You are on page 1of 19

Macam-macam Tingkat Kesadaran )

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi : 1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.. 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriakteriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign. Penyebab Penurunan Kesadaran Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi. Mengukur Tingkat Kesadaran Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera

kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran. Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive). Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).

Glasgow Coma Scale.Penilaian : * Refleks Membuka Mata (E) 4 : membuka secara spontan 3 : membuka dengan rangsangan suara 2 : membuka dengan rangsangan nyeri 1 : tidak ada respon * Refleks Verbal (V) 5 : orientasi baik 4 : kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan 3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik 2 : kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang 1 : tidak ada respon * Refleks Motorik (M) 6 : melakukan perintah dengan benar 5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar 4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi. 3 : hanya dapat melakukan fleksi 2 : hanya dapat melakukan ekstensi 1 : tidak ada respon cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = compos mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCSnya 3 (1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya 4-X-6.Atau bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun. Atau jika ditotal skor GCS dapat diklasifikasikan : a. Skor 14-15 : compos mentis

b. Skor 12-13 : apatis c. Skor 11-12 : somnolent d. Skor 8-10 : stupor e. Skor < 5 : koma Derajat Kesadaran - Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi - Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang. - Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala. - Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh menghindari tusukan). - Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus. Kualitas Kesadaran - Compos mentis : bereaksi secara adekuat - Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk. - Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu. - Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan pikirannya. - Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa. Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi. Pengkajian position mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

POSISI FOWLER DAN SEMI FOWLER Pengertian : memberikan posisi setengah duduk dan duduk pada pasien Tujuan : Memberikan kenyamanan pada pasien, Memberikan ekspansi paru Indikasi : pada pasien yang mengalami sesak nafas Prosedur A. Tahap prainterakasi 1. Memastikan kembali identitas pasien

2. 3. a. b. c. d. 4. 5. B. 1. 2. 3. 4. 5. C. 1. 2. 3. 4. 5.

Mengkaji keluhan dan tanda sesak nafas Mempersiapkan peralatan : Bantsl 2-5 buah Sandaran atau punggung ( regestin ) k/p Masker Sarung tangan Seluruh peralatan diletakan ditroli atau tempat yang bersih dan diatur rapi Mebjaga perivacy pasien dan keluarga Tahap orientasi Memberikan salam kepada pasien Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan Mengatur posisi pasien senyaman mungkin Meminta pasien untuk bekerja sama selama tindakan berlangsung

Tahap kerja Perawat mencuci tangan Perawat memakai masker dan memakai sarung tangan Mendekatkan peralatan kepasien Embantu pasien untuk duduk ditempat tidur Menyusun bantal dengan sudut ketinggian 3-40, bila membutuhkan posisi yang lebih tegak diposisikan dengan sudut 60 6. Perawat berdiri disamping kanan menghadap kepasien 7. Menganjurkan pasien untuk menekuk kedua lutut 8. Menganjurkan pasien untuk menopang badan dengan kedua lengan 9. Perawat menyangga pasien dengan cara tangan kanan perawat masuk ke ketiak pasien dan tangan kiri perawat menyangga punggung pasien 10. Menganjurkan pasien untuk mendprong badanya kebelakang 11. Melepas sarung tangan dan masker 12. Merapikan kembali peralatan dan pasien 13. Perawat mencuci tangan D. 1. 2. 3. E. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tahap terminasi Mengevaluasi respon pasien Perawat menyampaikan informasi mengenai perawatan selanjutnya Mengakhiri kegiatan dan memberikan salam Dokumentasi Tulis tindakan yang sudah dilakukan Waktu Evaluasi Respon Paraf Nama perawat jaga

Pengertian :

1. 2. 3. 1. 2. A. 1. 2. 3. a. b. 4. 5. B. 1. 2. 3. 4. C. 1. 2. 3.

MENGATUR POSISI SIM menberikan posisi miring dengan salah satu lutut yang berada diatas ditekuk kearah dada dan lengan memeluk bantal guling Tujuan : Memberikan kenyamanan pada pasien Memasukan obat suppositoria Mencegah dikubitus Indikasi : Pada pasien badres total Pada pasien yang mendapatkan terapi suppositoria Perosedur Tahap prainteraksi Memastikana kembali identitas pasien Mengkaji keluhan pasien, tanda-tanda iritasi pada kulit punggung dan indikasi pemberian suppostori Mempersiapkan alat : Bantal 1 buah Bantal guling 1 buah Peralatan ditempatkan diteroli atau tempat bersih dan dirapaikan Menjaga perivacy pasien dan keluarga Tahap orientasi Memberikan salam kepada pasien Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan Meminta pasien untuk bekerja sama selama pelaksanan tindakan berlngsung

