You are on page 1of 19

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, ia akan tergantung pada orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya. Hubungan anak dengan keluarga merupakan hubungan yang pertama yang ditemui anak.1 Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak, sejak dalam kandungan sampai anak lahir hingga dewasa. Selain itu, keluarga juga sebagai tempat anak belajar memahami banyak hal dan terjadi hubungan interaksi di dalamnya. Melalui proses interaksi tersebut seorang anak akan memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan perilaku-perilaku penting yang diperlukan dalam partisipasinya di masyarakat kelak. Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang berpengaruh terhadap perkembangan sosial pada tahap-tahap awal perkembangan kepribadian anak.2 Hal ini sejalan dengan pendapat

Woolfson yang menyatakan bahwa keluarga adalah wadah yang


1
2

Pola Asuh Orang Tua, h. 1, 2010 (http://www.beatriksbunga.wordpress.com) Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga (Jakarta: PT Gunung Mulia, 2004), h. 185

memungkinkan anak untuk dapat mengembangkan potensi anak secara optimal.3 Orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu merupakan orang yang bertanggung jawab pada seluruh keluarga. Salah satu tugas orang tua adalah mencerdaskan anak.4 Melalui orang tua, anak dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya. Mereka

mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak dan dalam penanaman nilai-nilai pada diri seorang anak, termasuk nilai-nilai kemandirian. Islam juga memerintahkan para orang tua tentang suatu tanggung jawab yang sangat besar di dalam mendidik anak-anaknya, sebagaimana Qs. At Tahrim ayat 6 : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.5 Dari ayat di atas dipahami bahwa orang tua sebagai penanggung jawab kehidupan keluarga dan anak-anaknya mempunyai kewajiban yang paling utama terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak-

Richard C. Woolfson, Mengapa Anakku Begitu Panduan Praktis Menuju Pola Asuh Positif Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 17 Suharsono, Mencerdaskan Anak: Mensintesakan Kembali Intelegensi Umum (IQ), Intelegensi Emosional (IE) dengan Intelegensi Spiritual (IS) (Jakarta: PT Abadi, 2000), h. 37 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam Jilid 1 (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 147

anaknya untuk menjamin kelestarian generasi masa depan dan mewujudkan generasi yang berkualitas baik. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar yang menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan kepribadian anak.6 Baumrind menyatakan yakin bahwa para orang tua tidak boleh menghukum atau mengucilkan, tetapi sebagai gantinya orang tua harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak-anak dan mencurahkan kasih sayang kepada mereka.7 Dengan demikian, bentuk pola asuh yang diberikan kepada anak harus sesuai. Bentuk pola asuh yang diungkapkan Baumrind yaitu, otoriter, permisif, dan demokratis. Pola asuh orang tua otoriter yang menekankan kontrol dan kepatuhan, dimana anak cenderung menjadi lebih tidak puas, menarik diri, dan tidak percaya kepada orang lain. Adapula orang tua yang permisif yang menghargai ekspresi diri, hangat, tidak mengontrol, dan tidak menuntut sehingga anak cenderung kurang kontrol diri dan kurang eksplorasi. Selain itu, adapula orang tua demokratis yang menghargai individualitas anak tetapi menekankan batasan sosial

Nuraeni, Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Pembentukan Kepribadian Anak Usia Taman Kanak-kanak, h. 1, 2010 (Http://www.digilib.unnes.ac.id) Jhon W. Santrock, Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 257

