You are on page 1of 9

BAB IX CABANG-CABANG ILMU HADITS

A. Pengertian Cabang-cabang Ilmu Hadits Cabang-cabang ilmu hadist terdiri dari dua bagian: a. Ilmu Dirayah al-Hadits atau ilmu Ushul al_Riwayah (Musthalah Hadits) Menurut kata sebagian ulama Tahqiq, Ilmu Dirayah al-Hadits adalah ilmu yang membahas cara kelakuan persambungan hadits kepada Shaibur Risalah, junjungan kita Muhammad Saw. Dari sikap perawinya, mengenai kekuatan hafalan dan keadilan mereka, dan dari segi keadaan sanad, putus dan bersambungnya, dan yang sepertinya. b. Ilmu Riwayah al-hadits

B. Cabang-cabang Imu Hadits Berkaitan Dengan Sanad dan Rawi a. Pengertian Ilmu Rijalil Hadits Mnurut bahasa, rijal artinya para kaum pria. Dimaksudkan disini yaitu ilmu yang membicarakan tentang tokoh/ orang yang membawa hadits, semenjak dari Nabi Saw. Sampai dengan periwayat terakhir (penulis kitab hadits). Hal yan terpenting di dalam ilmu ini adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafa mereka, negeri asal, negeri mana saja, memperoleh hadits dan kepada siapa saja mereka menyampaikan hadits. b. Pengertian Ilmu Thabaqah al-Ruwah Ilmu rijal al-hadits meliputi ilmu thabaqah dan ilmu tarikh al-ruwah. Ilmu thabaqah adalah ilmu yang membahas tentang kelompok orang-orang yang berserikat dalam satu alat pengikat yang sama. Materi dari ilmu tersebut adalah: a) Konsep tentang rawi dan thabaqah b) Rincian Thabaqah rawi c) Biografi dari rawi yang telah terbagi pada tiap thabaqah.

c. Pengertian Ilmu Tarikh al-Ruwah Ilmu tarikh al-ruwah adalah ilmu yang membahas tentang biografi para rawi yang menjelaskan tentang nama dan gelar, tanggal dan tempat kelahiran, guru, murid, jumlah hadits yang diriwayatkan, tempat dan waktu wafat dan lain-lain. Ada juga yang mendefinisikan dengan ilmu untuk mengetahui para perawi hadits yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadits. d. Pengertian Ilmu Jarh wa al-Tadil Ilmu jarh wa al-tadil adalah ilmu tentang hal ihwal para rawi dalam hal mencatat keaibannya dan menguji keadilannya. Tadil artinya menganggap adil seorang rawi, yakni memuji rawi dengan sifat-sifat yang membawa maqbulnya riwayat. Al-jarh atau tajrih artinya mencacatkan, yakni menuturkan seba-sebab cacatnya rawi. Perbuatan tajrih termasuk yang dibolehkan oleh agama, sebab untuk keperluan agama dan tidak melampaui batas kemanusiaan. Adapun informasi jarh dan tadilnya seorang rawi bisa diketahui melalui dua jalan, yaitu: 1. Popularitas para perawi dikalangan para ahli ilmu bahwa mereka dikenal sebagai orang yang adil atau rawi yang mempunyai aib. Bagi yang sudah terkenal dikalangan ahli ilmu dikalangan keadilannya, maka mereka tidak perlu lagi diperbincangkan keadilannya, begitu juga perawi yang dikenal dengan kefasikan atau dustanya maka tidak perlu lagi dpersoalkan. 2. Berdasarkan pujian atau pentajrihan dari rawi lain yang adil. Bila seoran rawi yang adil mentadilkan seorang rawi yang lain yang belum dikenal keadilannya, maka telah dianggap cukup dan rawi tersebut bisa menyandang gelar adil dan periwayatannya bisa diterima.

