You are on page 1of 34

1

PROPOSAL PENELITIAN

A. Judul : Peranan Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang. B. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya seorang disebut katekis karena ia mempunyai pekerjaan yang khas, yaitu mengajar agama walaupun ia bekerja di bidang pastoral lainnya. Pelayanan Katekis mempunyai satu tujuan utama yaitu agar hidup gereja sebagai himpunan umat beriman semakin dewasa dalam penghayatan imannya, sehingga benar-benar Gereja merupakan tanda dan sarana persatuan umat Allah dengan Bapa di dalam masyarakat. Pelayanan katekis memang tidak didasarkan atas tahbisan, namun pelayanannya satu dan sama yaitu: membangun iman umat. Pelayanannya sebagai umat Allah memang dikehendaki oleh Yesus Kristus Karena itu pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus (Matius 28:19). Dan di lain pihak pelayanan katekis tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan umat. Berdasarkan imamat umum kaum beriman kita tahu bahwa merupakan tugas umat Allah seluruhnya untuk mewartakan sabda Allah kepada umat manusia. Tetapi bagi Katekis tugas pewartaan itu harus diartikan secara lebih luas. lingkup tugas katekis tidak terbatas pada bidang pewartaan (mengajar agama), melainkan meliputi seluruh bidang pastoral dan usaha peningkatan penghayatan kehidupan religius di wilayah atau paroki. Jadi fungsinya tidak hanya sebagai Nabi, tetapi

juga sebagai Gembala yaitu sebagai penjiwa, penggerak, pembimbing teknis dalam usaha membangun dan menghidupkan iman seluruh umat. Memperhatikan semua itu, maka sedapat-dapatnya seorang katekis ditarik dari antara umat, karena katekis sendiri bukan seorang yang asing melainkan seorang yang memang sudah diterima umat, sehingga umat sendirilah yang harus memberi legitimasi terhadap pelayanannya. Dalam tangan katekis Roh Allah menyerahkan seluruh tugas Gereja yang pokok dengan cara yang khas, yaitu membimbing umat beriman untuk dapat menghayati dan mendalami serta mengartikan hidup pribadi sebagai umat Allah dalam hubungannya dengan sesama umat melalui dan di dalam realitas hidup berimannya. Guru agama Katolik seharusnya memiliki peranan yang besar dalam pastoral umat, namun hal ini masih jauh dari yang diharapkan, karena pada kenyataannya di tempat penelitian ini, ditemukan ketika diangkat menjadi seorang pegawai negeri sipil, guru agama Katolik mulai melupakan tugasnya sebagai seorang katekis, yang tidak hanya sebagai pengajar melainkan lebih kepada penggembalaan. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan menggerejanya, guru agama Katolik tidak aktif dalam kegiatan-kegiatan di gereja misalnya tidak mengikuti ibadat sabda, doa lingkungan, pembinaan sekolah minggu, dan kurang memberikan pembinaan untuk katekumen. Guru agama Katolik juga kurang memberi pemahaman kepada umat tentang simbol-simbol dan sikap dalam mengikuti

perayaan ibadat sabda. Dan dalam lingkungan masyarakat terlihat juga bahwa guru agama Katolik kurang bersosaialisasi. Kurangnya perhatian guru agama dalam setiap kegiatan Gereja membawa pengaruh yang tidak baik bagi umat, karena dengan melihat perilaku guru agama Katolik yang tidak aktif secara tidak langsung membuat umat juga malas dalam mengikuti kegiatan Gereja. Penyebab kurang aktif guru agama Katolik dalam kehidupan menggereja karena diantara katekis di Stasi Santo Paulus tidak terjalin komunikasi yang baik, ini dapat dilihat dalam menjalankan program atau mengadakan kegiatan pembinaan iman mereka saling melimpahkan tugas pada salah seorang yang mau bekerja, tetapi dia sendiri tidak mau ikut terlibat. C. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana Peranan Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang? Secara terperinci, penulis merumuskan masalah penelitian dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa langkah guru agama Katolik berkaitan dengan pastoral umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang? 2. Apa peranan guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang? 3. Apa upaya guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang?

D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui langkah guru agama Katolik berkaitan dengan pastoral umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang. 2. Mendeskripsikan peranan guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang. 3. Untuk menemukan bagaimana partisipasi guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang. E. Manfaat Penelitian 1. Praktis a. Bagi Penulis. Sebagai pedoman untuk mempelajari peranan guru agama Katolik dalam pastoral umat, melihat potensi-potensi umat, yang menjadi pedoman guna menerapkan pastoral umat sebagai perwujudan peran guru agama. Sebagai tanggapan dari panggilan sebagai misioner. b. Bagi guru agama Katolik Dapat menjadi pedoman dalam pastoral umat, sehingga dalam setiap pengajaran, guru agama memiliki program kerja yang lebih baik lagi serta perutusan dan wujud nyata tugas melayani. c. Kaum awam Kaum awam menyadari pentingnya pastoral umat demi menggali

potensi-potensi yang ada melalui pastoral umat dalam meningkatkan nilai religius dan perilaku hidup sehari-hari.

