilatih dan dibiasakan untuk melakukan observasi sendiri dan membuat kesimpulan sendiri. Cara ini sebenarnya sudah sering dan biasa dilakukan oleh guru-guru yang baik dan kreatif di dalam kelas. Perbedaannya mungkin hanya terletak pada keunikan di dalam persiapan dan proses pembelajaran, yang lebih dikembangkan dan diperluas dari caracara yang hanya dilakukan di dalam kelas. Pengajaran dengan pendekatan lingkungan alam sekitar memungkinkan guru dan siswa menjadi partner di dalam

proses belajarnya, termasuk proses pemecahan masalah-masalah dari fenomena-fenomena yang ditemukan di dalam kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan alam sekitar. Sehingga, kegiatan mengajar dengan pendekatan belajar mengajar yang selama ini kita pegang, yaitu proses belajar mengajar yang kaku; dimana guru umumnya menerangkan dan anak mendengarkan dengan baik dalam barisan bangku yang tetap dari hari ke hari. Dengan kata lain, guru-guru diketahui berfungsi sebagai pendidik yang efektif apabila mereka tidak terlalu banyak menggunakan waktu untuk mengajar dan bersama-sama siswa. Maksudnya, lebih sedikit waktu digunakan untuk mengajar siswa (guru sebagai sumber informasi verbal) memungkinkan anak mempunyai kesempatan untuk berpikir aktif, kreatif dan efisien.

74

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 6

BAB III STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD MENGGUNAKAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR
A. Lingkungan sebagai Sumber Belajar BI di SD

umber belajar bukan hanya buku paket (buku teks), karena seperti diungkapkan Sudjana (2003:77) Sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajar. Sumber belajar dapat dipilah menjadi dua macam, yaitu (1) learning resources by design, (2) learning resources by utilization. Learning resources by design, yaitu sumber belajar yang dirancang atau sengaja dibuat untuk belajar mengajar. Misalnya buku, brosur, ensiklopedi, film, video, tape, slide,OHP, dan sebagainya. Semua sumber tersebut dirancang secara sengaja untuk kepentingan pembelajaran. Learning resources by utilization, yaitu sumber belajar yang tidak dirancang khusus tetapi dapat dimanfaatkan untuk memberi kemudahan dalam belajar mengajar, biasanya sumber belajar yang ada di sekeliling kita. Contoh sumber belajar ini misalnya pasar, toko, museum, benda dan tulisan yang ada di sekitar, dan sebagainya yang ada di lingkungan sekitar. Sumber belajar yang kedua tersebut tidak dibuat khusus, tetapi langsung dipakai untuk kepentingan

pembelajaran, diambil langsung dari dunia nyata. Melihat rumusan tersebut, tampak bahwa sumber belajar tidak hanya bertumpu pada buku, tapi dapat bervariasi. Hal itu sejalan dengan pernyataan pada rambu-rambu Kurikulum Bahasa Indonesia di SD, bahwa sumber belajar siswa SD itu dapat berupa : (1) buku pelajaran (buku teks), (2) media cetak, (3) media elektronik, (4) lingkungan, (5) narasumber, (6) pengalaman dan minat anak, (7) hasil karya siswa (Depdikbud, 1994). Demikian pula dalam penjelasan umum Kurikulum 2004 (KBK), dinyatakan bahwa Sumber belajar utama bagi guru adalah sarana cetak seperti: buku, brosur, majalah, surat kabar, poster, lembar informasi lepas, naskah brosur, foto, dan lingkungan sekitar. Lingkungan sebagai sumber belajar dapat dibedakan menjadi : a) Lingkungan alam seperti: sungai, pantai, gunung, kebun, dan sebagainya. sosial misalnya b) Lingkungan keluarga, rukun tetangga, desa, kota, pasar, dan sebagainya. c) Lingkungan budaya misalnya candi, dan adat istiadat. Pemanfaatan sumber daya lingkungan diperlukan dalam upaya menjadikan sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat setempat. Sekolah bukanlah tempat yang terpisah dari masyarakatnya. Dengan cara ini fungsi sekolah sebagai pusat pembaharuan dan pembangunan sosial budaya masyarakat akan terwujudkan. Selain itu, lingkungan sangat kaya dengan sumber-sumber, media, dan alat bantu pelajaran. Lingkungan fisik, sosial, atau budaya merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

75

Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar akan membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus di luar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, membuat gambar/ denah, dan sebagainya. Pemilihan sumber belajar yang bervariasi di SD sangat diperlukan, sebab anak-anak usia SD sangat memerlukan beragam sumber belajar. Pembelajaran yang baik memerlukan sebanyak mungkin sumber belajar untuk memperkaya pengalaman belajar anak (Depdiknas, 2003:18). Anak SD berada pada tahapan perkembangan yang juga harus diantisipasi pada waktu mereka belajar. Misalnya anak-anak usia SD mempunyai ketertarikan yang kuat terhadap apa saja yang mereka temui di lingkungannya. Apa yang langsung dialaminya (didengar, dilihat, dan dirasakan) merupakan pengayaan kognitif, emosi, dan perkembangan sosial yang memperluas dan memperkuat akumulasi perkembangan selanjutnya. Ketertarikan anak terhadap kondisi tersebut menuntut guru untuk menjadikan lingkungan sebagai sumber belajar (hand on experience). Ada beberapa alasan mengapa lingkungan bisa dipilih sebagai sumber belajar di SD. Arikunto (1990:3)

misalnya mengungkapkan sebagai berikut: (1) Lingkungan merupakan sesuatu yang paling dekat dengan dunia siswa, sudah dikenal dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian, apabila guru mengajak mereka untuk mencermatinya tentu sudah ada modal minat dan motivasi. (2) Lingkungan merupakan sumber belajar yang sangat kaya. (3) Lingkungan merupakan tempat nyata kehidupan anak, sehingga diharapkan akan relevan dengan kehdupannya kelak. Pengajaran bahasa memang sebaiknya tidak terpisahkan dari lingkungan sekitar, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya. Bagaimanapun, para siswa akan memasuki dunia kehidupan yang nyata, yaitu kehidupan kemasyarakatan. Siswasiswa merupakan bagian dari tata kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam pembelajaran bahasa yang sesuai dengan pandangan whole language, diperlukan konteks dan pengalaman belajar bahasa yang sesuai dan otentik. Sumber belajar yang tidak bertalian langsung dengan konteks dan pengalaman anak menurut pandangan whole language, tidak akan efektif dan tidak memberdayakan siswa. Pembelajaran bahasa yang baik ialah pembelajaran yang komunikatif dan integratif. Siswa dikondisikan untuk mempelajari hal-hal yang bersifat komunikatif. Artinya, siswa mempelajari hal ihwal berbahasa dan bukan mempelajari tentang bahasa. Pembelajaran seperti ini harus berorientasi pada kecakapan atau keterampilan. Omagio (dalam Tarigan, 1989: 9) mengajukan lima hipotesis tentang

76

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

pengajaran bahasa yang mengacu pada kecakapan atau keterampilan berbahasa. Hipotesis kesatu : Berbagai kesempatan harus disediakan bagi para siswa untuk mempraktikkan penggunaan bahasa di dalam konteks yang mirip seperti di dalam budaya bahasa sasaran. Untuk memenuhi tuntutan hipotesis ini, harus dilaksanakan atau dipenuhi empat syarat berikut ini. (1) Para siswa hendaknya didorong untuk mengekspresikan gagasan mereka sendiri sedini mungkin setelah keterampilan-keterampilan produktif diperkenalkan dalam pengajaran. (2) Pendekatan yang dilaksanakan harus berorientasi pada kecakapan meningkatkan serta mengembangkan interaksi komunikasi aktif di antara para siswa. (3) Praktik penggunaan bahasa kreatif (sebagai lawan praktik konvergen atau manipulatif) haruslah dikembangkan atau dirangsang di dalam kelas yang berorientasi pada kecakapan. (4) Bahasa yang otentik haruslah dipakai dalam pengajaran di mana saja apabila mungkin. Hipotesis kedua : berbagai kesempatan harus disediakan bagi para siswa untuk menggunakan fungsi-fungsi bahasa yang terdapat dalam budaya sasaran. Hipotesis ketiga : perkembangan kecakapan linguistuik para siswa harus diperhatikan sejak awal pengajaran. Hipotesis keempat : pendekatanpendekatan yang berorientasi pada kecakapan harus memberi responsi atau tanggapan terhadap kebutuhankebutuhan afektif dan kognitif para siswa. Para siswa harus merasa terdorong untuk belajar dan harus diberi kesempatan untuk mengekspresikan

gagasan atau isi hati mereka dalam lingkungan yang bebas. Hipotesis kelima : Pengertian kultural harus dikembangkan dengan berbagai cara sehingga para siswa dipersiapkan untuk hidup lebih harmonis di dalam masyarakat bahasa sasaran. Proses belajar megajar bahasa tidak hanya dapat dilakukan di dalam ruangan, tetapi bisa di luar lingkungan dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Sumber belajar lingkungan dan belajar di luar kelas akan lebih komunikatif, karena siswa langsung terlibat dalam masyarakat bahasa dan bahasa yang fungsional digunakan masyarakat yang bersangkutan. Demikian pula keadaan kelas, harus kaya dengan sumber belajar sebagai pajanan untuk siswa dalam belajar bahasa. Keadaan kelas harus dilengkapi dengan hiasan yang menunjang pemerolehan bahasa tingkat awal. Hiasan berupa abjad, gambar bertulis, atau ada sudut bahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis) di setiap kelas akan membantu siswa dalam pemerolehan bahasa. Pembelajaran bahasa dengan menggunakan sumber belajar lingkungan, guru dapat memanfaatkan alam sekitar dan segala yang ada di sekeliling anak (rumah maupun sekolah) untuk menunjang kecakapan berbahasa.
B. Memilih Sumber Belajar Guru perlu memahami dan dapat memilih sumber belajar yang tepat pada waktu mengajar di kelas. Memilih sumber belajar, harus didasarkan kriteria tertentu, yaitu kriteria umum dan kriteria berdasarkan tujuan yang hendak dicapai (Sudjana, 2003:85). Kedua kriteria itu berlaku baik untuk yang dirancang maupun sumber yang dimanfaatkan.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

77

Kriteria umum dalam memilih sumber belajar bahasa merupakan ukuran kasar yang dapat dijadikan patokan, ketika seorang guru memilih sumber belajarnya. Kriteria umum tersebut sebagai berikut: (1) Sumber belajar harus ekonomis, artinya sumber yang digunakan tidak terlalu mahal. Kalaupun harganya agak mahal harus bermanfaat dalam jangka panjang sehingga akan tetap terhitung murah. (2) Sumber belajar harus praktis dan sederhana, artinya tidak memerlukan pelayanan yang langka dan khusus, sehingga tidak akan menyulitkan guru sendiri. (3) Sumber belajar harus mudah diperoleh, artinya sumber belajar itu dekat, tidak perlu diadakan atau dibeli ditoko. Sumber belajar yang tidak dirancang lebih mudah diperoleh karena dapat dicari di lingkungan sekitar. (4) Sumber belajar harus bersifat fleksibel, artinya bisa dimanfaatkan untuk beberapa tujuan dan tidak dipengaruhi faktor luar, misalnya kemajuan teknologi, nilai, budaya, dan berbagai keinginan pemakai sumber belajar itu sendiri. Kriteria memilih sumber belajar berdasarkan tujuan antara lain sebagai berikut: (1) Sumber belajar untuk memotivasi, terutama untuk siswa yang rendah tingkatannya. Siswa kelas rendah SD yang belajar membaca atau menulis permulaan misalnya, memerlukan sumber belajar yang menarik dan nyata dibandingkan dengan kelas tinggi. Karena siswa kelas rendah akan semakin tertarik

dan termotivasi untuk belajar karena sumber belajarnya menarik. (2) Sumber belajar untuk tujuan pembelajaran, yaitu sumber belajar untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di kelas dalam mencapai tujuan. (3) Sumber belajar untuk penelitian, yaitu sumber yang dapat dianalisis, diobservasi biasanya sumber yang langsung dari masyarakat atau lingkungan. (4) Sumber belajar untuk memecahkan masalah dan untuk presentasi. Selain itu, pada waktu pemilihan sumber belajar, guru bahasa Indonesia harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Tuntutan kurikulum, artinya ketika guru berniat memilih sumber belajar yang cocok dengan tuntutan Kurikulum 2004, guru harus mempertim-bangkan: a) fungsi pembelajaran, b) tujuan pembelajaran, dan c) rambu-rambu pembelajaran. Fungsi pembelajaran bahasa Indonesia seperti tertera dalam Kurikulum 2004 ialah : (a) sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (b) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (c) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (d) sarana penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia pemakaian Bahasa Indonesia yang baik untuk keperluan menyangkut berbagai masalah, (e) sarana pengembangan penalaran, (f) sarana pemahaman beragam

78

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan indonesia. Sedangkan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia secara umum adalah sebagai berikut: menghargai dan (a) Siswa membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara. (b) Siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan. (c) Siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial. (d) Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis). (e) Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. menghargai dan (f) Siswa membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Rambu-rambu pembelajaran bahasa Indonesia yang dimaksud ialah sebagai berikut: (a) Fungsi utama bahasa adalah untuk berkomunikasi. Maksud komunikasi dapat berupa pengungkapan

(2)

(3)

pikiran, gagasan, ide, pendapat, keinginan, penyampaian indformasi, dan lain-lain. Hal itu disampaikan dalam aspek kebahasaan berupa kata, kalimat, paragraf (komunikasi tulis) atau paraton (komunikasi lisan), ejaan dan tanda baca (dalam bahasa tulis), serta unsurunsur prosodi (intonasi, nada, irama, tekanan, tempo) dalam bahasa lisan (Depdiknas, 2003). Keotentikan (bahasa yang benarbenar ada dan digunakan dalam kehidupan siswa serta sesuai dengan fungsinya) dan aktualitas (kemutahiran dan keberadaan bahasa itu masih hidup dan dikenal) sumber belajar, maksudnya memilih sumber belajar itu harus diupayakan otentik, karena sumber belajar yang otentik akan memberikan gambaran tentang bahasa yang sebenarnya kepada siswa. Dengan demikian, siswa akan mengetahui bagaimana bahasa yang komunikatif itu. Demikian pula aktualitasnya, sumber belajar yang aktual dan populer akan lebih baik digunakan dalam proses belajar mengajar bahasa daripada sumber belajar yang tidak dikenal siswa. Sumber belajar yang aktual dapat memotivasi siswa untuk belajar bahasa dengan baik dan sungguhsungguh. Jenjang pendidikan, artinya pemilihan sumber belajar harus disesuaikan dengan jenjang kelas dan usia siswa SD. Jika sumber itu menyulitkan siswa,maka akan menjadi hambatan dalam penerimaan materi. Sebaliknya,

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

79

jika sumber juga terlalu mudah, maka akan membosankan siswa. Oleh karena itu, pemilihan sumber belajar bahasa untuk SD kelas rendah dan SD kelas tinggi perlu perhatian dan penanganan yang berbeda.
C. Tujuan Penggunaan Lingkungan sebagai Sumber Belajar B I di Sekolah Dasar Arikunto (1990: 4) mengungkapkan bahwa tujuan lingkungan dijadikan sumber belajar antara lain : (1) untuk mengefektifkan pembelajaran, (2) untuk membuat pembelajaran menjadi relevan; baik relevan dengan kebutuhan siswa, relevan dengan konsep perkembangan anak, maupun relevan dengan apa yang menarik minat anak, (3) agar pembelajaran menjadi efisien dan murah. Pernyataan Arikunto tersebut diperkuat oleh prinsip pendekatan whole language yang menurut Goodman (1986: 26-31) ditopang oleh empat landasan dasar, yaitu : (1) teori belajar, (2) teori kebahasaan, (3) pandangan dasar tentang pengajaran, dan (4) peranan guru serta pandangan kurikulum berpusatkan bahasa. Menurut Goodman isi pembelajaran bahasa akan dengan mudah dikuasai murid apabila bersifat (1) nyata, (2) menyeluruh, (3) bermakna, (4) relevan, (5) fungsional, (6) disajikan dalam konteks pemakaian, dan (7) murid menggunakannya. Peranan guru dalam kelas yang berpijak pada pendekatan whole language bukan hanya sebagai penyaji materi, namun lebih dinamis. Menurut Aminuddin (1997:33) dalam kelas whole language guru berperan sebagai: (1) model, guru menjadi contoh perwujudan bentuk aktivitas berbahasa yang ideal, dalam kegiatan membaca, menulis,

menyimak dan berbicara; (2) fasilitator, guru mempersiapkan bahan pengayaan yang memberi peluang bagi murid dalam menemukan dan mengembangkan pemahaman; (3) pebelajar, guru merupakan pembantu yang senantiasa mempelajari sesuatu yang dipelajari murid, mempelajari kesulitan yang dihadapi murid serta memikirkan pemecahannya; (4) pengamat dan peneliti, guru senantiasa mengamati gejala minat, motivasi, dan proses belajar murid. Guru perlu mengumpulkan bahan untuk memahami, proses dan kemajuan belajar murid. Caranya dapat dari hasil tugas, catatan lapangan, dan tanya jawab. Selain itu, guru juga perlu mengadakan refleksi; (5) dinamisator, guru bersahabat, bersedia mengingatkan murid atau memujinya, serta memanfaatkan berbagai bentuk penguatan. Berikut ini contoh penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar bahasa di SD.
A. Contoh Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Menggunakan Lingkungan 1. Contoh Pembelajaran Mendengarkan Menggunakan Lingkungan Berikut contoh penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar mendengarkan/menyimak. Kelas : III Waktu : 2 x 40 menit a) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. b) Guru memberi penjelasan apa yang harus dikerjakan oleh tiap kelompok. c) Siswa dibawa keluar kelas. Setiap kelompok harus mengamati lingkungan sekolah dan harus mencatat secara rinci

80

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

apa yang dilihatnya itu. Kalau perlu apa yang diamatinya secara kelompok itu dicatat. d) Selesai pengamatan, masih di luar, setiap kelompok melalui perwakilannya harus memberi penjelasan rinci dengan cara mengatakan rincian apa yang ditemukannya itu kepada kelompok lain. Setelah selesai merinci, kelompok yang menyimak harus menerka benda apa, atau apa yang dirinci oleh kelompok tersebut. e) Setiap kelompok mendapat giliran, dan setiap orang dalam kelompok juga mendapat giliran. Hasilnya, kelompok yang anggotanya paling banyak menerka benar, dan kelompok mana yang anggotanya paling lancar merinci temuannya yang menang.
2. Contoh Pembelajaran Berbicara Menggunakan Lingkungan Contoh ini di kelas 5 Kurikulum 2004 semester II. Kelas : 5 Waktu : 2 x 40 menit (satu kali pertemuan) Prosedur pelaksanaan : a) Siswa dibagi menjadi empat kelompok, kemudian dibagi tugas untuk mewawancarai pedagang di lingkungan sekolah. b) Setiap kelompok membuat daftar pertanyaan untuk wawancara dengan pedagang di lingkungan sekolah. c) Siswa bersama kelompoknya keluar kelas untuk mewawancarai pedagang di lingkungan sekolah.

d) Siswa mengajukan pertanyaan yang telah dibuatnya kepada para pedagang. e) Siswa mencatat pesan yang diberikan oleh pedagang. f) Siswa secara berkelompok membuat laporan hasil wawancara dengan pedagang. g) Masing-masing kelompok membacakan hasil laporannya di depan kelas. Mendeskripsikan benda/ tempat di Lingkungan anak a) Siswa menebak sebuah nama/ benda/ tempat berdasarkan deskripsi dari guru atau temannya. b) Siswa membuat deskripsi dari sesuatu benda/ teman/ tempat dengan bimbingan guru. Maksudnya guru memberikan sebuah nama ( siswa menyimak), siswa membuat dskripsinya. c) Setiap siswa membuat deskripsi sebanyak tiga buah benda/ tempat/ teman yang diarahkan menajdi tebak-tebakan atau teka-teki. d) Setiap siswa menukar hasil masing-masing dengan teman sebangkunya untuk menjawab teka-teki. e) Selesai menjawab mereka menukarkan lagi untuk diperiksa jawabannya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

81

Menjelaskan denah/ peta lokasi tempat Kelas IV Waktu : 2 x 40 menit (1) Siswa diajak meneliti keadaan lingkungan sekolah dengan dibekali beberapa pertanyaan seperti : dari berapa 1) Terdiri ruangan sekolah kita? 2) Ruang apa saja? (2) Seorang siswa dengan bantuan guru dan siswa lainnya membuat denah sekolah mereka. (3) Setelah mereka membuat denah, setiap siswa harus menceritakan keadaan lokasi sekolah mereka dan kelas mereka. (4) Mengulangi kegiatan di atas dengan objek rumah-masingmasing. 3. Contoh Pembelajaran Membaca Menggunakan Lingkungan Berikut ini contoh penggunaan lingkungan dalam pembelajaran membaca. Kelas : IV Waktu : 2 x 40 menit a.)Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. b) Siswa berkelompok harus membawa hasil pengamatannya berupa proyek, penulisan papan nama atau papan iklan atau yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. c) Hasilnya, beberapa papan nama atau iklan tersebut harus dibuat deskripsinya. d) Siswa membaca hasil deskripsi yang telah dibuatnya di depan kelas e) Guru menuliskan salah satu papan nama atau iklan itu dalam

bentuk deskripsi di papan tulis, kemudian semua siswa secara klasikal membaca nyaring.
Contoh membaca petunjuk Kelas : III Waktu : 2 x 40 menit a.) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. b) Siswa berkelompok harus membawa hasil pengamatannya berupa proyek, petunjuk ramburambu jalan atau petunjuk pemakaian (bungkus supermi, bungkus obat batuk, dan sebagainya yang ada petunjuk pemakainnya) c) Hasilnya, beberapa petunjuk pemakaian yang dapat dibaca oleh siswa. Petunjuk tersebut dibaca oleh siswa terus harus dibuat deskripsinya. d) Siswa membaca hasil deskripsi yang telah dibuatnya di depan kelas. e) Guru menuliskan salah satu petunjuk itu dalam bentuk deskripsi di papan tulis, kemudian semua siswa secara klasikal membaca nyaring. 4.Contoh Pembelajaran Menulis Menggunakan Lingkungan Berikut ini contoh penggunaan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar menulis di SD. Kelas : IV Waktu : 2 x 40 menit Seorang guru kelas IV SD Ketilang mengajak siswanya ke luar kelas untuk mengamati apa yang ada di taman sekolahnya. Setiap kelompok siswa harus mengamati bagian taman sekolah yang diminatinya. Ada yang mengamati kebun sekolah, ada yang mengamati warung sekolah,

82

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

ada yang mengamati kebersihan sekolah, ada yang mengamati halaman sekolah, dan ada yang mengamati posisi dan denah bangunan sekolah. Setiap anggota kelompok harus membuat karangan pengalaman deskripsi dari hasil pengamatannya. Setiap siswa dalam kelompok membuat karangan dari hasil penemuan kelompoknya dalam bahasanya masing-masing. Ada yang membuat karangan tentang kebersihan sekolah. Ada yang membuat karangan tentang memelihara bunga di taman sekolah. Yang lain menulis tentang kebersihan di sekolahnya. Ada pula yang membuat denah dan membuat deskripsinya.
Contoh lain menulis dengan sumber belajar lingkungan sebagai berikut. Kelas : V Waktu : 3 x 40 menit a) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. b) Siswa diajak keluar untuk mengobservasi keadaan lingkungan sekolah yang telah ditentukan sebelumnya oleh guru: perpustakaan, kantin, lapangan upacara, dll. dengan bimbingan guru. c) Guru menyuruh siswa agar memperhatikan beberapa lokasi di sekolah tadi, manakah yang perlu mendapat perhatian dalam hal fisik bangunan, sarana prasarana, kebersihan, serta apa yang menjadi masalah yang harus diinformasikan untuk ditindaklanjuti oleh kepala sekolah. d) Tiap kelompok harus membuat surat yang diajukan

kepada kepala sekolah mengenai keadaan sekolah yang telah diamati dengan menggunakan bahasa yang jelas, benar, dan sopan. e) Setiap kelompok membacakan suratnya di depan kelas. f) Kelompok lain mengajukan pendapat gagasan, terhadap permasalahan yang dibahas. g) Tiap kelompok mengirimkan suratnya ke alamat sekolah melalui pos. h) Kepala sekolah membalas surat yang dikirimkan siswa juga melalui pos dengan alamat kelas tempat siswa yang mengirimkan surat tersebut. Dengan demikian, setiap siswa akan menjadi sadar bahwa fungsi surat itu alat komunikasi tertulis dan pasti akan ada balasannya.
5.Contoh Pembelajaran Terpadu Menggunakan Lingkungan Contoh model pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan sumber belajar Lingkungan Tema : Lingkungan Topik : Papan nama/ spanduk/ iklan di lingkungan sekolah/ tempat tinggal siswa Kelas III Waktu 6 x 40 menit Tujuan kelas : Siswa mampu menyerap isi ceritadan berita yang diengar atau dibaca Pembelajaran : Membaca petunjuk-petunjuk, papan nama, dan menjelaskannya. Membuat kamus kecil berbagai sumber.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

83

Tujuan pembelajaran khusus : Siswa dapat menjelaskan arti kata-kata yang dianggap sulit dari papan nama. Siswa dapat memuat kamus kecil dari papan mana/ spanduk/ iklan. Siswa dapat mendeskripsikan pesan dari papan nama/spanduk/iklan menjadi pesan yang jelas. Siswa dapat menuliskan pesan dari papan nama/spanduk/iklan dengan ejaan yang benar (huruf kapital, tanda koma, tanda titik, tanda tanya). Siswa dapat menggunakan bahasa sesuai dengan fungsinya melalui bermain. Siswa dapat memerankan peranan sesuai dengan yang ditokohkan.
Kegiatan Pembelajaran Satu unit pembelajaran ini dilaksanakan untuk tiga pertemuan Sebelum pelaksanaan pembelajaran ini, para siswa sudah diberi tugas secara individu untuk mencatat kata-kata yang tertulis pada papan nama di sekitar sekolah (tempat tinggalnya). Setiap siswa mencatat tulisan pada papan nama/ spanduk/ iklan yang ditemuinya di sekitar mereka. Pencatatan disesuaikan dengan aslinya, ditulis pada selembar kertas dan boleh diberi gambar dan diwarnai. Setiap siswa boleh mencatat tulisan pada papan nama/sapnduk/iklan sebanyak-banyaknya. Setiap siswa harus mencatat kata-kata yang dianggap sulit dari papan nama/spanduk/iklan yang ditemukannya. Guru sebelumnya memberi contoh papan nama/spanduk/iklan, baik langsung yang ada di sekolah maupun fotonya.

Pertemuan kesatu (1) Para siswa memilih kelompok, setiap kelompok tiga orang. (2) Setiap kelompok mengumpulkan kosakata yang dianggap sulit oleh setiap anggotanya. Kosakata yang terkumpul dipilih (didiskusikan) dalam kelompok; kosa kata yang benar-benar belum diketahui oleh kelompok atau bisa juga semua kata ditulis, tapi kosakata yang sudah diketahui kelompok diberi penjelasan dengan kata-kata sendiri. Kosakata yang sulit menurut kelompok diberi penjelasan dengan bantuan kamus. (3) Kelompok menyusun kata-kata yang sudah diberi penjelasan itu menjadi kamus kecil (tersusun alpabetis seperti kamus). Kamus dapat diberi sampul dan digambari. (4) Hasilnya dapat dibacakan di depan kelas atau ditempel di dinding kelas sehingga setiap siswa/ kelompok dapat membaca hasil temannya. Pertemuan kedua (1) Setiap siswa memilih satu papan nama/spanduk/ iklan yang paling disukainya dari papan nama/ spanduk/ iklan yang mereka temukan di lingkungannya. (2) (Anak berkumpul kembali dalam kelompoknya) Kelompok berdiskusi memilih satu papan nama/sapnduk/iklan yang paling diminati kelompok. (3) Catatan : pemilihan ini dapat juga melalui sharing kalsikal dari semua temuan siswa. (4) Setiap kelompok membaca pesan yang tertulis pada papan nama/

84

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

spanduk/ iklan yang telah dipilihnya. (5) Setiap kelompok menuliskan pesan tersebut dalam bentuk uraian (deskripsi). (6) Setiap kelompok membacakan hasilnya di depan kelas. Aslinya ditulis guru di papan tulis supaya terjadi diskusi, mungkin ada kelompok yang kurang sependapat. (7) Para siswa mengelompokkan kalimat/ kata yang harus menggunakan huruf kapital dan tanda baca yang benar (secara berkelompok) dari wacana hasil mendeskripsikan papan nama/ spanduk/ iklan yang telah dikerjakan siswa dalam kelompok atau ditukar dengan kelompok lain. Secara kritis para siswa harus mengoreksi betul tidaknya penggunaan huruf kapital dalam deskripsi dan penggunaan tanda baca lainnya (titik, koma, tanda tanya, tanda seru). dari wacana kelompok lain dan kelompoknya. Pada akhir pertemuan kedua, para siswa secara kelompok diberi tugas untuk mempersiapkan bermain peran berkaitan dengan dengan kegiatan atau pekerjaan yang sesuai dengan topik pilihanya. Beri kesempatan kepada para siswa untuk bertanya jawab. Barangkali ada yang kurang dimengerti. Kalau perlu diberi contoh.
Pertemuan ketiga (1) Setiap kelompok secara bergiliran menampilkan adegan bermain peran. (2) Setiap selesai satu kelompok tampil, kelompok lain diperkenankan mengomentari/

berpendapat sesuai dengan pengalaman mereka tentang adegan tersebut. Mungkin dalam bentuk kritikan : bukan begitu, bukan itu, masa begitu, mengapa begitu (setiap selesai satu kelompok tampil guru mengajak anak-anak bertepuk tangan). (3) Setelah semua kelompok tampil, guru memberi penguatan dan pujian. Anak-anak juga diberi penjelasan tentang papan nama/ spanduk/ iklan yang baik, yaitu yang bisa cepat dimengerti pembacanya dan tidak menggunakan huruf yang sulit dibaca (harus jelas), tidak menggunakan kata asing bila ada kata Indonesianya dan menarik baik warna maupun posisinya.
Evaluasi Evaluasi yang digunakan adalah proses dan produk. Evaluasi produk berupa tulisan deskripsi setiap kelompok dan hasil pembuatan kamus kecil yang dikumpulkan dalam portofolio Evaluasi proses berupa pengamatan performansi pada waktu diskusi dan bertukar pengalaman di kelas, serta waktu bermain peran, dengan menggunakan instrumen lembar observasi yang dibuat guru. Tindak lanjut Para siswa membuat papan nama/spanduk/ iklan untuk kepentingan masing-masing (mereka berimajinasi menjadi dokter, pekerja bengkel, pekerja salon, bidan, pengusaha pabrik, dan lainlain) Mereka membuat papan nama/ sapanduk/ iklan/papan nama tersebut dan mewarnainya. Contoh Papan Nama, Petunjuk, dan Iklan.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

85

86

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Dr Danny Effendi Spesialis Penyakit: Telinga Hidung & Tenggorokan Praktik Selasa-Kamis Jam 14.00-18.00

Kelurahan Kotakaler termasuk wilayah Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang. Kelurahan ini berada di Jalan Mayor Abdurachman No. 214 Telepon Sumedang. Contoh 3 Papan Nama SD: Sekolah Dasar Negeri Sukamaju berada di Kecamatan Sumedang Utara. Sekolah Dasar ini menginduk ke Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Sumedang. Alamat lengkapnya berada di Jalan Dano No. 02 Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang. Contoh 4 Petunjuk :

PUSAT KOTA, DPRD BANDUNG, SUBANG TASIK, WADO

PEMERINTAHAN KABUPATEN SUMEDANG KECAMATAN SUMEDANG UTARA JALAN MAYOR ABDURAHMAN NO. 214 SUMEDANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG DINAS PENDIDIKAN SD NEGERI SUKAMAJU KECAMATAN SUMEDANG UTARA JALAN DANO NO. 02 SUMEDANG 4322

DIJUAL TANAH TP LUAS 358 H (021) 6402567 hp 08122534457

Dari rambu-rambu petunjuk ini, kalau mau ke pusat kota Sumedang atau ke gedung DPRD, atau ke Gedung Negara sebagai pusat Pemerintahan Daerah Kabupaten Sumedang, lurus ke depan. Sedangkan dari rambu-rambu ini kalau mau menuju ke Tasikmalaya melalui jalan Wado harus mengambil arah ke sebelah kiri. Kalau bermaksud menuju ke Bandung atau ke Subang harus mengambil arah ke kanan dari ramburambu ini. Contoh 5 Papan Iklan Tanah yang ada papan iklan ini akan dijual. Tetapi yang mempunyai tanah mengharapkan yang berminat membeli tanah ini datang langsung ke pemilik tanah tanpa perantara. Luas tanah yang akan dijual 358 bata. Bila ada yang berminat untuk membeli tanah ini bisa menghubungi yang punya tanah dengan nomor telepon (021) 6402567 atau nomor Hand phone 08122534457.

Contoh Deskripsi dari Papan Nama, Petunjuk, dan Iklan Contoh 1. Papan Nama Dokter : Dokter Dimmy A. Effendi adalah dokter spesialis. Ia ahli dalam mengobati penyakit di telinga, hidung, dan tenggorokan. Ia praktk setiap hari Selasa dan Kamis. Jadi, peraktik hanya dua hariu dalam seminggu. Mulai peraktik pukul 14.00 sampai dengan pukul 16.00. Contoh 2. Papan Nama Kelurahan :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

87

Bacaan 7

BAB I APAKAH PENDIDIKAN IPS ITU?


Buku ini akan berbicara banyak mengenai keragaman budaya, etnis, suku bangsa yang merupakan kekayaan tak ternilai bangsa Indonesia. Pada bagian awal akan dibahas lebih dahulu konsep dasar tentang pendidikan IPS yang merupakan landasan pemahaman dari buku ini. Konsep dasar yang dibahas adalah mengenai karakteristik, dan tujuan pendidikan IPS.
1.1. Konsep dan Karakteristik Pendidikan IPS Di sekolah sering kali siswa merasa bosan dengan pelajaran IPS. Kebosanan itu bisa timbul akibat dari kurang dipahaminya apa sebenarnya IPS itu, dan apa pula misi yang diemban dalam pendidikan IPS tersebut. Oleh karena itu, sebelum jauh membaca buku ini, ada baiknya kita meluangkan sedikit waktu untuk memahami apa sebenarnya IPS itu. NCSS (National Council for the Sosial Studies) sebagai lembaga professional tempat berkumpulnya para ahli IPS dunia yang berkedudukan di Amerika, memiliki program kerja antara lain mengembangkan pendidikan IPS. Pada tahun 1984 lembaga tersebut telah membentuk panitia kerja untuk menyusun ruang lingkup dan urutan isi program IPS. Panitia ini telah berhasil merekomendasikan ruang lingkup dan urutan program pendidikan IPS untuk pendidikan pra sekolah sampai dengan SLTA. Akan tetapi hasil kerja panitia ini juga masih mendapat banyak kritik antara lain dilontarkan oleh Jarolimek (dalam Joyce, Little, dan Wronski, 1991:323), yang menyebutkan antara
88

lain bahwa laporan dari panitia ini belum berorientasi kepada keterampilan yang diharapkan. Karena itu, ruang lingkup dan urutan program ini mereka anggap hanya cocok untuk para peneliti yang akan melaksanakan penelitiannya dalam rangka merancang kurikulum. Untuk memenuhi kebutuhan lapangan pembelajaran di sekolah yang mendesak, maka alternatif yang ditawarkan oleh Donald Bragraw (dalam Joyce, Little, dan Wronski, 1991:232), dianggap cukup komprehensif dari segi cakupan isi. Alternatif tersebut memfokuskan isi dan ruang lingkupnya pada 5 bidang: (1) waktu, ruang, dan kebudayaan, (2) pendidikan untuk menyiapkan warga negara yang demokratis, (3) pendidikan sosial untuk transformasi sosial, (4) pendidikan sosial dalam kancah pendidikan global, dan (5) kurikulum pendidikan sosial yang memiliki ruang lingkup dan urutan spesifik, serta dirancang guru sesuai kebutuhan masyarakat lokal. Di Indonesia, gagasan pendidikan IPS yang dirancang secara spesifik sesuai kebutuhan masyarakat lokal misalnya, diakomodasi dalam kurikulum 1994 yang disebut sebagai kurikulum muatan lokal (mulok). Meskipun kurikulum muatan lokal tidak disediakan secara khusus untuk program pendidikan IPS, akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk mewadahi gagasan pendidikan IPS dengan karakteristik lokal tersebut. Pada kurikulum 2004, hal tersebut juga diberi ruang untuk dikembangkan, yaitu dengan dianutnya prinsip kurikulum yang beragam. Dengan prinsip ini, kurikulum 2004 memberikan ruang untuk mengembangkan kurikulum IPS yang berbeda pada setiap daerah, meskipun harus tetap mengacu kepada standar kurikulum nasional. Jadi,
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

perbedaan itu hanya disebabkan oleh pengembangan berupa penambahan, pendalaman, atau perluasan materi. Dalam ruang lingkup dan urutan yang ditawarkan Donald Bragraw itu, pendidikan demokrasi yang mengajarkan siswa untuk menerima dan menghargai berbagai keragaman merupakan salah satu isi penting yang ditempatkan pada urutan kedua. Penempatan pendidikan demokrasi pada posisi yang penting dalam ruang lingkup pendidikan IPS ini didasarkan pada asumsi bahwa hal itu merupakan kunci dan isi pokok kurikulum pendidikan IPS untuk menyiapkan warganegara yang demokratis, yaitu warganegara yang memiliki kemampuan berpikir luas dalam masyarakat yang majemuk dan untuk mendorong keterampilan berpikir yang rasional dalam setiap pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan secara rasional merupakan ciri dari perkembangan yang mengarah kematangan mental peserta didik. NCSS secara lebih tegas meletakkan kedudukan penting pendidikan demokrasi tersebut sebagai komponen utama dalam pendidikan IPS dengan mengemukakan salah satu karakteristik pokoknya, yaitu bahwa IPS itu dirancang untuk mendorong kompetensi warga negara dalam menghayati hak dan kewajibannya sebagai tujuan utama. Kompetensi ini amat diperlukan siswa untuk meningkatkan komitmennya terhadap ide-ide dan nilai-nilai demokrasi serta untuk pembentukan masa depan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas kehidupan berdemokrasi. Kedudukan penting pendidikan demokrasi sebagai komponen utama dalam pendidikan IPS juga ditegaskan oleh Banks (1990:3) bahwa pada tingkat pendidikan yang lebih rendah, tanggung

jawab pendidikan IPS adalah membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kehidupan warga negara pada masyarakat yang majemuk, baik di tingkat lokal, nasional maupun dunia. Sedangkan pada areal kurikulum yang lebih luas, pendidikan IPS juga membantu peserta didik untuk mendapatkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat demokratis. Diskusi panjang di kalangan para ahli tentang perkembangan pendidikan IPS itu tercermin dalam berbagai istilah yang digunakan seperti social studies, social education, citizenship education, dan social science education (Somantri, 1994). Dari berbagai istilah yang digunakan itu, kita tetap dapat menangkap karakteristik yang selalu melekat pada setiap pembahasan tentang pendidikan IPS, yaitu : (1) pendidikan IPS didisain untuk membantu meningkatkan kemampuan warganegara dalam masyarakat demokrasi, dan (2) bersifat integratif, yaitu berupa memadukan berbagai bidang studi untuk mendapatkan pemahaman tentang fenomena yang ada dalam masyarakat secara lebih komprehensif (NCSS, 1994). Dalam konteks persekolahan di Indonesia, istilah yang resmi digunakan dalam kurikulum ialah Pendidikan IPS, meskipun kedua karakteristik Pendidikan IPS seperti tersebut di atas masih belum terimplementasikan secara nyata. Pada beberapa mata

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

89

pelajaran yang menyangkut Pendidikan IPS baik di sekolah dasar maupun di program PGSD belum menunjukkan kedua karakteristik tersebut secara jelas. Para gurupun belum merasa perlu untuk memadukan tujuan dan isi pembelajaran yang diembannya dengan bidang studi yang lain dalam ruang lingkup pendidikan IPS. Sebagai contoh, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dalam kurikulum sekolah dipisahkan dari bidang studi IPS. Padahal mata pelajaran tersebut antara lain mengajarkan kecakapan hidup berdemokrasi bagi warga negara, seperti sikap toleran, menerima dan menghargai berbagai perbedaan dalam kemajemukan yang ada pada masyarakat. Isi pelajaran tersebut merupakan isi pelajaran yang diutamakan dalam tujuan maupun ruang lingkup pendidikan IPS. Dengan pemisahan ini tersirat suatu pemahaman bahwa hal-hal yang berkenaan dengan kompetensi kewarganegaraan termasuk di dalamnya pendidikan tentang kesadaran multi kultural semata-mata menjadi tanggung jawab bidang studi PPKn. Dengan demikian, karakteristik pertama yang melekat pada program pendidikan IPS menjadi tidak tampak dalam program pendidikan IPS secara keseluruhan. Pertanyaan yang muncul ialah, bagaimanakah profil pendidikan IPS yang kita miliki? Tentu saja pertanyaan ini membutuhkan jawaban yang mendalam melalui upaya-upaya mewujudkan profil Pendidikan IPS yang berwatak Indonesia. Bagaimanapun ruang lingkup dan tujuan suatu bidang studi biasanya bisa kita tangkap dari definisi bidang studi tersebut. Dalam rangka upaya-upaya mewujudkan profil pendidikan IPS itu,

Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmuilmu Sosial Indonesia (HISPISI) antara lain menyelenggarakan pertemuanpertemuan berkala yang bersifat akademik Dalam pertemuan mereka di Bandung tahun 1989, lembaga yang semula bernama HISPIPSI-ISPI tersebut, mengemukakan batasan Pendidikan IPS sebagai program pendidikan yang memilih bahan pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniti, yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan (Somantri, 1989). Menurut penggagasnya, batasan ini diadaptasi dari batasan yang diberikan Edgar Wesley, Frasser and West, dan dari NCSS. Yang dimaksud dengan ilmiah ialah bahwa pendidikan IPS disajikan secara sistematis dengan memperhatikan urutan isi yang logis. Sedangkan secara psikologis dimaksudkan bahwa pendidikan IPS disusun berdasarkan kondisi siswa, guru, ruang kelas, sekolah, yang berbeda dalam: kultur, harapan, aspirasi, perasaan, lingkungannya dan faktor psikis lainnya. Hal ini berarti menuntut kemampuan guru dalam membelajarkan IPS khususnya di SD. Guru seharusnya memahami karakteristik dan tingkat perkembangan siswanya. Batasan ini juga diadaptasi dengan menampatkan Pancasila sebagai landasan bagi Pendidikan IPS di Indonesia. Batasan Pendidikan IPS yang dibuat secara khusus untuk Indonesia ini amat penting, terutama berkaitan dengan nilai-nilai filosofis yang memang berbeda antara masyarakat bangsa Indonesia dengan masyarakat barat. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang relegius yang memandang bahwa aspek keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan bagian tak terpisahkan dalam pendidikan IPS.
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

90

Berbeda dengan masyarakat barat yang pada umumnya memisahkan aspekaspek keimanan dan ketaqwaan dari pendidikan IPS. Dalam konteks ini, implikasi yang timbul antara lain pemahaman akan demokrasi yang berKetuhanan Yang Maha Esa, sikap menghargai kemajemukan dalam masyarakat merupakan titik sentral dalam memahami aspek-aspek demokrasi yang lainnya. Menurut pemahaman ini, keragaman dan kemajemukan yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa merupakan kekayaan yang dipercayakan untuk dijaga demi kedamaian hidup manusia. Allah-lah yang menciptakan keragaman dan kemajemukan ini dan hal ini menjadi kenyataan yang patut disyukuri Maka tak ada alasan bagi manusia untuk bertindak egois dan otoriter dalam setiap perilakunya. Batasan lain ditunjukkan oleh Hasan (1993), dalam salah satu tulisannya, yang menyebutkan dua konsep yang berbeda tentang IPS, yaitu: (1) Pendidikan Pengetahuan Sosial (PS), dan (2) Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (di perguruan tinggi: penulis). IPS dalam pengertian Pendidikan Pengetahuan Sosial (PS) merujuk kepada organisasi materi kurikulum yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anak melalui pengetahuan sosial dan budaya. Sedangkan IPS dalam pengertian Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial adalah program pendidikan yang dikembangkan di perguruan tinggi dengan pendekatan monodisiplin, yaitu mengajarkan satu bidang ilmu sosial secara terpisah. IPS pada tataran yang pertama (PS) bercirikan pada tujuannya yang difokuskan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik melalui pengetahuan sosial dan budaya, dalam bentuk kemampuan berpikir, sikap dan

nilai untuk dirinya sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial dan budaya. Kajian yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini ialah kajian terhadap materi yang berhubungan dengan kehidupan sosial dan budaya di sekitarnya, tanpa perlu membatasi diri pada salah satu atau beberapa disiplin ilmu-ilmu sosial. Pada tataran konsep IPS sebagai Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, IPS dikembangkan dalam bentuk kurikulum akademik atau kurikulum disiplin yang memakai nama disiplin ilmu sebagai label programnya, (misalnya sosiologi, sejarah, antropologi, geografi, ekonomi dan lain sebagainya secara terpisah). Dari segi tujuan (pembelajaran dengan pendekatan mono disiplin ini) sangat erat berhubungan dengan tujuan disiplin ilmu tersebut (Hasan, 1993). Konsep ini mirip dengan konsep Sosial studies taught as Sosial Science (Barr, Shermis, dan Barth, 1978), yaitu pendidikan IPS yang diajarkan sebagai disiplin ilmu sosial. Di barat hal ini merupakan salah satu aliran dalam pendidikan IPS. Perbedaan kedua tataran konsep IPS ini lebih kepada cara yang digunakan dalam mengorganisasikan kurikulum. Marsh (1991:10) dalam konsep yang dikemukakannya cenderung lebih menekankan pada pendidikan IPS sebagai Pendidikan Pengetahuan Sosial. Hal itu tercermin pada definisi yang dikemukakannya, bahwa Pendidikan IPS adalah studi tentang manusia sebagai makhluk sosial yang tersusun dalam masyarakat, dan interaksi antara satu dengan yang lain, serta dengan lingkungan mereka pada suatu tempat dan waktu tertentu. Konsepnya itu dipertegas dengan menambahkan bahwa pendidikan IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang kompleks, yang tidak dapat

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

91

dipandang dari satu dimensi belaka. Karena itu, keterpaduan merupakan sifat alami dari pendidikan IPS. Itulah pula yang menyebabkan studi ini menggunakan pendekatan antar disiplin dengan memanfaatkan konsepkonsep psikologi, ilmu politik dan humaniora. Senada dengan apa yang dikemukakan Marsh, Wright (1996) juga menyebutkan bahwa IPS merupakan area studi tentang interaksi antar manusia, keruangan, dan waktu serta bagaimana mereka menyikapi dan disikapi oleh alam fisik dan lingkungan budaya. Meskipun terkesan sederhana, akan tetapi batasan ini cukup memberikan gambaran yang jelas kepada kita. Titik tekan dari batasan ini terletak pada posisi seorang subjek dalam inter-relasi antara manusia satu dengan lainnya, dan antara manusia dengan alam sekitar, baik fisik maupun psikis (budaya). Jika dihubungkan dengan nilai hidup berketuhanan sebagaimana dijelaskan di atas, maka kekurangan yang tampak ialah terputusnya dimensi inter-relasi dengan Tuhan (hablun minallah). NCSS (National Council for the Sosial Studies), sebuah organisasi profesi bidang pendidikan IPS tingkat internasional yang berkedudukan di Amerika Serikat memberikan batasan bahwa IPS merupakan studi terpadu ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk meningkatkan kapabilitas dan kompetensi warga negara. Dalam program sekolah, upaya itu dilakukan melalui koordinasi dan studi sistematik yang didasarkan pada berbagai disiplin seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, dan sejauh yang dibutuhkan, juga dapat diambil dari humaniora, matematika, dan ilmu pengetahuan alam (NCSS, 1994). Tujuan utama IPS ialah membantu

generasi muda mengembangkan kemampuannya untuk menjadi orang yang berpengetahuan, cerdas dalam mengambil keputusan untuk kebaikan masyarakat sebagai warga yang di dalamnya terdapat berbagai kultur, masyarakat demokratis dalam suatu dunia yang saling memiliki ketergantungan. Batasan yang menarik diberikan oleh Sumaatmadja (1986), yang mengungkapkan bahwa IPS (Studi Sosial) merupakan usaha untuk mengadakan inter-relasi ilmuilmu sosial dalam mengkaji gejala dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian, IPS bukanlah ilmuilmu sosial itu sendiri yang diartikannya sebagai semua bidang ilmu pengetahuan mengenai manusia dalam konteks sosialnya atau sebagai anggota masyarakat. Sekali lagi batasan ini juga cenderung kepada konsep IPS sebagai Pendidikan Pengetahuan Sosial. Dengan bentuk inter-relasi seperti itu, Risinger (1996) menyebutkan bahwa IPS (sosial studies) bukan disiplin yang terpisah, tetapi sebuah payung kajian masalah yang memayungi disiplin sejarah dan disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya. Suatu kekhasan yang segera dapat kita pahami pada IPS ialah kekuatannya dalam upaya melakukan inter-relasi yang menggabungkan berbagai disiplin ilmuilmu sosial dan atau bahkan menurut Hasan (1993) tidak harus terikat kepada disiplin tertentu, untuk menelaah gejala dan masalah sosial. Gejala dan masalah sosial memang tidak dapat diungkapkan hanya dengan satu disiplin tertentu, mengingat gejala dan masalah sosial itu merupakan ungkapan hasil hubungan beberapa aspek dari kehidupan sosial dalam masyarakat. Sebagai contoh, Sumaatmadja (1986) menjelaskan bahwa masalah yang
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

92

berkaitan dengan gejala kelaparan tidak dapat ditelaah hanya dengan ilmu ekonomi belaka. Gejala kelaparan akan dapat dikaji secara lebih komprehensif dan bermakna, apabila dikaji dengan melibatkan konsep dan teori geografi, sosiologi, psikologi dan seterusnya. Inilah pada dasarnya pendekatan interdisipliner atau multi disipliner yang dianut Pendidikan IPS. Jelaslah sudah, bahwa dari berbagai batasan yang telah dikemukakan kedua macam karakteristik pokok Pendidikan IPS, sebagaimana dikemukakan NCSS (1994) masih tetap melekat. Keduanya adalah membantu meningkatkan kemampuan subjek didik menjadi warga negara yang berdaya, dan karakteristik integratif. Keterkaitan kedua karakteristik tersebut juga sejalan dengan model keterpengaruhan antar berbagai variabel sebagaimana digambarkan Guyton, E.M. (dalam Ferguson, 1991:389) sebagaimana tergambar dalam diagram 2.1.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

93

Harga Diri

Pengendalian Diri

Kemampuan Berpolitik Partisipasi Politik Berpikir Kritis

Sikap dan Perilaku Demoktratis Diagram 2.1. : Berbagai efek tidak langsung yang mempengaruhi Sikap Demokratis (Guyton,. M. dalam Ferguson, Patrick, 1991:389).

Dalam diagram itu tergambar bahwa kemampuan yang dituntut sebagai warga negara, demikian juga sifat integratif pendidikan IPS sekaligus tampak dengan jelas. Keduanya merupakan karakteristik pokok dari Pendidikan IPS. Sikap dan perilaku yang merupakan hasil perpaduan dari berbagai kemampuan itu pada akhirnya bermuara pada perilaku demokratis. Jika mengikuti alur pendidikan IPS yang senada dengan alur yang dilaksanakan NCSS, atau setidak-tidaknya menggunakan alur ini sebagai acuan, maka guru yang menyelenggarakan program pembelajaran dalam pendidikan IPS mestinya menaruh perhatian terhadap hal ini.

94

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

95

1.2. Tujuan Pendidikan IPS 1.2.1. Tujuan Umum Secara lebih rinci, pada bagian berikut ini akan dibahas beberapa pokok bahasan, yaitu: (1) tujuan umum dari pendidikan IPS, dan (2) tujuan khusus pendidikan IPS. Tujuan khusus ini menyangkut aspek kognisi/pemahaman (understanding), sikap (dispositions), keterampilan/kompetensi (competencies) sebagai tujuan Pendidikan IPS. Pada akhir bab juga akan dibahas mengenai kebersamaan sebagai salah satu aspek penting dari tujuan Pendidikan IPS. Tujuan IPS dalam pengertian umum sebagai Pendidikan Pengetahuan Sosial (PS) dikembangkan dari falsafah dan teori pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk tujuan pendidikan. Kebutuhan perkembangan subjek didik, baik dilihat dari sudut psikologis, maupun tuntutan sosial budaya yang menjadi dasar utama bagi pengembangan tujuan tersebut. Pendidikan IPS dalam pengertian Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (IS) memiliki tujuan yang berhubungan dengan pengembangan intelektual. Halhal yang kurang berhubungan dengan pengembangan intelektual menjadi sesuatu yang kurang penting. Secara umum, tujuan Pendidikan IPS pada tataran ini adalah melatih siswa berpikir, melihat masalah dan menyelesaikan masalah. Dalam konteks pendidikan anak, unsur psikologis dan paedagogis digunakan terutama untuk membantu anak menguasai materi yang diajarkan. baik berupa fakta, konsep, generalisasi maupun keterampilan belajar tentang belajar. Kegunaan praktis bagi kehidupan anak kurang mendapatkan tempat, karena yang diperhatikan adalah kepentingan keilmuan (Hasan,1993).

Secara umum, Pendidikan IPS dalam pengertian Pendidikan Pengetahuan Sosial bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai untuk dirinya sebagai individu, maupun sebagai makhluk sosial dan budaya (Hasan, 1993). Rumusan tujuan ini dapat dipilah dalam ranah kognitif dan afektif. Kemampuan berpikir merupakan bagian dari ranah kognitif. Tujuan ini bersifat keterampilan dalam proses yang merupakan tujuan ranah kognitif yang memberikan bekal kepada peserta didik untuk mampu mencari, mengolah, dan menggunakan informasi, yang menurut Hasan (1993) dan Jarolimek (1986) merupakan tujuan yang penting dalam Pendidikan IPS. Pendidikan IPS dalam pengertian Pendidikan Pengetahuan Sosial juga bertujuan mengembangkan kemampuan anak dalam berhubungan sosial dengan orang lain, kemampuan berkomunikasi, bersimpati terhadap orang lain, sikap (terutama sikap demokratis), moral dan nilai, terutama ditekankan pada nilai dalam masyarakat yang majemuk berupa keseimbangan antara hak individu dan sosial. Tujuan ini sangat ditekankan terutama untuk masyarakat majemuk seperti masyarakat Indonesia yang menghendaki pembangunan manusia yang berimbang antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakatnya (Hasan, 1993). 1.2.2. Tujuan Khusus Pendidikan IPS Dengan kompleksitas obyek kajian yang didekati secara terpadu, Marsh (1991) menyebutkan lingkup tujuan Pendidikan IPS, yang sebenarnya mencakup dimensi hands-on (keterampilan), heads-on (pengetahuan/kognitif), dan hearts-on (sikap dan perasaan). Secara rinci dideskripsikan sejumlah rumusan tujuan
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

96

yang memuat banyak aspek prilaku demokratis. Rumusan tersebut antara lain: a) Memahami hubungan antara masyarakat manusia dan alam sekitarnya. b) Menerima integritas individu dan pentingnya mengapresiasi budaya maupun lintas budaya. c) Memahami saling ketergantungan komunitas masyarakat dan dunia. d) Menyadari perubahan sebagai sifat alami yang harus dihadapi secara tepat. e) Memahami dan mengapresiasi sistem hukum. f) Menghargai diri dan menghormati setiap manusia. g) Mengembangkan keterampilan berpikir kritis. h) Memperbaiki keterampilan komunikasi individual maupun kelompok. i) Menunjukkan tanggung jawab sebagai warga negara melalui partisipasi aktif, selain aspek lain yang berkaitan dengan ekonomi dan kesejarahan. Senada dengan itu, Wright (1996), mengemukakan bahwa tujuan IPS ialah mendorong anak untuk mengembangkan kualitas personal melalui proses mengetahui, menggali, menghayati/merefleksi, dan menilai, serta yang tak kalah penting ialah mendorong agar berkembang kemauan untuk berpartisipasi secara positif baik dalam lingkup masyarakat lokal, nasional, maupun global. Untuk mendapatkan kemampuan ini, menurutnya, salah satu aspek penting yang harus dipahami anak, yaitu keragaman budaya seperti bahasa, seni, mitologi, sistem nilai dan kepercayaan dalam masyarakat, serta pemahaman tentang pembauran budaya, kemunculan budaya secara siklus, an perpindahan serta pergeserannya. Dari aspek politik

dan hukum, anak harus memahami sistem politik, sistem sosial dan sistem hukum, serta hubungan antara sistem sosial dengan sistem hukum. Sedangkan pada aspek global yang lebih luas, anak harus memahami dunia ini sebagai proses bertahap dari interrelasi antara sistem fisik, ekologi, ekonomi, politik, sosial, dan informasional, serta kesadaran akan hubungan antar personal dengan berlandaskan pada sifat yang saling membutuhkan. Secara rinci tujuan pendidikan IPS itu digambarkan dalam tiga untaian (strands) yang saling mendukung dan dalam posisi yang seimbang. Untuk memudahkan pemahaman, ketiga untaian tersebut dimodifikasi dan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

97

Tabel 2.1. Cakupan dan Tujuan Pendidikan IPS (Wright, 1996:17)

Pemahaman (understandings) Pemahaman Sejarah Pemahaman Geografi Pemahaman Ekonomi Pemahaman Budaya Pemahaman Politik dan Hukum Pemahaman Global Pemahaman Teknologi -

Sikap (dispositions) Toleran Empati Partisipasi sebagai warga negara -

Kemampuan (competencies) Ingin melayani Kecakapan berpikir Partisipasi Penyerapan informasi Penggunaan informasi

98

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Tujuan pendidikan IPS juga dipaparkan Martorella (1994:181-183), yang mengacu kepada laporan NCSS (1989) dengan mengemukakan tiga kelompok keterampilan yang relevan dalam pembelajaran IPS, yaitu: (1) keterampilan yang berhubungan dengan upaya untuk memperoleh informasi, (2) keterampilan yang berhubungan dengan pengorganisasian dan penggunaan informasi, dan (3) keterampilan yang berhubungan dengan hubungan antar anggota masyarakat dan partisipasi sosial. Untuk mendukung kemampuan ini dibutuhkan kemampuan bersimpati dan memiliki rasa tanggung jawab yang merupakan salah satu aspek penting dalam sikap dan prilaku demokratis. Partisipasi sosial sendiri, menurutnya mencakup prilaku yang selalu tanggap terhadap masalah-masalah yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat, mengidentifikasi situasi dimana tindakan sosial diperlukan, bekerja secara pribadi maupun kelompok untuk mengambil tindakan yang tepat, bekerja untuk mempengaruhi para pemegang kebijakan dalam masyarakat untuk membela kebebasan dan keadilan sosial dan hakhak asasi, menerima dan memenuhi tanggung jawab sosial yang berhubungan dengan kewarganegaraan di tengah-tengah masyarakat. Hampir semuanya mencerminkan sikap dan prilaku demokratis. Demikian juga Fraenkel (1980) yang menekankan pentingnya keterampilan sosial dalam pendidikan IPS untuk membentuk kemampuan berpartisipasi sosial. Menurutnya, keterampilan sosial mencakup kemampuan merencanakan bekerja dengan orang lain, mengambil bagian dalam proyek penelitian, mengambil bagian secara produktif dalam diskusi kelompok, menjawab/menanggapi secara sopan

pertanyaan orang lain, memimpin diskusi kelompok, bertindak secara bertanggung jawab, dan bersedia membantu/menolong orang lain. Kesemuanya sulit dapat dilakukan tanpa memahami hubungan antara masyarakat manusia dan alam sekitarnya, memahami saling ketergantungan komunitas masyarakat dan dunia, memahami dan mengapresiasi sistem hukum, menghargai diri sendiri dan menghormati setiap manusia, menunjukkan tanggung jawab sebagai warga negara, yang kesemuanya juga merupakan substansi dari makna demokrasi. 1.2.2.1. Dimensi Heads-on (Pengetahuan/Kognitif) dalam Tujuan Pendidikan IPS Pendidikan IPS menempatkan setiap aspek tujuan sebagai dimensi yang penting, baik dimensi pengetahuan, afektif, maupun psikomotor. Dimensi pengetahuan menurut Wright, (1996:17) adalah pemahaman (understanding), yang mencakup emahaman kesejarahan, geografi, ekonomi, budaya, politikhukum, pemahaman lobal dan teknologi. Marsh menyebutnya sebagai Heads-on yang juga berarti pengetahuan, sedangkan Jarolimek (1985:5) menyebutnya sebagai knowledge and nformation goals atau tujuan pengetahuan dan informasi. Menurutnya, dimensi dimensi ini menyangkut kemampuan olah pikir siswa yang dalam istilah yang biasa digunakan identik dengan kemampuan kognitif. Dimensi tujuan ini mencakup berbagai aspek, antara lain aspek pengetahuan dan informasi. Tujuan yang menyangkut aspek pengetahuan dan informasi mencakup sembilan aspek yang terurai sebagai berikut:

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

99

1. Pengetahuan tentang dunia, penduduk, dan budayanya 2. Wilayah, pertumbuhan, sejarah, dan perkembangan negara 3. Penduduk, komunitas, tempat tinggal, cara penduduk mencari nafkah, cara-cara penduduk memenuhi kebutuhan hidup, interaksi, dan saling ketergantungan. 4. Sistem politik dan hukum suatu komunitas, wilayah dan negara 5. Dunia kerja dan orientasi karir 6. Lembaga-lembaga kemasyarakatan, seperti keluarga dsb. 7. Bagaimana masyarakat memanfaatkan bumi 8. Masalah dan tantangan yang menyebabkan konfrontasi dalam hubungan antar manusia baik lokal, nasional, maupun internasional. 9. Fungsi-fungsi dasar masyarakat seperti produksi, transportasi, distribusi, dan konsumsi, pelayanan masyarakat, penyediaan sarana pendidikan, rekreasi, perlindungan dan konservasi sumber daya alam, kebebasan berekspresi baik keindahan maupun agama, dan komunikasi sosial. 1.2.2.2. Dimensi Heads-on (keterampilan), dalam Tujuan Pendidikan IPS Dimensi berikutnya yang menjadi tujuan dari pendidikan IPS adalah dimensi kompetensi (competencies), yang mencakup kemampuan berpikir, berpartisipasi, penyerapan informasi, dan penggunaan informasi. Menurut klasifikasi Marsh (1991) dimensi ini masih termasuk pada dimensi headson. Meskipun tidak sama persis, namun sebagian dari dimensi ini dapat dimasukkan dalam dimensi hands-on yang menurut istilah Jarolimek (1985) disebut sebagai tujuan

keterampilan/kecakapan. Menurutnya, dimensi ini mencakup 3 aspek kecakapan sebagai berikut: 1. kecakapan hidup dan bekerja sama, mampu menghargai hak orang lain, dan memiliki kepekaan sosial 2. terdapat proses pembelajaran diri untuk mengontrol dan mengendalikan diri. 3. kecakapan membagi/memberikan gagasan dan pengalaman dengan orang lain. 1.2.2.3. Dimensi Hearts-on (sikap dan perasaan) dalam Tujuan Pendidikan IPS Dimensi ketiga menurut Wright (1996:17). ialah dimensi sikap dan nilai (dispositions), yang mencakup sikap toleran, empati, partisipasi sebagai warganegara, dan sikap yang ingin melayani (stewardship). Meminjam istilah yang digunakan dalam taksonomi Bloom, yang sudah sering kita gunakan, dimensi ini identik dengan ranah afektif. Marsh (1991) menyebut dimensi ini dengan istilah hearts-on. Sedangkan Jarolimek (1985) menyebutnya sebagai tujuan sikap dan nilai-nilai. Menurutnya tujuan ini mencakup 6 aspek kemampuan, yaitu: 1. memahami nilai-nilai umum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, dalam hubungannya dengan dokumen sejarah bangsa, hukum di tanah air, keadilan, dan agama. 2. mampu mengambil keputusan yang melibatkan berbagai pilihan nilai 3. memahami jaminan atas hak-hak azasi manusia untuk semua warga negara 4. mengembangkan sikap loyal yang rasional terhadap negara.

100

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

5. mengembangkan sikap menghargai gagasan, warisan, dan lembaga-lembaga negara. sikap dan 6. mengembangkan keinginan untuk membantu sesama anggota masyarakat.
1.3. Ikhtisar Pendidikan IPS adalah program pendidikan yang memilih bahan pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniti, yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Yang dimaksud dengan ilmiah ialah bahwa pendidikan IPS disajikan secara sistematis dengan memperhatikan urutan isi yang logis. Sedangkan psikologis dimaksudkan bahwa pendidikan IPS disusun berdasarkan kondisi siswa, guru, ruang kelas, sekolah, yang berbeda dalam: kultur, harapan, aspirasi, perasaan, lingkungannya dan faktor psikis lainnya. Karakteristik pokoknya ialah bahwa pendidikan IPS menggunakan pendekatan multi dan trans-disiplin, bahannya bersumber dari berbagai pengetahuan sosial dan humaniora. Tujuan pendidikan IPS antara lain adalah berupaya meningkatkan kemampuan warga negara dalam memahami dan menghayati hak dan kewajibannya, dalam kerangka membangun masyarakat demokratis ditengah-tengah masyarakat yang majemuk. Secara khusus, tujuan Pendidikan IPS mencakup tujuan pada aspek pengetahuan/kognitif (heads-on), aspek ketrampilan (hands-on), dan aspek sikap (hearts-on).

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

101

Bacaan 8 BAB VI PROSPEK PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR

Siswa sering kali merasa bosan dengan pelajaran IPS di sekolah. Kebosanan itu bisa timbul di samping akibat dari kurang dipahaminya apa sebenarnya IPS, juga metodologi pembelajaran yang digunakan sering tidak berhasil menarik perhatian siswa. Bahkan guru sering kali tidak mempunyai acuan yang jelas, apalagi kreatifitas untuk menciptakan metode yang menarik untuk digunakan dalam mengajar. Kebosanan juga bisa timbul akibat materi pelajaran tidak sesuai dengan tingkat perkembangan dan konteks kehidupan siswa. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif metode pembelajaran yang sesuai dengan sifat dan tujuan dari pendidikan IPS di sekolah. Bab ini akan membahas upaya mencari metode pembelajaran IPS tersebut yang mudah-mudahan dapat dijadikan salah satu acuan bagi guru atau calon guru SD dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Bab ini dibahas dengan tujuan antara lain, untuk mendapatkan kemampuan: isi/materi 1. Mengidentifikasi pembelajaran IPS berbagai metode 2. Mengenali pembelajaran dalam pendidikan IPS 3. Memahami langkah-langkah setiap metode pembelajaran yang dijelaskan dalam bab ini. 4. Dapat melaksanakan langkahlangkah metode pembelajaran IPS dalam bentuk latihan di kelas. metode 5. Membedakan pembelajaran untuk fakta dan konsep dengan metode

pembelajaran untuk pengembangan nilai-nilai. Pembelajaran IPS pada masa sekarang dan ke depan, haruslah berbeda dengan pembelajaran IPS pada masa yang lalu. Dari segi materi pelajaran, terdapat beberapa faktor yang mengharuskan perbedaan tersebut, misalnya IPS pada masa yang lalu sangat menekankan penguasaan fakta-fakta meski pada tingkat yang rendah, misalnya dengan menghapalkan nama-nama gunung, sungai, ibukota negara propinsi dan sebagainya. IPS lama juga ditandai dengan pembelajaran rasa nasionalisme yang tidak kritis (dogmatis), dan sangat berorientasi kepada buku teks. Sementara itu, pembelajaran IPS sekarang dan yang akan datang, dari segi materi pelajaran difokuskan pada upaya membantu dan memfasilitasi siswa agar mereka memiliki kemampuan untuk berpartisipasi sebagai warga komunitas, warga negara, dan warga dunia dengan tingkat perubahan yang amat cepat. Banks (1990) menyebut bahwa pengajaran IPS pada abad 21 ini dirancang untuk mempersiapkan siswa agar mampu berpartisipasi secara efektif pada masyarakat post-industri. Masyarakat post-industri menurutnya, memiliki karakteristik yang serba global, seperti ekonomi global, upaya pemecahan masalah-masalah internasional, perubahan gaya hidup, nilai-nilai, kepercayaan, budaya dan sentimen politik. Masih menurut Banks, bahwa masyarakat global pada era post-industri juga akan diwarnai dengan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan bukan saja lembaga politik, akan tetapi sampai kepada lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pekerjaan

102

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

masyarakat sehari-hari. Aktivitas politik juga akan meningkat bukan saja pada tingkat nasional, tetapi pada tingkat lokal dan regional. Isu desentralisasi dan sharing kekuasaan ke pemerintahan tingkat lokal (daerah-daerah) akan mewarnai masyarakat post-industri. Demikian juga dengan pemberian kewenangan untuk mengambil keputusan. Tak kalah penting juga masalah-masalah dan isu-isu yang menyangkut fenomena kealaman, seperti rusaknya ozon dan atmosfir bumi, rekayasa genetik, pengembangan tenaga nuklir untuk kepentingan perdamaian, masalah kependudukan dan sebagainya. Masalah-masalah tersebut mengemuka sebagai masalah masyarakat secara lokal, regional, nasional, dan internasional yang memerlukan pemahaman agar seseorang dapat berpartisipasi memberi jawaban dan ikut memecahkan masalah tersebut. Untuk mendapatkan kemampuan yang dituntut seperti dijelaskan di atas, maka siswa perlu difasilitasi agar mampu mengembangkan pengetahuan, kecakapan, sikap, nilai-nilai dan komitmen yang dibutuhkan. Kemampuan tersebut juga dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam mengembangkan masyarakat yang demokratis secara bertanggung jawab. Untuk itu, kemampuan mengakui dan menghargai kemajemukan dalam masyarakat sebagai kenyataan adalah amat penting dikuasai. Penguasaan pengetahuan dalam pembelajaran IPS pada masa yang akan datang adalah penguasaan pengetahuan pada level yang lebih tinggi dari sekedar menghapalkan fakta-fakta. Dari segi metodologi pembelajaran seyogianya dikembangkan metode-metode mengajar yang mampu memfasilitasi siswa untuk melakukan klarifikasi, memiliki

kecakapan berpikir (reflektif), melakukan identifikasi secara kritis tentang budaya baik di tingkat lokal dekat tempat tinggal, regional, nasional, maupun internasional. Untuk itu, sumber belajar yang beragam sangat dibutuhkan.
6.1. Materi dalam Pembelajaran IPS Untuk memudahkan dalam menguasai metodologi pembelajaran IPS, maka haruslah lebih dulu dikuasai apa yang menjadi isi dasar dari pendidikan IPS tersebut. Tanpa memahami apa isi dasar dari pendidikan IPS, maka sukar untuk dapat menguasai pembelajaran dalam IPS. Hal itu disebabkan, seringkali metode mengajar disesuaikan dengan isi yang hendak diajarkan. Isi dari materi pembelajaran IPS berjenjang dari mulai fakta, konsep, generalisasi dan teori. Fakta ialah keadaan tertentu tentang kejadian atau sesuatu yang nyata yang menjadi data atau sasaran observasi, seperti orang, tempat, arti kejadian atau keadaan yang spesifik (zaini ....). Contoh fakta misalnya sekapur sirih adalah tariah tradisional masyarakat Jambi untuk menyambut tamu kehormatan dalam upacara tertentu. Contoh lain, Malaysia telah menjadi penghasil minyak sawit terbesar dunia pada tahun 2005. Jambi atau Malaysia dalam pernyataan di atas, adalah menunjuk satu tempat secara spesifik yang merupakan karakteristik dari fakta. Jadi jika keadaan yang diterangkan itu terdapat di beberapa tempat, maka hal itu menunjukkan bahwa kalimat itu tidak lagi menjelaskan fakta. Misalnya jika dinyatakan terdapat banyak jenis tarian yang digunakan untuk menyambut tamu dalam upacara tertentu. Karakteristik yang lain ialah bahwa kebenaran fakta itu dapat dibuktikan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

103

melalui pengamatan dan dapat diuji oleh orang banyak. Pada contoh di atas, fakta ditandai dengan hal tersebut. Bahwa sekapur sirih itu salah satu tarian di propinsi Jambi dan ditarikan pada saat upacara tertentu dalam penyambutan tamu adalah benar dan kebenaran itu dapat dibuktikan oleh anyak orang melalui pengamatan. Demikian pula bahwa Malaysia sebagai penghasil minyak sawit terbesar, kebenarannya juga dapat dibuktikan dan dapat diamati oleh orang banyak. Pengetahuan yang di dalamnya mengandung isi fakta adalah merupakan pengetahuan tingkat rendah dan disebut sebagai pengetahuan faktual. Disebut rendah karena untuk menguasainya cukup dengan menghapalkannya. Adapun konsep adalah pernyataan dalam bentuk kata, atau frase yang abstrak yang mengkatagorikan sekelompok benda, atau ide, atau konsep kejadian (zaini....), sebagai contoh, konsep tentang rumah: Rumah adaah bangunan fisik yang dibuat sebagai tempat berlindung atau tempat tinggal sebuah keluarga. Konsep tentang pulau: Pulau adaah daratan yang dikelilingi oleh perairan atau laut. Salah satu ciri dari suatu konsep ialah mempunyai karakteristik yang menjadi definisi, sebagai hasil abstraksi dari sekumpulan fakta dalam satu atau beberapa cirinya. Pengetahuan yang dirangkai dari konsep-konsep, maka disebut pengetahuan konseptual. Contoh pengetahuan konseptual misalnya, pengetahuan tentang perubahan masyarakat, pengetahuan tentang produksi dan distribusi, pengetahuan tentang lembaga politik, nasionalisme dan sebagainya.

Sedangkan generalisasi adalah pernyataan yang memuat rangkaian hubungan antara dua konsep atau lebih. Generalisasi amat bervariasi dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks. Contoh generalisasi misalnya, produktivitas suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh ketinggian suatu daerah dari permukaan air laut atau contoh yang lain, kebudayaan yang berkembang di masyarakat, berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Contoh yang pertama di atas, generalisasi tersebut dirangkai dari konsep tentang produktivitas dan konsep tentang jenis tanaman, dan konsep tentang ketinggian suhu di suatu daerah. Dari contoh berikutnya dapat diidentifikasi bahwa generalisasi tersebut terdiri dari konsep tentang kebudayaan, dan konsep tentang masyarakat. Ciri yang mudah dipahami dari generalisasi ialah bahwa generalisasi itu mengandung 2 konsep atau lebih, dan biasanya menyangkut hubungan konsepkonsep yang dimuat tersebut. Ciri lain adalah bahwa kesimpulan generalisasi itu berlaku untuk keseluruhan kelompok, atau peristiwa di manapun. Generalisasi yang sudah teruji secara empirik, dapat menjadi dalil, hokum, atau teori.
6.2. Metode Inkuiri Sosial dalam Pembelajaran IPS Setelah mengenali isi materi pembelajaran IPS, maka seorang calon guru akan lebih mudah mencari metode yang cocok untuk materi pembelajaran yang dirancang.

104

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Salah satu metode yang dipandang efektif falam pembelajaran IPS ialah metode inkuiri sosial (the method of social inquiry). Metode ini bertujuan utamanya adalah untuk membangun teori. Suatu pekerjaan berat yang biasanya dikerjakan oleh para ilmuwan-ilmuan sosial. Akan tetapi mereka yakin bahwa metode inkuiri ini perlu diajarkan kepada anak sejak di tingkat pendidikan dasar, untuk membentuk kemampuan berpikir kritis mereka. Kebiasaan berpikir kritis akan berguna dalam kehidupan sehari-hari dalam menghadapi masalah dan memecahkannya. Teori ini biasanya diformulasi dari fakta konsep dan generalisasi. Inkuiri sosial didasarkan pada beberapa asumsi yang berhubungan dengan hakekat kehidupan kemanusiaan dan lingkungannya di dunia ini. Secara ilmiah pengetahuan sosial memandang bahwa alam semesta ini diciptakan Tuhan dalam keadaan yang teratur, permanen (dalam pengertian tidak berubah dalam waktu tertentu), dan memiliki ciri-ciri yang relatif tetap. Hal seperti itu memudahkan kita untuk melakukan kajian dan membuat generalisasi yang dibutuhkan. Apabila sesuatu di alam ini mengalami perubahan yang tidak menentu, maka kita akan kesulitan melakukan kajian dan membuat generalisasi, misalnya mengenai perilaku manusia. Metode inkuiri sosial diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran dengan model inkuiri. Dengan kata lain, model inkuiri sosial adalah merupakan perwujudan dari pelaksanaan metode inkuiri sosial dalam pembelajaran IPS. Menurut Banks (1990:75) model inkuiri sosial memiliki prosedur dalam beberapa tahapan, yaitu: (1) perumusan masalah, (2) perumusan

hipotesa, (3) definisi (konseptualisasi) masalah, (4) pengumpulan data, (5) evaluasi dan analisis data, (6) pengujian hipotesis untuk membentuk generalisasi dan teori, serta (7) kembali ke awal secara siklus melakukan inkuiri sekali lagi. Meskipun prosedur seperti ini kelihatan rumit karena di kelas rendah belum biasa dilakukan, tetapi harus dicoba untuk membelajarkan model inkuiri ini pada pendidikan tingkat dasar untuk membantu anak membiasakan diri berpikir kritis dan sistematis. (1) Perumusan Masalah Perumusan masalah dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan sederhana oleh guru kepada siswa. Sebagai contoh: Pada pelajaran IPS di kelas 5 Sekolah Dasar, pada pokok bahasan yang berbasis Sejarah dan Kebudayaan Indonesia. Siswa diminta untuk membaca satu pokok bahasan yang berisi tulisan tentang budaya Indonesia. Selanjutnya, diminta mencari jawaban terhadap pertanyaan berikut: berdasarkan pokok bahasan yang dibaca tersebut, masyarakat di daerah mana di Indonesia yang paling banyak memiliki kata pepatah yang mengandung hikmah pelajaran dalam hidup manusia.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

105

Pengamatan gejala dalam masyarakat Perumusan Masalah

Perumusan Hipotesis

Teori Nilai-nilai

Definisi (Konseptualisasi) Masalah

Pengumpulan Data

Evaluasi dan Analisis Data

Pengujian Data untuk Menyusun

Kembali ke Langkah Awal Inkuiri berikutnya

Setelah selesai dalam waktu yang ditentukan, maka guru menuliskan daftar nama daerah yang disebut dalam pokok bahasan berdasarkan jawaban yang dikemukakan siswa. Selanjutnya, kelas dibentuk menjadi 6 kelompok masing-masing beranggotakan 5 orang. Masing-masing kelompok diminta menjawab pertanyaan berikut ini:

106

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kelompok 1 dan 2 : Nama-nama daerah yang ada dalam daftar itu terletak di pulau mana saja? Pulau mana yang paling banyak memiliki daerah yang berhasil didaftar tersebut? Kelompok 3 dan 4 : Daerah yang berhasil didaftar itu, lebih banyak terletak di daerah pantai atau di dataran tinggi dan pegunungan? Kelompok 5 dan 6 : Suku bangsa apa saja yang mendiami daerah yang banyak memiliki kata pepatah yang mengandung hikmah pelajaran dalam hidup manusia tersebut? Setelah selesai, wakil kelompok masingmasing diminta menyampaikan hasil kerja kelompok dan menuliskannya di papan tulis. Berdasarkan jawaban atas pertanyaan tersebut, siswa dibantu untuk memilih pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan rumusah masalah. Kriteria yang digunakan yaitu : a. Pertanyaan itu jelas, dan menanyakan sesuatu yang dapat dimengerti oleh banyak orang. b. Pertanyaan itu kelak dapat dicari jawabannya berdasarkan bahan bacaan pada pokok bahasan yang bersangkutan. Berdasarkan kriteria tersebut, siswapun dapat mengajukan pertanyaan yang belum ada, tetapi memenuhi syarat untuk dijadikan rumusan masalah. Setelah dilakukan diskusi, maka berhasil dipilih beberapa pertanyaan di atas yang dijadikan rumusan masalah, yaitu : 1. Daerah mana di Indonesia yang paling banyak memiliki kata pepatah yang mengandung hikmah pelajaran dalam hidup manusia? 2. Nama-nama daerah yang ada dalam daftar itu terletak di pulau mana saja?

3. Pulau mana yang paling banyak memiliki daerah yang berhasil didaftar tersebut? 4. Daerah yang berhasil didaftar itu, lebih banyak terletak di daerah pantai atau di dataran tinggi dan pegunungan? 5. Suku bangsa apa saja yang mendiami daerah yang banyak memiliki kata pepatah yang mengandung hikmah pelajaran dalam hidup mausia tersebut? (2) Perumusan Hipotesis Setelah masalah berhasil dirumuskan, maka langkah selanjutnya merumuskan hipotesis, yaitu dengan membuat pernyataan tentatif. Pernyataan tersebut berisi jawaban sementara dari rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis haruslah berhubungan dengan rumusan masalah yang diajukan sebelumnya. Untuk mendapatkan rumusan hipotesis yang baik, siswa juga harus menguasai pengetahuan yang berhubungan dengan rumusan masalah, dalam hal ini misalnya pengetahuan peta Indonesia, pengenalan budaya daerah dalam masyarakat Indonesia dan lain-lain yang diperlukan. Pernyataan sementara yang disebut hipotesis itu berguna sebagai penunjuk arah tentang inkuiri yang dilaksanakan, agar pelaksanaan inkuiri dapat terfokus. Kita tidak akan mendapatkan jawaban jika pertanyaan-pertanyaan itu tidak dicoba diberi jawabannya. Karena itu, kita perlu memberikan jawaban sementara untuk diuji kebenarannya. Jawaban-jawaban yang telah teruji itulah yang merupakan jawaban hasil inkuiri yang secara empirik diyakini kebenarannya. Maka inkuiri mendapatkan hasil melalui jawaban sementara yang disebut hipotesis tersebut.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

107

Sebagai contoh, berdasarkan rumusan masalah di atas, maka disusun rumusan hipotesis sebagai berikut: 1. Nama-nama daerah yang banyak memiliki kata pepatah yang mengandung hikmah pelajaran dalam hidup, antara lain: di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. 2. Daerah yang banyak memiliki kata pepatah yang mengandung hikmah pelajaran dalam hidup, pada umumnya lebih banyak terletak di daerah dataran tinggi dan pegunungan. 3. Di antara suku bangsa yang dikenal banyak memiliki kata pepatah yang mengandung hikmah pelajaran dalam hidup, antara lain suku Sunda, Jawa, Minangkabau, dan Bali. Pernyataan-pernyataan tersebut akan dibuktikan kebenarannya setelah dilakukan pengumpulan dan analisis data. Maka pernyataan tersebut dapat saja benar, tetapi dapat pula salah. Apabila setelah dilakukan pengujian ternyata benar, maka hal itu akan menjadi pengetahuan baru bagi siswa. (3) Definisi (konseptualisasi) Masalah Pernyataan-pernyataan sementara yang disebut hipotesis di atas, mengandung fakta dan konsep yang berasal dari berbagai bidang studi. Misalnya, konsep tentang budaya yang berasal dari antropologi, peta yang berasal dari geografi, dsb. Konsepkonsep yang berasal dari berbagai bidang studi tersebut dapat dipahami secara berbeda oleh orang yang berbeda. Karena itu haruslah dibuat definisi yang jelas dan dapat dimengerti orang banyak, setidaknya untuk keperluan inkuiri ini, atau dalam konteks ini. Sebagai contoh, konsep tentang pepatah, yang dimaksud dengan pepatah dalam proses inkuiri ini adalah rumusan kalimat yang berisi pesan berupa hikmah yang biasanya diyakini kebenarannya dan

diterapkan oleh sekelompok masyarakat di daerah tertentu. Demikian seterusnya, dirumuskan definisi tentang konsep-konsep lain yang digunakan dalam inkuiri ini, seperti yang dimaksud dengan daerah, pulau, suku bangsa dsb. (4) Pengumpulan Data Dalam inkuiri, rumusan masalah akan dijawab dengan pengumpulan data. Demikian pula hipotesis juga akan diuji melalui data yang dikumpulkan. Karena itu, tahap pengumpulan data amat menentukan dalam serangkaian langkah inkuiri. Pengumpulan data bisa dilakukan dengan cara melakukan survey, eksperimen, atau kajian sejarah. Survey dapat dilakukan dengan terlebih dulu menetapkan sampel, yaitu sebagian dari sebuah populasi yang akan diselidiki, yang karenanya memiliki ciriciri yang sama dengan populasinya. Penetapan sampel yang biasa dilakukan dan diakui akurasinya adalah dengan cara acak (random). Cara pengumpulan data dengan survey ini lebih mudah dibandingkan dengan cara pengumpulan data yang lain. Dengan survey, siswa dapat menanyakan pendapat siswa yang lain sekelasnya, atau siapa saja yang sesuai ketentuan sudah ditetapkan sebagai sampel. Tentu untuk dapat menanyakan sesuatu kepada sampel, haruslah dibuat lebih dulu alat pengumpul datanya (instrumen). Eksperimen adalah sebuah proses yang berlangsung untuk menentukan apakah suatu konsep atau variabel berhubungan dengan konsep (variabel) lain, apakah suatu konsep mempengaruhi keberadaan konsep yang lain. Untuk itu, siswa dalam situasi eksperimen melakukan kontrol, dan mengukur variabel yang dieksperimenkan. Guru dapat membantu eksperimen siswa dengan menggunakan metode bermain peran, misalnya
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

108

dengan tema diskriminasi antar etnik di Indonesia. Dengan tema ini guru dapat merekayasa cerita tentang perlakuan diskriminasi suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok lain berdasarkan warna kulit, dan sebagainya. Siswa dapat mengamati dan melakukan pengukuran seberapa besar pengaruh perlakuan diskriminasi itu terhadap sikap korbannya. Untuk pengumpulan data, guru dapat membimbing siswa melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing. Sebagai contoh: Dimana kita dapat mengumpulkan informasi mengenai pepatah yang mengandung hikmah untuk kehidupan? Mengapa ada daerah yang terkenal memiliki pepatah petitih yang amat banyak, dan di daerah lain kurang? Apakah terdapat hubungan antara permukaan geografis, seperti dataran tinggi dan dataran rendah (pantai) dengan suburnya seni sastra yang menghasilkan pepatah petitih tersebut? Dengan cara bagaimana kita dapat mengumpulkan data tersebut? Lain-lain pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa untuk dapat melakukan pengumpulan data. Jangan lupa konsistensi dalam inkuiri. Karena itu, kepada siswa agar diingatkan bahwa dalam rangkaian inkuiri ini ada beberapa hipotesis yang harus diuji, dan pengumpulan data ini adalah dalam rangka untuk menguji hipotesis tersebut. (5) Evaluasi dan Analisis Data Evaluasi data dimaksudkan untuk menentukan apakah data yang dikumpulkan sudah cukup dan lengkap untuk melakukan pengujian hipotesis, serta dapat dipercaya atau belum. Seringkali data yang sudah berhasil dikumpulkan itu tidak sesuai dengan kebutuhan pengujian hipotesis. Data yang tidak berguna dapat disimpan

untuk keperluan inkuiri yang lain yang sesuai dengan data tersebut. Data yang didapat dari studi sejarah, laporan tertulis, atau dokumen lain juga harus diteliti secara berhati-hati, misalnya sumber data tersebut apakah akurat atau tidak. Evaluasi dapat dilakukan dengan membandingkannya terhadap data serupa dari sumber yang berbeda. Data yang sudah dievaluasi dan memenuhi syarat, maka digunakan untuk menguji hipotesis dengan cara menganalisisnya. Analisis dilakukan sesuai kebutuhan pengujian hipotesis. Jika hipotesis yang diajukan adalah hipotesis deskriptif, maka analisis yang dilakukan juga secara deskriptif, yaitu memaparkan makna yang dijelaskan dalam data yang sudah dikumpulkan. Tapi jika hipotesis yang diajukan adalah hipotesis tentang hubungan, maka analisis yang dilakukan juga analisis data tentang hubungan, dst. (6) Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk melakukan verifikasi setiap hipotesis yang diajukan dengan data dan informasi yang telah dikumpulkan. Apabila hipotesis sudah dapat diverifikasi dan cocok dengan data dan informasi yang dikumpulkan, maka hasil verifikasi (pencocokan) itu dapat dijadikan generalisasi, sebagai salah satu bentuk isi dari pembelajaran IPS sebagaimana dijelaskan di atas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa generalisasi adalah hipotesis yang sudah teruji melalui verifikasi terhadap data. Siswa dibimbing untuk mendapatkan generalisasi sebagai hasil dari kegiatan inkuiri yang mereka lakukan. Contoh generalisasi yang dihasilkan dari inkuiri ini, misalnya : Masyarakat yang secara umum tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

109

penduduk tinggi umumnya banyak memiliki kata pepatah yang mengandung hikmah pelajaran dalam hidup. Masyarakat yang tinggal di daerah yang dataran tinggi atau pegunungan dengan iklim yang sejuk pada umumnya banyak memiliki kata pepatah yang mengandung hikmah pelajaran dalam hidup. Di antara suku bangsa yang dikenal banyak memiliki kata pepatah yang mengandung hikmah pelajaran dalam hidup, antara lain suku Sunda, Jawa, Minangkabau, dan Bali. (7) Kembali ke langkah awal untuk melakukan inkuiri sekali lagi Pengetahuan ilmiah selalu tidak bersifat mutlak, demikian pula dengan hasil inkuiri yang didapat. Hasil inkuiri hrauslah dikaji ulang, diverifikasi, diuji dan distrukturisasi ulang. Para ahli ilmu sosial umumnya sepakat bahwa pengetahuan sosial bersifat siklus dan tidak linear. Karena itu, generalisasi dan teori dalam ilmu sosial akan berubah ketika ditemukan data baru yang menolak generalisasi dan teori yang lama. Dengan inkuiri ini, maka siswa membiasakan diri untuk belajar berpikir secara kritis dan sistematis, meskipun mereka harus yakin bahwa hasilnya bersifat tentatif. Mereka akan terdorong untuk melanjutkan penyelidikannya ketika menemukan sesuatu informasi yang menantang, atau ketika mendapatkan asumsi baru yang berbeda dari asumsi yang dipegangnya. Untuk merangsang pelaksanaan inkuiri selanjutnya, guru dapat memancing dengan beberapa pertanyaan, antara lain sebagai berikut: Apakah kita dapat memastikan bahwa kesimpulan yang kita dapat sebagai

hasil dari inkuiri ini akurat? Apakah terdapat informasi lain yang dapat melengkapi dan menyempurnakan generalisasi yang kita hasilkan? Benarkah bahwa hanya daerah yang berhasil kita daftar saja yang memiliki budaya pepatah yang bernilai itu? Apakah kita memiliki data dan informasi mengenai daerah lain secara lebih lengkap. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mendorong siswa untuk mencari informasi lain dan melakukan inkuiri selanjutnya. Bisa saja dalam inkuiri selanjutnya didapat kesimpulan berupa generalisasi bahwa secara umum masyarakat Indonesia di seluruh daerah memiliki kata-kata pepatah yang mengandung hikmah bagi kehidupan manusia.
6.3. Pembelajaran Fakta dan Konsep dalam IPS Fakta sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah salah satu bentuk isi dari materi pembelajaran IPS. Dalam tingkatan kateri pembelajaran, fakta adalah bagian pengetahuan dengan tingkat yang paling rendah. Namun demikian, fakta menduduki jumlah paling banyak dalam pengetahuan sosial. Fakta ialah keadaan tertentu tentang kejadian atau sesuatu yang nyata yang menjadi data atau sasaran observasi, seperti orang, tempat, arti kejadian atau keadaan yang spesifik (zaini....) Contoh fakta misalnya Jakarta adalah ibukota negara Republik Indonesia atau contoh lain, Bumi, di alam ini mengelilingi Matahari. Malaysia telah menjadi penghasil minyak sawit terbesar dunia pada tahun 2005 Pembelajaran fakta diperlukan untuk pembelajaran pada tingkat pengetahuan di atasnya ialah pembelajaran konsep.

110

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Hal ini karena fakta dan konsep memiliki hubungan hirarkhis, bahwa konsep dibentuk oleh beberapa fakta. Untuk membelajarkan konsep tentang urbanisasi di kota-kota besar di Indonesia misalnya, siswa dapat diajak untuk memfokuskan lokasi pada satu wilayah. Sebagai contoh urbanisasi di Jakarta, siswa dapat diajak untuk mengingat kembali fakta-fakta yang berhubungan dengan konsep tersebut, antara lain: Jakarta adalah kota dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi Jakarta adalah kota besar yang amat ramai Di daerah kegiatan ekonomi dianggap sulit. Masyarakat di daerah sering melihat orang pulang dari Jakarta dengan membawa kemewahan. Dengan fakta-fakta tersebut siswa dapat dengan mudah diajak untuk membuat sebuah kesimpulan tentang konsep urbanisasi, bahwa urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari daerah yang jarang penduduknya ke daerah/kota yang padat penduduk dengan harapan mendapat tingkat kehidupan ekonomi yang lebih baik .... dst sesuai dengan karakteristik yang tergambar dalam fakta. Kesimpulan yang disusun dengan fakta yang cukup, maka akan menghasilkan abstraksi konsep yang lebih lengkap dan lebih akurat. Siswa bisa diajak lebih dulu menghafalkan daerah-daerah yang masyarakatnya berurbanisasi ke Jakarta. Siswa juga dapat mempelajari daerah bersangkutan secara lebih dalam, misalnya tentang asal muasal daerah itu, nama daerah itu, pemimpinnya, tingkat kepadatan penduduk, tingkat ketinggiannya dari permukaan laut, dan karakteristik lain secara lebih dalam.

Untuk itu, siswa dapat dikelompokkan untuk melaksanakan latihan sesuai dengan tugas yang diberikan guru. Untuk menggali fakta yang lebih banyak, dapat pula siswa diajak untuk melakukan diskusi kelompok, dengan tugas menyelesaikan pertanyaanpertanyaan di atas. Untuk 4 pertanyaan di atas, maka siswa dapat dibagi menjadi 4 kelompok. Bahkan siswa dapat pula merumuskan pertanyaan sendiri sepanjang berkaitan dengan konsep urbanisasi. Penugasan yang berkaitan dengan tema di atas, misalnya sebagai berikut: Kelompok 1 mengerjakan tugas pertama, yaitu menyusun narasi untuk menjelaskan tema: Jakarta adalah kota dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi. Mengapa bisa terjadi seperti itu? Apa implikasinya? Bagaimana cara mengatasinya? Jakarta adalah kota besar yang amat ramai Mengapa bisa terjadi seperti itu? Apakah ada kaitan dengan kesenjangan pembangunan desa-kota? Bagaimana prospeknya ke depan? Di pedesaan kegiatan ekonomi dianggap sulit. Mengapa bisa terjadi seperti itu? Apakah terdapat implikasinya? Bagaimana cara kaitan dengan perbedaan kebijakan pembangunan di desa dan di kota? Masyarakat di daerah sering melihat orang pulang dari Jakarta dengan membawa kemewahan. Benarkah seperti itu? Apakah ada kaitan dengan kesenjangan pembangunan desa-kota? Bagaimana prospeknya ke depan? Apa upaya yang bisa dilakukan?

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

111

6.4. Pendidikan IPS dengan Model Pembelajaran Multi Etnik dan Pembelajaran Kooperatif 6.4.1. Pembelajaran Multi Etnik Masyarakat Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk atau bhinneka tunggal ika, yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri atas masyarakatmasyarakat sukubangsa yang dipersatukan dan diatur oleh sistem nasional dari masyarakat negara tersebut. Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk ini penekanan keanekaragaman adalah pada sukubangsa dan kebudayaan sukubangsa. Masyarakat majemuk seperti Indonesia, bukan hanya beranekaragam corak kesukubangsaan dan kebudayaan sukubangsanya secara horizontal, tetapi juga secara vertikal atau jenjang menurut kemajuan ekonomi, teknologi, dan organisasi sosial-politiknya (Suparlan, 1979). Masyarakat majemuk, dalam literatur sering kita jumpai juga atau identik dengan istilah pluralisme. Pluralisme adalah suatu paham yang menerima koeksistensi keragaman yang mencakup berbagai suku bangsa, golongan, agama, dsb dalam suatu masyarakat yang majemuk tersebut yang merupakan pengejawantahan motto Bhinneka Tunggal Ika, yaitu meski pun berbedabeda, kita tetap satu jua, yakni Indonesia. Pluralisme diharapkan dapat memupuk kerukunan dan persatuan bangsa dalam suatu masyarakat majemuk seperti masyarakat Indonesia. Menurut Suparlan (2005), penekanan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, yaitu pada keanekaragaman sukubangsa telah menghasilkan adanya potensi konflik antar sukubangsa dan antara pemerintah dengan sesuatu masyarakat

terdiri atas masyarakat-masyarakat sukubangsa yang dipersatukan dan diatur oleh sistem nasional dari masyarakat negara tersebut. Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk ini penekanan keanekaragaman adalah pada sukubangsa dan kebudayaan sukubangsa. Masyarakat majemuk seperti Indonesia, bukan hanya beranekaragam corak kesukubangsaan dan kebudayaan sukubangsanya secara horizontal, tetapi juga secara vertikal atau jenjang menurut kemajuan ekonomi, teknologi, dan organisasi sosial-politiknya (Suparlan, 1979). Masyarakat majemuk, dalam literatur sering kita jumpai juga atau identik dengan istilah pluralisme. Pluralisme adalah suatu paham yang menerima koeksistensi keragaman yang mencakup berbagai suku bangsa, golongan, agama, dsb dalam suatu masyarakat yang majemuk tersebut yang merupakan pengejawantahan motto Bhinneka Tunggal Ika, yaitu meski pun berbedabeda, kita tetap satu jua, yakni Indonesia. Pluralisme diharapkan dapat memupuk kerukunan dan persatuan bangsa dalam suatu masyarakat majemuk seperti masyarakat Indonesia. Menurut Suparlan (2005), penekanan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, yaitu pada keanekaragaman sukubangsa telah menghasilkan adanya potensi konflik antar sukubangsa dan antara pemerintah dengan sesuatu masyarakat sukubangsa. Potensi-potensi konflik tersebut memang sebuah permasalahan yang ada bersamaan dengan keberadaan coraknya yang secara sukubangsa majemuk. Bruner (dalam Suparlan, 2005) pada waktu membahas teorinya mengenai hipotesa kebudayaan dominan sebenarnya berbicara mengenai kesukubangsaan sebagai sebuah
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

112

kekuatan sosial politik. Salah satu kekuatan kesukubangsaan yang dapat dilihat dan diamati sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari dari sebuah masyarakat sukubangsa adalah kemampuannya untuk menentukan macam mata pencaharian yang dapat dikerjakan oleh pendatang dari sukubangsa lain. Bila pelanggaran dilakukan maka konflik antar sukubangsa berpotensi untuk dapat terwujud. Oleh karena itu, kerukunan dan kesatuan bangsa dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia amat perlu dikembangkan. Dari aspek pendidikan, khususnya pendidikan IPS, yang bisa dilakukan ialah menanamkan pentingnya rasa kerukunan dan persatuan bangsa itu melalui wahana pendidikan. Maka perlu dicari upaya metodologi pembelajaran, khususnya dalam pendidikan IPS yang mampu membangun semangat kebersamaan, kerukunan dalam berbangsa dan bermasyarakat. Keterampilan yang dibutuhkan ialah keterampilan kooperatif yang antara lain mampu menjadi pendengar yang baik, menghargai kontribusi pihak lain dalam kelompok, kemampuan berpartisipasi dalam kelompok dan sebagainya. Pembelajaran yang dianggap cocok untuk mengembangkan keterampilan dan rasa kerukunan dan persatuan bangsa tersebut ialah model pembelajaran multi etnik. Model pembelajaran ini menurut Akhinuddin (2001) adalah menumbuhkembangkan pengetahuan tentang kelompok etnik tertentu. Asumsi operasionalnya adalah menambah pengetahuan tentang suatu kelompok etnik, dan diharapkan dapat menumbuhkembangkan sikap positif. Struktur konsep model ini adalah mempelajari suatu etnik dengan

pandangan : (1) suatu suku itu adalah alami dan dalam proses perubahan dan pertumbuhan, (2) suatu suku diatur oleh sistem nilai dan kepercayaannya, (3) pada suatu suku terdapat keragaman internal, (4) pada suatu suku ada kesamaan dan ada pula perbedaan dengan suku lainnya. Menurut bahwa model studi etnik telah dipakai luas dan lama di Amerika Serikat, dan telah menghasilkan sikap pembauran di kalangan masyarakat Amerika. Sehingga model ini direkomendasikan dipakai untuk pengajaran studi sosial dan seni bahasa. Pengajaran etnik plural adalah model pengajaran yang menekankan pada nilainilai, seperti menghargai: keragaman kebudayaan, hak azasi manusia, dan sikap-sikap kemuliaan manusia lainnya. Pengajaran multietnik (ethnic plural) merupakan strategi pengajaran yang menyadari adanya keragaman etnik dan bahasa. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka pengajaran di kelas haruslah mempertimbangkan keragaman tersebut, umpamanya: menerima siswa dari berbagai asal etnik, mengatur tempat duduk yang mencerminkan pembauran etnik yang berbeda, dan upaya lainnya yang berkenaan dengan penanaman rasa menghargai keragaman, serta menumbuhkan persatuan dalam kerukunan. Pendidikan multi etnik (dan multi kultur), menurut Marsh (1991:294) adalah untuk : Memahami proses imigrasi dan memiliki perhatian yang relevan untuk mendorong faktor-faktor efektif dalam proses tersebut. Memahami kebiasaan, nilai-nilai dan kepercayaan, yang ditunjukkan oleh masyarakat pada umumnya Menumbuhkan kepercayaan diri terhadap etnis lain yang berbeda.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

113

Mengembangkan kemampuan untuk menghindari stereotip Mampu mengevaluasi kultur lain secara objektif Mengembangkan kemampuan menerima perbedaan tanpa rasa terancam Menghargai masyarakat bangsa di sebuah negara yang multi kultur Menghargai perbedaan dan menghindari prasangka. Pendekatan yang dapat dipilih antara lain: a. Pengorganisasian Pelajaran berdasarkan Unit Pengorganisasian pembelajaran berdasarkan unit dimaksudkan sebagai pembelajaran yang difokuskan pada suatu topik tertentu yang dapat diambil dari kurikulum pendidikan IPS. Keuntungan dari pendekatan ini ialah : Perhatian siswa terfokus pada unit pelajaran ini Menghindari tercampurnya informasi secara kacau dengan isu-isu lain di luar unit Siswa memiliki kesempatan lebih banyak untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas tentang unit tersebut. b. Pembelajaran secara Integrasi Pembelajaran secara integrasi dimaksudkan sebagai proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan mengintegrasikan berbagai bidang studi seperti musik, bahasa, kesenian dan lainlain dalam sebuah aktivitas pembelajaran yang dirancang untuk tujuan pendidikan IPS. Menurut Marsh (1991), pembelajaran secara integrasi cocok digunakan untuk siswa kelas rendah (SD Kelas 1-3). Aktivitas pembelajaran multi etnik yang dapat dilakukan menurut Jarolimek (1986) antara lain: Melakukan penelitian kontemporer secara kelompok

Menggunakan kliping koran dan majalah dinding Membaca buku fiksi Menggunakan boneka untuk menggambarkan legenda yang ada pada sebuah etnik tertentu Membuat berita tentang posisi sebuah suku bangsa dalam peristiwa konflik tertentu Bernyanyi dan mempelajari isi nyanyian serta maksud tarian dari berbagai suku yang berbeda Menyediakan buletin dinding dan bentuk display yang lain Menugaskan siswa untuk menganalisis acara televisi yang berkaitan dengan tradisi dan budaya suatu suku bangsa Mengunjungi mesium, pameran, artifak, dan berbagai koleksi yang dimiliki oleh suatu suku bangsa dalam masyarakat Masyarakat harus menyadari adanya keragaman etnik dan ikut berpartisipasi kreatif menerima dan menjaga kondisi etnik plural. Antar masyarakat yang berbeda dengan sekolah harus membuat program bersama agar kekuatan hubungan (relationship power) antaretnik semakin besar. Berikut ini disampaikan strategi mengajar model studi etnik dalam beberapa mata pelajaran. 6.4.2. Model Pembelajaran Kooperatif Bentuk pembelajaran lain yang dianggap cocok untuk mengembangkan keterampilan ini ialah model pembelajaran kooperatif. Menurut Thomson, et al (dalam Karuru, 2005), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

114

siswa, dengan kemampuan yang heterogen, yaitu terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Suasana pembelajaran seperti itu bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, dalam Karuru, 2005) .6.4.2.1. Keterampilan-keterampilan yang dapat dilatih dengan Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatif ialah sebuah model pembelajaran yang mengutamakan pengembangan keterampilan kelompok yang berfungsi untuk melancarkan komunikasi dan pembagian tugas. Keterampilan yang dikembangkan dalam pembelajaran Kooperatif diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi pelajaran, tetapi siswa dilatih menguasai keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membagi tugas anggota kelompok selama kegiatan. Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut (Lundgren dalam Karuru, 2005)

Keterampilan Tingkat Awal (1) Menggunakan Kesepakatan, yaitu kemampuan menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan kerja dalam kelompok. (2) Menghargai kontribusi, yaitu menghargai pendapat orang lain (3) Mengambil giliran dan berbagai tugas, kemampuan kelompok, bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/ tanggung jawab tertentu dalam kelompok. (4) Berada dalam kelompok, yaitu kemampuan bertahan untuk bekerja selama kegiatan berlangsung (5) Berada dalam tugas, kemampuan meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan. (6) Mendorong partisipasi, yaitu kemampuan mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok. (7) Mengundang orang lain untuk berpartisipasi (8) Menyelesaikan tugas pada waktunya (9) Menghormati perbedaan individu Keterampilan Tingkat Menengah Keterampilan tingkah menengah meliputi kemampuan menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat rangkuman, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, serta mengurangi ketegangan. Keterampilan Tingkat Mahir Berupa kemampuan mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

115

6.4.2.2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam melaksanakan Pembelajaran Kooperatif menurut Karuru (2005) antara lain sebagaimana tergambar pada tabel
Tabel 6.1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

FASE Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

KEGIATAN GURU Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan (demonstrasi) atau teks. Guru menjelaskan siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas. Guru mengetes materi pelajaran atau kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka. Guru memberikan cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Fase 2 Menyajikan informasi

Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar Fase 4 Membantu kerja kelompok dalam belajar Fase 5 Mengetes materi

Fase 6 Memberikan penghargaan

116

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

6.5. Model Inkuiri untuk Pembelajaran Nilai dalam IPS Untuk membelajarkan system nilai hendaknya diciptakan suasana kelas yang demokratis. Kita tidak dapat mengharapkan siswa memiliki sikap sesuai dengan nilai-nilai yang diakui dalam masyarakat apabila kita belum dapat menciptakan kelas dengan suasana yang menerapkan nilai-nilai tersebut. Karena itu kelas harus diciptakan sebagai laboratorium masyarakat, yang melatih bagaimana menerapkan nilainilai itu dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan utama dari pembelajaran nilai ialah melatih siswa untuk mampu mengembangkan kompetensi, baik kompetensi personal, sosial, kemampuan bertindak sebagai warga negara. Nilai dalam konteks ini menurut Banks (1990) ialah berupa keyakinan, yang terletak di tengah-tengah/menjadi sentral dari keseluruhan total keyakinan yang dimiliki seseorang. Nilai lebih umum dibandingkan dengan sikap dan mempengaruhi perilaku manusia. Manusia biasanya mempelajari nilainilai itu melalui tingkah laku manusia lain dalam lingkungannya. Sekolah harus memainkan peran penting dalam membantu siswa untuk mampu mengidentifikasi, dan mengklarifikasi nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat, serta pada akhirnya siswa mampu melakukan pilihan secara tepat untuk pola perilaku dalam hidupnya. Menurut Banks (1990), yang sering dilakukan sekolah dalam pendidikan nilai ialah melakukan indoktrinasi kepada siswa. Hal tersebut tidak dapat berhasil, karena kita tidak bisa mendidik dengan indoktrinasi untuk mengembangkan kemampuan merefleksi, dan membangun komitmen dalam masyarakat yang demokratis.

