You are on page 1of 11

Naskah akademik

1.

Pendahuluan

Latar belakang GEPENG (gelandangan-pengemis) yaitu orang yang tidak memiliki tempat tinggal di suatu tempat dan berprofesi sebagai pengemis atau pemintaminta, termasuk ANJAL (anak jalanan). Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidaksesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara ditempat-tempat umum Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta dimuka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.1 Gepeng (gelandangan-pengemis) saat ini merupakan suatu profesi yang telah menjadi budaya bangsa Indonesia. Budaya ini terkait dengan keberadaan kota-kota metropolitan yang mengiurkan untuk menjadi lahan adu nasip dari masyarakat yang ada di desa untuk pergi ke kota (urbanisasi). Sebagai bangsa yang yang satu, merdeka cerdas, haruslah dan menciptakan makmur, kehidupan dapat

berbangsa

adil

sehingga

menghapuskan mental pengemis yang telah tercipta secara turunmenurun dan atau proses urbanisasi pada bangsa ini.

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2007 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis

Gepeng dan atau pengemis pada masyarakat adapun yang terorganisir dan merupakan praktek penipuan yaitu profesi pengemis musiman. Pengemis musiman acap kali terorganisir dan beroprasi hanya pada perayaan-perayaan hari besar tertentu. Salah satu cara pokok untuk meminimalkan jumlah GEPENG secara efektif adalah rehabilitasi. Rehabilitasi yang diharapkan akan menciptakan pembekalan keterampilan yang produktif sehingga mencari nafkah secara baik. para GEPENG dapat

2.

Dasar Penyusunan RAPERDA

a. Dasar Filosofis Gelandangan pengemis pada ddasarnya mempunyai hak yang sama dengan manusia yang lainnya, yang pada dasarnya setiap manusia memiliki hak untuk mendapatkan tempat tinggal, pendidikan, dan penghidupan yang layak. Banyak orang yang menganggap GEPENG adalah sampah masyarakat, bahkan tak jarang keberadaan merekapun dikucilkan oleh masyarakat. Sesungguhnya tugas dari masyarakat yakini membantu mereka danmengarahkan mereka agar dapat menjadi manusia yang lebih berguna bagi masyarakat, bangsa, dan Negara terutama bagi diri mereka sendiri. Dengan adanya raperda ini diharapkan agar keberadaan dari GEPENG tersebut dapat diminimalisir sehingga tercapailah tujuan dari cita-cita Negara yakini meningkatkan harkat dan martabat kaum gelandangan keposisi yang layak sebagai manusia seutuhnya dan memiliki peran didalam kehidupan social kemasyarakatan. Pada hakikatnya yang diharapkan berupa pemberdayaan dan penangulangan GEPENG yang ada di sekitar daerah Yogyakarta : 1. Pemberdayaan kelompok gelandangan dan pengemis. Pemberdayaan dalam hal kemampuan dalam berkarya untuk mampu mencari mata pencaharian yang lebih baik dan membawa kesejahteraan secara baik. Pemberdayaan ini akan dibatu oleh pemerintah dalam

melakukan pelatihan-pelatihan sesuai bakat dan kemampuan dari tiap individu yang tergolong dalam kriteria GEPENG.

Pemberdayaan

ini

termasuk

dalam

langkah

mendidik

gelandangan atau pengemis yang termasuk anak jalanan dapat sesuai dengan cita-cita luhur falsafat idil Indonesia yaitu Pancasila sila ke dua kemanusiaan yang adil dan beradab. Untuk mencapai cita-cita luhur tersebut maka diperlukan

beberapa tindakan prefentif dan represif secaraterkoordinir dan berkesinambungan. Permasalahan GEPENG tak lepas dari urbanisasi yang harus dilawan dengan memberdayakan kembali program transmigrasi sebagai bentuk penyebaran GEPENG agar tidak terkosentrasi pada kota-kota besar di daerah-daerah Yogyakarta. 2. Melindungi hak-hak asasi manusia. Hak-hak yang dimaksud dalam hal ini merupakan hak yang terkait terhadap perlindungan anak, penjualan manusia(human traficking) kekerasan dalam rumah tangga, dan hak penyandang cacat yang indentik dengan kehidupan GEPENG yang sering mendapat pelecehan dan hardikan. Hardikan yang dimaksud bukan hanya dari pihak luar namun juga sesame mereka. Hak-hak ini sering dilanggar oleh pihak eksteren maupun internal yang acap kali terjadi dalam kelompok GEPENG. Selain hak GEPENG juga perlu mendapat perhatian yang lebih terkait hak-hak individu lain yang terganggu baik fisik ataupun sikis terkait dengan rasa aman, kebersihan, ketertiban, kesehatan, dan keselarasan dalam bermasyarakat. Hak-hak ini mengadopsi dari UUD 1945 pasal 34 Ayat 1. Tentang pemeliharaan anak terlantar yang akan dipelihara Negara (dijamin)