Tahap kerja Perawat mencuci tangan Perawat berada disebelah kanan dan menghadap ke pasien Dalam posisi berbaring pasien kemudian miringkan pasien kesalah satu sisi ( kanan atau sebelah kiri ) dengan posisi setengah telugkup 4. Apabila pasien di miringkan kesebelah kiri, kaki pasien diatur lurus, lutut dan paha kanak serta ditekuk serta ditarik kearah dada, diantara kaki kanan dan kaki kiri diletakan bantal guling 5. Posisi tangan kiri pasien bisa diatur disamping kepala pasien atau dibelakang punggung dantangan kanan memeluk bantal guling 6. Perawat mencuci tangan D. 1. 2. 3. Tahap terminasi Mengevaluasi respon pasien Perawat menyampaikan informasi mengenai perawatan selanjutnya pada pasien dan keluarga Mengakhiri tindaka dengan mengucapkan salam

E. Dokumentasi 1. Catat semua tindakan 2. Waktu

3. 4. 5. 6.

Evaluasi Respon pasien Paraf Nama perawat jaga.

KONSEP MOBILISASI DINI POST PARTUS Definisi Mobilisasi Post Partus


y

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk berjalan bangkit berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagianya disamping kemampuan mengerakkan ekstermitas atas. (Hincliff, 1999) Mobilisasi dini menurut Carpenito tahun 2000 adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.

Bentuk Mobilisasi Dini 1. Berdiri 2. Duduk 3. Berpindah dari satu kelompok lain, seperti : a. Dari tempat tidur ke kursi; b. Dari kursi biasa ke kursi berlubang; c. Dari kursi roda ke kloset duduk; d. Dari lantai ke kursi atau tempat tidur; e. Bangkit dari duduk; f. Berjalan : dengan bantuan: (Penyangga kaki dari logam, Sepatu khusus, Bidai, Kaki palsu); g. Menggerakkan tubuh, bahu, tangan dan lengan untuk berbagai macam gerakan, seperti: (1). Menggerakkan dan melepaskan pakaian; 2). Menjaga kebersihan pribadi; 3). Mengerjakan pekerjaan rumah tangga; h. Melakukan gerakan badan; i. Mobilisasi dengan bantuan alat mekanik; j. Kursi roda : di dorong oleh orang lain di jalanan sendiri.) (Roper, 2002)

Bentuk Lain Mobilisasi Dini 1. Membantu pasien duduk di tempat tidur Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas pasien :
y y y

Memenuhi kebutuhan mobilitas Mempertahankan toleransi terhadap aktivitas Mempertahankan kenyamanan

Bentuknya meliputi :

Mengatur posisi pasien di tempat tidur

1. Posisi fowler
y

Posisi dengan tubuh setengah duduk atau duduk

Tujuan : 1. Mempertahankan kenyamanan 2. Memfasilitas fungsi pernafasan

2. Posisi SIM
y

Pada posisi ini pasien berbaring miring, baik miring ke kanan atau miring ke kiri.

Tujuan : 1. 2. 3. 4. Memberikan kenyamanan Melakukan hukna Memberikan obat per anus (supositorial) Melakukan pemeriksaan daerah anus

3. Posisi trendelenburg
y

Posisi ini menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki.

Tujuan :
y

Memperlancar peredaran darahke otak

4. Posisi Dorsal Recumbent


y

Pada posisi ini, pasien ditempatkan pada posisi terlentang dengan kedua lutut fleksi di atas tempat tidur.

Tujuan :

1. Perawatan daerah genitalia 2. Pemeriksaan genetalia 3. Posisi pada proses persalinan

5. Posisi Litotomi
y

Pada posisi ini, pasien ditempatkan pada posisi terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik ke atas abdomen

Tujuan : 1. Pemeriksaan alat genetalia 2. Proses persalinan 3. Pemasangan alat kontrasepsi

Posisi Genu Pektoral (Knee chest)


y

Pada posisi genu pektoral, pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur.

Tujuan :
y

Pemeriksaan daerah rektum dan sigmoid

(2). Memindahkan pasien dari tempat tidur satu ke kursi roda


y

Aktivitas ini dilakukan pada pasien yang membutuhkan bantuan untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi roda.