sehingga anak merasa aman ketika mengetahui bahwa mereka dicintai dan dibimbing secara hangat.8 Sejak lahir seorang anak sudah memiliki berbagai kebutuhan seperti kebutuhan fisiologis, seperti makan, minum, kebutuhan rasa aman, rasa kasih sayang, kebutuhan dihargai dalam suasana hubungan yang stabil, dan menyenangkan.9 Menurut Erickson apa yang akan dipelajari seorang anak tergantung pada bagaimana orang tua memenuhi kebutuhan anak akan makanan, perhatian dan cinta kasih.10 Anak biasanya sudah terbiasa dengan segala bantuan yang diberikan orang lain padanya, baik orang tuanya maupun pengasuhnya. Sehingga anak memiliki ketergantungan yang tinggi. Hal seperti ini, menurut Turner & Helms dapat berpengaruh dalam perkembangan sosialnya baik dalam masa kanak-kanak maupun saat dia dewasa.11 Oleh karena itu, setiap aspek perkembangan baik fisik, mental, sosial, dan kepribadian harus ditangani dengan baik, begitu pula dengan kemandirian. Misalnya, merapikan tempat tidur, menyimpan kembali mainannya, dapat mencuci

Diane E. Papalia, Sally Wendkos Old, Ruth Duskin Feldman, Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi Kesembilan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 398 9 Diana Muthiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 87 10 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 1 Edisi Keenam (Jakarta: Erlangga, 1978) h. 26 11 Agnes Dewi Farah, Perbedaan Kemandirian Anak Usia Prasekolah yang Pernah Dititipkan Di TPA dengan Anak yang Tidak Pernah Dititipkan di TPA (Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999), h. 5

tangan dan mengeringkan tangan tanpa dibantu, main ke rumah teman tanpa ditemani. Dilihat dari kebutuhan, anak memerlukan perhatian dan bantuan yang penuh berupa pengasuhan dan bimbingan serta pendidikan melalui proses yang lama. Para orang tua harus mempunyai komitmen terhadap waktu dan tenaga serta memberikan prioritas atas tanggung jawab mereka dalam merawat anak.12 Ada komitmen dari hari ke hari untuk memberikan merangsang lingkungan yang akan yang hangat, mendukung, merasa aman, aman dan dan

membuat

anak

memungkinkan anak untuk meraih potensi seluruhnya. Dalam hal ini, tergantung dari bagaimana orang tua dalam memperhatikan

pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak. Merupakan tugas orang tua untuk selalu mendampingi anaknya, sebab orang tua adalah lingkungan yang paling dekat dan bersentuhan langsung dengan anak. Menurut Mussen dkk, There are many factors that affect the development of competence and autonomy, but one of the most important is the parents method of child rearing.13 Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kemampuan dan kemandirian, tetapi faktor yang paling penting adalah metode orang tua dalam mengasuh anak. Salah satunya adalah pengasuhan orang tua yang
12

Daniel Fung & Cai Yi-Ming, Mengembangkan Kepribadian Anak dengan Tepat (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2003), h. 41 13 Paul Henry Mussen, John Janeway Conger, and Jerome Kagain, Essentials of Child Developments and Personality (New York: Harper and Row Publisher, Inc, 1980), p. 211

penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai dan kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi yang mandiri. Peran orang tua atau lingkungan terhadap tumbuhnya

kemandirian pada anak merupakan suatu hal yang penting. Hal ini mengingat bahwa kemandirian pada anak tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari orang tua dan latihan-latihan keterampilan menuju kemandiriannya. Kemandirian merupakan salah satu tujuan yang ingin diraih oleh pendidikan nasional. Hal tersebut dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang berbunyi : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.14 Dalam hal ini penanaman kemandirian anak sesungguhnya suatu upaya untuk membentuk masa depan diri bangsa. Kemandirian yang dimiliki akan menjadikan anak mampu mengambil keputusan dan

14

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor Terbitan 19/CJ/VII/2003. Jakarta: BP Cipta Jaya, 2003

mengurus diri sendiri. Dengan demikian, dari sikap ini diharapkan tumbuh kemandirian dalam bersikap, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada anak, istilah kemandirian umumnya dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan segala sesuatunya sendiri.15 Misal, anak dapat memakai baju sendiri, merapikan barang miliknya sendiri, dan mengikat tali sepatunya sendiri tanpa harus tergantung pada bantuan orang lain. Kemandirian juga tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat fisik saja, tetapi juga psikologis. Seperti, mampu mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil serta sikap-sikap lain yang mengacu kepada keberanian seseorang untuk menentukan nasibnya sendiri. Menurut Simanjuntak kemandirian anak berbeda dengan