C. Cabang-cabang Hadits Berkaitan denga Matan a. Pengertian Ilmu Gharib al-Hadits Banyak pengertian tentang ilmu ini, salah satunya menurut Ibnu Al-Shalah, menyatakan bahw ilmu gharib al Hadits adalah ungkapan dari lafazh-lafazh yang sulit dan rumit untuk dipahami yang terdapat dalam matan hadits karena (lafazh tersebut) jarang digunakan (Ibnu al-Shalah, 1993:258). Sedangkan pendapat lain mengatakan ilmu ini adalah ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum. Selain itu, pendapat lain mengatakan ilmu ini adalah ilmu untuk mengetahui lafazhlafazh dalam matan hadits yang sulit dan sukar dipahami karena jarang sekali digunakan (Endang Soetari, 2005). Ada beberapa cara untuk menafsirkan hadits-hadits yang mengandung lafazh yang gharib ini, diantaranya: 1. Dengan hadits yang sanadnya berlainan dengan matan yang mengandung lafazh yang gharib tersebut. 2. Dengan menjelaskan dari para sahabat yang meriwayatkan hadits atau sahabat lain yang tidak meriwayatkannya, tapi paham akan makna gharib tersebut. 3. Penjelasan dari rawi selain sahabat. b. Pengertian Ilmu Asbab Wurud al-Hadits Kata asbab adalah jama dari sabab. Menurut ahli bahasa diartikan dengan al-habl (tali), saluran, yang artinya dijelaskan sebagai : segala yang berhubungan satu benda dengan benda lainnya. Sementara menurut istilah adalah segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan. Ada juga yang mendefinisikan dengan : Suatu jalan menuju terbentuknya suatu hokum tanpa adanya pengaruh apa pun dalam hukum itu. Faidah-faidah mengetahui ilmu Asbab Warud al-hadits antara lain, ialah: 1. Untuk menolong, memahami dan menafsirkan hadits. Sebab

sebagaimana bahwa pengetahuan tentang sebab-sebab terjadinya sesuatu

itu merupakan sarana untuk mengetahui musabbab (akibat) yang ditimbulkannya. 2. Sebagaimana diketahui bahwa lafazh nash itu kadang-kadang dilukis dalam kata-kata yang bersifat umum, sehingga mengambil kandungan isinya memerlukan dalil yang mentakhshish-kannya. Akan tetapi dengan diketahui sebab-sebab lahiranya nash itu, maka takshish yang menggunakan selain sebab harus disingkirkan. 3. Untuk mengetahui hikmah-hikmah ketetapan syariat (hukum). 4. Untuk mentakshishkan hukum, bagi orang yang berpedoman, qaidah Ushul-Fiqh al-ibaratu bi khushushi al-sabab (mengambil suatu ibarat itu hendaknya dari sebab-sebab yang khusus). a. Pengertian Ilmu Nasikh wal Mansukh Kata al-Naskh menurut bahasa mempunyai dua pengertian, al-izalah (menghilangkan) seperti Nashkhati al-Syamsu al-Dhilla (matahari menghilangkan bayangan) dan al-Naql (menyalin) seperti nasakhtu al-Kitab (aku menyalin kitab) yang berarti saya salin isi suatu kitab dipindahkan ke kitab lain. Sementara an-Naskh menurut istiah sebagian ulama ushul adalah: syari yang mengangkat (membatalkan) sesuatu hukum syara dengan menggunakan dalil syarI yang datang kemudian.

Konsekuensi dari pengertian ini adalah menerangkan naskh yang mujmal, mentahsiskan yang am, dan mentaqidkan yang mutlak tidak dikatakan naskh. b. Pengertian Ilmu Talfiqil Hadits Banyak pengertian tentang imu ini, ada yang menyatakan bahwa ilmu talfiqil hadist adalah ilmu yang membahas tentang cara

mengumpulkan antara hadits-hadits yang berlawanan lahirnya. Ada pula yang mendefinisikan dengan ilmu yang membahas hadits-hadits, yang menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan,

kemudian pertentangan tersebut dihilangkan atau dikompromikan antara keduanya, sebagaimana membahas hadits-hadits yang sulit

dipahami kandungannya, dengan menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan hakikatya. c. Pengertian Ilmu Tarikh al-Mutun Jika ilmu asbab wurud al-hadits itu titik beratnya membahas tentang latar belakang dan sebab-sebab lahirnaya hadits, dengan kata lain kenapa Nabi Saw. Bersabda atau berbuat demikian, maka ilmu tarikh al-mutun ini menitikberatkan pembahasannya kepada kapan atau di waktu apa hadits itu diucapkan atau perbuatan itu dilakukan oleh Rasulullah Saw.

