You are on page 1of 3

Survei dan Pemetaan

Bukan Cuma Dora yang Butuh Peta


Palupi P Astuti "Berhasil! Berhasil! Berhasil!" Kata itulah yang selalu diteriakkan Dora setiap kali dia menemukan target yang dicari. Dora, tokoh film (animasi) seri anak-anak asal Spanyol, Dora The Explorer, yang ditemani Boot si kera dan Swiper si rubah itu selalu membawa backpack (ransel) berisi peta dalam setiap petualangannya. Petualangan Dora adalah pelajaran menarik bagi anak-anak. Anak-anak sebagai penonton dilibatkan untuk membantu Dora mencari jalan, arah mata mata angin, bahkan membuat peta itu sendiri. Di sini, Dora "memperkenalkan" cara membaca peta kepada anak- anak serta kegunaannya. Di sekolah, anak-anak mengenal peta dalam pelajaran geografi. Di kalangan awam, secara umum peta hanya digunakan untuk mengenal lokasi dan arah jalan. Tidak seperti Dora, orang Indonesia sedikit sekali yang punya kesadaran memanfaatkan peta untuk menemukan tujuan atau alamat yang dicari. Dalam kehidupan sehari-hari tidak banyak orang Indonesia membutuhkan peta. Kalaupun ada keperluan melihat peta, itu hanya sering dirasakan saat mereka pulang alias mudik pada masa libur Lebaran. Belum "akrabnya" orang Indonesia dengan peta tergambar dalam hasil jajak pendapat yang diselenggarakan Kompas beberapa waktu lalu. Dalam tiap pengelompokan tingkat pendidikan mulai SD, SLTP-SLTA, hingga S1 ke atas mayoritas adalah mereka yang enggan membaca peta untuk mencari suatu lokasi atau jalan. Di tingkat SD misalnya, hanya 11 persen responden menyatakan akan membaca peta untuk menemukan suatu alamat. Meski demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan keinginan melihat peta tampaknya juga semakin tinggi. Di tingkat SLTP dan SLTA ada 16 persen responden yang senang membuka peta, dan pada tingkat pendidikan S1 ke atas persentasenya meningkat menjadi 30 persen. Peta sederhana dan modern Kenali Daerah Rawan Bencana Sejak Dini , demikian tema yang diusung dalam Pameran Teknologi Survei dan Pemetaan pada 23-27 Agustus 2006 di Jakarta Convention Center, yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Selain perusahaan yang memproduksi alat survei dan pemetaan, pameran yang digawangi lembaga pemerintah yang memproduksi seluruh data spasial resmi di Indonesia ini juga dikuti lembaga pemerintah maupun swasta yang menjadi pengguna. Dalam pameran yang baru pertama kali diadakan di Indonesia itu digelar teknologi terbaru alat survei, edukasi menjadi sasaran utama pameran kali ini, serta talkshow dan lomba yang berkaitan dengan peta dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam keseharian memang belum banyak orang yang rajin membuka peta atau paham akan manfaatnya yang lebih luas. Untuk perorangan, selain mencari alamat, peta juga bisa digunakan untuk mencocokkan luas lahan, dengan cara membandingkan peta standar yang ada dengan peta baru hasil pengukuran sendiri. Hasilnya akan menggambarkan keadaan lahan saat itu, apakah masih sesuai catatan awal atau terjadi perubahan. Membuat peta sendiri bisa dilakukan secara sederhana dengan hanya menggunakan alat kompas sebagai penunjuk arah mata angin, dan meteran untuk mengukur tanah. Atau, jika dana mendukung, pembuatan peta secara modern bisa dilakukan dengan pemanfaatan fotografi satelit beresolusi tinggi,