6.5.1. Tujuan Pendidikan Nilai Tujuan utama pendidikan nilai adalah membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan melakukan klarifikasi nilai secara konsisten, yang dapat mengarahkan tingkah laku siswa secara reflektif. Tujuan ini hanya akan dapat dicapai apabila pembelajaran di kelas dilaksanakan secara demokratis. Dalam kelas yang demokratis, siswa akan dapat mengekspresikan nilai-nilai yang dimilikinya, menentukan sendiri pilihannya untuk mendukung atau tidak mendukung sesuatu hal, dapat mempertimbangkan akibat apa yang diterima dengan pilihannya itu. Dengan suasana seperti ini siswa juga akan lebih memiliki kesempatan memikirkan dan menguji nilainilai yang dimilikinya, untuk mengembangkan komitmennya terhadap harga diri manusia, persamaan, dan nilai-nilai demokrasi yang lain. 6.5.2. Model Pembelajaran Inkuiri Nilai Pembelajaran nilai dalam IPS memiliki metoda yang beragam. Itu semua adalah dalam kerangka menyiasati untuk membantu siswa mendapatkan dan melakukan pilihan nilai yang sesuai dengan nilai-nilai kebenaran umum, keadilan serta sistem nilai dan moral yang dianut masyarakatnya. Beragamnya metoda pendidikan nilai, juga mengingat nilai tidak efektif dibelajarkan dengan metode pembelajaran kognitif. Karakteristiknya memang berbeda. Berikut ini adalah langkah-langkah pembelajaran nilai yang dikemukakan Bank (1990), yang disebutnya sebagai inkuiri nilai. (1) Menetapkan Problem Nilai (Pengamatan dan Pembedaan) Untuk dapat melakukan refleksi nilai dalam rangka memecahkan masalah berhubungan dengan nilai-nilai, maka

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

117

siswa harus lebih dulu menetapkan, menyadari, dan mendefenisikan adanya nilai. Guru dapat membantu siswa antara lain dengan menyajikan masalahmasalah yang ada dalam buku cerita, atau informasi faktual sehari-hari. Siswa diajak untuk mengenali dan menguraikan komponen-komponen nilai yang disajikan itu. Untuk itu siswa dibimbing dengan pertanyaan, misalanya: Masalah apa saja yang terdapat dalam cerita tersebut? Masalah apa yang penting untuk dikaji dalam cerita itu? (2) Menjelaskan nilai yang relevan dengan tingkah laku (menjelaskan dan membedakan) Pada tahap ini, siswa diajak untuk mengidentifikasi dan memberikan nama terhadap perilaku yang terdapat dalam cerita tersebut. Perilaku yang diberi nama ialah perilaku yang merupakan karakter individu. Untuk membantu siswa dapat diajukan pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: Apa saja yang dilakukan oleh para tokoh dalam cerita tersebut? Ketika siswa menjelaskan perilaku para tokoh dalam cerita, mereka dituntut membuat kesimpulan-kesimpulan kecil, dan pertimbangan serta pembenaran nilainilai. Dengan demikian siswa sebenarnya telah melakukan aktifitas untuk mengembangkan keterampilan mengamati, membedakan, membuat keputusan dan melakukan penilaian. (3) Melakukan Identifikasi-Deskripsi, dan Hipotesis Guru dapat membantu siswa pada tahap ini dengan mendaftar perilaku yang dilakukan oleh setiap tokoh dalam cerita dalam bentuk beberapa kolom.

Berdasarkan tokoh. Siswa kemudian diminta untuk mencocokkan perilaku yang penting pada suatu kolom dengan perilaku penting lainnya yang terdapat pada kolom yang lain. (4) Menentukan Konflik Nilai yang ada dalam Perilaku yang dijelaskan. Langkah ini dimaksudkan untuk menunjukkan kepada siswa bahwa di masyarakat terdapat banyak konflik nilai. Dalam cerita yang disajikan pada bagian awal pembelajaran, guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menemukan nilai-nilai yang bertentangan di antara para tokoh. Padacerita factual yang disampaikan kepada siswa, maka siswa dapat menganalisis masalah-masalah mungkin masalah nilai yang berhubungan dengan kehidupan berpolitik, budaya, dan etika yang saling mempengaruhi. (5) Menyusun hipotesis mengenai Nilai yang akan Dianalisis Pada tahap ini, siswa diminta untuk menyatakan hipotesis mengenai tujuan nilai yang akan dianalisis, sebagaimana disebut pada langkah ketiga. Hipotesis dinyatakan berdasarkan alasan-alasan yang mereka miliki dalam menanggapi nilai yang muncul. Langkah ini dimaksudkan untuk membantu siswa untuk menemukan nilai-nilai yang menjadi pegangan dalam kehidupan masyarakat. Melalui tahap ini juga siswa dapat mengevaluasi, apakah nilai yang ada itu sesuai dengan berbagai situasi yang ada di tengah-tengah masyarakat. Bentuk hipotesis, misalnya berisi tentang mengapa nilai yang dianut setiap tokoh dalam cerita yang disajikan itu berbeda? Apa yang menyebabkan perbedaan tersebut? Hipotesis dapat juga dinyatakan mengenai akibat yang
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

118

terjadi dari perbedaan nilai mendasari kejadian tersebut.

yang

(6) Identifikasi Nilai Alternatif melalui Pengamatan Perilaku Siswa pada akhirnya akan menyadari kenyataan bahwa di tengah masyarakat terdapat berbagai nilai alternatif yang dapat dipilih. Langkah ini dirancang untuk membantu siswa mendapatkan dan memilih nilai alternatif. Guru dapat mengarahkan siswa dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut: Ketika seorang tokoh yang ada dalam cerita merasa pas memperagakan nilai yang dimilikinya (melalui perilaku) apakah terdapat nilai lain? Siswa akan menyadari bahwa pandangan seseorang bukanlah satu-satunya kebenaran. Terdapat pandangan lain (berdasarkan nilai alternatif tertentu) yang juga memiliki nilai kebenaran. (7) Menyatakan Hipotesis tentang Konsekuensi yang Mungkin Muncul Dengan Memperkirakan, Membandingkan, atau Membedakan Langkah ini amat penting dalam inkuiri nilai, yaitu untuk membantu siswa dalam: (1) melihat perbedaan konsekuensi akibat dari perbedaan nilai, (2) belajar menerima berbagai konsekuensi dari berbagai nilai yang berbeda, dan (3) mempertimbangkan berbagai konsekuensi yang berbeda sebagai keyakinan. Dalam cerita yang disajikan pada awal paparan ini, terdapat seorang tokoh yang memperagakan perilaku tertentu. Siswa dapat mengajukan pertanyaan mengapa orang tersebut berperilaku seperti itu, dan menyatakan hipotesis dengan cara memberi jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Jawaban yang diberikan siswa (menurut pendapat siswa) itulah bentuk hipotesis.

(8) Menyatakan Nilai yang Dipilih, dengan Kemampuan Memilih Setelah siswa menjelaskan berbagai perilaku tokoh yang ada dalam cerita, kasus, dan situasi yang dipelajari, maka selanjutnya mengidentifikasi nilai-nilai, termasuk menentukan konflik yang terdapat di dalamnya. Selanjutnya memperkirakan konsekuensi yang mungkin timbul, dan mempertanyakan berbagai pilihan nilai yang dipilih oleh para tokoh dalam cerita tersebut. Pada langkah ini guru harus berhati-hati jangan terpancing untuk menyalahkan pilihan nilai yang tidak sesuai dengan pandangannya. Guru tidak perlu menyatakan pilihan nilainya sendiri, ketika siswa mengekspresikan pilihan nilainya. Pilihan nilai mereka akan diuji dalam pergaulan dengan teman-teman mereka di luar kelas, dan diharapkan mereka akan bebas berekspresi sampai dengan mendapatkan keyakinan yang benar. (9) Menyatakan Alasan, Sumber, dan Berbagai Konsekuensi dari pilihan Nilai Langkah ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan melakukan jastifikasi, menguji hipotesis, dan memperkirakan akibat-akibat yang akan timbul dari pilihan perilakunya. Hasil yang akan dicapai ialah kemampuan siswa dalam mengekspresikan dan mempertahankan nilai pilihannya dalam kehidupan seharihari, misalnya berkaitan dengan persamaan hak, keadilan, dan harga diri kemanusiaan. Guru dapat menggunakan strategi pertanyaan untuk membantu siswa menyatakan pilihan nilai dan mempertahankan pilihan moralnya. Pertanyaan-pertanyaan itu misalnya:

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

119

Apa yang akan diperbuat oleh para tokoh dalam cerita itu? Mengapa anda memperkirakan seperti itu? Indikasi penting apa saja yang Anda pikirkan yang terdapat dalam situasi ini? Apakah pertimbangan-pertimbangan Anda itu sudah dianggap adil?, dsb. Prinsipnya, dalam inkuiri nilai, siswa harus mampu mengekspresikan sikap, keyakinan-keyakinan, nilai-niai yang mereka pilih secara bebas. Mereka akan menguji, memferivikasi dan memilih nilai-nilai baru yang dianggap lebih sesuai.
6.6. Ikhtisar Pada masa yang akan datang, pembelajaran IPS dituntut lebih inovatif, menghadapi masyarakat global pada era post-industri. Pada masa itu partisipasi masyarakat pada lembaga kemasyarakatan baik politik maupun lainnya akan meningkat. Aktivitas politik juga akan meningkat bukan saja pada tingkat nasional, tetapi pada tingkat lokal dan regional. Isu desentralisasi dan sharing kekuasaan ke pemerntahan tingkat lokal (daerah-daerah) akan mewarnai masyarakat post-industri. Demikian juga dengan pemberian kewenangan untuk mengambil keputusan. Dari segi materi pelajaran, terdapat beberapa faktor yang mengharuskan perbedaan tersebut, misalnya IPS pada masa yang lalu sangat menekankan penguasaan fakta-fakta meski pada tingkat yang rendah, misalnya dengan menghapalkan namanama gunung, sungai, ibukota negara propinsi dan sebagainya. IPS lama juga ditandai dengan pembelajaran rasa nasionalisme yang tidak kritis (dogmatis), dan sangat berorientasi kepada buku teks.

Pembelajaran IPS yang akan datang, difokuskan pada upaya membantu dan memfasilitasi siswa agar mereka memiliki kemampuan untuk berpartisipasi sebagai warga komunitas, warga negara, dan warga dunia dengan tingkat perubahan yang amat cepat. Untuk itu, maka siswa perlu difasilitasi agar mampu mengembangkan pengetahuan, kecakapan, sikap, nilainilai dan komitmen yang dibutuhkan. Kemampuan tersebut juga dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam mengembangkan masyarakat yang demioktratis secara bertanggung jawab, seperti kemampuan mengakui dan menghargai kemajemukan dalam masyarakat. Untuk membelajarkan IPS dengan tuntutan seperti itu, maka seyogianya dikembangkan metode-metode mengajar yang mampu memfasilitasi siswa untuk melakukan klarifikasi, memiliki kecakapan berpikir (reflektif), melakukan identifikasi secara kritis tentang budaya baik di tingkat lokal dekat tempat tinggal, regional, nasional, maupun internasional. Keragaman sumber belajarpun sangat dibutuhkan. Untuk itu, dalam bab ini dipaparkan beberapa metode pembelajaran yang dianggap cocok dengan tujuan pendidikan IPS. Untuk membantu siswa membentuk kemampuan berpikir kritis dan sistematis dalam menanggapi fenomena sosial, serta kemampuan meningkatkan partisipasi, diupayakan dengan menggunakan metode inkuiri sosial. metode ini diimplementasikan dengan langkah-langkah: perumusan masalah, perumusan hipotesis, definisi (konseptualisasi) masalah, pengumpulan data, evaluasi dan analisi data, pengujian hipotesis, serta kembali lagi ke langkah awal untuk inkuiri selanjutnya.

120

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Untuk membantu siswa mengembangkan sikap toleran, mengakui dan menghargai kemajemukan, diupayakan dengan menggunakan pembelajaran multi etnik dan pembelajaran dengan metode kooperatif. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dengan langkah-langkah: penyampaian tujuan, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok, memfasilitasi siswa dalam kerja kelompok, mengetes materi, dan memberikan penghargaan. Model Inkuiri Nilai digunakan untuk memfasilitasi siswa mengembangkan sistem nilai yang dimiliki yang dapat mengarahkan tingkah lakunya secara reflektif. Nilai adalah pusat keseluruhan keyakinan yang dimiliki seseorang yang dikembangkan dengan belajar melalui tingkah laku manusia lain dalam lingkungannya. Melalui metode ini, siswa difasilitasi untuk mengembangkan kemampuan mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat, serta pada akhirnya mampu melakukan pilihan secara tepat untuk digunakan sebagai pola perilaku dalam hidupnya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

121

Bacaan 9

BAB II PENDIDIKAN SENIRUPA DI SEKOLAH DASAR


Latar Belakang dan Tujuan Anak usia SD (sekitar usia 7-12 tahun) berada pada masa perkembangan fisik dan psikis yang pesat, dimana anak memiliki sensitivitas untuk menerima pengalaman belajar yang diberikan oleh guru, orang tua dan orang yang lebih dewasa di lingkungannya. Masa perkembangan ini masih berada pada kepekaan aktif kreatif dan dinamis. Pemberian pengalaman belajar pada masa peka ini merupakan saat yang sangat baik, karena dapat mengembangkan kemampuan anak baik fisik dan psikis secara utuh dan bermakna. Demikian pula pengalaman dalam pendidikan senirupa yang merupakan bagian dari pengembangan seni merupakan pemberian pengalaman belajar yang diharapkan bermanfaat bagi perkembangan pikir, emosi, ekspresi, motorik halus, keterampilan, cita rasa keindahan dan lainnya. BAB II ini berisikan dasar pemahaman berkaitan dengan pendidikan senirupa anak usia SD yang diharapkan bermanfaat bagi para guru SD, pengelola pendidikan di SD, orang tua siwa, dan khususnya para mahasiswa Program Diploma II PGSD. Materinya meliputi pendidikan senirupa di SD, fungsi dan kompetensi pembelajaran senirupa di SD, karakteristik perkembangan senirupa anak-anak, dan pengembangan kreativitas senirupa di SD. Tujuannya yaitu setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat:

1. Memahami konsep pendidikan senirupa anak usia SD. 2. Memahami fungsi dan kompetensi pendidikan senirupa di SD. 3. Membedakan karakteristik tipologi hasil karya senirupa anak usia SD. 4. Mengidentifikasi bentuk-bentuk kreativitas senirupa anak-anak. 5. Menerapkan pengembangan kreativitas senirupa anak SD.
A. Dasar Konseptual Pendidikan Senirupa di SD

Pendidikan seni di SD secara konseptual didasarkan pada sifat seni dalam pendidikan, peranan pendidikan seni dalam pembentukan pribadi siswa, peranan pendidikan seni untuk mengembangkan potensi dalam berkesenian dan ruang lingkup materi seni yang diajarkannya. Dasar konseptual tersebut dapat dijelaskan berikut ini. Pertama, Sifat Seni dalam bidang pendidikan yaitu: multilingual, multidimensional dan multikultur (KBK. 2002). Multilingual berarti seni bertujuan mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan perpaduannya. Multidimensional berarti seni berperan untuk mengembangkan kompetensi dasar siswa yang mencakup: persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisa, evaluasi, apresiasi dan produktivitas dengan memadukan unsur logika, etika serta estetika. Multikultur berarti seni bertujuan menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan berapresiasi terhadap keragaman budaya lokal dan global sebagai pembentukan sikap menghargai, toleransi, demokratis, beradab dan hidup rukun dalam masyarakat yang berbudaya majemuk. Kedua, peranan seni dalam siswa pembentukan pribadi
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

122

dimaksudkan adalah adanya keharmonisan dalam aspek logika, rasa estetis dan artistik serta etika. Pembentukan kemampuan seni tersebut hendaknya dengan memperhatikan kebutuhan dan perkembangan anak untuk mencapai: (a) kecerdasan emosional (EQ); (b) kecerdasan intelektual (IQ); (c) kemampuan kreativitas (CQ); dan (d) kecerdasan spiritual/moral. (KBK. 2002). Meskipun dalam pendidikan seni lebih menekankan pada aktivitas berkarya/berolah seni namun dukungan kemampuan kecerdasan dan kreativitas siswa sangatlah diperlukan. Kecerdasan merupakan suatu kecakapan untuk melaksanakan kegiatan yang ditandai oleh kemampuan memecahkan permasalahan yang mengandung aspek: kesukaran, kekomplekan, keabstrakan, ekonomis/efisien, penyesuaian kearah tujuan, mempunyai nilai sosial dan keaslian (Poerwantari, Endang. 1999). Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenali emosi diri sendiri dan emosi orang lain, dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain (Goleman. 1999, dalam Ramli. 2000). Bagi anak SD kecerdasan emosional berkaitan dengan pemanfaatan perasaan seperti gembira, kasih sayang, kagum, tertarik, sedih, takut, takjub dan emosi lainnya untuk diekspresikan kedalam wujud karya senirupa. Oleh karena itu pengembangan kecerdasan emosional diarahkan kepada peningkatan seluruh aspek kecerdasan emosional siswa secara optimal dengan memperhatikan kemampuan siswa dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri dan mengenali emosi orang lain. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diperhatikan prinsipprinsip keterpaduan, kesinambungan,

kebermaknaan, keteladanan, keluwesan dan kerjasama (Ramli, 1997) Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan daya pikir, akal, keterampilan sehingga siswa dapat melalukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan dengan cepat, tepat dan lancar. Kecerdasan intelektual yang dimiliki siswa dapat digunakan untuk menyesuaikan diri dalam lingkungannya dan dapat berkarya seni secara kreatif, cakap dalam bekerja. Seorang anak yang cerdas, kreatif, terampil/cakap dalam berkarya seni tentunya didukung oleh kecerdasan intelektualnya. Sebagai illustrasi dinyatakan bahwa anak yang berbakat seni menunjukkan bahwa ia juga memiliki kecerdasan intelektual yang bagus. Kemampuan kreativitas adalah daya cita yang diungkapkan siswa secara bebas, spontanitas sesuai minat dan kemampuannya melalui media senirupa. Sejalan dengan fungsi pendidikan seni sebagai media berekspresi dan berkreasi; maka dalam implementasinya haruslah memperhatikan karakteristik: (1) belajar dan bermain kreatif yang dapat dilatihkan yaitu dengan peniruan, eksplorasi, pengujian (eksperimentation), dan membangun (construction); (2) pendekatan aktivitas artistik yaitu kegiatan berinteraksi dengan lingkungan yang dikaitkan dengan olah pikir, olah rasa dan olah estetis; sehingga akan diperoleh pengalaman seni; (3) belajar aktif dalam bentuk keterpaduan praktek berolah senirupa, seni musik dan seni tari. (Depdikbud, 1999). Kecerdasan spiritual/moral merupakan suatu kecakapan untuk melaksanakan kegiatan yang didasarkan pada perilaku ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan norma yang berlaku di masyarakat serta aturan untuk siswa.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

123

Melalui pembelajaran senirupa selain tujuan utamanya untuk memberikan pengalaman berolah seni, hendaknya juga dapat memberikan kemampuan berapresiasi, menghargai karya sendiri, karya seniman dan budaya bangsa. Dengan terbentuknya kepekaan apresiasi akan dapat mencerminkan pribadi siswa dengan cita rasa seni yang halus, lembut dan santun. Ketiga, peranan seni untuk mengembangkan potensi pikir, kreativitas, kepekaan rasa dan indrawi serta terampil dalam berkesenian. Pengembangan potensi tersebut dapat terwujud melalui interaksi antara belajar dengan seni, belajar melalui seni dan belajar tentang seni. Belajar dengan seni yang dimaksudkan adalah dimanfaatkannya seni dalam berbagai bentuk pembelajaran; misalnya dalam kegiatan berolah seni, bereksplorasi seni, membuat koleksi, obyek rekreasi/apresiasi, meniru tatanan seni dan lainnya. Bentuk pemanfaatan belajar dengan seni dapat berupa obyek yang dipelajari siswa, bahan pembelajaran, media pendidikan, sumber ide dalam berolah seni, obyek apresiasi dan model/contoh tatanan teknik seni. Belajar melalui seni dimaksudkan dapat bermanfaat langsung untuk membina pengalaman dan kemampuan estetis serta bermanfaat tidak langsung yaitu untuk membentuk pribadi anak secara utuh dan seimbang. Dalam hal ini keberadaan seni adalah sebagai alat atau media untuk mencapai tujuan pendidikan. Belajar tentang seni yang dimaksudkan adalah adanya pemahaman bahwa seni merupakan sumber ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk dipelajari dan dikembangkan siswa SD. Kemampuan olah pikir, rasa dan keterampilan siswa dapat

ditumbuhkembangkan dengan belajar tentang seni. Keempat, bidang-bidang seni seperti musik, tari, drama, rupa sesuai medianya memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan berdasarkan pada kontek keilmuan masing-masing. Dalam pembelajaran kesenian di SD pengembangan bentuk aktivitas dan pembinaan untuk memberikan tanggapan tentang seni dapat tertuang dalam ide-ide, keterampilan berolah seni dan berapresiasi seni sesuai pengalaman dan kemampuan pribadi anak. Melalui aktivitas berolah seni tersebut juga dapat dikembangkan kemampuan berkesplorasi (menggali) rasa seni, melakukan pengamatan pada obyek seni, mempelajari elemen/unsur seni, menerapkan aturan/norma seni, teknik berkarya seni yang dikaitkan dengan nilai-nilai budaya serta keindahan lingkungan masyarakat dan nusantara. Konsep yang diterapkan dalam belajar kesenian di SD adalah dengan lebih menekankan pada kegiatan menemukan fakta, gejala dan konsepkonsep tertentu. Kebermaknaan dalam aktivitas pembelajaran senirupa bagi anak SD hendaknya dapat mengakomodasi pendekatan belajar baik secara induktif maupun secara deduktif. Menurut Cut Kamaril (1999) melalui cara belajar induktif, pengalaman belajar anak diperoleh secara empirik sehingga kompetensi berpikir kreatif dan inovatif dapat terolah dengan baik. Belajar deduktif juga harus tetap dikembangkan agar terjadi keseimbangan kompetensi fisik, sensori motorik, emosional, perseptual, sosial dan kreativitas serta apresiasi seni. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa secara konseptual pendidikan seni di SD diarahkan pada perolehan atau kompetensi hasil belajar yang beraspek

124

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

pengetahuan, keterampilan dasar seni dan sikap yang berkaitan dengan kemampuan kepekaan rasa senikeindahan. Indikasi adanya sikap keindahan ini adalah timbulnya kemauan dan kemampuan aktif, kreatif anak untuk menghayati, menghargai, menyenangi kegiatan belajar seni, menyenangi karya seni dan alam lingkungan ciptaan Tuhan. Melalui kegiatan berolah senirupa tentunya akan dapat membentuk sikap dan kemampuan kreatif anak. Dikemukakan bahwa keberadaan seni dalam pendidikan adalah (a) sebagai sarana pembetukan kemampuan kreatif, (b) sarana pengembangan kemampuan berapresiasi, (c) sebagai wahana berekpresi, (d) sarana pembentukan keterampilan, dan (e) sebagai sarana pembentukan kepribadian (Sunaryo. 1996). Pendidikan senirupa untuk anak SD adalah upaya pemberian pengetahuan dan pengalaman dasar kegiatan kreatif senirupa dengan menerapkan konsep seni sebagai alat pendidikan. Penerapan konsep seni tersebut tentunya dengan tetap menciptakan kondisi pembelajaran yang menarik, menyenangkan di dalam suasana bermain kreatif. Sejalan dengan diterapkannya konsep seni sebagai alat pendidikan di SD, maka dalam pengembangannya, didasarkan pertimbangan tingkat kemampuan dan perkembangan seni anak usia SD tersebut. Kesesuaian dalam pemberian pengalaman berolah senirupa bagi anak akan berdampak positif bagi kebermaknaan pendidikan yang diperolehnya.
B. Fungsi, Tujuan dan Pendekatan Pembelajaran Senirupa di SD

Mata pelajaran pendidikan kesenian di SD menurut KBK memiliki fungsi dan tujuan yang berkaitan untuk

mengembangkan sikap toleransi, demokratis, beradab dan hidup rukun dalam masyarakat yang majemuk dan memiliki kemampuan intelektual, imajinatif dan ekspresi melalui seni, mengembangkan kepekaan rasa esthetis, artistic, keterampilan dan kreativitas serta menerapkan teknologi dalam berkarya serta dalam menampilkan karya seni. Pengembangan sikap dalam berkesenian yang diharapkan adalah munculnya pendirian atau motivasi anak dalam mengikuti pembelajaran seni baik yang lahir dari stimulus nuraninya sendiri maupun pengaruh yang datang dari pihak luar atau kelompok sosial. Adapun bakat/pembawaan, kemampuan intelegensi, emosi, perasaan, skill, pribadi/jiwa seni merupakan faktor yang cukup dominan dan berpengaruh pada sikap senang, suka, tertarik, gemar, cekatan, kreatif atau sikap yang sebaliknya. Perwujudan sikap/perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan: (1) kebiasaan; (2) keterampilan; (3) pengamatan; (4) berpikir asosiatif dan daya ingat; (5) berpikir rasional; (6) apresiasi dan tingkah laku asertif (Syah. 1997). Dalam perkembangan pendidikan seni menunjukkan bahwa fungsi seni dari waktu ke waktu mengalami perubahan tertentu yang didasarkan pada (1) konsep seni yang dikaitkan dengan aspek ekspresi estetis-artistik, dan (2) kegiatan seni hubungannya dengan tujuan pendidikan. Diterapkannya konsep seni sebagai alat pendidikan di SD diarahkan pada pembentukan sikap dan kemampuan atau kompetensi kreatif dalam keseimbangan kompetensi intelektual, sensibilitas, rasional dan irasional serta kepekaan emosi. Ungkapan senirupa anak SD umumnya masih bebas, polos, murni sehingga

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

125

punya keberanian berekspresi secara wajar, spontanitas, unik dan kreatif. Disebutkan dalam UU.No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa tujuan pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan seluruh potensi anak secara optimal agar terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan anak tersebut, maka untuk pengembangan kegiatan senirupa di SD hendaknya dapat difungsikan untuk membina keterampilan dan kemampuan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan, dan sebagai sarana untuk memperoleh pengalaman visual estetis berolah senirupa. Pembelajaran senirupa dalam bentuk kegiatan kreatif yang menyenangkan juga difungsikan untuk memberikan dasar-dasar pengalaman edukatif. Menurut Soeharjo AJ. (1971) sebagai pengalaman edukatif intinya adalah (1) seni membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, (2) seni membina perkembangan estetik, (3) seni bermanfaat mengembangkan bakat, dan (4) seni membantu menyempurnakan kehidupan. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa senirupa memiliki fungsi didik dalam pendidikan di SD. Fungsi didik tersebut adalah sebagai berikut ini: (1) Sebagai media ekspresi, yaitu mengungkapkan keinginan, perasaan, pikiran melalui berbagai bentuk aktivitas seni secara kreatif yang dapat menimbulkan kesenangan, kegembiraan dan kepuasan anak. (2) Sebagai media komunikasi, yaitu aktivitas berekspresi senirupa bagi anak untuk menyampaikan sesuatu/ berkomunikasi kepada orang lain yang diwujudkan pada karyanya.

(3) Sebagai media bermain; maksudnya media yang dapat memberikan kesenangan, kebebasan untuk mengembangkan perasaan, kepuasan, keinginan, keterampilan seperti pada saat bermain. Cara bermain kreatif dapat membuat kegiatan senirupa sebagai bagian dari kehidupan yang menyenangkannya. Senirupa sebagai media bermain akan bermanfaat untk memberikan hiburan yang bernilai edukatif, karena melalui bermain itulah anak belajar. (4) Sebagai media pengembangan bakat seni, hal ini didasarkan bahwa semua anak punya potensi/ bakat yang harus diberikan kesempatan sejak awal untuk dipupuk/ dikembangkan melalui aktivitas senirupa dan kerajinan tangan sesuai kemampuannya. Meskipun kadar potensi/bakat setiap anak bisa berbeda dan juga berhubungan secara tidak langsung dengan kecerdasannya. media untuk (5) Sebagai mengembangkan kemampuan berpikir, yaitu penyaluran daya nalar yang dimiliki anak untuk digunakan dalam melakukan kegiatan berolah senirupa. Anak yang cerdas, cakap kemampuan pikirnya dapat menjadi pemicu munculnya daya kreativitas seni. Dengan kecerdasan (kecerdasan emosional) yang dimilikinya akan dapat digunakan untuk melakukan aktivitas seni dengan cepat, lancar dan tepat serta mudah untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. (6) Sebagai media untuk memperoleh pengalaman esthetis, dimana melalui aktivitas penghayatan, apresiasi, ekspresi dan kreasi seni di SD bisa memberikan pengalaman untuk

126

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

menumbuhkan sensitivitas keindahan dan nilai seni. Berolah senirupa adalah pengalaman esthetis yang menarik bagi minat dan keinginan anak. Fungsi didik senirupa hakekatnya adalah sebagai sarana untuk membentuk kepribadian (cipta, rasa, karsa) secara utuh dan bermakna, melalui kegiatan praktek berolah senirupa sesuai dengan potensi maupun kompetensi pribadinya dan kepekaan daya apresiasinya. Menurut Sofyan Salam (2001) manfaat pendidikan senirupa bagi anak SD adalah: (1) memberikan kesempatan bagi anak untuk mengekspresikan dirinya sendiri, (2) mengembangkan potensi kreatif anak, (3) mempertajam kepekaan anak akan nilai-nilai keindahan, (4) memberikan kesempatan bagi anak untuk mengenal bahan, alat serta tehnik berkarya senirupa, (5) untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Dengan demikian dapat diperoleh dampak instruksional dan dampak pengiring (nurturant effect) yaitu berani mengemukakan pendapat, punya rasa kesetiakawanan sosial dan toleransi, bersikap menghargai budaya bangsa, mampu berpikir secara integral serta mempunyai wawasan tentang seni yang dapat dimanfaatkan untuk mempelajari bidang lainnya (Ida Siti Herawati.1996). Sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan senirupa tersebut maka dalam pembinaan kemampuan berkreasi/berkarya senirupa akan meliputi semua bentuk kegiatan tentang aktivitas fisik, pikir, keterampilan, kreativitas dan cita rasa keindahan. Kesungguhan dalam berolah senirupa tersebut akan terlihat dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berkreasi dan berapresiasi. Pendidikan senirupa di SD umumnya diwujudkan pada kegiatan

berolah cipta senirupa dan kerajinan tangan. Adapun pendekatan materi senirupa dalam pembelajaran di SD antara lain dapat dilakukan melalui belajar tentang pengenalan elemen/unsur seni, prinsip-prinsip seni/azas desain, proses dan teknik berkarya senirupa serta apresiasi sesuai dengan nilai-nilai budaya serta keindahan yang relevan dengan konteks sosial budaya masyarakat. Selain itu dalam pendidikan senirupa di SD hendaknya juga dapat diciptakan suasana belajar yang Aktif Kreatif Efektif dan Menyengkan (PAKEM) Dalam penerapan PAKEM di SD didasarkan pada pemahaman sebagai berikut ini. Aktif, dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif belajar, bertanya, menjawab, mengemukakan gagasan, berkarya, berapresiasi dan lainnya. Kreatif, adalah guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan, adalah suasana kegiatan belajar mengajar yang dapat memusatkan perhatian siswa secara penuh pada materi/kegiatan belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi. Sedangkan Efektif yaitu dapat menghasilkan produk belajar yang tinggi/optimal. (Depdikbud-Unesco. 2002). Gambaran penerapannya di SD yaitu: (1) siswa mengerjakan kegiatan belajar yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan pendekatan belajar sambil bekerja/berbuat; (2) guru menggunakan berbagai sumber belajar dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif; (3) menata kelas dengan lebih baik seperti

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

127

memajang hasil kegiatan belajar, hasil akhir karya siswa, membuat sudut baca dan lainnya; (4) menerapkan cara mengajar secara bervariasi, bersifat kerja sama dan teraktif (kooperatif dan interaktif) antar sesama siswa atau kerja individual; (5) guru mendorong siswa untuk memecahkan masalah, mengungkapkan pikirannya dan melibatkan siswa untuk menciptakan lingkungan sekolah yang bermanfaat untuk sumber belajar. Secara bervariasi dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar guru hendaknya menggunakan strategi/pendekatan mengajar yang dapat memadukan keaktifan siswa dalam belajar, baik secara fisik, mental dan emosional. Keterpaduan secara konseptual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran atau sejumlah materi, konsep, aktivitas yang berhubungan untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak Dasar pertimbangannya adalah: (1) keseluruhan perkembangan anak SD bersifat holistik; (2) anak usia SD dapat belajar dengan baik yaitu melalui keterlibatan aktif dengan sesama anak dan dengan orang dewasa; (3) memungkinkan pembelajaran lebih menarik dan bermakna bagi siswa, medorong kreativitas guru dalam mengajar, memungkinkan anak mempelajari fakta-fakta dalam konteks yang lebih nyata dan kongkrit, (4) dapat memberikan kesempatan membentuk berbagai keterampilan seperti menemukan, menilai, memanfaatkan informasi dalam konteks yang bermakna, kerjasama dan mandiri. Dalam implementasi di SD, pendekatan keterpaduan ini antara lain bertolak dari suatu topik/tema yang dipilih atau dikembangkan oleh guru

bersama anak. Tujuannya agar konsepkonsep dan aspek dari bidang studi terkait dijadikan alat dan wahana untuk mempelajari dan menjelajahi topik/tema tersebut. Dengan pendekatan terpadu akan terwujud ciri: (a) pembelajaran berpusat pada anak; (b) memberikan pengalaman langsung pada anak; (c) tidak menimbulkan adanya pemisahan bidang studi secara jelas; (d) kedalaman hasil pembelajaran berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (Tim Pengembang PGSD. 1997). Sasaran integrasi/keterpaduan adalah materi (bahan belajar) dan penyampaian pemaknaan. Sedangkan mengenai kegiatan belajarnya yaitu multi metode, kelompok, individual, klasikal (penghayatan langsung).
C. Kompetensi Dalam Pembelajaran Senirupa di SD Kompetensi adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tertentu. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terusmenerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilainilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, Balitbang Depdiknas, 2002). Kompetensi dalam mata pelajaran kesenian (senirupa) secara herarkhis dimaksudkan untuk menopang pencapaian kompetensi tamatan SD. Dalam hal ini kompetensi mata pelajaran kesenian secara umum adalah: (1) mampu mengekspresikan diri ide/gagasan melalui rupa, bunyi, gerak dan peran sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak; (2) mampu mengembangkan rasa seni dan kepekaan

128

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

indrawi, kreativitas serta keterampilan dalam berkesenian; (3) mampu mengembangkan potensi belajar inter disipliner dengan pendekatan keterpaduan belajar melalui seni; (4) mampu berapresiasi terhadap keragaman seni budaya setempat, nusantara dan mancanegara. Secara khusus kompetensi dalam pembelajaran kesenian di SD adalah: (1) mampu memadukan unsur estetika, logika yang meliputi pengetahuan, pemahaman, persepsi, analisis, evaluasi, apresiasi dan berproduksi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran; (2) memiliki kepekaan indrawi, perasaan estetis dan artistic melalui pengalaman bereksplorasi, berekspresi dan berkreasi untuk mendukung kecerdasan emosional, intelektual, moral spiritual dan adversitas sesuai dengan kebutuhan maupun perkembangan anak; (3) memiliki keterampilan dasar dan mampu berkreasi berdasarkan inspirasi yang bersumber pada alam dan lingkungan sekitar anak dalam mengolah medium seni; (4) mampu menghargai karya sendiri dan karya orang lain serta keragaman seni budaya setempat maupun nusantara; (5) mampu mempergelarkan, menyajikan karya seni dan atau merancang memamerkannya di kelas dan atau di lingkungan sekolah (Puskur Balitbang Diknas, 2002). Adapun aspek substansial dalam pembelajaran keterampilan senirupa di SD berdasarkan kompetensi yang dicapai adalah: (1) ide dasar berolah seni; (2) merancang karya seni; (3) membuat karya seni antara lain: menggambar, mencetak, membentuk, menganyam, menghias/merangkai; (4) menyajikan/melaporkan hasil karya seni; (5) menguji/mengapresiasi hasil karya seni. Dari masing-masing aspek

substansial pendidikan kesenian di atas dapat diberikan penjelasan berikut ini: 1. Kompetensi Ide Dasar Berolah Seni Kompetensi yang diharapkan adalah kemampuan siswa dalam menentukan, memilih ide/gagasan sesuai jenis materi seni yang dipelajarinya. Dalam suatu proses penciptaan seni diawali dengan adanya dorongan atau ide dasar dari dalam jiwa seseorang setelah mendapatkan rangsangan/respon dari suasana batin dan lingkungannya. Adanya kontak dengan suasana dan obyek dilingkungan akan melahirkan adanya ide dasar atau gagasan awal yang akan diungkapkan kedalam karya senirupa/kerajinan tangan. Ide dasar dalam proses berolah seni dapat bersifat individual sebagai hasil kreasi/cipta baru yang orisinil dan bisa juga merupakan hasil pengolahan, penggubahan, modifikasi, stilasi atau hasil mencontoh/mengkopy karya yang sudah ada. Kemunculan ide dasar dalam berolah senirupa tersebut juga berkaitan dengan media/medium seni yang ada atau yang akan digunakan serta teknik seni yang dipilihnya. Faktor keterampilan dalam proses penciptaan bukan hanya berupa kemampuan atau kompetensi psychomotor saja, melainkan juga termasuk kemampuan segenap potensi pribadinya baik berupa bakat dan kepekaan rasa seni. Disebutkan bahwa keterampilan senirupa berkenaan dengan kemampuan atau kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yaitu: (a) mengolah media ungkap dengan alat yang digunakan sewaktu berkarya dan; (b) ketepatannya dalam mewujudkan gagasan ke dalam karya seni (Cut Kamaril. 1999)

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

129

2. Kompetensi Merancang Karya Seni. Kemampuan merancang karya seni yang dimaksudkan adalah kemampuan siswa dalam membuat rancangan (mendesain) suatu karya senirupa-kerajinan tangan dalam wujud gambar sket (karya dua dimensi) atau rancangan dan model karya tiga dimensi. Kemampuan ini didasarkan pada jenis karya yang akan dibuat, media seni yang digunakan dan teknik seni yang dipilih. Setiap kegiatan merancang suatu karya seni juga diperlukan adanya pertimbangan kepekaan rasa seni dengan didukung suatu keterampilan berolah seni agar dapat dihasilkan model rancangan yang representatif. Rancangan dengan komposisi/konstruksi unsur seni yang harmonis/selaras, menarik, indah dalam artian rangcangan yang sesuai dengan ide dasar yang telah ditentukan. Kualitas rancangan karya seni tercermin pada kesesuaian, keteraturan atau kedinamisan proporsi obyek/bentuk yang ditampilkan. 3. Kompetensi Membuat Karya Seni. Kemampuan membuat karya seni adalah kemampuan untuk mewujudkan atau membuat karya seni sesuai dengan jenis karya dan media seni yang dipilihnya. Keterampilan membuat suatu model atau bentuk karya seni hendaknya juga didukung keterampilan (skill) berolah seni dengan memahami dan menerapkan langkah-langkah kerja secara cermat, teliti, rapi, efektif sehingga akan dapat dihasilkan karya seni yang bagus, indah dan menarik. Adanya kesan keindahan dan nilai seni pada suatu karya seni secara konstan/ajeg, dinamis, ekspresif, unik, orisinil akan memberikan nuansa baru yang bermakna rekreatif apresiatif. Pada pembelajaran senirupa di SD kompetensi membuat karya seni dapat diwujudkan

dalam bentuk tampilan karya senirupa dua dimensi dan karya senirupa tiga dimensi. Diantara kemampuan berkarya senirupa tersebut adalah: kompetensi menggambar, mencetak, membentuk, menganyam, menghias/merangkai dan menyusun komposisi. Sebagai contoh kompetensi Menggambar berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide/gagasan, anganangan, perasaan, pengalaman, hasil pengamatan yang dilakukan dengan cara menggoreskan alat-alat gambar di atas bidang datar/rata sesuai karakteristik jenis gambar yang dibuat. Sesuai dengan ruang lingkup seni gambar, kompetensi yang diharapkan adalah kemampuan siswa dalam menggambar bentuk, menggambar hiasan/ornament, menggambar illustrasi/ceritera, menggambar huruf hias, menggambar alam terbuka, menggambar ekspresi, menggambar komposisi warna dan lainnya. Terkait dengan kegiatan menggambar tersebut adalah kemampuan dalam menerapkan teknikteknik penyelesaian menggambar diantaranya adalah teknik arsir, dusel, stipel dan sapuan. 4. Kompetensi Menyajikan/melaporkan Karya Seni. Kompetensi menyajikan karya seni adalah kemampuan siswa dalam mendiskripsikan atau menuturkan proses berkarya seni dengan menggunakan bahasa lisan atau tertulis. Melaporkan proses dan hasil berolah seni merupakan suatu wujud pertanggungjawaban atas pemilihan ide/gagasan yang telah diwujudkan kedalam bentuk suatu komposisi seni sesuai pemilihan bahan, alat, langkah-langkah kerja dan teknik pembuatannya. Pelaporan tertulis dari proses berolah seni akan dapat diketahui adanya kualitas kemampuan olah pikir,
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

130

olah rasa dan olah keterampilan senirupa yang dilakukan anak. Kelancaran mendiskripsikan proses berolah seni akan memberikan indikasi adanya ketercapaian kompetensi yang diharapkan. 5.Kompetensi Mengapresiasi Karya Seni Kompetensi mengapresiasi karya seni adalah kemampuan siswa dalam melakukan penikmatan atau tindak apresiasi terhadap hasil karya senirupa, seni musik dan seni tari.. Apresiasi karya senirupa dapat dilakukan mulai dari tahapan melihat atau mengamati wujud karya seni yang dilanjutkan dengan menguji atau menilai karya seni yang diamatinya. Indikasi adanya tindak apresiasi atau penikmatan keindahan/nilai seni adalah adanya sikap puas, gembira, kagum atau kesan sebaliknya. Eisner (1983) dalam Cut Kamaril (1999) menyatakan bahwa pendidikan seni pada anak adalah untuk melatih kemampuan atau kompetensi menanggapi obyek dan menciptakannya menjadi sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Apresiasi senirupa berkaitan dengan tindak penikmatan pada komposisi unsur/elemen rupa yang ditampilan pada setiap wujud dan jenis karya yang diapresiasi. Misalnya penikmatan adanya keserasian dan keindahan dari bentuk, warna, komposisi, teknik penggarapan dan lainnya. Meskipun dalam tindak apresiasi senirupa bersifat subyektif individual namun tentunya dapat dimungkinkan adanya kesan penikmatan yang cenderung sama. Sebagai contoh untuk karya senirupa yang memang tampil dalam wujud yang bagus, indah, kreatif tentunya juga akan diberikan kesan apresiatif yang bagus pula. Dalam hal dasar/acuan yang digunakan dalam melakukan tindak penikmatan adalah

komposisi unsur rupa yang tampil pada karya yang diapresiasi tersebut. Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi SD tersebut maka hal-hal yang harus dipahami bagi para guru SD adalah sebagai berikut: Kompetensi dasar yang (1). dimaksudkan dalam pendidikan seni bagi anak SD adalah kemampuan dalam: (a) berekspresi senirupa sebagai bagian dari aspek pengembangan kurikulum SD, (b) menggunakan berbagai media/bahan yang ada dilingkungan sekitar sesuai jenis materi senirupa yang dikembangkan, dan (3) bereksplorasi yaitu aktivitas mencoba dan menjelajah berbagai kemungkinan dalam berekspresi senirupa sehingga akan diperoleh pengalaman kreatif yang bersifat inovatif yang selanjutnya bisa diwujudkan menjadi suatu bentuk karya seni yang lebih bagus, rapi, indah dan sejenisnya. (2) Hasil belajar yang diharapkan yaitu: (a) dapat menggambar, (b) dapat mewarnai gambar atau benda, dan (c) dapat menciptakan sesuatu dengan menggunakan berbagai macam jenis media senirupa. (3) Indikator macamnya cukup banyak yaitu menggambar, mencetak, mewarnai, meronce, menciptakan bentuk, kolase, montase, mosaik, membentuk dengan plastisin atau tanah liat, menganyam, melukis dengan jari dan sebagainya. Dilihat dari media yang digunakan maka untuk kegiatan senirupa di SD jenisnya lebih banyak dengan kemungkinan kreasi yang lebih beragam. Oleh karena itu bagi guru SD hendaknya dapat memilih dan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

131

mengembangkan kegiatan-kegiatan senirupa yang tepat untuk anak SD.


D. Karakteristik Ungkapan Kreatif Senirupa Anak SD Memahami keberadaan anak dalam pendidikan seni, perlu diperhatikan: (1) hakekat anak yang berada pada masa perkembangan tertentu menuju kedewasaannya, (2) kebutuhan perkembangan anak, (3) perkembangan jasmani, jiwa/rohani yang terlihat pada kecenderungan sikap, watak dan tingkah laku tertentu. Perkembangan otak dan fisik pada anak sudah dimulai sebelum bersekolah, dan akan terus dialami anak pada waktu di TK dan SD. Pada usia 612 tahun ditandai oleh perkembangan intelegensi yang pesat, anak ingin mengetahui segala sesuatu dan berpikir secara logis (Munandar, 1991). Perkembangan jiwanya memperlihatkan keinginannya untuk bertanya, melihat, berpikir kritis, peka, ingatannya kuat, inisiatif dan tanggung jawab. Sedangkan jasmaninya berkembang kearah penguasaan ketrampilan pada tujuan tertentu. Dilihat dari ungkapan senirupa anak-anak umumnya menampilkan bentuk karya dengan ciri bebas, unik dan kreatif, goresan spontanitas, ekspresif sejalan dengan tipologi (gaya gambar), periodisasi (masa) perkembangan menggambar dan kesan ruang gambar yang dibuatnya.

Gambar 2.1 Contoh karya senirupa anak usia SD

Pada contoh karya gambar anak tersebut dapat dilihat adanya ciri atau karakteristik yang spesifik seperti spontanitas penggambaran obyek orang wanita yang sedang duduk berjualan, wanita yang sedang membeli, orang lakilaki yang memikul keranjang, anak kecil, binatang, pagar, rumah pohon dan obyek lainnya. Karya senirupa anak SD tersebut menunjukkan bahwa dalam menggambarkan suatu obyek ia lakukan sangat bebas baik mengenai bentuk, ukuran, penempatan dan warna yang digunakan. Berikut ini dibahas mengenai Tipologi, Periodisasi dan Kesan Ruang Gambar anak: 1. Tipologi Gambar Anak Tipologi karya gambar anak dapat dibedakan: (1) Tipe Visual yaitu anak yang mempunyai ketajaman menghayati sesuatu melalui indera penglihatannya, sehingga karya gambar yang dibuatnya cenderung didasarkan pada kesamaan bentuk yang dilihat atau dihayatinya

132

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Gambar 2.1 Gambar Anak yang Bertipe Visual

(2)

Tipe Haptic (non visual), yaitu anak yang mempunyai kepekaan atau ketajaman perasaan atau mata hatinya, sehingga gambar yang dibuat cenderung didasarkan atas ekspresi atau reaksi emosionalnya dan bukan berdasarkan hasil penglihatan indera matanya.

Sedangkan dilihat dari gaya karya gambar atau lukisan anak-anak dapat dibedakan antara lain (a) organik, cirinya menggambarkan kesan obyek nyata secara dinamis, (b) lyrical/liris yaitu menampilkan obyek-obyek secara realistis, terkesan statis dengan perwarnaan tidak menyolok, (c) impresionistik, yaitu menampilkan kesan suasana tertentu, (d) rhytmical pattern, yaitu menampilkan kesan pola ritmis, (e) structural form, yaitu bercirikan kesan

bentuk yang bersusun dan berulangulang, (f) dekoratif, yaitu menampilkan motip/ pola hiasan, dan (g) ekspresionistik, menampilkan kesan ungkapan individual secara bebas dan spontan (Herberd Read, 1973). Dengan memahami keberadaan tipologi karya gambar anak-anak tersebut hendaknya akan dapat dijadikan pertimbangan bagi guru dalam memberikan pembimbingan kegiatan senirupa di SD. Hal-hal yang hendaknya dilakukan oleh guru adalah: (1) menerima apa adanya keberadaan ungkapan gambar anak-anak baik yang cenderung bertipe visual, haptik atau campuran, sebagai potensi kesenirupaan anak-anak yang bersifat individual, unik dan kreatif, (2) dalam memberikan latihan dan juga pembimbingan hendaknya memperlakukan sama kepada semua anak baik secara klasikal atau individual, (3) tidak memandang kelainan-kelainan yang terdapat pada gambar anak-anak sebagai kekurangan atau kesalahan, (4) tidak menyalahkan gambar buatan anak-anak, khususnya yang bertipe haptik, dimana ada kecenderungan gambar yang dibuat tidak didasarkan bagaimana kelihatannya suatu obyek/benda tetapi lebih didasarkan pada ungkapan perasannya yang bersifat spontan dan individual. 2. Periodisasi Perkembangan Menggambar Anak Berkaitan dengan tipologi dan gaya karya senirupa anak-anak, secara umum anak juga mengalami periodisasi atau masa-masa perkembangan menggambar. Anak usia TK-SD berada pada masa peka dimana anak-anak mengalamai masa keemasan ekspresi kreatif. Berdasarkan hasil penelitian terhadap karya gambar anak yang dilakukan oleh

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

133

para ahli antara lain Kerchensteiner, Cyril Burt, Victor Lowenfeld menunjukkan bahwa setiap anak mengalami masa-masa perkembangan menggambar. Menurut Victor Lowenfeld, periodisasi menggambar anak-anak dibedakan yaitu (1) masa goresan sekitar usia 2-4 tahun, (2) masa prabagan sekitar usia 4 sampai 7 tahun, (3) masa bagan sekitar umur 7-9 tahun, (4) masa permulaan realisme umur 9-11 tahun, dan (5) masa realisme semu umur 11-13 tahun. Karakteristik pada setiap masa perkembangan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Masa Goresan Pertama kali anak-anak mencoba menggoreskan alat tulis (pensil) pada kertas bertujuan untuk meniru perbuatan orang yang lebih tua dari mereka. Goresan itu belum membentuk suatu ungkapan obyek, tetapi lebih merupakan ekspresi spontan, yang berfungsi sebagai latihan koordinasi antara motorik halus, otot tangan dan lengan dengan gerak mata. Goresan yang terbentuk biasanya garis-garis mendatar, tegak dan melingkar-lingkar dan belum bervariasi. Setiap kegiatan menggambar dilakukan oleh anak dalam waktu yang tidak terlalu lama, dan kadang-kadang dilakukan bersamaan dengan aktivitas lainnya. Misalnya sambil makan, menyanyi, bermain dan lainnya. Apabila pada saat menggambar ditanya tentang gambar yang dibuat, maka ia akan memberikan nama gambar tersebut sesuai dengan apa yang kebetulan sedang terlintas dalam ingatannya. Jadi setiap waktu nama gambar bisa berubah sesuai dengan imajinasinya.

b. Masa Pra-bagan Pengalaman anak dalam menarik goresan-goresan garis mendatar, tegak dan melingkar selanjutnya berkembang menjadi wujud ungkapan ungkapan yang dapat dikaitkan dengan bentuk atau obyek tertentu. Misalnya bentuk bagan manusia yang masih sederhana,. Kehadiran gambar manusia yang lebih sering diwujudkan anak-anak memang sangat wajar dimana anak selalu berada dilingkungan yang secara visual manusialah yang sering dilihatnya. Sejak masa ini anak sudah dapat mewujudkan obyek gambarnya secara tetap dengan ciri-ciri tertentu, misalnya ini aku, ini ibu, ini ayah, ini kakak dan sebagainya. Goresan- goresan yang dibuat sudah mulai terarah sesuai dengan hasratnya untuk memberi bentuk kepada imajinasinya. Masa ini merupakan peralihan dari masa mencoreng/goresan ke masa bentuk bagan/ skematis, sehingga dikenal dengan perkembangan menggambar pra-bagan. c. Masa Bagan/Skematis Sejalan dengan pengalaman anak dalam menggambar bentuk bagan sederhana, selanjutnya keterampilan menggambar berkembang semakin meningkat. Cirinya antara lain yaitu tampilnya bentuk bagan yang lebih sempurna, bagian-bagian obyek gambar lebih lengkap dan menggunakan bentukbentuk garis yang lebih bervariasi. Sejak saat ini anak secara sengaja sudah dapat membuat bentuk-bentuk bagan benda dalam lingkungannya. Ia sudah dapat mengungkapkan perasaannya, mewujudkan khayal keinginannya ke dalam bentuk yang berupa bagan. Pada masa ini gambar yang dibuat sudah mulai menampilkan kesan ruang

134

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

perebahan, transparan (bening) atau datar.


d. Masa Realisme

Pada masa ini anak sudah mampu membuat gambar dengan memperlihatkan konsep yang lebih jelas. Pada akhir tahap bagan, perkembangan akal sudah mulai mempengaruhi dunia ciptaan anak. Sikap kritis dan realistis sudah mempengaruhi obyek gambargambar yang mereka buat ke arah bentuk-bentuk yang mendekati kenyataan. Perkembangan inilah yang disebut masa realisme. Dalam hal ini kesadaran sosial, penyesuaian dengan lingkungan dan perkembangan intelek yang lebih maju menentukan dunia ciptaan anak. Tahap ini ditandai besarnya perhatian anak pada bagianbagian gambar yang dibuatnya, bila dibandingkan dengan tahap sebelumnya. Kesadaran sosial yang lebih berkembang, mendorong anak-anak menggambar seolah-olah didasari oleh keadaan nyata, bentuk realistis, usaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada tahap ini kewajaran dan spontanitas anak-anak untuk berekspresi mulai menurun karena pertimbangan akal sudah mulai menguasai dunia ciptaan mereka.
e. Masa Naturalisme Semu Pada masa ini anak berusaha menyesuaikan bentuk gambar yang mereka buat dengan bentuk alam. Tetapi sebenarnya tidaklah naturalisme sepenuhnya, masih semu atau belum sempurna. Oyek gambar dibuat lebih detail, bentuk keseluruhannya sudah mendekati keadaan sesungguhnya. Masa ini merupakan titik akhir cara-cara menggambar secara kanak-kanak, menuju cara-cara menggambar yang lebih umum seperti yang dilakukan

orang dewasa. Cara yang lebih bersifat meniru bentuk alam dan banyak ditentukan oleh pertimbangan akal (pengaturan kesan ruang, menurut hukum-hukum perspektif, perbandingan bagian-bagian obyek, teori warna dan sebagainya). Pada masa naturalisme semu ini umumnya kreativitas dan ekspresi anak akan mengalami kemerosotan, karena kewajaran dan spontanitas kegiatan menggambar terganggu oleh pertimbangan akal, dimana akal mempengaruhi cara anak menciptakan gambar yang mereka buat. Ketermpilan menggambar bentuk alam, lebih maju dari masa sebelumnya. Namun demikian dilihat dari segi ekspresi, masa ini merupakan penurunan dari masa perkembangan sebelumnya.
f. Masa Penentuan Pada masa ini dapat ditentukan apakah anak-anak tetap menaruh minat yang besar terhadap kagiatan menggambar/senirupa pada umumnya atau minatnya mulai menurun dan lebih tertarik pada aktivitas seni lainnya. Karena sikap yang lebih kritis, anakanak sewaktu menggambar lebih berhatihati karena takut berbuat salah dan merasakan adanya kesukaran dalam menggambar. Akibatnya kewajaran dalam menggambar menjadi terganggu, spontanitas ekspresinya menjadi menurun/hilang. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masa perkembangan menggambar pada anak-anak meliputi dua tahap, yaitu: masa keemasan ekspresi kreatif dan masa sesudah anak dapat atau mau menerima norma cipta menggambar seperti yang dilakukan oleh orang dewasa. Pertama, masa keemasan ekspresi kreatif yaitu masa sebelum anak dapat menerima pengaruh norma cipta yang

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

135

berlaku pada orang dewasa atau masa anak masih belum dapat dipengaruhi oleh norma cipta yang berlaku di luar dunianya (norma cipta orang dewasa). Sebelum anak dapat dipengaruhi oleh cara menggambar secara umum yang berlaku pada orang dewasa, mereka dapat menciptakan gambar dengan bebas, ungkapannya lebih murni, dan spontanitas ekspresinya. Kedua, masa sesudah anak dapat dan mau menerima norma cipta orang dewasa yaitu masa dimana anak sudah dipengaruhi oleh rasio atau akal dalam berolah senirupa. Perkembangan akan adanya kesadaran sosial yang sudah mulai timbul pada awal masa sekolah, pada tahap ini sudah lebih maju dari masa sebelumnya. Anak-anak sudah ada usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, usaha tersebut akan besar pengaruhnya terhadap karya gambarnya. Pengaruh itu dikuti dengan meningkatnya perkembangan intelek, sikapnya kritis dan realistis. Kesadaran akan lingkungannya lebih meningkat kemudian timbul usaha untuk menyesuaikan bentuk gambarnya dengan selera lingkungannya.. Seperti kesan perspektif, tutup-menutup pada gambar yang dibuatnya.
3. Kesan Ruang Gambar Anak Kesan ruang gambar anak adalah tampilan bentuk gambar suatu obyek alam dan lingkungannya yang memperlihatkan adanya kesan ruang jauh-dekat, besar-kecil, penumpukan, tembus pandang dan lainnya. Cara menampilkan kesan ruang pada gambar anak dibedakan sebagai berikut.

pohon, rumah pagar dipinggir jalan oleh anak digambarkan miring atau rebah mengikuti batas jalannya.

Gambar 2.4 : Gambar Anak dengan kesan ruang Perebahan.

b. Penumpukan, kesan ruang dengan ciri obyek yang dekat digambar dibagian bawah bidang gambar, dan obyek yang letaknya semakin jauh diletakkan di bagian atas bidang gambar. Kesan ruang masih seperti ditumpuk, karena obyek digambar dengan ukuran yang sama besar meskipun tempatnya lebih jauh.

Gambar 2.5 Gambar Anak dengan kesan ruang Penumpukan

a. Perebahan, yaitu kesan ruang yang diperoleh dengan jalan merebahkan ke dalam/ke luar suatu benda atau obyek yang digambarkan. Misalnya gambar
136 Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

c. Perspektif Burung, yaitu kesan ruang yang dibuat atau dihasilkan seperti burung yang sedang terbang. Dengan cara ini anak seakan-akan berada ditempat yang tinggi, sehingga hasil gambarnya antara benda atau obyek satu dengan benda lainnya digambarkan tidak saling tutupmenutup. Kesan ruang gambar terasa lebih luas, sedangkan obyek gambar sebagian terkesan kecil-kecil.
Gambarr 2.7. Gambar Anak dengan kesan ruang Tutup Menutup

Gambar 2.6 Gambar Anak dengan kesan ruang Perspektif Burung d. Tutup-menutup, yaitu kesan ruang dimana antara obyek yang satu dengan obyek lainnya ditampilkan saling tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa obyek yang tertutup berada ditempat yang lebih jauh, namun dilihat dari ukurannya belum digambar semakin kecil seperti yang dilakukan dalam menggambar perspektif.

e. Pengecilan, yaitu kesan ruang gambar yang dibuat berdasarkan ketentuan atau hukum perspektif, dimana obyek yang dekat digambar besar dan jelas, sedangkan obyek yang semakin jauh digambar semakin kecil dan tidak jelas. Contoh gambar jalan yang menjauhui pandangan mata dibuat dengan batas dua buah garis yang semakin jauh semakin menyempit atau mengecil dan akhirnya bertemu disatu titik pada garis horizon

Gambar 2.8. Kesan ruang Pengecilan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

137

E. Bentuk Kreativitas Senirupa Anak SD 1. Praktek Berkarya Kreatif Kegiatan kreatif senirupa di SD berdasarkan kompetensi dasar wujudnya dapat dikelompokan yaitu jenis kegiatan senirupa dua dimensi dan jenis kegiatan kreatif tiga dimensi. Kegiatan senirupa dua dimensi meliputi (1) menggambar bebas, (2) melukis dengan jari, (3) menggambar teknik membatik sederhana, (4) permainan warna, (5) mewarnai gambar, (5) menggambar ekspresi atau menggambar bebas, (6) aplikasi mosaik, montase dan kolase, (7) mencetak/seni grafis, (8) kerajinan kertas, dan (9) kerajinan anyaman. Kegiatan senirupa tiga dimensi meliputi (1) membentuk/membuat model mainan secara bebas, (2) membentuk bangun kubus, (3) merangkai/meronce, (4) menghias benda dan lainnya. Untuk setiap jenis kreativitas tersebut dalam pengembangannya tentunya tidak terlepas dari alternatif pemilihan bahan (medium rupa) dan peralatan yang dipilih sesuai dengan bentuk karya yang dibuat serta teknik penggarapannya.

Bereksplorasi melalui media senirupa contohnya menggambar bebas dengan menggunakan berbagai jenis alat yaitu pensil, spidol kecil, crayon, pensil warna dan sejenisnya. Dengan mengenali sifat bahan/alat tersebut diharapkan akan dapat melatih keterampilan kreatif anak dalam berkepsresi membuat bentuk gambar secara bebas.
F. Pengembangan Kreativitas Senirupa di SD Kreativitas adalah daya atau kemampuan untuk mencipta, yang selanjutnya diartikan (a) kelancaran menanggapi suatu masalah, ide dan materi, (b) mudah menyesuaikan diri terhadap setiap situasi, (c) memiliki keaslian dalam membuat tanggapan, karya yang lain daripada yang lainnya, dan (d) mampu berpikir secara integral, mampu menghubungkan satu dengan yang lain. Pada anak usia SD berada pada masa keemasan berekspresi kreatif, dimana kadar kreativitasnya masih sangat tinggi. Oleh karena itu pengembangan kreativitas senirupa hendaknya mendapatkan kesempatan dan pembinaan secara lebih intensif dan efektif sesuai dengan masa perkembangan seninya. Kreativitas (Munandar.1991) dapat ditinjau dari empat segi, yakni segi pribadi, pendorong, proses dan produk. (1) Segi pribadi, kreativitas adalah hasil keunikan pribadi dalam interaksinya dengan lingkungan dan merupakan penggambaran adanya berbagai ciri khusus dalam tiap individu. Cirinya antara lain berupa rasa ingin tahu, daya imajinasi yang kuat, tertarik pada hal-hal yang baru, mempunyai minat yang luas, berani mengambil resiko, mempunyai prakasa dan kepercayaan diri, tekun dan ulet

2. Bereksplorasi melalui Media Senirupa Keragaman bentuk kegiatan berkarya kreatif senirupa di SD berkaitan langsung dengan digunakannya jenis media (bahan praktek) yang disesuaikan dengan teknik pembuatannya. Pengenalan media senirupa dan teknik berolah seni ini bagi anak SD hendaknya dipahami sebagai cara-cara bereksplorasi (menjelajah, mencoba dan menemukan) pada penggunaan media seni yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kreasi senirupa anak-anak.

138

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

dalam mengerjakan tugas yang diminati dan diyakini. (2) Segi Pendorong, merupakan suatu kondisi yang memotivasi seseorang pada perilaku kreatif. Pendorong kreativitas ini dapat berupa hasrat yang kuat pada diri individu, dan dapat pula berupa penghargaan dari orang lain (orang tua, guru), serta tersedianya sarana dan prasarana penunjang sikap kreatif. (3) Segi proses, kreativitas adalah hasil dari tahapan pengalaman seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan. Kreativitas ditinjau dari segi proses yaitu sebagai suatu kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang sudah ada dalam pikiran. (4) Segi produk, kreativitas adalah kemampuan untuk mancipta atau menghasilkan produk-produk baru, atau kombinasi dari hal sebelumnya yang sudah ada. Anak yang kreatif cirinya yaitu punya kemampuan berpikir kritis, ingin tahu, tertarik pada kegiatan/tugas yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mampu berbuat atau berkarya, menghargai diri sendiri dan orang lain. Dalam pengembangan kreativitas sejak usia dini, peran pendidik yaitu orang tua dan guru sangatlah penting. Disekolah guru bertugas merangsang dan membina perkembangan kognitif, afektif, psikomotorik, emosional, sosial dan kepribadian siswa. Untuk itu penuntun untuk mengembangkan kreativitas berikut ini perlu diperhatikan oleh para guru dan orang tua.

1. Penuntun Mengembangkan Kreativitas Anak a. Kegiatan yang dilakukan haruslah disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan dan minat anak. Contohnya dalam kegiatan menggambar peralatan yang digunakan hendaknya dimulai dari pensil terlebih dahulu dengan pertimbangan yang lebih mudah dalam penggunaannya. Baru pada latihan berikutnya digunakan peralatan pensil warna, crayon atau cat lainnya. Dalam hal ini dimaksudkan agar anak memiliki pengalaman dan keterampilan dalam menggambar secara bertahap dengan benar. Adapun mengenai obyek atau bentuk karya yang dibuat hendaknya juga disesuaikan dengan ide atau kreativitas setiap anak. Apabila obyek/bentuk yang digambar ditentukan hal itu sifatnya untuk lebih mengarahkan anak dalam bereksplorasi seni dan tidak dimaksudkan untuk membatasi kreasi sesuai keinginan anak. b. Kegiatan kreatif hendaknya dilakukan dalam suasana yang santai tanpa tekanan untuk berprestasi. Contoh guru yang melalukan tekanan dalam kegiatan senirupa bagi anak apabila: (a) anak harus menggambar seperti contoh yang ada atau contoh yang dibuat oleh gurunya, (b) karya seni yang dibuat anak harus sama seperti bentuk dan warna-warna alam. Misalnya anak harus mewarnai gambar daun dengan warna hijau, warna langit dengan warna biru muda dan sebagainya. Dalam hal ini anak-anak tetap diberikan peluang atau kesempatan dalam bereksplorasi dan berkreasi secara terarah dan terbimbing agar dapat

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

139

diketahui tingkat kemampuan hasil belajarnya. c. Memberi kesempatan untuk berekspresi dengan menggunakan berbagai media senirupa, misalnya pensil, pensil warna, crayon, spidol, bolpoint dan sejenisnya. Media/bahan praktek senirupa yang dibutuhkan dan yang disediakan di SD hendaknya disesuaikan dengan keragaman jenis materi senirupa yang dipraktekkan. Untuk praktek menggambar sediakan beberapa jenis dan warna kertas. Misalnya kertas gambar, kertas lipat, kertas HVS dan lainnya. Untuk kegiatan melipat, menggunting sediakan kertas lipat, kertas buku tulis, kertas sukung, kertas koran dan lainnya. d. Menanyakan kepada anak tentang judul atau nama sesuatu yang dibuat agar guru lebih memahami ungkapan/ekspresi yang ditampilkannya. Dengan mengetahui judul/nama karya yang dibuat anak, guru dapat memberikan bimbingan proses kerja secara lebih terarah dan bisa memahami jiwa/perasaan yang ada pada diri anak. e. Produk/hasil kreativitas bukanlah tujuan akhir yang terlalu penting, melainkan bagaimana hubungan antara kegiatan yang dilakukan dengan kesenangan pekerjaan yang dilakukan. Dalam hal ini pengalaman berolah senirupa bagi anak SD sebagai dasar untuk menumbuhkembangkan multiple intelegence akan lebih bermakna. Oleh karena itu penilaian proses kerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan kegiatan pembelajaran senirupa di SD.

f. Memberi motivasi dan rangsangan

sebelum memulai kegiatan berkarya, antara lain berkaitan dengan pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya. Contoh dengan memberikan penguatan dari kemampuan berkarya yang telah dilakukan, melalui pembahasan proses kerja dan karya yang telah dibuat sehingga anak akan lebih terpacu/bergairah pada waktu memulai mengerjakan latihan yang baru diberikannya. g. Menyediakan tempat yang memadai untuk melakukan kegiatan berkreasi senirupa baik di dalam kelas atau diluar kelas dengan waktu yang cukup sesuai tingkat kesulitan karya yang dibuat. h.Guru dapat memajang/memamerkan hasil kreasi anak pada tempat/ruang kelas, sehingga anak-anak dapat melihat dan menilai secara langsung hasil kreativitasnya. Caranya adalah: (a) menggantungkan karya senirupa pada tali yang dibentangkan dibagian samping atau belakang ruang kelas, (b) menempelkan karya senirupa pada dinding kelas atau papan yang secara khusus dipersiapkan untuk memamerkan hasil kreasi seni anak-anak. Untuk karya seni/keterampilan selain gambar/lukisan dapat diletakkan di meja atau diletakkan dilantai sudut ruangan kelas.
2. Faktor Pendukung Pengembangan Kreativitas di SD Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas anak (1) sarana belajar dan bermain disediakan untuk merangsang dorongan eksperimen dan eksplorasi, (2) lingkungan sekolah yang

140

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

teratur, bersih dan indah secara langsung akan mendorong kreativitas, (3) kemenarikan guru dalam mendidik dan memberikan motivasi dan (5) peran masyarakat dan orang tua untuk mendukung kegiatan pendidikan di SD antara lain dengan menyediakan kebutuhan media/bahan praktek senirupa bagi putra-putrinya. Persyaratan belajar mengajar kreatif menurut Munandar adalah dengan menciptakan lingkungan kelas yang kreatif, membimbing dan memberikan pertanyaan yang menumbuhkan gagasan kreatif anak. (1) Penciptaan lingkungan kelas yang merangsang belajar kreatif dilakukan dengan cara (a) memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu agar siswa mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah, (b) pengaturan fisik, misalnya pengaturan tempat duduk sesuai kagiatan-kegiatan siswa, (c) kesibukan di dalam kelas yang mengasyikan, (d) guru mendorong belajar mandiri sebanyak mungkin, menerima gagasan-gagasan dari semua siswa, memupuk siswa untuk memberikan kritik secara konstruktif dan penilaian diri sendiri, berusaha menghindari hukuman atau celaan terhadap ide-ide yang tidak biasa, dan menerima perbedaan menurut waktu dan kecepatan antar siswa dalam kemampuan memikirkan ide-ide baru. (2) Mengajukan pertanyaan, dalam hal ini guru harus mempunyai keterampilan dalam teknik bertanya. Caranya antara lain dengan mengajukan pertanyaan yang menuntun anak untuk berpikir. Pertanyaan terbuka juga membantu siswa mengembangkan keterampilan

mengumpulkan fakta, dan menguji/menilai informasi mereka. Dengan mengajukan pertanyaan guru diharapkan mendapat informasi yang berharga untuk (1) menimbulkan minat dan motivasi siswa untuk berperan serta secara aktif, (2) menilai persiapan siswa dan sejauh mana siswa telah menguasai bahan yang diberikan sebelumnya, (3) mengulang kembali dan merangkum apa yang telah diajarkan, (4) membantu siswa melihat hubunganhubungan baru, (5) merangsang pemikiran kritis dan mengmbangkan sikap bertanya, (6) merangsang siswa untuk mencari sendiri pengetahuan tambahan, dan (7) menilai pencapaian tujuan belajar. Kreativitas berkaitan dengan proses penemuan (inquiri), yaitu dalam mengajukan pertanyaan dan hipotesis, dalam menggabungkan fakta dan asasasas untuk mengembangkan strategi pemecahan. Beberapa yang harus dipenuhi dalam pembelajaran inquiri yaitu (1) memberikan pengalaman permukaan untuk menarik minat anak dengan penggunaan media, bermain peran dan demonstrasi, (2) memberikan materi dan situasi yang memungkinkan penyelidikan, (3) menyediakan sumbersumber informasi dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada dalam masyarakat, (4) menyediakan peralatan untuk merangsang siswa melakukan eksperimen, (5) menyediakan waktu untuk berdiskusi, bereksperimen, memberi bimbingan dan penguatan terhadap gagasan hipotesis siswa, (6) memberikan dorongan dan penghargaan terhadap pemecahan dan strategi pemecahan masalah, dan (d) mengajukan pertanyaan antara lain dengan menanyakan apa kemungkinankemungkinan akibat dari suatu situasi

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

141

yang telah terjadi atau situasi yang memang belum pernah terjadi.
3. Pengembangan Daya Cipta.

Pengembangan kreativitas anak SD dilaksanakan melalui pelaksanaan program kegiatan belajar dalam rangka pengembangan kemampuan dasar, yakni pengembangan daya cipta. Pengembangan daya cipta bertujuan membuat anak-anak kreatif, yaitu lancar, fleksibel dan orisinil, dalam bertutur kata, berpikir, serta berolah tangan, berolah seni dan berolah tubuh sebagai latihan motorik halus dan motorik kasar. Daya cipta merupakan kemampuan anak dalam memvisualisasikan segenap potensi pikir, rasa seni, pengalaman dan keterampilan melalui media rupa yang digunakan. Kebebasan berekspresi secara spontan yang dilakukan anak usia SD adalah potensi daya cipta yang bisa dikembangkan melalui kegiatan kreativitas senirupa. Pengembangan kreativitas senirupa dapat ditempuh dengan cara: (1) penyiapan dan pemilihan bahan, peralatan praktek berolah cipta senirupa, (2) pengarahan guru agar kreativitas daya cipta anak bisa muncul, (3) pemberian tugas/latihan secara terbimbing agar pengenalan teknik dasar berolah senirupa dapat dipraktekkan secara tepat.
G. Penilaian Pendidikan Senirupa di SD Penilaian dalam pembelajaran senirupa di SD bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, untuk keperluan peningkatan kualitas proses belajar dan memberikan umpan balik guna perbaikan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Penilaian kemampuan belajar siswa SD hendaknya mencakup aspek kognitif, psikomotorik

dan afektif sesuai jenjang kemampuan yang akan dicapainya. Penilaian secara komprehensif bertujuan untuk menilai kemampuan/keterampilan berolah senirupa setiap siswa yang dipadukan dengan kemampuan/kepekaan perasaan, keindahan, ekspresi, dampak instruksional dan dampak pengiringnya Dalam penilaian pembelajaran senirupa menggunakan alat penilaian: (1) tes perbuatan dalam bentuk berkarya teknik dan berkarya kreatif dalam batas karakteristik senirupa anak-anak, (2) non tes yaitu dilakukan dengan mengobservasi proses kerja yang hasilnya berupa catatan data (skala pengukuran, catatan anekdot atau porto folio). Untuk penilaian praktek senirupa hendaknya diterapkan rambu-rambu indikator dan pembobotan nilai sesuai tujuan pembelajaran khusus untuk setiap jenis materi senirupa yang diajarkannya. Sejalan dengan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi di SD maka dalam melaksanakan penilaian pembelajaran senirupa hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip penilaian berbasis kelas (PBK) yaitu: valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh dan bermakna (KBK. 2002). Adapun aspek yang harus dinilai adalah hasil belajar siswa sesuai pengembangan kompetensi yang telah ditetapkan pada setiap materi senirupa yang dipraktekkan. Berikut ini diberikan contoh penilaian berdasarkan pengembangan kompetensi pendidikan seni rupa di SD untuk materi Mencetak dan materi Menggambar. Contoh 1. Penilaian Kompetensi Mencetak di kelas III Kompetensi Mencetak merupakan kemampuan berolah seni dua dimensi yang dikerjakan secara khusus
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

142

yaitu dengan proses/teknik mencetak/mencap. Kemampuan siswa SD dalam membuat karya cetak diarahkan pada ketrampilan seni cetak sebagai media ungkap/ekspresi sesuai jenis/teknik mencetak yang dibuat. Diantara teknik mencetak yang dipraktekkan di SD adalah mencetak tinggi/cetak timbul dan mencetak sablon sederhana. Kemampuan mencetak berkaitan dengan kemampuan menentukan ide dasar, kemampuan kreasi membuat alat cetak dan keterampilan menata cetakan, serta kemampuan menanggapi hasil karya cetak yang dibuat.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

143

Penilaian Kompetensi Mencetak Aspek Kompetensi Dasar Hasil Belajar Indikator 1.Ide Memiliki Siswa mampu: Siswa dapat: Dasar gagasan/ide dasar 1.1. Memahami 1.1.1. Mengumpulkan informasi untuk membuat tentang caradan sumber belajar tentang karya seni cetak cara membuat membuat karya seni cetak dengan alat dari karya seni cetak dengan acuan bahan alam bahan alam dengan alat dari 1.1.2. Menjelaskan cara membuat bahan alam karya seni cetak dengan alat dari bahan alam 1.2 Mengungkapkan 1.2.1. Menentukan gagasan/ide gagasan/ide untuk membuat karya seni untuk membuat cetak dengan alat dari karya seni cetak bahan alam dengan alat dari 1.2.2. Membuat rencana karya bahan alam seni cetak dengan alat dari bahan alam 2. Membuat karya seni Siswa mampu: Siswa dapat: Mence cetak dengan alat 2.1.Mengungkapkan 2.1.1. Memilih bahan alam tak dari bahan alam dalam bentuk sebagai alat/acuan cetak karya seni cetak 2.1.2. Membuat alat/acuan cetak dengan alat dari berbentuk gambar/hiasan bahan alam sesuai bahan alam yang dipilih 2.2.Berkreasi dalam 2.2.1. Memberikan variasi/bentuk wujud karya seni ukuran dan warna sesuai cetak dengan alat alat/acuan cetak yang telah dari bahan alam dibuat 2.2.2. Menceriterakan keterampilan membuat karya seni cetak dari bahan alam

144

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Contoh aspek penilaian praktek mencetak dengan alat cetak dari bahan alami (kompetensi 2.2 di Kelas III). (1) Penilaian proses kerja aspeknya yaitu: kesungguhan kerja, kelancaran dalam mencetak. (2) Penilaian hasil karya cetak aspeknya yaitu: tampilan komposisi, kreasi cap/cetakan, kombinasi warna, dan keindahan. Contoh 2. Penilaian Kompetensi Menggambar di kelas V Kompetensi Menggambar berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide/gagasan, angan-angan, perasaan, pengalaman, hasil pengamatan yang dilakukan dengan cara menggoreskan alat-alat gambar di atas bidang datar/rata sesuai karakteristik jenis gambar yang dibuat. Sesuai dengan ruang lingkup seni gambar, kompetensi yang diharapkan adalah kemampuan siswa dalam menggambar bentuk, menggambar hiasan/ornament, menggambar illustrasi/ceritera, menggambar huruf hias, menggambar alam terbuka, menggambar ekspresi, menggambar komposisi warna dan lainnya. Terkait dengan kegiatan menggambar tersebut adalah kemampuan dalam menerapkan teknikteknik penyelesaian menggambar; diantaranya adalah teknik arsir, dusel, stipel dan sapuan. Menggambar merupakan salah satu kegiatan olah seni yang cukup dominan keberadaannya di SD mulai kelas I sampai dengan kelas VI. Oleh karena itu kompetensi menggambar yang diharapkan dapat dicapai hendaknya juga disesuaikan dengan jenis menggambar yang dilatihkan.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

145

Aspek 1.Ide Dasar

1.Me nggam bar Ben tuk

Penilaian Kompetensi Menggambar di Kelas V Kompetensi Hasil Belajar Indikator Dasar Memiliki Siswa mampu: Siswa dapat: gagasan/ide dasar 1.1. Memahami 1.1.1. Mengumpulkan informasi untuk membuat tentang cara-cara dan sumber belajar gambar dengan membuat gambar tentang menggambar alat crayon/cat bentuk dengan benda kubistis atau pastel alat crayon/cat silindris pastel 1.1.2. Menjelaskan cara meggambar benda kubistis atau silindris 1.2 Mengungkapkan 1.2.1. Menentukan ide untuk gagasan/ide untuk gambar benda kubistis membuat karya atau silindris gambar bentuk 1.2.2. Membuat rencana gambar benda dengan alat komposisi benda kubistis crayon/cat pastel atau silindris Membuat gambar Siswa mampu: Siswa dapat: bentuk dengan 1.1. Membuat gambar 1.1.1. Membuat gambar benda alat crayon/cat bentuk dengan kubistis atau silindris pastel alat crayon/cat 1.1.2. Menebalkan gambar pastel benda kubistis atau silindris dengan alat crayon/cat pastel. 1.2 Membuat kreasi 1.2.1. Membuat kreasi komposisi komposisi gambar benda gambar bentuk kubistis atau silindris benda dengan alat 1.2.2. Menyelesaian gambar crayon/cat pastel komposisi benda kubistis dan penyelesaian atau silindris dengan tertentu. teknik arsir gelap terang.

146

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Dari contoh tersebut menunjukkan bahwa kompetensi yang diharapkan dapat tercapai melalui pembelajaran berolah senirupa yang dikembangkan berdasarkan masingmasing aspek substansial seni di setiap kelasnya. Dari aspek tersebut selanjutnya dirumuskan pengembangan kompetensi yang akan dicapai oleh siswa, baik kompetensi keterampilan, kreativitas, apresiasi maupun pengetahuan. Selanjutnya untuk mengukur tingkat ketercapaian dari pembelajaran yang dilaksanakan perlu dirumuskan pula indikator dan hasil belajarnya. Pengembangan kompetensi tersebut selanjutnya akan dijadikan pedoman dan sekaligus rambu-rambu operasional bagi guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran senirupa di SD. Adapun cara menilai pembelajaran senirupa yaitu dapat dilakukan melalui pengamatan/observasi hasil kreativitas senirupa yang dibuat oleh siswa dan pencatatan anekdot yang berkaitan dengan (sikap dan perilaku) anak dalam proses berolah senirupa. Alat penilaian yang digunakan yaitu: (1) unjuk kerja (misalnya praktek menggambar), (2). hasil karya menggambar dan sebagainya, (3). Penugasan, (misalnya melakukan percobaan), (4) portopolio (kumpulan hasil kerja). Sedangkan mengenai aspek penilaiannya disesuaikan dengan jenis materi senirupa yang dipraktekan. Contoh aspek penilaian praktek menggambar komposisi bentuk benda dengan alat crayon (kompetensi 1.2 di Kelas IV). 1. Penilaian proses kerja aspeknya yaitu: kesungguhan kerja, kelancaran dalam menggambar. Kesungguhan kerja berkaitan dengan aktivitas menggambar yang

dilakukan oleh setiap anak selama jam pelajaran berlangsung. Sedangkan kelancaran dalam menggambar adalah kemampuan mengungkapkan ide/gagasan ke dalam wujud gambar tanpa adanya kesulitan atau hambatan. 2. Penilaian hasil karya gambar aspeknya yaitu: tampilan komposisi, tehnik penyelesaian, dan keindahan. Komposisi yaitu wujud penataan obyek bentuk benda yang digambarkannya. Tehnik penyelesaian adalah cara menebalkan gambar dengan alat crayon. Keindahan adalah kesan yang nampak dari karya gambar bentuk tersebut.
Rangkuman. 1. Pendidikan senirupa anak SD adalah upaya pemberian pengetahuan dan pengalaman dasar kegiatan kreatif senirupa dengan menerapkan konsep seni sebagai alat pendidikan. Kesesuaian dalam pemberian pengalaman berolah senirupa bagi anak akan berdampak positif bagi kebermaknaan pendidikan yang diperolehnya. 2. Fungsi didik pendidikan senirupa di SD yaitu (1) sebagai media ekspresi, (2) sebagai media komunikasi, (3) sebagai media bermain, (4) sebagai media pengembangan bakat, (5) sebagai media pemgembangan kemampuan berpikir, dan (6) sebagai media untuk memperoleh pengalaman estetis. 3. Karakteristik karya senirupa anak-anak menampilkan bentuk bebas, unik, kreatif, bentuk spontanitas, ekspresif sejalan dengan tipologi, kesan ruang dan masa perkembangan menggambarnya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

147

4. Tipologi karya gambar anak dibedakan (1) tipe visual, (2) tipe haptik/non visual, dan (3) tipe campuran. 5. Periodisasi menggambar anak-anak dibedakan (1) masa goresan sekitar usia 2-4 tahun, (2) masa prabagan sekitar usia 4 sampai 7 tahun, (3) masa bagan sekitar umur 7-9 tahun, (4) masa permulaan realisme umur 9-11 tahun, dan (5) masa realisme semu umur 11-13 tahun. 6. Bentuk kreativitas senirupa di SD dapat diwujudkan berupa kegiatan praktek berkarya kreatif dan kegiatan berkesplorasi melalui media senirupa. 7. Pengembangan kreativitas senirupa di SD hendaknya didasarkan pada kondisi perkembangan anak dan tingkat kompetensi yang dicapainya dengan memperhatikan (a) penuntun dalam pengembangan kreativitas, (b) faktor pendukung dalam pengembangan kreativitas, dan (c) pengembangan daya cipta anak. 8. Penilaian pendidikan senirupa di SD mencakup penilaian proses kerja dan penilaian hasil akhir karya senirupa yang dibuat oleh anak yang disesuaikan dengan pengembangan kompetensi dan aspek penilaiannya

148

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

BAB II. PEMBELAJARAN MELALUI PERMAINAN EDUKATIF


1. Bacaan 10, Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Menggunakan Permainan (Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang komunikatif dan Menyenangkan: Bab V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 2. Bacaan 11, Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan (Pitajeng. (2006). Pembelajaran Matematika Yang Menyenangkan: Bab... Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 3. Bacaan 12, Sikap Hidup Kebersamaan (Rabad Sihabuddin (2006). Indahnya Pelangi Kesadaran Multikultur Masyarakat Indonesia: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional)

4. Bacaan 13, Bermain(Wira Indra Satya (2006). Membangun Kebugaran Jasmani dan Kecerdasan Melalui Bermain: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional)

5. Bacaan 14, Membangun Kebugaran dengan Bermain (Wira Indra Satya (2006). Membangun Kebugaran Jasmani dan Kecerdasan Melalui Bermain: Bab IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional)

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

149

Bacaan 10 BAB V STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD MENGGUNAKAN PERMAINAN

ermain bagi anakanak tak ubahnya seperti bekerja bagi orang dewasa. Bermain merupakan kegiatan yang menimbulkan kenikmatan yang akan menjadi rangsangan bagi perilaku lainnya. Waktu untuk orang tua bekerja dari pagi hingga sore. Waktu untuk anak-anak bermain tidak jauh berbeda dengan waktu untuk bekerjanya orang dewasa. Anak-anak bermain dari pagi hingga sore hari. Namun, tidak demikian kenyataannya, dari pagi hingga siang, anak-anak harus belajar di kelas dengan kondisi sangat tersiksa. Mereka tidak boleh bergerak, tidak boleh berbicara, harus duduk yang rapi, tangan di meja melihat Ibu/ Bapak Guru. Pulang sekolah, mereka harus les atau mengaji di Surau atau TPA. Seusai Magrib, malam hari, mereka harus mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan Ibu /Bapak Guru dengan jumlah tidak sedikit. Begitulah gambaran kegiatan sehari-hari siswa kita. Tak ada lagi bermain, yang merupakan naluri siswa kita. Padahal siswa kita bukanlah orang dewasa kecil. Usia siswa kita (SD) merupakan usia yang paling kreatif dalam hidup manusia. Siswa kita merupakan mahluk yang unik. Usia siswa kita (SD) usia bermain. Dengan demikian, tidak harus terpenjarakan. Bukan hal aneh bila siswa SD kita banyak yang stress karena kehilangan

waktu bermain. Mereka jadi berprilaku agresif. Bermain sebenarnya merupakan dorongan dari dalam diri anak atau naluri. Semua naluri harus diusahakan disalurkan secara baik dan terkontrol. Oleh karena itu, bermain bagi anak merupakan kebutuhan hidupnya seperti makan, minum, tidur dan lain-lain. Bermain dalam kehidupan manusia merupakan latihan-latihan yang dilakukan agar mereka menjadi manusia dan bermain tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri. Dengan demikian, supaya tidak menyita waktu anak untuk bermain, dapat diupayakan pada waktu belajar, mereka masih dapat menikmatinya sambil bermain. Bermain merupakan pemicu kreativitas. Anak yang banyak bermain akan meningkat kreativitasnya (Charlotte Buhler, dalam Sugianto, 1997), bermain merupakan sarana untuk mengubah potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Menurut Seto (2004: 53) bermain sangat penting, sehingga meskipun terdapat unsur kegembiraan, namun tidak dilakukan demi kesenangan saja. Bermain adalah hal serius karena merupakan cara bagi anak untuk meniru dan menguasai perilaku orang dewasa untuk mencapai kematangan. Bermain merupakan salah satu fenomena yang paling alamiah dan luas dalam kehidupan anak. Terdapat instink bermain pada setiap anak serta kebutuhan melakukannya dalam suatu pola yang khusus guna melibatkannya dalam suatu kegiatan yang membantu proses kematangan anak. Dari berbagai penelitian (Seto, 2004) terungkap bahwa bermain dapat dikembangkan menjadi semacam alat untuk mengaktualisasikan potensi-potensi kritis pada diri anak, mempersiapkan fungsi intelektual, dan
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

150

aspek emosi dan sosialnya. Dengan demikian, bermain berkembang bukan hanya menjadi sarana yang dapat dinikmati dan menyenangkan saja tetapi juga bersifat mendidik. W.R. Smith (dalam Soemitro, 1997), seorang psikolog, mengatakan bahwa bermain merupakan dorongan langsung dari dalam diri setiap individu, yang bagi anak-anak merupakan pekerjaan, sedangkan bagi orang dewasa lebih dirasakan sebagai kegemaran. Anak usia SD merupakan usia bermain. Bagi mereka dunia ini hanya bermain. Mereka belum dapat membedakan dunia nyata dan bermain. Baru setelah semakin dewasa, mereka paham bahwa ada dua dunia yaitu dunia bermain dan dunia nyata atau dunia kerja. Menurut Hetherington dan Parke (dalam Patmonodewo, 2000), bermain bagi anak berfungsi untuk mempermudah perkembangan kognitif anak. Dengan bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungannya dan mempelajari segala sesuatu, serta memecahkan masalah yang dihadapinya. Permainan juga dapat meningkatkan perkembangan sosial anak. Dengan menampilkan bermacam peran orang anak berusaha menghayatinya untuk diambilnya setelah ia dewasa. Fungsi bermain tidak saja meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial, tetapi juga mengembangkan bahasa, emosi, disiplin, kreativitas dan perkembangan fisik anak. Bermain simbolik misalnya, dapat meningkatkan kognitif anak untuk dapat berimajinasi dan berfantasi menuju berpikir abstrak. Melalui bermain perkembangan sosial anak juga terkembangkan, misalnya sikap sosial, belajar berkomunikasi, mengorganisasi peran, dan lebih menghargai orang lain. Melalui bermain

anak dapat mengendalikan emosinya, menyalurkan keinginannya, dan rasa percaya diri. Anak juga dapat menerapkan disiplin dengan menunggu giliran atau mentaati peraturan. Bermain dapat merangsang kreativitas anak untuk menciptakan angan dan imajinasinya. Oleh karena itu, para ahli pendidikan modern berpendapat bahwa permainan merupakan alat pendidikan. Pendidikan yang baik akan menggunakan bermain sebagai alat pendidikan. Hal ini dilakukan oleh Pestalozzi (Patmonodewo, 2000) ahli pendidikan terkenal dari Swiss pada abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, ia sangat menekankan pentingnya permainan dalam pendidikan. Ia percaya bahwa bermain mempunyai nilai-nilai untuk mengembangkan harmoni antara jiwa dan raga. Bahkan Bennett (2005: 67) yang pernah mengadakan penelitian pada sejumlah guru pada waktu siswa bermain, para guru mengatakan bahwa para siswa mengungkapkan perilaku yang mencerminkan kebutuhan batin mereka serta proses intelektual yang mendalam. Dengan bermain, guru mendapatkan gambaran yang lengkap tentang keseluruhan diri siswa. Misalnya, seorang guru menyatakan bahwa perilaku para siswa pada waktu bermain dapat mengungkapkan sifatsifat siswa tersebut yang berlangsung di rumahnya, apakah mereka takut akan sesuatu? Apakah mereka manja di rumahnya? Contoh lain, guru melukiskan seorang anak yang biasanya pendiam dan pasif, ternyata dia lebih vokal dan menjadi dominan ketika terlibat permainan imajinatif. Siswa lebih berperilaku alamiah pada waktu bermain. Hal ini membuat guru dapat lebih mudah menilai kemampuan berbahasa siswa yang sesungguhnya

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

151

dengan lebih akurat di dalam bermain daripada dalam stuasi formal. Dari perspektif ini, permainan berpotensi untuk memiliki fungsi diagnostik yang lebih dalam untuk mengembangkan keseluruhan diri siswa. Froebel (dalam Sugianto,1997) seorang pendidik dari Jerman, ia percaya bahwa salah satu alat yang terbaik untuk mendidik anak-anak ialah melalui permainan. Menurut pendapatnya, anakanak lebih siap dan berpotensi untuk bermain daripada cara lain. John Locke seorang filosuf Inggris pada abad ke-17, ia meyakini bermain dapat membantu usaha mencapai tujuan pendidikan, sedangkan Rousseau dan Emile menekankan pentingnya bermain yang dapat bermanfaat dalam perkembangan anak (Sugianto, 1997: 4). Montessori (dalam Sugianto, 1997) yang kemudian dikenal sebagai ahli pendidikan prasekolah, sangat menghargai nilai-nilai yang terdapat dalam permainan pada masa kanakkanak. Baik Froebel maupun Montesori, menerapkan suatu pemikiran; anak-anak belajar sesuatu melalui permainan. Jadi mereka menggunakan permainan sebagai alat pendidikan. Belajar tidak mungkin dipaksakan. Cara belajar yang baik, salah satunya adalah dalam suasana tanpa tekanan dan paksaan. Tentunya, cara belajar yang paling menyenangkan adalah sambil bermain. Naluri anak yang harus memperoleh kesempatan untuk bermain, tetap tersalurkan. Pembelajaran, yang mestinya sampai kepada anak juga dapat tersampaikan. Permainan biasanya dapat dilakukan dengan menirukan atau memperagakan keadaan yang sebenarnya. Teknik mengajar dengan permainan, terutama sangat efektif untuk menjelaskan suatu pengertian yang

bersifat abstrak atau konsep yang sering sulit dijelaskan dengan kata-kata. Melalui permainan yang dirancang khusus, para siswa dapat mengalami sendiri secara langsung suatu kejadian. Dengan permainan, siswa dapat memahami suatu konsep, prinsip, unsur pokok, dan hasil. Misalnya, untuk menjelaskan fonologi dan intonasi yang tidak ada wujud bendanya, permainan dapat menguraikan secar rinci dan jelas melalui perilaku siswa yang turut dalam permainan. (Suyatno, 2005:12). Bukankah dunia mikro mewakili dunia makro? Permainan mewakili dunia mikro. Lewat permainan, dunia makro dapat terbungkus dan tersalurkan. Melalui dunia mikro pula dunia makro dapat tergambarkan dengan jelas. Dengan begitu, siswa dapat dengan mudah merefleksikan apa yang dialami dan yang akan dihadapi. Permainan akan meningkatkan partisipasi aktif anak, sehingga pembelajaran lebih efektif. Menurut Brierly (dalam Megawangi,2005:48), bermain dan bereksplorasi akan membantu perkembangan otak anak, yaitu meningkatkan kemampuan berbahasa, bersosialisasi, bernalar, dan perkembangan motoriknya. Bermain akan membuat anak lebih mengerti subyek yang dipelajarinya melalui eksplorasi, berimajinasi, berdiskusi, bernyanyi, bereksperimen, mengubah bentuk, dan bermain peran. Kesenangan anak-anak bermain dapat dipakai sebagai kesempatan untuk belajar hal-hal yang konkrit, sehingga daya cipta, imajinasi, dan kreativitas anak berkembang. Menurut Vigotsky (dalam Megawangi, 2005: 48), bermain dan aktifitas konkrit dapat memberikan momentum alami bagi anak untuk belajar sesuai dengan usianya dan kebutuhan spesifik anak. Bermain adalah
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

152

cara yang paling efektif pada usia sekolah dasar, baik di bidang akademik maupun aspek fisik, sosial, dan emosional. Menurut Suyatno (2005: 13) permainan sebagai teknik pembelajaran memerlukan keterampilan tersendiri yang harus dikuasai guru. Keterampilan tersebut memerlukan semacam kajian terlebih dulu, yaitu : membaca bahanbahan teoretis yang ada, kasus-kasus nyata, mencari contoh-contoh yang relevan, menyusun aturan permainan , menyiapkan alat permainan, dan seterusnya. Kelemahan permainan, karena menyita banyak waktu untuk mempersiapkan. Namun, peraminan akan menjadi efektif kalau kemampuan dan keterampilan teknis metodologis dimiliki oleh guru. Untuk persiapan awal, guru dapat menggunakan rancangan permainan yang sudah pernah ada dan sudah terbukti efektif digunakan, tentu dengan mengubah dan menyesuaikan secara kreatif. Kendala lain bagi guru, dalam melaksanakan kurikulum berbasis permainan seperti yang ditulis Bennett (2005:71) mencakup beberapa masalah, yaitu : (a) tuntutan kurikulum, (b) kurangnya pengalaman guru mempersiapkan permainan, (c) sarana tempat dan ruang yang tersedia, (d) jumlah siswa dalam kelas, dan (e) tanggung jawab kepada orang lain terutama kepada orang tua siswa. Ada dua jenis permainan dalam pembelajaran. Pertama, permainan yang mengarah pada permainan yang digunakan untuk pendidikan dengan tujuan tertentu. Misalnya, permainan anagram digunakan untuk meningkakan kepekaan siswa terhadap perbedaan huruf, atau permainan teka-teki untuk pengayaan kosakata. Kedua, permainan dalam proses belajar yang memang

digunakan semata-mata sebagai permainan murni, meminjam istilah Suyatno (2005) sebagai pemecah kebekuan atau pembangkit semangat. Misalnya ketika siswa telah mengantuk atau bosan, maka diadakan permainan. Meskipun kesempatan ini dapat digunakan untuk membahas topik tertentu.
A. Pengertian Bermain Bermain (play) mengacu pada beberapa teori bermain yang dikemukakan para ahli. Pengertian bermain tak dapat dilepaskan dari sudut pandang teori yang mendasari fungsinya. Dari sejumlah teori yang ada dapat dikemukakan tujuh pandangan utama, yaitu : (1) teori surplus energi, (2) teori relaksasi, (3) teori preparasi, (4) teori rekapitulasi, (5) teori perkembangan (6) teori penyaluran sosioemosional, dan (7) teori kognitif ( Seto, 2004: 56; Soemitro, 1997: 10). 1. Teori surplus energi. Dalam pandangan ini bermain merupakan penyaluran energi yang berlebihan. Anak-anak yang memperoleh cukup gizi dan waktu beristirahat umumnya memiliki kelebihan energi sehingga untuk membuang energi berlebih itu dilakukan kegiatan bermain. 2. Teori relaksasi. Pandangan ini menyatakan bahwa bermain merupakan cara seseorang untuk menjadi lebih santai dan segar setelah tersalurnya energi. Frekuensi bermain anak menunjukkan adanya kebutuhan untuk lebih santai setelah bersusah payah mempelajari sesuatu. Dalam pandangan ini isi kegiatan bermain tidak terlalu menjadi penekanan. 3. Teori preparasi atau insting. Di sini bermain dijelaskan sebagai suatu

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

153

4.