3. Mengubah mental peminta-minta yang meresahkan dan identik dengan minimnya edukasi sikis atau fisik. Dalam hal ini dibutuhkan tindakan yang sangat sampai

berskinambungan

terhadap

langkah-langkah

rehabilitas

penempatan kembali kedaerah-daerah yang dinilai pantas untuk menjadi tempat transmigrasi (jika memang di butuhkan). Dengan cara tersebut maka mental mereka akan berubah secara bertahap untuk tetap terus bertahan hidup dan tidak tertarik lagi terhadap pekerjaan mengemis lagi. Bukan kah jika ditinjau dari segi kemanusiaan yang adila dan beradap, profesi sebagai GEPENG bkuan mencerminkan martabat seperti layaknya kalimat kiasan yang mengatakan ; ketika memberi jangan biarkan tangan kiri melihat. Dengan tercapainya hal-hal tersebut maka akan terwujudlah masyarakat yang madani yang memiliki mental dan intelektual yang baik sehigga kesejahteraan akan mengikuti secara tidak langsung.

b. Dasar Sosiologis Salah satu faktor adanya GEPENG dikarenakan kemiskinan dan kbodohan. Hal tersebut menjadi faktor dari keberadaan gelandang dan pengemiis, kebodohan bagi pengemis disebabkan karena biaya pendidikan yang semakin mahal di Indonesia. Meskipun sudah ada upaya dari pemerintah untuk meminimalkan biya sekolah (dana bos) namun pelaksanaanya belum maksimal. Dari tersendatnya aspek pendidikan tersebut mengarah pada kebodohan yang mana mengakibatkan seseorang menjadi miskin karena tidak memiliki keahlian karena ketidaktahuanya. Selain rendahnya pendidikan dan kebutuhan maasyarakat semakin komleks (biya hidup yang semakin tinggi) menjadi alasan banyaknya orang miskin di Indonesia. GEPENG
5

adalah mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup serta keahlian sehingga bagi mereka salah satu cara untuk selalu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maka mereka menjadi pengemis. Bagi mereka mengemis merupakan mata pencaharian utama namun tidak semuanya menjadikannya mata pencaharian utama, alasan dijadikannyaa mengemis menjadi sebuah profesi karena terhimpit akibat kebodohan dan kemiskinan. Dalam hal ini pengemis dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, diantaranya :
1) Pengamen

merupakan

cara

mengemis

dengan

menggunakan alat musik atau melakukan sesuatu untuk mengeluarkan bunyi-bunyian. 2) Penjual jasa : mengemis dengan cara melakukan suatu hal untuk mendapatkan belas kasihan dan meminta uang.
3) Peminta-minta : meminta uang atau suatu hal dengan cara

memelas tanpa ada upaya seperti mengamen dan menjual jasa. Solusi terkait pengurangan jumlah GEPENG yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, harus ada pendataan GEPENG secara rinci untuk memisahkan para GEPENG yang berasal dari kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan daerah lain. Agar pemberdayaan GEPENG maksimal maka harus dilakukan pemindahan GEPENG yang berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta kedaerah asalnya. Solusi yang harus dilakukan untuk menanggulangi atau

memberdayakan para GEPENG dalam hal kebodohan, kemiskinan dan urbanisasi dalam hal ini adalah :

1) Kebodohan : pemberian pendidikan kepada para GEPENG

yang

memang

berada

di

kawasan

Daerah

Istimewa

Yogyakarta. Dengan klasifikasi metode pengajaran khusus terkait dengan bakat atau kopetensi yang dimiliki untuk menjadi produktif dan kreatif. Terkait dengan pendidikan formal bagi GEPENG usia sekolah dapat mengikuti sekolah sore yang telah disediakan pemkot.
2) Kemiskinan : terkait dalam hal ini perlu adanya modal yang

dapat diberikan oleh pemerintah kota untuk pemberdayaan GEPENG dengan jumlah yang telah disesuaikan dengan ketentuan terkait peluang usaha yang akan dilakukan dan jika mensetujui melakukan transmigrasi maka akan dijamin hidupnya oleh Negara selama 1 tahun dan penyediaan lahan kerja juga tempat tinggal.
3) Urbanisasi

pemberdayaan

daerah

terpencil

dengan

melakukan pendataan pada tiap desa untuk melekukan kontrol terhadap perpindahan penduduk dari desa ke kota secara berkala. Dan melakukan upaya pencegahan dengan memberdayakan usaha-usaha yang ada di desa. Dalam hal ini kegiatan koperasi harus lebih diperhatikan dan di bina agar dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru yang produktuf dan menyerap banyak pekerja. Dengan keadaan dan jumlah GEPENG yang meresahkan dan tidak sesuai dengan cita-cita bangsa terhadap kemakmuran negri ini maka dengan adanya peraturan dan yang pengemis mengatur tentang akan pemberdayaan gelandangan diharapkan

mengubah kesejahteraan serta martabat bangsa ini. Jika hal ini tetap di biarkan maka akan banyak terjadi perubahan mental terhadap bangsa kita terhadap rasa perjuangan untuk mendapatkan kehidupan
7

yang layak dan mampu mensejahterakan kehidupan berbangasa dan bernegara.


