You are on page 1of 56

4.1.

DASAR PERTIMBANGAN PERENCANAAN SARANA AIR MINUM

4.1.1. Pengertian Air Bersih

Pengertian air bersih adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan namun tidak dapat langsung diminum.

4.1.2. Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih

Persyaratan

utama

yang

harus

dipenuhi

dalam

sistem

penyediaan air bersih adalah persyaratan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Penjelasan dalam uraian berikut. tiap-tiap persyaratan terdapat

a. Persyaratan Kualitas

Persyaratan

kualitas

air

bersih

secara

garis

besar

adalah sebagai berikut : 1. Persyaratan bakteriologis Parameter persyaratan bakteriologis adalah jumlah maksimum E. coli atau fecal coli dan total bakteri

coliform per 100 ml sampel.

2. Persyaratan kimiawi Dalam hal ini yaitu tidak adanya kandungan unsur atau zat kimia yang berbahaya bagi manusia. Keberadaan zat kimia berbahaya zat-zat harus ditekan yang seminimal mungkin.

Sedangkan

tertentu

membantu

terciptanya

kondisi air yang aman dari mikroorganisme harus tetap dipertahankan keberadaannya dalam kadar tertentu. Parameter dalam persyaratan ini terbagi menjadi dua yaitu bahan dan kimia yang yang mungkin berpengaruh dapat langsung pada

kesehatan

menimbulkan

keluhan

pada konsumen. Bahan-bahan kimia yang termasuk di dalam parameter ini adalah bahan-bahan anorganik, organik,

pestisida, serta desinfektan dan hasil sampingannya. 3. Persyaratan radioaktifitas Persyaratan radioaktifitas membatasi kadar maksimum aktifitas alfa dan beta yang diperbolehkan terdapat

dalam air minum. 4. Persyaratan fisik Parameter dalam persyaratan fisik untuk air minum yaitu warna, rasa dan bau, temperatur, serta kekeruhan.

b. Persyaratan Kuantitas

Dari

segi

kuantitas,

penyediaan

air

harus

mempertimbangkan tentang beberapa hal, yakni : 1. Pemakaian sistem air, ada yaitu dalam jumlah air yang terpakai Pemakaian dari air

yang

kondisi

apapun.

dibatasi oleh persediaan air dalam sistem yang ada dan seringkali tidak mencukupi kebutuhan air. 2. Kebutuhan air, adalah jumlah air yang diperlukan untuk kebutuhan konsumen dalam menjalankan aktivitasnya. Besar kebutuhan air akan menentukan besaran sistem penyediaan. 3. Faktor yang mempengaruhi pemakaian, terdiri atas dua

faktor yaitu : a. Faktor sosial ekonomis, antara lain populasi, luas wilayah, iklim, tingkat pendidikan, tingkat ekonomis, dan lain-lain. b. Faktor teknis, yaitu keadaan sistem penyediaan air

bersih itu sendiri, antara lain kualitas, kuantitas, operasional dan perawatan fasilitas, harga penggunaan meteran, dan lain-lain. 4. Fluktuasi pemakaian air, yakni naik -turunnya pemakaian air tiap jamnya antara satu hari d engan hari lainnya ataupun pemakaian air tiap harinya dalam satu bulan atau tahun. Perbedaan pemakaian per jam disebabkan oleh

perbedaan aktivitas penggunaan air dalam satu hari pada suatu komunitas. Sedangkan perbedaan pemakaian per hari

disebabkan oleh perbedaan kebiasaan hidup dan iklim dari suatu wilayah. Fluktuasi pemakaian air sendiri terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu : a. Pemakaian hari rata-rata, yaitu pemakaian rata -rata dalam satu hari atau pemakaian dalam satu tahun

dibagi banyaknya hari. b. Pemakaian hari maksimum (peak day/D-max), yaitu

pemakaian terbanyak pada suatu hari dalam satu tahun. c. Pemakaian jam rata-rata, yaitu pemakaian rata-rata

dalam satu jam atau pemakaian satu hari dibagi 24 jam. d. Pemakaian jam puncak (peak hour/H-max), yaitu

pemakaian terbesar pada suatu jam dalam satu hari.

c. Persyaratan Kontinuitas

Air

baku

untuk

air

bersih

harus

dapat

diambil

terus

menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musin kemarau maupun musim hujan.

4.2. SUMBER AIR BAKU

Identifikasi

lokasi

pengambilan

air

baku

terutama

dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai : 1. Kondisi topografi lokasi pengambilan air baku. 2. Jarak dan beda tinggi sumber -sumber air baku sampai ke lokasi penampungan air bersih. 3. Debit optimum (safe yield) sumber air baku. 4. Kualitas air baku dari sumbernya. 5. Pemakaian sumber air saat ini yang ada dalam DPS (bila ada).

Beberapa

sumber

air

baku

yang

dapat

digunakan

untuk

penyediaan air bersih adalah: 1. Air Hujan Air garam hujan bersifat lunak kare na tidak mengandung dapat

dan

zat-zat

mineral,

lebih

bersih,

namun

bersifat korosif karena mengandung zat -zat yang terdapat di udara seperti NH 3, CO 2 agresif, ataupun SO 2. Dari segi kuantitas, hujan, air hujan tidak tergantung mencukupi pada jika besar kecilnya untuk

sehingga

digunakan

persediaan umum karena jumlahnya berfluktuasi. Air hujan juga tidak secara kontinu dapat diperoleh karena sangat tergantung pada musim.

2. Air Permukaan Air permukaan yang biasa digunakan sebagai air baku adalah air waduk, sungai, dan danau. sumber Pada

umumnya, air permukaan telah terkontaminasi zat -zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat.

Kuantitas dan kontinuitas air pe rmukaan sebagai sumber air baku cukup stabil.

3. Air Tanah Air tanah mengandung garam dan mineral yang terlarut pada waktu air melalui lapisan -lapisan tanah, serta bebas dari polutan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa air tanah tercemar oleh zat -zat yang mengganggu kesehatan, seperti Fe, Mn, kesadahan, dan sebagainya. Berdasarkan kedalamannya, dangkal dan air air tanah tanah dibedakan dalam. menjadi Air air tanah dangkal

tanah

kualitasnya lebih rendah daripada air tanah dalam. Secara kuantitas, bersih. tanah air tanah dari dapat mencukupi kebutuhan pengambilan yang air air

Tetapi harus

segi

kontinuitas,

dibatasi,

karena

pengambilan

terus

menerus dapat menyebabkan penurunan muka air tanah dan intrusi air laut.

