Professional Documents
Culture Documents
Wahjudin Sumpeno
Dipublikasikan 2011
Banda Aceh-Indonesia Tel: +62 0651 755 1176 Fax: +62 0651 755 1178 Email: sumpenow@worldbank.org sumpenow@yahoo.com Website: http://www.conflictanddevelopment.org Wahjudin Sumpeno 2011
The opinions expressed in this publication are the authors and do not necessarily reflect those of The World Bank. Design, Layout and Printing: Wahjudin Sumpeno. Desain Cover: Wahjudin Sumpeno.
_____________________________________________________________________________________________________________
Penulis:
WAHJUDIN SUMPENO; Lahir di Bandung 4 April 1971 sebagai Analis Resolusi Konflik Bank Dunia untuk Konflik dan Pembangunan. Mengawali karir sejak tahun 1994 mengajar di STAI INISI, koordinator program Management Training and Personal Development LAPENKOP-DEKOPIN, staf Penelitian dan Pengembangan Yayasan Swadamas-Jayagiri. Pada tahun 19982001 sebagai fasilitator, koordinator pelatihan dan konsultan program pembangunan perdesaan (Rural Development) BAPPENAS bekerjasama dengan IBRD, training coordinator P3DT-OECF dan JBIC. Pada tahun 20012007 sebagai penggagas pendidikan gratis Pangrasan Education Center (SMP-PEC), konsultan PEAK Indonesia, HDI Foundation, Yayasan Puspita, Pusat Pendidikan dan Pelatihan TKSM Departemen Sosial, BRR NAD-Nias, serta aktif dalam berbagai kegiatan pemberdayaan sebagai fasilitator, pengarah penelitian, nara sumber dalam berbagai seminar, pelatihan dan lokakarya nasional dan internasional. Menulis beberapa buku, panduan teknis dan modul pelatihan dibidang: konflik dan pembangunan, mediasi, pengembangan organisasi (NonProfit), kewirausahaan, koperasi dan UKM, Capacity Building, manajemen strategis dan penilaian.
_______________________________________________________________________________
13. RENSTRA SKPD (Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah), adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima) tahun, yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Pemerintah Kabupaten serta berpedoman kepada RPJMD dan bersifat indikatif. 14. RENJA SKPD (Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah), adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 1 (satu) tahun, yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. 15. RKA SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran SKPD), adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan SKPD yang merupakan penjabaran dari RKPK dan Renstra SKPD yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. 16. RTR (Rencana Tata Ruang), adalah dokumen yang memuat hasil perencanaan tata ruang. 17. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), adalah dokumen yang memuat hasil perencanaan tata ruang wilayah. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta unsur terkait yang melekat padanya, dimana batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. 18. Visi adalah rumusan umum berupa gambaran mental berkaitan keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. 19. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya yang akan dilaksanakan oleh seluruh perangkat organisasi untuk mewujudkan visi. 20. Agenda pembangunan adalah penerjemahan visi ke dalam tujuan jangka panjang (strategic goals) yang dapat mempedomani dan memberikan fokus pada penilaian dan perumusan strategi, kebijakan, dan program. 21. Strategi pembangunan adalah langkah-langkah yang akan ditempuh oleh seluruh perangkat organisasi yang berisi program indikatif untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan. 22. Kebijakan pembangunan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah di tingkat Pusat, Propinisi, dan Kabupaten untuk mencapai tujuan pembangunan. 23. Program pembangunan adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. 24. Kinerja adalah adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai secara terukur baik kuantitas maupun kualitas berkaitan dengan penggunaan anggaran. 25. Indikator kinerja adalah alat ukur spesifik secara kuantitatif dan/atau kualitatif untuk masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan/atau dampak yang menggambarkan tingkat capaian kinerja suatu program atau kegiatan.
26. Sasaran (target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan. 27. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. 28. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahiim Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT dengan rahmatnya modul yang berjudul Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan dapat hadir di depan pembaca sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas perencanaan pembangunan daerah. Terbatasnya bahan rujukan (literatur) yang membahas secara mendalam tentang bagaimana menyusun perencanaan pembangunan komprehensif yang dapat membentu pemerintah daerah khususnya para perencana program dengan memberikan panduan bagaimana mengintegrasikan beberapa tema strategis, seperti perdamaian, kebencanaan, syariat Islam, lingkungan hidup, gender dan HAM. Penulis memberanikan diri mengembangkan bahan pelatihan sebagai salah satu rujukan yang dapat membantu perencana program untuk memenuhi kebutuhan perencanaan terpadu, mendorong harmonisasi dan penguatan kelembagaan dalam pelaksanaan pembangunan. Menyusun rencana pembangunan daerah tidak hanya berbicara tentang upaya pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, penataan ruang dan membangun gagasan strategis ke depan melainkan membangun sistem masyarakat secara terpadu dengan mempertimbangkan kondisi sosial, budaya, nilai-nilai, dan kemampuan adopsi masyarakat terhadap perubahan dan tantangan ke depan. Oleh karena itu, rencana pembangunan daerah sangat penting sebagai kerangka acuan bagi pemerintah daerah dalam mewujudkan cita-cita masyarakat, mendorong daya saing dan keunggulan komparatif dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan keadilan. Rencana pembangunan daerah diharapkan mampu menjadi pemicu percepatan pelaksanaan pembangunan di daerah khusus yang mengalami berbagai kendala dan keterisolasian baik secara geografis maupun sosiologis. Fenomena perencanaan yang terfokus pada desain indikator pertumbuhan ekonomi saja tanpa mempertimbangkan aspek sosio-kultural, politik, dan kapasitas kelembagaan lambat laun mengalami kegagalan dalam membangun kohesivitas sosial, daya tahan terhadap kerentanan dan memperkuat nilai-nilai kultural. Ketika daerah mengejar ketertinggalan dengan memfokuskan pada upaya meningkat indikator pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur fisik, tanpa diimbangi suprastruktur sosial yang memadai, dikhawatirkan terjadi berbagai gejolak dan ketidakstabilan dengan munculnya berbagai indikasi penolakan masyarakat, ketidakseimbangan akses sumber daya, melebarnya kesenjangan, dan ketidakadilan. Hal ini dapat memicu gejolak sosial seperti pertikaian, kerusuhan, kekerasan, kriminalitas dan konflik sara yang dapat menghancurkan apapun yang telah diinvestasikan untuk pembangunan.
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | xi
Kebutuhan sebuah perencanaan komprehensif tidak hanya menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam memutar roda pembangunan tetapi mampu mendorong pihak swasta dan masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanan pembangunan. Perencanaan daerah tidak hanya menyangkut substansi, metodologi, dan partisipasi dalam penyusunannya, termasuk bagaimana hasil perencanaan benar-benar mendorong efektivitas pemerintahan dan harmonisasi para pemangku kepentingan di daerah sehingga dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan hambatan dan dampak negatif. Perencanaan juga sebagai alat pengendali dan penguat hubungan kelembagaan terutama dalam mendorong upaya pencegahan konflik. Kita menyadari betapa berat tugas Bappeda dalam mengupayakan rencana pembangunan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan ekonomi dan kualitas kehidupan masyarakat tanpa diiringi jaminan keamanan, ketertiban, dan kenyamanan sekaligus mendorong pengelolaan potensi dan sumber daya daerah dengan membangun keunggulan kompetitifnya. Perencanaan harus mampu menjelaskan berbagai unit investasi sebagai sumber pendapatan yang memiliki nilai ekonomis dan pelayanan sosial yang tinggi. Berapapun besarnya biaya investasi pembangunan yang dikeluarkan tidak akan bermanfaat, jika pada saat yang sama hilang dan hancur akibat konflik dan kekerasan yang mewarnai penyelenggaraan pembangunan. Pertanyaan penting yang harus dijawab bagaimana daerah memulai tindakan dengan memperkuat keseluruhan aspek kehidupan masyarakat, jawabannya sangat ditentukan oleh kualitas rencana pembangunan daerah yang dihasilkan. Apakah perencanaan mampu mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintahan daerah. Serta sejauhmana hal tersebut dapat mencapai target kinerja, mendorong kohesi sosial, keadilan, dan penguatan kelembagaan. Berkaitan hal tersebut, perencanaan pembangunan harus diletakkan secara komprehensif untuk menjembatani kebutuhan pengembangan wilayah, penguatan sektor dan harmonisasi para pelaku pembangunan. Modul ini mencoba menawarkan kerangka rencana pembangunan daerah, khususnya dalam menyusun dokumen perencanaan yang dapat memadukan ketiga komponen tersebut dengan tetap merujuk pada ketentuan yang berlaku. Penyajian modul ini mengikuti pentahapan perencanaan yang telah diatur dalam berbagai peraturan dengan memberikan beberapa penjelasan dan penambahan dalam aspek analisis dinamika konflik serta kerangka kerja perdamaian. Hal ini dirasakan perlu untuk disusun sebuah panduan teknis yang dapat membantu perencana dan pelaksana dalam mengintegrasikan tema-tema strategis (pengarusutamaan) dalam perumusan prioritas pembangunan daerah baik dalam RPJPD, RPJMD, dan RKPD. Harapan dari modul ini dapat memberikan pemahaman baru tentang model perencanaan terpadu, bagaimana membangunan harmonisasi kelembagaan, persoalan ketidakadilan, kerentanan sosial, dan dinamika konflik dapat dipahami pada saat pengkajian kondisi daerah termasuk gagasan sinkronisasi dan
pengintegrasian prespektif perdamaian (peace mainstreaming), kebencanaan, syariat Islam, lingkungan hidup, gender, dan HAM dalam perencanaan pembangunan. Secara khusus bahan pelatihan ini ditujukan bagi perencana program dilingkungan Bappeda Aceh dalam rangka peningkatkan kapasitas aparaturnya. Pada mulanya kegiatan diinisiasi pimpinan Bappeda Aceh untuk mendorong peningkatan kualitas rencana pembangunan daerah yang selama ini dihadapkan pada tantangan perubahan daerah yang demikian cepat. Termasuk tantangan dalam mendorong sinkronisasi, kesinambungan, optimalisasi dan integrasi perencanaan mulai dari tingkat desa, kabupaten/kota hingga provinsi. Disadari perlunya sebuah perencanaan terpadu yang dapat mendorong percepatan pembangunan, pengentasan kemiskinan, penguatan manajemen pemerintahan dan pencapaian visi Aceh secara efektif, maka perlu dilakukan pembinaan para tenaga perencanaan di daerah dengan memberikan informasi dan pelatihan untuk memenuhi tujuan tersebut. Dalam hal ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak-pihak yang telah bekerjasama dalam penyusunan buku ini, khususnya kepada bapak Ir. Iskandar, M.Sc sebagai pimpinan Bappeda Aceh yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk mendukung peningkatkan kapasitas pemerintah daerah khususnya dalam perencanaan program pembangunan. Demikian halnya penulis sampaikan penghargaan kepada Hasrati, Muzailin Affan, dan Martunis sebagai pelaku dan pengendali unit di Bappeda Aceh yang selama ini mendorong upaya penguatan perencanaan daerah, rekan tim konflik dan pembangunan Bank Dunia, Muslahuddin Daud, T. Ardiansyah, Wasi Abbas, T. Zuhradi, dan Marzi yang telah memberikan masukan yang sangat berharga hingga modul pelatihan ini disusun dan diujicobakan. Semoga modul pelatihan dapat memenuhi harapan kita semua untuk mendorong upaya penguatan pemerindah daerah dalam rangka pengintegrasian dan harmonisasi pembangunan secara berkelanjutan serta harapan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan dan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih baik.
Wahjudin Sumpeno
Daftar Isi
Daftar Istilah dan Singkatan Kata Pengantar Daftar Isi Panduan Pembaca vii ix xv xvii
Kebijakan Umum Pembangunan Daerah Kedudukan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Sistem Pembangunan Nasional Pengintegrasian Tema Pengarusutamaan dalam Rencana Pembangunan Daerah Pengarusutamaan Perdamaian dalam Rencana Pembangunan Daerah Kajian Profil Daerah Analisis Konflik dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Merumuskan Strategi Program Pembangunan Daerah Menetapkan Indikator Capaian Program Pembangunan Daerah Sinkronisasi Program SKPD Integrasi Program Berbasis Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
1 21 39 53
Daftar Pustaka
231
Panduan Pembaca
odul ini pada mulanya dikembangkan dengan maksud memberikan ruang belajar bagi aparatur Bappeda dalam meningkatkan kapasitas di bidang perencanaan berbasis perdamaian melalui pendekatan conflict sensitivity approach (CSA). Namun dalam perkembangnya diperluas dengan pengintegrasian tematema strategis seperti, kebencanaan, syariat Islam, lingkungan hidup, gender dan HAM yang perlu dimasukkan dalam kajian tata ruang dan sektoral. Tema-tema tersebut sangat penting dalam konteks membangun sebuah perencanaan yang komprehensif, integratif dan mendorong harmonisasi antarpemangku kepentigan. Proses penyusunan modul ini disesuaikan dengan kebutuhan pembanggunan daerah khusunya di propinsi Aceh yang memiliki keistimewaan. Sebagaimana diketahui Aceh merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki kekhasan budaya, nilai-nilai dan sejarah. Aceh merupakan daerah pasca-konflik yang telah berjalan lebih dari seperempat abad. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap tata kehidupan masyarakat. Disisi lain, bencana Tsunami pernah melanda hampir sebagian wilayah Aceh yang makin memperburuk kondisi dengan berbagai tingkat kerusakan dan kerugian harta benda dan jiwa yang sangat besar.Masa rehabilitasi dan rekontruksi telah dilakukan oleh pemerintah dan lembaga lain telah memberikan perubahan. Disamping Aceh masuk dalam wilayah bencana alam karena secara topografis berada pada patahan yang rentan terhadap gempa, salah satu paruparu dunia dengan perlindungan terhadap hutan dan lingkungan melalui program Aceh Green serta wilayah pasca konflik. Berdasarkan UUPA No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh juga memberikan keistimewaan dalam menjalankan syariat Islam. Keempat aspek ini menjadi pengarusutaman pembangunan yang sangat berpengaruh terhadap pengelolaan wilayah, sumber daya dan tatakelola pemerinthan. Dengan demikin perlunya grand design pembangunan Aceh dengan mengintegrasikan aspekaspek tersebut dalam penyusunan rencana pembangunannya. Beberapa aspek tema strategis yang dibahas dalam modul ini digagas dari kebutuhan pembangunan Aceh sebagai sebuah daerah yang memiliki keistimewaan atau kekhususan tertentu yang memberdakan dari daerah lainnya. Oleh karena itu, berbagai isu pengarusutamaan yang menjadi karakterisitik daerah menjadi pertimbangan dalam penyusunan rencana pembangunan. Atas dasar alasan tersebut modul ini dirancang untuk menjembatani pengintegrasian isu pembangunan termasuk program lainnya seperti PNPM Mandiri, BKPG, CSR dan lembaga lainnya dalam mekanisme perencanaan regular. Modul ini terdiri dari beberapa topik dan fokus pembelajaran sebagai acuan yang digunakan dalam memandu proses pelatihan bagi aparatur Bappeda khususnya dalam memberikan pemahaman tentang pengintegrasian beberapa tema pengarusutamaan
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | xvii
seperti perdamaian, kebencanaan, syariat Islam, lingkungan hidup (Aceh Green), gender, dan HAM yang menjadi basis dalam penyusunan rencana dan program pembangunan. Beberapa pemikiran, pengalaman, saran dan masukan dari berbagai pihak terkait upaya membangun kesadaran aparatur tentang pentingnya pengintegrasian dan harmonisasi sebagai instrument dalam mendorong harmonisasi pemangku kepentingan yang terlibat dalam permbangunan, penyelesaian masalah, dan sebagai jembatan keberhasilan dalam mensejahterakan masyarakat. Pengintegrasian dan harmonisasi menjadi bagian penting dalam menyusun dokumen rencana pembangunan secara terpadu dan menyeluruh. Modul ini secara khusus membantu pembaca untuk memahami pentingnya model rencana pembangunan terpadu yang mempertimbangkan berbagai aspek perubahan dan kebutuhan sektor, wilayah, lintas sektor/wilayah dan kelembagaan agar pencapaian tujuan dan cita-cita yang diharapkan secara efektif. Melalui upaya pengintegrasian tema strategis dan harmonisasi pemangku kepentingan dalam kajian daerah, mekanisme dan alur kesepakatan (musrenbang), hingga dihasilkan kebijakan, strategi dan prioritas pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah. Hal ini membutuhkan pemahaman dan keterampilan dalam menggunakan alat bantu (tools) peka konflik (conflict sensitivity approach) dalam analisis dan perumusan kebijakan pembangunan daerah. Berbagai produk perencanaan seperti RPJPD, RPJMD, RKPD, Renstra dan Renja SKPD diharapkan bukan sebagai hasil dari proses teknokratis saja, tetapi mencakup kebutuhan masyarakat, strategis, partisipatif, dan politis-administratif.
pelaksanaan dan pelembagaan perencanaan dengan memperkenalkan perangkat analisis ragam pengarusutamaan dan pengintegrasian lintas sektor termasuk bagaimana unit SKPD mengembangkan program/kegiatan dengan mempertimbangkan kualitas hubungan antara pemangku kepentingan khususnya pemerintah daerah, swasta, lembaga swadaya, perguruan tinggi dan masyarakat sebagai mitra. Melalui kehadian modul ini, pembaca dapat mempelajari dengan mudah bagiamana proses fasilitasi pengintegrasian perencanaan dengan ragam perangkat analisis dalam setiap pentahapan perencanaan dan penganggaran disesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Lebih jauh, modul ini dapat membantu pemerintah daerah khususnya Bappeda dalam mendorong inisiatif dan keterampilan teknis dalam mengkaji dan menyusun program dan kegiatan perdamaian sesuai mekanisme perencanaan agar dihasilkan arah kebijakan, strategi dan prioritas program pembangunan yang berkualitas dan berkesinambungan.
Sasaran Pengguna
Modul ini merupakan salah satu rujukan dalam memahami pengarusutamaan perdamaian sebagai bagian integral dalam pentahapan pembangunan yang menjadi tugas utama pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengintegrasikannya dalam mekanisme perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pembangunan. Modul ini diharapkan dapat mempermudah pemerintah daerah dalam hal ini kepala daerah dan perangkat pemerintahan (SKPD) yang memiliki kewenangan dalam merumuskan program untuk memastikan pengarusutamaan perdamaian digunakan dalam keseluruhan tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan dampaknya bagi masyarakat khususnya korban konflik, perempuan dan kelompok rentan. Bagi para pemerhati, perencana, praktisi, akademisi, aktivis atau lembaga lainnya dalam bidang pemerintahan, Modul ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam menggali gagasan
atau program pembangunan daerah yang berbasis perdamaian, kebencanaan, syariat Islam, lingkungan hidup, gender dan HAM.
Klasifikasi
Dalam upaya mempermudah pembaca dalam memahami dan mempraktekkan modul ini, penulis mencoba menambahkan penjelasan menyangkut substansi materi yang perlu mendapatkan perhatian khusus melalui pengklasifikasian isi atau bentuk tulisan selain menyajikan tulisan utama dengan menempatkan pesan-pesan utama (side bar) yang berfungsi sebagai ruang tambahan informasi, kasus, catatan dari topik terkait.
Ikon
Modul ini dilengkapi beberapa ikon penting untuk membantu pembaca dalam memhami keseluruhan proses pembelajaran. Alat bantu ini akan memandu pembaca dalam menggunakan setiap langkah kegiatan belajar dengan petunjuk khusus sebagai berikut:
Ikon Tujuan. Pola perubahan perilaku yang ingin dicapai dari setiap topik atau bahasan terkait.
Ikon Pokok Bahasan. Uraian yang menjelaskan definisi, konsep dan istilah yang digunakan dalam penjelasan setiap topik atau pokok bahasan. Ikon Waktu. Petunjuk penentuan batas waktu (durasi) makasimal pembelajaran yang dibutuhkan pada setiap pokok bahasan Ikon Metode. Saran teknik atau cara yang ditempuh berdasarkan tujuan yang digunakan untuk memandu fasilitator memahami proses dari setiap topik atau bahasan terkait. Ikon Media dan Sumber Belajar. Kumpulan bahan, media dan informasi penting sebagai pendukung kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sesuai topik bersangkutan. Ikon Proses Pembelajaran. Serangkaian tindakan atau proses pentahapan kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan sesuai topik atau bahasan terkait. Ikon Catatan Penting. Pokok-pokok pikiran sebagai catatan berupa saran, komentar dan pesan utama bagi fasilitator dalam melaksanakan pembelajaran.
ebijakan pembangunan daerah merupakan suatu kerangka acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam merumuskan strategi, mengelola sumber daya, birokrasi, partisipasi masyarakat dan pembiayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Otonomi daerah telah memberikan ruang bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan yang dianggap sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapinya. Masingmasing daerah memiliki kebijakan yang berbeda-beda tergantung kebutuhan, karakteristik wilayah, dan tantangan yang dihadapinya. Dalam perkembangannya, masing-masing daerah berupaya menterjemahkan dalam berbagai program pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Kerangka kebijakan pembangunan daerah menjadi penting ketika diletakkan dalam pencapaian visi dan perubahan masyarakat baik di tingkat lokal, regional, nasional dan global. Oleh karena itu, masing-masing daerah perlu mengintegrasikan arah dan kebijakan pembangunan dengan visi dan strategi yang telah ditetapkan di tingkat nasional. Kebijakan pembangunan daerah tidak berdiri sendiri tetapi menjadi bagian integral dari sistem dan tatakelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam mendorong peningkatan kesejahteraan, keadilan, perdamaian, dan keberlanjutan. Kerangka kebijakan umum pembangunan dihasilkan dari proses dan praktek pengalaman yang panjang, sehingga dihasilkan arah dan strategi pembangunan yang diharapkan mampu menjawab permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Topik ini akan mengarahkan peserta untuk memahami tentang pengertian, prinsip-prinsip dan strategi operasional kebijakan pembangunan sebagai pedoman bagi semua pemangku kepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pembangunan. Kebijakan dimaksud dituangkan dalam dokumen perencanaan baik RPJPD, RPJMD dan RKPD. Beberapa aspek penting yang dibahas dalam topik ini diantaranya; memahami kebijakan, mencakup; visimisi pemerintah, arah kebijakan pembangunan, tahapan, dan capaian pembangunan.
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 1
Tujuan
Peserta memahami kerangka umum kebijakan pembangunan daerah. Peserta memahami strategi pembangunan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peserta mampu melakukan analisis kebijakan pembangunan daerah.
Pokok Bahasan
Kerangka umum kebijakan pembangunan daerah Strategi kebijakan pembangunan daerah. Analisis kebijakan pembangunan daerah.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 2 X 40 menit
Metode
Metode yang digunakan, diantaranya; Studi kasus. Analisis Kebijakan. Diskusi panel.
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Kerangka Umum Kebijakan Pembangunan Daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. 2. Dilanjutkan dengan diskusi panel dengan memberikan kesempatan kepada nara sumber untuk memberikan paparan tentang kebijakan pembangunan daerah dengan mengambil kasus proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh 2005 - 2025 (30 menit). 3. Moderator memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan tanya jawab dan diskusi tentang topik yang disampaikan nara sumber. Proses tanya jawab dipandu oleh moderator. Jika, tersedia waktu cukup, tanya jawab dapat dilakukan dalam beberapa termin. 4. Catatlah hal-hal penting dari hasil pemaparan dan tanya jawab yang telah dilakukan. Kemudian buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan. (jika, perlu pendalaman lebih lanjut dan tersedia waktu yang cukup dapat dilanjutkan pada langkah berikutnya) Kegiatan 2: Strategi Kebijakan Pembangunan Daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada sesi sebelumnya. 2. Berdasarkan hasil pemaparan tersebut, mintalah peserta untuk membentuk kelompok dengan anggota 4-5 orang. Bagikan bahan bacaan terkait sebagai informasi pendukung kegiatan diskusi. 3. Selanjutnya masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang strategi kebijakan pembangunan daerah. Sebagai acuan ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Apa yang Anda pahami tentang arah kebijakan pembangunan daerah? Apa saja peraturan perundang-undangan yang melandasi penetapan kebijakan pembangunan daerah? Hal-hal pokok apa saja yang menjadi pertimbangan dalam penetapan kebijakan pembanunan daerah? Hal-hal pokok apa saja yang menjadi arah kebijakan pembangunan Aceh ke depan? Bagaimana proses atau pentahapan pembangunan daerah?
Target apa saja yang diharapkan dari setiap proses tersebut? Faktor-faktor apa saja yang mendorong pencapaian target tersebut?
6. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan. Kegiatan 3: Analisis Kebijakan Pembangunan Daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan serta hasil kerja kelompok pada kegiatan belajar sebelumnya. Kegiatan ini akan menelaah isu-isu kritis menyangkut aspek filosofis, psikologis dan sosiologis dari kebijakan pembangunan daerah. 2. Berikan penjelasan tentang proses analisis kebijakan pembangunan yang akan dilakukan peserta dalam kelompok. 3. Sesuai dengan petunjuk yang telah dijelaskan, mintalah peserta untuk melakukan diskusi kelompok. Kegiatan ini akan dipandu dengan pertanyaan kunci, sebagai berikut; Mencermati fungsi kebijakan pembangunan dalam rangka pencapaian visi, misi dan tujuan pembangunan, hal-hal apa saja yang melatarbelakangi substansi kebijakan pembangunan? Pokok-pokok kebijakan apa saja yang menjadi prioritas pembangunan daerah? Kebijakan daerah menyangkut pelayanan apa saja yang diharapkan masyarakat untuk membangun struktur sosial yang damai, adil, dan sejahtera secara berkelanjutan? Apakah harapan masyarakat terhadap kebijakan pembangunan yang mampu merespon dinamika konflik dan perbedaan kepentingan di daerah? Masalah apa saja yang ada dalam kebijakan pemerintah yang menghambat pencapaian tujuan pembangunan? Bagaimana agar kebijakan dapat berjalan efektif?
7. Jawaban terkait pertanyaan di atas yang dirumuskan dalam bentuk catatan penting tentang arah kebijakan pembangunan daerah yang
akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Sebagai alat bantu dapat digunakan matrik sebagai berikut;
Tabel: Resume Hasil Analisis Kebijakan Arah Kebijakan Pembangunan Target Capaian Kondisi Terkini Tantangan Faktor Pendorong
8. Hasil diskusi kelompok kemudian dipresentasikan dalam pleno. 9. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat, mengkritisi dan mengklarifikasi hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut 10. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan.
Catatan Penting
Dalam sesi ini, peserta diarahkan untuk memahami arah kebijakan pembangunan daerah khususnya penyelenggaraan pemerintah Aceh sebagai dasar dalam membuat perencanaan. Informasi dan bahan pendukung lain, seperti peraturan perundang-undangan, hasil riset dalam berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur, laporan pembangunan, serta kajian akademik lainnya. perlu dipersiapkan agar dalam pembahasan kelompok dapat memberikan pandangan yang luas dan komprehensif. Doronglah peserta untuk lebih berani menanggapi penjelasan dari fasilitator dan mengungkapkan kasus-kasus lokal di seputar kebijakan pembangunan berkaitan dengan kinerja pemerintah terhadap isu terkini sebagai pijakan dalam penentuan prioritas dan analisis anggaran.
Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:
dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
3. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah Indonesia. Sektor pertanian, dalam arti luas, dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang dikelola secara efisien sehingga menghasilkan komoditi berkualitas, industri manufaktur yang berdaya saing global,motor penggerak perekonomian, serta jasa yang perannya meningkat dengan kualitas pelayanan lebih bermutu dan berdaya saing. 4. Tersusunnya jaringan infrastruktur perhubungan yang andal dan terintegrasi satu sama lain. Terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang andal dan efisien sesuai kebutuhan, termasuk hampir sepenuhnya elektrifikasi rumah tangga dan elektrifikasi perdesaan dapat terpenuhi. Terselenggaranya pelayanan pos dan telematika yang efisien dan modern guna terciptanya masyarakat informasi Indonesia. Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air. 5. Meningkatnya profesionalisme aparatur negara pusat dan daerah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab, serta profesional yang mampu mendukung pembangunan nasional. c. Terwujudnya Indonesia yang demokratis, berlandaskan hukum dan berkeadilan 1. Terciptanya supremasi hukum dan penegakkan hak-hak asasi manusia yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta tertatanya sistem hukum nasional yang mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif, dan aspiratif. Terciptanya penegakan hukum tanpa memandang kedudukan, pangkat, dan jabatan seseorang demi supremasi hukum dan terciptanya penghormatan pada hak-hak asasi manusia. 2. Menciptakan landasan konstitusional untuk memperkuat kelembagaan demokrasi. 3. Memperkuat peran masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan politik. 4. Memantapkan pelembagaan nilai-nilai demokrasi yang menitikberatkan pada prinsipprinsip toleransi, non-diskriminasi, dan kemitraan. 5. Terwujudnya konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan politik yang dapat diukur dengan adanya pemerintah yang berdasarkan hukum, birokrasi yang professional dan netral, masyarakat sipil, masyarakat politik dan masyarakat ekonomi yang mandiri, serta adanya kemandirian nasional. d. Terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara dari ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri
2. TNI yang profesional, komponen cadangan dan pendukung pertahanan yang kuat
terutama bela negara masyarakat dengan dukungan industri pertahanan yang andal.
3. Polri yang profesional, partisipasi kuat masyarakat dalam bidang keamanan, intelijen, dan kontra intelijen yang efektif, serta mantapnya koordinasi antara institusi pertahanan dan keamanan.
2. Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi
yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.
f. Terwujudnya Indonesia yang asri dan lestari 1. Membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi, daya dukung, dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan lestari.
2. Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan sumber daya alam untuk
mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional.
g. Terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional 1. Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia.
2. Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung
oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal yang
terkait dalam kerangka pertahanan negara.
1. Memperkuat dan mempromosikan identitas nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional. 2. Memulihkan posisi penting Indonesia sebagai negara demokratis besar yang ditandai oleh keberhasilan diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional.
4. Terwujudnya kemandirian nasional dalam konstelasi global. 5. Meningkatnya investasi perusahaan-perusahaan Indonesia di luar negeri. Untuk
mencapai tingkat kemajuan, kemandirian, serta keadilan yang diinginkan, arah pembangunan jang
Mewujudkan Indonesia yang Demokratis Berlandaskan Hukum Demokratis yang berlandaskan hukum merupakan landasan penting untuk mewujudkan pembangunan Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Demokrasi dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan, dan memaksimalkan potensi masyarakat, serta meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan negara. Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan munculnya aspek-aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusiaan serta memastikan terlaksananya keadilan untuk semua warga negara tanpa memandang dan membedakan kelas sosial, ras, etnis, agama, maupun gender. Hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan keterjaminan hak-hak dasar masyarakat secara maksimal. Untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis dan adil dilakukan dengan memantapkan pelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil sehingga proses pembangunan partisipatoris yang bersifat bottom up bisa berjalan; menumbuhkan masyarakat tanggap (responsive community) yang akan mendorong semangat sukarela (spirit of voluntarism) yang sejalan dengan makna gotong royong; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin perkembangan dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidakndiskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil. Mewujudkan Indonesia yang Aman, Damai dan Bersatu Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam, bangsa dan negara Indonesia memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya gangguan keamanan dalam berbagai bentuk kejahatan dan potensi konflik horisontal akan meresahkan dan berakibat pada pudarnya rasa aman masyarakat. Terjaminnya keamanan dan adanya rasa aman bagi masyarakat merupakan syarat penting bagi terlaksananya pembangunan di berbagai bidang. Mewujudkan Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan Pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia akan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Mewujudkan Indonesias yang Asri dan Lestari Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan modal pembangunan nasional dan, sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Sumber daya alam yang lestari akan menjamin tersedianya sumber daya yang berkelanjutan bagi pembangunan. Lingkungan hidup yang asri akan meningkatkan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat utama dalam pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan. Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat dan Berbasis Kepentingan Nasional Pembangunan kelautan pada masa yang akan datang diarahkan pada pola pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan sumber daya laut berbasiskan ekosistem, yang meliputi
aspek-aspek sumber daya manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan teknologi. Mewujudkan Indonesia Yang Berperan Aktif Dalam Pergaulan Internasional Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial merupakan amanat konstitusi yang harus diperjuangkan secara konsisten. Sebagai negara yang besar secara geografis dan jumlah penduduk, Indonesia sesungguhnya memiliki peluang dan potensi untuk mempengaruhi dan membentuk opini internasional dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Dalam rangka mewujudkan Indonesia maju, mandiri, adil dan makmur, Indonesia sangat penting untuk berperan aktif dalam politik luar negeri dan kerja sama lainnya baik di tingkat regional maupun internasional, mengingat konstelasi politik dan hubungan internasional lainnya yang terus mengalami perubahanperubahan yang sangat cepat.
5. Mewujudkan pembangunan yang berkualitas, maju, adil dan merata 6. Mewujudkan Aceh yang lestari dan tangguh terhadap bencana
Sasaran Pembangunan
Tujuan pembangunan jangka panjang Aceh tahun 2005-2025 adalah mewujudkan Aceh yang Islami, maju, damai dan sejahtera. Pencapaian tujuan tersebut ditempuh melalui penetapan sasaran pokok sebagai berikut: A. Terwujudnya masyarakat Aceh yang berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Islami: 1. Terwujudnya masyarakat Aceh berkualitas, memiliki karakter Islami yang dicirikan dengan sehat jasmani, rohani dan sosial, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki moral dan etika yang baik, rajin, tangguh, cerdas dan memiliki kompetensi dan daya saing, toleransi tinggi, berbudi luhur, peduli lingkungan, patuh pada hukum, serta mencintai perdamaian. Terwujudnya kerukunan hidup antar individu, antar kelompok masyarakat, dan antar umat beragama. Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance). Terwujudnya kualitas pelaksanaan syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan terutama di bidang hukum, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan.
2. 3. 4. B.
Terwujudnya masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan hidup dalam aspek ekonomi, sosial dan spiritual: 1. 2. Terpenuhinya kebutuhan dan terjaminnya ketersediaan dan keamanan pangan masyarakat Aceh. Tersedianya penunjang pertumbuhan ekonomi dalam bentuk regulasi yang efektif, pembiayaan yang berkelanjutan, sumber daya manusia yang berkualitas, teknologi tinggi dan tepat guna, jaringan distribusi yang efektif dan efisien serta sistem informasi yang handal. Terlaksananya daya tahan dan daya saing dunia usaha di Aceh, terutama koperasi dan usaha mikro kecil menengah serta tumbuhnya wirausaha baru. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan sehingga pendapatan per kapita pada tahun 2025 mencapai tingkat kesejahteraan setara atau lebih dari rata-rata nasional yang berpenghasilan menengah dengan tingkat pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen. Terwujudnya peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan, yang ditandai dengan peningkatan kualitas kesehatan, akses, mutu dan relevansi pendidikan formal/informal melalui peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG). Terwujudnya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat dalam masyarakat.
3. 4.
5.
6.
7.
Terwujudnya masyarakat yang berperilaku cerdas dan berbudi pekerti luhur, yang dicirikan dengan meningkatnya pemahaman dan implementasi nilai-nilai islami dan nilai luhur budaya Aceh dalam kehidupan bermasyarakat.
C.
Terwujudnya Aceh yang demokratis dan berlandaskan hukum: 1. 2. 3. 4. Terciptanya supremasi hukum dan penegakan hak asasi manusia secara nondiskriminatif. Tersedianya ruang dialog publik yang bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam, nilai kearifan lokal, adat istiadat dan budaya Aceh. Terwujudnya peningkatan peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam kehidupan politik dan kegiatan pembangunan. Terwujudnya penguatan sistem kelembagaan yang memiliki nilai-nilai demokrasi dengan menitikberatkan pada prinsip-prinsip toleransi, transparansi, akuntabilitas, non-diskriminasi, dan kemitraan. Terwujudnya konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan politik yang dapat diukur dengan adanya pemerintahan yang berdasarkan hukum, birokrasi yang professional dan netral, masyarakat sipil, masyarakat politik dan masyarakat ekonomi yang mandiri.
5.
D. Terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah Aceh: 1. Terjaminnya rasa aman dan damai masyarakat dalam menjalani kehidupan ekonomi, sosial, politik, budaya dan agama. 2. Terwujudnya keadilan dan pemerataan pembangunan di seluruh kabupaten/kota berdasarkan potensi dan keunggulan wilayah. 3. Terwujudnya keutuhan wilayah Aceh sebagai satu kesatuan masyarakat yang tidak terpisahkan dalam satu bingkai Provinsi Aceh. E. Terwujudnya pembangunan yang berkualitas, maju, adil dan merata: 1. 2. Terwujudnya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Terlaksananya peningkatan pelayanan dasar yang integratif dan komprehensif dan berkualitas secara adil dan merata serta mengurangi kesenjangan antar wilayah, kelompok masyarakat, status ekonomi, sosial dan gender. Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, investasi di daerah, nilai ekspor produk serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di setiap wilayah. Sektor pertanian dan industri menjadi basis aktivitas ekonomi yang dikelola secara efisien sehingga menghasilkan komoditas unggulan yang berkualitas; industri manufaktur yang mendukung sektor pertanian berdaya saing global merupakan motor penggerak perekonomian. Sektor jasa dengan kualitas
3.
4.
pelayanan lebih bermutu dapat meningkatkan daya saing sehingga dapat menjadi daya tarik investasi dan menciptakan lapangan kerja. 5. Meningkatnya optimasi pemanfaatan ruang untuk aktivitas ekonomi didukung dengan meningkatnya pelayanan infrastruktur transportasi yang handal dan terintegrasi, infrastruktur pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan, infrastruktur telekomunikasi yang efisien dan modern, pasokan energi yang andal dan efisien, serta sarana dan prasarana dasar permukiman yang berkualitas. Terwujudnya pengembangan kawasan tertinggal dan terpencil sehingga dapat tumbuh, berkembang dan mengejar ketertinggalan pembangunan dengan daerah lain. Terciptanya sinergisitas kegiatan ekonomi antara kawasan terpencil dan tertinggal dengan kawasan cepat tumbuh dan strategis dalam satu sistem wilayah pengembangan ekonomi; Meningkatnya sinergisitas kegiatan ekonomi dari tahap awal produksi sampai tahap konsumsi serta meningkatnya aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa antar wilayah Aceh dengan dukungan regulasi yang efektif.
6.
7.
a.
Terwujudnya Aceh yang lestari dan tangguh terhadap: 1. Terciptanya kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang seimbang dan berdaya guna sesuai dengan fungsi dan daya dukung wilayah Aceh dengan mempertimbangkan aspek ekologis. Meningkatnya perlindungan, pemulihan kawasan kritis, pemeliharaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan sebagai modal dasar pembangunan dalam rangka memperbaiki kualitas kehidupan di masa mendatang dengan memperhatikan prinsip keselarasan dan perubahan global melalui pendekatan ilmu pengetahuan dan kearifan lokal. Terciptanya komitmen bersama yang kuat untuk menjadikan Aceh tanggap dan siap menghadapi bencana serta adanya perubahan paradigma masyarakat dan pemerintah dalam pengurangan risiko bencana yang lebih bersifat kesiapsiagaan kepada seluruh komponen masyarakat, khususnya kelompok rentan, dengan memperhatikan aspek gender (gender mainstreaming).
2.
