You are on page 1of 9

Kebudayaan Pra Islam Dari Sudut Pandang Arab Centris

Oleh: Moh. Najib Buchori

Secara diakronik perkembangan suatu kebudayaan merupakan kesinambungan dari kebudayaan sebelumnya. Kemajuan Barat merupakan kelanjutan dari kejayaan kebudayaan Arab. Dan kemajuan kebudayaan Arab berhutang budi terutama kepada kebudayaan Yunani. Kebudayaan, di samping merupakan refleksi dari upaya manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan alam, juga bagian dari respon atas kebudayaan lain yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu mempelajari kebudayaan bangsa-bangsa pra Islam di kawasan yang kemudian menjadi wilayah imperium Islam, dapat membantu memahami bagaimana pembentukan kebudayaan Islam terjadi; dan apa pengaruh kebudayaan pra Islam terhadap kebudayaan Islam. Suku-Bangsa Arab Secara genealogis seluruh suku-bangsa Arab merupakan keturunan dari Adnan dan Qahthan. Para sejarawan sepakat bahwa Qahthan adalah nenek moyang suku Arab Yaman. Sedangkan Adnan adalah nenek moyang suku Arab Hijaz dan Najd. Pada perkembangannya, suku-suku Arab Yaman banyak yang bermigrasi ke hijaz, Syam, Iraq, Oman dan kawasan pantai teluk Persia. Suku Aus dan Khazraj, keturunan Azd cabang dari Kahlan, menempati Madinah; Ghassan, juga dari keturunan Azd cabang dari Kahlan membangun kerajaan di Syam dibawah kekuasaan politik Byzantium-Romawi; Bujailah menempati kawasan Bahrain; Judzaimah di Oman; dan Bani Lakhm berkuasa di kawasan Iraq. Hingga menjelang kedatangan Islam mayoritas penduduk semenanjung Arab adalah suku-suku Arab. Kawasan Hijaz dan Najd didominasi keturunan Adnan, dan wilayah Yaman, Oman dan kawaan di sepanjang pantai Teluk Persia menjadi basis keturunan Qahthan. Etnik minoritas yang tinggal di semenanjung Arab saat itu adalah beberapa suku Yahudi yang menetap di Madinah, Khoibar dan Yaman. Suku-suku Arab di Iraq merupakan etnik minoritas yang berbaur dengan etnik Persia dan penduduk lokal Iraq. Demikian pula suku-suku Arab yang bertempattinggal di Syam merupakan etnik minoritas diantara orang orang Romawi dan penduduk lokal. Peta Politik Wilayah Timur Tengah dan Teluk Persia merupakan kawasan politik paling dinamis sejak abad kuno hingga masa pra Islam. Kawasan ini menjadi panggung politik yang menampilkan perebutan kekuasaan paling spektakuler. Di Iraq pernah berdiri kekuatan Besar: Babylonia, Assyiria, Akkad. Iran menyumbangkan SasanidPersia. Iskandar Agung membawa bendera Yunani. Romawi Barat berbasis di Italia. Dan Romawi Timur berbasis di Bizantium, yang sekarang bernama Istanbul Turki. Menjelang kedatangan Islam ada tiga kekuatan politik yang masih berjaya di kawasan ini, yaitu dua kekuatan besar: Persia dan Romawi Timur atau Konstantinopel

Dipresentasikan dalam diskusi mingguan Forum Diskusi Malem Kemis pada tanggal 2 Januari 2008 Staf pengajar Mahad Aly Ghozaliyah Sarang Rembang