kemandirian remaja ataupun orang dewasa.16 Jika definisi mandiri untuk remaja dan orang dewasa adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain, sedangkan untuk anak adalah kemampuan yang disesuaikan dengan tugas perkembangan. Adapun tugas-tugas perkembangan untuk anak usia lahir-6 tahun menurut Havighurst adalah belajar berjalan, belajar makan makanan padat, belajar berbicara, belajar mengendalikan pembuangan sampah tubuh, belajar membedakan jenis kelamin dan
15

Ayahbunda, Dari A sampai Z tentang Perkembangan Anak (PT Gaya Favorit Press, 2002), h. 43 16 Lisbet Simanjuntak, Menanamkan Kemandirian Anak Sejak Usia Dini, h. 2, 2010 (http://www.bpplsp-reg-1.go.id)

kesopanan seksual, mencapai stabilitas fisiologis, membentuk konsep sedehana mengenai kenyataan sosial dan fisik, belajar berhubungan secara emosional dengan orang lain, belajar membedakan yang benar dan salah.17 Apabila seorang anak telah mampu melakukan tugas

perkembangan, ia telah memenuhi syarat kemandirian. Tetapi, untuk membentuk kemandirian anak membutuhkan pengasuhan yang baik dari orang tua. Kemandirian anak berawal dari keluarga dan dipengaruhi oleh pola asuh orang tua yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk jadi mandiri. Menjadikan anak mandiri sepenuhnya bergantung pada bagaimana orang tua

memperlakukannya.18 Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting dalam pembentukan kemandirian dalam diri anak. Salah satunya adalah anak perlu dilatih menyelesaikan

permasalahan sendiri, sejauh mana anak mampu.19 Namun, tanpa disadari masih ada orang tua yang merasa kasihan melihat anaknya melakukan sesuatu sehingga langsung memberikan pertolongan.

Perlakuan tersebut cenderung membuat anak tidak ingin berusaha mengalami kesulitan dan akhirnya memiliki sikap ketergantungan pada orang tua maupun orang lain.
17 18

Elizabeth B. Hurlock, op. cit., h. 40 Republika, Biarkan Anak Bicara (Jakarta: Republika, 2003), h. 138 19 Irawati Istadi, Mendidik Anak dengan Cinta (Jakarta: Pustaka Inti, 2002), h. 47

Menurut Wimbarti mengatakan bahwa inti dari melatih anak untuk mandiri adalah memberi kesempatan bagi anak untuk mencoba. 20 Akan tetapi, terkadang di satu sisi orang tua menuntut anak untuk mandiri, namun di sisi lain orang tua kurang keteguhan hati untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba. Hal inilah yang menjadikan salah satu penghambat munculnya ketidakmandirian pada anak. Salah satu tugas sebagai orang tua adalah mengajari anak untuk belajar mandiri, walaupun hal ini memerlukan proses. Namun,

kemandirian sebaiknya dipupuk sejak dini.21

Anak yang bahagia dan

dapat menyesuaikan diri berasal dari rumah tempat orang tua menaruh kepercayaan kepadanya.22 Seorang anak yang bahagia adalah yang tidak merasa dibebani oleh rasa bersalah, keresahan atau rasa malu. Orang tua perlu memberikan sedikit kebebasan sehingga anak tumbuh menjadi percaya diri. Dengan memiliki kepercayaan diri, anak akan yakin mampu menghadapi berbagai tantangan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Dasar dari sikap mandiri adalah rasa percaya diri. Salah satu anak yang kurang percaya diri menurut Lie yaitu mudah bergantung pada orang lain.23 Selain itu, Soekresno menyatakan bahwa anak yang kurang
20 21

