You are on page 1of 1

Waspadai Bahaya Laten Komunis

Saat ini Pancasila sebagai pandangan dan falsafah hidup bangsa semakin jarang dilaksanakan dalam dekade. Lebih menyedihkan tidak bergema lagi, sehingga kecintaan generasi muda, khususnya pelajar terhadap Pancasila terus meluntur. Bahaya laten komunis yang ingin menghancurkan Pancasila seperti yang terjadi pada tahun 1965, tidak boleh terjadi kembali di bumi pertiwi. Kita harus mewaspadai bibit-bibit laten itu. Jangan sampai sudah besar baru kita sadar ada bahaya mengancam. Momentum 30 September merupakan waktu tepat bagi kita untuk merenungkan arti komunisme. Bangsa Indonesia melalui Keputusan MPR telah menyatakan paham ini bertentangan dengan Pancasila, karena itu diharamkan berada di Indonesia. Namun demikian, sebagai paham yang berangkat dari cita-cita ideal kebersamaan (sama rata sama rasa), paham ini sangat mudah mengundang simpati di tengah kemelaratan dan kemerosotan moral. Dimana ada kemiskinan disitu tumbuh subur komunisme. Cita-cita komunisme yang terkenal adalah sosialisme ideal, berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Adapun ajaran sosialisme merupakan tahap awal pembentukkan komunitas komunis, yang mendahului pembentukkan masyarakat komunis penuh. Dalam praktek politik, paham ini selalu memupuk ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang sah. Jika pemimpin gerakan komunisme itu telah berhasil meraih tampuk kekuasaan, maka akan segera terbentuk kembali lapisan rakyat dibawahnya, dengan beragam ketidakpuasan. Pemberontakan pun kembali disiapkan. Maka pemerintahan komunis selalu dikelilingi dinas rahasia dengan aksi spionase yang kejam. Intinya adalah, politik komunisme selalu mengakibatkan pemberontakan yang tiada henti. Bagi Bangsa Indonesia, kemelut multi dimensional yang dialami bangsa ini sesaat setelah proklamasi 17 Agustus 1945, telah menimbulkan banyak persoalan. Kelaparan merupakan masalah besar ketika itu, selain banyak warga menggunakan pakaian dari kulit kayu. Banyak tokoh muncul dengan tekad memperbaiki keadaan. PRRI Permesta, Kahar Muzakkar, DI/TII dan lain-lain, namun yang terbesar adalah kemelut yang ditimbulkan oleh Partai Komunis Indonesia. Persoalan PKI menjadi besar, karena ia juga menyangkut ideologi dan falsafah hidup. Upaya membendung akselerasi PKI di Indonesia memang telah menciptakan tragedi, banyaknya manusia tak berdosa menjadi korban. Itu akan menjadi sejarah kelam. Namun sebaliknya, seandainya PKI berhasil menguasai pemerintahan, kemungkinan besar korban lebih banyak lagi. Ekor persoalan itu masih terasa sampai sekarang, yaitu soal bersih diri atau bersih lingkungan. Banyak anak cucu para kader PKI masih tetap dipandang sebagai simpatisan PKI, sehingga sinyalemen itu menciptakan diskriminasi. Mungkin diperlukan kampanye besar-besaran menghapus luka lama ini, tentu diiringi dengan kesadaran bahwa paham komunisme adalah salah. Khususnya warga masyarakat yang secara kebetulan orangtua atau kakeknya adalah kader PKI, agar berada di garda terdepan menolak paham komunisme di Indonesia. Anggreta Galuh A 03 / XII IPA 6

You might also like