dan satu kekuatan medioker, yaitu Habasyah. Hampir seluruh wilayah laut tengah berada di bawah kekuasaan Romawi. Asi Tengah, Iraq, Oman dan sepanjang pantai teluk Persia berada di bawah kendali Persia. Sisa sisa kerajaan di Yaman semula tunduk pada kekuatan Habasyah, tetapi akhirnya jatuh ke tangan Persia. Sementara Ghassanid, kerajaan suku arab di sekitar Syam, masuk dalam koloni Romawi. Dan kerajaan suku Arab lain, yaitu Lakhmid, masuk dalam koloni Persia. Dengan demikian, hampir seluruh wilayah Laut Tengah Afrika maupun Eropa, semenanjung Arab, Teluk Persia dan Asia Tengah praktis berada dalam genggaman dua imperium besar, yaitu Romawi dan Persia. Dan kelak sebagian beasr wilayah tersebut berhasil ditaklukkan pasukan Islam dalam waktu tidak lebih dari satu abad. Diantara wilayah semenanjung Arab yang tidak berada di bawah hegemoni politik Romawi dan Persia adalah Hijaz dan Najd. Bahkan kedua wilayah ini tidak memiliki pemerintahan. Suku-suku yang menempati Hijaz dan Najd merupakan unit unit kekuasaan otonom yang tidak tunduk pada kekuasaan tunggal. Tiap individu secara politik berafiliasi kepada suku atau klan masing masing, bergantung kepada situasi konflik. Kebudayaan Seperti telah disinggung diatas bahwa di kawasan Teluk dan Timur Tengah pernah bercokol berbagai imperium besar. Dan setiap imperium tentu meninggalkan pengaruh kebudayaan yang kemudian berkembang secara alami sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kondisi lingkungan. Dan kehidupan suku-suku Arab pun tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan yang ada sebelumnya atau di sekitarnya. Dan tingkat pengaruh kebudayaan asing terhadap suku-suku Arab sangat bergantung kepada intensitas interaksi dengan kebudayaan tersebut. Sebelum membicarakan kebudayaan Arab saya akan menuturkan beberapa kebudayaan yang pernah ada sebelumnya secara singkat. Hal ini saya maksudkan untuk memberikan gambaran komparatif antara kebudayaan suku-bangsa Arab dengan suku-bangsa lain di sekitarnya. a. Babylonia Peninggalan Babylonia yang paling terkenal adalah Hukum Hamurabi atau Code of Hammurabi. Peninggalan ini sangat mungkin mempengaruhi sistem hukum imperium Romawi melalui kebudayaan Yunani. Di bidang Astronomi, Babylonia telah mengenal kalender dan hitungan minggu dalam tujuh atau lima hari. Dan astronomi Babylonia telah mampu meramalkan posisi Bulan dan Matahari. Kemajuan Astronomi Babylonia diyakini terjadi pada masa Sargon Akkadian. Literatur astronomi ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani oleh Berrosus. Matematika Babylonia juga terhitung maju. Sistem bilangan dalam Matematika Babylonia menggunakan basis 60 atau sexagesimal. Dan bais 60 ini kemudian diadopsi pengetahuan moderen dalam hitungan menit, detik dan lingkaran. Matematika Babylonia juga telah memperkenalkan hukum Pythagoras sebelum Pythagoraas Yunani. Filsafat Babylonia, terutama filsafat etika, dapat dilacak dari karya sastra seperti puisi, prosa, cerita rakyat yang menggambarkan Mesopotamian wisdom. Dan rasionalitas filsafat Babylonia didasarkan pada observasi empirik. Sangat mungkin filsafat Babylonia memiliki pegaruh terhadap filsafat Yunani. Teks Dialog of