3.
b. Mewujudkan Masyarakat yang Mampu Memenuhi Kehidupan secara Ekonomi, Sosial dan Spiritual
1. Terpenuhinya kebutuhan dan terjaminnya ketersediaan pangan masyarakat Aceh melalui: 2. Meningkatnya daya tahan dan daya saing dunia usaha di Aceh, terutama koperasi dan usaha mikro kecil menengah serta tumbuhnya wirausaha baru. 3. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan sehingga pendapatan per kapita pada tahun 2025 mencapai tingkat kesejahteraan setara atau lebih dari provinsi lain yang berpenghasilan menengah dengan tingkat pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen. 4. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan, yang ditandai dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) melalui : 5. Meningkatnya kualitas lingkungan hidup masyarakat yang bersih dan sehat melalui: 6. Terwujudnya masyarakat yang berperilaku cerdas:
c. Mewujudkan Aceh yang Demokratis Berlandaskan Hukum d. Mewujudkan Aceh yang Aman, Damai dan Bersatu
1. Keamanan dan perdamaian di Aceh diwujudkan melalui keterpaduan penegakan hukum yang adil, tegas dan bijaksana dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan budaya lokalita. 2. Pembangunan perdamaian yang berkelanjutan dilaksanakan dengan merekatkan kembali struktur masyarakat sehingga kohesi sosial, ekonomi dan politik terjadi secara baik. Proses reintegrasi harus didukung dan menjadi tanggung jawab oleh semua pihak agar warisan perpecahan selama konflik berkepanjangan tidak menjadi penghalang bagi terwujudnya perdamaian yang abadi di Aceh. 3. Peningkatan kapasitas dalam pembangunan perdamaian di Aceh diarahkan pada pemahaman dan pelaksanaan pendekatan peka konflik (conflict sensitiviy approach) dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi proses pembangunan. Selain itu, institusi non-pemerintah yang berada dalam masyarakat harus didorong untuk mengelola potensi konflik yang timbul melalui pendeteksian dini dan proses resolusi sehingga potensi tersebut tidak menjadi ancaman terhadap perdamaian, termasuk melibatkan kelompok rentan. 4. Persatuan Aceh diwujudkan melalui sinergisitas pembangunan yang saling mendukung berdasarkan potensi wilayah, pengurangan disparitas serta peningkatan kualitas hidup masyarakat secara merata. 5. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga dan melestarikan perdamaian secara berkelanjutan melalui kesiapsiagaan terhadap isu-isu konflik, pendeteksian dini, pengelolaan konflik serta penanganan pasca konflik.
6. Penerapan konsep pencegahan dan mitigasi dalam manajemen konflik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik masyarakat, pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan organisasi kemasyarakatan lainnya. 7. Peningkatan kapasitas pemerintah dan aparaturnya dalam penerapan pembangunan pasca konflik melalui kebijakan, strategi, informasi dan data, serta fakta (evidence based) dalam mengelola dan mengurangi resiko konflik akibat pelaksanaan pembangunan. 8. Pembangunan peka konflik sebagai salah satu arah pembangunan di Aceh harus dirumuskan secara komprehensif, lintas wilayah dan lintas sektor dengan berbagai indikator dan capaian yang terukur sehingga dapat membawa penguatan perdamaian.
e. Mewujudkan Pembangunan yang Berkualitas, Maju, Adil dan Merata f. Mewujudkan Aceh yang Lestari dan Tangguh terhadap Bencana
etiap daerah memiliki perencanaan sebagai alat untuk memformulasikan secara jelas harapan yang dicita-citakan masyarakat. Perencanaan mendekatkan mimpi, ide, gagasan, dan cita-cita dengan kenyataan. Oleh karena itu, perencanaan menjadi alat efektif untuk membantu para pemangku kepentingan dalam memetakan kebutuhan, menentukan tujuan yang hendak dicapai, dan cara untuk mencapainya. Perencanaan juga menjadi alat kontrol terhadap proses dan hasil pembangunan yang dilaksanakan. Sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perubahan yang bersifat fisik (sarana dan prasarana) dan non fisik (sosial, kesejahteranaan, keadilan, dll). Perencanaan merupakan tindaklanjut dari proses pengambilan keputusan daam bentuk arah dan kebijakan pembangunan dalam bentuk strategi, operasi, pola kerja, dan manajemen sumber daya. Perencanaan menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan untuk melaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsinya serta memberikan ruang bagi upaya melakukan percepatan dan sinergisitas dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian integral (kesinmabungan) dari sistem perencanaan pembangunan nasional yang mengindikasikan arah kebijakan pemerintah pusat yang perlu dijabarkan lebih rinci dalam arah kebijakan dan program di daerah sekaligus memperkuat kesinmabngunan dengan kebutuhanan pengembangan masyarakat di tingkat lokal.. Topik ini mencoba mengkaitkan pemahaman peserta tentang topik sebelumnya tentang kerangka kebijakan pembangunan dimaksud yang akan dituangkan dalam bentuk dokumen perencanaan, seperti RPJPD, RPJMD dan RKPD. Membantu perencana untuk memahami tentang kedudukan perencanaan pembangunan daerah dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) serta keterkaitan kebijakan dengan dokumen rencana pembangunan.
Tujuan
Peserta memahami konsep perencanaan pembangunan daerah. Peserta memahami perencanaan pembangunan daerah terpadu. Peserta mampu mengidentifikasi isu-isu pengintegrasian dan pengarusutamaan dalam perencanaan pembangunan daerah.
Pokok Bahasan
Konsep perencanaan pembangunan daerah Prinsip-prinsip perencanaan pembangunan daerah terpadu. Pengintegrasian pengarusutamaan pembangunan.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 2 X 40 menit
Metode
Metode yang digunakan, diantaranya; Presentasi. Curah pendapat. Diskusi kelompok.
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Konsep Perencanaan Pembangunan Daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. 2. Dilanjutkan dengan diskusi panel dengan memberikan kesempatan kepada nara sumber untuk memberikan paparan tentang Konsep Perencanaan Pembangunan Daerah (30 menit). 3. Moderator memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan tanya jawab dan diskusi tentang topik yang disampaikan nara sumber. Proses tanya jawab dipandu oleh moderator. Jika, tersedia waktu cukup, tanya jawab dapat dilakukan dalam beberapa termin. 4. Catatlah hal-hal penting dari hasil pemaparan dan tanya jawab yang telah dilakukan. Kemudian buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan. Kegiatan 2: Perencanaan Pembangunan Daerah Terpadu 4. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada sesi sebelumnya. 5. Berdasarkan hasil pemaparan tersebut, mintalah peserta untuk membentuk kelompok dengan anggota 4-5 orang. Bagilah peserta dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan kesempatan untuk mempelajarinya sebagai informasi tambahan untuk diskusi kelompok. 6. Masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang gagasan keterpaduan dalam perencanaan pembangunan daerah. Sebagai acuan ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Apa yang Anda pahami tentang perencanaan pembangunan daerah terpadu ? Apa saja yang menjadi landasan yuridis dalam rencana pembangunan pembangunan terpadu? Hal-hal pokok apa saja yang menjadi pertimbangan dalam merumuskan rencana pembangunan terpadu? Bagaimana proses atau mekanisme penyusunan rencana pembangunan daerah?
Faktor-faktor apa saja yang mendorong dan menghambat dalam menyusun rencana pembangunan terpadu?
5. Jawaban terkait pertanyaan di atas yang dirumuskan dalam bentuk catatan penting tentang pokok-pokok gagasan tentang rencana pembangunan terpadu yang akan dipresentasikan oleh masingmasing kelompok. Kemudian sajikan dalam matrik sebagai berikut;
Tabel: Isu-isu Keterpaduan dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah Isu-isu Keterpaduan Permasalahan Faktor Pendorong Faktor Penghambat Rekomendasi
6. Hasil diskusi kelompok kemudian dipresentasikan dalam pleno. 7. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat, mengkritisi dan mengklarifikasi hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut 8. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan.
Catatan Penting
Beberapa hal penting yang dapat dilakukan fasilitator agar proses pembelajaran berjalan secara efektif, khususnya ketika melakukan pembahasan tentang isu keterpaduan dalam perencanaan. Disarankan fasilitator memberikan informasi awal melalui pemaparan tentang konsep keterpaduan perencanaan kepada peserta dan memberikan bahan bacaan yang berkaitan dengan topik yang dibahas.Cara lain, dengan menggali informasi dari pengalaman peserta yang dapat dijadikan salah satu rujukan sebagai bahan diskusi. Dalam kegiatan diskusi, masing-masing kelompok diminta untuk menunjuk salah satu anggota sebagai notulen untuk mencatat hal-hal penting yang dibahas dalam kelompok. Disarankan setiap kelompok memanfaatkan laptop dan internet untuk melakukan browsing
informasi pendukung tentang isu yang didiskusikan. Setiap hasil diskusi yang akan dipresentasikan diminta dibuat dalam bentuk Powerpoint Presentation.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan pembangunan dengan pertimbangan dan adanya keragaman potensi sumberdaya alam, potensi wilayah, kapasitas sumberdaya manusia dan keragaman dinamika sosial kemasyarakatan. Maka harmonisasi pemangku kepentingan sangat diperlukan sekali dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini didasarkan kepada beberapa pertimbangan: (1) menjaga keserasian dan keseimbangan pembangunan antardaerah karena setiap daerah memiliki sumberdaya pembangunan yang berbeda baik sumber daya alam, sumberdaya manusia, dinamika masyarakat dan sumber dana; (2) Pelaksanaan pembangunan daerah didasarkan potensi lokal yang memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage); (3) Menghindari terjadinya persaingan antar daerah yang Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 27
Pemerintaah daerah memerlukan perencanaan yang akurat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah serta dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan informasi dalam merumuskan indikator capaian target pembangunan mulai dari tingkat desa, kecamatan sampai tingkat Kabupaten/Kota. Data dan indikator pembangunan yang diperlukan harus sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
Tujuan perencanaan pembangunan nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, yaitu; Mendukung koordinasi antarpemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar-daerah, antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan
Berdasarkan pengalaman bahwa rencana pembangunan daerah dapat membantu pemerintah dalam menentukan arah pembangunan sekaligus memobilisasi sumber daya untuk mempercepat pencapaian target dan sasaran. Perencanaan dapat menentukan bentuk perubahan yang diharapkan dengan mempertimbangkan aspek sosilogis budaya,nilai-nilai lokal, geografis, kewilayahan, akses pasar, kebutuhan pengembangan ke depan dan mengantisipasi kemungkinan resiko akibat bencana alam dan konflik.
dapat mengakibatkan kegiatan pembangunan berjalan tidak efesien karena kegiatan yang kurang didukung oleh potensi yang dimiliki; (4) Mengembangkan kerjasama antar daerah untuk saling memperkuat dan melengkapi dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan,
secara komprehensif dan memformulasikan strategi bagi setiap sektor-unit kerja untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan serta menjalankan fungsi kepemerintahan yang baik (good governance). Disisi lain, kebutuhan rencana pembangunan komprehensif diperlukan karena rencana pembangunan jangka pendek (tahunan) yang terputus-putus ternyata tidak berdampak terhadap perubahan masyarakat secara signifikan bahkan terjadi pemborosan anggaran. Hal ini disebabkan cakupan wilayah pembangunan yang luas, banyaknya sasaran yang harus dilayani, keterbatasan sumber daya dan masa penanganan membutuhkan waktu lama. Agar program yang direncanakan berkesinambungan, maka diperlukan kerangka program jangka panjang 20 (dua puluh) tahunan dan jangka menengah 5 (lima) tahunan untuk menjadi rujukan penyusunan rencana kerja tahunan. Perencanaan pembangunan sebagai dokumen penting sangat dibutuhkan sebagai kerangka acuan kebijakan pelaksanaan pembangunan daerah dalam kurun waktu tertentu. Dimana pemerintah daerah dapat memantau, mengukur target kinerja, hasil, dan dampak program pembangunan secara jelas dan terarah berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Rencana juga sebagai alat kontrol bagi publik terhadap pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi dan perannya secara transparan dan akuntabel. Masyarakat luas dapat memahami dan berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan. Misalnya dalam penyusunan rencana sangat terkait dengan visi dan misi Kepala Daerah Terpilih, maka kualitas penyusunan rencana akan mencerminkan sejauh mana kredibilitas Kepala Daerah Terpilih dalam mengelola, mengarahkan, dan mengendalikan roda kepemimpinannya untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan hasilnya kepada masyarakat pada akhir masa kepemimpinannya. Sesuai peraturan perundangundangan, pemerintah daerah harus menyusun rencana pembangunan yang digunakan sebagai pedoman laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah maupun Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada publik.Dengan demikian, dokumen perencanaan sangat penting untuk menjelasakan dan menjabarkan secara eksplisit visi dan misi pemerintah daerah. Selanjutnya dijabarkan secara operasional, strategis, sistematis, dan terpadu ke dalam tujuan, strategi, program prioritas dan indikator kinerja yang ingin dicapai.
3. 4. 5.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri; SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri 0008/M.PPN/01/2007/050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2007.
Prinsip-Prinsip Perencanaan
Perencanaan pembangunan daerah disusun melalui pendekatan keterpaduan yaitu: teknokratis, demokratis, partisipatif, politis, bottom-up dan top down process. Hal ini dimaksudkan agar perencanaan selain diharapkan memenuhi kaidah substansi penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan dan akuntabel; konsisten dengan rencana lain yang relevan; juga kepemilikan rencana (sense of ownership). Karena perencanaan merupakan komitmen semua pihak untuk mewujudkannya. Dalam Undang-Undang No. 25/2004 telah memberikan panduan dalam penyusunan rencana pembangunan sebagai kerangka acuan bagi pemerintah daerah dalam penyusunan perencanaan pembangunan yang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
Strategis
Perencanaan pembangunan daerah secara substantif berkaitan erat dengan proses menetapkan ke mana daerah akan diarahkan pengembangannya dan apa yang hendak dicapai dalam beberapa tahun mendatang; bagaimana mencapainya; dan langkah-langkah strategis apa saja yang perlu dilakukan agar tujuan tercapai.
Dokumen rencana pembangunan dirancang sebagai kerangka kerja pembangunan yang komprehensif dan sistematis dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Rencana pembangunan merupakan hasil dari pemikiran strategis dalam menggali gagasan dan isu-isu penting yang berpengaruh terhadap pencapaian visi dan misi pemerintahan daerah dan masyarakat. Kebijakan strategis yang dituangkan dalam dokumen perencanaan yang dapat menentukan arah perubahan dan orientasi pembangunan yang perlu dilakukan untuk mencapai harapan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, kualitas dokumen perencanaan sangat ditentukan seberapa jauh dokumen perencanaan dapat mengungkapkan secara sistematis proses pemikiran strategis tersebut.
kesetaraan antara pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain dalam pengambilan keputusan; transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan daerah; keterwakilan dari seluruh komponen masyarakat, terutama kelompok perempuan dan kelompok rentan; kempemilikan (sense of ownership) para pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta, dan masyarakat. pelibatan media dalam sosialisasi perencanaan; dan konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan, seperti: perumusan isu pembangunan daerah dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi dan kebijakan, serta prioritas program.
Politis
Perencanaan daerah yang disusun merupakan hasil kesepakatan berbagai pemangku kepentingan termasuk kekuatan politik tertentu dalam mekanisme sistem pemerintahan yang diatur melalui undang-undang. Perencanaan daerah sebagai sebuah produk politik yang dalam penyusunannya melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis terutama Kepala Daerah dan legislatif. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan diantaranya; dilakukan konsultasi dengan kepala daerah untuk penerjemahan yang tepat dan sistematis atas visi, misi, dan program kepala daerah ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program pembangunan baik provinsi dan kabupaten/kota; melibatkan legislatif dan masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan; beberapa pokok pikiran legislatif menjadi acuan dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah; review, saran dan masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan berkaitan terhadap rencana pembangunan daerah; dilakukan pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Perda); dan pengesahan dokumen perencanaan sebagai peraturan daerah mengikat semua pihak untuk melaksanakannya dalam lima tahun ke depan.
Bottom-up Planning
Perencanaan dari bawah yang dimaksud bahwa proses penyusunan rencana pembangunan daerah harus memperhatikan dan mengakomodasikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat: penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk melihat konsistensi dengan visi, misi dan program kepala daerah terpilih; memperhatikan hasil proses musrenbang dan kesepakatan dengan masyarakat tentang prioritas pembangunan daerah; dan memperhatikan hasil dari proses penyusunan usulan kegiatan daerah.
Top-down Planning
Pendekatan perencanaan dari atas dimaksud untuk mengakomodasikan kebutuhan penyusunan proses perencanaan untuk memastikan kesinambungan antara perencanaan yang ditetapkan dari atas dengan rencana di tingkat masyarakat. Hal ini perlu dilakukan untuk membangun sinergi dan komitmen pemerintah berkaitan hal-hal berikut: rencana ditingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi, dan nasional. rencana daerah mendukung pencapaian tujuan pembangunan global seperti Millenium Development Goals (MDGs), Sustainable Development, pemenuhan Hak Asasi Manusia, pemenuhan air bersih, sanitasi, dan infrastruktur dasar. Mendorong penyiapan dan pengelolaan sumber daya yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
10
Perencanaan pembangunan terpadu merupakan konstruksi konsep sistem dalam alur dan mekanisme rencana pembangunan yang mengupaya penelusuran berbagai unsur penting yang dibutuhkan dalam menata lingkungan, sumber daya alam, kapasitas sumber daya manusia, manajemen pemerintahan, kelembagaan dan budaya secara keseluruhan. Keterpaduan juga menyangkut pola rancangan pembangunan yang mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi daerah melalui pengintegrasian berbagai isu strategis dalam memformulasikan kebutuhan, tantangan daerah ke depan dan sinkronisasi kebijakan dari berbagai tingkat kewenangan yang berbeda. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah daerah dalam menyusun sebuah rencana pembangunan yaitu sejauhmana rencana pembangunan yang disusun mampu mengakomodasikan kebutuhan secara komprehensif dengan berbagai kepentingan yang berbeda dari beragam tingkat (desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasi0nal) sementara kapasitas sumber daya sangat terbatas. Ruang yang tersedia sulit untuk mengakomodir semua kebutuhan dan kepentingan dalam sebuah rencana pembangunan terpadu. Persoalan ini ditambah dengan tingkat pemahaman para perencana di daerah yang beragam tentang arah kebijakan dan prioritas pembangunan yang menjadi indikator pencapaian yang mengindikasikan kebutuhan lintas sektor dan lintas kewilayahan yang dapat diformulasikan dalam program atau kegiatan di setiap unit kerja (SKPD).
Kebijakan pembangunan yang memiliki dampak jangka panjang terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keadilan. Efektifitas program dan efisiensi anggaran.
Kecenderungan selama ini perencanaan yang dibuat di daerah lebih menghasilkan prioritas program/kegiatan yang bersifat instan--langsung dirasakan secara ekonomi dan fisik karena dianggap lebih mudah dalam pelaksanaannya, kasat mata, mudah diukur, menyerap lapangan kerja, dan argumentasi lainnya. Hal ini juga yang menjadi alasan mengapa beberapa daerah lebih mengupayakan pembangunan infrastruktur fisik dibanding non fisik, karena kondisi geografis, akses yang terbatas dan keterisolasian, memerlukan penanganan segera dengan pertimbangan keterbatasan anggaran. Isu lain, menyangkut kesesuaian dan kesinambungan rencana pembangunan ditingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota dengan rencana pembangunan di tingkat provinsi yang sulit dipadukan. Kecenderungan ini tentunya perlu dikelola dengan baik dengan mengupaya-kan sistem perencanaan pembangunan yang komprehensif dan terintegrasi. Dimana kebutuhan pembangunan ekonomi dan prasarana fisik dapat seiring dengan penguatan masyarakat dalam mendorong perubahan sosial, penguatan kelembagaan, kemitraan, distribusi sumber daya yang adil, memperkecil kesenjangan antarkawasan, kerjasama lintas sektor, lintas budaya dan perdamaian secara lestari.
Ketiga, sinkronisasi perencanaan di tingkat nasional (national planning), provinsi (regional planning) hingga tingkat lokal (local planning). Keselarasan ini sangat penting untuk menyatukan kebutuhan perencanaan di tingkat nasional, regional dan lokal, dimana setiap arah kebijakan nasional perlu dijabarkan oleh pemerintah daerah dengan mempertimbangkan kepentingan pembangunan di tingkat daerah yang menjadi peran lembaga atau dinas terkait. sebaliknya agar perencanaan di tingkat basis (grassroot) dapat menjadi kerangka acuan dalam mengembangkan strategi pembangunan di tingkat nasional. Keempat, menselaraskan kebutuhan perencanaan (planning) dengan kegiatan penganggaran (budgeting). Hal ini dimaksudkan agar seluruh kegiatan perencanaan benar-benar didukung oleh ketersediaan anggaran yang memadai agar dapat dilaksanakan. Dengan ungkapan lain, Bappeda dapat memastikan sejauhmana acuan perencanaan yang telah dirancang baik melalui proses partisipatif, aspiratif dan teknokratis, pada tahap penganggaran dapat diakomodir sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Keempat hal diatas, diharapkan mampu mendorong pemerintah daerah khususnya Bappeda melalui koodinasi, optimalisasi, efektivitas dan efisiensi yang benar diharapkan apa yang menjadi harapan dan cita-cita masyarakat dan pemerintah dapat terwujud.
pendekatan terpadu (integrated peace building) yang berupaya memadukan unsur manusia, proses, teknologi dan konteks sosial dalam upaya membangun sistem masyarakat yang adil dan berdampingan. Strategi penguatan perdamaian haruslah didukung oleh pihak-pihak yang tahu benar bagaimana infrastruktur perdamaian, proses dan optimalisasi sumber daya yang ada dapat mendorong situasi dan kondisi yang kondusif. Strategi penguatan perdamaian disusun pada setiap tingakatan komunitas baik tingkat atas, menengah, hingga tingkat bawah (grassroot) sifatnya vertikal (struktural). Sebuah strategi dianggap baik apabila memenuhi tiga kriteria utama, yaitu; disusun, dikaji, dan disepakati oleh seluruh stakeholders, layak dan dimungkinkan secara finansial. Sedangkan proses memiliki karakteristik lintas fungsi atau sektoralsifatnya horizontal. Agar berjalan secara efektif dibutuhkan agen pembaharuan utama (key change agent) yang dapat menjamin agar pengambilan keputusan terjadi secara vertikal, sementara pada saat yang bersamaan proses implementasi dilakukan melalui pengawasan secara horizontal. Dalam kerangka integrasi program pembangunan ditunjukkan melalui fenomena pelaksanaan strategi dengan mempertimbangkan keberadaan vertical key change agent dan horizontal change agent. Peranan dari vertical key change agent biasanya ditunjukkan melalui Integrated Project Management, sedangkan peranan horizontal change agent dijalankan dengan sejumlah program atau proyek secara paralel yang dinamakan Integrated Peace Building. Dengan demikian, pendekatan ini lebih menekankan sinergisitas model perubahan baik secara horizontal maupun vertikal. Secara substansial pendekatan ini menawarkan suatu pendekatan komunitas atau penguatan unit-unit kegiatan masyarakat melalui suatu penguasaan atau kompetensi khusus di bidang mediasi dan manajemen konflik. Dalam kerangka penyusunan program penanganan konflik secara terpadu, perlu diperhatikan pandangan dari K.C Chan (2003) yang menyebutkan pentingnya tiga pengetahuan dasar yang dibutuhkan dalam merancang kegiatan perdamaian dalam konteks pembangunan daerah, yaitu; Integratedkemampuan untuk menyatukan, memadukan dan mengkombinasikan berbagai entitas dan komponen ke dalam sebuah sistem yang holistik. Project/Programkemampuan untuk merencanakan dan melakukan serangkaian aktivitas atau penugasan dalam suatu kerangka program tertentu. Managementkemampuan untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengelola dan memonitor sejumlah sumber daya untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan. Manajemen akan terkait dengan faktor kompetensi dan keahlian sumber daya yang menjadi subjek utama atau pelaku perencanaan, pengelolaan dan pengawasan konflik dan peace program.
erbagai tema strategis dalam pembangunan penting untuk ditelaah dalam upaya menemukan formula yang efektif dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tema strategis ini tidak berdiri sendiri sebagai sebuah kajian atau bidang, tetapi memberikan warna, interaksi, keterkaitan, kesinambungan dan mempengaruhi kualitas program yang dihasilkan oleh sebuah perencanaan. Tema strategis ini bersifat crosscutting issues atau dikenal dengan istilah mainstreaming yang terintegrasi dalam setiap bidang atau sektor pengembangan. Setiap sektor akan menghasilkan bentuk optimal dari program, jika dalam penyusunannya telah mempertimbangkan aspek-aspek lintas sektor atau lintas kajian. Kerapkali isu pengarusutamaan seperti, perdamaian, kebencanaan, syariat Islam (pembangunan karakter), lingkungan, gender dan HAM seringkali luput dari perencanaan. Biasanya perencana lebih mempertimbangkan aspek teknis kewilayahan dan bidang pengembangan yang menjadi fungsi kelembagaan (unit kerja/dinas/badan). Akibatnya, seringkali ditemukan program yang dihasilkan oleh masing-masing unit seringkali terjadi tumpang tindih dan tidak terkoordinasi. Oleh karena itu perlu dirumuskan sebuah kerangka acuan dalam menyusun rencana dengan mengkaji aspek-aspek strategis, interaksi antarsektor dan kelembagaan melalui pengintegrasian pengarusutamaan pembangunan yang berpengaruh terhadap kualitas perencanaan yang disusun. Topik ini diharapkan dapat membantu perencana dalam menyusun rencana pembangunan daerah dengan mengintegrasikan beberapa tema strategis atau pengarusutamaan yang menjadi kerangka analisis dalam menentukan strategi dan prioritas program di setiap unit kerja/dinas/badan pemerintah daerah. Disamping itu, upaya penggalian gagasan tentang tema-tema pengarusutamaan menjadi sangat penting untuk dipahami oleh perencana dengan maksud agar setiap bidang pengembangan yang ditetapkan telah memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, hubungan kelembagaan, lintas kewilayahan, dan optimalisasi sumber daya. Dengan demikian perencana dapat secara efektif menentukan bentuk hubungan, konfigurasi program, sinkronisasi dan harmonisasi dari rencana pembangunan yang akan disusun.
Tujuan
Peserta memahami konsep pengarusutamaan pembangunan dalam perencanaan. Peserta memahami tema-tema pengarusutamaan pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. Peserta memahami strategi pengintegrasian pengarusutamaan dalam perencanaan pembangunan daerah.
Pokok Bahasan
Konsep pengintegrasian pengarusutamaan pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. Tema strategis pengarusutamaan pembangunan daerah. Pengintegrasian pengarusutamaan pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 2 X 40 menit
Metode
Metode yang digunakan, diantaranya; Nara sumber. Tanya Jawab. Diskusi kelompok.dan presentasi
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Konsep Pengintegrasian Pengarusutamaan Pembangunan dalam Perencanaan Pembangunan Daerah. 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. 2. Dilanjutkan dengan menghadirkan nara sumber atau tenaga ahli untuk memberikan materi tentang konsep pengarusutamaan pembangunan dalam perencanaan. Kegiatan diskusi dipandu oleh moderator. 3. Berikan kesempatan kepada nara sumber untuk memberikan paparan tentang Konsep Perencanaan Pembangunan Daerah (30 menit). 4. Moderator memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan tanya jawab dan diskusi tentang topik yang disampaikan nara sumber. Proses tanya jawab dipandu oleh moderator. Jika, tersedia waktu cukup, tanya jawab dapat dilakukan dalam beberapa termin. 5. Catatlah hal-hal penting dari hasil pemaparan dan tanya jawab yang telah dilakukan. Kemudian buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan. Kegiatan 2: Tema Strategis Pengarusutamaan Pembangunan Daerah 6. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada sesi sebelumnya. 7. Berdasarkan hasil pemaparan tersebut, mintalah peserta untuk membentuk kelompok dengan anggota 4-5 orang. Bagilah peserta dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan kesempatan untuk mempelajarinya sebagai informasi tambahan untuk diskusi kelompok. 8. Masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang gagasan keterpaduan dalam perencanaan pembangunan daerah. Mintalah setiap kelompok menyusun daftar tajuk yang berisi tema-tema pengarusutamaan yang dianggap perlu dikaji dalam penyusunan rencana pembangunan. Sebagai acuan ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Berdasarkan pemahaman Anda tema pengarusutamaan apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan daerah?
Mengapa tema pengarusutamaan tersebut perlu dipertimbangkan sebagai masukan dalam pembangunan daerah? Apakah tema-tema tersebut sudah diintegrasikan di setiap bidang atau sektor pembangunan? Bagaimana keterkaitan setiap tema tersebut dalam tugas pokok dan fungsi unit kerja/dinas/badan terkait?
9. Jawaban pertanyaan di atas selanjutnya dirumuskan dalam bentuk catatan penting berupa pokok-pokok gagasan tentang tema-tema pengarusutamaan pembangunan yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Gunakan matrik sebagai berikut;
Tabel: Tema Pengarusutamaan Pembangunan Daerah Tema-teman Pengarusutamaan Pembangunan Bidang Pengembangan
Rasional
Manfaat
Catatan
10. Hasil diskusi masing-masing kelompok diminta untuk dipresentasikan dalam kegiatan pleno. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk menanggapinya. 11. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan. Kegiatan 3: Pengintegrasian Pengarusutamaan Pembangunan dalam Perencanaan Pembangunan Daerah 11. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan serta hasil kerja kelompok pada sesi sebelumnya. 12. Sesi ini akan menelaah isu-isu kritis tentang praktek pengintegrasian pengarusutamaan pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah.
13. Lakukan curah pengalaman tentang praktek pengintegrasian isu-isu pengarusutamaan dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk menceritakan pengalamannya. 14. Bagikan bahan bacaan tentang Pengintegrasian Pengarusutamaan Pembangunan dengan mengambil kasus praktek penyusunan rencana pembangunan Aceh. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mempelajarinya. menyangkut aspek filosofis, psikologis dan sosiologis dari kebijakan pembangunan daerah. 15. mintalah peserta untuk melakukan diskusi kelompok. Berikan arahan dan panduan dalam melakukan proses diskusi dengan mengajukan pertanyaan pemicu, sebagai berikut; Apa saja yang Anda pahami tentang pengintegrasian tema-tema pengarusutaman (crosscutting issues) pembangunan? Mengapa diperlukan pengintegrasian pengarusutamaan pembangunan dalam setiap program yang dilaksanakan? Mencermati praktek dalam perencanaan pembangunan daerah, isuisu pengatusutamaan apa saja yang dianggap penting dalam merumuskan program/kegiatan? Kendala apa saja yang dihadapi dalam mengintegrasikan isu-isu pengarusutamaan dalam perencanaan pembangunan daerah? Bagaimana agar pengintegrasian pengarusutaman pembangunan dapat dilaksanakan secara efektif?
12. Jawaban terkait pertanyaan di atas yang dirumuskan dalam bentuk catatan penting tentang arah kebijakan pembangunan Aceh yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Sebagai alat bantu dapat digunakan matrik sebagai berikut;
Tabel: Isu-isu Pengarusutamaan dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah Isu-isu Pengarusutamaan Pembangunan Faktor Pendorong Faktor Penghambat Strategi pengintegrasian
Masalah
13. Hasil diskusi kelompok kemudian dipresentasikan dalam pleno. 14. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat, mengkritisi dan mengklarifikasi hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut 15. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan.
Catatan Penting
Materi ini lebih menitikberatkan pada upaya penggalian pemahaman dan pengalaman peserta dalam menentukan tema strategis pengarusutamaan pembangunan. Fasilitator dapat melakukan variasi metode. Misalnya dengan metode snowball dengan menggunakan kartu telusur, dimana setiap peserta diminta menuliskan tema-tema apa saja yang menurut mereka penting untuk dikaji sebagai pengarusutamaan pembangunan. Kemudian di bahas dalam kelompok untuk melihat keterkaitannya, sehingga dihasilkan beberapa tema pokok saja sebagai crosscutting issues. Cara lain dengan menggunakan hasil kajian dari para pakar atau pengalaman lembaga dalam memfasilitasi proses perencanaan. Sesi ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan waktu yang ada dengan menggali gagasan langsung dari peserta. Dimana, setiap peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan pengalamannya. Penggunaan media atau bahan bacaan pendukung sangat bermanfaat untuk membantu proses pembelajaran..
Pada umumnya, perencanaan disusun untuk memenuhi kebutuhan komunitas, mayarakat atau kewilayahan dengan berbagai isu strategis yang perlu dimasukkan dalam perencanaan. Proses penyusunan rencana pembangunan daerah tidak hanya menghasilkan substansi program tetapi membantu dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi daerah secara komprehensif. diharapkan menghasilkan sebuah dokumen perencanaan yang benar-benar mengindikasikan kebutuhan sektor, lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan melalui peningtegrasian tema pengarusutamaan sehingga dokumen perencanaan menjadi acuan kebijakan pembangunan yang terpadu, berkualitas dan terukur. Pengarusutamaan pembangunan (mainstreaming) merupakan isu/permasalahan yang melibatkan kegiatan lintas Bidang/sektor atau lintas SKPD. Pengarusutamaan pembangunan dimaksudkan untuk mengintegrasikan suatu isu ke dalam proses pembangunan di setiap bidang/sektor dan program. Pengarusutamaan terintegrasi ke dalam program dan kegiatan lintas sektor atau SKPD dalam bentuk indicator output untuk isu pengarusutamaan tertentu. Pengarusutamaan menjadi landasan operasional pembangunan di tingkat daerah. Penerapan pengarusutamaan akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata. Dalam rangka memastikan pelaksanaan pengarusutamaan di sektor atau kegiatan pembangunan, perlu ditunjuk koordinator terkait pengintegrasian masing-masing isu pengarusutamaan. Bappeda bersama dengan unit pelaksana teknis terkait (SKPD) menyepakati rencana tindak dan indikator capaian output yang akan dimasukkan ke dalam masing-masing program di setiap SKPD terkait. Masing-masing unit pelaksana atau SKPD berkewajiban untuk melaporkan capaian pengarusutamaannya yang telah dilaksanakan secara berkala kepada Koordinator Pengarusutamaan. Salah satu contoh pengintegrasian isu pengarusutamaan pembangunan telah dilakukan oleh pemerintah Aceh dengan mengangkat empat pengarusutamaan yairu: (a) pengarusutamaan perdamaian; (b) pengarusutamaan kebencanaan; (c) pengarusutamaan syakhsiyah dan syariat Islam; dan (d) pembangunan berkelanjutan. Keempat hal pokok ini menjadi tema pengarusuutamaan dalam setiap unit kerja atau SKPD.
Penerapan syariat Islam telah dilakukan di provinsi Aceh sebagai bagian integrasl dari proses pembangunan. Hal ini sebagai tindaklanjut pelaksanaan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh dan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Peaksanaan Syariat Islam. (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 30 Tahun 2000). Dalam rangka meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas operasional Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Aceh di bidang Pelaksanaan Syariat Islam yang Iebih berdayaguna dan berhasilguna maka dipandang perlu pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Syariat Islam Propinsi Derah Istimewa
Aceh yang sesual dengan karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah. Keberadaan Dinas Syariat Islam mempunyai fungsi strategis dalam rangka pembinaan diantaranya: Pelaksanaan tugas yang berhubungan perencanaan, penyiapan qanun yang berhubungan dengan pelaksanaan Syariat Islam, serta mendokumentasikan,dan menyebarluaskan hasiIhasilnya; Pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan penyiapan dan pembinaan sumber daya manusia yang berhubungan dengan pelaksanaan syariat Islam; PeIaksanan tugas yang berhubungan dengan kelancaran dan ketertiban pelaksanaan peribadatan dan penataan, sarananya serta penyemarakan syiar Islam; Pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat; dan Pelaksanaan tugas yang berhubungan pembimbingan dan penyuluhan syariat Islam,
Pelestarian Perdamaian
Konflik kepentingan dalam penguasaan sumber daya alam yang terjadi antara pemerintah dan masyarakat pada beberapa tahun belakangan ini semakin mengemuka di antara berbagai isu nasional. Dalam konteks pembangunan, konflik sering muncul kepermukaan dalam bentuk persaingan antara kepentingan pembangunan di satu pihak dan eksploitasi sumber daya di lain pihak. Keamanan dan perdamaian yang terintegrasi dalam pelaksanaan pembangunan daerah diwujudkan melalui keterpaduan penegakan hukum yang adil, tegas dan bijaksana dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan budaya lokal. Pembangunan perdamaian secara lestari melibatkan berbagai unsur dalam masyarakat dan dilaksanakan dengan merekatkan kembali struktur masyarakat sehingga kohesi sosial, ekonomi dan politik terjadi secara baik. Proses reintegrasi harus didukung dan menjadi tanggung jawab oleh semua pihak agar warisan perpecahan selama konflik berkepanjangan tidak menjadi penghalang bagi terwujudnya perdamaian dimasa depan. Peningkatan kapasitas dalam pembangunan perdamaian diarahkan pada pemahaman dan pelaksanaan pendekatan peka konflik (conflict sensitivity approach) dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi proses pembangunan. Selain itu, institusi nonpemerintah yang berada dalam masyarakat harus didorong untuk mengelola potensi konflik yang timbul melalui pendeteksian dini dan proses resolusi sehingga potensi tersebut tidak menjadi ancaman terhadap perdamaian, termasuk melibatkan kelompok rentan.Penguatan perdamaian diwujudkan melalui sinergisitas pembangunan daerah yang saling mendukung berdasarkan potensi wilayah, pengurangan disparitas serta peningkatan kualitas hidup masyarakat secara merata. Kerangka kerja pelaksanaan pengarusutamaan perdamaian dalam pembangunan daerah bertujuan : a. memberikan acuan bagi aparatur Pemerintah Aceh dalam menyusun strategi pengintegrasian pengarusutamaan perdamaian yang dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan daerah;
b. mewujudkan perencanaan berperspektif perdamaian melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi masyarakat Aceh; c. mewujudkan pengelolaan anggaran pembangunan yang responsif terhadap upaya perdamaian; d. memastikan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain dalam membangun perdamaian. e. memperkuat kapasitas dan kemandirian lembaga yang menangani penyelesaian masalah dan perdamaian.
Kebencanaan
Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana mencakup perencanaan, penanganan, pencegahan, dan pengendalian. Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan yang disusun berdasarkan hasil analisis resiko bencana dan upaya penanggulangannya. Selanjutnya terjemahkan dalam program/kegiatan penanggulangan bencana beserta rincian anggarannya. Setiap program yang dihasilkan dari proses perencanaan harus benar-benar mengindikasikan kepekaaan terhadap bencana terkait upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP tahunan). Selama ini, pola perencanaan penanggulangan bencana masih dihadapkan pada personal paradigma penanganan yang bersifat responsif, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Masih adanya pemikiran bahwa kebencanaan belum menjadi prioritas pembangunan, sehingga kelembagaan (BPBD) disebagian wilayah (kebupaten/ . Sebagaimana ditegaskan dalam kota) belum terbentuk. Lemahnya koordinasi dan UU No.24 Tahun 2007 tentang sinkronisasi program kebencanaan di daerah antara Penanggulangan Bencana, provinsi dengan Kabupaten/Kota karena faktor bahwa penyelenggaraan kelembagaan dan kapasitas dalam menangani bencana. penanggulangan bencana Mitigasi bencana belum tepat sasaran, karena adalah serangkaian upaya yang kewenangan mitigasi bencana ada pada sektor atau meliputi penetapan kebijakan SKPD terkait. Sinkronisasi program dengan Kabupaten/ pembangun yang berisiko Kota tentang upaya pengurangan risiko bencana timbulnya bencana, kegiatan (mitigasi dan rekonstruksi) belum dapat diwujudkan. pencegahan bencana, tanggap Pengurangan risiko bencana dalam pembangunan darurat, dan rehabilitasi nasional lima tahun kedepan diarahkan dalam rangka penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana meliputi; Terintegrasinya pengurangan resiko bencana kedalam sistem perencanaan tingkat nasional dan daerah; pembangunan
Terlaksananya penanganan kedaruratan yang efektif, dan pemberian bantuan an di wilayah terkena dampak bencana alam dan kerusuhan sosial; serta;
kemanusia-
Terlaksananya rehabilitasi dan rekonstruksi serta pembangunan berkelanjutan yang berdime nsi pengurangan resiko bencana di wilayah yang terkena dampak bencana alam dan kerusuhan sosial.
Arah kebijakan yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran pengurangan risiko bencana, meliputi pengarusutamaan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas pembangunan nasional dan daerah, penguatan kapasitas penanggulangan bencana di pusat dan daerah, optimalisasi instrumen pengendalian pemanfaatan ruang dalam aspek pengurangan risiko bencana, mendorong keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana, peningkatan sumber daya penanganan kedaruratan dan bantuan kemanusiaan, serta percepatan pemulihan wilayah yang terkena dampak bencana. Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktu waktu apabila terjadi bencana; Proses perencanaan, meliputi: (a) pengenalan dan pengkajian bahaya, (b) pengenalan kerentanan; (c) analisis kemungkinan dampak terjadinya bencana; (d) pilihan tindakan penanggulangan bencana; (e) mekanisme penanggulangan dampak bencana; (f) alokasi tugas dan peran instansi.