Tujuan : 1. 2. 3. 4. Melatih otot skelet mencegah kontraktur Mempertahankan kenyamanan pasien Mempertahankan kontrol diri pasien Memindahkan pasien untuk pemeriksaan (diagnosa, fisik)

(3). Memindahkan pasien oleh dua atau tiga perawat

Pada tindakan ini pemindahan pasien dilakukan oleh dua sampai tiga orang perawat. Pemindahan ini dapat dari tempat tidur atau ke brankart atau dari satu tempat tidur ke tempat tidur yang lain. Pemindahan ini biasanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat atau tidak boleh melakukan pemindahan sendiri. Hal yang perlu disiapkan sama dengan pemindahan pasien ke tempat tidur ke kursi roda.

Tujuan :
y

Memindahkan pasien dari rungan satu ke ruangan yang lain untuk tujuan tertentu (pemeriksaan diagnostik atau pindah ruangan)

(4). Membantu pasien berjalan


y

Seperti halnya tindakan lain, membantu pasien berjalan memerlukan persiapan. Perawat mengkaji beberapa toleransi pasien terhadap aktivitas, kekuatan, adanya nyeri dan keseimbangan pasien untuk menentukan jumlah bantuan yang diperlukan paien. Aktivitas ini memungkinkan memerlukan alat seperti kruk dan tongkat. Namun ada prinsipnya, perawat dapat melakukan aktivitas ini meskipun tanpa menggunakan alat.

Tujuan : 1. Memulihkan kembali toleransi aktivitas 2. Mencegah terjadinya kontraktur sendi

Tabel 2.1 Derajat Kekuatan Otot

(4). Manfaat Mobilisasi Dini

1. 2. 3. 4.

Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi peurperium Mempercepat involusi alat kandungan Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme. (Manuaba, 1998)

Menurut Rambey, 2008 manfaat mobilisasi dini adalah : 1. Melancarkan sirkulasi darah 2. Membantu proses pemulihan 3. Mencegah terjadinya infeksi yang timbul karena gangguan pembuluh darah balik serta menjaga pedarahan lebih lanjut

Menurut Fizari, 2009 manfaat lain dari mobilisasi dini adalah: 1. Ibu merasa lebih sehat dan kuat 2. Faal usus dan kandung kencing lebih baik 3. Kesempatan yang baik untuk mengajari merawat atau memelihara anaknya

(5). Macam Mobilisasi Dini Mobilisasi penuh


y

Yaitu seluruh anggota dapat melakukan mobilisasi secara normal. Mobilisasi penuh mempunyai peranan penting dalam menjaga kesehatan baik secara fisiologis maupun psikologis.

Mobilisasi sebagian
y

Yaitu sebagian dari anggota badan yang dapat melakukan mobilisasi secara normal.

Terjadi pada pasien dengan gangguan saraf motorik dan sensorik, terdiri dari : 1. Mobilisasi sebagian dengan temporer, disebabkan oleh trauma yang reversibel 2. Pada sistem muskuloskeletal 3. Mobilisasi sebagian permanen disebabkan karena rusaknya sistem saraf yang reversibel (hemiplagi karena kecelakaan).

(6). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Gerak Sendi

Yaitu pertemuan antara dua atau lebih ujung tulang

Tulang
y

Merupakan jaringan hidup yang mempulnyai banyak suplai darah.Tulang dapat tumbuh dan memperbaiki dirinya. Fungsi tulang sebagai tuas untuk menggerakkan otot-otot dan menyimpan kalsium dan fosfat, mengeluarkannya bila dibutuhkan.

Tendon
y

Merupakan jaringan ikat yang kuat, berwarna putih dan tidak elastis untuk melekatkan otot pada tulang.

Ligamen
y

Merupakan pita jaringan fibrosa yang kuat dan berfungsi untuk mengikat serta menyatukan tulang atau bagian lain untuk menyangga suatu organ.

Otot Otot dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Otot skeletal yaitu otot yang ditemukan pada tulang rawan atau kulit. Dikendalikan melalui sistem syaraf pusat, serat-seratnya memperlihatkan garis-garis melintang. 2. Otot polos ditemukan pada dinding visera dan pembuluh darah. Dikendalikan melalui sistem syaraf otonom, serat-seratnya tidak memperlihatkan garis melintang. 3. Otot jantung yang hanya ditemukan di jantung

(6). Sistem syaraf


y

Jaringan syaraf dibentuk dari neuron yang sel-selnya terkadang mengalami proses yang sangat panjang dikhususkan untuk penghantar implus syaraf yang menyokong dan memberi makan neuron-neuron. Neuron adalah unit dasar sistem persyarafan. (Cambridge Comunication Limited, 1998)

(7). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini 1. Penyakit tertentu dan cidera

Penyakit-penyakit tertentu dan cidera berpengaruh terhadap mobilitas misalnya penderita multipe aklerosis dan cidera pada urat saraf tulang belakang. Demikian juga pada pasien post operasi atau yang mengalami nyeri, cenderung membatasi gerakan.