d. Bagi Pastor Paroki dan Dewan Pastoral Paroki Menjadi bahan pertimbangan dan menjadi program kerja Pastor Paroki dan Dewan Pastoral Paroki dalam memperhatikan wilayah-wilayah dan lingkungan-lingkungan, Sehingga perutusan misioner dapat terwujud Karena dengan adanya peranan guru agama Katolik diharapkan dapat membangun Gereja terutama menyebarkan ajaran Cinta kasih. 2. Teoritis Secara teori penelitian ini berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan khusus tentang peranan guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang. F. Penjelasan Istilah Peranan Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang. 1. Arti kata peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, 2007:854). 2. Guru agama Katolik adalah istilah Gu-ru pada masyarakat Jawa berarti di Gu-gu dan ditiru. Di Gugu berarti bahwa seorang guru bisa dipercayakan kata-katanya, dan bisa dituruti oleh peserta didiknya, kemudian maksud dari ditiru bahwa sosok dalam pribadi guru menjadi teladan yang baik bagi para siswa di sekolah, dalam kehidupan bermasyarakat. (Sebastian, 1988;138). 3. Pastoral umat adalah suatu usaha untuk membangun atau membina umat bagi mereka yang sudah beriman. Mengajak manusia tumbuh dalam iman

atau menumbuhkan iman. Bagi orang beriman percaya bahwa baik dalam usaha membina iman itu bukanlah merupakan usaha manusia melulu, tetapi itu merupakan karya Roh Kudus sendiri. (John Tondowidjojo, 1988:128). G. Kajian Pustaka 1. Tugas Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat Guru agama Katolik merupakan pendamping dan sebagai teladan dalam meningkatkan hidup menggereja, idealnya seorang guru agama Katolik memiliki tugas dalam pastoral umat. Ada tiga bidang, yaitu: pembentukan persekutuan hidup, tugas-tugas khas gerejawi dan tugas pembangunan masyarakat. (Janssen, 1983:46-54). 1.1 Tugas guru agama dalam bidang pembentukan persekutuan hidup kristiani. Tujuannya yakni dengan persekutuan hidup, dimaksudkan kelompok umat pada tingkat yang paling dasar, yang membentuk kelompok sebagai persekutuan hidup; yang secara bersama-sama dan atas dasar kerja sama mewujudkan seluruh bidang hidup Katolik sesuai dengan pola kristiani. Guru agama sebagai tenaga profesional yang mempunyai keahlian di bidang pewartaan dan pastoral, harus menjadi daya pendorong untuk umat bagi terwujudnya pembentukan dan pengembangan persekutuan hidup kristiani di wilayah. Pekerja pastoral pewilayah terdiri dari beberapa tenaga pelaksana dan salah satu diantaranya ialah guru agama. Mereka mempunyai tugas yang satu sama lain berbeda, namun yang satu dengan

yang lainnya saling membantu dan melengkapi. Guru agama sebagai salah satu tenaga pelaksana bukan orang yang berdiri sendiri dan bekerja sendiri, melainkan dengan kemampuannya dia bekerjasama dengan mereka dan berusaha menciptakan kerjasama diantara pelaksana-pelaksana pekerja pastoral pewilayahan dalam pengembangan wilayah sebagai persekutuan hidup yang berdasarkan iman. Guru agama sebagai tenaga yang kompoten dalam bidang pastoral, berada di tengah-tengah umat sebagai pendorong, penjiwa, pembimbing dalam arti yang seluas-luasnya dalam mencapai cita-cita tersebut. 1.2 Tugas guru agama Katolik dalam tugas khas gereja. Tugas guru agama Katolik dalam tugas khas gereja dalam tugas perwartaan tujuan utama dari pewartaan ialah membangkitkan iman umat kemudian membinanya, membimbing serta membantu mereka untuk semakin dewasa imannya. Dalam usaha pewartaan guru agama harus membantu menyiapkan lingkungan agar memudahkan bagi umat untuk dapat berkembang menjadi umat Kristen yang dewasa. Guru agama harus membantu menciptakan suasana yang memungkinkan bagi umat untuk menjawab panggilan Tuhan dalam sikap iman yang dibuktikan dalam tindakan konkrit hidupnya. Tugas guru agama dalam pengudusan, guru agama Katolik

membimbing umatnya agar mereka bersikap terbuka terhadap kehendak Allah. Keterbukaan dan ketergantungan manusia yang merindukan pertemuan atau persahabatan yang lebih erat dengan Kristus dan Bapa -

Nya menyebabkan manusia lebih dekat dengan Allah. Guru agama harus mendorong manusia untuk bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan bahwa Dialah yang selalu membimbing kita dengan berkat-Nya yang melimpah menuju kesucian dan keselamatan manusia. Tugas guru agama Katolik dalam pembinaan bertujuan untuk mengembangkan iman umat dengan menggali dan menilai pengalamanpengalaman imannya. Dengan demikian umat akan dapat memahami potensi-potensi dasar yang ada pada dirinya yang berguna bagi pembentukan pribadi dalam arti yang luas yaitu menjadi manusia yang dewasa dan bertanggung jawab untuk melibatkan dirinya dalam tugastugas gereja dan masyarakat. Perwartaan dan pengudusan tak dapat tercapai secara intensif tanpa adanya pembinaan. Dengan kata lain pembinaan merupakan tindak lanjut dari usaha pewartaan dan pengudusan, yaitu membina umat dalam penghayatan sabda ke dalam kehidupan seharihari. 1.3 Tugas guru agama dalam pembangunan masyarakat. Guru agama sebagai pembimbing umat, dalam tugas pembangunan masyarakat ini bertindak sebagai animator, artinya bahwa selain ikut melibatkan diri secara langsung, dengan keyakinannya ia menjiwai seluruh kehidupan umat untuk partisipasi dalam pembangunan masyarakat. Guru agama dalam kedudukan dan fungsinya mempunyai tanggung jawab untuk membawa umat ke arah tujuan hidup bermasyarakat, dengan menyadarkan

