You are on page 1of 7

TEORI KEPUASAN KERJA Terdapat banyak teori mengenai kepuasan kerja, diantaranya adalah : a.

Menurut Wexley & Yukl (1997) dalam Asad (2000), teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam, yaitu: 1. Discrepancy Theory (Teori Perbedaan) Teori pertama kalidipelopori oleh Porter (1961), yang mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Lalu Locke (1969) dalam Asad (2000) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung pada discrepancy antara should be (expectation, needs, and values) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Apabila yang dicapai lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya, bila makin jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan. 2. Equity Theory (teori keadilan) Teori ini dikembangkan oleh Adams (1963) dan pendahulunya adalah Zaleznik (1958) dikutip dari Locke (1969) dalam Asad (2000). Teori ini berprinsip bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan ini diperoleh seseorang dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun di tempat kerja. Terdapat tiga elemen dalam teori ini, yaitu: a) Input, adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan, misalnya: education, experience, skill, amount of effort expected, number of hours worked, and personal tools. b) Outcomes, adalah segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya, misalnya: pay, status symbols, recognition, opportunity for achievement or self-expression.

Comparison persons, adalah kepada orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio input-outcomes yang dimilikinya. Dapat berupa seseorang dalam perusahaan yang sama atau di tempat lain atau bisa pula dengan dirinya sendiri di masa lampau.
c)

Input A/Outcomes A = Input B/Outcomes B Bila perbandingan dianggap cukup adil (equity), maka ia akan merasa puas. Bila perbandingan tidak seimbang tetapi menguntungkan (over compensation inequity), bisa menimbulkan kepuasan bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan (under compensation inequity), akan timbul ketidakpuasan (Wexley&Yukl, 1977 dalam Asad 2000). 3. Two factor theory (teori dua faktor) Prinsip ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda (Hezberg 1966 dalam Asad 2000). Artinya, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Pertama kali dikemukakan oleh Hezberg (1959) dalam Asad (2000), yang membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok, yaitu: kelompok satisfier atau motivator dan kelompok dissatisfier atau hygiene factors. Satisfier adalah faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: achievement, recognition, work it self, responsibility and advancement. Hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfier adalah faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: company policy and administration, supervision technical, salary, interpersonal relations, working condition, job security dan status. (Wexley & Yukl 1977 dalam Asad 2000). Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. Jadi, menurut teori ini, perbaikan salary dan working condition tidak akan menimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidakpuasan. Selanjutnya dikatakan Hazberg, bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja dengan baik dan bergairah hanyalah kelompok satisfier.

b. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas bila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan karyawan terpenuhi, makin puas pula karyawan tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan karyawan tidak terpenuhi, karyawan itu akan merasa tidak puas. c. Teori Pandangan Kelompok (social reference group theory) Kepuasan kerja karyawan menurut teori ini bukanlah tergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan. d. Teori Pengharapan (Expectancy theory) Teori ini dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian diperluas oleh Porter dan Lawler. Keith Davis (1986) dalam Mangkunegara (2005): Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya. Pernyataan diatas berhubungan dengan rumus : Valensi x Harapan = Motivasi. Dimana valensi menguatkan pilihan seseorang karyawan untuk suatu hasil, valensi timbul dari intetrnal karyawan. Selanjutnya Keith Davis (1985) dalam Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa: Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan karyawan yang memungkinkan mencapai suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range 0-1. Jika aksinya berhubungan dengan hasil tertentu, maka harapannya bernilai 1. Harapan karyawan secara normal adalah diantara 0-1.

FAKTOR KEPUASAN KERJA Seringkali cara yang ditempuh pihak manajemen untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawannya adalah dengan menaikkan gaji atau upah kerja. Menurut pendapat mereka, gaji merupakan faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja. Pendapat ini tidak seluruhnya salah sebab dengan mendapatkan gaji, ia akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Tetapi kenyataannya, gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja. Kenyataan yang lain banyak perusahaan telah memberikan gaji yang cukup tinggi, tetapi masih

banyak karyawan yang merasa tidak puas dan tidak senang dengan pekerjaannya. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan terhadap gaji sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan (Hullin, 1996 dalam Asad 2000). Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Menurut Blum (1956) dalam Asad (2000), faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut: a. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan b. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berkreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemsyarakatan
c. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi

kerja dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.