Pessimism, misalnya, memiliki kesamaan dengan Agnotisisme kaum Sophis, Doktrin Heraclitus tentang perbedaan, dan beberapa dialog Plato. b. Mesir Kuno Situs kuno di Giza dan Luxor menggambarkan dengan jelas kemajuan peradaban Mesir kuno. Piramid diyakini dibangun 2700 tahun sebelum masehi. Pembangunannya hingga sekarang masih menyisakan tanda tanya: bagaimana batu batu yang besarnya sulit dipindahkan oleh satu orang bisa diletakkan secara bertingkat dengan bentuk bangunan yang landai dan menjorok ke dalam. Hal ini menggambarkan kemajuan peradaban Mesir kuno di bidang konstruksi dan seni arsitektur. Pada dinding dalam Piramid tepahat hieroglyphic, hal yang menggambarkan tradisi literal dalam kebudayaan Mesir kuno. Keberadaan kertas papirus dan huruf paku semakin menguatkan dugaan bahwa tradisi literal sudah di kenal oleh kebudayaan Mesir kuno. Pengawetan mayat para raja yang disimpan di dalam Piramid mampu mempertahankan keutuhan fisik mayat selama ribuan tahun hingga sekarang. Inilah kecanggihan ramuan kimia Mesir kuno. Sejak 8000 SM kehidupan bercocok tanam di lembah sungai Nil telah menggusur kehidupan berburu. Dan sekitar tahun 6000 SM di lembah lembah Nil banyak berdiri bangunan dengan sistem pertanian yang terorganisir, hal mana membuktikan bahwa kehidupan menetap yang didukung sistem perekonomian agraris telah terjadi di Mesir sejak ribuan tahun sebelum Islam datang. c. Yunani Orang orang Barat mengakui bahwa kemajuan peradaban Barat saat ini berhutang budi kepada filsafat Yunani yang dikembangkan para sarjana Arab semacam Ibnu Rusyd. Memang, salah satu kebudayaan lama yang mendapatkan perhatian terbesar dari para sarjana dan pemimpin Islam adalah kebudayaan Yunani. Sederet nama besar tokoh tokoh filsafat dan Sain Yunani, yang memasuki ranah intelektual Islam pada abad 2 Hijriyah, merupakan bukti kejayaan filsafat dan sain Yunani. Socrates, Plato, Aristoteles, Pythagoras, Euclides, Plotin untuk menyebut sebagian dari mereka. Filsafat Yunani tidak hanya berbicara masalah etika, tetapi juga ontologi dan metafisika. Dan filsafat Yunani dibangun secara sistematis dan teoritis serta menjadi disiplin tersendiri yang terpisah dari mistisisme, cerita rakyat, atau karya sastra seperti pada filsafat dalam kebudayaan sebelumnya. Matematika, fisika dan astronomi meruapakan bidang kajian yang mendapatkan perhatian serius dari para tokoh filsafat dan sain Yunani. Pada gilirannya kajian kajian ini menghasilkan serangkaian temuan ilmiah baru di bidang masing masing. Ambisi Iskandar Agung untuk menguasai dunia telah menghasilkan geografi Ptholemus yang menjadi rujukan penting para sejarawan Muslim semacam Ibnu Khaldun dan al-Masudy. Kebudayaan Hellenistik, yang diantaranya berpusat di Antiokia Syiria dan Alexandria Mesir, memiliki pusat pusat pendidikan yang mengajarkan filsafat, retorika, politik dan diplomasi. Dan pusat pusat pendidikan itu didukung ratusan ribu buku di berbagai bidang ilmu pengetahuan, hal mana membuktikan, betapa kuat tradisi intelektual dalam kebudayaan Yunani. d. Persia

Mengamati kehidupan ekonomi Sasanid, generasi ketiga dinasti Persia, seolah merasakan praktik perdagangan moderen. Firma perdagangan dan industri tumbuh bak jamur di musim hujan. Produksi sutra yang diadopsi dari cina kemudian berkembang di Sassanid dan menjadi salah satu bahan industri textil di Byzantium. Posisi Persia yang strategis berhasil dimanfaatkan untuk menjembatani pertukaran barang dari Cina, India dan Jepang di Timur dengan Romawi dan Byzantium di Barat. Dan pada akhirnya Persia merajai perdagangan internasional baik di Laut Hindia mapun Asia Tengah. Dari sektor ini pemerintahan Persia mendapatkan banyak pendapatan berupa bea cukai atau pajak perdagangan lintas negara. Temuan arkeologis mutakhir memperlihatkan fakta menarik, yaitu bahwa bangsa Persia saat itu telah menggunakan label atau merek untuk mempromosikan produk mereka sekaligus membedakannya dari produk firma lain. Beberapa komoditas ekspor Persia saat itu diantaranya adalah textil sutra dan wool, karpet, kulit dan mutiara. Dan beberapa komoditas yang didatangkan dari negara lain kemudian di ekspor kembali adalah kertas dan sutra dari Cina dan rempah-rempah dari India. Pada saat itu Persia juga mencatat peningkatan di bidang produksi pertambangan. di bidang spiritual dan asketisme Persia memiliki warisan budaya dalam personifikasi Zoroastrianisme, Mandaeisme, Mazdakisme dan Manichaenisme. e. Romawi Imperium romawi yang berpusat di Roma Italia pernah memperkenalkan sistem pemerintahan paling moderen saat itu. Sistem pemerintahan Romawi telah mengenal pembagian kekuasaan, meskipun masih sangat terbatas, melalui lembaga senat dan tribune. Pemerintahan propinsi juga mendapat sentuhan dan hubungannya dengan pemerintahan pusat juga mendapat sentuhan sistem politik yang demokratis. Pada tataran ide, apa yang terjadi di imperium Romawi pada masa kepemimpinan Augustus, memang bukan hal baru. Setidaknya gagasan Politika dan Demokrasi karya Plato pernah membincangkan hal tersebut. Bahkan dalam skala yang lebih kecil gagasan plato pernah dimplementasikan dalam negara-kota Yunani. Tetapi implementasi dan pengembangan dalam skala yang lebih besar baru dilakukan pemerintahan Augustus. Di bidang Arsitektur, Romawi memiliki peninggalan bangunan yang di era moderen diadopsi dalam bentuk bangunan Stadion sepak bola. Pada masa Romawi model bangunan stadion digunakan untuk menampilkan pertarungan para gladiator. f. Arab Ghassanid. Seperti telah saya singgung di atas bahwa Ghassanid adalah keturunan suku Arab Yaman yang mendirikan kerajaan di kawasan Syam di bawah koloni Romawi. Oleh karenanya kehidupan Arab Ghassanid tentu tidak jeuh berbeda dari kebudayaan Romawi. Mulai dari adat berpakaian, bangunan, tempat tinggal, perayaan hari besar hingga sistem pemerintahan dan militer, hampir seluruhnya mengadopsi kebudayaan Romawi. Salah satu bangunan bersejarah yang menunjukkan hegemoni kebudayaan Romawi di kerajaan Ghasanid adalah stadion ala romawi yang terletak di kota Busra Yordania. Namun demikian kebudayaan nenek moyang masih terlihat dalam sebagian kecil kehidupan Arab Ghasanid. Beberapa penduduk Arab Ghassanid lebih memilih hidup di kemah kemah layaknya kebudayaan Arab nomaden. Dan meskipun telah