Republika, op. cit., h. 135 Michele Kennedy, Melatih Anak Agar Mandiri: 99 Tips Jitu Bagi orang Tua (Jakarta: Erlangga, 2004), h.6 22 A. Joseph Bursteln, Petunjuk Lengkap Mendidik Anak (Jakarta: Mitra Utama, 1989), h. 165 23 Anita Lie, 101 Cara Menumbuhkan Percaya Diri Anak (Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2003), h. 4

10

mandiri akan tidak nyaman dengan dirinya sendiri dan tidak berani untuk mengajukan ide-idenya atau inisiatif.24 Sebagai contoh dari pengamatan dari beberapa taman kanakkanak, masih ada anak usia 4 tahun yang tidak dapat memakai sepatunya sendiri dan anak itu pun kemudian meminta bantuan kepada orang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak tidak dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangannya dengan baik atau setidaknya memiliki kemampuan untuk belajar cara-cara menyelesaikan tugas tersebut. Ketidakmampuan untuk mempercayai baik diri sendiri maupun orang lain berpotensi menjadi masalah dikemudian hari jika persoalan ini tidak diselesaikan sejak dini. Tanda-tanda anak yang tidak mengalami kedekatan yang stabil dengan orang tua sehingga dalam dirinya tidak tumbuh basic trust (kepercayaan dasar) seperti anak takut atau tidak ingin ditinggal sendiri, lebih suka menyendiri daripada bermain bersama teman-teman, kurang percaya diri atau minder, tidak berani keluar rumah, takut terhadap orang asing, terlalu sering menangis, mudah ketakutan, mudah cemas, dalam usia perkembangan selanjutnya berpotensi mengalami masalah dalam pelajaran sekolah seperti kesulitan

24

Dodo dan Imam, 27 Cara Menangani Emosi Anak (Depok: PT Luxims Metro Medis, 2009), h. 208

11

belajar, hambatan intelektual ataupun hambatan interaksi dengan temantemanya.25 Pada kenyataannya terlihat bahwa pada saat ini masih ditemukan anak-anak usia prasekolah yang belum dapat melakukan keterampilan dasar secara mandiri sesuai dengan kemampuan yang harus dicapai untuk usia tersebut. Seperti, orang tua membawakan tas atau peralatan makan anak saat ke sekolah dan saat anak selesai bermain, mainan yang dimainkan masih harus dirapikan oleh orang tua atau pengasuh. Masih ada juga anak yang belum mampu menggunakan baju dan celana sendiri, pergi ke toilet sendiri, makan dan minum sendiri, menggunakan sepatu sendiri, membersihkan diri setelah buang air besar atau kecil, memilih warna pakaian, dan lain-lain.26 Dapat dikatakan bahwa anak-anak tersebut belum mandiri karena tidak sesuai dengan pengertian mandiri, yaitu seseorang dapat melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Melihat dari pengamatan bahwa anak masih belum mampu melakukan tugas yang seharusnya sudah dikuasai pada usianya. Apabila anak telah beranjak dewasa namun masih

menggantungkan pencapaian kebutuhan pada orang lain, anak akan sulit diterima oleh masyarakat. Hal ini terlihat jelas pada anak laki-laki ketika
25 26

Memupuk Rasa Percaya Diri (http://www.Team e-psikologi.com) Dedeh kurniasih, Mandiri dan Pede Kunci Sukses, Nakita No. 470 Tahun IX, 5 April 2008, h. 4

12

memasuki masa remaja yang ditemukan oleh Mc Cord bahwa remaja yang masih belum mandiri akan memiliki rasa cemas yang berlebihan dan mudah terkena stres yang dapat membahayakan dirinya dan pada akhirnya dapat mengganggu hubungan dengan teman.27 Seorang anak dapat mandiri membutuhkan kesempatan,