4. Mata Air Dari belum segi kualitas, oleh mata air sangat pencemar. baik karena

terkontaminasi

zat -zat

Pencemaran

biasanya terjadi di lokasi mata air itu muncul. Dari segi kuantitas dan kontinuitas, mata air kurang bisa

diandalkan sebagai sumber air air baku

4.3. SISTEM PENGOLAHAN DAN TRANSMISI AIR BERSIH

4.3.1. Pengolahan Air Minum

4.3.1.1. Umum

Pengertian pengolahan air adalah suatu usaha mengurangi konsentrasi masing-masing polutan dalam air, sehingga aman untuk digunakan sesuai dengan keperluannya. Proses pengolahan air pada hakekatnya dilaksanakan berdasarkan sifat -sifat

perubahan kualitas yang biasanya berlangsung secara alamiah, oleh karena itu mekanisme proses tersebut dapat berlangsung secara fisik, kimia, dan biologi.

Secara garis besar satuan operasi dalam proses pengolahan air yang biasa dipergunakan adalah :

1. Intake 2. Koagulasi 3. Flokulasi 4. Sedimentasi 5. Filtrasi 6. Desinfeksi

Pemilihan dipengaruhi

masing-masing oleh berbagai

unit

operasi

yang

digunakan jenis dan

faktor

seperti

karakteristik air, variasi debit air, kualitas hasil olahan yang diinginkan, pertimbangan kemudahan dalam operasi dan

pemeliharaan yang berkaitan dengan ketersediaan teknologi dan tenaga terampil serta aspek ekonomis menyangkut biaya yang harus disediakan untuk pembangunan instalasi serta biaya

operasionalnya. (Mochtar, 1999)

P E H R A IO R C LO IN T N (optional) LO LIF P M S W T UP V LV A E RE IV R O R SRA TEM

C LO IN H RE F CU T R LO C LA O S T LIN T N S ET G A K F ES ILT R C O IN (P C LH R E ost hlorination) H H TP M S IG LIF U P D LIV R M IN E EY A V LV A E T CY O IT

CAU N O G LA T V LV A E P IN LA SD ETT N E IM N A IO

B -P S P E Y A S IP B -P S P E Y A S IP F S ME LA H IX R (F M ast ixing) B -P S P E Y A S IP P M IN A E U P TKS

Gambar 4.1. Diagram Alir Pengolahan Air (Sumber : Layla, 1978)

Penambaha Proses n Bahan Kimia Buangan

Prasedimentasi: digunakan air deras, menyisihkan tinggi, baku jika sumber Air baku Lumpur diambil Klorin secara periodik Ammonia dapat ditambah kan untuk mengoksidasi zat organik atau menahan oksidasi dibuang dengan diratakan atas tanah cara di dan

alirannya berfungsi SS yang kimia

bahan

biologinya. Lumpur Koagulasi, Flokulasi, berfungsi kekeruhan meng dan juga Sedimentasi: menyisih dengan kan cara koloid kannya, untuk Polimer Alum diambil secara kontinyu &

dilandfilling atau cara dengan lain,

gumpalkan mengendap digunakan

menyisihkan disebabkan organik.

warna oleh

yang Klorin

setelah lakukan proses dewatering

di

molekul

Filtrasi: berfungsi menyisihkan yang desinfektan ditambahkan mencegah kekeruhan tersisa, dapat untuk pertumbuhan Air pencucian lumpur telah didewatering dibuang bersama dengan lumpur Adsorpsi: diperlukan mengandung terlarut, jika zat berupa air Klorin dari proses & yang

makhluk hidup pada media filter.

sebelumnya.

organik kolom Uap dari pembersihan kolom

karbon aktif atau dapat juga dengan menambahkan

karbon aktif powder.

Desinfeksi: Digunakan bunuh untuk mem

bakteri

patogen.

Klorin ditambahkan dalam jumlah yang cukup untuk mendapatkan yang cukup sisa di klorin dalam Ke sistem

distribusi

sistem distribusi.

Reservoir: Digunakan mungkinkan untuk waktu me kontak

desinfeksi terpenuhi dan untuk menyimpan air

untuk kebutuhan puncak

Gambar 4.2.

Bagan Pengolahan Air Minum untuk Air

Permukaan yang Keruh dan Mengandung Zat Organik (Sumber: Environmental Engineering,1985 )

4.3.1.2. Intake

Intake sumber air

merupakan baku

suatu

konstruksi

yang

dibangun air

di yang

untuk

mengambil

sejumlah

direncanakan.

Faktor-faktor

yang

harus

diperhatikan

dalam

peletakan intake adalah ketinggian tanah berhubungan dengan sistem pengaliran air baku, sedekat m ungkin dengan daerah pelayanan, dibangun pada tempat yang aman, arus aliran tidak terlalu besar, dan pada daerah sungai yang landai dan lurus; tanah di sekitar debit intake di masa harus stabil, mempertimbangkan inlet harus

peningkatan

mendatang,

posisi

benar-benar tepat dimana titik penyadapan dapat optimum; jauh dari sumber kontaminan, dan dilengkapi dengan screening.

Adapun intake untuk menyadap air baku yang berasal dari sungai biasa disebut r iver intake. Tipe ini biasanya

dilengkapi dengan screen dan bak penampung dengan pintu air. River intake dapat diterapkan pada sungai relatif dangkal

dengan memodifikasi bangunan penampungnya.

Screen

Valve

Po Pipa Intake

Pipa inlet Sungai/ Embung

Bak Pengumpul

Gambar 4.3. Sketsa River Intake (Sumber: Setyo et.al, 1997 )

Biasanya

pada

intake

dilengkapi

dengan

bangunan

penunjang yang berupa : 1) Saringan (screening). 2) Pintu Air. 3) Saluran Pembawa.

4.3.1.3. Bak Pengumpul

Bak pengumpul berfungsi untuk menampung air dari intake untuk diolah oleh unit pengolahan berikutnya. Bak pengumpul dilengkapi dengan pompa intake dan pengukur debit.

Kriteria desain bak pengumpul dalam JWWA (1978): Kedalaman (H) Waktu detensi (td) : 3 5 m : 1,5 menit

Peralatan penunjang pada bak pengu mpul : 1. Pompa air baku Pompa ini digunakan untuk mengalirkan air baku dari bak pengumpul menuju ke unit pengolahan berikutnya.