atau teknologi GPS (global positioning system) yang menggunakan metode pengordinatan daerahdaerah jangkaunya. Untuk bisnis dan sospol "Kami memproduksi peta tematik yang selama ini biasanya digunakan oleh dinas-dinas di pemerintahan yang membutuhkan," kata Umi, salah seorang staf Marine and Coastal Resources Management Project (MCRMP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). MCRMP adalah salah satu unit di bawah Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sultra. Beberapa jenis peta yang ia produksi adalah peta penggunaan lahan, peta tata ruang darat dan laut, dan peta sumber daya air. Peta-peta yang dikerjakan MCRMP bisa berupa pesanan dinas tertentu maupun hasil pengolahan rutin dari data non-spasial yang dimiliki. Manfaatnya bisa dikatakan cukup besar bagi dinas-dinas tersebut. Peta yang dipakai itu dapat menjadi salah satu alat penentu kebijakan solusi masalah yang ada di daerah bersangkutan. Hal yang sama juga dikatakan Retno, staf Bappeda Provinsi Sumatera Barat, yang juga memproduksi peta-peta tematik provinsi tersebut. Menurut Retno, meski selama ini hanya dinas-dinas provinsi saja yang sudah menggunakan peta tematik produksi kantornya, namun tak menutup kemungkinan jika ada perusahaan swasta yang berminat memanfaatkan peta tersebut untuk kepentingan bisnis. Di lembaga-lembaga bisnis, peta dengan tema-tema tertentu memang bisa dipakai sebagai dasar kajian analisis pemasaran dan pengembangan produk. Peta tematik adalah peta yang menggambarkan suatu wilayah yang terdiri atas satu atau beberapa tema yang detail. Misalnya peta penyebaran penduduk di masing-masing provinsi di Indonesia, dengan detail hingga tingkat pendidikan dan penghasilan penduduk, yang ditandai dengan warna-warna berbeda-beda di tiap wilayah. Peta dengan tema ini bisa dimanfaatkan perusahaan yang membutuhkan data demografi untuk kepentingan segmentasi produk. Contoh peta tematik lain adalah peta kehutanan dunia yang menggambarkan luas lahan hutan dengan detail jenis-jenis hutan di tiap negara. Lembaga seperti Forest Watch Indonesia (FWI). Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang didirikan sebagai lembaga pengelola dan penyedia informasi kehutanan alternatif ini sangat akrab dengan peta tematik lahan semacam itu. Dari pengumpulan dan pengolahan data kehutanan yang dilakukan FWI, misalnya, didapatkan peta kehutanan Indonesia yang memuat informasi kondisi tutupan hutan berdasarkan wilayah administrasi, ataupun data sebaran konflik sumber daya hutan. Data spasial yang diproduksi FWI yang bisa diakses masyarakat luas itu diharapkan menjadi salah satu referensi untuk menentukan arah kebijakan sektor kehutanan. Pemanfaatan peta di bidang politik bisa dilihat misalnya saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 selesai dilaksanakan. Saat itu banyak lembaga survei nasional yang memetakan hasil perolehan suara partaipartai politik (parpol) peserta pemilu di seluruh Indonesia. Hasil pemetaan ini cukup banyak dicari parpol sebagai bahan kajian strategis menghadapi pemilu berikutnya. Sayang, meski sedemikian banyak manfaat yang bisa diambil dari selembar peta, tidak semua orang peduli fungsinya seperti Dora, yang di dalam tasnya selalu tersimpan peta. Padahal, manfaat dari sering membaca peta pada kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dapat melatih kecerdasan spasial otak manusia. Kecerdasan spasial atau kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan untuk berpikir secara "meruang" atau menciptakan dan menyusun kembali suatu citra atau

situasi tertentu dalam mengenali lokasi adalah satu dari tujuh jenis kecerdasan yang bisa dimiliki manusia. "Jangankan memiliki kecerdasan spasial, orang Indonesia yang kenal peta saja mungkin bisa dihitung jumlahnya," ujar Kris, salah seorang peminat geografi dan pemetaan yang ditemui di pameran tersebut.(Palupi P Astuti/ Litbang Kompas)

You might also like