5.

6.

perilaku instingtif. Kegiatan manusia yang instingtif cenderung berdasarkan atas perkembangan anak dalam kehidupannya. Oleh karena itu, bermain merupakan kejadian alamiah yang merupakan bagian dari persiapan perkembangan dan pertumbuhannya. Anak-anak mempraktikkan elemen-elemen yang lebih kecil dari sejumlah perilaku orang dewasa yang lebih kompleks. Misalnya, memandikan boneka melihat ibunya memandikan adiknya. Teori rekapitulasi. Pandangan ini mencoba menemukan hubungan antara kegiatan bermain dengan evolusi kebudayaan. Di sini ditekankan bahwa setiap anak kembali melakukan berbagai perilaku manusia dewasa yang tampil selama masa transisi antara zaman berburu hingga zaman modern saat ini. Teori pertumbuhan dan perkembangan. Pandangan ini menyatakan bahwa, bermain merupakan salah satu cara mengembangkan kemampuan anak. Dengan bermain anak melatih berbagai keterampilan baru dan menyempurnakannya. Pandangan ini menekankan pentingnya bermain bagi anak untuk menuju kematangannya. Teori Penyaluran emosi. Menurut pandangan ini ada dua penjelasan, yaitu: pertama, bermain merupakan ekspresi simbolik dari suatu harapan. Kedua, merupakan upaya pengendalian pengalamanpengalaman yang menegangkan. Kedua pandangan ini melihat bermain sebagai sarana menyalurkan emosi. Tidak

7.

sebagaimana Piaget yang melihat bermain sebagai asimilasi, pandangan yang didasari psikoanalisis ini, melihat bermain sebagai upaya anak memanfaatkan peluang-peluang tertentu untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dalam kenyataannya belum tentu bisa dikuasai. Teori kognitif. Pendapat ini menyatakan bahwa bermain adalah suatu upaya asimilasi. Sebagaimana diketahui, Piaget (dikutip Seto, 2004: 57) mengemukakan adanya dua aspek yang ada dalam kemampuan adaptasi seseorang yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses organisme menerapkan struktur yang sudah ada tanpa modifikasi terhadap aspek-aspek baru dari lingkungan yang dihadapinya. Sedangkan akomodasi adalah proses organisme memodifikasi struktur yang sudah ada menjadi struktur baru untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungan.

B. Karakteristik Kegiatan Bermain Perbedaan antara bermain dan bukan bermain tidak terletak pada jenis kegiatan (apa) yang dilakukan, tetapi lebih pada (bagaimana) sikap individu melakukannya. Beberapa karakteristik kegiatan bermain sebagai berikut. dilakukan karena 1. Bermain kesukarelaan, bukan paksaan. 2. Bermain merupakan kegiatan untuk dinikmati. Itu sebabnya bermain selalu menyenangkan, mengasyikan, dan menggairahkan. 3. Tanpa iming-iming apa pun, kegiatan bermain itu sendiri sudah menyenangkan.

154

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

4.

Dalam bermain, aktivitas lebih penting daripada tujuan. Tujuan bermain adalah aktivitas itu sendiri. 5. Bermain menuntut partisipasi aktif, secara fisik atau pun mental. 6. Bermain itu bebas, bahkan tidak harus selaras dengan kenyataan. Individu bebas membuat aturan sendiri dan mengoprasikan fantasi. bermain individu 7. Dalam bertingkah laku secara spontan, sesuai dengan yang diinginkan saat itu. 8. Makna dan kesenangan bermain sepenuhnya ditentukan si pelaku. Dengan demikian pengertian bermain didefinisikan oleh Seto (2004) sebagai suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan spontan dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan yang sistematik dengan hal di luar bermain (seperti perkembangan kreativitas sebagai kemampuan kognitif) dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya serta memungkinkan anak melakukan adaptasi dengan lingkungannya itu. Dalam pengertian bermain ada perkecualian. Kita kenal juga berbagai permainan (games) yang berorientasi pada tujuan (kalah atau menang) dan menawarkan imbalan ekstrinsik (pujian orang tua, kekaguman, teman, piala, dsb) Namun demikian, permainan kalah menang ini pun tergolong kategori bermain. Permainan adalah bentuk paling matang dari bentuk bermain, yaitu bentuk bermain sensori motor, bermain fisik, dan bermain simbolik. Permainan beraneka ragam, dari yang sangat sederhana hingga yang sangat rumit. Permainan mempunyai aturan dan menuntut partisipasi minimal

dua orang anak. Permainan juga bersifat kompetitif, artinya ada pihak yang kalah dan ada yang menang, dan kemenangan itu diperebutkan. Permainan mempersyaratkan interaksi sosial. Untuk terlibat secara efektif dalam sebuah permainan, anak perlu memahami konsep-konsep seperti berbagi, menunggu giliran, bermain jujur, menang dan kalah.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

155

Hubungan antara bermain dan permainan dapat dilihat pada bagan berikut:
BERMAIN

BERMAIN SENSORI MOTOR

BERMAIN FISIK

BERMAIN SIMBOLIK PERMAINAN

Bagan 1 : kegiatan bermain

156

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

C. Fungsi Bermain dalam Pendidikan Kegiatan bermain dalam pendidikan dimulai oleh siswa TK Froebelian dan Montessori. Froebel menggunakan media hadiah, mengajak siswa membuat kerajinan dan melibatkan siswa pada situasi bermain dan bernyanyi. Kegiatan bermain memang selalu menjadi bagian dari program pendidikan anak-anak. Kegiatan bermain secara natural ini akhirnya digunakan dan diterima sebagai alat pembelajaran pada seperempat pertama abad dua puluh walaupun tidak sepenuhnya dianggap sebagai satusatunya cara belajar anak. Melalui situasi bermain anak diharapkan mendapatkan pemahaman mendalam terhadap objek-objek dan memiliki keterampilan khusus dalam mengamati dan memperoleh materi serta agar anak mendapat makna spiritual yang disimbolkan oleh materi dan kegiatan-kegiatan tersebut. Bermain ini akhirnya dapat digunakan guru sebagai wahana atau teknik pembelajaran untuk membentuk pemahaman melalui kegiatan bermain peran atau dengan menggunakan berbagai media yang tersedia. Dengan demikian bermain kaitannya dengan pendidikan ialah sebagai wahana pembelajaran dalam bentuk pengunjukkan atau pun permainan sesuatu yang bermakna dalam menggambarkan pesan, suasana, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, dan bernilai bagi anak dalam membuahkan pengalaman belajar tertentu. Fungsi bermain secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Pengembangan Kognitif Penelitian membenarkan adanya hubungan kuat antara bermain dan perkembangan kognitif, salah satunya yaitu bermain simbolik (Bennett, 2005). Pernyataan tersebut didukung oleh Vigostky dan Piaget (dalam Sugianto, 1997) yang menyatakan bahwa, bermain simbolik itu permainan yang penting sekali dalam pengembangan berpikir abstrak. Bermain simbolik merupakan gambaran pengembangan pikiran. Bermain juga memberi kesempatan kepada anak untuk berpikir divergen dan belajar memecahkan masalah. Bermain adalah tempat alami untuk mengekspresikan kreativitas anak seperti menggambar, membangun, merancang, bermain drama, memahat tanah liat, dan mengkonstruksi dengan balok. Selain itu, bermain juga memberikan kesempatan untuk mengembangkan konsep, sehingga anak-anak dapat mencoba dan memperbaiki konsep sebelumnya. seperti bermain dalam lumpur, anak-anak mengembangkan konsep massa, volume, dan perubahan. Dalam bidang matematika dikembangkan konsep bilangan, penjodohan/ pasangan, pengelompokkan, dan pengukuran pada permainan kartu dan teka-teki. Bermain juga merupakan lingkungan yang kaya untuk mengembangkan bahasa. Siswa. Waktu siswa berinteraksi dengan siswa lainnya, mereka mengkomunikasikan makna dan mengembangkan bahasa cerita. Kosa katanya tumbuh dengan luar biasa selama bermain sosiodrama dan anak bisa menggunakan bahasa sesuai fungsinya. b. Pengembangan Sosial Bermain adalah model yang baik untuk mengembangkan sosial anak,

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

157

karena akan mendorong anak-anak berinterkasi sosial. Anak-anak belajar mengatasi dan menentukan konflik, memecahkan masalah, bergaul, bergiliran, bekerjasama, negosiasi, dan sharing dengan teman-temannya. Dengan bermain, anak-anak dibantu untuk mencurahkan perasaan dan sikapnya terhadap teman-temannya. Bermain merupakan kesempatan emas anak-anak untuk menjalin persahabatan yang memperlihatkan bahwa seseorang itu berharga/ berarti bagi mereka. Bermain dengan teman sebaya, membuat anak belajar membangun suatu hubungan sosial dengan anak lain yang belum dikenalnya. Melalui permainan kooperatif misalnya, anak belajar memberi dan menerima (Seto, 2004).
c. Pengembangan Emosional Bermain adalah media untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Anak dapat mengekspresikan perasaan gembira, sedih, marah, atau hawatir seperti benar-benar pada kehidupan nyata. perasaan ini dapat dicurahkan dengan bebas karena bukan dunia nyata. Elkind (Mayarina, 1999) berpendapat bahwa bermain dapat mebebaskan anak dari tekanan stress. Juga secara psikologis bermain mengurangi kegelisahan (Barnett & Storm dalam Mayarina, 1999). Dengan demikian, bermain memberi lahan kepada anak-anak untuk dapat hiburan dan dapat mengontrol dunia mereka, pikiran mereka, dan perasaan mereka. d. Pengembangan Fisik Bermain ialah cara utama untuk mengembangkan fisik (Mayarina, 1999). Bermain memberikan kesempatan untuk mengembangkan gerakan halus dan kasar. Pada waktu anak-anak bermain aktif, mereka dapat mengetes sistem

keseimbangan mereka, gerakan tubuh melompat, meloncat, melempar, kekuatan fleksibilitas, keseimbangan, koordinasi baik yang bersifat lokomotor, nonlokomotor, maupun manipulatif. Bermain dapat mengembangkan koordinasi tangan dan mata. Dengan bermain anak-anak dapat mencoba badan mereka untuk melihat betapa bergunanya mereka. Pada permainan pisik dengan aba-aba, anak-anak akan merasa percaya dengan pisiknya, kokoh dan yakin terhadap dirinya sendiri. Ternyata bermain mempunyai fungsi yang sangat positif bagi perkembangan anak. Hal yang tak kalah pentingnya, bermain yang secara awam sangat ditabukan, bila disesuaikan dengan tujuan bisa menjadi bernilai pendidikan dan dapat digunakan sebagai wahana pembelajaran. Untuk memanfaatkan permainan sebagai wahana pembelajaran, memerlukan pemahaman orang tua dan guru tentang bermain. Bila tidak, sekolah sebagai tempat belajar hanya akan dianggap sebagai tempat bermain. Bila orang tua sudah berpandangan seperti itu, tentu saja akan menghambat atau tak mustahil orang tua tidak mengizinkan anaknya disuruh bermain-main. sebaiknya orang tua satu pandangan, yang akhirnya dapat menyumbang waktu dan fasilitas untuk bermain. Demikian juga guru, harus berpandangan bermain sebagai wahana belajar yang secara kodrati memang demikian. Lingkungan yang banyak memberikan rangsangan mental dapat meningkatkan kemampuan belajar anak. Lingkungan yang demikian akan menumbuhkan minat anak dan menggiatkan mereka aktif belajar.
e. Pengembangan Bahasa

158

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Aktivitas bermain ibarat laboratorium bahasa (Mayarina, 1999). Selama anak bermain, mereka mengungkapkan berbagai kata, berbagai ragam bahasa. Selama bermain, mereka memeperoleh kesempatan untuk bercakap-cakap, berargumentasi, menjelaskan, meyakinkan. Bahkan waktu bermain imajinasi pun, ia bercakap-cakap. Bermain memungkinkan anak bereksperimen dengan kata-kata baru, sehingga memperkaya perbendaharaan kata serta keterampilan pemahamannya. Dalam proses ini anak-anak bisa menemukan hal menggembirakan yang membawa kesenangan tersendiri. Melalui bermain, anak-anak belajar bagaimana menggunakan bahasa secara nyata dan kontekstual. Bagaimana menggunakan bahasa di waktu marah, di waktu bersedih, atau yang lainnya. Dengan demikian, belajar bahasa melalui bermain sebenarnya lebih efektif, karena mereka menggunakan bahasa bukan hanya sekadar teoritis, namun praktis pragmatis dalam kehidupan dan dunia mereka sendiri.
f. Permainan Bahasa Pada hakikatnya, permainan merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara yang menggembirakan. Apabila keterampilan yang diperoleh dalam permainan itu berupa keterampilan bahasa tertentu, permainan tersebut dinamakan permainan bahasa. ( Seoparno, 1998:60). Sebenarnya dalam kegiatan mengajar, guru sering menggunakan permainan, tetapi pada umumnya masih sebagai pengisi waktu saja. Masih jarang guru yang tertarik untuk menerapkannya sebagai teknik pengajaran bahasa.

Permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu sebagai materi pelajaran. Bila ada permainan yang menggembirakan tetapi tidak melatihkan keterampilan berbahasa, tidak dapat disebut permainan bahasa. Demikian juga sebaliknya, bila permainan itu tidak menggembirakan, meskipun melatihkan keterampilan berbahasa tertentu, tidak dapat dikatakan permainan bahasa. Untuk dapat disebut permainan bahasa, harus memenuhi kedua syarat, yaitu menggembirakan dan melatihkan keterampilan berbahasa. Permainan bahasa tidak dimaksudkan untuk mengukur atau mengevaluasi hasil belajar siswa. Kalaupun dipaksakan, bukan alat evaluasi yang baik, sebab permainan bahasa tersebut mengandung unsur spekulasi yang cukup besar (Soeparno, 1998). Hal tersebut dapat dimengerti, sebab sekelompok anak, atau seorang anak yang menang dalam permainan belum tentu secara utuh mencerminkan siswa yang pandai. Demikian juga, siswa yang kalah dalam permainan, belum tentu mencerminkan siswa yang kurang pandai. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu permainan. Ada beberapa faktor penentu keberhasilan permainan bahasa. Menurut Soeparno (1998:62) ada empat faktor yang menentukan keberhasilan permainan bahasa di kelas, yaitu; (1) faktor situasi dan kondisi, (2) faktor peraturan permainan, (3) faktor pemain, dan (4) faktor pemimpin permainan. Dalam situasi dan kondisi apa pun sebenarnya permainan bahasa dapat dilakukan. Namun, agar efektif, tetap saja harus memperhatikan situasi dan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

159

kondisi. Permainan bahasa yang menimbulkan suara gaduh kepada kelas yang lain, tentu tidak menguntungkan. Demikian juga, permainan bahasa yang terlalu sering atau permainan yang terlalu memakan waktu lama akan membosankan siswa. Ciri utama permainan yang membedakan dari bermain adalah adanya peraturan. Peraturan tersebut harus diketahui, dipahami, ditaati, dan disetujui oleh seluruh pemain. Dengan demikian, peraturan harus benar-benar dipahami siswa dan harus tegas dan jelas. Guru sebagai pengatur jalannya permainan hendaknya menjelaskan peraturan tersebut sebelum permainan dimulai. Jangan sampai ada peraturan, yang baru diberitahukan setelah kejadian atau kekacauan muncul. Pemain, dalam suatu permainan harus taat pada aturan main. Dengan demikian, seorang pemain akan menjunjung sportivitas, bila ada pemain tidak sportif maka akan terjadi kekacauan. Dalam melakukan permainan, pemain juga harus melakukannya dengan serius, sebab tanpa ada keseriusan tidak mungkin permainan berjalan dengan baik. Hendaknya siswa diberi dorongan untuk bermain dengan sungguh-sungguh jangan sampai bermain sambil mainmain. Dalam permainan yang bersifat kompetitif (pertandingan), harus diusahakan agar kekuatan kedua belah pihak yang bertanding seimbang. Permainan yang tidak seimbang akan membuat kelompok yang lemah menjadi prustasi dan permainan menjadi kurang seru. Siswa SD umumnya kelas besar. Kondisi kelas yang besar akan kesulitan untuk melibatkan seluruh siswa bermain sekaligus. Agar seluruh siswa terlibat,

permainan dapat dilakukan dengan cara membagi tugas. Perlu dihindari adanya siswa yang hanya sebagai penonton. Biasanya suatu permainan dipimpin oleh pemimpin permainan atau juri yang akan menilai permainan itu. Di dalam konteks kelas, pemimpin permainan adalah guru. Seorang pemimpin permainan selain harus tahu betul peraturan permainan, ia juga harus tegas, adil, jujur, berwibawa, dan cekatan dalam mengambil keputusan. Kalau ragu-ragu atau tidak tegas, maka permainan akan berdampak negatif, apalagi untuk siswa SD yang masih sensitif. Permainan bahasa dalam pelaksanaannya memiliki kelebihan dan kekurangan. Soeparno (1998: 64) mengungkapkan kelebihan dan kekurangan permainan bahasa sebagai berikut. Kelebihan permainan bahasa ialah : (a) permainan bahasa sebagai metode pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, (b) aktivitas yang dilakukan siswa bukan saja fisik tetapi juga mental, (c) dapat membangkitkan motivasi siswa dalam belajar, (d) dapat memupuk rasa solidaritas dan kerjasama, (e) dengan permainan materi lebih mengesankan sehingga sukar dilupakan. Kekurangan permainan bahasa ialah : (a) bila jumlah siswa SD terlalu banyak akan sulit untuk melibatkan seluruh siswa dalam permainan, (b) tidak semua materi dapat dilaksanakan melalui permainan, (c) permainan banyak mengandung unsur spekulasi sehingga sulit untuk dijadikan ukuran yang terpercaya.

160

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

D. Macam-macam Permainan Bahasa Ada beberapa macam permainan yang dapat digunakan untuk pembelajaran Bahasa Indonesia. Beberapa contoh di antaranya sebagai berikut: 1. Bisik Berantai. Permainan ini dilakukan dengan cara, setiap siswa harus membisikkan suatu kata (untuk kelas rendah) atau kalimat atau cerita (untuk kelas tinggi) kepada pemain berikutnya. Terus berurut sampai pemain terakhir. Pemain yang terakhir harus mengatakan isi kata atau kalimat atau cerita yang dibisikkan. Betul atau salah? Bila salah, di mana atau siapa yang melakukan kesalahan. Permainan ini dapat dilombakan dengan cara berkelompok. Permainan ini melatih keterampilan menyimak/ mendengarkan. 2. Kim Lihat (Lihat Katakan). Sediakan beberapa benda, atau sayuran, atau buah-buahan dalam suatu kotak tertutup. Siswa berkelompok. Seorang siswa anggota kelompok harus melihat satu benda yang ada di dalam kotak. Setelah dilihat jelas, siswa tersebut harus menjelaskan sejelasjelasnya kepada kelompoknya baik ciri-cirinya, rasanya, warnanya atau apa saja yang dapat dilihatnya. Anggota kelompok yang lain harus mengambil benda yang dijelaskan oleh siswa yang melihat tadi. Kelompok yang paling cepat dan paling banyak mengambil benda dalam kotak, itulah yang menang. Permainan ini untuk melatih keterampilan berbicara dan menyimak. 3. Aku Seorang Ditektif. Permainan ini dilakukan berpasangan.

4.

Seorang siswa menjadi ditektif, seorang lagi menjadi informan. Informan harus menentukan/ memilih salah seorang dari temannya yang ada di kelas sebagai penjahat yang akan dicari oleh ditektif. Ia harus memberi keterangan secara tertulis yang sejelas-jelasnya tentang penjahat yang akan dicari ditektif. Ditektif membaca informasi tertulis dari informan dan menerka siapa yang menjadi target pencarian di kelas itu. Setelah selesai posisi diubah, yang tadinya informan menjadi ditektif, dan yang tadinya ditektif menjadi informan. Permainan dapat divariasikan dengan sasaran yang dicari dari foto atau gambar dari koran. Permainan ini untuk melatih keterampilan membaca dan menulis. Bertanya dan Menerka. Para siswa dibagi dua kelompok. Kelompok satu sebagai penjawab dan kelompok kedua sebagai penanya. Kelompok penjawab harus menyembunyikan satu benda yang akan diterka oleh kelompok penanya dengan cara memberi pertanyaan yang mengarah kepada benda yang harus diterka. Setiap anggota kelompok penanya diberi kesempatan untuk memberikan satu pertanyaan kepada kelompok penjawab. Kelompok penjawab hanya boleh menjawab ya atau tidak. Setelah seluruh anggota kelompok bertanya, maka kelompok harus berunding dari hasil jawaban penjawab, benda apa yang disembunyikan itu. Bila dapat diterka, maka kelompok penanya mendapat nilai. Permainan ini untuk melatih berbicara dan berpikir analitis.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

161

5.

6.

7.

Baca Lakukan. Permainan ini untuk kelas rendah yang sudah bisa membaca. Dilakukan berpasangan. Seorang anak harus membaca suruhan tertulis yang dibuat guru, pasangannya harus melakukan apa yang diperintahkan dalam bacaan. Misalnya, saya harus menunduk. Saya memegang lutut kiri. Saya menari sambil memegang kepala. Guru memperhatikan berapa perintah yang dilaksanakan dengan benar dan apakah pembaca membaca perintah dengan benar. Permainan dilakukan bergantian. Permainan ini untuk melatih membaca dan menyimak. Bermain Telepon. Permainan ini untuk kelas rendah. Siswa secara berpasangan harus mempersiapkan alat untuk menelpon, baik telepon biasa maupun telepon genggam. Siswa harus menelpon temannya menanyakan pekerjaan rumah atau buku pejaran yang harus dibawa besok hari. Biarkan siswa mengembangkan pecakapannya sendiri, kecuali kalau terhenti, guru memberi pancingan berupa pertanyaan kepada siswa. Guru memperhatikan cara siswa mengungkapkan gagasan dan kalau perlu cara pelafalan yang benar. Permainan ini untuk melatih berbicara. Meloncat Bulatan Kata. Buatlah bulatan-bulatan dari kertas karton, kira-kira sebesar piring. Tulislah nama-nama susunan keluarga Misalnya : ayah, ibu, kakak, adik. Pasanglah bulatan kata itu di lantai. Bentuklah siswa menjadi beberapa kelompok. Suruhlah siswa setiap kelompok meloncati bulatan kata yang diucapkan kelompok lain atau guru. Misalnya loncat ke kakak,

8.

loncat ke ibu, loncat ke adik. Dengan demikian, setiap anak membaca bulatan untuk diinjak. Lebih meningkat lagi, bulatan kata bisa dalam bentuk yang lebih sulit, misalnya kata yang bila digabung bisa menjadi kalimat. Kata pada bulatan disebar di lantai dan memungkinkan dapat menyusun beberapa kalimat bila diloncati dengan benar. Misalnya : Ayah pergi ke pasar. Ayah membawa buku. Jadi, siswa harus loncat ke ayah, pergi ke dan pasar. Loncat ke ayah, membawa, buku. Permainan ini untuk membaca permulaan. Perjalanan dengan Denah. Mengamati denah kota atau daerah tempat tinggal. Siswa menyalin atau menggambarkan denah bagian tertentu dari kota (kerumitan tergantung pada tingkatan kelas) pada kertas manila. Menuliskan nama-nama tempat dan jalan, serta arah arus lalulintas dalam denah pada potongan kertas manila. Tempelkan denah pada papan tulis atau papan planel. Amati denah. Sebutkan nama-nama tempat, jalan, dan arah lalulintas. Tentukan tempat tertentu sebagai awal berangkat dan tempat tujuan. Ceritakan arus perjalanan dari satu tempat ke tempat lain yang sudah ditentukan. Tuliskan arus perjalanan tersebut dalam tulisan deskripsi. Rancang sebuah permainan perjalanan yang tujuannya disembunyikan. Satu anak bertindak sebagai pemain kunci dan kelompok lain sebagai penanya pemain tadi tentang namanama jalan yang dilewati. Misalnya, apakah kamu akan melewati Jalan Sudirman? Apakah belok kiri ke Jalan Abdurahman?

162

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Dan seterusnya. Pemain kunci hanya boleh menjawab ya atau tidak dan bisa. Kelompok penanya harus menebak tempat yang akan dituju pemain kunci tadi. Kelompok yang benar menebak tujuan, itulah yang menang. Permainan ini untuk melatih menulis, membaca denah, dan menyimak. Cocok untuk kelas tinggi (kelas IV, V dan VI). Gotongroyong. 9. Mengarang Tempatkan beberapa benda ke dalam tas atau kotak. Buatlah kelompok. Suruhlah salah seorang siswa pertama wakil dari kelompok mengambil satu benda, dan dia harus membuat kalimat berkaitan dengan benda tersebut. Bantulah bila siswa memerlukan bantuan guru. Misalnya benda itu bola, anjurkan dia mengatakan Pada suatu hari aku menemukan bola. Lalu guru bertanya kepada siswa lain dari kelompok yang sama, Di mana bola itu ditemukan?, terus sampai siswa yang terakhir. Kalau dirasakan hasil karangan masih bisa diperpanjang, siswa yang pertama bisa ditanya kembali. Kelompok yang dapat menyusun karangan runtut dan gagasannya sesuai dengan yang pertama itulah yang menang. Permainan ini melatih keterampilan menulis (menyusun gagasan) dan membuat kalimat. 10. Stabilo Kalimat. Permainan ini berkelompok. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Tujuannya agar siswa dapat menentukan kalimat yang salah dan yang benar dalam suatu wacana yang dibacanya. Wacana yang harus disediakan berupa kliping wacana yang kalimat-

kalimatnya ada yang benar ada yang salah. Caranya, guru menjelaskan bahwa setiap kelompok harus mencari kalimat yang salah dan yang benar dari wacana yang dibacanya dengan cara memberi tanda dengan stabilo. Wacana dibagikan. Siswa membaca. Berdasarkan waktu yang ditentukan guru memberi aba-aba kepada siswa untuk memulai. Tiap kelompok harus dapat memberi tanda sebanyak-banyaknya kalimat yang salah dan kalimat yang benar. Kelompok yang berhasil mengumpulkan banyak sebagai pemenangnya. Permainan ini melatih membaca cepat dan cermat serta memahami kalimat. Untuk kelas tinggi kelas V atau VI. 11. Kata dari Wacana. Permainan ini dimainkan secara berkelompok. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok mendapat fotokopi wacana yang harus dibaca. Setiap kelompok harus mengajukan satu kata (hasil diskusi) yang harus dikatakan kepada kelompok lain. Kelompok yang diberi kata harus memberikan kata-kata lain yang berhubungan dengan kata yang diucapkan kelompok yang memberi kata. Misalnya, dari wacana Musim Hujan, kelompok mengambil kata hujan. Maka kelompok lain harus mencari kata yang terkait dengan hujan. Contohnya ada kelompok yang mengatakan banjir, dingin, basah, dan seterusnya, kelompok yang paling banyak mengemukakan kata yang berkaitan dengan kata yang diberikan kelompok penanya, itulah pemenangnya. Permainan ini

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

163

melatih keterampilan membaca dan kosa kata. 12. Cerita Berantai. Permainan ini dilakukan berkelompok dua orang. Setiap kelompok harus melanjutkan cerita yang diucapkan kelompok lain. Cerita dimulai dari guru. Anggota kelompok yang satu sebagai pembicara melanjutkan cerita, yang seorang lagi mencatat kalimat yang diucapkan setiap kelompok dan membacakannya setelah cerita selesai. Misalnya, guru memberi kalimat pertama: Di sebuah kampung ada seorang anak yatim ..... kelompok pertama harus meneruskan cerita itu. Kalimat dari kelompok pertama diteruskan oleh kelompok kedua, dan seterusnya. Permainan ini untuk melatih menyimak dan menyusun cerita yang runtut. Cocok untuk kelas IV, V, dan VI. Laksanakan Perintah. 13. Siap Permainan ini bermain melalui lagu. Siswa dibagi beberapa kelompok. Setiap kelompok harus mengganti lirik lagu Suka Hati dengan perintah yang harus dikerjakan oleh kelompok lain. Permainan diawali oleh guru dengan menyanyikan lagu : Kalau kau suka hati tepuk tangan (semua siswa tepuk tangan). Kalau kau suka hati tepuk tangan (siswa tepuk tangan). Kalau kau suka hati, mari kita lakukan, kalau kau suka hati tepuk tangan (siswa tepuk tangan). Setelah guru memulai dengan melagukan lagu tersebut, selanjutnya giliran kelompok pertama yang sudah berdiskusi mengganti lirik dan perintah dari lagu tersebut. Misalnya : kalau kau suka hati tarik tangan (kelompok lain menarik tangan temannya),

Kalau kau suka hati geleng kepala (kelompok lain menggeleng kepala), kalau kau suka hati, mari kita lakukan, kalau kau suka hati loncat katak (kelompok lain meloncat seperti katak).
Permainan ini melatih kemampuan menyimak. 14. Tema : Aneka Permainan Subtema : Permainan Sondah (Engkle) Waktu : 2 jam pelajaran Kelas/ smt : 1/II Standar Kompetensi : Mampu membaca dan memahami teks pendek dengan cara membaca lancar. Kompetensi Dasar : Membaca nyaring. Indikator : Mengenal huruf-huruf dan membacanya sebagai suku kata, kata, dan kalimat sederhana. Membaca nyaring kalimat demi kalimat dalam paragraf serta menggunakan lafal dan intonasi yang tepat sehingga dapat dipahami orang lain. Kegiatan pembelajaran Mempersiapkan lapangan Sondah (Engkle) dan kartu kata Dengan bimbingan guru, siswa membaca teks cerita yang ada di papan tulis dengan lafal dan intonasi yang wajar Guru menjelaskan kembali aturan permainan Sondah kepada siswa dihubungkan dengan kegiatan membaca Guru membagi siswa menjadi empat kelompok, masing-masing
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

164

kelompok terdiri empat orang siswa, setiap anggota ada yang ditugaskan melompat sambil membaca, membantu mengarahkan dan memberikan semangat serta ada anggota yang menyusun kata, kalimat dengan kartu kata untuk mencocokan dengan hasil loncatan anggotanya. Guru menyusun suku kata yang ada dalam teks bacaan yang sudah dibaca nyaring, ke dalam kotakkotak formasi Sondah, kegiatan membuat kata dilombakan, setiap kelompok menyusun kata yang bermakna dan hasil ditebak kelompok lawannya Dengan bimbingan guru, setiap kelompok melakukan permainan sambil membaca tiap suku kata yang digabungkan menjadi kata yang bermakna dengan cara melompat-lompat sebelah kaki sambil membaca dengan suara nyaring. Dengan bimbingan guru, setiap kelompok menyusun kata-kata ke dalam kotak-kotak formasi Sondah serta setiap kelompok melakukan permainan kembali untuk menyusun kalimat dengan cara yang sama sambil membaca katakata yang diloncatinya. Anggota lainnya membantu mengarahkan dan menyusun di papan tulis dengan kartu kata untuk dibaca bersama-sama. Kelompok yang banyak meyusun kalimat, kelompok pemenangnya.

Evaluasi Prosedur evaluasi : Postes Jenis evaluasi : tes dan nontes Bentuk evaluasi : tertulis dan perbuatan/ observasi

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

165

Bacaan 12

BAB II SIKAP HIDUP KEBERSAMAAN


Bab ini akan membahas perihal kebersamaan sebagai sikap dan kemampuan bekerjasama dalam hubungan antar anggota masyarakat, serta kemampuan dalam berpartisipasi sosial. Bab ini dibahas dengan tujuan antara lain: 1) Siswa dapat menerima dan memenuhi tanggung jawab sosial yang berhubungan dengan kewarganegaraan di tengah-tengah masyarakat, 2) Siswa memiliki sikap tanggap terhadap masalah-masalah yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat, 3) Siswa mampu mengidentifikasi situasi dimana tindakan sosial diperlukan, 4) Siswa mampu bekerja secara individual maupun kelompok untuk mengambil tindakan yang tepat, 5) Siswa memiliki kemampuan berpartisipasi sosial, 6) Siswa mampu bertindak secara bertanggung jawab, dan 7) Siswa memiliki kemauan dan bersedia membantu/menolong orang lain.
2.1. Peran Keluarga dalam Pendidikan untuk Membangun Semangat Hidup dalam Kebersamaan Dalam studinya tentang pengaruh keluarga dalam Pendidikan IPS, Sunal (1991:298) menegaskan bahwa membangun semangat hidup dalam kebersamaan sebagai bagian dari Pendidikan IPS dimulai dari rumah dan dilanjutkan di rumah. Faktor-faktor keluarga memiliki pengaruh yang besar sekali dalam

dimensi pendidikan tersebut bagi anakanak dan remaja. Berbagai metode mengajar yang efektif yang biasanya berbeda dengan metode pembelajaran di sekolah ternyata banyak digunakan di rumah dan dalam masyarakat. Sunal menyebut beberapa metode yang banyak digunakan tersebut, antara lain pemodelan, pembelajaran langsung (direct instruction), pelatihan, simulasi, pembandingan masalah/fenomena, permainan interaktif, supervisi, dan pembelajaran tak langsung melalui kecenderungan/keterpengaruhan yang menjadi dasar pembentukan watak (predispositions). Sunal bahkan menganjurkan kepada para guru, khususnya guru Pendidikan IPS agar menjadikan pendidikan IPS di rumah bagi murid-muridnya sebagai dasar dari pendidikanya di sekolah, jika ingin sukses. Sebab jika tidak, maka pendidikan IPS di sekolah menjadi tidak realistik. Realitas kehidupan anak memang dimulai dari rumah. Itulah pula yang dikemukakan Ferguson (1991:389) bahwa dalam pendidikan multi kultur (masyarakat yang berbudaya majemuk) untuk membangun semangat hidup kebersamaan dalam masyarakat demokrasi hanya dapat mengharapkan hasil maksimal, terutama pada aspek partisipasi jika ada keterpaduan program di sekolah dengan masyarakat. Leichter (1979) menegaskan bahwa sesungguhnya keluarga memang pendidik. Karena itu keberadaannya harus diperhitungkan dalam konteks pendidikan. Keluarga dianggap lebih mampu untuk memperkenalkan kehidupan yang sebenarnya yang oleh Ornstein dan Levine (1989) dipandang sebagai esensi pendidikan melalui penyediaan kesempatan untuk mengalami kehidupan pada diri anak,

166

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

sehingga ia mampu membentuk tatanan sosial baru dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam Pendidikan, keluarga memiliki peran yang amat besar dalam menjalankan fungsi sosialisasi bagi anak-anaknya. Pendidikan multi kultur dalam membangun masyarakat demokratis merupakan konsep operasional dalam fungsi sosialisasi yang dialami masyarakat. Dalam konteks masyarakat Indonesia, keunggulan pendidikan multi kultur mendapat dukungan yang kuat dari suasana hidup keluarga. Salah satu keunggulan penting pendidikan dalam keluarga/masyarakat terletak pada fungsi afektif dan relegius. Hal ini mudah dipahami mengingat masyarakat Indonesia yang relegius, hampir setiap keluarga menekankan konsep-konsep dan perilaku yang bersumber pada agama kepada pola prilaku kehidupan anak-anak mereka. Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama sangat mendukung hidup kebersamaan. Bagi makhluk beragama, semua manusia memiliki derajat yang sama, tak ada kulit putih, tak ada kulit hitam, tak ada orang barat, tak ada orang timur, suku-suku dan bangsa-bangsa diciptakan Tuhan untuk saling mengenali identitas masing-masing. Keluarga, menurut Soelaeman (1992:50) sangat intens mendorong para anggotanya memainkan peran dalam suatu dialog. Menurutnya para anggota keluarga yang hidup dalam suatu naungan keluarga itu mungkin saja terbentuk dunia yang berbeda, sehingga dapat melahirkan perbedaan penafsiran dan persepsi mengenai suatu peristiwa tertentu dalam keluarga itu. Perbedaan yang kadang bersifat prinsipal itu menyebabkan di dalam keluarga

membutuhkan terjadinya semacam pencapaian atau dialog. Dialog itu berlangsung tidak hanya diantara anggota keluarga, melainkan juga dengan anggota masyarakat di luar keluarga itu, karena mereka tidak terus menerus terkurung dalam rumah, melainkan hidup di tengah masyarakatnya. Apa yang didapatnya dari lingkungan masyarakatnya direkam dan kemudian melatarbelakangi dialognya dengan sesama anggota keluarganya. Lebih lanjut, M.I Soelaeman juga menjelaskan hal mendasar dalam konteks dialog itu, yaitu dialog para anggota keluarga dengan Sang Maha Pencipta, dalam bentuk renungan maupun pengaduan. Ini semua membuat luas dan dalamnya dialog yang dilakukan para anggota keluarga dalam kelangsungan kehidupan keluarga itu sehari-hari. Maka dialog itu terjadi dalam 3 dimensi: (1) dialog antar anggota keluraga, (2) dialog antar para anggota dengan lingkungan masyarakatnya, dan (3) dialog masingmasing pribadi anggota keluarga dengan Sang Maha Pencipta. Paolucci, Hall, dan Axinn (1977:15) dalam ungkapan yang lain, menyebut keluarga sebagai suatu kesatuan yang setiap anggotanya saling mempengaruhi secara dinamis dan adaptif. Dalam suasana saling pengaruh tersebut, terbentuk kerja sama yang saling mendukung. Keluarga juga disebutnya sebagai unit yang memiliki keeratan dalam bekerjasama dan terdapat hubungan saling bergantung. Seorang anggota keluarga seringkali tak memiliki fungsi tanpa dukungan yang lain. Hubungan saling mendukung itulah yang membentuk nilai-nilai tertentu melalui interaksi antar anggota keluarga. Jadi sebagai ekosistem, interaksi yang terjadi

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

167

antar anggota dalam keluarga tidak hanya hubungan antar orang, akan tetapi lebih dari itu merupakan suatu hubungan yang saling mendukung, saling bergantung, dan saling mempengaruhi, baik antar anggota maupun dengan lingkungan yang mengelilinginya secara berkelanjutan. Dalam berbagai dimensi dialog itu sesungguhnya berlangsung pendidikan yang mensosialisasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai dalam anggota keluarga. Keluarga memang memiliki potensi untuk mewujudkan lahirnya situasi dan semangat hidup dalam kebersamaan. Kadarusmadi (1996) menegaskan hal ini dengan mengemukakan bahwa situasi keluarga yang terbina dalam pertemuan antara orang tua dan anak secara komunikatif, dialogis alam mencapai tujuan pendidikan, maka situasi seperti itu merupakan situasi yang baik bagi terbinanya suatu peristiwa pendidikan yang bermakna bagi anak. Dalam keluarga sebenarnya dikembangkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Paolucci, Hall, dan Axinn (1977:65-66) menyebutkan tiga tipe dasar nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan keluarga, yang ternyata sarat akan nilai-nilai yang menjadi bahan baku bagi membangun hidup kebersamaan, yaitu: (1) nilai-nilai kepribadian (personal values), (2) nilainilai moral (moral values), dan (3) nilainilai sosial (sosial values). Nilai-nilai moral menurutnya mencakup nilai benar dan salah, nilai tanggung jawab terhadap kehidupan yang dilindungi oleh kebebasan dan hak-hak azasi manusia. Nilai-nilai itu diwujudkan dalam sikap kejujuran, saling ketergantungan, toleran, kedamaian kebebasan berfikir, memiliki rasa keterbukaan, integritas, memiliki perhatian (peka) terhadap

kesenjangan, dan konsistensi antara pemikiran yang ideal dan perbuatan nyata. Sedangkan nilai-nilai sosial mencakup nilai kerja sama, pengakuan/penghargaan, kebebasan, keadilan, kebaikan, kesamaan, persesuaian/ kecocokan, penghargaan terhadap hukum, dukungan terhadap peranan mayoritas, rasa saling membutuhkan, dan pengakuan/penghargaan terhadap harga diri dan martabat setiap orang. Pembentukan nilai-nilai dalam keluraga merupakan proses pendidikan yang dialami dengan sendirinya atau yang biasa disebut secara autonomous learning bagi para anggotanya. Diakui bahwa dimensi pendidikan dalam keluarga begitu luas. Sikap dan prilaku demokratis yang membangun semangat hidup dalam kebersamaan adalah salah satu nilai yang relevan dan amat penting yang berada di dalamnya. Termasuk dalam proses pendidikan itu adalah perbedaan persepsi yang menurut Paolucci, Hall, dan Axinn (1997:55) merupakan faktor penting dalam belajar. Stimulus yang didapat seseorang menentukan besarnya kesempatan untuk mendapatkan variasi pengalaman orang itu serta membentuk persepsi yang sesuai dan sejalan dengan situasi yang baru. Intensifikasi hubungan dalam keluarga akan memberikan kesempatan yang lebih luas sebagai arena yang utama bagi para anggotanya untuk mengalami pendidikan seperti itu. Sementara itu, sekolah merupakan arena utama yang lain, kekuatannya terletak pada disediakannya sarana fisik, non fisik, dan fasilitas yang dirancang secara sengaja dan terencana untuk melaksanakan program pendidikan. Dalam beberapa hal, sekolah melengkapi kekurangan yang ada pada keluarga.
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

168

Dalam perkembangan zaman seperti sekarang ini, keluarga tidak mungkin lagi memenuhi semua tuntutan kebutuhan dan aspirasi generasi muda, terutama berkaitan dengan kebutuhan akan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, secara hipoteteis diakui bahwa semakin maju suatu masyarakat akan semakin penting peranan sekolah. Jelaslah bahwa keluarga pada dasarnya memiliki potensi untuk menjalankan peran pendidikan yang mampu mendukung terciptanya suasana hidup dengan semangat kebersamaan, terutama melalui proses sosialisasi bagi anak-anaknya. Dengan ungkapan yang lain, keluarga dan sekolah merupakan wahana yang seharusnya saling mendukung dalam pendidikan demokrasi untuk membangun kehidupan dengan semangat kebersamaan tersebut. Keluarga merupakan kelompok primer yang dianggap mampu menjadi tempat pembentukan keprihatinan. Hal ini diungkapkan juga oleh Soelaeman (1992:53) bahwa keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama. Urgensi keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama, dapat dirangkum setidak-tidaknya disebabkan oleh beberapa hal: 1. Urutan pertama secara kronologis dari pendidikan yang ditempuh anak dalam hidupnya. 2. Masa pendidikan yang lebih lama, karena setelah anak masuk sekolah dan masyarakat, keluarga tidak lepas tangan dan pendidikan dalam keluarga tetap berlangsung dengan porsi waktu yang lebih luas. 3. Pendidikan keluarga dipandang lebih intensif dilihat dari sudut hubungan antara orang tua dengan anak secara kodrati. Pandangan dan penghayatan orang tua bahwa anak merupakan

amanat Allah SWT yang mengandung konsekuensi bahwa mereka berkeharusan mengemban tanggung jawab untuk melindungi, membesarkan, dan mendidiknya. Ditinjau dari sisi anak, diakui bahwa menurut kodratnya anak memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri, tetapi dengan bantuan atau interaksi dan komunikasinya dengan orang lain, terutama jika interaksi itu berlangsung dengan orang tuanya, maka pengembangan diri itu akan berlangsung lebih baik (Kadarusmadi, 1996). Demikian pula ditinjau dari sudut pendidikan, anak baru akan menjadi manusia dan memahami dirinya setelah ia hidup bersama dan berinteraksi dengan orang lain, dan dengan kedua orang tuanya (Langeveld, 1980), disamping dinamika kepribadiannya secara internal dalam dirinya, dan pengaruh interaksinya dengan lingkungan fisik dan budaya. Pendidikan budaya politik (civic culture) yang akan mendorong semangat hidup dalam kebersamaan dalam masyarakat demokrasi yang stabil sebagaimana dikemukakan Almond dan Verba (1965) perlu dilakukan dalam pendidikan di sekolah. Dari beberapa ungkapannya dapat ditangkap bahwa yang dimaksud dengan budaya politik merupakan salah satu aspek dari sistem politik, yaitu pola sikap politik yang diperagakan oleh sejumlah besar individu yang memiliki kewenangan sebagai warga negara pada suatu negara, yang disebutnya sebagai kompetensi politik. Pendidikan politik yang dapat mendorong kehidupan harmonis di tengah-tengah masyarakat yang majemuk, penting dilakukan, meskipun hal itu tidaklah mudah.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

169

Menurut Wakhinuddin (2001) pembelajaran di kelas multietnik tidaklah mudah dilaksanakan, suatu keadan sulit akan dijumpai manakala guru tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola kelas multietnik. Proses pembelajaran tak berjalan lancar karena terhalang oleh pandangan relativisme budaya siswa maupun guru, yang pada akhirnya mengurangi kualitas pendidikan. Keadaan semacam ini sering dijumpai di Indonesia, dan menyulitkan terlaksananya pendidikan yang baik. Untuk mengatasi kelemahan ini hendaklah ditemukan suatu strategi pengajaran multietnik. Kemajemukan suku merupakan salah satu ciri masyarakat Indonsia yang seringkali dibanggakan. Banyak yang belum menyadari bahwa kemajemukan tersebut juga menyimpan potensi konflik yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemajemukan (pluralism) suku di Indonesia pada masa kini sudah berbeda gambarannya dengan kemajemukan suku masa lampau. Hubungan sosial di daerah pertemuan antarsuku tentunya lebih rumit karena adanya perbedaan budaya. Pendidikan kemajekukan (multi kultur) sebagai bagian dari pendidikan politik bangsa perlu dilakukan untuk mengembangkan kompetensi siswa baik personal, sosial, maupun individual. Indikator yang ditunjukkan dari kompetensi itu antara lain adalah: (1) sadar akan pengaruh pemerintah terhadap dirinya, (2) mengikuti dan menaruh perhatian pada proses politik, (3) menyerap informasi politik, (4) memiliki pendapat tentang sejumlah masalah politik, (5) terlibat dalam pembicaraan/wacana politik, (6) leluasa membicarakan soal politik dengan siapapun, (7) memandang dirinya

mampu mempengaruhi pemerintah/memiliki kontrol tertentu terhadap elit politik dan keputusan politik, (8) aktif menjadi anggota organisasi tertentu, (9) menyatakan kepercayaan terhadap lingkungan sosialnya, (10) memiliki kebanggaan nasional. Pendidikan budaya politik dimaksud dalam tulisan ini dipertegas dengan sebutan membangun semangat hidup kebersamaan dalam masyarakat demokrasi, mengingat demokrasilah inti dari budaya politik sebagaimana tergambar pada bagian terdahulu. Dalam konteks pendidikan demokrasi seperti itu, maka setiap warga negara yang demokratis konstitusional, diharapkan memahami konsep dan prinsip-prinsip demokrasi agar mampu berpartisipasi secara bermakna dalam kehidupan negara dan realitas kehidupan sosial. Pemahaman minimal yang dibutuhkan antara lain adalah pemahaman tentang tujuan dan fungsi hak-hak konstitusional dan kemerdekaan, seperti kebebasan berekpresi, kebebasan beragama, perlindungan terhadap dakwaan yang tidak beralasan dan dari perampasan hak tanpa alasan, hak untuk mendapatkan keadilan, dan perlindungan dari bahaya tindak kejahatan (NAEP, 1983 dalam Patrick dan Hoge, 1991). Dengan demikian dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip inilah yang secara minimal seyogianya menjadi bahan material bagi pendidikan demokrasi dalam masyarakat multi kultur untuk membangun semangat hidup dalam kebersamaan. Apa yang diungkapkan Patrick dan Hoge yang disebutnya sebagai prinsip-prinsip demokrasi itu merupakan bahan minimal yang harus dipahami seorang warga negara untuk mampu memberikan partisipasinya
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

170

dalam membangun masyarakat demokratis dalam kenyataan multi kultur. Kemampuan lain yang lebih lengkap masih banyak dibahas para ahli. Cogan (1997) menyebutkan lebih banyak lagi tentang kemampuan yang dituntut warga negara untuk berpartisipasi dalam membangun masyarakat multi kultur tersebut, terutama dalam menghadapi abad-21, meskipun tidak menyebutnya secara spesifik sebagai komponen pendidikan multi kultur. Kemampuan itu, ialah: 1. Kemampuan memahami dan mendekati masalah-masalah sebagai anggota masyarakat global 2. Kemampuan bekerja sama dengan yang lain dalam bentuk kooperatif yang bertanggung jawab dalam masyarakat. 3. Kemampuan memahami, menerima, dan toleran terhadap budaya yang berbeda. 4. Kapasitas berpikir secara kritis dan sistemik 5. Kemauan untuk menyelesaikan konflik dengan menghindari keberingasan 6. Kemauan untuk merubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtif 7. Memiliki sensitivitas untuk membela hak-hak azasi manusia (seperti hakhak perempuan, dan hak-hak kaum minoritas). 8. Kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkat lokal, nasional, dan internasional. Ungkapan-ungkapan di atas banyak memuat unsur-unsur pokok demokrasi dan menyangkut matra yang luas dari aspek kognitif untuk mampu memahami, afeksi (kemauan dan sensitivitas) dan psikomotor yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan keunggulan

yang dimilikinya, maka keluarga mampu menyelenggarakan pendidikan pada semua matra tersebut. Persoalan penting adalah bagaimana merumuskan unsurunsur utama yang harus dimasukkan sebagai kurikulum dalam pendidikan multi kultur untuk membangun masyarakat demokrasi dalam hidup kebersamaan.
2.2. Seribu Satu Suku Bangsa, Bangsa Indonesia yang hidup menyebar pada ribuan pulau-pulau yang terangkai dalam satu gugusan memiliki corak identitas, pola tingkah laku, unsur-unsur budaya yang beragam berdasarkan daerah kebudayaan tertentu. Aneka ragam dan corak kebudayaan yang ada pada setiap daerah di Indonesia sekaligus mencerminkan pula aneka ragam suku bangsa. Mereka hidup dengan pola dan caranya sendiri-sendiri, sehingga dapat disaksikan dan dihayati sebagai suatu kesatuan yang padu dan harmonis. Dalam sebuah masyarakat bangsa yang memiliki berbagai keragaman seharusnya dikembangkan model pendidikan yang mendukung eksistnsi keragaman tersebut. Dalam pendidikan seperti itu, Guru harus membina siswa agar bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab sesama teman. Konsep sosialisasi pendidikan yang dapat diterapkan pada pendidikan diantaranya konsep proses sosial, yaitu suatu cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Dari hubungan ini diharapkan mereka semakin kenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada pihak lain, dsb. Kesemuanya ini dapat dipahami sebagai adab manusia. Proses

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

171

sosialisasi dimulai dari interaksi sosial dengan perilaku imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati (Pidarta, 1997:147). Interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat: kontak sosial dan komunikasi. Setiap masyarakat saling berinteraksi satu dengan lainnya, dan saling beradaptasi pada lingkungan secara totalitas. Lingkungan ini mencakup lembaga sosiopolitik masyarakat dan elemen organik lainnya. Dari hasil interaksi sosial diharapkan tidak ada strata sosial antaretnik, dan seharusnya ada pembentukan peradaban atau akultrasi antaretnik (Wakhinuddin, 2001). Suku bangsa dalam konsep sosiologis adalah identik dengan etnik, yang menurut Hasan dan Salladin (1999), adalah sekumpulan individu dalam masyarakat yang merasa sebaai satu kelompok karena kesamaan identitas, nilai-nilai sosial yang dijunjung bersama, pola tingkah laku yang sama, dan unsur-unsur budaya lainnya yang sama pula. Kesamaan itu membentuk komunitas yang hidup beragam di Indonesia. Di Indonesia, suku bangsa dapat pula dikonsepsikan sebagai perpaduan etnik (seperti pengertian di atas) dan ras yang juga oleh Hasan dan Salladin (1999) diartikan sebagai sekelompok orang yang memiliki kesamaan dalam sejumlah unsur biologis, atau populasi yang memiliki kesamaan unsur-unsur fisikal yang khas yang disebabkan oleh keturunan (genetik). Pada dasarnya, setiap kelompok masing-masing merasa memiliki nilai-nilai keunggulan yang tidak dimiliki kelompok etnik lainnya. Hal itu berkembang secara alamiah, bukan saja di Indonesia, melainkan juga di berbagai kebudayaan dunia. Studi yang dilakukan di berbagai belahan dunia misalnya, melaporkan

bahwa pada berbagai kelompok dalam tiap kebudayaan terdapat ungkapanungkapan yang mengingatkan kepada diri mereka sendiri bahwa mereka sendirilah yang pantas sebagai orang (the people) atau yang secara tersirat bahwa yang lain di luar kelompoknya kurang berciri manusia (Banks & Clegg, dalam Hasan dan Salladin, 1999:99). Perasaan seperti tergambar di atas, biasanya disebut sebagai etnosentrisme. Pada satu sisi, kebanggaan terhadap bentuk dan corak kebudayaan sendiri pada setiap etnis, diperlukan untuk tetap berupaya melestarikannya. Pada sisi yang lain, jika hal itu berlebihan dan pada batasbatas yang dapat menafikan corak dan bentuk budaya lain, maka hal itu dapat membahayakan. Oleh karena itu, kesadaran akan eksistensi budaya pada suku bangsa yang lain dan mengapresiasinya merupakan hal positif yang perlu dikembangkan. Yang unik di Indonesia ialah bahwa ribuan corak dan bentuk budaya yang melekat pada setiap suku bangsa tidak menyebabkan timbulnya etnosentrisme berlebihan yang membahayakan itu. Sejarah Kebangsaan Indonesia menggambarkan kerukunan dan keharmonisan hidup dalam pelangi kebudayaan yang beribu corak dan bentuknya. Hampir tidak dijumpai dalam rangkaian peristiwa sejarah bangsa Indonesia, konflik antar suku bangsa yang berakibat perpecahan. Ribuan suku bangsa hidup dalam kebersamaan sepanjang sejarahnya. Hal ini mencerminkan keunikan yang khas dalam hidup masyarakat bangsa Indonesia. Keunikan dalam keberagaman, keragaman dalam kebersamaan, dan kebersamaan dalam keindahan pelangi kehidupan masyarakat bangsa Indonesia.
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

172

Aneka ragam Budaya, Tuhan menciptakan berbagai jenis makhluk yang hidup di muka bumi ini. Jika diklasifikasi, maka akan terdapat empat tingkatan kehidupan makhluk Allah SWT di dunia ini, yaitu: (1) makhluk anorganis (benda) yang dipandang sebagai makhluk yang memiliki tingkat kehidupan paling rendah, (2) makhluk tumbuh-tumbuhan, dipandang lebih tinggi, sebab tumbuhtumbuhan memiliki ciri-ciri kehidupan yang jelas, seperti berkembang, bernafas, membutuhkan makanan, (3) binatang, makhluk yang dianggap lebih tinggi setingkat dari tumbuh-tumbuhan. Di samping bernafas, dan berkembang, binatang juga memiliki instink, bahkan seringkali instink binatang lebih tajam dari makhluk lain. (4) Manusia, sebagai makhluk Tuhan yang memiliki tingkat paling tinggi (Ditjen Dikdasmen, 1999). Manusia disebut makhluk dengan kualitas kehidupan paling tinggi karena di samping memiliki ciri kehidupan yang sudah dimiliki tumbuhan-tumbuhan dan hewan, manusia memiliki banyak kelebihan yang lain yang tidak dimiliki dunia tumbuhan maupun hewan. Kelebihan-kelebihan itu di antaranya: (1) memiliki kemampuan berpikir, (2) memiliki kemampuan berfantasi, menghayati, (3) dengan itu semua maka manusia mampu merencanakan masa depan yang lebih baik bagi dirinya. Manusia mampu mengembangkan kesenian, ilmu dan teknologi yang memungkinkan memiliki kehidupan yang selalu meningkat ke arah yang lebih baik. Manusia dengan kemampuan akal pikirannya selalu ingin mengetahui, ingin mencari, mencoba, menyelidiki, menemukan hal-hal baru, berhubungan dengan kebutuhannya. Dengan panca inderanya, manusiapun mampu mengembangkan rasa

keindahan, kehalusan budi, melahirkan karya-karya seni yang indah. Tegasnya, manusia adalah makhluk berkebudayaan. Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1990) adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Definisi singkat tentang kebudayaan itu mengisyaratkan tentang tiga hal, pertama, isi kebudayaan mencakup keseluruhan hasil karya manusia, kedua hasil karya itu ditujukan dalam rangka peningkatan kehidupan manusia, dan ketiga bahwa untuk meraihnya dibutuhkan upaya mengerahkan segenap potensinya (kemampuan mencipta, merasa, karsa) yang disebut dengan belajar. Budaya juga merupakan peradaban manusia, peradaban adalah jaringan kebudayaan. Biasanya setiap budaya memiliki wilayah. Peradaban itu dapat dibuat melalui saling ketergantungan antaretnik. Saling ketergantungan ini dapat berupa program (kegiatan), dengan adanya kegiatan kekuatan hubungan (power relationships) semakin erat. Kegiatan tersebut dapat berupa: perdagangan, kesenian dan pendidikan.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

173

KH

Gambar 1 Paradigma peradaban (Cohen, dalam Wakhinuddin,

Masyarakat X

Masyarakat Y hubungan dalam jaringan 1970 2001)

174

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kekuatan hubungan (KH) dalam bentuk saling ketergantungan akan meningkatkan adaptasi antaretnik, dan dapat menimbulkan peradaban baru. Peradaban itu adalah kebudayaan yang sudah maju. Pendidikan pada suatu tempat adalah bagian dari kehidupan komunitas masyarakat setempat. Pendidikan adalah proses membuat orang kemasukan budaya dan membuat orang jadi beradab. Ada anggapan bahwa pendidikan adalah kunci bagi pemecahan masalah-masalah sosial, dengan mendidik anak-anak agar tidak melakukan tindakan kriminal. Karena itu, gerakan pendidikan progresif menyerukan rekonstruksi masyarakat lewat pendidikan. Rekonstruksi berarti reformasi budaya, dengan melalui pendidikan, reformasi (terutama reformasi pendidikan budi pekerti) dapat dijalankan, reformasi moralitas (agama), reformasi kebudayaan (keindonesiaan), reformasi nasionalisme (NKRI). Setiap orang atau kelompok orang dalam suatu kawasan geografis tertentu yang disebut sebagai masyarakat, akan mendapatkan dan menguasai kebudayaan melalui proses belajar. Belajar bisa terjadi dalam bentuk persinggungan dalam komunikasi dan interaksi antar anggota kelompok dalam masyarakat, atau antar kelompok dalam masyarakat yang lebih luas, dalam suatu kawasan daerah kebudayaan tertentu (Wakhinuddin, 2001). Daerah kebudayaan (culture area) adalah suatu wilayah geografis yang penduduknya terkelompok dalam unsurunsur dan kompleks-kompleks kebudayaan tertentu yang sama (Hasan dan Salladin, 1996:97). Proses persinggungan, komunikasi, dan interaksi antar pihak dalam daerah kebudayaan itu akan melahirkan bentuk

dan sifat kebudayaan tersendiri yang khas. Oleh karena itu, karakteristik suatu kelompok masyarakat akan ikut menentukan corak dan bentuk kebudayaan masyarakat tersebut. Tak heran jika didapati bentuk kebudayaan yang khas masyarakat nelayan di daerah-daerah pesisir pantai, dalam bentuk trait (unsur kebudayaan) yang khas pula seperti cara mereka membuat tempat tinggal, menu makanan dan lain sebagainya. Demikian juga di daerah kebudayaan lain, seperti daerah pegunungan, dataran tinggi, daerah dikat hutan dan sebagainya. Itulah yang terjadi di Indonesia, sebuah negara dan bangsa yang besar terdiri dari ribuan daerah kebudayaan. Setiap daerah kebudayaan memiliki bentuk dan sifat kebudayaannya sendiri-sendiri, dalam bentuk trait (unsur kebudayaan). Hamparan bentuk kebudayaan dengan aneka ragamnya itu menyebar di sepanjang barisan puluhan ribu pulau, bagaikan untaian ratna mutu manikam. Lihat saja umpamanya, bagaimana masyarakat Aceh menarikan tari Seudati, masyarakat Minang memainkan tari piring, masyarakat Tapanuli dengan tari Tortornya, masyarakat Jambi dengan tari Mak Inangnya, masyarakat Sumatera Selatan dengan tarian Gending Sriwijaya, Jawa Barat dengan Jaipongnya, Jawa Tengah dengan tari Serimpinya, dan ribuan bentuk tarian lain yang berkembang dan tersebar di seantero Indonesia. Keanekaragaman bentuk budaya itu belum lagi jika dilihat dari unsurnya yang lain, seperti rumah gadang di Minangkabau, Batik Jambi, Tenun Songket dan kain Tapis dari Sumatera Selatan dan Lampung, Kerajinan Rotan dari Cirebon, ukiran Jepara, tenun ikat

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

175

dari NTT dan lain sebagainya. Semuanya itu merupakan kekayaan khasanah kebudayaan bangsa Indonesia. Kekayaan budaya ini merupakan aset yang tak ternilai tinggi harganya. Sayangnya, kekayaan budaya yang dimiliki suku-suku bangsa di hamparan khatulistiwa ini sebagian besar masih dalam bentuk yang tidak tertulis. Tidak semua kekayaan itu dapat kita jumpai dalam dokumen yang tertulis. Kekayaan itu misalnya kita dapati dalam bentuk adat-istiadat, cerita rakyat (folklor), dan lainnya yang sebagian kita dapat melalui deskripsi ungkapan lisan. Menurut Poerwanto (2000), hal itu disebabkan antara lain oleh kuatnya tradisi lisan dan tidak semuanya dapat dibeberkan di sembarang tempat dan waktu mengingat sifatnya yang keramat atau sakral. 2.3. Kebudayaan Daerah sebagai Unsur Kebudayaan Nasional Sampai saat ini masih sukar didapat data yang akurat yang dapat menunjukkan berapa jumlah sebenarnya suku bangsa di Indonesia. Pada umumnya, disebut dalam beberapa sumber dalam bentuk data perkiraan. Ada yang menyebut sebanyak 500 suku bangsa, seperti yang diidentifikasi oleh Malalatoa (dalam Poerwanto, 2000) tapi ada pula yang menyebut lebih dari itu. Kesukaran mendapatkan data tersebut, menurut Poerwanto (2000:124) disebabkan oleh ruang lingkup istilah atau konsep suku bangsa yang dapat mengembang atau menyempit, tergantung subjeknya. Ia memberi contoh di pulau Flores misalnya, terdapat empat suku bangsa yang berbeda bahasa dan adatistiadatnya. Keempatnya adalah orang Manggarai, Ngada, Ende-Lio dan Sikka. Jika mereka berada di luar Flores, maka mereka dipandang oleh suku bangsa lainnya

sebagai satu suku bangsa, yaitu Flores. Hal yang sama juga terjadi di kalangan suku-suku bangsa Dayak di pulau Kalimantan, dan suku Melayu di Sumatera. Kesulitan mengidentifikasi semua suku bangsa yang ada di Indonesia sama sulitnya dengan mengidentifikasi jumlah ragam budaya mereka. Tiga puluh dua propinsi yang ada di Indonesia sekarang ini (mungkin akan bertambah seiring dengan pengembangan wilayah), masing-masing memiliki leih dari satu bahkan ada yang puluhan ragam budaya. Keragaman budaya itu terwujud dalam bentuk tari-tarian, nyanyian, senjata adat, bahasa yang digunakan, tata cara perkawinan, dan lainlainnya. Sebagai contoh dapat diambil dari aspek budaya yaitu berupa tari-tarian daerah. Di Aceh terdapat tari Seudati, sebuah tarian yang sangat dinamis, dan menggambarkan keseimbangan dalam kehidupan orang Aceh. Keseimbangan itu merupakan refleksi suasana kehidupan beragama yang mereka hayati (Kasno dkk., 1995). Untuk menyambut tamu yang dihormati, mereka memiliki tarian Saman, yang juga diilhami oleh suasana kehidupan masyarakat yang agamais, toleran, dan penuh tata sopan santun. Di Sumatera Utara terdapat jenis tarian gembira dengan nama tari Manduda. Pada dasarnya tarian ini menggambarkan suasana bersuka ria pada saat masa panen. Rasa suka ria itu timbul akibat rasa syukur karena melimpahnya hasil panen yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka. Demikian juga dengan tarian lainnya seperti tari Tor-Tor, dan tari Serampang Dua Belas. Kesemuanya merupakan refleksi rasa gembira, bersyukur, dan bahagia atas berbagai rahmat Tuhan kepada mereka.

176

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Jika diamati, berbagai bentuk tarian serta bentuk budaya lainnya pada masyarakat Indonesia, maka didapat kesan yang membentuk benang merah berupa kesamaan cita dan rasa. Pada umumnya berbagai jenis tarian yang dimiliki oleh berbagai suku bangsa di Indonesia mencerminkan beberapa hal sebagai berikut: a. Mengaitkan makna tarian dengan nilai-nilai keagamaan, seperti refleksi rasa syukur, pujian dan sebagainya. b. Mencerminkan masyarakat yang menghormati tamu, keramahan, nilai sopan santun dan kehangatan. c. Menggunakan pakaian dengan warna-warna dominan, seperti merah, hijau dan kuning yang hampir sama di berbagai daerah. d. Menggunakan pakaian ragam kain panjang yang menunjukkan kemiripan antara satu daerah dengan lainnya. Jika diamati lebih dalam lagi, maka akan dapat diambil nilai kepaduan dari keragaman berbagai bentuk tarian yang ada pada masyarakat Indonesia. Hal ini berarti, diantara berbagai bentuk tarian itu terdapat kesinambungan rasa yang dapat menggambarkan nuansa kesatuan. Pada dasarnya, budaya masyarakat Indonesia adalah budaya serumpun, yang apabila digali kesamaannya maka akan dapat membentuk budaya nasional. Maka budaya daerah pada dasarnya merupakan bagian dari budaya nasional tersebut.
2.3. Rukun dalam Kehidupan Beragama Agama mengajarkan umatnya bagaimana hidup bahagia, antara lain melalui hidup yang rukun dalam masyarakat. Tetapi juga merupakan kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa sering kali terdapat pertengkaran

antar kelompok dalam masyarakat yang berlatar belakang sentimen agama. Selain mengajarkan hal-hal yang relatif sama seperti mengajarkan kebaikan, menghormati kelompok lain dan sebagainya, tetapi antar berbagai agama itu juga terdapat unsur-unsur yang berbeda. Maka perbedaan dalam masyarakat akibat perbedaan agama yang mereka peluk adalah suatu kenyataan. Perbedaan-perbedaan itu jika tidak dikelola dengan baik, berpotensi memunculkan konflik di antara kelompok. Sebaliknya, jika perbedaanperbedaan itu dapat dikelola dengan baik, maka nilai-nilai agama juga berpotensi mempersatukan berbagai kelompok dalam masyarakat. Dengan demikian, membina persatuan menghadapi berbagai faktor keragaman dan perbedaan yang hidup di tengahtengah masyarakat harus dikelola secara arif dan bijaksana. Sebagian faktor penting itu ialah faktor kerukunan hidup beragama. Menurut Koentjaraningrat (dalam Poerwanto, 2000) terdapat empat masalah pokok yang dihadapi dalam mempersatukan bangsa Indonesia, ialah: (1) mempersatukan aneka-warna suku bangsa, (2) hubungan antar umat beragama, (3) hubungan mayoritasminoritas, dan (4) integrasi kebudayaan di Irian Jaya dan Timor-Timur dengan kebudayaan Indonesia. Kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia haruslah dipahami dari dua sisi. Pada satu sisi kemajemukan merupakan kekayaan keragaman yang membanggakan, tapi pada sisi yang lain kemajemukan juga berpotensi konflik. Faktor yang cukup dominan dalam kemajemukan yang berpotensi memunculkan konflik adalah kehidupan yang diwarnai dengan sentimen agama. Karena itu, berbagai faktor kemajemukan dalam kehidupan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

177

beragama hendaknya dikelola secara bijak agar potensi konflik dapat dikendalikan, dan potensi persatuan ditumbuhkan. Menggali nilai-nilai kesamaan sebanyak mungkin dan meminimalkan potensi konflik sebisa mungkin. Jadikan agama sebagai sumber inspirasi bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.
2.4. Hamparan Zamrud Khatulistiwa Indonesia zamrud Khatulistiwa mempunyai makna, bahwa Indonesia yang terletak di khatulistiwa mempunyai pesona keindahan yang luar biasa. Hamparan iotu dimulai dari Sabang sampai Merauke. Keindahan menyangkut keindahan dalam arti luas, keindahan dalam estetika, dan keindahan dalam arti terbatas. Keindahan dalam arti luas menurut Plato adalah perwatakan dan hokum yang indah. Sedangkan Aristoteles merumuskan keindahan sesuatu yang baik dan menyenangkan. Platinum keindahan adalah menyangkut ilmu dan kebajikan. Orang Yunani menyebut Symetria, artinya seni arsitektur dan harmonia. Keindahan Indonesia menyangkut pengertian secara keseluruhan yakni alam, seni, moral, dan intelektual, yang mampu diwujudkan sejumlah kualita pokok dalam kesatuan atau unity, keseimbangan (balance), dan keperbedaan (contras). Keindahan alam berupa gunung-gunung, laut, pantai, gua-gua, tumbuh-tumbuhan, hewanhewan, dan sebagainya. Keindahan estetika menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan sesuatu yang diserapnya. Keindahan dalam arti terbatas mempunyai arti yang lebih disempitkan melalui penglihatan, yakni keindahan bentuk dan warna. Keindahan seni menyangkut berbagai macam seni tari, seni lukis, seni suara,

dan kreativitas seni lainnya. Keindahan seni sering terpadu dengan seni alam, misalnya kesenian Bali, Jawa, Melayu, Banjar, Bugis, dan sebagainya. Keindahan moral menyangkut nilai-nilai, baik nilai ekstrinsik maupun intrinsik. Keindahan intelektual menyangkut pandangan hidup, filsafat, kejiwaan, dan sebagainya. Dalam pandangan hidup terdiri atas cita-cita, kebijakan, dan sikap hidup. Keindahan nusantara adalah keindahan panorama alamnya, keindahan budayanya, keindahan moral dalam budayanya, keindahan intelektual hati nuraninya, keindahan secara keseluruhan itu bersumber dan berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila yang sudah mengurat akar dan mendarah daging. Dalam hal ini disebut keindahan psikis. Keindahan bumi Indonesia masih ditambah lagi dengan kesuburan Indonesia. Koes Plus mengatakan tongkat kayu jadi tanaman. Berbagai flora dan fauna melengkapi Indonesia dengan keindahan yang hakiki. Namun sumber daya alam itu belum secara maksimal di eksplorasi karena keterbatasan sumber daya manusia atau etos kerja warganya. Keindahan alam yang lain juga letak wilayah Indonesia dalam silang dunia, di antara dua lautan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan kejiwaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia masih sebatas memuji-muji keelokan wilayah negaranya, namun kurang mampu mengkaji secara realita potensipotensi bangsa sebagai modal pembangunan. Penerapan konsep-konsep geopolitik Indonesia belum mampu mengatasi permasalahan-permasalahan bangsa. Oleh karena itu, Indonesia tidak mau diibaratkan ayam mati dalam lumbung padi. Kalau hal itu terjadi maka hanya satu penyebabnya tidak lain adalah
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

178

factor ketololan saja. Berbagai contoh dapat dikemukakan misalnya banyak masyarakat menderita busung lapar padahal di lingkunganya adalah tanah pertanian yang subur. Banyak kekurangan gizi karena tidak memperhatikan bagaimana makan yang baik. Oleh karena itu, ungkapan Indonesia ibarat hamparan zamrud khatulistiwa tidak hanya dalam katakata puji, tetapi lebih dari itu memerlukan kebangkitan bangsa yang beradab dan maju, yang mampu membudayakan bangsanya dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan YME.
2.5. Pelangi Bahasa Nusantara Pada tahun 1884, Brands dalam bukunya Bijdrage tot de Vergelijkende Klankleer der Westersche Afdeeling van de Maleisch Polynesische taalfmilie, mengatakan bahwa bangsa-bangsa di seluruh kepuluan Indonesia ini pada zaman dahulu berbahasa satu. Alasannya bahwa perbandingan sekalian bahasa yang ada pada zaman sekarang masih dipakai oleh bangsa-bangsa yang menempati pulaupulau itu (Brandes, dan Poerbatjaraka, 1951:7). Pada tahun 1889, II. Kern meneruskan penelitian Brandes menjelaskan bahwa tanah asal bangsa-bangsa itu adalah Tjempa: yakni Annam sekarang. ketika bangsa Indonesia masih berkumpul di tanah Tjempa, wilayah nusantara sudah ditempati oleh bangsa yang berkulit hitam berambut keriting dan sekarang masih banyak di Papua dan Australia. Pada suatu masa kira-kira tahun 1500 sebelum masehi, bangsa Indonesia di Tjempa terdesak oleh bangsa lain dari Asia Tengah maka bangsa Indonesia turun ke Kamboja, Formosa, Philipina, dan sekitarnya. Mereka yang turun ke Kamboja terus menyebar ke Thailand, Malaka, Sumatera, Borneo, Jawa dan

seterusnya. Adapun yang berada di Philipina terus menyebar ke Minahasa dan pulaupulau kecil di sekitarnya. Setelah mereka menempati pulau-pulau dan hidupnya berpisah-pisah maka lambat laun bahasa merekapun menjadi berlainan pula, menjadikan bangsa dan bahasa masing-masing seperti bangsa Aceh dengan bahasa dan tulisan Aceh, bangsa Batak dengan bahasa dan tulisan Batak, dan lain-lainnya yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Namun setelah bangsa Indonesia tersebar luas di pulau-pulau tadi masing-masing berkembang sesuai dengan daerah masing-masing. Hal ini wajar karena hubungan atau transportasi dan komunikasi di antara mereka dapat dikatakan belum diperlukan juga. Maka semenjak itulah setelah terbentuk bangsa-bangsa lainantara lain: Dayak, Minangkabau, Banjar, Batak, Melayu, Sunda, Jawa, Papua dan sebagainya. Sejarah agak jelas setelah ditemukan prasasti Kutai yang berbahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa, bahwa bangsa Indonesia telah berhubungan dengan India dengan segala peradabannya, antara agama Buddha dan Hindu. Sejak itulah prasastiprasasti dengan bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa bertebaran di bumi Nusantara antara lain dalam prasasti Tjiaruteun, Tugu, Dakawu, dan lain-lain. Dalam perkembangan prasasti berikutnya mulai banyak kata-kata bahasa daerah misalnya prasasti Sriwijaya, Jawa Timur (Kalegen), dan sebagainya. Perihal perluasan bahasabahasa tersebut, Dr. Schmidt dalam bukunya Die Spracehfamilien und Sprachenkreise Der Erde and terbitan 1996 mengatakan bahwa bahasa Austris (selatan) bercabang menjadi dua perluasan yaitu bahasa Austro Asia dan Austro Nesia. Bahasa Austroasia menurunkan bahasa Semang, Skai,

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

179

Palaun, Mon, Khmer, dan sebagainya. Bahasa Austronesia meliputi Indonesia dan Oceania.Perluasan Indonesia menurunkan bahasa Melayu, Jawa, Sunda, Madura, Tagalok di kawasan barat, sedangkan bahasa Solor, Roti, Timor, Flores, Kupang, dan Papua di kawasan timur. Sedangkan perluasan Oceania menurunkan bahasa Melanesia dan Polynesia. Kontak bahasa Indonesia dan bahasa India yang secara intensif mulai abad ke-4 Masehi, memberi warna khusus dalam perkembangan bahasa maupun tulisan di Indonesia (Nusantara). Tulisan (huruf) dari India yang terkenal dengan tulis Pallawa dan Pranagiri yang ditunjang dengan bahasa Sanskerta maupun Prakerta lambat laun secara bertahap mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan budaya daerah masing-masing. Sehingga tercipta huruf (alphabet) masing-masing tulisan local. Oleh karena itu tercipta huruf Jawa, Lampung, Batak, Banjar, Kerinci, dan lain-lain. Hal ini juga terjadi pada bahasa lisan dalam penggunaan prasasti maupun bahasa pergaulan sekarang ini dengan ditandai masuknya berbagai kosa kata dari hubungan antardaerah maupun hubungan antarbangsa di dunia. Karena hubungan bangsa Indonesia dengan India sangat erat, maka bahasabahasa India juga banyak masuk dalam perbendaharaan bahasa-bahasa Nusantara, terutama di Jawa. Di India, sejak lama berkembang bahasa Sanskerta, Hindi, Benggali, Bihari, Orya, Sindhi, Gujarat, dan sebagainya. Sedangkan bahasa Dravida mempunyai bagian-bagian antara lain bahasa Telugu, Tamil, Malayalam, Kanadi, Brahui, dan sebagainya. Dalam hal ini bahasa Tamil, Sansekerta, banyak pengaruh di Indonesia. Dalam bentuk huruf (carakan), pertumbuhan tulisan-tulisan di nusantara

dapat diklasifikasikan yang masingmasing banyak kemiripannya antara lain tipe Holle, Kellian, van Hin Lopen, dan Pitono. Dari keempat wikan bahasa itu dapat diklasifikasikan menjadi tipe Kulai, Canggal, Pereng, Holle, Kellian, Bali, Jawa, dan Dewanagari. Dari masing-masing tipe carakan itu, banyak sekali kemiripan bentuknya. Demikianlah pelangi bahasa Nusantara. Keindahan pelangi bahasa Nusantara, mudah-mudahan dapat dilestarikan sesuai dengan pasal 36 dan pasal 32 ayat 2, yaitu: - Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia. - Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya Nasional. Perlu juga diingat bahwa dengan bahasa kita berbudaya, dengan bahasa kita bernegara, dan dengan bahasa kita satu dan bersatu.
2.6. Persatuan dan Kesatuan Bangsa Persatuan dan kesatuan atau integrasi dapat diartikan sebagai proses penyatuan kelompok-kelompok yang berbeda secara sosial dan cultural ke dalam satu kesatuan yang bersifat teritori dengan perwujudan suatu identitas diri (nasional). Namun pengertian persatuan dan kesatuan menitik beratkan kepada masalah perilaku yaitu perilaku integrative. Perilaku integrative adalah manakala kemampuan anggotaanggota suatu masyarakat untuk mengorganisasikan diri mereka dalam usaha untuk menciptakan tujuan bersama (Greetz, 1973). Sebenarnya masalah integrasi atau integrasi nasional sudah merupakan pengalaman bangsa dengan pahit getirnya bahkan harus dilalui dengan lembaran hutan sejarah bangsa. Pengalaman bangsa dalam mewujudkan

180

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

integrasi nasional dapat dibagi ke dalam beberapa periode antara lain: periode 1908-1928, periode 1928-1945, periode 1945-1959, periode 1959-1985, dan periode 1985 sampai sekarang. Pada tanggal 28 Mei 1908 berdiri organisasi yang disebut Budi Utomo. Lama kelamaan organisasi yang bersifat netral itu bermuatan politik yakni mewujudkan persatuan dan kesatuan karena persamaan nasib. Tidak lama berdirilah Sarekat islam, PNI, dan di berbagai daerah berdiri yong Jawa, yong Batak, yong Selebes, yong Ambon, dan sebagainya. Pada tahun 1918 Hindia Belanda membuka sebuah lembaga kenegaraan yang disebut Volkstraad. Lembaga ini dimaksudkan sebagai lembaga yang memberi peluang kepada tokoh-tokoh masyarakat di dalamnya. Pada waktu menjelang Volkstraad terjadilah polemik tentang nasionalisme antara Cipto Mangunkusumo dengan Sutatmo Suryokusumo. Sutatmo berasumsi bahwa nasionalisme Jawa paling sesuai untuk dikembangkan oleh bangsa Hindia (Indonesia), sedangkan menurut Cipto, nasionalisme yang dikembangkan adalah nasionalisme Hindia yang bercirikan kemaritiman dan kemajemukan. Polemik tanpa ujung itu punya produk Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yaitu pengakuan satu tanah air, satu bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa nasional bahasaIndonesia. Pada periode 1928-1945 adalah tahap kesadaran persatuan dan kesatuan mencapai puncak tertinggi. Berbagai manifestasi dari persatuan dan kesatuan bangsa diketengahkan dan didemonstrasikan. Oleh karena itu, jiwa kebangsaan dan kenasionalan itu diwujudkan pada 31 Desember 1930 yaitu dengan terbentuknya Indonesia Muda yang merupakan wadah dari semua pergerakan di Nusantara.

Selanjutnya tahun 1938 terjadi polemik kebudayaan antara Sutan Takdir Ali Syahbana dengan Purbocaroko/Sanusi Pane antara konsep Barat dan konsep Timur. Pada masa penjajahan Jepang, proses pembentukan persatuan dan kesatuan berjalan terus dan titik klimaknya pada peristiwa Rengas Dengklok. Di pihak lain kita mengenal perjuangan BPUPKI dan PPKI. Di sinilah muncul istilah golongan tua dan golongan muda. Momentum integrasi juga terwujud adanya perubahan Piagam Jakarta atau yang terkenal perubahan 7 kata. Hal ini adalah pencerminan jiwa besar dan integrasi bangsa yang ditunjukkan oleh umat Islam. Pada periode 1945-1959 adalah momentum Proklamasi dan pertahanan kemerdekaan. Kita mengenal momentum Linggarjati, Renville, dan Room Royen. Kita mengenal konferensi Malino oleh Van Mook yang hasilnya adalah berdirinya negara boneka. Negara RI diserang dari berbagai penjuru. Iklim politik pada waktu itu tidak menunjang yaitu situasi ekonomi yang buruk dan tugas menyelesaikan UUD baru sebagai pengganti UUDS. Negara menghadapi disintegrasi. Maka dalam keadaan terpaksa Bung Karno mengumumkan Dekrit Presiden 5 Juli 1969 dan kembali ke UUD 1945. Inilah momentum bangsa Indonesia menemukan kembali jalan integrasi nasional. Pada periode 1959-1985, kita kenal dengan periode demokrasi terpimpin, berbagai partai politik mengembangkan ideologi sekulernya. Untuk mewujudkan rujuk nasional maka dibentuk NASAKOM dalam wadah Front Nasional. Konsep inilah yang menyebabkan disintegrasi nasional dan muncullah pemberontakan G30 S/PKI. Suatu momentum bersejarah yang

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

181

merupakan pondasi integrasi bangsa adalah diberlakukannya 5 Undangundang dalam bidang politik yang berasas dari pengembangan nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Dalam perkembangan asas sentralisasi akan bergeser kepada asas desentralisasi dan deskonsentrasi. Periode 1985 sampai sekarang adalah periode yang ditandai dengan era globalisasi yang berakar dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Asumsi dasar bangsa Indonesia memandang globalisasi harus dengan kedua belah mara, artinya mengambil yang positif dan membuang yang negatif. Maka perlu kewaspadaan nasional. Antara globalisasi, reformasi nasional, dan ketahanan nasional harus merupakan garis lurus. Pemahaman sebagai penunjang adalah Wawasan Nusantara yang merupakan perwujudan dalam suatu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya dan Hankam. Berkaitan dengan kondisi geografis maka komunikasi nasional harus dipelihara dengan baik, kesenjangan nasional harus teratasi, dan pengelolaan kondisi kemajemukan bangsa yang terhindar dari unsur saraisme. 3. Ikhtisar Dalam Pendidikan, keluarga memiliki peran yang amat besar dalam menjalankan fungsi sosialisasi bagi anggotanya. Keunggulan pendidikan multi kultur untuk membangun semangat kebersamaan mendapat dukungan yang kuat dari suasana hidup keluarga. Hal itu terjadi mengingat dalam keluarga sedikitnya berkembang tiga tipe dasar nilai-nilai, yang merupakan bahan baku bagi membangun hidup kebersamaan, yaitu: (1) nilai-nilai kepribadian (personal values), (2) nilai-nilai moral

(moral values), dan (3) nilai-nilai sosial (sosial values). Nilai hidup kebersamaan itu penting mengingat bangsa Indonesia hidup menyebar pada ribuan pulau. Gugusan pulau itu terangkai dalam satu gugusan yang memiliki corak identitas, pola tingkah laku, unsur-unsur budaya yang beragam berdasarkan daerah kebudayaan tertentu. Aneka ragam dan corak itu mencakup kebudayaan, adat istiadat, dan bahasan yang ada pada setiap daerah di Indonesia sekaligus mencerminkan pula aneka ragam suku bangsa. Mereka hidup dengan pola dan caranya sendiri-sendiri, sehingga dapat disaksikan dan dihayati sebagai suatu kesatuan yang padu dan harmonis. Keragaman tersebut harus dikembangkan secara dinamis untuk memupuk persatuan dan kesatuan bangsa, yaitu proses penyatuan kelompok-kelompok yang berbeda secara sosial dan cultural ke dalam satu kesatuan yang bersifat teritori dengan perwujudan suatu identitas diri (nasional). Persatuan dan kesatuan itu juga menitik beratkan kepada perilaku integrative, yaitu kemampuan anggotaanggota suatu masyarakat untuk mengorganisasikan diri mereka dalam usaha untuk menciptakan tujuan bersama.

182

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 13

BAB III BERMAIN


A. Latar Belakang nak pada usia sekolah dasar masih memerlukan waktu bermain yang cukup lama tetapi ironisnya para guru dan orang tua murid menuntut anak untuk secara total mengejar rangking dan skor tertinggi dalam prestasi akademiknya. Hal ini jika tidak disiasati dengan arif dan bijaksana justru akan menimbulkan masalah yang dilematis karena disatu sisi pendidikan bertujuan membentuk manusia seutuhnya yaitu manusia yang cerdas, sehat secara jasmani dan rohani serta sosial, namun sayangnya pada penerapannya kita hanya ingin mengarahkan anak untuk mengejar satu sisi atau sebagian kecil saja dari tujuan pendidikan tersebut. Oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus dapat meyakinkan para pengambil keputusan di lingkungan pendidikan dan juga para orang tua murid bahwa pendidikan jasmani dapat mengakomodasi sebagian besar apa yang ingin dicapai oleh sasaran pendidikan yaitu membentuk manusia yang cerdas sehat fisik, jiwa dan sosial. Dalam pembahasan ini penulis mencoba menyajikan beberapa permainan yang mengarahkan pola gerakan untuk meningkatkan fungsi kedua belahan otak anak. Guru harus memiliki pengetahuan dan dapat mempertanggung jawabkan materi pembelajaran yang diberikannya. Pembelajaran itu harus dapat menunjang proses tumbuh kembangnya inteligensi kognitif, inteligensi kinestetik serta

kecerdasan interpersonal dan intrapersonal siswa secara optimal. Dengan demikian para pengambil keputusan, orang tua murid tidak lagi memandang pendidikan jasmani sebagai hal yang menghambat keberhasilan akademik siswa di sekolah.
Arti dan Manfaat Bermain bagi Siswa SD Menurut Rebecca Isbell dalam bukunya The Complete Learning Center Book, Play is childrens work and children want to play. In play, children develop problem solving skills by trying different ways of doing things and determining the best approach. In play children use language to carryout their activities, expanding and refining their language as they talk with and listen to the other children. When playing, they learn about other people as they try out different roles and adjust to working togethers. Play nurtures childrens development in all areas: Intellectual, social/emotional and phsycical B.

Bermain adalah pekerjaan anakanak dan anak-anak sangat gemar bermain. Dalam bermain anak mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dengan mencoba berbagai cara dengan mengerjakan sesuatu dan memilih dan menentukan cara yang paling tepat. Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk membawakan aktivitasnya, memperluas dan menyaring bahasa mereka dengan berbicara dan mendengar anak lain. Ketika bermain, mereka belajar memahami orang lain dengan mencoba mensepakati komitmen yang mereka buat dari berbagai aturan dan menilai pekerjaan secara bersama-sama. Bermain mematangkan perkembangan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

183

anak-anak dalam semua area; intelektual, sosial/emosional dan fisik. Bermain bagi anak adalah apa yang mereka lakukan sepanjang hari, bermain adalah kehidupan dan kehidupan adalah bermain. Anak-anak tidak membedakan antara bermain, belajar, dan bekerja. Anak-anak adalah pemain alami, mereka menikmati bermain dan dapat berkonsentrasi dalam waktu yang lama untuk sebuah keterampilan. Bermain merupakan motivasi intrinsik bagi anak dan tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya. Dalam bermain anak mengembangkan mentalnya dan menumbuhkan kemampuannya untuk memecahkan masalah dalam hidupnya (perkembangan sosial) dan meningkatkan kebugaran komponen motoriknya. Tidak ada satu definisi yang dapat menjelaskan arti bermain yang sebenarnya (Mary Mayesky, 1990) Permainan anak-anak merupakan wadah dasar dan indikator perkembangan mental. Bermain memungkinkan anak-anak untuk memajukan perkembangannya seperti sensorimotor, intelegensi pada bayi, mulai dari operasional sampai operasional konkrit pada anak pra sekolah juga mengembangkan kognitif, fisik, dan perkembangan sosial emosional (George W Maxim, 1992).
1. Menurut beberapa tokoh lainnya, arti bermain adalah: a. Claparade aktivitas bermain adalah suatu upaya anak untuk mencari kepuasan, melarikan diri ke alam fantasi dengan melepaskan segala keinginannya yang tidak dapat tersalurkan, seperti : keinginan

b.

c.

d.

untuk menjadi Presiden, Raja, atau Permaisuri dan lain-lain. Plato, Aristoteles dan Frobel: Mereka menganggap bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Hurlock, Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan Herbert Spencer. Bermain bagi anak adalah upaya menyalurkan energi yang berlebihan dan dapat menghindari hal-hal negatif yang diakibatkan dari tenaga yang berlebihan, salah-satu contoh akibat dari kelebihan tenaga ini adalah timbulnya perkelahian antar pelajar.

2.

Manfaat Bermain Bagi Anak Bermain bagi anak, selain merupakan alat belajar juga merupakan kebutuhan bagi setiap anak. diperlukan waktu yang cukup banyak untuk bermain bagi anak terutama pada saat di usia SD, menurut Laurence Tecik diperlukan 4-5 jam perhari bagi anak untuk bermain, pada saat bermain anak dapat memenuhi kebutuhan geraknya. Penelitian oleh Kemper di negeri Belanda dengan memasangkan alat pedometer (alat pengukur langkah, skor 1 (satu) setara dengan satu langkah) anak yang aktif melakukan 102.000 langkah/minggu, maka rerata memerlukan aktivitas fisik per hari adalah 102.000 : 7 = 14.000 per hari atau setara dengan 3,5 jam, jika 2 x 45 menit menunjukkan skor 4000 langkah (Ateng. A, 2003)

184

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kebutuhan 3,5 jam tersebut tidak mungkin dipenuhi pada jam pelajaran di sekolah. Oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus dapat memenuhi kebutuhan gerak anak didiknya dengan berbagai alternatif permainan yang dapat dimainkan siswa saat jam istirahat atau di rumah, karena anak tidak merasa betah bila duduk seharian di ruang kelas, mereka butuh bergerak dan bermain yang lebih banyak dan merasa gembira ketika menyongsong jam istirahat karena memiliki kesempatan untuk bermain sambil melepaskan kepenatan dan memulihkan kondisinya. Sedangkan menurut Claparade bermain bukan hanya memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan organ tubuh anak yang disebabkan aktif bergerak tetapi bermain juga berfungsi sebagai proses sublimasi artinya suatu pelarian dari perasaan tertekan yang berlebihan menuju hal-hal yang positif, melalui sublimasi anak akan menuju ke arah yang lebih mulia, lebih indah dan lebih kreatif. Adapun manfaat lain dari bermain bagi anak adalah: a. Anak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri, baik perkembangan fisik (melatih keterampilan motorik kasar dan motorik halus), perkembangan psiko sosial (melatih pemenuhan kebutuhan emosi), serta perkembangan kognitif (melatih kecerdasan) b. Bermain merupakan sarana bagi anak untuk bersosialisasi c. Bermain bagi anak-anak adalah untuk melepaskan diri dari ketegangan d. Bermain merupakan dasar bagi pertumbuhan mentalnya e. Melalui bermain anak-anak dapat mengeluarkan energi yang ada

f.

g.

h.

i. j. k.

dalam dirinya ke dalam aktivitas yang menyenangkan Melalui bermain anak-anak dapat mengembangkan imajinasinya seluas mungkin. Mereka bisa menjadi raja/ratu, dapat menjadi hewan, menerbangkan pesawat ataupun membangun gedung yang megah Melalui bermain anak-anak dapat berpetualang menjelajah lingkungan dan menemukan hal-hal baru dalam kehidupannya Melalui bermain anak dapat belajar bekerja sama, mengerti peraturan, saling berbagi dan belajar menolong diri sendiri dan orang lain serta menghargai waktu Bermain juga merupakan sarana mengembangkan kreativitas anak Bermain dapat mengembangkan keterampilan olah raga dan menari Melatih konsentrasi atau pemusatan perhatian pada tugas tertentu

Sebagai renungan bagi guru pendidikan jasmani di SD, apakah jumlah jam yang tersedia di Sekolah telah memenuhi standar minimal kebutuhan gerak yang diperlukan oleh siswa, jawabannya tentu tidak, oleh sebab itu guru harus memberikan iklim pembelajaran pendidikan jasmani secara lebih kondusif, menarik dan menggembirakan yang pada gilirannya siswa akan merasa ingin mengulangi apa yang diperoleh di sekolah untuk kembali dicoba pada teman-teman di lingkungan rumahnya. Dengan demikian kekurangan jam pelajaran di sekolah akan dikompensasikan pada kegiatan di luar jam pelajaran.
C. Karakteristik Bermain George W Maxim, 1992, mengemukakan lima karakteristik yang

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

185

dapat di identifikasi dalam bermain yaitu: 1. Motivasi intrinsik, aktivitas bertujuan untuk kesenangan dan motivasi datang dari dalam diri anak 2. Penekanan pada proses bukan hasil 3. Perilaku nonliteral, anak-anak menggunakan kekuatan yang luar biasa untuk berpura-pura selama bermain 4. Kebebasan 5. Kesenangan Sedangkan karakteristik bermain yang dikemukakan oleh Mary Mayesky , antara lain: 1. Bagian alami dalam kehidupan anak, orang dewasa tidak dapat mengemukakan bagaimana anak bermain. 2. Langsung pada diri sendiri 3. Aktivitas kreatif, bukan hasilnya 4. Aktivitas total 5. Sesuatu yang sensitif bagi anak. Beberapa ragam permainan berikut ini dapat membangun tingkat kebugaran dan kecerdasan siswa, seperti berikut:
Permainan Melompat Kuda-kuda Permainan ini sangat sederhana dan menarik serta dapat mendorong pemenuhan kebutuhan gerak anak dan tidak memerlukan alat dan lapangan yang luas serta dapat dimainkan oleh seluruh kelompok umur. Permainan ini dapat memberikan pengaruh pada kemampuan daya ledak otot anak untuk berlari dan melompat ke atas punggung rekannya, mempertahankan keseimbangan untuk tidak jatuh saat mendarat dan menunggu pelaksanaan sut, suten atau hom-pim-pah, memupuk kerjasama dan kepemimpinan anak, pada permainan ini guru juga berkesempatan untuk melatih kemampuan anak dalam

menghitung skor yang diperoleh kelompoknya di papan skor. Permainan ini sangat sering penulis mainkan saat kecil meskipun melelahkan tetapi sangat menyenangkan, oleh sebab itu penulis menganjurkan guru memanfaatkan kembali permainan ini untuk mempersiapkam kemampuan dasar anak dalam atletik dan senam. Untuk lebih jelasnya permainan ini lihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9

Cara Bermain 1. Siswa membagi diri menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok beranggotakan minimal 6 orang; 2. Masing-masing kelompok menunjuk ketua regu yang memimpinnya; 3. Sebelum permainan melompat kuda dimulai pimpinan setiap pasangan melakukan sut, suten atau hom-pimpah dengan menggunakan jari-jari tangannya. Di Jawa ibu jari melambangkan gajah menang dari manusia; jari telunjuk melambangkan manusia menang dari semut; dan kelingking melambangkan semut menang dari gajah; 4. Pemenang sut melakukan lompatan seluruhnya sedangkan yang kalah sebagai kuda, dengan posisi pimpinan berada pada posisi bersandar ke dinding; 5. Pimpinan regu tetap mengambil posisi untuk melakukan sut, suten atau hom-pim-pah;

186

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

6. Pelompat tetap keluar sebagai pemenangnya jika seluruh anggotanya berhasil melompat diatas punggung kuda dan memenangkan sut, suten atau hom-pim-pah; 7. Jika pelompat ada yang jatuh atau kalah dalam sut maka perannya akan berganti sebagai kuda; 8. Poin dua untuk yang berhasil melompat dan memenangkan sut dan poin satu untuk yang jatuh atau kalah shut.
Permainan Hijau dan hitam Permainan ini juga baik untuk meningkatkan daya reaksi anak dan dapat dimainkan secara berkelompok dan tidak memerlukan alat dan lapangan yang luas. Permainan ini bertujuan untuk meningkatkan daya reaksi dan kecepatan gerak anak serta daya tahannya. Permainan ini dapat dipergunakan sebagai pemanasan dalam pembelajaran atletik atau permainan dengan bola.

kelompok berada diantara kedua kelompok 5. Jika pemanggil menyebut salah satu nama (hitam atau hijau) maka nama yang disebut harus lari ke daerah aman di depannya dan kelompok yang lain berperan sebagai pengejar. 6. Jika kelompok pengejar berhasil menangkap kelompok yang lari maka hukumannya adalah kelompok pengejar menggendong kelompok pelari, selanjutnya; 7. Permainan ini dapat diulangi kembali dengan mulai dari langkah awal dan berganti nama menjadi tikus dan kucing atau kancil dan harimau dan lain-lain.
Permainan lari bolak balik Permainan ini dimodifikasi dari lari bolak-balik dalam tes kebugaran fisik siswa SD dengan menambahkan pemberian tugas pada papan tulis dengan kapur sebagai pengganti tongkat yang digunakan anak untuk mengembangkan kemampuan menulis, berhitung atau menggambar dapat dimainkan secara beregu atau perorangan. Guru dapat mengembangkan permainan ini berdasarkan kemampuan fisik dan psikis siswanya. Permainan ini dapat memenuhi kebutuhan gerak dan kemampuan akademik anak jika guru dapat menatanya dengan baik dan disesuaikan dengan kemampuan motorik dan tingkat inteligensi anak. Permainan lari bolak-balik ini dapat diselingi tugas-tugas berhitung yang harus diselesaikan pada papan tulis dengan memberikan pembatasan waktu penyelesaiannya, menggunakan stop watch, guru juga dapat memilih tugastugas akademik lainnya. Contoh permainan pada gambar berikut:

Gambar 3.10

Cara Bermain 1. Siswa membagi diri menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok beranggotakan 5-10 orang; 2. Tersedia lapangan berukuran 10-15 meter persegi 3. Masing-masing kelompok memilih hitam atau hijau sebagai namanya 4. Setiap kelompok berdiri saling membelakangi dan guru atau rekan siswa sebagai pemanggil nama

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

187

10. Guru dapat memberi hukuman bagi regu yang kalah untuk berlari keliling lapangan sedangkan regu pemenang bernyanyi bersama.
Permainan Membentuk Pola Sangat jarang ditemukan para guru pedidikan jasmani berani mengembangkan materi penjas di luar materi yang terdapat dalam kurikulum, meskipun pada dasarnya materi yang disajikan sebenarnya secara tidak langsung sangat memperkuat apa yang diinginkan kurikulum terutama pada KBK (kurikulum berbasis kompetensi). Sebagai contoh materi pembentukan pola pyramid dan polapola lain yang dikembangkan seperti segitiga, meja, dan segi empat yang dilakukan secara beregu dan perorangan. Materi tersebut dapat meningkatkan kemampuan kerjasama, kreativitas dan kebugaran fisik anak terutama pada kekuatan, kelentukan ototnya serta memberikan tantangan bagi siswa untuk mengalahkan ketidak berdayaannya dan semangat untuk menampilkan yang terbaik bagi kelompoknya. Beberapa contoh pembentukan pola berikut ini diharapkan memberikan inspirasi bagi guru pendidikan jasmani dalam mengembangkan materi pembelajaran yang lebih bervariasi. Beberapa contoh permainan dengan membentuk pola disajikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.11

Cara bermain anak membagi 1. Masing-masing menjadi dua kelompok 2. Masing-masing kelompok berada pada daerah berukuran 10-20 meter persegi kelompok 3. Masing-masing menempati sudut star dan berbaris berbanjar 4. Regu bergerak secara bersamaan untuk menyelesaikan tugas pelajaran yang telah disediakan pada papan tulis. 5. Tugas pelajaran dibuat oleh guru bisa bahasa, berhitung atau menggambar dan haruslah dengan beban yang seimbang 6. Murid yang terdepan menyelesaikan satu tugas tidak boleh lebih dari sepuluh detik guru dapat menggunakan stop watch atau jam tangannya, selanjutnya; 7. Siswa kembali berlari ke tempat asalnya dengan mengambil posisi paling belakang barisan dan perannya diteruskan oleh rekan yang di belakang barisan asalnya; 8. Begitu seterusnya sampai tugastugas tersebut dapat diselesaikan oleh kelompoknya yang paling cepat 9. Regu menyelesaikan tugasnya dan paling banyak benarnya keluar sebagai pemenang

Gambar 3.12a

Gambar 3.12b

188

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Gambar 3.12 c

Gambar 3.12 d

Gambar 3.12e

Cara bermain 1. Sejumlah siswa dibagi dalam beberapa kelompok 2. Setiap kelompok terdiri dari 5-8 orang menginstruksikan setiap 3. Guru kelompok membuat pola 4. Pola yang dipilih bentuk pyramid, segitiga, segi empat 5. Guru dapat memilih pola yang lain sesuai kemampuan siswa 6. Kelompok yang paling cepat dan lebih lama bertahan dalam polanya sebagai pemenang 7. Lakukan ulangan pembentukan pola dengan posisi murid yang berbeda pada kelompoknya.
Permainan Tebak Kata Permainan ini diperagakan dengan gerakan (pantomim tebak-kata) permainan ini memberikan peluang bagi guru untuk mengajarkan konsep kepada siswa lewat ilustrasi fisik (jasmani)

maupun dengan mempatomimkan konsep atau istilah mata pelajaran tertentu, kegiatan ini sangat menantang kemampuan siswa dalam menafsirkan atau menerjemahkan informasi dari sistem linguistik atau simbol logis menjadi sepenuhnya kinestetis-jasmani. Permainan ini juga memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan diri lewat peragaan fisik, anak yang lemah dalam kemampuan linguistik atau matematis dapat dibantu memahami suatu konsep melalui aktivitas dan keterampilan fisik dengan pantomim. Gerakangerakan yang diperagakan juga dapat meniru gerakan binatang atau hewan untuk memperkenalkan kekayaan fauna di wilayah mereka. Disamping bermain siswa juga dapat mengasah keterampilan olah tubuh, kelentukan seluruh bagian tubuh dan kemampuan dalam mengekspresikan suatu lewat bahasa tubuhnya, ini akan baik bagi siswa yang tidak mampu mengungkapkan sesuatu lewat bahasa verbal. Beberapa konsep yang dapat diberikan dengan strategi permainan pantomim ini, meliputi : konsep bilangan bulat, pecahan, dan keanekaragaman hayati serta ombak Tsunami. ( Gambar Pantomim)

Gambar 3.13.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

189

Permainan Melintasi Rintangan Permainan ini meskipun sering dimainkan dalam kegiatan-kegiatan rekreasi pada kelompok-kelompok karyawan dan keluarga, tetapi sangat jarang para guru penjas mengadopsi permainan ini. Permainan ini menggunakan suatu rintangan, rintangan dapat berupa galah, tali, dan karet atau apa saja yang dapat merintangi siswa untuk melewati suatu deerah. Lintasan ini harus dilewati dengan cara melentukan badan kebelakang dengan posisi kepala ke atas dan siswa harus berjalan ke arah depan tanpa menyentuh rintangan yang dibuat. Permainan ini sangat baik dalam meningkatkan kelentukan dan juga kesadaran terhadap posisi tubuh saat bergerak (kinestetik) dan memfungsikan saraf keseimbangan., melalui permainan ini siswa dilatih untuk tetap menjaga kesadaran meskipun mereka bergerak tanpa melihat suatu arah yang dituju, tetapi tetap yakin dan memliki kesadaran untuk dapat melewati hambatan tanpa menyentuh tiang dengan kepalanya, dan tidak perlu takut jatuh, oleh sebab itu guru harus memberikan permainan ini pada tempat yang aman (lapangan pasir, rumput atau karpet). Permainan ini juga dapat menstimuli kedua bagian otak, yaitu otak bagian berpikir dan bagian otak emosional, dan juga membantu kedua bagian otak untuk bekerja bersama-sama. Permainan ini sangat mengasikkan siswa meskipun pada awalnya mereka kesulitan melakukannya, tetapi jika guru dapat memotivasi dan memberikan rasa aman serta menggiring siswa untuk berpikir positif terhadap apa yang dilakukannya, maka permainan ini akan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa

baik pada aspek fisik maupun pada kecerdasannya. Untuk lebih jelasnya permainan tersebut tertera pada gambar berikut.