Gender
Dalam Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2000 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional memberikan arahan tentang peran pemerintah daerah dalam pelaksanaannya. Beberapa pokok pikiran dimaksud dalam instruksi tersebut diantaranya: Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional Gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan. Analisa gender adalah proses yang dibangun secara sistematik untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa.
Instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah adalah instansi dan lembaga pemerintah yang dipimpin oleh Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
Lingkungan Hidup
Perencanaan terpadu sangat erat kaitannya dengan penataan ruang, pola pengelolaan lingkungan dan sumber daya.Beberapa inisitaif dalam mengelola lingkungan hidup secara berkelanjutan dilakukan dengan mengkaitkan konservasi keanekaragaman hayati dalam kawasan konservasi dengan pembangunan sosial dan ekonomi lokal (The World Bank, 1994). Kelahiran konsep lingkungan hidup merupakan konsekuensi logis dari kondisi sebagai berikut; Pembangunan yang secara umum dapat diartikan sebagai upaya-upaya peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat tidak dapat dihindari karena tuntutan kemanusiaan dan keadilan; Upaya konservasi sumber daya alam sangat mendesak untuk ditegakkan karena jumlah dan mutu spesies dan habitat asli semakin kritis untuk mempertahankan sistem penyangga kehidupan manusia di bumi; Pembangunan dan konservasi tidak dapat dipisahkan secara spasial karena penyebaran kepentingan manusia sudah mendesak ke tempat-tempat yang tadinya terpencil dan dapat dipisahkan untuk diselamatkan.
Masyarakat memanfaatkan hasil alam dari dalam kawasan konservasi karena tidak memiliki sumber pendapatan lain. dengan kegiatan pembangunan di daerah dengan mencari sumber pendapatan lain yang tidak merusak alam. Lemahnya keseimbangan antara upaya peningkatan pendapatan dan konservasi dapat terjadi karena antara lain: Pelaksana pembangunan menganggap bahwa peningkatan pendapatan akan secara otomatis mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan; Jenis program atau kegiatan prioritas yang diusulkan dalam perencanaan memiliki dampak positif terhadap peningkatan pendapatan, seperti pemberian ternak kambing, ayam atau babi, tetapi hasil nyata dari kegiatan tersebut masih terlalu kecil untuk dapat menjadi sumber penghasilan pokok, sehingga mereka masih tetap bergantung kepada sumber daya alam dalam kawasan untuk nafkah; Rendahnya upaya penegakan hukum yang menyebabkan masyarakat berpikir bahwa melakukan pelanggaran bukanlah sesuatu yang salah karena sangsinya tidak terlalu berat atau bahkan tidak ada; Tidak adanya pembentukan komitmen yang tegas tentang niat atau kemauan untuk mengurangi kegiatan yang merusak kawasan sebagai imbalan dari hal-hal yang diterima masyarakat dari pihak pengelola kawasan konservasi;
engarusutamaan perdamaian merupakan istilah lain yang digunakan untuk menjelaskan betapa pentingnya sebuah rencana pembangunan mempertimbangkan analisis konteks sosial, sektoral dan kewilayahan dengan harmonisasi pemangku kepentingan. Salah satu cara yang dilakukan dengan mengupayakan kajian isu-isu perdamaian menjadi bagian penting yang mewarnai pengambilan keputusan yang menentukan arah pembangunan ke depan. Pengarusutmaan perdamaian menjadi bagian integral dari upaya membangun kesadaran para pemangku kepentingan bahwa pembangunan harus mempertimbangkan perubahan masyarakat dan kemampuan dalam mengelola sumber daya secara adil untuk kesejahteraan masyarakat. Belajar dari beberapa wilayah yang mengalami tindak kekerasan akibat konflik kepentingan diperlukan suatu upaya sistematis agar pemerintah dan masyarakat dapat membangun daerah dengan mengantisipasi dampak atau resiko dari program yang telah direncanakan dengan terlebih dahulu melakukan kajian komprehensif tentang perilaku, sosial, nilai-nilai dan perubahan sosial yang berpengaruh terhadap hubungan individu, kelompok, komunitas serta sistem kehidupan yang lebih luas. Sehingga apa yang ditetapkan dalam perencaaan pada saat pelaksanaan tidak menimbulkan ketidakadilan, tindak kekerasan, kesenjangan dan krisis lainnya. Oleh karena itu, pengatusutamaan perdamaian menjadi sangat penting dalam mendukung proses perencanaan. Pembahasan topik ini memberikan pengalaman belajar bagi peserta, bagaimana mengintegrasikan pengarusutamaan perdamaian dalam rencana pembangunan, dengan memberikan pemahaman tentang landasan filosofis dari pendekatan ini Topik ini membantu perencana untuk memahami tentang proses pengintegrasian isu-isu perdamaian dalam kerangka kerja pembangunan yang bersifat sktoral, kewilayahan dan lintas pelaku yang diformulasikan dalam bentuk dokumen rencana pembangunan daerah.
Tujuan
Peserta memahami konsep pengarusutamaan perdamaian dalam rencana pembangunan daerah. Peserta mampu menelaah isu-isu perdamaian dalam perencanaan pembangunan daerah. Peserta mampu mengintegrasikan pengarusutamaan perdamaian dalam rencana pembangunan daerah.
Pokok Bahasan
Konsep pengarusutamaan perdamaian dalam perencanaan pembangunan daerah. Kajian isu-isu perdamaian dalam perencanaan pembangunan daerah.. Pengintegrasian pengarusutamaan perdamaian dalam rencana pembangunan.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 3 X 40 menit
Metode
Metode yang digunakan, diantaranya; Curah pendapat. Simulasi dan Diskusi kelompok Presentasi.
Bahan Bacaan 4.2: Kerangka Analisis Pengarusutamaan Perdamaian dalam Perencanaan Pembangunan Daerah.
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Konsep Pengarusutamaan Perdamaian dalam Perencanaan Pembangunan Daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. 2. Penyelenggara dapat mengundang nara sumber atau tenaga ahli untuk memberikan penjelasan tentang topik yang akan dibahas. 3. MIntalah kepada nara sumber untuk memaparkan pengalaman atau hasil kajiannya tentang Pengarusutamaan Perdamaian dalam Perencanaan Pembangunan Daerah (30 menit). 4. Moderator memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan tanya jawab dan diskusi tentang topik yang disampaikan nara sumber. Proses tanya jawab dipandu oleh moderator. Jika, tersedia waktu cukup, tanya jawab dapat dilakukan dalam beberapa termin. 5. Catatlah hal-hal penting dari hasil pemaparan dan tanya jawab yang telah dilakukan. 6. Buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan, kemudian kaitkan dengan kegiatan berikutnya. Kegiatan 2: Kajian Isu-Isu Perdamaian dalam Pembangunan 7. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada sesi sebelumnya. 8. Berdasarkan hasil pemaparan tersebut, mintalah peserta untuk membentuk kelompok dengan anggota 4-5 orang. Bagilah peserta dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan kesempatan untuk mempelajarinya sebagai informasi tambahan untuk diskusi kelompok. 9. Masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang pengalaman dalam penyusunan rencana pembangunan berbasis perdamaian. Sebagai panduan ajukan beberapa pertanyaan pemicu sebagai berikut:
Apa yang Anda pahami tentang perencanaan pembangunan daerah berbasis perdamaian? Berdasarkan pengalaman Anda selama memfasilitasi proses perencanaan, sejauhmana isu-isu perdamaian menjadi salah satu kajian atau bahan pertimbangan dalam perencanaan? Apakah dinas atau badan di lingkungan pemerintah daerah telah menerapkan pengarusutamaan perdamaian dalam merumuskan program? Kesulitan apa saja yang dihadapi dinas atau badan ketika melakukan pengintegrasian pengarusutamaan perdamaian dalam rencana pembangunan? Faktor-faktor apa saja yang mendorong dan menghambat dalam menyusun rencana pembangunan berbasis perdamaian?
10. Jawaban terkait pertanyaan di atas yang dirumuskan dalam bentuk catatan penting yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Kemudian sajikan dalam matrik sebagai berikut;
Tabel: Isu-Isu Pengarusutamaan perdamaian dalam Bidang dan Sektor Pembangunan Isu Perdamaian Sektor atau Bidang Kondisi Terkini Faktor Pendorong Faktor Penghambat
Catatan: Tabel ini sebagai acuan umum saja, masing-masing kelompok dapat memodifikasi sesuai kebutuhan dengan menambah penjelasan atau aspek kajian.
11. Hasilnya dipresentasikan oleh masing-masing kelompok dalam pleno. 12. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengkritisi dan memberikan masukan terhadap paparan yang disampaikan. 13. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan.
Kegiatan 3: Pengintegrasian Pengarusutamaan Perdamaian dalam Rencana Pembangunan 13. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan serta hasil kerja kelompok pada sesi sebelumnya. 14. Sesi ini akan menelaah isu-isu kritis tentang praktek pengintegrasian pengarusutamaan perdamaian dalam perencanaan. 15. Lakukan curah pengalaman tentang praktek pengintegrasian isu-isu perdamaian dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk menceritakan pengalamannya. 16. Mintalah peserta untuk melakukan diskusi kelompok. Berikan arahan dan panduan dalam melakukan proses diskusi dengan mengajukan pertanyaan pemicu, sebagai berikut; Mengapa setiap unit kerja/dinas/badan perlu mengintegrasikan pengarusutamaan perdamaian dalam rencana kerjanya? Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam mengintegrasikan pengarusutamaan perdamaian dalam rencana pembangunan daerah? Bagaimana mekanisme pengintegrasian pengarusutamaan perdamaian dalam rencana pembangunan daerah? Bagaimana keterlibatan pemangku kepentingan lain dalam mendorong pengarusutamaan perdamaian? Sumber daya apa saja yang dapat digunakan untuk mengefektifkan upaya pengintegrasian pengarusutamaan perdamaian dalam rencana pembangunan daerah?
14. Jawaban atas pertanyaan tersebut dirumuskan dalam bentuk catatan penting tentang upaya yang dilakukan oleh unit kerja/dinas/badan dalam mengintegrasikan pengarusutamaan perdamaian dalam penyusunan program. 15. Mintalah masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. Sebagai alat bantu dapat digunakan matrik sebagai berikut;
Tabel: Pengintegrasian Pengarusutamaan Perdamaian dalam Rencana Pembangunan Daerah Isu-isu Pengarusutamaan Perdamaian Strategi Pelaksanaan Hasil yang Diharapkan Unit Kerja yang terlibat
Catatan
16. Hasil diskusi kelompok, kemudian dipresentasikan dalam pleno. 17. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat, mengkritisi dan mengklarifikasi hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut. 18. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan.
Catatan Penting
Fasilitator dapat menggali pengalaman peserta dengan memberikan kesempatan untuk menceritakan gagasan dan pengalamannya dalam mengintegrasikan isu-isu pengarusutamaan perdamaian di setiap unit kerja/dinas/badan. Pembahasan lebih difokuskan pada upaya menggali pemahaman peserta tentang peta pengalaman dan kapasitas setiap unit kerja/ dinas/badan dalam mengintegrasikan isu-isu perdamaian dalam perumusan program kerjanya. Jika waktu terbatas, maka dapat dilakukan penyederhanaan materi dengan mengidentifikasi pokok-pokok pikiran penting yang perlu disampaikan kepada peserta. Jika peserta belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang topik ini, maka berikan penjelasan awal melalui presentasi singkat dengan menggunakan media yang telah disediakan.
Tulisan ini diadaptasi oleh penulis dari buku yang berjudul Pedoman Teknis Penerapan Pembangunan Peka Konflik; Pengarusutamaan Perdamaian dalam Program Satuan Kerja Perangkat Daerah. (Wahyudin, 2011). Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 59
Rencana pembangunan daerah diharapkan mampu membangun kohesi sosial, harmonisasi antarkelompok dan mengantisipasi kemungkinan tindak kekerasan, diskriminasi, pelanggaran hukum dan hak azasi manusia, serta kerentanan sosial lain.
Pengarusutamaan perdamaian menjadi tema penting dalam perencanaan sebagai sarana untuk menjembatani kebutuhan penataan ruang, lingkungan sosial, pemahaman konteks dan program pembangunan dengan kepentingan berbagai pihak. Tema perdamaian menjadi bagian dari upaya pemerintah daerah mendorong sinkronisasi, optimalisasi sumber daya dan keserasian program pembangunan daerah secara berkelanjutan. Dengan demikian produk perencanaan menjadi salah satu alat efektif untuk mencapai tujuan pembangunan, dimana persoalan stabilitas, keamanan, dan ketertiban menjadi isu penting dalam proses perumusan strategi kebijakan yang diformulasikan dalam bentuk kebijakan perencanaan. Dengan ungkapan lain, sebuah perencanaan diharapkan mampu menghadapi situasi sulit dan konflik menjadi sangat penting untuk menjamin pelaksanaan pembangunan berjalan sesuai yang diharapkan.
mengintegrasikan pengarusutamaan perdamaian dan prinsip-prinsip transformasi konflik ke dalam strategi kebijakan pembangunan daerah; mengkaitkan analisis peka konflik (conflict sensitivity approach) dengan visi, misi dan tujuan pembangunan daerah; memastikan keseluruhan proses perencanaan di tingkat daerah yang dilakukan peka terhadap dinamika konflik dan mendorong penguatan perdamaian; dan melakukan percepatan terhadap tindakan yang diperlukan dalam pencegahan dan penanganan konflik.
Menyeluruh (Comprehensive)
Masyarakat merupakan bangun sistem sosial yang kompleks terdiri dari unsur-unsur penting saling berpengaruh. Dalam merumuskan kebijakan pembangunan daerah harus mempertimbangkan elemen lain yang berpengaruh terhadap interaksi masyarakat secara menyeluruh. Perdamaian sebagai suatu sistem dimana setiap elemen saling mempengaruhi terhadap kelompok, organisasi dan komunitas secara keseluruhan. Perencanaan berusaha menempatkan isu perdamaian sebagai bagian dari kehidupan masyarakat melalui penggambaran secara benar dan tepat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi satu dengan situasi yang lainnya serta berdampak pada upaya perubahan masyarakat yang damai dan sejahtera. Merumuskan prioritas pembangunan daerah secara menyeluruh dalam rangka memperkuat perdamaian dan penyelesaian masalah yang dihadapi daerah dengan meletakkan
isu konflik dalam pengelolaan pemerintahan daerah dan pada semua tingkatan dalam masyarakat.
Kesalingtergantungan (Interdependency)
Rencana daerah diharapkan mampu mendorong pemangku kepentingan untuk membangun sinergi, koordinasi, dan kesalingtergantungan dari berbagai unsur atau sistem menyangkut hubungan individu/kelompok, peran dan aktivitas yang saling mempengaruhi. Pengarusutamaam perdamaian akan memetakan setiap orang, aktivitas, atau tingkat masyarakat yang mampu membangun situasi aman, damai dan kondusif. Setiap elemen yang terlibat atau yang berpengaruh terhadap upaya perdamaian memiliki kebutuhan dan ketergantungan satu dengan yang lainnya. Setiap masalah yang di hadapi masyarakat tidak berdiri sendiri tetapi sangat dipengaruhi oleh persoalan yang lebih kompleks dan membutuhkan penanganan khusus. Kesalingtergantungan yang tercermin dalam kerangka kerja/jejaring (web) dari seluruh aktivitas dalam upaya memperkuat perdamaian. Aktivitas masyarakat membutuhkan jaring dan ikatan sosial yang kuat manakala terjadi tekanan dari luar yang menginginkan situasi yang tidak stabil, semua elemen yang mengikatnya akan ikut memperkuat hubungan agar tetap bertahan. Perencanaan daerah mengindikasikan kebutuhan pengembangan daerah baik fisik maupun non fisik, misalnya pendidikan, ekonomi, kesehatan dan infrastruktur, tetapi sebagai rencana perubahan sosial, budaya, dan nilai-nilai secara terpadu
Keberlanjutan (sustainability)
Setiap daerah memiliki visi, misi dan tujuan pembangunan dalam jangka panjang, dengan perubahan sistem sosial, ekonomi, perdagangan, teknologi, dan kebudayaan bukan suatu yang sifatnya temporal, incremental, dan jangka pendek oleh karena itu rencana daerah harus peka terhadap konflik dan kekerasan yang bisa terjadi lintas generasi dan lintas budaya, sehingga isu perdamaian diletakkan dalam kerangka kerja waktu tanpa batas. Perencanaan membutuhkan kajian mendalam tentang sejarah konflik, kejadian dan pengalaman masyarakat dengan menelusuri secara komprehensif seluruh fenomena yang terjadi. Pengarusutamaan perdamaian sebagai instrumen untuk menguji berbagai isu dan krisis yang diletakkan dalam visi dan misi, perubahan permanen, dan aktivitas yang berkesinambungan. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), membangun perdamaian (peace building) merujuk pada penemuan sumber konflik dari konteks lokal, kemudian diterjemahkan dalam tindakan nyata. Rencana daerah hendaknya disusun dengan pertimbangan pengelolaan sumber daya, kelembagaan dan pelibatan lintas sektor dan lintas generasi. Artinya apa yang dilakukan oleh para aktivis atau pendahulu dalam membangun pilar utama perdamaian dapat dilanjutkan oleh generasi berikutnya secara berkesinambungan.
Strategis (Strategic)
Kebutuhan pembangunan daerah harus diletakan dalam kerangka pembangunan jangka panjang mencakup identifikasi dan penilaian (assessment) secara komprehensif. Rencana daerah meletakkan dasar-dasar filosofis dan sosiologis bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan merujuk hasil analisis konflik dan kelembagaan, perumusan visi, termasuk juga program
aksi yang bersifat strategis. Program perdamaian secara mendasar ditetapkan melalui sebuah rencana pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan daerah ke depan. Perencanaan yang disusun sebagai respon masyarakat dari suatu proses belajar yang mempertemukan situasi, kebutuhan, tujuan dan rencana aksi terhadap visi pembangunan serta perubahan jangka panjang. Prinsip dan kerangka kerja strategis ini menjadi dasar bagi pemerintahan daerah, masyarakat serta pemangku kepentingan lain dalam mengembangkan merumuskan kebijakan dan program pembangunan dengan menentukan fokus tindaklanjut penanganan konflik dan pelestarian perdamaian.
Infrastruktur
Infrastruktur yang dimaksud mengacu pada pranata dan modal sosial, mekanisme, manajemen, dan kelembagaan yang dibutuhkan untuk mendukung proses perubahan dalam mencapai visi dan tujuan perdamaian. Pengarusutamaan perdamaian menyediakan landasan infrastruktur perencanaan agar mampu mendukung dan menumbuhkan Infrastruktur perdamaian kesadaran masyarakat dan pemangku kepentingan lain terhadap dalam pembangunan perdamaian. Infrastruktur perdamaian berfungsi sebagai ruang daerah sebagai pondasi dan pondasi yang kuat bagi pemerintahan daerah, masyarakat, bangunan masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk membangun sendi-sendi beserta elemen lainnya dasar perdamaian. Infrastruktur perdamaian diantaranya, modal yang menopang sosial, hubungan sosial, nilai-nilai, dan ruang untuk melakukan kebutuhan pembangunan, transformasi konflik dan rekonsiliasi. Artinya, rencana daerah penyelesaian masalah, yang dapat memperkuat kohesi antarkelompok dan sistem pengelolaan sumber daya, sosial, kebijakan, kapasitas kelembagaan untuk melakukan kearifan lokal dan perubahan dan tranformasi konflik dan sebagai titik tumpu keberlanjutan program. dalam membangun kesalingtergantungan, strategi dan keberlanjutan program pembangunan.
keuangan daerah; prioritas program (ekonomi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dsb.) Tolok ukur dan target kinerja capaian program, pagu indikatif, dan penanggung jawab kelembagaan.
Sumber: Wahjudin sumpeno (2010) Pedoman Teknis Penerapan Pembangunan Peka Konflik; Pengarusutamaan Perdamaian dalam Program Kerja Satuan Perangkat Pemerintah Daerah. Banda Aceh: The World Bank.
Analisis Kewilayahan
Ruang dan bentukdalam bahasa yang lebih canggih disebut sebagai spasialitas adalah wacana yang tidak hanya dipengaruhi, tetapi juga mempengaruhi orang dalam cara melakukan interpretasi dan persepsi. (http://penelitianku.wordpress.com/)
Kajian kewilayahan menyangkut penilaian terhadap penggunaan dan pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsinya. Rencana pembangunan yang disusun oleh pemerintah daerah merupakan hasil kajian yang mendalam menyangkut kondisi, status, perubahan spatial (tata ruang) yang berpengaruh terhadap visi, misi dan strategi pembangunan daerah. Analisis wilayah dilakukan untuk memahami kebutuhan wilayah untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Kajian wilayah menyangkut perubahan global, pasar bebas dan regionalisasi yang menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan ekonomi antardesa, antarkecamatan dan antardaerah (kota/kabupaten). Analisis kewilayahan dilakukan untuk menentukan tujuan pemanfaatan lahan/lokasi agar tidak terjadi kerusakan lingkungan, pola pengelolaan sumber daya, aksesibilitas, interkoneksitas antardaerah, mengantisipasi tingkat kerentanan masyarakat dalam menghadapi perubahan yang berskala lokal, regional dan global. Perubahan ini, jika tidak didukung suatu perencanaan wilayah yang baik dengan mempertimbangkan aspek internal, sosial dan pertumbuhan ekonomi akan berakibat semakin besarnya kesenjangan antarwilayah dan bertambahnya wilayah tertinggal.
Personal transformation
Perencanaan hendaknya mempertimbangkan perubahan yang bersifat personal menyangkut karakteristik individu, kepribadian, emosional dan spiritual. Perencanaan tentu akan mempengaruhi eksistensi personal baik secara psikis maupun psikologis dalam menerima atau menolak sesuatu yang dihadapi. Setiap kebijakan dan prioritas pembangunan akan mendorong keterlibatan individu baik pengetahuan, sikap dan keterampilan yang langsung atau tidak langsung terhadap konflik. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang kebutuhan dan hak dasar dan bagaimana sistem penegakan hukum bekerja dalam masyarakat. Merubah cara berfikir mantan kombatan dari mental sebagai pejuang (tentara) diarahkan untuk mendukung upaya perdamaian dan advokasi pembangunan. Kapasitas (keterampilan) para pemangku kepentingan baik pemerintah maupun masyarakat dalam penanganan konflik, perdamaian, dan pengukuran dampak konflik. Merubah dari sikap apatis menjadi empati terhadap berbagai kelompok terhadap persamaan hak, kesempatan dan akses terhadap sumber daya. Merubah dari perilaku kekerasan menuju sikap asertif diantara pemimpin masyarakat dalam memberikan pelayanan terhadap masarakat. Merubah perbedaan menuju penyadaran tentang isu-isu terkait hak-hak perempuan, akses terhadap sumber daya, ekonomi dan politik
Relasional Transformation
Perencanaan dapat membangun hubungan para pemangku kepentingan agar berkontribusi dan mendorong upaya perdamaian. Perencanaan mendorong partisipasi individu/kelompok yang lebih luas dalam menentukan visi, misi, tujuan dan strategi pembangunan.Kekuatan hubungan terletak dari terjalinnya sinergisitas pelaku dengan mendorong perubahan positif dan mempertimbangkan pola hubungan, pola komunikasi, gaya kepemimpinan (leadership) dan pengelolaan situasi konflik lokal yang melibatkan berbagai kelompok dalam masyarakat. Dari perselisihan atau sengketa menjadi mitra dengan pemerintah dalam memperkuat perdamaian. Membentuk kelompok kerja sebagai mitra pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah. Koordinasi dan pelibatan berbagai pemangku kepentingan dengan membangun kepercayaan. Kesadaran perlunya keterlibatan perempuan dan kelompok rentan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Reintegrasi mantan kombatan dalam masyarakat dengan menghilangkan sikap dan predikat sebelumnya. Aksi bersama dalam penguatan perdamaian.
Struktural Transformation
Perencanaan merupakan salah satu cara untuk memperkuat hubungan antarkelompok melalui mekanisme sosial yang terbentuk berdasarkan struktur tertentu baik vertikal maupun horizontal. Perencanaan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat untuk membangun kerekatan sosial (social cohesion), prosedurmekanisme, struktur pengambilan keputusan, pola kelembagaan, serta pelibatan seluruh komponen masyarakat dalam program pembangunan serta penyelesaian konflik. Perubahan posisii ekslusivitas ke inklusivitas para pemangku kepentingan dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan. Memperluas akses pelayanan dasar bagi kelompok miskin, seperti kesehatan dan penyediaan air bersih. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dan upaya membangun perdamaian. Memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan. Mekanisme penyelesaian konflik melalui mediasi dan kearifan lokal serta sistem hukum yang mampu mendorong penyelesaian sengketa secara damai. Mengadaptasi prinsip-prinsip pengarusutamaan perdamaian dalam proses perencanaan dan penganggaran. Mengalokasi anggaran untuk upaya perdamaian. Pelibatan kelompok perempuan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan program pembangunan daerah.
Kultural Transformation
Perencanaan daerah hendaknya disusun untuk membangun perubahan yang bersifat kultural yang dapat memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat yang lebih luas mencakup nilai-nilai, norma, kebiasaan dan sitem hubungan antarpemangku kepentingan secara menyeluruh. Membudayakan pemikiran dan tindakan positif serta secara sistematis menjadi sesuatu yang melekat dalam sistem sosial dan kehidupan secara luas. Rencana pembangunan digagas dengan mengkaji perubahan nilai-nilai--budaya sebagai bentuk hormonisasi dari perbedaan latar belakang suku, bahasa (ethno-linguistic background) dan keyakinan agama. Kerjasama lintas budaya dalam berbagai kegiatan baik ditingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Penyelenggaraan hari besar, misalnya kemerdekaan yang melibatkan berbagai kelompok kepentingan. Mengintegrasikan budaya perdamaian melalui pendidikan pra-sekolah dan dasar. Promosi perdamaian dan pertahanan/keamanan melalui kampanye media untuk isu-isu perdamaian.
Kesempatan yang sama bagi setiap kelompok atau elemen masyarakat dalam pengambilan keputusan, akses sumberdaya, ekonomi dan pendidikan. Peran yang luas terhadap perempuan dan kelompok rentan sebagai mitra dalam upaya membangun perdamaian.
Keempat dimensi di atas dapat membantu para perencana, pemerintah dan pemangku kepentingan lain dalam merumuskan arah kebijakan pembangunan, sehingga dikemudian hari pada saat pelaksanaan program terjadi harmonisasikooordinasi berbagai unsur dan komponen masyarakat. Disamping itu, diharapkan tidak menimbulkan penolakan dari masyarakat karena perbedaan kepentingan dan berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Analisis Substantif
Dalam upaya permasalah di daerah dilakukan analisis substansi yang diformulasikan dalam isuisu strategis, program dan kegiatan yang digagas oleh masyarakat melalui forum musyawarah perencanaan di tingkat komunitas, kampung/dusun, desa, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi hingga nasional. Analisis substantif menyangkut pemahaman tentang kebutuhan masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung berpangaruh terhadap peningkatan pelayanan publik dalam berbagai sektor atau bidang seperti, kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan infrastruktur. Analisis substantif juga dapat membantu dalam upaya memahami kapasitas pemerintahan daerah, kelembagaan, tantangan pasar dan kebutuhan comparative advantages daerah kedepan. Kerangka kebijakan dalam penyusunan rencana pembangunan daerah hendaknya meletakkan pola dan pendekatan pengarusutamaan perdamaian dalam menentukan isu dan strategi pembangunan yang sesuai dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah, kesempatan, akses ekonomi, pasar dan dinamika sosial. Mengantisipasi isu dan prioritas pembangunan dari dampak negatif yang cenderung merusak tetapi diarahkan pada optimalisasi sumber daya dan koordinasi antarpemangku kepentingan dalam berbagai tataran.
ajian profil daerah merupakan langkah awal dalam mengenal secara komprehensif situasi dan kondisi wilayah sebagai informasi pokok untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan. Kajian ini sebagai peta dasar dalam memberikan gambaran nyata suatu wilayah perencanaan agar perencanaan dapat menentukan tujuan, strategi, pola pengelolaan sumber daya dan prioritas program yang akan dilaksanakan di setiap sektor atau bidang pengembangan dengan mempertimbangkan keterkaitannya. Setiap perencana tentunya membutuhkan informasi yang lengkap termasuk gambaran mental yang dapat membantu menentukan pola perubahan, tataruang, sistem operasi, kerangka kerja dan model pengendalian agar rencana yang dihasilkan secara efektif mencapai tujuan. Salah satu pengenalan kondisi wilayah perencanaan yang dilakukan melalui kegiatan kajian profil daerah. Dimana, kajian profil daerah bermanfaat dalam menggambarkan kondisi geografis, sosial, ekonomi, budaya dan politik yang berpengaruh terhadap dinamika perubahan suatu masyarakat dalam wilayah pembangunan.Kajian ini menggunakan pendekatan teknis berupa metode dan alat analisis tertentu serta dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan pihak terkait lainnya agar dihasilkan pola pengembangan daerah yang komprehensif dan aspiratif. Topik ini disajikan dalam bentuk simulasi dan kerja kelompok untuk mempraktekkan beberapa teknik analisis sosial-ekonomi yang disarankan dengan mempertimbangkan ketersediaan waktu dan kemampuan masing-masing peserta. Penggunaaan metodologi kajian wilayah cepat (Rapid Regional Appraisal) dalam perencanaan dapat membantu dalam memetakan kondisi dan situasi suatu daerah ditinjau dari berbagai perspektif. Pendekatan ini dirancang untuk mempermudah perencana dalam menyajikan informasi perencanaan dengan berbagai keterbatasan waktu dan pengalaman.
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 71
Tujuan
Peserta memahami konsep dasar kajian profil daerah. Peserta memahami tahapan dalam Kajian Profil Daerah. Peserta mampu mensimulasikan proses penyusunan profil daerah.
Pokok Bahasan
Konsep dasar kajian profil daerah. Tahapan dalam kajian pofil daerah. Penyusunan profil daerah.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 3 X 40 menit
Metode
Metode yang digunakan, diantaranya; Pemaparan. Curah pendapat. Simulasi dan Kerja Kelompok Kajian Daerah secara Cepat (Rapid Regional Appraisal).
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Konsep Dasar Kajian Profil Daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. 2. Berikan penjelasan kepada peserta tentang konsep dasar kajian profil daerah melalui presentasi dengan menggunakan media yang telah disediakan. 3. Kemudian, galilah pemahaman peserta tentang topik tersebut dengan memberikan kesempatan untuk mengungkapkan ide/gagasan, pendapat, bertanya atau mengklarifikasi hal-hal yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut. 4. Pada sesi ini penyelenggara dapat mengundang nara sumber atau tenaga ahli untuk memberikan penjelasan secara mendalam tentang topik yang akan dibahas. 5. MIntalah kepada nara sumber untuk memaparkan pengalaman atau hasil kajiannya tentang metode kajian profil daerah sebagai bagian dari proses perencanaan (30 menit). 6. Moderator memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan tanya jawab dan diskusi tentang topik yang disampaikan nara sumber. Proses tanya jawab dipandu oleh moderator. Jika, tersedia waktu cukup, tanya jawab dapat dilakukan dalam beberapa termin. 7. Catatlah hal-hal penting dari hasil pemaparan dan tanya jawab yang telah dilakukan. 8. Buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan, kemudian dikaitkan dengan kegiatan berikutnya. Kegiatan 2: Tahapan Kajian Profil Daerah 9. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada sesi sebelumnya. 10. Lakukan curah pendapat berdasarkan pengalaman peserta dalam kajian profil daerah. Mintalah kepada peserta untuk berbagi pengalaman tentang tahapan dalam pengkajian profil daerah. Buatlah catatan tentang pokok-pokok pikiran yang dianggap penting dari pandangan peserta. 11. Berdasarkan resume dari pandangan peserta selanjutnya, mintalah peserta untuk membentuk kelompok (4-5 orang). Bagilah peserta
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 73
dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan kesempatan untuk mempelajarinya sebagai informasi tambahan untuk diskusi kelompok. 12. Masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang tahapan dalam pengkajian profil daerah. Sebagai panduan ajukan beberapa pertanyaan pemicu sebagai berikut: Apa yang Anda pahami tentang tahapan dalam kajian profil daerah? Hasil yang diharapkan dari setiap tahapan tersebut? Informasi pendukung apa saja yang dibutuhkan untuk menyusun profil daerah? Hal-hal pokok apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam setiap tahapan kajian profil daerah? Kesulitan apa saja yang dihadapi dari setiap tahapan kajian profil daerah? Bagaimana agar kajian profil daerah dapat berjalan secara efektif?
13. Jawaban terkait pertanyaan di atas yang dirumuskan dalam bentuk catatan penting yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Kemudian sajikan dalam matrik sebagai berikut;
Tabel: Tahapan Penyusunan Profil Daerah Tahapan Kajian Profil Daerah Hasil Informasi dan Data Pelaku Catatan
Catatan: Tabel ini sebagai acuan umum saja, masing-masing kelompok dapat memodifikasi sesuai kebutuhan dengan menambah penjelasan atau aspek kajian.
14. Hasilnya dipresentasikan oleh masing-masing kelompok dalam pleno. 15. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengkritisi dan memberikan masukan terhadap paparan yang disampaikan. 16. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan. 74 | Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan
Kegiatan 3: Penyusunan Profil Daerah 17. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan serta hasil kerja kelompok pada sesi sebelumnya. 18. Pada kegiatan ini peserta akan melakukan praktek penyusunan profil daerah. 19. Lakukan penjelasan singkat tentang langkah-langkah penyusunan profil daerah. Berikan kesempatan kepada peserta untuk berbagi pengalaman dalam penyusun profil daerah. 20. Mintalah peserta untuk melakukan kerja kelompok. Berikan arahan dan panduan dalam melakukan proses diskusi. Peserta diberikan sumber bacaan tentang penyusunan profil daerah atau dengan memanfaatkan informasi internet dalam pengumpulan informasi dan data. Lakukan pengkajian profil daerah dengan tahapan sebagaimana di sepakati pada kegiatan sebelum (lihat Bab 5 kegiatan 2). 21. Hasil kajian, kemudian disajikan dalam format penyusunan profil daerah yang telah disediakan. 17. Mintalah masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. Sebagai alat bantu dapat digunakan matrik sebagai berikut;
Tabel: Kerangka Kajian Profil Daerah Metode Pengumpul Data Sumber Informasi
Profil Daerah
Deskripsi
Waktu
18. Hasil diskusi kelompok, kemudian dipresentasikan dalam pleno. 19. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat, mengkritisi dan mengklarifikasi hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut. 20. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan.
Catatan Penting
Dalam topik ini pembahasan lebih difokuskan pada upaya menggali pemahaman peserta bagaimana memahami profil daerah sebagai bahan kajian perencanaan yang akan dianalisis dalam topik selanjutnya. Bahan bacaan tambahan dapat dipersiapkan oleh fasilitator atau penyelenggara untuk memberikan bentuk standar format penyusunan profil daerah. Biasanya dalam bagian awal dokumen perencanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (RPJPD/RPJMD/RKPD) selalu mencantumkan beberapa tajuk dilengkapi deskripsi tentang profil wilayah yang menjelaskan struktur geografis, sosiologis, kependudukan, lingkungan dan sumber daya. Bahan bacaan ini sangat bermanfaat dalam memahami konstruksi sebuah profil daerah. Misalnya dengan memberikan contoh profil daerah yang telah dikembangkan oleh daerah tertentu.
LAPORAN
PROFIL DAERAH
TINGKAT: PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
Sumber data yang digunakan untuk mengisi data Profil Daerah 1. .......................................................................................................... 2. .......................................................................................................... 3. .......................................................................................................... 4. .......................................................................................................... 5. ..........................................................................................................
Kepala BAPPEDA,
Tajuk atau indikator yang diadaptasi dari dikembangkan untuk menggali informasi dan data tentang kondisi sosial yang dapat digunakan digunakan sebagai bahan analisis konflik (termasuk tingkat kekerasan) dan formulasi program dalam perencanaan daerah.
11. Kedaulatan Politik Masyarakat 12. Lembaga Kemasyarakatan 13. Pemerintahan (Provinsi/Kabupaten/Kota) BAB IV: 1. 2. 3. 4. 5. ANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN DAERAH Laju Perkembangan Tahunan Masalah yang Dihadapi Indikasi Program Tahun Depan Klasifikasi Tingkat Perkembangan Daerah Katagori Tingkat Perkembangan Daerah
Interaksi manusia dengan proses ekologis yang berada dalam wilayah dan ruang.
Prespektf Tataruang
Ruang tidak didefinisikan sebagai fisik atau material semata, tetapi ruang merupakan suatu wadah interaksi sosial manusia dan mahkluk hidup lainnya dalam menyelenggarakan aktivitas untuk kelangsungan hidupnya. Agar trhindar dari konflik dalam pemanfaatan ruang, maka pengelolaan dan pemanfataan ruang harus direncanakan dan dikendalikan dengan melakukan analisis keruangan.. Analisis keruangan berfokus pada identifikasi ragam distribusi dan lokasi mencakup tinjauan terhadap dinamika dan gejala yang terjadi dipermukaan bumi. Misalnya kajian terhadap tingkat variasi kepadatan penduduk, pemanfaatan lahan, distribusi potensi dan pemanfaatan sumber daya serta studi kemiskinan. Prespektif kewilayahan akan menguji pola distribusi yang ada sehingga pola ruang yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan berkesinambungan. Tidak terjadi kesalahan dalam menentukan lokasi dan peruntukan lahan yang dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem dan lingkungan. Pendekatan keruangan menyangkut pola, proses dan struktur dikaitkan dengan dimensi waktu maka analisisnya bersifat horizontal. Perencanaan tata ruang tidak hanya memperhatikan kondisi sosial-ekonomi yang terjadi di wilayah bersangkutan, tetapi memperhatikan rencana strategis penataan ruang secara komprehensif di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota untuk menghindari konflik menyangku tataguna lahan. Selain itu, juga perlu memperhatikan perencanaan tata ruang yang dibuat oleh daerah yang berbatasan dengan wilayahnya. Oleh sebab itu diperlukan koordinasi perencanaan ruang antar wilayah, sehingga tidak menimbulkan konflik pemanfaatan ruang antar wilayah (Royat. S, 20110).
Prespektif Lingkungan
Kondisi lingkungan khususnya di bidang pertanahan di Indonesia sepanjang sejarah perkembangannya belum berubah dari zaman kolonialisme hingga kini. Sengketa dan ketimpangan pemilikan serta penguasaan tanah terus berlangsung dalam wujud baru dari apa yang disebut neo-kolonialisme. Keberadaan Undang-Undang Pokok Agraria, telah menjadi semangat dasar dalam penciptaan dan penataan kembali struktur pemanfaat tanah sesuai dengan proporsi yang disyaratkan dalam rangka pelestarian lingkungan. Kebijakan dalam pembangunan keberlanjutan lingkungan harus memperhatikan ambang batas di atas, yakni dengan melakukan studi kelayakan berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau (AMDAL) yang diatur pada PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Penataan Ruang Wilayah Pembangunan. Dengan adanya AMDAL ini akan bisa mengukur tingkat suatu program/proyek pembangunan itu sesuai dengan kelayakan lingkungan. Seberapa besar dampak pembangunan dan dampak yang akan di timbulkan sesuai dengan ambang batas .Kajian terhadap lingkungan dilakukan untuk mengukur sejauhmana penataan daerah mempertimbangkan dampak dan interaksi organisme hidup dalam suatu ekosistem.
interaksi kehidupan manusia dengan faktor lain yang membentuk sistem tata ruang. Pendekatan ekologi dalam perencanaan merupakan penelaahan suatu gejala atau suatu masalah dengan menerapkan konsep dan prinsip ekologi. Dalam pendekatan ini analisis hubungan antarvariabel manusia dengan variabel lingkungan lebih ditekankan, sehingga dapat dikatakan bahwa analisisnya lebih dikenal sebagai analisis vertikal.