Gilmer dalam Asad (2000), mengemukakan pendapat yang berbeda, yaitu: a. Kesempatan untuk maju Kesempatahn untuk maju emliputi ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama bekerja. b. Keamanan kerja Keamanan kerja disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja. c. Gaji Lebih banyak menimbulkan ketidakpuasan dan jarang orang mengtekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya d. Perusahaan dan manajemen Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.

e. Pengawasan (supervise) Bagi karyawan, supervisor dianggap sebagai figure ayah dan sekaligus atasannya. Supervise yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over. f. Faktor intrinsic dari pekerjaan Atribut dalam pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan. g. Kondisi kerja Kondisi kerja disini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat parkir. h. Aspek sosial dalam pekerjaan Aspek sosial dalam pekerjaan merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja. i. Komunikasi Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak digunakan sebagai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini, adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja. j. Fasilitas Fasilitas rumah sakit, cuti dana pension atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Pendapat lain dikemukakan oleh Ghiselli & Brown (1950) dalam Asad (2000), bahwa ada lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu: a. Kedudukan (posisi) Umumnya manusia beranggapan bahwa mereka yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada mereka yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja. b. Pangkat (golongan) Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersbeut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah,

maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan mengubah perilaku dan perasaannya. c. Umur Dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur diantara 25-34 tahun dan umur 40-45 tahun adalah merupakan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan. d. Jaminan finansial dan jaminan sosial Masalah ini kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. e. Mutu pengawasan Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam meningkatkan produktivitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (sense of belonging).

Dari berbagai pendapat diatas, dapat dirangkum mengenai faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: a. Faktor Psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan.
b. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara

sesama karyawan dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. c. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur. d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan dan promosi. ASPEK KEPUASAN KERJA Menurut Van De Ven (1990) yang dikutip Darmawan (2004), seseorang dikatakan terpuaskan jika: 1. Adanya kepuasan kerja terhadap pekerjaannya sendiri 2. Adanya kepuasan kerja terhadap kepemimpinan atau penyeliaan

3. gaji 4. teman kerja 5. karirnya 6. potensi karir 7. Tidak ingin berhenti dari pekerjaannya. Mengacu pada faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, maka untuk keperluan penelitian ini dirumuskan mengenai aspek yang menimbulkan kepuasan kerja tersebut: 1. Gaji, aspek ini meliputi : sistem penggajian, tunjangan lain, insentif, bonus, jaminan hari tua dan pengadaan fasilitas lain untuk rekreasi 2. Cara kepemimpinan atau penyeliaan, aspek ini meliputi: hubungan atasan-bawahan, penerimaan atasan terhadap ide bawahan, cara atasan memberikan petunjuk kerja, komunikasi atasan dengan bawahan dan kecakapan penyelia dalam mengambil keputusa. 3. Kondisi kerja, aspek ini meliputi: kondisi pekerjaan, kebisingan ruang kerja, perlengkapan kerja, penerangan, kebersihan ruangan dan suhu udara ruangan 4. Hubungan dengan rekan kerja, aspek ini meliputi: suasana kerja kelompok, persaingan dalam mencapai prestasi, kerjasama antar kelompok, kejelasan pembagian tugas kelompok dan kerjasama antar rekan dalam kelompok 5. Keamanan kerja, aspek ini meliputi: kerentanan kerja, keselamatan kerja, kesehatan kerja, perlindungan terhadap kecelakaan kerja dan sistem pengamanan kerja 6. Kesempatan untuk berkembang, aspek ini meliputi: prosedur kenaikan pangkat, promosi, kesempatan memperoleh pendidikan, karir masa depan, kebebasan inisiatif dan menemukan cara kerja yang tepat dan kesempatan berprestasi.

You might also like