Jumlah pompa intake yang digunakan:

Tabel 4.1. Jumlah Pompa Intake

Debit (m 3/hr) < 2800 2500 10000 > 9000 Sumber :

Jumlah Pompa + Cadangan 1 + 1 2 + 1 > 3 + 1 al

Tot

2 3 > 4

Design

Criteria

for

Waterworks

Facilities, 1978

Kriteria desain: Kecepatan hisap (v) Jumlah pipa hisap tiap pompa Jarak ujung pipa hisap dengan : 1,5 3 m/dtk : 1 buah elevasi muka air

minimum 1,5 x diameter pipa

Jarak ujung pipa hisap dengan dasar bak (0,8 0,5) x diameter pipa Jarak pipa hisap dengan dinding bak 1,5 x diameter pipa Jarak pipa hisap dengan pipa hisap lain (untuk pipa hisap > 1) 3 x diameter pipa

4.3.1.4. Koagulasi

Beberapa ukuran partikel yang ada di permukaan memiliki kecepatan pengendapan yang berbeda. Padatan terlarut yang

sangat kecil tidak dapat dihilangkan pada proses sedimentasi secara efisien, karena di bawah kondisi normal pemisahan m

partikel secara efisien dengan diameter kurang dari 50

tidak dapat terjadi. Partikel yang berbentuk koloid mempunyai bagian tertentu yang menyebabkan tidak dapat bergabung

(Peavy,1985).

Pada

proses

koagulasi,

zat

kimia

koagulan

dicampur

dengan air baku selama beberapa saat hingga merata di suatu reaktor koagulator. Setelah pencampuran ini akan terjadi

destabilisasi dari koloid zat padat yang ada di air baku. Keadaan ini menyebabkan koloid -koloid mengalami saling tarik

menarik

dan

menggumpal

menjadi

ukuran

yang

lebih

besar.

Proses koagulasi ini dilaksanakan dalam satu tahap dan dalam waktu yang relatif cepat, juga yaitu disebut kurang dari satu menit, ce pat

sehingga

koagulator

sebagai

pengaduk

(Darmasetiawan, 2001).

Proses koagulasi dapat menurunkan kekeruhan, warna, bau, rasa, dan bakteri yang ada di dalam air baku. Hal -hal yang harus diperhatikan dalam mendesain sistem koagulasi adalah jenis dan jumlah koagulan yang digunakan, kondisi lok al,

karakteristik air baku, jenis alat penyemprot bahan kimia, headloss yang mungkin terjadi di bak koagulasi, variasi laju aliran, dan biaya (Kawamura, 1991). Pengadukan cepat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Mechanical Mixing Sistem ini efektif memp unyai headloss yang kecil dan tidak dipengaruhi oleh volume atau debit yang bervariasi. Contoh mechanical mixing adalah paddle, turbin,

propeller, impeller, in-line blenders, dan jet injection blending. Kriteria desain menurut Reynolds (1982): Waktu detensi (td) Gradien kecepatan (G) : 20 60 dtk : 700 1000 1/dtk

Kedalaman bak (H) Diameter impeler (D) Jarak impeler dari dasar Jumlah putaran (N) Menurut Darmasetiawan

: 1 1,25 x lebar bak : 30 50% diameter bak : 1 x diameter : 10 150 rpm (2001) , untuk air berwarna

waktu detensi dan gradien kecepatannya adalah: Waktu detensi (td) Gradien kecepatan (G) : 60 dtk : 1000 1/dtk

2. Hydraulic Mixing Kelebihan dengan menggunakan sistem ini adalah tidak menggunakan perawatannya peralatan lebih mekanis dalam pengoperasian lebih dan

mudah,

biaya

relatif

murah.

Contoh hydraulic mixing adalah hydraulic jumps dan baffle channel (Anonim, 2000).

Gambar 4.4. Koagulasi Tipe Terjunan

Kriteria Desain (Darmasetiawan, 2001) Gradien kecepatan (G) : Waktu detensi (td) tinggi) G x td : 20.000 30.000 : 400-1000 /dt 60 detik (untuk kekeruhan

Bahan kimia koagulan dapat dibagi menjadi : 1. Koagulan garam logam terdiri dari Feri Aluminium chloride sulfat (FeCl 3), atau Fero tawas chloride

(Al 2(SO4)3.18H 2O),

(FeCl 2), dan Feri sulphate (Fe2(SO4)3). Koagulan yang umum dipakai adalah aluminium sulfat. 2. Koagulan polimer kationik

merupakan koagulan sintetis yang terdiri dari Poly Aluminium Koagulan Chloride yang umum (PAC), dipakai Chitosan, adalah dan Curie flock.

PAC

yang

merupakan

polimerisasi dari Aluminium chloride. Polimer ini umumnya dipakai karena sifat kekeruhannya di dalam air dan

tingkat pembentukan floknya ya ng lebih baik. Polimer ini sering juga dipakai sebagai coagulant aid atau zat kimia tambahan untuk memperbaiki kondisi koagulasi.

Perbedaan tingkat

dari

kedua di

jenis

koagulan

ini

adalah garam

pada logam

hidrolisa

dalam

air.

Koagulan

mengalami hidrolisa sedangkan koagulan polimer tidak. Apabila pengadukan terlambat maka koagulan garam logam akan terbuang karena akan bereaksi terhadap air, selain itu pembubuhan dan pH harus merata. Sebaliknya pada pemakaian polimer kationik sebagai koagulan, pengadukan sek etika tidak penting karena reaksi hidrolisis tidak terjadi. Proses absorbsi koloid lebih lambat 2001). Dosis koagulan yang diperlukan untuk pengolahan air karena ukuran koagulan lebih besar ( Darmasetiawan,

tergantung dari jenis koagulan, kekeruhan air, wa rna, pH, temperatur, dan waktu pencampuran. Penentuan dosis optimum koagulan secara eksperimental dengan jar test. Jar test harus dilaksanakan pada setiap air yang dikoagulasi dan harus

diulang untuk setiap perubahan yang signifikan pada kualitas air.

4.3.1.5.

Flokulasi

Flokulasi menggabungkan

merupakan

pengadukan padat

lambat yang

untuk telah

partikel -partikel

terdestabilisasi menjadi flok -flok yang dapat diendapkan pada unit pengolahan berikutnya dengan cepat. (Reynolds, 1982). Waktu detensi (td) pad a flokulasi dicari dengan membandingkan volume unit (V) dan debit yang masuk (Q). Sedangkan kecepatan (v) dalam bak adalah muka air (m).

2 gh (m/dt) dengan h adalah beda tinggi

Flokulasi

dapat

dilakukan

dengan

cara

pengadukan

hidrolis, mekanik, dan pneumatik. 1. Flokulasi Hidrolis Pengadukan dengan cara hidrolis dilakukan dengan :

 Dialirkan melalui penghalang secara horizontal maupun


vertikal Digolongkan menjadi :


Buffle channel horizontal

yaitu

pengadukan yang

dengan dari

memanfaatkan friksi dan pada

energi dinding pada

pengadukan saluran belokan.




berasal

pada

saluran

lurus

turbulensi

Buffle channel vertical yaitu pengadukan yang menitikberatkan pada

konstraksi pada celah antar

buffle dengan tingkat

pengadukannya diatur dengan pintu antar buffle.