Prespektif Kewilayahan
Perkembangan konsep kewilayahan (regional development) digunakan untuk mengkaji berbagai gejala dan fenomena pembangunan kewilayahan dengan memanfaatkan informasi geospatial yang memiliki ragam keruangan yang secara kausalitas berhubungan langsung atau tidak langsung dengan lingkungan biotik, abiotik maupun kultural sehingga membentuk jaringan kewilayahan. Analisis kewilayahan dalam konteks perencanaan merupakan kombinasi antara analisis keruangan dengan analisis lingkungan. Pada analisis ini wilayah tertentu didekati dengan pengertian areal differentiation, yaitu suatu konsep interaksi yang menggambarkan hubungan antarwilayah akan berkembang didasarkan atas asumsi bahwa setiap wilayah memiliki karakteristik tersendidi yang berbeda antar wilayah satu dengan wilayah lain. Setiap hubungan atau interaksi antarwilayah memperhatikan aspek asesibilitas dan distribusi yang saling berpengaruh dan menimbulkan daya dorong terhadap wiayah lainnya. Setiap variabel kewilayahan dilakukan pengenalan tentang penyebaran fenomena tertentu dan interaksi antara variabel manusia dan lingkungan yang kemudian dkan menjadi bahan informasi dalam penentuan bentuk perancangan tata wilayah yang akan dibangun. Artinya proses analisis kewilayahan pada hakekatnya sebagai model prakiraan masa depan yang menentukan gambaran akhir suatu wilayah pengembangan .
7. melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan pejabat fungsional perencana di lingkungan SKPD. Profil daerah perlu memperlihatkan secara jelas tentang status, kedudukan dan kemajuan capaian daerah saat ini dalam penyelenggaraan berbagai fungsi pemerintahan daerah. Ini dapat ditunjukkan dengan tolok ukur kinerja capaian penyelenggaraan berbagai fungsi tersebut. Penyajian profil daerah disarankan menggunakan pendekatan kerangka fungsi pemerintahan daerah. Memahami benang merah atau kerangka pendekatan yang konsisten antara perencanaan jangka panjang, menengah, dengan perencanaan dan penganggaran tahunan yang menampilkan fungsi, urusan wajib dan urusan pilihan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dapat mengukur dan mengevaluasi kemajuan yang dicapai dari waktu ke waktu dalam penyelenggaraan desentralisasi otonomi daerah.
Salah satu portal resmi http://www.indonesia.go.id/ yang keluarkan oleh pemerintah melalui Sekretariat Negara RI dan Kementerian Informasi dan Informatika RI yang menyajikan informasi tentang profil daerah di seluruh Indonesia atau dapat juga dikunjungi portal Kementerian Dalam Negeri RI www.depdagri.go.id/ yang menyajikan informasi profil daerah mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota hingga Kecamatan.Termasuk menyajikan data wilayah untuk masing-masing daerah. Data yang disajikan masih bersifat umum untuk memberikan senarai informasi untuk kepentingan publik tentang potensi dan kondisi daerah.
alam pendekatan peka konflik atau Conflict Sensitivity Approach (CSA), perencanaan merupakan alat untuk memetakan interaksi antarkelompok dan kelembagaan yang berpengaruh terhadap distribusi sumber daya, kekuasaan, dan akses terhadap ekonomi. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda dalam menghadapi permasalahan karena pengaruh sosial, budaya, dan politik/ kekuasaan, sehingga beberapa program yang digagas di beberapa daerah banyak diarahkan untuk mengakomodasikan kepentingan kelompok tertentu saja tanpa mempertimbangkan dampak yang ditimbulkannya. Disisi lain, perencana membutuhkan informasi yang lengkap tentang perkembangan sejarah suatu wilayah dan komunitas yang berada di dalamnya. Oleh karena itu, kajian sosial bagi perencana sangat penting untuk menggali dan memetakan dinamika perubahan. melalui serangkaian kajian terhadap kondisi wilayah, sikap, perilaku yang dikaitakan dengan konteks yang terjadi. Hal ini dimaksudkan agar perencana dapat merumuskan bentuk program yang dapat mendorong upaya optimalisasi, harmonisasi dan pencegahan terhadap konflik. Kajian konflik dalam perencanaan dapat membantu dalam menentukan arah kebijakan, tujuan dan strategi dalam menyelesaikan masalah dan pola pencegahan terhadap ketidakharmonisan sebagai dampak dari pembangunan itu sendiri. Pada program yang dirumuskan untuk kelompok sasaran tertentu kita menyadari bahwa tidak semuanya dapat diakomodir karena ketersediaan sumber daya dan pembiayaan yang terbatas. Analisis konflik, bagi perencana tidak hanya menggali pengetahuan tentang kekuatan hubungan dan faktor yang mempengarhuinya, tetapi juga memberikan informasi tentang bagaimana pola distribusi sumber daya yang berkeadilan dan berkelanjutan untuk pencapaian tujuan pembangunan. Topik ini memberikan ruang belajar bagi peserta untuk memahami beberapa teknik analisis sosial dalam mengukur dinamika konflik di daerah sebagai upaya menentukan corak dan prioritas program yang akan dilaksanakan oleh pemangku kepentingan terkait. Pembahasan analisis konflik dibatasi dalam pengenalan terhadap konteks siapa, apa dan bagaimana serta bagaimana pengintegrasian dalam berbagai program lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan.
Tujuan
Peserta memahami konsep dasar analisis konflik. Peserta memahami tahapan dalam melakukan analisis konflik dalam perencanaan pembangunan daerah. Peserta mampu mensimulasikan proses analisis konflik untuk kepentingan perencanaan pembangunan daerah.
Pokok Bahasan
Konsep dasar analisis konflik dalam percanaan pembangunan daerah. Tahapan dalam analisis konflik dalam perencanaan pembangunan daerah. Penyusunan profil dinamika konflik.. Studi Kasus Terpilih
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 3 X 40 menit
Metode
Metode yang digunakan, diantaranya; Pemaparan. Curah pendapat. Simulasi dan Kerja Kelompok Conflict Sensitivity Approach (CSA)
Studi Kasus 6.1: Kemajuan Pembangunan Aceh berdasarkan Indikator Pendidikan, Kesehatan dan Eko Bahan Bacaan 6.1: Analisis Konflik dalam Perencanaan Pembangunan.
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Konsep Dasar Kajian Profil Daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. 2. Galilah pemahaman awal peserta tentang konsep analisis konflik dalam praktek perencanaan, dengan memberikan kesempatan untuk mengungkapkan ide, gagasan, pendapat dan pengalamannya. 3. Berikan juga kesempatan kepada peserta lain untuk bertanya, mengkritisi atau meklarifikasi hal-hal yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut. 4. Catatlah hal-hal penting dari curah gagasan dan tanya jawab yang telah dilakukan. 5. Buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan, kemudian kaitkan dengan kegiatan berikutnya. Kegiatan 2: Tahapan Analisis Konflik 6. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada sesi sebelumnya. 7. Lakukan curah pendapat berdasarkan pengalaman peserta dalam analisis konflik. Buatlah catatan tentang pokok-pokok pikiran yang dianggap penting dari pandangan peserta. 8. Berdasarkan resume dari pandangan peserta selanjutnya, mintalah peserta untuk membentuk kelompok dengan anggota 4-5 orang. Bagilah peserta dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan kesempatan kepada kelompok untuk mempelajarinya. 9. Masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang tahapan analisis konflik. Sebagai panduan ajukan beberapa pertanyaan pemicu sebagai berikut: Apa yang Anda pahami tentang tahapan dalam analisis konflik?
Hasil yang diharapkan dari setiap tahapan tersebut? Informasi pendukung apa saja yang dibutuhkan untuk membantu melakukan kajian tersebut? Hal-hal pokok apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam setiap tahapan analisis konflik?
10. Jawaban terkait pertanyaan di atas yang dirumuskan dalam bentuk catatan penting yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Kemudian sajikan dalam matrik sebagai berikut;
Tabel: Tahapan Analisis Konflik Tahapan Kajian Dinamika Konflik Hasil Informasi dan Data Pelaku Catatan
Catatan: Tabel ini sebagai acuan umum saja, masing-masing kelompok dapat memodifikasi sesuai kebutuhan dengan menambah penjelasan atau aspek kajian.
11. Hasilnya dipresentasikan oleh masing-masing kelompok dalam pleno. 12. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengkritisi dan memberikan masukan terhadap paparan yang disampaikan. 13. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan. Kegiatan 3: Pemetaan Profil Dinamika Konflik 14. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan serta hasil kerja kelompok pada sesi sebelumnya. 15. Sesi ini akan dilakukan praktek penyusunan profil daerah. 16. Lakukan penjelasan singkat tentang langkah-langkah pemetaan konflik. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan meminta klarifikasi tentang hal-hal yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut. 88 | Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan
17. Berikan arahan dan panduan dalam melakukan proses kerja kelompok. Sebagai panduan kerja gunakan lembar kerja kelompok yang telah disediakan (lihat lembar kerja 6.1). 18. Mintalah masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. 19. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat, mengkritisi dan mengklarifikasi hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut. 20. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan. Kegiatan 4: Studi Kasus Terpilih 21. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan serta hasil kerja kelompok pada sesi sebelumnya (khususnya hasil tentang analisis apa). 22. Pada kegiatan ini peserta akan melakukan studi kasus tentang isu atau masalah utama yang ditemukan dalam proses penyusunan profil daerah dan analisis konteks yang telah dilakukan. 23. Bagilah kepada masing-masing peserta selembar metaplan untuk diisi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut; Tuliskan menurut pendapat Anda permasalahan mendasar/krusial apa saja yang harus ditangani oleh pemerintah daerah? Mengapa masalah tersebut sangat penting untuk ditangani oleh pemerintah daerah?
24. Mintalah peserta untuk menuliskannya dalam metaplan (1 masalah utama) kemudian tunjukkan salah seorang dari peserta untuk memfasilitasi proses identifikasi dan pengklasifikasian isu utama yang telah ditulis pada metaplan. Lakukan kesepakatan dalam pleno untuk memilih 1 (satu) masalah utama yang akan dibahas dalam kegiatan kelompok. (fasilitator menuliskan isu/masalah utama yang dipilih dan tempelkan di papan tulis) 25. Mintalah peserta untuk membentuk kelompok (3 5 kelompok) untuk melakukan studi kasus tentang masalah utama yang disepakati untuk diuji bersama. misalnya; tentang kemiskinan, pengangguran, tingginya tingkat kematian ibu dan anak, tingginya kriminalistas, ketimpangan antardaerah dll)
26. Berikan kesempatan kepada kelompok untuk mengumpulkan informasi dan data terkait masalah yang telah disepakati bersama. Gunakan sumber data dari Susenas, Laporan MDGs, atau hasil studi yang relevan. (Sebagai bahan kajian dapat menggunakan lembar kasus yang telah disediakan) 27. Lakukan diskusi kelompok untuk melakukan pengujian dan analisis data. Kemudian hasil diskusi dituliskan dalam matrik sebagai berikut;
Tabel: Resume Hasil Analisis Data dan Informasi tentang Isu/Masalah Utama Masalah Utama Fakta atau Temuan Sumber Informasi dan Data Catatan
28. Mintalah masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. 29. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat, mengkritisi dan mengklarifikasi hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut. 30. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan.
Catatan Penting
Dalam topik ini pembahasan lebih difokuskan pada upaya menggali pemahaman peserta bagaimana memahami konteks, sikap, dan perilaku masyarakat sebagai bahan kajian perencanaan yang akan dianalisis dalam topik selanjutnya. Pada sesi kerja kelompok, peserta diminta melakukan pemetaan dinamika konflik dengan menggunakan Lembar Kerja (LK) yang telah disediakan. Dalam prosesnya fasilitator memberikan asistensi dan konsultasi, jika peserta mengalami kesulitan. Hasil kerja kelompok dapat dijadikan bahan masukan dalam penyusunan profil daerah dengan menambah tajuk khusus tentang konflik atau perdamaian.
Pampangkanlah hasil kerja kelompok dan berikan apresiasi terhadap hasil karya mereka. Dalam pengumpulan informasi dan data pendukung diskusi atau studi kasus disarankan peserta memanfaatkan perangkat internet untuk melakukan penelusuran dan mendownload situs-situs resmi pemerintah atau lembaga studi terkait isu yang dibahas sebagai bahan pendukung.
1) Pokok Bahasan
: 1. Analisis Pemangku Kepentingan 2. Analisis Masalah 3. Analisis Bagaimana : 1. Kertas Plano, Flipt Chart, Alat Tulis, Spidol Warna 2. Dokumentasi : 2 3 x 40 menit
Petunjuk Umum
Kajian dinamika konflik dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan dengan penyusunan profil daerah baik di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Meskipun terdapat kekhususan dalam penggunaan alat analisis dan proses yang dilakukan secara partisipatif. Berikut beberapa langkah yang ditempuh dalam melakukan kajian dinamika konflik di daerah.
6. berdasarkan pembahasan tersebut, identifikasi masalah dan potensi yang dihadapi tentang pengaruh dan kekuatan hubungan antarkelompok/lembaga masyarakat dengan mengisi tabel sebagai berikut;
No
(1)
Lembaga
(2)
Masalah
(3)
Potensi
(4)
Cukup Jelas Tuliskan daftar organisasi dan kelembagaan yang ada di tingkat provinsi/ kabupaten/kota. Tuliskan masalah terkait dengan konflik atau ketidakharmonisan Tuliskan potensi penyelesaan masalah yang tersedia di daerah
No
(1)
Masalah
(2)
Sebab
(3)
Akibat
(4)
Potensi
(5)
Keterangan: Kolom (1) : Kolom (2) : Kolom (3) : Kolom (4) : Kolom (5) :
Cukup jelas Tuliskan masalah utama yang diperselisihkan oleh para pihak yang berkonflik Tuliskan faktor penyebab dari masalah Tuliskan potensi yang tersedia Tuliskan potensi atau sumber daya untuk menyelesaikan masalah tersebut
No
(1)
Masalah
(2)
Faktor Pendorong
(3)
Faktor Penghambat
(4)
Cukup jelas Tuliskan masalah di daerah terkait dengan konflik. Tuliskan faktor pendorong bina damai yang dimiliki oleh masyarakat Tuliskan faktor penghambat bina damai yang dihadapi masyarakat
Sumber diadaptasi dari Draft Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh Tahun 2005 2025 versi Musrenbang RPJP Aceh: Bab II Kondisi Umum Daerah. Bappeda Aceh: 1 November Tahun 2010. Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 97
Usia Dini (PAUD) adalah sebesar 83,02persen, suatu capaian yang cukup baik dibandingkan ratarata nasional sebesar 53,70 persen. APK penduduk usia 4-6 tahun pada lembaga PAUD formal (TK/RA) baru mencapai 23 persen , sementara pada lembaga PAUD non formal (diantaranya; kelompok bermain, Posyandu Plus, dan TPA) mencapai 53 persen. Sebaran lembaga yang kurang merata masih menjadi kendala utama dalam upaya peningkatan akses masyarakat terhadap layanan pendidikan dini. Jumlah lembaga TK/RA di seluruh wilayah Aceh hanya mencapai 1.401 buah, dimana; 12 buah diantaranya adalah TK Negeri sebagai TK Pembina dan 10 buah TK Negeri di kecamatan, selebihnya berupa lembaga swasta yang dikelola dengan swadaya masyarakat. Ditinjau dari sudut pandang kesetaraan gender, tidak terlihat adanya kesenjangan yang berarti antara perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan akses layanan pendidikan pada tingkat sekolah. Pada tingkat SD/MI, rasio siswa perempuan terhadap siswa laki-laki adalah 100,3 persen. Pada tingkat SMP/MTs sebesar 102,1 persen, dan pada tingkat SMA/MA/SMK 104,0persen. Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi, rasio perempuan terhadap laki-laki mencapai 134,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan yang menempuh pendidikan tinggi 34,4 persen lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Sebagai faktor pendukung utama dalam proses belajar mengajar, ketersediaan guru yang memadai mutlak diperlukan. Rasio siswa-guru di Aceh saat ini bervariasi diantara jenis sekolah. Pada tingkat SD/MI, rasio siswa-guru sebesar 10,83, pada tingkat SMP/MTs sebesar 9,82 dan pada ditingkat SMA/MA/SMK sebesar 10,23. Rasio siswa-guru di Aceh telah melebihi rasio ratarata nasional sebesar 20,1. Namun demikian rasio ini menjadi tidak berarti karena adanya berbagai permasalahan, diantaranya: distribusi yang tidak merata, ketidaksesuaian keahlian dengan kebutuhan, serta kualifikasi dan kompetensi guru yang masih rendah. Dari sisi kualifikasi, secara rata-rata baru 43,54 persen guru berpendidikan S1/DIV. Pada tingkat sekolah dasar, persentase guru SD dan guru MI berkualifikasi S1/DIV masing-masing sebesar 14,37 persen dan 27,08 persen. Pada tingkat sekolah menengah pertama, persentase guru SMP berkualifikasi S1/DIV sebesar 64,58 persen dan MTs mencapai 71,31 persen. Sedangkan pada tingkat sekolah menengah atas, persentase guru SMA berkualifikasi S1/DIV adalah sebesar 87,39 persen dan MA sebesar 81,08 persen. Dari sisi kualitas pendidikan, tingkat kelulusan ujian nasional menurun sejalan dengan makin tingginya tingkat pendidikan. Pada tingkat SD/MI, kelulusan siswa mencapai 99,92 persen, sedangkan pada tingkat SMP/MTs menjadi 98,93 persen, sedangkan untuk tingkat SMA/MA jurusan IPA sebesar 99,49 persen, SMA/MA jurusan IPS sebesar 97,97 persen, SMA/MA jurusan Bahasa sebesar 96,67 persen, dan SMK sebesar 96,56 persen.
Kesehatan
Kualitas sumberdaya manusia sangat menentukan kemajuan dari sebuah bangsa. Untuk menjaga kualitas sumberdaya manusia (SDM), syarat utama adalah ibu yang sehat sejak hamil sampai masa persalinan dan anak yang tetap sehat sampai usia 5 tahun. Apabila seorang anak mengalami hambatan kesehatan sejak dalam kandungan maka proses pendidikan tidak mencapai tujuan yang optimal. Akhirnya, anak tersebut tidak memiliki daya saing yang handal ketika ia memasuki bursa tenaga kerja pada 15-20 tahun mendatang.
Salah satu indikator utama untuk menunjukkan keberhasilan pembangunan kesehatan adalah Usia Harapan Hidup (UHH) yang juga merupakan salah satu komponen dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2008 UHH Aceh adalah 68,5 tahun. Secara nasional, UHH Aceh menempati urutan ke-19 (RPJP Kesehatan 2005-2025, 2009). Sedangkan secara internal Provinsi Aceh, masih terdapat disparitas pencapaian UHH yaitu yang tertinggi di Kabupaten Bireuen mencapai 72,28 tahun dan yang terendah di Kabupaten Simeulue mencapai 62,84 tahun (Profil Kesehatan Aceh, 2009). Pada tahun 2008, Angka Kematian Bayi (AKB) Aceh sebesar 37/1000 Lahir Hidup (LH). Sementara AKB nasional sebesar 35/1000 LH (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2009). Penyebab utama kematian bayi adalah asfiksia, berat badan lahir rendah, infeksi dan lainnya. Kematian bayi diduga lebih banyak terjadi di pedesaan, pada ibu yang berpendidikan rendah, dan masyarakat miskin. Tantangan utama dalam penurunan kematian bayi adalah peningkatan akses penduduk miskin, ketersediaan sumber daya kesehatan yang memadai dan kualitas pelayanan. Kematian bayi berhubungan juga dengan cakupan imunisasi. Secara umum cakupan imunisasi yang telah dicapai provinsi Aceh menurut Riskesdas adalah BCG 75,2 persen, Polio 66,2 persen, DPT 58,3 persen, HB3 54,3 persen dan campak 71,4persen. Cakupan imunisasi BCG, Polio 3, DPT 3, Hepatitis B 3 dan Campak pada anak umur 12-59 bulan lebih tinggi di perkotaan dibandingkan perdesaan, antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan yang menyolok walaupun sedikit lebih tinggi pada perempuan (Riskesdas, 2007). Secara umum persentase cakupan imunisasi dasar yang telah dicapai secara lengkap di Provinsi Aceh sebesar 32,9 persen, tidak lengkap 53,2 persen dan tidak sama sekali 13,9 persen. Cakupan imunisasi lengkap di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan, dan antara lakilaki dan perempuan mempunyai persentase yang hampir sama. Perbedaan cakupan imunisasi antara kabupaten/kota dikarenakan perbedaan kemampuan dari tiap daerah seperti SDM kesehatan, kurangnya kegiatan untuk menjangkau masyarakat yang disebabkan oleh rendahnya anggaran operasional, persediaan vaksin yang kurang tepat waktu, keterbatasan vaksin tiap daerah, cold chain yang sudah tua, dan masih rendahnya peran serta masyarakat. Angka prevalensi balita menurut status gizi didasarkan pada indikator Tinggi Badan per Usia (TB/U). Prevalensi masalah balita yang pendek secara provinsi masih tinggi yaitu sebesar 44,6 persen. Selanjutnya, indikator lainnya untuk menentukan anak harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah indikator sangat kurus. Prevalensi balita sangat kurus menurut provinsi masih cukup tinggi yaitu 9,2 persen. Secara umum, prevalensi balita kurus+sangat kurus di propinsi Aceh adalah 18,3 persen, dan sudah berada di bawah batas kondisi yang dianggap serius menurut indikator status gizi Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB) yaitu 10 persen. Sedangkan prevalensi kegemukan di Aceh menurut indikator BB/TB adalah sebesar 15,2 persen. Status gizi BB/U balita ditinjau dari kelompok umur, maka terlihat bahwa prevalensi balita gizi kurang+buruk di provinsi Aceh sudah tinggi pada semua kelompok umur dan meningkat menjadi lebih tinggi mulai umur 24 bulan, kemudian menurun kembali pada kelompok umur di atas 36 bulan. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif juga memberikan pengaruh bagi tumbuh kembang anak. Sebesar 35,7 persen bayi baru lahir diberikan Inisiasi Menyusu Dini setelah melahirkan dan 28,3 persen diberikan ASI dalam jam pertama kelahiran. Namun, terdapat 60,4 persen bayi baru
lahir yang diberikan selain ASI (DHS, 2008). Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 10.39 persen (Profil kesehatan Aceh, 2009). Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Aceh pada tahun 2008 sebesar 238/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2009 sebesar 191/100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Aceh, 2009). Penyebab utama kematian ibu pada tahun 2009 adalah perdarahan, eklamsia, infeksi, abortus, partus lama, dan lainnya. Sedangkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih sudah cukup tinggi yaitu 88,83 persen pada tahun 2008 (Profil Kesehatan Aceh, 2009) yang sudah mendekati angka Standar Pelayanan Minimum (SPM) Nasional yaitu 90 persen. Status kesakitan di Provinsi Aceh, penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan diare merupakan penyebab kesakitan tertinggi anak balita di Aceh. Berdasarkan data dari Demographic Health Survey (DHS) tahun 2008, sekitar 35,4 persen anak menderita batuk dalam dua minggu terakhir dan 39,1 persen tersebut mengalami demam. Estimasi DHS (2008) terhadap anak pneumonia ada sekitar 40-43 persen. Namun, kebanyakan orang tua tidak memperhatikan anak yang pernapasan cepat sebagai pneumonia. Pneumonia biasanya merupakan akibat pengobatan ISPA yang kurang adekuat. Kasus HIV-AIDS di Aceh ada sekitar 29 orang yang tersebar di 13 kabupaten/kota dan 13 diantaranya sudah meninggal dunia. Pengobatan ODHA dengan anti retroviral dilakukan sebanyak 9 penderita (75 persen) dari 12 kasus yang ditemukan. (Profil Kesehatan Aceh, 2009). Berdasarkan survei DHS (2008), pengetahuan masyarakat Aceh tentang HIV-AIDS masih rendah. Sebesar 66 persen pria dan 49,5 persen wanita yang pernah mendengar AIDS, dan baru 26 persen perempuan yang mengetahui bahwa AIDS dapat ditularkan kepada anak mereka melalui ASI, persalinan dan kehamilan. Selain itu, baru sekitar 5 persen penduduk yang mengerti tentang Voluntary Councelling and Testing (VCT). Penderita baru Tuberkulosis (TB) positif yang ditemukan pada periode Januari Desember 2008 berjumlah 2.793 kasus dengan Case Detection Rate 40 persen, meningkat bila dibandingkan pencapaian tahun 2007 (38 persen). Pencapaian ini masih jauh dari target nasional yaitu 70 persen. Sedangkan hasil akhir pengobatan terhadap perderita yang terdaftar pada tahun 2007 menunjukkan 90,6 persen penderita baru Basil Tahan Asam (BTA) positif yang diobati dinyatakan sembuh, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 89,6 persen. Angka ini sudah mencapai target nasional, yaitu minimal 85 persen (Profil Kesehatan Aceh, 2009). Selain itu, malaria masih merupakan penyakit endemis hampir di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Pada tahun 2008 kasus malaria klinis sebanyak 23.303 kasus dan yang positif 3.528 kasus. Tingginya kasus malaria di Aceh disebabkan oleh beberapa hal yaitu penggunaan kelambu yang mengandung insektisida (Insecticide treated net) yang masih rendah yaitu sekitar 35persen, pengobatan malaria yang tidak standar dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) juga menjadi permasalahan kesehatan utama di Aceh. Kota Banda Aceh dan Kota Lhokseumawe merupakan daerah dengan kasus DBD tertinggi di Aceh. Kasus DBD terjadi peningkatan sampai delapan kali setelah tsunami sampai tahun 2008 (Profil Kesehatan Aceh 2009). Peningkatan ini kemungkinan besar karena mobilitas penduduk yang sangat cepat antar daerah terutama dari luar Aceh yang endemis DBD seperti DKI Jakarta dan lainnya.
Penyakit lainnya yang masih menjadi permasalahan di Aceh adalah penyakit kusta. Pada tahun 2008, penderita baru ditemukan sejumlah 437 kasus dengan tipe PB (Plausi Basiler/Kusta Kering) sebanyak 111 kasus dan tipe MB (Multi Basiler/Kusta Basah) sebanyak 326 kasus. Tingkat kecacatan penderita baru sebesar 10,8 persen karena penemuan kasus baru yang terlambat yang disebabkan oleh belum maksimalnya sistem pendataan dan rendahnya pengetahuan dan keterbukaan masyarakat terhadap penyakit kusta. Riskesdas 2007 menemukan beberapa penyakit infeksi lain yang menjadi masalah kesehatan masyarakat antara lain tifoid, hepatitis dan diare. Dalam 12 bulan terakhir, tifoid klinis dapat dideteksi di Provinsi Aceh dengan prevalensi 3,0 persen, dan tersebar di seluruh kabupaten/kota dengan rentang 0,6-7,0 persen. Tifoid, hepatitis dan diare ditemukan pada semua kelompok umur. Tifoid terutama ditemukan pada kelompok umur usia-sekolah, sedangkan diare pada kelompok balita. Selain permasalahan penyakit menular, Provinsi Aceh juga menghadapi permasalahan tingginya kasus penyakit tidak menular seperti stroke, hipertensi, dan Diabetes Mellitus (DM) yang manjadi salah satu penyebab kematian utama di Aceh. Prevalensi hipertensi di Aceh termasuk yang paling tinggi di Indonesia (30,2 persen), hampir setara dengan angka prevalensi nasional yaitu 31,7 persen (Riskesdas,2007). Berdasarkan diagnosis gejala yang menyerupai stroke, prevalensi stroke di Aceh adalah 1,7 per 1000 penduduk. Angka prevalensi stroke di Aceh adalah 17 persen, di atas angka nasional (8,3 persen). Penyakit jantung di Aceh juga merupakan kasus tertinggi di Indonesia (13 persen). Angka ini jauh melebihi angka nasional yaitu 7,2 persen (Riskesdas, 2007). Terkait dengan kesehatan jiwa, prevalensi Gangguan Mental Emosional di Aceh 14,1 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional (12.36 persen). Jenis gangguan mental tertinggi adalah skizoprenia, gangguan depresi, gangguan neurotik dan gangguan psikotik akut serta gangguan psikotik lainnya (Profil Kesehatan Aceh 2009). Penanganan kasus gangguan jiwa telah dilaksanakan dengan suatu pola penanganan kesehatan jiwa di masyarakat dengan cara melatih tenaga kesehatan dan menyediakan obat-obat gangguan jiwa di seluruh puskesmas dengan pemantauan oleh kader jiwa. Namun, kasus pemasungan penderita gangguan jiwa masih ditemukan dalam masyarakat. Pada tahun 2009, terdapat 74 kasus pemasungan. Angka ini diperkirakan akan bertambah karena banyak kasus dalam masyarakat yang belum terlaporkan.
Ekonomi
Gambaran umum tentang kemajuan pembangunan Aceh di bidang ekonomi dapat dinilai dari beberapa indikator ekonomi makro dan perkembangan sektor riil, serta kondisi cabang-cabang produksi daerah. Indikator ekonomi makro terpenting diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran, tingkat inflasi, nilai ekspor, dan perbankan. 1. Tingkat Pertumbuhan Selama lima tahun terakhir (2005-2009), nilai Product Domestic Regional Bruto (PDRB) Aceh yang dihitung atas harga konstan mengalami perkembangan yang kurang menggembirakan. Pasca tsunami, ekonomi Aceh sempat terpuruk sampai ke tingkat yang sangat memprihatinkan. PDRB Aceh pada tahun 2005 hanya mencapai Rp 36,29 triliun atau turun 10.12 persen dari tahun
sebelumnya. Lima dari sembilan sektor ekonomi yang membentuk struktur PDRB mengalami kontraksi yang besar yaitu pertanian turun 3.89 persen, pertambangan dan penggalian turun tajam sampai 22,62 persen, demikian juga industri pengolahan jatuh 22.30 persen, konstruksi turun 16.14 persen, serta sektor jasa turun 9.53 persen. Perkembangan nilai PDRB Aceh dalam lima tahun terakhir secara berturut-turut adalah sebesar Rp. 36,29 triliun (2005), Rp. 36,85 triliun (2006), Rp. 35,98 triliun (2007), Rp. 34,09 triliun (2008) dan Rp. 32,18 triliun (2009). Berdasarkan persentase pertumbuhan PDRB, secara berturut-turut pertumbuhan ekonomi Aceh (dengan Migas) adalah -10,12 persen (2005), 1,56 persen (2006), -2,36 persen (2007), -5,27 persen (2008) dan -5,58 persen (2009). Sedangkan nasional secara berturut-turut adalah 6,60 persen (2005); 6,10 persen (2006); 6,90 persen (2007); 6,50 persen (2008); dan 4,20 persen (2009). Semakin menurunnya pertumbuhan ekonomi Aceh selama kurun waktu tersebut terutama akibat semakin menurunnya kontribusi sub sektor migas. Sebagaimana diketahui bahwa selama hampir 30 tahun terakhir struktur ekonomi Aceh didominasi oleh sub sektor migas sehingga perubahan sumbangan sektor ini memberi pengaruh signifikan terhadap nilai PDRB Aceh secara keseluruhan. Tanpa memperhitungkan sumbangan sub sektor migas, PDRB Aceh terus mengalami peningkatan namun besaran pertumbuhannya sangat fluktuatif. Pada tahun 2005 PDRB Non Migas Aceh tumbuh hanya sebesar 1,22 persen, selanjutnya secara berturut-turut 7,72 persen (2006), 7,02 persen (2007), 1,89 persen (2008) dan 3,92 persen (2009). Sejak tahun 2006, seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif setelah sempat terpuruk di tahun 2005 akibat bencana Tsunami. Dalam kurun waktu tersebut, sektor Pertanian yang merupakan sektor dominan (kontribusi rata-rata 33 persen) setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 3,60 persen, pertumbuhan tersebut terutama terjadi pada sub sektor perkebunan yang diikuti oleh tanaman pangan dan perikanan. Sedangkan sektor lainnya seperti Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi disamping mengalami pertumbuhan yang signifikan, kontribusinya juga mengalami peningkatan. Akan tetapi sektor-sektor tersebut kontribusinya masih relatif kecil terhadap PDRB yaitu masih dibawah 15 persen. Pertumbuhan ekonomi non migas terutama didorong oleh aktifitas rehabilitasi dan rekonstruksi dan kondisi keamanan yang semakin kondusif pasca MoU Helsinki. Selama periode tersebut tingginya anggaran pembangunan di Aceh dari berbagai sumber ikut memberi peran positif terhadap pertumbuhan ekonomi non migas.
2. Tingkat Pengangguran Perkembangan tingkat pengangguran di Aceh selama periode 2005-2009 cenderung terus menurun. Pada tahun 2005 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh sebesar 18,92 persen dan selanjutnya terus menurun secara berturut-turut menjadi 10,43 persen (2006); 9,84 persen (2007); 9,56 persen (2008); dan 8,71 (2009). Walaupun TPT di Aceh terus mengalami penurunan, namun kondisi tersebut masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan TPT nasional dalam kurun waktu yang sama. TPT nasional sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 secara berturutturut adalah 10,26 persen (2005); 10,45 persen (2006); 9,75 persen (2007); 8,46 persen (2008); dan 8,14 persen (2009).
Tabel: Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka di Aceh Selama Periode 2006 2009 Tahun Tingkat Pengangguran (%)
Jumlah angkatan kerja di Aceh setiap tahun terus bertambah. Pada tahun 2005 adalah sebanyak 1.754.461 orang dan pada tahun 2009 menjadi 1.898.000 orang atau mengalami kenaikan sebesar 8,18 persen. Sebaliknya jumlah pengangguran di Aceh mengalami penurunan yang signifikan yaitu 210.535 orang pada tahun 2006 dan menjadi 165.000 orang pada tahun 2009, atau mengalami penurunan sebesar 21,63 persen. Lebih besarnya persentase penurunan jumlah orang yang menganggur jika dibandingkan dengan persentase kenaikan jumlah angkatan kerja mengakibatkan TPT terus dapat ditekan setiap tahunnya. Hal ini diperkirakan sebagai dampak dari semakin luasnya lapangan kerja yang tercipta dan semakin meningkatnya peluang kesempatan berusaha bagi masyarakat. Berdasarkan komposisi umur, angkatan kerja di Aceh didominasi oleh angkatan kerja muda yang berumur antara 20-39 tahun. Dengan demikian, sampai 20 tahun kedepan angkatan kerja ini diperkirakan masih berada dalam umur produktif sehingga menjadi aset yang sangat berharga dalam pembangunan ekonomi ke depan. Sektor pertanian adalah lapangan usaha yang paling besar dalam penyerapan tenaga kerja. Akan tetapi persentase penyerapannya terus mengalami penurunan akibat meningkatnya daya serap di sektor ekonomi lainnya. Pada tahun 2005 jumlah orang yang bekerja di sektor pertanian adalah sekitar 60 persen dan mengalami penurunan menjadi 51 persen di tahun 2009. Penurunan sekitar 9 persen tersebut disebabkan oleh meningkatnya serapan tenaga kerja di sektor lainnya terutama di sektor jasa dan industri, akibat semakin membaiknya iklim usaha yang mendorong tumbuhnya sektor sekunder dan tersier di Aceh.
3. Tingkat Kemiskinan Tingkat kemiskinan di Aceh selama periode 2005-2009 terus menunjukkan penurunan, dimana secara berurutan adalah sebesar 28,69 persen (2005), 28,28 persen (2006), 26,65 persen (2007), 23,53 persen (2008) dan 21,80 persen (2009). Namun demikian tingkat kemiskinan tersebut masih berada di atas rata-rata nasional dimana (dalam rentang waktu yang sama) pada tahun 2005 sebesar 16,00 persen meningkat menjadi 17,80 persen pada tahun 2006 dan seterusnya mengalami penurunan berturut-turut menjadi 16,60 persen (2007); 15,40 persen (2008); dan 14,20 persen (2009). Pada tahun 2009 tingkat kemiskinan di Aceh berada pada urutan ketujuh tertinggi di Indonesia.
Tabel Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Aceh Selama Periode 2007-2009 Tahun Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) Persentase Penduduk Miskin (%)
Tingginya tingkat kemiskinan di Aceh pada tahun 2005 diperkirakan merupakan dampak dari konflik yang panjang dan bencana tsunami pada tahun 2004. Akan tetapi dengan berakhirnya konflik keamanan pada tahun 2005 yang disertai dengan adanya aktivitas rehabilitasi dan rekonstruksi maka tingkat kemiskinan di Aceh terus menurun secara signifikan. Ditinjau dari sebaran penduduk miskin di Aceh selama kurun waktu 2005 2009, telah terjadi perubahan komposisi antara jumlah penduduk miskin di kota dan penduduk miskin di desa. Pada tahun 2005, penduduk miskin di perdesaan sebesar 32,60 persen sedangkan di perkotaan hanya 19,00 persen. Namun pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di perdesaan turun menjadi 25,30 persen (berkurang sebesar 7,30 persen) sedangkan di perkotaan adalah 15,40 persen (berkurang 3,60 persen). Hal ini menggambarkan bahwa aktifitas pembangunan yang semakin pesat di desa telah memberi dampak positif terhadap penurunan angka kemiskinan.
Konteks merupakan istilah yang merujuk pada lingkungan misalnya, keluarga, masyarakat, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. Dalam hal ini dapat berarti konteks geografis atau lingkungan sosial dimana konflik terjadi. Interaksi merupakan hubungan dua arah, misalnya antar individu, antarkelompok, antarwilayah, antaretnis, dan antarkelembagaan yang mempengaruhi pencapaian tujuan. Interaksi yang terjadi diantara para pihak dapat berkontribusi dalam memperburuk atau mengurangi kekerasan dan potensi konflik. Intervensi merupakan serangkaian tindakan dalam bentuk kebijakan, program atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat untuk menata hubungan atau interaksi pemangku kepentingan dalam mencegah konflik dan membangun perdamaian dalam jangka panjang. Pelaku merupakan pihak-pihak atau pemangku kepentingan baik secara individu, kelompok atau organisasi yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pembangunan.. Masalah/Penyebab merupakan dua istilah yang digunakan secara berbeda dalam memahami dinamika konflik untuk menilai kesenjangan gap antara harapan dan kenyataan. Penyebab merupakan faktor dominan yang mendorong peningkatan konflik atau kesenjangan antarkelompok dalam masyarakat.
Mengidentifikasi kekuatan hubungan antarpemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan daerah Mengidentifikasi kondisi sosial yang menyebabkan kesenjangan diantara kelompok atau antarpemangku kepentingan. Mengidentifikasi faktor-faktor pendorong dan pemecah perdamaian dalam masyarakat; dan Merumuskan strategi penanganan dan pencegahan konflik serta bina damai ke depan secara terpadu.
Teknik Sosiogram
Teknik sosiogram digunakan untuk membantu dalam memetakan kekuatan hubungan pemangku kepentingan (stakeholders analysis) dapat menggunakan teknik visual bagan kelembagaan dan sosiogram untuk menunjukkan pola koordinasi, perintah dan tingkat pengaruh (tinggi, sedang, rendah). Hubungan tersebut dijelaskan dengan simbol dan garis antarkelompok/lembaga. Jika pengumpulan informasi/data menunjukkan beberapa ketidakharmonisan diantara kelompok/lembaga, maka Tim bersama masyarakat dapat menggambar keseluruhan hubungan
tersebut, kemudian menentukan kelompok-kelompok mana saja yang memiliki peran dan pengaruh cukup besar terhadap sengkata atau konflik. Beberapa cara yang dapat ditempuh diantaranya: Mengidentifikasi keseluruhan kelompok atau lembaga terlibat dalam konflik. Mengidentifikasi kelompok atau lembaga utama yang secara langsung berhadapan (kelompok primer) dan mengalami ketegangan (konflik) dan perlu penanganan dan pengelolaan konflik. Mengindentifikasi kelompok (sekunder) yang tidak secara langsung berhadapan tetapi memberikan dukungan langsung kepada kelompok primer terhadap tindak kekerasan atau konflik. Mengindentifikasi kelompok (tertier) yang memiliki aliansi (kekerabatan, hubungan baik, mitra) terhadap masing-masing kelompok yang berkonflik. Identifikasikan pula kelompok/-lembaga/organisasi lain yang memiliki pengaruh baik dari kesamaan visi, peran, dan kebijakan, serta hubungan-nya dengan pihak-pihak lain yang berkonflik.
Gambarkan bentuk dan pola hubungan tersebut secara menyeluruh dengan menunjukkan intensitas pengaruh dalam bentuk garis-garis tebal, tidak beraturan atau putus-putus.
Langkah 1
Lakukan kajian mendalam menyangkut berbagai isu, keluhan, keberatan dan masalah yang paling mendasar dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut; Apa yang menimbulkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dirasakan oleh parapihak? Apa masalah utama yang menimbulkan rusaknya hubungan diantara para pihak?