dan membimbing mereka untuk membangun kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat disekitarnya pada khususnya. 2. Kerasulan Awam 2.1 Keikutsertaan awam dalam perutusan Gereja Gereja diciptakan untuk menyebarluaskan Kerajaan Kristus di mana-mana demi kemulian Allah Bapa, dan dengan demikian mengikutsertakan semua orang dalam penebusan yang membawa keselamatan, dan supaya melalui mereka, seluruh dunia sungguhsungguh diarahkan kepada Kristus. Semua kegiatan Tubuh Mistik, yang mengarah kepada tujuan itu, disebut kerasulan. Kaum awam ikut serta mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, menunaikan bagian mereka dalam perutusan segenap umat Allah dalam Gereja dan di dunia. Sesungguhnya mereka menjalankan kerasulan awam dengan kegiatan mereka untuk

mewartakan Injil dan demi penyucian sesama, untuk meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil sehingga dalam tata hidup itu kegiatan mereka merupakan kesaksian akan Kristus yang jelas, dan mengabdi kepada keselamatan umat manusia. Karena ciri khas stastus hidup awam, yakni hidup di tengah masyarakat dan urusan-urusan duniawi, maka mereka dipanggil oleh Allah, untuk dijiwai semangat kristiani, ibarat ragi, menunaikan kerasulan mereka di dunia. (Konsili Vatikan II Apostolicam Actuositatem Art. 2). 2.2 Asas-asas Kerasulan Awam

10

Kaum awam menerima tugas serta hak untuk merasul berdasarkan persatuan mereka dengan Kristus kepala. Sebab melalui baptis mereka disaturagakan dalam tubuh mistik Kristus, melalui Penguatan mereka diteguhkan oleh kekuatan Roh Kudus, dan demikian oleh Tuhan sendiri ditetapkan untuk merasul. Semua orang beriman Kristiani mengemban beban mulia, yakni berjerih-payah supaya warta keselamatan Ilahi dikenal dan diterima oleh semua orang di manamana. Untuk melaksanakan kerasulan itu Roh Kudus, yang menggerjakan penyucian umat Allah melalui pelayanan dan sakramensakramen, menganugerahkan karunia-karunia khusus juga kepada umat beriman (1 Kor 12:7), dan membagikan kepada masing-masing menurut kehendak-Nya (1 Kor 12:11) supaya setiap orang menurut rahmat yang diterimanya, melayani sesama sehingga mereka pun menjadi bagaikan pengurus yang baik bagi rahmat Allah yang beraneka (1 Ptr 4:10) dan dalam persekutuan dengan sesama saudara dalam Kristus, terutama dengan para Gembala mereka, yang tugasnya yakni memberikan penilaian tentang tulennya karisma-karisma itu dan tentang teraturnya pengamalannya, bukan untuk memadamkan Roh, melainkan untuk menguji segalanya dan mempertahankan apa yang baik (1 Tes 5:12,19,21). (Konsili Vatikan II Apostolicam

Actuositatem Art. 3). 3. Guru Agama Katolik atau Katekis 3.1 Pengertian Guru Agama Katolik (Katekis).

11

Katekis adalah seorang awam yang ditunjuk secara khusus oleh Gereja, sesuai dengan kebutuhan setempat, untuk memperkenalkan Kristus, dicintai dan diikuti oleh mereka yang belum mengenal-Nya dan kaum beriman itu sendiri. (Komisi Kateketik KWI, 1997:17). Katekis sebagai kaum awam pengikut Kristus yang mendapat pendidikan khusus dan menonjol dalam menjalani kehidupan kristianinya. Di bawah bimbingan misionaris, mereka harus

menghadirkan ajaran Injil dan terlibat dalam perayaan liturgis dan dalam karya karitatif. (Komisi Kateketik KWI, 1997:16). 4. Spritualitas Guru Agama Katolik Tugas guru agama Katolik berkisar pada pertama-tama mewartakan sabda Allah dan pada tempat kedua mewartakan sabda Allah kepada manusia. dibawah ini dikemukakan unsur-unsur spiritual yang patut dimiliki oleh katekis sejalan dengan tugasnya sebagai pewarta. Mewartakan Sabda Allah mengandaikan dalam diri guru agama Katolik ada Iman, Pengaharapan, dan Cinta Kasih. (Marinus Telaumbanua, 1999:171-177) 4.1 Iman Seorang Katekis Iman mencakup pengiyaan diri Allah dan kebenaran-Nya tetapi sekaligus penaklukan diri pada kehendak Allah. Imanlah yang menjadi dasar relasi dan persahabatan seseorang dengan Allah. Iman Katekis dinyatakan dengan cara: a) Membiasa diri berkontemplasi

12

Jelaslah bahwa Katekis terpanggil, karena kebutuhan mendesak dan khusus, untuk merenungkan misteri yang tersembunyi dalam Allah dan yang diwahyukan dalam Yesus Kristus (di padang gurun), dalam diri Santo Paulus (Gal 1:7) dan dalam diri Santo Yohanes (yang menulis Injilnya setelah menjalani hidup kontemplatif). Orang yang hendak diutus Allah, dipanggil terutama untuk suatu hidup yang

kontlempatif. Aktivitas katekis mutlak lahir dari kontemplasi akan karya Allah yang menyelamatkan dunia dalam sabda dan dalam kehadiran-Nya yang misterius, dan penerimaan dalam batin kehendak Allah yang mau berbicara dengan manusia. Untuk memberitakan sabda Allah, katekis tidak boleh melalaikan kontemplasi dalam keheningan dan kesediaan mendengarkan Allah. Karena itu bila kontemplasi diabaikan, kata-kata yang diucapkan dalam setiap pewartaannya adalah kata-kata manusiawi biasa yang tidak berdimensi ilahi dan tidak keluar dari iman yang hidup. Dengan demikian, tidak akan berhasil membawa Tuhan kepada umat dan membaw a umat kepada Allah. Sebagai guru agama Katolik harus melaksanakan

pengajaran yang didaktik, doa-doanya semestinya menjadi elemen perantara. Maksudnya, sabda Allah menjadi bahan doanya. Sekaligus bahan refleksi rasionalnya. Tetapi tidak