dukungan dan dorongan serta lingkungan di sekitarnya. Kesempatan dan kepercayaan yang diberikan orang tua membuat anak memiliki kesempatan besar untuk menjadi pribadi yang mandiri. Anak-anak yang mandiri dapat mempertimbangkan berbagai pilihan, memperjelasnya, dan membuat keputusan sendiri.28 Sebagai contoh, orang tua perlu membahas berbagai masalah dan meminta gagasan dari anak, dan mendorong anak untuk membuat keputusan sendiri dengan berbagai pilihan yang sesuai dengan usianya. Hal ini dapat menumbuhkan kemandirian anak. Masa kanak-kanak awal merupakan masa terpenting dalam kehidupan manusia. Pada masa ini, seluruh aspek perkembangan baik fisik, sosial, emosional, dan kognitif mengalami peningkatan yang optimal. Bernard menyatakan bahwa kemandirian anak merupakan salah satu tugas utama perkembangan pada masa kanak-kanak awal.29 Seperti
27

Muhammad Hidayat Martin, Perbedaan Kemandirian Anak Usia 3-5 Tahun yang Ibunya Bekerka Full Time dengan Usia 3-5 Tahun yang Ibunya Tidak Bekerja (Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001), h. 5 28 Jim Taylor, Memberi Dorongan Positif Pada Anak Agar Berhasil Dalam Hidup (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 164 29 Muhammad Hidayat Martin, op. cit., h. 4

13

dikatakan oleh Erikson pada saat anak berusia 2-3 tahun anak mulai memasuki masa perkembangan otonomi.30 Sebagai tugas utama dan merupakan masa kritis maka saat inilah masa yang tepat bagi anak untuk belajar mandiri. Semakin dini usia anak untuk berlatih mandiri dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, diharapkan nilai-nilai serta keterampilan mandiri akan lebih mudah dikuasai dan dapat tertanam kuat dalam diri anak.31 Oleh karena itu, usia prasekolah merupakan waktu yang tepat untuk melatih kemandirian anak. Kehidupan pada masa kanak-kanak tidak dapat diabaikan terutama pada masa usia prasekolah. Masa usia prasekolah merupakan masa the golden age.32 Hasil dari berbagai riset membuktikan bahwa usia the golden age merupakan masa paling tepat untuk

mengembangkan perkembangan kepribadian yang dimiliki anak. Masa ini merupakan tahun pembentukan bagi anak untuk membentuk kepribadian yang menentukan perkembangan selanjutnya. Hasil penelitian Bloom menunjukkan bahwa 50% dari potensi hidup

manusia terbentuk ketika berada dalam kandungan sampai usia 4 tahun dan 30% potensi berikutnya terbentuk pada usia 4-8 tahun.33 Pada usia
30

Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 21 31 Lisbet Simanjuntak, op. cit., h.4 32 Nakita, The Golden Age (Jakarta: PT Gramedia, 2003) 33 Nilna Iqbal, Penelitian Professor Bloom tentang Pendidikan Anak Usia Dini, h.1, 2010 (http://edukasi.kompasiana.com)

14

inilah orang tua perlu meletakkan sikap-sikap dasar kepribadian yang baik sebagai modal dasar agar dapat menjadi orang dewasa yang matang. Hal-hal yang terjadi pada masa ini merupakan saat yang paling berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Oleh karena itu, pengasuhan anak secara tepat oleh orang tua dirasakan perlu mengingat anak adalah sumber daya manusia muda yang perlu terus dikembangkan. Dengan melihat pentingnya penanaman kemandirian pada anak, bahwa penanaman kemandirian sejak awal akan sangat mendukung perkembangan anak selanjutnya sedangkan masih ada anak usia prasekolah yang belum mandiri. Selain itu, melihat pentingnya peran orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak agar mandiri sedangkan masih ada orang tua yang tidak menyadari bahwa sikap yang diberikan dalam pengasuhan berdampak pada kemandirian anak, karena

rendahnya pengetahuan dan kesadaran untuk menanamkan kemandirian pada anak usia prasekolah. Dari pembahasan di atas, maka perlu diadakan penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua terhadap kemandirian anak usia prasekolah. Melalui penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terutama bagi orang tua dalam melaksanakan pola asuh yang sesuai dengan perkembangan anak sehingga kemandirian anak dapat terwujud.

