You are on page 1of 4

PEMUDA DAN KEPEMIMPINAN MUDA

Sebuah Transformasi dan Revolusi Pemikiran


Dalam Kepalan Tanganmulah Masa Depan Bangsa, Wahai Pemuda (Musthofa Al-Ghulayaini)
Sejenak kita berpaling dari kebobrokan sebagian kecil pemuda Indonesia, oleh mereka yang senang tawuran, yang terkungkung oleh budaya hedonisme atau potret suram masa depan pemuda yang terjebak pengaruh narkoba serta perilaku buruk lainnya yang mungkin saja tidak sepenuhnya menjadi kesalahan meraka, melainkan ada pihak pihak lain

yang lebih bertanggung jawab, salah satunya adalah orang tua yang khilaf dalam mendidik dan mengarahkan anak anak mereka, ataukah kondisi social environment yang kurang

kondusif sebagai tempat mereka hidup, bermain, dan bergaul dengan komunitas lainnya . Penulis mencoba untuk memaparkan apa yang menjadi salah satu potensi pemuda yang perlu mendapatkan kesempatan dan ruang publik. Disadari atau tidak, namun salah satu aspek penting yang banyak didominasi oleh kalangan muda saat ini adalah dalam hal kepemimpinan baik dibidang pemerintahan maupun dalam bidang-bidang lainnya. Olehnya itu penulis ingin menelaah pada aspek kepemimpinan muda yang dilakoni oleh pemuda dan kaum muda karena bagaimanapun mereka adalah pemegang tongkat estafet dan pelanjut cita-cita perjuangan bangsa, yang di pundaknyalah digantungkan masa depan dan cita-cita bangsa dan negara ini. Sebuah bukti konkrit, Hasil survey sebuah Lembaga Riset Nasional mengungkapkan bahwa lebih dari 64% kursi legislatif (DPR) pusat dikuasai oleh kaum muda. Begitupula di tingkat provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota. Masih menurut survey lembaga ini bahwa hanya ada 2 posisi strategis pemerintahan yang sekarang ini belum tersentuh oleh kaum muda yaitu Kursi RI -1 (Presiden) dan RI-2 (Wakil Presiden). Namun lanjutnya, Bukan tidak mungkin di 2014, posisi inipu n akan diisi oleh kalangan muda . Bahkan banyak fakta menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin muda telah menunjukkan dominasi politiknya pada kursi kursi Kepala Daerah baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten

/ Kota, tak terkecuali di Sulawesi Selatan. Sejarawan Taufik Abdullah (1995) memandang pemuda atau generasi muda adalah konsep-konsep yang sering mewujud pada nilai-nilai herois-nasionalisme. Hal itu disebabkan keduanya bukanlah semata-mata istilah ilmiah, melainkan lebih merupakan pengertian ideologis dan kultural. Pemuda harapan bangsa, pemuda pemilik masa depan bangsa ,

dan sebagainya, betapa mensyaratkan nilai yang melekat pada kata

pemuda.

Jadi,

sangatlah keliru ketika masyarakat masih mengaggap pemuda dan orang

orang muda

sebagai sosok yang termarginalkan dalam posisi-posisi kepemimpinan strategis di pemerintahan. Bahkan kaum tua telah mempertontonkan demarkasi dan sifat egoismenya ketika mereka belum legowo untuk menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada kaum muda . Pernahkah kita mendengar slogan sekarang pemuda, besok akan menjadi

pemimpin. ? Pernyataan itu mendorong kita untuk memperhatikan eksistensi pemuda di masa lalu, kini dan mendatang. Dengan mengetahui semua fakta, kita sadar, betapa pentingnya peran kesejarahan pemuda untuk masa depan bagi bangsa dan negara ini. Pemuda dianggap lambang semangat api revolusi yang tak pernah redup. Lambang keberanian dan semangat yang tak pernah pudar. Pemuda melambangkan kekuatan yang tak pernah hancur! Atas alasan itu, Presiden Soekarno suatu ketika pernah berkata, Berikan aku sepuluh orang tua maka akan aku cabut akar Gunung Semeru, tapi berikan aku sepuluh orang pemuda, maka akan kuguncang dunia. Masyarakat cenderung menilai pemimpin itu dari performance (penampilan) yang seringkali dipertontonkan oleh mereka yang sudah tua , bahwa merekalah yang paling layak menjadi pemimpin dengan tampilan memikat dan terkesan berpengalaman. Padahal secara empiris, penampilan tidaklah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan memimpin. Justru kesuksesan seorang pemimpin dipengaruhi oleh kematangan sikap dan fikiran, kreativitas, sikap inovatif, intelligence, pendidikan, motivasi, semangat dan dorongan untuk maju. Yang kesemuanya itu lebih mampu diwujudkan oleh mereka yang lebih muda, Karena pada dasarnya muda itu identik dengan agresif, muda itu identik dengan orientasi prestasi, muda itu energik, muda itu menerabas tantangan. Idealnya mereka yang sudah tua menjadi motivator dan pemberi spirit dari belakang, dan memberi ruang bagi kaum muda untuk tampil di depan. Olehnya itu melalui tulisan ini penulis ingin menggugah kepada setiap mereka yang terjebak pada pola pemikiran lama untuk melakukan transformasi dan revolusi pemikiran, mengubah brain mainset kita bahwa sekaranglah saatnya orang orang muda menunjukkan eksistensinya sebagai pemimpin harapan disemua sektor/lini maupun level pemerintahan. Sekarang ini adalah saat yang paling tepat bagi pemuda Indonesia untuk banting setir dari paradigma kepemimpinan lama yang kolot dan kolonial ke arah baru paradigma

kepemimpinan yang progresif, revolusioner, dan visioner. Mulai dari Kepala Desa/Lurah sebagai level pemerintahan terkecil, sampai pada level Presiden sekalipun. Realitas peran kaum muda telah terdeviasi oleh kuatnya demarkasi pemimpin tua yang mengkanalisasi budaya dan akses kepemimpinan ke ruang publik secara terbuka. Padahal boleh jadi gelombang dinamika di era demokrasi dan demokratisasi di Indonesia saat ini sangat diwarnai oleh paradoksal pemikiran dalam melihat perspektif arah masa depan suatu daerah melalui determinasi cermin pandang generasi yang berbeda. Penulis melihat bahwa ada diskursus dikotomi kaum muda dan kaum tua saat ini terjadi bukan pada konteks persoalan kompetensi kepemimpinan dan pengalaman memimpin tapi sekali lagi pada performance (penampilan) dan minimnya akses baik secara struktural maupun kultural yang menempatkan anak muda pada ranah yang mampu melegitimasikan eksistensinya di kancah piramida kepemimpinan. Sejarah membuktikan, pemudalah penggerak perubahan!

Naiyya indo tauwe Manyamekkininnawai temmappasilaingeng Rioloi napatiroang, ritengngai naparaga raga, rimunri napaampiri (Peribahasa Bugis) (Sesungguhnya pemimpin itu adalah orang yang senantiasa tidak emosional dan tidak diskriminatif. Didepan ia menjadi teladan atau sumber inspirasi, ditengah ia membangkitkan semangat atau sebagai motivator, dan dibelakang ia mengawasi atau membimbing)
Penulis : Syahrir, Alumni Bahasa Inggris UNM (Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Hukum UMI Makassar) Pemerhati Sosial & Pendidikan Anak / Remaja Bakal Calon Kepala Desa Lempang Periode 2011 -2016

You might also like