13

berarti menganjurkan kepada para katekis agar menjadi bahan refleksinya sebagai materi pembinaan, sebab dengan begitu renungannya bersifat pragmatis sikap ini memadamkan semangat doa. b) Memiliki cita rasa biblis Oleh karena sabda Tuhan terselubung dalam Kitab Suci, maka bahan untuk meditasi dan bacaan rohani seorang katekis haruslah Kitab Suci, khususnya Perjanjian Baru. Dari satu pihak perlu ia senantiasa harus mengikuti dan memperhatikan perkembangan eksegese mutakhir dan dari pihak lain tidak boleh tinggal pada taraf intelektual melulu. Ia harus menjadikan pertemuan dengan Kitab Suci sebagai kesempatan untuk membuka diri kepada panggilan Allah, sebagai pendorong untuk bertobat. Injil dan Surat-surat Santo Paulus seharusnya menjadi bahan refleksi setiap hari. c) Memiliki cita rasa liturgis Sabda Allah secara otentik diwartakan dalam liturgi dan pemakluman ini serentak merupakan doa dan tindakan. Itulah sebabnya katekis perlu memupuk kehidupan doa dan kesalehan liturgis. Katekis harus mempunyai keleluasaan waktu untuk ikut serta bergembira dalam upacara, pertemuan liturgis umat, dan dalam doa-doa liturgis di mana dia akan menemukan kekayaan, keseimbangan serta nilai-nilai.

14

Doa-doa pribadinya, seraya menghormati Roh, seharusnya membuahkan keintiman, keyakinan, dan kontak dengan berbagai macam doa liturgi. Semua ini haruslah merupakan ungkapan hidup konkretnya setiap hari, sejauh itu berupa ekspresi yang lebih eksplisit dan komuniter akan sesuatu yang transenden, yakni cinta Allah dalam Kristus. Patut diusahakan agar hidup sakramentalnya merupakan suatu ekspresi tulus dari imannya. Seraya memadukan sabda Kristus dan ritus, ia mengusahakan kesatuan antara ekaristi dan cinta kasih, antara sakramen pengakuan dan semangat pertobatan. d) Memiliki cita rasa teologis Kesalehan teologis seorang katekis dimaksudkan untuk menjaga agar pengetahuan yang dimiliki dan ditemukan tidak terasing dari doa-doanya; tetapi sebaliknya menjadi alasan yang membuatnya lebih teguh dan lebih sadar tanpa terpadamkan spontanitas dalam doa. Secara khusus doanya haruslah bersifat kristosentris dan trinitaris: Kristus harus menjadi pusat dalam doa-doanya, yang diarahkan kepada Bapa dalam Roh. Hanya dengan demikian devosi-devosi mempunyai tempat: devosi kepada Maria tidak terpisahkan dari devosi kepada Kristus dan kesalehan kepada Gereja tidak terpisahkan dari kesalehan kepada umat Allah dan Tubuh Mistik Kristus.

15

e) Memiliki cita rasa eklesial Kesalehan guru agama Katolik seharusnya juga berakar dalam kesalehan umat Kristen yang hidup dan aktual, seraya mengambil bagian dalam setiap perjuangan, pencarian, kegelisahan, kegembiraan dan dalam penderitaan Gereja. Melalui peristiwa-peristiwa yang dialami oleh umat Kristen, yang sepatutnya menjadi bahan refleksinya, ia harus mengenal realisasi rahasia penebusan Kristus. Atas acara ini, Katekis menjadi sanggup berbicara dalam dunia seperti Kristus. Keterbukaan terhadap spiritualitas lingkungan tempat ia hidup dan mengabdi sangatlah perlu. Bersama mereka, katekis berusaha mengecap kekayaan dalam doa, dan pada waktu yang sama darinya dituntut spiritualitas untuk setia kepada hirarki Gereja yang menugaskannya. Seorang guru agama Katolik bukan saja seorang beriman tetapi juga penanggung jawab kehidupan beriman umat dalam wilayah yang dipercayakan uskup kepadanya. 4.2 Pengharapan Seorang katekis Pengharapan adalah suatu keutamaan yang membuat seseorang mampu mengatasi segala rintangan. Dalam katekese kita berjuang bersama di hadapan Allah dan serentak berjuang mengalahkan diri sendiri. 4.2.1 Berjuang dihadapan Allah

16

Bagaimana mungkin seorang seorang manusia (Yer 1:6) dapat mewartakan sabda Allah dengan kata-katanya sendiri? Para nabi telah yang merasakan tidak ketidakberdayaan diatasi kalau serta tidak

keputusasaan,

dapat

membiarkan diri taat pada misi yang diserahkan dan mau setia pada janji Allah, Aku sendiri akan menjadi katakatamu, kekuatan... (Ef 4:15-16). Mereka yang mengemban misi untuk berbicara perihal Allah harus sungguh memahami ketidakmampuan manusiawi dalam mengaktualisasikan apa pun, kecuali berkat iman dan dalam kepercayaan kepada Allah. Sekalipun telah memiliki kemampuan menguasai bahan dan kesanggupan untuk berbicara dihadapan para pendengar, katekis membutuhkan keheningan untuk memikirkan siapa yang dia wartakan. Katekis sejati lebih menampilkan rahasia kekayaan Allah di balik kemampuan pribadinya. Kemiskinan roh seorang katekis terletak dalam hal mengesampingkan ekspresi pribadi agar Allah dengan keseluruhan kekayaan-Nya lebih dikenal. 4.2.2 Bergulat dengan dirinya sendiri Katekis juga berhadapan dengan perjuangan lain, yang lebih disebabkan oleh kehinaan diri. Siapa yang lebih menderita daripada katekis yang dihantui oleh sindiran munafik, yang menyebabkan dia enggan berbicara? Dalam