Gambar 4.5. Buffle Channel Vertical (Darmasetiawan, 2001)

Buffle channel vertical melingkar (cyclone) yaitu pengadukan yang dikembangkan dari jenis aliran vertikal kompartemen dimana pengadukan bundar dilakukan atau bersegi dalam banyak

berbentuk

(enam = hexagonal) dengan memanfaatkan energi dari beda tinggi antar ruang dan air yang berputar dalam kompartemen flok. yang akan dapat di membantu proses dilakukan pembentukan mengatur arah

Putaran air

dengan

keluaran melingkar.


dasar

kompartemen

dengan

Pengadukan melalui plat berlubang Pengadukan dengan pulsator yaitu pengadukan flok yang mengakumulasikan dasar bak dan

memperbesar dengan

pada

bagian

pengendap dengan inlet,

cara air

dikejut baku

secara secara

berkala di

mengalirkan

tiba -tiba

sehingga flok-flok kecil tertumbuk satu sama lain dan menghasilkan flok yang lebih besar.

2. Flokulasi Mekanik Sistem ini efektif mempunyai headloss yang kecil dan tidak dipengaruhi oleh volume atau debit yang bervariasi. Contoh Flokulasi Mekanis adalah paddle menerus, turbin,

propeller, impeller, in-line blenders, dan jet injection blending. Kriteria desain menurut Kawamura (1991): Waktu detensi (td) Tahap Flokulasi Gradien kecepatan (G) Kedalaman bak (H) Diameter Blade (D) Jarak impeler dari dasar Jumlah putaran (N) : 30 40 Menit : 3 6 Stages

: 70 10 /dtk : 1 1,25 x lebar bak : 5 20% diameter bak : 1 x diameter : 1 5 rpm

3. Flokulasi Pneumatik Sedangkan udara dengan pengadukan melepaskan secara udara di pneumatik dasar menggunakan pengaduk,

bak

sehingga saat udara melewati air baku, udara melakukan pengadukan. Pengadukan dengan cara ini di Indonesia belum ada kecuali pada skala laboratorium.

Tabel 4.2. Kriteria Desain Flokulasi Ketera U Kawa Rey Darmas

ngan

nit

mura (199 1)

nolds (19 82)

etiwan (2001)

G td G x td Kedala man bak enit /dt

1 70 m 40

1070 2030

35-

10-100 10-20

15-

104-10 5

10 4m 105 3-5

10 4 -105

4.3.1.6.

Sedimentasi

Proses sedimentasi didesain untuk memisahkan sejumlah padatan yang mudah mengendap dengan pengendapan secara unit

gravitasi,

dengan

demikian

memaksimalkan

downstream

proses seperti filtrasi.

Efisiensi bak juga tidak terlepas dari kedalaman bak dan waktu detensi, meskipun kedalaman yang rendah secara teoritis menguntungkan pengendapan partikel. Waktu detensi

mempengaruhi efisiensi bak karena partikel flokulan menjadi besar dan berat akibat penc ampuran dan selanjutnya mengendap

lebih cepat (Kawamura, 1991). Pada bak sedimentasi dikenal beberapa zone, yaitu : 1. Zone Inlet Air yang masuk ke bak pengendap dengan tidak merata dapat menimbulkan turbulensi sehingga dapat meruntuhkan bentuk flok yang telah terbentuk umum di aliran flokulator. harus Untuk

melindunginya

secara

mempunyai

kecepatan aliran yang tidak lebih dari 0,3 m/dtk. Inlet yang dapat dibuat tersebut untuk salah memperoleh satunya berupa kondisi pipa yang

diinginkan

lateral

yang berlubang dengan arah ke bawah, sehingga air yang keluar dapat dibagi merata sepanjang bidang pengendapan.

2. Zone Pengendapan Pada zone ini flok yang sudah terbentuk diharapkan dapat mengendap secara gravitasi. Menurut Kawamura (1991),

proses sedimentasi tergantu ng pada kecepatan pengendapan partikel oleh karena itu kecepatan pengendapan partikel yang akan diendapkan harus diketahui. Untuk mengetahuinya dilakukan pengujian di laboratorium. Jika pengujian

tersebut tidak dapat dilakukan, data partikel/flok dari Hazen (1904) dapat digunakan.

Data partikel/flok dari Hazen (1904) dalam Kawamura (1991): Jenis partikel Diameter partikel (d) 4 mm Kecepatan pengendapan pada suhu 10 oC (So) 0,9 mm/dtk : 0,2 : flok alum : 1

Partikel/flok yang akan diendapkan ada lah flok yang terbentuk oleh penambahan alum pada unit koagulasi.

Karena yang akan diendapkan adalah partikel flokulen maka pengendapan yang digunakan adalah pengendapan tipe II. Bak sedimentasi dapat sirkular dan berupa bak persegi panjang atau dengan paket modul untuk

dilengkap i

meningkatkan efisiensi pengendapan, berupa atau plate settler.

tube settler

Gambar 4.6. Bak Sedimentasi dengan Settler

Kriteria

desain

bak

sedimentasi

aliran

keatas

menurut Kawamura (1991): Waktu detensi dalam bak (td) : 1,5 4 jam : minimal 1

Rasio lebar bak terhadap panjang bak : 4 Kedalaman bak (H) Beban permukaan (Q/A) 13 m/jam) Kecepatan keatas (Vo) 1,7 m/min) : : :

3,6 4,5 m 0,5 1 gpm/ft 2 (9

1 - 3.5 fpm (0,3

Sedangkan

kriteria

desain

bak

sedimentasi

yang

dilengkapi dengan settler menurut Kawamura (1991): Waktu detensi dalam bak (td) : 0,5 1 jam

(Darmasetiawan, 2001) Rasio lebar bak terhadap panjang bak : 1 : 3 1 : 6

Kedalaman bak (H) Beban permukaan (Q/A)

3,6 4,5 m

: 1,5 3 gpm/ft 2 (3,8 7,5 m/jam)

Kecepatan maksimum pada settler (v t) Waktu detensi pada settler (td t) Jarak settler (w) Tinggi settler (h) Kemiringan settler ( ) Bilangan Reynolds (Re) Bilangan Froude (Fr) : : : : : :

0,15 m/menit

4 menit 0,05 m 0,55 m 60 o < 2000 > 10 -5

3. Zone Outlet Outlet harus dirancang sedemikian rupa sehingga air yang keluar dari bak pengendapan dapat ditampung secara merata dan tidak mengganggu aliran dalam bidang

pengendapan. Struktur outlet dapat berupa pelimpah datar

memanjang, berlubang.

pelimpah

berbentuk

(V-notch),

dan

pipa

Kriteria desain: Kecepatan pada saluran pelimpah Beban pelimpah (q) : 0,5 1 m/dtk

: 3,8 - 15 m 3/m.jam 20cm atau 5 V-

Jarak antar pusat V-notch 90 o : notch/meter

(Kawamura, 1991)

4. Zone Lumpur Partikel/flok-flok yang mengendap ditampung di dalam ruang lumpur yang dapat dikuras lumpurnya secara berkala dengan periode waktu tertentu. Banyaknya lumpur yang

dihasilkan adalah: Produksi lumpur kering = [koagulan (mg/l) +

(kekeruhan x R)] x Q R adalah rasio zat padat (mg/l) terhadap kekeruhan (NTU) yang besarnya 1 -2. (Kawamura, 1991)

4.3.1.7.