Langkah 2
Jawab pertanyaan tersebut akan menentukan jenis masalah utama (inti) yang akan diletakkan sebagai batang. Misalnya perebutan lahan parkir, pemagaran lahan kelapa sawit oleh masyarakat, perkelahian antarpemuda, tingginya pengangguran, pengusiran warga, dsb. Jika terdapat lebih dari satu masalah maka pilih yang memiliki tingkat kepentingan/prioritas dan cakupan yang lebih luas. Berdasarkan masalah tersebut ajukan pertanyaan faktor-faktor penyebab masalah itu muncul. Dengan menempelkannya di bawah masalah inti sebagai akar. Setiap jawaban kemudian diajukan pertanyaan yang sama untuk masing-masing jawaban hingga ditemukan jawaban akhirnya. Setelah faktor penyebab masalah telah teridentifikasi secara lengkap, selanjutnya dari masalah tersebut diajukan pertanyaan akibat apa saja yang ditimbulnya dari masalah tersebut?. Tuliskan semua jawab dari masalah tersebut dalam bagian daun dan ranting pohon dan buahnya.
Langkah 3
Langkah 4
Langkah 5
informasi tentang kapasitas lokal untuk bina damai. Hal ini dilakukan untuk mengenal lebih dalam bagaimana konflik itu terjadi dan bagaimana menemukan cara penyelesaian, nilai-nilai, kebiasaan, budaya dan kearifan masyarakat dalam mencegah dan menanganinya. Beberapa cara yang dapat ditempuh diantaranya:
Langkah 1
Tuliskan masalah utama yang menyebabkan konflik di daerah atau yang berpengaruh terhadap program/kegiatan untuk tahun rencana. Lakukan analisis secara mendalam terhadap faktor-faktor pendorong (positif) yang diperkirakan dapat memperkuat bina damai dan meminimalisasi dampak konflik dan upaya pencapaian tujuan program prioritas pembangunan daerah. Lakukan analisis secara mendalam terhadap faktor-faktor penghambat (negatif) yang diperkirakan dapat menghambat upaya pencapaian tujuan program prioritas pembangunan daerah. Tuliskan saran atau rekomendasi lintas sektor untuk mengoptimalkan kapasitas dan sumber daya yang mendorong pencapaian tujuan dan mengendalikan dampak negatif dari program yang diusulkan. Rekomendasi dapat bersifat saran untuk meredesain atau memformulasi-kan ulang program dengan menambah beberapa aspek kegiatan.
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Sumber; diadaptasi dari CDA (2004:5), The Do No Harm Handbook: The Framework for Analyzing the Impact of assistance on Conflict. Cambridge: CDA Collaborative Learning Projects dalam Wahjudin Sumpeno (2010) Panduan Teknis Operasional Pendekatan Pembangunan Peka Konflik bagi SKPD, The World Bank: Banda Aceh Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 109
1.2. Mengidentifikasi penyebab konflik antarkelompok dan kerawanan lain yang diperkirakan dapat menimbulkan peningkatan kekerasan. 1.3. Bagaimana hubungan antara pelaku dan program pembangunan daerah dengan konteks konflik? Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Analisis Pemecah (Dividers) dan sumber konflik Analisis Perekat (Connectors) dan Kapasitas Lokal untuk Perdamaian Analisis Bantuan dan Program Pembanguan Mengidentifikasi secara rinci pola dukungan, bantuan dan program pembangunan daerah dan dampaknya bagi masyarakat dan upaya bina damai Analisis Dampak Program Pembangunan tentang Konteks Konflik melalui Transfer Sumber Daya dan Pesan Etis (nilai) 5.1. Bagaimana dampak proses transfer sumber daya dan pesan etis (nilai) berdampak pada pemecah dan sumber konflik? 5.2. Bagaimana dampak proses transfer sumber daya dan pesan etis (nilai) pada perekat dan kapasitas lokal untuk perdamaian Memformulasikan Pilihan Program 6.1. Jika suatu elemen program pembangunan berdampak negatif terhadap pemecah (dividers)penguatan sumber ketegangan atau 6.2. jika elemen tersebut memberikan dampak negatif terhadap melemahnya perekat (conncetors) dan kapasitas lokal 6.3. maka, formulasikan beragam pilihan yang mungkin untuk meminimalisasikan pemecah (dividers) dan memperkuat perekat (connectors). Uji Pilihan dan Redesain Program Lakukan pengujian berdasarkan pengalaman; a. Apa dampak potensial pemecah atau sumber konflik? b. Apa dampak potensial tentang perekat atau kapasitas lokal untuk perdamaian? c. Gunakan yang terbaik dan optimalkan berbagai pilihan untuk meredesain program.
Langkah 5
Langkah 6
Langkah 7
su pengintegrasian program pembangunan menjadi sorotan banyak pihak baik dikalangan pemerintah maupun masyarakat. Banyak program yang digulirkan pemerintah seringkali tidak tepat sasaran, terjadi pemborosan, penyimpangan, dan ketidakadilan. Pada kondisi tertentu akan memicu ketidakharmonisan dan kerentanan sosial. Anggapan bahwa upaya yang dilakukan dalam pengentasan kemiskinan, pemberdayaan, penguatan pemerintahan, peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan dan pengadaan infrastruktur publik masih berjalan secara parsial dan tidak terpadu. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya pola pengelolaan pemerintahan yang masih berorientasi pada penyelesaian berbagai proyek, ketidakjelasan arah dan tujuan pembangunan, paradigma sektoral, menyelesaikan masalah secara kuratif, lemahya manajemen sumber daya serta ketidakselarasan dengan arah kebijakan dalam setiap tingkatan perencanaan. Masih banyak lagi penyebab lain yang berpengaruh terutama menyangkut proses perencanaan yang secara metodologis lebih berfokus pada pendekatan partisipatif kurang mempertimbangkan proses teknokratis dan kewilayahan atau sebaliknya. Proses perumusan strategi merupakan salah satu tahapan penting dalam menentukan bentuk dan strategi operasional dalam pencapaian visi, misi dan arah pembangunan daerah ke depan. Perencana harus memiliki kompetensi dalam merumuskan program secara terpadu dengan menggunakan analisis gagasan atau program baik bersifat sektoral, lintas sektor dan kewilayahan disesuaikan dengan kebutuhan serta sasaran. Topik ini merupakan bagian penting dalam memformulasikan program berdasarkan masalah dihadapi daerah. Perencana perlu memiliki kapasitas dalam memformulasikan ide, gagasan, konsep dan harapan dalam serangkaian tindakan atau program. Berdasarkan hasil kajian konteks dan situasi yang telah dilakukan pada langkah sebelumnya. Hasil kajian yang telah disusun menjadi acuan SKPD dalam merumuskan atau mengkaji ulang program atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 111
Tujuan
Peserta memahami konsep dasar perumusan program pembangunan daerah. Peserta memahami pendekatan dan kerangka kerja dalam perumusan program pembangunan. Peserta mampu merumuskan program pembangunan daerah secara terpadu.
Pokok Bahasan
Konsep dasar perumusan program pembangunan daerah. Analisis kapasitas SKPD dalam perumusan program. Pendekatan kerangka kerja logis dalam merumuskan program pembangunan daerah. Tahapan perumusan program Review rumusan program untuk rencana pembangunan daerah.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 3 X 40 menit
Metode
Metode yang digunakan, diantaranya; Logical Framework Analysis (LFA) Diskusi dan kerja kelompok Studi kasus
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Konsep Penetapan Indikator Capaian/Kinerja Program Pembangunan Daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. 2. Lakukan curah pendapat kepada peserta untuk menggali pemahaman dan pengalaman dalam merumuskan program pembangunan yang dilaksanakan di masing-masing SKPD. Ajukan pertanyaan pemicu sebagai berikut; Apa yang Anda pahami tentang proses perumusan program pembangunan? Mengapa para perencana perlu melakukan analisis dan formulasi program di masing-masing SKPD? Sejauhmana strategi program yang dirumuskan oleh SKPD dapat menyelesaikan permasalahan di daerah, misalnya kemiskinan, pengangguran, pendidikan dasar, dsb? Apakah rumusan program tersebut telah mempertimbangkan hubungan antarsektor? Apakah rumusan program tersebut telah mempertimbangkan hubungan antarwilayah? Apakah strategi tersebut dirumuskan dengan mempertimbangkan usulan dari masyarakat? mengungkapkan
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk pengalaman, mengajukan pendapat dan bertanya.
4. Catatlah hal-hal penting hasil curah pendapat yang telah dilakukan. Kegiatan 2: Analisis SKPD dalam Perumusan Program 5. Berdasarkan hasil curah pendapat tersebut mintalah peserta membentuk kelompok untuk melakukan diskusi tentang upaya yang di lakukan SKPD dalam merumuskan program pembangunan. Bagilah peserta dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan
kesempatan untuk mempelajarinya sebagai informasi tambahan untuk diskusi kelompok. 6. Masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang kapasitas SKPD dalam merumuskan program pembangunan daerah. Sebagai acuan ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Berdasarkan pengalaman Anda sebagai perencana di unit kerja masing-masing tantangan atau kesulitan apa saja yang dihadapi dalam merumuskan program pembangunan daerah? Bagaimana kapasitas SKPD dalam merumuskan program? Siapa yang berpengaruh dalam perumusan program di masingmasing SKPD? Sejauhmana masyarakat terlibat dalam proses perumusan strategi program yang dirancang oleh SKPD? Hal-hal apa saja yang dipertimbangkan oleh SKPD ketika melakukan perumusan strategi program?
7. Jawaban pertanyaan di atas selanjutnya dirumuskan dalam bentuk catatan penting berupa pokok-pokok gagasan tentang kapasitas SKPD dalam merumuskan program yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Gunakan matrik sebagai berikut
Tabel: Analisis Kapasitas SKPD dalam Perumusan Program Tantangan dalam merumuskan Strategi Program Faktor Pendorong Faktor Penghambat Kapasitas SKPD
Rekomendasi
8. Berikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menanggapi hasil diskusi kelompok. 9. Buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan dan mengkaitkan dengan kegiatan berikutnya.
Kegiatan 3: Pendekatan dalam merumuskan Program Pembangunan Daerah 10. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada sesi sebelumnya. 11. Berdasarkan hasil pemaparan tersebut, mintalah peserta untuk membentuk kelompok dengan anggota 4-5 orang. Bagilah peserta dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan kesempatan untuk mempelajarinya sebagai informasi tambahan untuk diskusi kelompok. 12. Masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang pendekatan kerangka kerja logis dalam merumuskan strategi pembangunan daerah. Sebagai acuan ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Berdasarkan pemahaman Anda apa yangd imaksud dengan pendekatan dalam merumuskan program pembangunan daerah? Pendekatan apa saja yang umum digunakan dalam memformulasikan program pembangunan daerah? Apa saja karakteristik dari masing-masing pendekatan tersebut? Apa manfaat dari pendekatan tersebut dalam merumuskan program pembangunan daerah? Bidang pengembangan apa saja yang dapat dirumuskan melalui pendekatan tersebut?
13. Jawaban pertanyaan di atas selanjutnya dirumuskan dalam bentuk catatan penting berupa pokok-pokok gagasan tentang pendekatan dalam merumuskan program pembangunan daerah yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Gunakan matrik sebagai berikut;
Tabel: Ragam Pendekatan dalam Perumusan Rencana Pembangunan Pendekatan dalam Permusan program Pembangunan Bidang Pengembangan
Karakteristik
Manfaat
Catatan
14. Hasil diskusi masing-masing kelompok diminta untuk dipresentasikan dalam kegiatan pleno. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk menanggapinya. 15. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan. Kegiatan 4: Tahapan Perumusan Program 16. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada kegiatan belajar sebelumnya. 17. Jelaskan kepada peserta tentang tahapan atau langkah-langkah kegiatan perumusan program pembangunan dengan mensimulasikan hasil kajian kasus yang telah dilakukan pada sesi sebelumnya (lihat Modul 6 Kegiatan 4 Studi Kasus Terpilih). 18. Bagilah peserta dalam beberapa kelompok terdiri dari 4-6 orang (disarankan pembagian kelompok berdasarkan formasi kelompok sebelumnya sesuai dengan bidangnya seperti: pendidikan, kesehatan dan ekonomi). 19. Mintalah setiap kelompok untuk mempelajari kembali hasil kajian kelompok pada kegiatan sebelumnya. 20. Kemudian rumuskan isu-isu strategis dan strategi intervensi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh masingmasing bidang dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut; Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan isu-isu strategis apa saja yang muncul dari permasalahan utama yang dihadapi masyarakat? Berdasarkan isu-isu strategis tersebut, bagaimana strategi untuk menanganinya sesuai dengan tupoksi bidang atau sektor pengembangan (pendidikan kesehatan, dan ekonomi, budaya)?
21. Diskusikan pertanyaan tersebut dalam kelompok masing-masing dan hasilnya dirumuskan dalam matrks sebagai berikut:
Masalah Utama : .
Bidang Pengembangan
Pendidikan Kesehatan Ekonomi dst
Strategi
Program
Kegiatan
13. Setelah selesai mengisi matrik, setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. 14. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi dengan memberikan ide, gagasan, saran atau kritik. Catatlah hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian. 15. Buatlah rangkuman atau kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan serta kaitkan dengan kegiatan berikutnya. Kegiatan 5: Perumusan Program untuk Rencana Pembangunan Daerah 16. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan. 17. Jelaskan kepada peserta tentang prosedur atau langkah-langkah kegiatan perumusan program pembangunan untuk kebutuhan perencanaan (RPJP, RPJMD, Renstra SKPD) sesuai dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Gunakan media yang telah disediakan. 18. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengklarifikasi hal-hal yang kurang dipahami dan mengajukan pendapat. Catatlah beberapa pokok pikiran dari pembahasan peserta pada kertas flano. 19. Selanjutnya, bagilah peserta dalam beberapa kelompok terdiri dari 4-6 orang (disarankan pembagian kelompok berdasarkan wilayah kerja atau formasi kelompok sebelumnya). 20. Mintalah setiap kelompok untuk mempelajari kembali hasil kajian daerah pada kegiatan sebelumnya. Hal ini dilakukan dalam rangka mengembangkan program baru. Jika, pemerintah daerah telah
memiliki dokumen perencanaan maka lakukan review terhadap program yang telah dilaksanakan dan disusun untuk tahun berikutnya. 21. Kemudian tetapkanlah beberapa bidang kajian atau isu-isu strategis sesuai dengan program dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut; Berdasarkan hasil kajian daerah dan dokumen rencana pembangunan yang telah disusun aspek-aspek pokok apa saja yang menjadi sarana untuk mencapai visi, misi dan tujuan pembangunan? Isu-isu, bidang pengembangan (pendidikan kesehatan, ekonomi, budaya) atau aspek program apa saja yang perlu dikaji dan disesuaikan dengan perkembangan masa perencanaan? Prinsip-prinsip apa saja yang dijadikan landasan dalam melakukan review rencana pembangunan yang sensitif terhadap konflik?
Tebel: Analisis Kebutuhan Program berdasarkan Bidang Pengembangan
BIDANG PENGEMBANGAN Profil Wilayah dan Tata ruang Pendidikan Kesehatan Ekonomi Sosial Budaya Kelembagaan Lain-lain
RUMUSAN PROGRAM
HASIL
PERUBAHAN
22. Diskusikan pertanyaan tersebut dalam kelompok dan hasilnya dirumuskan dalam matriks sebagai berikut; 23. Galilah secara mendalam terkait perkembangan target sasaran, hasil dan indikator yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan (perencanaan (RPJP, RPJMD, Renstra SKPD)) beserta perubahannya. 24. Setelah selesai mengisi matrik, setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. 25. Peserta diberikan kesempatan untuk menanggapi masing-masing presentasi dengan memberikan ide, gagasan, saran atau kritik. Catatlah hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian dan menjadi 118 | Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan
bahan perbaikan yang diperlukan untuk penyempurnaan dokumen berdasarkan bidang pengembangan. 26. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis tersebut, masing-masing kelompok mengkaji sejauhmana pelaksanaan rencana pembangunan daerah dengan penerapan prinsip-prinsip kerangka kerja perdamaian (komprehensif, interdependensi, keberlanjutan, strategis, dan infrastruktur) dengan menggunakan matrik sebagai berikut;
Tebel: Review Rumusan Program Pembangunan dengan Kerangka Kerja Perdamaian
BIDANG PENGEMBANGAN Profil Wilayah dan Tata ruang Pendidikan Kesehatan Ekonomi Sosial Budaya Kelembagaan Lain-lain KOMPREHENSIF INTERDEPEDENSI KEBERLANJUTAN INFRASTRUKTUR
STRATEGIS
27. Kajilah secara mendalam setiap rumusan program/kegiatan yang telah disusun dengan menelaah indikasi kebutuhan daerah dalam membangun kohesi sosial dan pencegahan terhadap konflik sebagaio dampak dari program. Catatlah dalam metaplan untuk setiap perkembangan yang terjadi dalam rentang waktu pelaksanaan program (tahunan). 28. Setelah selesai mengisi matrik, setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. 29. Peserta diberikan kesempatan untuk menanggapi dengan memberikan ide, gagasan, saran atau kritik. Catatlah hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian dan menjadi bahan perbaikan yang diperlukan untuk penyempurnaan dokumen berdasarkan kerangka kerja perdamaian. 30. Buatlah rangkuman atau kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan serta kaitkan dengan kegiatan berikutnya.
Kegiatan 5: Review Rumusan Program untuk Rencana Pembangunan Daerah (RPJMD) 31. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan dan hasil kerja kelompok pada kegiatan belajar sebelumnya. 32. Mintalah kelompok untuk memeriksa dokumen perencanaan dan mengkaji kembali hasil pembahasan review perencanaan untuk memastikan bahwa informasi yang telah disusun lengkap. 33. Tuliskan secara rinci hasil review rencana pembangunan daerah menyangkut temuan yang memerlukan penyesuaian dan perubahan yang diperlukan menggunakan format sebagai berikut;
Tabel: Perubahan atau Penyesuaian Dokumen Rencana Pembangunan Daerah
Struktur Perencanaan Daerah (RPJMD) Pendahuluan Latar belakang, maksud dan tujuan, dasar hukum, metodologi dan proses penyusunan RPJMD Kondisi Umum Profil Kondisi Umum Wilayah atau unit kerja Visi, Misi dan Nilai-nilai Uraian visi, misi, strategi, sasaran dan hasil yang diharapkan Prioritas Program Pembangunan (5 tahun) Peta umum permasalahan sosial, konflik, dan bencana Peta Kelembagaan Isu strategis (program strategis) Program dan pilihan tindakan Rencana Kegiatan pembangunan Tahunan Rencana Tindak Lanjut berdasarkan bidang atau program Rencana Anggaran Biaya
Ket.
34. Periksa kembali dengan mengkaji secara mendalam hal-hal yang akan melengkapi dokumen rencana pmbangunan daerah dan memastikan agar aspek-aspek dalam perumusan program pembangunan mengindikasikan prinsip-prinsip kerja keberlanjutan dan penguatan perdamaian. 35. Jika terdapat beberapa hal yang perlu informasi tambahan atau klarifikasi dari berbagai pemangku kepentingan dapat dicatat pada lembar khusus. Hasilnya dituangkan dalam Lembar Berita Acara Perubahan yang akan menjadi salah satu lampiran dokumen rencana strategis (penyesuaian/perubahan) yang telah disusun. 36. Setelah selesai, setiap kelompok diminta mempresentasikan hasilnya dalam pleno. 37. Pada setiap akhir sesi presentasi, peserta diberikan kesempatan untuk menanggapi dengan memberikan ide, gagasan, saran atau kritik. Catatlah hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. 38. Buatlah rangkuman atau kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan serta kaitkan dengan kegiatan berikutnya.
Catatan Penting
Materi ini berfokus pada pengembangan kemampuan peserta untuk memformulasikan program/kegiatan didasarkan analisis dan integrasi beberapa isu pengarusutamaan dan perdamaian Dalam memfasilitasi penyusunan program, perlu diperhatikan hal-hal berikut; Pertama, informasi dasar (basic information) yang dibutuhkan dalam menetapkan kerangka kerja program pembangunan sektor dan kewilayahan dengan beberapa inisiatif memperkuat perdamaian. Data dan informasi erat kaitannya dengan proses identifikasi dan analisis konflik yang telah dilaksanakan bersama masyarakat. Kedua, isu-isu strategis berkaitan dengan perkembangan situasi politik dan keamanan terkini yang dihadapi oleh masyarakat. Kebijakan politik akan menentukan pendekatan dan strategi pengelolaan konflik yang
akan dirancang. Ketiga, penelusuran terhadap kapasitas para pemangku kepentingan yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Demikian halnya perlu diketahui pula kapasitas internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap perubahan dan aspek kelembagaan. Keempat, mencakup berapa besar sumber daya yang diperlukan untuk mendukung peningkatan kapasitas masyarakat dan terbangunnya pilar-pilar perdamaian. Dan dari mana sumber daya itu dapat diperoleh dengan mudah dan murah. Sumber daya menyangkut kesiapan para pemangku kepentingan, nilai-nilai, pengalaman, sistem sosial, struktur dan mekanisme pemerintahan, bantuan eksternal (donor) dan kemampuan finansial. Kelima, kesadaran akan pentingnya sebuah perencanaan partisipatif yang mendukung upaya perubahan dan penyelesaian terhadap berbagai permasalahan atau konflik yang terjadi. Jika tersedia waktu yang cukup bagi peserta untuk melatih kemampuan dalam menganalisis situasi, fasilitator dapat mensimulasi kan beberapa perangkat (tools) dalam merancang program. Beberapa teknik yang disarankan dalam merancang program berprespektif perdamaian diantaranya, segitiga multitingkat, memetakan jalan pembuka, Kisi Penanganan Konflik, Roda dan pemetaan dampak bantuan dan pembangunan dalam konflik. Teknik ini sangat membantu dalam menyusun rencana dan strategi pengelolaan konflik. Anda dapat menerapkan langkah-langkah praktis tersebut dengan menelusuri informasi karya, Fisher dkk (2000), Working with Conflict: Skills and Strategies for Action, Edisi dalam Bahasa Indonesia diterbitkan oleh British Council-Indonesia.
Dalam rangka pelaksanaan Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota ... provinsi .. untuk tahun anggaran ....s/d .... maka pada; Hari dan Tanggal : .. Waktu : pukul . s.d. pukul ... Tempat : . . Telah diselenggarakan pertemuan review rencana pembangunan *) yang dihadiri oleh unsur-unsur SKPD, wakil-wakil dari masyarakat dan unsur-unsur terkait lainnya dalam pelaksanaan program pembangunan daerah sebagaimana tercantum dalam lampiran. Materi atau topik yang dibahas dalam Forum ini serta yang bertindak selaku unsur pimpinan rapat dan fasilitator/nara sumber sebagai berikut: a. Hasil Review Rencana Pembangunan Daerah (RPJMD)
Struktur Perencanaan Daerah (RPJMD) Pendahuluan Kondisi Umum Visi, Misi dan Nilai-nilai Prioritas Program Pembangunan (5 tahun) Rencana Kegiatan pembangunan Tahunan Penutup Lampiran Uraian Perubahan dan Penanggung (Dokumen Awal) Penyesuaian Jawab Waktu Ket.
b.
Pemimpin Rapat : ___________________ dari __________________ Sekretaris/Notullis : ___________________ dari __________________ Fasilitator/Nara Sumber : 1. _______________ dari ____________________ 2. ______________ dari ____________________ 3. ______________ dari _____________________ 4. ______________ dari _____________________ Setelah dilakukan pembahasan dan diskusi terkait materi atau topik di atas, selanjutnya seluruh peserta musyawarah memutuskan dan menyepakati beberapa hal yang berketetapan menjadi keputusan Akhir dari Kegiatan Review Rencana Pembangunan Daerah beserta dokumen pendukungnya untuk tahun anggaran Demikian berita acara ini dibuat dan disahkan denganpenuh tanggung jawab agar dapat dipergunakan semestinya
Pimpinan Rapat
Sekretaris/Notulis
( __________________________ )
( _________________________ )
Mengetahui**)
( ________________________ )
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. dst
NAMA
ALAMAT
TANDA TANGAN
Catatan: 1. *) Diisi dengan ruang lingkup atau unit kegiatan perencanaan pembangunan daerah yang telah disusun. 2. **) Disi dengan nama pejabat penanggung jawab yang terkait.
Contoh Outline Rencana Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah)
Kabupaten/Kota .
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan C. Landasan (Dasar Hukum) D. Sistematika BAB 2 : KONDISI UMUM A. Profil Kondisi Umum kabupaten/kota (Gambaran letak geografis, struktur pemerintahan, pelayanan publik, kondisi kependudukan, pendidikan, sosial ekonomi, agama, dan aspek budaya) B. Peran dan Fungsi Kabupaten C. Kondisi Objektif terkait Dinamika Konflik BAB 3 : VISI, MISI DAN STRATEGI A. Visi dan Misi B. Tujuan dan Sasaran C. Kebijakan Strategis BAB 4: PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH A. Peta Umum Permasalahan Kabupaten B. Kapasitas Kelembagaan C. Program Strategis C. Prioritas Program dan Pilihan Tindakan BAB 5 : RENCANA KEGIATAN TAHUNAN A. Usulan Kegiatan SKPD 1. Bidang Pendidikan 2. Bidang Kesehatan 3. Bidang Sarana dan Prasarana 4. Bidang Ekonomi 5. Bidang Sosial Budaya 6. Bidang Kelembagaan Masyarakat B. Usulan Kegiatan Masyarakat (Hasil Musrenbang) C Rencana Anggaran BIaya BAB 6 : PENUTUP LAMPIRAN
Peta Tata Ruang dan Kewilayahan (RTRW) Peta Kerentanan Perempuan Peta Akses Market Peta Kelembagaan dan struktur Kepemerintahan Analisis Masalah dan Pemetaan Konflik Analisis Kapasitas Internal dan Eksternal (SWOT)
Diadaptasi dari sumber aslinya dalam Draft Qanun RPJP Aceh Tahun 2005-2025. Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 129
telekomunikasi. Dalam rangka mendukung seluruh aktifitas tersebut maka perlu dilakukan pencadangan sumber energi yang cukup serta mulai memikirkan pemanfaatan sumber energi terbarukan yang dapat menjadi alternatif pengganti minyak dan gas, seperti panas bumi (geothermal), tenaga air, angin, uap, dan gelombang laut. Pembangunan ekonomi difokuskan untuk memulihkan kapasitas dan produktifitas perekonomian Aceh yang lumpuh akibat konflik dan tsunami. Untuk memulihkan kapasitas perekonomian Aceh dilaksanakan melalui rehabilitasi lahan yang terkena dampak tsunami, pemanfaatan kembali lahan terlantar selama konflik, penyediaan sarana penangkapan ikan bagi nelayan, penyediaan modal keuangan, pelatihan keterampilan serta sarana dan prasarana produksi lainnya. Pada akhir tahapan ini, kemajuan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari indikatorindikator seperti pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tingkat kemiskinan dan pengangguran. Selama periode rehabilitasi dan rekonstruksi, perekonomian Aceh mengalami pertumbuhan secara signifikan pada tahun 2007, sebesar 7,4 persen. Tingkat kemiskinan dan pengangguran juga menunjukkan penurunan secara konsisten pada tahun 2005 hingga 2009. Diharapkan pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Aceh tetap konsisten pada angka 7 persen. Pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu 2005 hingga 2009 didukung oleh sektor infrastruktur yang menunjang proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, sedangkan sektor industri pengolahan mengalami penurunan termasuk industri kecil dan menengah akibat kurangnya kualitas sumberdaya manusia dan daya saing rendah. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia merupakan modal utama yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, iklim usaha yang kondusif, serta membaiknya upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Selain itu, percepatan pembangunan infrastruktur juga didorong dengan regulasi serta reformasi, terutama pada sektor transportasi, energi listrik, air dan telekomunikasi untuk mendukung kegiatan ekonomi sekaligus mendukung kemajuan sosial dan budaya. Perbaikan dan peningkatan fungsi, potensi, dan daya dukung lingkungan dan sumber daya alam juga dilakukan untuk mempercepat proses pemulihan pasca bencana dan penataan kembali agar kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat dapat berjalan normal. Untuk pemulihan kawasan pesisir yang hancur akibat bencana tsunami, telah dilakukan berbagai upaya pemulihan melalui restorasi kawasan ekosistem pesisir, melalui penanaman kembali ekosistem mangrove, hutan pantai, dan pelestarian kawasan budidaya perikanan, dan terumbu karang. Upaya ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi kawasan penyangga (buffer zone) dan keanekaragaman hayati yang dimiliki sebagai salah satu sumber kekayaan laut tropis di Aceh; meningkatkan upaya konservasi dan rehabilitasi ekosistem yang rusak; mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan wilayah pesisir, laut, dan perairan tawar; dan mengembangkan upaya mitigasi lingkungan laut dan pesisir untuk meminimalkan resiko terhadap bencana alam laut bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Konsep Aceh Green Vision diwujudkan dalam rencana pembangunan Aceh melalui upaya pemanfaatan dan pengelolaan energi terbarukan, tata guna lahan (land use management), pemberdayaan masyarakat (community development), komersial dan konservasi secara berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat lokal secara aktif. Selain itu, upaya mitigasi bencana dilakukan secara simultan dan berkelanjutan untuk mendukung kelestarian
lingkungan dan sumberdaya alam. Menyusun dan menetapkan peraturan dan regulasi menyangkut dengan upaya penanggulangan bencana merupakan poin utama perencanaan pada tahapan ini, disamping melahirkan beberapa rencana aksi daerah terkait dengan pengurangan risiko bencana dan upaya penanggulangan bencana termasuk prosedur operasi standar. Pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat juga merupakan salah satu upaya pendekatan agar masyarakat lebih siap menghadapi bencana. Kebijakan menetapkan pola dan struktur ruang yang tepat untuk menghindari timbulnya kerusakan lingkungan dan bencana merupakan langkah penting yang perlu diambil untuk mewujudkan Aceh yang lestari dan tangguh terhadap bencana. Tercapainya kesepakatan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki telah memberikan kondisi ideal bagi pembangunan Aceh. Tahapan ini memprioritaskan pada proses reintegrasi dan konsolidasi perdamaian yang diwujudkan melalui pelaksanaan hasil nota kesepahaman Helsinki. Diharapkan pada akhir periode tahapan pembangunan kesatu, faktor kerentanan (vulnerability) terhadap konflik dapat diminimalkan yang ditandai dengan terwujudnya kohesi (rekatan) ekonomi, sosial, dan politik dalam masyarakat. Selanjutnya, penegakan hukum dan hak asasi manusia di Aceh pada tahap pembangunan ini dititikberatkan pada penginternalisasian dan pelembagaan nilai-nilai islami, demokrasi dan hak asasi manusia guna mendorong proses pembangunan yang berkeadilan dan berkepastian hukum, dan menjadikan perdamaian Aceh sebagai pembelajaran (lesson learned) bagi masyarakat di tingkat lokal, nasional maupun internasional melalui memorisasi dan catatan sejarah. Pembangunan sektor pendidikan difokuskan pada peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan kesempatan belajar untuk pendidikan dasar dan menengah (12 tahun) yang didukung oleh sarana dan prasarana pendidikan yang memenuhi standar nasional. Selanjutnya, implementasi sistem pendidikan Islami dilakukan dengan menyediakan landasan hukum dan prosedur operasi standar dalam rangka pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, dan standar pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Prioritas pembangunan bidang kesehatan adalah penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang berkualitas sehingga pelayanan dasar dan rujukan dapat diakses seluruh masyarakat. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai akan meningkatkan angka indeks pembangunan manusia (IPM) Aceh yang ditunjukkan dengan meningkatnya usia harapan hidup (UHH), menurunnya angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian Ibu (AKI). Dalam periode ini pembangunan kesehatan juga ditujukan untuk mencapai tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals-MDGs) yaitu yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak; pencegahan penyakit menular, khususnya HIV-AIDS dan malaria; serta mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat. Pembangunan dalam bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak diprioritaskan pada penyelenggaraan advokasi yang berhubungan dengan pengarusutamaan gender dalam pembangunan, peningkatan pemahamanan semua pihak tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak, serta penyediaan data terpilah yang mendukung.
Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial diprioritaskan pada identifikasi dan inventarisasi permasalahan kesejahteraan sosial, pengembangan data base yang handal, peningkatan dan pemerataan pelayanan sosial yang lebih adil, peningkatan profesionalisme pelayanan sosial baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, serta peningkatan koordinasi dan kemitraan lintas sektor dan lintas wilayah. Sedangkan pembangunan budaya ditekankan pada upaya untuk menumbuhkan kembali khazanah budaya, adat-istiadat, kearifan lokal dan nilai-nilai tradisional Aceh sebagai sebuah warisan luhur yang harus dilestarikan. Prioritas pembangunan bidang keagamaan adalah penguatan sumber daya manusia yang berakhlak mulia dan pengembangan kelembagaan untuk mendukung pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Sejak pemberlakuan syariat Islam secara legal formal, beberapa instrumen pelaksanaan telah dilengkapi seperti pendirian beberapa lembaga/dinas/badan dan penetapan peraturan daerah atau qanun. Lembaga pemerintahan Aceh terkait dengan penyelenggaraan Syariat Islam di Aceh dibentuk antara lain Majelis Permusyawaratan Ulama, Mahkamah Syariyah, Baitul Mal, Dinas Syariat Islam dan Wilayatul Hisbah. Pembentukan lembaga-lembaga ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan Syariat Islam di Aceh dan mempercepat pencapaian visi menuju Aceh yang Islami.
Peningkatan kualitas lingkungan dititik-beratkan pada penyediaan informasi sumberdaya alam dan lingkungan, sosialisasi mengenai pentingnya menjaga lingkungan serta sumberdaya alam dengan tetap memperhatikan dan menjalankan rencana penataan ruang sebagai suatu keinginan dan harapan dalam penggunaan ruang dengan ekosistem sebagai pola dan struktur ruang yang diarahkan sesuai dengan konteks lingkungan, ekonomi dan sosial budaya sebagai suatu kesatuan unit ekosistem. Pembangunan Aceh di bidang kebencanaan difokuskan pada peningkatan peran, kapasitas dan kelembagaan masyarakat dan pemerintah guna memaksimalkan upaya pengurangan risiko bencana dalam hal kemampuan penilaian bahaya, peringatan dini, dan persiapan menghadapi bencana. Pengelolaan sumber daya hutan diarahkan pada pengembangan wana tani (agroforestry) dan pemanfaatan jasa lingkungan seperti pariwisata alam (eco-tourism), hasil hutan non-kayu dan perdagangan karbon. Penyusunan sejumlah aturan dan regulasi pengelolaan hutan yang berkelanjutan dilakukan dalam rangka menjamin kelestarian hutan. Strategi pengembangan sumberdaya kelautan pada tahap pembangunan kedua diarahkan pada pengembangan industri perikanan yang didukung oleh fasilitas pelabuhan perikanan samudera dan nusantara; pengaturan administrasi dan perizinan penangkapan dan/atau pembudidayaan ikan yang efisien; pengaturan tata ruang wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil yang dipaduserasikan dengan rencana tata ruang wilayah provinsi; penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan atas wilayah laut yang menjadi kewenangannya; pemeliharaan hukum adat laut dan memaksimalkan peran panglima laot untuk ikut membantu keamanan dan memelihara lingkungan laut. Pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak difokuskan pada pencapaian tujuan pembanguan millenium yaitu mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, dan pengendalian penyakit menular. Penuntasan wajib belajar 9 tahun menjadi prioritas pada tahun 2015 semua anak Aceh baik laki-laki dan perempuan harus dapat menempuh jenjang pendidikan dasar. Peningkatan mutu dan daya saing pendidikan pada berbagai jenjang juga dilakukan dengan mengupayakan penyempurnaan kurikulum pendidikan, sarana dan prasarana pendukung pendidikan (pustaka, laboratorium, dan mushalla), peningkatan kompetensi/profesionalisme dan kesejahteraan tenaga pendidik, meningkatkan kerjasama dengan berbagai stake holders pendidikan serta upaya pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Prioritas pendidikan menengah melalui pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dapat menghasilkan lulusan yang siap bekerja dan sesuai dengan kebutuhan dan realitas dunia kerja. Pengembangan Lembaga PAUD pada periode ini diprioritaskan pada target tertampungnya semua anak usia 06 tahun pada lembaga-lembaga PAUD baik yang bersifat formal maupun non formal. Pelaksanaan konsep pendidikan Islami di seluruh institusi pendidikan dengan pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, dan standar pendidikan yang berbasis nilai Islami serta disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan lokal, nasional dan global. Upaya percepatan implementasi sistem pendidikan Islami juga telah dikuatkan dengan tersedianya landasan hukum yang dapat menjadi pedoman bagi sekolah dan institusi terkait
serta peningkatan kuantitas dan kualitas guru yang dapat mengimpelementasikan nilai Islami dalam mata pelajaran. Mendorong peningkatan kualitas dan peran pendidikan tinggi terhadap pembangunan; mendorong terciptanya pemerataan kesempatan dan akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi; mendorong terciptanya kerjasama yang sinergis antara perguruan tinggi, pemerintah daerah dan dunia usaha sehingga hasil kajian dan riset dapat dimanfaatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan percepatan pembangunan. Prioritas kesehatan ditujukan pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang didukung oleh SDM dan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan tersebar secara merata dan proporsional. Selain itu, upaya pencapaian tujuan MDGs yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak; pencegahan penyakit menular; serta masalah kesehatan lingkungan tetap menjadi prioritas. Upaya yang dilakukan melalui peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan sehat, pengembangan sistem kesehatan, peningkatan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan, serta tersedianya kesinambungan jaminan kesehatan yang terjangkau. Pembangunan bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diarahkan untuk peningkatan upaya pemberdayaan perempuan berbasis kemandirian ekonomi, pendidikan dan kesehatan, peningkatan upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak melalui pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, pengembangan partisipasi lembaga sosial masyarakat dalam penanganan permasalahan perempuan dan anak dan peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam pembangunan. Pembangunan di bidang sosial dan budaya ditujukan untuk meningkatkan modal sosial (social capital) dalam masyarakat untuk mendukung industrialiasi pertanian berbasis perdesaan. Rasa saling percaya dalam masyarakat harus dibangun dengan merevitalisasi kearifan budaya Aceh melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat komunitas (community-based) sehingga proses industrialisasi mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Modal sosial yang kuat dalam masyarakat juga membentuk iklim investasi yang baik. Demikian juga pembangunan sosial ditujukan untuk menjamin hak-hak Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Pembangunan perdamaian ditekankan pada penguatan institusi dan tata kelola pemerintahan untuk melanjutkan perdamaian yang sudah mulai terkonsolidasi pada tahapan pertama. Hal ini ditandai dengan pendekatan sensitif konflik yang mulai dielaborasikan dalam kegiatan pembangunan. Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran dan penegakan hukum sehingga terciptanya konsolidasi penegakan supremasi hukum. Dalam bidang syariat Islam, semakin menguatnya lembaga-lembaga pelaksana Syariat Islam di Aceh seperti Mahkamah Syariah, Baitul Maal, dan Wilayatul Hisbah serta makin baiknya pengintegrasian Syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan terutama dalam bidang hukum, ekonomi, dan sosial. Pembangunan menuju masyarakat Aceh yang Islami juga ditandai dengan tercapainya tertib sosial, kerukunan dan harmonisasi dalam masyarakat, penegakan hukum yang konsisten, meningkatnya profesionalisme aparatur, serta peningkatan pelayanan publik untuk terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government).
kemampuan Iptek. Pada periode ini diprioritaskan pengembangan institusi pendidikan yang memiliki standar internasional sehingga dapat bersaing secara global. Adapun pengembangan pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan tinggi juga diupayakan melalui pengembangan sekolah kejuruan berbasis industri jasa berskala nasional dan internasional, yang memiliki keunggulan komparatif dalam era persaingan global. Upaya tersebut dapat didukung melalui pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dipadukan dengan muatan kurikulum internasional. Prioritas kesehatan ditujukan pada reformasi pelayanan kesehatan menjadi pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui akreditasi dan standarisasi sehingga memiliki daya saing di tingkat nasional dan internasional. Dalam bidang pelaksanaan syariat Islam, seluruh komponen masyarakat telah mampu mengimplementasikan syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan sehingga menciptakan kerukunan dan harmonisasi dalam kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai Islam.