17

perjuangan ini pun, kemenangan akan diperoleh melalui kerendahan hati dan berharap pada Allah, sehingga sabda yang ia sampaikan tidak akan dinilai dari keunggulan pribadinya. Memang benar bahwa pelayanan yang dijalankan adalah rahmat, undangan dan desakan yang menetap. Berjuang untuk menanggapi rahmat ini sungguh berat, akan tetapi dapat terlaksana berkat kerendahan hati seraya menerima dalam iman penderitaan yang disebabkan oleh perasaan tidak layak. 4.3 Cinta Kasih Seorang Katekis Cinta Kasih seorang katekis terarah untuk mengusahakan kemulian bagi Allah dengan jalan memperkenalkan Allah yang mengutusnya. Kemulian seorang yang mencakup pengenalan orang lain atas dirinya dan bila dipuji karena kualitas karyanya. Karya cinta yang asasi terdiri atas berkobarnya semangat untuk membuat Allah dikenal dan dicintai. Tentu saja katekis perlu yakin bahwa memuliakan Allah adalah intensinya yang paling dalam. Untuk itu ia jangan pernah melupakan bahwa hukum yang pertama dan terutama adalah mengasihi Allah, yakni dengan jalan menyembah, mengagumi, dan bersyukur karena Allah dan karena misteri Cinta-Nya. Santo Paulus menginginkan agar umatnya mengetahui hal ini dan bersyukur karenanya, tentu saja cinta kepada sesama tidak terpisahkan dari cinta kepada Allah, akan tetapi urutan otentiknya tetap dihormati. Tanpa ragu, di sinilah terletak dasar

18

yang lebih asasi dari kesalehan ekaristi dan kerinduan untuk menuntun peserta dalam perayaan Ekaristi, Sakramen cinta. 5. Kehidupan Rohani Guru Agama Katolik (katekis) Menjadi seorang katekis menuntut tanggungjawab yang besar, menjadi suatu panggilan khusus dalam mewartakan Kabar Gembira tentang kerajaan Allah. Praktek-praktek dari katekis sebagai unsur pokok dalam kehidupan doa, yakni: a. Menghadiri Ekaristi secara teratur, bahkan setiap hari, untuk menguatkan hidup pribadi dengan roti kehidupan (Yoh 6:34), untuk membentuk satu tubuh dengan umat (bdk. 1 Kor 10:17) dan mempersembahkan diri kepada Bapa bersama tubuh dan darah Tuhan. b. Liturgi yang dihayati dalam berbagai dimensinya demi perkembangan pribadi dan demi menolong umat. c. Mendaraskan bagian Ibadat Harian, terutama Ibadat Pagi dan Sore, bersama dengan nyanyian pujian yang ditujukan Gereja kepada Bapa dari terbitnya matahari sampai terbenamnya (matahari) (Mzm 113:3). d. Meditasi setiap hari, terutama mengenai sabda Allah, dalam sikap kontemplasi dan sikap tanggap. Pengalaman menunjukkan bahwa bahkan bagi kaum awam, meditasi secara teratur dan

19

lectio devina (membaca Kitab Suci) membawa keteraturan bagi hidup kita dan jaminan pertumbuhan rohani. e. Doa pribadi, yang menjamin kontak dengan Tuhan selama menjalani pekerjaan setiap hari, dengan perhatian khusus pada doa Rosario. f. Sering menerima sakramen pengampunan dosa, untuk

memohon ampun atas segala kesalahan yang telah dilakukan dan untuk memperbaharui semangat kita. g. Ikut ambil bagian dalam ret-ret rohani, untuk pembaruan diri dan umat. Melalui hidup doa semacam itu para katekis akan

memperkayakehidupan batinnya dan memperoleh kedewasaan rohani yang diperlukan oleh perannya. Doa juga diperlukan agar tugas pelayanan mereka berbuah melimpah, karena penyampaian iman kristiani tidak semata-mata tergantung pada kemampuan katekis, melainkan lebih dari itu yaitu tergantung pada rahmat Tuhan yang berkerja dalam hati orang yang mendengarkan pesanNya. (Komisi Kateketik KWI, 1997:47) 6. Tugas Guru Agama Katolik Guru Agama Katolik diharapkan dapat memahami kegiatan pewartaan sebagai mewartakan Yesus Kristus yang pertama dan terutama, baik bagi orang yang belum beriman maupun orang yang sudah beriman kepadaNya.