Filtrasi

Partikel

terlarut

dan

koloid

dalam

air

tidak

dapat

dipisahkan dengan mudah oleh proses sedimentasi. Air yang mengandung bahan terlarut dan koloid dapat dibersihka n dengan filtrasi, yaitu proses yang mengalirkan air melalui saringan pasir atau kombinasi dari material keras. Bakteri sangat

efektif dipisahkan dengan filtrasi. Filtrasi juga membantu memisahkan warna, rasa, bau, besi, dan mangan.

Saat air yang mengandung bahan-bahan terlarut melalui saringan pasir, sejumlah bahan -bahan dipisahkan. Pemisahan dalam pori-pori pasir terjadi karena kombinasi dari proses fisik dan kimia. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemisahan adalah gerakan di permukaan saringan filter, pengendapan

dalam saringan pasir, kontak partikel flok dengan permukaan butiran pasir atau dengan flok -flok yang siap diendapkan, kekuatan adsorpsi dan elektrokinetik, aktivitas biologi yang tergantung dari bahan organik dalam air, dan struktur

saringan koloid pada media filter. Jenis -jenis filter yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :

1. Slow Sand Filter Air pasir merata baku dari bak sedimentasi masuk ke saringan secara

melalui ke

inlet,

kemudian media

didistribusikan t anpa

permukaan

penyaring

menimbulkan

gangguan. Ketebalan saringan pasir 1 1,5 mm, didukung oleh lapisan gravel dengan tebal 0,3 0,5 m. Gravel

ditempatkan 5 - 6 lapisan dengan ukuran paling kecil di bagian atas. Lapisan gravel akan melindungi penetrasi

partikel pasir yang kecil ke dalam lapisan di bawahnya dan memisahkan Air partikel yang tersebut bersih dengan air yang dalam

tersaring.

telah

dikumpulkan

lateral berdiameter 100 300 mm yang diletakkan di bawah gravel.

Karena

saringan

pasir

tidak

dapat

di backwash,

operasi filter harus dihentikan saat headloss mencapai 1 m, sehingga saringan dapat dibersihkan. Permukaan filter dibersihkan secara mekanik dengan pengerukan lapisan

pasir bagian atas setebal 0,5 2,5 cm dan diganti dengan pasir yang bersih.

Gambar 4.7. Slow Sand Filter dengan Bak Pengendap (Al-Layla, 1980)

2. Rapid Sand Filter Saringan pada rapid sand filter dibentuk berlapislapis, teringan di bagian atas dan terberat di bagian bawah. Lapisan pasir diletakkan di atas lapisan penahan, yaitu gravel. Pasir filter harus keras dan bebas dari tanah liat, debu, dan lain -lain. Sedangkan lapisan

penahan harus bersih, keras, tahan lama, dan bulat -bulat.

Proses pembersihan dan pemisahan partikel koloid dan terlarut di rapid sand filter berbeda dengan slow sand filter. Backwash dilaksanakan saat kehilangan tinggi

terjadi. Pertama-tama aliran inlet ditutup dan air dalam filter dibuang sampai beberapa sentimeter di bawah

lapisan pasir teratas. Filter ditiup dengan udara untuk melepaskan dilakukan tersuspensi kotoran yang menempel kotoran pada pada pasir, kemudian endapan akan iku t

pembersihan, yang

ataupun filter

tertinggal

terekspansi dan bersama air pencuci dikeluarkan melalui gutter.

Bak air pencuci dan perpipaan untuk sistem backwash didesain berdasarkan 50 % ekspansi pasir. Kuantitas air

di

bak

air 10

pencuci menit.

harus Sistem

mampu

mencuci

satu

filter untuk

minimal

underdrain

digunakan

mengumpulkan air yang tersaring dan mendistribusikan air backwash kemudian melalui melewati yaitu saringan. lateral. media Air Rapid yang sand yang telah filter tersaring memiliki dapat

kelebihan,

filter

beragam,

digunakan untuk kapasitas yang diharapkan, dan mempunyai keuntungan ekonomis dalam pengoperasionalannya.

Gambar 4.8. Rapid Sand Filter (Al-Layla, 1980)

Tabel 4.3. Perbandingan Slow Sand Filter dan Rapid Sand Filter

Parameter Air baku

SSF tidak perlu pengolahan pendahuluan

RSF perlu pengolahan pendahuluan relatif kecil

Area filter

sangat luas

Ukuran pasir Koefisien keseragaman Kecepatan filtrasi Distribusi pasir Periode pencucian Metode pencucian Sumber :

0,25 0,35 mm 2 3

0,4 0,65 mm 1,4 - 1,7

0,1 0,4 m/jam tercampur

5 7,5 m/jam kecil ke besar

1-3 bulan

24-48 jam

pengerukan lap. atas

backwash

Kawamura, 1991 & Reynolds, 1982

4.3.1.8.

Desinfeksi

Desinfeksi

adalah

proses

untuk

membunuh

bakteri,

protozoa, dan virus dengan kuantitas desinfektan yang kecil dan tidak beracun bagi manusia. Apabila faktor lain tetap konstan, maka pembunuhan organisme akan sebanding dengan

waktu kontak dan konsentrasi des infektan.

Reaksi

desinfeksi

yang

terjadi

harus

dilaksanakan

di

bawah kondisi normal, termasuk suhu, aliran, kualitas air, dan waktu kontak. Hal ini akan membuat air menjadi tidak beracun, tidak berasa, lebih mudah diolah, ekonomis, serta akan meninggalkan residu yang tetap untuk jangka waktu yang aman, sehingga kontaminan dapat dihilangkan ( Al-Layla, 1980).