Gambar 3.14

Menstimulasi Fungsi Otak Otak manusia relatif kecil dibandingkan dengan organ tubuh lainnya, tetapi kemampuannya dalam menyimpan, mengolah dan menganalisis suatu data sangat luar biasa melebihi kecanggihan teknologi komputer. Oleh sebab itu perlu memelihara kesehatan dan kebugaran otak Anda dengan cara seperti berikut : 1. Konsumsi makanan yang seimbang dan kualitas gizi baik. Hindari kegemukan karena dapat mengakibatkan timbulnya penyakit seperti diabetes, hipertensi dan penyakit jantung; 2. Hindari minum alkohol dan konsumsi narkotika karena dapat merusak otak; 3. Berolahragalah secara teratur, terukur dan cukup, minimal lakukan jalan kaki selama 30 menit. Usahakan senam otak dan latihan pernafasan; daerah-daerah yang 4. Jauhilah tingkat polutannya tinggi karena kadar karbonmonoksida yang terkandung dalam asap mobil dapat meracuni otak; 5. Selalu mengasah otak dengan permainan-permainan yang menarik misalnya dengan main
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

D.

190

catur, bridge, mengisi teka-teki silang. Dan hindari stress dengan baik melalui meditasi, rileksasi dan kualitas beribadah terus ditingkatkan. Disamping pemeliharaan kebugaran fungsi otak seperti langkahlangkah di atas ditujukan untuk mencegah penurunan fungsi otak, secara fisiologis tindakan tersebut diharapkan dapat memelihara kemampuan daya ingat (memori) dan inteligensi dasar (fluid intelligence), fungsi ini berada pada otak bagian kanan. Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan otak kanan lebih cepat menurun dibandingkan dengan otak kiri. Hal ini karena kita selalu menggunakan otak bagian kiri. Oleh sebab itu stimulasi pada otak hendaknya dilakukan pada otak bagian kiri maupun bagian kanan. Jangan biarkan otak menjadi pasif, lakukan rangsangan baik pada otak kanan maupun otak kiri. Caranya beragam untuk meningkatkan optimalisasi fungsi otak dengan cara berlatih senam otak minimal 20 menit setelah bangun tidur pada pagi hari. Lakukan permainan yang melatih konsentrasi, perhatian, dan orientasi serta imajinasi seperti puzzle dan menekuni hal-hal yang berkaitan dengan seni, olahraga, dan musik serta spiritual. Fungsi otak juga dapat menurun karena beberapa penyakit seperti : alzheimer, gangguan pembuluh darah di otak, infeksi otak yang biasanya didahului oleh penyakit sifilis, aids, tumor otak dan parkinson. Dalam uraian bab ini kita akan mencoba meningkatkan fungsi dua belahan otak tersebut dengan cara menstimulasi otak kiri dan kanan melalui beberapa gerakan yang mengacu pada konsep gerakan Brain Gym diantaranya adalah :

1.

Gerakan Pompa Otot Betis Gerakan ini ditujukan untuk mengembalikan panjang alamiah dari tendon pada kaki dan tungkai bawah, secara alamiah jika seorang menghadapi rasa takut tendon akan memendek untuk mempersiapkan diri melakukan lari. Latihan yang dilakukan adalah dengan memperpanjang otot paha (hamstring) dengan cara meluruskan kaki depan dan pindahkan beban ke kaki belakang. Gerakan ini juga diharapkan akan mengoptimalkan pompa vena (venous return), sehingga darah yang dapat dipompakan kembali ke jantung dapat maksimal dengan demikian darah yang kembali ke jantung akan dibersihkan dengan cara membuang karbonmonoksida dan mengisinya kembali dengan oksigen dan zat-zat makanan sebagai energi yang baru untuk didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh terutama pada otak. Variasi gerakan pompa otot yang dapat diajarkan dengan para siswa untuk lebih memperpanjang tendo betis dapat menggunakan anak tangga dengan cara menurunkan tumit dari pinggiran anak tangga atau dapat pula dengan menggunakan balol-balok kayu. Tujuan latihan ini adalah untuk meningkatkan integrasi antara otak belakang dengan otak depan, kemampuan bicara ekspresif, sedangkan dalam hal akademik latihan ini dapat meningkatkan pemahaman saat mendengar, membaca, dan kemampuan menulis dengan kreatif serta menyelesaikan suatu tugas dengan tuntas (Dennison, E.P., 2003). Salah-satu contoh gerakan pompa otot tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

191

Gerakan 3.14.

2.

Gerakan Menyilang Gerakan ini diarahkan untuk menstimulasi fungsi otak kanan dan otak kiri, otak bagian kanan mengaktifkan mata, telinga, dan tangan kiri. Sebaliknya, otak bagian kiri mengaktifkan mata, telinga, dan tangan kanan. Menggerakkan anggota badan sebelah kiri akan menstimuli fungsi otak kanan dan melakukan gerakan pada anggota badan bagian kanan akan meningkatkan kemampuan otak bagian kiri, disamping itu gerakan ini juga akan mengaktifkan kedua belahan otak, meningkatkan koordinasi kiri-kanan dan memberikan keseimbangan emosi serta kegembiraan. Iringilah dengan musik berjenis ritme yang menyenangkan. Sebagai selingan setelah gerakan silang, lakukan gerakan satu sisi dengan berhitung atau soal matematika (tanpa musik), misalnya : 1, 2, 3, 4 dan 5 atau

2 ayam + 3 ayam = 5 ayam. Kemudian akhiri kembali dengan gerakan silang. Gerakan silang juga dapat divariasikan dalam banyak bentuk, yang penting guru pendidikan jasmani memiliki pemahaman terhadap tindak pembelajaran yang sedang berlangsung dengan demikian secara sadar bahwa memberikan gerakan silang akan membantu mengoptimalkan kinerja kedua belahan otak, kemampuan menyeberangi garis tengah penglihatan, pendengaran, kinestetik. Gerakan ini juga dapat meningkatkan kebersamaan penglihatan kedua mata (binokular). Gerakan silang dapat divariasikan dengan cara sambil duduk, dengan mata tertutup atau gerakan renang di udara dengan arah silang dan dapat diiringi dengan musik, dengan musik anak akan lebih bersemangat melakukan seluruh rangkaian gerakan dan musik juga dapat memberikan efek terhadap pengembangan kreativitas, kesehatan dan pembelajaran (Campbell, 2002) Pembelajaran penjas seharusnya disadari oleh guru bukan semata-mata hanya mengembangkan fungsi motorik otot rangka saja, tetapi juga bagian organ penting lainnya. Dengan pemahaman pada materi dasar fisiologi otak dan anatomi otak serta didukung oleh kemampuan metodologi pembelajaran yang memadai diharapkan profesi guru penjas semakin berkualitas. Hal-hal tersebut di atas hanya bisa dicapai apabila para guru senantiasa memiliki semangat untuk terus meningkatkan keterampilan dan ipteknya.

192

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Gambar 3.15.

3.

Gerakan Angka Delapan Pola angka delapan untuk merespon corpus callopsum yang berfungsi sebagai jembatan yang menyeberangi otak bagian kiri dan kanan. Angka delapan tidur banyak dipakai pada anak-anak yang menghadapi kesulitan dalam belajar, dengan mengikuti gerakan angka delapan tidur ini memungkinkan terjadinya proses penyeberangan informasi dari satu sisi otak ke otak lainnya. Gerakkan angka delapan dilakukan dalam posisi berdiri kaki terbuka selebar bahu, letakkan telinga pada bahu dengan tangan direntangkan ke depan. Buatlah tangan seolah-olah berfungsi sebagai belalai. Ikutilah dengan mata angka 8 (delapan) tidur yang dibayangkan berada pada sisi depan. Gerakan diusahakan berporos pada pinggul Gerakan juga dapat dilakukan dengan sebuah bola yang dimainkan dengan tangan melewati kedua kaki membentuk angka 8 (delapan). Adapun manfaat melakukan gerakan ini adalah untuk mengendurkan otot tengkuk, mengintegrasikan indera pendengaran, penglihatan, gerakan

seluruh tubuh, dan meningkatkan kemampuan mengingat, serta kemampuan berbicara. Musik pengiring dalam latihan ini dapat membantu fungsi corpus callosum. Studi-studi selama ini telah menemukan adanya hubungan antara musik dengan pertumbuhan dan perkembangan corpus callosum yaitu dengan lebih tebalnya bagian tersebut pada musikus dibandingkan dengan yang bukan musikus, dan para musikus juga memiliki Platum temporale, yang terletak di lobus temporalis korteks yang lebih menonjol. Wilayah otak ini tampaknya berkaitan dengan pemprosesan bahasa dan barangkali juga mengkategorisasi bunyi-bunyian, menunjukkan adanya hubungan persepsi antara bahasa dan musik.. Pada tahun 1996, pendidikpendidik melaporkan bahwa sekitar umur 11(sebelas) tahun, sirkuit-sirkuit neuron yang berfungsi menguasai pembedaan persepsi dan pancaindera mengalami perubahan. Anak-nak yang tidak memperoleh musik dalam pendidikannya kemungkinan tidak dapat mengembangkan aspek tersebut (Campbell. D., 2002). Hal ini meneguhkan gagasan bahwa alunan suara musik termasuk lantunan suara membaca kitab suci Alquran dapat memperluas jalur-jalur saraf yang telah ada dan merangsang berkembangnya kreativitas.

Gambar 3. 16.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

193

E.

Meningkatkan Kecerdasan Dengan Bermain Dengan permainan tersebut akan dibangun kebugaran jasmani siswa dan efek domino yang diharapkan dari kombinasi model permainan tersebut akan memberikan manfaat pada beberapa sistem kerja tubuh seperti: 1. sistem saraf ; 2. sistem hormonal, dan 3. sistem kardiorespirasi.

1. Sistem saraf Melalui bermain akan terjadi peningkatan pada sistem saraf dengan bertambah banyaknya jumlah cabang-cabang dari juluran sel-sel saraf dan sinapsis-sinapsisnya, jika diberikan cukup rangsanganrangsangan berupa informasi pembelajaran berupa gerakan, belajar mengingat, menghitung, belajar melihat dan mendengar serta merasakan. Rangsangan-rangsangan itu akan menambah pengalaman sensori-motorik anak. Seluruh proses belajar tersebut akan selalu merangsang pusat-pusat otak (brain learning stimulation), selanjutnya seluruh rangkaian pembelajaran tersebut terprogram dengan baik pada otak dan akan lebih berkesan pada daya ingat (memori), serta lebih resisten jika gerakan tersebut selalu diulang-ulang dan secara terus-menerus gerakannya di variasikan dan dimodifikasi pola geraknya, arah gerakan, dan ketepatannya, atau penempatan gerak dengan ruang yang tersedia. Ketika melakukan gerakan sudah tentu banyak manfaat lain yang akan diperoleh, misalnya saat melakukan gerakan pada bagian tubuh sebelah kiri, kita telah merangsang fungsi otak kanan, sebaliknya jika

menggerakkan bagian kanan tubuh rangsangan terjadi pada otak sebelah kiri. Gerakan-gerakan tersebut juga dapat meningkatkan kerjasama kedua belahan otak dan memperkuat hubungan antar kedua belahan otak tersebut. Latihan fisik tersebut memberikan satu cara dalam pengasupan suatu informasi untuk diprogram ke dalam otak. Ide besar yang lahir dari seorang ilmuwan yang bernama Einstein tentang salahsatu temuannya bahwa alam semesta kita berbentuk lenkung dan memiliki batas diperoleh dari kemampuan belahan otak kiri dan kanan dalam menggabungkan antara berpikir akan angka, kata, urutan, logika dan analisis melalui imajinasi dan kesadaran ruangnya serta kemampuan melihat sesuatu secara keseluruhan.
2. Sistem Hormonal Pembelajaran penjas yang bernuansa bermain di sekolah dasar harus dikemas dengan berbagai aktivitas fisik dalam bentuk permainan dan exercise yang dapat menimbulkan berkembangnya imajinasi dan perasaan senang bagi pelakunya, perasaan senang dan gembira tersebut jika ditinjau dari aspek fisiologis adalah berkaitan dengan sistem hormon (endogenous opioids), perasaan gembira yang timbul saat selesai melakukan olahraga menurut suatu laporan penelitian ternyata disebabkan oleh peningkatan kadar hormon endorpin dan norepinephrine di dalam darah yang memberikan pengaruh seperti morfin namun tidak berbahaya bagi tubuh (Mirkin, 1982., Kuntaraf. J., 1992), karena efek ketagihannya

194

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

hanyalah pada keinginan untuk kembali mengulangi aktivitas fisik dan perasaan gembira juga akan membantu kesehatan mental dengan berkurangya perasaan depresi. Pengulangan aktivitas dalam frekuensi yang cukup akan berimplikasi pada peningkatan kebugaran sistem saraf, otot, sistem perdaran darah, jantung dan sistem pernafasan.
3. Sistem Kardiorespirasi Dengan aktivitas olahraga atau gerak badan juga akan diperoleh kekuatan otot-otot dan selama aktivitas berlangsung otot akan mengalami kontraksi dengan cara mengembang (vasodilatasi) dan mengempis (vasokonstriksi), dengan cara demikian otot akan berperan sebagai jantung kedua karena berfungsi membantu memompakan darah balik menuju ke jantung dengan baik. Otot yang baik membantu efisiensi kerja jantung jantung, otot yang selalu bergerak akan mengalami hipertrofi, artinya ukuran otot akan membesar dengan bertambahnya jumlah serat, pembuluh kapiler bertambah banyak, dengan demikian membantu suplai darah dengan lebih optimal, sedangkan otot yang lemah akan membebani kerja memaksa jantung untuk bekerja lebih keras, jantung yang bekerja terlalu keras akan mudah mengalami kelelahan. Otot yang lemah juga mudah mengalami cidera. Dengan olahraga, jumlah darah yang dipompakan ke seluruh jaringan tubuh akan meningkat yang diikuti oleh peningkatan pada denyut nadi permenit, akibatnya akan terjadi

peningkatan pada curah jantung. Kenaikan curah jantung dapat mencapai 35 liter/menit dan sebanding dengan jumlah pemakaian oksigen, terdapat hubungan linier antara kenaikan denyut jantung dengan penambahan pengambilan oksigen dan peningkatan beban pelatihan. Peningkatan terjadi pada saat jantung menguncup (sistole) dan mengembang (diastole), (Froelicher, 1993). Selama berolahraga kecepatan aliran darah juga bertambah, kecepatan aliran darah sangat berpengaruh pada kecepatan zat-zat yang akan dikirim dan dibuang. Darah merupakan medium yang sangat banyak mengandung oksigen, karbondioksida, glukosa, dan asam amino, serta asam lemak serta ion hidrogen dan hormon-hormon (Ketchum, 1999). Pengaruh positif yang diberikan oleh aktivitas olahraga tersebut dapat menunjang peningkatan kebugaran fisik, dengan demikian memberi bekal bagi anak untuk senantiasa siap menerima beban fisik maupun psikis selama menyelesaikan tugas-tugas akademiknya. Kebugaran jasmani secara langsung juga memberikan pengaruh positif terhadap kesiapan awal (prakondisi) pada aspek psikologis (minat, tingkat kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif) (Abin, 1998). Hal-hal yang berkaitan dengan kebugaran fisik dan kecerdasan tersebut diperkuat oleh pendapat Jin Jichum (2000) bahwa kecerdasan didukung oleh sistem saraf yang baik dan dalam bentuk paling sempurna adalah pada organ otak, yang berhubungan erat dan berperan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

195

sebagai pengendali pada pergerakan otot, sistem kerja jantung, peredaran darah dan pencernaan serta pernafasan (cardiorespiratori). Seluruh kebutuhan energi, terurtama pada otak harus didukung oleh kinerja sistem-sistem kerja organ jantung, pembuluh darah, pencernaan dan pernafasan. Performa optimal dari kerja sistem peredaran darah dan pernafasan tersebut akan berpengaruh terhadap banyaknya jumlah zat-zat makanan dan oksigen sebagai sumber energi yang disuplai keseluruhan jaringan tubuh terutama otak untuk beraktivitas. Manifestasi dari kebugaran jasmani yang prima akan terlihat pada semakin tinggi dan konsistennya distribusi energi yang dapat dialirkan ke otak, dan jaringan tubuh lainnya, ini hanya dapat dilakukan oleh jantung yang kuat, jantung yang kuat akan bekerja secara lebih efisien dengan berdenyut lebih sedikit tetapi s dapat memompa darah dalam jumlah yang sangat optimal pada setiap denyutnya, dan ini hanya mungkin dimiliki oleh anak-anak yang aktif secara fisik. dengan kebugaran yang prima. oleh sebab itu permaian yang dirancang harus memenuhi kebutuhan gerak, minat anak sehingga dapat mencapai tingkat kebugaran dan kecerdasannya.
F. Rangkuman Bermain merupakan bagian dari dunia anak yang harus dikelola secara terarah, terukur dan cukup. Penataan dan pengelolaannya harus diarahkan bagi kepentingan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tersebut, oleh sebab itu para guru pendidikan jasmani

harus dapat mengidentifikasi karakter permainan yang sedang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung apakah permainan tersebut dominan mengutamakan aspek kelincahan atau kekuatan dan kecepatan saja atau mungkin permainan tersebut bersifat meningkatkan daya juang saja. Dengan memahami karakter permainan tersebut para guru dapat mengkombinasikan dan memvariasikan hal-hal yang kurang pada satu jenis permainan dengan memasukkan unsurunsur pelengkap lainnya, misalnya perlu memasukkan unsur daya tahannya atau penting menambahkan unsur kerjasama dan mungkin pula perlu mengarahkan permainan untuk proses pemulihan dan terapi. Permainan yang baik harus dapat memenuhi kebutuhan gerak anak, meningkatkan kebugarannya, dan meningkatkan kecerdasan melalui gerakan senam otak seperti gerakan silang, angka delapan dan pompa betis. Pembelajaran penjas juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sosialisasinya, oleh sebab itu guru harus tetap peduli terhadap peningkatan kemampuan mengajarnya, dengan demikian guru dapat terus berupaya agar lebih berkreasi dan berimprovisasi dalam menata, memodifikasi pembelajaran untuk melahirkan siswa yang unggul dan berkepribadian luhur sehat jasmani dan rohani serta sosial. Modifikasi permainan dalam suatu pembelajaran dapat membantu mengembangkan keterampilan anak lebih cepat dan efektif dibandingkan dengan menggunakan acuan-acuan yang standar, modifikasi pada peralatan dan peraturan dalam bermain juga dapat menumbuhkan kegembiraan dan kesenangan anak selama bermain dan memperkecil terjadinya cidera.

196

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Modifikasi yang dapat dilakukan meliputi : ukuran berat dan bentuk peralatan yang digunakan, lapangan permainan, dan waktu permainan, serta jumlah atau banyaknya pemain (Aussie, 1996).
DAFTAR PUSTAKA

Mayesky, Mary, 1990. Creative Activities for Young Children, New York: Delmar Publisher.

Abin syamsudin Makmun, 1998. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya. Ateng, A, 2003. Kurikulum Pendidikan Jasmani. ed. Elias soewatini dalam Perkembangan Olahraga Terkini. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Aussie, 1996. Modified Sport A Quality Junior Sport Approach. Belconen ACT; Australian Sport Commision. Campbell.D., 2002. Efek Mozart, Mempertahankan Kekuatan Musik untuk Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas, dan Menyehatkan Tubuh. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Dennison E.P., dan Dennison E.G., 2003. Brain Gym. Jakarta : PT. Grasindo. George, W. Maxim, 1992. The Very Young, Guiding Children from Infancy Through the Early Years, New York: Macmillan Publishing Co. Jin Jichum, 2000. Facing The 21st Century and Bringing up HighQuality Sport Talented Personel. Beijing : Third Asia- Pasifik Congres of Sport and Physical Education University President. Rebecca Isbell, 1995.The Complete Learning Center Book. Beltsville: Gryphon House, , p. 17

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

197

Bacaan 14

BAB IV MEMBANGUN KEBUGARAN DENGAN BERMAIN


A. Latar Belakang arena anak- anak adalah makhluk yang unik dan tidak dapat dipandang sebagai manusia dewasa yang berukuran kecil, maka para pendidik haruslah memiliki pemahaman terhadap kebutuhan peserta didiknya dengan lebih akurat. Sebagai seorang guru yang selalu harus meningkatkan kemampuan profesionalisme sudah selayaknyalah guru harus berusaha untuk meningkatkan penguasaan materi pembelajarannya dengan beberapa strategi dan alternatif dari ragam pendekatan yang dapat memberikan pelayanan terhadap kebutuhan gerak siswanya. Namun demikian para guru juga harus dibekali oleh beberapa pengetahuan tentang pemahaman ilmu anatomi, fisiologi siswanya, prosedur pelatihan yang mengacu pada kemampuan anak-anak sehingga seluruh proses pembelajaran dapat berdaya guna baik untuk pertumbuhan fisik maupun perkembangan psikisnya. Pembelajaran fisik yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan daya tahan jantung haruslah dibekali dengan pemahaman terhadap sistem peredaran darah dan paru anak-anak meskipun dalam taraf mendasar, sehingga perencanaan pembelajaran dapat diarahkan untuk keperluan hal tersebut dan bentuk permainannya dikemas sedemikian menarik karena harus berlangsung dalam durasi yang agak panjang. Kemampuan psiko-motor merujuk pada kemampuan untuk

mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh seseorang dengan otak supaya berfungsi secara sinkron untuk mencapai tujuan fisik. Peneliti telah melaporkan bahwa perkembangan otak sebenarnya terjadi ketika anak-anak bermain. Anak dengan kemampuan motorik yang baik akan merasakan lebih mudah belajar sesuatu terutama yang menuntut keterampilan fisik.
B. Jantung Sebagai Pompa Ajaib Jantung merupakan suatu mesin biologi yang sangat menakjubkan terdiri dari komposisi sel yang dilengkapi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat padat (lebih dari 2000 pembuluh darah kapiler/mm3) kira-kira 25-30% volume sel jantung manusia terdiri dari mitokondria, sedangkan pada orang yang tidak terlatih kandungan mitokondria kurang dari 5% pada volume sel otot rangkanya. Otot jantung dirancang sedemikian rupa untuk dapat diandalkan dalam menyediakan pengiriman oksigen dan juga dapat memetabolisme asam laktat, lemak, gula darah dengan sangat efektif (Seiler,1996). Pembelajaran pendidikan jasmani dan pelatihan olahraga yang intensif menyebabkan perubahan yang nyata pada sistem sirkulasi, aliran darah dalam otot rangka pada saat istirahat hanya sekitar 2-4 mL/100g. Pada kontraksi lebih dari 10% tegangan maksimal, sudah mulai penekanan terhadap pembuluh darah, sedangkan jika tegangan kontraksi otot mencapai 70% dari nilai maksimal, aliran darah akan terhenti. Namun diantara masa kontraksi, jumlah aliran darah ke dalam otot meningkat mencapai 30 kali lebih banyak (Ganong, 1995). Kenaikan aliran darah juga disebabkan oleh vasodilatasi intramuscular yang disebabkan oleh

198

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

pengaruh langsung kenaikan metabolisme otot (Guyton, 1994). Kecepatan aliran darah sangat berpengaruh pada kecepatan zat-zat yang akan dikirim dan dibuang selanjutnya darah merupakan medium yang sangat banyak mengandung oksigen, karbondioksida, glukosa, asam amino, asam lemak, ion hydrogen serta hormonhormon (Ketchum, 1999). Kebutuhan ATP juga meningkat pada periode tertentu, peningkatan aliran darah pada saat otot bekerja juga menuntut kebutuhan oksigen yang sangat tinggi. Kecepatan metabolisme tubuh juga akan meningkat saat melakukan pelatihan dibandingkan ketika istirahat. Diperlukan energi yang lebih banyak pada saat otot melakukan pelatihan dibandingkan ketika istirahat duduk, pada saat pelatihan otot-otot memerlukan persediaan oksigen lebih banyak, yang dibawa melalui sirkulasi darah. Oleh karena itu aliran darah ke otot harus lebih ditingkatkan. Penelitian Hill yang dikutip dari Burton (1987) menemukan seorang atlet hanya memerlukan oksigen pada saat istirahat dan mampu menggunakan oksigen 15 kali lipat ketika melakukan pelatihan. Pengaruh lain dari pelatihan fisik adalah pada ukuran jantung, menurut Kindermenn, Keul, Reindel (1995) pada remaja usia 14-18 tahun, pelatihan daya tahan berakhir dengan bertambahnya ukuran jantung. Hal ini dikenal sebagai Fisiologi Hipertropi dan perluasan regulatory dari bilik jantung, respon jantung terhadap beban pelatihan berat bagi seorang yang terlatih menuntut kerja jantung yang lebih sedikit. Efisiensi kerja jantung tersebut tergambar dari jumlah denyut nadi permenit dan dapat dihitung dengan cara palpasi (perabaan). Bagi yang terlatih atau atlet yang bugar memiliki

denyut jantung yang lebih rendah. Latihan ketahanan menghasilkan kecenderungan turunnya denyut jantung sekitar 10 15 denyut per menit. Hal ini jangan disalah artikan sebagai penurunan kemampuan jantung, tetapi justru mencerminkan peningkatan efisiensi kerja, sehingga bagi anak yang terlatih mampu menyelesaikan kerja fisik (bermain, berolahraga) dengan denyut jantung yang lebih sedikit, dan pada saat istirahat denyut jantung juga lebih rendah pada anak yang aktif secara fisik dibandingkan dengan anak-anak yang pasif secara fisik (kurang gerak). Rendahnya denyut jantung saat istirahat bagi yang melakukan pelatihan daya tahan disebabkan adanya pengaruh zat asetilkolin terhadap sinus node (pemicu jantung) yang memberi pengaruh memperlambat denyut jantung (Pate, 1991). Namun terdapat perbedaan respon pada denyut jantung, penggunaan oksigen terhadap kelompok otot yang melakukan pelatihan. Penggunaan oksigen, denyut jantung akan lebih tinggi saat pelatihan dengan tangan dibandingkan pelatihan dengan kaki. Perbedaan tersebut tidak terlalu besar saat beban pelatihan berada pada intensitas yang ringan tetapi akan semakin jelas perbedaannya ketika intensitas pelatihan menjadi lebih meningkat Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh massa otot dari anggota tubuh bagian atas (penggunaan kerja dengan tangan) relatif lebih kecil (Mc arrdle, 1996). Berdasarkan tinjauan fisiologi otototot dengan ukuran yang kecil lebih cepat mengalami kelelahan dibandingkan dengan kelompok otot yang ukurannya lebih besar. Dengan demikian arah pelatihan harus dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai jika arah

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

199

pelatihan untuk mengembangkan daya tahan sistem kardiovaskular maka pelatihan harus diberikan dalam periode yang cukup lama jika demikian maka intensitasnya haruslah relatif ringan. Oleh sebab itu pemberian pelatihan hendaknya mempertimbangkan segala aspek ilmiah bukan hanya pada tradisi yang selama ini ada di lingkungan guru dan lebih ironis lagi jika guru mengikuti suatu mitos. Dengan pemahaman terhadap aspek-aspek psikis dan fisiologis tersebut diharapkan pelatihan untuk anak- anak yang sedang dalam masa pertumbuhan tersebut dapat lebih optimal dalam mendukung lahirnya generasi yang cerdas, terampil, bugar dan kreatif. Dalam proses pembelajaran penjas upaya mengembangkan fungsi paru dan jantung sangat diperlukan asalkan guru memahami kapasitas siswanya. Pada usia sekolah dasar anak belum memiliki kemampuan yang maksimal pada sistem dayatahan kardiorespiratorinya, hal ini disebabkan oleh terbatasnya : 1. Volume isi sekuncup 2. Volume curah jantung 3. Ukuran jantung dan paru yang relatif kecil 4. Asupan oksigen juga belum optimal. Ukuran jantung dan paru anak relatif kecil diperkirakan sebesar kepalan tinju tangannya. Untuk itu diperlukan pelatihan gerak yang dapat melatih meningkatkan sirkulasi darah dalam membawa oksigen dan sari makanan ke seluruh tubuh. Meskipun pada anak-anak aliran darah ke otot yang aktif selama pelatihan dapat lebih besar dibandingkan orang dewasa, hal ini disebabkan anakanak memiliki tekanan perifer lebih sedikit daripada orang dewasa. Seperti

yang telah disebutkan di atas disamping ukuran jantung anak-anak lebih kecil, volume darah total anak-anak juga lebih sedikit dibandingkan orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa isi sekuncup tiap denyutannya juga lebih rendah. Oleh sebab itu pada pelatihan yang intensitasnya agak tinggi (submaksimal) harus dikompensasikan dengan jumlah denyut nadi yang lebih tinggi. Karena curah jantung (cardiac output) merupakan perkalian antara denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume). Dengan keterbatasan kinerja jantung pada anak usia sekolah dasar, maka pembejaran gerak yang diberikan haruslah pada beban yang rendah dan durasi yang panjang, selama bergerak anak hendaknya berkesempatan untuk menghirup oksigen dan menggunakan sistem energinya melalui proses aerobik serta persediaan energi utamanya dari pembakaran lemak. Dengan demikian respon sistem peredaran darah dan pernafasannya harus lebih di optimalkan. Kegiatan yang paling cocok adalah dengan pelatihan jalan, berlari secara berselang-seling, sehingga anak yang telah merasa lelah berlari dapat berganti dengan berjalan. Dengan pembelajaran gerak seperti itu diharapkan anak akan memiliki kapasitas jantung dan paru yang kuat, efisien dan dapat terhindar dari penyakit asma, infeksi saluran pernafasan atau gangguan jantung seperti : rheumatik jantung, gejala biru karena tercampurnya oksigen dan karbondioksida, yang disebabkan adanya kebocoran pada septum jantung. Jantung yang kuat juga dapat bekerja lebih optimal dalam membersihkan kadar asam laktat darah, asam laktat adalah penyebab kelelahan yang merupakan efek samping metabolisme anaerobik. aktivitas
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

200

anaerobik terdiri dari lari jarak pendek, tolak peluru dan aktivitas-aktivitas awal dari kegiatan olahraga terutama olahraga yang memerlukan kecepatan dan endurance sangat memerlukan kemampuan anaerobik. Meskipun dari beberapa penelitian dilaporkan hanya sedikit perubahan yang terjadi pada asupan oksigen maksimum pada anak usia sekolah dasar setelah diberikan pelatihan daya tahan (Willmore, J.H dan Costill, D.L., 1994). Tetapi suatu pelatihan tetap dianggap urgen untuk mempersiapkan anak dalam menghadapi aktivitas fisik pada masa pubertasnya, dan suatu pelatihan akan lebih bermakna jika dilakukan lebih dini dengan prinsip secara bertahap, berkesinambungan, sistematis dan terencana.
C. Kerangka, Otot Siswa Sekolah Dasar Hal ini penting dipahami oleh guru pendidikan jasmani karena setiap pembelajaran olahraga akan berimplikasi terhadap sistem kerja perototan dan kerangka. Tulang anak-anak didominasi oleh tulang rawan yang relatif lebih lunak dibandingkan orang dewasa, dengan kondisi itu pembebanan terhadap tulang harus bertahap dan tidak maksimal, perhatikan pertumbuhan tulang belakang dan tulang pinggul serta tulang panjang anak, amati apakah ada ketidaknormalan dalam pertumbuhannya, jika ada kelainan guru hendaknya memberikan advis untuk memeriksakannya ke dokter, sehingga guru dapat memberikan pembelajaran yang lebih terarah bagi pertumbuhan tulang anak tersebut. Perbaikan postur tubuh yang belum berkembang sempurna atau karena disebabkan oleh kesalahan posisi, sangat ideal jika diberikan dan direhabilitasi

pada usia sekolah dasar, karena tulang anak pada usia ini sangat fleksibel, karena komposisi tulang masih banyak tulang rawannya. Anak dengan aktivitas fisik yang tinggi akan memiliki kepadatan tulang yang lebih baik dibandingkan anak yang pasif. Berdasarkan penelitian tulang yang diberikan pembebanan akan memiliki kemampuan dalam menyerap mineral kalsium dan fosfor untuk proses pemadatan (osifikasi) tulang. Begitupula dengan kondisi ototnya, massa otot akan tumbuh seiring dengan bertambahnya berat badan. Pelatihan yang diberikan harus dapat mengembangkan kemampuan otot-otot yang besar dan kecil. Jangan memberikan pembebanan yang melebihi kekuatan otot dan persendiannya. Gerakan yang melampaui batas geraknya (range of motion) dapat merusak ligamen dan pembebanan yang berlebihan pada otot mengakibatkan timbulnya cidera. Pada usia sekolah dasar pembelajaran penjas diarahkan bagi peningkatan kemampuan multilateral, artinya kemampuan seluruh komponen kebugaran motorik anak harus seoptimal mungkin diberi kesempatan untuk dikembangkan, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, seyogianya guru juga harus memperhatikan sifat-sifat pertumbuhan dan perkembangannya. Sesuai dengan sifat-sifat pertumbuhan, perkembangan dan minat pada usia sekolah dasar, maka guru harus memberikan beberapa pengalaman pada aktivitas fisiknya terutama pada anak sekolah dasar pada kelas rendah dengan berbagai bentuk aktivitas, seperti berikut :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

201

1.

Aktivitas melatih otot-otot besar, seperti otot kaki, lengan dan bahu. Contoh : a. Permainan kejar-kejaran b. Menggantung dan memanjat c. Berguling di matras d. Merayap melewati lorong. e. Melompat dan meloncat 2. Permainan sederhana yang memerlukan penjelasan singkat dan berlangsung dalam durasi yang pendek, tetapi diselingi dengan variasi dan model permainan lainnya. Contoh : a. Permainan cendong, ada penjaga dan ada yang bersembunyi. b. Permainan gerak yang diiringi dengan lagu. Sedangkan untuk anak sekolah dasar pada kelas yang lebih tinggi aktivitas yang diberikan adalah dalam bentuk penguasaan keterampilan seperti : bermain bola dengan berbagai ukuran, dengan melempar, menendang atau memukul dengan alat. Bermain dalam situasi berlomba atau bertanding seperti : melompat, merayap, menerobos dan berlari cepat, sedangkan aktivitas untuk pengujian diri dan menggunakan peralatan misalnya : memanjat tiang, meniti balok, menggantung pada palang tunggal atau pohon-pohonan, melompati peti atau ban-ban bekas. Anak pada kelas tinggi juga sudah dapat diberikan latihan gerak untuk pengembangan misalnya : berbagai teknik menyepak bola, memasukkan bola ke dalam basket dengan cara yang efisien. Keterampilan gerak tersebut diberikan sesuai dengan bertambahnya kemampuan otot, tulang dan persendian serta sistem persarafan ototnya, sehingga makin besar anak diharapkan makin baik kemampuan koordinasi geraknya dalam mengontrol arah, kecepatan dan

ketepatan untuk memperoleh keterampilan gerak tertentu. Permainan-permainan yang diberikan kepada siswa harus dapat memberikan kesan positif sehingga akan terbentuk kebiasaan untuk tetap ingin melakukan kegiatan fisik di sepanjang hayatnya, untuk memperoleh kebugaran dan juga kesehatan. Beberapa penelitian yang dilakukan pada orang yang sehat, ditemukan bahwa aktivitas fisik dan latihan yang teratur akan memperbaiki kesehatan diantaranya adalah meningkatnya kemampuan tubuh dalam memetabolisme glukosa, ini penting dalam mencegah penyakit diabetes yang dapat juga terjadi pada usia yang relatif muda. latihan dan kebiasaan olahraga secara teratur juga akan meningkatkan jumlah massa otot, memperbanyak kapiler dalam otot sehingga akan meningkatkan aliran darah ke otot. Olahraga yang teratur juga dapat meningkatkan enzim-enzim oksidatif dalam mitokondria dan akan menyebabkan meningkatnya transport glukosa ke dalam sel serta meningkatnya sintesa glikogen (Arthur, 1990). Dengan pembelajaran pendidikan jasmani melalui bermain tersebut diharapkan tingkat kebugaran jasmani, terutama kesehatan pada sistem metabolik seperti : kadar gula darah, sistem kardiovaskuler, dan kemampuann tubuh untuk menggunakan oksigen dalam memetabolisme energi ke seluruh jaringan tubuh, dan dengan demikian kesehatan tubuh dan kebugaran dapat dipertahankan kondisinya sampai usia lanjut.
D. Permainan Pindah Bintang Meningkatkan Daya Tahan Jantung Permainan pindah bintang merupakan permainan kejar-kejaran

202

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

yang dapat dimainkan oleh sekelompok anak pada halaman yang tidak terlalu luas. Permainan ini dapat meningkatkan kualitas gerak anak karena selama bermain anak harus bergerak berpindah dari satu tiang ke tiang yang lain. Permainan ini dapat meningkatkan daya tahan jantung pembuluh darah dan pernafasan anak serta kelincahan. Permainan dapat divariasikan dengan satu kaki atau sambil menggendng anak dengan demikian disamping meningkatkan dayatahan kardiovaskuler juga dapat meningkatkan kekuatan dan daya ledak otot kaki dan otot tangan. permainan ini tidak memerlukan jumlah anak yang banyak dan tidak memerlukan lapangan yang luas serta peraturannya tidak rumit, sehingga setiap anak dapat menularkan permainan ini saat mereka berada di lingkungan rumahnya, dengan demikian kekurangan jam belajar penjas dapat digantikan di luar jam sekolah. dengan permainan-permainan yang sederhana dan menarik tersebut diharapkan dapat mendorong proses percepatan pada pembentukan kebugaran jasmani anak. Melalui permainan pindah bintang ini juga diharapkan proses pembentukan komponen kebugaran jasmani dapat dicapai secara multilateral, terutama pada kemampuan jantung dan paru-paru.

Gambar 4.1b

Gambar 4.1c

E.

Gambar 4.1a

Lintas Alam Sambil Berkreasi Pembelajaran lintas alam dapat meningkatkan kemampuan sistem energi aerobik dengan melewati rute-rute yang agak panjang tersedia rintangan berupa terowongan yang harus dilewati dengan gerakan tiarap, jembatan satu titi, menggantung di tali, serta mengembangkan keterampilan tangan untuk membuat sesuatu pada pos akhir, bagi yang berhasil menyelesaikan tugastugas tersebut dengan waktu yang terpendek dianggap sebagai pemenang, permainan ini sebaiknya dilakukan dalam kelompok. Pada pembelajaran tersebut siswa juga berkesempatan untuk melatih keterampilan mengamati lingkungan sekitar sekolah, boleh jadi yang terdapat di luar sekolah merupakan hal yang mendorong tingkat kecerdasan anak dan mungkin pula yang terjadi di ruang kelas dapat menghambat tercapainya tingkat kecerdasan anak, oleh sebab itu guru harus membuat perencanaan yang

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

203

matang dalam menata tugas-tugas pada setiap pos yang dilalui. Pembelajaran lintas alam ini juga memberikan peluang bagi guru penjas untuk berdiskusi dengan rekan sejawat tentang tugastugas yang relevan dengan bidang studi lainnya, seperti dengan rekan guru biologi atau ilmu sosial, karena guru dapat memilih dan menentukan rute yang akan dilalui siswanya apakah berupa perkampungan, hutan kecil atau perkebunan karet. Selama melalui rute lintas alam tersebut siswa berkesempatan untuk mengamati jenis tumbuh-tumbuhan atau mendengarkan suara kicauan burungburung yang terdapat di sekitarnya, sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial dapat berupa adat-istiadat masyarakat setempat, ekonomi rakyat, agama serta bahasa yang digunakan. Bukankah seorang ahli fisika pemenang hadiah Nobel yang bernama Richard Feynman menyatakan bahwa awal ketertarikannya untuk mendalami ilmu fisika dipicu oleh daya tarik terhadap alam sekitarnya ketika sang ayah membawanya berjalan-jalan di hutan kecil di sekitar tempat tinggalnya. Pembelajaran lintas alam ini memberikan peluang bagi berkembangnya kecerdasan yang lebih beragam pada siswa, artinya akan ada kesempatan untuk mengembangkan potensi pada wilayah kecerdasan lainnya yang disebut oleh Gardner sebagai kecerdasan natural, sebagai salah-satu jenis kecerdasan manusia. disamping itu materi lintas alam ini juga dapat digunakan sebagai ekostudi, artinya ada kesempatan untuk menanamkan perasaan hormat dan cinta terhadap alam sekitarnya. inilah gagasan inti di balik pembelajaran tersebut. Pembelajaran apa pun haruslah mempertimbangkan aspek

Ekologi pelestarian terhadap flora dan fauna meruapakan suatu yang sangat urgen bagi pemeliharan lingkungan kesadaran ini harus diupayakan dari sejak usia dini. dengan bekal tersebut diharapkan tindakan penebangan hutan liar (illegal logging) akan dapat dicegah. Pembelajaran ini juga diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi para guru bidang studi non pendidikan jasmani untuk menempatkan bidang studi pendidikan jasmani secara lebih proporsional dan tidak lagi menganggap pendidikan jasmani sebagai bidang studi yang kurang penting, dan akhirnya turut serta mendorong terciptanya potensi kecerdasan pada wilayah kinestetik pada siswanya.

Gambar 4.2

Aktivitas luar kelas bisa juga diberikan pada siswa sekolah dasar pada kelas rendah, namun karena alasan keamanan guru kurang leluasa memberikannya, tetapi pada sekolah yang memiliki halaman yang luas kegiatan ini tetap dapat berlangsung asalkan guru dapat menata dan mengelola kegiatan pembelajaran secara kreatif, salah-satu permainan yang dapat diberikan adalah seperti berikut : Buat daerah lingkaran pada halaman sekolah Sediakan beberapa bola plastik atau bola tenis

204

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Pada jarak tertentu sediakan base di sekitar lingkaran (kertas, keranjang) Siswa melontarkan bola kearah setiap base yang tersedia Bola diambil kembali dan dibawa ke tempat semula (home base) Gunakan tangan kanan dan tangan kiri untuk melemparkan bola Bandingkan kemampuan dari keterampilan masing-masing tangan tersebut Pemenang adalah yang paling tepat dalam melontarkan bola ke base dan paling banyak mengumpulkan bola kembali ke home base (Gambar di bawah ini) Dianjurkan untuk sementara memisahkan anak-anak yang sudah terampil dalam melempar dengan anakanak yang belum terampil untuk menghindari terjadinya lemparan yang mengenai tubuh anak.

Gambar 4.3

F.

Permainan Antar Etnis Permainan ini menggunakan katakata tak bermakna dalam teks permainannya, yang mengurangi keharusan pemain untuk memahami arti kata-katanya, oleh sebab itu permainan ini dapat dimainkan oleh etnis yang berbeda. Dalam kenyataannya, anakanak tampak melegitimasi kata-kata tak bermakna ini dengan menominasikan bahasa tersebut pada masing-masing

bahasa etnis mereka. Misalnya salahsatu permainan yang paling populer di lapangan bermain, Sar Macka Dora sekolah-sekolah di Inggris menyebutnya dengan Son Marcon. Transmisi interetnis mungkin juga terjadi karena ketertarikan anak-anak yang interinsik terhadap bentuk-bentuk naratif dari permainan-permainan, seperti kesaksian seorang anak perempuan berusia 12 tahun pada tahun 1994 yang mengatakan : Saya rasa kamu tertarik terhadap sesuatu yang tidak kamu ketahui. Seperti permainan tepuk tangan yang kamu belum ketahui cara bermainnya dan mendengar kata-katanya (wawancara, Clara Springfield Primary School, 12 Desember 1994). Permainan ini adalah dengan melakukan eliminasi, dengan cara tepukan secara bergiliran ke seluruh anggota yang membentuk lingkaran dengan satu irama, dan anak yang tangannya terkena pada tepukan terakhir dari lagu harus Keluar. karena teksnya tidak memiliki arti semantik yang nyata, teks menjadi mudah dan sering berubah sehingga banyak variasi tekstual yang muncul di lapangan bermain. Permainan ini juga sangat mendukung kemampuan sosialisasi anak-anak. Anak dengan kemampuan linguistik yang baik dapat beradaptasi lebih cepat dengan permainan ini, permainan ini juga dapat mendukung terbentuknya kecerdasan interpersonal anak, karena hanya anak yang dapat memahami adanya perbedaan dan dapat mengakomodasinya secara baik yang mampu mengapresiasi permainan ini dan dapat menikmatinya. Murid-murid yang memiliki keterlambatan dalam kemampuan linguistik sangat cocok dengan permainan ini. Permainan ini sering

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

205

dimainkan pada kelas-kelas sekolah internasional dan oleh sebab itu permainan ini juga dianggap sebagai permainan lintas etnis. Anak-anak di Indonesia sangat cocok dengan permainan ini karena dapat digunakan sebagai perekat bagi banyak suku-suku dan bangsa lain yang memiliki kultur, bahasa dan agama yang beraneka ragam, dengan permainan ini diharapkan akan tercipta toleransi yang didasari pada kesadaran adanya perbedaan dan terjalin sikap saling menghargai, meskipun pada wilayah yang sangat sensitif seperti agama dan kepercayaan, pada wilayah ini diharapkan toleransi yang terbina adalah karena adanya pemahaman yang komprehensif terhadap agama masingmasing, bukan pada toleransi yang membuta, sehingga tidak mudah diprovokasi. Jika perbedaan tersebut dapat dikelola dengan baik melalui interaksi bermain, maka masyarakat multi etnis yang bermukim di negeri yang indah, subur dan tercinta ini, akan terjalin ikatan persatuan yang dilandasi dengan kasih sayang, empati dan berkeadilan. Contoh permainan tersebut dihadirkan pada gambar berikut.

G.

Permainan Merebut Tempat Pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar menghadapi banyak persoalan, terutama dalam hal terbatasnya sarana-prasarana pendukung, idealnya sekolah-sekolah di negeri tropis dengan kondisi iklim musim panas dan hujan haruslah tersedia satu bangsal atau aula yang dapat digunakan seoptimal mungkin bagi pembelajaran penjas, tetapi jumlah sekolah yang paling banyak adalah pada tingkat sekolah dasar oleh sebab itu pemerintah tidak mungkin untuk membangun sekolah yang standar. Terbatasnya fasilitas di sekolah dasar akan menuntut guru penjas untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola pembelajaran penjas. skenario yang telah direncanakan harus diantisipasi dengan kemampuan improvisasi yang memadai. salah-satu permainan yang dapat dilakukan dengan kondisi dan sarana yang terbatas itu adalah dengan permainan merebut tempat. Permainan ini diiringi dengan musik, musik merupakan alat pendidikan yang dapat membantu memfokuskan perhatian murid dan meningkatkan level energi fisiknya. Musik dapat menciptakan suasana positif yang akan membantu mereka untuk fokus pada pelajaran (Campbell. at all, 2002). Pada aspek kebugaran permainan ini dapat meningkatkan kemampuan daya reaksi (movement time dan reaction time), permainan dapat divariasikan dengan mengubah jarak antara siswa dan objek yang direbut, target yang merupakan objek yang direbut, terdiri dari : kursi, pohon-pohonan atau benda apa saja yang tidak membahayakan.

Gambar 4.3

Cara bermain: 1. Siswa di bagi dalam beberapa kelompok;

206

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

2. 3. 4.

5. 6. 7. 8.

9.

Setiap kelompok terdiri dari 5-10 orang ; Tersedia tempat (objek) yang direbut Kursi di kelas dan pohon di halaman dapat dijadikan objek perebutan Alat musik pengiring sebagai pengendali permainan; Saat musik dimatikan siswa harus merebut tempat; Siswa yang tidak mendapatkan tempat diberi hukuman; Jumlah tempat yang disediakan harus lebih sedikit dari jumlah siswa; Hukuman yang diberikan harus bersifat mendidik.

diperebutkan dan yang terpenting antara jumlah benda yang diperebutkan dengan jumlah siswa tidak sama artinya harus lebih sedikit jumlah tempat atau benda yang diperebutkan, dengan demikian akan ada yang memperoleh hukuman, hukuman yang diberikan juga diharapkan berkaitan dengan proses pembentukan kebugaran dan kegembiraan sehingga siswa tidak merasa hukuman sebagai beban. ilustrasi berikut merupakan gambar permainan merebut kursi sepertiyang tertera di bawah ini :

Melalui permainan ini diharapkan anak-anak dapat menikmati aktivitas yang mereka lakukan. Misalnya seorang anak yang bergerak sesuai dengan tuntunan musik didorong untuk berlari merebut jatah kursi atau tempat. AnakAnak akan belajar merasakan kegagalan dalam suatu perebutan, sementara anak yang berhasil dalam aktivitas fisik tersebut akan menumbuhkan kepercayaan dirinya dan memiliki partisipasi yang tinggi dalam setiap kegiatan atau kerja kelompok. Permainan ini dapat dilaksanakan di dalam ruangan yang tidak luas, seperti di kelas, yang memanfaatkan kursi sebagai objek perebutan dan pembelajaran tetap dapat berlangsung meskipun tiba-tiba terjadi hujan, sehingga aktivitas pembelajaran penjas tetap dapat berlangsung dalam memenuhi kebutuhan gerak dan bermain siswa sekolah dasar. Permainan ini juga bisa menggunakan pohon-pohonan sebagai tempat yang diperebutkan atau benda apa saja yang mungkin untuk

Gambar 4.4

H.

Rangkuman Pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah diharapkan dapat memberikan landasan dasar bagi penataan awal terbentuknya kebugaran jasmani pada generasi muda dan pembelajaran tersebut diarahkan pada pembentukan komponen kebugaran secara menyeluruh (multilateral) dan dikemas melalui bebeapa jenis permainan yang memberikan kesempatan pada siswa untuk bergerak memenuhi kebutuhan perkembangan fisik, psikis serta peningkatan perkembangan intelektualnya. Dengan demikian pembelajaran tersebut dapat menarik minat siswa, dan pembelajaran praktek penjas dapat tetap berlangsung meskipun dengan sarana dan prasarana serta waktu yang sangat terbatas. Dengan segala kondisi yang terbatas itu upaya untuk membangun

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

207

kebugaran jasmani, kecerdasan dan kebutuhan akan bermain anak-anak akan tetap dapat berlangsung dan yang lebih penting akan terbentuk kebiasaan hidup sehat melalui pembelajaran pendidikan jasmani di setiap sekolah dan guru tidak perlu kehilangan akal dalam menghadapi keterbatasan sarana dan prasarana, bukankah guru dituntut untuk dapat bertindak secara situasional dan transaksional dalam merancang kegiatan pembelajarannya.

Komponen Kecerdasan. Jakarta : PT. Indeks Kelompok Gramedia. Soedarminto, 2004. Dasar-Dasar Kinesiologi . Jakarta : Universitas Terbuka. Sugiyanto, 2004. Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta : Universitas Terbuka Sujiono B, dkk, 2005. Metode Pengembangan Fisik. Jakarta : Universitas Terbuka.

DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, T., 2003. Sekolah Para Juara. Bandung : Kaifa. Arthur,S. L. 1990. Patiens With Diabetes Mellitus in Exercise in Modern Medicine. Darry A.F.,et. al. (eds), Hongkong: Williams & Wilkins. Bishop.C.J, Curtis. M., 2005. Permainan Anak-Anak Zaman Sekarang di Sekolah Dasar. Jakarta : PT. Gramedia. Bompa, OT, 2000. Total Training for Young Champions. Canada : Human Kinetics. Dryder Gorden dan Vos Jeannette, 2001. Evolusi Cara Belajar The Learning Revolution. Bandung : Kaifa. Graham George, at all, 1980. Children Moving. California : Mayfield Publishing Company. Hammet, T.C, 1992. Movement Activities for Early Childhood. Illion : Human Kinetics Books. Kuntaraf, J., Kuntaraf, L.K., 1992. Olahraga Sumber Kesehatan. Bandung : Advent Indonesia. Lwin May. Khoo Adam. Lyen Kenneth. Sim Caroline, 2005. How to Multiply Your Child Inteligence. Cara Mengembangkan Berbagai
208 Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

BAB III. PEMBELAJARAN MELALUI PENGALAMAN LANGSUNG/EKSPLORASI DI LINGKUNGAN SEKITAR


1. Bacaan 15, Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar (Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan SainsTeknologi-Masyarakat, Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 2. Bacaan 16, Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat (Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat, Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 3. Bacaan 17, Pendekatan STM di Sekolah Dasar. (Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan SainsTeknologi-Masyarakat, Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar: Bab V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 4. Bacaan 18, Pengalaman Belajar di Laboratorium Lingkungan Alam Sekitar (Lily Barlia. (2006). Mengajar Dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 5. Bacaan 19, Prosedur Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar (Lily Barlia. (2006). Mengajar Dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional) 6. Bacaan 20, Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Menggunakan Lingkungan sebagai Sumber Belajar (Dadan Djuanda. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Komunikatif dan Menyenangkan: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional)

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

209

Bacaan 15

BAB II PEMBELAJARAN SAINS DI SEKOLAH DASAR


A. Pembelajaran di Sekolah Dasar Pembelajaran merupakan salah satu tindakan edukatif yang dilakukan guru di kelas. Tindakan dapat dikatakan bersifat edukatif bila berorientasi pada pengembangan diri atau pribadi siswa secara utuh, artinya pengembangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Oleh karena itu guru harus kompeten dalam menciptakan aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan ketiga aspek tersebut. Keberhasilan suatu pembelajaran tergantung bagaimana interaksi antara guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa dapat berjalan baik bila guru kompeten dalam mengelola kelas. Dalam mengelola kelas langkah awal yang perlu diketahui guru adalah dengan siapa atau siswa yang bagaimana yang akan dihadapi. Tanpa paham tentang peserta didik yang akan difasilitasi mustahil guru dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat dan materi pembelajaran yang sesuai. Untuk pembelajaran sains yang menjadi fokus dalam pembelajaran adalah adanya interaksi antara siswa dengan obyek atau alam secara langsung. Oleh karena itu guru sebagai fasilitator perlu menciptakan kondisi dan menyediakan sarana agar siswa dapat mengamati dan memahami obyek sains. Dengan demikian siswa dapat menemukan konsep dan membangunnya dalam struktur kognitifnya. Bertolak dari taraf kemampuan berpikir dan karakteristik peserta didik maka strategi pembelajaran di Sekolah Dasar perlu dibedakan dengan
210

pembelajaran di jenjang yang lebih tinggi. Mengingat di tingkat Sekolah Dasar merupakan awal kegiatan wajib belajar dan merupakan jenjang pendidikan yang berdurasi paling lama, maka agar pencapaian hasil belajar dapat optimal guru dalam pembelajarannya perlu memperhatikan tentang karakteristik anak Sekolah Dasar.
1. Karakteristik Anak Sekolah Dasar Menurut Piaget perkembangan kognitif anak dapat dibedakan antara beberapa tahap sejalan dengan usianya, yaitu : : Sensori motor - 0 2 tahun : Praoperasional - 2 6 tahun - 7 11 tahun : Operasional kongkrit - > 11 tahun :Operasional formal Mengingat umumnya anak Indonesia mulai masuk Sekolah Dasar pada usia 6 7 tahun dan rentang waktu belajar di SD selama 6 tahun maka usia anak Sekolah Dasar bervariasi antara 6 12 tahun. Berarti meliputi tahap akhir praoperasional samapai awal operasional formal. Pada usia atau tahap tersebut umumnya anak memiliki sifat: Memiliki rasa ingin tahu yang kuat Senang bermain atau suasana yang menggembirakan Mengatur dirinya sendiri, mengeksplorasi situasi sehingga suka mencobacoba Memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi, tidak suka mengalami kegagalan

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Akan belajar efektif bila ia merasa senang dengan situasi yang ada Belajar dengan cara bekerja dan suka mengajarkan apa yang ia bisa pada temannya Namun bila dicermati lebih lanjut anak yang berada di kelas rendah atau kelas 1 s/d 3 memiliki kekhasan berbeda dibanding dengan anak yang berada di kelas atas atau 4 s/d 6. Oleh karena itu dalam pembelajaran di Sekolah Dasar perlu ada perbedaan strategi atau penekanan antara siswa kelas rendah atau kelas atas disesuaikan dengan karakteristik masing-masing.
a. Siswa Kelas Rendah Siswa yang berada di kelas rendah atau kelas 1 s/d 3 pada umumnya berusia 6 9 tahun, sehingga berdasarkan klasifikasi Piaget tingkat perkembangan intelektualnya berada pada tahap akhir praoperasional sampai operasional kongkrit (Dahar, 1989). Dibanding dengan siswa yang berada di kelas atas atau yang berusia lebih tua memiliki kekhasan antara lain : Penalarannya bersifat trasduktif artinya bukan induktif dan bukan deduktif, melainkan bergerak dari sesuatu yang khusus ke hal yang khusus lagi. Akibatnya sering melihat adanya hubungan sesuatu yang sebenarnya tidak ada hubungannya. Misalnya : dalam kehidupan sehari-hari anak merasakan kalau makan makanan yang mengandung cabai terasa pedas. Pada suatu saat bila dia diberi minuman sari jahe dan merasakan pedas maka dalam pikiran anak dapat muncul anggapan bahwa minumannya mengandung cabai.

Alur berpikir anak tersebut dapat dibahasakan : Bila A maka B Padahal A -----------------Jadi B Tidak dapat berpikir reversibel atau bolak balik artinya tidak bisa berpikir kembali ke titik awal. Misalnya : Bila anak diberi 2 gelas aqua dan diminta menuangkan dalam botol yang besar. Setelah itu diberi lagi 3 gelas aqua dan diminta menuangkan lagi dalam botol. Selanjutnya kalau dia ditanya bagaimana caranya agar air yang ada didalam botol hanya 2 gelas lagi, mereka akan sulit untuk menjawabnya. Kasus ini dapat dijelaskan lewat gambar 4. Bersifat egosentris artinya memandang sesuatu dari sudut pandang dirinya sendiri. Ia menganggap bahwa setiap orang berpikir sama seperti dirinya, sehingga kalau orang punya pikiran yang tidak sama dengannya dianggap orang lain yang salah. Akibatnya anak sulit untuk memahami atau menerima pendapat orang lain. Contoh : Anak kalau ditanya bagaimana membagi kertas yang berbentuk bujur sangkar menjadi 4 bagian yang luasnya sama, maka kalau dalam pikirannya yang muncul adalah dengan melipat kedua sisi yang berhadapan ; dia menganggap cara itu yang benar sedang cara lain salah walaupun sebenarnya juga benar. Fenomena tersebut dapat dijelaskan dalam gambar 5. Belum memiliki pengertian kekekalan materi, mereka cenderung fokus pada aspek statis tentang sesuatu dari pada perubahan dari keadaan yang satu ke keadaan yang

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

211

lain walau ditinjau dari substansi, volume dan jumlahnya tetap (Suparno, 2001). Contoh : bila siswa dihadapkan pada 2 gelas yang sama bentuk dan ukurannya kemudian keduanya diisi air dengan ketinggian yang sama, mereka akan menilai bahwa volume air pada kedua gelas tersebut sama. Tetapi bila air pada gelas yang satu kemudian dituangkan pada gelas ke tiga yang luas

Gambar 5 : Berpikir egosentris ( Bila yang terpikir cara 1 dan 2 tidak berpikir kalau ada orang lain yang berpikir dengan cara 3, 4 , 5, atau 6

permukaannya lebih luas sehingga ketinggiannya akan lebih rendah dibanding dengan air pada gelas ke dua maka mereka akan menganggap bahwa air pada gelas ke tiga lebih sedikit dibanding dengan air pada gelas kedua. Keadaan ini dapat dijelaskan lewat gambar 6.

Gambar 4: Sulit berpikir reversibel (sulit menjawab bagaimana mengembalikan ke keadaan A dari keadaan B). Gambar 6 : Belum memiliki pengertian kekekalan materi (menganggap air di gelas III lebih sedikit dari air di gelas II

212

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Belum bisa berpikir secara abstrak, artinya mereka belum bisa memahami bila A lebih besar B sedang B lebih besar dari C maka A lebih besar dari C. Tetapi bila ketiga unsur tersebut dikongkritkan mereka baru bisa memahami. Misalnya bila mereka dihadapkan pada 3 orang temannya dimana Agus yang lebih gemuk dibanding dengan Budi dan Budi lebih gemuk dari Candra maka mereka dapat memahami bila Agus lebih gemuk dari Candra. Dengan melihat kekhasan sekaligus keterbatasan anak pada kelompok kelas rendah seperti tersebut maka guru di kelas rendah perlu hati-hati dalam mengelola pembelajarannya agar tidak menimbulkan salah konsep yang berkelanjutan.

b. Siswa Kelas Atas Siswa yang berada di kelas atas atau kelas 4 s/d 6 pada umumnya memiliki usia antara 9 12 tahun, sehingga berdasar klasifikasi Piaget pada tingkat perkembangan akhir operasional kongkrit sampai awal operasional formal. Pada tahap usia ini anak memiliki kekhasan antara lain : Dapat berpikir reversibel atau bolak balik. Contoh mereka dapat memahami bahwa operasi penambahan dapat dibalikkan dengan operasi pengurangan sedang operasi perkalian dapat dibalikkan dengan operasi pembagian. Contoh 13 + 17 = 30 dan 30 17 = 13, atau 5 X 6 = 30 dan 30 : 6 = 5. Dapat melakukan pengelompokan dan menentukan urutan. Misalnya anak dihadapkan pada beberapa macam biji yang bervariasi bentuk dan ukurannya yaitu biji : salak, durian, pinang, kacang tanah, kedelai, jagung dan semangka..

Mereka dapat mengelompokkan biji yang tunggal yaitu biji jagung, salak dan pinang dan biji belah yaitu biji kedelai, kacang tanah, durian dan semangka. Disamping itu mereka dapat membuat urutan ukuran biji dari yang terkecil ke terbesar yaitu biji semangka kedelai jagung kacang tanah salak durian pinang. Bila mereka diberi jenis biji yang lain misalnya biji rambutan maka ia sudah bisa menentukan letak biji rambutan tersebut dalam deretan biji yang sudah ada sebelumnya. Keadaan tersebut dapat dijelaskan dalam gambar 7. Telah mampu melakukan operasi logis tetapi pengalaman yang dipunyai masih terbatas. Oleh karena itu mereka sudah dapat memecahkan masalah yang bersifat verbal atau formal. Contoh : bila mereka dihadapkan pada pernyataan berikut : Asih lebih tinggi dari Bety, sedang Asih lebih pendek dari Citra, maka mereka sudah bisa menalar kalau yang paling pendek adalah Bety.

Keadaan 1

Keterangan : A = biji salak, B = biji durian, C = biji pinang , D = biji kacang tanah, E = biji kedelai, F = biji jagung dan G = biji semangka

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

213

Keadaan 2 : Pengelompokan berdasarkan tipe biji ( kelompok I = biji tunggal, kelompok II biji belah)

Keadaan 3

Gambar 7 : Kemampuan mengelompokkan dan menentukan urutan (dari keadaan 1 yang masih acak dapat mengelompokkan seperti keadaan 2 dan dapat membuat urutan seperti keadaan 3 serta dapat menentukan dimana letak biji rambutan pada deretan 3).

Dengan melihat telah berkembangnya tingkat kemampuan berpikir anak kelas atas dibanding dengan anak kelas rendah maka untuk pembelajaran di kelas atas sebaiknya sudah diarahkan pada pelatihan kemampuan berpikir yang lebih komplek. Misalnya dengan berdiskusi dalam kelompok untuk memprediksi, menginterpretasi data atau membuat kesimpulan dari hasil pengamatan yang dilakukan.
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran di Sekolah Dasar Dengan memperhatikan karakteristik anak Sekolah Dasar seperti tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran di Sekolah Dasar akan
214

efektif bila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Untuk itu maka guru Sekolah Dasar perlu menerapkan prinsip-prinsip Pembelajaran yang dapat mewujudkan situasi belajar siswa aktif. Yaitu meliputi prinsip : motivasi, latar, menemukan, belajar sambil bekerja, belajar sambil bermain dan prinsip hubungan sosial (Depdikbud, 1989). a. Prinsip Motivasi : Motivasi adalah daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi ada yang berasal dari dalam atau intrinsik dan ada yang timbul akibat rangsangan dari luar atau ekstrinsik. Motivasi intrinsik akan mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, mandiri dan ingin maju. Oleh karena itu motivasi anak didik perlu ditumbuhkan. Dengan kata lain guru harus dapat berperan sebagai motivator. b. Prinsip Latar : Pada hakekatnya siswa telah memiliki pengetahuan awal. Oleh karena itu dalam pembelajaran sebaiknya guru perlu mengetahui/ menggali pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman apa yang telah dimiliki siswa sehingga kegiatan belajar mengajar tidak berawal dari suatu kekosongan. c. Prinsip Menemukan : Pada dasarnya siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga potensial untuk mencari guna menemukan sesuatu. Oleh karena itu bila diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi tersebut siswa akan merasa senang atau tidak bosan. d. Prinsip Belajar Sambil Melakukan (learning by doing) : Pengalaman yang diperoleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah terlupakan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

sebaiknya siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan atau Learning by doing. e. Prinsip Belajar Sambil Bermain : Bermain merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana gembira dan menyenangkan, sehingga akan dapat mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan suasana yang menyenangkan lewat kegiatan bermain yang kreatif. f. Prinsip Hubungan Sosial : Dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih berhasil jika dikerjakan secara berkelompok. Dari kegiatan kelompok siswa tahu kekurangan dan kelebihannya sehingga tumbuh kesadaran perlunya interaksi dan kerja sama dengan orang lain. Dari prinsip-prinsip tersebut di atas nampak bahwa semuanya dalam rangka menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa senang sehingga mereka akan terlibat aktif dalam pembelajaran. Untuk menunjang penerapan prinsip-prinsip tersebut di atas guru dalam mengelola pembelajaran perlu : Menyajikan kegiatan yang beragam sehingga tidak membuat siswa jenuh. Kegiatan belajar tidak hanya terbatas didalam ruang kelas, melainkan dapat di halaman sekolah, di sawah atau di tepi jalan Menggunakan sumber belajar yang bervariasi. Disamping buku acuan dapat pula berupa majalah, surat kabar atau Televisi. Sesekali dapat bekerjasama dengan masyarakat, praktisi, kantor-kantor, bank, pasar, statiun, terminal dll, sebagai sumber informasi yang terkait

dengan praktek kehidupan sehari- hari Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, karena belajar akan bermakna bila membumi/ menyentuh langsung pada permasalahan lingkungan sekitar siswa. Dengan demikian materi pembelajaran tidak terasa asing bagi siswa. Kreatif menghadirkan alat bantu pembelajaran sebagai visualisasi materi pembelajaran. Proses ini dapat memudahkan siswa untuk memahami materi pembelajaran atau dapat menolong proses berpikir siswa dalam membangun pengetahuannya. Menciptakan suasana ruang kelas yang menarik, misalnya pajangan hasil karya siswa, dan bendabenda lain yang mendukung proses pembelajaran. Dalam hal ini ruang kelas dapat sekaligus berperan sebagai laboratorium untuk bereksplorasi atau showroom prestasi yang dicapai siswa.

B. Beberapa Pendekatan dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar Pendekatan pembelajaran adalah upaya yang dilakukan guna membuat siswa terlibat secara aktif dan berminat dalam mengikuti pembelajaran. Sesuai dengan tujuan pembelajaran sains di Sekolah Dasar seperti yang telah diuraikan di Bab I maka beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran sains di Sekolah Dasar adalah : Pendekatan Proses, Pendekatan Konsep, Pendekatan Discovery/ Penemuan terbimbing , Pendekatan Inkuiri, Pendekatan Histori, Pendekatan Nilai, Pendekatan Lingkungan dan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

215

Pendekatan Sains Masyarakat.

Teknologi

a. Pendekatan Proses : Merupakan pendekatan yang menekankan dalam melatih bagaimana cara memperoleh produk sains, sehingga operasional pembelajarannya selalu ada aktivitas atau bernuansa proses sains. Misalnya dalam pembelajaran tentang Faktor yang mempengaruhi kecepatan penguapan suatu zat dilakukan dengan langkah :

1). Kegiatan siswa: Dihadapan siswa disediakan air, alkohol,dan minyak goreng yang diletakkan pada tempat yang terpisah. Siswa diminta mengukur suhu masingmasing cairan tersebut.

Pertanyaan arahan: Cairan mana yang paling cepat menguap dan cairan mana yang paling lama menguap ? Kesimpulan apa yang diperoleh dari kejadian tersebut ? Proses sains yang berlangsung: Mengamati, mengukur dan menyimpulkan. Dengan 3). Kegiatan siswa: menggunakan pipet siswa diminta meneteskan ketiga cairan tersebut secara bergantian pada punggung telapat tangannya

Pertanyaan arahan: Bagaimana suhu ketiga cairan tersebut ? Proses sains yang berlangsung: Mengukur. Dengan 2). Kegiatan siswa: menggunakan pipet siswa diminta mengambil masingmasing cairan. Teteskan masingmasing sebanyak 1 tetes di atas sendok makan yang berbeda, dan tunggu beberapa saat sehingga terjadi perubahan pada cairan tersebut Pertanyaan arahan: Apa yang kalian rasakan ? Mengapa terasa berbeda padahal suhu ketiga cairan tersebut sama ? (untuk dapat menjawab pertanyaan ini dengan benar siswa perlu melakukan kegiatan 4 dan 5 dulu) Proses sains yang berlangsung: Mengamati (rasa), membandingkan dan menginferensi.

216

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

4). Kegiatan siswa: Siswa diminta meneteskan air pada 2 sendok makan masing-masing sebanyak 5 tetes. Selanjutnya sendok yang satu diletakkan begitu saja diatas meja (usahakan jangan sampai tumpah) dan sendok yang lain dipanaskan di atas lilin. Catat berapa lama waktu yang diperlukan agar air pada sendok yang dipanaskan tersebut menguap semua.

demikian bagaimana kalian menjelaskan kejadian pada kegiatan 3 ? Proses sains yang berlangsung: Mengamati, mengukur, mensinthesis, menganalisis dan menyimpulkan. 6). Kegiatan siswa: Siswa diminta mengambil 3 sendok makan air dan dimasukkan dalam gelas aqua, dan 3 sendok lagi diletakkan di cawan atau piring. Kemudian keduanya dijemur pada panas matahari

Pertanyaan arahan: Pada waktu air yang dipanaskan habis, bagaimana air pada sendok yang satu? kesimpulan apa yang diperoleh dari kejadian tersebut? Proses sains yang berlangsung: Mengamati, mengukur dan menyimpulkan. 5). Kegiatan siswa: Siswa diminta mengambil air dengan pipet dan diteteskan pada 2 sendok makan masing-masing sebanyak 3 tetes. Air pada sendok yang satu dibiarkan begitu saja sedang air pada sendok yang lain dikipasi .

Pertanyaan arahan: Air mana yang cepat habis ? Apa yang dapat disimpulkan dari kejadian tersebut ? Proses sains yang berlangsung: Mengamati, mengukur dan menyimpulkan. 7). Kegiatan siswa: siswa diminta merangkum semua kesimpulan yang telah dibuat dan menuliskan di papan tulis. Proses sains yang berlangsung: Merangkum dan mengkomunikasikan.
b. Pendekatan Konsep: Merupakan pendekatan yang menekankan pengenalan konsep- konsep sains. Pengenalan konsep sangat perlu karena dibutuhkan dalam

Pertanyaan arahan: Mengapa air yang dikipasi cepat habis ? Bila dibandingkan dengan kegiatan 4 apa persamaannya? Untuk menguap butuh apa? dengan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

217

mengkomunikasikan pengetahuan. Tanpa menggunakan pendekatan konsep dalam pembelajaran dapat menyebabkan jalannya pembelajaran menjadi lamban. Apalagi di tingkat sekolah dasar yang kemampuan berpikir siswanya masih relatif rendah dan pengalaman dalam mengeksplorasi alam juga belum begitu banyak. Contoh pembelajaran dengan pendekatan konsep untuk topik Metamorfosa dapat dilakukan dengan langkah: 1). Kepada siswa ditunjukkan gambar perubahan bentuk pertumbuhan pada ayam dan manusia seperti berikut :

berikut :

Kemudian ditanya perubahan apa saja yang terjadi ? Apa perbedannya dengan perubahan yang terjadi pada ayam dan manusia ? Dari 2 macam kejadian tersebut siswa dikenalkan tentang konsep metamorfosa. 3). Selanjutnya ditunjukkan gambar perubahan pertumbuhan pada jengkerik seperti berikut :

Dari dua macam gambar tersebut siswa diminta mengamati perubahan yang terjadi dari anak ayam menjadi ayam dewasa dan dari bayi menjadi orang dewasa. Kemudian ditanya: Apa yang berubah? adakah perubahan macam, jumlah dan bentuk organnya ?
c.

Kemudian siswa ditanya apa perbedaannya dengan kupu-kupu ? Bagaimana bentuk awal kehidupan (setelah menetas dari telur) dibanding dengan individu yang sudah dewasa ? Dari kejadian ini siswa dikenalkan tentang konsep metamorfosa sempurna dan metamorfosa tak sempurna.
Pendekatan Discovery atau Penemuan Terbimbing : merupakan pendekatan dimana siswa di arahkan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari serangkaian

2). Berikutnya ditunjukkan gambar pertumbuhan pada katak dan kupukupu sebagai
218

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

aktivitas yang yang dilakukan sehingga siswa seolah-olah menemukan sendiri pengetahuan tersebut. Contoh pembelajaran sains dengan pendekatan discovery untuk topik Kapilaritas/ pengangkutan air pada tumbuhan adalah : Pertama-tama diberikan pertanyaan pada siswa : Bagaimana air yang berada di dalam tanah dapat naik sampai pucuk/ daun-daun tanaman ? Untuk mendapatkan jawaban yang benar siswa dipandu dengan melakukan kegiatan : 1). Disediakan larutan eosin pada 2 buah gelas. Siswa diminta memasukkan batang kaca pada gelas A dan pipa kapiler pada gelas B. Kemudian ditanya apa yang terjadi pada larutan eosin dalam gelas B dan apa bedanya dengan larutan eosin pada gelas A. 2). Siswa diberi 2 batang tumbuhan yang batangnya transparan (misalnya tumbuhan Impatien atau pacar air), 1 batang diminta memasukkan dalam larutan eosin dan 1 batang dibiarkan saja sebagai pembanding atau kontrol. Tunggu beberapa lama sampai nampak terjadi perubahan pada batang tumbuhan yang berada dalam larutan eosin.

3). Dari dua kegiatan tersebut siswa diharapkan dapat menemukan jawabannya bahwa naiknya air sampai ke daun karena adanya kapilaritas pada batang tumbuhan
d. Pendekatan Inkuiri : Merupakan pendekatan penemuan yang menuntut kemampuan lebih komplek dibanding pendekatan discovery. Dalam pendekatan inkuiri siswa dengan proses mentalnya sendiri dapat menemukan suatu konsep atau prinsip, sehingga dalam menyusun rancangan percobaan dilakukan atas kemampuannya sendiri. Oleh karena itu di tingkat Sekolah Dasar pendekatan inkuiri lebih cocok diterapkan di kelas atas. Contoh untuk topik Pembakaran memerlukan oksigen bila diajarkan dengan pendekatan inkuiri adalah : Pertama tama guru menunjukkan fenomena yang dapat menimbulkan rasa ingin tahu dan memusatkan perhatian siswa, yaitu tentang lilin yang semula nyala kemudian ditutup dengan gelas sehingga lama kelamaan nyala api padam

Guru mengajukan pertanyaan pada siswa : - Mengapa lama kelamaan nyala api padam ? - Faktor apa yang menentukan cepat atau lamanya nyala api padam ?

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

219

Dari pertanyaan tersebut akan muncul beberapa hipotesis yang dikemukakan siswa, misalnya tentang ukuran gelas, ukuran lilin dan jenis lilin. Pada setiap hipothesis yang dikemukakan oleh siswa ditindaklanjuti dengan pertanyaan : kalian bisa - Bagaimana membuktikan kalau dugaan (jawaban) yang kalian kemukakan tadi benar ? - Bahan dan alat apa saja yang diperlukan untuk membuktikan kebenaran jawaban kalian ? (dalam hal ini sebelumnya guru sudah mempersiapkan bahan dan alat yang kemungkinan dibutuhkan siswa untuk menguji berbagai hipotesis)

e. Pendekatan Histori : Merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada sejarah bagaimana ditemukan atau dihasilkannya suatu pengetahuan. Contoh pembelajaran dengan topik Vitamin C bila diajarkan dengan pendekatan histori adalah : Sebelum membahas tentang manfaat dan sumber- sumber vitamin C, pembelajaran dimulai dengan cerita kejadian pada th. 1498 yaitu munculnya masalah yang dihadapi oleh komandan kapal penjelajah dunia Vasco da Gama. Pada tahun tersebut 100 orang anak buah kapalnya dari 160 orang yang ada mengalami gejala sakit yang mengerikan yaitu diawali dengan gusi yang berdarah dan lama kelamaan beberapa giginya tanggal. Karena perjalanan mengarungi
220

lautan tersebut membutuhkan waktu yang berbulan-bulan maka selama dalam perjalanan makanan yang dikonsumsi oleh para awak kapal adalah makanan yang sudah diawetkan. Hal ini semakin membuat parahnya gejala yang dialami penderita, yaitu bau busuk mulai keluar dari mulut dan ruam-ruam pada permukaan kulit terus bermunculan. Pergelangan tangan dan kaki membengkak, buang air besar berdarah dan tubuh mulai lukaluka sehingga bau semakin busuk. Selanjutya penderita hanya terbaring tak berdaya, sering mengigau dan nafas terengah-engah akhirnya disudahi dengan kematian. (gejala ini dikemudian hari dikenal dengan penyakit skorbut). Ratusan tahun dari kejadian tersebut orang belum mengetahui apa penyebab penyakit tersebut dan obat apa yang dapat menyembuhkannya, sehingga gejala serupa sering menimpa para pelaut yang mengarungi samudra dalam jangka waktu yang lama. Baru th. 1768 saat kapten Cook dari Inggris yang membawa anak buah kapalnya menjelajah dunia kembali dalam jumlah yang utuh dan keadaan sehat, misteri tersebut di atas mulai terkuak. Setelah dianalisis ternyata dalam perjalanannya kapten Cook berbekal banyak buah-buahan terutama jeruk, dari fakta tersebut disimpulkan bahwa jeruk atau buah-buahan dapat mencegah penyakit skorbut. Namun saat itu belum diketahui mengapa demikian. Baru pada tahun 1833 penelitian menunjukkan bahwa di dalam jeruk terdapat senyawa asam askorbin. Dalam perkembangannya tepatnya pada tahun 1912 senyawa

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

tersebut oleh C. Funk diberi nama Vitamin C. Contoh lain untuk materi Hukum Newton diawali dengan fenomena buah apel. Hukum Archimedes dengan kejadian di bak mandi dan penemuan kinine sebagai obat penyakit malaria diawali dengan kejadian di Afrika tentang air sungai yang dapat menyembuhkan orang demam dan menggigil berkepanjangan.
g. Pendekatan Nilai : Merupakan pendekatan pembelajaran yang mengandung pesan norma atau etika hidup diantara makhluk yang lain. Mengingat beberapa nilai yang dipakai secagai acuan hidup setiap individu atau masyarakat tidak sama, misalnya yang berkaitan dengan suku, ras dan agama maka bila akan mengajarkan sains dengan pendekatan nilai harus dipertimbangkan jangan sampai malah menimbulkan perpecahan diantara siswa. Misalnya jangan membahas materi tentang makanan sehat dikaitkan dengan makanan halal dan haram. Materi pembelajaran harus dipilih sesuai dengan nilai-nilai yang bersifat umum misalnya yang menyangkut tentang keadilan, kebenaran, tenggang rasa, pengorbanan dll. Contoh : pembelajaran tentang Penghematan energi atau Sumber Daya Alam paling tidak dibahas bahwa : Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia tidak bisa lepas dari energi atau sumber daya alam, misalnya untuk makan dan pakaian tergantung pada keberadaan hewan dan tumbuhan, untuk penerangan butuh listrik,sedang keberadaan

listrik tergantung pada sumber daya air atau batu bara. Untuk transportasi perlu bahan bakar minyak. Diantara energi atau sumber daya alam tersebut ada yang dapat diperbarui dan ada yang tidak dapat diperbarui. Sumber daya alam yang dapat diperbarui misalnya hewan dan tumbuhan, pembaruannya dengan cara budidaya atau mengembangbiakkan. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui misalnya batu bara dan bahan bakar minyak, karena sumberdaya alam tersebut proses pembentukannya butuh waktu jutaan tahun. Padahal semakin lama jumlah manusia semakin banyak. Disamping itu gaya hidup manusia semakin banyak membutuhkan sumber daya alam yang sulit diperbarui. Akibat kedua hal tersebut lama kelamaan akan terjadi krisis energi. Oleh karena itu agar alam tetap memiliki daya dukung terhadap kehidupan manusia dengan tetap tersedianya cadangan energi maka manusia sendiri yang perlu menghemat pemakaian energi. Karena bila tidak demikian maka cadangan energi akan semakin menipis dan menyebabkan kecuali sulit mendapatkan juga harganya menjadi mahal. Akibatnya tidak semua orang dapat menikmatinya. Oleh karena itu walaupun kita punya uang untuk membeli energi tersebut sebaiknya tidak menghamburhamburkan energi hanya untuk halhal yang tidak penting, dengan tujuan agar setiap orang dapat memperoleh manfaat dari alam. karena pada dasarnya alam diciptakan Tuhan adalah demi kesejahteraan umatnya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

221

g.

Pendekatan Lingkungan : merupakan pendekatan pembelajaran dimana siswa diajak langsung berhadapan dengan lingkungan di mana fakta atau gejala alam tersebut berada. Pembelajaran sains dengan pendekatan lingkungan akan memberikan kepada siswa pengalaman atau pengetahuan yang bersifat alami dan belum tentu dapat diperoleh di kelas atau di laboratorium. Misalnya untuk pembelajaran tentang awan dan perubahannya siswa diajak keluar kelas untuk mengamati perubahan yang terjadi di langit. Untuk pembahasan tentang proses penyerbukan siswa diajak ke taman/ halaman sekolah, untuk membahas jaring-jaring makanan siswa diajak ke sawah, untuk membahas perubahan energi siswa diajak ke PLTU atau PLTU. Pendekatan Sains- TeknologiMasyarakat : merupakan pendekatan pembelajaran yang pada dasarnya membahas penerapan sains dan teknologi dalam konteks kehidupan manusia sehari- hari. Oleh karena itu pendekatan SainsTeknologiMasyarakat disebut juga sebagai pendekatan terpadu antara sains dan isue teknologi yang ada di masyarakat. Dengan pendekatan ini siswa dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi sederhana atau solusi pemikiran untuk mengatur dampak negatif yang mungkin timbul akibat munculnya produk teknologi. Dengan demikian guru sains dapat menggunakan pendekatan SainsTeknologiMasyarakat untuk menanamkan pemahaman konsep dan

pengembangannya untuk kemaslahatan masyarakat. (Pembahasan lebih rinci tentang pendekatan sains-teknologimasyarakat beserta contoh penerapannya dibahas pada Bab III dan IV).

h.

222

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 16

BAB III PENDEKATAN SAINSTEKNOLOGI-MASYARAKAT


1. Latar belakang Pengembangan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) Kajian tentang keterkaitan antara sains-teknologi-masyarakat mulai berkembang sejak era 1970 an. Di Amerika gerakan STM diawali di tingkat universitas dengan memasukkan matakuliah yang berwawasan STM (Yager, 1993). Gerakan tersebut dipicu oleh terjadinya ledakan bom atom yang dirancang oleh para teknolog yang tergabung dalam proyek Manhattan, yang menyebabkan kecuali rusaknya lingkungan juga jatuhnya banyak korban. Adanya kejadian tersebut menyadarkan para cendekiawan tentang pentingnya pendidikan dampak sains dan teknologi pada masyarakat atau lingkungan. Awal mula pengembangan STM memfokuskan pembahasan pada empat aspek penting yaitu : - Isu-isu aktual tentang sains dan teknologi - Kritik masyarakat ilmiah tentang teknologi - Studi tentang aspek sosial dari teknologi - Kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan teknologi Dalam perkembangannya pendidikan STM semakin meluas di berbagai negara lewat berbagai pertemuan atau konferensi secara internasional yang menekankan pentingnya pendidikan STM. Misalnya pada tahun 1979 Perserikatan Bangsa bangsa (PBB) menyelenggarakan konferensi

Science and Technology for Development di Wina. Pada tahun 1984 di Brisbane Australia diselenggarakan simposium The Third International Symposium on World Trends in Science and Technology Education. Tahun 1987 UNESCO bekerjasama dengan beberapa badan dunia menyelenggarakan seminar di Bangalore India tentang Science and Technology Education and Future Human Needs. Hasil berbagai pertemuan tersebut selalu merekomendasikan bahwa dalam pembelajaran sains sangat perlu untuk mengkaitkan materi sains dengan persoalanpersoalan sosial akibat dari perkembangan teknologi. Di kemudian hari saran ini diangkat sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran sains. Adanya kesepakatan tersebut mendapat respon positif dari negara-negara anggota UNESCO untuk menerapkan pendekatan STM dalam pembelajaran sainsnya. Gerakan STM di Amerika Serikat dimotori oleh R.E. Yager, di Inggris oleh J. Solomon dan di Kanada oleh G. Aikenhead. Bahkan di Amerika Serikat penerapan pendekatan STM dalam pembelajaran sains merupakan suatu proyek besar yang dibiayai oleh The National Science Foundation (NSF), dan didukung oleh asosiasi guruguru sains yang tergabung dalam The National Science Teachers Assiciation (NSTA) (Hidayat, 1991). Hasil pengembangan pembelajaran dengan pendekatan STM secara periodik disosialisasikan ke berbagai negara lewat publikasi dalam jurnal/

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

223

majalah The Science Teacher dan Science and Children. Di Australia pengembangan pendekatan STM dalam pembelajaran sains terkoordinir sejak tahun 1988, yaitu mulai dibentuknya SECAP (Soutern Eastern Coordinated Area Program) yang memiliki program utama : - Pengembangan Kurikulum guna mensuport kebutuhan sekolahsekolah lokal - Mengkritisi industri setempat - Pengembangan profesionalisme guru - Pelatihan/ asistensi ke industriindustri Khusus untuk para calon guru Sekolah Dasar, guna menambah wawasannya tentang teknologi yang dapat diajarkan pada siswa Sekolah Dasar mereka diwajibkan menempuh matakuliah Science, Toys and Trick (Tyttler, 1992 ). Dalam perkuliahan tersebut dibahas tentang segala mainan anak-anak Australia yang memuat prinsip-prinsip sains. Dengan demikian produk teknologi yang diajarkan nantinya tidak asing bagi peserta didik.
2. Pendekatan STM di Indonesia Gerakan pendekatan STM di Indonesia menurut Hidayat (1997) merupakan respon atas kondisi dan situasi pendidikan yang pada umumnya menunjukkan bahwa: - Siswa pada umumnya kurang dapat menerapkan konsep dan proses sains yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupan mereka sehari-hari. - Otoritas guru yang menonjol, dimana guru menganggap dirinya sebagai sumber informasi yang harus dipelajari siswa.

Pembelajaran sains pada umumnya dilakukan di dalam kelas dan guru jarang menggunakan lingkungan sebagai sumber belajarnya.

Sebagaimana telah diuraikan dalam Bab I bahwa hakikat sains adalah sebagai produk dan proses, maka dalam pembelajarannya diharapkan tidak hanya menyampaikan pengetahuan yang berupa fakta, konsep atau prinsip saja melainkan juga tentang proses bagaimana produk sains tersebut ditemukan. Oleh karena itu pemilihan materi dan pendekatan pembelajaran merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran sains. Disamping itu bila dilihat salah satu fungsi matapelajaran sains adalah mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan/ keterkaitan yang saling mempengaruhi antara sainslingkungan-teknologi dan masyarakat maka dalam pembelajarannya dibutuhkan wahana yang dapat memfasilitasi tumbuhnya kesadaran tersebut. Untuk itu dalam pembelajaran sains perlu dikaitkan dengan teknologi, karena pada dasarnya antara sains dan teknologi memiliki hubungan timbal balik artinya pengembangan sains akan menghasilkan pengetahuan dasar yang dibutuhkan untuk pengembangan teknologi, sementara pengembangan teknologi dapat menghasilkan cara atau sarana bagaimana memecahkan masalah sains yang ada. Di Indonesia gagasan penerapan pendekatan STM sebetulnya sudah dimunculkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran materi sains Kurikulum 1994, namun dalam praktek di lapangan masih jarang bahkan bisa dikatakan belum diterapkan. Penerapan pendekatan STM pada umumnya masih terbatas pada tahap uji coba/ penelitian-

224

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

penelitian. Disinyalir salah satu kendala yang menyebabkan adalah belum dipahami dengan baik bagaimana operasionalisasi pendekatan tersebut bagi sebagian besar guru sains. Pentingnya untuk mengembangkan pembelajaran sains lewat pendekatan STM tertuang kembali dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi yang secara resmi mulai diterapkan tahun 2004. Dalam kurikulum tersebut secara eksplisit ditegaskan bahwa Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) merupakan salah satu aspek yang harus dipelajarari siswa dalam pembelajaran sains.
3. Keterkaitan Sains dan Teknologi dengan Pendekatan STM Contoh kongkrit yang menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara sains dan teknologi dapat dipaparkan sbb. : Salah satu produk yang dihasilkan lewat proses sains adalah prinsip bahwa lensa cembung dapat memperbesar banyangan benda. Prinsip ini dipakai untuk menciptakan produk teknologi yang berbentuk mikroskop. Setelah diciptakan mikroskop maka dapat ditemukan fakta atau prinsip sains yang lain misalnya fakta bahwa unit/ struktur dasar makhluk hidup adalah sel. Ditemukannya sel akan menimbulkan rasa ingin tahu manusia lebih lanjut tentang apa yang ada dalam sel dan bagaimana proses yang terjadi dalam sel sehingga menyebabkan tubuh makhluk hidup menjadi besar. Hal ini akan memacu untuk penciptaan teknologi pembesar bayangan benda yang lebih kuat/ baik, sehingga memacu terjadinya perkembangan tipe mikroskop. Mikroskop yang semula dibuat hanya mikroskop cahaya lambat laun dapat diciptakan mikroskop fase kontras dan mikroskop elektron. Setelah terciptanya

teknologi yang lebih canggih bermunculan penemuan-penemuan fakta atau prinsip sain yang baru, begitu seterusnya . Dari sudut pandang yang lain Bybee (1998) menggambarkan keterkaitan antara sains dan teknologi seperti skema pada gambar 8 : Skema dalam gambar 8 tersebut menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara metode inkuiri dalam sains dengan strategi desain dalam teknologi, serta antara penjelasan dalam sains dengan solusi teknologi. Dalam arti teknologi tergantung pada keakuratan informasi sains dan tidak bisa bertentangan dengan hukum/prinsipprinsip sains. Sebaliknya sains tergantung pada teknologi sebagai penyedia sarana untuk melakukan observasi-observasinya. Disamping itu sains dan teknologi keduanya memberikan hasil yang bermanfaat bagi masyarakat. Manfaat langsung dari sains adalah memberikan pemahaman yang benar tentang alam, sedang manfaat langsung dari solusi teknologi adalah memfasilitasi atau memberikan jalan / kemudahan bagi manusia untuk merespon lingkungannya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

225

SAINS Berawal dari pertanyaan tentang alam

TEKNOLOGI Berawal dari masalah manusia dalam merespon lingkungannya

Menerapkan metode Inkuiri

Menerapkan strategi Problem Solving

Menjelaskan fenomena alam

Menemukan solusi atas masalah manusia dng lingkungannya

Pertanyaan baru

Masalah baru

Penerapan di masyarakat tentang penjelasan dan solusi

Aksi personal berdasar penjelasan dan solusi Gambar 8. Perbandingan dan keterkaitan antara sains dan teknologi

226

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Di sisi lain salah satu tujuan pembelajaran sains adalah menanamkan pengetahuan dan konsep sains yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, maka materi pembelajaran sains juga harus membumi artinya tidak asing bagi siswa sehingga fakta/ fenomenanya dapat dengan mudah dijumpai dan diaplikasikan dalam kehidupannya. Begitu juga tentang teknologi seharusnya tidak lepas dari kehidupan masyarakat, artinya teknologi yang dikembangkan harus mempertimbangkan aspek sosial dan etika sehingga memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat. Oleh karena itu agar tujuan tersebut dapat terealisir maka sejak awal perlu dikembangkan pendekatan STM dalam pembelajaran sains.
4. Karakteristik Pendekatan SainsTeknologi-Masyarakat Pendekatan STM merupakan inovasi pembelajaran sains yang berorientasi bahwa sains sebagai bidang ilmu tidak terpisahkan dari realitas kehidupan masyarakat sehari-hari dan melibatkan siswa secara aktif dalam mempelajari konsep-konsep sains yang terkait. Oleh karena itu paradigma yang digunakan dalam pendekatan STM menurut Aikenhead (1994) adalah :

c. Setiap pokok bahasan dikaitkan dengan konteks sosial dan teknologi sehingga siswa diharapkan dapat melihat adanya integrasi antara alam semesta sebagai sains dengan lingkungan buatan manusia sebagai teknologi dan dunia sehari-hari para siswa sebagai lingkungan sosial/ masyarakat. Hubungan tersebut dapat diilustrasikan seperti pada gambar 9: Lingkungan Alam

Sains

Siswa

Teknologi

Masyarakat

Lingkungan buatan manusia

Lingkungan sosial

a. Pelajaran sains dipandang sebagai usaha manusia yang berkembang melalui aktivitas manusia dan akan mempengaruhi hidup manusia. b. Memandang pendidikan sains dalam konteks yang lebih luas, tidak hanya menyangkut konsep-konsep yang ditemukan oleh para ilmuwan saja tetapi juga menyangkut proses yang digunakan dalam menemukan konsep yang baru.