20

Semangat Hidup Katekis yakni, Dalam upaya menyadari dan menghayati keberadaan dan jati dirinya sebagai katekis, ia diharapkan mampu mengembangkan aneka keutamaan dan semangat hidup yang dapat dijadikan tolok ukur tugas perutusannya, antara lain: (Menurut L. Prasetya, 2007: 43) 6.1 Katekis adalah seorang beriman. Katekis hendaknya terbuka terhadap kehadiran dan sapaan Allah serta mau menanggapi atau mengamini tawaran keselamatan Allah itu, baik bagi dirinya sendiri maupun umat beriman Katolik lainnya. 6.2 Katekis mempunyai intimitas dengan yang Ilahi. Mengingat tugas katekis adalah mewartakan Kabar Gembira, sudah sepantasnya ia mampu mengenal pribadi Allah dan Yesus Kristus secara personal. 6.3 Katekis terbuka pada karya Roh Kudus. Dalam mewartakan Kabar Gembira, katekis diharapkan menyadari sepenuhnya bahwa dasar pertama dan utama kegiatan ini adalah Roh Kudus. 6.4 Katekis adalah anggota keluarga. Keberadaan dan jati diri katekis tidak dapat dilepaskan dari situasi dan perjuangan keluarganya. Suka-duka yang terjadi dan dialami keluarganya merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan dirinya. Situasi keluarganya ikut menentukan keberadaan dan jati dirinya dalam mewartakan kabar gembira.

21

6.5 Katekis adalah anggota umat. Katekis hendaknya mempunyai relasi yang baik dan dekat dengan umat, mau terlibat dengan kegiatan dan kehidupan lingkungan. 6.6 Katekis adalah pribadi yang sederhana dan rendah hati. 6.7 Katekis bersemangat melayani, mewartakan kabar gembira itu. 6.8 Katekis rela berkorban. Katekis diharapkan mampu mengembangkan sikap dan semangat rela berkorban demi kepentingan sesama. 6.9 Katekis tetaplah awam. Meski mengambil bagian dalam kenabian Yesus Kristus, dengan sifat keduniaannya, katekis tetaplah awam, bukan Hierarki. 6.10 Katekis mau belajar terus-menerus. Mengingat keberadaan dan tugas perutusan Katekis sangat penting dan strategis, sudah sepantasnya kalau ia mempunyai niat dan kemauan keras untuk belajar dan belajar terus agar dirinya dapat berkembang dan karyanya dapat dipertanggungjawabkan. 6.11 Katekis bersikap dan bersemangat tim kerja. Katekis hendaknya mengembangkan sikap dan semangat mau berkerjasama dengan pihak, baik pastor paroki, pengurus dewan paroki atau stasi atau lingkungan, maupun antar katekis. 7. Peranan Guru Agama dalam Pastoral Umat Guru agama juga harus terlibat secara penuh dalam kegiatan-kegiatan pastoral umat. Mereka termasuk di dalam kelompok-kelompok umat yang

22

harus menjalankan fungsi sebagai penggerak dalam keseluruhan kegiatan pastoral. Guru Agama Katolik mempunyai peranan dalam pastoral umat sebagai berikut: (Menurut Janssen, 1983:38-39) 7.1 Guru Agama bisa menjadi pemimpin formal. Untuk tugas inilah mereka diberi jabatan. Dengan menjadi pemimpin formal guru agama menjadi penanggung jawab gereja maupun umat. Dalam hal ini guru agama memiliki tanggung jawab terhadap gereja yang institusional. a. Peranan guru agama dalam Gereja Katolik amat penting. Mereka melaksanakan fungsinya sebagai pembantu pastor, atau hirarki yang mempunyai tugas sakramental. Guru agama, termasuk dalam kelompok umat yang berperanan sebagai pembantu pimpinan lokal. b. Guru agama juga bertugas sebagai pemimpin dan penanggung jawab. Tugas-tugas itu juga merupakan tugas umat berjabatan yang adalah sebagai penjiwa. Dalam rangka pastoral umat, tugas dari guru agama adalah berusaha agar umatnya mau berkerja untuk gereja. Karena itu guru agama juga menjadi animator dan memberikan kepercayaan kepada umat. Untuk itu diperlukan sikap menerima kenyataan bahwa tugas yang di kerjakan umat dasar mungkin tidak berhasil secara sempurna seperti halnya jika dijalankan oleh guru agama

23

sendiri. Guru agama perlu berusaha supaya komunita kristiani atau koinonia dalam bentuk apapun akan hidup dan mau menyaksikan imannya, mewartakan, beribadat, dan hidup secara kristiani dan saling melayani. Hal ini juga menjadi lebih penting lagi karena tiap guru agama dalam gereja katolik pada waktu yang sama juga adalah umat. 7.2 Penggali Potensi atau Katalisator. Dalam pastoral umat guru agama juga mempunyai fungsi sebagai penggali potensi. Guru agama perlu mencari jalan untuk mengali potensi di dalam umat supaya mereka menjalankan tugas. Dalam hal ini guru agama berfungsi sebagai motivator dan katalisator. Dia membantu komunita-komunita dasar Kristiani dengan kehadirannya dan segala kegiatan pastoral yang dijalankannya sehingga komunita dasarnya berkembang. 7.3 Guru agama juga berusaha untuk membentuk tenaga pelatih. Kalau komunita Kristiani sudah berjalan maka guru agama mempunyai tugas selanjutnya adalah bertanggung jawab atas komunita dasarnya tersebut sehingga dapat mempertahankan diri dalam usaha mewujudkan imannya sesuai dengan situasi masyarakat konkrit dewasa ini. 7.4 Fungsionaris Kadang-kadang tugas guru agama tidak di dasarkan atas pembagian fungsional, melainkan atas pembagian lokal. Guru agama