berabad abad berada di bawah pengaruh Romawi, umumnya Arab Ghassanid masih mempertahankan silsilah nasab dalam sistem suku atau marga. Lakhmid. Pengaruh kebudayaan Persia terhadap kehidupan suku-Arab Lakhmid tidak sekuat pengaruh kebudayaan Romawi terhadap Ghassanid. Kota kota di kerajaan Lakhmid, al-Hira dan al-Anbar tidak semaju kota kota di Ghassanid. Prosentase kehidupan nomaden di Lakhmid juga lebih besar dibanding dengan Ghassanid. Namun demikian, al-Hira dikenal sebagai kota hiburan. Di kota tersebut banyak berdiri tempat tempat hiburan yang menyediakan paket hedonisme klasik: musik, minuman dan tentu saja wanita. Berdasarkan penuturan syair-syair jahili tampaknya tiga paket hedonisme ini memang sudah menjadi budaya suku suku Arab. Yaman. Saba, salah satu keturunan Qahthan, menjadi nama kerajaan pertama suku Arab di Yaman. Dan seperti disebutkan Quran, Saba pada akhirnya tunduk dibawah hegemoni politik kerajaan Sulaiman. Bangunan yang terkenal pada masa pemerintahan dinasti Saba adalah bendungan Marib Setelah keruntuhan Saba, Yaman dikuasai oleh klan Himyar dan mendirikan dinasti Himyarite. Himyarite menjadi negara berdaulat sebelum kemudian ditaklukkan Habasyah. Sebagai negara yang berdaulat Himyarite tidak banyak dipengaruhi negara lain. Tetapi sebagai negara yang memiliki hubungan dagang dengan negara lain, Himyarite tidak bebas dari pengaruh kebudayaan lain, setidaknya dalam hal hal yang berhubungan dengan perdagangan. Dan salah satu bukti pengaruh kebudayaan lain adalah uang logam lokal Himyarite yang diyakini mengadopsi gaya uang logam Romawi pada masa Augustus. Hijaz dan Najd. Sebagian sangat besar suku suku Arab di Najd memiliki pola kehidupan nomaden. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain secara berkelompok. Sedangkan di Hijaz ada beberapa suku yang sudah mengikuti pola kehidupan menetap, seperti Quraisy di Makkah; Aus dan Khazraj di Madinah dan Tsaqif di Thaif. Baik yang menetap ataupun nomaden, suku-suku Arab Hijaz dan Najd memiliki kehidupan yang masih sanggat sederhana. Tidak ada kemewahan bangunan yang melebihi fungsi sekedar untuk berteduh; tidak banyak pakaian yang melebihi fungsi menutup aurat; tidak banyak pengolahan hasil alam yang melebihi tuntutan hidup ala kadarnya. Hampir seluruh sisi kehidupan suku-suku arab Hiaz dan Najd bermuara pada pemenuhan kebutuhan primer. Kehidupan sosial mereka bersifat tribalistik. Setiap individu hanya tunduk pada kekuasaan absolut masing masing pemimpin suku. Biasanya kepemimpinan suku diraih karena garis keturunan, kekayaan atau keberanian. Setiap pemimpin suku berkewajiban melindungi kehormatan, darah dan harta anggotanya dari serangan suku lain. Orang orang yang tidak memiliki garis keturunan dari suku suku yang ada memiliki dua pilihan: hidup bebas tanpa perlindungan suku atau berafiliasi dengan suku suku yang ada dengan status sebagai mawali. Sedangkan para budak, dalam sistem sosial tribalistik mereka secara otomatis mengikuti suku tuannya. Kehidupan yang keras karena lingkungan alam dan ancaman perang antar suku membentuk watak pemberani, ksatria serta menjunjung tinggi kehormatan dan harga diri. Perekat sosial dalam sistem tribalistik menumbuhkan rasa fanatisme dan solidaritas yang tinggi antar sesama anggota suku. Seperti telah saya sebutkan di atas, secara politik Hijaz dan Najd tidak berada di bawah koloni dua negara adidaya, Romawi dan Persia. Namun bukan berarti kawasan ini terisolir dari dunia di sekitarnya. Setidaknya setiap tahun ada kafilah dagang yang berinteraksi dengan Syam di utara dan Yaman di selatan. Di samping itu