15

B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah tersebut, maka muncul beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1.

Apakah anak usia prasekolah dapat mandiri dalam hal merawat

dan melayani diri sendiri? 2. Apakah anak usia prasekolah memiliki rasa percaya diri untuk

melakukan sesuatu ? 3. Apakah anak usia prasekolah dapat bertanggung jawab dalam

melaksanakan tugasnya ?
4.

Apakah pola asuh demokratis dapat mendorong kemandirian

anak ?
5.

Apakah pola asuh otoriter dapat mendorong kemandirian

anak ? 6. Apakah pola asuh permisif dapat mendorong kemandirian

anak ? 7.
8.

Bagaimana pemahaman orang tua tentang kemandirian anak ? Bagaimana hubungan pola asuh dengan kemandirian anak ?

C. Pembatasan Masalah

16

Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi maka perlu adanya pembatasan masalah agar penelitian ini lebih terarah dan tidak merambah bidang-bidang lain. Adapun masalah yang diteliti terfokus pada hubungan pola asuh orang tua dengan kemandirian anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Al Huda Cimanggis Depok. Pola asuh orang tua adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak. Pola Asuh yang diteliti yaitu, pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. Kemandirian anak adalah kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhannya sendiri dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tugas perkembangannya tanpa bantuan orang lain. Kemampuan ini meliputi, mengatur diri sendiri, memecahkan masalah-masalah sederhana sendiri, ketahanan menghadapi masalah, dan memiliki inisiatif. Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia 5-6 tahun yang mengikuti pendidikan taman kanak-kanak. Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Al Huda Cimanggis Depok. Hal ini karena peneliti mengajar di TK tersebut, sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian.

D. Perumusan Masalah

17

Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut Apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan kemandirian anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Al Huda Cimanggis Depok ? Masalah utama di atas diperinci sesuai dengan macam pola asuh orang tua yaitu:
1.

Apakah terdapat hubungan yang signifikan

antara pola asuh orang tua dengan kemandirian anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Al Huda Cimanggis Depok ?
2.

Apakah

terdapat

hubungan

positif

yang

signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemandirian anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Al Huda Cimanggis Depok ?
3.

Apakah

terdapat

hubungan

negatif

yang

signifikan antara pola asuh otoriter orang tua dengan kemandirian anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Al Huda Cimanggis Depok ?
4.

Apakah

terdapat

hubungan

negatif

yang

signifikan antara pola asuh asuh permisif orang tua dengan kemandirian anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Islam

Terpadu Al Huda Cimanggis Depok ?

18

E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi : Secara teoritik Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu Pendidikan Anak Usia Dini berupa informasi tentang pola asuh orang tua dan kemandirian anak usia prasekolah. 2. Secara Praktis Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan informasi yang berguna dan sebagai sumber pengetahuan bagi dunia pendidikan dan program studi anak usia dini.
b.

Orang tua

Sebagai informasi agar orang tua: 1. Memahami dan menyadari bahwa ada pengaruh antara

pola asuh yang diterapkan terhadap kemandirian anaknya.


2.

Mempunyai pandangan dan gambaran tentang pola asuh

yang tepat sehingga tidak menggunakan pola asuh yang menyebabkan anak tidak memiliki kemandirian secara optimal.

19

3.

Mengetahui

pentingnya

menanamkan

kemandirian

kepada anak guna mengembangkan kepribadian yang baik bagi anaknya. 4. Memberi informasi tentang pola asuh dan tumbuh

kembang anak sehingga orang tua menyadari pentingnya memantau kemampuan anak. 5. Dapat saling bekerjasama dengan masyarakat maupun

sekolah dalam menumbuhkan dan meningkatkan kemandirian anak. c. Pendidik Taman Kanak-kanak

Bahan masukan dan informasi kepada sekolah tentang pentingnya peran orang tua dalam mengembangkan pendidikan kemandirian anak usia prasekolah. d. Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti sebagai bahan masukan penelitian lanjut.

You might also like