Jenis-jenis desinfeksi adalah sebagai berikut : 1. Desinfeksi secara fisik Pemanasan air selama 15 20 menit dapat membunuh bibit penyakit yang disebabkan oleh organisme ( Al-Layla, 1980). Penggunaan sinar matahari sebagai desinfektan

alami lebih kuat, bersih, dan tidak menyebabkan hasil sampingan. Tetapi jika air keruh, penetrasi sinar UV ke dalam air akan berjalan terjadi relatif lambat dan tidak memberikan Biaya yang

manfaat digunakan

apabila juga

rekontaminasi. sehingga

mahal,

penggunaannya

terbatas (Anonim, 2003).

2. Desinfeksi secara kimia Dilakukan dengan mencampurkan bahan kimia ke dalam air dan membiarkan dalam waktu yang cukup untuk kontak dengan bakteri. Kelompok halogen kimia (iodine, bromine, dan chlorine) merupakan desinfektan yang efektif. Agen oksidator seperti ozon juga dapat digunakan sebagai

desinfektan (Al-Layla, 1980). a. Iodin Penggunaan iodin lebih mahal dibandingkan dengan klor, meskipun dapat digunakan untuk keadaan darurat. Penggunaan jangka panjang dapat berpengaruh buruk

terhadap kesehatan. b. Brom Brom tidak stabil dan tidak umum digunakan pada sistem penyediaan air minum karena mahal dan uap brom berbahaya bila terhirup. c. Ozon Ozon merupakan zat yang memiliki daya oksidasi tinggi, tetapi tidak stabil dan tidak meninggalkan sisa

desinfektan selama air berada dalam sistem, sehingga sulit untuk mengontrol dosis ozon yang digunakan.

Selain itu membutuhkan biaya investasi serta opera si yang relatif besar.

d. Klor dan Senyawa Klor Gas klor (klorin)/Cl 2 dan senyawa klor seperti Kalsium hipoklorit (kaporit)/Ca(OCl) 2 berupa bubuk dan Sodium hipoklorit/NaOCl berupa cairan, adalah desinfektan

yang biasa digunakan pada pengolahan air minum kar ena murah dan sangat fleksibel.

Metode klorinasi dapat dibagi menjadi : 1. Preklorinasi Klorin ditambahkan secara langsung ke air baku, sehingga akan meminimalkan kemungkinan bakteri lolos melalui

bidang filter. Preklorinasi dapat memperbaiki koagulasi, menurunkan teroksidasi rasa serta bau oleh bahan dan organik yang

(Al-Layla,

1980),

mempertahankan

kandungan sisa klor sebesar 0,2 0,4 mg/l pada seluruh unit pengolahan air ( Anonim, 2003). 2. Break Point Chlorination (BPC) BPC adalah kebutuhan klor dengan waktu kontak yang pasti untuk mendapatkan sisa klor yang tersedia cukup efektif untuk desinfeksi. BPC digunakan untuk air berkualitas

buruk (Anonim, 2003). Apabila BPC

tercapai, maka senyawa

amonium akan teroksidasi secara sempurna, bakteri patogen akan mati secara sempurna, dan pertumbuhan lumut dapat dicegah.

Gambar 4.9. Break Point Chlorination (Peavy, 1985)

3. Super klorinasi Adalah pembubuhan klor berlebih. Pemakaian super

klorinasi sedapat mungkin dihindari, karena pembentukan senyawa organik terklorinasi seperti haloform dan biaya bahan kimia mahal. 4. Post Chlorination Adalah diolah, yang langkah terakhir untuk desinfeksi setelah sisa air klor

bertujuan

mempertahankan

dalam jaringan distribusi sesuai kriteria desain.

Faktor-faktor 2003) adalah :

yang

mempengaruhi

desinfeksi

(Anonim,

1. Konsentrasi (C) dan waktu kontak (t) Bila konsentrasi dikurangi, maka waktu kontak antara klor dengan organisme harus diperpanjang untuk meyakinkan

pemusnahan sama, dan sebaliknya. 2. Suhu Klorinasi efektif pada suhu yang lebih tinggi. Pada suhu rendah, daya bunuh cenderung lebih rendah, meskipun klor lebih stabil berada dalam air dingin. 3. pH pH air mempengaruhi proses desinfeksi klor, karena pH menentukan rasio HOCl terhadap OCl -. Jika pH air

dinaikkan untuk mengontr ol korosi, dosis klor juga harus dinaikkan untuk mempertahankan kadar yang efektif.

4. Zat-zat dalam air Adanya organik dan kekeruhan amonia dan dapat zat -zat lain seperti kontak zat dan

menghalangi

melindungi patogen terhadap daya desinfeksi. 5. Produk samping

Adanya

produk

samping

Trihalomethanes

(THMs)

yang

bersifat karsinogenik dan berasal dari senyawa haloform harus dihindari. Kriteria Desain Dosis Jumlah tank : 1 5 mg/l (rata-rata 2,5 mg/l) : minimal 1, 2 standby : 0,3 0,5 mg/l

Sisa klor minimum Waktu kontak

: minimal 30 menit

4.1.

SISTEM TRANSMISI

Sistem transmisi merupakan sistem pengangkutan air dari bangunan pengambilan air baku penghubungan antara sistem ke komunitas sehingga mejadi pengumpulan dengan sistem

distribusi. Saluran air baku dipasa ng di antara pengumpul air baku dan instalasi penjernihan untuk mengangkut air walaupun air baku tersebut tidak perlu diolah, karena klorinasi

merupakan salah satu fasilitas penjernihan yang selalu ada. Sebaliknya penjernihan saluran dan transmisi dipasang di antara insta lasi air

reservoir

distribusi

untuk

mengangkut

yang sudah diolah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan sistem transmisi adalah : 1. Tipe pengaliran jaringan pipa transmisi yang meliputi

sistem perpompaan, sistem gravitasi, dan sis tem gabungan perpompaan pada dan gravitasi. letak Sistem dari perpompaan bangunan diterapkan lebih sistem

kondisi dari

dimana

intake

rendah

bangunan

pengolahan.

Sebaliknya

gravitasi diterapkan pada kondisi dimana letak bangunan penangkap air relatif lebih tinggi atau sama dengan

bangunan pengolahan air. Sistem gabungan diterapkan pada kondisi topografi bangunan intake ke bangunan pengolahan yang naik turun. 2. Menentukan tempat bak pelepas tekan. Bak pelepas tekan dibuat untuk menghindari tekanan yang tinggi, sehingga

tidak akan merusakkan sistem perpipaan yang ada. Bak ini dibuat di tempat dimana tekanan tertinggi mungkin terjadi atau pada stasiun penguat ( booster pump) sepanjang jalur pipa transmisi. 3. Menghitung panjang dan diameter pipa. Panjang pipa

dihitung berdasarkan jarak dari bangunan penangkap air ke bangunan pengolahan, sedangkan diameter pipa ditentukan sesuai dengan debit hari maksimum. 4. Jalur pipa sebaiknya ditempatkan pada tanah yang tidak bermasalah atau berpotensi menimbulkan masalah, lebih

bagus mengikuti jalan raya dan dipilih jalur yang tidak memerlukan banyak perlengkapan.