Pembangunan perdamaian, hukum dan HAM diarahkan pada terciptanya kelembagaan politik dan hukum yang kuat, terwujudnya konsolidasi demokrasi yang kokoh dalam berbagai aspek kehidupan politik serta supremasi hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia; dan terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat Aceh. Bidang keagamaan, pembangunan diprioritaskan pada upaya untuk mewujudkan semakin mantapnya sikap rukun dan harmonis antar individu, dan antar kelompok masyarakat serta upaya untuk memantapkan implementasi dan aktualisasi pemahaman dan pengamalan syariat Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Derajat kesehatan dan status gizi masyarakat sudah semakin meningkat. Pembangunan kesehatan ditekankan pada peningkatan kapasitas sumberdaya kesehatan dan pelayanan yang handal sehingga dapat bersaing di tingkat nasional dan internasional. Langkah dan upaya yang di tempuh diarahkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas kesejahteraan sosial baik perseorangan, keluarga, kelompok ataupun komunitas masyarakat. Pada tahap ini kelompok penyandang masalah sosial yang rentan karena keterbatasan fisik dan mental harus menjadi tanggungjawab Pemerintah Aceh untuk membina dan memberikan kehidupan layak sesuai dengan azas kemanusiaan yang dijamin undang-undang dan Qanun di Aceh. Pembangunan budaya dilakukan melalui aktualisasi nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal masyarakat Aceh sebagai bagian unsur utama pembentuk identitas dan jati diri yang menjadi karakter yang tangguh. Keberhasilan dalam membentuk karakter budaya ke-Acehan ini ditandai dengan semakin meningkatnya budaya santun, jujur, ramah, memiliki rasa malu, sadar lingkungan dan budaya menjaga kebersihan sebagai bagian yang terintegrasi dari budaya Aceh.
mendesain suatu program ialah Zielorientierte Projekt Plannung atau ZOPP. Secara harfiah ZOPP diartikan sebagai metode perencanaan pembangunan yang berorientasi pada tujuan. Metode ini dalam prakteknya dapat diintegrasikan dengan Peace Building Framework terutama untuk memformulasikan hasil analisis sosial yang telah dilaksanakan di tingkat grassroot. Keunggulan cara ini terletak pada kemampuan membuat varian dan spesifikasi kegiatan disesuaikan dengan tujuan pada tingkat tertentu serta indikator kinerja yang jelas dan mudah diukur. Pada mulanya, metode ini dikembangkan dari konsep Management by Objectives (MBO) dan pendekatan Kerangka Kerja Logis (Logical Framework Approach/LFA). Salah satu prinsip dasar ZOPP adalah tuntutan untuk mengedepankan pertemuan kelompok melalui musyawarah dalam proses perencanaan pembangunan. Menurut Frank Little (1995) dalam metode ZOPP terdapat satu keterampilan sosial dan teknik pertemuan yang perlu dikuasai oleh orang-orang yang terlibat terutama dalam memimpin diskusi perencanaan pembangunan (moderator).
Mengembangkan rasa kepemilikan terhadap investasi sumber daya lokal dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan.
yang berpotensi berdampak pada keberhasilan program, tetapi tidak dapat secara langsung dikontrol oleh pengelola atau pelaksana program. Dalam beberapa kasus pengujian asumsi ini untuk pembuktian, jika asumsi salah akan memiliki konsekuensi negatif terhadap program. Sebuah desain proyek yang baik harus mampu untuk mendukung asumsinya, terutama dengan potensi tinggi untuk memiliki dampak negatif.
Model Matrik LFA Indikator Goal (sasaran Objectives (tujuan) Output (Hasil) Activities (Kegiatan) Sumber Informasi dan pengukuran Asumsi
Kerangka analisis ini membantu dalam memformulasikan usulan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan hasil analsis terhadap masalah dan konteks wilayah pengembangan yang disusun secara logis untuk menyelesaikan masalah dengan menghasilkan dampak terhadap tujuan yang lebih tinggi. Kerangka kerja ini membutuhkan kemampuan dalam memetakan jenis dan cakupan masalah yang akan ditangani melalui bentuk intervensi program strategis dengan menetapkan target keberhasilan dan dukungan yang secara langsung.dapat diberikan di luar kewenangan pemerintah daerah.
Salah satu rujukan yang dapat membantu dalam merumuskan perencanaan dapat ditelusuri dari publikasi yang dikeluarkan oleh Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD) (lihat http://www.norad.no/en/Tools+and+publications). Dalam manual ini dijelaskan tentang LFA untuk kebutuhan perencanaan sebagai cara penataan elemen-elemen utama dalam suatu program, menyoroti hubungan logis antara input, kegiatan yang direncanakan dan hasil yang diharapkan. Buku ini memberikan penjelasan tentang beberapa contoh indicator kinerja pembangunan yangd dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan program. Beberapa inikator perlu dirumuskan secara spesifik untuk menilai tingkat kedalaman can cakupan hasil yang diharapkan dari suatu kegiatan yang ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan atau sasaran.
enetapan indikator pencapaian target pembangunan merupakan kegiatan penting yang menjadi kapasitas setiap unit kerja dalam proses perumusan program dan atau kegiatan. Indikator target pembangunan bukan berupa asumsi tetapi sebuah rasionalisasi dari visi, misi dan tujuan dan kemampuan merealisasikannya dalam kerangka penentukan sistem pengendalian dan evaluasi pencapaian tujuan pembangunan. Setiap SKPD harus menetapkan target capain berdasarkan arah kebijjakan dan prioritas pembangunan daerah. Bappeda berperan mengkoordinasikan dan memastikan agar prioritas dan capaian pembangunan yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan baik RPJPD, RPJMD dan RKPD dapat menjadi kerangka acuan bagi SKPD pada saat penentuan rencana dan target capaian yang menjadi bidang atau sektor pelayanan berlsangkutan. Proses perumusan indikator pembangunan di setiap bidang atau lintas SKPD sangat ditentukan oleh arah kebicakan dan target capaian yang telah dijabarkan secara berjenjang mulai dari pusat, provinsi, hingga kabuapten/kota. Kemudian pada pelaksanaannya masing-masing kelembagaan atau unit kerja memberikan informasi dan perkembangan sejauhmana pencapaian setiap hasil tersebut sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan untuk masing-masing lembaga. Penetapan tingkat pencapaian kinerja tersebut memerlukan alat ukur yang jelas yang biasa disebut indikator kinerja. Perumusan indikator kinerja capaian pembangunan daerah merupakan bagian integral dari perencanaan strategis yang disusun oleh pemerintah daerah sebagai alat ukur yang jelas tentang apa yang seharusnya dicapai di setiap bidang atau lintas SKPD. Topik ini merupakan bagian penting yang perlu dikuasai oleh perencana dalam memformulasikan indikator pencapaian kinerja dalam rangka mengukur pencapaian tujuan pembangunan. Setiap indikator ditetapkan secara spesifik berdasarkan hasil analisis, tingkat kebutuhan sektor, tema strategis dan pengaruhnya terhadap pencapaian hasil. Hasil kajian yang telah disusun menjadi acuan SKPD dalam merumuskan atau mengkaji ulang program atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 143
Tujuan
Peserta memahami konsep dasar indikator kinerja program pembangunan daerah. Peserta memahami kerangka acuan dalam penetapan indikator pembangunan daerah berdasarkan indikator kemiskinan, perdamaian dan MDGs. Peserta memahami proses penetapan indikator kinerja program pembangunan.
Pokok Bahasan
Konsep dasar indikator kinerja program pembangunan daerah. Analisis kapasitas SKPD dalam penetapan Indikator Kinerja Kerangka acuan dalam penetapan indikator capaian pembangunan daerah mencakup indikator kemiskinan, perdamaian dan MDGs. Proses penetapan indikator kinerja program pembangunan daerah.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 3 X 40 menit
Metode
Metode yang digunakan, diantaranya; Key Indicator Analysis. Diskusi dan kerja kelompok Studi kasus
Bahan Bacaan 8.1: Gambaran Praktek dan Tantangan Daerah dalam Upaya Pencapaian MDGs di Beberapa Daerah di Indonesia. Bahan Bacaan 8.2: Ringkasan Status Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Indonesia Tahun 2010. Bahan Bacaan 8.3: Contoh Indikator Pembangunan untuk Perdamaian.
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Konsep Penetapan Indikator Kinerja Program Pembangunan Daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. 2. Lakukan curah pendapat kepada peserta untuk menggali pemahaman tentang konsep penetapan indikator capaian program pembangunan yang menjadi target pemerintah daerah beserta perangkatnya (SKPD). Ajukan pertanyaan pemicu sebagai berikut; Apa yang Anda pahami tentang indikator capaian program pembangunan? Mengapa pemerintah daerah perlu menetapkan indikator capaian pembangunan? Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan indikator capaian program pembangunan daerah? Bagaimana pemerintah daerah beserta perangkatnya dapat menentukan indikator capaian program sesuai dengan target yang telah ditetapkan secara nasional?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengungkapkan ide,p andangan, gagasan dan pengalamannya. 4. Catatlah hal-hal penting hasil curah pendapat yang telah dilakukan. Kegiatan 2: Analisis SKPD dalam Penetapan Indikator Kinerja 5. Berdasarkan hasil curah pendapat tersebut mintalah peserta membentuk kelompok untuk melakukan diskusi tentang upaya yang dilakukan SKPD dalam menetapkan indikator kinerjanya. Bagilah peserta dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan
kesempatan untuk mempelajarinya sebagai informasi tambahan untuk diskusi kelompok. 6. Masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang kapasitas SKPD dalam merumuskan program pembangunan daerah. Sebagai acuan ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Apa yang menjadi pertimbangan dalam menentukan indikator capaian kinerja di masing-masing SKPD? Berdasarkan pengalaman Anda sebagai perencana di unit kerja masing-masing tantangan atau kesulitan apa saja yang dihadapi dalam menetapkan indikator kinerja program? Bagaimana kapasitas SKPD dalam menetapkan indikator kinerja program? Sejauhmana masyarakat terlibat dalam proses penetapan indikator kinerja program yang dirancang oleh SKPD? Hal-hal apa saja yang dipertimbangkan oleh SKPD ketika melakukan penetapan indikator kinerja program?
7. Jawaban pertanyaan di atas selanjutnya dirumuskan dalam bentuk catatan penting berupa pokok-pokok gagasan tentang kapasitas SKPD dalam merumuskan program yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Gunakan matrik sebagai berikut
Tabel: Analisis Kapasitas SKPD dalam Penetapan Indikator Kinerja Tantangan dalam menetapkan indikator kinerja Faktor Pendorong Faktor Penghambat Kapasitas SKPD
Rekomendasi
8. Berikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menanggapi hasil diskusi kelompok. 9. Buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan dan mengkaitkan dengan kegiatan berikutnya.
Kegiatan 3: Kerangka Acuan dalam Penetapan Indikator Kinerja Program Pembangunan Daerah 13. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada kegiatan belajar sebelumnya. 14. Bagilah peserta dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan kesempatan untuk mempelajarinya sebagai informasi tambahan untuk memperdalam pemahaman tentang topik yang dibahas. 15. Mintalah peserta untuk melakukan diskusi kelompok untuk mengkaji lebih dalam tentang kerangka acuan dalam menetapkan indikator kinerja pembangunan daerah dengan menggunakan standar penilaian yang berlaku secara nasional dan global. Ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Apa yang Anda ketahui tentang kerangka acuan penetapan indikator kinerja yamg digunakan oleh pemerintah dalam menentukan target capaian program pembangunan? Mengapa pemerintah daerah perlu menggunakan kerangka acuan tersebut? Kemukakan beberapa kerangka acuan yang dapat digunakan dalam menetapkan indikator kinerja? Apa saja karakteristik dari masing-masing indikator pembangunan yang telah dikembangkan secara global? Apa manfaat dari kerangka acuan tersebut dalam menetapkan indikator kinerja program pembangunan daerah? Sejauhmana keterkaitan antara penetapan indikator kinerja di tingkat global dengan nasional, dan daerah?
16. Jawaban pertanyaan di atas selanjutnya dirumuskan dalam bentuk catatan penting berupa pokok-pokok kerangka acuan indikator pembangunan yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Gunakan matrik sebagai berikut;
Tabel: Kerangka Acuan dalam Penetapan Indikator Kinerja Program Pembangunan Kerangka Acuan Penetapan Indikator KInerja IPM MDGs Kemiskinan Perdamaian Dst. Sumber Data
Tujuan
Manfaat
Bidang/Sektor
17. Hasil diskusi masing-masing kelompok diminta untuk dipresentasikan dalam kegiatan pleno. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk menanggapinya. 18. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan. Kegiatan 4: Proses Penetapan Indikator Kinerja 19. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada kegiatan belajar sebelumnya. 20. Jelaskan kepada peserta tentang tahapan atau langkah-langkah kegiatan penetapan indikator kinerja program pembangunan. 21. Bagilah peserta dalam beberapa kelompok terdiri dari 4-6 orang (disarankan pembagian kelompok berdasarkan formasi kelompok sebelumnya sesuai dengan bidangnya seperti: pendidikan, kesehatan dan ekonomi). 22. Mintalah setiap kelompok untuk mempelajari kembali hasil kajian kelompok pada kegiatan sebelumnya. 23. Kemudian tetapkan tolok ukur capaian kinerja setiap bidang sesuai program yang telah dirumuskan dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut; Berdasarkan hasil formulasi program/kegiatan yang telah disusun, selanjutnya rumuskan target capaian apa saja yang perlu ditetapkan oleh pemerintah daerah mengacu pada MDGs? Sesuai dengan target capain MDGs formulasikan indikator kinerja setiap bidang yang menjelaskan capaian atau hasil dari pelaksanaan program?
24. Diskusikan pertanyaan tersebut dalam kelompok masing-masing dan hasilnya dirumuskan dalam matrks sebagai berikut:
Tabel: Resume Penetapan Indikator Capaian dalam Penyelesaian Masalah Prioritas Bidang Pembangunan Indikator Kinerja Sumber informasi
Permasalahan
MDGs
39. Setelah selesai mengisi matrik, setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. 40. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi dengan memberikan ide, gagasan, saran atau kritik. Catatlah hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian. 41. Buatlah rangkuman atau kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan serta kaitkan dengan kegiatan berikutnya.
Catatan Penting
Materi ini berfokus pada pengembangan kemampuan peserta untuk menetapkan indikator kinerja yang akan dicapai oleh masing-masing bidang atau unit didasarkan kerangka acuan yang bersifat standar yang di acu oleh negara di dunia seperi; IPM, MDGs, dan Perdamaian. Jika tersedia waktu yang cukup. peserta diberikan kesempatan untuk melatih kemampuan dalam menggunakan perangkat (tools) analisis dalam merumuskan indikator capaian program pembangunan. Disarankan agar fasilitator memberikan bahan bacaan sebagai panduan kasus dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk mempelajari berbagai laporan perkembangan pencapaian MDGs di Indonesia yang secara rinci mengulas pencapaian sasaran pembangunan, sesuai dengan indikator MDGs sejak tahun 1990 sampai posisi tahun terdekat. berdasarkan capaian tersebut. Dengan demikian, laporan ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 149
kegiatan yang diperlukan agar sasaran mDgs pada tahun 2015 dapat tercapai. Laporan ini juga memberikan informasi tentang indikator pencapaian pembangunan daerah
Gambaran Praktek dan Tantangan Daerah dalam Upaya Pencapaian MDGs di Beberapa Daerah di Indonesia7
Praktek Menarik MDGs
Gambaran mengenai praktek-praktek yang menarik dan tantangan-tantangan yang dihadapi daerah dalam usaha pencapaian mDgs dapat diuraikan dari hasil kunjungan lapangan proyek kerjasama bappenas-aDb bertema perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada kaum miskin (ta 4762-ino). Daerah-daerah tersebut meliputi kabupaten sumba barat, kabupaten sumba timur, kabupaten manggarai, kabupaten kupang, kabupaten Wonosobo, kabupaten Purbalingga, kabupaten Banjarnegara, kota Semarang, kota Palembang, kabupaten Ogan Komering Ilir (oki), dan kabupaten Ogan Ilir (oi). Konsensus MDGs telah diketahui oleh semua daerah yang dikunjungi. pada umumnya pemerintah daerah mengetahui adanya MDGs sebagai komitmen internasional yang harus dicapai pada tahun 2015. pengetahuan inipun sebenarnya masih terbatas pada level pejabat kepala dinas ke atas, akademisi, dan media lokal. adapun bagi anggota DPRD, organisasi sosial masyarakat, dan masyarakat pada umumnya, MDGs masih merupakan suatu hal yang baru. Pada dasarnya indikator MDGs seperti angka kemiskinan, angka partisipasi SD/MI dan SMP, buta huruf usia 15 sampai 24 tahun, tingkat kematian bayi dan balita, angka kematian ibu, persentase kelahiran yang dibantu tenaga medis, serta akses terhadap air bersih dan sanitasi telah disebutkan oleh sebagian besar kabupaten/kota tersebut dalam dokumen perencanaan jangka menengah (RPJMD) mereka. adapun istilah MDGs itu sendiri tidak secara eksplisit disebutkan.
Sumber diambil dari Laporan Pencapaian Millenium Development Goals Indonesia 2007. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Jakarta:2010. Hal: 152 155 Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 151
Usulan pembangunan pada musrenbang tingkat desa oleh masyarakat umumnya berupa pembangunan yang keluarannya dapat dilihat secara langsung seperti jalan, jembatan, bangunan balai desa, dan kredit bergulir. kegiatan-kegiatan pembangunan tersebut kurang mampu menjawab permasalahan-permasalahan mendasar yang ada, terutama untuk mencapai tujuan-tujuan yang terdapat dalam MDGs. Indikator perencanaan dan penganggaran, menurut peraturan yang ada saat ini, hanya mensyaratkan keluaran (output) sebagai sasaran atau indikator pencapaian tanpa mensyaratkan masukan (input), proses (process), hasil (outcome), dan dampak (impact) sebagai indikator sasaran yang harus dicapai dalam suatu mekanisme perencanaan dan penganggaran daerah. Hal ini akan mempersulit proses monitoring dan evaluasi pembangunan daerah, termasuk di dalamnya usaha pencapaian MDGs. Adanya ketidakjelasan usulan-usulan pembangunan, baik yang berasal dari musrenbang tingkat desa, kecamatan, maupun usulan satuan kerja pemerintah daerah mengenai target/sasaran penerima manfaat dari pembangunan yang diusulkan. akibatnya, hal ini akan mempersulit pencapaian MDGs di daerah. sebagai contoh, usulan-usulan dalam RKPD, KUA/PPAS, dan APBD menyebutkan bahwa penerima manfaat tersebar di 18 kecamatan tanpa menyebutkan nama kecamatan dan besaran alokasi anggaran untuk kecamatankecamatan yang menerima manfaat tersebut. Pada umumnya, daerah hanya menjabarkan sasaran/target pelaksanaan pembangunan yang bersifat kualitatif tanpa menyebutkan kuantitatifnya, misalnya peningkatan minat belajar dan mengajar (tanpa menjelaskan berapa cakupan murid dan guru yang meningkat minat belajar dan mengajarnya). Lemahnya transparansi proses dan hasil pembangunan tahun-tahun sebelumnya serta terbatasnya informasi permasalahan daerah bagi masyarakat/publik, yang akan menyesatkan usulan perencanaan dan penganggaran daerah. usulan tersebut tidak akan dapat menjawab permasalahan yang ada, terutama masalah atau tujuan-tujuan yang harus dicapai daerah dalam upaya pencapaian MDGs. Rendahnya keberhasilan pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 39 tahun 2006 tentang tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan. ini akan mempersulit pemerintah provinsi dalam hal ini Bappeda provinsi melakukan monitoring dan evaluasi aliran dana dekonsentrasi serta dana tugas pembantuan ke daerah kabupatan/kota binaan. Hal tersebut juga menyulitkan identifikasi apakah suatu kabupaten/ kota telah mendapatkan alokasi anggaran yang lebih, cukup, atau kurang pada sektor-sektor tertentu dari APBN (dekonsentrasi dan tugas pembantuan) yang dipadukan dengan APBD kabupaten/kota bersangkutan. akibatnya, keterpaduan perencanaan dan penganggaran antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/ kota tidak dapat terjalin dan akan cenderung mempersulit pencapaian MDGs. Lemahnya keterpaduan program/kegiatan satuan kerja perangkat Daerah (SKPD). masingmasing SKPD cenderung lebih mementingkan ego sektoralnya saja sehingga akan mempersulit pencapaian MDGs. Rendahnya pengetahuan DPRD tentang MDGs merupakan tantangan bagi daerah dalam upaya mewujudkan keterpaduan perencanaan dan penganggaran. akibat ketidaktahuan ini,
pemerintah daerah akan sulit mendapatkan persetujuan DPRD dalam pengalokasian APBD yang perencanaannya sudah mengarusutamakan MDGs. keterbatasan data/informasi pendukung dan rendahnya pemahaman indikator-indikator yang digunakan dalam MDGs menjadi tantangan serius bagi daerah, terutama untuk memetakan kondisi MDGs dan pencapaiannya di daerah, seperti indikator untuk sebaran penyakit malaria, TBC, angka kematian ibu, ukuran sanitasi dan air bersih, dan lain-lain. ukuran yang dipakai oleh BPS tidak mencerminkan ukuran lokal. misalnya, rumah di atas panggung tanpa lantai semen dikategorikan oleh bps sebagai rumah milik penduduk miskin, padahal kenyataannya adalah sebaliknya. Ketidakjelasan definisi partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah akan mengaburkan tujuan pembangunan. penerima manfaat akan lebih condong kepada kaum elit di daerah saja dan tidak mengarusutamakan MDGs. sebagai contoh, beberapa daerah mengundang media dan organisasi sosial masyarakat untuk hadir di musrenbangkab, namun mereka tidak diperkenankan berpendapat atau memberi tanggapan atas usulan-usulan yang diajukan di musrenbangkab tersebut. sebagian besar kabupaten/kota tersebut menghadapi kesulitan dalam penganggaran beberapa rencana yang tidak memiliki nomor perkiraan (nomenklatur) menurut peraturan menteri Dalam negeri nomor 13 tahun 2006 tentang penatausahaan keuangan Daerah, misalnya untuk kegiatan pengarusutamaan gender. Untuk memperoleh nomor perkiraan tersebut, pemerintah kabupaten/kota dapat mengusulkan kepada pemerintah provinsi. kenyataannya, jawaban terhadap usulan untuk memperoleh nomor perkiraan tersebut baru diberikan pemerintah provinsi dalam waktu 3 sampai 5 bulan. Hal ini memberi kesan bahwa perencanaan yang baik tidak menjamin teralokasinya anggaran. Penanggulangan kemiskinan, terutama tujuan-tujuan MDGs, masih dilihat dari perspektif proyek yang bersifat parsial dan belum merupakan perspektif program, sehingga kesinambungannya relatif tidak ada. Hal ini terlihat dari masih relatif sedikitnya indikator MDGs yang dicantumkan pada RPJMD. Program untuk masyarakat dianggap otomatis sebagai program penanggulangan kemiskinan tanpa menjelaskan target/sasaran penerima manfaatnya. Hal ini terlihat pada beberapa dokumen perencanaan dan penganggaran. minimnya frekuensi perencana yang melakukan kunjungan lapangan juga merupakan tantangan dalam pengarusutamaan MDGs dalam rencana pembangunan di semua tingkatan musrenbang. Lemahnya kapasitas perencana daerah mengenai pengetahuan tentang mDgs juga akan cenderung mempersulit pencapaian MDGs.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut di atas, terdapat beberapa rekomendasi pengarusutamaan MDGs di tingkat kabupaten/kota, sebagai berikut: Perlunya proses sosialisasi tentang MDGs secara berkesinambungan ke seluruh daerah kabupaten/kota kepada seluruh komponen pemangku kepentingan di indonesia untuk membangun komitmen bersama pencapaian MDGs.
Pemerintah pusat memberikan penjelasan disertai contoh-contoh bahwa MDGs telah diadopsi dalam dokumen perencanaan dan penganggaran di tingkat nasional, baik dalam rencana tahunan, jangka menengah, maupun jangka panjang. Transparansi hasil-hasil pembangunan sebelumnya, kendala, dan permasalahan yang ada sebaiknya diungkapkan sebelum pelaksanaan musrenbang tingkat daerah. Dengan demikian usulan pembangunan akan memiliki fokus sasaran yang baik dan menjawab permasalahan yang ada di daerah. Indikator perencanaan dan penganggaran harus mensyaratkan keluaran (output), masukan (input), proses (process), hasil (outcome), dan dampak (impact) sebagai indikator sasaran yang harus dicapai dalam suatu mekanisme perencanaan dan penganggaran daerah. ini akan mempermudah proses monitoring dan evaluasi pembangunan daerahtermasuk di dalamnya upaya pencapaian MDGs. Unit-unit kerja pembangunan daerah, termasuk SKPD, yang mengajukan usulan kegiatan pembangunan melalui forum musrenbang tingkat desa atau kecamatan, harus menjelaskan target/sasaran penerima manfaat pembangunan yang dilengkapi nama wilayah dan jumlah besaran anggarannya. Sasaran/target pelaksanaan pembangunan harus menyebutkan sasaran kuantitatif yang disertai penjelasan sasaran kualitatifnya. Setiap pelaku pembangunan di daerah harus menaati Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan agar pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dapat menjalin keterpaduan perencanaan dan penganggaran yang bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs. Suatu tema pembangunan dengan fokus tertentu perlu ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/ kota. ini diperlukan agar SKPD dan unit-unit kerja pembangunan daerah yang mengajukan usulan di forum musrenbang desa/kecamatan dapat menempatkan prioritas keterpaduan antarsektor di daerah, mengurangi ego-sektoral mereka, dan mempercepat pencapaian target MDGs. BPS perlu melakukan terobosan pengelolaan data/informasi dengan mengakomodasi nilainilai sosial masyarakat daerah/lokal. tujuannya adalah menyediakan data/informasi yang sensitif dengan karakter dan kebutuhan masyarakat lokal. Perlunya kejelasan tentang definisi partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah. Perlunya amandemen terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Penatausahaan Keuangan Daerah untuk membatasi waktu pemerintah provinsi (misalnya dalam 10 hari kerja) dalam memberikan jawaban atas usulan nomor perkiraan dari pemerintah kabupaten/kota. Perlunya upaya peningkatan kapasitas perencana di tingkat kabupaten/kota. para perencana di tingkat ini perlu mempunyai pengetahuan yang memadai tentang MDGs, sehingga mereka mampu mengarusutamakan MDGs dalam rencana pembangunan daerah.
b. Target RPJMN (2004-2009) pada Tahun 2009; Penanggulangan Kemiskinan: 8,2 % Pengurangan Pengangguran: 5,1 %
Namun, dikarenakan adanya krisis global, secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi perekonomian nasional, oleh karena itu pemerintah bersama-sama dengan DPR, melakukan revisi target capaian, sehingga dalam target capaian RKP tahun 2009 menjadi: Penanggulangan Kemiskinan : 13-14 % Pengurangan Pengangguran : 7 %
Target pencapaian yang ditetapkan dalam perencanaan jangka panjang, menengah, dan pendek saling terintegrasi dan diterjemahkan sebagai program yang akan dilakukan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam kurun waktu tertentu. Oleh sebab itu, setiap kelompok program penanggulangan kemiskinan perlu merumuskan target yang akan dicapai pada jangka pendek, menengah, dan jangka panjang sesuai dengan arah kebijakan penanggulangan kemiskinan yang telah ditetapkan. Target pencapaian kelompok program penanggulangan kemiskinan dapat berupa target kuantitatif dan kualitatif. Terkait dengan penetapan target capaian pelaksanaan program, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dapat melakukan koordinasi antar pemangku kepentingan yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan untuk menetapkan
indikator capaian secara kuantitatif dan kualitatif, serta strategi yang akan dilakukan dalam periode jangka panjang, menengah, dan jangka pendek untuk mencapai target tersebut. Selain merumuskan target pencapaian pelaksanaan program berdasarkan skala waktu, kelompok program penanggulangan kemiskinan juga perlu merumuskan secara spesifik target penerima manfaat dalam pelaksanaan program. Hal ini seringkali menjadi permasalahan utama dalam koordinasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, disebabkan tidak jelasnya kriteria penerima manfaat. Berlandaskan pada hal tersebut di atas pemerintah Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia telah mensepakati target capaian MDGs. Oleh karena itu program-program kemiskinan yang sekarang ini dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan langkah nyata sebagai komitmen dalam usaha mencapai target MDGs tersebut. Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam tahun 2015 akan berusaha menurunkan tingkat kemiskinan hingga 7,5%. Untuk itu, buku 5 Tahun Capaian Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (2005-2009) ini merupakan bukti nyata TKPK dalam mencapai koordinasi penanggulangan kemiskinan yang telah diamanahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 TKPK dirubah menjadi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)).
(Sumber: http://tnp2k.wapresri.go.id/kebijakan/target-pencapaian-program.html.Written by Sekretariat. tnp2kTuesday, 16 February 2010 06:58)
Ringkasan Status Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Indonesia Tahun 20108
Komitmen Indonesia untuk mencapai MDGs mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Karena itu, MDGs merupakan acuan penting dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional. Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2004-2009 dan 20102014), Rencana Kerja Program Tahunan (RKP), serta dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sampai dengan tahun 2010 ini, Indonesia telah mencapai berbagai sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu: (a) sasaran yang telah dicapai; (b) sasaran yang menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2105 (ontrack); dan (c) sasaran yang masih memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya.
Sumber diambil dari Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Jakarta:2010. Hal: 5 14. Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 157
dan meningkatkan akses pada pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin dan daerah terpencil.
pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya air dan pengelolaan sistem air minum dan sanitasi yang layak. Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan menurun dari 20,75 persen pada tahun 1993 menjadi 12,12 persen pada tahun 2009. Upaya untuk penurunan proporsi rumah tangga kumuh dilakukan melalui penanganan pemukiman kumuh.
1.2
Kepegawaian
1.3
Perencanaan Pembangunan
1.4
Kearsipan
1.5
Tingkat pemahaman aparatur dalam pengarusutamaan perdamaian dalam tupoksi pemerintah daerah. Tingkat kapasitas aparatur dalam mengelola konflik di daerah. Tingkat pelayanan pemerintah dalam penyelesaian masalah dan pengaduan (complain unit) di daerah. Jumlah kasus pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan aparatur. Tersedianya program peningkatan aparatur daerah dalam pengelolaan konflik. Tenaga teknis yang memiliki kompetensi dalam pendekatan peka konflik. Inklusivitas aparatur dalam posisi atau jabatan pemerintah daerah. Tersedianya kebijakan seleksi dan penerimaan pegawai daearah yang transparan, akuntabel dan inklusif. Tersedianya panduan teknis (PTO) perencanaan pembangunan peka konflik Tersedianya strategi pengarusutamaan perdamaian dalam pelaksanaan pembangunan. Tingkat validitas informasi berdasarkan fakta dan kasus perselisihan/konflik di daerah. Tingkat disparitas pembangunan antarwilayah. Tingkat kelengkapan rencana wilayah tertinggal dan konflik Tingkat penanganan perencanaan wilayah tertinggal dan dan konflik. Tingkat kesesuaian perkembangan pusat-pusat kegiatan wilayah. Tingkat penerimaan masyarakat terhadap perencanaan dan tata ruang wilayah. Tingkat antara kesesuaian antara perencanaan dengan perkembangan pelaksanaan. Tersedianya pedoman penilaian sebagai Referensi perencanaan kinerja dan dokumen perencanaan peka konflik. Tingkat keterbukaan informasi kearsipan daerah bagi masyarakat. Tersedia informasi dan data korban konflik Tingkat pemanfaatan informasi dan data konflik untuk penyelenggaraan pemerintahan. Tingkat perkembangan media lokal dalam penyebarluas-an informasi perdamaian. Tingkat kompetensi media lokal dalam komunikasi perdamaian. Akses masyarakat korban konflik terhadap pelayanan pemerintah daerah. Tingkat kriminalitas Jumlah kasus kriminal dan kekerasan yang dapat diselesaikan.
2. Ketertiban dan Ketentraman 2.1 Kesatuan Bangsa dan Politik dalam Negeri
No
Indikator sebagai Tolak Ukur Kinerja Jumlah konflik etnis dan sosial Jumlah peredaran senjata ilegal Jumlah paramiliter yang terlibat dalam konflik Jumlah agen atau fasilitator perdamaian. HDI dan HPI wilayah konflik Sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap tindakan kriminal. Jumlah ancaman konflik antarkelompok masyarakat. Jumlah kasus pelanggaran kesepakatan damai. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap kohesi sosial. Tersedianya meknisme dan sistem penanggulangan konflik. Tersedianya regulasi dalam penanganan konflik di daerah. Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam PILKADA. Jumlah forum komunikasi lintas pelaku (agama, etnis, politik). Tingkat pendidikan politik. Pertumbuhan dan kontribusi PRDB sektor perhubungan dengan tingkat ketersediaan akses transportasi wilayah tertinggal dan konflik. Tingkat pelayanan prasarana dan sarana perhubungan untuk wilayah tertinggal dan konflik. Tingkat pelayanan sektor perhubungan terhadap penurunan intensitas konflik. Tersedianya jaminan terhadap keselamatan/keamanan lalul lintas transportasi darat, laut dan udara. Tingkat pengangguran terbuka. Jumlah mantan kombatan dan korban konflik yang memasuki sektor formal. Jumlah mantan kombatan dan korban konflik yang bekerja dalam sektor informal. Jumlah kasus pelanggaran/penyimpangan regulasi ketenagakerjaan. Jumlah kasus demo akibat sengketa ketenagakerjaan. Rasio penduduk usia produktif yang bekerja. Tingkat kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat derah tertinggal dan khusus. Perlindungan dan kepastian hukum bagi KUKM. Laju pertumbuhan KUKM korban konflik Tingkat keterampilan SDM KUKM Rasio penerima permodalan untuk KUKM Rasio tingkat daya serap tenaga kerja KUKM dalam mengurangi kerawanan sosial. Tersedianya jaminan dan akases modal bagi KUKM. Partisipasi perempuan dalam KUKM. Jumlah RAT yang dilakukan Koperasi. Jumlah pengaduan anggota terhadap koperasi. Jumlah kasus penyimpangan KUKM. Tingkat investasi daerah paska konflik dalam PDRB. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor. Tersedianya regulasi dan sistem penanaman modal. Jangka waktu pengurusan prosedur perijinan. Rasio investasi dengan daya serap tenaga kerja.
3.2
Tenaga Kerja
3.3
3.4
Pananaman Modal
No 3.5
Fungsi Pelayanan dan Urusan Pemerintahan Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Indikator sebagai Tolak Ukur Kinerja Tingkat keberdayaan masyarakat perdesaan. Tingkat perkembangan lembaga ekonomi perdesaan paska konflik. Tingkat partisipasi masyarakat korban konflik dalam pembangunan desa. Tingkat kapasitas aparatur pemerintahan dalam penanganan kasus dan pengaduan masyarakat. Tingkat partisipasi perempuan dalam pembangunan. Tingkat kapasitas masyarakat dalam penyelesaian konflik lokal. Jumlah dialog pembangunan desa. Jumlah kelompok binaan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Jumlah korban konflik di sektor pertanian. Cakupan bantuan beras bersubsidi bagi keluarga miskin dan korban konflik. Akses petani korban konflik terhadap kredit usaha pertanian dan sumberdaya permodalan. Tingkat ketahanan pangan kelompok miskin. Hasil produksi pertanian wilayah tertinggal dan khusus. Cakupan lahan beririgasi Jumlah kasus sengketa pengelolaan irigasi. Jumlah kasus dan Penyelesaian sengketa lahan pertanian. Kapasitas kelompok tani dalam menangani konflik. Jumlah sebaran penyuluh pertanian. Rasio petani pemilik dan penggarap lahan. Harga produksi padi/beras bagi petani. Tingkat partisipasi petani terhadap kebijakan harga. Pertumbuhan dan kontribusi sektor kehutanan dalam pengentasan kemiskinan. Jumlah kasus dan sengketa pengelolaan hutan rakyat. Tersedianya mekanisme pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Kontribusi pengelolaan hutan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat miskin. Jumlah dan proporsi petugas pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Laju pertumbuhan dan pemanfaatan hutan tanaman industri. Laju deforestasi. Cakupan penetapan kawasan hutan dalam tataruang. Dinamika konflik masyarakat kawasan hutan lindung dan konservasi. Tersedianya konsep penanganan sengketa sektor kehutanan. Pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor listrik, gas dan air bersih dalam pengentasan kemiskinan. Tersedianya regulasi dalam pembinaan dan pengawasan pertambangan. Jumlah kasus pertambangan. Jumlah demo akibat sengketa masyarakat di sektor pertambangan Pembagian bagi hasil sektor pertambangan terhadap pendapatan daerah. Jumlah daya serap tenaga kerja lokal di sektor pertambangan. Komposisi tenaga terampil lokal yang mengisi posisi strategis
3.6
Pertanian
3.7
Kehutanan
3.8
No
Indikator sebagai Tolak Ukur Kinerja dalam perusahaan tambang. Ketersediaan sistem pengawasan dan penertiban kegiatan rakyat yang berpotensi merusak lingkungan. Cakupan pelayanan listrik dan air bersih. Dsitribusi pelayanan listrik dan air bersih untuk wilayah tertinggal dan khusus. Beban tarif dasar listrik bagi masyarakat miskin. Tersedianya mekanisme pengaduan masyarakat terkait pelayanan sektor listrik, gas dan air bersih. Tersedianya kebijakan pengelolaan energi dan sumber daya mineral yang berkelanjutan (ramah lingkungan). Pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor sektor kelautan dan perikanan dalam pengentasan kemiskinan. Tersedianya regulasi dalam pembinaan dan pengawasan kelautan dan perikanan. Jumlah kasus kelautan dan perikanan. Tingkat perkembangan budidaya perikanan bagi masyarakat miskin dan korban konflik. Tingkat perkembangan kawasan budidaya laut, air payau dan air tawar. Tingkat illegal fishing. Pola pengawasan kawasan laut dan pesisir. Tersedianya program penyuluhan bagi masyarakat lokal/pesisir. Tersedianya mekanisme pengelolaan hasil laut untuk nelayan miskin. Tingkat pendapatan petani nelayan. Tingkat pemberian kredit budi daya laut, dan air tawar bagi kelompok miskin. Pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor sektor perdagangan dalam pengentasan kemiskinan. Tersedianya regulasi dalam pembinaan dan pengawasan sektor perdagangan. Jumlah kasus penegakan dan kepastian hukum di sektor perdagangan. Jumlah kasus sengketa untuk sektor perdagangan. Jumlah kasus perdagangan yang diselesaikan melalui mediasi. Jumlah kerjasama perdagangan nasional, regional dan internasional. Tingkat efektivitas dan efisiensi pelayanan ekspor/impor. Ketersediaan sistem pembinaan perdagangan sektor informal. Tingkat pertumbuhhan realisasi omzet perdagangan kelompok masyarakat korban konflik per tahun. Jumlah kelompok korban konflik di sektor perdagangan. Ketersediaan kebijakan pengelolaan pusat-pusat perdagangan. Rasio pemanfaatan pusat-pusat perdagangan bagi KUKM. Pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor sektor perindustrian dalam pengentasan kemiskinan. Tersedianya regulasi dalam pembinaan dan pengawasan sektor perindustrian. Jumlah kasus penegakan dan kepastian hukum di sektor perindutrian. Tingkat kapasitas teknologi sistem produksi bagi industri kecil.