A. Cabang Ilmu Hadits Berkaitan dengan Sanad dan Matan a. Pengertian Ilmu Ilal al Hadits Menurut bahasa, Ilal berasal dari Illat artinya penyakit. Dalam ilmu hadits terdapat beberapa hadits yang dilihat sekilas dari runtutan persambungan sanad hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa hadits itu shahih. b. Pengertian Ilmu Fan al-Mubhammat Ilmu Fan al-Mubhammat adalah ilmu untuk mengetahui orang orang yang tidak disebut di dalam matan atau di dalam sanad. Di antara ulama yang menyusun kitab Fan al-Mubhammat adalah al-Khathib alBaghdadi, kitab al-Baghdadi ini diikhtisarkan oleh al-Nawawi dalam kitab Al-Isyarat ila Bayani asma al-Muhammad. Penulis lainnya adalah al-Asqalani menyusun kitab Hidayah Fath al-Baari. c. Pengertian Ilmu Tashhif wa al-Tahrif Ilmu Tashhif wa al-Tahrif adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menerangkan hadits-hadits yang sudah diubah titik atau syakalnya (yang dinamai ushahhaf) dan bentuknya (muharraf).

BAB X TAKHRIJUL HADITS

A. Pengertian Takhrijul Hadits 1. Pengertian Menurut Bahasa Kata takhrij berasal dari kata kharraja, yukharriju, yang secara bahasa mempunyai bermacam-macam arti. Menurut Mahmud ath-Thahhan takhr ialah berkumpullah dua hal yang bertentangan dalam satu persoalan (http//www.tips kom.com). 2. Pengertian Secara Terminologis Para ulama ahli hadits dalam hal ini mengemukakan beberapa definisi, seperti: Menurut satu defisi, arti takhrij sama dengan al-ikhraj tyaitu ibraz al-hadits li an-Nas bi Szikri Mahrajih (mengungkapkan atau mengeluarkan hadits kepada oranglain dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian sanadnya sebagai yang mengeluarkan hadits).

B. Tujuan dan kegunaan Men-Takhrij Hadits Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai, sebab di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui dari mana sumber hadits itu berasal. Selain itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadits.

C. Sejarah Munculnya Takhrij Hadits Kegiatan mentakhrij hadits muncul dan diperlukan pada masa ulama Mutaakhirin. Sebelumnya, hal ini belum pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan ulama Mutaqaddimin menurut al-Iraqi, dalam mengutip haditshaditsnya tidak pernah membicarakan dan menjelaskan dari mana hadits itu dikeluarkan, serta bagaimana kualitas hadits-hadits tersebut, sampai kemudian datang an-Nawawi yang melakukan hal itu.

1. Politik Pergolakan politik yang terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perangShiffin, yaitu setelah kekuasaan dipegangoleh Ali bin Abi Thalib. 2. Ekonomi Pada tahapan selanjutnya hadits-pun dijadikan sebagai rekayasa dalam proses perdagangan atau pun perekonomian secara keseluruhan. Karena ingin meraup keuntungan yangberlebih, para saudagar mulai memalsukan hadits untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

D. Manfaat Mempelajari Takhrij Hadits Beberapa manfaat yang diperoleh melalui takhrij hadits adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui sumber hadit berdasarkan kitab utama. 2. Mengetahui jalur riwayat suatu hadits. Hal ini diperlukan karena suatu hadits dapat diriwayatkan melalui beberapa jalur. 3. Mengetahui rangkaian silsilah suatu hadits sehingga diketahui apakah hadits tersebut bersambung sampai kepada Nabi Saw. Terputus-putus, atau terdapat sanad yang disembunyikan.

E. Metoda Pentakhrijan Hadits Sebelum seseorang melakukan takhrij suatu hadits, terlebih dahulu ia harus mengetahui metode atau langkah-langkah dalam takhrij sehingga akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dan tidak ada hambatan.