ada ada pula para pemilik kedai arak yang mengambil arak kelas wahid dari al-Hira Iraq yang berada di bawah koloni Persia. Oleh karena itu, sejatinya kehidupan sosial dan pemikiran bangsa non Arab sudah dikenal di Hijaz dan Najd sebelum Islam datang. Tetapi, proses imitasi berskil adalah suatu tindakan yang menuntut syarat kesamaan derajat nalar kebudayaan antara yang ditiru dengan yang meniru. Seorang anak kecil betapapun lekatnya dengan orang dewasa tidak mungkin memahami apalagi menirukan pola pikir orang dewasa. Inilah sebabnya Arab Hijaz dan Najd jauh lebih terbelakang dibanding sukubangsa lain. Hijaz dan Najd adalah bangsa ummy, tidak mengenal baca-tulis-hitung. Pengetahuan bangsa Hijaz dan Najd adalah warisan nenek moyang yang ditransfer dari generasi ke generasi secara getok-tular. Sangat sedikit pengetahuan asing yang masuk dalam tradisi pengetahuan bangsa Arab Hijaz dan Najd. Dan pengetahuan pengetahuan yang mereka miliki jauh dari memadai untuk bisa disebut ilmu. Tidak seperti Yaman yang telah menggunakan uang logam lokal sebagai alat tukar, perdagangan lokal Hijaz dan Najd masih menggunakan sistem barter. Komoditas utama perdagangan mereka terdiri dari hasil peternakan yang dikuasai suku-suku nomaden serta hasil bumi tanpa olahan yang dikuasai suku Madinah dan Thaif. Pemain utama sektor perdagangan dikuasai suku Makkah. Dalam kebudayaan yang masih sangat sederhana, perdagangan jasa tidak banyak dibutuhkan. Dan karenanya perdagangan jasa di Hijaz dan najd masih sangat terbatas dan umumnya tidak memberikan penghasilan yang besar. Satu satunya jasa yang dapat menghasilkan keuntungan besar adalah prostitusi. Di samping peternakan, pertanian dan perdagangan, sumber penghasilan Arab Hijaz dan Najd juga didapat dari perang. Perang bisa terjadi karena persoalan harga diri, tetapi juga dilakukan karena motif motif ekonomi, seperti memperebutkan lahan subur atau menjarah kafilah dagang. Diantara suku-suku Arab Hijaz dan Najd, penduduk Thaif memiliki tingkat kesejahteraan dan pengetahuan yang relatif lebih baik. Wilayah Thaif dikelilingi pagar, hal yang tidak ditemukan di Makkah ataupun Madinah. Penduduk Thaif memiliki keahlian menyamak yang tidak banyak dikuasai suku lain. Angka ke-ummyan di Thaif relatif lebih kecil. Dan di bidang persenjataan Thaif telah mengenal dabbabah dan manjaniq yang terbilang canggih saat itu. Agama Pada dasarnya manusia mengakui adanya kekuatan adi kodrati yang mengatasi kekuatan manusia. Dari kekuatan adi kodrati ini manusia berharap mendapat pertolongan dalam mengatasi kesukaran kesukaran yang dialaminya. Pada tahap yang paling primitif manusia meyakini bahwa benda benda disekitarnya, seperti batu, pohon bahkan juga binatang memiliki kekuatan adi kodrati. Pada perkembanganya manusia menyadari bahwa kekuatan adi kodrati hanya dimiliki benda benda besar yang tidak terjangkau, seperti matahari dan bintang bintang. Ada pula yang menganggap bahwa kekuatan adi kodrati hanya dimiliki zat yang tidak kasat mata. Karena mereka merasa harus sering berkomunikasi dengan zat adi kodrati, maka mereka perlu mengkasat-matakan zat tersebut. Dengan alasan itu, mereka membuat patung patung yang bentuknya disesuaikan dengan rasa seni dan konsepsi mereka tentang sifat sifat zat adi kodrati. Zat adi kodrati inilah yang dalam kebudayaan umat manusia disebut tuhan atau dewa. Hampir semua bangsa di dunia mengalami fase keberagamaan seperti ini. Romawi penganut paganisme sebelum kemudian beralih ke Kristen, terutama setelah