3.9
3.10
Perdagangan
3.11
Perindustrian
No
Indikator sebagai Tolak Ukur Kinerja Proporsi pemberian kredit bagi industry besar, menengah dan kecil. Tingkat penerapan standarisasi produk industri. Regulasi perlindungan bagi industri kecil dan menengah. Laju pertumbuhan industri kecil dan menengah di daerah. Tingkat penyerapan tenaga kerja sektor industri. Ketersediaan kebijakan pengelolaan sentra industri potensial. Jumlah tenaga kerja lokal yang terserap di sektor industri. Tersedianya program CSR bagi masyarakat di sekitar industri. Jumlah kerjasama industri (besar, kecil dan menengah). Tingkat perkembangan areal transmigrasi. Jumlah transmigran korban konflik yang berhasil dimukimkan. Jumlah areal transmigrasi bagi korban konflik. Jumlah kasus sengketa antara transmigran dan penduduk lokal. Ketersediaan sistem dan pola penyelsaian sengketa di wilayah transmigrasi. Ketersediaan program pembinaan dan penyuluhan di areal transmigrasi. Cakupan penetapan wilayah transmigrasi. Komposisi kelompok transmigran di wilayah transmigrasi. Akses transmigran kepada pelayanan pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Ketersediaan program penyuluhan bagi transmigran lokal dan regional. Ketersediaan sistem penempatan transmigran dalam rangka penyesuaian dengan penduduk lokal. Jumlah kerjasama kegiatan ekonomi dan sosial kelompok transmigran dan masyarakat lokal. Tingkat kelengkapan Rencana Tata Ruang (mulai RTRW hingga RDTR) Tingkat pemanfaatan tataruang sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antarsektor dan antarwilayah. Tingkat pengendalian pemanfaatan ruang. Jumlah konfik pemanfaatan ruang antarpemangku kepentingan setempat, antar instansi pemerintah, maupun antarkewenangan tingkatan pemerintahan. Tingkat penanganan kawasan terisolir Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Tingkat pemanfaatan sumber daya alam bagi penduduk lokal. Cakupan sistem pengelolaan persampahan. Tingkat pelanggaran dan pengrusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup Jumlah konflik penataan lingkungan hidup. Tingkat penanganan pencemaran lingkungan (air, udara dan tanah). Jumlah kasus kebakaran hutan akibat manusia. Ketersediaan early waning system penanggulangan bencana. Jumlah kasus illegal fishing Jumlah kasus illegal sand mining. Jumlah kasus illegal logging.
3.12
Transmigrasi
5.2
Lingkungan Hidup
No
Indikator sebagai Tolak Ukur Kinerja Tingkat penanganan dan relokasi masyarakat lahan kritis. Jumlah pengaduan akibat pencemaran lingkungan. Penegakan dan kepastian hukum bagi pelaku perusakan lingkungan. Jumlah ganti rugi korban akibat pencemaran lingkungan. Jumlah demo dan tindakan anarkis akibat pencemaran. Luas daerah yang tercakup dalam sistem pendaftaran tanah. Tingkat pelayanan dalam pengurusan tanah. Jangka waktu penyelesaian administrasi pertanahan. Jumlah sengketa tanah. Tingkat penyelesaian konflik pertanahan. Jumlah mediasi yang dilakukan dalam penyelesaian kasus tanah. Tingkat aksesibilitas wilayah rawan konflik. Tingkat mobilitas orang dan barang wilayah rawan konflik. Tingkat kondisi prasarana transportasi wilayah rawan konflik. Tingkat resiko dan pembangunan infrastruktur. Tingkat pengelolaan jaringan transportasi antarwilayah. Tingkat ketersediaan jaringan prasarana pengelolaan air bersih bagi penduduk. Tingkat pemenuhan kebutuhan air untuk berbagai keperluan rumah tangga, pemukiman, pertanian dan industri di wilayah rentan konflik. Tingkat pelayanan air minum bagi masyarakat miskin. Tingkat pelayanan air limbah bagi masyarakat miskin. Tingkat pengendalian potensi konflik air. Tingkat pengendalian potensi konflik akibat pembangunan infastruktur daerah. Luas dan sebaran kawasan kumuh. Jumlah keluarga miskin yang belum memiliki rumah. Jumlah keluarga korban konflik yang belum memiliki rumah. Jumlah alokasi rumah bagi korban konflik. Umur harapan hidup Angka kematian bayi Angka kematian ibu hamil Tingkat prevalensi/kejadian gizi kurang pada anak balita keluarga miskin dan korban konflik. Tingkat ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan bagi masyarakat miskin dan korban konflik. Ti ngkat pelayanan puskesmas dalam penanganan kelompok masyarakat miskin dan korban konflik. Tingkat ketersediaan unit pelayanan kesehatan di wilayah rentan konflik. Tingkat keterjangkauan pelayanan kesehatan. Akses penduduk terhadap sanitasi dasar. Rasio jumlah penduduk dengan pusat pelayanan kesehatan di daerah konflik. Rasio jumlah penduduk dengan paramedis di daerah tertinggal dan khusus. Ketersediaan jaminan kesehatan bagi korban konflik.
5.3
Pertanahan
6.2
Perumahan Rakyat
No
Indikator sebagai Tolak Ukur Kinerja Cakupan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin dan korban konflik. Akses masyarakat kawasan perbatasan, tertinggal, dan terluar pada pelayanan kesejahatan, Tingkat pencegahan/pemberantasan penyakit polio, TB paru, dan ISPA di daerah pedalaman, pengungsian dan penampungan. Cakupan pelayanan kesehatan mental bagi korban konflik dan kekerasan. Ketersediaan program kesehatan mental bagi korban konflik. Cakupan peserta KB aktif di daerah perbatasan, tertinggal, terdalam dan terluar. Laju pertumbuhan penduduk berdasarkan katagori (etnis, agama, pendatang, dsb). Tingkat kelahiran penduduk di berdasarkan katagori (etnis, agama, pendatang, dsb). Total Fertility Rate/TFR (per perempuan) Tingkat pelayanan kontrasepsi. Tingkat kelembagaan daerah dalam pelaksanaan KB. Jumlah penyuluh KB di daerah perbatasan, tertinggal, terluar. Tingkat penerimaan masyarakat terhadap program KB. Pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor pariwisata dalam pengentasan kemiskinan. Tingkat perkembangan konstribusi sektor pariwisata terhadap kohesivitas sosial. Tingkat perkembangan jumlah objek wisata. Tingkat perkembangan jumlah wisatawan domestik dan non domestik di daerah. Tingkat kerjasama/kemitraan pemasaran pariwisata. Tingkat keterlibatan masyarakat lokal dalam sektor pariwisata. Ketersediaan kebijakan tentang pelestarian budaya lokal. Jumlah program pengembangan kesenian dan kebudayaan lokal. Jumlah dialog lintas budaya. Jumlah penduduk berdasarkan entitas budaya atau etnis. Cakupan program kebudayaan terhadap integrasi sosial. Tingkat penerimaan kelompok terhadap perbedaan budaya. Jumlah pusat-pusat kebudayaan lokal. Jumlah kerjasama kebudayaan berskala lokal, nasional, regional dan internasional. Ketersediaan kebijakan sistem administrasi kependudukan yang Non diskriminatif. Jumlah anak korban konflik yang memiliki akte kelahiran. Akses masyarakat terhadap pelayanan administrasi kependudukan. Keterjangkauan biaya pelayanan administrasi dan kependudukan bagi penduduk miskin. Lama waktu pelayanan administrasi kependudukan Sensus penduduk berdasarkan katagori suku, agama, gender, budaya dan kemampuan ekonomi.
7.2
Keluarga Berencana
8.2
Kebudayaan
No
Indikator sebagai Tolak Ukur Kinerja Jumlah KTP yang dikeluarkan untuk mantan kombatan. Ketersediaan kebijakan daerah untuk peningkatan kualitas anak dan perempuan. Tingkat kesenjangan antara HDI dan GDI. Jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Akses perempuan terhadap pendidikan. Akses perempuan terhadap pelayanan kesehatan. Akses perempuan terhadap permodalan. Ketersediaan data terpilah berbasis gender. Presentasi perempuan yang buta huruf. Angka Gender Empowerment Measurment (mengukur ketimpangan gender bidang ekonomi, politik, pelayanan umum dan pengambilan keputusan). Akses perempuan dalam kegiatan publik. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan. Tingkat perkembangan usaha perempuan. Prosentase perempuan dalam jabatan publik (PNS). Jumlah pekerja anak. Tingkat perlindungan perempuan. Tingkat kesehatan bagi ibu, bayi dan anak di daerah rawan konflik. Tingkat kualitas tumbuh kembang anak di daerah rawan konflik. Cakupan pelayanan pasangan usia subur yang tergolong miskin. Jumlah kasus perceraian. Tingkat kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar. Jumlah keluarga yang memiliki jaminan sosial dan hari tua. Cakupan pembinaan gelandangan, pengemis, dan PMKS, anak jalanan, dan anak cacat di daerah rawan konflik. Akses terhadap pelayanan sosial dasar bagi masyarakat miskin dan korban konflik. Jumlah ganti rugi akibat konflik. Prosentase penurunan jumlah fakir miskin dan keluarga rentan sosial. Prosentasi jumlah penduduk miskin. Tingkat kemampuan daerah dalam penanganan penyakit sosial. Ketersediaan sistem penanganan bencana alam dan sosial di daerah.
9.2
9.3
Keluarga Sejahtera
9.4
Sosial
ersoalan yang seringkali muncul pada saat penyusunan rencana strategis dan program SKPD menyangkut sejauhmana program prioritas yang ditetapkan mengindikasikan kebutuhan sektor pelayanan dan aspirasi masyarakat yang telah disepakati di tingkat kecamatan serta mampu mendorong upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan. Disisi lain, koordinasi antarsektor (lintas SKPD) tentang isu-isu strategis pembangunan daerah tidak dapat didekati melalui peningkatan kualitas program yang bersifat sektoral tetapi membutuhkan keterlibatan sektor lainnya. Misalnya, peningkatan pendapatan masyarakat miskin tidak dapat diselesaikan oleh sektor ekonomi saja tetapi perlu melibatkan sektor lainnya seperti pendidikan, kesehatan dan penyediaan infrastruktur. Banyak temuan lain yang menunjukkan bahwa pembangunan tidak dapat bertumpu pada satu bidang saja. Setiap SKPD menyusun rencana program melalui dokumen perencanaan berupa Renstra dan Renja SKPD. Dokumen perencanaan ini merupakan penjabaran dari visi-misi pemerintah daerah dalam RPJMD yang dibutuhkan sebagai kerangka acuan kebijakan operasional, strategis, program/kegiatan SKPD yang mendukung pelaksanaan pembangunan daerah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Diharapkan setiap SKPD dapat mengukur target kinerja, hasil dan dampak program secara jelas dan terarah berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan serta keterkaitan dengan dokumen perencanaan lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan sinkronisasi program SKPD agar dokumen perencanaan yang dihasilkan secara teknokratis sesuai dengan pengembangan masing-masing sektor dan secara substantif juga mempertimbangkan keterkaitan dengan sektor lainnya sehingga program yang direncanakan terpadu dan menghasilkan dampak yang efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses sinkronisasi ini membutuhkan pendekatan sendiri yang tidak mudah. Peran koordinasi dan pengendalian yang dilakukan Bappeda menjadi sangat strategis untuk meselaraskan perencanaan yang disusun oleh masing-masing SKPD yang diintegrasikan dengan visi, misi dan tujuan pembangunan daerah serta prioritas usulan di tingkat kecamatan.
Tujuan
Peserta memahami konsep dasar sinkronisasi program SKPD dengan dokumen perencanaan lainnya. Peserta memahami keterkaitan program SKPD dan lintas SKPD dalam rangka keterpaduan dan optimalisasi rencana pembangunan daerah. Peserta mampu memfasilitasi proses sinkronisasi program SKPD dan lintas SKPD.
Pokok Bahasan
Konsep dasar sinkronisasi program SKPD. Tahapan sinkronisasi program Katerpaduan dan optimalisasi program SKPD. Fasilitasi sinkronisasi program SKPD dan lintas SKPD.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 3 X 40 menit
Metode
Metode yang digunakan, diantaranya; Sinkronisasi Program Diskusi dan kerja kelompok Studi kasus
Bahan Bacaan 9.2: Kinerja Forum SKPD dan Gabungan SKPD dalam Optimalisasi Rencana Pembangunan.
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Konsep Dasar Sinkronisasi Program SKPD 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. 2. Lakukan curah pendapat kepada peserta untuk menggali pemahaman dan pengalaman dalam merumuskan program dan rencana kerja yang dilakukan di masing-masing SKPD. Ajukan pertanyaan pemicu sebagai berikut; Apa yang Anda pahami tentang sinkronisasi program program SKPD? Mengapa para perencana perlu melakukan pengujian dan analisis sinkronisasi program SKPD? Sejauhmana keterkaitan antara strategi dan prioritas program yang dirumuskan oleh SKPD dapat menyelesaikan permasalahan di daerah? Sejauhmana keselarasan program SKPD dengan aspek atau sektor lainnya? Sejauhmana keselarasan program SKPD dengan kebutuhan pengembangan wilayah? Sejauhmana keselarasan program SKPD dengan kebutuhan atau usulan masyarakat? mengungkapkan
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk pengalaman, mengajukan pendapat dan bertanya.
4. Catatlah hal-hal penting dari hasil curah pendapat yang telah dilakukan, kemudian kaitkan dengan kegiatan berikutnya. Kegiatan 2: Tahapan Sinkronisasi Program 5. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada kegiatan belajar sebelumnya.
6. Jelaskan kepada peserta tentang tahapan atau langkah-langkah kegiatan mensinkronisasikan/menselaraskan program yang telah dirumuskan dengan mensimulasikan hasil kajian kasus yang telah dilakukan pada sesi sebelumnya (lihat Modul 7 Kegiatan 3 Tahapan Perumusan Program). 7. Bagilah peserta dalam beberapa kelompok terdiri dari 4-6 orang (disarankan pembagian kelompok berdasarkan formasi kelompok sebelumnya sesuai dengan bidangnya seperti: pendidikan, kesehatan dan ekonomi). 8. Mintalah setiap kelompok untuk mempelajari kembali hasil kajian kelompok pada kegiatan sebelumnya. 9. Kemudian lakukan sinkronisasi program yang telah dirumuskan sesuai bidang pengembangan dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut; Berdasarkan rumusan program yang telah dilakukan, sejauhmana keterkaitan program tersebut dengan upaya penyelesaian masalah utama? Sejauhmana keterkaitan program yang telah dirumuskan dengan bidang lainnya? Bagaimana melakukan penyelaraskan program tersebut dalam rangka optimalisasi dan harmonisasi? Hal-hal apa saja yang berpengaruh terhadap upaya penyelarasan program?
10. Diskusikan pertanyaan tersebut dalam kelompok masing-masing dan hasilnya dirumuskan dalam matrks sebagai berikut:
Tabel: Sinkronisasi Program
Masalah Utama : .
Bidang Pengembangan
Pendidikan Kesehatan Ekonomi Dst
Ket
11. Setelah selesai mengisi matrik, setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. 12. Kajilah kembali keterkaitan masing-masing bidang dengan bidang lainnya. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi dengan memberikan ide, gagasan, saran atau kritik. Catatlah hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian. 13. Buatlah rangkuman atau kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan serta kaitkan dengan kegiatan berikutnya. Kegiatan 3: Analisis Kapasitas SKPD dalam Sinkronisasi Program 11. Berdasarkan hasil curah pendapat tersebut mintalah peserta membentuk kelompok untuk melakukan diskusi tentang i pemahaman sinkronisasi program SKPD dan gabungan SKPD. Bagilah peserta dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan kesempatan untuk mempelajarinya sebagai informasi tambahan untuk diskusi kelompok. 12. Masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang kapasitas Bappeda dalam menggali kebutuhan sinkronisasi dan optimalisasi program pembangunan daerah. Sebagai acuan ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Berdasarkan pengalaman Anda sebagai perencana tantangan atau kesulitan apa saja yang dihadapi dalam melakukan sinkronisasi dan optimalisasi program pembangunan? Bagaimana kapasitas SKPD dalam melakukan sinkronisasi dan optimalisasi program? Kendala apa saja yang dihadapi SKPD dalam melakukan sinkronisasi program? Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendorong proses sinkronisasi program? Sejauhmana para pemangku kepentingan lain terlibat dalam proses sinkronisasi program? Hal-hal apa saja yang dipertimbangkan oleh SKPD dalam upaya sinkronisasi dan optimalisasi program pembangunan daerah?
13. Jawaban pertanyaan di atas selanjutnya dirumuskan dalam bentuk catatan penting berupa pokok-pokok gagasan tentang kapasitas
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 181
SKPD dalam merumuskan program yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Gunakan panduan matrik sebagai berikut
Tabel: Analisis Kapasitas SKPD dalam Sinkronisasi Program Pembangunan Tantangan dalam Sinkronisasi Program Faktor Pendorong Faktor Penghambat Kapasitas SKPD
Rekomendasi
14. Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. 15. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk menanggapi hasil presentasi kelompok. 16. Buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan dengan mengkaitkan dengan kegiatan berikutnya. Kegiatan 4: Fasilitasi Kegiatan Sinkronisasi Program SKPD dan Gabungan SKPD 17. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada kegiatan belajar sebelumnya. 18. Jelaskan kepada peserta tentang tahapan atau langkah-langkah kegiatan sinkroniasai program SKPD dan gabungan SKPD dalam upaya optimalisasi rencana pembangunan daerah. 19. Sesi ini akan dilakukan praktek fasilitasi kegiatan sinkronisasi program SKPD dan Gabungan SKPD. 20. Lakukan penjelasan singkat tentang langkah-langkah sinkronisasi program SKPD. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan meminta klarifikasi tentang hal-hal yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut. 21. Mintalah peserta untuk melakukan kerja kelompok. Berikan arahan dan panduan dalam melakukan proses kerja kelompok. Sebagai
panduan kerja gunakan lembar kerja kelompok yang telah disediakan (lihat lembar kerja 8.1). 22. Mintalah masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. 23. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengajukan pendapat, mengkritisi dan mengklarifikasi hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut. 24. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan.
Catatan Penting
Dalam topik ini pembahasan lebih difokuskan pada upaya menggali pengalaman peserta dalam memfasilitasi proses sinkronisasi program SKPD dan gabungan SKPD. Secara khusus kemampuan ini perlu dimiliki oleh perencana dalam menjembatani kebutuhan pemerintah daerah membangun sebuah perencanaan terpadu dan optimalisasi sumber daya pembangunan yang disesuaikan dengan kemampuan daerah. Pada sesi kerja kelompok, peserta diminta melakukan analisis sinkronisasi program dengan menggunakan Lembar Kerja (LK) khusus untuk menggali kemampuan peserta dalam melakukan analisis dan sinkronisasi program pembangunan. Dalam proses kerja kelompok fasilitator diharapkan memberikan asistensi dan konsultasi, jika peserta menemukan kesulitan.
Manfaat Sinkronisasi
Maksud dari kegiatan sinkronisasi adalah agar substansi yang diatur dalam produk perencanaan tidak tumpang tindih, saling melengkapi (suplementer), saling terkait, dan mudah dilaksanakan muatannya. Sinkronisasi mendorong terciptanya keterpaduan program antara dinas atau SKPD terkait di tingkat Kabupaten/Kota maupun di tingkat provinsi. Pentingya pemahaman terhadap perspektif pengembangan wilayah dengan mengintegrasikan peran sektoral sebagai alat untuk mempercepat pertumbuhan, pengentasan kemiskinan serta optimalisasi sumber daya secara berkelanjutan. sinkronisasi diperlukan untuk mengelola program pembangunan yang diarahkan untuk memanfaatkan potensi, sekaligus sebagai alat untuk pemecahan persoalan pengembangan wilayah. Beberapa persoalan mendasar dalam pengembangan wlayah tidak hanya menyangkut
penyediaan infrastruktur dasar, sebagaimana yang banyak dirumuskan oleh SKPD dan cenderung masih merefleksikan orientasi pembangunan daerah. Khusus untuk beberapa daerah kepulauan yang masih menghadapi kendala pembangunan wilayah yang belum merata, kualitas infrastrtuktur, terutama disebabkan oleh minimnya sarana dan prasarana transportasi baik itu pada pulau-pulau masih mengalami keterisolasian dan aksesibilitas dalam kecil, maupun pulau-pulau besar. Sehingga diharapkan melalui sinkronisasi program pengembangan infrastruktur ini dapat memberikan solusi bagi setiap permasalahan di daerah tertinggal.
non-bimbingan teknis untuk mengatasi kesenjangan, pengalaman dan pelibatan SKPD dalam mengawasi pelaksanaan program pembangunan. Pada dasarnya sinkronisasi merupakan upaya menselaraskan aktivitas program dan kegiatan terkait pengembangan sektor, kewilayah dan infrastruktur. Hasil dari kegiatan sinkronisasi ini menjadi masukan usulan program jangka menengah dan tahunan, sesuai dengan indikasi program utama yang tertuang dalam RTRWN (PP No 26 Tahun 2008). Oleh karena itu, sinkronisasi program dapat membantu SKPD untuk mendefinisikan ulang setiap usulan program yang lebih realistis dan strategis dalam kerangka pengembangan potensi dan solusi terhadap masalah di daerah. Sinkronisasi di sisi lain dapat menjembatani persoalan klasik dimana daerah masih mengedepankan daftar keinginan kelompok tertentu dibanding daftar kebutuhan yang nyata bagi masyarakat. Masih lemahnya koordinasi dan kerjasama antar sektor, serta keterbatasan kemampuan finansial (anggaran) menjadi kendala yang mendasar dalam pembangunan di daerah.
Dalam rangka optimalisasi dan penyempurnaan pogram SKPD diperlukan suatu wahana untuk untuk membahas secara mendalam tentang kebutuhan penetapan prioritas program pembangunan daerah dengan melibatkan partisipasi para pemangku kepentingan. Kegiatan ini,
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 187
diperlukan untuk mengkoordinasikan seluruh program dan antarunit kerja dengan hasil musrenbang terkait usulan di tingkat desa dan kecamatan dengan arah kebijakan kabupaten/kota. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam forum SKPD yang kemudian dibahas dalam musrenbang sebagai bagian integral dari proses penyusunan dokumen perencanaan yang melibatkan unit teknis dan dinas terkait (sektor), dimana forum ini menjadi bagian dari koordinasi antarlembaga pemerintah dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders).
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT 2011
Kemudian, pastikan program pembangunan infrastruktur dan listrik berhasil baik, mewujudkan iklim investasi yang benar-benar baik, memastikan penyimpangan dan korupsi berkurang. Menertibkan praktek usaha pertambangan dan kehutanan yang ilegal dan merusak lingkungan, kikis dan cegah politik uang dalam pelaksanaan tahapan pemilu dan pilkada, memastikan programprogram pro-rakyat dan pelayanan masyarakat berjalan baik. Meningkatkan perlindungan dan bantuan kepada Tenaga Kerja Indonesia serta pastikan daerah dan pusat memiliki kesiagaan dan kesigapan mengatasi bencana alam. (Sumber: PhinisiNews/Ant)
Kinerja Forum SKPD dan Gabungan SKPD dalam Optimalisasi Rencana Pembangunan
Forum SKPD atau forum gabungan SKPD merupakan forum musyawarah perencanaan yang dilaksanakan untuk memperhatikan aspirasi dan masukan dari kecamatan serta kinerja pelaksanaan kegiatan SKPD. Forum SKPD diharapkan menjadi wahana bagi pemangku kepentingan untuk berkomunikasi dan berkoordinasi secara efektif dalam rangka sinkronisasi perencanaan program SKPD dengan mempertimbangkan usulan kecamatan yang menjadi skala kewenangan kabupaten/kota dan keselarasan dengan regulasi daerah. Forum SKPD mengupayakan pencapaian sasaran dan target indikator pelayanan masing-masing SKPD yang dikomunikasikan secara intensif bersama delegasi kecamatan agar program yang dirumuskan oleh SKPD benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat dan tingkat kelayakan teknis dalam pelayanan publik. Forum SKPD diharapkan akan menghasilkan kesesuaian program prioritas SKPD, lintas SKPD atau kewilayahan yang tertuang dalam dokumen Renstra dan Renja (Rencana Kerja). Dokumen ini selanjutnya dijadikan sebagai rujukan utama dalam penyusunan rancangan RKPD dan selanjutnya akan dibahas dalam musrenbang kabupaten/kota.
Dalam prakteknya Forum SKPD dapat dilaksanakan secara gabungan untuk melakukan sinkronisasi program dan kegiatan agar dalam pelaksanaanya terjadi keterkaitan, optimalisasi sumber daya, dana dan manajemen serta menghindari tumpang tindih kegiatan. Dasar pemikirannya bahwa pembangunan merupakan serangkaian kegiatan yang terpadu dan saling terkait antarsektor, antarwilayah, ruang dan waktu. Forum gabungan SKPD dapat mempertemukan berbagai isu sektoral yang menjadi tupoksi masing-masing SKPD, sehingga menjadi isu bersama, bersinergi dan menghasilkan sebuah rencana program terpadu.
berbeda. Hal ini perlu diselaraskan agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan, pengulangan, pemborosan dan ketidakkonsistenan dengan dokumen perencanaan lainnya. Berbagai kebutuhan dan pelaksanaan program pembangunan akan berkaitan dengan aspek tatakelola kawasan menyangkut tata ruang, peruntukan lahan, regulasi dan batas-batas wilayah membutuhkan mekanisme pengaturan, koordinasi dan sinkronisasi, sehingga diperlukan ruang pembahasan yang lebih luas dengan melibatkan instansi dan sektor lainnya. Disamping itu setiap SKPD dapat mengukur target kinerja, hasil dan dampak program secara jelas dan terarah berdasarkan visi, misi dan fungsi pelayanan pemerintahan serta keterkaitan dengan unit kerja, lembaga dan sektor lainnya.
Forum SKPD dapat dilaksanakan dengan menggabungkan beberapa SKPD sekaligus dalam satu forum dengan mempertimbangkan tingkat urgensi, efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan. Penyelenggaraan forum SKPA dilaksanakan paling lama minggu terakhir bulan Maret, sedangkan penyelenggaraan forum SKPD tingkat kabupaten/kota dilaksanakan paling lama minggu terakhir bulan Februari. Hasil kesepakatan pembahasan forum SKPD dirumuskan ke dalam berita acara kesepakatan hasil forum SKPD, dan ditandatangai oleh yang mewakili setiap unsur yang menghadiri forum SKPD. Bappeda mengkoordinasikan pembahasan rancangan RKPD dalam forum SKPD kabupaten/kota.
Narasumber
Narasumber berfungsi menyajikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan perlu diketahui peserta forum SKPD, seperti kebijakan dan/atau peraturan perundang-undangan serta penjelasan lainnya yang diperlukan terkait dengan materi yang dibahas didalam kelompok diskusi untuk proses pengambilan keputusan hasil forum SKPD. Narasumber forum SKPD ditingkat provinsi dapat berasal dari Bappeda Aceh, SKPD, DPRD dan/atau unsur lain sesuai dengan kebutuhan.
Fasilitator
Fasilitator adalah tenaga ahli, terlatih atau berpengalaman yang memiliki persyaratan kompetensi dan kemampuan memandu pembahasan/diskusi dan proses pengambilan keputusan dalam sidang kelompok. Fasilitator membantu kelancaran proses pembahasan dan pengambilan keputusan untuk menyepakati setiap materi yang dibahas dalam setiap sidang kelompok forum SKPD.
Pokok Bahasan
: 1. Analisis Sinkronisasi SKPD dengan RPJMD 2. Analisis Sinkronisasi SKPD dan Gabungan SKPD 3. Analisis Sinkronisasi Kewilayahan : 1. Kertas Plano, Flipt Chart, Alat Tulis, Spidol Warna 2. Dokumentasi : 2 3 x 40 menit
Petunjuk Umum
Kajian sinkronisasi program SKPD dan gabungan SKPD dilakukan untuk memadukan berbagai isu strategis yang dikembangkan di masing-masing SKPD sesuai dengan perannya dalam kegiatan sektor dalam satu kesatuan kerangka kerja rencana pembangunan daerah. Hal ini dilakukan untuk menghindari tumpang tindih kegiatan dan mendorong optimalisasi setiap program yang direncanakan oleh masing-masing SKPD. Salah satu fungsi penting dari keberadaan forum SKPD adalah melakukan penyelarasan program pembangunan agar tidak terjadi tumpang tindih dan inefisiensi dalam pembiayaan. Disamping itu, proses sinkronisasi akan mengoptimalkan kinerja SKPD dan penataan wilayah pembangunan secara terpadu. Forum ini dapat dioptimalkan dalam membahas berbagai isu strategis menyangkut pengarusutamaan perdamaian dalam seluruh program pembangunan. Panduan berikut memberikan gambaran umum bagaimana melakukan proses sinkronisasi program lintas SKPD dan lintas wilayah.
3. Selanjutnya lakukan uji sinkronisasi untuk mengidentifikasi program dan kegiatan yang memiliki relevansi dengan arah kebijakan pembangunan daerah dan dokumen rencana lainnya dengan menggunakan tabel sebagai berikut;
Tabel: Review Realisasi Capaian Renstra SKPD dan Konsistensi dengan RPJMD
Periode Pelaksanaan 1 2 3 4 5
(3)
No.
(1)
Ket.
(7)
Petunjuk Pengisian Tabel Kolom 1 Isilah nomor atau kode yang dituliskan dalam RPJMD untuk setiap arahan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Tuliskan arah dan kebijakan pembangunan yang tercantum dalam RPJMD. Tuliskan periode pelaksanaannya selama 1-5 tahun ke depan. Tuliskan bidang atau fungsi dan urusan pemerintahan daerah, misalnya: pendidikan, kesehatan, perumahan dan fasilitas umum, lingkungan hidup dsb. Tuliskan tolok ukur kinerja sebagaimana yang tercantum dalam dokumen RPJMD untuk setiap fungsi atau urusan pemerintahan daerah. Deskripsikan hasil capain kinerja SKPD berdasarkan tolak ukur yang telah di tetapkan dalam RPJMD. Uraikan beberapa catatan terkait indikator capaian hasil program yang dilaksanakan oleh SKPD dikomparasikan dengan target yang ditetapkan dalam RPJMD upaya penanganan masalah berdasarkan jenis kasus dan pola penanganannya. Misalnya; Tolak Ukur Kinerja dalam RPJMD, Pembangunan 7000 unit rumah untuk korban konflik Capaian Kinerja hasil SKPD, 50% atau 3500 unit rumah telah terbangun selama 2 tahun
Kolom 2
Kolom 3 Kolom 4
Kolom 5
Kolom 6
Kolom 7
4. Mengkaji kondisi dan masalah sektor berkaitan dengan target dan hambatan akibat perubahan masyarakat, konteks program dan hubungan pemangku kepentingan yang terjadi atau bidang kerja serta tantangan yang diperkirakan dihadapi SKPD pada 5 (lima) tahun rencana.
Tabel: Target Kinerja Rentra SKPD berbasis Perdamaian
Nama Program/ Kegiatan Renstra SKPD
(2)
Kode
(1)
Target Kinerja Renstra SKPD untuk Perdamaian Tahun ke 1-5 Personal Relasional Struktural Kultural
(4)
Ket.
(5)
Petunjuk Pengisian Tabel Kolom 1 Isilah kode untuk setiap nama program/kegiatan sesuai pedoman yang telah disusun untuk setiap bidang atau mata anggaran. Acuan pengisian kode menggunakan PERMENDAGRI No 13/2006 Lampiran A.VII tentang Kode dan Daftar Program dan Kegiatan Menurut Urusan Pemerintahan Daerah. Tuliskan rumusan rencana program SKPD yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun) berdasarkan hasil review kinerja dan analisis kebutuhan masyarakat terkait Tupoksi SKPD. Mengacu pada isu strategis yang telah ditetapkan sebelumnya, misalnya Isu Strategis: (Kesehatan) Meningkatkan pelayanan kesehatan bagi korban konflik melalui Jaminan Kesehatan (JKA). Program/Kegiatan: - Pendataan calon penerima JKA untuk korban konflik - Sosialisasi JKA - Pengobatan dan perawatan gratis bagi korban konflik.
Kolom 2
Isu strategis: (Pendidikan) Meningkatkan partisipasi pendidikan dasar dan menengah bagi mantan kombatan dan korban konflik. Program/Kegiatan: - Pendataan tingkat partisipasi pendidikan dasar dan menengah mantan kombatan dan korban konflik. - Beasiswa biaya pendidikan bagi mantan kombatan dan korban konflik. - Program belajar jarak jauh untuk mantan kombatan dan korban konflik. Isu Strategis: (Ekonomi) Penyediaan lapangan kerja bagi mantan kombatan dan korban konflik melalui pemberdayaan usaha mikro. Program/kegiatan: - Kajian peluang dan lapangan kerja bagi mantan kombatan dan korban konflik. - Pemberdayaan usaha mikro melalui penyaluran Kredit Usaha Tani. - Pelatihan kewirausahaan. Kolom 3 Tuliskan periode pelaksanaannya selama 1-5 tahun ke depan dengan target capaian berupa perkiraan angka dan cakupan. Tuliskan tolak ukur kinerja dalam mendorong perdamaian yang diharapkan oleh SKPD sesuai tupoksinya. Misalnya; Personal (P); Mantan korban dan korban konflik memiliki pekerjaan yang cukup untuk kehidupannya. Relasional (R); - Terbangunnya kepercayaan antarpemerintah daerah dengan pelaku usaha. - Kemitraan usaha antarpelaku usaha. Struktural (S); - Terbangunnya jaringan pemasaran bersama baik lokal, nasional maupun internasional. - Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis secara terbuka dan berkeadilan. Kultural (K); - Terbangunnya sistem dan mekanisme pasar yang berkeadilan. - Ikilm investasi yang aman dan menguntungkan bagi pelaku usaha dan masyarakat. Kolom 5 Tuliskan keterangan lain sebagai penjelasan tambahan yang dianggap perlu
Kolom 4
5. Selanjutnya memformulasikan rumusan akhir program SKPD sebagai penyesuaian hasil analisis yang telah dilakukan pada langkah-langkah sebelumnya dalam format yang telah ditetapkan sesuai peraturan yang berlaku;
Tabel: Program Renstra SKPD beserta Target Kinerja dan Pagu Indikatif
Target Kinerja Program (Tahun) 1 3 4
(3)
Kode
(1)
Ket. 5
(5)
Petunjuk Pengisian Tabel Kolom 1 Isilah kode untuk setiap nama program/kegiatan sesuai pedoman yang telah disusun untuk setiap bidang atau mata anggaran. Acuan pengisian kode menggunakan PERMENDAGRI No 13/2006 Lampiran A.VII tentang Kode dan Daftar Program dan Kegiatan Menurut Urusan Pemerintahan Daerah. Tuliskan daftar program/kegiatan yang akan dilaksanakan SKPD selama 5 tahun. Misalnya; Pemberdayaan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan mantan kombatan Reintegrasi sosial mantan kombatan melalui pemberdayaan ekonomi Pendidikan damai di Sekolah Pengarusutamaan Perdamaian bagi SKPD Tuliskan target kinerja SKPD untuk setiap program yang direncanakan sesuai PP No 65/2006 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal dan PERMENDAGRI No 6/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM. 90% cakupan kelompok simpan pinjam perempuan berbadan hokum 70 % cakupan mantan kombatan memiliki unit usaha 80% guru sekolah dasar telah mengikuti pelatihan Pendidikan Damai 90% dokumen Renstra SKPD telah memiliki program perdamaian Tuliskan pagu indikatif untuk setiap program SKPD sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pembiayaan. Tuliskan keterangan lain sebagai penjelasan tambahan yang dianggap perlu.
Kolom 2
Kolom 3
Kolom 4
Kolom 5
Kode
(1)
SKPD
(3)
Ket.
(6)
(5)
Pelayanan umum Ketertiban dan Keamanan Ekonomi Lingkungan Hidup Perumahan dan Fasilitas Umum Kesehatan Pariwisata dan Budaya Pendidikan Perlindungan Anak Perdamaian* Keistimewaan (syariat islam)* Bencana Alam* Green Aceh* dsb *) Fungsi pemerintahan terkait dengan crsscutting issues dan pengarusutamaan (mainstreaming)
Petunjuk Pengisian Tabel Kolom 1 Isilah kode untuk setiap nama program/kegiatan sesuai pedoman yang telah disusun untuk setiap bidang atau mata anggaran. Acuan pengisian kode menggunakan PERMENDAGRI No 13/2006 Lampiran A.VII tentang Kode dan Daftar Program dan Kegiatan menurut Urusan Pemerintahan Daerah. Tuliskan daftar program/kegiatan tahunan yang akan dilaksanakan oleh setiap SKPD. Susunlah seluruh program/kegiatan yang diusulkan untuk masing-masing fungsi pelayanan pemerintahan dapat menunjukkan tupoksi SKPD atau dinas teknis terkait. Tuliskan nama dinas atau intansi yang bertanggungjawab
Kolom 2
Kolom 3
melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan tupoksinya. misalnya untuk bidang lingkungan menjadi tanggung jawab Bappedal, Perumahan dan Fasilitas Umum menjadi tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum, Pendidikan menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan dsb. Kolom 4 Tuliskan target kinerja SKPD tahun lalu untuk setiap program/ kegiatan yang direncanakan sesuai PP No 65/2006 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal dan PERMENDAGRI No 6/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM. Tuliskan pada setiap elemen program atau kegiatan relevansinya dengan bidang atau sektor lainnya dengan memberikan tanda (). Jika diperlukan berikan catatan pada setiap lajur tentang substansi yang menjadi fokus atau isu keterkaitannya. Misalnya; Program/kegiatan: Pemberdayaan Ekonomi Mantan Kombatan dan Korban Konflik (diusulkan BRA). Sinkronisasi: - Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi: Dalam pembinaan kelompok dan usaha mikro. - Dinas Pertanian dan Perkebunan: Pendampingan dan penyuluhan pertanian - Bappeda: koordinasi cakupan wilayah geografis dan kawasan industri. - Dinas Tenaga Kerja: Pembinaan tenaga kerja dan kebutuhan peluang kerja - Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB: Pendampingan kelompok usaha perempuan mantan kombatan. Kolom 6 Tuliskan keterangan lain sebagai penjelasan tambahan yang dianggap perlu.
Kolom 5
4. Berdasarkan tabel tersebut akan diketahui program dan kegiatan yang diusulkan berkaitan dengan tupoksi SKPD yang lainnya. Rumuskan kembali beberapa program lintas SKPD dengan mengkaji faktor-faktor internal dan eksternal yang berpangaruh terhadap dinamika konflik dan upaya perdamaian.
Kode
(1)
Rekomendasi
(6)
Petunjuk Pengisian Tabel Kolom 1 Isilah kode untuk setiap nama program/kegiatan lintas SKPD sesuai pedoman yang telah disusun untuk setiap bidang atau mata anggaran. Acuan pengisian kode menggunakan PERMENDAGRI No 13/2006 Lampiran A.VII tentang Kode dan Daftar Program dan Kegiatan menurut Urusan Pemerintahan Daerah. Tuliskan daftar program/kegiatan tahunan lintas SKPD. Susunlah seluruh program/kegiatan yang diusulkan untuk masing-masing fungsi pelayanan pemerintahan dapat menunjukkan tupoksi SKPD atau dinas teknis terkait. Tuliskan target kinerja lintas SKPD terkait dengan program/kegiatan untuk tahun rencana. Misalnya pada tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Penentuan target Program mengacu pada daftar panjang lintas SKPD. Lakukan analisis terhadap faktor-faktor pemecah (dividers) yang diperkirakan dapat menghambat upaya pencapaian tujuan program/kegiatan. Hasilnya ditulis berdasarkan 4 (empat) katagori sebagai berikut; Personal (P); Ketidakpuasan masyarakat khususnya mantan kombatan dan korban konflik terhadap distribusi bantuan usaha. Relasional (R); Sejarah konflik masa lalu masih menimbulkan ketegangan antarkelompok penerima bantuan ekonomi Kewenangan program ekonomi hanya menjadi mandat salah satu badan saja.
Kolom 2
Kolom 3
Kolom 4
Struktural (S); Belum tersosialisasinya petunjuk teknis terkait mekanisme dan prosedur bantuan ekonomi bagi mantankombatan dan korban konflik. Kultural (K); Kecenderungan sebagian kelompok memanfaatkan dukungan permodalan sebagai bentuk bantuan politis. Sementara kelompok lain membutuhkan untuk usaha. Kolom 5 Lakukan analisis terhadap faktor-faktor perekat (Connectors) yang diperkirakan dapat meminimalisasi dampak konflik dan upaya pencapaian tujuan program/kegiatan. Hasilnya ditulis berdasarkan 4 (empat) katagori sebagai berikut; Personal (P); Kelompok berharap dapat menerima bantuan untuk matapencaharian yang telah rusak semasa konflik Terbangun kepercayaan antarkelompok untuk menggagas pembangunan di desanya. Relasional (R); Dialog antarkelompok yang sering dilakukan dalam pertemuan atau pengajian. Terjalin beberapa kegiatan usaha bersama antarkelompok yang berbeda entitas. Struktural (S); Pemerintah kabupaten dan DPRD komitmen untuk mengalokasikan anggaran untuk pemberdayaan ekonomi. Kerjasama antarkabupaten dan propinsi untuk memasarkan produk unggulan. Kultural (K); Kebutuhan pasar terhadap produk unggulan. Jaringan pasar lokal, nasional dan internasional yang memberikan perhatian terhadap produk usaha mikro. Kolom 6 Tuliskan saran atau rekomendasi lintas sektor untuk mengoptimalkan kapasitas dan sumber daya yang mendorong pencapaian tujuan dan mengendalikan dampak negatif dari program/kegiatan yang diusulkan. Rekomendasi dapat bersifat saran untuk meredesain atau memformulasikan ulang kembali program dengan menambah beberapa aspek kegiatan.