Gambar 9 : Hubungan antara bahan ajar dengan kesatuan pemahaman siswa Keterangan : panah menunjukkan - Anak pemahaman yang dibentuk siswa hubung menunjukkan - Garis keterpaduan bahan pengajaran STM Diagram tersebut di atas dapat dimaknai bahwa alam yang merupakan lingkungan di mana manusia/ siswa berada mengandung/ memunculkan/ merupakan sumber berbagai macam pengetahuan (sains). Di samping itu

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

227

dalam melangsungkan kehidupannya manusia akan memanfaatkan/ mendayagunakan alam. Untuk dapat memanfaatkan alam tersebut manusia perlu menciptakan teknologi. Teknologi diciptakan pada dasarnya untuk membantu/ memudahkan manusia dalam pencapaian tujuan hidupnya. Teknologi dibangun/ dibuat dengan dasar atau menerapkan prinsip-prinsip sains, sehingga teknologi dapat dimaknai sebagai lingkungan buatan manusia. Agar kelangsungan hidup manusia dapat terjaga maka dalam menciptakan dan menggunakan teknologi tersebut harus memperhatikan dampak atau pengaruhnya bagi masyarakat luas , jangan sampai teknologi yang diciptakan malah menimbulkan dampak sosial yang pada akhirnya manusia sendiri yang rugi. Dengan pemaknaan seperti tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa penerapan pendekatan STM merupakan usaha untuk menjembatani/ memadukan antara sains/ Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Oleh karena itu pendekatan STM dapat digunakan untuk membangun kesadaran siswa bahwa antara sains dan Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki peranan yang sama dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan titik tolak seperti tersebut maka untuk pembelajaran sains lewat pendekatan STM harus berorientasi pada siswa (Student centered). Secara rinci Yager (1996) merumuskan karakteristik pendekatan STM adalah : a. Berawal dari identifikasi masalahmasalah lokal yang ada kaitannya dengan sains dan teknologi oleh siswa (dengan bimbingan guru) b. Penggunaan sumberdaya setempat baik sumber daya manusia maupun material

c. Keikutsertaan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari d. Pengidentifikasian cara-cara yang memungkinkan sains dan teknologi untuk memecahkan masalah hari depan menurut strategi e. Dilaksanakan pembuatan keputusan. Setiap siswa harus menggunakan informasi sebagai bukti, baik untuk membuat keputusan tentang kehidupan seharihari maupun keputusan tentang masa depan masyarakat f. Belajar tidak hanya berlangsung di dalam kelas atau sekolah, tetapi juga di luar sekolah atau di lapangan nyata g. Penekanan pada ketrampilan proses yang dapat digunakan siswa dalam memecahkan masalah mereka sendiri h. Membuka wawasan siswa tentang pentingnya kesadaran karir/ profesi, terutama karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi i. Adanya kesempatan bagi siswa untuk memperoleh pengalaman dalam berperan sebagai warganegara untuk mencoba memecahkan masalah-masalah yang telah mereka identifikasi Dengan mencermati karakteristik program STM seperti tersebut di atas nampak bahwa program STM dimaksudkan untuk menyiapkan/ menghasilkan warganegara yang mampu melaksanakan atau mengambil keputusan tentang masalah-masalah aktual. Disamping itu STM dapat juga digunakan sebagai sarana untuk pembentukan literasi/ tidak buta tentang sains dan teknologi, karena siswa selain memperoleh pengetahuan juga diharapkan dapat timbul kesadaran

228

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

tentang pelestarian lingkungan dan dampak negatif teknologi serta tanggungjawab untuk mencari penyelesaiannya. Mengingat karakteristik seperti tersebut di atas maka proses pembelajaran STM beserta penilaiannya difokuskan pada 6 ranah/ domain yaitu : Sebagai pusatnya adalah konsep sains dan proses sains, sedang empat domain yang lain mencerminkan dunia nyata (the real world). Dua domain diantaranya merupakan aspek yang memotivasi siswa untuk memasuki dunia ilmuwan yaitu aspek kreativitas dan sikap. Dua domain yang lain merupakan penerapan dan hubungan antar domain, dalam hal ini meliputi teknologi yang merupakan hasil karya manusia. Hubungan keenam domain tersebut oleh Yager (1996) digambarkan seperti gambar 10 .
Application (aplikasi)

Creativity (Kreativitas)

Concept (Konsep) Processes (Proses)

Attitude (Sikap)

Connections (Hubungan)

Gambar 10: Domain yang perlu dievaluasi dalam pendekatan SainsTeknologi-Masyarakat. Mengingat bervariasinya aspek yang perlu diukur keberhasilannya maka bentuk atau cara evaluasinya juga bervariasi. Seyogyanya evaluasi

dilakukan secara berkelanjutan sehingga penggunaan portofolio atau data perkembangan pencapaian hasil setiap peserta didik sangat dianjurkan. Menurut Yager dan Tamir (1993) untuk ranah konsep penilaian pencapaian hasil belajarnya dapat digunakan tes tertulis. Bahkan untuk konsep-konsep yang sederhana dapat digunakan bentuk pilihan ganda. Oleh karena sains meliputi juga aspek proses maka untuk mengetahui pencapaian kemampuannya harus dilakukan dengan mengamati apa yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung; sebagai contoh untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengobservasi dapat dilakukan dengan melihat bagaimana siswa mengamati obyek dan bagaimana hasil/ data yang diperolehnya, sedang untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengklasifikasi dapat dilakukan dengan melihat bagaimana siswa menyusun informasi yang digali atau data yang diperoleh menjadi suatu matriks yang mudah dipahami. Untuk ranah kreativitas dapat dievaluasi dari aspek : a. Kelancaran: yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai ide secara cepat dalam menyelesaikan masalah. b. Keluwesan: yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai ide dalam menyelesaikan masalah yang baru. c. Keaslian: yaitu kemampuan untuk menghasilkan respon/ jawaban yang unik atau lain dari pada yang lain. d. Elaborasi: yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak alternatif/ kemungkinan untuk menterjemahkan ide ke dalam tindakan. e. Kepekaan: yaitu peka terhadap munculnya masalah atau situasi tertentu.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

229

5. Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan STM Oleh karena pendekatan STM berorientasi pada peningkatan kemampuan berpikir siswa maka proses dalam memperoleh pengetahuan lebih diutamakan. Dengan pendekatan STM siswa diharapkan dapat membangun/ mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Oleh karena itu Yager (1996) mengatakan bahwa pendekatan STM sejalan dengan prinsip pembelajaran yang konstruktivistik. Secara operasional National Science Teachers Association menyusun langkah pembelajaran sains dengan pendekatan STM dalam tahap-tahap sbb: 1. Tahap Invitasi: pada tahap ini dapat dipilih salah satu dari alternatif : a. Guru mengemukakan issue atau masalah aktual yang sedang berkembang di masyarakat sekitar yang dapat diamati/ dipahami oleh peserta didik serta dapat merangsang siswa untuk bisa ikut mengatasinya. Misalnya masalah : Demam berdarah, Bencana kekeringan atau Tanah longsor, dll.

2. Tahap Eksplorasi: pada tahap ini siswa melalui aksi dan reaksinya sendiri berusaha memahami/ mempelajari situasi baru atau yang merupakan masalah baginya. Dapat ditempuh dengan cara membaca buku, majalah, koran, mendengarkan berita di radio, melihat TV, diskusi dengan sesama teman atau wawancara dengan masyarakat maupun melakukan observasi langsung di lapangan 3. Tahap Solusi: pada tahap ini berdasar hasil eksplorasinya siswa menganalisis terjadinya fenomena dan mendiskusikan bagaimana cara pemecahan masalahnya. Dengan kata lain siswa mengenal dan membangun konsep baru yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Untuk memantapkan konsep yang diperoleh siswa tersebut guru perlu memberikan umpan balik/ peneguhan 4. Tahap Aplikasi: pada tahap ini siswa mendapat kesempatan untuk menggunakan konsep yang telah diperoleh. Dalam hal ini siswa mengadakan aksi nyata dalam mengatasi masalah lingkungan yang dimunculkan pada tahap invitasi. Misalnya bila dalam tahap invitasi dipilih masalah demam berdarah maka pada tahap aplikasi ini siswa diminta untuk mengadakan aksi nyata , yaitu berperan aktif sebagai Petugas Pemantau Jentik Nyamuk di lingkungannya masing-masing, atau melaksanakan kerjabakti memberantas sarang nyamuk dengan gerakan 3 M ( Menguras, Menutup dan Mengubur ).

b. Issue atau masalah digali dari pendapat atau keinginan siswa dan yang ada kaitannya dengan konsep sains yang akan dipelajari. Misalnya dalam kehidupan siswa mereka sering atau senang makan makanan yang instant/ siap saji, berwarna mencolok, mengandung penyedap atau pemanis sintetis. Mengapa demikian ?, maka masalah tersebut dapat diangkat sebagai topik pembelajaran

230

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran seperti tersebut di atas agar proses pembelajarannya dapat berjalan dengan baik maka menurut Aikenhead (1994) terlebih dulu perlu diidentifikasi/ dirumuskan 4 aspek yaitu : Tujuan : yaitu a. Fungsi/ menyangkut apa yang ingin dicapai dengan pembelajaran sains melalui pendekatan STM tersebut b. Content/ Isi : yaitu menyangkut materi apa yang akan dipelajari c. Struktur : yaitu menyangkut bagaimana sains dan teknologi akan diintegrasikan urutan : yaitu d. Sequence/ menyangkut bagaimana operasionalisasi pembelajaran STM tersebut didesain/ dirancang Untuk merealisasikan maksud tersebut Strategi belajar yang dianjurkan meliputi kegiatan : Brainstorming/ curah pendapat tentang masalah atau topik yang akan dipelajari Merumuskan permasalahan secara spesifik Curah pendapat tentang sumber belajar yang akan digunakan Menggunakan sumber belajar dalam pengumpulan informasi atau data Menganalisa, mensintesa dan mengevaluasi Melakukan aksi Sekuen atau urutan logis pembelajaran dengan pendekatan STM oleh Aikenhead (dalam Solomon, 1994) dilukiskan dalam gambar 11. Gambar 11 tersebut mengandung makna bahwa pembelajaran STM diawali dari adanya masalah nyata yang muncul di masyarakat. Untuk

memahami dan memecahkan permasalahan tersebut perlu pengkajian suatu teknologi. Dalam hal ini teknologi dapat meliputi domain teknik atau cara dan domain produk atau yang berbentuk sarana/ barang. Teknologi yang dimaksud pada dasarnya merupakan pengembangan atau penerapan konsep dan ketrampilan proses sains yang semata-mata ditujukan untuk merespon kebutuhan hidup manusia atau mencari solusi untuk mengatasi masalah sosial.
masyarakat Teknologi masyarakat

Konsep & Ketrampilan Sains Teknik Produk

masyarakat

Gambar 11: Alur pembelajaran dengan pendekatan STM. Untuk melakukan semua kegiatan tersebut di atas guru bertindak sebagai fasilitator, tugas/ peranan utama guru adalah menciptakan ekologi belajar yang dapat membuat pembelajaran berpusat pada siswa. Kondisi tersebut dapat ditempuh dengan cara : Mendorong dan menghargai inisiatif, otoritas dan kepemimpinan siswa. Memperbolehkan siswa memilih sendiri materi yang akan dipelajari sesuai kebutuhan/ketertarikannya. Memacu siswa untuk berinteraksi baik dengan sesama siswa maupun dengan guru. Mendorong siswa untuk merefleksikan pengalamannya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

231

Meminta siswa untuk merumuskan konsep-konsep yang mereka peroleh sebelum guru memberikan klarifikasi/ peneguhan tentang konsep tersebut.

waktu dan pengoperasionalan kurikulum. Dalam pendekatan STM memungkinkan munculnya ide siswa yang baru dan beragam, sehingga perlu diapresiasi agar kreativitas siswa dapat berkembang. Contoh pembelajaran sains dengan pendekatan STM model NSTA (National Science Teachers Association) dan bertolak dari isu yang muncul/ ada di masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Persiapan : menghubungkan isu STM dengan kurikulum : Di Indonesia terutama di daerah perbukitan dan tebing sungai sering terjadi bencana tanah longsor, sehingga tidak jarang menimbulkan banyak korban. Fenomena ini dapat dikaitkan dengan materi pembelajaran sains lingkup Bumi dan Alam semesta. Sebagaimana yang tertuang dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi salah satu kompetensi dasar yang dituntut dalam pembelajaran sains adalah : Mendeskripsikan saling keterkaitan antara permukaan bumi, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Bila pengalaman belajar yang diharapkan meliputi : 1. Mendriskripsikan berbagai cara manusia menggunakan sumber daya alam. 2. Mengumpulkan informasi tentang cara-cara manusia memelihara dan melestarikan alam. 3. Mengaplikasikan salah satu cara melestarikan alam. Sebagai indikator pencapaian kompetensi tersebut adalah : a. Membuat daftar jenis-jenis sumber daya alam dan kegunaannya.

Efektivitas atau keberhasilan penerapan pendekatan STM tergantung pada beberapa faktor. Yager (1996) mengidentifikasi hal-hal yang perlu dipenuhi guru untuk dapat menerapkan pendekatan STM dengan baik, antara lain: menciptakan iklim/ 1. Dapat lingkungan belajar dan menggunakan sarana pembelajaran yang mendukung, misalnya dengan melakukan kegiatan yang beragam, antara lain kegiatan di Laboratorium, di Perpustakaan , Diskusi kelompok untuk mengambil suatu keputusan, dll. 2. Memiliki harapan yang tinggi terhadap dirinya sendiri maupun siswanya, artinya guru mengharapkan pada siswanya dapat terjadi perubahan baik pengetahuannya, sikap maupun perilakunya. Pada dirinya sendiri berharap bahwa dengan STM ia akan lebih banyak melakukan sesuatu, lebih melibatkan diri dan mencari terus pemecahan suatu masalah disekitarnya. pada Science 3. Menekankan Literacy atau melek sains dan penerapan pengetahuan, sehingga dalam pembelajaran sains tidak hanya untuk memahami istilah atau ketrampilan saja melainkan menuntut siswa untuk dapat menerapkan istilah tersebut atau mengklarifikasi penggunaannya dalam konsep yang lebih luas. keluwesan dalam 4. Memiliki pengaturan jadwal, penggunaan
232

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

b. Mengidentifikasi teknologi yang digunakan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam. c. Mencari contoh perilaku yang menunjukkan kepedulian dan merusak lingkungan. d. Menjelaskan mengapa perilaku yang tersebut dalam butir 2.1 tersebut bermanfaat atau merugikan. e. Mengumpulkan data atau gambargambar tentang lingkungan yang baik dan lingkungan yang rusak f. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan pelestarian lingkungan/ sumberdaya alam. Bila materi tersebut akan diajarkan dengan menggunakan pendekatanSTM , maka langkah pembelajarannya adalah :
1. Tahap invitasi : Guru menyampaikan isu lingkungan yang sedang aktual yang terkait dengan materi pembelajaran, misalnya dengan cara memberikan ilustrasi tentang banyaknya tanah longsor akibat penerapan teknologi atau perilaku manusia yang tak terkontrol. Untuk merangsang minat siswa terhadap masalah tersebut dapat ditempuh dengan cara membacakan berita atau artikel di Surat Kabar serta menunjukkan gambar-gambar tentang kerukakan akibat tanah longsor. (Contoh artikel ada di halaman 93 s/d 95 Tujuan yang ingin dicapai dengan mengangkat masalah tanah longsor dalam pembelajaran tersebut adalah agar siswa : a.Mengetahui manfaat tanah sebagai sumber daya alam. b.Memahami keterkaitan antara perilaku masyarakat, teknologi yang digunakan dan tanah dimana mereka berkarya.

c.Menyadari betapa pentingnya memelihara dan melestarikan tanah. d.Mampu melaksanakan kegiatan guna mencegah terjadinya kerusakan tanah.
2. Tahap Eksplorasi : Secara berkelompok siswa ditugasi untuk mengkaji tentang: a. Pemanfaatan tanah bagi kehidupan manusia. b. Bagaimana sistim pengelolaan tanah yang dilakukan masyarakat Indonesia pada umumnya atau masyarakat setempat pada khususnya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

233

c. Teknologi apa saja yang dipakai manusia dalam mendayagunakan tanah. d. Kebiasaan-kebiasaan apa saja yang dilakukan masyarakat yang dapat menurunkan kualitas tanah. e. Bagaimana usaha yang telah ditempuh sampai saat ini guna memelihara dan melestarikan tanah. Keterkaitan antar sub masalah yang menjadi tugas setiap kelompok dalam proyek tersebut dapat digambarkan dalam diagram seperti berikut :
Kebiasaan masyarakat mengelola lahan yang menyebabkan tanah longsor Pencegahan tanah longsor

Kondisi lahan yang potensial longsor

TanahLongsor

Perubahan Biotik dan Abiotik penyebab tanah longsor

Faktor alami penyebab tanah longsor

Dampak negatif tanah longsor bagi masyarakat

Pengkajian atau pengumpulan informasi tersebut di atas dapat ditempuh dengan berbagai macam cara, diantaranya adalah : a. Mengumpulkan dan menganalisa artikel-artikel yang terkait dari majalah atau surat kabar. b. Membaca buku-buku di Perpustakaan. c. Mencermati berita dari TV dan radio. d. Melakukan wawancara dengan instansi terkait, misalnya: Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pengawetan dan Perlindungan Alam, Dinas Pemukiman dan Pengembangan Prasarana
234 Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Wilayah, atau wawancara dengan orang-orang yang berkompeten. e. Mengunjungi tempat yang mengalami tanah longsor, tempat yang rawan longsor dan tempat yang cukup baik dalam pengelolaan tanahnya. f. Melakukan wawancara dengan masyarakat di wilayah bencana tentang dampak yang dideritanya akibat tanah longsor.
3. Tahap Solusi : dari hasil pengkajian masalah yang telah dilakukan pada tahap eksplorasi siswa diarahkan untuk menganalisis/ mensintesis guna menemukan pemecahan masalahnya. Untuk mengetahui bagaimana kerangka pikir siswa dalam memahami dan memecahkan masalah, siswa diminta menuangkan dalam jaringan yang menunjukkan keterkaitan antara konsep dan ide-ide yang dipikirkan. Untuk siswa yang taraf kemampuan berpikirnya masih sederhana maka guru dapat menuntunnya dengan cara memberi panduan yang dituliskan dalam bentuk kerangka dasar, sedang siswa diminta mengisi apa saja yang tercakup dalam setiap komponennya. Contoh kerangka dasar yang berkaitan dengan masalah tanah longsor seperti pada gambar 12 :

Tanah sebagai Teknologi Praktek pengelolaan Lingkungan/ yang digunakan tanah di lingkungan Obyek sains

Potensi tanah

- Penggalian - Penambangan - Lahan pertanian - Pemukiman

Kebiasaan yang menurunkan kualitas tanah

Tanah longsor - Terasering lahan miring - Penghijauan - Rotasi tanam - Pemupukan yang tepat Dampak negatif - Kematian - Rusaknya sarana/ prasarana Usaha menjaga & melestarikan tanah

Gambar 12: longsor.

Jaringan konsep tentang tanah

4. Tahap Aplikasi : dari cara/ teknik pencegahan terjadinya tanah longsor yang diinventarisir, siswa diminta menentukan pilihan mana yang akan diaplikasikan di masyarakat sekitar, misalnya melakukan penghijauan. Dalam pelaksanaannya guru perlu mengarahkan , misalnya dalam menentukan jenis tanaman yang cocok, cara menanam serta membantu bila memerlukan perijinan atau urusan administratif lainnya. 6. Penerapan STM dengan Pola Salingtemas Selain dapat menggunakan pola pembelajaran STM seperti yang dikembangkan oleh NSTA tersebut di atas, para pakar pendidikan Indonesia yang berkiprah dalam Pusat Kurikulum juga mengembangkan variasi pola pembelajaran serupa yang dikenal dengan Salingtemas (Sains,

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

235

Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat). Dari segi prinsip antara pembelajaran STM pola NSTA dan pola Salingtemas sama, di mana keduanya mengkaitkan hubungn antara sains, teknologi dan permasalahan masyarakat. Perbedaan terletak pada titik tolak dan tahap akhir dari pembelajaran, kalau pola NSTA cenderung diawali dari mengangkat isu aktual yang sedang berkembang di masyarakat dan diakhiri dengan melakukan aksi nyata untuk mengatasi masalah tersebut , sedang kalau salingtemas yang dikembangkan relatif lebih sederhana karena tidak menuntut kedua hal tersebut sehingga, sehingga tidak terlalu sulit untuk diterapkan di sekolah-sekolah Indonesia yang belum lama mengenal pendekatan STM dalam pembelajaran sains. Hasil pengembangannya tertuang sebagai rambu-rambu dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Adapun pola pembelajaran dengan pendekatan STM yang dimaksud dapat dilakukan dengan 3 alternatif pilihan yaitu : Alternatif pertama : Siswa dikenalkan tentang prinsip sains dan mencoba untuk memahami. Dari hasil pemahamannya siswa diminta untuk merancang dan membuat karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan prinsip sains tersebut. Kemudian hasil karyanya diujicobakan dan dari hasil uji coba tersebut kemungkinan perlu dilakukan perbaikan atau penyempurnaan guna mengatasi issue teknologi yang berkembang di masyarakat (khususnya yang berkaitan dengan usaha perbaikan lingkungan). Secara skematis alur

kegiatan belajar- mengajar alternatif pertama ini dapat digambarkan sbb. : Pengenalan dan Pemahaman prinsip sains

Merancang dan Membuat karya teknologi

Ujicoba karya teknologi

Perbaikan/ Penyempurnaan karya teknologi

Isu-isu Teknologi di Masyarakat

Saran Perbaikan Lingkungan Contoh: Teknologi hemat energi Pertama-tama siswa diajak mengidentifikasi tentang energi yang dipakai masyarakat untuk memasak bersumber dari apa saja. Siswa akan mengenal bahwa minyak tanah, gas LPG, arang, batubara, kayu bakar dan listrik merupakan energi yang bisa digunakan untuk memasak karena dapat dirubah menjadi energi panas. Energi kimia (Minyak tanah, LPG, arang, batubara dan kayu bakar) dapat dirubah menjadi energi panas dengan cara pembakaran. Salah satu produk teknologi untuk merubah energi kimia menjadi energi panas adalah tungku atau kompor. Besarnya panas yang dihasilkan atau banyaknya bahan yang dibutuhkan dalam pembakaran tergantung pada struktur/ tipe teknologi yang digunakan. Selanjutnya siswa diminta merancang dan membuat tungku atau kompor. Hasil karyanya diujicobakan
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

236

untuk menghasilkan model tungku/ kompor yang hemat energi. Kecuali hemat energi penggunaan tungku merupakan usaha penggunaan bahan bakar alternatif , sehingga tidak mengantungkan pada BBM. Kalau teknologi yang dibuat dalam bentuk kompor maka penekanannya adalah dengan bahan bakar sedikit dapat dihasilkan energi panas yang besar. Dengan demikian karya tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan usaha untuk mengatasi krisis energi. Alternatif kedua: Siswa diminta mengkaji suatu produk teknologi yang banyak beredar atau dimanfaatkan oleh masyarakat guna memahami prinsipprinsip sains yang digunakan sebagai dasar bekerja/ berfungsinya produk teknologi tersebut. Selanjutnya siswa didorong untuk menemukan model baru yang merupakan variasi atau modifikasi dari produk tersebut. Dengan demikian teknologi yang diciptakan masih menggunakan prinsip sains yang sama atau merupakan pengembangannya. Secara skematis pembelajaran STM pola kedua ini dapat dibuat alur sbb : Mengkaji produk teknologi yang ada di masyarakat

Memahami prinsip sains yang digunakan

Menemukan model/ variasi baru/ usulan pengembangannya Contoh: Kajian Teknologi transportasi Di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan sungai masih banyak dijumpai teknologi sederhana untuk sarana transportasi. Untuk menghubungkan antara seberang yang

satu dengan seberang yang lain digunakan rakit atau perahu penyeberangan. Kajian tentang rakit atau perahu ini dapat difokuskan dengan menyampaikan permasalahan yang sering muncul di masyarakat. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah siswa ditunjukkan informasi bahwa rakit atau perahu penyeberangan sering membawa malapetaka , antara lain : a. Rakit atau perahu tenggelam karena pengemudi tidak mengindahkan/ mengetahui seberapa besar daya angkat beban rakit atau perahunya b. Rakit atau perahu terbawa arus karena gaya yang diberikkan/ dilakukan pengemudi tidak memperhitungkan kekuatan aliran sungai. atau karena konstruksi/ sistem yang digunakan kurang baik. Untuk itu siswa diminta mengkaji bahkan bila perlu dapat juga siswa diajak mengamati secara langsung di lapangan pada obyek yang dimaksud. Dari pengamatan tersebut siswa dapat mengidentifikasi prinsip-prinsip sains apa yang ditemukan untuk beroperasinya rakit atau perahu tersebut. Disamping itu juga dapat menemukan kelemahan/ kekurangan yang terjadi atau yang belum menerapkan prinsip sains. Selanjutnya siswa diminta membuat usulan modifikasi atau variasi baru yang dapat meminimalisir masalah atau menemukan model baru yang menggunakan/memperhatikan prinsip sains yang semula belum diterapkan dalam produk sebelumnya. Alternatif ketiga: Siswa diminta mengkaji dampak penggunaan teknologi yang menimbulkan masalah lingkungan setempat. Kemudian menyusun usulan untuk memecahkan masalah tersebut dan selanjutnya dilakukan kegiatan pengkajian atas usulan-usulan tersebut

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

237

guna mencari penyempurnaan atas usulan tersebut. Secara skematis kegiatan belajar mengajar alternatif ketiga ini dapat dibuat alur sbb : Mengkaji dampak negatif produk teknologi terhadap lingkungan

Menginventarisasi usulan pemecahan masalah lingkungan akibat dampak teknologi

pupuk yang tepat atau sesuai dengan janis tanamannya, pemakaian dosis pupuk yang tepat atau tidak berlebihan , cara pemupukan yang tepat dll. Semua alternatif pemecahan masalah yang diusulkan dikaji ulang , bisa dengan mencari informasi lewat pustaka, wawancara dengan masyarakat petani atau bila mungkin dilakukan eksperimen sebagai ujicoba. Berdasarkan hasil kegiatan tersebut siswa diminta memperbaiki usulannya.
7. Nilai Tambah Pendekatan SainsTeknologi-Masyarakat Dengan mencermati karakteristik pendekatan STM seperti yang diuraikan sebelumnya maka secara konseptual pendekatan STM memiliki beberapa nilai tambah, baik yang merupakan sasaran utama maupun yang berbentuk dampak pengiring. Nilai tambah yang merupakan sasaran utama antara lain adalah : a. Lewat pendekatan STM dapat membuat pengajaran sains lebih bermakna karena langsung berkaitan dengan permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat membuka wawasan siswa tentang peranan sains dalam kehidupan nyata b. STM dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk mengaplikasikan konsep, ketrampilan proses, kreativitas dan sikap menghargai produk teknologi serta bertanggung jawab atas masalah yang muncul di lingkungan c. Pendekatan STM yang berorientasi pada hand on activities membuat siswa dapat menikmati kegiatankegiatan sains dengan perolehan pengetahuan yang tidak mudah terlupakan. Dengan demikian dapat

Mengkaji usulan

Perbaikan usulan

Contoh: Dampak negatif produk teknologi Pupuk Sistetik Awalnya siswa diminta membaca artikel/ berita di surat kabar yang membahas tentang dampak negatif akibat penggunaan pupuk buatan. Wawasan siswa dapat dilengkapi dengan cara melakukan wawancara pada para petani atau mengamati langsung obyek yang menunjukkan adanya dampak negatif dari pupuk buatan. misalnya dengan melihat wilayah yang gulma/ tanaman pengganggunya semakin subur, adanya pendangkalan selokan/ sungai atau waduk, tekstur tanah pertanian yang keras sehingga sulit diolah, dll. Selanjutnya siswa diminta mencari informasi lewat penelusuran hasil penelitian atau pustaka yang menunjukkan/ menggungkap mengapa fenomena tersebut dapat terjadi. Dari hasil kajian tersebut siswa diminta menyusun usulan tentang pemecahan masalah lingkungan akibat penggunaan pupuk sistetik tersebut, misalnya dapat menyangkut tentang penggunaan jenis

238

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

juga digunakan untuk menarik minat siswa dalam mempelajari sains d. STM dapat memperluas wawasan siswa tentang keterkaitan sains dengan bidang studi lain. Hal ini dapat terwujud karena dalam memecahkan permasalahan alam di lingkungan siswa tidak cukup hanya mempelajari bidang sains saja, melainkan perlu berbagai bidang studi yang lain, misalnya IPS, Ekonomi, Matematika dll. Dengan demikian mereka akan menyadari perlunya pemahaman ilmu secara holistik/ menyeluruh sehingga terhindar dari sikap skeptis atau pandangan yang sempit, misalnya menganggap bahwa bidang ilmunyalah yang paling baik. e. Lewat pendekatan STM dapat pula dikembangkan pembelajaran terpadu atau Integrated Learning, Across Curriculum atau lintas bidang Studi (Solomon, 1994), sedang Yager dan Lutz (1995) mengatakan bahwa pendekatan STM dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas Total Curriculum atau pembelajaran secara menyeluruh. Adapun dampak pengiring dari penerapan STM adalah akibat dari beragamnya kegiatan yang dilakukan dan penggunaan berbagai macam cara penilaian pencapaian keberhasilan belajar siswa. Misalnya adanya : a. Kegiatan kerja kelompok dapat memupuk kebiasaan saling kerjasama antar siswa. b. Kegiatan diskusi dapat memacu siswa untuk berani mengemukakan pendapat sekaligus melatih ketrampilan siswa untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Disamping itu dengan diskusi akan

terbentuk sikap terbuka atau menghargai pendapat orang lain. c. Penciptaan suatu karya atau pengaplikasian suatu gagasan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa bahwa dirinya dapat berperan/ bermanfaat baik bagi masyarakat maupun bagi perkembangan sains dan teknologi. d. Penggunaan cara evaluasi yang kontinu dan beragam dapat mendorong siswa untuk serius atau perhatian dalam mengikuti pembelajaran, karena penilaian tidak hanya menyangkut kemampuan kognitif saja melainkan juga partisipasi dan kreativitasnya. Di samping itu siswa akan merasa bahwa semua aktivitas/ gagasan yang ia lontarkan akan mendapat apresiasi, sehingga tidak ada keterlibatan yang mubadzir. Secara faktual adanya nilai tambah dari penerapan pendekatan STM dalam pembelajaran sains terlihat dari hasilhasil penelitian yang dilakukan di beberpa negara, antara lain yang dilaporkan oleh Yager & Tamir (1993) adalah : a. Penerapan pendekatan STM di grade 9 (setara kelas 3 SMP) dengan mengangkat isu Pencemaran Sungai akibat penambangan batubara menunjukkan bahwa dengan upayanya sendiri dalam mengumpulkan informasi guna mencari solusi siswa dapat berbicara banyak tentang ion hidronium dan ion hidroksida, padahal kelas/ siswa yang diteliti tersebut tergolong kelas yang masih terbiasa menggunakan pembelajaran secara tradidional. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan STM dapat memungkinkan munculnya ide/ gagasan kreatif yang tidak terduga sebelumnya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

239

b. Penerapan pendekatan STM dengan fokus permasalahan yang muncul di Taiwan yaitu tentang tingginya kelainan/ cacad bawaan Downs Syndrom, dapat menghasilkan rekomendasi pada pemerintah pusat bahwa perlunya hukum/ undangundang yang melegalkan para orang tua untuk menentukan keputusannya sendiri apakah mereka akan melanjutkan kehamilannya atau tidak bila telah terdeteksi bahwa janin yang dikandungnya mengalami downs syndrome. Fakta ini menunjukkan bahwa lewat STM siswa memiliki keberanian mengkomunikasikan karya ilmiahnya walaupun saat itu merupakan gagasan yang dianggap kontroversial oleh sebagian mayarakat. Mereka bisa mempertanggungjawabkan karyanya karena hasil penelusurannya memperlihatkan bahwa 70% responden yang diteliti menyetujuinya. c. Evaluasi terhadap pembelajaran STM di Iowa menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan atas pencapai hasil belajar tentang domain aplikasi, proses dan kreativitas siswa. Dimana pendekatan STM lebih tinggi dibanding dengan non STM, sedang untuk domain sikap walaupun dengan pendekatan STM lebih tinggi dibanding non STM tetapi perbedannya tidak berarti. Laporan Bodzin & Mamlok (2000) tentang penerapan pendekatan STM di New Carolina dengan mengangkat polemik tentang pembangunan barrier atau penahan ombak di sekeliling pantai Pulau Shell, menunjukkan bahwa siswa berhasil melakukan investigasi tentang isu-isu aktual dari berbagai sudut

pandang, antara lain dari segi sosial, politik dan sains. Dalam kegiatannya siswa cenderung memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat open ended artinya pertanyaan yang terbuka ,tidak ada jawaban yang salah atau jawaban yang paling benar. Kondisi ini dapat menumbuhkembangkan sikap menghargai / menerima gagasan orang lain. Penerapan pendekatan STM yang dilakukan oleh Boujaoude (2000) menunjukkan bahwa dengan pendekatan STM siswa merasa lebih memahami manfaat/ peranan sains dalam kehidupan, sehingga membuat siswa semakin berkembang sikap positifnya terhadap sains. Di samping itu dengan STM siswa dapat menyadari bahwa teknologi memiliki dimensi yaitu di satu sisi dibutuhkan manusia dan di sisi lain memiliki efek samping yang merugikan. Kesadaran ini membuat siswa semakin termotivasi ingin mempelajari lebih banyak tentang sains dan teknologi. Penelitian Bouillion & Gomez (2001) pada 9 sekolah , yang dikenal dengan The Chicago River Project menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan dan ketertarikan siswa dalam melakukan observasi. Bahkan siswa mengungkapkan bahwa dengan pendekatan STM tersebut ia betul-betul merasakan doing Science . Sebagai perwujudan bergairahnya siswa dalam mengatasi masalah sungai Chicago tersebut mereka antusias terjun langsung untuk membantu membersihkan sungai dan membuat lahan sepanjang sungai menjadi tempat bermain yang menyenangkan. Di kalangan siswa lahan/ taman hasil karyanya itu dikenal sebagai Go for a picnic atau Play with our friends. Penerapan pendekatan STM lainnya dengan mengambil issue tentang
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

240

Bioteknologi dapat membangkitkan kesadaran siswa untuk menghargai teknologi dan profesi ilmuwan, karena dari aktivitas penelusurannya siswa dapat memahami betapa rumit, mahal dan berartinya genetic engineering/ rekayasa genetika (Mc. Laughlin & Glasson, 2003).
8. Kritik dan Kendala dalam penerapan pendekatan SainsTeknologi-Masyarakat Beberapa penelitian terhadap penerapan pendekatan STM memang menunjukkan adanya nilai tambah yang bermacam-macam. Secara umum kecuali mengaktifkan/ memandirikan siswa juga mendorong kreativitas guru, sehingga dapat mewujudkan pembelajaran yang PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif. Efektif & Efisien dan Menyenangkan). Namun sepanjang penerapannya tidak semulus yang diharapkan. Beberapa kritik mempertanyakan/ meragukan efektivitas dan efisiensi dari prndekatan STM tersebut. Seperti yang dilontarkan oleh Singleton dari Boise State University (1994) bahwa prmbelajaran sains dinilai miskin konsep sains, karena pembahasannya secara interdisipliner maka pada umumnya tinjauan sains cenderung hanya superfisial saja. Di samping itu dipandang sangat membahayakan bila meleburkan sains dengan politik, ekonomi, moral maupun hukum. Dikatakan bahwa belum tentu kebenaran sains sejalan dengan kebijakan politik, ekonomi atau kebenaran moral dan hukum suatu negara. Oleh karena itu maka dalam penerapan pendekatan STM perlu selektif dalam pemilihan topik dan bila akan mengkaitkan dengan keempat aspek tersebut harus hati-hati. Kecuali itu perlu diingat bahwa penerapan

pendekatan STM lebih dominan untuk menunjukkan adanya keterkaitan antara sains dan teknologi dalam mengatasi permasalahan lingkungan/ masrarakat dari pada untuk pendalaman konsep. Maka dari itu pendekatan STM lebih efektif dan efisien bila diterapkan sebagai muara/ puncak dari beberapa pembelajaran konsep sebelumnya. Lain halnya dengan kondisi di Indonesia, dalam pelaksanaannya masih mengalami hambatan. Kendala utama adalah dari pihak guru. Budaya guru Indonesia yang cenderung mengajar seperti apa yang pernah mereka terima dari gurunya dan enggan untuk berkreasi/ inovasi merupakan faktor sulitnya menerapkan pendekatan STM. Kecuali itu karena dalam pendekatan STM diharapkan siswa mencari dan mengkaji sumber-sumber informasi yang terkait maka ketersediaan sumber informasi juga merupakan faktor pembatas dari penerapan pendekatan STM di Indonesia. Sebaiknya cukup tersedia buku atau artikel/ klipping yang telah dikemas sesuai dengan kebutuhan pembelajaran STM, agar dengan mudah dan cepat siswa mengakses informasi yang ada. Faktor ketiga yang dapat menyebabkan pelaksanaan pembelajaran STM tidak lancar adalah sistem penilaian yang diterapkan secara nasional yang cenderung berorientasi pada aspek koknitif. Apalagi kalau sistem penerimaan siswa baru di tingkat SLTP dan SLTA yang masih mengandalkan nilai UAS, begitu juga dengan seleksi mahasiswa baru yang hanya berdasarkan tes kognitif saja membuat guru tidak tergerak untuk menerapkan pembelajaran yang menekankan penilaian non-tes (portofolio dan observasi kegiatan) seperti yang diberlakukan dalam

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

241

pendekatan STM. Oleh karena itu agar pelaksanaan pendekatan STM dapat berkembang di Indonesia perlu dilakukan : a. Sosialisasi pendekatan STM disertai dengan pelatihan guru untuk merancang dan mempraktekkannya b. Pengembangan sumber belajar baik secara tulis maupun alam sekitar yang menunjang kelancaran pembelajaran, Misalnya guru perlu kreatif mengumpulkan informasi baik yang bermanfaat untuk diangkat sebagai masalah yang harus dipecahkan maupun informasi yang bermanfaat sebagai konsep acuan. c. Modifikasi/ perubahan sistem penilaian secara menyeluruh di setiap sektor pendidikan tidak hanya bertolak pada tes hasil pencapaian aspek kognitif saja, melainkan perlu memberi porsi yang memadai untuk hasil penilaian nontes.

242

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 17

BAB V PENDEKATAN STM DI SEKOLAH DASAR


Secara eksplisit contoh materi pembelajaran Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang ada dalam Kurikulum 2004 telah dibahas di bab IV. Namun mengingat hakikat pembelajaran STM adalah pembelajaran yang menitik beratkan pada bagaimana mengkaitkan sains dan teknologi dalam mengatasi permasalahan aktual yang terjadi di masyarakat, maka dalam operasionalisasi pembelajarannya guru perlu memasukkan permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar sekolah masing-masing. Hal tersebut dimaksudkan agar pembelajaran lebih terasa kebermaknaannya bagi siswa. Oleh karena itu guru tidak harus terpaku pada materi salingtemas seperti yang ada di kurikulum; karena pada dasarnya apa yang ada di Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah sebagai pedoman, sedang apa yang harus diajarkan di masing-masing sekolah adalah Kurikulum Berbasis Sekolah yang pengembangannya menjadi tugas setiap guru (Depdiknas, 2002). Untuk menambah wawasan atau memberikan alternatif pilihan yang dapat digunakan guru untuk menerapkan pembelajaran STM di SD pada bab ini dipaparkan beberapa contoh pembelajaran STM yang berawal dari masalah yang sering muncul di lingkungan sekitar yang memiliki keterkaitan dengan materi sains yang ada dalam kurikulum.

1. Pembelajaran STM di kelas I dan II Di kelas I dan II SD pembelajaran belum terpisahkan dalam masing-masing mata pelajaran, tetapi pembelajaran dilaksanakan secara tematik. Secara konseptual pembelajaran secara tematik sejalan atau bahkan mendukung pelaksanaan pembelajaran STM, karena pada dasarnya pendekatan STM merupakan pendekatan pembelajaran yang mengkaitkan antara sains dan teknologi dengan permasalahan yang muncul di masyarakat/ lingkungan sekitar. Padahal permasalahan yang muncul di masyarakat sangat beraneka ragam atau multidimensi, sehingga pada umumnya pembelajaran STM menggunakan model pembelajaran tematik. Mengingat di kelas I dan II SD siswa belum begitu terampil membaca dan memahami bahasa tulis yang komplek maka pembelajaran akan lebih efektif bila disampaikan (ditekankan) secara lisan atau dilengkapi dengan alat bantu gambar atau obyek langsung.

Contoh pembelajaran STM untuk kelas I dan II SD adalah sbb.:


a. Pembelajaran dengan topik yang berasal dari masalah yang muncul di lingkungan anak. Misalnya masalah : Mengapa gigi anak-anak sering keropos. Topik keropos gigi pada anak baik dibahas kecuali pada umumnya keropos gigi terjadi pada anak usia SD kelas I dan II juga agar anak tahu/ memahami bahwa kesehatan/ perawatan gigi pada usia dini sangat penting karena memiliki akibat cukup komplek pada kesehatan dan estetika gigi/ mulut di masa selanjutnya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

243

Di samping itu pembelajaran masalah tersebut sejalan dengan pencapaian kompetensi dasar untuk siswa SD kelas rendah yang meliputi : Melakukan pengamatan bagianbagian anggota tubuh dan cara perawatannya; sedang sebagai indikator pencapaian kompetensi tersebut adalah : bagian 1. Mengidentifikasi anggota tubuh yang nampak jelas/ dapat diamati 2. Menceritakan cara merawat anggota tubuh 3. Mendemonstrasikan cara merawat anggota tubuh Mengidentifikasi kebutuhan tubuh agar tumbuh dengan sehat; dengan salah satu indikator pencapaian kompetensi tersebut adalah : - Memberikan contoh kebiasaan hidup yang sehat (misalnya menggosok gigi sebelum tidur dan waktu mandi) Dengan demikian jaringan konsep STM nya secara garis besar dapat meliputi aspek:

244

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Makanan Pelilaku/ Kebiasaan Dampak negatif

Pencegahan

Keropos gigi pada anak

Penanggulangan

Macam- macam gigi

Pertumbuhan gigi

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

245

sedang secara tematik bila dikaitkan dengan materi bidang studi/ ilmu yang lain dapat digunakan tema : Gigi. Dengan tema tersebut dapat dikembangkan pembelajaran materi bidang lain diantaranya adalah : Bahasa Indonesia : Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi, misalnya siswa diminta menceritakan segala hal yang diketahui atau yang berkaitan dengan gigi. Matematika : Melatih ketrampilan membilang, menambah dan mengurangi. Dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah gigi yang dimiliki dan membandingkan dengan gigi milik temannya, serta jumlah gigi yang pernah tanggal atau sedang sakit/ keropos dan jumlah gigi yang masih sehat. IPS : Mengidentifikasi kebutuhan hidup sehari-hari yang berkaitan dengan gigi/ mulut dan mengklasifikasikan mana yang merupakan kebutuhan pokok (misalnya : sikat gigi, pasta gigi dan tusuk gigi) dan mana yang bukanmerupakan kebutuhan

246

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

pokok (misalnya gigi palsu, penghias gigi, pengharum/ penyegar bau mulut/gigi). Kesenian : menyanyikan lagu dan mengekspresikan dalam gerakan (misalnya lagu Bangun Tidur), menggambar (misalnya mulut yang dalam keadaan terbuka dengan deretan gigi yang kelihatan). Ketrampilan : Membuat model dari wax atau tanah liat (misalnya model gigi seri, taring dan geraham) atau membuat model sikat gigi. Dengan demikian secara tematik dapat digambarkan dengan jaringan pembelajaran sebagai berikut :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

247

Matematika: Ketrampilan membilang, menambah & mengurangi Bhs. Indonesia : Ketrampilan berkomunikasi Ilmu Peng. Sosial : Mengidentifikasi dan mengklasifikasi kebutuhan hidup Ketrampilan : Membuat model

GIGI

Kesenian: Menyanyi dan mengekspresikan dalam gerak, menggambar

Sains (STM) : Macam-macam gigi Pertumbuhan gigi Keropos gigi : Pencegahan Penyebab : Makanan Kebiasaan/ perilaku Dampak negatif Penanggulangan

Untuk operasional pembelajaran STM guru sebelumnya perlu membuat persiapan yang berkaitan dengan urutan materi, kompetensi yang ingin dicapai, konsep sains yang terkait dan alokasi waktunya. Contoh persiapan untuk tema : Keropos Gigi pada Anak adalah sbb. :
No 1 2 3 4 Sub Tema Macam Gigi Pertumbuah Gigi Pencegahan Keropos Gigi Kebiasaan yang dapat menyebabkan gigi keropos Makanan penyebab gigi keropos Dampak negatif gigi keropos Penanggulangan gigi keropos Idem Menceritakan cara merawat anggota tubuh Memberikan contoh kebiasaan hidup sehat Kompetensi Mengidentifikasi bagian anggota tubuh yang nampak/dapat diamati Konsep Bentuk dan jumlah gigi Pertumbuhan Gigi susu/tetap Gigi Sehat Kebiasaan hidup sehat Jam ke 1 1 2 2

Idem Menceritakan akibat bila anggota tubuh tidak sehat Menjelaskan langkah yang harus ditempuh bila ada anggota tubuh yang tidak sehat

Pembusukan sisa makanan Sakit gigi Pengobatan penyakit gigi

6. 7

3 3

248

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah : a. Tahap Invitasi mengajukan pertanyaan pada siswa : - Siapa yang pernah sakit gigi atau yang giginya keropos ? Coba angkat tangan (guru membilangnya) - Bagaimana rasanya kalau gigi sedang sakit ? senang tidak kalau giginya sakit? - Kalau sekarang siapa yang masih memiliki gigi yang keropos ? Coba minta tolong pada teman sebelahmu untuk memeriksanya , dan nanti bergantian. Setelah itu guru meminta konfirmasi dan menegaskan berapa jumlah anak yang giginya pernah atau sedang keropos - Mengapa pada anak sering terjadi gigi keropos ? b. Tahap Eksplorasi : - Guru bertanya pada siswa (tentang pemahaman macam-macam gigi) : Samakah bentuk gigi yang ada di mulut kita ? coba amati gigi teman disebelahmu ada berapa macam bentuk gigi ? - Guru bertanya pada siswa (tentang pertumbuhan gigi): - Pada waktu masih bayi (baru lahir) adakah gigi pada mulut ? - Bagaimana gigi kita tumbuh ? bersama- sama atau secara bergantian ? - Siapa yang giginya sudah pernah tanggal/ lepas atau dicabut ?

Sebelum gigi lepas bagaimana keadaan gigi kita ? - Dapatkah pada gigi yang lepas tumbuh gigi yang baru ? - Guru bertanya pada siswa (tentang pencegahan gigi keropos) : - Pada waktu mandi apa yang kita lakukan terhadap gigi kita ? - Mengapa kita setiap mandi atau akan tidur perlu sikat gigi ? - Mengapa bila sikat gigi perlu menggunakan pasta gigi ? - Guru bertanya pada siswa (tentang perilaku/ kebiasaan yang dapat menyebabkan gigi sakit/ keropos) : - Mengapa orang tua sering menegur anaknya kalau anaknya suka makan permen atau coklat ? dan apa yang dikatakan orang tua untuk melarangnya - Mengapa anak-anak tidak boleh makan dengan diemut (tidak segera ditelan) menyampaikan - Guru informasi tentang akibat lanjut bila gigi keropos tidak dirawat/ ditanggulangi dengan baik (dengan cara menunjukkan gambar-gambar tentang gigi yang keropos/ sakit beserta akibatnya) c. Tahap Solusi : Guru memberikan : - Peneguhan pada setiap jawaban siswa yang benar

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

249

Saran bagaimana sebaiknya menjaga kesehatan gigi (termasuk cara sikat gigi yang benar ) d. Tahap Aplikasi : Melakukan aksi nyata yaitu gerakan sikat gigi yang benar, misalnya untuk menggosok gigi gunakan pasta gigi dan sikat gigi yang bulunya tidak terlalu kaku. Cara menyikatnya harus merata/ menyeluruh baik sisi luar, sisi dalam dan permukaan atas gigi. Agar tidak merusak gusi dan dapat melepas kotoran yang terselip diantara gigi maka untuk menggosok gigi sisi luar dan dalam arah gosokannya turun naik.
b. Membuat karya teknologi sederhana Karakteristik anak SD kelas rendah adalah senang pada mainan, oleh karena itu dapat diajak membuat karya mainan yang menerapkan prinsip sains misalnya membuat mainan baling- baling dari kertas Bahan/ alat yang diperlukan : Model baling-baling, kertas, penggaris, lem, gunting, jarum, lidi. Langkah Pembelajaran : - Guru menunjukkan mainan baling-baling kertas dan menanyakan pada siswa apa nama mainan tersebut - Guru menanyakan : - Apa saja alat atau benda yang menggunakan atau ada baling- balingnya - Bila baling-baling berputar apa yang terjadi atau apa yang dapat kalian

rasakan bila kalian berada dekat dengan baling-baling tersebut ? Guru mengajak siswa untuk mengamati dengan cermat bentuk mainan baling-baling kertas sambil menunjukkan/ menjelaskan bagaimana bentuk seperti itu dibuat, kemudian Siswa diminta mempraktekkannya, caranya berturut turut adalah :

Potong kertas bentuk bujur sangkar

Dengan menggunakan penggaris hubungkan titik sudut yang ber hadapan (grs. diagonal)

Tentukan 4 titik pada garis tersebut Gunting pada garis dimu yang masing-masing letaknya di lai dari titik sudut sampai tengah titik sudut dan titik tengah ke masing-masing titik bujur sangkar tersebut, kemudian beri nomor seperti pada gambar

Lengkungkan ujung yang bertanda 1, 2, 3 dan 4 masingmasing ke tengah titik sudut dan beri lem pada ujung tersebut sehingga saling berlekatan

Buat lubang kecil dengan cara menusukkan jarum/ lidi pada titik tengah dan usahakan lidi dapat berpu tar bebas pada lubang tersebut

250

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Selanjutnya siswa diminta menguji karyanya apakah baling-baling dapat berputar, caranya ditiup atau dihadapkan pada arah datangnya angin Bila belum bisa berputar dengan baik siswa diminta mencari penyebabnya dan selanjutnya menyempurnakan karyanya sehingga dapat berputar dengan lancar Untuk pengembangannya siswa diminta membuat baling-baling dengan berbagai macam ukuran dan mewarnai/ menghias balingbalingnya. Hasilnya dapat dilombakan di halaman sekolah , mana karya siswa yang dapat berputar dengan lancar dan nampak baik/ indah bila dihadapkan pada arah datangnya angin.

lingkungan/ udara atau air yang sehat. Bertolak dari pencapaian kompetensi dasar tersebut di atas dan semakin maraknya lingkungan yang mengalami pencemaran maka topik Pencemaran Lingkungan cukup relevan untuk pembelajaran STM di kelas III SD. Konsep yang dibahas dapat digambarkan sbb.:

2. Pembelajaran STM di kelas III a. Pembelajaran yang mengangkat masalah lingkungan sebagai topik pembahasan Dalam kurikulum sains kelas III untuk konsep Makhluk hidup dan Proses kehidupan salah satu kompetensi dasar yang diharapkan adalah : Mendiskripsikan ciri-ciri lingkungan sehat dan lingkungan yang tak sehat serta pengaruhnya terhadap kesehatan. Adapun indikator pencapaian hasil belajar meliputi : Mengidentifikasi penyebab pencemaran udara dan air Mengenal pengaruh pencemar udara dan air bagi kesehatan Memberikan contoh kegiatan nyata untuk mendapatkan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

251

Tanda-tanda

Macam-macam pencemar

Kebiasaan manusia yang menyebabkan

Pencemaran Lingkungan

Akibat bagi kesehatan

Pencegahan & Penaggulangannya

Secara khusus setiap sub tema/ konsep tersebut dimaksudkan untuk pencapaian kompetensi : No Sub tema Kompetensi Konsep 1 Tanda- tanda Mengidentifikasi tanda-tanda Lingkungan sehat dan lingkungan yang tercemar lingkungan tercemar 2 Macam-macam Mengidentifikasi penyebab Polutan/ pencemar air pencemar pencemaran air dan udara dan udara 3 Kebiasaan Mengenal kebiasaan manusia Pengaruh aktivitas manusia yang menyebabkan pencemaran manusia pada lingkungan lingkungan 4 Akibat bagi Mengenal pengaruh pencemaran Dampak negatif kesehatan udara dan air terhadap kesehatan pencemaran lingkungan 5 Pencegahan dan Menerapkan beberapa cara untuk Menjaga kesehatan penanggulangan menjaga kesehatan lingkungan lingkungan

252

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Langkah pembelajarannya : Tahap Invitasi : Guru menanyakan pada siswa : - Bagaimana kalau kalian berada dalam lingkungan yang tercemar ? (misalnya dengan menyebut salah satu tempat/ comberan yang ada di kota/ sekitar sekolah) - Apa yang dapat dilihat/ dirasakan/ tercium bila kalian berada di situ ? - Senangkah kalian bila berada/ dekat dengan tempat-tempat seperti itu? Tahap Eksplorasi : Dapat dipilih dari alternatif berikut : - Mengunjungi langsung obyek yang mengalami pencemaran untuk mengamati dan mencatat hal-hal yang dilihat/ dirasakan/ tercium di wilayah tersebut. Kemudian hasilnya didiskusikan bersama - Membaca buku, majalah atau artikel yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan - Memutar video/ film yang menggambarkan tentang lingkungan yang tercemar, kebiasaan manusia yang membuat lingkungan tercemar dan tanda-tanda lingkungan yang tercemar Tahap Solusi : Dari hasil eksplorasi seperti tersebut di atas siswa diminta mendiskusikan cara-cara mencegah agar lingkungan tidak tercemar atau mengusahakan agar lingkungan tetap sehat serta bagaimana cara mengatasi bila ada lingkungan yang tercemar

Tahap Aplikasi : Siswa diajak melakukan aksi nyata di lingkungan untuk mengaplikasikan salah satu cara/ langkah yang diusulkan dalam tahap solusi. Misalnya dapat dipilih kegiatan : - Membersihkan sampah-sampah yang berserakan di sekitar lingkungan sekolah, memangkas tumbuhan yang rimbun/ potensial sebagai sarang nyamuk atau membersihkan selokan - Membersihkan WC/ kamar kecil sekolah dan menanami halaman sekolah dengan tanaman hias atau tanaman peneduh Memisahkan tempat pembuangan sampah antara tempat sampah plastik, sampah daun dan kertas serta sampah kaleng dan botol b. Membuat karya teknologi sederhana Berkaitan dengan pencapaian salah satu indikator tentang : Memberikan contoh kegiatan nyata untuk mendapatkan lingkungan/ udara atau air yang sehat maka siswa dapat diajak berkarya untuk merancang dan membuat teknologi Penjernihan air. Bahan/ alat yang digunakan : drum/ ember (Dilubangi bagian dasarnya), ijuk, pasir, kerikil, batu, arang, larutan kaporit, biji kelor, serbuk gamping/kapur Langkah pembelajarannya adalah : Guru bertanya : Dari mana manusia memperoleh air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari ? (jawaban siswa kemungkinan adalah sumur atau PAM/ ledeng )

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

253

Guru mengungkapkan fakta bahwa : - Kalau musim kemarau air sumur sering menjadi keruh - Beberapa orang menggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya - Air ledeng/ PAM itu asalnya dari air sungai yang pada umumnya juga keruh/ kotor. Berturut- turut guru mengajukan pertanyaan pada siswa : - Sehatkah air yang keruh itu bila dimanfaatkan/ dikonsumsi ? - Mengapa air sungai yang kotor dapat berubah menjadi air PAM/ ledeng yang bening ? - Bagaimana/ Apa yang biasa dilakukan oleh masyarakat untuk menjernihkan air yang keruh ? Secara berkelompok siswa ditugasi untuk : - Wawancara dengan orang tua/ masyarakat sekitar untuk menanyakan cara menjernihkan air - Membaca buku atau artikel tentang cara sederhana untuk menjernihkan air - Merancang alat/ cara menjernihkan air dan mempraktekkannya. Bisa dicoba tehnik pengendapan atau penyaringan. Untuk tehnik pengendapan dapat digunakan larutan kaporit, serbuk gamping atau tumbuhan biji kelor. Untuk teknik penyarinyan dapat digunakan pasir, kerikil, arang dan ijuk yang diletakkan dalam drum/ ember yang dilubangi. Bagaimana urutan letaknya dan berapa ketebalannya masing-masing biar siswa sendiri yang menemukan dengan cara mencoba /menguji secara langsung. Caranya siswa dibagi dalam beberapa kelompok, setiap kelompok mencoba
254

variasi urutan lapisan atau ketebalan yang berbeda, misalnya:

Kelompok : I Ijuk Pasir Kerikil Arang Batu II Pasir Kerikil Arang Batu Ijuk III Batu Arang Kerikil Pasir Ijuk dst

3. Pembelajaran STM di kelas IV Salah satu kompetensi dasar yang perlu dicapai oleh siswa kelas IV SD lewat materi sains lingkup Energi dan Perubahannya adalah : Menyimpulkan bahwa gaya dapat merubah gerak dan bentuk suatu benda. Sebagai indikator pencapaian kompetensi dasar tersebut meliputi kemampuan untuk : Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tenggelam dan terapungnya benda bila diletakkan di air Membuat benda dari terapung menjadi tenggelam dan dari tenggelam menjadi terapung. Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut dapat ditempuh lewat pembelajaran STM sebagai berikut : a. Pembelajaran yang berpangkal pada masalah yang muncul di masyarakat Seperti yang sudah disampaikan pada bab III bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan, ribuan
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

pulau kecil menjadi wilayahnya. Untuk transportasi utama antar pulau digunakan perahu atau kapal. Kecuali itu di wilayah daratan atau daerah pedalaman yang dekat dengan sungai besar tidak jarang juga menggunakan perahu bahkan rakit sebagai sarana transportasinya. Masalah yang sering terjadi di masyarakat dengan penggunaan transportasi air tersebut adalah tergulingnya atau tenggelamnya perahu/ kapal yang ditumpangi, sehingga banyak manusia yang menjadi korban. Dengan demikian masalah ini dapat dikembangkan sebagai topik pembelajaran STM. Kalau dalam bab III materi ini dibahas dalam rangka memberikan contoh pola pembelajaran menggunakan model : Mengkaji produk teknologi, maka dalam bab IV dikembangkan dengan menggunakan model NSTA. Bahan/ alat yang digunakan : Bak plastik/ akuarium, cawan/ piring dari kaleng dan beberapa batu. Langkah pembelajarannya adalah : Tahap Invitasi : Guru menunjukkan gambar dan membacakan judul berita tentang tenggelamnya kapal disertai uraian tentang korban yang diakibatkan (contoh kasus ada di halaman 227).

Kemudian diajukan pertanyaan pada siswa mengapa perahu/ kapal dapat tenggelam padahal pada waktu berangkat tidak ada masalah ? Tahap Eksplorasi : Dengan menggunakan alat bantu yang terdiri dari bak plastik transparan/ akuarium dan piring/ cawan dari kaleng dan beberapa batu guru mendemonstrasikan fenomena sambil mengajukan pertanyaan pada siswa

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

255

Peragaan

Pertanyaan - Mengapa cawan/ piring dapat terapung

Mengapa cawan yang diatasnya diberi 3 batu tetap terapung dan mengapa kalau diberi banyak batu jadi tenggelam ?

Apakah letak / posisi batu mempengaruhi tenggelam atau tidaknya cawan ? selanjutnya guru memeragakan bila jumlah batu di atas cawan sama tetapi posisi berbeda- beda dan siswa diminta menyimpulkan posisi batu yang bagaimana yang menyebabkan cawan mudah tenggelam.

256

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Tahap solusi : Guru membawa pemahaman yang diperoleh siswa pada tahap eksplorasi untuk menganalogikan dengan kejadian pada tenggelamnya perahu/ kapal. Khusus untuk menjawab permasalahan tentang mengapa pada waktu berangkat tidak ada masalah setelah dalam perjalanan perahu dapat tenggelam , siswa perlu diarahkan dengan pertanyaan yang mendukung atau gambaran tentang fakta yang ada misalnya : - Aliran air/ gelombang di bagian tepi sungai/ di dermaga dibanding dengan dibagian tengah sungai/ laut besar mana ? - Apa pengaruh besarnya aliran/ gelombang terhadap perahu/ kapal yang sedang berjalan Tahap Aplikasi : Siswa diminta merancang tulisan atau poster yang mengandung peringatan pada masyarakat yang berhubungan dengan transportasi air untuk mematuhi prinsip daya apung kapal/ perahu dan mempertimbangkan arus/ gelombang. Kemudian memasangnya di tempat-tempat penyeberangan sungai di dermaga atau di perkampungan nelayan. b. Membuat karya teknologi sederhana Sejalan dengan permasalahan tenggelam dan terapungnya kapal, siswa diminta membuat karya teknologi sederhana yaitu membuat model kapal dari kertas kedap air/ berlapis plastik. Bahan yang diperlukan : Kertas kedap air, gunting, stapler, lem, lidi Langkah pembelajarannya : Guru menunjukkan beberapa gambar/ foto tentang kapal, perahu dan rakit pada siswa (contoh gambar ada di halaman 231), kemudian mengajukan pertanyaan :

- Kalau kalian perhatikan mengapa bentuk kapal/ perahu ujungnya meruncing? (bila memungkinkan ,untuk mendapatkan pemahaman dan pemantapan siswa diminta melakukan pengujian dengan membuat variasi bentuk kapalkapalan dari kertas dan meletakkan pada aliran sungai/ selokan. Di antara bentuk tersebut mana yang paling cepat jalannya). Apa tujuannya kalau rakit umumnya bentuknya lebar ? - Mengapa pada perahu sering pada kiri dan kanannya dipasang lengan kayu ? Siswa diminta membuat desain kapal dari kertas yang memenuhi kriteria kecuali mudah jalan/ bergerak di air juga memiliki ruang/ luas permukaan yang optimal sehingga memungkinkan/ mampu memuat penumpang yang lebih banyak dan tidak mudah terguling.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

257

Hasil karya siswa perlu diuji coba dengan cara meletakkan pada aliran sungai. Dari hasil uji coba ini bila belum sesuai dengan kriteria yang dimaksud perlu dilakukan penyempurnaan sampai diperoleh hasil karya yang memuaskan.

4. Pembelajaran STM di kelas V a. Pembelajaran yang mengangkat permasalahan yang muncul di lingkungan Salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa SD kelas V lewat pembelajaran sains lingkup Bumi dan Alam Semesta adalah : Mendeskripsikan pentingnya air dan mengumpulkan informasi tentang gejala-gejala alam yang terjadi di bumi dan dampaknya bagi makhluk hidup. Beberapa kemampuan yang mengindikasikan pencapaian kompetensi tersebut ialah : Menggambarkan proses daur air dengan menggunakan diagram atau gambar Mengidentifikasi kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi daur air Menjelaskan pentingnya air Mengusulkan cara penghematan air Mendeskripsikan dampak dari peristiwa alam terhadap kehidupan manusia, hewan dan lingkungan Di sisi lain salah satu masalah yang secara rutin muncul di beberapa wilayah Indonesia adalah bencana kekeringan. Sebagaimana kita ketahui bahwa kebutuhan akan air merupakan kebutuhan vital ,
258

sehingga tidak tersedianya air di alam sekitar mengakibatkan keresahan bagi masyarakat. Oleh karena itu maka masalah Kekeringan dapat digunakan sebagai topik dalam pembelajaran STM di kelas V SD. Sesuai dengan tuntutan kompetensi seperti tersebut di atas maka materi yang dibahas dapat digambarkan dalam jaringan konsep sbb :

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Daur air

Kegiatan manusia

Pemanfaatan air

Kekeringan

Dampak

Tataguna/ Penghematan air

Secara khusus setiap sub tema/ konsep tersebut dimaksudkan untuk pencapaian kompetensi berikut : No Sub tema 1 Daur air Kompetensi Konsep Menggambarkan dan menjelaskan - Perubahan bentuk air daur/ siklus air di alam - Menguap, mengembun, membeku, mencair Pemanfaatan Menjelaskan manfaat air bagi Peranan air bagi air kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan Kegiatan Mengidentifikasi kegiatan manusia - Pengeboran air tanah manusia yang dapat menyebabkan terjadinya - Penggundulan hutan kekeringan - Penutupan permukaan tanah dengan materi kedap air Dampak Mengenal dan mengamati dampak Dampak negatif kekeringan bagi kehidupan kekeringan bagi manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan Tataguna/ Mengusulkan dan menerapkan - Penghematan air Penghematan tataguna/ penghematan air - Menjaga kelestarian air air di lingkungan sekitar

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

259

Langkah pembelajaran : Tahap Invitasi : Guru membacakan beberapa judul berita kekeringan yang melanda di beberapa daerah, kemudian mengajukan pertanyaan pada siswa : - Apa yang dimaksud dengan kekeringan dan mengapa kalau wilayahnya mengalami kekeringan penduduknya menjadi resah/ binggung. - Dari mana munculnya / asalnya air yang ada di permukaan bumi ini Tahap eksplorasi : guru mengungkap pemahaman siswa dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan antara lain : - Dalam kehidupan seharihari kalian menggunakan/ memerlukan air untuk apa saja. - Dari mana saja manusia mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. - Apa yang terjadi bila disekitar kalian tidak ada air - Bila terjadi hujan kemana saja air hujan tersebut akan mengalir - Bagaimana dapat terbentuk air hujan lagi (untuk menjawab pertanyaan ini siswa dapat diminta membaca buku sumber atau diputarkan video yang menggambarkan terjadinya siklus air. Begitu juga untuk mendapatkan pengetahuan tentang aktivitas manusia yang
260

dapat menyebabkan terjadinya kekeringan dapat dibantu dengan pemutaran video). Tahap Solusi : Dari hasil pemahamannya dalam tahap eksplorasi siswa diminta mendiskusikan bagaimana usaha yang dapat dilakukan agar wilayah kita tidak mengalami kekeringan Tahap Aplikasi : Dari usahausaha yang dapat ditempuh untuk mengatasi kekeringan dipilih salah satu yang memungkinkan/ cocok diterapkan di lingkungan sekitar sekolah. Misalnya siswa melakukan aksi nyata membantu pembuatan sumursumur peresapan air di lingkungan sekolah atau melakukan kampanye tataguna/ penghematan air dengan cara menyusun dan membagikan leaflet ke masyarakat sekitar. b. Membuat karya teknologi sederhana Sebagai tindak lanjut dari usaha untuk melestarikan lingkungan (tanah dan air) adalah meningkatkan/ mengembalikan tingkat kesuburan tanah. Tanah yang subur lebih banyak mengikat air. Di samping itu tanah yang subur memudahkan tumbuhnya berbagai macam tanaman, dengan demikian akan lebih banyak menyimpan air. Salah satu cara untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah menambah humus sebagai komponen/ sumber bahan organik. Oleh karena itu pembuatan pupuk organik/ kompos dapat dilakukan sebagai karya teknologi yang memiliki multifungsi. Kecuali dapat meningkatkan
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

kesuburan tanah dan meningkatkan daya serap air juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Bahkan bila dilakukan secara kontinue dapat mendatangkan penghasilan. Disamping itu tehnik pembuatan kompos tidak begitu rumit sehingga untuk siswa kelas V SD tidak sulit untuk mengerjakannya. Berhubung kegiatan pembuatan kompos butuh waktu yang agak panjang maka dapat juga sekalian dilakukan sebagai penerapan metoda proyek. Agar manfaatnya lebih terasa maka bahan dasarnya diambil dari sampah-sampah yang dihasilkan oleh sekolah sendiri atau oleh masing-masing keluarganya. Oleh karena itu pembuatan komposnya dapat dilakukan di sekolah atau di rumah siswa. Langkah pembelajarannya : Bila memungkinkan siswa diajak dulu mengunjungi tempat pembuatan kompos, dan diminta melakukan wawancara pada petugasnya serta mengamati segala hal yang berkaitan dengan pembuatan kompos tersebut. Tetapi bila tidak mungkin siswa dapat diminta mempelajari dulu teknik pembuatan kompos lewat buku atau artikel. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok untuk menyusun modifikasi/ penyederhanaan pembuatan kompos dalam skala yang lebih kecil dulu, selanjutnya diminta membuat rencana kerjanya, misalnya yang berkaitan dengan: Persiapan tempat pengomposan/ digesternya - Pengumpulan bahan dasar

- Pemberian strarter/ perangsang untuk mempercepat proses pengomposan - Inkubasi/ pengomposan Hasil awal setiap kelompok dapat diuji coba untuk memupuk tanaman di lingkungan sekolah. Bila hasilnya sudah cukup baik maka kegiatan ini dapat dilanjutkan sehingga sekaligus dapat mengurangi masalah pencemaran lingkungan. Di samping itu komposnya dapat dibagikan pada masyarakat sekitar sekolah atau pada para wali murid. 5. Pembelajaran STM di kelas VI a. Pembelajaran yang bertolak dari masalah dalam kehidupan sehari-hari Masalah yang selalu dihadapi dalam kehidupan adalah rusaknya/ busuknya bahan makanan karena tidak dapat dimanfaatkan pada waktu yang tepat. Hal ini bisa terjadi karena pada suatu waktu bahan makanan yang tersedia melebihi daya guna/ konsumsi. Akibatnya bahan makanan yang membusuk tersebut terpaksa harus dibuang. Padahal dikemudian hari kita masih membutuhkan bahan seperti itu, sehingga hal ini merupakan kondisi yang dapat dikatagorikan pemborosan sumber daya makanan. Di Indonesia busuknya bahan makanan relatif lebih cepat kecuali karena kondisi alam Indonesia yang panas dan lembab juga karena perilaku dan pengetahuan masyarakat yang kurang menunjang. Di satu sisi masyarakat yang berkecukupan kurang begitu memperhatikan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

261

pentingnya penghematan bahan makanan, sehingga mereka tidak berusaha secara maksimal untuk mengawetkan bahan pangan. Di sisi lain masyarakat petani yang berperan sebagai produsen selalu berusaha agar hasil panennya tidak cepat busuk. Tetapi karena keterbatasan pengetahuan dan fasilitas maka mereka sering mengalami kerugian akibat banyaknya produk yang rusak Oleh karena itu mengangkat masalah Pembusukan bahan pangan sebagai topik pembelajaran STM dapat digunakan sebagai usaha sosialisasi pentingnya penghematan sumber daya pangan. Di samping itu, topik tersebut juga sesuai dengan materi pembelajaran sains kelas VI SD. Dapat dicermati dari salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai lewat pembelajaran tentang Benda dan Sifatnya adalah : Menyimpulkan berdasarkan pengamatan bahwa benda dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain suhu dan waktu. Beberapa kemampuan yang dapat digunakan sebagai indikator pencapaian kompetensi tersebut adalah : Melakukan pengamatan terhadap penyebab perubahan pada benda dengan berbagai kondisi, misalnya pelapukan kayu, membusuknya makanan, pengkaratan logam dan menunjukkan cara menghambatnya Menjelaskan berdasarkan hasil pengamatan bahwa tingkat perubahan benda
262

dipengaruhi oleh berbagai kondisi, misalnya suhu, kelembaban, waktu dan ada tidaknya kuman. Untuk itu maka pembahasan konsepnya meliputi :

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Faktor penyebab

Macam Bahan pangan

Pembusukan

Kerusakan/ Perubahan

Pencegahan/ Penghambatan

Secara khusus setiap sub tema/ konsep tersebut dimaksudkan untuk pencapaian kompetensi berikut : No Sub tema Kompetensi Konsep 1 Macam bahan Mengenal macam/ tipe bahan - Bahan pangan : biji, pangan makanan buah, sayuran, umbi - Bahan pangan: kering, berair 2 Faktor Menjelaskan beberapa faktor Penyebab pembusukan penyebab yang dapat menyebabkan bahan makanan : suhu, terjadinya pembusukan pada waktu, kadar air, bahan makanan kebersihan/ mikroorganisme 3 Kerusakan/ Mengidentifikasi/ mengamati Tanda fisik pembusukan perubahan bentuk kerusakan/ perubahan terjadinya perubahan : pada bahan makanan yang tekstur, warna, bau/ mengalami pembusukan aroma, kadar air, rasa. 4 Pencegahan/ Melakukan percobaan untuk Pengaruh suhu dan waktu penghambatan mencegah/ menghambat penyimpanan terhadap terjadinya pembusukan bahan proses pembusukan makanan bahan pangan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

263

Langkah pembelajarannya : Tahap Invitasi : - Pada siswa ditunjukkan ketela mentah dan buah pisang, kemudian ditanyakan : Bila dibiarkan begitu saja mana yang lebih dulu busuk ?, buah pisang atau ketela mentah ? mengapa demikian ? - Kemudian ditunjukkan ketela rebus, gaplek, ceriping ketela dan ketela mentah, selanjutnya diajukan pertanyaan : Apa persamaan dari keempat obyek tersebut ? Bila keempat obyek ini dibiarkan mana yang lebih cepat busuk ? mengapa demikian ? - Bila kita memiliki memiliki bahan makanan yang berlebih apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperlambat pembusukan ? Tahap Eksplorasi : Untuk mengungkap dan mengarahkan pemahaman siswa guru mengajukan beberapa pertanyaan antara lain : - Apa tujuannya bahan makanan disimpan dalam almari pendingin/ kulkas ? - Samakah daya simpan bahan makanan tersebut ? - Pada bagian mana dari kulkas letak penyimpanan bahan makanan yang berbentuk daging ? Mengapa demikian ?
264

Mengapa kalau menyimpan beras, kedelai dan sejenisnya tidak perlu dalam kulkas ? - Dengan demikian faktor apa saja yang mempengaruhi cepat busuknya bahan makanan ? - Perubahan apa yang terjadi pada bahan makanan yang busuk sehingga tidak dapat dikonsumsi ? Tahap Solusi : Dari hasil eksplorasi yang terungkap atas jawaban pertanyaan tersebut di atas siswa perlu melakukan uji coba guna memantapkan apa yang telah diprediksinya. Untuk itu siswa diminta melakukan percobaan menyimpan berbagai macam bahan makanan di dalam kulkas dan dibandingkan dengan yang dibiarkan begitu saja. Sebelum dilakukan percobaan siswa diminta mengamati kondisi/ sifat masing-masing bahan makanan, sehingga diharapkan dapat menganalisis mengapa suatu jenis bahan makanan lebih cepat busuk dibanding yang lain. Kecuali itu siswa juga diminta membandingkan perubahan apa saja yang terjadi pada bahan makanan sebelum disimpan dengan yang sudah busuk. Dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut siswa diharapkan dapat menyimpulkan

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

bagaimana memperlambat pembusukan bahan makanan. b. Membuat karya teknologi sederhana Salah satu kompetensi dasar pembelajaran sains lewat pembelajaran Benda dan Sifatnya adalah : Membandingkan berbagai benda untuk mengidentifikasi sifat kehantarannya (konduktor atau isolator panas). Sebagai indikator pencapaian kompetensi tersebut adalah kemampuan untuk : Menggolongkan benda yang bersibat sebagai konduktor dan isolator Mencari informasi mengenai jenis alat dapur yang bersifat konduktor dan isolator Membuat termos sederhana menggunakan berbagai macam bahan dan membandingkan bahan mana yang paling baik. Oleh karena itu maka siswa dapat ditugasi untuk membuat berbagai macam variasi termos sederhana. Langkah pembelajarannya : Siswa ditanya bahan/benda apa saja yang bersifat isolator Apa manfaat dalam kehidupan sehari-hari bahan yang bersifat isolator tersebut Siswa ditunjukkan gambar tentang termos tradisional yang terbuat dari kain yang diisi kapuk, dan ditanyakan untuk apakah peralatan ini ? mengapa suhu benda yang ada didalamnya dapat awet panas ? Siswa diminta menganalisis kesamaan prinsip antara termos tradisional tersebut dengan termos biasa.

Berdasarkan prinsip tersebut siswa diminta merancang variasi termos dengan bahan yang berbeda. Misalnya dapat digunakan : dua buah kaleng yang berdeda ukurannya, yang satu cukup longgar untuk dimasukkan ke yang lain. Diantara kedua kaleng tersebut dapat diisi dengan bahan yang bersifat isolator. Tutup nya juga dibuat dari bahan yang bersifat isolator (setiap kelompok siswa diminta menggunakan bahan isolator yang berbeda, misalnya bisa kain perca, kertas, stereofoam, sekam dll. Disamping itu bisa juga dengan model/ desain yang berbeda, kemudian hasilnya dibandingkan model atau bahan mana yang dapat berfungsi paling baik sebagai isolator. Contoh model yang dapat digunakan adalah :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

265

Keterangan : 1. Kaleng besar 2. Kaleng kecil 3. Bahan isolator 4. Tutup kaleng kecil 5. Penutup (isolator) 6. Tutup kaleng besar

266

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 20

BAB III STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD MENGGUNAKAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR
A. Lingkungan sebagai Sumber Belajar BI di SD

umber belajar bukan hanya buku paket (buku teks), karena seperti diungkapkan Sudjana (2003:77) Sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajar. Sumber belajar dapat dipilah menjadi dua macam, yaitu (1) learning resources by design, (2) learning resources by utilization. Learning resources by design, yaitu sumber belajar yang dirancang atau sengaja dibuat untuk belajar mengajar. Misalnya buku, brosur, ensiklopedi, film, video, tape, slide,OHP, dan sebagainya. Semua sumber tersebut dirancang secara sengaja untuk kepentingan pembelajaran. Learning resources by utilization, yaitu sumber belajar yang tidak dirancang khusus tetapi dapat dimanfaatkan untuk memberi kemudahan dalam belajar mengajar, biasanya sumber belajar yang ada di sekeliling kita. Contoh sumber belajar ini misalnya pasar, toko, museum, benda dan tulisan yang ada di sekitar, dan sebagainya yang ada di lingkungan sekitar. Sumber belajar yang kedua

tersebut tidak dibuat khusus, tetapi langsung dipakai untuk kepentingan pembelajaran, diambil langsung dari dunia nyata. Melihat rumusan tersebut, tampak bahwa sumber belajar tidak hanya bertumpu pada buku, tapi dapat bervariasi. Hal itu sejalan dengan pernyataan pada rambu-rambu Kurikulum Bahasa Indonesia di SD, bahwa sumber belajar siswa SD itu dapat berupa : (1) buku pelajaran (buku teks), (2) media cetak, (3) media elektronik, (4) lingkungan, (5) narasumber, (6) pengalaman dan minat anak, (7) hasil karya siswa (Depdikbud, 1994). Demikian pula dalam penjelasan umum Kurikulum 2004 (KBK), dinyatakan bahwa Sumber belajar utama bagi guru adalah sarana cetak seperti: buku, brosur, majalah, surat kabar, poster, lembar informasi lepas, naskah brosur, foto, dan lingkungan sekitar. Lingkungan sebagai sumber belajar dapat dibedakan menjadi ; a) Lingkungan alam seperti: sungai, pantai, gunung, kebun, dan sebagainya sosial misalnya b) Lingkungan keluarga, rukun tetangga, desa, kota, pasar, dan sebagainya. c) Lingkungan budaya misalnya candi, dan adat istiadat. Pemanfaatan sumber daya lingkungan diperlukan dalam upaya menjadikan sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat setempat. Sekolah bukanlah tempat yang terpisah dari masyarakatnya. Dengan cara ini fungsi sekolah sebagai pusat pembaharuan dan pembangunan sosial budaya masyarakat akan terwujudkan. Selain itu, lingkungan sangat kaya dengan sumber-sumber, media, dan alat bantu pelajaran.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

267

Lingkungan fisik, sosial, atau budaya merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar akan membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus di luar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, membuat gambar/ denah, dan sebagainya. Pemilihan sumber belajar yang bervariasi di SD sangat diperlukan, sebab anak-anak usia SD sangat memerlukan beragam sumber belajar. Pembelajaran yang baik memerlukan sebanyak mungkin sumber belajar untuk memperkaya pengalaman belajar anak (Depdiknas, 2003:18). Anak SD berada pada tahapan perkembangan yang juga harus diantisipasi pada waktu mereka belajar. Misalnya anak-anak usia SD mempunyai ketertarikan yang kuat terhadap apa saja yang mereka temui di lingkungannya. Apa yang langsung dialaminya (didengar, dilihat, dan dirasakan) merupakan pengayaan kognitif, emosi, dan perkembangan sosial yang memperluas dan memperkuat akumulasi perkembangan selanjutnya. Ketertarikan anak terhadap kondisi tersebut menuntut guru untuk menjadikan lingkungan sebagai sumber belajar (hand on experience).

Ada beberapa alasan mengapa lingkungan bisa dipilih sebagai sumber belajar di SD. Arikunto (1990:3) misalnya mengungkapkan sebagai berikut. (1) Lingkungan merupakan sesuatu yang paling dekat dengan dunia siswa, sudah dikenal dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian, apabila guru mengajak mereka untuk mencermatinya tentu sudah ada modal minat dan motivasi. (2) Lingkungan merupakan sumber belajar yang sangat kaya. (3) Lingkungan merupakan tempat nyata kehidupan anak, sehingga diharapkan akan relevan dengan kehdupannya kelak. Pengajaran bahasa memang sebaiknya tidak terpisahkan dari lingkungan sekitar, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya. Bagaimanapun, para siswa akan memasuki dunia kehidupan yang nyata, yaitu kehidupan kemasyarakatan. Siswasiswa merupakan bagian dari tata kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam pembelajaran bahasa yang sesuai dengan pandangan whole language, diperlukan konteks dan pengalaman belajar bahasa yang sesuai dan otentik. Sumber belajar yang tidak bertalian langsung dengan konteks dan pengalaman anak menurut pandangan whole language, tidak akan efektif dan tidak memberdayakan siswa. Pembelajaran bahasa yang baik ialah pembelajaran yang komunikatif dan integratif. Siswa dikondisikan untuk mempelajari hal-hal yang bersifat komunikatif. Artinya, siswa mempelajari hal ihwal berbahasa dan bukan mempelajari tentang bahasa. Pembelajaran seperti ini harus

268

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

berorientasi pada kecakapan atau keterampilan. Omagio (dalam Tarigan, 1989: 9) mengajukan lima hipotesis tentang pengajaran bahasa yang mengacu pada kecakapan atau keterampilan berbahasa. Hipotesis kesatu : Berbagai kesempatan harus disediakan bagi para siswa untuk mempraktikkan penggunaan bahasa di dalam konteks yang mirip seperti di dalam budaya bahasa sasaran. Untuk memenuhi tuntutan hipotesis ini, harus dilaksanakan atau dipenuhi empat syarat berikut ini. (1) Para siswa hendaknya didorong untuk mengekspresikan gagasan mereka sendiri sedini mungkin setelah keterampilan-keterampilan produktif diperkenalkan dalam pengajaran. (2) Pendekatan yang dilaksanakan harus berorientasi pada kecakapan meningkatkan serta mengembangkan interaksi komunikasi aktif di antara para siswa. (3) Praktik penggunaan bahasa kreatif (sebagai lawan praktik konvergen atau manipulatif) haruslah dikembangkan atau dirangsang di dalam kelas yang berorientasi pada kecakapan. (4) Bahasa yang otentik haruslah dipakai dalam pengajaran di mana saja apabila mungkin. Hipotesis kedua: berbagai kesempatan harus disediakan bagi para siswa untuk menggunakan fungsi-fungsi bahasa yang terdapat dalam budaya sasaran. Hipotesis ketiga : perkembangan kecakapan linguistuik para siswa harus diperhatikan sejak awal pengajaran. Hipotesis keempat : pendekatanpendekatan yang berorientasi pada kecakapan harus memberi responsi atau

tanggapan terhadap kebutuhankebutuhan afektif dan kognitif para siswa. Para siswa harus merasa terdorong untuk belajar dan harus diberi kesempatan untuk mengekspresikan gagasan atau isi hati mereka dalam lingkungan yang bebas. Hipotesis kelima : Pengertian kultural harus dikembangkan dengan berbagai cara sehingga para siswa dipersiapkan untuk hidup lebih harmonis di dalam masyarakat bahasa sasaran. Proses belajar megajar bahasa tidak hanya dapat dilakukan di dalam ruangan, tetapi bisa di luar lingkungan dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Sumber belajar lingkungan dan belajar di luar kelas akan lebih komunikatif, karena siswa langsung terlibat dalam masyarakat bahasa dan bahasa yang fungsional digunakan masyarakat yang bersangkutan. Demikian pula keadaan kelas, harus kaya dengan sumber belajar sebagai pajanan untuk siswa dalam belajar bahasa. Keadaan kelas harus dilengkapi dengan hiasan yang menunjang pemerolehan bahasa tingkat awal. Hiasan berupa abjad, gambar bertulis, atau ada sudut bahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis) di setiap kelas akan membantu siswa dalam pemerolehan bahasa. Pembelajaran bahasa dengan menggunakan sumber belajar lingkungan, guru dapat memanfaatkan alam sekitar dan segala yang ada di sekeliling anak (rumah maupun sekolah) untuk menunjang kecakapan berbahasa.
B. Memilih Sumber Belajar Guru perlu memahami dan dapat memilih sumber belajar yang tepat pada waktu mengajar di kelas. Memilih sumber belajar, harus didasarkan kriteria

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

269

tertentu, yaitu kriteria umum dan kriteria berdasarkan tujuan yang hendak dicapai (Sudjana, 2003:85). Kedua kriteria itu berlaku baik untuk yang dirancang maupun sumber yang dimanfaatkan. Kriteria umum dalam memilih sumber belajar bahasa merupakan ukuran kasar yang dapat dijadikan patokan, ketika seorang guru memilih sumber belajarnya. Kriteria umum tersebut sebagai berikut. (1) Sumber belajar harus ekonomis, artinya sumber yang digunakan tidak terlalu mahal. Kalaupun harganya agak mahal harus bermanfaat dalam jangka panjang sehingga akan tetap terhitung murah. (2) Sumber belajar harus praktis dan sederhana, artinya tidak memerlukan pelayanan yang langka dan khusus, sehingga tidak akan menyulitkan guru sendiri. (3) Sumber belajar harus mudah diperoleh, artinya sumber belajar itu dekat, tidak perlu diadakan atau dibeli ditoko. Sumber belajar yang tidak dirancang lebih mudah diperoleh karena dapat dicari di lingkungan sekitar. (4) Sumber belajar harus bersifat fleksibel, artinya bisa dimanfaatkan untuk beberapa tujuan dan tidak dipengaruhi faktor luar, misalnya kemajuan teknologi, nilai, budaya, dan berbagai keinginan pemakai sumber belajar itu sendiri. Kriteria memilih sumber belajar berdasarkan tujuan antara lain sebagai berikut. (1) Sumber belajar untuk memotivasi, terutama untuk siswa yang rendah tingkatannya. Siswa kelas rendah SD yang belajar membaca atau menulis permulaan misalnya,

memerlukan sumber belajar yang menarik dan nyata dibandingkan dengan kelas tinggi. Karena siswa kelas rendah akan semakin tertarik dan termotivasi untuk belajar karena sumber belajarnya menarik. (2) Sumber belajar untuk tujuan pembelajaran, yaitu sumber belajar untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di kelas dalam mencapai tujuan. (3) Sumber belajar untuk penelitian, yaitu sumber yang dapat dianalisis, diobservasi biasanya sumber yang langsung dari masyarakat atau lingkungan. (4) Sumber belajar untuk memecahkan masalah dan untuk presentasi. Selain itu, pada waktu pemilihan sumber belajar, guru bahasa Indonesia harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut. (1) Tuntutan kurikulum, artinya ketika guru berniat memilih sumber belajar yang cocok dengan tuntutan Kurikulum 2004, guru harus mempertim-bangkan: a) fungsi pembelajaran, b) tujuan pembelajaran, dan c) rambu-rambu pembelajaran. Fungsi pembelajaran bahasa Indonesia seperti tertera dalam Kurikulum 2004 ialah : (a) sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (b) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (c) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (d) sarana penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia pemakaian Bahasa Indonesia yang baik untuk keperluan menyangkut

270

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

berbagai masalah, (e) sarana pengembangan penalaran, (f) sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan indonesia. Sedangkan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia secara umum adalah sebagai berikut. menghargai dan (a) Siswa membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara. (b) Siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan. (c) Siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial. (d) Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis) (e) Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. menghargai dan (f) Siswa membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Rambu-rambu pembelajaran bahasa Indonesia yang dimaksud ialah sebagai berikut.

(2)

(a) Fungsi utama bahasa adalah untuk berkomunikasi. Maksud komunikasi dapat berupa pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat, keinginan, penyampaian indformasi, dan lainlain. Hal itu disampaikan dalam aspek kebahasaan berupa kata, kalimat, paragraf (komunikasi tulis) atau paraton (komunikasi lisan), ejaan dan tanda baca (dalam bahasa tulis), serta unsur-unsur prosodi (intonasi, nada, irama, tekanan, tempo) dalam bahasa lisan (Depdiknas, 2003) Keotentikan (bahasa yang benarbenar ada dan digunakan dalam kehidupan siswa serta sesuai dengan fungsinya) dan aktualitas (kemutahiran dan keberadaan bahasa itu masih hidup dan dikenal) sumber belajar, maksudnya memilih sumber belajar itu harus diupayakan otentik, karena sumber belajar yang otentik akan memberikan gambaran tentang bahasa yang sebenarnya kepada siswa. Dengan demikian, siswa akan mengetahui bagaimana bahasa yang komunikatif itu. Demikian pula aktualitasnya, sumber belajar yang aktual dan populer akan lebih baik digunakan dalam proses belajar mengajar bahasa daripada sumber belajar yang tidak dikenal siswa. Sumber belajar yang aktual dapat memotivasi siswa untuk belajar

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

271

(3)

bahasa dengan baik dan sungguhsungguh. Jenjang pendidikan, artinya pemilihan sumber belajar harus disesuaikan dengan jenjang kelas dan usia siswa SD. Jika sumber itu menyulitkan siswa,maka akan menjadi hambatan dalam penerimaan materi. Sebaliknya, jika sumber juga terlalu mudah, maka akan membosankan siswa. Oleh karena itu, pemilihan sumber belajar bahasa untuk SD kelas rendah dan SD kelas tinggi perlu perhatian dan penanganan yang berbeda.

C.

Tujuan Penggunaan Lingkungan sebagai Sumber Belajar B I di Sekolah Dasar Arikunto (1990: 4) mengungkapkan bahwa tujuan lingkungan dijadikan sumber belajar antara lain : (1) untuk mengefektifkan pembelajaran, (2) untuk membuat pembelajaran menjadi relevan; baik relevan dengan kebutuhan siswa, relevan dengan konsep perkembangan anak, maupun relevan dengan apa yang menarik minat anak, (3) agar pembelajaran menjadi efisien dan murah. Pernyataan Arikunto tersebut diperkuat oleh prinsip pendekatan whole language yang menurut Goodman (1986: 26-31) ditopang oleh empat landasan dasar, yaitu : (1) teori belajar, (2) teori kebahasaan, (3) pandangan dasar tentang pengajaran, dan (4) peranan guru serta pandangan kurikulum berpusatkan bahasa. Menurut Goodman isi pembelajaran bahasa akan dengan mudah dikuasai murid apabila bersifat (1) nyata, (2) menyeluruh, (3) bermakna, (4) relevan, (5) fungsional, (6) disajikan dalam konteks pemakaian, dan (7) murid menggunakannya.

Peranan guru dalam kelas yang berpijak pada pendekatan whole language bukan hanya sebagai penyaji materi, namun lebih dinamis. Menurut Aminuddin (1997:33) dalam kelas whole language guru berperan sebagai (1) model, guru menjadi contoh perwujudan bentuk aktivitas berbahasa yang ideal, dalam kegiatan membaca, menulis, menyimak dan berbicara; (2) fasilitator, guru mempersiapkan bahan pengayaan yang memberi peluang bagi murid dalam menemukan dan mengembangkan pemahaman; (3) pebelajar, guru merupakan pembantu yang senantiasa mempelajari sesuatu yang dipelajari murid, mempelajari kesulitan yang dihadapi murid serta memikirkan pemecahannya; (4) pengamat dan peneliti, guru senantiasa mengamati gejala minat, motivasi, dan proses belajar murid. Guru perlu mengumpulkan bahan untuk memahami, proses dan kemajuan belajar murid. Caranya dapat dari hasil tugas, catatan lapangan, dan tanya jawab. Selain itu, guru juga perlu mengadakan refleksi; (5) dinamisator, guru bersahabat, bersedia mengingatkan murid atau memujinya, serta memanfaatkan berbagai bentuk penguatan. Berikut ini contoh penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar bahasa di SD.
A. Contoh Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Menggunakan Lingkungan 1. Contoh Pembelajaran Mendengarkan Menggunakan Lingkungan Berikut contoh penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar mendengarkan/menyimak. Kelas : III

272

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Waktu : 2 x 40 menit a) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok b) Guru memberi penjelasan apa yang harus dikerjakan oleh tiap kelompok c) Siswa dibawa keluar kelas. Setiap kelompok harus mengamati lingkungan sekolah dan harus mencatat secara rinci apa yang dilihatnya itu. Kalau perlu apa yang diamatinya secara kelompok itu dicatat. d) Selesai pengamatan, masih di luar, setiap kelompok melalui perwakilannya harus memberi penjelasan rinci dengan cara mengatakan rincian apa yang ditemukannya itu kepada kelompok lain. Setelah selesai merinci, kelompok yang menyimak harus menerka benda apa, atau apa yang dirinci oleh kelompok tersebut e) Setiap kelompok mendapat giliran, dan setiap orang dalam kelompok juga mendapat giliran. Hasilnya, kelompok yang anggotanya paling banyak menerka benar, dan kelompok mana yang anggotanya paling lancar merinci temuannya yang menang.
2. Contoh Pembelajaran Berbicara Menggunakan Lingkungan Contoh ini di kelas 5 Kurikulum 2004 semester II. Kelas :5

Waktu

: 2 x 40 menit (satu kali pertemuan) Prosedur pelaksanaan : a) Siswa dibagi menjadi empat kelompok, kemudian dibagi tugas untuk mewawancarai pedagang di lingkungan sekolah. b) Setiap kelompok membuat daftar pertanyaan untuk wawancara dengan pedagang di lingkungan sekolah. c) Siswa bersama kelompoknya keluar kelas untuk mewawancarai pedagang di lingkungan sekolah. d) Siswa mengajukan pertanyaan yang telah dibuatnya kepada para pedagang. e) Siswa mencatat pesan yang diberikan oleh pedagang. f) Siswa secara berkelompok membuat laporan hasil wawancara dengan pedagang. g) Masing-masing kelompok membacakan hasil laporannya di depan kelas. Mendeskripsikan benda/ tempat di Lingkungan anak a) Siswa menebak sebuah nama/ benda/ tempat berdasarkan deskripsi dari guru atau temannya. b) Siswa membuat deskripsi dari sesuatu benda/ teman/ tempat dengan bimbingan guru. Maksudnya guru memberikan sebuah nama (siswa menyimak), siswa membuat deskripsinya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

273

c) Setiap siswa membuat deskripsi sebanyak tiga buah benda/ tempat/ teman yang diarahkan menajdi tebak-tebakan atau tekateki. d) Setiap siswa menukar hasil masing-masing dengan teman sebangkunya untuk menjawab teka-teki. e) Selesai menjawab mereka menukarkan lagi untuk diperiksa jawabannya.
Menjelaskan denah/ peta lokasi tempat Kelas IV Waktu : 2 x 40 menit (1) Siswa diajak meneliti keadaan lingkungan sekolah dengan dibekali beberapa pertanyaan seperti : 1) Terdiri dari berapa ruangan sekolah kita? 2) Ruang apa saja? (2) Seorang siswa dengan bantuan guru dan siswa lainnya membuat denah sekolah mereka. (3) Setelah mereka membuat denah, setiap siswa harus menceritakan keadaan lokasi sekolah mereka dan kelas mereka. (4) Mengulangi kegiatan di atas dengan objek rumahmasing-masing. 3. Contoh Pembelajaran Membaca Menggunakan Lingkungan Berikut ini contoh penggunaan lingkungan dalam pembelajaran membaca. Kelas : IV Waktu : 2 x 40 menit
274

a.) b.)

c.)

d.)

e.)

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Siswa berkelompok harus membawa hasil pengamatannya berupa proyek, penulisan papan nama atau papan iklan atau yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Hasilnya, beberapa papan nama atau iklan tersebut harus dibuat deskripsinya. Siswa membaca hasil deskripsi yang telah dibuatnya di depan kelas. Guru menuliskan salah satu papan nama atau iklan itu dalam bentuk deskripsi di papan tulis, kemudian semua siswa secara klasikal membaca nyaring.

Contoh membaca petunjuk Kelas : III Waktu : 2 x 40 menit a.) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. b) Siswa berkelompok harus membawa hasil pengamatannya berupa proyek, petunjuk ramburambu jalan atau petunjuk pemakaian (bungkus supermi, bungkus obat batuk, dan sebagainya yang ada petunjuk pemakainnya) c) Hasilnya, beberapa petunjuk pemakaian yang dapat dibaca oleh siswa. Petunjuk tersebut dibaca oleh siswa terus harus dibuat deskripsinya

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

d)

e)

Siswa membaca hasil deskripsi yang telah dibuatnya di depan kelas Guru menuliskan salah satu petunjuk itu dalam bentuk deskripsi di papan tulis, kemudian semua siswa secara klasikal membaca nyaring.

tentang kebersihan di sekolahnya. Ada pula yang membuat denah dan membuat deskripsinya.
Contoh lain menulis dengan sumber belajar lingkungan sebagai berikut. Kelas : V Waktu : 3 x 40 menit a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. b. Siswa diajak keluar untuk mengobservasi keadaan lingkungan sekolah yang telah ditentukan sebelumnya oleh guru: perpustakaan, kantin, lapangan upacara, dll. dengan bimbingan guru. c. Guru menyuruh siswa agar memperhatikan beberapa lokasi di sekolah tadi, manakah yang perlu mendapat perhatian dalam hal fisik bangunan, sarana prasarana, kebersihan, serta apa yang menjadi masalah yang harus diinformasikan untuk ditindaklanjuti oleh kepala sekolah. d. Tiap kelompok harus membuat surat yang diajukan kepada kepala sekolah mengenai keadaan sekolah yang telah diamati dengan menggunakan bahasa yang jelas, benar, dan sopan. kelompok e. Setiap membacakan suratnya di depan kelas. Kelompok lain f. mengajukan pendapat gagasan, terhadap

4. Contoh Pembelajaran Menulis Menggunakan Lingkungan Berikut ini contoh penggunaan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar menulis di SD. Kelas : IV Waktu : 2 x 40 menit Seorang guru kelas IV SD Ketilang mengajak siswanya ke luar kelas untuk mengamati apa yang ada di taman sekolahnya. Setiap kelompok siswa harus mengamati bagian taman sekolah yang diminatinya. Ada yang mengamati kebun sekolah, ada yang mengamati warung sekolah, ada yang mengamati kebersihan sekolah, ada yang mengamati halaman sekolah, dan ada yang mengamati posisi dan denah bangunan sekolah. Setiap anggota kelompok harus membuat karangan pengalaman deskripsi dari hasil pengamatannya. Setiap siswa dalam kelompok membuat karangan dari hasil penemuan kelompoknya dalam bahasanya masing-masing. Ada yang membuat karangan tentang kebersihan sekolah. Ada yang membuat karangan tentang memelihara bunga di taman sekolah. Yang lain menulis

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

275

g.

h.

permasalahan yang dibahas. Tiap kelompok mengirimkan suratnya ke alamat sekolah melalui pos. Kepala sekolah membalas surat yang dikirimkan siswa juga melalui pos dengan alamat kelas tempat siswa yang mengirimkan surat tersebut. Dengan demikian, setiap siswa akan menjadi sadar bahwa fungsi surat itu alat komunikasi tertulis dan pasti akan ada balasannya.

Siswa dapat memuat kamus kecil dari papan mana/ spanduk/ iklan. Siswa dapat mendeskripsikan pesan dari papan nama/spanduk/iklan menjadi pesan yang jelas. Siswa dapat menuliskan pesan dari papan nama/spanduk/iklan dengan ejaan yang benar (huruf kapital, tanda koma, tanda titik, tanda tanya). Siswa dapat menggunakan bahasa sesuai dengan fungsinya melalui bermain. Siswa dapat memerankan peranan sesuai dengan yang ditokohkan.

5. Contoh Pembelajaran Terpadu Menggunakan Lingkungan Contoh model pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan sumber belajar Lingkungan Tema : Lingkungan Topik : Papan nama/ spanduk/ iklan di lingkungan sekolah/ tempat tinggal siswa Kelas III Waktu 6 x 40 menit Tujuan kelas : Siswa mampu menyerap isi ceritadan berita yang diengar atau dibaca Pembelajaran : Membaca petunjuk-petunjuk, papan nama, dan menjelaskannya Membuat kamus kecil berbagai sumber Tujuan pembelajaran khusus : Siswa dapat menjelaskan arti kata-kata yang dianggap sulit dari papan nama.
276

Kegiatan Pembelajaran Satu unit pembelajaran ini dilaksanakan untuk tiga pertemuan. Sebelum pelaksanaan pembelajaran ini, para siswa sudah diberi tugas secara individu untuk mencatat katakata yang tertulis pada papan nama di sekitar sekolah (tempat tinggalnya). Setiap siswa mencatat tulisan pada papan nama/ spanduk/ iklan yang ditemuinya di sekitar mereka. Pencatatan disesuaikan dengan aslinya, ditulis pada selembar kertas dan boleh diberi gambar dan diwarnai. Setiap siswa boleh mencatat tulisan pada papan nama/sapnduk/iklan sebanyak-banyaknya. Setiap siswa harus mencatat kata-kata yang dianggap sulit dari papan nama/spanduk/iklan yang ditemukannya. Guru sebelumnya memberi contoh
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

papan nama/spanduk/iklan, baik langsung yang ada di sekolah maupun fotonya.


Pertemuan kesatu (1) Para siswa memilih kelompok, setiap kelompok tiga orang kelompok (2) Setiap mengumpulkan kosakata yang dianggap sulit oleh setiap anggotanya. Kosakata yang terkumpul dipilih (didiskusikan) dalam kelompok; kosa kata yang benar-benar belum diketahui oleh kelompok atau bisa juga semua kata ditulis, tapi kosakata yang sudah diketahui kelompok diberi penjelasan dengan kata-kata sendiri. Kosakata yang sulit menurut kelompok diberi penjelasan dengan bantuan kamus. menyusun (3) Kelompok kata-kata yang sudah diberi penjelasan itu menjadi kamus kecil (tersusun alpabetis seperti kamus). Kamus dapat diberi sampul dan digambari. (4) Hasilnya dapat dibacakan di depan kelas atau ditempel di dinding kelas sehingga setiap siswa/ kelompok dapat membaca hasil temannya. Pertemuan kedua (1) Setiap siswa memilih satu papan nama/spanduk/ iklan yang paling

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

disukainya dari papan nama/ spanduk/ iklan yang mereka temukan di lingkungannya (Anak berkumpul kembali dalam kelompoknya) Kelompok berdiskusi memilih satu papan nama/sapnduk/iklan yang paling diminati kelompok. Catatan : pemilihan ini dapat juga melalui sharing kalsikal dari semua temuan siswa. Setiap kelompok membaca pesan yang tertulis pada papan nama/ spanduk/ iklan yang telah dipilihnya. Setiap kelompok menuliskan pesan tersebut dalam bentuk uraian (deskripsi) Setiap kelompok membacakan hasilnya di depan kelas. Aslinya ditulis guru di papan tulis supaya terjadi diskusi, mungkin ada kelompok yang kurang sependapat. Para siswa mengelompokkan kalimat/ kata yang harus menggunakan huruf kapital dan tanda baca yang benar (secara berkelompok) dari wacana hasil mendeskripsikan papan nama/ spanduk/ iklan yang telah dikerjakan siswa dalam kelompok atau ditukar dengan kelompok lain. Secara kritis para siswa harus mengoreksi betul

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

277

tidaknya penggunaan huruf kapital dalam deskripsi dan penggunaan tanda baca lainnya (titik, koma, tanda tanya, tanda seru). dari wacana kelompok lain dan kelompoknya. Pada akhir pertemuan kedua, para siswa secara kelompok diberi tugas untuk mempersiapkan bermain peran berkaitan dengan dengan kegiatan atau pekerjaan yang sesuai dengan topik pilihanya. Beri kesempatan kepada para siswa untuk bertanya jawab. Barangkali ada yang kurang dimengerti. Kalau perlu diberi contoh.
Pertemuan ketiga (1) Setiap kelompok secara bergiliran menampilkan adegan bermain peran. selesai satu (2) Setiap kelompok tampil, kelompok lain diperkenankan mengomentari/ berpendapat sesuai dengan pengalaman mereka tentang adegan tersebut. Mungkin dalam bentuk kritikan : bukan begitu, bukan itu, masa begitu, mengapa begitu (setiap selesai satu kelompok tampil guru mengajak anak-anak bertepuk tangan). (3) Setelah semua kelompok tampil, guru memberi penguatan dan pujian. Anak-anak juga diberi penjelasan tentang papan

nama/ spanduk/ iklan yang baik, yaitu yang bisa cepat dimengerti pembacanya dan tidak menggunakan huruf yang sulit dibaca (harus jelas), tidak menggunakan kata asing bila ada kata Indonesianya dan menarik baik warna maupun posisinya.
Evaluasi Evaluasi yang digunakan adalah proses dan produk. Evaluasi produk berupa tulisan deskripsi setiap kelompok dan hasil pembuatan kamus kecil yang dikumpulkan dalam portofolio Evaluasi proses berupa pengamatan performansi pada waktu diskusi dan bertukar pengalaman di kelas, serta waktu bermain peran, dengan menggunakan instrumen lembar observasi yang dibuat guru. Tindak lanjut Para siswa membuat papan nama/spanduk/ iklan untuk kepentingan masing-masing (mereka berimajinasi menjadi dokter, pekerja bengkel, pekerja salon, bidan, pengusaha pabrik, dan lain-lain) Mereka membuat papan nama/ sapanduk/ iklan/papan nama tersebut dan mewarnainya.