24

juga bisa memegang wilayah yang lebih kecil. Di tempat lain ia juga dapat bertanggung jawab atas pembinaan di sekolah. Selain itu juga guru agama bisa menjadi Pembina kaum muda dan dilain pihak dia juga bisa bergerak dalam bidang pelayanan sosial. Dengan kata lain guru agama atau pekerja pastoral adalah suatu jabatan dan yang pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan umat setempat. Maka dari itu tugas guru agama di kota maupun di desa tidaklah sama. Perbedaan-perbedaan itu bukan merupakan suatu yang merugikan, melainkan merupakan sesuatu yang biasa. 7.5 Ciri atau Sikap Guru Agama Katolik atau Katekis Ciri atau sikap itu dapat dilihat dari segi pandangan, cita-cita mereka, yang antara lain: a. Seorang yang beriman Guru agama pertama-tama adalah seorang yang beriman dan mengusahakan diri supaya menjadi semakin beriman karena beriman tidak dapat diukur dengan ukuran-ukuran tertentu. Berkembangnya iman merupakan hasil pergumulan antara rahmat Tuhan dengan jawaban bebas manusia. b. Saksi warta gembira Tujuan dasar dan pusat dari pendidikan sebagai katekis terletak disini, bahwa orang yang dididik itu mampu dan sanggup menyatakan Warta Gembira kepada orang lain. Warta Gembira hanya dapat

25

dikomunikasikan jika pendidik sendiri sudah percaya pada Warta Gembira itu. c. Saksi dari keseluruhan jemaat beriman. Tugas sebagai jemaat beriman bukan merupakan kegiatan yang individual dari para pendidik iman itu sendiri tetapi merupakan keikut sertaan dalam tugas pelayanan seluruh Gereja. Seorang pendidik iman yang professional akan terlibat dalam jemaat beriman itu dan menjadi satu dengannya serta bergumul dengan apa yang digumuli oleh umat beriman. d. Yang selalu berhubungan erat dengan Allah. Seorang katekis harus dapat mengalami hubungan yang sungguh pribadi dengan Yesus Kristus, sebab Yesus Kristus adalah kepenuhan Wahyu Allah. e. Katekis professional harus setia dan jujur terhadap Warta Gembira. Warta Gembira Kristiani ditumbuhkan dan diperkembangkan didalam jemaat beriman, yaitu Gereja. Melalui jemaat itulah Warta Gembira di sebarkan kepada setiap orang beriman. f. Katekis professional harus ikut serta dalam persaudaraan jemaat. Seorang katekis, seorang pendidik iman adalah seorang yang beriman yang harus memajukan iman saudara-saudarinya; sehingga ia harus ikut serta membangun sambil sekaligus mengalami dan menghayati seperti halnya warga umat beriman yang lainnya. Katekis

26

professional sebagai pendidik iman menimbulkan kesempatan kepada umat untuk saling membagikan pengalaman imannya. g. Katekis professional harus mampu melayani jemaat. Kiranya kesadaran akan kenyataan bahwa Yesus Kristus datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, akan sanggup menantang si katekis professional untuk melayani sesamanya. Janssen (1983). 8. Tugas Gereja 8.1 Kitab Suci. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu (Mat 28:19-20). 8.2 Dokumen Konsili Vatikan II. Dekrit Ad Gentes. a. Bab II Art. I Kesaksian Kristiani. Gereja harus hadir ditengah golongan-golongan manusia itu melalui Putera-puteranya, yang diam diantara mereka atau di utus kepada mereka. b. Art II. 18 (Pengembangan hidup religius) Hendaknya sejak masa penanaman Gereja sungguh-sungguh diusahakan pengembangan hidup religius, yang bukan hanya memberikan bantuan yang berharga dan sangat diperlukan bagi kegiatan misioner. Melainkan melalui pentadisan yang lebih

27

mendalam kepada Allah dalam Gereja juga menunjukkan dan melambangkan dengan jelas inti hakikat panggilan kristiani. c. Art. II (21). Tugas utama para awam baik pria maupun wanita, yakni memberikan kesaksian akan Kristus. Mereka wajib bersaksi dengan kehidupan dan kata-kata dalam keluarga, dikalangan sosial mereka, dilingkungan profesi mereka. Sebab pada diri mereka harus tampak manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati (Lih Ef 4:24). d. Art. II (26). Adapun mereka yang akan diutus kepelbagai bangsa hendaknya sebagai pelayan-pelayan Kristus yang baik menimba kekuatan dari sabda-sabda iman dan ajaran yang sehat (1 Tim 4:6), yang terutama mereka gali dari Kitab Suci, sambil menyelami rahasia Kristus, yang akan mereka bawakan dalam pewartaan dan kesaksian mereka. Oleh karena semua itu, misionaris-imam-bruder-suster dan awam perlu disiapkan dan dibina menurut keadaan masing-masing supaya mereka jangan ternyata tidak sanggup menghadapi tuntutan-tuntutan karya dikemudian hari. 8.3 Kitab Hukum Kanonik. 8.3.1Tugas Gereja mengajar.

28

Kanon. 762 1. Oleh karena umat Allah dipersatukan pertamatama oleh sabda Allah yang hidup, yang sangat patut diperoleh dari mulut para imam, maka hendaknya para pelayan rohani menjujung tinggi tugas mereka. Berkotbah dan memang diantara tugas-tugas mereka yang utama adalah mewartakan Injil Allah kepada semua orang. 8.3.2 KHK kanon. 773. Menjadi tugas khusus dan berat terutama bagi para gembala rohani, untuk mengusahakan katekese umat kristiani agar iman kaum beriman melalui pengajaran agama dan melalui pengalaman kehidupan kristiani, menjadi hidup dan disadari, dan penuh daya. H. Metodologi Penelitian 1. Bentuk Penelitian dan Metode 1.1 Bentuk Penelitian Design Rancangan Penelitian adalah Deskriptif Kualitatif. Bentuk yang dipakai dalam penelitian ini yakni bentuk deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan kualitas atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang atau jasa. Hal yang terpenting dari sifat barang atau jasa berupa kejadian atau fenomena atau gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi suatu perkembangan konsep teori (Satori dan Komariah, 2009:22).