5. Setelah proses di atas selesai, buatlah resume hasil pembahasan dan kesepakatan atas hasil formulasi program akhir.
Lokasi
(3)
Ket.
(6)
(5)
Pelayanan umum Ketertiban dan Keamanan Ekonomi Lingkungan Hidup Perumahan dan Fasilitas Umum Kesehatan Pariwisata dan Budaya Pendidikan Perlindungan Anak Perdamaian* Keistimewaan (syariat islam)* Bencana Alam* Green Aceh* dsb *) Fungsi pemerintahan terkait dengan crsscutting issues dan pengarusutamaan (mainstreaming)
Petunjuk Pengisian Tabel Kolom 1 Isilah kode untuk setiap nama program/kegiatan sesuai pedoman yang telah disusun untuk setiap bidang atau mata anggaran. Acuan pengisian kode menggunakan PERMENDAGRI No 13/2006 Lampiran A.VII tentang Kode dan Daftar Program dan Kegiatan menurut Urusan Pemerintahan Daerah. Tuliskan daftar program/kegiatan tahunan yang akan dilaksanakan oleh setiap SKPD. Susunlah seluruh program/kegiatan yang diusulkan untuk masing-masing fungsi pelayanan pemerintahan dapat menunjukkan tupoksi SKPD atau dinas teknis terkait. Tuliskan nama lokasi dimana program/kegiatan dilaksanakan
Kolom 2
Kolom 3
Kolom 4
Tuliskan target kinerja untuk setiap program/ kegiatan yang direncanakan sesuai PP No 65/2006 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal dan PERMENDAGRI No 6/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM. Tuliskan pada setiap lokasi (wilayah cakupan) program atau kegiatan yang berkaitan dengan wlilayah lainnya dengan memberikan tanda (). Jika diperlukan berikan catatan pada setiap lajur tentang substansi yang menjadi fokus atau isu keterkaitannya. Misalnya Program/kegiatan: Pemberdayaan Ekonomi Mantan Kombatan dan Korban Konflik di wilayah tengah Aceh. Lintas Wilayah: - 3 kecamatan di Kabupaten Bandar Meriah - 5 kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah - 7 Kecamatan di Kabupaten Gayo Luwes Tuliskan keterangan lain sebagai penjelasan tambahan yang dianggap perlu terkait dengan cakupan lokasi program.
Kolom 5
Kolom 6
4. Berdasarkan tabel tersebut akan diketahui program dan kegiatan yang diusulkan bersinggungan dengan fungsi ruang dan kewenangan wilayah lain; seperti Desa, kecamatan, kabupaten, propinsi hingga nasional. 5. Rumuskan kembali beberapa program atau kegiatan lintas kewilayahan dengan mengkaji faktor-faktor internal dan eksternal yang berpangaruh terhadap dinamika konflik dan upaya perdamaian.
Kode
(1)
Rekomendasi
(6)
Petunjuk Pengisian Tabel Kolom 1 Isilah kode untuk setiap nama program/kegiatan sesuai pedoman yang telah disusun untuk setiap bidang atau mata anggaran. Acuan pengisian kode menggunakan PERMENDAGRI No 13/2006 Lampiran A.VII tentang Kode dan Daftar Program dan Kegiatan menurut Urusan Pemerintahan Daerah. Tuliskan daftar program/kegiatan tahunan lintas wilayah. Susunlah seluruh program/kegiatan yang diusulkan untuk masing-masing fungsi pelayanan pemerintahan dapat menunjukkan cakupan lokasi geografis dan administratif kegiatan tersebut. Tuliskan target kinerja lintas wilayah terkait dengan program/kegiatan untuk tahun rencana. Misalnya pada tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Lakukan analisis terhadap faktor-faktor pemecah (dividers) yang diperkirakan dapat menghambat upaya pencapaian tujuan program/kegiatan. Hasilnya ditulis berdasarkan 4 (empat) katagori sebagai berikut; Personal (P); Ketidakpuasan para pimpinan desa di kecamatan A terhadap pola bantuan usaha yang diberikan oleh pemerintah daerah. Relasional (R); Hubungan yang tidak harmonis antara kecamatan A dan B Kelompok studi banding lebih diutamakan untuk kelompok di 2 kecamatan A di kabupaten C. Struktural (S); Masing-masing wilayah kabupaten memiliki kewenangan masing-masing untuk mengatur daerahnya. Kultural (K); Upaya untuk memisahkan wilayah berdasakan sentiment kesukuan dan sejarah. Kolom 5 Lakukan analisis terhadap faktor-faktor perekat (Connectors) yang diperkirakan dapat meminimalisasi dampak konflik dan upaya pencapaian tujuan program/kegiatan. Hasilnya ditulis berdasarkan 4 (empat) katagori sebagai berikut; Personal (P); Kondisi damai paska konflik telah memberikan kenyamanan bagi masyarakat untuk beraktivitas di lintas batas. Relasional (R); Kemitraan antardesa, antarkecamatan, dan antarkabupaten dalam bisnis Terbangunnya sarana transportasi antarkecamatan. Tersedinya terminal pasar di tingkat kabupaten untuk menampung produk petani.
Kolom 2
Kolom 3
Kolom 4
Struktural (S); Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota secara regular menyelenggrakan koordinasi pembangunan. Kultural (K); Kesadaran untuk memperkuat kesatuan wilayah. Kolom 6 Tuliskan saran atau rekomendasi lintas wilayah untuk mengoptimalkan kapasitas dan sumber daya yang mendorong pencapaian tujuan dan mengendalikan dampak negatif dari program/kegiatan yang diusulkan. Rekomendasi dapat bersifat saran untuk meredesain atau memformulasikan ulang kembali program lintas kewilayahan dengan menambah beberapa aspek kegiatan.
6. Buatlah resume dan kesepakatan atas hasil formulasi program lintas wilayah. 7. Buatlah formulasi program gabungan sebagai usulan baru yang akan disepakati dalam Musrenbang dan forum SKPD sebagai instrumen koordinasi pelaksanaan program.
Tabel: Program dan Kegiatan Gabungan SKPD dan Lintas Wilayah
Kode
(1)
Target Kinerja
(3)
Lokasi
(4)
Sasaran
(5)
Pelaksana
(6)
Sumber Dana
(7)
Ket.
(8)
Petunjuk Pengisian Tabel Kolom 1 Isilah kode untuk setiap nama program/kegiatan gabungan lintas SKPD dan lintas kewilayahan sesuai pedoman yang telah disusun untuk setiap bidang atau mata anggaran. Acuan pengisian kode menggunakan PERMENDAGRI No 13/2006 Lampiran A.VII tentang Kode dan Daftar Program dan Kegiatan menurut Urusan Pemerintahan Daerah. Tuliskan daftar program/kegiatan gabungan lintas SKPD dan lintas kewilayahan yang akan dilaksanakan tahun depan. Susunlah seluruh program/kegiatan gabungan yang diusulkan untuk masing-masing fungsi pelayanan pemerintahan dapat menunjukkan tupoksi SKPD atau dinas teknis terkait.
Kolom 2
Program/kegiatan Gabungan: Pemberdayaan Ekonomi Mantan Kombatan dan Korban Konflik di Bandar Meriah, Gayo Luwe dan Aceh Tengah (wilayah tengah). Market Assessment Pelatihan Bussiness Plan Pendampingan usaha mikro dan koperasi Distribusi dan pemasaran tanaman organic Kolom 3 Tuliskan target kinerja program gabungan lintas SKPD dan lintas kewilayahan yang direncanakan sesuai PP No 65/2006 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal dan PERMENDAGRI No 6/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM. 70% cakupan mantan kombatan dan korban konflik telah menjalan usaha Kolom 4 Tuliskan cakupan sasaran atau kelompok penerima manfaat dari program atau kegiatan terebut. Tuliskan pelaksana kegiatan sesuai dengan tupoksinya SKPD. pelaksana dapat lebih dari satu atau lebih instansi yang berkaitan. Tuliskan keterangan lain sebagai penjelasan tambahan yang dianggap perlu.
Kolom 5
Kolom 6
paya pengintegrasian program berbasis masyarakat, seperti PNPM Mandiri dalam perencanaan regular telah banyak dilakukan. Salah satunya mengupayakan setiap desa memiliki rencana strategis (RPJM Desa) yang di selaraskan dengan arah dan prioritas pembangunan kabupaten/kota. Timbulnya kesadaran masyarakat untuk merumuskan sebuah perencanaan secara terpadu, dimana setiap desa hanya memiliki satu rencana strategis untuk kebutuhan semua program akan membantu upaya pemerintah daerah dalam mensinergikan keseluruhan proses perencanaan yang bersifat partisipatif, teknokratis, dan politis dalam satu kesatuan. Selama ini rencana di tingkat desa disusun secara terpisah-pisah berdasarkan kepentingan proyek tertentu, menambah rumitnya upaya pengintegrasian berbagai program yang diinisiasi oleh masyarakat bersama lembaga swadaya dalam siklus perencanaan reguler. Bagaimana menyatukan sistem perencanaan reguler yang dimulai dari perencanaan tingkat desa, kecamatan, forum SKPD, hingga musrenbang kabupaten/kota harus dipahami oleh para pelaku yang terlibat dalam program yang diinisiasi secara partisipatif, misalnya melalui PNPM, demikian sebaliknya para pelaku reguler harus memahami secara mendalam tentang kedudukan musdus, musdes, Musyawarah antar desa (MAD), Musyawarah Antar Kecamatan (MAK), dan nama kegiatan lain di luar format regular. Ke depan diharapkan seluruh perencanaan yang selama ini disusun di tingkat masyarakat melalui pendekatan terpisah dapat diintegrasikan dalam rencana reguler dan dikoordinasikan dengan pihak terkait lainnya agar terbangun komitmen bersama untuk mewujudkannya secara berkelanjutan. Proses pengintegrasian rencana berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan reguler disamping perlunya regulasi dan komitmen semua pihak dibutuhkan juga pemahaman dan keahlian teknis dalam memfasilitasi proses tersebut. Peran koordinasi dan pengendalian yang dilakukan Bappeda diharapkan dapat menjembatani upaya pengintegrasian inisiatif masyarakat yang menjadi skala kabupaten/kota dan disepakati dalam musrenbang kecamatan untuk diakomodasikan dalam rencana pembangunan daerah.
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 211
Tujuan
Peserta memahami konsep integrasi rencana pembangunan berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan daerah (reguler). Peserta memahami keselarasan inisiatif program dalam rencana berbasis masyarakat dengan program pembangunan daerah dalam rangka harmonisasi dan optimalisasi pelaksanaan pembangunan daerah. Peserta mampu memfasilitasi proses pengintegrasian program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan daerah.
Pokok Bahasan
Konsep integrasi rencana pembangunan berbasis masyarakat dengan rencana pembangunan daerah (reguler). Analisis kebutuhan integrasi program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan daerah. Keterpaduan program berbasis masyarakat dengan rencana pembangunan daerah. Fasilitasi pengintegrasian program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan daerah.
Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 3 X 40 menit
Metode
Metode yang digunakan, diantaranya; Integrasi Program Diskusi dan kerja kelompok Studi kasus
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Konsep Integrasi Program Berbasis Masyarakat dalam Rencana Pembangunan Daerah (Reguler) 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. Kaitkan pembahasan topik ini dengan sesi sebelumnya. 2. Lakukan curah pendapat kepada peserta untuk menggali pemahaman tentang konsep pengintegrasian program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan reguler. Ajukan pertanyaan pemicu sebagai berikut; Apa yang Anda pahami tentang upaya pengintegrasian program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan daerah? Mengapa para perencana khususnya SKPD perlu melakukan pengintegrasian program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan daerah? Sejauhmana keterkaitan antara strategi dan prioritas program yang dirumuskan oleh masyarakat secara partisipatif di tingkat desa dan kecamatan dengan program prioritas di tingkat kabupaten/kota? Sejauhmana keselarasan program reguler dengan kebutuhan masyarakat? Bagaimana melakukan upaya pengintegrasian program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan daerah? mengungkapkan
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk pengalaman, mengajukan pendapat dan bertanya.
4. Catatlah hal-hal penting dari hasil curah pendapat yang telah dilakukan, kemudian kaitkan dengan kegiatan berikutnya.
Kegiatan 2: Analisis Kebutuahn Integrasi Program Berbasis Masyarakat dalam Rencana Pembangunan Daerah 5. Berdasarkan hasil curah pendapat pada kegiatan sebelumnya, mintalah peserta membentuk kelompok untuk melakukan diskusi tentang kebutuhan integrasi program berbasis masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah. 6. Bagilah peserta dengan bahan bacaan yang telah disediakan. Berikan kesempatan untuk mempelajarinya sebagai informasi tambahan untuk diskusi kelompok. 7. Masing-masing kelompok diminta untuk mengkaji lebih dalam tentang kapasitas Bappeda dalam menggali kebutuhan pengintegrasian program berbasis masyayarakat dalam rencana pembangunan daerah. Sebagai acuan ajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Berdasarkan pengalaman Anda sebagai perencana tantangan atau kesulitan apa saja yang dihadapi dalam mengintegrasikan program berbasis masyarakat dalam mekanisme perencanaan reguler? Faktor-faktor apa saja yang menghambat upaya pengintegrasian tersebut? Bagaimana kapasitas para pemangku kepentingan baik masyarakat, pendamping dan pemerintah daerah (SKPD) dalam mengintegrasikan program berbasis masyarakat dalam mekanisme perencanaan reguler? Hal-hal apa saja yang dipertimbangkan dalam upaya mengintegrasikan program berbasis masyarakat dalam perencanaan reguler? Bagaimana strategi pengintegrasian program berbasis masyarakat dalam perencanaan reguler?
8. Jawaban pertanyaan di atas selanjutnya dirumuskan dalam bentuk catatan penting berupa pokok-pokok gagasan tentang analisis kebutuhan integrasi program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan reguler yang akan dipresentasikan oleh masing-masing kelompok. Gunakan panduan matrik sebagai berikut
Tabel: Analisis Kebutuhan Integrasi Program Berbasis Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Tantangan dalam Integrasi Program Bebasis Masyarakat Faktor Penghambat Faktor Penghambat Kapasitas Pemangku Kepentingan
Rekomendasi
9. Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. 10. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk menanggapi hasil presentasi kelompok. 11. Buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan mengkaitkan dengan kegiatan berikutnya. dengan
Kegiatan 3: Proses Integrasi Program Berbasis Masyarakat dalam Rencana Pembangunan Daerah 12. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang akan dilakukan dikaitkan dengan pembahasan pada kegiatan belajar sebelumnya. 13. Lakukan curah pendapat untuk menggali pemahaman dan pengalaman peserta tentang proses pengintegrasian program berbasis masyarakat dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut; Apa yang Anda pahami tentang proses atau pentahapan integrasi program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan reguler? Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam setiap tahapan tersebut? Siapa saja yang berpengaruh atau terlibat dalam setiap tahapan tersebut? Hal-hal apa saja yang dapat mendorong keberhasilan dalam setiap tahapan tersebut?
14. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya tentang hal-hal yeng belum dipahami.
15. Buatlah resume atau kesimpulan hasil pembahasan mengkaitkan dengan kegiatan berikutnya.
dengan
Kegiatan 4: Fasilitasi Kegiatan Integrasi Program Berbasis Masyarakat dalam Rencana Pembangunan Daerah 16. Selanjutnya, peserta diminta untuk melakukan praktek fasilitasi kegiatan integrasi program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan daerah. 17. Lakukan penjelasan singkat tentang langkah-langkah pengintegrasian program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan daerah. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan meminta klarifikasi tentang hal-hal yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut. 18. Mintalah peserta untuk melakukan kerja kelompok. Berikan arahan dan panduan dalam melakukan proses kerja kelompok. Sebagai panduan kerja gunakan lembar kerja kelompok yang telah disediakan (lihat lembar kerja 9.1). 19. Mintalah masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya dalam pleno. 20. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk bertanya, mengajukan pendapat, mengkritisi dan mengklarifikasi hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut. 21. Buatlah catatan penting dan resume dari hasil diskusi dan pleno yang telah dilakukan.
Catatan Penting
Secara khusus topik ini membahas pada upaya pengintegrasian program berbasis masyarakat dalam perencanaan reguler melalui pengalaman peserta dalam memfasilitasi proses integrasi program. Topik ini diarahkan untuk membangun kesadaran dan keterampilan teknis dalam mengakomodasikan kebutuhan perencanaan partisipatif dalam kerangka pembangunan daerah. Kemampuan ini perlu dimiliki oleh perencana dalam menjembatani kesenjangan antara kebutuhan masyarakat yang telah disepakati dalam musrenbang desa dan musrencang kecamatan dengan arah kebijakan pemerintah daerah. Menyatukan perencanaan reguler dengan perencanaan program dari pusat ke daerah, seperti PNPM dengan melakukan telaahan secara komprehensif untuk menemukan hambatan yang selama ini dihadapi. Peserta didorong untuk menemukan cara efektif dalam memadukan
kebutuhan masyarakat (partisipatif atau bottom up planning) dengan proses regular yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Pada kegiatan kerja kelompok, peserta diminta melakukan analisis integrasi program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan reguler dengan menggunakan Lembar Kerja (LK) yang telah disediakan. Disarankan agar fasilitator memberikan asistensi dan konsultasi, jika peserta mengalami kesulitan. Hasil kerja kelompok dapat dijadikan bahan masukan dalam upaya mensinergikan usulan dari bawah dengan kebutuhan pembangunan daerah dalam sebuah rencana pembangunan terpadu.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) ditegaskan bahwa rencana pembangunan lebih mendorong upaya partisipasi dan aspirasi masyarakat dalam pembangunan dalam kesatuannya dengan kepentingan politis (keputusan pembangunan yang ditetapkan oleh legislatif) maupun kepentingan teknokratis (perencanaan pembangunan yang dirumuskan oleh birokrasi). Aspirasi dan kepentingan masyarakat ini dirumuskan melalui proses perencanaan partisipatif yang secara legal menjamin kedaulatan rakyat dalam berbagai program/proyek pembangunan desa. Perencanaan partisipatif yang terpadukan dengan perencanaan teknokratis dan politis menjadi wujud nyata kerjasama pembangunan antara masyarakat dan pemerintah. Pada kenyataannya, aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dirumuskan melalui proses perencanaan partisipatif tidak berdaya berhadap-hadapan dengan kepentingan politis dan teknokratis, karena dominasi pendekatan top down dalam proses perumusan kebijakan dan praktik pengambilan keputusan pembangunan di Indonesia. Model pembangunan partisipatif dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat, yang kemudian terbukti memiliki keunggulan yaitu: Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam pengelolaan kegiatan pembangunan desa; Partisipasi dan swadaya masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan cukup tinggi; Hasil dan dampaknya, khususnya dalam penanggulangan kemiskinan cukup nyata; Biaya kegiatan pembangunan relatif lebih murah dibandingkan jika dilaksanakan oleh pihak lain; Keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan akuntabilitas pengelolaan keuangan.
Program berbasis masyarakat dalam beberapa hal memiliki kelemahan diantaranya;Bersifat eksklusif (tidak mengikuti mekanisme dan prosedur yang ada sesuai peraturan perundangan; Konstruksi program bersifat ad hoc, sehingga tidak ada jaminan keberlanjutannya; Partisipasi masyarakat dan peran pemerintah cenderung terbentuk dalam pola hubungan zero sum game atau saling mengurangi: partisipasi masyarakat meningkat karena peran pemerintah dikurangi; Daya tekan dan dampak program terhadap peningkatan kinerja kepemerintahan yang baik belum optimal; dan mendorong ketergantungan kepada bantuan teknis dari pendamping atau konsultan. Oleh karena itu perlunya integrasi program dengan maksud agar inisiatif masyarakat benar-benar menjadi acuan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pembangunan di daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa.
Prinsip-Prinsip
Desentralisasi; Penyerahan kewenangan pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia. Keterpaduan; Keselarasan dan kesatupaduan kebijakan, arah dan atau tindakan dari berbagai aspek kegiatan. Efektif dan efisien; Proses (langkah dan cara kerja) dan kelembagaan membuahkan hasil sesuai Kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Partisipasi; Membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi sebanyak-banyaknya pihak yang dapat memberikan kontribusi, terutama untuk mencapai suatu tujuan atau hasil yang telah ditetapkan. Transparansi dan akuntabel; Masyarakat memiliki akses yang terbuka terhadap segala informasidan proses Pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dipantau dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, administrative maupun legal (menurut peraturan dan hukum yang berlaku).
Keberlanjutan Mendorong terciptanya pelembagaan sistem pembangunan partisipatif yang berorientasi pada munculnya keberdayaan masyarakat.
Musrenbang Integrasi
Langkah penguatan program berbasis masyarakat seperti PNPM Mandiri dilakukan melalui pelembagaan keunggulan komparatif dari perencanaan partisipatif menjadi sistem sosial yaitu pola perencanaan pembangunan yang bersifat reguler yang menjadi kerangka acuan resmi pemerintah daerah. Oleh karena itu, keberadaan program harus dintergasikan dan menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan publik dalam aktivitas Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang diselenggarakan secara reguler sebagai bagian dari perencanaan pembangunan daerah. Titik temu antara program berbasis masyarakat dengan proses musrenbang (reguler) dinamakan teknis Integrasi program. Intisari pemikiran Integrasi Program adalah ikatan sistemik yang berhubungan secara timbal balik sebagai praktek teratur berdasarkan kondisi otonomi relative dan ketergantungan relative antara sistem perencanaan partisipatif dalam program dengan sistem perencanaan partisipatif dalam Musrenbang. Pengintegrasian program berbasis masyarakat dengan musrenbang mencakup upaya menselaraskan model perencanaan partisipatif, teknokratis dan politis. Perencanaan dipersiap-kan melalui mekanisme uji publik dalam kegiatan musrenbang dengan mengakomodasikan kepentingan yang bersifat politis melalui keterlibatan wakil-wakilnya di legislatif, sehingga musrenbang menjadi media penting dalam menyampaikan aspirasi dan menselarsakan kebijakan pembangunan dalam kerangka kerja otonomi daerah.
akan mendukung pencapaian sasaran program SKPD. Pencapaian fokus prioritas dilaksanakan melalui kegiatan prioritas dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan daerah.
tahun sebelumnya khususnya pada penguatan proses pengawalan perencanaan dari desa sampai ke tingkat kecamatan dimana semua perencanaan dari desa sudah terdokumentasikan dalam Perdes RPJM-Desa. Berkat dukungan dari pemerintah kabupaten maros serta kepedulian masyarakat dalam menyusun perencanaan pembangunan desa sehingga pada tanggal 21 Feberuari 2011, Kabupaten Maros yang diwakili oleh Desa Borikamase Kecamatan Maros Baru ditetapkan sebagai Terbaik I Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan pada Anugerah Si Kompak Award dalam PNPM-Mandiri Perdesaan berdasarkan surat dari Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Nomor: 142/SK/II/2011 pada Kategori Perencanaan Partisipatif Desa (PPD). Dengan aspek penilaian di tingkat desa adalah Pelaksanaan Pengkajian Keadaan Desa (PKD), Penyusunan Dokumen RPJM Desa,Pelaksanaan Musrenbang Desa, Penetapan Perdes RPJM Desa, Penetapan RKP Desa. Pada tingkat kecamatan adalah Sosialisasi Musrenbang dan pendampingan Musrenbangdes, pengawalan proses dan pelaksanaan musrenbangcam, partisipasi desa dalam musrenbangcam, hasil dan kesepakatan msurenbangcam, penyelarasan penjaringan asmara DPRD dengan musrenbangcam. Sementara di tingkat kabupaten berfokus pada aspek Dukungan DPRD dalam mengawal perencanaan partisipatif, adanya perda yang menjamin pelaksanaan perencanaan pembangunan partisipatif, dan fasilitasi SKPD. Untuk selanjutnya maros akan ikut berkompetisi di tingkat nasional dalam Anugerah Si Kompak Award pada kategori Perencanaan Pembangunan Desa (PPD). Walaupun demikian kami berharap agar masyarakat secara umum tetap dapat melakukan pengawalan terhadap perencanaan pembangunan partisipatif untuk dapat lebih berkualitas. Segenap Pelaku PNPM-MPd Pusat, Provinsi dan Kabupaten serta Kecamatan memberikan Apresiasi yang tinggi kepada Bapak Bupati Maros, Pimpinan DPRD serta Anggota DPRD dan Pimpinan SKPD yang telah melakukan pengawalan dalam proses pengintegrasian perencanaan pembangunan partisipatif ke dalam sistem perencanaan pembangunan reguler.
(Sumber dari tulisan Sudirman, S. Sos (Faskab Integrasi PNPM-Mandiri Perdesaan Kabupaten Maros) yang diposkan oleh RBM Maros dalam http://ruangbelajarmasyarakat.blogspot.com/2011/02/pengintegrasianperencanaan-pembangunan.html dipublikasikan Senin, 28 Februari 2011)
Pokok Bahasan
: 1. Analisis Usulan Lintas Desa dan Lintas Kecamatan 2. Analisis Integrasi vertikal 3. Analisis Integrasi Horizontal : 1. Kertas Plano, Flipt Chart, Alat Tulis, Spidol Warna 2. Dokumentasi : 2 3 x 40 menit
Petunjuk Umum
Kajian integrasi program berbasis masyarakat dalam rencana pembangunan daerah yang bersifat reguler dilakukan untuk memadukan berbagai isu strategis yang digagas secara partisipatif melalui perencanaan desa dan musrenbang desa/kecamatan dalam satu kesatuan mekanisme perencanaan daerah. Pola pengintegrasian program dilakukan melalui pendekatan vertikal dan horizontal. Pendekatan vertikal menitikberatkan pada keselarasan perencanaan partisipatif, teknokratis dan politis, Sedangkan pendekatan integrasi horizontal menitikberatkan pada keselarasan dan harmonisasi disetiap tahapan musyawarah pembangunan. Dalam kegiatan ini, peserta diberikan pengalaman belajar tentang bagaimana melakukan proses pengintegrasian beragam usulan di tingkat desa/kecamatan yang dapat diakomodasikan dalam rencana pembangunan daerah. Disamping itu, upaya sistematis dalam mengkoordinasikan proses perencanaan melalui forum musrenbang reguler dalam rangka membangun komitmen bersama para pelaku pembanguan mulai dari tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten/kota.
No
(1)
Lokasi (5)
Pelaksana (6)
Sumber Pembiayaan
(7)
Keterangan: Kolom (1) : Kolom (2) : Kolom (3) : Kolom (4) : Kolom (5) : Kolom (6) : Kolom (7) :
Cukup Jelas. Tuliskan usulan program/kegiatan. Tuliskan tujuan program/kegiatan yang akan dilaksanakan. Tuliskan capaian kinerja program/kegiatan yang diharapkan 5 (lima) tahun ke depan Tuliskan lokasi program/kegiatan Tuliskan pelaksana program/kegiatan Tuliskan sumber pembiayaan (APBN, APBD atau dana lain)
3. Identifikasikan program/kegiatan yang memiliki relevansi dengan usulan lintas desa dan lintas kecamatan (skala kabupaten) dengan menggunakan tabel sebagai berikut;
Tabel: Review Usulan Lintas Desa dan Lintas Kecamatan
Periode Pelaksanaan 1 (1) (2) (3) 2 3 (4) 4 5 Lokasi Kegiatan (Lintas Desa/ Kecamatan) (5)
Sifat B R L (6)
No
Program
Kegiatan
Ket (10)
Keterangan: Kolom (1) Kolom (2) Kolom (3) Kolom (4) Kolom (5) Kolom (6) : Kolom (7) Kolom (8) Kolom (9) Kolom (10)
: : : : : : : : :
Cukup Jelas Tuliskan nama program misalnya; program relokasi penduduk korban konflik antardesa di kecamatan A. Tuliskan nama kegiatan misalnya; perencanaan partisipatif pemukiman relokasi untuk penduduk korban konflik di kecamatan A. Tuliskan periode rencana pelaksanaan; tahun 1, 2, 3, 4, dan 5 Tuliskan lokasi pelaksanaan program/kegiatan; antardesa atau antarkecamatan Tuliskansifat program/kegiatan; B=Baru, L=Lanjutan, R=Rehabilitasi, P=Perluasan Tuliskan sasaran dan manfaat kegiatan terhadap masyarakat desa dan lain-lain. Tuliskan perkiraan biaya yang dibutuhkan sesuai RAB. Tuliskan sumber biaya (APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota) Cukup jelas.
4. Mengkaji kondisi dan masalah lintasdesa atau lintaskecamatan yang berkaitan dengan dinamika perubahan masyarakat, konteks program dan hubungan pemangku kepentingan yang terjadi atau bidang kerja serta tantangan yang diperkirakan dihadapi daerah selama 5 (lima) tahun rencana.
Tabel: Review Program/Kegiatan antardesa/kecamatan dan Target Kinerja Perdamaian
No Program Kegiatan Periode Pelaksanaan 1 2 3 4 5
(4)
Lokasi Kegiatan (Lintas Desa/ Kecamatan)
Ket.
(1)
(2)
(3)
(5)
(6)
(7)
Keterangan: Kolom (1) Kolom (2) Kolom (3) Kolom (4) Kolom (5) Kolom (6) Kolom (7)
: : : : : : :
Cukup Jelas Tuliskan nama program misalnya; program relokasi penduduk korban konflik antardesa di kecamatan A. Tuliskan nama kegiatan misalnya; perencanaan partisipatif pemukiman relokasi untuk penduduk korban konflik di kecamatan A. Tuliskan periode rencana pelaksanaan; tahun 1, 2, 3, 4, dan 5 Tuliskan lokasi pelaksanaan program/kegiatan; antardesa atau antarkecamatan Tuliskan target kinerja perdamaian berdasarkan aspek personal, relasional, struktural, dan kultural Cukup jelas.
5. Selanjutnya memformulasikan rumusan akhir program lintas desa/lintas kecamatan yang akan diusulkan dalam musrenbang kabupaten/kota sebagai penyesuaian hasil analisis yang telah dilakukan pada langkah-langkah sebelumnya dalam format yang telah ditetapkan sesuai peraturan yang berlaku.
No
(1)
Program
(2)
Kegiatan
(3)
Jumlah Nilai
(7)
Peringkat Usulan
(8)
Keterangan: Kolom (1) : Kolom (2) : Kolom (3) : Kolom (4) s/d (6) : Kolom (7) : Kolom (8) :
Cukup Jelas. Tuliskan daftar usulan program Tuliskan daftar usulan kegiatan Tuliskan skor 1 5 (skor 1 sangat rendah hingga skor 5 = sangat tinggi). Tuliskan jumlah skor dari kolom (3) s/d (5) Tuliskan urutan atau peringkat tindakan berdasarkan jumlah skor.
9. Setelah setiap usulan proses di atas selesai, buatlah resume hasil pembahasan dan kesepakatan atas hasil formulasi program akhir berdasarkan peringkat usulan.
Kegiatan
(3)
Sasaran Manfaat
(7)
Sumber Biaya
(8)
Keterangan: Kolom (1) : Kolom (2) : Kolom (3) : Kolom (4) s/d (6) : Kolom (7) Kolom (8) : :
Cukup Jelas. Tuliskan daftar usulan program/kegiatan berdasarkan peringkat Tuliskan daftar usulan kegiatan berdasarkan peringkat Tuliskan relevansi usulan untuk disepakati dalam musrebang desa, kecamatan dan kab/kota. Tuliskan sasaran pemanfaat program/kegiatan Tuliskan urutan atau peringkat tindakan berdasarkan jumlah skor.
10. Berdasarkan tabel tersebut akan diketahui program atau kegiatan yang akan diusulkan dalam kegiatan musrenbang mulai dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten/kota. Kemudian kaji faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap dinamika konflik dan perdamaian dari setiap usulan program dan kegiatan.
Urutan Peringkat
(1)
Program
(2)
Kegiatan
(3)
Rekomendasi (6)
Keterangan: Kolom (1) Kolom (2) Kolom (3) Kolom (4) Kolom (5) Kolom (6)
: : : : : :
Tuliskan daftar usulan program atau kegiatan sesuai peringkat. Tuliskan daftar usulan program. Tuliskan daftar usulan kegiatan. Tuliskan periode rencana pelaksanaan; tahun 1, 2, 3, 4, dan 5 Tuliskan faktor-faktor pendorong perdamaian; (P) = Personal; (R) = Relasional; (S) = Struktural; (K) Kultural. Tuliskan rumusan rekomendasi dari setiap program/kegiatan
11. JIka perlu dilakukan penyesuaian setelah melalui proses kajian di atas maka buatlah revisi dengan merumuskan ulang program/kegiatan prioritas. Disarankan agar dilakukan pemisahan usulan sesuai dengan cakupan kewenangan misalnya usulan mana saja yang akan diusung oleh wakil masyarakat untuk di sepakati dalam kegiatan musrebang desa, musrenbang kecamatan dan musrenbang kabupaten/ kota. 12. Catatan hasil kesepantan dalam setiap tahapan musrenbang menjadi acuan bagi semua pihak khusunya pemerintah untuk mengintegrasikannya dalam perencanaan reguler.
Daftar Pustaka
Abu Nimer, Mohammed. (2003) Nonviolance and Peace Building in Islam: Theory and Practice. Florida: The University Press of Florida. Badan Reintegrasi Damai Aceh, Bappenas, et.all (2010) The Multi-Stakeholder Review of Post Conflict Programming in Aceh, Aceh:Multi Donor Fund Baron, P., Clarck.S., Daud.M. (2005) Conflict and Recovery in Aceh: An Assessment of Conflict Dynamics and Options for Supporting the Peace Process. Jakarta: WorldBank. Baron, P., Diprose. R. and Woolcock.M. (2006) Local Conflict and Community Development in Indonesia: Assesing the Impact of The Kecamatan Development Program. Jakarta: Decentralization Support Facility.
Buku Pegangan 2010 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Jakarta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
Burke, A and Afnan., (2005) Aceh: Reconstruction in a Conflict Environment: View from Civil Society, Donors and NGOs. Jakarta: Decentralization Support Facility. CDA Collaborative Learning Project (2004) The Do No Harm Handbook;The Framework for Analyzing the Impact of Assistance on Conflict. Cambridge. Consortium Resource PacK (tt.) Conflict Sencitives Approaches to Development, Humanitarian Assistance, and Peace Building: Tools for Peace and Conflict Impact Assessment. Departemen Dalam Negeri-Lembaga Administrasi Negara (2007) Pedoman Umum Formulasi Perencanaan Strategis (Formulasi of Strategic Planning). Jakarta: SCB-DP. Jakarta. Gaigals C, and Leonhardt M., (2001) Conflict-Sensitive Approaches to Development: A Review of Practice. International Alert, Saferworld and IDRC Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 050-187/Kep/Bangda/2007 tentang Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Jakarta: Departemen Dalam Negeri. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 050-188/Kep/Bangda/2007 tentang Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah/RPJMD). Jakarta: Departemen Dalam Negeri. Korth, S (2001) Conflict Sensitive Approaches to Develpment, Humanitarian Assistance and Peace Building: Tools for Peace and Conflict Impact Assessment. Turin (Italy). www.unssc.org Laderach. P, John., et.al (2007) Reflective Peace Building: A Planning, Monitoring, and Learning Toolkit. Notre Dame: the Joan B. Kroc Institute for International Peace study. LGSP (2007) Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah bagi Eksekutif, Legislatif dan Organisasi Masyarakat Sipil, Bahan Pelatihan dan Pendampingan Bag. 1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah. Seri Perencanaan Partisipatif. Jakarta: USAID.
Integrasi dan Harmonisasi dalam Perencanaan Pembangunan | 231
______ (2007) Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah bagi Eksekutif, Legislatif dan Organisasi Masyarakat Sipil, Bahan Pelatihan dan Pendampingan Bag. 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Seri Perencanaan Partisipatif. Jakarta: USAID. ______ (2007) Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah bagi Eksekutif, Legislatif dan Organisasi Masyarakat Sipil, Bahan Pelatihan dan Pendampingan Bag. 3 Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah. Seri Perencanaan Partisipatif. Jakarta: USAID. ______ (2007) Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah bagi Eksekutif, Legislatif dan Organisasi Masyarakat Sipil, Bahan Pelatihan dan Pendampingan Bag. 5 Renja SKPD. Seri Perencanaan Partisipatif. Jakarta: USAID. ______ (2009) Panduan Memahami Dokumen Anggaran Daerah: Menuju Terwujudnya Proses Penganggaran yang Partisipatif di Indonesia. Jakarta. USAID. Mason A. Simon (2003) Conflict-Sensitive Interviewing: Explorative expert interviews as a conflictsensitive research method, lessons from the project Environment and Cooperation in the Nile Basin (ECONILE), Paper to be presented at the European Peace Science Conference. Amsterdam. Miall, Hugh. (2000) Resolusi Damai Konflik Kontemporer: Menyelesaikan, Mencegah, Mengelola dan Mengubah Konlik Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras, terj. Tri Budhi Sastrio. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ministry of Home Affairs Republic Indonesia. (2005) Annual Report: Kecamatan Development Program. Jakarta: KDP National Scretariat and Management Consultant. Neufeldt, Reina et.all. (2002) Peace Building A Caritas Training Manual. Palazzo San Calisto: Caritas International. Pemerintah Republik Indonesia. (tt) Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK). Jakarta: Kementerian Negara Bappenas, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dan BRR NAD-Nias. Pemerintah Republik Indonesia. (tt) Penjelasan 1 Forum-Forum: Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK). Jakarta: Kementerian Negara Bappenas, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dan BRR NAD-Nias. Pemerintah Republik Indonesia. (tt) Penjelasan 2 Pendanaan: Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK). Jakarta: Kementerian Negara Bappenas, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dan BRR NAD-Nias. Peraturan Pemerintah No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah No. 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri 0008/M.PPN/01/2007/050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2007. Sumpeno, W. (2004) Perencanaan Desa Terpadu; Panduan Perencanaan Berbasis Masyarakat. Jakarta: CRS Indonesia. _______ (2009) Membangun Perdamaian; Panduan Pelatihan Mediasi dan Resolusi Konflik untuk Fasilitator.Buku 1. Banda Aceh: The World Bank. _______ (2009) Membangun Perdamaian; Panduan Pelatihan Mediasi dan Resolusi Konflik untuk Fasilitator. Buku 2. Banda Aceh: The World Bank. _______ (2009) Kepemimpinan Damai; Membangun Visi, Misi dan Strategi Perdamaian Berbasis Komunitas. Banda Aceh: The World Bank. _______ (2010) Pedoman Teknis Penerapan Pembangunan Peka Konflik; Pengarusutamaan Perdamaian dalam Program Kerja Satuan Perangkat Pemerintah Daerah. Banda Aceh: The World Bank. _______ (2010) Draft Panduan Perencanaan Pembangunan Peka Konflik untuk Legislatif. Banda Aceh: Ausaid-Logica-2. _______ (2011) Perencanan Pembangunan Jangka Menengah Desa: Panduan Perencanaan Berbasis Perdamaian. Banda Aceh: The World Bank. Tajima, Y. (2004) Mobilizing for Violance; The escalation and Limitation of Identity Conflicts. The Case of Lampung-Indonesia. Jakarta: WorldBank. Tim Kajian (2006) Kajian Mengenai Kebutuhan Reintegrasi GAM: Meningkatkan Perdamaian melalui Program Pembangunan di Tingkat Masyarakat. Jakarta: WorldBank. Tim Koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) (2010). Panduan Teknis Integrasi. Jakarta: (TK) PNPM Mandiri Perdesaan. Undang-Undang No 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Undang-Undang No 17/2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Putri D. Kuartini (2004) Manajemen Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam
http://www.cimbuak.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=85