278

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Contoh Papan Nama, Petunjuk, dan Iklan

Dr Danny Effendi Spesialis Penyakit: Telinga Hidung & Tenggorokan Praktik Selasa-Kamis Jam 14.00-18.00
PUSAT KOTA, DPRD BANDUNG, SUBANG TASIK, WADO

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

279

PEMERINTAHAN KABUPATEN SUMEDANG KECAMATAN SUMEDANG UTARA JALAN MAYOR ABDURAHMAN NO. 214 SUMEDANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG DINAS PENDIDIKAN SD NEGERI SUKAMAJU KECAMATAN SUMEDANG UTARA JALAN DANO NO. 02 SUMEDANG 4322 DIJUAL TANAH TP LUAS 358 H (021) 6402567 hp 08122534457

Contoh Deskripsi dari Papan Nama, Petunjuk, dan Iklan


Contoh 1. Papan Nama Dokter : Dokter Dimmy A. Effendi adalah dokter spesialis. Ia ahli dalam mengobati penyakit di telinga, hidung, dan tenggorokan. Ia praktk setiap hari Selasa dan Kamis. Jadi, peraktik hanya dua hariu dalam seminggu. Mulai peraktik pukul 14.00 sampai dengan pukul 16.00. Contoh 2. Papan Nama Kelurahan : Kelurahan Kotakaler termasuk wilayah Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang. Kelurahan ini berada di Jalan Mayor Abdurachman No. 214 Telepon Sumedang.

280

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Contoh 3 Papan Nama SD: Sekolah Dasar Negeri Sukamaju berada di Kecamatan Sumedang Utara. Sekolah Dasar ini menginduk ke Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Sumedang. Alamat lengkapnya berada di Jalan Dano No. 02 Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang. Contoh 4 Petunjuk : Dari rambu-rambu petunjuk ini, kalau mau ke pusat kota Sumedang atau ke gedung DPRD, atau ke Gedung Negara sebagai pusat Pemerintahan Daerah Kabupaten Sumedang, lurus ke depan. Sedangkan dari rambu-rambu ini kalau mau menuju ke Tasikmalaya melalui jalan Wado harus mengambil arah ke sebelah kiri. Kalau bermaksud menuju ke Bandung atau ke Subang harus mengambil arah ke kanan dari ramburambu ini. Contoh 5 Papan Iklan Tanah yang ada papan iklan ini akan dijual. Tetapi yang mempunyai tanah mengharapkan yang berminat membeli tanah ini datang langsung ke pemilik tanah tanpa perantara. Luas tanah yang akan dijual 358 bata. Bila ada yang berminat untuk membeli tanah ini bisa menghubungi yang punya tanah dengan nomor telepon (021) 6402567 atau nomor Hand phone 08122534457.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

281

BAB IV. PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN TERPADU


1. Bacaan 21, Pengorganisasian dan Proses Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar- Madrasah Ibtidaiyah : Pengembangan Materi dan Desain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Berbasis Tematik pada Kelas Awal SD/MI. (Ichas Hamid, S. dan Tuti I. Ichas. (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Di Sekolah Dasar: Bab V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional)

2. Bacaan 22, Pengorganisasian dan Proses Pembelajaran Pengetahuan Sosial di SD/MI: Meramu Isi dan Mengembangkan Makna Pembelajaran Pengetahuan Sosial pada Kelas Orientasi (III-IV). (Ichas Hamid, S. dan Tuti I. Ichas. (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Di Sekolah Dasar: Bab V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional)

282

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 21

BAB V PENGORGANISASIAN DAN PROSES PEMBELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL di SD / MI


A. Analisis Isi Kurikulum Kelas Awal SD/MI2004

Tuntutan Kurikulum baru tahun 2004 menetapkan bahwa pada jenjang kelas awal SD/MI peserta didik belumlah diperkenalkan kepada materi pembelajaran berdasar satuan bidang studi sebagaimana kurikulum sebelumnya. Penetapan hal tersebut tentu saja merupakan rasio atas hakikat kebutuhan belajar dan karakteristik peserta-didik usia kelas awal SD/MI yang masih bersifat holistik. Implikasi dari perubahan kurikulum ini, memetakan keharusan pembelajaran yang menjadi pola pengembangan kegiatan harian pada jenjang kelas awal ; tidak dapat tidak kecuali menggunakan pendekatan tematik. Dalam kerangka itu, maka kemahiran guru dalam membaca isi keseluruhan kurikulum dalam peta keberkaitan dan bobot keharusannya menurut alokasi waktu yang telah ditetapkan di dalamnya menjadi sangat penting, hingga berdasar itu, pemetikan dan perumusan setiap atau sebuah tema dapat memenuhi hajat integral dan tujuan elementer setiap bahan pelajaran yang terliput di dalamnya. Untuk itu, melengkapi keperluan teknis dan praktis dalam melihat alokasi waktu yang dibutuhkan dalam merancang disain pembelajaran secara keseluruhan perlu dipetakan analisis proporsi beban pelajaran menurut petunjuk kurikuler dalam tabel berikut :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

283

Dari analisis bobot alokasi waktu jumlah jam pelajaran masing-masing materi pelajaran yang menjadi muatan kurikuler kelas awal SD/MI, cukup gamblang bahwa ; 1) bobot terbesar diperuntukan bagi 2 materi pokok yang bersumber dari Pembelajaran Bahasa dan Matematika, yakni masing-masing 25 % ; 2) pendidikan agama yang dialokasi tersendiri sebesar 15 % dan 3) bagi kelompok bahan pelajaran termasuk Pengetahuan Sosial beroleh porsi 8,75 % jika dibagi rata dari 35 % per empat mata pelajaran yang menjadi kelompoknya, yakni Sains, KTK dan Pendidikan Jasmani. Berdasar pemetaan bobot alokasi tersebut, pemetaan beban kurikuler yang harus menjadi acuan pengembangan disain pembelajaran pada kelas awal dapat diragakan dalam diagram visual sebagai berikut :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

295

296

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Namun demikian bagi hajat Pengetahuan Sosial pada kelas awal khususnya, dengan sedikit bagian dalam format alokasi waktu, yakni masingmasing tidak lebih dari 8,75 % bersama Sains, KTK dan Penjas (dari 35 % perkelompok); tetap memiliki fungsi general dan sentral bagi tuntutan kurikuler secara keseluruhan. Hal tersebut karena berdasar pada karakteristik material dan kaitannya dengan dunia tumbuh-kembang anak usia kelas awal SD/MI, isi pembelajaran Pengetahuan Sosial tidaklah berperan sekedar menjadi pengetahuan elementer sebagaimana enam bahan pelajaran lain, seperti ; Bahasa Indonesia, Matematika, Sains, KTK dan Penjas bahkan Pendidikan Agama, tetapi lebih merupakan pengetahuan langsung yang berkaitan dengan keputusan tindakan setiap anak dalam interaksi sebagai individu dengan individu lain dan lingkungannya. Sebagai cabang pengetahuan aktual yang subtansinya berfungsi memberi bentuk / pola dan aturan terhadap aktualisasi perilaku di dalam hubungan antar diri dengan lingkungannya, Pengetahuan Sosial sesungguhnya menempati posisi lebih sebagai sentrum ketimbang satuan pengetahuan dasar yang bersifat subtitusi bagi keperluan pembentukan kompetensi dasar, seperti keterampilan ; membaca, menulis, berhitung, memahami perbedaan bentuk dan sifat serta hubungan antar benda dalam ujud pengetahuan deklaratif. Sungguhpun keterampilan dasar elementer tersebut menjadi kebutuhan vital bagi laju perkembangan anak selanjutnya, Pengetahuan Sosial dalam keterpaduan internal dengan sub-disiplin keilmu sosialan di dalamnya lebih terkait dengan sifat dasar dan peran normatif

keilmuan yang bermuara pada perilaku, yakni ; pada apa yang harus menjadi keputusan dan tindakan manusia di dalam memerankan dirinya; atau pada apa yang telah dirumuskan sebagai tujuan filosofis pendidikan, yaitu ; bagaimana seharusnya anak manusia dipersiapkan agar tetap menjadi manusia di masa depannya. Bahwa tugas dan peran tersebut adanya terletak pada caracara penanaman konsep, keyakinan-diri dan pembiasaan berbuat dari tingkat paling sederhana setiap individu manusia di dalam konteks sosialnya, dan itu format kegiatan pembelajarannya adanya pada pengembangan kurikulum pengetahuan sosial khususnya dan pada jenjang pendidikan fase usia kelas awal sekolah dasar madrasah ibtidaiyah lebih khususnya lagi. Karena itu, memenuhi keperluan praktis pengembangan kurikuler terpadu, pada peserta didik kelas awal SD/MI khususnya; tema-tema dari atau dalam bahan pelajaran Pengetahuan Sosial, bukan saja berfungsi akomodatif terhadap kebutuhan pengembangan sejumlah kompentensi elementer yang harus dicapai peserta didik, tetapi bermakna sekaligus pada target pengembangan nilai yang ada dan menjadi fungsi integral bersama semua satuan bidang pelajaran yang ada di dalam kurikulum.
B. Pengembangan Materi dan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas I SD/MI 1. Lingkup Materi Pengetahuan Sosial Kelas Satu SD/MI a. Rasional Kesadaran hidup, tumbuh dan berkembang sebagai individu hampir dapat dipastikan senantiasa ada pada setiap individu sejak sebagai anak

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

297

mulai belajar memahami diri dan lingkungannya, lambat atau cepat dan langsung atau tidak langsung. Pendidikan dalam format kurikulum sekolah sebagai upaya sadar yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan dan membentuk sejumlah kemampuan yang harus dicapai peserta didik, memiliki multi fungsi dan peran sebagai alat, sarana dan sekaligus media bagi keperluan anak belajar. Karena itu, kendati belajar dapat dilakukan oleh setiap anak pada seluruh ruang dan peluang hidupnya, kurikulum sekolah mengambil peran strategis dalam mereduksi proses permulaan anak belajar ; mulai dari apa yang kongkrit yang ada di hadapannya dan yang penting bagi dirinya. Memahami diri sebagai individu, anggota keluarga dan lingkungan sekitar hingga mampu melakukan perannya dalam interaksi sebagai anggota keluarga dan warga masyarakat sekitar adalah kegiatan permulaan anak belajar bermasyarakat. Sesuai dengan karakteristik perkembangannya, anak usia kelas awal sekolah dasar madrasah ibtidaiyah mulai mampu mengembangkan diri dan menyikapi realitas sosial berdasar cara pandang dan batas kepentingan egosentrisnya. Karena itu, pembelajaran terencana bersama orang dewasa menjadi diperlukan bukan saja dari sudut keperluan memperluas jumlah pengetahuan, tetapi bersamaan dengan itu adalah terutama membentuk subjek diri

anak dengan sejumlah keterampilan sosial dan nilainilai di dalamnya. Mengenalkan anak kepada identitas diri dan potensi yang dimilikinya dalam konteks sosial pada usia kelas awal SD/MI tidak terlepas dari keseluruhan pengetahuan dan keterampilan dasar belajar permulaan, yakni membaca dan menulis, berhitung, bergerak dan bernyanyi hingga berkreasi secara terpadu sesuai dengan tuntutan kurikulum kompetensi, lingkup materi dan disain pembelajaran Pengetahuan Sosial kelas Satu SD/MI.
b. Tujuan Kompentensi dasar yang diharapkan setelah mahasiswa mempelajari bab ini antara lain adalah : Memahami secara konseptual dan hubungan subkonsep ; diri sendiri sebagai individu, keluarga dan lingkungan sekitar sebagai tempat tumbuh dan berkembang secara sehat dalam kesatuan hidup bersama di dalam masyarakat Menanamkan kecintaan dan kebanggan terhadap identitas diri sebagai anggota keluarga dan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk tumbuhkembang dan belajar secara sehat kepada peserta didik usia kelas awal SD/MI Menanamkan kesadaran sebagai anggota keluarga, lingkungan belajar dan bermain dalam satuan masyarakat kepada

298

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

peserta didik usia kelas awal SD/MI Mengembangkan sikap dan keterampilan dalam membimbing peserta didik usia kelas awal SD/MI sebagai individu, anggota keluarga dan lingkungan sekitar. c. Tuntutan Metodologis : Sesuai petunjuk kurikulum dan karakteristik kebutuhan belajar anak usia kelas awal SD/MI, pengembangan materi dan disain pembelajaran di kelas satu menggunakan pendekatan tematik. Dengan demikian, terakomodasi penyatuan beberapa mata pelajaran yang tercakup ke dalam makna tematik yang telah ditetapkan ; berdasar sub-topik mata pelajaran menjadi satuan kegiatan pembelajaran terpadu. d. Cakupan Materi Pokok : Mengenal identitas diri, keluarga, kekerabatan dan berinteraksi dalam memelihara kebersihan dan keindahan lingkungan Tercakup ke dalam tema pokok ini, adalah sub-konsep tematik berkenaan dengan identitas diri anak, kedudukannya dengan keluarga dan kekerabatan, serta lingkungan belajar dan bermainnya baik di rumah dan di sekolah. Setiap anak tentu memiliki keadaan berbeda atau sebagian sama dalam beberapa hal dengan anak lainnya. Pelajaran pengenalan diri dilakukan sebagai penanaman pengetahuan awal kepada anak, mulai dari penunjukan fungsi-fungsi anggota tubuh dan panca indra yang ada sebagai kelengkapan

dirinya, hingga kepada jumlah dan bentuk yang memungkinkan anak mampu mengidentifikasi, membandingkan keberadaan dan fungsi bagi diri dan kehidupannya. Kesemuanya itu mengandung maksud sebagai bagian dari upaya membangun rasa percaya diri dan kemampuan menerima perbedaan antara keadaan diri dan lingkungannya. Selain memperkenalkan anak kepada identitas dirinya, keluarga adalah satuan lingkungan terkecil; tempat di mana anak tinggal dan berasal merupakan bagian dari identitas anak pula. Melalui pengenalan keluarga anak dapat dibelajarkan untuk menemukan sendiri unsur-unsur hingga struktur serta kedudukannya sendiri di dalam keluarga, hingga rumah tinggal, letak geografis, pekerjaan orangtua, cara memenuhi kebutuhan hidup, perkembangan diri mulai dari masa lalu yang dapat dingatnya (masa kecil) dan membangun kebiasan produktif, mulai dari menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan keluarga di rumah, hingga dapat berperan aktif seraya perkembangannya menjadi bagian dari upaya bersama memelihara lingkungan sekitar / masyarakat yang aman damai, sehat dan sejahtera. Bahwa Sekolah dan lingkungan sebaya yang ada di sekitarnya merupakan tempat belajar dan bermain permulaan pula bagi anak usia kelas awal Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah. Untuk itu liputan materi pokok dan disain pembelajaran Pengetahuan Sosial

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

299

di kelas satu SD/MI yang dikembangkan dalam urutan subtematiknya diupayakan dapat mengakomodasi tuntutan belajar awal yang menjadi isi peran mata pelajaran lain selengkapnya. Dengan demikian, formulasi subtema yang akan menjadi satuan pembelajaran peserta didik kelas permulaan dari sudut konteks Pengetahuan Sosial dapat ditetapkan memenuhi kerangka pengembangan sejumlah kemampuan mendasar mulai dari ; membaca dan menulis permulaan, menggambar, bernyanyi, bergerak dan berkreasi secara terpadu sesuai materi pokok sebagai berikut: 1. Mengenal diri, keluarga dan lingkungan sekitar dalam 2. Rukun kemajemukan keluarga 3. Kenangan masa lalu 4. Memelihara kebersihan dan lingkungan yang sehat 5. Kegiatan jual beli
e. Pengembangan Tema Berdasar rumusan materi pokok Pengetahuan Sosial dan keberkaitan dengan sebaran bahan pelajaran kurikulum kelas satu sekolah dasar madrasah ibtidaiyah seluruhnya, di bawah ini dipetakan contoh pengembangan tema dalam format analisis sebagai berikut :

300

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Tabel 5.2 Peta Keterkaitan Tema Pengetahuan Sosial dengan seluruh bahan Pelajaran pada kelas Satu SD/MI

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

301

Keterangan: Tabel di atas memperlihatkan bahwa pengembangan tema pembelajaran Pengetahuan Sosial yang dirumuskan secara vertical berdasar tuntutan materi pokoknya, berjumlah 15 tema, 74 poin = 82 % dari 90 total pada akses horizontal bertanda v menunjukkan keberkaitan, dan sisanya 16 poin bertanda 0 = 18 % adalah ketidak-terkaitan dengan sub bahan pelajaran dalam kolom dimaksud. 2. Pengembangan Disain dan Model Pembelajaran Pengetahuan Sosial dalam format Keterpaduan pada kelas Satu SD/MI a. Analisis Kurikuler Kelas Satu SD/MI Berdasar standar kompentensi Kurikulum 2004 dapat dipetakan subtansi materil sebagai bahan kajian dan pengembangan tematik pembelajaran dalam format analisis berikut :

302

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

303

b. Pengembangan Disain Topik Pembelajaran Pengetahuan Sosial dalam Format Keterpaduan pada kelas Satu SD/MI 1) Contoh Kegiatan Belajar 1 : Kelas I / Semester I (1) Kompetensi Dasar : Kemampuan. menunjukkan identitas diri. belajar : (2) Hasil 1.1.Mengetahui nama, alamat,nama orangtua dan jumlah anggota keluarga. 1.2.Menceritakan perilaku kasih sayang dalam keluarga. (3) Indikator : Menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan. (4) Topik : Mengenal diri sendiri, keluarga dan kekerabatan. (5) Tema : Diri sendiri. (6) Bentuk Kegiatan : Bercerita, tanya jawab, pengamatan media. (7) Capaian Nilai : Kepercayaan diri. (8) Alokasi Waktu : 2 x 35 menit. (9) Materi : Gambar-gambar, boneka profil diri anak, keluarga dan kerabat, rumah hingga sekolah dan kelas. (10) Pendekatan : Integrated. (11) Media dan Sumber : Gambar / CD / model kegiatan anggota keluarga di rumah, alat tulis dan gambar. (12) Evaluasi : Proses dan hasil. Berdasar sejumlah konsep bahan pelajaran yang termuat dalam jaringan sub-topik di atas, dapat dipetakan dalam

visual lintas kurikuler sebagai berikut :

304

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

305

Keterangan : Pemetaan komponen materi pelajaran dalam visualisasi di atas didasarkan pada kurukulum standar nasional, sesuai dengan prinsip desentralisasi dalam pengembangan dan pelaksanaanya bagi kepentingan visi dan misi pendidikan masing masing daerah atau sekolah. Ke dalam format pengembangan silabus daerah dan sekolah / madrasah dapat dimasukan komponen materi pelajaran muatan lokal seperti bahasa daerah atau lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan setempat. Dalam kerangka itu secara teknis, tema dapat ditetapkan menjadi sentral pengembangan materi pembelajaran. Dalam sajian ini, Pengetahuan Sosial ditempatkan sebagai jantung pembelajaran bagi semua komponen materi pembelajaran lainnya, tentu bukan semata bertolak kepentingan eksklusif Pengetahuan Sosial sebagai salah satu bidang studi. Melainkan dari sudut perspektif hakikat kegiatan belajar dan makna pembelajaran bagi peserta didik usia awal sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah itu sendiri. Bahwa lingkungan sentral yang mulai dihadapi anak usia kelas awal SDMI adalah kehidupan kongkrit dalam ujud hubungan / interaksi sosial. Dengan demikian setting pembelajaran permulaan termasuk di sekolah adalah aktualisasi kehidupan sosial, dari dan dalam interaksi sosial peserta didik menangkap dan melakukan pembelajaran berbahasa, mengenali simbol, bergerak,

menandai perbedaan, membilang, mengapresiasi keindahan dan menerima aturan-aturan hidup dalam kebersamaan dengan lingkungan belajar awalnya. Berdasar pemetaan jaringan materi pokok di atas, langkah pelaksanaannya dapat dideskripsikan dalam format berikut : Pelaksanaan Kegiatan

306

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

307

308

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

2)

Contoh Kegiatan Belajar 2 : Kelas I / Semester 2

(1)

Kompetensi Dasar : Kemampuan menjelaskan lingkungan rumah sehat. belajar : (2) Hasil 4.1.Menyebutkan fungsi ruang dalam rumah. 4.2.Membiasakan kerapian dan kebersihan rumah. (3) Indikator : -Mengidentifikasi ruang dalam rumah. Menceritakan tentang fungsi setiap ruang. -Menyebutkan ciri-ciri rumah sehat. Menyebutkan perilaku dalam menjaga kebersihan rumah. (4) Topik : Menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan. (5) Sub-topik / Tema : Rumah sehat. (6) Bentuk Kegiatan : Bercerita, tanya jawab, pengamatan media. (7) Capaian Nilai : Kebersamaan memelihara kebersihan. (8) Alokasi Waktu : 2 x 30 menit. (9) Materi : Gambar : contoh rumah sehat, dan tidak sehat, ruangan, halaman / taman, perabotan / perlengkapan rumah. (10) Pendekatan : Integrated. (11) Media dan Sumber : Gambar / CD / model kegiatan anggota keluarga di rumah, alat tulis dan gambar. (12) Evaluasi : Proses dan hasil.

Berdasar sejumlah konsep bahan pelajaran yang termuat dalam jaringan sub-topik di atas, dapat dipetakan dalam visual lintas kurikuler sebagai berikut :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

309

310

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Keterangan: Pemetaan komponen materi pelajaran dalam visualisasi di atas didasarkan pada kurukulum standar nasional, sesuai dengan prinsip desentralisasi dalam pengembangan dan pelaksanaanya bagi kepentingan visi dan misi pendidikan masing masing daerah atau sekolah. Ke dalam format pengembangan silabus daerah dan sekolah / madrasah dapat dimasukan komponen materi pelajaran muatan lokal seperti bahasa daerah atau lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan setempat. Dalam kerangka itu secara teknis, tema dapat ditetapkan menjadi sentral pengembangan materi pembelajaran. Dalam sajian ini, Pengetahuan Sosial ditempatkan sebagai jantung pembelajaran bagi semua komponen materi pembelajaran lainnya, tentu bukan semata bertolak kepentingan eksklusif Pengetahuan Sosial sebagai salah satu bidang studi. Melainkan dari sudut perspektif hakikat kegiatan belajar dan makna pembelajaran bagi peserta didik usia awal sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah itu sendiri. Bahwa lingkungan sentral yang mulai dihadapi anak usia kelas awal SDMI adalah kehidupan kongkrit dalam ujud hubungan / interaksi sosial. Dengan demikian setting pembelajaran permulaan termasuk di sekolah adalah aktualisasi kehidupan sosial, dari dan dalam interaksi sosial peserta didik menangkap dan melakukan pembelajaran berbahasa, mengenali simbol, bergerak,

menandai perbedaan, membilang, mengapresiasi keindahan dan menerima aturan-aturan hidup dalam kebersamaan dengan lingkungan belajar awalnya. Berdasar pemetaan jaringan materi pokok di atas, langkah pelaksanaannya dapat dideskripsikan dalam format berikut :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

311

312

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Lampiran :

Bersih badan bersih tangan Bersih pakaian dan makanan Ingat jaga setiap hari Agar sehat jasmani rohani Bersih kata indah bahasa Cerdas pikir dan rasa Ingat jaga senantiasa Agar hidup mulia sentosa

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

313

C.

Pengembangan Materi dan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas Dua SD/MI 1. Lingkup materi Pengetahuan Sosial kelas Dua SD/MI a. Rasional Hak dan kewajiban adalah dua unsur dasar normatif yang secara moral dan hukum berfungsi mengatur perilaku setiap individu manusia di dalam hidup bersama sebagai anggota masyarakat. Norma moral memberi dasar kepatutan berkenaan dengan nilai baik atau buruk terhadap kecenderungan perbuatan tanpa adanya sanksi yang tegas, sehingga kecenderungan tindakan dilakukan bukan karena perintah dari luar, tetapi lahir dan mengalir dari kesadaran internal, lebih sebagai panggilan hati nurani setiap individu. Sedangkan norma hukum, merupakan aturan formal yang secara kongkrit harus dilakukan sebagai upaya membangun ketertiban dan rasa keadilan dalam hidup bersama masyarakat ; dengan kekuatan eksternal oleh karena itu dapat bersifat memaksa. Semua aktualisasi tindakan manusia secara moral dan hukum ; boleh-tidaknya dilakukan atau diperoleh dan boleh tidakdilakukan atau diabaikan hingga perbuatan yang tidak boleh tidak ; harus dilakukan oleh setiap individu dalam hajat hidupnya sebagai

makhluk baik secara alamiah dan sosial, setidaknya diatur oleh dikotomi mendasar yang mebedakan satu dan lainnya secara paradoks, yaitu ; hak dan kewajiban. Hak adalah konsep yang mengatur ; apa yang boleh dilakukan, boleh diperoleh dan boleh tidak dilakukan atau diabaikan sejauh menjadi keputusan dan keperluan dirinya. Sedangkan kewajiban mengatur apa apa yang tidak beleh tidak, harus dilakukan, diberikan kepada yang ber-hak-nya. Dengan kata lain, hak merupakan kesempatan peluang sejauh apa yang boleh diterima dan didapat secara layak bagi kepentingan dasar kelangsungan hidupnya. Adapun melakukan kewajiban memililiki muatan moral sebagai imbal-balik atas perolehan hak dan logikanya menjadi sebuah pelanggaran jika tidak dilakukan atau mengabaikannya. Manusia sebagai makhluk lebih mulia dari makhluk sekaliannya, yang diangkat oleh Tuhan YME karena kepadanya diberikan bukan saja sejumlah hak yang boleh diterimanya, tetapi juga adalah kesadaran untuk melakukan sejumlah kewajiban sesuai dengan batas kemampuannya dalam kerangka mewujudkan dan menjaga kemuliaannya. Maka seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, kepada setiap anak manusia dapat diajarkan selain mengangkap
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

314

makna dari apa yang diterima bagi keperluan hidupnya, adalah melakukan imbal-balik berupa kewajiban yang dapat dilakukan di dalam interaksi sosial mulai dalam lingkungan keluarga hingga sekolah dan masyarakatnya. Untuk itu pendidikan melalui pembelajaran Pengetahuan Sosial dan pada koridor usia kelas awal SD/MI khususnya, berperan selain menanamkan pengetahuan adalah membentuk kesadaran atas sejumlah hak yang telah / dapat diperolehnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tindak / perbuatan yang berupa kewajiban di dalam interaksi sosial dan sebagai bentuk partisipasi individual dalam kehidupan bersama masyarakatnya.
b. Tujuan Kompentensi dasar yang diharapkan setelah mahasiswa mempelajari bab ini antara lain adalah : secara 1. Memahami konseptual dan hubungan sub-konsep antara hak dan kewajiban sebagai kaidah moral dan rasional hukum mendasar yang mengatur perbuatan yang boleh dilakukan dan boleh tidak dilakukan atau diabaikan hingga perbuatan yang tidak boleh tidak ; harus dilakukan, dimana pengabaiannya dapat diartikan sebagai kelalaian, dan dalam tingkatan tertentu yang bersifat

2.

3.

4.

5.

materil dapat menjadi sebuah pelanggaran hukum / beroleh sanksi hukum. Menanamkan pemahaman dan kesadaran kepada peserta-didik usia kelas awal SD/MI kebiasaan dan kemampuan melaksanakan hak dan kewajiban mulai dalam lingkungan keluarga dan pergaulan, mulai dari sikap saling hormatmenghormati, penghargaan nilai pribadi dan keluarga, pengaturan dan pemeliharaan atas barang milik / harta-benda, kenampakan alam dan karya manusia yang ada di lingkungan sekitar. Menanamkan kecintaan dan kebanggaan terhadap entitas kebersamaan dalam satuan keluarga dan masyarakat sebagai lingkungan tempat tumbuhkembang dan belajar secara sehat kepada peserta didik usia kelas awal SD/MI. Menanamkan kemauan dan kemampuan berperan serta aktif sebagai anggota keluarga, lingkungan belajar dan bermain dalam satuan masyarakat kepada peserta didik usia kelas awal SD/MI. Mengembangkan sikap dan keterampilan dalam membimbing peserta didik usia kelas awal SD/MI sebagai anggota keluarga dan masyarakat yang tahu dan dapat membedakan hak dan kewajiban dalam

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

315

berperan-serta melakukan aktivitas bersama pada lingkungan sekitar.


c. Tuntutan Metodologis : Sesuai petunjuk kurikulum dan karakteristik kebutuhan belajar peserta didik usia kelas awal SD/MI, pengembangan materi dan disain pembelajaran di kelas dua adalah menggunakan pendekatan tematik. Dengan demikian, terakomodasi penyatuan beberapa mata pelajaran yang tercakup ke dalam makna tematik yang telah ditetapkan ; berdasar sub-topik mata pelajaran menjadi satuan kegiatan pembelajaran terpadu. d. Cakupan Materi Pokok : Melaksanakan hak dan kewajiban dalam keluarga dan berperan-serta memelihara lingkungan Tercakup ke dalam tema pokok ini, adalah sub-konsep tematik berkenaan dengan pembedaan dan kemampuan melakukan secara seimbang dan timbal-balik unsur tindakan yang termasuk kedalam hak dan kewajiban individu mulai sebagai anggota keluarga dan lingkungan bermain dalam pergaulan / sekolah dan masyarakat sekitar. Kemampuan pemahaman hingga penyadaran atas pengertian hak dan kewajiban dapat diajarkan melalui pembiasaan perbuatan yang dapat dilakukan sesuai

dengan proses tumbuh kembangnya dalam aktualisasi pergaulan mulai dari lingkungan keluarga hingga kelompok bermain dan belajar bersama pada lingkup sebayanya. Karena itu memasuki tahun kedua koridor kelas awal, seiring dengan laju tumbuhkembangnya peserta-didik kelas dua SD/MI diharapkan mulai dapat mengaktualisasikan kemampuan individual dalam bentuk partisipasi sosial. Maknanya, jika pada kelas I masih terbatas pada pengenalan identitas diri dan lingkungan kongkrit paling dekatnya dalam kerangka membangun kemampuan berinteraksi ; sebagai salah satu dasar keterampilan sosial yang harus terbentuk pada anak. Pada tahapan ini diproyeksikan meningkat ke tahap memasuki tuntutan aktualitas sosial bukan saja hanya aktivitas relasional, tetapi mulai membawakan peran dirinya sebagai kontribusi bagi hubungan dan kepentingan bersama melalui kemampuan mengetahui perbedaan hak dan kewajiban. Memahami sejumlah hak dan secara bersamaan mampu melakukan perbuatan sebagai bentuk kewajiban individual di dalam lingkungan terdekat anak adalah merupakan bentuk partisipasi sosial, yaitu melihat keberadaan dan kebutuhan diri sebagai bagian

316

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

dari lingkungan bersama dan sesama, mulai dari intensitas terdekat hinga jangkauan terbatas di dalam hubungan dengan masyarakat. Karena itu berpartisipasi sebagai anggota keluarga dan masyarakat mulai dapat menjadi lahan belajar bagi peserta didik kelas dua SD/MI. Namun memenuhi kepentingan efektif pembelajaran, sesuai dengan materi pokok pengembangan pembelajaran dapat dilakukan dengan tetap mengakomodasi dunia bermain yang menjadi kebutuhan anak. Karena itu lingkup materi yang dikembangkan dalam mengantar materi pembalajaran kelas dua SD/MI dirumuskan dalam sejumlah sub-tema yang subtansinya tetap mengikuti hirarkhi spiral seperti pada jenjang kelas satu, antara lain yakni : 1) Hak dan kewajiban anggota keluarga 2) Saling menghormati di lingkungan keluarga 3) Hidup hemat 4) Dokumen diri dan keluarga 5) Lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah
e. Pengembangan Tema Berdasar rumusan materi pokok Pengetahuan Sosial dan keberkaitan dengan sebaran bahan pelajaran kurikulum kelas dua SD/MI seluruhnya, di bawah ini dipetakan contoh

pengembangan tema dalam format analisis sebagai berikut :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

317

318

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Keterangan : Tabel di atas memperlihatkan bahwa pengembangan tema pembelajaran Pengetahuan Sosial yang dirumuskan secara vertikl berdasar tuntutan materi pokoknya, berjumlah 12 tema, 59 poin = 82 % dari 72 total pada akses horizontal bertanda v menunjukkan keberkaitan, dan sisanya 13 poin bertanda 0 = 18 % adalah area yang dapat dikatakan tidak nampak berkaitan dengan sub bahan pelajaran dalam kolom dimaksud. 2. Pengembangan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial dalam format Keterpaduan pada kelas II SD/MI a. Analisis Kurikuler Kelas Dua SD/MI Berdasar standar kompentensi Kurikulum 2004 dapat dipetakan subtansi materil sebagai bahan kajian dan pengembangan tematik pembelajaran dalam format analisis berikut :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

319

320

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Keterangan : Dalam deskripsi di atas hanya dipetik 2 contoh pengembangan sub-tema mewakili semester 1 dan semester 2. b. Pengembangan Disain Topik Pembelajaran Pengetahuan Sosial dalam Format Keterpaduan pada kelas Dua SD/MI

(12) (9) Materi : Hak dan kewajiban anggota keluarga (13) (10) Pendekatan : Integrated (14) (11) Media dan Sumber : Gambar / CD / model kegiatan anggota (15) keluarga di rumah, alat tulis dan gambar : (16) (12) Evaluasi Proses dan hasil Berdasar sejumlah konsep bahan pelajaran yang termuat dalam jaringan sub-topik di atas, dapat dipetakan dalam visual lintas kurikuler sebagai berikut :

Contoh Kegiatan Belajar 1 : Kelas II / Semester I. Dasar : (1) Kompetensi Kemampuan mengetahui hak dan kewajiban anggota keluarga. belajar : (2) Hasil 1.1.Menguraikan hak dan kewajiban anggota keluarga di rumah. 1.2.Menyadari hak dan kewajiban anak. : (3) Indikator Menceritakan akibat jika anak tidak (4) melaksanakan kewajibannya di rumah (5) (4) Topik : Membantu pekerjaan orang tua sehari-hari di (6) rumah (7) (5) Sub-topik /Tema : Merapihkan kamar dan tempat tidur sendiri (8) (6) Bentuk Kegiatan : Bercerita, tanya jawab, pengamatan gambar / (9) film Capaian Nilai (10) (7) : Menghormati Norma / aturan hidup bersama (11) (8) Alokasi Waktu : 2 x 35 menit

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

321

322

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Keterangan: Pemetaan komponen materi pelajaran dalam visualisasi di atas didasarkan pada kurukulum standar nasional, sesuai dengan prinsip desentralisasi dalam pengembangan dan pelaksanaanya bagi kepentingan visi dan misi pendidikan masing masing daerah atau sekolah. Ke dalam format pengembangan silabus daerah dan sekolah / madrasah dapat dimasukan komponen materi pelajaran muatan lokal seperti bahasa daerah atau lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan setempat. Dalam kerangka itu secara teknis, tema dapat ditetapkan menjadi sentral pengembangan materi pembelajaran. Dalam sajian ini, Pengetahuan Sosial ditempatkan sebagai jantung pembelajaran bagi semua komponen materi pembelajaran lainnya, tentu bukan semata bertolak kepentingan eksklusif Pengetahuan Sosial sebagai salah satu bidang studi. Melainkan dari sudut perspektif hakikat kegiatan belajar dan makna pembelajaran bagi peserta didik usia awal sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah itu sendiri. Bahwa lingkungan sentral yang mulai dihadapi anak usia kelas awal SDMI adalah kehidupan kongkrit dalam ujud hubungan / interaksi sosial. Dengan demikian setting pembelajaran permulaan termasuk di sekolah adalah aktualisasi kehidupan sosial, dari dan dalam interaksi sosial peserta didik menangkap dan melakukan pembelajaran berbahasa, mengenali simbol, bergerak, menandai perbedaan, membilang, mengapresiasi keindahan dan menerima aturan-aturan hidup dalam kebersamaan dengan lingkungan belajar awalnya. Berdasar pemetaan jaringan materi pokok di atas, langkah pelaksanaannya dapat dideskripsikan dalam format berikut : Pelaksanaan Kegiatan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

323

324

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

2) Contoh Kegiatan Belajar 2 : Kelas II / Semester 2 (1) Kompetensi Dasar : Kemampuan membiasakan hidup hemat. (2) Hasil belajar : 3.1.Mengetahui pentingnya hidup hemat. 3.2.Membiasakan hidup hemat dalam menggunakan barang- barang kebutuhan. (3) Indikator : -Menyebutkan pentingnya hidup hemat. -Memberikan contoh perilaku hidup hemat. -Menceritakan pelaksanaan hidup hemat. -Menceritakan pengalaman hidup hemat. (4) Topik : Hemat dan Cermat. (5) Tema : Menabung (6) Bentuk Kegiatan : Bercerita, tanya jawab, pengamatan gambar / film (7) Capaian Nilai : Bersikap hemat dan cermat. (8) Alokasi Waktu : 2 x 35 menit (9) Materi : Hidup Hemat dan Cermat. (10) Pendekatan : Integrated. (11) Media dan Sumber : Gambar / CD / model kegiatan anggota keluarga di rumah, alat tulis dan gambar. (12) Evaluasi : Proses dan hasil.

Berdasar sejumlah konsep bahan pelajaran yang termuat dalam jaringan subtopik di atas, dapat dipetakan dalam visual lintas kurikuler sebagai berikut :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

325

Keterangan: Pemetaan komponen materi pelajaran dalam visualisasi di atas didasarkan pada kurukulum standar nasional, sesuai dengan prinsip desentralisasi dalam pengembangan dan pelaksanaanya bagi kepentingan visi dan misi pendidikan masing masing daerah atau sekolah. Ke dalam format pengembangan silabus daerah dan sekolah / madrasah dapat dimasukan komponen materi pelajaran muatan lokal seperti bahasa daerah atau lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan setempat. Dalam kerangka itu secara teknis, tema dapat ditetapkan menjadi sentral pengembangan materi pembelajaran. Dalam sajian ini, Pengetahuan Sosial ditempatkan sebagai jantung pembelajaran bagi semua komponen materi pembelajaran lainnya, tentu bukan semata bertolak kepentingan eksklusif Pengetahuan Sosial sebagai salah satu bidang studi. Melainkan dari sudut perspektif hakikat kegiatan belajar dan makna pembelajaran bagi peserta didik usia awal sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah itu sendiri. Bahwa lingkungan sentral yang mulai dihadapi anak usia kelas awal SDMI adalah kehidupan kongkrit dalam ujud hubungan / interaksi sosial. Dengan demikian setting pembelajaran permulaan termasuk di sekolah adalah aktualisasi kehidupan sosial, dari dan dalam interaksi sosial peserta didik menangkap dan melakukan pembelajaran berbahasa, mengenali simbol, bergerak, menandai

326

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

perbedaan, membilang, mengapresiasi keindahan dan menerima aturan-aturan hidup dalam kebersamaan dengan lingkungan belajar awalnya. Berdasar pemetaan jaringan materi pokok di atas, langkah pelaksanaannya dapat dideskripsikan dalam format berikut :
Pelaksanaan Kegiatan

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

327

328

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 22 BAB VI Meramu Isi dan Mengembangkan Makna Pembelajaran Pengetahuan Sosial pada Kelas Orientasi (III-IV) SD/MI

Pengantar Bab ini diharapkan dapat membekali para guru kelas dan calon guru kelas sekolah dasar sebagai pengembang kurikulum di lapangan untuk mengkonstruksi sejumlah bahan ajar meliputi konsep, data, fakta dan generalisasi yang berkaitan dengan tuntutan materi pelajaran di kelas III-IV SD/MI sebagai kelas orientasi yang meliputi :

Sekaitan dengan itu, pengetahuan terhadap karakteristik perkembangan peserta belajar yang ada di kelas III-IV SD/MI menjadi bagian konseptual yang harus bersama dipelajari dengan lingkup materi ini. Selanjutnya, bagaimana konstruks pengembangan satuan materi tersebut diadaptasi menjadi bahan siap ajar yang dapat diikuti para siswa. Bersama pemaparan materi pokok, disertakan pilihan model dan langkah pengembangan disain pembelarannya.
A. Analisis Isi Kurikulum Pengetahuan Sosial Kelas III-IV SD/MI 2004

Kurikulum tahun 2004 menetapkan bahwa jenjang kelas III-IV SD/MI merupakan sebuah fase peralihan pertama dari jenjang kelas awal memasuki kelas orientasi operasional kongkrit untuk beralih secara bertahap ke kemampuan berpikir yang lebih abstrak. Pada jenjang ini, peserta didik mulai disiapkan memasuki proses pembelajaran berdasarkan pengorganisasian bidang studi / mata pelajaran. Karena itu, pada tahapan ini kepada peserta didik mulai diperkenalkan dan dikembangkan kegiatan pembelajaran bidang studi / mata pelajaran sebagai isi / materi kurikulum dalam bentuk satuan topik. Pengembangan pembelajaran berbasis satuan topik sendiri, tentu bukanlan persoalan bagi para guru, sebab kurikulum tahun 1994 dan sebelumnya telah memberlakukan hal itu tidak kecuali pada kelas I-II sebagai jenjang kelas awal. Para peserta didik yang memulai pendidikannya sejak kelas awal di dalam kerangka kurikulum1994 ketika menginjak kelas 3 sebagai permulaan memasuki jenjang kelas

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

329

orientasi tidaklah mengalami suatu / suasana perubahan. Bagi peserta didik yang memasuki kelas awal SD/MI sejalan dengan pemberlakuan kurikulum baru tahun 2004, saat memasuki kelas orientasi, yakni mulai kelas III SD/MI sedikitnya akan dihadapkan pada situasi memasuki permulaan kembali. Meski perubahan hal tersebut bagi sebagaian anak boleh jadi merupakan hal yang dinantinya. Namun bagaimanapun juga, mengawali sebuah pergantian dari model pembelajaran sebelumnya yang sepenuhnya bersifat tematik kepada bentuk pengorganisasian berdasar satuan topik, adalah merupakan sebuan loncatan suasana yang akan memiliki makna tersendiri bagi siswa. Bahwa perubahan model pengorganisasian materi dan metode pembelajaran itu sendiri, sebagai sebuah tuntutan eskalasi perkembangan tentu tidak menjadi persoalan, karena sejalan dengan perubahan kebutuhan, nuansa dinamik dan perkembangan peserta didik yang mulai menanggalkan fase awalnya merupakan sebuah loncatanyang siap diikutinya Namun pemahaman terhadap situasi dan suasana perubahan yang akan dihadapi dan menjadi pengalaman baru peserta didik dalam memasuki permulaan fase orientasi tetap menjadi keperluan guru. Untuk itu, pengenalan dan pendekatan terhadap realitas faktual karaktersitik perkembangan peserta didik saat mulai memasuki fase ini, tetap menjadi bagian awal pertimbangan guru dalam memulai memasuki disain teknis pembelajaran sesuai dengan tuntutan materil kurikulum di kelas III SD/MI. Di dalam peta keseluruhan beban jam pelajaran yang dialokasikan untuk jenjang kelas III-IV, jam pelajaran yang diberikan terhadap bidang studi

Pengetahuan Sosial adalah 4 jam pelajaran dari total 31 jam pelajaran per minggu, sekira 12, 9 %. Kendati demikian, Kurikulum nasional sebagai acuan tetap memberikan keleluasaan kepada Daerah atau masing-masing sekolah untuk mengubah atau membuat keputusan sendiri berkenaan dengan alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik, sekolah / madrasah daerah yang menghendakinya. Sedang waktu efektif satuan jam pelajaran ditetapkan 40 menit. Pengorganisasian materi pelajaran Pengetahuan Sosial dalam bentuk satuan mata pelajaran / topik di kelas III-IV tetap didasarkan pada dua dimensi pengorganisasian, ialah : ruang lingkup atau cakupan (scope) dan urutan atau sekuen (sequence), Ruang lingkup menunjuk kepada isi subtantif (pokok/ tema materi, keterampilan dan nilai) yang termasuk kedalam program pengajarannya. Sedang urutan menunjuk kepada penempatan penyajian berbagai komponen program tiap tingkat / kelas / tahun sejauh kesesuaiannya dengan pencapaian pengetahuan dan pertumbuhan tingkat usia peserta didik untuk mencapai tujuan program. (Jarolimek , J dan Parker, W.C., 1993: 13-14). Adapun pendekatan yang diterapkan dalam kerangka itu, sebagaimana dianut di dalam format sebelumnya (Pendidikan IPS dalam kurikulum 1994, demikian pula dalam Pengetahuan Sosial kurikulum 2004) antara lain adalah : a) pendekatan lingkungan / masyarakat yang semakin meluas (expanding environment / communites), yakni dimulai dari lingkungan yang paling dekat dengan peserta didik, seperti diri individu dan
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

330

orang lain di dalam keluarga, lingkungan tetangga / RT, RW, Desa, hingga lingkungan yang lebih luas, kota, propinsi, negara, dan dunia.; b) pendekatan spiral (spiralled aproach) dari Hilda Taba (1971), Paul Hanna (1956); (Wiyono, 1995: 8-9). Dalam pendekatan ini, konsep-konsep dasar dan proses penyelidikan yang pokok dari ilmu-ilmu sosial diajarkan pada tiap kelas / tahun tetapi dengan kadar yang semakin mendalam dan meluas, semakin lanjut, atau semakin mempunyai abstraksi yang lebih tinggi. Selain itu, sesuai dengan peluangnya untuk mengkaji / memahami suatu topik masalah dari berbagai disiplin ilmu sosial khususnya, pada jenjang ini dapat tetap dipenggunakan pendekatan terpadu (integrated) yang lain sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu, memenuhi keperluan analisis isi kurikulum pada jenjang kelas orientasi, dalam bagian ini dapat dipaparkan sebagai berikut :

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

331

332

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

B.

Pengembangan Materi dan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas III SD/MI 1. Lingkup Materi Pengetahuan Sosial Kelas Tiga SD/MI

a. Rasional Hak dan kewajiban adalah dua sifat yang yang mengatur perbuatan individu manusia. Hak mengatur pada apa yang dapat diterima, boleh dilakukan dan boleh juga tidak dilakukan sejauh merupakan bukan hak dasar. Karena itu, hak berkenaan dengan perolehan , akses, bersifat ke dalam guna memenuhi kebutuhan dirinya. Sedang kewajiban mengatur perbuatan yang tidak dapat tidak harus dilakukan, sebagai aktualisasi integritasnya dengan dunia luar dirinya. Hak dan kewajiban merupakan dua sifay yang melekat pada setiapdiri individu, dimaksudkan untuk membangun keseimbangan di dalam melangsungkan kehidupan bersama baik dengan lingkungan alam dan sosial ; sebagai umat manusia yang berperadaban dan berkebudayaan. Karena itu, penanaman kesadaran akan hak dan kewajiban menjadi bagian penting pendidikan, agar setiap pribadi manusia ketika menjadi anggota masyarakat dan warga negara dewasa kelak bukan hanya tahu akan hak dan kewajibannya, tetapi terbiasa melakukan perbuatan sejauh kepentingan atau keperluan hidup pribadinya di dalam masyarakat, namun tetap dalam koridor hukum keseimbangan. Sebagaimana seluruh bangunan watak ditentukan pembentukannya lebih pada masa kanak-kanak, penyadaran akan hak dan kewajiban sebagai dua perbuatan dasar manusia diharapkan dapat dilakukan guru SD/MI di sekolah melalui pembelajaran maupun

permainan yang dapat bermuara pada terbentuknya kebiasaan. Keberhasilan sekolah dan guru yang bertugas mengasuh dan membimbing anak di masa orientasi dari masa kanak-kanak, diharapkan akan mengurangi jumlah generasi muda kita yang ketika dewasanya nanti menjadi penyandang cedera moral. Sebab generasi yang cedera moral, dapat dipastikan hanya akan menambah mala petaka bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, negara dan bangsanya.
b. Tujuan Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mahasiswa mempelaiari bab ini antara lain adalah : (1) Memahami secara konseptual hubungan sub-konsep : pelaksanaan hak dan kewajiban setiap individu dalam hubungan sebagai anggota keluarga, warga masyarakat dan warga negara yang dapat dipraktikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas tiga SD/MI. (2) Menanamkan pemahaman dan kesadaran melaksanakan hak dan kewajiban diri pribadi sebagai individu di dalam keluarga, mayarakat dan negara (organisasi) melalui pembelajaran dan kegiatan permainan yang menyenangkan dan bermakna pada peserta didik kelas tiga SD/MI. kecintaan dan (3) Menanamkan semangat dalam bekerja, rela berkorban untuk kepentingan bersama, saling menghargai pendapat dan urunan karya yang berbeda melalui pembelajaran dinamika kelompok pada kelas tiga SD/MI. (4) Mengembangkan pengayaan dan keterampilan dalam mendesain dan mengelola bahan pelajaran yang

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

333

bertalian dengan lingkup aktivitas dan aktualitas kegiatan peserta didik kelas tiga SD/MI di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
c. Tuntutan Metodologis Pendekatan metodologis yang dapat dipandang sesuai dengan tuntutan pengembangan materi pembelajaran pada jenjang kelas ini (kelas III), antara lain : (a) Pendekatan Kognitif (b) Pendekatan Sosial (c) Pendekatan Personal (d) Pendekatan Modifikasi Perilaku (e) Ekspositori dan sebagainya. d. Cakupan Materi Pokok

Melaksanakan hak dan kewajiban sebagai anggota dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat

Setiap individu dilahirkan ke dunia, memiliki hak yang melekat pada dirinya, ialah hak hidup dan memperoleh apa-apa yang merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidupnya. Sejumlah hak mendasar yang tak dapat tidak harus diperolehnya adalah bagian dari hak azasi. Disebut hak azasi karena merupakan hak paling mendasar, yang menjadi prasyarat bagi kelangsungan hidupnya sebagai individu. Bersamaan dengan diberikan kepada setiap individu sejumlah hak tersebut, sesuai dengan pertumbuhan diri dan perkembangan kemampuannya sistem kehidupan memberinya pula sejumlah kewajiban. Kewajiban adalah berupa tindakan yang harus dilakukan dengan kesadaran. Setiap individu yang dengan kesadarannya mampu melaksanakan kewajiban yang harus diperbuatnya dalam konteks negara akan dapat

dikatakan sebagai warganegara yang baik (good citizenship), sebaliknya warga negara yang mengabaikan kewajibannya dapat dikatakan sebagai warga negara yang tidak baik. Setiap individu yang telah dewasa, kepada dirinya akan dilekatkan selain hakhaknya atau apa-apa yang harus diperolehnya adalah juga kewajibannya atau apa yang yang harus dilakukan sebagai pemberian dari dirinya kepada lingkungan hidup dan sosial yang menjadi tempat di mana ia berada. Sifat kewajiban lebih keras mengikat dirinya, artinya apa yang menjadi kewajibannya tidak dapat tidak harus dilakukannya atau jika diabaikannya akan diterima sanksi yang bersifat memaksa, mulai dari sanksi moral-sosial hingga sanksi hukum. Sanksi moral setidaknya selalu muncul dari kehidupan sosial berupa penilaian atas ketidak patutan perbuatannya. Sedang sanksi hukum, diatur oleh undang-undang negara yang bersifat lebih keras dan memaksa. Kesemuanya dimaksudkan memenuhi hajat kehidupan bersama di dalam masyarakat yang adil, pasti dan menjadi peringatan untuk mematuhinya. Sebagai salah satu contoh, jika seorang Ibu yang melahirkan seorang anak kemudian ia tidak melakukan kewajiban mengurus dan melindungi, melainkan membuangnya begitu saja anak yang dilahirkannya, jika karena itu kemudian anaknya tersebut meninggal, ia dapat menerima bukan hanya sanksi moral dari masyarakat, tetapi juga sanksi hukum. Dalam interaksi sosial mulai tingkat paling sederhana hingga yang lebih tinggi dan kompleks selalu terdapat pembagian hak dan kewajiban. Ketika kita sebagai anggota sebuah komunitas tidak mendapatkan hak-hak kita, kita akan menderita dibuatnya, sebaliknya

334

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

jika justru adalah kita sendiri yang dengan sengaja atau tidak dengan sengaja melalaikan kewajiban, kepada diri kita dapat dijatuhkan sanksi yang tentu saja akan membuat diri kita sesungguhnya menjadi lebih tidak enak menanggungnya. Pembelajaran pelaksanaan hak dan kewajiban bagi setiap individus esungguhnya telah di mulai pada lingkup komunitas paling kecil di dalam masyarakat, yakni keluarga. Keluarga adalah tempat asal dari mana seorang individu mulai sebagai anak dilahirkan dan dibesarkan. Seiring dengan tumbuhkembangnya, kepada setiap anak sesungguhnya sudah dapat dilihat hasil pembelajaran yang diperoleh di lingkungan keluarganya. Hanya persoalannya, tidak sedikit keluarga di mana setiap anak tinggal mengabaikan pentingnya penanaman kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai anggota sebuah keluarga. Karena itu harapan kedua untuk menanamkan pengetahuan dan kesadaran serta membiasakan melakukan perbuatan sesuai dengan aturan hak dan kewajibannya dapat digantungkan pada sekolah sebagai bentuk keluarga kedua. Lingkungan sekolah dengan perangkat kurikulum di dalamnya diproyeksikan turut membantu mengembangkan lebih lanjut pembelajaran melaksanakan hak dan kewajiban yang mungkin sudah di dapat pada lingkungan keluarga dan lingkar sebayanya. Karena itu model pembelajaran pelaksanaan hak dan kewajiban di sekolah, dan di kelas khususnya melalui pengembangan materi Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial, dapat dilakukan dengan tetap menggunakan setting awal

kehidupan setiap individu anak, yakni keluarga, berlanjut pada lingkaran pergaulan dengan teman sebayanya dan kegiatan di sekolah. Keberhasilan sekolah membentuk kesadaran individual peserta didik dalam melaksanakan hak dan menunaikan kewajiban sebagai anggota keluarga, masyarakat dan pada gilirannya sebagai warganegara dewasa kelak, hanya dapat dilihat indikatornya pada tampilan sikap dan keterampilan berbuat (perilaku) dan bukan sejumlah pengetahuan. Namun demikian pengembangan penalaran tetap menjadi bagian penting tapi tidak menjadi hanya satu-satunya.. Dengan demikian, ukuran-ukuran kuantitatif masih bisa dipergunakan sejauh sebagai pelengkap. Karena itu, materi pelajaran pada kelas tiga SD/MI kendati telah mulai memasuki fase pengorganisaasian bidang studi (mata pelajaran) sepenuhnya masih memerlukan penggunaan pendekatan penanaman nilai-moral. Sebab makna konsep hak dan kewajiban terletak pada ujud perilaku yang harus diaktualisasikan. Selebihnya, aktualisasi pelaksanaan hak dan kewajiban yang dasarkan pada penyadaran sikap, dapat diharapkan akan menjadi dasar pembentukan moral warganegara. Sehingga di masa depan, negara kita beroleh kembali kehormatannya sebagai bangsa yang tidak hanya cerdas tetapi bermartabat. Hal itu akan tercapai jika segenap warganegaranya memiliki moral based yang menjadi landasannya. Untuk itu, sebagian investasinya bergantung kepada sekolah dan para guru di dalamnya.

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

335

Berkenaan dengan itu, sesuai dengan tuntutan kurikulum 2004 termasuk ke dalam lingkup materi pelajaran di kelas III SD/MI dapat dipetikan dalam sepuluh sub-tema sebagai berikut : 1) Asal_usul keluarga 2) Pembagian tugas di rumah, sekolah dan masyarakat 3) Berpartisipasi dalam kegiatan sosial 4) Menjaga ketertiban sekolah 5) Mengenal jenis pekerjaan 6) Fungsi dan manfaat uang 7) Menghargai perbedaan dalam pergaulan 8) Menjaga kebersihan lingkungan 9) Berbicara dan berbuat jujur 10) Denah sekolah
2. Pengembangan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas III SD/MI

b.

a. Analisis Materi Pokok Kurikulum Kelas Tiga Sekolah Dasar Berdasar kurikulum tahun 2004 (KBK) dapat dipetakan subtansi materil sebagai bahan kajian dan pengembangan topik dalam format analisis berikut :

Pengembangan Disain Topik Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas Tiga SD/MI 1) Contoh Pembelajaran 1:Kelas III / Semester 1 (1) Kompetensi Dasar: Kemampuan menghargai aturanaturan yang ada di sekolah (2) Hasil belajar: Mendeskripsikan jenis aturan sekolah (3) Indikator: 1. Mengidentifikasi aturan-aturan tertulis yang ada di sekolah.

336

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

2. Mengidentifikasi aturan-aturan yang tidak tertulis yang ada di sekolah. (4) Materi: Aturan-Aturan Sekolah (5) Topik: Melaksanakan hak dan kewajiban di sekolah (6) Sub-Topik /Tema: Mematuhi Tatatertib Sekolah (7) Capaian Nilai: Disiplin dalam melaksanakan aturan dan ketertiban sekolah (8) Alokasi Waktu: 2 x 40 (9) Pendekatan: VCT model Inkuiri (10) Bahan yang dibutuhkan: - Contoh tata tertib sekolah. - Pengamatan langsung kegiatan siswa melakukan upacara, berbaris dsb. - Denah sekolah. - Contoh gambar seseorang melanggar peraturan sekolah. - Teks bacaan. LKS.
Pengalaman Belajar Siswa 1. Melalui pengamatan gambar aktivitas di sekolah, siswa dapat

menjelaskan tentang tata tertib di sekolah 2. Melalui cerita tentang tata tertib di sekolah, siswa secara kelompok menuliskan tiga contoh kewajiban yang harus ditaati siswa di sekolah 3. Melalui cerita tentang tata tertib di sekolah, siswa secara kelompok menuliskan tiga contoh larangan yang harus dihindari siswa di sekolah 4. Melalui tanya jawab tentang peraturan sekolah, siswa dapat memberikan penilaian dan saran bagi yang melanggar aturan sekolah
Langkah-langkah kegiatan : 1. Guru mengemukakan pokok bahasan tentang Aturan-aturan sekolah. Guru bersama siswa memilih dan merumuskan masalah dari cerita yang disampaikan guru. Misalnya masalah tentang selalu terlambat masuk sekolah. Guru bertanya mengapa membuat seseorang selalu terlambat masuk sekolah. Pada awal kegiatan, guru bertanya dan meminta keterangan kepada siswa, misalnya anak-anak apakah kamu setuju apabila sekolah kita ini tidak memiliki peraturan? apa yang dimaksud

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

337

2.

3.

4. 5.

6.

dengan tata tertib sekolah ? Guru bertanya tentang perasaan siswa berkenaan dengan kejadian / masalah yang dilihat atau dialaminya. Siswa mengemukakan perasaan yang dikandungnya mengenai kejadian masalah berdasar cerita guru. Dengan bantuan LKS, siswa secara berkelompok menuliskan tiga contoh tata tertib di sekolah serta menuliskan tiga contoh larangan perbuatan yang harus ditaati / dihindari siswa. Mencari altematif pendapat pihak lain di luar siswa, guru menugaskan siswa untuk bertanya dan diminta pendapat dari kepala sekolah, orang tua, masyarakat, dan sebagainya bilamana menemukan siswa sering terlambat masuk sekolah. Membuat kesimpulan penilaian, misalnya siswa mengemukakan pendapat cara menghindari dan membuat saran agar taat tertib sekolah dapat terjaga. Dari hasil kerja kelompok, guru bersama siswa membahas topik yang dipelajari.

Contoh Pembelajaran 2: Kelas III / Semester 2

(1)

(2)

(3)

(4) (5)

(6)

Kompetensi Dasar: 9.Kemampuan berbicara dan berperilaku jujur Hasil belajar: 9.1.Mengetahui pengertian kejujuran Indikator: 9.1.1.Menjelaskan makna kejujuran.Memberikan contoh berbicara dan berperilaku jujur Materi: Kejujuran Topik: Berbuat dan berbicara jujur Sub-Topik /Tema: Bekerjasama dan saling percaya

338

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

(7)

Capaian Nilai: Menjadi pribadi yang dapat dipercaya (8) Alokasi Waktu: 2 x 40 menit (9) Pendekatan: VCT / Model Evaluasi Diri (10) Bahan yang dibutuhkan: Teks cerita, Gambar, LKS

3.

kejujuran, siswa dapat menentukan nilai mana yang baik bagi dirinya dalam kehidupan seharihari Melalui contoh-contoh gambar, siswa dapat menyimpulkan manfaat sikap dan perbuatan jujur dalam kehidupan seharihari.

Pengalaman Belajar Siswa: 1. Melalui cerita yang disampaikan guru tentang kejujuran, siswa dapat menyimpulkan arti kejujuran dengan benar 2. Dengan tanya jawab guru dan siswa tentang

Kapita Selekta embelajaran di Sekolah Dasar

339

Lampiran : Contoh LKS Petunjuk : Mari kita belajar jujur menandai ceklis (V) pada kolom yang disediakan dalam tabel berikut:

C.

Pengembangan Materi dan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas Empat SD-MI 1. Lingkup Materi Pengetahuan Sosial Kelas Empat SDMI

Berapakah jumlah nilai yang kamu peroleh ?


Keterangan : Jumlah nilai : 1. 5 - 7: Kurang = dirimu perlu bimbingan untuk merubah kebiasaan. 2. 8 12: Sedang = pada dirimu masih terdapat kebiasaan yang harus diperbaiki. 3. 13-14: Cukup = dirimu telah memiliki kebiasaan yang cukup baik, tetapi masih dapat ditingkatkan lagi. 4. 15: Baik = kebiasaan dirimu sudah baik, pertahankan.

a. Rasional Jika keindahan pelangi di upuk langit terlihat karena pancaran warna yang beraneka, keindahan masyarakat dan bangsa Indonesia terletak pada kemajemukannya jua. Beragam latar etnik dan budaya, gaya hidup dengan berbagai coraknya menghias kesatuan citra sebagai pecahan ratna di nusantara. Adalah hanyalah berkah dan karunia dari Zat Maha Pencipta ; Tuhan Yang Maha Kuasa.

Mensyukuri nikmat bertanah air Indonesia yang kaya raya, tidaklah sempurna dengan hanya membiarkannya, sebab sedikitpun kekayaan yang kita miliki dan warisi menuntut kemampuan dan kemauan mengurusnya. Jika tidak, apa yang kita miliki tetap menjadi kurang berarti. Maka teruslah kita menjadi bangsa yang kalah dan terus dikalahkan. Kebesaran dan kekayaan bangsa yang kita miliki ini adalah rahmat, jika segenap anak bangsa yang beraneka ini dapat mengelola lebih dengan tangan dan kepalanya sendiri. Karena itu, di dalam bingkai keragaman etnik dan budaya sebagai penghias kebersamaan bertanah air satu Indonesia, yang harus mampu kita lakukan di dalamnya adalah memberdayakan potensi alam dan sosial yang ada, berikut sistem ekonomi dan kemampuan mengembangkan dan menerapkan Ilmu pengetahuan dan Teknologi bagi kelangsungan

340

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

pembangunan bangsa dan negara secara berkelanjutan dan berkesinambungan. 4) Dalam kerangka itu, ikhtiar pendidikan di manapun dan kapanpun berperan penting, terutama saat negara dihadapkan pada situasi krisis dan kritis. Penyiapan generasi masa depan sebagai bakal pelanjut estapet perjuangan di masa datang menjadi tugas penting sekolah dan para guru di dalamnya. Sehingga dapat diharapkan pada generasi usia sekolah dasar kini yang akan menjadi pemuda esok dapat lebih siap dan berkompeten dalam melanjutkan jejak perjuangan pendahulunya kelak.
b. Tujuan Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mahasiswa mempelaiari bab ini antara lain adalah ; Memahami secara konseptual 1) hubungan sub-konsep : keragaman etnik dan budaya berikut potensi alam, dan sosial serta penerapan Iptek bagi pembangunan ekonomi berbasis kebersamaan sebagai satu keluarga bangsa Indonesia yang terikat oleh kesamaan sejarah dan wilayah tanah air Indonesia Menanamkan pemahaman dan 2) kesadaran sebagai satu keluarga yang beragam latar asal-usul etnik, budaya, sistem keyakinan dsb., sebagai kekayaan bangsa melalui pembelajaran dan kegiatan permainan yang bermakna pada peserta didik kelas IV SD/MI Menanamkan kecintaan pada 3) identitas lokal yang dimilikinya dan sikap menghargai keragaman kultur lokal lainnya sebagai formula kekayaan dan kebanggaan nasional melalui pembelajaran dan

kegiatan permainan yang menyenangkan di kelas IV SD/MI Mengembangkan pengayaan dan keterampilan dalam mendesain dan mengelola bahan pelajaran yang dapat memupuk sikap saling menghargai perbedaaan, jujur dan ksatria dalam lingkup aktivitas dan aktualitas kebersamaan sebagai peserta didik kelas empat SD/MI di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat setempat.

c. Tuntutan Metodologis Pendekatan metodologis yang dapat dipandang sesuai dengan tuntutan pengembangan materi pembelajaran pada jenjang kelas ini (kelas IV), antara lain : (a) Pendekatan Kognitif (b) Pendekatan Sosial (c) Pendekatan Personal (d) Pendekatan Modifikasi Perilaku (e) Ekspositori dan sebagainya. d. Cakupan Materi Pokok

Indonesia, Indahnya Pecahan Ratna Mutu Manikam

Indonesia adalah sebuah nama indah yang disebut orang. Menurut asalusulnya dimulai oleh J.R. Logan (1850) dalam arti geografis, disusul A. Bastian (1884) dalam arti ethnologis; untuk menunjukkan pulau-pulau atau kepulauan Hindia dan penduduknya. Sedang yang mendorong lebih populer hingga nama itu meresap menjadi nama kesatuan dalam perjuangan kemerdekaan anak bangsa kaum pemuda terpelajar kita , yang saat itu masih disebut bumi putera, adalah para ethnolog, tokoh hukum adat dan ahli bahasa dari Inggris maupun Belanda seperti ; Windsor Earl, R. A Kern, Snouck Hurgronye, hingga

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

341

van Volenhopen dan yang lainnya yang di dalam karyanya sering menyebut nama : Indonesie-IndonesierIndonesisch. Nama Indonesia sendiri mengekspresikan sepenuh keindahan, seperti dikiaskan dalam kata-kata Untaian Ratna Mutu Manikam atau Zamrud Khatulistiwa Kecuali keindahannya, kesuburan tanah air ini telah mengundang bangsa asing datang dan pergi berebut pengaruh dalam menguasainya. Karena keindahan dan kesuburan itulah pula kiranya yang membuat kita sebagai anak bangsanya di masa lalu menjadi terlena kemudian harus terjajah dalam waktu yang cukup lama. Begitu kenyataan sejarah yang harus kita pelajari. Bahwa mulai hari ini dan ke depan kita berada pada masa yang berbeda. Kemerdekaan dalam arti politik telah kita miliki, kedaulatan negara dalam kesatuan national dan persatuan etnik dan kulturnya masih juga kita genggam. Masa kini dan esok hanya diri kita yang harus membuatnya sendiri. Kesatuan dan persatuan adalah dua kata yang sejak lama kita anut, jauh hari sebelum proklamasi ketika masih di bawah nama besar Nusantara. Dalam aktualitasnya kini sebagai sebuah negara modern bernama Republik Indonesia, makna kesatuan menjadi entitas politik kebangsaan; sedang persatuan di dalamnya merupakan aktualitas kebersamaan dalam keberbedaan yang menjadi kekayaanya. Makna Bhineka Tunggal Ika yang telah hidup di masa keemasan Majapahit adalah pandangan hidup bernegara dan berbangsa yang telah ada di masa klasik kejayaan Nusantara, namun tetap aktual dan relevan dengan tuntutan kehidupan dunia kini yang tengah mengglobal.
342

Realitasnya, kehidupan umat manusia kini dan ke depan sedang bergerak pada satu pola dunia, yang cenderung menyatu dengan merebahkan jarak dan perbedaan yang membatasinya. Namun di sisi lain, kekayaan spiritual kehidupan yang dibutuhkan sepanjang hidup manusia tidaklah datang dari entitas global ataupun nasional, ia sumbernya ada pada satuan kultural etnik dan sistem kepercayaan (spiritualisme) universal. dan sistem kepercayaan universal mutlak bukanlah penyamaan namun memberikan apresiasi terhadap keberbedaan masing-masing individu dalam menentukan pilihannya. Pengamalan pandangan Bhineka Tunggal Ika sebagai cara memahami keragaman dalam kepaduan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa yang dikembangkan kemudian dalam format NKRI, sejatinya merupakan perekat kebersamaan dan pemelihara keberbedaan masing-masing satuan kultur / etnik pendukungnya. Sementara memasuki tuntutan perkembangan kehidupan global kini, pandangan filosofis sosial politik yang kita anut dapat menjadi model ideal bagi dunia global itu sendiri. Itu artinya, secara kultural dan politik, negara dan bangsa kita mestinya paling siap memasuki tuntutan era tersebut Betapa tidak, bahwa keragaman etnik dan kekayaan budaya nusantara yang mewarnainya merupakan mozaik yang tak terkira nilainya. Di atas semua itu, dukungan potensi alam, sosial ekonomi tradisional hingga berbasiskan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta jaringan informasi yang ada di dalamnya, ditunjang kondisi pertahanan keamanan yang terpelihara dan terkendali oleh kewibawaan politik dan sistem pemerintahan negara, semuanya
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

merupakan sumber-daya abadi bagi kehidupan segenap anggota masyarakat dan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meski hal itu, baru berdasar perhitungan konseptual-ideal pada aspek kultural dan politik yang kita miliki, tidak dari penglihatan terhadap realitas perkembangan aktual kini. Akan tetapi konsep ideal sedikitnya tetap punya peran dalam memberikan kerangka landasan bagi penataan kembali langkah maju ke depan. Untuk itu penanaman kesadaran multy culture melalui program pendidikan, menjadi langkah strategis dalam mereaktualisasi dan merevitalisasi pandangan luhur dan jatidiri bangsa menghadapi realitas perkembangan kemajuan dunia kini. Bahwa dari lingkup negeri kita sendiri, sebagai bagian dari kampung global dapat mencitrakan keragaman dalam kesatuan, keberbedaaan dalam kebersamaan, sebagai kekayaan dan berkah dari Zat Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa. Berkenaan dengan itu, sesuai petunjuk kurikulum 2004. termasuk ke dalam lingkup bahan pelajaran kelas empat SD/MI dapat dikembangkan berdasar rumusan subtopik sebagai berikut : Keragaman etnik dan kekayaan 1) budaya Nusantara Potensi alam, sosial dan ekonomi 2) Indonesia Penerapan lptek dalam produksi, 3) komunikasi dan transportasi Pasar 4) Hak dan kewajiban warganegara 5) Keragaman sumberdaya alam dan 6) lingkungan setempat Peninggalan sejarah dan budaya 7) setempat Membuat peta daerah. 8)

2.

Pengembangan Disain Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas IV SD/MI a. Analisis Materi Kurikulum Kelas Sekolah Dasar Pokok Empat

Berdasar kurikulum (KBK) tahun 2004 dapat dipetakan subtansi materil sebagai bahan kajian dan pengembangan topik dalam format analisis berikut:

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

343

b. Pengembangan Disain Topik Pembelajaran Pengetahuan Sosial Kelas Empat SD/MI

1) Contoh Pembelajaran: Kelas IV / Semester 1 Kompetensi Dasar: Kemampuan menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. (2) Hasil Belajar: Mendeskripsikan keanekaragaman suku bangsa di Indonesia. (3) Indikator: Mengidentifikasi bentukbentuk keragaman aspekaspek budaya yang terdapat di Indonesia. (4) Topik: Keragaman Etnik dan Kekayaan Budaya Nusantara (5) Sub-topik / Tema: Indahnya Kemajemukan Masyarakat Indonesia. (6) Bentuk Kegiatan: Menyanyikan lagu-lagu daerah beserta peragaannya. (7) Alokasi Waktu: 2 x 40 menit. (8) Pendekatan: Multikultur / Pluralisme (9) Bahan yang dibutuhkan: CD atau penayangan film tentang keanekaragaman budaya Indonesia berdasarkan latar geografis. Kaset lagu-lagu daerah. Gambar rumah adapt. Gambar alat musik daerah. (1)
344

Gambar senjata khas daerah. Gambar pakaian khas tradisional daerah. Peta Indonesia. Pengalaman Belajar Siswa : 1. Melalui tayangan film tentang keragaman suku bangsa , siswa dapat menyebutkan asal daerah masing-masing berdasarkan kelahiran cerita tentang 2. Melalui keragaman suku bangsa, siswa dapat menyanyikan lagu-lagu daerah 3. Dengan diskusi kelompok, siswa dapat mendeskripsikan gambaran mengenai budaya dari beberapa suku bangsa di Indonesia 4. Melalui diskusi kelas, siswa dapat menyebutkan tiga contoh atau sikap untuk menghormati perbedaan suku bangsa dan budaya Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran: 1. Fase Awal (Pembuka) Dalam mengawali kegiatan pembelajaran, guru bertanya pada siswa asal daerah / suku masingmasing. Misalnya, Siapa diantara kalian yang berasal dari daerah Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Maluku, Nusa Tenggara, dsb.!. Apa yang kalian tahu tentang temanmu dari daerah lain ? Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan curah pendapat tentang pengalamannya sendiri berkait dengan kebiasaan / adat dari daerah asal masingmasing atau sukunya. Agar lebih
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

menumbuhkan motivasi siswa terhadap kecintaan pada budaya daerah Indonesia, siswa diajak bernyanyi bersama tentang lagu daerah masing-masing berdasarkan pengalamannya, seperti : Soleram (Riau), Kicir-kicir (Jakarta), Ampar-ampar Pisang (Kalsel), Sipatokaan (Sulut), Rasa Sayange (Maluku), Apuse (Irian Jaya) Tokecang (Jabar) dll. Kegiatan dilanjutkan dengan tanya jawab guru siswa: Bagaimana cara kamu memperoleh banyak teman dari berbagai kelompok orang ? Guru harus menegaskan terhadap jawaban siswa bahwa semua suku itu adalah satu bangsa yaitu bangsa Indonesia.
2. Fase Ekplorasi Merupakan tahap pengenalan konsep yang berhubungan dengan materi. Pada fase ini, guru mengawali dengan memaparkan lagu tersebut berdasarkan tempat / asal. Coba kalian tebak lagu Rasa Sayange dari mana ? Tunjukkan dalam petamu daerah tersebut. Siswa bergiliran menemutunjukkan melalui peta daerah tersebut. Guru membimbing siswa pada penemuan disertai penjelasan. Kegiatan 1: Guru mempampangkan gambar tentang masing-masing adat suku bangsa menurut jenisnya, seperti gambar rumah adat, pakaian adat, alat musik daerah. Guru membagikan LKS dengan menugaskan siswa berdiskusi membuat daftar budaya daerah Indonesia.

Pada fase ini guru membimbing siswa untuk aktif pada proses identifikasi tempat / asal daerah.
Kegiatan 2: a. Siswa secara berkelompok membahas salah satu suku bangsa di Indonesia dan budayanya b. Siswa mendiskusikan beberapa contoh cara atau sikap untuk menghormati perbedaan suku bangsa di Indonesia 3. Fase Pemantapan Guru membantu siswa agar menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan kehidupan sehari-hari berdasarkan tempat tinggal. Siswa mengerjakan tugas menuliskan adat kebiasan / tradisi tentang berbagai upacara adat di daerahnya masing-masing. Untuk memperoleh sumber yang diperlukan siswa dapat menggunakan bahan bacaan yang ada di perpustakaan sekolah atau miliknya sendiri atau atau melakukan wawancara dengan orang tua / pemuka masyarakat .
345

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

(9)
2) Contoh Pembelajaran 2: Kelas IV / Semester 2 (1) Kompetensi Dasar: 7. Kemampuan memahami hubungan kenampak-kan alam, sosial dan budaya dengan gejalanya. (2) Hasil Belajar: 7.2. Mendeskripsikan hubungan kenampakkan alam, sosial dab budaya dengan gejalanya di kabupaten / kota dan propinsi setempat. (3) Indikator: 7.2.2. Mengidentifikasi pola perilaku anggota masyarakat yang dapat mempengaruhi peristiwa alam di lingkungan setempat. 7.2.3. Membuat laporan perjalanan wisata antar kota / kecamatan dalam wilayah kabupaten / kota dan propinsi setempat.

Pendekatan: Ilmu Teknologi Masyarakat (STS)


Pelaksanaan Kegiatan : Bahan yang diperlukan : Surat kabar yang mengangkat berita isu-isu lingkungan. Atlas / peta. Gambar-gambar berkaitan dengan permasalah lingkungan. Pengamatan lingkungan dengan bantuan LKS. Kertas kosong untuk mencatat. Kertas karton. Pensil warna / spidol. Barang-barang bekas / limbah yang dapat dimanfaatkan. Pengalaman Belajar Siswa 1. Dengan menyimak cerita guru tentang lingkungan, siswa dapat mengidentifikasi isu-isu nyata yang aktual di masyarakat. 2. Dari tayangan gambar macam-macam permasalahan lingkungan, siswa mampu merumuskan hipotesis berkenaan dengan masalah yang telah dirumuskan. pengamatan 3. Melalui sampah di sekolah, siswa dapat mengidentifikasi jenis sampah organik dan sampah non organic. percobaan 4. Melalui penguburan sampah di sekitar sekolah, siswa

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)
346

Materi Pokok: Kenampakan Alam dan Lingkungan sosial budaya setempat. Topik: Lingkungan Alam dan Sosial budaya setempat. Sub-Topik / Tema: Wisata alam dan Sosialbudaya ke suatu tempat. Capaian Nilai: Menumbuhkan kesadaran dan kepedulian siswa dalam memelihara lingkungan sekitar. Alokasi Waktu: 2 x 40 menit.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

5.

6.

7.

dapat membuat kesimpulan dari jenis-jens sampah tersebut berdasarkan lama penghancurannya. Berdasarkan pengamatan sungai sekitar, siswa dapat menuliskan jenisjenis sampah yang ditemukan di sekita sungai beserta karakteristiknya. Berdasarkan pengamatan sampah dan tumpukan sampah di sekitar sungai, siswa mampu membuat gagasan / solusi yang berkenaan dengan permasalahan lingkungan. Melalui bermain peran, siswa mampu membuat keputusan / kebijakan strategis yang dapat mempengaruhi publik dalam memecahkan permasalahan lingkungan.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

347

Lembar Kerja Siswa : Kegiatan mengamati sampah di sekolah Alat dan Bahan : Sarung tangan karet / kantong 1. plastic. Lima buah tong sampah , masing2. masing berisi sampah tumbuhan, plastik, sisa makanan, alumunium, kaca. Kegiatan 1: 1. Amatilah sampah-sampah yang ada di tong sampah! Tuliskan hasil pengmatanmu pada 2. tabel di bawah ini: a. Tuliskan jenis-jenis sampah yang kamu temukan!

b. Kelompokkan sampah-sampah tersebut berdasarkan jenisnya!

Kegiatan 2: Mengubur sampah di sekitar sekolah

348

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Tujuannya : Untuk mengetahui tingkat penurunan biologis sampah Kumpulkan 6 jenis sampah yang 1. berbeda! Timbunlah masing-masing sampah 2. tersebut di dalam tanah! Setelah beberapa hari (satu 3. minggu). Bukalah timbunan sampah tersebut! a. Amati, bagaimana keadaan jenis sampah tersebut, berubah atau tidak? b. Sampah jenis apa saja yang mudah hancur? c. Sampah jenis apa saja yang tetap?
Kegiatan 3: Mengamati tumpukan sampah di sungai Alat dan Bahan: Alat tulis 1. LKS 2. Kegiatan: Amatilah sampah-sampah yang 1. ada di sungai ! Lokasi sungai 2. Jalan .. RT / RW: .. Kelurahan:: Kecamatan : Kota/ Kabupaten : . Tuliskan hasil pengamatanmu, 3. sampah-sampah apa saja yang ditemukan di sekitar sungai! Bagaimana keadaan air : 4. a. mengalir deras b. air mengalir perlahan c. perjalanan air tersumbat d. tergenang e. kering f. dll

6. 7.

8.

b. keruh e. berbau c. kecoklatan f. lain-lain Dari mana sumber sampah yang ada di sungai ? Apakah masyarakat sekitar sungai membuang sampah / limbah rumah tangga ke sungai ? Saran-saaran apa saja jika kalian melihat permasalahan sampah di sungai!

5.

Kualitas air di sungai: a. jernih d. hitam

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

349

BAB V. PENGEMBANGAN KURIKULUM DI SEKOLAH DASAR 1. Bacaan 23, Mengembangkan Kurikulum Sekolah Ke Lingkungan Alam Sekitar (Lily Barlia. (2006). Mengajar Dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar: Bab III. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). 2. Bacaan 24, Peluang Penerapan Pendekatan STM di Indonesia (Muslichach Asyari. (2006). Penerapan Pendekatan SainsTeknologi-Masyarakat Dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar: Bab IV. Jakarta:

Departemen Nasional).

Pendidikan

3. Bacaan 25, Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar. (Sumanto. (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak Sekolah Dasar: Bab II. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional). 4. Bacaan 26, Pengembangan Kurikulum Pengetahuan Sosial SD Mi Berbasis Kompetensi (Ichas Hamid, S. dan Tuti I. Ichas. (2006). Pengembangan Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Di Sekolah Dasar: Bab Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional).

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

335

Bacaan 23

BAB III MENGEMBANGKAN KURIKULUM SEKOLAH KE LINGKUNGAN ALAM SEKITAR


Kurikulum sekolah meliputi segala sesuatu yang mungkin diajarkan kepada siswa sekolah. Untuk mengembangkan kurikulum, guru, siswa, orang tua murid, nara sumber, dan pakar-pakar pendidikan harus dilibatkan agar mempunyai komitmen yang sama, serta saling menunjang di dalam menentukan dasar-dasar acuan kurikulum sekolah. Di dalam penentuan dasar-dasar acuan kurikulum sekolah perlu pemikiran yang komperhensif serta kehati-hatian, dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti, kematangan siswa yang akan dilayani oleh kurikulum, keadaan sosial budaya, sikap mental masyarakat, serta dasar pengetahuan yang berguna bagi pengembangan sikap mental masyarakat yang melek sains dan teknologi, termasuk tujuan dan proses belajar alami anak. Dasar acuan kurikulum yang dibuat dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, harus terliput di dalam perencanaan kurikulum sekolah, termasuk perencanaan yang dituangkan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru. Guru bertanggung jawab di dalam memberikan pengalaman belajar bagi anak didiknya, yang dapat membimbing mereka ke arah perubahan tingkah laku sebagai wujud pencapaian tujuan pendidikan. Guru mempunyai tugas untuk mendesain program yang dapat memfasilitasi terbentuknya pengalaman

belajar yang lebih bermakna bagi anak didik, paling tidak program tersebut harus dapat memberikan kesempatan untuk terjadinya kegiatan belajar yang lebih berarti bagi anak didik. Sudah sejak lama, para pendidik mencari arti, makna dan signifikansi dari proses belajar itu sendiri. Sampai saat ini, masih banyak orang dan juga pendidik yang belum memahami kalau proses belajar itu pada hakekatnya merupakan respon terhadap faktor-faktor stimulus yang khas bagi setiap individu. Andaikan hal tersebut sudah dipahami oleh semua orang yang berkecimpung di dalam dunia pendidikan, dan dituangkan ke dalam bentuk program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik individu anak didik, maka kemungkinan dapat membuka jalan untuk terciptanya situasi belajar yang sesuai untuk pengembangan potensi anak didik. Sehingga, kegiatan belajar dengan sendirinya akan bisa dilaksanakan oleh anak didik. Di dalam memilih metoda dan strategi mengajar, guru harus mempertimbangkan karakteristik populasi anak didik, agar sesuai dengan minat dan bakat mereka. Di antara faktor-faktor yang merupakan karakter populasi anak, antara lain adalah kemampuan bawaan, talenta, kapabilitas, kemampuan motorik, sikap, nilainilai, keterampilan, serta minat anak. Kesemuanya itu, merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih lingkungan belajar yang sesuai bagi mereka. Kegiatan belajar di dalam kelas, pada dasarnya adalah proses belajar dalam lingkungan yang sempit, dengan segala keterbatasannya, terutama yang berkaitan dengan penggunaan media dan bahan pembelajaran. Dengan kata lain, proses pembelajaran yang terbatas hanya

336

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

dilakukan di dalam ruangan kelas saja, cenderung mengkebiri keterlibatan pribadi anak di dalam proses pengembangan potensi metakognitifnya. Sebenarnya, yang sangat penting untuk diperhatikan guru di dalam proses belajar mengajar, adalah bagaimana mentransformasikan siswa dari sebagai pengobservasi pasif menjadi partisipan aktif di dalam proses pembelajaran. Dengan membawa anak didik belajar dari situasi biasa kepada dunia nyata akan lebih menarik minat, semangat, dan perhatian mereka, dibanding dengan hanya mencari akal-akalan ceritera, ceramah atau hal-hal yang sama seperti itu. Padahal, dari sejak usia dini, anakanak telah dibanjiri dengan stimulusstimulus dari dunia nyata. Anak-anak memerlukan bimbingan dan tuntunan dalam upaya membantu mereka memilih arti dan mencocokannya dengan kegiatan fungsi sosialnya. Siswa memerlukan bantuan dalam memfokuskan struktur nilai-nilai yang konsisten yang diketahuinya, dengan nilai-nilai yang terdapat di dalam kurikulum. Di sinilah peran guru sangat penting untuk selalu menciptakan kegiatan pembelajaran yang positif yang dapat mendorong pengembangan sikap, mental, intelektual dan skill yang bermakna bagi kehidupan masyarakat dan sosial secara umum. Alam nyata seharusnya dijadikan sebagai alat bantu pelajaran, dan hal ini merupakan salah satu pelajaran tentang kehidupan nyata. Alam nyata itu pada dasarnya berada di lingkungan alam sekitar, seperti halaman sekolah dan tempattempat di sekitarnya, manusia sumber, lingkungan sosial, serta segala bentuk hubungan antara semua hal tadi. Dalam rangka pemenuhan pengalaman dari lingkungan alam sekitar sekolah, sebaiknya direncanakan sebaik mungkin.

Dan pengalaman dapat dijadikan sebagai pelengkap tujuan yang diekspresikan di dalam dasar-dasar kurikulum sekolah. Lebih jauh lagi, pengalaman yang diperolehnya tadi dapat memberi kelengkapan pengetahuan siswa tentang situasi lingkungan yang banyak memberikan arti dalam belajar yang dilakukannya. Sekali teknik mengajar pendekatan lingkungan alam sekitar (PLAS) dapat dilaksanakan, maka dengan sendirinya lingkungan alam sekitar sekolah dapat dijadikan sebagai peluang untuk mengarahkan aktifitas siswa dalam konten serta proses-proses yang tidak pernah ada batasnya. Bentuk kegiatan siswa, dapat bermacam-macam, mulai dari eksplorasi terbuka pada suatu daerah tertentu, sampai pada proses belajar yang diarahkan kapada obyek yang lebih bersifat khusus. Hal ini, tidak terlepas dari kenyataan, bahwa siswa pada dasarnya telah dibekali pembawaan alami untuk selalu ingin tahu dan gemar untuk melakukan eksplorasi, seperti mencari jejak di hutan, meneliti kolam, sungai dan hal-hal lain yang memungkinkan untuk dieksplorasi. A. Guru Sebagai Pemimpin Kegiatan di lingkungan Alam Sekitar Banyak teknik yang digunakan oleh guru di dalam proses belajar mengajar seharihari di dalam kelas yang dapat diadaptasikan dan cocok untuk digunakan di dalam kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar. Guru tidak perlu pesimis dengan keterbatasan pengetahuan yang dipunyainya, dan sudah merupakan kewajiban guru untuk terus belajar apabila pengetahuannya belum cukup. Guru yang mampu merubah atau mengarahkan pertanyaan-pertanyaan

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

337

anak kembali kepada mereka, dapat mendorong anak-anak untuk meneliti kembali masalah-masalah yang ditanyakannya, mengujinya lebih teliti lagi, serta mengumpulkan lebih banyak data. Keadaan tersebut, secara tidak langsung dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya untuk mengobservasi. Dengan kegiatan di lingkungan alam sekitar, memungkinkan bagi seorang guru untuk mengajar dengan bermacam-macam cara. Tetapi perlu diingat, bahwa kegiatan belajar yang dilaksanakan di lingkungan alam sekitar sebaiknya tidak sepenuhnya disamakan sebagai kegiatan bertamasya ke hutan atau ke kebun binatang. Fungsi guru dapat dikembangkan lebih jauh lagi dari hanya sebagai petunjuk jalan atau pemberi tanda jalan seperti dalam kegiatan menjelajah. Karena di dalam kegiatan tersebut, bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, tetapi yang paling penting adalah guru merangsang anak didik untuk mencoba dan melatih diri di dalam proses problem solving berdasarkan fakta-fakta yang mereka temukan selama kegiatan. Dengan kata lain, misi utama guru adalah membimbing anak belajar tentang bagaimana cara belajar (learn how to learn). Maksudnya bahwa guru mungkin akan lebih banyak berfungsi sebagai partner siswa dalam belajar, dan samasama melakukan proses belajar sebagaimana halnya anak-anak. B. Aktifitas Belajar Di lingkungan Alam Sekitar Di dalam bagian pertama bahasan ini, tidak terlalu banyak membicarakan tentang aktifitas belajar anak secara rinci. Dalam rangka memberikan

gambaran yang lengkap dari aktifitasaktifitas yang ada hubungannya dengan kurikulum, pada bagian berikut ini, akan dirinci beberapa pemikiran pejabaran bahan pelajaran untuk kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar dalam bentuk konten-konten dan topiktopik yang lebih spesifik. Sehingga, diharapkan guru mengerti dan memahami caracara kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar yang memadukan pemikiranpemikiran dari topik-topik yang selama ini telah dikotak-kotakan, ke dalam sistem pelajaran terpadu yang semuanya bisa dilakukan di dalam kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar. 1. Mengembangkan kepekaan Alat-alat Indera. Meter persegi (M2) field trips. Halaman sekolah atau tempat-tempat perkemahan adalah tempat yang paling baik untuk membawa anak-anak dalam melakukan kegiatan investigasi meter persegi field trip. Anak-anak disuruh untuk menemukan lokasi yang disenanginya, biasanya dengan bermacam-macam atau beberapa macam investigasi dengan ciriciri yang unik. Dengan menggunakan tongkat meteran atau pita meteran, guru sebaiknya memberi tanda sebuah meter persegi di atas tanah. Siswa selanjutnya diberi jangka waktu tertentu untuk mengivestigasikan atau menemukan tempat tersebut. Mereka diinstruksikan untuk mencatat segala informasi atau data yang diperoleh dari tempat tersebut, misalnya macam-macam tumbuhan yang ada (rumput, semak-semak, pohonpohonan, bungabungaan, dsb.), macam tanah (tanah pasir, liat, lempung, dsb.), macam hewan (semut, dan serangga lainnya), bau yang tercium, warna obyek-obyek yang diobservasi, jumlah tumbuhan yang ada, jumlah dan macam

338

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

binatang yang ada, dan macam batuan yang ditemukan. Setelah siswa-siswa melakukan aktivitas dengan penemuannya, mereka mungkin bisa membuat puisi tentang meter persegi tempat mereka observasinya itu, grafik jumlah data yang dikumpulkan, atau melakukan penelitian sederhana dalam rangka mencari nama tumbuhan dan binatang yang ditemukan di dalam meter persegi itu. Mereka mungkin menggunakan model skala tempat itu dengan menggunakan simbolsimbol untuk menunjukan penghuni tempat itu. Keterangan tentang simbol-simbol itu bisa mereka siapkan pada bagian bawah peta yang mereka buat. 2. Peran Guru Di dalam Kegiatan Guru diperlukan untuk memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan latar belakang anak anak mengerjakan kegiatankegiatan itu. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebaiknya berupa unit-unit pelajaran, hal itu bisa dihubungkan dengan konsep-konsep eksplorasi. Atau hal itu, hanya merupakan latihan untuk mengembangkan kemampuan mengobservasi, pengumpulan data, saling melengkapi informasi. Guru diperlukan untuk menentukan perubahan tingkah laku yang diharapkan, dan mendorong minat anak untuk belajar. Untuk mendorong minat anak dalam kegiatan eksplorasi habitat kecil, misal: guru dapat mengajukan pertanyaanpertanyaan seperti berikut ini: Ramalkan apa yang mungkin akan ditemukan? Apakah data hasil observasi kamu akan sama untuk setiap meter persegi yang kamu teliti? Marilah kita lihat berapa banyak perbedaan data yang dapat ditemukan dalam kelompokkelompok kita?.