Konstantin I memeluk agama tersebut. Yunani memiliki dewa dewa yang dipatungkan, dan pada perkembangannya persoalan agama di Yunani mendapat sentuhan filsafat. Patung sebagai personifikasi tuhan juga ditemukan di Mesir kuno, dan dalam salah satu perkembangannya, seorang raja yang kuat menganggap dirinya sebagai tuhan. Di Persia terdapat penyembah matahari dan dewa dewa yang tidak kasat mata. Lebih jauh kebudayaan Persia telah mengembangkan pengertian tentang nabi dan asketisme sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Dalam perkembangannya agama tidak hanya melulu persoalan zat adi kodrati atau tuhan, tetapi juga mencakup persoalan etika, seperti terlihat dalam konsep keberagamaan di Yunani dan Persia. Hubungan horisontal antara manusia dengan sesamanya yang semula diatur atas dasar kesepakatan mereka sendiri, kemudian disajikan dalam kemasan agama. Disamping agama dan kepercayaan yang dianut berdasarkan pencarian alamiah manusia, di kawasan Timur Tengah dan Teluk Persia pra Islam juga dikenal agama samawi, yaitu Yahudi dan Nasrani. Yahudi dibawa Nabi Musa untuk bangsa Israil. Dan hingga sekarang mayoritas pemeluk Yahudi adalah bangsa Israil dari keturunan Yaqub. Sedangkan Nasrani di bawa Nabi Isa juga untuk bangsa Israil. Tetapi dalam perkembangannya agama Nasrani justru banyak dianut oleh umat lain, dan sangat sedikit orang orang dari bangsa Israil yang memeluk agama ini. Mayoritas penduduk Hijaz dan Najd adalah penganut paganisme. Beberapa gelintir orang di Makkah diyakini para sejarawan sebagai penganut monoteisme Ibrahim dan menolak paganisme. Dan di madinah sebagian suku keturunan Israil memeluk agama Yahudi yaitu, Bani Nadlir dan Quraidhah. Paganisme di Yaman tidak sedominan di Hijaz dan Najd. Disamping ada penganut paganisme, di Yaman juga ditemukan beberapa rabi Yahudi, dan bahkan dalam salah satu fase sejarahnya, Najran -- yang saat itu masuk wilayah Yaman -mayoritas penduduknya beragama Nasrani. Di Syam mayoritas suku Arab memeluk Agama Nasrani sekte Yaquby yang menolak trinitas. Dan di era moderen hampir seluruh pemeluk Kristen di Syiria, Jordania, Lebanon dan Palestina adalah keturunan Arab Ghassanid Syam. Di Iraq yang merupakan tanah air suku Arab Lakhmid, paganisme menjadi salah satu agama yang dianut penduduknya. Sebagai koloni Persia, agama dan keyakinan khas Persia seperti, Zoroastrianisme, Mandaeanisme, Mazdakisme dan Manichaeisme juga dianut suku Arab, terutama di Kufah. Dan melihat banyaknya gereja yang ditemukan di Iraq, tampaknya agama Kristen lebih dominan dibanding agama Persia maupun paganisme. Kesimpulan Sebelum kedatangan Islam, ada dua negara adidaya yang menguasai hampir seluruh kawasan Laut Tengah, Laut Merah, Teluk Persia dan Asia Tengah. Dan sebagian besar kawasan ini kelak berhasil ditaklukkan Islam dalam waktu tidak lebih dari seratus tahun. Kedua negara ini, yaitu Byzantium atau Romawi Timur dan Persia, memiliki kebudayaan paling maju saat itu. Kemajuan kebudayaan kedua negara tersebut tidak lepas dari kontribusi pemikiran kebudayaan yang pernah ada sebelumnya, seperti kebudayaan Babylonia, Mesir kuno dan Yunani. Dengan kata lain kemajuan kebudayaan Romawi dan Persia merupakan kesinambungan dari kebudayaan-kebudayaan sebelumnya. Kebudayaan Romawi dan Persia menjadi trend setter dan menghegemoni hampir seluruh sisi kehidupan penduduk yang berada di wilayah kekuasaan mereka, mulai dari pakaian, hari besar, bangunan, seni, hukum, militer, hingga agama. Namun