c. Dasar Yuridis

Pembukaan UUD 1945 UUD 1945 pasal 34 Pancasila

a. Materi Muatan Materi muatan dari penyusunan Raperda mengenai gelandangan dan pengemis ini lebih menekankan pada upaya preventif, rehabilitative dan pemberdayaan, dengan tidak mengabaikan upaya represif melalui penerapan sanksi karena bagaimanapun juga penerapan sanksi ini sangatlah penting dalam mewujudkan sebuah penegakkan hukum dan ketertiban. Secara sistematik, materi muatan yang diatur dalam Perda antara lain: 1. Ketentuan Umum

Memuat istilah-istilah yang berkaitan dengan Perda mengenai gelandangan dan pengemis, beserta pengertian atau maknanya masing-masing. 2. Asas dan tujuan mengenai asas-asas dan tujuan penanganan

Memuat

gelandangan dan pengemis di D.I.Yogyakarta. 3. Upaya preventif, represif dan rehabilitasi social

a.

Upaya preventif memuat hal-hal yang dapat dilakukan baik oleh lembaga pemerintah daerah maupun masyarakat untuk mencegah dan meningkatkan gelandangan dan pengemis di D.I.Yogyakarta. Hal-hal tersebut contohnya adalah melakukan pemantauan dan/atau pengendalian terhadap dilakukan pencegahan sumber-sumber adalah atau penyebab timbulnya sosialisasi pengemis. gelandangan dan pengemis. Selain itu upaya yang dapat dengan mengadakan dan timbulnya gelandangan

Sosialisasi ini dilakukan pada semua lapisan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. b. Upaya represif memuat hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi terhadap dan/atau meniadakan dan gelandangan dan , pengemis. Tindakan yang bisa dilakukan adalah razia gelandangan pengemis, pendataan penampungan sementara maupun bimbingan psikologis terhadap gelandangan dan pengemis.
c.

Upaya rehabilitasi memuat hal-hal yang dapat dilakukan untuk dan meningkatkan pengemis harkat dan manusi martabat sebagai gelandangan sebagai

pribadi dan sebagai anggota masyarakat yang dapat memberikan peran dalam bermasyarakat. Usaha-usaha yang dapat dilakukan meliputi pembinaan melalui bimbingan mental, fisik, sosial dan ketrampilan serta penyaluran ke lapangan kerja, ditransmigrasikan maupun diresosialisasikan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat yang lebih layak. 4. Lembaga/ Komite Khusus

Komite khusus ini memiliki fungsi penyusunan rencana program dan kegiatan, pengembangan sistem penanganan dan informasi serta monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan. Selain itu dibentuk dalam rangka untuk mengatur mekanisme koordinasi dengan instansi terkait, LSM dalam rangka penanganan masalah gelandangan dan pengemis di D.I.Yogyakarta. 5. Larangan Larangan dalam hal ini ditujukan baik kepada masyarakat yang memberikan dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis, ditujukan kepada gelandangan dan pengemis itu sendiri, dan kepada pihak-pihak yang mengeksploitasi gelandangan dan pengemis. 6. Ketentuan Pidana Ketentuan pidana yang mengatur berbagai sanksi, dikenakan bagi pihak-pihak yang melanggar larangan yang telah diatur dalam perda dan pelanggaran terhadap perda. 7. Ketentuan Penutup

3. Penutup

kesimpulan Naskah akademik ini disusun sebagai gagasan awal pokok-pokok pemikiran mengenai wacana penyusunan perda mengenai penanganan gelandangan dan pengemis di D.I.Yogyakarta.

10

Saran Naskah akademik ini diharapkan menjadi acuan dalam penyusunan peraturan daerah mengenai gelandangan dan pengemis. Dan perlunya sosialisasi mengenai aspek-aspek dan materi muatan yang akan disusun perda ini kepada masyarakat, agar segera mendapat tanggapan dari masyarakat, sehingga akan diketahui apakah perda ini telah sesuai dengan yang diinginkan masyarakat D.I.Yogyakarta atau belum.

11

You might also like