Guru harus dapat memastikan bahwa setiap anak sudah dipersiapkan untuk melakukan aktifitas, misalnya sepatu, jas hujan apabila musim hujan, dan lainlain. Semua perlengkapan yang menunjang kegiatan, harus dipersiapkan secara matang dan lengkap agar mereka sukses di dalam melakukan kegiatan. Guru merupakan fasilitator di dalam kegiatan belajar anak-anak. Siswa adalah pelajar yang siap untuk belajar. Cara belajar yang mengajak anak kepada suatu proses penemuan sesuatu yang baru dan menyenangkan, merupakan jalan menuju kepada kesuksesan proses belajar mengajar. a. Berburu huruf ABC. Berburu huruf merupakan perpaduan keterampilan mengobservasi yang difokuskan kepada hal yang sudah tidak asing lagi bagi anak. Dengan keterampilan berbahasa, mengeja, dan menggunakan kata-kata, siswa mungkin bisa bekerja sendiri-sendiri atau kelompok untuk kegiatan ini. Mereka disuruh untuk menuliskan huruf-huruf alphabet pada sehelai kertas. Untuk setiap huruf, mereka disuruh untuk mencoba menemukan benda-benda dari alam yang berhubungan, dan menulis nama objeknya disebelah huruf-huruf abjad tadi misalnya: A. .........Ayam, anjing, anoa, angsa, B. .........Batu, botol, besi C. .........Cacing, cecak, camar D. .........Daun, dahan, dll E. ..........Elang, dan lain-lain Apabila anak memasukan benda-benda yang bukan bagian dari lingkungan, misalnya botol, itu diperbolehkan untuk digunakan di dalam diskusi berikutnya. Diskusi sebaiknya diarahkan kepada masalah tentang bagaimana kualitas keindahan lingkungan dipengaruhi oleh buangan sampah sisa, seperti : kaleng,

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

339

plastik, dan botol. Oleh sebab itu, meningkatkan kesensitifan terhadap lingkungan sebaiknya merupakan isu utama. b. Lintas alam dan melatih alat indera, Perjalanan lintas alam dalam rangka melatih kepekaan alat-alat indera bisa dilakukan dengan beberapa cara yang berbeda, dan mungkin bisa dilakukan di beberapa tempat yang berbeda pula. Dasar pemikiran dilakukannya kegiatan ini, adalah memfokuskan siswa kepada persepsi sensoris seperti : pendengaran, penglihatan, perabaan, dan penciuman (mencicipi dengan lidah tidak diperkenankan di dalam kegiatan ini). Siswa sebaiknya berdiri atau duduk, dan diam di tempat sambil ditutup ke dua matanya dengan kain atau sapu tangan, atau bisa juga anakanak disuruh untuk memejamkan matanya. Hal ini dilakukan karena apabila salah satu indera dihalangi fungsinya akan menguatkan fungsi dan kepekaan indera lainnya. Kegiatan ini akan membantu anak didik untuk bisa menemukan banyaknya perbedaan suara yang dapat mereka dengar. Yang perlu diingat oleh guru, bahwa di dalam kegiatan tadi sebenarnya tidak terlalu penting untuk mengidentifikasi masing-masing suara tersebut, yang penting anak dapat membuat deskripsi umum dari suarasuara itu. Misalnya, suara kicauan burung saja sudah cukup tetapi selanjutnya anak-anak mungkin ingin mencoba untuk menyelidiki burungburung apa yang ada di daerah itu melalui kegiatan lebih lanjut. Ide kunci dari kegiatan ini adalah anak-anak dapat mengenali bermacam-macam suara. Suara mana yang paling kamu senangi? Suara mana yang paling tidak kamu senangi? Bagaimana kamu bisa membedakan suara dan bunyi? Untuk

mengetes rabaan dapat dilakukan anakanak dengan cara berjalan dengan mata tertutup. Anak-anak dapat dibagi atas dua kelompok, setiap anak yang memakai penutup mata, dibimbing atau dituntun oleh siswa yang tidak ditutup matanya. Setiap orang dibimbing kesalah satu obyek atau tempat, untuk selanjutnya diberi waktu untuk mengeksplorasinya. Contoh, anak yang ditutup matanya dibimbing ke sebatang pohon, dan disuruh membau, meraba, dan merasakan kulit luar pohon itu. Selanjutnya, dengan hati-hati dan teliti dia disuruh untuk mencari ciri-ciri lainnya seperti, besar batang, bentuk atau macam cabang, bentuk daun, dan anak disuruh untuk menerangkan atau mendeskripsikan tentang pohon tersebut sambil melakukan kegiatan eksplorasinya. Kata-kata seperti kasar, halus, beralur, kasap, tidak rata, mungkin yang paling sering digunakan untuk menerangkan tentang kulit pohon. Teruskan kemungkinan kesempatan untuk mengembangkan perbendaharaan kata, sambil memberi kesempatan masingmasing anak didik untuk menginterpretasikan sesuatu yang kita berikan. Setiap anak didik harus diberi kesempatan untuk menginvestigasi. Pendekatan eksploratory dapat digunakan terhadap obyek-obyek lain seperti, batuan, daundaunan, bangunan, tumbuhan dan hewan. Masih banyak hal lain sering kita jumpai yang dapat digunakan khusus untuk mengembangkan kepekaan alat indera melalui pembelajaran di lingkungan alam sekitar, yaitu dalam hal kepekaan penciuman. Pernahkah kamu mencoba menggunakan indera pembau (hidung) sewaktu melakukan kegiatan lintas alam? Remaslah sehelai

340

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

daun, ambilah sedikit tanah dari bawah daun yang sedikit membusuk, atau belahlah biji atau buah dan ciumlah baunya. Lebih banyak indera siswa dilibatkan tatkala melakukan eksplorasi di dalam kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar, akan lebih luas pula persepsi yang dapat dikembangkannya. c. Apa sebenarnya yang terjadi pada masing-masing contoh kegiatan di atas? Di dalam kegiatan belajar seperti yang dicontohkan di atas, guru pada hakekatnya berperan sebagai fasilitator yang memberikan jalan kepada anak didik untuk belajar. Di sana terlihat, anak-anak menyadari dan mengembangkan kemampuannya untuk melakukan observasi. Dengan kata lain, proses belajar mengajar sebenarnya telah terjadi di dalam kegiatan di lingkungan alam sekitar tersebut, anak-anak berperan aktif di dalam proses pencarian informasi, sehingga memungkinkan mereka untuk memperoleh pengalaman langsung dari apa-apa yang mereka pelajari. Hampir semua bidang pengajaran yang ada di dalam kurikulum dapat sepenuhnya dilaksanakan dengan baik melalui pengalaman belajar di laboratorium lingkungan alam sekitar. Implementasi kegiatan belajar tersebut, bisa dilaksanakan di halaman dan kebun sekolah atau tempat lain seperti tempat rekreasi yang letaknya tidak terlalu jauh dari lingkungan sekolah. Dengan kegiatan-kegiatan tadi, memungkinkan anak untuk memperoleh pengalaman belajar di lingkungan alam sekitar yang sesuai dengan kurikulum. Kegiatankegiatan tersebut akan lebih baik kalau diatur dan diorganisasikan dengan baik. Hal ini, erat kaitannya dengan pertimbangan efektivitas, efisiensi, serta

keselamatan anak didik. Rencana kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar, umumnya ditentukan oleh guru. Perencanaan tersebut termasuk alokasi waktu yang tersedia, tempat yang digunakan, serta tujuan kegiatan yang akan di uji keberhasilannya. Di dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar dapat diimplementasikan melalui kegiatan belajar terpadu untuk bidangbidang pelajaran, seperti: IPA, Bahasa, Matematika, Seni (musik), Membaca, Menulis, IPS, Penjaskes, PMP, serta pendidikan Agama, dengan pendekatan problem solving dalam kegiatan pembelajaran tersebut. C. Kesempatan Baik Untuk Mengajar Dengan PLAS. Walaupun untuk kegiatan belajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar sudah direncanakan dengan matang, kejadian-kejadian unik dan menyenangkan sering terjadi di luar bagian kegiatan yang telah direncanakan untuk hari itu. Misalnya, ketika sedang melakukan eksplorasi ke lingkungan di dekat kolam, secara tidak sengaja anakanak atau guru melihat sekumpulan benda hitam di air kolam tersebut. Setelah diobservasi dengan teliti, ternyata kumpulan benda hitam itu menyerupai butiran-butiran dengan berudu atau anak katak di dalamnya. Guru dengan bijaksana menyuruh salah seorang anak untuk memindahkan sebagian dari telur katak tadi ke dalam toples, supaya semua anak dapat bergantian melihatnya. Tatkala telurtelur tersebut mulai menetas, anak-anak katak (berudu) tersebut akan berusaha keluar drai lendir yang mengurungnya

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

341

dan akhirnya terlepas, bebas berenang di dalam air. Setelah menyaksikan berudu-berudu kecil, anak dapat menyaksikan fenomena alam yang menyenangkan dan menarik perhatian, waktu menetasnya beruduberudu tersebut dari telur katak. Dengan hati-hati pula, anak disuruh untuk mengembalikan berudu-berudu itu ke dalam habitat alamnya dan mengobservasi kelakuannya di alam bebas, sebelum kembali pada kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Drama di tepi kolam tadi merupakan suatu kesempatan untuk mengajar. Walaupun hal tersebut tidak direncanakan, keadaan tadi merupakan hari istimewa dan sangat mengesankan bagi anakanak. Kesempatan untuk mengajar, mungkin juga akan terjadi tatkala anakanak melakukan serangkaian kegiatan problem solving, mengembangkan rasa ingin tahu tentang daerah tempat mereka belajar. Misalnya, banyak anak-anak yang menggunakan kegiatan di alam sekitar, untuk memecahkan masalah matematika. Mereka sudah tidak asing lagi dengan kata masalah yang banyak ditemukan di dalam buku-buku pelajaran. Tetapi, di dalam kegiatan belajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar, mereka melakukan pemecahan masalah, mereka dapat melihat ruang dan jarak secara nyata. Kegiatan-kegiata yang direncanakan oleh guru, meliputi pengukuran luas daerah tertentu, mendeterminasi keliling suatu pohon, mengukur tinggi pohon, belajar menggunakan meteran dan pita meteran untuk mengukur besarnya lingkaran pangkal pohon. Pada saat anak-anak kembali ke tempat pertemuan untuk melakukan diskusi, mereka mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan: Saya ingin mengetahui berapa meter

lebar sungai tersebut? Ke arah mana air sungai itu mengalir? Berapa kecepatan air sungai itu mengalir? Di dalam beberapa menit, anak-anak akan berhadapan dengan serangkaian masalah baru yang saling berkaitan. Guru membantu siswa dalam mengembangkan teknik pemecahan masalah yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang sungai tadi. Sering pengalaman-pengalaman baru timbul dari inkuiri anak-anak atau dari kejadian-kejadian yang tidak direncanakan sebelumnya, menjadi sesuatu yang tidak terlupakan. Kemunculan secara tiba-tiba hewanhewan yang jarang ditemukan, atau kejadian-kejadian lain yang asing bagi anak-anak, merupakan hal penting dari sekian banyak fenomena sebagai kesempatan untuk belajar bagi anak. a. Tema kegiatan yang berkaitan dengan musim. Banyak kegiatan belajar yang dapat di bawa ke dalam pengembangan kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar. Kegiatankegiatan tersebut dapat dirancang berdasarkan bidang studi, proses, atau topik-topik yang berhubungan dengan kurikulum. Kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar, bisa juga diorganisasikan berdasarkan musim (hujan dan kemarau). Pendekatan ini dapat digunakan dengan baik untuk mempelajari perubahan-perubahan di alam, dan perhatian anak-anak difokuskan kepada proses-proses terjadinya perubahan di alam tersebut. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan musim. Belajar tentang musim dalam setahun :

342

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

- Apa yang menyebabkan terjadinya musim? - Mengapa burung dan serangga pindah pada musim kemarau? - Bagaimana musim berubah? Dan mengapa terjadi perubahan musim? - Bagaimana binatang mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan musim (hujan dan Kemarau)? Kegiatan yang perlu dilakukan: - Amati kelompok burung yang terbang untuk berpindah tempat! Catat data, seperti : tanggal melakukan observasi, dan jumlah burung yang terbang untuk pindah tempat tersebut? - Catatlah temperatur udara setiap hari! Catatlah suhu terendah dan tertinggi setiap hari! - Catatlah waktu matahari terbit dan terbenam! - Lihat dan telitilah biji-bijian yang kamu temukan, klasifikasikan berdasarkan cara penyebarannya! - Kumpulkan jenis tumbuhan (terbatas kepada rumput yang banyak jumlahnya), kemudian keringkanlah dan tempelkan pada kertas (herbarium), catatlah nama, tempat ditemukan, tanggal pengambilan, dan nama pengumpul. Selanjutnya jadikanlah sebagai hiasan atau dekorasi di kelasmu! - Buatlah gambar-gambar daun dengan menggunakan daun-daun yang telah gugur! - Lihat dan telitilah ulat dalam membuat pembungkus pupa! Catatlah perubahan warna yang terjadi! Setiap musim yang ada di negara kita (hujan dan kemarau) mempunyai karakteristik khusus dan kadang-kadang sangat unik. Misalnya, untuk jenis bunga tertentu seperti bunga bakung, bunga keluar tatkala musim hujan telah dekat. Musim kemarau banyak ditandai dengan bergugurannya daun pohon tertentu

seperti pohon jati. Kurangnya air di musim kemarau, menyebabkan banyak daerah-daerah pertanian yang kekeringan, tumbuhan mati, tanah pertanian (sawah) belah-belah dan sebagainya. Semua kejadian yang berkaitan dengan musim di atas, dapat dijadikan sebagai topik-topik problem solving bagi anak-anak. Dengan membuka dan menjadikan hal-hal tersebut di atas sebagai topik untuk dipelajari, dapat membantu anak didik mengerti permasalahan yang sebenarnya seperti penyebabnya. Sehingga, diharapkan kesadaran akan terbentuk pada pribadi anak untuk menghargai alam. Kegiatan semacam ini, dapat meningkatkan kesadaran anak untuk melestarikan alam dan mengagumi kebesaran penciptanya. b. Tema difokuskan pada karakteristik tempat kegiatan Banyak pendekatan realistik dengan menjadikan alam sekitar sebagai laboratorium belajar. Salah satunya adalah dengan mempertimbangkan masalah geologi dan biologi tempat kegiatan belajar dilaksanakan. Beberapa contoh dari kegiatan ini disarankan sebagai berikut: 1) Kegiatan yang berkaitan dengan bukit atau lembah. Apabila keadaan geografis lokal berupa perbukitan dan lembah, bermacammacam investigasi dapat terkait kepada belajar tentang mengapa keadaan geologi seperti itu ditemukan atau bisa terjadi. Dalam keadaan seperti itu, guru membimbing anak-anak untuk memperoleh pengalaman belajar, menstimulus mereka untuk mengajukan pertanyaan tentang apa-apa yang merupakan ciri khas dari lingkungan tersebut. Hal itu akan sangat penting untuk mengetahui beberapa hal yang erat

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

343

kaitannya dengan sejarah geologi tempat kegiatan investigasi dilaksanakan. Dapatkah kamu mencari jawabannya! - Apa yang dimaksud dengan lapisan tanah atas? Berapa lama kira-kira waktu yang diperlukan untuk proses terbentuknya lapisan tanah atas? - Apa yang dimaksud dengan lapisan tanah bawah? Dari bahan apa lapisan tanah tersebut tersusun? - Apa yang menyebabkan terjadinya erosi? Jelaskan bagaimana manusia tergantung kepada lapisan tanah atas? - Berapa banyak lapisan tanah atas hilang karena erosi dan oleh perbuatan manusia? 2) Kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan hewan. Di dalam ekosistem banyak ditemukan macam-macam hewan yang dapat diobservasi langsung atau tidak langsung (melalui tanda-tanda yang ada seperti sarang atau rumahnya). Perhatian ! jangan sampai mengganggu kehidupan alami dari hewan-hewan yang ada, menghargai kehidupan makhluk hiudp yang ada di dalam lingkungan (tempat) belajar dan sekitarnya merupakan kunci utama yang harus ditanamkan di dalam mengunjungi tempat-tempat di alam sekitar.

- Cari dan perhatikanlah tanda-tanda atau ciri-ciri lain yang menunjukkan adanya kehidupan binatang, misal: bulu, kotoran, rambut, tulang dan atau suarasuara binatang! - Apa yang dilakukan binatang di tempat itu dalam mencari makanannya? Carilah cangkang buah/biji bekas makanan hewan dan carilah bekas galian tanah yang dilakukan oleh binatang dalam mencari makanan! - Buatlah daftar hewan beserta macam makanannya. Dapatkah kamu menemukan! - Hewan mamalia apa yang paling banyak hidup di sekitar daerah itu? - Pada daerah-daerah mana binatang itu hidup? Cara apa yang dilakukan untuk mendapatkan makanannya? Bagaimana perubahan kehidupannya sepanjang tahun? - Bagaimana caranya agar hewan-hewan di daerah itu tetap keberadaannya? - Apakah ada hukum atau peraturanperaturan pemerintah untuk melindungi hewan-hewan tersebut? - Di dalam hal apa hewan-hewan yang ada di daerah itu menguntungkan bagi manusia? - Apakah diantara hewan-hewan di tempat itu ada yang termasuk daftar spesies yang dilindungi? 3) Kegiatan yang berkaitan dengan astronomi Kegiatan ini merupakan kegiatan menarik sehubungan dengan bintang dan planet. Anak-anak akan belajar dengan senang, karena dapat mengobservasi langit yang cerah di malam hari, pada waktu-waktu tertentu sepanjang tahun. Kegiatan yang perlu dikerjakan: - Buatlah peta bintang supaya kamu bisa mengenal bintang-bintang di langit!

Kegiatan yang perlu dikerjakan : - Carilah macam-macam jejak atau bekas telapak kaki binatang, gambarlah bekas jejak atau telapak binatang itu dan cobalah untuk mengidentifikasi macam atau nama binatang yang meninggalkan jejak tersebut! - Carilah sarang atau rumah binatang seperti tikus, musang, tupai, burung dan sebagainya!

344

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

- Bacalah sejarah tentang penemuan rasi bintang! - Buatlah gambar fase-fase bulan yang terjadi dalam satu bulan! Dapatkah kamu menemukan: - Bagaimana astronomi dapat dibedakan dari astrologi? - Konstelasi bintang apa yang akan kamu lihat dari tempat kamu melakukan kegiatan? - Akankah bulan terlihat atau muncul selama kamu berada ditempat itu? Fasefase bulan apa yang akan kamu lihat? - Apakah bintang berekor muncul pada tahun ini? Bagaimana kamu bisa membedakan planet Venus dengan bintang? 4) Kegiatan yang berkaitan degan batuan fosil. Batuan yang berbeda dari sifat-sifat batuan pada umumnya seperti dalam hal warna, bentuk maupun kekerasannya akan banyak ditemukan. Hal itu semua akan menarik minat anak-anak untuk mempelajarinya. Berburu fosil memberikan kesempatan kepada anakanak untuk membuka misteri tentang sejarah masa silam. Kegiatan yang perlu dikerjakan: - Carilah batuan yang mempunyai sifatsifat berbeda dari batuan-batuan pada umumnya! - Gunakanlah kaca pembesar untuk melihat struktur kristal yang ada di dalam batuan tersebut! - Cobalah untuk mendeterminasi nama umum dari batuan-batuan yang kamu temukan! - Kelompokanlah batuan yang kamu temukan menjadi batuan beku, endapan, dan metamorf berdasarkan kepada ciriciri yang dapat dilihat! - Ujilah batuan endapan dari lapisan tanah yang kelihatan untuk mencari fosil.

Dapatkah kamu menemukan: - Bagaimana batuan dan mineral bisa kamu cari hubungannya? - Bagaimana batuan bisa berubah dari bentuk yang satu ke bentuk yang lainnya? - Bagaimana fosil bisa terbentuk? Pada batuan apa fosil bisa kamu temukan? 5) Kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan burung. Burung merupakan binatang yang menarik perhatian anak-anak usia sekolah dasar. Hal ini disebabkan burung sangat indah untuk dipandang dan menarik untuk diobservasi, seperti halnya anak-anak lakukan di dalam kehidupan sehari-hari. Sekelompok burung yang terbang untuk berpindah tempat dapat digunakan sebagai acuan untuk begitu banyak pertanyaan yang berhubungan dengan mengapa hewan mempunyai kelakuan seperti itu. Kegiatan yang perlu dikerjakan: - Lakukanlah perjalan di sekitar halaman sekolah untuk mengobservasi macammacam burung yang ada di tempat itu ! - Buatlah tempat pemberian makanan bagi burung di dekat ruang kelas dan catatlah ciri-ciri dan sifat-sifat burungburung yang makan kesana! - Carilah gambar burung yang biasa ada di tempat itu dan carilah informasi tentang burung itu. Misalnya, apa yang mereka makan, dimana mereka hidup, apa maksud burung itu berpindah tempat. Bagaimana cara kehidupan dengan sarang yang mereka buat! - Telitilah sarang burung yang telah jatuh atau sarang yang sudah tidak digunakan lagi untuk melihat bagaimana dan dari bahan apa sarang itu dibuat? Dapatkah kamu menemukan :

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

345

- Mengapa beberapa jenis burung seperti: bangau, pipit, gelatik berpindah tempat pada musim tertentu? - Bagaimana pertambahan jumlah burung dan perkembangannya? - Burung jenis apa yang ada di daerah kamu yang termasuk daftar hewan yang dalam bahaya kepunahan? Mengapa? - Konservasi apa yang dapat dilakukan untuk membantu supaya populasi burung tetap lestari? 6) Kegiatan yang berkaitan dengan kualitas lingkungan. Anak-anak usia muda sangat baik diajak untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan hidup. Karena mereka merupakan generasi masa depan yang akan mewarisi lingkungan hidup selanjutnya. Kita semuanya menyadari kualitas lingkungan dari hari ke hari, dari generasi ke generasi bukannya semakin baik tetapi malah sebaliknya. Menyadarkan masyarakat yang sudah terlanjur kurang memahami arti kualitas lingkungan untuk kelestarian umat manusia, sulit untuk dilakukan. Penanaman pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya menjaga kelestarian kualitas lingkungan sangat baik apabila mulai diterapkan melalui pendidikan pada anak-anak usia dini. Sehingga, diharapkan generasi baru yang terbentuk akan lebih mempunyai rasa tanggung jawab terhadap dirinya, lingkungan hidupnya, juga generasi-generasi berikutnya setelah generasi dirinya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diharapkan anak-anak akan lebih responsif dan sensitif terhadap pentingnya menjaga kualitas lingkungan hidup. Untuk memenuhi niat baik di atas, kegiatan belajar anak perlu difokuskan ke dalam perubahan tingkah laku yang memahami pentingnya

keseimbangan fungsi dari setiap bagian ekosistem bagi kelangsungan dan kelestarian alam beserta penghuninya. Kegiatan yang perlu dikerjakan : - Lakukan field trip, dan lakukanlah observasi langsung tentang bagaimana sampah diolah dan ditanggulangi? Bagaimana proses air dibersihkan dan bagaimana sampah-sampah dibuang? Kunjungi tempat-tempat suaka atau konservasi yang dekat dengan lingkungan sekolah, seperti: kebun binatang, pulau burung, atau hutan lindung. - Carilah tempat atau daerah pemukiman yang bising seperti dekat jalan tol atau jalan raya yang ramai (polusi suara), kalau memungkinkan ambilah fotofotonya. Cobalah untuk mencatat penyebabpenyebabnya, meramalkan kemungkinan akibatnya terhadap kehidupan penduduk dan makhluk hidup yang ada di sekitarnya, serta fikirkanlah kemungkinan lain cara pemecahan masalah untuk hal tersebut. - Buatlah artikel atau karangan singkat yang berisikan pemikiran-pemikiran atau saran-saran untuk mengembangkan kualitas lingkungan hidup suatu daerah (sekitar tempat tinggal kita). - Pelajarilah peta perkotaan, kampung atau daerah-daerah pemukiman di sekitar lingkungan sekolah, meliputi jalan-jalan yang ada, letak rumah yang satu dengan yang lainnya, tempat rekreasi, tempat perbelanjaan (pasar) dan sebagainya. - Kumpulkanlah sampah-sampah yang berupa kaleng, botol, kertas, dan plastic bekas yang ada di sekitar sekolah atau daerah yang dikunjungi untuk dibuang ketempat-tempat pembuangan sampah yang telah disediakan atau untuk pengolahan kembali.

346

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

- Kumpulkan dana semampunya dan gunakanlah untuk menunjang proyek konservasi atau program belajar dengan menggunakan lingkungan alam sekitar sebagai sumber belajar. - Buatlah buku kumpulan artikel-artikel dan gambar-gambar yang diperoleh anak-anak di kelas itu yang berhubungan dengan masalah-masalah lingkungan hidup. Dapatkah kamu menemukannya: - Dalam hal apanya, danau, sungai, kolam, dan laut yang ada di daerahmu terkena pencemaran (polusi)? - Apa yang menjadi masalah utama terjadinya pencemaran di kota-kota besar? - Bagaimana peraturan pemerintah tentang berburu dan mengambil ikan di laut sehubungan dengan upaya menjaga kelestarian alam? - Berapa persen dari tanah-tanah yang ada di daerahmu yang digunakan untuk jalan tol, jalan raya dan tempat parkir? - Bandingkan tingkat kebisingan, mutu udara (kesegaran udara) antara lingkungan tempat tinggal dengan lingkungan industri dan lingkungan perdagangan? - Hitung kira-kira jumlah sampah yang dihasilkan oleh setiap rumah di daerahmu dan hitung jumlah sampah yang dihasilkan dari seluruh lingkungan (Rt/Rw Kampung) di daerah sekitar tempat tinggalmu perhari! Bagaimana penanggulangannya? - Apa yang menyebabkan asap, dari mana asap itu dihasilkan dan berapa hari pertahun daerahmu tidak bisa melihat matahari dengan baik karena asap? - Bagaimana pencemaran udara bisa berpengaruh kepada umat manusia? - Apa yang mengontrol mutu udara di tempatmu?

7) Kegiatan yang berkaitan dengan air. Air adalah zat yang setiap makhluk hidup bergantung kepadanya. Sungai digunakan untuk transportasi dan rekreasi juga tempat pembuangan sampah. Kualitas air dipengaruhi oleh banyak hal yang menunjang kebutuhan manusia, seperti : industri, pertanian, pembangkit tenaga listrik, dan sampah. Banyaknya curah hujan menentukan macam pertanian dan cara hidup yang ada di tempat itu. Kegiatan yang perlu dikerjakan: - Kunjungi sumber-sumber mata air dan penampungan air lainnya yang merupakan sumber untuk pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat. - Pelajari aliran air (sungai), tentukan kecepatan air tersebut mengalir, suhu dan pH (keasaman) air yang ada di tempat itu, juga pelajari binatangbinatang pada macam-macam tempat aliran sungai? Kembangkan ilustrasi yang menggambarkan pentingnya siklus air bagi masyarakat yang ada di daerah tersebut. Dapatkah kamu menentukan : - Bagaimana air terkena polusi (pencemaran)? - Bagaimana cara mengetahui kalau air itu aman untuk diminum? - Dimana masyarakat di kampungmu membuang sampah atau limbah? - Apakah pabrik-pabrik yang ada di daerahmu membuang limbah ke sungai? - Bagaimana cara masyarakat di daerah itu menggunakan sungai sebagai tempat rekreasi, mandi, sumber air minum dan kegiatan kehidupan lainnya? - Apakah masyarakat daerah tersebut menggunakan sungai sebagai tempat rekreasi? - Berapa banyak curah hujan terjadi di daerahmu? Bagaimana curah hujan

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

347

berpengaruh terhadap usaha, industri, dan cara hidup masyarakat di daerahmu? 8) Kegiatan yang berhubungan dengan tanah Tanah merupakan bagian yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Peningkatan produksi makanan hasil pertanian, baik untuk memenuhi keperluan kita sendiri maupun untuk diekspor ke negara-negara lain, merupakan pertimbangan utama pemerintah untuk tetap melestarikan kualitas tanah. Kualitas tanah sangat dipengaruhi oleh kekuatan erosi dan usaha manusia agar produktifitasnya tetap terjaga dengan baik. Kegiatan yang perlu dikerjakan : - Kunjungi daerah atau bukit yang terpotong oleh pembuatan jalan, atau tebing sungai, amati profil tanah yang terlihat di sana dan buatlah gambar (sketsa) dari lapisan tanah itu. - Kunjungi tepi sungai atau pantai dan catatlah bagaimana air mengikis tanah yang ada di tepi sungai atau tepi pantai, catatlah kecepatan pengikisan tanah tersebut (guru harus hati-hati di dalam menentukan lokasi serta membimbing dengan ketat, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan). - Kembangkan rencana yang bertujuan untuk mencegah terjadinya erosi oleh air dan angin. Dapatkah kamu menemukannya? - Bahan-bahan macam apa yang menjadi penyusun utama tiap lapisan tanah? - Terdiri dari apa saja bahan penyusun lapisan tanah atas? - Berapa banyak lapisan tanah yang hilang oleh erosi di negara kita setiap tahunnya? - Bagaimana kemampuan menyimpan air pada kerikil, tanah liat dan pasir?

D. KBM dengan PLAS yang Sesuai Dengan Kurikulum Sekolah Banyak pengalaman belajar siswa yang dapat diperoleh dari kegiatan di lingkungan alam sekitar yang secara langsung berkaitan dengan kurikulum sekolah. Tidak disangkal lagi, sampai saat ini banyak guru-guru yang menganggap bahwa kurikulum bidang pengajaran sekolah dasar, pencapaiannya hanya dapat dilakukan dengan kegiatan belajar di dalam kelas, kalau keadaan itu yang terjadi, maka hanya imajinasi atau pemikiran dangkal kita sebagai guru. Contoh-contoh berikut ini, adalah kegiatan-kegiatan yang dapat dibuktikan keberhasilannya dalam rangka memberikan pengalaman belajar kepada anak-anak Bidangbidang pelajaran utama yang ada dalam kurikulum sekolah dasar, proses belajarnya dapat dilakukan oleh masingmasing individu anak sendiri, sehingga contoh-contoh yang spesifik dapat mereka catat sendiri. Dengan kata lain, aktivitas belajar yang berinteraksi langsung dengan objek, keterampilan, proses-proses pengerjaan, dan penemuannya sering menjadi satu, tatkala suatu kegiatan dilaksanakan. 1. Kegiatan di lingkungan alam sekitar yang berkaitan dengan kurikulum sekolah. a. Matematika Tujuan umm : 1) Menggunakan alat-alat standar pengukuran, seperti kompas, meteran, termometer, barometer dan skala (timbangan). 2) Menghitung jarak, waktu, jumlah, dan ruang (isi). 3) Menerapkan keterampilan matematika secara langsung dalam kehidupan di lingkungan alam sekitar.

348

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kegiatannya : 1) Potong salah satu akar gantung pohon, ukurlah garis tengahnya, dan buatlah perkiraan umurnya! 2) Ukur : - Luas permukaan kaki kamu - Lingkaran dan garis tengah kayu - Luas permukaan tanah lapang yang ada di sekitarnya untukmembuat peta - Luas permukaan tanah yang digunakan untuk membangun tenda - Jarak perjalanan lintasan dengan berdasarkan banyaknya langkah 3) Taksir : - Tinggi pohon atau bukit - Umur pohon berdasarkan banyaknya lingkaran tahunan - Jam berapa saat itu (dilakukan dengan melihat kecondongan matahari) tanpa terlebih dahulu melihat jam tangan. - Jarak lintasan perjalanan - Lebar sungai 4) Rata-ratakan : - Suhu udara (melihat termometer) - Tekanan udara (melihat barometer) 5) Rencanakan jumlah biaya yang diperlukan untuk kegiatan kelompok selama kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar dilaksanakan. 6) Rincilah jumlah biaya yang diperlukan tiap siswa untuk kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar. b. Bahasa dan Sastra Tujuan Umum : 1) Menulis dengan jelas dan ucapkan/bacakan dengan benar 2) Mengekspresikan sendiri dalam bentuk lisan dan tulisan 3) Membaca dan mengartikannya dengan benar Kegiatannya : 1) Tulislah surat untuk ibu dan bapak di rumah 2) Buatlah catatan kegiatan di lapangan 3) Buatlah program harian

4) Identifikasi dan berilah nama untuk sesuatu yang belum ketahui namanya 5) Tulislah puisi, lagu dan ceritera tentang daerah yang sedang kalian kunjungi! 6) Carilah tumbuhan dan hewan dan buatlah ceritera tentang hewan dan tumbuhan tersebut! 7) Buatlah ceritera hayalanmu, dan utarakan ceritera tersebut pada kegiatan api unggun. c. IPS Tujuan Umum : 1) Mendemonstrasikan minat, dan mengerti tentang sejarah yang ada di daerah. 2) Memperlihatkan pemahaman prosedur demokrasi dan kegiatan kerja sama dalam kelompok Menerangkan hubungan antara umat manusia dan lingkungan alamnya 4) Mendemonstrasikan pengertian perlunya bermasyarakat pada manusia 5) Menguraikan fungsi pemerintah daerah Kegiatannya : 1) Carilah bangunan-bangunan bersejarah di sekitar tempat tinggalmu 2) Buatlah artikel tentang sejarah bangunan bersejarah itu 3) Carilah perkampungan yang dekat dengan tempat kalian melakukan kegiatan di lingkungan alam sekitar dan telitilah cara hidup masyarakatnya, serta hubungannya dengan masyarakat lainnya. 4) Buatlah alat-alat keperluan dapur dengan menggunakan bahan-bahan yang ditemukan di tempat itu (tidak merusak lingkungan yang ada) 5) Buatlah peta daerah yang kalian kunjungi 6) Apabila ada acara keagamaan ikutilah, dan kalian aktif di dalamnya

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

349

7) Kunjungilah daerah-daerah pertanian dan carilah bagaimana pertanian berpengaruh terhadap daerah tersebut. 8) Kunjungilah kantor-kantor pemerintahan daerah (desa, kecamatan) pelajarilah struktur program yang ada di dalamnya dan pelajarilah fungsi dari masing-masing lembaga. 9) Apabila memungkinkan ambilah foto daerah atau perkampungan yang dekat dengan daerah kegiatanmu. Carilah obyek-obyek yang kalian anggap indah dan carilah daerah-daerah atau tempattempat yang salah guna dan berpengaruh kepada lingkungan sekitarnya. 10) Kembangkan peta kehidupan masyarakat dan pemetaan tanah di daerah atau kampung tersebut secara rinci meliputi daerah kosong, tempat untuk santai di waktu senggang dan lainlain. d. IPA (Sains) Tujuan Umum : 1) Mengenal beberapa macam tumbuhan dan hewan yang umumnya ada di daerah tertentu. 2) Menjelaskan bagaimana hewan dan tumbuhan saling ketergantungan satu sama lain. 3) Menerangkan macam-macam cara penyebaran biji 4) Menjelaskan penggunaan tumbuhan baik oleh masyarakat dahulu kala maupun oleh masyarakat sekarang. 5) Mengenal arti kebutuhan praktek konservasi tumbuhan dan hewan Kegiatannya : 1) Gunakanlah pendekatan tabel kunci untuk mengidentifikasi tumbuhan dan hewan yang ada di tempat itu, khususnya bunga-bungaan dan pohon-pohonan. 2) Kumpulkan macam-macam daundaunan selanjutnya dipres di dalam lembaran buku.

3) Buatlah cetakan telapak kaki hewan yang ada di daerah itu dengan menggunakan bubur kertas atau yang lainnya. 4) Gunakanlah kaca pembesar atau mikroskop untuk mempelajari bagianbagian tumbuhan, binatang atau tumbuhan kecil yang ada di dalam air. 5) Perhatikanlah di bawah mikroskop bagaimana bentuk spora dan gambarlah! 6) Kembangkanlah permainan Berburu Scavenger, dan cobalah permainan itu! 7) Buatlah tempat pakan burung 8) Observasilah habitat hewan, dan buatlah catatan tentang hal itu! 9) Carilah sarang burung, dan pelajarilah bagaimana sarang itu dibuat! 10) Di dalam perjalanan lintas alam, carilah rumah binatang! 11) Buatlah terrarium dan aquarium! 12) Belajarlah untuk mengenali suarasuara burung yang hidup di daerah tersebut, juga suara-suara binatang lainnya yang hidup di lokasi tersebut. 13) Gunakanlah tumbuhan dan pohonpohon bekas (sisa) yang dibuat hewan untuk dijadikan alat alat masak, pluit, seruling, bandung pancing serta hiasanhiasan lainnya. 14) Dengarlah suara-suara binatang yang terdengar di malam hari (kalau ada kegiatan kemping) 15) Buatlah diagram rantai makanan dan jaring-jaring makanan untuk macammacam hewan yang ditemukan di tempat itu. 16) Pelajarilah daerah tersebut untuk masing-masing musim (hujan dan kemarau), catatlah segala perubahan yang terjadi 17) Tanamlah kembali biji-bijian yang kamu temukan di tempat-tempat yang masih kosong di halaman sekolahmu atau di tempat lain seperti pinggir jalan dsb.

350

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

e . Ilmu Pengetahuan Bumi Antariksa (IPBA) Tujuan Umum : 1) Membuat daftar ciri-ciri umum dari batuan yang ditemukan di daerah tertentu, kamu dapat menerangkan batuan dalam hal komponenkomponen mineralnya. 2) Menerangkan sejarah tentang batuan, dan penyebarannya serta proses terbentuknya tanah 3) Menerangkan sebab dan akibat terjadinya erosi oleh angin dan air, serta saran cara-cara untuk menanggulangi atau mencegahnya. 4) Mengenal konstelasi-konstelasi bintang utama 5) Membuat contoh lintasan planet, bintang, komet dan bulan 6) Menjelaskan alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang cuaca 7) Mendemonstrasikan cara membawa dan menggunakan termometer, barometer, penunjuk arah angin, dan pengukur curah hujan. 8) Menerangkan kondisi cuaca dan meramalkan cuaca yang akan datang. Kegiatannya: 1) Kumpulkan batuan yang umum ditemukan di daerah tersebut dan ujilah dalam hal warna, kekasaran, bentuk dan lain-lain!. Observasi ciricirinya dan komponen-komponennya! Gunakan buku petunjuk untuk mengidentifikasinya! 2) Ambil contoh tanah dari beberapa tempat yang berbeda dan analisa tanahtanah itu dalam hal komposis (prosentase kerikil, pasir dan tanah liatnya). 3) Teslah keasaman dan nutrien seperti : nitrogen, pospor, dan potasium yang ada pada tanah.

4) Kunjungilah tempat yang berkapur dan carilah fosil 5) Berjalanlah ke daerah yang berlembab, lihatlah batuan-batuan yang ada pada tebing lembah itu, macam tanah dan efek dari erosi terhadap daerah di sekitar itu. 6) Observasilah ke suatu tempat tertentu sebelum dan sesudah turun hujan. Cobalah berjalan di waktu hujan (dengan memakai jas hujan). 7) Kunjungilah tempat pertanian (kebun/sawah), observasilah konservasi yang dilakukan di tempat-tempat tersebut. 8) Observasilah konstelasi utama di langit pada malam hari, buatlah peta bintang. 9) Amatilah bulan (kalau ada gunakanlah teropong) 10) Buatlah gambar atau chart yang memperlihatkan posisi matahari dengan planet-planet yang mengelilinginya, selanjutnya lihat dan carilah planet pada malam hari. 11) Amatilah dan buatlah sketsa atau gambar awan 12) Buatlah tempat khusus untuk mengamati cuaca. Buatlah alat-alat sederhana untuk mengukur cuaca. 13) Gunakanlah alat-alat pengukur cuaca untuk mencatat suhu udara, tekanan udara, banyak curah hujan, arah angin dan pengukur kecepatan angin. 14) Buatlah peta yang menunjukkan kondisi cuaca saat itu, buatlah peta yang memperlihatkan ramalan cuaca. f. Olah Raga, kesehatan dan rekreasi Tujuan Umum : 1) Mempraktekkan kebiasaan hidup sehat 2) Menguraikan hubungan antara kesehatan yang baik dengan kesenangan hidup

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

351

3) Merencanakan program penggunaan waktu untuk santai dan rekreasi 4) Merencanakan menu makanan untuk satu minggu yang meliputi makananmakanan dari empat jenis makanan yang dibutuhkan tubuh (karbohidrat, protein, lemak dan vitamin). 5) Merencanakan olah raga harian 6) Menguraikan cara untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kegiatan di alam sekitar 7) Menyatukan antara kesehatan dan olah raga dengan bidang pengajaran lainnya. Kegiatannya : 1) Buatlah bagan yang memperlihatkan 4 kelompok makanan yang diperlukan oleh tubuh. 2) Carilah gejala-gejala kekurangan vitamin serta penyakit yang disebabkannya. 3) Buatlah bagan susunan gigi dan lakukanlah tanya jawab dengan dokter gigi untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh gula-gula terhadap kesehatan gigi. 4) Ajaklah anak-anak untuk berdiskusi tentang cara berpakaian yang cocok dalam kehidupan sehari-hari yang menunjang kesehatan. 5) Ajaklah anak-anak berdiskusi tentang tatacara menyeberang jalan raya dan berjalan yang aman di tepi jalan raya. 6) Praktekkan cara menjaga keselamatan dan kesehatan selama mengadakan kegiatan di lingkungan alam sekitar, seperti : - Mendaki gunung atau bukit - Cara membawa palu, gergaji dan alatalat lain untuk kegiatan geologi - Mematikan api bekas api unggun atau memasak di daerah tempat kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar. 7) Lakukan kegiatan joget-joget sebagai suatu kesenangan dan olah raga,

gunakanlah musik dari tape recorder (kalau ada). 8) Lakukanlah kegiatan-kegiatan seperti : - Menanam bunga-bungaan - Menanam pohon-pohonan g. Seni, Musik dan Keterampilan. Tujuan Umum : 1) Mendemonstrasikan penggunaan bahan-bahan yang diperoleh dari alam di dalam pembuatan kreasi seni dan keterampilan. 2) Mendemonstrasikan cara-cara penggunaan macam-macam alat dengan aman. 3) Menguraikan pentingnya musik dan seni untuk kehidupan seharihari. 4) Menerangkan hubungan antara seni dan musik dengan macam-macam kebudayaan. 5) Memimpin menyanyikan lagu untuk teman-temannya. 6) Mendemonstrasikan melalui kegiatankegiatan yang difokuskan kepada proses pemahaman ritme. Kegiatannya : 1) Investigasi pemukiman masyarakat yang terdekat. 2) Kunjungi ladang, kebun atau sawah di daerah kamu. 3) Gunakan bahan-bahan yang diperoleh dari alam untuk membuat alat pertukangan, seperti palu dan sebagainya. 4) Buat peta dan model dari tanah untuk daerah tersebut. 5) Pentaskan drama sederhana tentang kejadian-kejadian sejarah di tempat itu. 6) Kunjungi orang yang sedang bekerja di ladang atau sawah, lihat cara mereka bekerja mengolah tanah. 7) Telitilah struktur pemerintah di daerah kamu, catat tanggung jawab masing-masing bidang atau seksi.

352

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

8) Kalau memungkinkan ambilah foto dari daerah-daerah yang mempunyai nilai keindahan dan fotolah daerahdaerah yang salah guna yang sangat besar pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya. 9) Kembangkan peta lingkungan daerah tersebut yang memperlihatkan penggunaan tanah, meliputi tempat kosong dan tempat yang dijadikan perumahan, pertanian, kebun, perikanan dan daerah atau tempat untuk berekreasi. 10) Buat sketsa atau bagan macammacam ciri khas permukaan tanah di daerah tersebut. Gambarkan ciri khas yang paling disenangi di daerah tempat perkemahan. 11) Amati macam suara yang terdengar dan datang dari kejauhan. 12) Kumpulkan benda-benda yang ada di daerah tersebut (jangan mengumpulkan makhluk hidup) dan buat mainan-mainan dari bendabenda itu yang disenangi. 13) Buat suatu permainan yang nantinya bisa digunakan bersama teman sekelasmu, dan buatlah tempat pakan burung. 14) Buat alat sederhana yang kamu perlukan selama perkemahan seperti:rak sepatu, dan tempat gantungan alat-alat masak. Dari bahan-bahan yang ditemukan di sekitarmu (ingat! bahanbahan yang digunakan harus merupakan bahan yang sudah tidak terpakai lagi). 15) Buatlah kerajinan tangan yang mempunyai nilai keindahan, keunikan dari bambu atau kayu. 16) Kumpulkan biji-bijian, daun-daunan yang ada di atas tanah, buat sesuatu menurut kesenangan supaya kelihatan indah. 17) Buat atau ciptakan nyanyian baru atau pelajari lagu yang disenangi 18) Kalau sudah dapat dan selesai membuat lagu atau nyanyian, ajari

temanmu nyanyian/lagu yang dibuat tadi. 19) Buat permainan dengan menggunakan nyanyian seperti lagu Di sini senang di sana senang, dan sebagainya, bernyanyilah sambil berkeliling. 20) Pelajarilah dan dengarkan nyanyiannyanyian daerah. E. Rangkuman Kreatifitas guru akan dapat membuka dunia baru yang diperoleh dari hasil kegiatan pengalaman belajar anak-anak. Kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan lingkungan alam sekitar sebagai obyek pelajaran, atau dengan hanya melangkahkan kaki satu atau dua langkah saja dari pintu ke luar kelas, memungkinkan anak-anak untuk mempelajari sesuatu yang nyata melalui pengalaman langsung oleh dirinya sendiri. Dengan kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar, akan memberikan kesempatan kepada anak didik kita untuk menuju kepada proses pendidikan yang lebih realistik. Selain itu kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar dapat menjamin kesesuaian dengan materi-materi yang digariskan dalam kurikulum. Belajar dengan cara seperti tersebut di atas, juga akan memberi kesenangan dan semangat kepada anak didik untuk melakukan aktifitas belajar sendiri untuk setiap tingkatan umur dan kelas, baik TK, SD atau malah bisa dikembangkan kepada tingkat-tingkat sekolah berikutnya yang lebih tinggi. Memvariasikan kegiatan-kegiatan di lingkungan alam sekitar dapat dilakukan, seperti halnya di dalam pengorganisasian topik-topik pelajaran yang bertitik tolak dari topik pelajaran tentang musim, konten daerah, proses atau cara-cara pemecahan masalah yang ditemukan

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

353

selama kegiatan belajar di lingkungan alam sekitar. Tetapi faktor yang lebih penting yang harus diingat oleh pendidik (guru) adalah bahwa guru menggunakan dunia nyata yaitu lingkungan alam sekitar, dalam rangka menilai serta upaya mencapai tujuan kurikulum sekolah.

354

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 24

BAB IV PELUANG PENERAPAN PENDEKATAN STM DI INDONESIA


Penerapan pendekatan STM dalam pembelajaran sains di Indonesia ditinjau dari segi materi/ topik pembelajaran sangat potensial, karena banyak permasalahan lingkungan/ masyarakat yang sering muncul dan cukup penting/ menarik untuk dibahas bagaimana alternatif pemecahanannya. Di samping itu ditinjau dari segi kurikulum pendidikan sains di setiap jenjang secara eksplisit juga mencantumkan aspek sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat baik sebagai kompetensi dasar yang harus dikuasai maupun sebagai ruang lingkup materi standart yang harus dikaji. 1. Kajian Kurikulum 2004 a. Kurikulum Sains SD Dalam kurikulum sains SD secara eksplisit pendekatan STM disebut sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang harus dikembangkan dalam pembelajaran sains. Dalam penerapannya dapat diintegrasikan dengan pembahasan materi salingtemas. Pembelajaran salingtemas di SD meliputi kegiatan : o Mengidentifikasi kebutuhan dan kesempatan. o Merancang dan membuat produk teknologi berdasar ciri-ciri makhluk hidup, sifat dan struktur benda, konsep gaya dan perubahan yang terjadi di bumi dan sistem tatasurya.

o Memperbaiki produk teknologi yang ramah lingkungan. Dukungan penerapan pendekatan STM di tingkat SD tertuang dalam ruang lingkup materi pembelajaran salingtemas secara nyata terdapat di kelas III s/d VI, dan masing-masing minimal ada 2 macam tema. Secara rinci penerapan prinsip sains dalam kehidupan masyarakat yang perlu diajarkan di SD menurut kurikulum 2004 adalah : a.1. Untuk Kelas III a.1.1. Materi sains yang terkait : Energi dan Perubahannya. - Kompetensi Dasar yang ingin dicapai : Merancang dan membuat suatu karya/ model untuk menunjukkan bahwa beberapa bentuk energi dapat diubah menjadi energi gerak. - Salingtemas : Membuat Kincir angin. a..1.2. Materi sains yang terkait : Bumi dan Alam Semesta. - Kompetensi Dasar yang ingin dicapai : Mendiskripsikan saling ketergantungan antara permukaan bumi, lingkungan, teknologi dan masyarakat. - Salingtemas : Identifikasi teknologi yang digunakan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam, dan identifikasi perilaku manusia yang dapat merusak atau melestarikan alam. a.2. Untuk Kelas IV a.2.1. Materi sains yang terkait : Energi dan Perubahannya. - Kompetensi Dasar yang ingin dicapai : Merancang dan membuat karya/model untuk menunjukkan adanya saling

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

355

pengaruh antara energi dengan benda disekitarnya melalui - Salingtemas : Membuat roket/roketan/ pesawat terbang dari kertas/ baling-baling/ parasut yang menunukkan adanya perubahan gerak akibat pengaruh udara. Membuat alat musik : gitar, drum, trompet, suling yang menunjukkan perubahan energi gerak menjadi energi bunyi. a.2.2. Materi sains yang terkait : Bumi dan Alam Semesta. - Kompetensi Dasar yang ingin dicapai : Mendeskripsikan keterkaitan antara konsep sumber daya alam, cuaca dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat. - Salingtemas : Teknologi pengolahan sumber daya alam, misalnya kayu dijadikan kertas, gandum dibuat roti, kapas, benang sutera, bulu domba dibuat kain, getah tanaman dibuat karet/ ban.Teknologi daur ulang (optimalisasi sumber daya alam). a.3. Untuk Kelas V a.3.1 Materi sains yang terkait : Makhluk Hidup dan Proses kehidupannya. - Kompetensi Dasar yang ingin dicapai : Memanfaatkan saling keterkaitan antara konsep ciri makhluk hidup dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat. - Salingtemas : Identifikasi usaha manusia untuk mencegah kepunahan jenis dan kerugiankerugian akibat kepunahan tersebut. Identifikasi peran bioteknologi dalam mencegah kepunahan jenis makhluk hidup. a.3.2. Materi sains yang terkait : Energi dan Perubahannya.

perpindahan energi. Kompetensi Dasar yang ingin dicapai : Merancang dan membuat suatu karya/ model dengan menerapkan sifat-sifat cahaya. - Salingtemas : Membuat periskop, lensa sederhana dll. a.4. Untuk Kelas VI a.4.1. Materi sains yang terkait : Makhluk hidup dan Proses kehidupan. - Kompetensi Dasar yang ingin dicapai : Menjelaskan bahwa kegiatan manusia dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem. - Salingtemas : Identifikasi pemanfaatan bagian tubuh organisme yang dapat menyebabkan kepunahan jenis serta bagaimana cara mengatasinya. Misalnya dengan teknologi tiruan, Budidaya, Bioteknologi pada hewan langka. a.4.2. Materi sains yang terkait : Benda dan Sifatnya. - Kompetensi Dasar yang ingin dicapai: Mengidentifikasi dan memanfaatkan timbal balik antara sifat benda, lingkungan, teknologi dan masyarakat. - Salingtemas : Identifikasi dan menguji faktor yang menentukan dalam pemilihan bahan untuk pembuatan produk tertentu. Misalnya karet karena kelenturannya, logam karena penghantar panas, kayu karena isolator dan plastik karena kedap air. a.4.3. Materi sains yang terkait : Energi dan Perubahannya. - Kompetensi Dasar yang ingin dicapai: Menunjukkan kesadaran -

356

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

akan pentingnya penghematan energi dalam kehidupan seharihari. Salingtemas: Identifikasi produk teknologi alat-alat rumah tangga yang menggunakan energi listrik atau lainnya, Saran-saran untuk penghematan energi

Kompetensi Dasar yang ingin dicapai: Merancang dan membuat karya/ model yang menggunakan energi listrik. Salingtemas : Membuat bel listrik, alarm. lampu lalu lintas dll.

b. Kurikulum Sains SLTP Seperti pada kurikulum sains di SD, pendekatan STM juga secara tegas dinyatakan sebagai salah satu pendekatan yang harus dikembangkan dalam pembelajaran sains di SLTP. Disamping itu salah satu Kompetensi Standart sains untuk jenjang SLTP adalah: Mampu memanfaatkan sains untuk menjelaskan prinsip sains pada produk teknologi di sekitarnya dan mampu merancang/ membuat produk teknologi sederhana dengan menerapkan prinsip sains serta mampu mengelola lingkungan dan memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana. Dalam pengorganisasian materi standart sains di SLTP dibagi dalam 7 ruang lingkup pembelajaran. Dua diantaranya secara eksplisit berkaitan dengan pendekatan STM, yaitu butir ke 6 tentang Sains dan Teknologi, dan butir ke 7 tentang Sains dalam perpektif Individu dan Masyarakat. Kedua ruang lingkup tersebut membahas tentang penerapan sains dalam kehidupan sehari-hari. Telaah secara rinci untuk bidang fisika menunjukkan bahwa adanya unsur salingtemas yang tertuang dalam indikator pencapaian hasil belajar untuk kompetensi dasar yang terkait, sebagai contoh : b.1. Untuk kelas VII : b.1.1. Kompetensi dasar : Mampu membedakan ciri zat cair dan gas.

Indikator salingtemas : Mengkaitkan konsep bejana berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan mengaplikasikan manfaat kapilaritas dalam kehidupan sehari hari. b.1.2 Kompetensi dasar : Menerapkan konsep gaya dan tekanan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Indikator salingtemas : Mengaplikasikan konsep tekanan benda pada peristiwa alam yang relevan. Menunjukkan pemanfaatan konsep benda terapung, melayang dan tengelam. b.1.3. Kompetensi dasar : Mampu membedakan energi dan usaha dan menerapkan konsep ini dalam beberapa peristiwa sehari-hari. Indikator salingtemas : Mengaplikasikan konsep energi dan perubahannya dalam kehidupan sehari hari. b.2. Untuk kelas VIII : b.2.1. Kompetensi dasar : Mampu menyelidiki pengaruh suhu pada suatu benda dan menggunakan termometer untuk mengukur suhu serta dapat mengembangkan kreativitas dalam membuat termometer.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

357

Indikator salingtemas : Membuat termometer sederhana berskala berdasar sifat perubahan volume suatu zat cair ketika menerima kalor. Menunjukkan penerapan prinsip pemuaian dalam teknologi. b.2.2. Kompetensi dasar : Mampu menganalisis konsep kalor dan cara perpindahannya secara kualitatif dan kuantitatif sederhana serta dapat menerapkan konsep ini dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Indikator salingtemas : Menggunakan konsep perpindahan kalor untuk menyelesaikan masalag melalui analisis kualitatif dengan pendekatan teknologi, misalnya pada seterika dan kompor listrik. b.2.3. Kompetensi dasar : Mampu melakukan pengukuran dan pengamatan berdasarkan logika yang sistematis dan analisis kualitatif sehingga dapat menjelaskan sifat cahaya yang dipantulkan oleh cermin dan lensa. Indikator salingtemas : Merancang dan membuat peralatan sederhana yang memanfaatkan sifat cahaya b.3. Untuk kelas IX : b.3.1. Kompetensi dasar : Mampu mencari hubungan antara energi dan daya listrik serta menemukan bentuk pemanfaatannya. Indikator salingtemas : Menerapkan konsep energi dan daya listrik dalam perhitungan penggunaan listrik di rumah tangga.

c. Kurikulum Sains di SMA Peluang penerapan pendekatan STM di SMU tercermin dalam salah satu materi standart sains, yaitu butir 5 adalah Salingtemas. Salingtemas di SMU dimaknai bahwa siswa mendemonstrasikan pengetahuan dan pemahamannya tentang adanya keterkaitan yang saling berpengaruh antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Di samping itu salingtemas juga dimasukkan dalam Standart Kompetensi yang harus dicapai oleh siswa SMA. Sebagai contoh untuk pelajaran Biologi standar kompetensi bagi : c.1. Kelas X : Siswa mampu menjelaskan bioteknologi, prinsipprinsip, peran dan implikasinya bagi sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. c.2. Kelas XI : c.2.1. Siswa mampu menginterpretasi organissi seluler serta mengkaitkan struktur jaringan dan fungsi pada sistem organ tumbuhan, hewan dan manusia serta penerapannya dalam konteks sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. c.2.2. Siswa mampu menganalisis sistem organ pada organisme tertentu serta kelainan/ penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. c.3. Kelas XII : Siswa mampu : c.3.1. Merencanakan dan melaksanakan percobaan berkaitan dengan proses yang terjadi pada tumbuhan serta implikasinya pada sains,

358

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

lingkungan, teknologi dan masyarakat. c.3.2. Menganalisis proses metabulisme serta implikasinya pada salingtemas. c.3.3. Memahami konsep dasar hereditas serta implikasinya pada salingtemas. c.3.4. Mendemonstrasikan pemahaman teori evolusi serta implikasinya pada salingtemas. c.3.5. Mengidentifikasi prinsipprinsip dasar bioteknologi serta implikasinya pada salingtemas. Melihat kajian seperti tersebut di atas nampak bahwa secara kurikuler pendekatan STM sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia baik di jenjang SD, SMP dan SMA. 2. Isu-isu besar yang muncul di Indonesia Atmosfer masyarakat Indonesia sangat potensial untuk diangkat sebagai topik pembahasan dalam pembelajaran STM, karena permasalahan yang muncul sangat variatif bahkan beberapa diantaranya merupakan masalah yang hampir dapat dikatakan rutin/ berulang kali muncul. Adapun masalah-masalah penting yang dapat dijadikan topuk dalam pembelajaran STM antara lain : a. Gempa Bumi Gunung Berapi Tsunami. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak gunung berapi yang masih aktif. Hampir di setiap pulau terdapat gunung berapi. Bahkan beberapa di antaranya setiap tahun

menujukkan aktivitasnya. Di samping itu wilayah Indonesia terletak pada daerah patahan lempengan bumi, sehingga sering terjadi pergeseran . Akibat kedua kondisi tersebut maka gempa bumi di Indonesia relatif sering terjadi. Dari gempa yang berskala ringan sampai yang berskala besar. Baik gempa vulkanik maupun gempa tektonik. Belum hilang dari ingatan bangsa Indonesia, gempa tektonik yang terjadi bulan Desember 2004 yang menyebabkan terjadinya gelombang tsunami dan mengancurkan sebagian besar wilayah pantai Aceh. Begitu juga akibat keganasan aktivitas gunung Merapi yang terletak di perbatasan antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Jawa Tengah dengan sebutan Wedus Gembel pernah menghanguskan wilayah lereng/ sekitar gunung tersebut. Gunung Merapi tersebut diakui dunia sebagai gunung api yang teraktif, sehingga banyak ahli gunung api dunia yang tertarik pada fenomena yang dimunculkan gunung Merapi tersebut. Oleh karena itu dengan mengangkat fenomena Gempa Bumi Gunung Berapi Tsunami dalam pembelajaran sains akan menarik dan bermanfaat bagi siswa dan masyarakat. Untuk memunculkan motivasi siswa dalam pembelajaran dapat dimulai dengan memaparkan fakta seperti yang tertulis dalam berita/ artikel . Contoh berita tentang gempa bumi pada halaman 121 126, tentang Tsunami pada halaman 127- 131 dan tentang gunung berapi pada halaman 132 134. Adapun pembelajaran secara global dapat digambarkan seperti pada jaringan topik berikut.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

359

Desain Bangunan

Tsunami Gunung Berapi GEMPA BUMI Kerugian Bagi Masyarakat Seismograf

Lempeng Tektonik

b. Kekeringan atau Banjir Kekeringan merupakan masalah alam yang sering muncul di bayak wilayah di Indonesia. Akibat yang ditimbulkan dapat berantai karena air merupakan kebutuhan vital makhluk hidup. Dari mulai kekurangan air bersih untuk konsumsi sampai menyebabkan kondisi rawan pangan dan rawan kesehatan. Untuk pembelajarannya dapat diawali dengan

mengungkapkan fakta yang diambil dari berita kekeringan yang dialami di beberapa daerah seperti yang tertulis pada halaman 136 s/d 138, sedang konsep- konsep sains yang dapat dikaitkan dalam pembahasan dan alternatif pemecahannya dapat digambarkan dalam jaringan topik seperti berikut :

360

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

361

362

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

363

364

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

365

366

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

367

368

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

369

370

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

371

372

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Hujan Buatan Perubahan Fisik tanah


Kekeringan

Struktur Tanah

Vegetasi Penghijauan Waduk

Dampak bagi Masyarakat

Di samping bencana alam kekeringan, beberapa daerah di Indonesia juga merupakan langganan banjir, misalnya Jakarta, Semarang, Bojonegoro, dll. Tidak sedikit kerugian yang ditimbulkanya, bisa berupa harta maupun nyawa. Banjir agak berbeda dengan kekeringan, kalau masalah kekeringan munculnya tidak mendadak, tetapi kalau banjir sering datangnya secara tiba-tiba sehingga manusia belum sempat menyelamatkan diri. Oleh karena itu pembelajaran untuk

mencari solusi mengatasinya sangat membantu masyarakat. Adanya fakta tentang keganasan banjir dapat dilakukan dengan menunjukkan kasus yang terjadi di daerah yang tertimpa banjir seperti berita pada halaman 140 s/d 143. Dalam pembelajaran dapat dikaitkan dengan konsep-konsep sains seperti yang terangkai dalam jaringan topik sebagai berikut :

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

373

374

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

375

376

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Siklus curah hujan Tataguna Lahan Banjir Sungai/ Selokan Pencegahan Kerugian Masyarakat Penyakit yang mengiringi

C. Krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) Walaupun Indonesia termasuk salah satu negara produsen BBM, tetapi pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri sering menimbulkan masalah. Krisis BBM dalam negeri dapat disebabkan karena banyak faktor. Beberapa sebab di antaranya ialah faktor ekonomi, politik dan sifat dari BBM yang proses pengolahannya butuh teknologi tinggi dan investasi yang tidak sedikit. Di samping itu yang

tidak kalah besarnya sebagai penyebab krisis BBM adalah adanya pergeseran budaya masyarakat sendiri. Namun hal tersebut tidak disadari oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu pembelajaran dengan topik krisis energi/ BBM dapat membantu dalam sosialisasi bagaimana sebaiknya kita sebagai masyarakat menyikapi BBM agar keberadaannya dapat dipertahankan.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

377

378

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

379

380

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

381

Untuk memberikan gambaran adanya ksisis BBM yang pernah melanda masyarakat dapat dipaparkan berita/ artikel seperti pada halaman 145 s/d 147, Peta Wilayah Peta Wilayah Tambang BBM Tambang BBM Pembentukan Pembentukan BBM BBM

sedang pembelajaran secara menyeluruh meliputi aspek-aspek seperti yang terangkai dalam jaringan topik berikut :

Krisis Energi Krisis BBM


Kebijakan Kebijakan Pemerintah Pemerintah

Energi non Energi non Renewable Renewable

Sumber energi Sumber energi alternatif alternatif

Perilaku/ Budaya Perilaku/ Budaya Masyarakat Masyarakat

d. Pencemaran Lingkungan Tragedi Buyat

Lingkungan hidup merupakan ekosistem yang kualitasnya perlu dijaga kestabilannya. Namun akibat tuntutan hidup atau pembangunan/ kemajuan teknologi sering

menyebabkan penurunan nilai ekosistem. Dampak pencemaran lingkungan tersebut pada umumnya mengenai masyarakat kelas bawah yang karena keterbatasan pengetahuan dan social ekonominya tidak bias berbuat banyak.

382

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

383

BAB II PENDIDIKAN SENIRUPA DI SEKOLAH DASAR Latar Belakang dan Tujuan. Anak usia SD (sekitar usia 7-12 tahun) berada pada masa perkembangan fisik dan psikis yang pesat, dimana anak memiliki sensitivitas untuk menerima pengalaman belajar yang diberikan oleh guru, orang tua dan orang yang lebih dewasa di lingkungannya. Masa perkembangan ini masih berada pada kepekaan aktif kreatif dan dinamis. Pemberian pengalaman belajar pada

Bacaan 25 masa peka ini merupakan saat yang sangat baik, karena dapat mengembangkan kemampuan anak baik fisik dan psikis secara utuh dan bermakna. Demikian pula pengalaman dalam pendidikan senirupa yang merupakan bagian dari pengembangan seni merupakan pemberian pengalaman belajar yang diharapkan bermanfaat bagi perkembangan pikir, emosi, ekspresi, motorik halus, keterampilan, cita rasa keindahan dan lainnya.

384

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

385

Bacaan 25

BAB II PENDIDIKAN SENI RUPA DI SEKOLAH DASAR


BAB II ini berisikan dasar pemahaman berkaitan dengan pendidikan senirupa anak usia SD yang diharapkan bermanfaat bagi para guru SD, pengelola pendidikan di SD, orang tua siwa, dan khususnya para mahasiswa Program Diploma II PGSD. Materinya meliputi pendidikan senirupa di SD, fungsi dan kompetensi pembelajaran senirupa di SD, karakteristik perkembangan senirupa anak-anak, dan pengembangan kreativitas senirupa di SD. Tujuannya yaitu setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat: 1. Memahami konsep pendidikan senirupa anak usia SD. 2.Memahami fungsi dan kompetensi pendidikan senirupa di SD. 3.Membedakan karakteristik tipologi hasil karya senirupa anak usia SD. 4.Mengidentifikasi bentuk-bentuk kreativitas senirupa anak-anak. 5.Menerapkan pengembangan kreativitas senirupa anak SD. A. Dasar Konseptual Pendidikan Senirupa di SD. Pendidikan seni di SD secara konseptual didasarkan pada sifat seni dalam pendidikan, peranan pendidikan seni dalam pembentukan pribadi siswa, peranan pendidikan seni untuk mengembangkan potensi dalam berkesenian dan ruang lingkup materi seni yang diajarkannya. Dasar konseptual tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

Pertama, Sifat Seni dalam bidang pendidikan yaitu: multilingual, multidimensional dan multikultur (KBK. 2002). Multilingual berarti seni bertujuan mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan perpaduannya. Multidimensional berarti seni berperan untuk mengembangkan kompetensi dasar siswa yang mencakup: persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisa, evaluasi, apresiasi dan produktivitas dengan memadukan unsur logika, etika serta estetika. Multikultur berarti seni bertujuan menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan berapresiasi terhadap keragaman budaya lokal dan global sebagai pembentukan sikap menghargai, toleransi, demokratis, beradab dan hidup rukun dalam masyarakat yang berbudaya majemuk. Kedua, peranan seni dalam pembentukan pribadi siswa dimaksudkan adalah adanya keharmonisan dalam aspek logika, rasa estetis dan artistik serta etika. Pembentukan kemampuan seni tersebut hendaknya dengan memperhatikan kebutuhan dan perkembangan anak untuk mencapai: (a) kecerdasan emosional (EQ); (b) kecerdasan intelektual (IQ); (c) kemampuan kreativitas (CQ); dan (d) kecerdasan spiritual/moral. (KBK. 2002). Meskipun dalam pendidikan seni lebih menekankan pada aktivitas berkarya/berolah seni namun dukungan kemampuan kecerdasan dan kreativitas siswa sangatlah diperlukan. Kecerdasan merupakan suatu kecakapan untuk melaksanakan kegiatan yang ditandai oleh kemampuan memecahkan permasalahan yang mengandung aspek: kesukaran, kekomplekan, keabstrakan, ekonomis/efisien, penyesuaian kearah

386

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

tujuan, mempunyai nilai sosial dan keaslian (Poerwantari, Endang. 1999). Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenali emosi diri sendiri dan emosi orang lain, dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain (Goleman. 1999, dalam Ramli. 2000). Bagi anak SD kecerdasan emosional berkaitan dengan pemanfaatan perasaan seperti gembira, kasih sayang, kagum, tertarik, sedih, takut, takjub dan emosi lainnya untuk diekspresikan kedalam wujud karya senirupa. Oleh karena itu pengembangan kecerdasan emosional diarahkan kepada peningkatan seluruh aspek kecerdasan emosional siswa secara optimal dengan memperhatikan kemampuan siswa dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri dan mengenali emosi orang lain. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diperhatikan prinsipprinsip keterpaduan, kesinambungan, kebermaknaan, keteladanan, keluwesan dan kerjasama (Ramli, 1997). Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan daya pikir, akal, keterampilan sehingga siswa dapat melalukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan dengan cepat, tepat dan lancar. Kecerdasan intelektual yang dimiliki siswa dapat digunakan untuk menyesuaikan diri dalam lingkungannya dan dapat berkarya seni secara kreatif, cakap dalam bekerja. Seorang anak yang cerdas, kreatif, terampil/cakap dalam berkarya seni tentunya didukung oleh kecerdasan intelektualnya. Sebagai illustrasi dinyatakan bahwa anak yang berbakat seni menunjukkan bahwa ia juga memiliki kecerdasan intelektual yang bagus. Kemampuan kreativitas adalah daya cita yang diungkapkan siswa secara bebas, spontanitas sesuai minat dan

kemampuannya melalui media senirupa. Sejalan dengan fungsi pendidikan seni sebagai media berekspresi dan berkreasi; maka dalam implementasinya haruslah memperhatikan karakteristik: (1) belajar dan bermain kreatif yang dapat dilatihkan yaitu dengan peniruan, eksplorasi, pengujian (eksperimentation), dan membangun (construction); (2) pendekatan aktivitas artistik yaitu kegiatan berinteraksi dengan lingkungan yang dikaitkan dengan olah pikir, olah rasa dan olah estetis; sehingga akan diperoleh pengalaman seni; (3) belajar aktif dalam bentuk keterpaduan praktek berolah senirupa, seni musik dan seni tari. (Depdikbud. 1999). Kecerdasan spiritual/moral merupakan suatu kecakapan untuk melaksanakan kegiatan yang didasarkan pada perilaku ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan norma yang berlaku di masyarakat serta aturan untuk siswa. Melalui pembelajaran senirupa selain tujuan utamanya untuk memberikan pengalaman berolah seni, hendaknya juga dapat memberikan kemampuan berapresiasi, menghargai karya sendiri, karya seniman dan budaya bangsa. Dengan terbentuknya kepekaan apresiasi akan dapat mencerminkan pribadi siswa dengan cita rasa seni yang halus, lembut dan santun. Ketiga, peranan seni untuk mengembangkan potensi pikir, kreativitas, kepekaan rasa dan indrawi serta terampil dalam berkesenian. Pengembangan potensi tersebut dapat terwujud melalui interaksi antara belajar dengan seni, belajar melalui seni dan belajar tentang seni. Belajar dengan seni yang dimaksudkan adalah dimanfaatkannya seni dalam berbagai bentuk pembelajaran; misalnya dalam kegiatan berolah seni, bereksplorasi seni,

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

387

membuat koleksi, obyek rekreasi/apresiasi, meniru tatanan seni dan lainnya. Bentuk pemanfaatan belajar dengan seni dapat berupa obyek yang dipelajari siswa, bahan pembelajaran, media pendidikan, sumber ide dalam berolah seni, obyek apresiasi dan model/contoh tatanan teknik seni. Belajar melalui seni dimaksudkan dapat bermanfaat langsung untuk membina pengalaman dan kemampuan estetis serta bermanfaat tidak langsung yaitu untuk membentuk pribadi anak secara utuh dan seimbang. Dalam hal ini keberadaan seni adalah sebagai alat atau media untuk mencapai tujuan pendidikan. Belajar tentang seni yang dimaksudkan adalah adanya pemahaman bahwa seni merupakan sumber ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk dipelajari dan dikembangkan siswa SD. Kemampuan olah pikir, rasa dan keterampilan siswa dapat ditumbuhkembangkan dengan belajar tentang seni. Keempat, bidang-bidang seni seperti musik, tari, drama, rupa sesuai medianya memiliki karakteristik sendirisendiri dan berdasarkan pada kontek keilmuan masing-masing. Dalam pembelajaran kesenian di SD pengembangan bentuk aktivitas dan pembinaan untuk memberikan tanggapan tentang seni dapat tertuang dalam ide-ide, keterampilan berolah seni dan berapresiasi seni sesuai pengalaman dan kemampuan pribadi anak. Melalui aktivitas berolah seni tersebut juga dapat dikembangkan kemampuan berkesplorasi (menggali) rasa seni, melakukan pengamatan pada obyek seni, mempelajari elemen/unsur seni, menerapkan aturan/norma seni, teknik berkarya seni yang dikaitkan dengan nilai-nilai budaya serta keindahan lingkungan masyarakat dan nusantara.

Konsep yang diterapkan dalam belajar kesenian di SD adalah dengan lebih menekankan pada kegiatan menemukan fakta, gejala dan konsepkonsep tertentu. Kebermaknaan dalam aktivitas pembelajaran senirupa bagi anak SD hendaknya dapat mengakomodasi pendekatan belajar baik secara induktif maupun secara deduktif. Menurut Cut Kamaril (1999) melalui cara belajar induktif, pengalaman belajar anak diperoleh secara empirik sehingga kompetensi berpikir kreatif dan inovatif dapat terolah dengan baik. Belajar deduktif juga harus tetap dikembangkan agar terjadi keseimbangan kompetensi fisik, sensori motorik, emosional, perseptual, sosial dan kreativitas serta apresiasi seni. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa secara konseptual pendidikan seni di SD diarahkan pada perolehan atau kompetensi hasil belajar yang beraspek pengetahuan, keterampilan dasar seni dan sikap yang berkaitan dengan kemampuan kepekaan rasa senikeindahan. Indikasi adanya sikap keindahan ini adalah timbulnya kemauan dan kemampuan aktif, kreatif anak untuk menghayati, menghargai, menyenangi kegiatan belajar seni, menyenangi karya seni dan alam lingkungan ciptaan Tuhan. Melalui kegiatan berolah senirupa tentunya akan dapat membentuk sikap dan kemampuan kreatif anak. Dikemukakan bahwa keberadaan seni dalam pendidikan adalah (a) sebagai sarana pembetukan kemampuan kreatif, (b) sarana pengembangan kemampuan berapresiasi, (c) sebagai wahana berekpresi, (d) sarana pembentukan keterampilan, dan (e) sebagai sarana pembentukan kepribadian (Sunaryo. 1996). Pendidikan senirupa untuk anak SD adalah upaya pemberian pengetahuan

388

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

dan pengalaman dasar kegiatan kreatif senirupa dengan menerapkan konsep seni sebagai alat pendidikan. Penerapan konsep seni tersebut tentunya dengan tetap menciptakan kondisi pembelajaran yang menarik, menyenangkan di dalam suasana bermain kreatif. Sejalan dengan diterapkannya konsep seni sebagai alat pendidikan di SD, maka dalam pengembangannya, didasarkan pertimbangan tingkat kemampuan dan perkembangan seni anak usia SD tersebut. Kesesuaian dalam pemberian pengalaman berolah senirupa bagi anak akan berdampak positif bagi kebermaknaan pendidikan yang diperolehnya. B. Fungsi, Tujuan dan Pendekatan Pembelajaran Senirupa di SD Mata pelajaran pendidikan kesenian di SD menurut KBK memiliki fungsi dan tujuan yang berkaitan untuk mengembangkan sikap toleransi, demokratis, beradab dan hidup rukun dalam masyarakat yang majemuk dan memiliki kemampuan intelektual, imajinatif dan ekspresi melalui seni, mengembangkan kepekaan rasa esthetis, artistic, keterampilan dan kreativitas serta menerapkan teknologi dalam berkarya serta dalam menampilkan karya seni. Pengembangan sikap dalam berkesenian yang diharapkan adalah munculnya pendirian atau motivasi anak dalam mengikuti pembelajaran seni baik yang lahir dari stimulus nuraninya sendiri maupun pengaruh yang datang dari pihak luar atau kelompok sosial. Adapun bakat/pembawaan, kemampuan intelegensi, emosi, perasaan, skill, pribadi/jiwa seni merupakan faktor yang cukup dominan dan berpengaruh pada sikap senang, suka, tertarik, gemar, cekatan, kreatif atau sikap yang sebaliknya. Perwujudan sikap/perilaku belajar biasanya lebih sering tampak

dalam perubahan-perubahan: (1) kebiasaan; (2) keterampilan; (3) pengamatan; (4) berpikir asosiatif dan daya ingat; (5) berpikir rasional; (6) apresiasi dan tingkah laku asertif (Syah. 1997). Dalam perkembangan pendidikan seni menunjukkan bahwa fungsi seni dari waktu ke waktu mengalami perubahan tertentu yang didasarkan pada (1) konsep seni yang dikaitkan dengan aspek ekspresi estetis-artistik, dan (2) kegiatan seni hubungannya dengan tujuan pendidikan. Diterapkannya konsep seni sebagai alat pendidikan di SD diarahkan pada pembentukan sikap dan kemampuan atau kompetensi kreatif dalam keseimbangan kompetensi intelektual, sensibilitas, rasional dan irasional serta kepekaan emosi. Ungkapan senirupa anak SD umumnya masih bebas, polos, murni sehingga punya keberanian berekspresi secara wajar, spontanitas, unik dan kreatif. Disebutkan dalam UU.No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa tujuan pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan seluruh potensi anak secara optimal agar terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan anak tersebut, maka untuk pengembangan kegiatan senirupa di SD hendaknya dapat difungsikan untuk membina keterampilan dan kemampuan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan, dan sebagai sarana untuk memperoleh pengalaman visual estetis berolah senirupa. Pembelajaran senirupa dalam bentuk kegiatan kreatif yang menyenangkan juga difungsikan untuk memberikan dasar-dasar pengalaman edukatif. Menurut Soeharjo AJ. (1971) sebagai pengalaman edukatif intinya adalah (1) seni membantu pertumbuhan

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

389

dan perkembangan anak, (2) seni membina perkembangan estetik, (3) seni bermanfaat mengembangkan bakat, dan (4) seni membantu menyempurnakan kehidupan. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa senirupa memiliki fungsi didik dalam pendidikan di SD. Fungsi didik tersebut adalah sebagai berikut ini. (1) Sebagai media ekspresi, yaitu mengungkapkan keinginan, perasaan, pikiran melalui berbagai bentuk aktivitas seni secara kreatif yang dapat menimbulkan kesenangan, kegembiraan dan kepuasan anak. (2) Sebagai media komunikasi, yaitu aktivitas berekspresi senirupa bagi anak untuk menyampaikan sesuatu/ berkomunikasi kepada orang lain yang diwujudkan pada karyanya. (3) Sebagai media bermain; maksudnya media yang dapat memberikan kesenangan, kebebasan untuk mengembangkan perasaan, kepuasan, keinginan, keterampilan seperti pada saat bermain. Cara bermain kreatif dapat membuat kegiatan senirupa sebagai bagian dari kehidupan yang menyenangkannya. Senirupa sebagai media bermain akan bermanfaat untk memberikan hiburan yang bernilai edukatif, karena melalui bermain itulah anak belajar. (4) Sebagai media pengembangan bakat seni, hal ini didasarkan bahwa semua anak punya potensi/ bakat yang harus diberikan kesempatan sejak awal untuk dipupuk/ dikembangkan melalui aktivitas senirupa dan kerajinan tangan sesuai kemampuannya. Meskipun kadar potensi/bakat setiap anak bisa berbeda dan juga berhubungan

secara tidak langsung dengan kecerdasannya. (5) Sebagai media untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yaitu penyaluran daya nalar yang dimiliki anak untuk digunakan dalam melakukan kegiatan berolah senirupa. Anak yang cerdas, cakap kemampuan pikirnya dapat menjadi pemicu munculnya daya kreativitas seni. Dengan kecerdasan (kecerdasan emosional) yang dimilikinya akan dapat digunakan untuk melakukan aktivitas seni dengan cepat, lancar dan tepat serta mudah untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. (6) Sebagai media untuk memperoleh pengalaman esthetis, dimana melalui aktivitas penghayatan, apresiasi, ekspresi dan kreasi seni di SD bisa memberikan pengalaman untuk menumbuhkan sensitivitas keindahan dan nilai seni. Berolah senirupa adalah pengalaman esthetis yang menarik bagi minat dan keinginan anak. Fungsi didik senirupa hakekatnya adalah sebagai sarana untuk membentuk kepribadian (cipta, rasa, karsa) secara utuh dan bermakna, melalui kegiatan praktek berolah senirupa sesuai dengan potensi maupun kompetensi pribadinya dan kepekaan daya apresiasinya. Menurut Sofyan Salam (2001) manfaat pendidikan senirupa bagi anak SD adalah: (1) memberikan kesempatan bagi anak untuk mengekspresikan dirinya sendiri, (2) mengembangkan potensi kreatif anak, (3) mempertajam kepekaan anak akan nilai-nilai keindahan, (4) memberikan kesempatan bagi anak untuk mengenal bahan, alat serta tehnik berkarya senirupa, (5) untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Dengan demikian dapat diperoleh

390

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

dampak instruksional dan dampak pengiring (nurturant effect) yaitu berani mengemukakan pendapat, punya rasa kesetiakawanan sosial dan toleransi, bersikap menghargai budaya bangsa, mampu berpikir secara integral serta mempunyai wawasan tentang seni yang dapat dimanfaatkan untuk mempelajari bidang lainnya (Ida Siti Herawati.1996). Sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan senirupa tersebut maka dalam pembinaan kemampuan berkreasi/berkarya senirupa akan meliputi semua bentuk kegiatan tentang aktivitas fisik, pikir, keterampilan, kreativitas dan cita rasa keindahan. Kesungguhan dalam berolah senirupa tersebut akan terlihat dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berkreasi dan berapresiasi. Pendidikan senirupa di SD umumnya diwujudkan pada kegiatan berolah cipta senirupa dan kerajinan tangan. Adapun pendekatan materi senirupa dalam pembelajaran di SD antara lain dapat dilakukan melalui belajar tentang pengenalan elemen/unsur seni, prinsip-prinsip seni/azas desain, proses dan teknik berkarya senirupa serta apresiasi sesuai dengan nilai-nilai budaya serta keindahan yang relevan dengan konteks sosial budaya masyarakat. Selain itu dalam pendidikan senirupa di SD hendaknya juga dapat diciptakan suasana belajar yang Aktif Kreatif Efektif dan Menyengkan (PAKEM) Dalam penerapan PAKEM di SD didasarkan pada pemahaman sebagai berikut ini. Aktif, dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif belajar, bertanya, menjawab, mengemukakan gagasan, berkarya, berapresiasi dan lainnya. Kreatif, adalah guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai

tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan, adalah suasana kegiatan belajar mengajar yang dapat memusatkan perhatian siswa secara penuh pada materi/kegiatan belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi. Sedangkan Efektif yaitu dapat menghasilkan produk belajar yang tinggi/optimal. (Depdikbud-Unesco. 2002). Gambaran penerapannya di SD yaitu: (1) siswa mengerjakan kegiatan belajar yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan pendekatan belajar sambil bekerja/berbuat; (2) guru menggunakan berbagai sumber belajar dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif; (3) menata kelas dengan lebih baik seperti memajang hasil kegiatan belajar, hasil akhir karya siswa, membuat sudut baca dan lainnya; (4) menerapkan cara mengajar secara bervariasi, bersifat kerja sama dan teraktif (kooperatif dan interaktif) antar sesama siswa atau kerja individual; (5) guru mendorong siswa untuk memecahkan masalah, mengungkapkan pikirannya dan melibatkan siswa untuk menciptakan lingkungan sekolah yang bermanfaat untuk sumber belajar. Secara bervariasi dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar guru hendaknya menggunakan strategi/pendekatan mengajar yang dapat memadukan keaktifan siswa dalam belajar, baik secara fisik, mental dan emosional. Keterpaduan secara konseptual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran atau sejumlah materi, konsep, aktivitas yang berhubungan untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

391

pertimbangannya adalah: (1) keseluruhan perkembangan anak SD bersifat holistik; (2) anak usia SD dapat belajar dengan baik yaitu melalui keterlibatan aktif dengan sesama anak dan dengan orang dewasa; (3) memungkinkan pembelajaran lebih menarik dan bermakna bagi siswa, medorong kreativitas guru dalam mengajar, memungkinkan anak mempelajari fakta-fakta dalam konteks yang lebih nyata dan kongkrit, (4) dapat memberikan kesempatan membentuk berbagai keterampilan seperti menemukan, menilai, memanfaatkan informasi dalam konteks yang bermakna, kerjasama dan mandiri. Dalam implementasi di SD, pendekatan keterpaduan ini antara lain bertolak dari suatu topik/tema yang dipilih atau dikembangkan oleh guru bersama anak. Tujuannya agar konsepkonsep dan aspek dari bidang studi terkait dijadikan alat dan wahana untuk mempelajari dan menjelajahi topik/tema tersebut. Dengan pendekatan terpadu akan terwujud ciri: (a) pembelajaran berpusat pada anak; (b) memberikan pengalaman langsung pada anak; (c) tidak menimbulkan adanya pemisahan bidang studi secara jelas; (d) kedalaman hasil pembelajaran berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (Tim Pengembang PGSD. 1997). Sasaran integrasi/keterpaduan adalah materi (bahan belajar) dan penyampaian pemaknaan. Sedangkan mengenai kegiatan belajarnya yaitu multi metode, kelompok, individual, klasikal (penghayatan langsung). C. Kompetensi Dalam Pembelajaran Senirupa di SD Kompetensi adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tertentu.

Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terusmenerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilainilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, Balitbang Depdiknas, 2002). Kompetensi dalam mata pelajaran kesenian (senirupa) secara herarkhis dimaksudkan untuk menopang pencapaian kompetensi tamatan SD. Dalam hal ini kompetensi mata pelajaran kesenian secara umum adalah: (1) mampu mengekspresikan diri ide/gagasan melalui rupa, bunyi, gerak dan peran sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak; (2) mampu mengembangkan rasa seni dan kepekaan indrawi, kreativitas serta keterampilan dalam berkesenian; (3) mampu mengembangkan potensi belajar inter disipliner dengan pendekatan keterpaduan belajar melalui seni; (4) mampu berapresiasi terhadap keragaman seni budaya setempat, nusantara dan mancanegara. Secara khusus kompetensi dalam pembelajaran kesenian di SD adalah: (1) mampu memadukan unsur estetika, logika yang meliputi pengetahuan, pemahaman, persepsi, analisis, evaluasi, apresiasi dan berproduksi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran; (2) memiliki kepekaan indrawi, perasaan estetis dan artistic melalui pengalaman bereksplorasi, berekspresi dan berkreasi untuk mendukung kecerdasan emosional, intelektual, moral spiritual dan adversitas sesuai dengan kebutuhan maupun perkembangan anak; (3) memiliki keterampilan dasar dan mampu berkreasi berdasarkan inspirasi yang bersumber pada alam dan lingkungan

392

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

sekitar anak dalam mengolah medium seni; (4) mampu menghargai karya sendiri dan karya orang lain serta keragaman seni budaya setempat maupun nusantara; (5) mampu mempergelarkan, menyajikan karya seni dan atau merancang memamerkannya di kelas dan atau di lingkungan sekolah (Puskur Balitbang Diknas, 2002). Adapun aspek substansial dalam pembelajaran keterampilan senirupa di SD berdasarkan kompetensi yang dicapai adalah: (1) ide dasar berolah seni; (2) merancang karya seni; (3) membuat karya seni antara lain: menggambar, mencetak, membentuk, menganyam, menghias/merangkai; (4) menyajikan/melaporkan hasil karya seni; (5) menguji/mengapresiasi hasil karya seni. Dari masing-masing aspek substansial pendidikan kesenian di atas dapat diberikan penjelasan berikut ini. 1. Kompetensi Ide Dasar Berolah Seni Kompetensi yang diharapkan adalah kemampuan siswa dalam menentukan, memilih ide/gagasan sesuai jenis materi seni yang dipelajarinya. Dalam suatu proses penciptaan seni diawali dengan adanya dorongan atau ide dasar dari dalam jiwa seseorang setelah mendapatkan rangsangan/respon dari suasana batin dan lingkungannya. Adanya kontak dengan suasana dan obyek dilingkungan akan melahirkan adanya ide dasar atau gagasan awal yang akan diungkapkan kedalam karya senirupa/kerajinan tangan. Ide dasar dalam proses berolah seni dapat bersifat individual sebagai hasil kreasi/cipta baru yang orisinil dan bisa juga merupakan hasil pengolahan, penggubahan, modifikasi, stilasi atau hasil mencontoh/mengkopy karya yang sudah ada. Kemunculan ide dasar dalam berolah senirupa tersebut juga berkaitan dengan media/medium seni yang ada

atau yang akan digunakan serta teknik seni yang dipilihnya. Faktor keterampilan dalam proses penciptaan bukan hanya berupa kemampuan atau kompetensi psychomotor saja, melainkan juga termasuk kemampuan segenap potensi pribadinya baik berupa bakat dan kepekaan rasa seni. Disebutkan bahwa keterampilan senirupa berkenaan dengan kemampuan atau kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yaitu: (a) mengolah media ungkap dengan alat yang digunakan sewaktu berkarya dan; (b) ketepatannya dalam mewujudkan gagasan ke dalam karya seni (Cut Kamaril. 1999) 2. Kompetensi Merancang Karya Seni Kemampuan merancang karya seni yang dimaksudkan adalah kemampuan siswa dalam membuat rancangan (mendesain) suatu karya senirupa-kerajinan tangan dalam wujud gambar sket (karya dua dimensi) atau rancangan dan model karya tiga dimensi. Kemampuan ini didasarkan pada jenis karya yang akan dibuat, media seni yang digunakan dan teknik seni yang dipilih. Setiap kegiatan merancang suatu karya seni juga diperlukan adanya pertimbangan kepekaan rasa seni dengan didukung suatu keterampilan berolah seni agar dapat dihasilkan model rancangan yang representatif. Rancangan dengan komposisi/konstruksi unsur seni yang harmonis/selaras, menarik, indah dalam artian rangcangan yang sesuai dengan ide dasar yang telah ditentukan. Kualitas rancangan karya seni tercermin pada kesesuaian, keteraturan atau kedinamisan proporsi obyek/bentuk yang ditampilkan.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

393

3. Kompetensi Membuat Karya Seni. Kemampuan membuat karya seni adalah kemampuan untuk mewujudkan atau membuat karya seni sesuai dengan jenis karya dan media seni yang dipilihnya. Keterampilan membuat suatu model atau bentuk karya seni hendaknya juga didukung keterampilan (skill) berolah seni dengan memahami dan menerapkan langkah-langkah kerja secara cermat, teliti, rapi, efektif sehingga akan dapat dihasilkan karya seni yang bagus, indah dan menarik. Adanya kesan keindahan dan nilai seni pada suatu karya seni secara konstan/ajeg, dinamis, ekspresif, unik, orisinil akan memberikan nuansa baru yang bermakna rekreatif apresiatif. Pada pembelajaran senirupa di SD kompetensi membuat karya seni dapat diwujudkan dalam bentuk tampilan karya senirupa dua dimensi dan karya senirupa tiga dimensi. Diantara kemampuan berkarya senirupa tersebut adalah: kompetensi menggambar, mencetak, membentuk, menganyam, menghias/merangkai dan menyusun komposisi. Sebagai contoh kompetensi Menggambar berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide/gagasan, anganangan, perasaan, pengalaman, hasil pengamatan yang dilakukan dengan cara menggoreskan alat-alat gambar di atas bidang datar/rata sesuai karakteristik jenis gambar yang dibuat. Sesuai dengan ruang lingkup seni gambar, kompetensi yang diharapkan adalah kemampuan siswa dalam menggambar bentuk, menggambar hiasan/ornament, menggambar illustrasi/ceritera, menggambar huruf hias, menggambar alam terbuka, menggambar ekspresi, menggambar komposisi warna dan lainnya. Terkait dengan kegiatan menggambar tersebut adalah kemampuan dalam menerapkan teknik-

teknik penyelesaian menggambar diantaranya adalah teknik arsir, dusel, stipel dan sapuan. 4.Kompetensi Menyajikan/ melaporkan Karya Seni. Kompetensi menyajikan karya seni adalah kemampuan siswa dalam mendiskripsikan atau menuturkan proses berkarya seni dengan menggunakan bahasa lisan atau tertulis. Melaporkan proses dan hasil berolah seni merupakan suatu wujud pertanggungjawaban atas pemilihan ide/gagasan yang telah diwujudkan kedalam bentuk suatu komposisi seni sesuai pemilihan bahan, alat, langkah-langkah kerja dan teknik pembuatannya. Pelaporan tertulis dari proses berolah seni akan dapat diketahui adanya kualitas kemampuan olah pikir, olah rasa dan olah keterampilan senirupa yang dilakukan anak. Kelancaran mendiskripsikan proses berolah seni akan memberikan indikasi adanya ketercapaian kompetensi yang diharapkan. 5. Kompetensi Mengapresiasi Karya Seni. Kompetensi mengapresiasi karya seni adalah kemampuan siswa dalam melakukan penikmatan atau tindak apresiasi terhadap hasil karya senirupa, seni musik dan seni tari.. Apresiasi karya senirupa dapat dilakukan mulai dari tahapan melihat atau mengamati wujud karya seni yang dilanjutkan dengan menguji atau menilai karya seni yang diamatinya. Indikasi adanya tindak apresiasi atau penikmatan keindahan/nilai seni adalah adanya sikap puas, gembira, kagum atau kesan sebaliknya. Eisner (1983) dalam Cut Kamaril (1999) menyatakan bahwa pendidikan seni pada anak adalah untuk melatih kemampuan atau kompetensi menanggapi obyek dan menciptakannya

394

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

menjadi sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Apresiasi senirupa berkaitan dengan tindak penikmatan pada komposisi unsur/elemen rupa yang ditampilan pada setiap wujud dan jenis karya yang diapresiasi. Misalnya penikmatan adanya keserasian dan keindahan dari bentuk, warna, komposisi, teknik penggarapan dan lainnya. Meskipun dalam tindak apresiasi senirupa bersifat subyektif individual namun tentunya dapat dimungkinkan adanya kesan penikmatan yang cenderung sama. Sebagai contoh untuk karya senirupa yang memang tampil dalam wujud yang bagus, indah, kreatif tentunya juga akan diberikan kesan apresiatif yang bagus pula. Dalam hal dasar/acuan yang digunakan dalam melakukan tindak penikmatan adalah komposisi unsur rupa yang tampil pada karya yang diapresiasi tersebut. Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi SD tersebut maka hal-hal yang harus dipahami bagi para guru SD adalah sebagai berikut: (1).Kompetensi dasar yang dimaksudkan dalam pendidikan seni bagi anak SD adalah kemampuan dalam: (a) berekspresi senirupa sebagai bagian dari aspek pengembangan kurikulum SD, (b) menggunakan berbagai media/bahan yang ada dilingkungan sekitar sesuai jenis materi senirupa yang dikembangkan, dan (3) bereksplorasi yaitu aktivitas mencoba dan menjelajah berbagai kemungkinan dalam berekspresi senirupa sehingga akan diperoleh pengalaman kreatif yang bersifat inovatif yang selanjutnya bisa diwujudkan menjadi suatu bentuk karya seni yang lebih bagus, rapi, indah dan sejenisnya. (2) Hasil belajar yang diharapkan yaitu: (a) dapat menggambar, (b) dapat

mewarnai gambar atau benda, dan (c) dapat menciptakan sesuatu dengan menggunakan berbagai macam jenis media senirupa. (3) Indikator macamnya cukup banyak yaitu menggambar, mencetak, mewarnai, meronce, menciptakan bentuk, kolase, montase, mosaik, membentuk dengan plastisin atau tanah liat, menganyam, melukis dengan jari dan sebagainya. Dilihat dari media yang digunakan maka untuk kegiatan senirupa di SD jenisnya lebih banyak dengan kemungkinan kreasi yang lebih beragam. Oleh karena itu bagi guru SD hendaknya dapat memilih dan mengembangkan kegiatan-kegiatan senirupa yang tepat untuk anak SD. D. Karakteristik Ungkapan Kreatif Senirupa Anak SD Memahami keberadaan anak dalam pendidikan seni, perlu diperhatikan: (1) hakekat anak yang berada pada masa perkembangan tertentu menuju kedewasaannya, (2) kebutuhan perkembangan anak, (3) perkembangan jasmani, jiwa/rohani yang terlihat pada kecenderungan sikap, watak dan tingkah laku tertentu. Perkembangan otak dan fisik pada anak sudah dimulai sebelum bersekolah, dan akan terus dialami anak pada waktu di TK dan SD. Pada usia 612 tahun ditandai oleh perkembangan intelegensi yang pesat, anak ingin mengetahui segala sesuatu dan berpikir secara logis (Munandar. 1991). Perkembangan jiwanya memperlihatkan keinginannya untuk bertanya, melihat, berpikir kritis, peka, ingatannya kuat, inisiatif dan tanggung jawab. Sedangkan jasmaninya berkembang kearah penguasaan ketrampilan pada tujuan tertentu.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

395

Dilihat dari ungkapan senirupa anak-anak umumnya menampilkan bentuk karya dengan ciri bebas, unik dan kreatif, goresan spontanitas, ekspresif sejalan dengan tipologi (gaya gambar), periodisasi (masa) perkembangan menggambar dan kesan ruang gambar yang dibuatnya.

Gambar 2.1 Gambar Anak yang Bertipe Visual

Gambar 2.1 Contoh karya senirupa anak usia SD

(2) Tipe Haptic (non visual), yaitu anak yang mempunyai kepekaan atau ketajaman perasaan atau mata hatinya, sehingga gambar yang dibuat cenderung didasarkan atas ekspresi atau reaksi emosionalnya dan bukan berdasarkan hasil penglihatan indera matanya.

Pada contoh karya gambar anak tersebut dapat dilihat adanya ciri atau karakteristik yang spesifik seperti spontanitas penggambaran obyek orang wanita yang sedang duduk berjualan, wanita yang sedang membeli, orang lakilaki yang memikul keranjang, anak kecil, binatang, pagar, rumah pohon dan obyek lainnya. Karya senirupa anak SD tersebut menunjukkan bahwa dalam menggambarkan suatu obyek ia lakukan sangat bebas baik mengenai bentuk, ukuran, penempatan dan warna yang digunakan. Berikut ini dibahas mengenai Tipologi, Periodisasi dan Kesan Ruang Gambar anak. 1. Tipologi Gambar Anak Tipologi karya gambar anak dapat dibedakan: (1) Tipe Visual yaitu anak yang mempunyai ketajaman menghayati sesuatu melalui indera penglihatannya, sehingga karya gambar yang dibuatnya cenderung didasarkan pada kesamaan bentuk yang dilihat atau dihayatinya

Gambar 2.3 Gambar Anak yang Bertipe Haptik

Sedangkan dilihat dari gaya karya gambar atau lukisan anak-anak dapat dibedakan antara lain (a) organik, cirinya menggambarkan kesan obyek nyata secara dinamis, (b) lyrical/liris yaitu menampilkan obyek-obyek secara realistis, terkesan statis dengan perwarnaan tidak menyolok, (c) impresionistik, yaitu menampilkan kesan suasana tertentu, (d) rhytmical pattern, yaitu menampilkan kesan pola ritmis, (e) structural form, yaitu bercirikan kesan bentuk yang bersusun dan berulangulang, (f) dekoratif, yaitu menampilkan motip/pola hiasan, dan (g) ekspresionistik, menampilkan kesan

396

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

ungkapan individual secara bebas dan spontan (Herberd Read. 1973). Dengan memahami keberadaan tipologi karya gambar anak-anak tersebut hendaknya akan dapat dijadikan pertimbangan bagi guru dalam memberikan pembimbingan kegiatan senirupa di SD. Hal-hal yang hendaknya dilakukan oleh guru adalah: (1) menerima apa adanya keberadaan ungkapan gambar anak-anak baik yang cenderung bertipe visual, haptik atau campuran, sebagai potensi kesenirupaan anak-anak yang bersifat individual, unik dan kreatif, (2) dalam memberikan latihan dan pembimbingan hendaknya juga memperlakukan sama kepada semua anak baik secara klasikal atau individual, (3) tidak memandang kelainan-kelainan yang terdapat pada gambar anak-anak sebagai kekurangan atau kesalahan, (4) tidak menyalahkan gambar buatan anak-anak, khususnya yang bertipe haptik, dimana ada kecenderungan gambar yang dibuat tidak didasarkan bagaimana kelihatannya suatu obyek/benda tetapi lebih didasarkan pada ungkapan perasannya yang bersifat spontan dan individual. 3. Periodisasi Perkembangan Menggambar Anak. Berkaitan dengan tipologi dan gaya karya senirupa anak-anak, secara umum anak juga mengalami periodisasi atau masa-masa perkembangan menggambar. Anak usia TK-SD berada pada masa peka dimana anak-anak mengalamai masa keemasan ekspresi kreatif. Berdasarkan hasil penelitian terhadap karya gambar anak yang dilakukan oleh para ahli antara lain Kerchensteiner, Cyril Burt, Victor Lowenfeld menunjukkan bahwa setiap anak mengalami masa-masa perkembangan menggambar. Menurut Victor

Lowenfeld, periodisasi menggambar anak-anak dibedakan yaitu (1) masa goresan sekitar usia 2-4 tahun, (2) masa prabagan sekitar usia 4 sampai 7 tahun, (3) masa bagan sekitar umur 7-9 tahun, (4) masa permulaan realisme umur 9-11 tahun, dan (5) masa realisme semu umur 11-13 tahun. Karakteristik pada setiap masa perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: a. Masa Goresan Pertama kali anak-anak mencoba menggoreskan alat tulis (pensil) pada kertas bertujuan untuk meniru perbuatan orang yang lebih tua dari mereka. Goresan itu belum membentuk suatu ungkapan obyek, tetapi lebih merupakan ekspresi spontan, yang berfungsi sebagai latihan koordinasi antara motorik halus, otot tangan dan lengan dengan gerak mata. Goresan yang terbentuk biasanya garis-garis mendatar, tegak dan melingkar-lingkar dan belum bervariasi. Setiap kegiatan menggambar dilakukan oleh anak dalam waktu yang tidak terlalu lama, dan kadang-kadang dilakukan bersamaan dengan aktivitas lainnya. Misalnya sambil makan, menyanyi, bermain dan lainnya. Apabila pada saat menggambar ditanya tentang gambar yang dibuat, maka ia akan memberikan nama gambar tersebut sesuai dengan apa yang kebetulan sedang terlintas dalam ingatannya. Jadi setiap waktu nama gambar bisa berubah sesuai dengan imajinasinya. b. Masa Pra-bagan Pengalaman anak dalam menarik goresan-goresan garis mendatar, tegak dan melingkar selanjutnya berkembang menjadi wujud ungkapan ungkapan yang dapat dikaitkan dengan bentuk atau obyek tertentu. Misalnya bentuk bagan manusia yang masih sederhana,. Kehadiran gambar manusia yang lebih
397

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

sering diwujudkan anak-anak memang sangat wajar dimana anak selalu berada dilingkungan yang secara visual manusialah yang sering dilihatnya. Sejak masa ini anak sudah dapat mewujudkan obyek gambarnya secara tetap dengan ciri-ciri tertentu, misalnya ini aku, ini ibu, ini ayah, ini kakak dan sebagainya. Goresan- goresan yang dibuat sudah mulai terarah sesuai dengan hasratnya untuk memberi bentuk kepada imajinasinya. Masa ini merupakan peralihan dari masa mencoreng/goresan ke masa bentuk bagan/ skematis, sehingga dikenal dengan perkembangan menggambar pra-bagan c. Masa Bagan/Skematis Sejalan dengan pengalaman anak dalam menggambar bentuk bagan sederhana, selanjutnya keterampilan menggambar berkembang semakin meningkat. Cirinya antara lain yaitu tampilnya bentuk bagan yang lebih sempurna, bagian-bagian obyek gambar lebih lengkap dan menggunakan bentukbentuk garis yang lebih bervariasi. Sejak saat ini anak secara sengaja sudah dapat membuat bentuk-bentuk bagan benda dalam lingkungannya. Ia sudah dapat mengungkapkan perasaannya, mewujudkan khayal keinginannya ke dalam bentuk yang berupa bagan. Pada masa ini gambar yang dibuat sudah mulai menampilkan kesan ruang perebahan, transparan (bening) atau datar d. Masa Realisme Pada masa ini anak sudah mampu membuat gambar dengan memperlihatkan konsep yang lebih jelas. Pada akhir tahap bagan, perkembangan akal sudah mulai mempengaruhi dunia ciptaan anak. Sikap kritis dan realistis sudah mempengaruhi obyek gambargambar yang mereka buat ke arah

bentuk-bentuk yang mendekati kenyataan. Perkembangan inilah yang disebut masa realisme. Dalam hal ini kesadaran sosial, penyesuaian dengan lingkungan dan perkembangan intelek yang lebih maju menentukan dunia ciptaan anak. Tahap ini ditandai besarnya perhatian anak pada bagianbagian gambar yang dibuatnya, bila dibandingkan dengan tahap sebelumnya. Kesadaran sosial yang lebih berkembang, mendorong anak-anak menggambar seolah-olah didasari oleh keadaan nyata, bentuk realistis, usaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada tahap ini kewajaran dan spontanitas anak-anak untuk berekspresi mulai menurun karena pertimbangan akal sudah mulai menguasai dunia ciptaan mereka. e. Masa Naturalisme Semu Pada masa ini anak berusaha menyesuaikan bentuk gambar yang mereka buat dengan bentuk alam. Tetapi sebenarnya tidaklah naturalisme sepenuhnya, masih semu atau belum sempurna. Oyek gambar dibuat lebih detail, bentuk keseluruhannya sudah mendekati keadaan sesungguhnya. Masa ini merupakan titik akhir cara-cara menggambar secara kanak-kanak, menuju cara-cara menggambar yang lebih umum seperti yang dilakukan orang dewasa. Cara yang lebih bersifat meniru bentuk alam dan banyak ditentukan oleh pertimbangan akal (pengaturan kesan ruang, menurut hukum-hukum perspektif, perbandingan bagian-bagian obyek, teori warna dan sebagainya). Pada masa naturalisme semu ini umumnya kreativitas dan ekspresi anak akan mengalami kemerosotan, karena kewajaran dan spontanitas kegiatan menggambar terganggu oleh pertimbangan akal, dimana akal mempengaruhi cara anak

398

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

menciptakan gambar yang mereka buat. Ketermpilan menggambar bentuk alam, lebih maju dari masa sebelumnya. Namun demikian dilihat dari segi ekspresi, masa ini merupakan penurunan dari masa perkembangan sebelumnya. f. Masa Penentuan Pada masa ini dapat ditentukan apakah anak-anak tetap menaruh minat yang besar terhadap kagiatan menggambar/senirupa pada umumnya atau minatnya mulai menurun dan lebih tertarik pada aktivitas seni lainnya. Karena sikap yang lebih kritis, anakanak sewaktu menggambar lebih berhatihati karena takut berbuat salah dan merasakan adanya kesukaran dalam menggambar. Akibatnya kewajaran dalam menggambar menjadi terganggu, spontanitas ekspresinya menjadi menurun/hilang. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masa perkembangan menggambar pada anak-anak meliputi dua tahap, yaitu: masa keemasan ekspresi kreatif dan masa sesudah anak dapat atau mau menerima norma cipta menggambar seperti yang dilakukan oleh orang dewasa. Pertama, masa keemasan ekspresi kreatif yaitu masa sebelum anak dapat menerima pengaruh norma cipta yang berlaku pada orang dewasa atau masa anak masih belum dapat dipengaruhi oleh norma cipta yang berlaku di luar dunianya (norma cipta orang dewasa). Sebelum anak dapat dipengaruhi oleh cara menggambar secara umum yang berlaku pada orang dewasa, mereka dapat menciptakan gambar dengan bebas, ungkapannya lebih murni, dan spontanitas ekspresinya. Kedua, masa sesudah anak dapat dan mau menerima norma cipta orang dewasa yaitu masa dimana anak sudah

dipengaruhi oleh rasio atau akal dalam berolah senirupa. Perkembangan akan adanya kesadaran sosial yang sudah mulai timbul pada awal masa sekolah, pada tahap ini sudah lebih maju dari masa sebelumnya. Anak-anak sudah ada usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, usaha tersebut akan besar pengaruhnya terhadap karya gambarnya. Pengaruh itu dikuti dengan meningkatnya perkembangan intelek, sikapnya kritis dan realistis. Kesadaran akan lingkungannya lebih meningkat kemudian timbul usaha untuk menyesuaikan bentuk gambarnya dengan selera lingkungannya.. Seperti kesan perspektif, tutup-menutup pada gambar yang dibuatnya. 3. Kesan Ruang Gambar Anak Kesan ruang gambar anak adalah tampilan bentuk gambar suatu obyek alam dan lingkungannya yang memperlihatkan adanya kesan ruang jauh-dekat, besar-kecil, penumpukan, tembus pandang dan lainnya. Cara menampilkan kesan ruang pada gambar anak dibedakan sebagai berikut. a. Perebahan, yaitu kesan ruang yang diperoleh dengan jalan merebahkan ke dalam/ke luar suatu benda atau obyek yang digambarkan. Misalnya gambar pohon, rumah pagar dipinggir jalan oleh anak digambarkan miring atau rebah mengikuti batas jalannya.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

399

menutup. Kesan ruang gambar terasa lebih luas, sedangkan obyek gambar sebagian terkesan kecil-kecil.

