You are on page 1of 3

PERAN NEGARA DALAM PEMBANGUNAN DENGAN MEMBANDINGKAN INDONESIA DAN KOREA SELATAN.

Hubungan saling tindak antar negara dan pembangunan di Indonesia dan Korea Selatan dapat dicermati melalui kenyataan sejarah yang berkembang di dua negara tersebut. Yang berkaitan dengan hubungan saling tindak antara negara dan pembangunan. Peran negara dalam pembangunan di Indonesia maupun Korea Selatan dapat ditelusuri dari proses dan hasil yang dicapai dalam pembangunan di dua negara tersebut, sebagai berikut: Peran negara dalam pembangunan di Indonesia berbeda dari jaman penjajahan Belanda hingga saat ini: Jaman Kolonial Belanda: sistem perekonomian kolonial Belanda tidak/gagal melahirkan kelas Tuan Tanah/Burjuasi Pribumi, karena tanah dikuasai oleh Negara/Pemerintah Belanda, dan diserahkan pada kelompok-kelompok kaum pedagang. Jaman Peralihan Demokrasi: terjadi peralihan dari demokrasi paralamenter ke demokrasi terpimpin, di mana peran negara dalam pembangunan jiuga mengalami perubahan, sesuai dengan perkembangan sosiologi-politik di masyarakat yang dinamis. Negara Orde Baru: Ditandai dengan peran militer yang dominan dalam kehidupan politik dan negara. Pada periode ini keadaan ekonomi Indonesia cukup sulit. Benih sebuah negara yang kuat sudah ditanam sejak zaman kolonial, kemudian beralih ke sistem politik liberal dan selanjutnya ke negara otoriter oleh Bung Karno, dan selanjutnya benih kehidupan beralih ke tangan Jenderal Soeharto, sifat negara otoriter dan negara rente pada dasarnya tidak berubah. Ketika terjadi krisis multidimensi di bidang sosial-politik-ekonomi hingga saat ini, masih perlu dicermati apakah krisis ini akan mengalihkan peran negara sebagai otoriter birokratis rente (NOBR) dan Negara Otoritas Birokratis Pembangunan (NOBP) masih tergantung pada proses politik yang terjadi sekarang. Peran negara dalam pembangunan di Indonesia dan Korea Selatan ditinjau dari hasil pembangunan ekonomi yang dicapai, dapat dijelaskan sebagai berikut: Setelah perang dunia kedua usai, tingkat perkembangan ekonomi kedua negara sama, tetapi sekarang Indonesia tertinggal jauh. Tahun 1988 GNP/Kapita Nasional Korea Selatan mencapai US$ 3.600, sedangkan Indonesia cuma US$ 440 (8,18 kali dari GNP/kapita Indonesia). Dari kenyataan ini jelas bahwa peran negara dalam pembangunan ekonomi di Korea Selatan lebih menonjol, ditinjau dari aspek hasil pembangunan ekonomi yang dicapai, dibandingkan dengan Indonesia. Perbedaan dalam prestasi pembangunan ekonomi Indonesia ini juga antara lain disebabkan oleh karena gagalnya Indonesia beralih menjadi Negara OB Pembangunan, setelah Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan pada tahun 1966. Hal ini berbeda dengan Korea Selatan, yang sejak Jenderal Park Chung-Hee merebut pucuk pimpinan Negara Korea Selatan pada tahun 1961, berhasil menyusun Negara Korea Selatan sebagai Negara OB Pembangunan, dan akhirnya bangkit/membangun industri dan menjadi salah satu dari 4 macam Asia yang bangkit pada permulaan tahun 1990-an. Faktor lain yang membedakan peranan negara dalam pembangunan di Indonesia dan Korea Selatan adalah sebagai berikut: Persaingan di bidang ekonomi antar kelompok Asli Indonesia mengakibatkan terpecahnya burjuasi Indonesia, sementara negara Korea dibawah kepemimpinan Presiden Park dapat menguasai masyarakat sipil, serta didukung oleh negara Amerika Serikat.