4.2.

SISTEM DISTRIBUSI

Sistem berhubungan

distribusi dengan

adalah yang

sistem

yang

langsung pokok seluruh

konsumen,

mempunyai

fungsi

mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke

daerah pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya, fire hydrant, tekanan tersedia, sistem pemompaan (bila diperlukan), dan reservoir distribusi ( AWWA, 1986).

Dua

hal

penting

yang

harus

diperhatikan air yang

pada

sistem dan

distribusi

adalah

tersedianya

jumlah

cukup

tekanan yang

memenuhi (kontinuitas pelayanan), serta menjaga

keamanan kualitas air yang berasal dari instalasi pengolahan.

Distribusi air bersih dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung kondisi topografi yang menghubungkan sumber air dengan konsumen. Distribusi secara gravitasi, pemompaan maupun kombinasi pemompaan dan gravitasi dapat digunakan

untuk menyuplai air ke konsumen dengan tekanan yang mencukupi (Peavy, 1985).

a. Cara Gravitasi : Cara gravitasi dapat digunakan apabila elevasi sumber air mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan, sehingga tekanan yang

diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini dianggap cukup ekonomis, lokasi.


Tot l energy

karena

hanya

memanfaatkan

beda

ketinggian

Reservoir
WTP
City

Gambar 4.10. Sistem Distribusi dengan Cara Gravitasi

b. Pemompaan : Pada head cara ini pompa yang

Cara digunakan diperlukan untuk untuk ke

meningkatkan

(tekanan) air dari

mendistribusikan konsumen. Cara

reservoir jika

distribusi daerah

ini

digunakan

pelaya nan

merupakan daerah yang datar, dan tidak ada daerah yang berbukit.

Total energy

UCD

WTP

Pump

City Water tower

Gambar 4.11. Sistem Distribusi dengan Cara Pemompaan

c.

Cara Gabungan : Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan tekanan yang diperlukan selama periode

pemakaian tinggi dan pada kondisi darurat, misalnya saat terjadi periode disimpan kebakaran, pemakaian dalam atau tidak adanya air energi. Selama dan

rendah,

sisa

dipompakan Karena

reservoir

distribusi.

reservoir

distribusi digunakan sebagai cadangan air selama periode pemakaian tinggi atau pemakaian puncak, maka pompa dapat dioperasikan pada kapasitas debit rata -rata.

Total ene gy

Pump

ity

W P Qo

Gambar 4.12. Sistem Distribusi dengan Cara Gabungan

Jaringan

distribusi

adalah

rangkaian

pipa

yang

berhubungan dan digunakan untuk mengalirkan air ke konsumen. Tata letak distribusi ditentukan oleh kondisi topografi

daerah layanan dan lokasi instalasi pengolahan (Husain, 1981) biasanya diklasifikasikan sebagai :

1. Sistem pohon atau cabang, Sistem ini sederhana, pipa cabang mengambil air dari pipa induk. Cocok untuk daerah yang sedang berkembang. Pipa dapat ditambahkan bila diperlukan (pengembangan

kota). Saat terjadi kerusakan , air tidak tersedia untuk sementara waktu.

2. Sistem gridiron,

Rese voi

Pipa induk dan pipa cabang terletak membentuk bujur sangkar, dan pipa-pipa saling dihubungkan di titik

pertemuan. Air tersedia dari semua arah. 3. Sistem loop atau melingkar, Pipa induk terletak mengelilingi daerah layanan, dan pipa cabang saling dihubungkan satu sama lain. Saat

terjadi kerusakan pipa, air dapat disediakan d ari arah lain.

Gambar 4.13. Jenis Jaringan Distribusi

Hampir tak ada sistem distribusi yang menggunakan tata letak tunggal, umumnya merupakan gabungan dari ketiganya

(Babbit, 1977).

Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran tertentu. Ukuran pipa harus tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas

aliran terpenuhi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam desain distribusi : 1. Peta distribusi dan beban, batas berupa peta Juga tata guna lahan, dari

kepadatan

wilayah.

pertimbangan

kebutuhan/beban (area pelayanan). 2. Daerah pelayanan sektoral dan besar beban. Juga titik sentral pelayanan (junction points). 3. Kerangka feeders, baik pipa induk primer maupun pipa

induk sekunder. 4. Untuk sistem feeder, ditentukan distribusi alirannya

berdasarkan debit puncak. 5. Dimensioneering diketahui, dan atau pendimensian. aliran Dengan besar debit dapat

kecepatan

yang

diijinkan,

ditentukan diameter pipa yang diperlukan. 6. Kontrol prinsip tekanan dalam aliran energi. distribusi, Kontrol menggunakan analisa

kesetimbangan

atau

tekanan

ini

dapat

dilakukan

dengan

beberapa

metode,

disesuaikan dengan rangka distribusi. 7. Detail sistem pelayanan (sistem mikro dari distribusi) dan perlengkapan distribusi (Gambar alat bantu). 8. Gambar seluruh sistem, berupa peta tata guna lahan, peta pembagian distribusi, peta kerangka, peta sistem induk lengkap, Gambar detail sistem mikro.

a)

Reservoir Distribusi

Reservoir

merupakan

salah

satu

komponen

yang

penting

dalam sistem distribusi, dan bertambah penting seiring dengan perkembangan penduduk, perluasan akibat peningkatan kebutuhan daerah pelayanan dan juga air. Reservoir distribusi

merupakan penampung air yang siap didistribusikan, dan tidak termasuk penampung air yang belum diolah ( AWWA, 1986).

Reservoir

digunakan

dalam

sistem

distribusi

untuk

menyeimbangkan debit pengaliran, mempertahankan tekanan, dan mengatasi reservoir daerah keadaan harus darurat. Untuk sedekat besar, lokasi optimasi mungkin penggunaan, dengan pusat

diletakkan Di kota

layanan. pada

reservoir dalam

distribusi layanan.

ditempatkan

beberapa

d aerah

Reservoir distribusi juga digunakan untuk mengurangi variasi tekanan dalam sistem distribusi ( Fair, 1986).