demikian, beberapa tradisi nenek moyang masih di pegang kuat oleh suku-suku Arab yang berada di bawah koloni Persia maupun Romawi, seperti fanatisme kesukuan dan pola kehidupan nomaden. Dua wilayah di semenanjung Arab yang tidak tunduk pada kekuatan asing adalah Hijaz dan Najd. Kedua wilayah ini memiliki kebudayaan yang masih orisinil dan berada dalam perkembangan budaya yang masih primitif. Meskipun Hijaz dan Najd tidak terisolir dari dunia luar, karena adanya hubungan dagang dengan Syam, Yaman dan Iraq, tetapi pengaruh asing tidak banyak ditemukan dalam kebudayaan kedua wilayah ini.

Bahan Pustaka 1. Rifai, Anwar, al-Islam fi Hadlaaratihi wa Nudhumihi, Daar el-Fikr, Damaskus Syria, cet III 2. al-Umry, Ibnu Fadlillah, Masaalik al-Abshar fi Mamaalik al-Amshar, AlMaktabah asy-Syamilah (perpustakaan digital dalam bentuk software), Versi 2.01 3. Ibnu Khladun, Muqaddimah Ibnu Khaldum, Al-Maktabah asy-Syamilah (perpustakaan digital dalam bentuk software), Versi 2.01 4. Ibnu Khladun, Taariikh Ibnu Khaldum, Al-Maktabah asy-Syamilah (perpustakaan digital dalam bentuk software), Versi 2.01 5. Ibnu al-Atsiir, Al-Kaamil fi at-Taarikh, Al-Maktabah asy-Syamilah (perpustakaan digital dalam bentuk software), Versi 2.01 6. Al-Masudy, Muruuj adz-Dzahab, Al-Maktabah asy-Syamilah (perpustakaan digital dalam bentuk software), Versi 2.01 7. http://en.wikipedia.org/wiki dalam halaman Akkadians, Arab, Assyirians, Babylonia, Byzantine, Eastern_Roman_Empire, Gahssanid, Hellenistic_Civilization, Himyarite, Lakhmid, Sassanid, Sabaean.

Gudiline Tulisan 1. Topik : Kebudayaan Pra Islam 2. Tujuan Pembahasan : Menggambarkan kebudayaan Pra Islam dengan menggunakan sudut pandang Arab centris untuk melihat kemungkinan adanya hubungan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan sebelumnya 3. Hipotesis : Suatu kebudayaan merupakan kesinambungan sejarah kebudayaan yang pernah ada sebelumnya. 4. Kerangka a. Pendahuluan b. Kondisi Politik, Sosial dan Budaya di kawasan semenanjung Arab dan Sekitarnya i. Pengertian Bangsa Arab ii. Peta Politik iii. Kebudayaan 1. Babylonia 2. Mesir Kuno 3. Yunani 4. Persia 5. Romawi 6. Arab iv. Agama c. Kebudayaan Islam i. Ilmu Pengetahuan 1. Epistemologi 2. Ragam Ilmu Pengetahuan 3. Silsilah Ilmu Pengetahuan 4. Ciri bersama ii. Hukum iii. Agama 1. Ajaran 2. Ritual iv. Pemerintahan v. Militer vi. Ekonomi d. Kesimpulan

You might also like