Gambar 2.4 Gambar Anak dengan kesan ruang Perebahan

b. Penumpukan, kesan ruang dengan ciri obyek yang dekat digambar dibagian bawah bidang gambar, dan obyek yang letaknya semakin jauh diletakkan di bagian atas bidang gambar. Kesan ruang masih seperti ditumpuk, karena obyek digambar dengan ukuran yang sama besar meskipun tempatnya lebih jauh.

Gambar 2.6 Gambar Anak dengan kesan ruang perspektif burung

d. Tutup-menutup, yaitu kesan ruang dimana antara obyek yang satu dengan obyek lainnya ditampilkan saling tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa obyek yang tertutup berada ditempat yang lebih jauh, namun dilihat dari ukurannya belum digambar semakin kecil seperti yang dilakukan dalam menggambar perspektif.

Gambar 2.5 Gambar Anak dengan kesan ruang Penumpukan

c. Perspektif Burung, yaitu kesan ruang yang dibuat atau dihasilkan seperti burung yang sedang terbang. Dengan cara ini anak seakan-akan berada ditempat yang tinggi, sehingga hasil gambarnya antara benda atau obyek satu dengan benda lainnya digambarkan tidak saling tutup-

Gamabr 2.7. Gambar Anak dengan kesan ruang Tutup Menutup

400

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

e. Pengecilan, yaitu kesan ruang gambar yang dibuat berdasarkan ketentuan atau hukum perspektif, dimana obyek yang dekat digambar besar dan jelas, sedangkan obyek yang semakin jauh digambar semakin kecil dan tidak jelas. Contoh gambar jalan yang menjauhui pandangan mata dibuat dengan batas dua buah garis yang semakin jauh semakin menyempit atau mengecil dan akhirnya bertemu disatu titik pada garis horizon

(4) menghias benda dan lainnya. Untuk setiap jenis kreativitas tersebut dalam pengembangannya tentunya tidak terlepas dari alternatif pemilihan bahan (medium rupa) dan peralatan yang dipilih sesuai dengan bentuk karya yang dibuat serta teknik penggarapannya. 2. Bereksplorasi melalui Media Senirupa Keragaman bentuk kegiatan berkarya kreatif senirupa di SD berkaitan langsung dengan digunakannya jenis media (bahan praktek) yang disesuaikan dengan teknik pembuatannya. Pengenalan media senirupa dan teknik berolah seni ini bagi anak SD hendaknya dipahami sebagai cara-cara bereksplorasi (menjelajah, mencoba dan menemukan) pada penggunaan media seni yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kreasi senirupa anak-anak. Bereksplorasi melalui media senirupa contohnya menggambar bebas dengan menggunakan berbagai jenis alat yaitu pensil, spidol kecil, crayon, pensil warna dan sejenisnya. Dengan mengenali sifat bahan/alat tersebut diharapkan akan dapat melatih keterampilan kreatif anak dalam berkepsresi membuat bentuk gambar secara bebas. F. Pengembangan Kreativitas Senirupa di SD Kreativitas adalah daya atau kemampuan untuk mencipta, yang selanjutnya diartikan (a) kelancaran menanggapi suatu masalah, ide dan materi, (b) mudah menyesuaikan diri terhadap setiap situasi, (c) memiliki keaslian dalam membuat tanggapan, karya yang lain daripada yang lainnya, dan (d) mampu berpikir secara integral, mampu menghubungkan satu dengan yang lain. Pada anak usia SD berada
401

Gambar 2.8. Kesan Ruang Pengecilan

E. Bentuk Kreativitas Senirupa Anak SD


1. Praktek Berkarya Kreatif

Kegiatan kreatif senirupa di SD berdasarkan kompetensi dasar wujudnya dapat dikelompokan yaitu jenis kegiatan senirupa dua dimensi dan jenis kegiatan kreatif tiga dimensi. Kegiatan senirupa dua dimensi meliputi (1) menggambar bebas, (2) melukis dengan jari, (3) menggambar teknik membatik sederhana, (4) permainan warna, (5) mewarnai gambar, (5) menggambar ekspresi atau menggambar bebas, (6) aplikasi mosaik, montase dan kolase, (7) mencetak/seni grafis, (8) kerajinan kertas, dan (9) kerajinan anyaman. Kegiatan senirupa tiga dimensi meliputi (1) membentuk/membuat model mainan secara bebas, (2) membentuk bangun kubus, (3) merangkai/meronce,

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

pada masa keemasan berekspresi kreatif, dimana kadar kreativitasnya masih sangat tinggi. Oleh karena itu pengembangan kreativitas senirupa hendaknya mendapatkan kesempatan dan pembinaan secara lebih intensif dan efektif sesuai dengan masa perkembangan seninya. Kreativitas (Munandar.1991) dapat ditinjau dari empat segi, yakni segi pribadi, pendorong, proses dan produk. (1) Segi pribadi, kreativitas adalah hasil keunikan pribadi dalam interaksinya dengan lingkungan dan merupakan penggambaran adanya berbagai ciri khusus dalam tiap individu. Cirinya antara lain berupa rasa ingin tahu, daya imajinasi yang kuat, tertarik pada hal-hal yang baru, mempunyai minat yang luas, berani mengambil resiko, mempunyai prakasa dan kepercayaan diri, tekun dan ulet dalam mengerjakan tugas yang diminati dan diyakini. (2) Segi Pendorong, merupakan suatu kondisi yang memotivasi seseorang pada perilaku kreatif. Pendorong kreativitas ini dapat berupa hasrat yang kuat pada diri individu, dan dapat pula berupa penghargaan dari orang lain (orang tua, guru), serta tersedianya sarana dan prasarana penunjang sikap kreatif. (3) Segi proses, kreativitas adalah hasil dari tahapan pengalaman seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan. Kreativitas ditinjau dari segi proses yaitu sebagai suatu kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang sudah ada dalam pikiran. (4) Segi produk, kreativitas adalah kemampuan untuk mancipta atau menghasilkan produk-produk baru,

atau kombinasi dari hal sebelumnya yang sudah ada. Anak yang kreatif cirinya yaitu punya kemampuan berpikir kritis, ingin tahu, tertarik pada kegiatan/tugas yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mampu berbuat atau berkarya, menghargai diri sendiri dan orang lain. Dalam pengembangan kreativitas sejak usia dini, peran pendidik yaitu orang tua dan guru sangatlah penting. Disekolah guru bertugas merangsang dan membina perkembangan kognitif, afektif, psikomotorik, emosional, sosial dan kepribadian siswa. Untuk itu penuntun untuk mengembangkan kreativitas berikut ini perlu diperhatikan oleh para guru dan orang tua. 1. Penuntun Mengembangkan Kreativitas Anak a. Kegiatan yang dilakukan haruslah disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan dan minat anak. Contohnya dalam kegiatan menggambar peralatan yang digunakan hendaknya dimulai dari pensil terlebih dahulu dengan pertimbangan yang lebih mudah dalam penggunaannya. Baru pada latihan berikutnya digunakan peralatan pensil warna, crayon atau cat lainnya. Dalam hal ini dimaksudkan agar anak memiliki pengalaman dan keterampilan dalam menggambar secara bertahap dengan benar. Adapun mengenai obyek atau bentuk karya yang dibuat hendaknya juga disesuaikan dengan ide atau kreativitas setiap anak. Apabila obyek/bentuk yang digambar ditentukan hal itu sifatnya untuk lebih mengarahkan anak dalam bereksplorasi seni dan tidak

402

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

dimaksudkan untuk membatasi kreasi sesuai keinginan anak. b.Kegiatan kreatif hendaknya dilakukan dalam suasana yang santai tanpa tekanan untuk berprestasi. Contoh guru yang melalukan tekanan dalam kegiatan senirupa bagi anak apabila: (a) anak harus menggambar seperti contoh yang ada atau contoh yang dibuat oleh gurunya, (b) karya seni yang dibuat anak harus sama seperti bentuk dan warna-warna alam. Misalnya anak harus mewarnai gambar daun dengan warna hijau, warna langit dengan warna biru muda dan sebagainya. Dalam hal ini anak-anak tetap diberikan peluang atau kesempatan dalam bereksplorasi dan berkreasi secara terarah dan terbimbing agar dapat diketahui tingkat kemampuan hasil belajarnya. c.Memberi kesempatan untuk berekspresi dengan menggunakan berbagai media senirupa, misalnya pensil, pensil warna, crayon, spidol, bolpoint dan sejenisnya. Media/bahan praktek senirupa yang dibutuhkan dan yang disediakan di SD hendaknya disesuaikan dengan keragaman jenis materi senirupa yang dipraktekkan. Untuk praktek menggambar sediakan beberapa jenis dan warna kertas. Misalnya kertas gambar, kertas lipat, kertas HVS dan lainnya. Untuk kegiatan melipat, menggunting sediakan kertas lipat, kertas buku tulis, kertas sukung, kertas koran dan lainnya. d. Menanyakan kepada anak tentang judul atau nama sesuatu yang dibuat agar guru lebih memahami ungkapan/ekspresi yang ditampilkannya. Dengan mengetahui judul/nama karya yang

dibuat anak, guru dapat memberikan bimbingan proses kerja secara lebih terarah dan bisa memahami jiwa/perasaan yang ada pada diri anak. e. Produk/hasil kreativitas bukanlah tujuan akhir yang terlalu penting, melainkan bagaimana hubungan antara kegiatan yang dilakukan dengan kesenangan pekerjaan yang dilakukan. Dalam hal ini pengalaman berolah senirupa bagi anak SD sebagai dasar untuk menumbuhkembangkan multiple intelegence akan lebih bermakna. Oleh karena itu penilaian proses kerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan kegiatan pembelajaran senirupa di SD. f. Memberi motivasi dan rangsangan sebelum memulai kegiatan berkarya, antara lain berkaitan dengan pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya. Contoh dengan memberikan penguatan dari kemampuan berkarya yang telah dilakukan, melalui pembahasan proses kerja dan karya yang telah dibuat sehingga anak akan lebih terpacu/bergairah pada waktu memulai mengerjakan latihan yang baru diberikannya. g.Menyediakan tempat yang memadai untuk melakukan kegiatan berkreasi senirupa baik di dalam kelas atau diluar kelas dengan waktu yang cukup sesuai tingkat kesulitan karya yang dibuat. h.Guru dapat memajang/memamerkan hasil kreasi anak pada tempat/ruang kelas, sehingga anak-anak dapat melihat dan menilai secara langsung hasil kreativitasnya. Caranya adalah: (a)

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

403

menggantungkan karya senirupa pada tali yang dibentangkan dibagian samping atau belakang ruang kelas, (b) menempelkan karya senirupa pada dinding kelas atau papan yang secara khusus dipersiapkan untuk memamerkan hasil kreasi seni anak-anak. Untuk karya seni/keterampilan selain gambar/lukisan dapat diletakkan di meja atau diletakkan dilantai sudut ruangan kelas. 2. Faktor Pendukung Pengembangan Kreativitas di SD Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas anak (1) sarana belajar dan bermain disediakan untuk merangsang dorongan eksperimen dan eksplorasi, (2) lingkungan sekolah yang teratur, bersih dan indah secara langsung akan mendorong kreativitas, (3) kemenarikan guru dalam mendidik dan memberikan motivasi dan (5) peran masyarakat dan orang tua untuk mendukung kegiatan pendidikan di SD antara lain dengan menyediakan kebutuhan media/bahan praktek senirupa bagi putra-putrinya. Persyaratan belajar mengajar kreatif menurut Munandar adalah dengan menciptakan lingkungan kelas yang kreatif, membimbing dan memberikan pertanyaan yang menumbuhkan gagasan kreatif anak. (1) Penciptaan lingkungan kelas yang merangsang belajar kreatif dilakukan dengan cara (a) memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu agar siswa mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah, (b) pengaturan fisik, misalnya pengaturan tempat duduk sesuai kagiatan-kegiatan siswa, (c) kesibukan di dalam kelas yang

mengasyikan, (d) guru mendorong belajar mandiri sebanyak mungkin, menerima gagasan-gagasan dari semua siswa, memupuk siswa untuk memberikan kritik secara konstruktif dan penilaian diri sendiri, berusaha menghindari hukuman atau celaan terhadap ide-ide yang tidak biasa, dan menerima perbedaan menurut waktu dan kecepatan antar siswa dalam kemampuan memikirkan ide-ide baru. (2) Mengajukan pertanyaan, dalam hal ini guru harus mempunyai keterampilan dalam teknik bertanya. Caranya antara lain dengan mengajukan pertanyaan yang menuntun anak untuk berpikir. Pertanyaan terbuka juga membantu siswa mengembangkan keterampilan mengumpulkan fakta, dan menguji/menilai informasi mereka. Dengan mengajukan pertanyaan guru diharapkan mendapat informasi yang berharga untuk (1) menimbulkan minat dan motivasi siswa untuk berperan serta secara aktif, (2) menilai persiapan siswa dan sejauh mana siswa telah menguasai bahan yang diberikan sebelumnya, (3) mengulang kembali dan merangkum apa yang telah diajarkan, (4) membantu siswa melihat hubunganhubungan baru, (5) merangsang pemikiran kritis dan mengmbangkan sikap bertanya, (6) merangsang siswa untuk mencari sendiri pengetahuan tambahan, dan (7) menilai pencapaian tujuan belajar. Kreativitas berkaitan dengan proses penemuan (inquiri), yaitu dalam mengajukan pertanyaan dan hipotesis, dalam menggabungkan fakta dan asasasas untuk mengembangkan strategi pemecahan. Beberapa yang harus dipenuhi dalam pembelajaran inquiri

404

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

yaitu (1) memberikan pengalaman permukaan untuk menarik minat anak dengan penggunaan media, bermain peran dan demonstrasi, (2) memberikan materi dan situasi yang memungkinkan penyelidikan, (3) menyediakan sumbersumber informasi dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada dalam masyarakat, (4) menyediakan peralatan untuk merangsang siswa melakukan eksperimen, (5) menyediakan waktu untuk berdiskusi, bereksperimen, memberi bimbingan dan penguatan terhadap gagasan hipotesis siswa, (6) memberikan dorongan dan penghargaan terhadap pemecahan dan strategi pemecahan masalah, dan (d) mengajukan pertanyaan antara lain dengan menanyakan apa kemungkinankemungkinan akibat dari suatu situasi yang telah terjadi atau situasi yang memang belum pernah terjadi.
3. Pengembangan Daya Cipta

peralatan praktek berolah cipta senirupa, (2) pengarahan guru agar kreativitas daya cipta anak bisa muncul, (3) pemberian tugas/latihan secara terbimbing agar pengenalan teknik dasar berolah senirupa dapat dipraktekkan secara tepat. G. Penilaian Pendidikan Senirupa di SD. Penilaian dalam pembelajaran senirupa di SD bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, untuk keperluan peningkatan kualitas proses belajar dan memberikan umpan balik guna perbaikan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Penilaian kemampuan belajar siswa SD hendaknya mencakup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif sesuai jenjang kemampuan yang akan dicapainya. Penilaian secara komprehensif bertujuan untuk menilai kemampuan/keterampilan berolah senirupa setiap siswa yang dipadukan dengan kemampuan/kepekaan perasaan, keindahan, ekspresi, dampak instruksional dan dampak pengiringnya Dalam penilaian pembelajaran senirupa menggunakan alat penilaian: (1) tes perbuatan dalam bentuk berkarya teknik dan berkarya kreatif dalam batas karakteristik senirupa anak-anak, (2) non tes yaitu dilakukan dengan mengobservasi proses kerja yang hasilnya berupa catatan data (skala pengukuran, catatan anekdot atau porto folio). Untuk penilaian praktek senirupa hendaknya diterapkan rambu-rambu indikator dan pembobotan nilai sesuai tujuan pembelajaran khusus untuk setiap jenis materi senirupa yang diajarkannya. Sejalan dengan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi di SD maka dalam melaksanakan penilaian pembelajaran senirupa hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip penilaian berbasis kelas (PBK) yaitu: valid,
405

Pengembangan kreativitas anak SD dilaksanakan melalui pelaksanaan program kegiatan belajar dalam rangka pengembangan kemampuan dasar, yakni pengembangan daya cipta. Pengembangan daya cipta bertujuan membuat anak-anak kreatif, yaitu lancar, fleksibel dan orisinil, dalam bertutur kata, berpikir, serta berolah tangan, berolah seni dan berolah tubuh sebagai latihan motorik halus dan motorik kasar. Daya cipta merupakan kemampuan anak dalam memvisualisasikan segenap potensi pikir, rasa seni, pengalaman dan keterampilan melalui media rupa yang digunakan. Kebebasan berekspresi secara spontan yang dilakukan anak usia SD adalah potensi daya cipta yang bisa dikembangkan melalui kegiatan kreativitas senirupa. Pengembangan kreativitas senirupa dapat ditempuh dengan cara: (1) penyiapan dan pemilihan bahan,
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh dan bermakna (KBK. 2002). Adapun aspek yang harus dinilai adalah hasil belajar siswa sesuai pengembangan kompetensi yang telah ditetapkan pada setiap materi senirupa yang dipraktekkan. Berikut ini diberikan contoh penilaian berdasarkan pengembangan kompetensi pendidikan seni rupa di SD untuk materi Mencetak dan materi Menggambar. Contoh 1. Penilaian Kompetensi Mencetak di kelas III Kompetensi Mencetak merupakan kemampuan berolah seni dua dimensi yang dikerjakan secara khusus Aspek 1.Ide Dasar

yaitu dengan proses/teknik mencetak/mencap. Kemampuan siswa SD dalam membuat karya cetak diarahkan pada ketrampilan seni cetak sebagai media ungkap/ekspresi sesuai jenis/teknik mencetak yang dibuat. Diantara teknik mencetak yang dipraktekkan di SD adalah mencetak tinggi/cetak timbul dan mencetak sablon sederhana. Kemampuan mencetak berkaitan dengan kemampuan menentukan ide dasar, kemampuan kreasi membuat alat cetak dan keterampilan menata cetakan, serta kemampuan menanggapi hasil karya cetak yang dibuat.

2. Mence tak

Penilaian Kompetensi Mencetak Kompetensi Dasar Hasil Belajar Indikator Memiliki Siswa mampu: Siswa dapat: gagasan/ide dasar 1.1. Memahami 1.1.1. Mengumpulkan informasi untuk membuat tentang caradan sumber belajar tentang karya seni cetak cara membuat membuat karya seni cetak dengan alat dari karya seni cetak dengan acuan bahan alam bahan alam dengan alat dari 1.1.2. Menjelaskan cara membuat bahan alam karya seni cetak dengan alat dari bahan alam 1.2 Mengungkapkan 1.2.1. Menentukan gagasan/ide gagasan/ide untuk membuat karya seni untuk membuat cetak dengan alat dari karya seni cetak bahan alam dengan alat dari 1.2.2. Membuat rencana karya bahan alam seni cetak dengan alat dari bahan alam Membuat karya seni Siswa mampu: Siswa dapat: cetak dengan alat 2.1.Mengungkapkan 2.1.1. Memilih bahan alam dari bahan alam dalam bentuk sebagai alat/acuan cetak karya seni cetak 2.1.2. Membuat alat/acuan cetak dengan alat dari berbentuk gambar/hiasan bahan alam sesuai bahan alam yang dipilih 2.2.Berkreasi dalam 2.2.1. Memberikan variasi/bentuk wujud karya seni ukuran dan warna sesuai cetak dengan alat alat/acuan cetak yang telah
Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

406

dari bahan alam

Contoh aspek penilaian praktek mencetak dengan alat cetak dari bahan alami (kompetensi 2.2 di Kelas III). (1) Penilaian proses kerja aspeknya yaitu: kesungguhan kerja, kelancaran dalam mencetak. (2) Penilaian hasil karya cetak aspeknya yaitu: tampilan komposisi, kreasi cap/cetakan, kombinasi warna, dan keindahan. Contoh 2. Penilaian Menggambar di kelas V Kompetensi

Kompetensi Menggambar berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide/gagasan, anganangan, perasaan, pengalaman, hasil pengamatan yang dilakukan dengan cara menggoreskan alat-alat gambar di atas bidang datar/rata sesuai karakteristik jenis gambar yang dibuat. Sesuai dengan

dibuat 2.2.2. Menceriterakan keterampilan membuat karya seni cetak dari bahan alam ruang lingkup seni gambar, kompetensi yang diharapkan adalah kemampuan siswa dalam menggambar bentuk, menggambar hiasan/ornament, menggambar illustrasi/ceritera, menggambar huruf hias, menggambar alam terbuka, menggambar ekspresi, menggambar komposisi warna dan lainnya. Terkait dengan kegiatan menggambar tersebut adalah kemampuan dalam menerapkan teknikteknik penyelesaian menggambar; diantaranya adalah teknik arsir, dusel, stipel dan sapuan. Menggambar merupakan salah satu kegiatan olah seni yang cukup dominan keberadaannya di SD mulai kelas I sampai dengan kelas VI. Oleh karena itu kompetensi menggambar yang diharapkan dapat dicapai hendaknya juga disesuaikan dengan jenis menggambar yang dilatihkan.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

407

Aspek 1.Ide Dasar

1.Me nggam bar Ben tuk

Penilaian Kompetensi Menggambar di Kelas V Kompetensi Hasil Belajar Indikator Dasar Memiliki Siswa mampu: Siswa dapat: gagasan/ide dasar 1.1. Memahami 1.1.1. Mengumpulkan informasi tentang cara-cara dan sumber belajar untuk membuat gambar dengan membuat gambar tentang menggambar bentuk dengan benda kubistis atau alat crayon/cat pastel alat crayon/cat silindris pastel 1.1.2. Menjelaskan cara meggambar benda kubistis atau silindris 1.2 Mengungkapkan 1.2.1. Menentukan ide untuk gagasan/ide untuk gambar benda kubistis membuat karya atau silindris gambar bentuk 1.2.2. Membuat rencana gambar benda dengan alat komposisi benda kubistis crayon/cat pastel atau silindris Membuat gambar Siswa mampu: Siswa dapat: bentuk dengan 1.1. Membuat gambar 1.1.1. Membuat gambar benda alat crayon/cat bentuk dengan kubistis atau silindris pastel alat crayon/cat 1.1.2. Menebalkan gambar pastel benda kubistis atau silindris dengan alat crayon/cat pastel. 1.2 Membuat kreasi 1.2.1. Membuat kreasi komposisi komposisi gambar benda gambar bentuk kubistis atau silindris benda dengan alat 1.2.2. Menyelesaian gambar crayon/cat pastel komposisi benda kubistis dan penyelesaian atau silindris dengan tertentu. teknik arsir gelap terang.

408

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Dari contoh tersebut menunjukkan bahwa kompetensi yang diharapkan dapat tercapai melalui pembelajaran berolah senirupa yang dikembangkan berdasarkan masingmasing aspek substansial seni di setiap kelasnya. Dari aspek tersebut selanjutnya dirumuskan pengembangan kompetensi yang akan dicapai oleh siswa, baik kompetensi keterampilan, kreativitas, apresiasi maupun pengetahuan. Selanjutnya untuk mengukur tingkat ketercapaian dari pembelajaran yang dilaksanakan perlu dirumuskan pula indikator dan hasil belajarnya. Pengembangan kompetensi tersebut selanjutnya akan dijadikan pedoman dan sekaligus rambu-rambu operasional bagi guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran senirupa di SD. Adapun cara menilai pembelajaran senirupa yaitu dapat dilakukan melalui pengamatan/observasi hasil kreativitas senirupa yang dibuat oleh siswa dan pencatatan anekdot yang berkaitan dengan (sikap dan perilaku) anak dalam proses berolah senirupa. Alat penilaian yang digunakan yaitu: (1) unjuk kerja (misalnya praktek menggambar), (2). hasil karya menggambar dan sebagainya, (3). Penugasan, (misalnya melakukan percobaan), (4) portopolio (kumpulan hasil kerja). Sedangkan mengenai aspek penilaiannya disesuaikan dengan jenis materi senirupa yang dipraktekan.

Contoh aspek penilaian praktek menggambar komposisi bentuk benda dengan alat crayon (kompetensi 1.2 di Kelas IV). 1. Penilaian proses kerja aspeknya yaitu: kesungguhan kerja, kelancaran dalam menggambar. Kesungguhan kerja berkaitan dengan aktivitas menggambar yang dilakukan oleh setiap anak selama jam pelajaran berlangsung. Sedangkan kelancaran dalam menggambar adalah kemampuan mengungkapkan ide/gagasan ke dalam wujud gambar tanpa adanya kesulitan atau hambatan. 2. Penilaian hasil karya gambar aspeknya yaitu: tampilan komposisi, tehnik penyelesaian, dan keindahan. Komposisi yaitu wujud penataan obyek bentuk benda yang digambarkannya. Tehnik penyelesaian adalah cara menebalkan gambar dengan alat crayon. Keindahan adalah kesan yang nampak dari karya gambar bentuk tersebut.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

409

Rangkuman 1. Pendidikan senirupa anak SD adalah upaya pemberian pengetahuan dan pengalaman dasar kegiatan kreatif senirupa dengan menerapkan konsep seni sebagai alat pendidikan. Kesesuaian dalam pemberian pengalaman berolah senirupa bagi anak akan berdampak positif bagi kebermaknaan pendidikan yang diperolehnya. 2. Fungsi didik pendidikan senirupa di SD yaitu (1) sebagai media ekspresi, (2) sebagai media komunikasi, (3) sebagai media bermain, (4) sebagai media pengembangan bakat, (5) sebagai media pemgembangan kemampuan berpikir, dan (6) sebagai media untuk memperoleh pengalaman estetis. 3. Karakteristik karya senirupa anakanak menampilkan bentuk bebas, unik, kreatif, bentuk spontanitas, ekspresif sejalan dengan tipologi, kesan ruang dan masa perkembangan menggambarnya. 4. Tipologi karya gambar anak dibedakan (1) tipe visual, (2) tipe haptik/non visual, dan (3) tipe campuran. 5. Periodisasi menggambar anak-anak dibedakan (1) masa goresan sekitar usia 2-4 tahun, (2) masa prabagan sekitar usia 4 sampai 7 tahun, (3) masa bagan sekitar umur 7-9 tahun, (4) masa permulaan realisme umur 9-11 tahun, dan (5) masa realisme semu umur 11-13 tahun. 6. Bentuk kreativitas senirupa di SD dapat diwujudkan berupa kegiatan praktek berkarya kreatif dan kegiatan berkesplorasi melalui media senirupa. 7. Pengembangan kreativitas senirupa di SD hendaknya didasarkan pada
410

kondisi perkembangan anak dan tingkat kompetensi yang dicapainya dengan memperhatikan (a) penuntun dalam pengembangan kreativitas, (b) faktor pendukung dalam pengembangan kreativitas, dan (c) pengembangan daya cipta anak. 8. Penilaian pendidikan senirupa di SD mencakup penilaian proses kerja dan penilaian hasil akhir karya senirupa yang dibuat oleh anak yang disesuaikan dengan pengembangan kompetensi dan aspek penilaiannya

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Bacaan 26

Bab IV PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NILAI DALAM PEBELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL DI SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH
A. Makna dan Tujuan Pendidikan Nilai Pendidikan nilai pada hakekatnya termuat dalam spektrum pembelajaran setiap mata pelajaran karena makna nilai menempati tujuan seutuhnya dari hakikat pendidikan. Namun sesuai dengan karakteristik dasar disiplin keilmuan, masing-masing ilmu berkembang menjadi objek kajian dan menuntut kemampuan teknis-metodologis melalui daya abtraksi sebagai alat bantu pemahamannya. Dalam fase seperti itu, sebuah cabang ilmu oleh kerumitannya dan keasyikannya dapat menjadi seolah terlepas dari kedudukan dasar dan tujuan keilmuannya (Epistemologi). Pengembangan teknis disiplin keilmuan seperti itu, bukan hanya berlangsung di universitas sebagai menara gading pengembangan ilmu, tetapi implikasinya nampak hingga dapat dikatakan telah dimulai sejak peserta didik belajar di bangku sekolah dasar. Berdasar paradigma itu, di dalam konstruksi penyelenggaraan pendidikan, yang sudah barang tentu salah satu tujuannya adalah mengantarkan peserta didik kepada penguasaan ilmu, menjadi hampir sepenuhnya pencapaian tujuan pendidikan ; dipraktekan sebagai cara-cara

menguasai ilmu, yakni membina dan mengembangkan perolehan hasil belajar berdasar kontruks mata pelajaran bersifat keilmuan dengan implikasi hanya menyentuh aspek ; pengetahuan, pemahaman, dst. di dalam kerangka kognitif. Sungguhpun di dalam praktek pembelajaran dianut konsep tujuan pendidikan yang meliput semua aspek lain dari tujuan pendidikan seperti dikembangkan Bloom dkk., yakni afektif dan psychomotor skill. Namun dorongan yang kuat pengaruh dari model pengembangan disiplin keilmuan lebih besar mewarnai pembelajaran tujuan mata pelajaran yang subtansinya bukanlah sekedar ilmu. Realitas faktual itu berlangsung bukan saja disebabkan para guru sebagai pelaksana teknis kurang atau tidak memahami esensi tujuan pendidikan yang dibawa oleh konstruks mata pelajaran seperti PKn ataupun Pendidikan Agama, tetapi lebih dikarenakan kurikulum menempatkannya sebagai mata pelajaran seperti mata pelajaran lainnya. Pemetaan baru atas komponen tujuan dalam artian riilnya ; kompentensi berikut evaluasi dan pengorganisasian kembali sejumlah mata pelajaran di dalam kurikulum 2004, tentunya dapat dipahami sebagai langkah strategis yang diharapkan akan mendekati pencapaian tujuan pendidikan, bukan saja pada hajat penguasaan sejumlah materi pelajaran yang ada, terutama yang bersifat disiplin ilmu, tetapi pada keseluruhan proses aktivitas dan aktualisasi progres di dalam dan di luar kelas, di lingkungan sekolah dan masyarakat sekitarnya. Karena itu,

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

411

kurikulum 2004 menebarkan makna perolehan hasil belajar berkenaan khusus dengan pemahaman nilai dan internalisasinya pada kemampuan integral guru dan sekolah dengan semua komponen yang ada di dalamnya. Namun demikian, di dalam pengembangan materi pembelajaran Pengetahuan Sosial, yang telah merupakan pengintegrasian atas subtansi pendidikan nilai moral (budi pekerti) yang dilandasi Pancasila (PKn) dan nilai-nilai kemasyarakatan yang melekat pada masing-masing disiplin keilmuannya (PIPS) yang keseluruhannya bermuara pada tujuan pendidikan politik nasional dan global, yakni kewarganegaraan dan kewargaduniaan bukan menjadi tiada adanya, melainkan secara sinergi tetap dikembangkan dan dilakukan oleh guru sesuai dengan format waktu dan proporsinya secara efektif dan efesien. Untuk itu dalam bab ini akan diangkat telaah khusus pembelajaran Pengetahuan Sosial sebagai pendidikan Nilai dan pengembangan model pembelajarannya. B. Pembelajaran Pengetahuan Sosial sebagai Pendidikan Nilai Di atas telah cukup dijelaskan bahwa Pengetahuan Sosial di dalam kurikulum 2004 atau seperti disebut menurut keperluan teknisnya di lapangan, menunjukkan keutuhan mata pelajaran ini sebagai satu kesatuan yang tak terlepas dari dua pilar besarnya, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Numan Sumantri dari Buku Active Learning in Social Studies karya Roberta Woolever & Kathryn

Pengetahuan Sosial. Sebagai satu kesatuan utuh maupun sebagai bagian masing-masing ketika oleh tuntutan karakteristik isi dasarnya (content based) harus mengisi fungsi-peran sesuai disiplin keilmuan khususnya, sepenuhnya mata pelajaran ini merupakan ; wahana, materi / bahan / isi, metoda, model dan strategi penanaman nilai-moral dan norma. Artinya konstruks mata pelajaran ini, bulat penuh tidaklah berganti menurut; isi, hakikat, tujuan dan kedudukan strategis seperti dianut sepanjang sejarah perkembangan dan pengembangannya. Mengikuti perkembangan konstruks kurikulum sebelumnya serta merujuk kepada body of knowledge yang menjadi landasan pengembangannya, mata pelajaran ini kini dapat dikatakan sebagai sebentuk Onderly two in one with special of Civics Educations and Social Studies in Social Studies Education Program. yakni dua dimensi dan muatan karakterisrik masing-masingnya dalam satu esensi tujuan yang sama; atau seperti dikembangkan kemudian dalam satu format menjadi Social Studies Educations yang meliput seluruh dan sepenuh tujuan pencapaian penanaman nilai politik kewarganegaraan. Untuk lengkapnya bagaimana body of knowledge mata pelajaran ini digambarkan berdasar perkembangan asal dan pengembangan fungsional di tanah air, dapat dipetikan hasil adaptasi P. Scott (1990:-105-127) seperti berikut :

412

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Gambar 4.1. : Proses Terjadinya PIPS, Ekonomi, Sejarah, Geografi, Pancasila dan Kewarganegaraan (Somantri, Numan, 2001 : 97)

Keterangan : A B C D ABCD V1 V2 V3 V4 PE PS PG PKN PIPS V3 PIPS V4

= = = = = = = = = = = = = = =

Tujuan Pendidikan Nasional Disiplin Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora Kegiatan Dasar Manusia IPA merupakan kesatuan membentuk PIPS PIPS V FPIPS; PIPS V PD PM; Pendidikan IPS di Pascasarjana Pendidikan IPS di Masyarakat Pendidikan Ekonomi; Pendidikan Sejarah; Pendidikan geografi; Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan IPS Pascasarjana Pendidikan IPS di masyarakat

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

413

Berdasar pada kandungan isi dan tujuan yang dikembangkan kemudian dalam format pengembangan Social Studies Educations, sangat jelas kedua mata pelajaran yang di dalam kurikulum 1994 disebut terpisah masingmasing sebagai PPKn dan PIPS, meliputi apa yang dikemukakan Dewan Direktur NCSS dalam cakupan Social Studies Educations, yakni sebagai: Suatu kajian terpadu antara ilmu-ilmu social dan kemanusiaan untuk membentuk kemampuan kewarganegaraan (civic competence). Mata pelajaran ini menyajikan bahan kajian yang terkoordinasi dan sistematis yang mengambil dari disiplin ilmu social seperti; antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, termasuk bagian yang sesuai dari ilmu-ilmu kemanusiaan, matematika, hingga ilmu-ilmu alam. Merujuk perkembangan dan pengembangannya baik di tanah air maupun di negeri asalnya, subtansi materi dan tujuan pembelajaran bidang studi ini cukup ajeg memperlihatkan kedudukan dan karakteristik khususnya lebih sebagai media, alat dan model program pendidikan nilai. Meski Pendidikan nilai sendiri sebagai dimafhumi tidaklah sepenuhnya menjadi hak tunggal sebuah bidang studi atau bidang studi ini sekalipun, akan tetapi pengorganisasian materi sejauh mengenai pembentukan sikap dan perilaku peserta didik sebagai anggota sebuah komunitas; mulai

dalam lingkup keluarga, masyarakat hingga pada aktualisasi legalformalnya dikemudian hari, ketika mulai dewasa sebagai warganegara ; adalah subtansi pembinaan nilai, yang model pencapaian sasaran hasil belajarnya terletak secara teknis dan strategis pada butiran dan keseluruhan program yang disebut oleh kurikulum 2004 sekarang sebagai pelajaran Pengetahuan Sosial. Dengan demikian, fungsi peran mata pelajaran ini dapat tetap dikatakan sebagaimana disandang sendiri atau bersama dengan sebutan berbeda sekalipun sebagai bukan lain dari pelajaran yang bertujuan, antara lain ; a) menanamkan nilai-moral agar menjadi prinsip-dasar / keyakinan, b) mengajarkan norma untuk diketahui, dipahami dan dihormati, c) membelajarkan penguasaan konsep-konsep untuk dimengerti agar membekali pembentukan daya abstraksi, hingga secara bertahap dan simultan pada saat dan sesuai perkembangannya, setiap peserta didik sebagai subjekajar memperoleh pengayaan pengalaman belajar, dan memperoleh bentukan penghayatan, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam aktualisasi kehidupannya mulai sebagai diri sendiri / individu, anggota keluarga, warga masyarakat dan negara. C. Pengembangan Model Pembelajaran Pengetahuan Sosial Berbasis Pendidikan Nilai Di atas telah cukup dijelaskan bahwa body of knowledge Pengetahuan Sosial sebagai bidang studi yang memiliki muatan dan kerangka teknis seperti disebut oleh tujuan subtansil dan

414

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

sasaran operasional yang ingin dicapainya. Kesemuanya akan memenuhi makna dan mencapai maksudnya, jika secara riil dapat dikembangkan oleh pelaksana kurikulum di lapangan dalam aktualisasi pembelajaran. Karena itu, mengantar pembahasan lebih teknis yang diperlukan dalam menentukan efesiensi dan efektivitas pembelajaran agar mencapai maksudnya, dipandang perlu memulainya dari pematangan kembali pemahaman berkenaan dengan pemaparan konsep, teori belajar dan makna pembelajaran sebagai berikut : 1. Konsep, Makna dan Teori Pembelajaran a. Konsep Belajar Apakah Belajar?, Sebuah pertanyaan sederhana yang menarik perhatian sepanjang jaman, setidaknya bagi para akhli psikologi atau lapangan yang berkenaan dengan pemahaman terhadap perilaku manusia. Sebagaimana dalam psikologi, terdapat tiga sudut pandang berkenaan dengan penelitian terhadap potensi dan aktivitas manusia dalam aktualitas belajar, yakni sudut pandang behavioristik, kognitif dan biologis. Berdasar pada ketiga sudut pandang itu, Atkinson (1987; 420) membedakan perilaku belajar dalam empat jenis : a) habituasi, b) pengkondisian klasik, c) pengkondisian operan, dan d) apa yang disebut belajar kompleks. Karena itu, menurut Atkinson dkk.; belajar dapat didefenisikan sebagai perubahan yang relative permanent pada perilaku yang terjadi akibat latihan sebaliknya semua perubahan perilaku yang terjadi karena proses kematangan dan bukan hasil latihan tidak termasuk di dalamnya. Berpijak dari itu, perilaku belajar dapat dipetakan mulai dari

tahapan paling rendah hingga kompleks. Pada tahap rendah proses belajar dapat terjadi seperti pada hewan dan dilakukan termasuk oleh diri manusia, sedangkan pada tahap yang lebih tinggi atau kompleks, sepenuhnya merupakan perilaku belajar yang hanya terjadi pada manusia. Skinner (Dimyati, 1994 : 8 ) misalnya, berpandangan bahwa belajar sebagai sebuah perilaku ; dimana pada saat orang belajar responsnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila tidak belajar maka responsnya menurun. Dari situ Skinner menunjukkan bahwa di dalam belajar ditemukan adanya beberapa hal antara lain : i) kesempatan terjadi peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar; ii) respons si pebelajar, dan iii) konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si pebelajar yang baik diberi hadiah, sebaliknya perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman. Berikutnya Gagne (Dimyati, 1994 : 9) mengemukakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Dimana hasil belajar berujud menjadi sejumlah kemampuan (kapabelitas). setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Terbentuknya kapabelitas tersebut dimungkinkan terjadi antara lain dari adanya ; i) stimuli yang berasal dari lingkungan dan ii) proses kognitif yang
415

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian dalam pandangan Gagne, belajar didefenisikan sebagai seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabelitas baru Berdasar beberapa pandangan dasar di atas, dapat dipahami, bahwa belajar adalah sebuah proses aktivitas individual yang bersifat dinamis dengan melibatkan seluruh aspek jasmani dan ruhani. Sebagai proses dinamis makna belajar berada dalam wilayah perilaku, (seperti dikatakan Skinner) dan sebagai satuan aktivitas baik jasmani maupun ruhaniah, dimensi belajar beriringan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan si pelaku pelajar, baik sebagai diri manusia atau hewan sekalipun. Para akhli psikologi membuktikan bahwa perilaku belajar tidak saja berlangsung pada aktivitas manusia melainkan juga pada kehidupan binatang. Percobaan yang sangat terkenal dilakukan Pavlop terhadap seekor Anjing misalnya, menghasilkan teori Stimulus Respons yang kemudian sangat berguna dalam memahami proses belajar pada diri manusia, demikian eksperiment lainnya seperti dilakukan Skinner terhadap hewan lain seperti tikus dan burung merpati, dlsb., semuanya mengantarkan kesimpulan bahwa perilaku belajar bukan milik khas diri manusia, tetapi manusia dengan anugerah yang diperolehnya memiliki kemampuan belajar lebih tinggi, lebih panjang dan luas Hal itu karena aktivitas belajar dalam kehidupan manusia dapat terus berlangsung beiringan dengan perkembangan mentalnya. Sedangkan pada makhluk dengan kesempurnaan instingtif disatu sisi dan kealfaan potensi ruhaniah di sisi lainnya sebagaimana pada hewan

adanya, proses belajar meski sama dapat berlangsung terus sepanjang hayatnya, aktualitasnya tidaklah menghasilkan peningkatan kemampuan yang bermuara pada tecapainya perubahan yang diinginkannya. Manusia dan hewan adalah makhluk yang sama dapat belajar, pada hewan sangat mungkin proses belajar yang terjadi selesai bersama akhir pertumbuhan fisiknya, sedangkan pada manusia yang dikaruniai kemampuan mental-ruhaniah di atas keberadaan hewan, aktivitas belajarnya dilakukannya sebagai proses dinamis yang terus berlangsung sepanjang hayat dengan penyadaran dan tujuan yang kompleks. Dengan demikian, belajar sebagai tindakan manusia pada tahapan lebih matang dalam arti dewasa, akan lebih berisikan aktivitas mental yang bertujuan merubah kemampuan sampai mencapai batas yang diinginkan untuk keperluan hidup dan penyesuaian dengan lingkungannya. Sedangkan dalam konteks pertumbuhan anak, maka belajar berlangsung beriringan bersama kemampuan-kemampuan fisik dan perkembangan mentalnya secara bertahap. Karena itu, di dalam upaya membelajarkan peserta didik sebagai pelanjut kehidupan, harus dilakukan dengan memahami kompleksitas siapa dan bagaimana si pebelajar dalam keadaan dan kesesuaian dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk itu hasil eksperimen tentang proses belajar yang dilakukan para akhli psikologi terhadap hewan sekalipun, kesimpulan teoritiknya menjadi penting bagi keperluan pengembangan upaya belajar manusia. b. Makna dan Teori Pembelajaran Jika di dalam belajar berlangsung proses aktivitas internal baik menyangkut kemampuan fisik maupun

416

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

mental, maka pembelajaran merupakan reka-upaya yang bersifat eksternal untuk membangun, mendorong terjadinya proses belajar pada diri si pebelajar. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan tindakan bantuan dari luar dengan memanfaatkan lingkungan dan segala fasilitas yang tersedia dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan kapasitas dan kebutuhan serta tujuan yang telah ditetapkan atau disepakati antara si pebelajar dengan pihak-pihak yang disetujuinya / diterimanya. Sedangkan yang dimaksud dengan bantuan luar untuk keperluan teknis okuvasional dalam menciptakan berlangsungnya peristiwa belajar, tentu saja adalah tenaga fungsional yang disiapkan dan dapat memenuhi syarat kemampuan untuk itu. Oleh karena itu, pembelajaran sebagai aktivitas ekternal yang bersifat fungsional dalam mendorong terjadinya proses belajar, keberadaan dan pengembangan kebermaknaannya harus diletakan di atas konsep dasar dan teori belajar serta tidak terlepas dari kemampuan mengajar guru. Untuk itu melengkapi penjelasan teoritik berikut ini diketengahkan pula pandangan ahli lain, khususnya berkenaan dengan hakikat dasar, prinsipprinsip, dan langkah teknis hingga kategori hasil yang terliput di dalam pengembangan disain pembelajaran. (1) Hakikat Dasar Pembelajaran Hermawan dkk dalam Kurikulum Pembelajaran (2002 : 48) merumuskan hakikat pembelajaran sebagai .. proses komunikasi transaksional yang bersipat timbal-balik,

baik antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan Penggunaan kata komunikasi transaksional, dimaksudkan sebagai bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami, dan disepakati oleh pihak yang tekait dalam pembelajaran. Dalam kedudukan itu, lebih lanjut dijelaskan bahwa guru menempati posisi kunci yang strategis dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan untuk dapat mencapai tujuan optimal. Karena itu, di dalam pembelajaran guru lebih berperan sebagai : disseminator, informator, transmitter transformator, organizer, dan evaluator bagi terciptanya kegiatan belajar siswa yang dinamis dan inovatif. Dalam kerangka itu, pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu proses sebab-akibat, di mana guru yang mengajar menjadi penyebab utama bagi terjadinya proses belajar siswa, meski tidak setiap perbuatan belajar siswa merupakan akibat guru mengajar. Tetapi keberadaan guru terkait dengan peran kelembagaannya, menempati fungsi teknis dan strategis dalam membentuk, membangun dan mendorong perbuatan belajar siswa secara lebih aktif, produktif dan efisien. Karena itu, pembelajaran sebagai rekaupaya dalam mendorong terbentuknya peristiwa belajar dan yang pada gilirannya dapat diramalkan akan mencapai sejumlah tujuan yang ditetapkan, dan dengan memperhitungkan aspek-aspek yang melekat pada diri si pebelajar, dapat dikontruksi sebagai teori pembelajaran.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

417

Memperjelas rumusan di atas, dalam bagian ini dikutipkan bagan visual yang dikembangkan Hermawan dkk., (2002: 49) sebagai berikut :

Gambar 4.2. : Konsep Dasar Pembelajaran (Hermawan, dkk., 2002 :48)

(2) Prinsip Perencanaan Pembelajaran Sekaitan dengan makna perilaku belajar sebagai kegiatan yang direncanakan, atau dibuat oleh seseorang yang memenuhi kemampuan okuvasional dalam menciptakan terjadinya proses pembelajaran, yakni perilaku belajar dibuat berdasar rencana, terarah pada tujuan atau kompetensi yang menjadi acuan hingga dapat dievaluasi proses dan hasilnya untuk dapat dipertanggungjawabkan secara profesional. Dick and Carrey (1990) dalam Gagne dan Briggs (1992 : 21-30) mensyaratkan 9 tahapan sebagai sebuah

system di dalam membuat rencana pengajaran (Designing Intructional System), yakni : 1) Tujuan Intruksional (Intructional Goals); 2) Analisis Intruksional (Instructional Analysis); 3) Karakteristik dan Pengetahuan awal pebelajar (Entry Behaviors and Learner Characteristics); 4) Sasaran yang ingin dicapai (Performance Objective); 5) Kriteria dan Rujukan Butir Soal (Criterion-Referenced Test Items); 6) Strategi Instruksional (Instructional Strategy); 7) Bahan Intruksional (Instructional Materials); 8) Evaluasi Formatif (Formnative Evaluation); 9) Evaluasi Sumatif (Summative

418

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Evaluation). Kesembilan tahapan tersebut merupakan prinsip-prinsip dalam perencanaan pembelajaran yang

di gambarkan oleh Dick & Carey sebagai berikut :

RI

IIG (1)

CIA (2) WPO (4) IEBC (3) DCSE (9) DCRTI (5) DIS (6) DsIM (7) DCFE (8)

Gambar 4.3. : Model Pendekatan Sistem Rencana Pembelajaran (Dari A System Approach Model for Disigning Intruktional, Dick & Carey, 1990, 1985, 1978 ; Gagne, Briggs & Wager, 1992:22)

Keterangan : (1) Identifikasi Tujuan (Identify Intructional Goals) (2) Melakukan Analisis (Conduct Instructional Analisys) (3) Identifikasi Pengetahuan awal dan karaktersitik pebelajar (Identify Entry Behaviors, Caracteristics) (4) Menuliskan Sasaran hasil yang akan dicapai (Write Performance Objectives) (5) Mengembangkan Kriteria Rujukan Butir soal (Develop Criterion Referenced Test Item) (6) Mengembangan Strategi (Develop Instructional Materials) (7) Mengembangkan dan menyeleksi Materi (Develop and select Instructional Materials) (8) Merencanakan dan Melakukan Penilaian Formatif (Design and Conduct Foermatif Evaluation) (9) Mengembangkan dan Melakukan Penilaian Sumatif (Design and Conduct Sumamative Evaluation) Kesembilan tahapan tersebut merupakan salah satu dari banyak model rencana pengajaran yang dapat diterapkan di dalam sistem pembelajaran. Berdasar model lainnya Gagne dan Briggs (1992: 31) mengembangkan pendekatan lebih komprehensif meliputi analisis kebutuhan, disamping tujuan dan prioritas, sumber daya dan lingkungan sosial lainnya sebagai faktor yang berpengaruh dari sistem pendidikan. Prinsip-prinsip dalam model tersebut diurutkan dengan 4 pengelompokan meliput 14 tingkatan (stages) dalam tabel berikut :

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

419

Tabel 4.1. : Tahapan Sistem Disain Intruksional System 1. Analisis kebutuhan, tujuan dan prioritas (Analysis of needs, Level goals and priorities) 2. Analisis sumberdaya, batasan dan pemberian pilihan (Analysis of resources, constraints and alternatif delivery system) 3. Penentuan lingkup dan urutan kurikulum dan latihan yang akan dilakukan (Determination of scope and sequence of curriculum and coursses; delivery system design) Course 4. Penentuan struktur dan urutan latihan (Determining course Level structure and sequence) 5. Analisis tujuan latihan (Analysis of course objectives) Lesson 6. Penetapan sasaran hasil yang akan dicapai (Defenition of Level performance objectives) 7. Menyiapkan rencana pelajaran atau modul (Preparing lesson plans or modules) 8. Mengembangkan, memilih bahan dan media (Developing, selecting material, media) 9. Menilai dan mengukur keberhasilan belajar siswa (Assesing student performance performance measure) System 10. Persiapan guru (Teacher preparation) Level 11. Penilaian Formatif (Formative evaluation) 12. Perbaikan pengujian (Field testing, revision 13. Penilaian Sumatif (Summative evaluation) 14. Pemasangan dan Penyebaran (Instalation and diffusion)
Sumber : Table 2.1. Stage in Designing Intructional System (Gagne & Briggs: 1992 p. 31)

(3) Langkah Pembelajaran Sejalan dengan prinsip-prinsip yang terkadung dalam pilihan model tersebut, bagaimana langkah teknisnya, berikut ini dapat dipetikkan setidaknya dari Skinner, Piaget dan Rogers. Skinner berdasar pandangannya terhadap teori kondisioning-operan di dalam belajar merekomendasikan langkah-langkah pembelajaran di dalam Dimyati (9 : 1994) sebagai berikut : Kesatu, mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat, dan perilaku negatif akan diperlemah atau dikurangi Kedua, membuat daftar penguat positif. Guru mencari perilaku yang lebih disukai oleh siswa, perilaku

yang kena hukuman dan kegiatan luar sekolah yang dapat dijadikan penguat, Ketiga, memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta jenis penguatnya; Keempat, membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi urutan perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku, dan evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran, guru mencatat perilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil. Ketidak berhasilan tersebut menjadi catatan penting bagi modifikasi perilaku

420

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

selanjutntya (Davidiff, 1988:199-211; Gredler, 1991: 154-166: Sumadi Suryabrata, 1991: Hilgard dan Brower, 1966: 114-131; Woolfolk & Mc Cune-Nicolish, 1984:170179). Tokoh yang tidak asing seperti Piaget (Dimyati, 1994: 13-14) mengemukakan pula empat langkah pembelajaran sebagai berikut : 1) menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri. Penentuan topic tersebut dibimbing dengan beberapa pertanyaan, seperti berikut : (i) pokok bahasan manakah yang cocok untuk eksperimentasi ? (ii) topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam stuasi kelompok ? (iii) topik manakah yang dapat disajikan pada tingkat manipulasi fisik sebelum secara verbal ? 2) memilih dan mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tertentu. Hal ini dibimbing dengan pertanyaan berikut : (i) Apakah aktivitas itu memberi kesempatan untuk melaksanakan metoda eksperimen (ii) Dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa (iii) Dapatkah siswa membandingkan

berbagai cara bernalar dalam mengikuti kegiatan kelas (iv) Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan atas dasar pengisyaratan perceptual ? (v) Apakah aktivitas itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognitif ? (vi) Dapatkah kegiatan siswa itu memperkaya konstruk yang sudah dipelajari 3) mengetahuai adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah. Bimbingan pertanyaan berupa (i) Pertanyaan lanjut yang memancing berpikir seperti bagaimana jika? (ii) Memperbandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan spontan ? 4) menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan dan melakukan revisi. Bimbingan pertanyaannya seperti : (i) Segi kegiatan apakah yang menghasilkan minat dan

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

421

keterlibatan siswa yang besar ? (ii) Segi kegiatan manakah yang tak menarik, dan apakah alternatifnya ? (iii) Apakah aktivitas itu memberi peluang untuk mengembangkan siasat baru untuk penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari ? (iv) Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal untuk pembelajaran lebih lanjut ? Secara singkat, Piaget menyarankan agar dalam pembelajaran guru memilih masalah yang berciri kegiatan prediksi, eksperimentasi dan eksplanasi (Bell Gredler, 1991:301-357; Davidoff, 1988: 371-383;Dahar, 1988: 179-201;Winkel, 1991:38-39; Woolfolk & Mc CuneNicolish, 1984: 46-47) Adapun langkah pembelajaran yang disarankan Rogers (Dimyati, 1994 : 15) meliputi hal sebagai berikut : 1) guru memberi keparcayaan kepada kelas agar kelas memilih bsecara terstruktur 2) guru dan siswa membentuk kontrak belajar 3) guru menggunakan metoda inquiri, atau belajar menemukan (discovery learning)

4) guru menggunakan metoda simulasi, 5) guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan, dan berpartisipasi dengan nkelompok lain 6) guru bertindak sebagai fasilitator belajar, dan 7) sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram, agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreativitas. Snelbecker, 1974: 483494; Skager, 1984: 33; Bergan dan Dunn, 1976: 122-128). (4) Sasaran Hasil Pembelajaran Adapun yang menjadi capaian dari pembelajaran, Gagne, Briggs dan Wager dalam Principles of Intructional Design (1992: 42-52) mengemukakan lima kategori hasil pembelajaran, antara lain : 1) Keterampilan Intelktual (Intellectual Skill); 2) Strategi Kognitif (Cognitive Strategy); 3) Informasi Verbal (Verbal Information; 4) Keterampilan Motorik (Motor Skill); dan 5) Sikap (Attitude). Kelima kategori (Five Categories of Learning Outcomes) tersebut merupakan satu kesatuan dalam ujud hasil ahir yang harus diicapai oleh sebuah proses pembelajaran, namun sebagai kategories, masing-masing satuannya merupakan komponen utuh yang dapat dicapai secara parsial dan terukur dalam bentuk performansi hasil belajar aktual siswa. Untuk itu, rumusan sasaran hasil berdasar kelima kategori tersebut harus termasuk dalam penetapan awal ketika disain intruksional dibuat oleh guru, karena berfungsi menentukan cara-cara, langkah dan strategis hingga model apa yang

422

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

harus dipilih di dalam pelaksanaan pembelajaran. 2. Model-model Pembelajaran Dalam sub-bab ini dapat dikemukakan sejumlah model pembelajaran yang dipandang perlu dalam mengakomodasi kebutuhan belajar dan sesuai dengan karakteristik perkembangan peserta didik usia sekolah dasar selain fungsional terhadap tuntutan materil mata pelajaran Pengetahuan Sosial khususnya. Untuk itu pemaparan sub-bab ini dapat dimulai dengan penjelasan pengertian model dalam kerangka belajar-mengajar, sebelum pada intinya yaitu deskripsi modelmodel pembelajaran yang selama ini dipandang relevan dengan kebutuhan pengembangan pembelajaran bidang pengetahuan sosial dan pendidikan nilai di dalamnya. a. Pengertian Model BelajarMengajar Dalam keseharian istilah model dimaksudkan terhadap pola atau bentuk yang akan menjadi acuan. Dalam konteks pendidikan agaknya tidak jauh juga maknanya, yakni sebagai kerangka konseptual berkenaan dengan rancangan yang berisi langkah teknis dalam kesatuan dengan strategis yang harus dilakukan dalam mendorong terjadinya situasi pendidikan ; dalam ujud perilaku belajar dan mengajar dengan kecenderungan berbeda antara satu dan lainnya atau dengan yang biasanya. Dengan demikian sebuah model dalam konteks pembelajaran, tidaklah dapat diterima sebagai sebuah model jika tidak memperlihatkan ciri khususnya sebagai sesuatu yang berbeda dari yang lainnya. Adapun menurut Sarifudin (Wahab, Aziz, 1990 :1) yang dimaksud dengan model belajar mengajar adalah

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang terorganisasikan secara sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, yang berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, model belajar-mengajar khususnya dapat diartikan sebagai satuan cara, yang berisi prosedur, langkah teknis yang harus dilakukan dalam mendekati sasaran proses dan hasil belajar hingga mencapai efektivitasnya, menurut kesesuaian dengan setting waktu, tempat dan subjek ajarnya. b. Macam-macam Model Mengajar Sepanjang sejarah pendidikan, reka-upaya untuk menggapai makna dan hasil pendidikan dalam kerangka menjawab tuntutan kebutuhan dan perkembangan kehidupan terus menerus dilakukan. Bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang, sejumlah piranti yang dibuat untuk memperkaya khasanah praksis pendidikan telah lama dan banyak dilakukan. Dalam kerangka itu, dapat kita kenali sejumlah model belajar mengajar, setidaknya tidak kurang dari 22 buah model menurut Joyce dan Weil (1986) di dalam bukunya Models of Teaching (Sarifudin, 2002: 9.4) Berdasar sejumlah itu mereka mengelompokkan dalam 4 rumpun besar, yaitu : pertama, yang termasuk model-model pemrosesan informasi; kedua model-model personal; ketiga, model-model interaksi sosial; dan keempat, model-model behavioral. i. Model-model Pemrosesan Informasi ; Model-model yang berorientasi pada kemampuan pemrosesan informasi dari siswa dan cara memperbaiki

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

423

kemampuannya dalam menguasai informasi, merujuk pada cara orang menangani stimulus dari lingkungannya, mengorganisasikan data, menginderai masalah, melahirkan konsep dan pemecahan masalah, dan menggunakan symbol verbal dan non-verbal. Sungguhpun model-model yang termasuk ke dalam rumpun ini berkesan akademik namun tetap peduli akan hubungan social dan pengembangan diri. Model-model yang termasuk dalam rumpun ini antara lain adalah ; Model Berpikir (Inquiry Training Model) Inkuiri Ilmiah (Scientific Inquiry), Perolehan Konsep (Concept), Model Advance Organizer (Advance Organizer Model), dan Ingatan (Memory). Model berpikir yang dikembangkan Hilda Taba, dirancang terutama untuk pengembangan proses mental induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori, namun kapasitasnya berguna pula untuk pengembangan personal dan sosial. ii. Model-model Personal Model-model yang termasuk ke dalam rumpun personal berorientasi pada pengembangan diri individu, model-model ini menekankan proses pembentukan individu dalam mengorganisasikan realitasnya yang unik. Fokus pengembangan diri berkesan menekankan pada pembinaan emosional antara individu dalam hubungan produktif dengan lingkungannya hingga diharapkan menghasilkan hubungan interpersonal yang lebih kaya dan kemampuan pemrosesan yang lebih efektif lagi. Terliput ke dalam rumpun ini adalah ; Pengajaran Non-direktif (Non-directive Teaching), Pelatihan Kesadaran (Awaraness Training), Sinektic (Synectics), System Konseptual (Conceptual Systems) dan Pertemuan Kelas (Classroom Meeting).

3) Model-Model Interaksi Sosial Model-model pembelajaran yang termasuk rumpun Interaksi sosial, menekankan hubungan antara individu dengan masyarakat dan dengan individu lainnya. Fokus model ini terletak pada proses di mana dengan proses ini realitas dinegosiasi secara sosial. Dampak dari model ini berorientasi memberikan prioritas pada perbaikan kemampuan individu untuk berhubungan dengan yang lainnya, bergelut dengan proses demokratik dan bekerja secara produktif dalam masyarakat. Termasuk ke dalam rumpun model ini, antara lain : Investigasi Kelompok (Group Investigation), Inkuiri Sosial (Social Inquiry), Metode Laboratorium (Laboratory Method), Yurisprudensial (Yurisprudential), Bermain Peran (Role Playing) dan Simulasi Sosial (Social Simulation). 4) Model-Model Behavioral. Model-model yang termasuk ke dalam rumpun behavioral berpijak pada landasan teoritis yang sama, yakni teori tingkah laku (Behavioral Theory). Dalam penerapannya, model ini banyak menggunakan istilah lain seperti teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi tingkah laku, dan terapi tingkah laku. Ciri pokoknya menekankan pada usaha mengubah tingkah laku teramati ketimbang struktur psikologis yang mendasarinya dan tingkah laku yang tidak teramatinya. Model ini mendasarkan pada prinsip kontrol stimulus dan penguatan (Stimulus Control and Reinforcement). Lebih dari model lainnya model behavioral memiliki keterpakaian yang luas dan teruji kefektifannya pada aneka tujuan seperti pendidikan, pelatihan, tingkah laku interpersonal dan pengobatan. Tercakup ke dalam model ini, antara lain : Manajemen Kontingensi (Contingency

424

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Management), Kontrol Diri (Self Control), Relaksasi (Relaxation), Reduksi Stres (Stress Reducation), Pelatihan Asertif (Assertive Training). Desentisasi (Desensitization), dan Pelatihan Langsung (Direct Training). Model-model pembelajaran tersebut di atas, kendati dapat dikelompokan ke

dalam empat rumpun besar, akan tetapi masing-masing modelnya memiliki kekhususan tersendiri, setidaknya menurut tujuan dan tokoh pengembangnya. Untuk itu, di bawah ini dapat dipetakan rincian masingmasing model dimaksud sebagai sebuah pilihan dalam tabel berikut :

Tabel 4.2.

Deskripsi Peta Muatan / Tujuan dan Tokoh Pengembang Rumpun Pembelajaran berdasar Models of Teaching Joyce & Weil No
1

Model

Muatan dan Tujuan

Tokoh Pengembang
Hilda Taba Richard Suchman Josseph J.Schwab Jarome Bruner Piaget, Sigel, Sullivan dan Kohlberg David Asubel

Rumpun Pemrosesan Informasi


Model Berpikir Pengembangan proses mental induktif & penalaran akademik, pembentukan teori disamping kapasitas personal dan sosial Mengajarkan sistem riset dari sebuah disiplin Mengembangkan penalaran induktif dan analisis konsep, pertumbuhan kognitif & pengembangan intelektual umum, penalaran logis dan sosial Meningkatkan efesiensi kapasitas pemrosesan informasi dalam menyerap dan memperkaitkan bongkahan pengetahuan Meningkatkan kapasitas daya ingat Menekankan pembangunan kapasitas perkembangan personal dalam hubungan dengan kesadaran diri, pemahaman, otonomi dan konsep diri Meningkatkan kapasitas seseorang utk eksplorasi diri dan kesadaran diri Pengembangan kreativitas personal dan pemecahan masalah yang kreatif Pengembangan pemahaman diri dan tanggungjawab kepada diri sendiri dan kepada kelompok sosiak Pengembangan pemahaman diri dan tanggungjawab kepada diri sendiri dan kepada kelompok sosiak

Inkuiri Ilmiah Perolehan Konsep

Advance Organizer

Ingatan Personal Pengajaran Nondirektif

Lorayne & Lucas Carl Rogers

Pelatihan Kesadaran Sinektic System Konseptual

Peris dan Schutz William Gordon William Glasser

Pertemuan Kelas

William Glasser

Interaksi Sosial

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

425

Investigasi Kelompok Inkuiri Sosial Metode Laboratorium

Yurisprudensial

Bermain Peran

Simulasi Sosial

Mengembangkan keterampilan untuk berpartisipasi dalam proses sosial yang demokratis Pemecahan masalah sosial melalui inkuiri akademik dan penalaran logis Pengembangan keterampilan interpersonal & kelompok, pengembangan kesadaran dan fleksibilitas personal Mengajarkan kerangka acuan yurisprudensi sebaga cara berpikir dabn pecahan masalah Mendorong siswa menjelajahi nilai-nilai sosial dan personal dengan tingkahlaku dan dan nilai mereka sendiri sebagai sumber inkuirinya Membantu siswa mengalami berbagai proses sosial serta realita dalam mengamati reaksinya, memperoleh konsep dan keterampilan membuat keputusan Mengembangkan pertalian fakta, konsep dan keterampilan Berkenaan dengan pola tingkahlaku dan keterampilan Diarahkan pada tingkahlaku atau keterampilan sosial Bersifat personal, mengatasi keresahan termasuk reaksi stres Mengatasi keresahan dengan mereaksi stres Menekankan ekspresi spontan dan langsung dari perasaan dalam situasi sosial Tercakup dalam Asertif

Thelen dan Dewey

Massialas & Cox National Training Laboratory

Oliver dan Haver

Shaftel

Boocock dan Guetzkow

Behavioral Manajemen Kontingensi Pelatihan Langsung Kontrol Diri Relaksasi Reduksi Stres Pelatihan Asertif

Skinner Gagne & Smith Skinner Rimm dan Master Wolpe Rimm dan Master Wolpe Wolpe, Lacarus & Salter Wolpe, Lacarus & Salter

Desentisasi

2. Pengembangan Model Pembelajaran Pengetahuan Sosial Berbasis Penanaman Nilai a. Kerangka Teoritik Model Pembelajaran Berbasis Pendekatan Nilai Karakteristik umum dan fungsi khusus sejumlah model pembelajaran yang dikemukakan dalam sub-bab di atas, masing-masing memperlihatkan

kesesuaian dengan lingkup kebutuhan pengembangan materi subtansial berbasis nilai. Sebutlah mulai dari rumpun ; model Pemrosesan Informasi, model Personal, model Interaksi Sosial hingga model Behavioral. Kesemuanya memenuhi keperluan teknis, strategis dalam kerangka pengembangan metodologi pembelajaran rumpun studi yang berisikan tujuan penanaman nilaimoral, pengembangan penalaran /

426

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

kemampuan kognitif, sikap dan keterampilan baik secara parsial maupun pada kesatuan utuhnya dalam ujud perilaku / bentuk kepribadian yang menjadi harapan. Pengetahuan Sosial dengan cakupan materi subtansial sebagaimana dijelaskan sejak pembentangan dasar hingga pematangannya kemudian adalah bidang pelajaran yang menuntut multi cara dan strategi, multi metoda dan media , multi pendekatan dan target harapan di dalam kerangka mencapai tujuannya. Dengan demikian, paparan model teknis pembelajaran seperti disebut di atas memenuhi hajat kepeluan bagi pengembangan pembelajaran bidang studi ini. Namun begitu, makna bidang studi ini dengan keluasan dan kekhasannya sepanjang perkembangnya tak pernah selesai mencari cara-cara atau model lain yang lebih khusus dalam mendorong dan mempermudah mulai dari pengoperasian hingga pencapaian yang menjadi target harapan dan tujuan subtansilnya. Karena itu, melengkapi Models of Teaching dari Joyce dan Weil (1986), dalam Values of Educations ; Concept and Models, Winecoff (1988) secara khusus telah turut memperkaya khasanah rujukan yang diperlukan dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan berbasis nilai, yakni dengan mengklasifikasikan 7 model pendidikan nilai, antara lain : (1) Model Pengembangan Kognitif; (2) Model Pertimbangan; (3) Model Rasional; (4) Model Klarifikasi Nilai; (5) Model Analisis Nilai; (6) Model Pendidikan Kewarganegaraan dan Tindak Sosial; dan (7) Model Science-TechnologySociety (STS). Demikian pula Sarifudin (1990:132), seiring dengan itu mereduksi 4 model pembelajaran bagi keperluan pendidikan nilai, yaitu : (1)

Model yang berorientasi pada Penalaran Moral, (2) Model yang berorientasi pada Interaksi Sosial, (3) Model yang berorientasi pada Kepribadian, dan (4) Model yang berorientasi pada Sikap dan Perilaku. Adapun Djahiri (1996: 53-55) selama perkembangan dan pengembangan mata pelajaran ini hajatnya terkait dengan keharusan penanaman nilai mengangkat sejumlah model pendekatan yang dikemukakani Lickono (1976), yakni ; (1). Pendekatan Model Perkembangan Moral Kognitif (Cognitive Moral Development) yang dipelopori Kohlberg., (2). Pendekatan Model Afektif (Afective / Attitudional / Psycological Moral Development) yang dianut Metcalf, Aronfreed, Al Ghazali, dll., (3). Pendekatan Perkembangan Moral Belajar-Sosial / Behavioral (Moral Development atau Self Regulation Model melalui Immitation Learning Model) dengan tokoh penganjurnya al. ; Michel, Bandura dan Skiner., (4). Pendekatan Perkembangan Moral secara Biologis (Biological Moral Development) dengan tokoh utamanya Eysenk., (5). Pembinaan Nilai-Moral Norma secara Holistik (Holistic Aproach) dengan tokoh utamanya Leonie & Simpson. b. Kerangka Teknis Model Pembelajaran Pendekatan Nilai Sejumlah model pendekatan pembelajaran tersebut di atas, masingmasing mengedepankan keunggulan dalam mengupayakan pencapaian sasaran yang diyakini oleh setiap pengembangnya, namun untuk penerapan praktis di tempat yang sangat mungkin berbeda, harus dikalkulasikan dengan berbagai aspek kondisional yang tentu tidak sama. Sekurang-kurangnya di mana, oleh atau dengan dan terutama untuk siapa proses pembelajaran

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

427

dilakukan.. Khusus berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran pada anak usia pertumbuhan, dari sejumlah model tersebut tentunya dapat dirujuk model pendekatan yang sesuai dengan tuntutan karakteristik perkembangannya. Wyner & Farguher di dalam Djahiri (1996 ) mengangkat teori Piaget di atas dengan sebutan model Cognitive Emotion and Social Development. Dasar pandangannya adalah anak merupakan produk berbagai pengaruh, mulai dari keluarganya, kesehatan, kondisi sosial ekonomi dan sekolah. Bahwa masingmasing pendekatan yang menjadi rujukan di atas dibedakan sebagaimana istilah dan terutama didasarkan pada pandangan teoritis berkenaan dengan stressingnya, dalam praktisnya dapat terjadi saling berkait antara satu pendekatan dengan pendekatan lain secara bersamaan. Untuk itu, memenuhi keperluan teknis operasional dalam mengembangkan pembelajaran Pengetahuan Sosial berbasis pendekatan nilai khususnya, berikut dipetikan langkah teknis sejumlah model pilihan yang dipandang mewakili tuntutan karakteristik materil, peserta didik dan setting sosial yang menjadi lingkungan kultur dan belajar SD/MI umumnya di tanah air. Beberapa dari sejumlah pendekatan yang menjadi rujukan tersebut, secara parsial terliput dalam kerangka teknis model pilihan berikut, antara lain : Model Inkuiri, VCT, Bermain Peta, ITM (STS), Role Playing, dan Portofolio. 1) Model Inkuiri a) Makna Pembelajaran Inkuiri Model inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang memfokuskan kepada pengembangan kemampuan siswa dalam berpikir reflektif kritis, dan kreatif. Inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang dipandang modern

yang dapat dipergunakan pada berbagai jenjang pendidikan, mulai tingkat pendidikan dasar hingga menengah. Proses inkuiri disarankan menjadi salah satu model pembelajaran yang efektif karena menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif melalui kegiatankegiatan pencarian (discovery), hingga penemuan (inkuiri). Pelaksanaan inkuiri di dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial dirasionalisasi pada pandangan dasar bahwa dalam model pembelajaran tersebut, siswa didorong untuk mencari dan mendapatkan informasi melalui kegiatan belajar lebih mandiri. Model inkuiri pada hakekatnya merupakan penerapan metoda ilmiah khususnya di lapangan Sains, namun dapat dilakukan terhadap berbagai pemecahan problema sosial. Savage Armtrong mengemukakan bahwa model tersebut secara luas dapat digunakan dalam proses pembelajaran Social Studies (Savage and Armstrong, 1996). Pengembangan strategi pembelajaran dengan model inkuiri dipandang sangat sesuai dengan karakteristik materil pendidikan Pengetahuan Sosial yang bertujuan mengembangkan tanggungjawab individu dan kemampuan berpartisipasi aktif baik sebagai anggota masyarakat dan warganegara Inkuiri dan Discovery adalah dua istilah yang dapat dipergunakan secara bersamaan, karena keduanya merupakan proses mental di mana siswa atau individu melakukan asimilasi konsep-konsep, prinsip-prinsip, atau hukum-hukum dan teori-teori yang belum diketahui siswa. Dengan kata lain, penemuan terjadi apabila siswa terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori. Suatu pembelajaran dapat dikatakan memenuhi proses inkuiri

428

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

apabila kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa hingga siswa dapat menemukan sendiri sejumlah informasi melalui proses mentalnya sendiri. Proses mental siswa dapat teridentifikasi pada saat melakukan kegiatan belajar, seperti: mengamati, mengklasifikasi, membuat hipotesis, mengukur, membuat perhitungan hingga menarik kesimpulan. b) Langkah-langkah Inkuiri Langkah-langkah yang harus ditempuh di dalam model inkuiri pada hakekatnya tidak berbeda jauh dengan langkah-langkah pemecahan masalah yang dikembangkan oleh John Dewey dalam bukunya How We think. Langkah-langkah tersebut antara lain adalah : Langkah pertama, adalah orientation, siswa mengidentifikasikan masalah, dengan pengarahan dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari Langkah kedua hypothesis, yakni kegiatan menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan sejelas mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah diajukan Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasikan hipotesis yang diajukan dalam forum diskusi kelas untuk mendapat tanggapan Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis diperluas kajiannya dalam pengertian implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis tersebut

Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau pengujian bagi hipotesa tersebut Langkah keenam generalization, pada tahap ini kegiatan inkuiri sudah sampai pada tahap mengambil kesimpulan terhadap pemecahan masalah (Joyce dan Weil, 1980).

2) Model Pembelajaran VCT a) Makna Pembelajaran VCT VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pencapaian pendidikan nilai. Djahiri (1979 : 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali / mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk : a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk melatih dan membina siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat (Djahiri,) b) Langkah Pembelajaran Model VCT

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

429

Berkenaan dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa cara, antara lain.: a) teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation); b) teknik lecturing; c) teknik menarik dan memberi percontoban; d) teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan; e) teknik tanyajawab; dan f) teknik menilai suatu bahan tulisan, a) Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok peserta didik diajak berdiskusi atau tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya atau dianutnya serta diarahkan kepada keinginan untuk perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri. Langkah teknisnya terdiri dari : (1). Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau temukan peserta didik (2) Guru bertanya berkenaan dengan yang dialami peserta didik (3) Peserta didik merespons pertanyaan guru (4) Tanya jawab antara guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang diharapkan untuk menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut. b) Teknik Lecturing, dilakukan guru dengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain : (1) Memilih suatu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru. (2) Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda

c)

d)

e)

f)

penilaiannya dengan menggunakan kode, misalnya : baik-buruk, benar salah, adil tidak adil, dan sebagainya. (3) Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau oleh kelompok kalau dibagi kelompok untuk memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut. Dalam teknik menarik dan memberi percontoban (example of axamplary behavior), guru memberikan dan meminta conton-contoh baik dari diri peserta didik ataupun kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan. Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang, dan sebagainya. Teknik tanya-jawab, guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan pendapat pikirannya. Teknik menilai suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode (misal : baik buruk, benar tidak-benar, adil tidak-adil dan lain-lainnya). Cara ini dapat dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru yang membuat catatan kode penilaiaanya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk memberikan kesempatan memberikan tanggapan terhadap penilaian.

430

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

g) Teknik mengungkap nilai melalui permainan (Games). Dalam pilihan ini guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri. Langkah teknisnya dapat dimulai dengan dialog sebagai berikut : (1) Guru bertanya kepada peserta didik misalnya kalian suka bermain bukan ?, sebagian mereka menjawab : Suka Pak / Bu ! atau mungkin sebagian ada yang masih terdiam. (2) Guru kemudian melanjutkan pembicaraannya, misalnya : sekarang kita belajar sambil bermain, setuju ?. Siswa dengan semangat menjawab : Setuju Pak / Bu ! (3) Menentukan tema yang akan dibawakan dalam permainan. Misalnya: Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, dll (4) Membuat kesepakatan dengan peserta didik tentang waktu dan tempat yang cocok untuk kerja kelompok, serta menyiapkan peralatan yang berupa lembar data dan tugas meraka. (5) Guru menjelaskan makna dan tata cara permainan. (6) Guru bersama peserta didik mengatur dan menyepakati pembagian kelompok (7) Guru membagikan data permainan. (8) Peserta didik berdiskusi dalam kelompok, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelas dengan diawali laporan dari masing-masing kelompok. (9) Guru bersama peserta didik megambil kesimpulan, dilanjutkan memberikan

pengarahan dengan mengaitkan nilai-nilai yang sesuai dengan tema materi pembelajaran yang sedang dilakukan pada jam pe!ajaran tersebut h) Teknik Inkuiri Nilai merupakan teknik yang dipandang paling cocok dipergunakan untuk pembelajaran Pengetahuan Sosial (khususnya berkenaan dengan tuntuan materi penanaman Nilai). Langkahlangkahnya dimulai dengan : (1) Guru mengemukakan pokok bahasan yang akan dibahas pada saat pembelajaran. Misalnya : pokok bahasan Transportasi. (2) Guru bersama siswa memilih dan merumuskan masalah. Misalnya : Pencemaran Lingkungan. Pada kegiatan ini guru dapat bertanya / meminta keterangan peserta didik, misalnya : Apakah pencemaran lingkungan ?, Mengapa terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan, dsb. ? (3) Guru bertanya kepada peserta didik mengenai kejadian / masalah yang dilihat dan dialaminya, dan mereka memberikan respon berdasar pengetahuan, pengalaman dan perasaannya. (4) Mencari altematif pendapat pihak lain di luar diri peserta didik, misalnya : guru bertanya, bagaimana kira-kira pendapat masyarakat, pemerintah, polisi, dan sebagainya. (5) Membuat kesimpulan penilaian, misalnya mengemukakan alat

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

431

transportasi apa yang membuat pencemaran lingkungan, bagaimana menghindari / mengantisipasi timbulnya pencemaran lingkungan, membuat saran-saran tentang dampak pencemaran lingkungan, dan sebagainya. 3) Model Bermain Peta Keterampilan menggunakan dan mentafsirkan peta dan globe merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial. Keterampilan menginterpretasi peta maupun globe perlu dilakukan peserta didik secara fungsional. Peta adalah gambaran bumi yang diperkecil atau sebagian dari permukaan bumi pada bidang datar. Globe adalah model kecil dari bumi. Peta dan globe memberikan beberapa manfaat, yaitu: a) siswa dapat memperoleh gambaran mengenai bentuk, besar, dan batas-batas suatu daerah; b) memperoleh pengertian yang lebih jelas mengenai istilah-istilah geografi seperti: pulau, selat, semenanjung, samudra, benua dsb.; c) memahami hubungan-hubungan tertentu dari suatu lokasi dengan lokasi lainnya. Untuk memahami peta dan globe, diperlukan beberapa syarat yaitu : (a) arah, siswa mengerti tentang cara menentukan tempat di bumi seperti arah mata angin, meridian, paralel, belahan timur dan barat; (b) skala, merupakan model atau gambar yang lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya; (c) lambanglambang, merupakan simbol-simbol yang mudah dibaca tanpa ada keterangan lain; (d) warna, menggunakan berbagai warna untuk menyatakan hal-hal tertentu misalnya: laut, beda tinggi daratan, daerah, negara tertentu dsb.

4) Pendekatan ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat) a) Kebermaknaan Model Pendekatan ITM Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS (Science-Technology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas kritik terhadap pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook), yakni berkisar masih pada pengajaran tentang faktafakta dan teori-teori tanpa menghubungkannya dengan dunia nyata yang integral. ITM dikembangkan kemudian sebagai sebuah pendekatan guna mencapai tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam hidup kesehariannya. Pendekatan ITM menekankan pada aktivitas peserta didik melalui penggunaan keterampilan proses dan mendorong berpikir tingkat tinggi, seperti ; melakukan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data, melakukan survey observasi, wawancara dengan masyarakat bahkan kegiatan di laboratorium dsb. Oleh karena itu, permasalahan tentang kemasyarakatan sebagaimana adanya tidak terlepas dari perkembangan ilmu dan teknologi, dapat dijawab melalui inkuiri. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, peserta didik menjadi lebih aktif dalam menggali permasalahan berdasarkan pada pengalaman sendiri hingga mampu melahirkan kerangka pemecahan masalah dan tindakan yang dapat dilakukan secara nyata. Karena itu, pendekatan ITM dipandang dapat memberi kontribusi langsung terhadap misi pokok pembelajaran Pengetahuan Sosial, khususnya dalam mempersiapkan

432

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

warganegara agar memiliki kemampuan: a) memahami ilmu pengetahuan di masyarakat, b) mengambil keputusan sebagai warganegara, c) membuat hubungan antar pengetahuan, dan d) mengingat sejarah perjuangan dan peradaban luhur bangsanya. Pola pembelajaran pendekatan ITM, dikemas sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan situasi interaktif yang mendorong siswa ke arah berpikir kritis. Cara berpikir kritis dan logis sangat perlu ditumbuhkan pada peserta didik sehingga terbiasa melihat persolaan-persoalan yang terjadi di lingkungan sekitar dan mampu memecahkannya. Selain itu, bermakna pula dalam memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk membuat hubungan antar pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan dan lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar bagi peserta didik, merupakan fenomena yang menarik dan menantang untuk belajar dan mencari pemecahan masalah atas isu kontroversional yang berkembang di masyarakat. Pendekatan ini memungkinkan dapat menghindari verbalisme, karena pola pembelajaran yang dikembangkan akan merangsang peserta didik berpikir kreatif, yakni proses belajar yang melibatkan kemampuan dalam discovery, inovasi, imajinasi, dan eksplorasi. b) Langkah Pendekatan ITM Sebagai langkah pertama yang dapat dilakukan dalam pendekatan ITM guru memulai dengan mempertanyakan terlebih dahulu apakah yang menjadi masalah ?, lalu mempertanyakan apakah ada alternatif untuk memecahkan masalah itu ?. Berdasarkan kajian tentang situasi yang ada, siswa diharapkan mampu

mengambil kesimpulan. Proses yang mendukung pada pengambilan keputusan, menuntut siswa untuk melakukan aktivitas yang dapat melibatkan masyarakat dan orang tua sebagai bahan pertimbangan. Pengambilan keputusan yang tepat dan beralasan merupakan salah tujuan dari ITM, dimana siswa dihadapkan dengan situasi permasalahan yang diperolehnya sehingga memerlukan pengambilan keputusan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran pendekatan ITM antara lain : Pertama : menekankan pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik, telah memiliki sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam kehidupan faktual di lingkungan keluarga dan masyarakat. Kedua : Peserta didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan dapat menggunakan sumbersumber setempat (nara sumber dan bahanbahan lainnya) untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah. Ketiga : pola pembelajaran bersifat kooperatif (kerjasama) dalam setiap kegiatan pembelajaran serta menekankan pada

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

433

keterampilan proses dalam rangka melatih peserta didik berpikir tingkat tinggi. Keempat : peserta didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang ditempuh dengan cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang dipelajarinya. Kelima : masalah-masalah aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan peserta didik guna menghindari terjadi kesalahan konsep Keenam : pemilihan tema-tema didasarkan urutan integratif . Ketujuh : tema pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah sosial yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan

(1) Guru dan peserta didik mulai memfokuskan pada isu-isu nyata yang aktual di masyarakat. Dalam proses pembelajaran, pendekatan ITM berupaya memanfaatkan waktu untuk memodifikasi berbagai informasi dan keterampilan peserta didik, seperti kegiatan bertanya jawab, pengamatan gambar, mendengarkan cerita guru dsb. Guru memulai dengan mengangkat pertanyaan seputar permasalahan lingkungan dari pengalaman yang diperolehnya berkenaan dengan banjir, polusi, limbah, tumpukan sampah, kebakaran, dll. (2) Guru membimbing peserta didik merumuskan masalah dengan bantuan sumber-sumber yang ada (3) Guru dan peserta didik menyepakati salah satu masalah dari beberapa masalah yang diajukan siswa untuk dibahas selanjutnya membimbing merumuskan hipotesis (4) Guru peserta didik berdiskusi berkenaan dengan konsep-konsep yang akan dipelajari.

Tahap 1

Apersepsi, inisiasi, invitasi / eksplorasi

Isu atau Masalah Pemantapan Konsep

Tahap 2 Pembentukan Konsep Tahap 3 Aplikasi Konsep Tahap 4

Gambar 4.4. : Langkah-langkah Pembelajaran ITM, adaftasi dari Anna Poedjiadi, 2002, 13. Evaluasi

Pemantapan Kosep

Tahap 5 Pemantapan Konsep

434

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

c) Tahapan Model Pendekatan ITM (1) Tahap Eksplorasi Kegiatan eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data lapangan dan data yang berkaitan dengan nilai. Peserta didik dengan bantuan LKS secara berkelompok melakukan pengamatan langsung. Eksplorasi dilakukan guna membuktikan konsep awal yang mereka miliki dengan konsep ilmiah. Untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian mereka terhadap lingkungan. Pada sesi ini, ada dua aktivitas yang ditempuh, yaitu menganalisis sampah yang ada di lingkungan sekolah dan pengamatan terhadap tumpukan sampah di luar sekolah, seperti di sungai atau tempat lain yang menjadi korban pembuangan sampah oleh masyarakat. Perlu diperhatikan bahwa bagian yang sangat penting dalam melaksanakan pembelajaran ITM, menempatkan aktivitas nyata peserta didik dengan berbagai objek yang dipelajari, yakni : aktif bertanya jawab, melakukan pengamatan, mengidentifikasi, berwawancara, mencatat, menganalisis temuan dan bekerja secara kelompok. Dengan kemampuan fisik dan nalarnya, mereka secara langsung melakukan penelusuran masalah, mencari berbagai penjelasan mengenai fenomena yang mereka lihat. (2) Tahap Penjelasan dan Solusi Dari data yang telah terkumpul berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan peserta didik mampu memberikan solusi sebagai alternatif jawaban tentang persoalan lingkungan. Peserta didik didorong untuk menyampaikan gagasan, menyimpulkan, memberikan

argumen dengan tepat, membuat model, membuat poster yang berkenaan dengan pesan lingkungan, membuat puisi, menggambar, membuat karangan, serta membuat karya seni lainnya. (portofolio) (3) Tahap Pengambilan Tindakan Peserta didik dapat membuat keputusan atau mempertimbangkan alternatif tindakan dan akibatakibatnya dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah diperolehnya. Berdasar pengenalan masalah dan pengembangan gagasan pemecahannya, mereka dapat bermain peran (Role Playing) membuat kebijakan strategis yang diperlukan untuk mempengaruhi publik dalam mengatasi permasalahan lingkungan tersebut. (4) Diskusi dan Penjelasan Konsep. Berikutnya guru dan peserta didik melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep melalui tahapan sebagai berikut: Masing-masing kelompok melaporkan hasil temuan pengamatan lingkungannya. Guru memberikan kesempatan kepada anggota kelas lainnya untuk memberikan tanggapan atau informasi yang relevan terhadap laporan kelompok temannya. Guru bersama peserta didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh kemudian mereka diminta melihat kembali jawaban yang telah disampaikan sebelum kegiatan ekplorasi. Guru membimbing peserta didik merekontruksi kembali pengetahuan awal mereka

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

435

dengan konsep-konsep baru setelah melakukan pengamatan langsung dari objek yang dipelajari tentang alam lingkungannya. (5) Tahap Pengembangan dan Aplikasi Konsep Guru bertanya pada peserta didik tentang hal-hal yang dilihat dalam kehidupan seharihari yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah ditemukan Guru dan peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat mereka tumbuhkan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan konsep baru yang telah ditemukan (6) Tahap Evaluasi Pada tahapan evaluasi, guru memperlihatkan gambar suasana lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan yang terpelihara dan yang tidak terpelihara. Kemudian menggunakan pertanyaan pancingan pada peserta didik sehingga mampu memberikan penilaian sendiri tentang keadaan kedua lingkungan tersebut (7) Kegiatan Penutup Kegiatan penutup merupakan kegiatan penyimpulan yang dilakukan guru dan peserta didik dari seluruh rangkaian pembelajaran. Sebagai bagian penutup, guru menyampaikan pesan moral, seperti : 1) Kehidupan yang baik dan sehat membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat pula, Lingkungan yang baik dan sehat adalah yang terpelihara kebersihan dan terjaga ekosystem-nya dari ancaman perusakan oleh perilaku orang yang tidak bertanggungjawab; 2) Kerusakan lingkungan, langsung dan tidak langsung

berpengaruh buruk terhadap kelangsungan hidup dan mutu kesehatan yang diperlukan baik oleh manusia dan lingkungan alam sekitarnya; 3) Teknologi yang dimiliki dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat tidak untuk merusak lingkungan dan kehidupan manusia itu sendiri, tetapi untuk memberdayakan dan memuliakan kehidupan bersama 5) Model Role Playing a)Kebermaknaan Penggunaan Role Playing Role Playing adalah salah satu model pembelajaran yang perlu menjadi pengalam belajar peserta didik, terutama dalam konteks pembelajaran Pengetahuan sosial dan kewarganegaraan di dalamnya. Sebagai langkah teknis, role playing sendiri tidak jarang menjadi pelengkap kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dengan stresing model pendekatan lainnya, seperti Inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya.. Hal tersebut memungkinkan karena role playing memiliki makna kontekstual dalam memberikan pelakonan pada peserta didik berkenaan dengan model tindakan dalam kerangka tujuan pembentukan perilaku hasil belajar yang diharapkan. Pembelajaran Pengetahuan Sosial dan Pendidikan kewarganegaraan di dalamnya, yang bermuara pada tujuan pembentukan sikap, nilai pribadi sebagai anggota masyarakat dan warganegara di dalam aktualisasinya dan bukan semata pengembangan konseptualisasinya menuntut reka upaya guru / sekolah dalam memberikan pengalaman belajar yang lebih aktual, kontekstual. Secara komprehensif makna

436

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

penggunaan role playing dikemukakan George Shaftel (Djahiri, 1978: 109) antara lain : 1) untuk menghayati sesuatu / hal / kejadian sebenarnya dalam realitas kehidupan; 2) agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya; untuk mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu; 4) sebagai penyaluran / pelepasan tensi (kelebihan energi psykhis) *) dan perasaanperasaan; 5) sebagai alat diagnosa keadaan; 6) ke arah pembentukan konsep secara mandiri (self concept); 7) menggali peran-peran daripada dalam suatu kehidupan / kejadian / keadaan; 8) menggali dan meneliti nilai-nilai (norma) dan peranan budaya dalam kehidupan; 9) membantu siswa dalam mengklarifikasikan (memperinci, memperjelas) pola berpikir, berbuat dan keterampilannya dalam membuat / mengambil keputusan (decission making) menurut caranya sendiri; 10) membina siswa dalam; kemampuan memecahkan masalah (problem solving behavior) berpikir kritis analitis, berkomunikasi, hidup dalam kelompok
*)

dan lain-lain; 12) melatih anak ke arah mengendalikan dan memperbarui ; perasaannya, cara berpikir dan perbuatannya. Deskripsi di atas, menjelaskan bahwa tujuan penggunaan pendekatan role playing memiliki sarat makna, tidak hanya dari hajat pencapaian unsur utamanya, yakni berkenaan dengan pembinaan: keterampilan sosial / emosional, sikap, perasaan, dan penghayatan, tetapi juga tetap meliput pengembangan aspek kognitif / penalaran logik peserta didik. b) Langkah-langkah Role Playing Adapun langkah-langkahnya, Djahiri (1978: 109) mengangkat urutan teknis yang dikembangkan Shaftel yang terdiri dari 9 langkah dalam tabel berikut :

Tafsiran dari penulis.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

437

Tabel 4.1. : Urutan dan Langkah Pendekatan Role Playing No Urutan Langkah Kegiatan dan Pelakunya 1 Penjelasan umum 1.1. Mencari atau mengemukakan permasalahan (oleh guru atau bersama siswa) 1.2. Memperjelas masalah / topik tersebut (guru) 1.3 Mencari bahan-bahan, keterangan atau penjelasan lebih lanjut, dengan menunjukkan sumbernya (guru & siswa) 1.4 Menjelaskan tujuan, dan makna dari role playing 2 Memilih para Pelaku 2.1. Menganalisis peran yang harus dimainkan (guru bersama siswa) 2.2. Memilih para pelakunya (dibantu guru) 3 Menentukan Observer 3.1 Menentukan observer dan menjelaskan tugas perannanya (guru & siswa) 4 Menentukan jalan 4.1. Gariskan jalan ceritanya cerita 4.2. Tegaskan peran-peran yang ada di dalamnya 4.3. Berikan gambaran situasi keadaan cerita tersebut (guru + siswa) 5 Pelaksanaan (bermain) 5.1. Mulai melakonkan permainan tersebut 5.2. Menjaga agar setiap peran berjalan 5.3. jagalah agar babakan-babakan terlihat jelas 6 Diskusi dan Penilaian 6.1. Telaah setiap peran, posisi dan permainan 6.2. diskusikan hal tersebut berikut saran perbaikannya 6.3. Siapkan permainan ulangan 7 Permainan ulangan 7.1. seperti sub 5 8 Diskusi dan Penelaahan 8.1. Seperti sub 6 9 Mempertukarkan 9.1. Setiap pelaku mengemukakan pengalaman, pikiran, pengalaman perasaan dan pendapatnya dan membuat 9.2. Observer mengemukakan penilaian kesimpulan pendapatnya (juga fase 6 & 8) 9.3. Siswa dan guru membuat kesimpulan dan merangkaikannya dengan topik / konsep yang sedang dipelajarinya Langkah tersebut tentu saja sekedar acuan teknis standar yang dibuat ahli asing di negerinya. Untuk keadaan di tanah air dan saat ini khususnya, sesungguhnya model role playing sudah tidak pula asing. Namun untuk pemula dan atau sebagai upaya peningkatan makna pembelajaran dengan menggunakan model pendekatan ini kerangka teknis tersebut dapat menjadi patokan. Selebihnya para guru dan perancang praksis pendidikan di sekolah dapat lebih kreatif, kondusif dan akseleratif dalam membaca tuntutan karakteristik lapangan masing-masing. Sehingga upaya meningkatkan penghampiran kebermaknaan

438

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

pembelajaran yang mencapai sasarannya.

kita

lakukan

6) Model Portofolio a) Makna Pembelajaran Portofolio Portofolio dalam pendidikan mulai dipergunakan sebagai salah satu jenis model penilaian (Assesment) yang berbasis produk, yakni penilaian yang didasarkan pada segala hasil yang dapat dibuat atau ditunjukkan peserta didik, kemudian dihimpun dalam sebuah map jepit (portofolio) untuk dijadikan bahan pertimbangan guru dalam memberikan asesmen otentik terhadap kinerja peserta didik. Dalam Pendidikan kewarganegaraan khususnya, model asesmen unjuk-kerja seperti itu lebih merupakan juga sebagai proses pembelajaran, karena itu lebih sebagai model asesmen portofolio di dalam pengembangan kompetensi (nilai, sikap dan pandangan) kewarganegaraan mulai dirujuk menjadi salah satu pendekatan pembelajaran. Portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial dalam subtansi pendidikan kewarganegaraan (PKn) khususnya, sebagaimana dideskripsikan Sapriya dan Winataputra dalam Winataputra, adalah : merupakan kumpulan informasi yang tersusun dengan baik yang mengambarkan rencana kelas siswa berkenaan dengan suatu isu kebijakan publik yang telah diputuskan untuk dikaji mereka, baik dalam kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan. Portofolio kelas berisi bahanbahan seperti pertanyaanpertanyaan tertulis, peta, grafik, photografi, dan karya seni asli. Bahan-bahan ini

menggambarkan : 1) hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan seatu masalah yang telah mereka pilih; 2) hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan alternatif-alternatif pemecahan terhadap masalah tersebut; 3) kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat oleh siswa untuk mengatasi masalah tersebut; 4) rencana tindakan yang telah dibuat siswa untuk digunakan dalam mengusahakan agar pemerintah menerima kebijakan yang mereka usulkan. (Winataputra, Udin, 2002: 1.16) Dengan demikian, lebih lanjut Sapriya (Winataputra, 2002:1.16) menegaskan bahwa : portofolio merupakan karya terpilih kelas / siswa secara keseluruhan yang bekerja secara koperatif membuat kebijakan publik untuk membahasa pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan Makna pembelajaran berbasis portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah memperkenalkan kepada peserta didik dan membelajarkan mereka pada metode dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik kewarganegaraan / kemasyarakatan. Dari pengalaman dan aktivitas individual dan bersama secara kolektif dalam kelompok / kelasnya peserta didik dilatih untuk memahami, menanggapi dalam arti mengkritisi, hingga dapat membuat rumusan kembali apa yang seharusnya menjadi keputusan menurut pandangan mereka berkenaan dengan isu kebijakan publik yang berlaku di masyarakat. Dalam kerangka itu, sesuai dengan batas perkembangan dan lingkup pengalaman

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

439

belajar peserta didik usia SD-MI, guru berperan membimbing, mengarahkan, selain memberikan penghargaan (pujian) pada proses kerja dan produk peserta didik mulai dari pengumpulan, pengorganisasian, penayanangan / penyajian dan pembahasan hingga pendokumentasian dalam berbagai bentuknya, dapat turut membantu merefleksi, mereduksi hingga menyimpulkan bersama peserta didik dari apa yang telah mereka angkat, pelajari dan lakukan bersama. b)Langkah-langkah Pembelajaran Portofolio Secara teknis pendekatan portofolio dimulai dengan membagi peserta didik dalam kelas ke dalam beberapa kelompok, lajimnya dilakukan menjadi 4 atau sesuai menurut keadaan dan keperluannya. Pembagian kelompok peserta didik dilakukan untuk memfasilitasi kegiatan belajar bersama (Cooperative) dalam mengerjakan tugas khusus yang berbeda menurut masingmasing kelompoknya namun saling terkait (sekuensional). Sesuai dengan isu yang dipilih dan disepakati oleh guru dan peserta didik di dalam kelas, setiap kelompok mendapat tugas menyiapkan dan mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan dalam mengkaji isu yang terjadi di masyarakat. Untuk itu pada setiap kelaompok harus terdapat dua seksi teknis yang berfungsi masingmasing ; Pertama, seksi Penayangan; dan Kedua, seksi Pendokumentasian. Sesuai dengan fungsi teknisnya tersebut, seksi penayangan bertugas menampilkan hasil karya, berupa bahan-bahan yang berhasil dikumpulkan, baik berupa pernyataan tertulis, daftar sumber, peta, grafik, photo, karya seni asli dan sebagainya. Teknis penayangannya, dapat digunakan piranti kerja yang ada di

dalam kelas ; seperti meja dan papan panel; atau dibuat khusus secara sederhana. Sedang seksi domumentasi bertugas menyimpan atau mengarsipkan bahan-bahan terpilih yang merupakan data terbaik yang berhasil dikumpulkan atau dibuat, hingga kesemuanya mewakili hasil karya paling bermakna bagi peserta didik untuk kemudian disimpan dalam bundel portofolio / map jepit kelompok / kelas. Berdasar urutannya, setiap kelompok membidangi tugas dan tanggung jawab masing-masing, antara lain : (1) Kelompok portofolio-satu ; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah mereka pilih untuk dikaji dalam kelas. (2) Kelompok portofolio-dua ; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan kebijakan saat ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk memecahkan masalah. (3) Kelompok portofolio-tiga ; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh kelas,. dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta memberikan pembenaran terhadap kebijakan tersebut. (4) Kelompok portofolio-empat ; Membuat suatu rencana tindakan agar pemerintah (setempat) dalam masyarakat mau menerima kebnijakan kelas. dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana

440

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

tindakan yang menunjukkan bagaimana warganegara dapat mempengaruhi pemerintah (setempat) untuk menerima kebijakan yang di dukung oleh kelas. Selanjutnya, berdasar satuan pelaksanaannya pendekatan pembelajaran portofolio dapat direkomendasikan dalam 6 tahapan atau memodifikasinya sesuai keperluan cakupan permasalahan yang dipilih. Keenam langkah atau tahapan yang disarankan Sapriya dan Winataputra (2002:1.17) terdiri dari : Tahap I : Mengidentifikasi permasalahan kebijakan publik di masyarakat. Tahap II : Memilih satu masalah untuk kajian kelas. Tahap III : Mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan di kaji dikelas. Tahap IV : Mengembangkan Portofolio kelas. Tahap V : Menyajikan Portofolio kelas. Tahap VI : Merefleksi Pengalaman belajar.

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

441

Glosarium
Afektual Body of Knowledge Ethical kode Golden Age Komunitas budaya Konstruks Organik Sosial : : : : : : Berkenaan dengan sikap dan perasaan Batang tubuh keilmuan Ketentuan / aturan moral Usia emas Masyarakat pendukung salah satu tatanan budaya Bangun kelembagaan masyarakat, yang menjadi lingkaran aktualitas hidup anak sebagai individu di dalamnya, seperti ; keluarga, sekolah, teman sebaya dan multi media yang menjadi bagian dari dunia anak Berdimensi jamak Tindakan / perbuatan moral Tata hubungan nilai dalam peta keseluruhan Pengembangan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial untuk tujuan pendidikan kewarganegaraan, yang diramu berdasar sejumlah disimplin ilmu sosial seperti ; antropologi, arkeologi, ekonomi geografi, sejarah, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama dan sosiologi, termasuk ilmu kemanusiaan lainnya dan ilmu alam (SCSS) Dunia secara keseluruhan, jagat raya Sejumlah nilai yang termasuk nilai nurani, yang terdiri dari 6 perilaku berkenaan dengan siapa diri, seperti ; kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, disiplin diri dan kesucian Sejumlah nilai yang termasuk nilai nurani, yang Terdiri dari 6 perilaku berkenaan apa yang harus diberikan, seperti ; setia, hormat, cinta, peka, baik hati, adil.

Multy dimensional Moral act System nilai Social Studies Educations

: : : :

Universum Value of being

: :

Value of giving

442

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kapita Selekta Pembelajaran di Sekolah Dasar

443

You might also like