Takhrij Hadits ini diriwayatkan Imam Abu Bakr Ahmad bin Ali al-Baihaqi al-Khusarani rahimahullah (w. 458 H) dari al-Husain bin Muhammad ad-Dainuri dari Ahmad bin Mahammad bin Ishaq dari Abdullah bin Muhammad al-Baghawi dari Ali bin al-Jaad dari Ibnu Abi Dzuaib dari Yazid bin Khushaifah dari as-Saib bin Yazid.

BAB XI METODOLOGI KRITIK HADITS

A. Pengertian dan Sejarah Metodologi Kritik Hadits

Metodologi berasal dari kata metode dan logos, menurut kamus lengkap bahasa Indonesia modern berarti cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud dalam ilmu pengetahuan cara belajar, dan logos berarti Ilmu. metodologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang cara-cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.

B. Bentuk-bentuk Metodologi Kritik Hadits 1. Macam-macam ketentuan metodologi kritik hadits a. Metodologi Kritik Sanad Kritik sanad hadits iaiah penelitian, peniiaian, dan penelusuran sanad hadits tentang individu perawi dan proses penerimaan hadits dari guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalarn perangkaian sanad untuk menemukan kebenaran yaitu kualitas hadits (shahih, hasan dan dla'if). 2. Meneliti matan hadits dengan meneliti hadits shahih Untuk menyatakan suatu hadits bertentangan dengan hadits lainnya diperlukan pengkajian yang mendalam guna menyeleksi hadits yang bermakna universal dari yang khusus hadits yang naskh dan yang mansuk. Ibnu Qutaybah menambahkan bahwa untuk menilai suatu hadits harus menggunakan Ilmu Wurud al-Hadits 3. Meneliti matan hadits dengan pendekatan al-Quran Al-Quran adalah sebagai sumber pertama dari utama dalam Islam untuk melaksanakan berbagai ajaran, baik yang usul maupun yang furu (Muhammad Musthafa Azami, 1992:102). Makna al-Qur'an haruslah berfungsi sebagai penentu hadits yang dapat direrima dan bukan sebaliknya, Hadits yang tidak sesuai dengan al-Qur'an haruslah ditinggalkan sekalipun

sandarannya shahi'h. Hadits yang di bandingkan dengan al-Qur'an hanyalah hadits yang sudah dipastikan keshahihannya, baik da segi sanad maupun dan ri matan. 4. Meneliti hadits dengan pendekatan sejarah Salah satu yang ditempuh muhadditsin untuk melakukan penelitian matan hadits adalah mengetahui peristiwa yang melatarbelakangi munculnya suatu hadits (Ashab Wurud al-Hadits).

C. Metodologi Kritik Hadits Kontemporer Kejanggalan-kejanggalan atau kekeliruan terhadap hadits sekarangini banyak sekali bermunculan dikalangan masyarakat hal ini memunculkan para ulama untuk melakukan penelitian-penelitian terhadap keshahihan hadits. a. Menghimpun hadits-hadits yang terjalin dalam tema yang sama. Agar sukses memahami sinnah secara benar, YusufQardhawi menjelaskan bahwa kita harus menghidupkan hadits shahih yang berkaitan dengan suatu tema tertentu. Kemudian mengembalikan kandungan yang mutasyabihat kepada yang muhkam mengaitkan yang mujtlak dengan muqayyadm dan menafsirkan yang am dengan khas. b. Menggabungkan antara hadits-hadits yang bertentangan. Yaitu menggabungkan antara dua hadits yangdi anggap bertentangan kemudian mentarjih. Menurutnya pentarjihan berarti mengabaikan salah satu dari keduanya dan mengutamakan yang lain. c. Memahami hadits dengan mempertimbangkan latar belakangnya, situasi dan kondisinya ketiaka diucapkan serta tujuannya Yaitu dengan cara pendekatan sosio historis yaitu dengan mengetahui letar belakang diucapkannya atau kaitannya dengan sebabtertentu yang ditemukan dalam riwayat atau dari pengkajian terhadap suatu hadits.

You might also like