29

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan menafsir fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan menggunakan metode yang ada (Satori dan komariah, 2009:23-25). 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, artinya dalam prosedur pemecahan masalah yang diteliti atau melukiskan keadaan sesuai dengan data dan fakta yang ada dilapangan. Metode deskripsi dapat diartikan sebagai Prosedur pemecahan masalah yang ada di selidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subyek / obyek penelitian yaitu seseorang, lembaga, masyarakat pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. (Nawawi, 1983;63). 3. Data Penelitian Data adalah bahan informasi untuk proses berpikir atau kemungkinankemungkinan pemecahan suatu persoalan serta keterangan-keterangan sementara yang sudah disusun harus diuji melalui pengumpulan data-data yang relevan. Data-data yang terkumpul diolah untuk memberikan kebenaran dari hipotesis itu ( Hadi dan Haryono 1998:39-40). Data yang diteliti dalam penelitian ini yaitu Peranan Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat di Stasi Santo Paulus Paroki . a. Hasil wawancara b. Hasil observasi c. Hasil kutipan dari dokumen

30

4. Sumber Data Penelitian Sumber data adalah personil atau kelompok, dapat juga organisasi lainnya yang dapat memberikan informasi kepada penulis untuk memperjelas judul penulisan yang akan dibahas secara jelas d akurat. an (Menurut Sukmadinata, 2005:5). a. Guru Agama Katolik yang berada di Stasi Santo Paulus sebanyak 4 orang yang menjadi informan. b. Pemimpin atau pengurus umat yang berada di Stasi Santo Paulus sebanyak dua orang yang menjadi informan dalam penelitian. c. Orang Katolik yang ada di Stasi Santo Paulus sebanyak enam orang yang bersedia menjadi informan. d. Tokoh masyarakat yang pernah menjabat sebagai pemimpin umat sebanyak 2 orang sebagai informan. Pertimbangan penulis memilih para informan diatas yaitu lebih karena mereka semua lebih berhubungan dengan masalah yang penulis teliti dan juga merupakan informan kunci yang lebih mengetahui tentang bagaimana peranan guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang. 5. Teknik (cara) dan Alat Pengumpulan Data. 5.1 Tehnik (cara) Pengumpulan Data a. Wawancara wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapat informasi yang digali dari sumber data langsung

31

melalui percakapan atau tanya jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat mendalam karena ingin

mengeksplorasi informan secara menyeluruh dan jelas dari informan (Satori dan Komariah, 2009:130) b. Observasi dilakukan di Stasi Santo Paulus. Observasi adalah pengujian secara intensional atau mempunyai suatu tujuan, khususnya untuk maksud pengumpualan data yang merupakan satu verbilisasi mengenai hal-hal yang diamati (Calpin James, 1981). c. Dokumen adalah suatu yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan. 5.2 Alat Pengumpulan Data a. Pedoman wawancara: berupa daftar pertanyaan pokok yang dijadikan pegangan untuk ditanyakan kepada informan tentang masalah yang diteliti. b. Pedoman observasi: berbentuk catatan dari pengamatan yang didapat dilokasi penelitian. c. Pengumpulan data di perpustakaan: penulis menelaah bukubuku yang memuat referensi masalah yang diteliti. 6. Teknik (cara) menguji Keabsahan Data Dalam penelitian ini dilakukan pengecekan keabsahan data melalui: triangulasi: berdiskusi dengan guru agama Katolik, pemimpin umat dan teman sejawat yang mengetahui masalah penelitian ini.

32

7. Teknik (cara) menganalisis Data Adapun tehnik menganalisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Membaca secara teliti dan berulang-ulang hasil wawancara, hasil observasi, dan hasil dokumenter. b. Merefleksi dan menginterpretasikan/memberikan makna hasil wawancara, hasil observasi dan hasil dokumenter. c. Mendeskripsikan hasil interpretasi/pemberian makna. I. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah di Stasi Santo Paulus Paroki Pius X Bengkayang Keuskupan Agung Pontianak. Stasi Santo Paulus terletak di kecamatan Lumar Kabupaten Bengkayang, Propinsi Kalimantan Barat. Alasan dipilihnya Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang sebagai lokasi penelitian ini ialah: 1. Selain Karena Stasi Santo Paulus jarak wilayahnya tidak jauh dari paroki atau mudah dijangkau, di Stasi Santo Paulus ini juga ada guru agama Katolik yang bertugas di sekolah kecamatan Lumar yang lebih banyak mengetahui masalah pewartaan Injil, sehingga sangat membantu penulis untuk mendapat informasi yang bersedia

diwawancarai. 2. Di lokasi penelitian terdapat masalah penelitian seperti: Bagaimana Peranan Guru Agama Katolik dalam Pastoral Umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang? Kendala apa saja yang

33

dihadapi oleh pewarta atau katekis? Serta usaha apa yang dilakukan oleh guru agama Katolik dalam pastoral umat di Stasi Santo Paulus Paroki Santo Pius X Bengkayang?. J. Sistematika penelitian BAB I PENDAHULUAN BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB V PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN K. Jadwal Penelitian Penelitian ini direncanakan selama 6 bulan dengan jadwal sebagai berikut : Bulan No Kegiatan 1 1 2 3 4 5 6 7 Pembuatan proposal Seminar proposal Perbaikan proposal Pengambilan data Pengolahan data Penyusunan laporan Distribusi laporan X X X X X X X X 2 3 4 5 6

34

You might also like