Husain

(1981)

menjelaskan

bahwa

kapasitas

reservoir

ditentukan oleh : 1. Komponen penentu kapasitas reservoir, yaitu : besar cadangan air untuk kestabilan (kondisi maksimum dan minimum) besarnya cadangan air untuk kebakaran besarnya cadangan air untuk keadaan darurat 2. Variasi dari sistem pengaliran 3. Waktu pemompaan Reservoir sehingga disediakan debit distribusi pemompaan direncanakan yang relatif debit sedemikian konstan rupa dapat yang

untuk

mengatasi

pemakaian

berfluktuasi pada sistem distribusi. Atau menjaga agar instalasi pengolahan air dapat beroperasi dengan debit yang konstan untuk melayani debit pemakaian yang

bervariasi.

b) Perpipaan Distribusi

Ada beberapa metoda analisis jaringan pipa distribusi salah satunya dengan menggunakan program EPANET yang

merupakan aplikasi dari metoda Hardy Cross.

Metoda ini dikembangkan oleh Hardy Cross (1982), dengan memisalkan aliran-aliran di seluruh jaringan distribusi dan kemudian menyeimbangkan penurunan -penurunan tekanan (head)

yang dihitung.

Giles (1986) dalam sistem perpipaan rangkaian

sederhana yang diperlihatkan Gambar berikut untuk aliran yang tepat di setiap untaian adalah h ABC = hADC

Q0 A B

C Q0
Gambar 4.14.

Contoh Pipa Rangkaian Sederhana 1. Pada setiap titik pertemuan, kuantitas total air yang masuk sama dengan penjumlahan aljabar ke luar. 2. Pada setiap looping, penjumlahan aljabar head loss

(kehilangan tekanan) melalui berbagai jalan sama dengan nol.

Rumus

umum

aliran

yang

digunakan

ditulis

dalam

bentuk (Giles, 1986) : h = kQ 2 ............................... ..(1) Dimana ; h Q = k = = kehilangan tekanan pipa (m) debit aliran (m 3/dt) konstanta

untuk rumus Hazen Williamz, h = kQ 1.85

Dengan memisalkan aliran

Q0, aliran yang dapat di

setiap titik dari suatu jaringan dapat dinyatakan sebagai berikut : Q = Q 0 + dQ ................................ ....... (2) Dimana dQ adalah koreksi yang dikenakan pada Q0. Maka dengan menggunakan teorema binomial, kQ 1.85 = k (Q 0+dQ) 1.85 = k(Q 01.85+1.85Q o.85dQ+..) ..... (3) Suku-suku setelah suku yang kedua dapat dihilangkan karena dQ sangat kecil dibandingkan dengan Qo. Untuk rangkaian diatas, dengan memasukkan persamaan (3) diperoleh : k(Qo 1.85 +1.85Qo 0.85dQ) - k(Qo 1.85+1.85Q o.85dQ) = 0 k(Qo 1.85 - Qo1.85) + 1.85 k (Qo 0.85- Qo 0.85)dQ = 0

Penyelesaian untuk dQ : dQ = -k (Qo 1.85 - Qo 1.85)/1.85k(Qo o.85 Qo 0.85) ...... (4) Umumnya untuk rangkaian yang lebih rumit : dQ = - 7 kQo1.85 / 1.85 7 kQo0.85 ................ (5) Tetapi kQo1.85 = h, dan kQo0.85 = h/Qo, sehingga

untuk setiap rangkaian dari s uatu diperoleh : dQ = - 7h/1.85 7 (h/Qo) .......................... (6)

Prosedur

analisa

jaringan dengan metoda Hardy Cross

(1982) dapat diperlihatkan sebagai berikut: 1. Asumsikan arahnya. 2. Hitung head loss pada setiap pipa dengan rumus at au seluruh aliran distribusi, baik besar dan

nomogram. 3. Dengan memperhatikan tanda, hitung total head loss setiap loop/sirkuit, 7h = 7 kQo1.85 4. Hitung tanpa memperhatikan tanda, untuk setiap sirkuit yang sama, penjumlahan = 1.85 kQo 0.85. 5. Head loss (kehilangan tekanan) masing -masing sirkuit

diseimbangkan dengan menggunakan persamaan (7).

Penggunaan persamaan (7) harus teliti, sehubungan dengan tanda pembilangnya. Tanda minus ( -) ditujukan bagi semua

kondisi yang berlawanan dengan arah jarum jam dalam sebuah rangkaian, menghindari yaitu aliran Q dan head loss tanda ini h. Sehingga untuk

kesalahan,

notasi

harus

diselidiki

waktu mengerjakan suatu penyelesaian, di lain pihak penyebut dari (7) selalu positif (+).

Untuk menghitung kehilangan tekanan digunakan formula Darcy Weisbach dan White Colebr ook (Giles, 1986) :

Darcy Weisbach

: H

L V2 .............. (7) D 2g

Dimana

H = Kehilangan tekanan (m kolom air) f = Koefisiensi gesekan L = Panjang pipa (m) D = Diameter pipa (m) G = Gaya gravitasi (m/dt2) Koefisien gesekan (f) dihitung dengan formula

White Colebrook :

1 ! 2 log 0,4 Re f

k ...................... (8) 3,7 D

Dimana : f = Koefisiensi gesekan k = Faktor kekasaran dinding (mm)

Re !

vD ................................ ...... (9) V

Dimana : Re = v D = V = Bilangan Reynold = Kecepatan (m/dt)

Diameter pipa (m) Kekentalan kinematis ( m2/dt)

Dengan

demikian

nilai

dari

setiap

pipa

harus

dicantumkan dalam data input. Program ini menggunakan loop generator membentuk yang loop secara dan otomatis mana menentukan yang pipa mana yang Dalam

pipa

berupa

cabang.

menghitung persamaan-persamaan loop, program ini menggunakan metoda iterasi HARDY CROSS.

Untuk setiap pipa, parameter -parameter berikut ini harus diperoleh dan ditentukan : nomor pipa simpul awal dari pipa simpul akhir dari pipa panjang pipa (m) diameter dalam pipa (m) kekasaran dinding pipa (mm)

4.3.

TINJAUAN MEKANIKAL DAN ELEKTRIKAL (ME)

Analisa didalam

tinjauan

terhadap

mekanikal air

dan

elektrikal sangat

perencanaan

sistem

penyediaan

bersih

diperlukan terutama berkaitan dengan kebutuhan catu daya atas penggunaan beberapa peralata n air bersih seperti pompa,

genset, dan sebagainya.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam membuat desain sistem mekanikal elektrikal untuk keperluan

perencanaan sarana air bersih yaitu : 1. Ada tidaknya sambungan listrik PLN dilokasi perencanaan, bila tidak ada maka harus direncanakan penyambungan baru atau menggunakan generator. 2. Jarak dari lokasi peralatan ME ke sumber daya.

3. Untuk desain pompa disamping berdasarkan kapasitas dan head juga spesifikasi bahan, kebutuhan daya dan juga

desain lokasi pemompaan.

You might also like