Korea berhasil dengan landreform pada tahun 1950-an sementara Indonesia landreform gagal dilaksanakan pada permulaan tahun 1960-an. Bantuan dana dan toleransi kebijakan dari negara Amerika di Korea Selatan justru mendorong bangkitnya Industrialisasi di Korea pada era Tahun 1970-an hal mana tidak terjadi di Indonesia, terutama pada era perang dingin antara USA dan negara sosialis/komunis. Dari seluruh analisis dan uraian, maka secara singkat ditarik kesimpulan tentang peran negara dalam pembangunan di Indonesia dan Korea Selatan sebagai berikut: Peran negara yang berbeda, selain dipengaruhi oleh perkembangan sejarah sebelum kolonialisme melanda kedua negara, serta kebijakan penjajah itu sendiri, tetapi juga ditentukan oleh pemimpin negara dalam menentukan strategi yang tepat, utamanya guna mengalihkan suatu negara dari negara demokrasi otoriter renternir ke negara demokrasi otoriter pembangunan. Korea Selatan berhasil, namun Indonesia gagal. Peran negara Korea Selatan dalam pembangunan yang ditandai oleh peningkatan ekonomi, selain didukung oleh faktor internal, juga didukung oleh faktor eksternal, yakni dukungan dari Amerika Serikat. Selebihnya dukungan eksternal bagi Indonesia relatif korup, terutama pada periode perang dingin antara negara Barat dan negara-negara Sosialis/Komunis. Peran pemerintah negara dalam menata ekonomi dan menguasai/mampu mengendalikan diri dari jebakan renternir, menempatkan salah satu kunci kebijakan pembangunan yang berhasil. Hal mana terjadi di Korea Selatan, pada masa Pemerintahan Presiden Park. Sementara Indonesia, kebijakan seperti itu masih lemah, dan silih berganti dari pemerintahan satu ke lainnya.

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN ANTARA INDONESIA DAN KOREA SELATAN Perbedaan Kebijakan pembangunan Indonesia berhadapan dengan tantangan yang berbeda dengan Korea Selatan, di mana Indonesia merupakan Negara Kepulauan sementara Korea Selatan Daratan. Indonesia terdiri dari banyak suku dan bahasa, sementara Korea Relatif homogen, dengan demikian kebijakan pembangunan juga berbeda sesuai dengan spesifik yang dihadapi. Di Korea Selatan, keotoriteran negara dipakai untuk menumbuhkan kelompok wiraswasta yang tangguh untuk memutar roda perekonomian. Di Indonesia negara gagal membentuk kelompok wiraswasta yang tangguh. Sebaliknya justru keotoriteran negara di manfaatkan untuk memperkaya birokrat negara serta kelompok wiraswasta yang tergantung pada mereka. Sifat dan pembentukan negara dari waktu ke waktu juga berbeda. Indonesia dijajah Belanda dengan sistem penjajahan yang kebijakan ekonominya didasarkan pada ekspor bahan mentah atau barang-barang primer. Penjajahan Jepang atas Korea, mula-mula bertujuan untuk mendukung proses awal industrialisasi di Jepang dan sebaliknya, karena Belanda saat itu bukan negara industri, maka Belanda tidak mengembangkan industri di jajahan Indonesia, tetapi perdagangan hasil bumi, perkebunan dan sebagainya. Korea Selatan berhasil dengan kebijakan landreform, pada era tahun 1950-an, sementara Indonesia gagal dalam program landreform era tahun 1960-an. Berbeda dengan Indonesia, menjelang datangnya kolonialisme Jepang di Korea, negeri itu tidak terdapat kelompok pedagang (hal ini disebabkan karena ajaran Confusius yang menyatakan bahwa mengumpulkan kekayaan, bukanlah suatu hal yang terpuji) dengan demikian, kebijakan

pembangunan yang ditempuh berbeda. Di Indonesia terjadi persaingan di bidang ekonomi antara kelompok Cina dan kelompok asli Indonesia, hal mana merupakan dampak negatif dari kebijakan politik pemerintahan kolonial, yang berimbas pada pembangunan ekonomi dan sebagainya. Persaingan seperti di Indonesia, tidak terjadi di Korea Selatan. Persamaan Setelah perang dunia kedua usai, tingkat perkembangan ekonomi kedua negara sama, tetapi sekarang Indonesia tertinggal jauh. Tahun 1988 GNP/Kapita Nasional Korea Selatan mencapai US$ 3.600, sedangkan Indonesia cuma US$ 440 (8,18 kali dari GNP/kapita Indonesia). Dari kenyataan ini jelas bahwa peran negara dalam pembangunan ekonomi di Korea Selatan lebih menonjol, ditinjau dari aspek hasil pembangunan ekonomi yang dicapai, dibandingkan dengan Indonesia. Korea Selatan mengalaminya pada tahun 1950-1953 (Perang Korea). sama-sama mengalami sistem pemerintahan demokrasi parlamenter, Korea Selatan dibawah Syngman Rhee. Sebelum Korea dijajah oleh Jepang, kegiatan perdagangan kurang dianjurkan. Korea Selatan dipimpin oleh presiden yang berlatarbelakang militer. Korea Selatan dipimpin oleh Jenderal Park Chung-Hee

You might also like