2. Budaya
y

Beberapa faktor budaya juga mempunyai pengaruh terhadap aktivitas. Misalnya di Jawa berpenampilan halus dan merasa tabu bila mengerjakan aktivitas berat dan pria cenderung melakukan aktivitas lebih berat.

3. Energi
y

Tingkat energi bervariasi pada setiap individu. Terkadang seseorang membatasi aktivitas tanpa mengetahui penyebabnya. Selain itu tingkat usia juga berpengaruh terhadap aktivitas. Misalnya orang pada usia pertengahan cenderung mengalami penurunan aktivitas yang berlanjut sampai usia tua.

(8). Resiko Bila Tidak Melakukan Mobilisasi


y y y

Berbagai masalah dapat terjadi bila tidak melakukan mobilisasi dini, misalnya : Gangguan pernafasan yaitu sekret akan terakumulasi pada saluran pernafasan yang akan berakibat klien sulit batuk dan mengalami gangguan bernafas. Pada sistem kardiovaskuler terjadi hipotensi ortostatik yang disebabkan oleh sistem syaraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah sewaktu berdiri dari berbagai dalam waktu yang lama. Pada saluran perkemihan yang mungkin terjadi adalah statis urin yang disebabkan karena pasien pada posisi berbaring tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara sempurna. Pada gastrointestinal terjadi anoreksia diare atau konstipasi. Anoreksia disebabkan oleh adanya gangguan katabolisme yang mengakibatkan ketidak seimbangan nitrogen karena adanya kelemahan otot serta kemunduran reflek deteksi, maka pasien dapat mengalami konstipasi.

y y

(9). Jenis Gerakan Sendi

y y y y

Fleksi: Yaitu tindakan menekuk dua ujung sesuatu alat saling mendekati atau keadaan dua ujung sesuatu alat yang tertekuk berekatan. Ekstensi: Yaitu gerakan yang membesarkan sudut antara dua ujung tulang yang bersendi. Gerakan yang menjauhkan ujung-ujung alat atau bagian tubuh. Hiperektensi yaitu ekstensi lebih lanjut. Abduksi: Yaitu gerakan anggota badan atau mata kesisi menjahui sumbu tengah tubuh

y y y y y

Rotasi: Yaitu gerakan memutari pusat axis dari tulang Eversi: Yaitu tindakan memutarkan telapak kaki kebagian luar Inversi: Yaitu putar bagian telapak kaki kebagian dalam membentuk sudut dari persendian Pronasi: Yaitu pemutaran lengan bawah ke dalam Supinasi: Yaitu gerakan memutar lengan bawah ke luar. (Hincliff, 1999).

DAFTAR PUSTAKA 1. Alimul, A. (2007), Metode Penelitian Penulisan Ilmiah, Jakarta: Salemba Medika. 2. Alimul, H. A, dan Musrifatul, U. (2004), Buku Saku Pratikan Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: EGC. 3. Arikunto, S. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta. 4. Cambridge, C. L. (1998) Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia dan System Reproduksi, Jakarta: EGC. 5. Desiyati, D. (2008) Fisiologi Nifas, from Http://we-littlefairy. blogspot.com 6. Fizari, S. (2009) Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From Http://sekuracity/blogspot.com 7. Hincliff, S. (1999) Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 8. Ibrahim, C.S. (1996) Perawatan Kebidanan, Jakarta: Bhratara. 9. Manuaba, I. B. G. (1998) Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 10. Mochtar, R. (1998) Sinopsis Obstetric, Jakarta: EGC. 11. Notoadmodjo, S. (2005) Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 12. Nursalam, (2003) Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika. 13. Nursalam, dan Pariani, S. (2001) Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, CV, Info Medika. 14. Prawirohardjo, S. (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 15. ___________, (2002) Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 16. Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO. (2001) Post Partum, Jakarta: MNH 17. Ramali, A. (2003) Kamus Kedokteran, Jakarta: Djambatan. 18. Rambey, R. (2008) Tetap Sehat Setelah Bersalin, from Http:// nursingwear/wordpress. 19. Roper, N. (2002) Prinsip-Prinsip Keperawatan, Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika. 20. Sinsin, L. (2009). Masa Kehamilan dan Persalinan. PT. Elex Media Komputindo, from Http:// www.elexmedia.co.id, 118-119.

PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIFITAS

Sebelum melaksanakan asuhan keperawatan pemenuhan aktifitas perawat terlebih dahulu harus mempelajari konsep konsep tentang mobilisasi. Di bawah ini akan di bahas beberapa uraian penting antara lain : A. Pengertian mobilisasi B. Menjelaskan tujuan mobilisasi C. Faktor faktor yang mempengaruhi mobilisasi D. Macam persendian diartrosis dan pergerakannya. E. Tanda tanda terjadinya intolerasi aktifitas F. Masalah fisik akibat kurangnya mobilitas (Immobilisasi) G. Menjelaskan upaya pencegahan masalahyang timbul akibat kurangnya mobilisasi. H. Macam macam posisi klien di tempat tidur A. Pengertian mobilisasi Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (kosier, 1989). B. Tujuan dari mobilisasi antara lain : 1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia 2. Mencegah terjadinya trauma 3. Mempertahankan tingkat kesehatan 4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari hari 5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh. C. Faktor faktor yang mempengaruhi obilisasi 1. Gaya hidup Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk. 2. Proses penyakit dan injuri Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler. 3. Kebudayaan Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya. 4. Tingkat energi

Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari. 5. Usia dan status perkembangan Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit. D. Tipe persendian dan pergerakan sendi Dalam sistim muskuloskeletal dikenal 2 maca persendian yaitu sendi yang dapat digeragan (diartroses) dan sendi yang tidak dapat digerakan (siartrosis). E. Toleransi aktifitas Penilaian tolerasi aktifitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler seperti Angina pektoris, Infark, Miocard atau pada klien dengan immobiliasi yang lama akibat kelumpuhan.Hal tersebut biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisai, saat mobilisasi dan setelah mobilisasi. Tanda tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976). a) Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur b) Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi orthostatic. c) Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal. d) Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan. e) Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidak stabilan posisi tubuh. f) Status emosi labil. F. Masalah fisik Masalah fisik yang dapt terjadi akibat immobilitasi dapat dikaji / di amati pada berbagai sistim antara lain : a) Masalah muskuloskeletal Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan mineral, tulang dan kerusakan kulit. b) Masalah urinari Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan inkontinentia urine. c) Masalah gastrointestinal Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi. d) Masalah respirai Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidak seimbangan asam basa (CO2 O2). e) Masalah kardiofaskuler Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus. G. Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara lain : 1. Perbaikan status gisi 2. Memperbaiki kemampuan monilisasi 3. Melaksanakan latihan pasif dan aktif 4. Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (Struktur tubuh).

5. Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk menghindari terjadinya dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh. H. Macam macam posisi klien di tempat tidur 1. Posisi fowler (setengah duduk) 2. Posisi litotomi 3. Posisi dorsal recumbent 4. Posisi supinasi (terlentang) 5. Posisi pronasi (tengkurap) 6. Posisi lateral (miring) 7. Posisi sim 8. Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
MOBILISASI DENGAN MEMBERIKAN POSISI MIRING

Tujuan : 1. Mempertahankan bady aligment 2. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi 3. Mengurangi Meningkatkan rasa nyaman 4. kemungkinan terjadinya cedera pada perawat maupun klien 5. Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap Indikasi : 1. Penderita yang mengalami kelumpuhan baik hemiplegi maupun para plegi 2. Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi 3. Penderita yang mengalami pengobatan (immobilisasi) 4. Penderita yang mengalami penurunan kesadaran Persiapan : 1. Berikan penjelasan kepada klien maksud dan tujuan di lakukan tindakan mpobilisasi ke posisi lateral. 2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan untuk membatasi penyebaran kuman ? micro organisme. 3. Pindahkan segala rintangan sehingga perawat leluasa bergerak. 4. Siapkan peralatan yang di perlukan. 5. Yakinkan bahwa klien cukup hangat dan privasy terlindungi. Saran saran atau hal hal yang harus di perhatikan : 1. Perawat harus mengetahui teknik mobilisasi yang benar 2. Bila klien terlalu berat pastikan mencari pertolongan 3. Tanyakan kepada dokter tentang indikasi dan kebiasaan dilakukannya mobilisasi Persiapan alat : 1. Satu bantal penopang lengan

2. Satu bantal penopang tungkai 3. Bantal penopang tubuh bagian belakang Cara kerja : 1. Angkat / singkirkan rail pembatas tempat tidur pada sisi di mana perawat akan melakukan mobilisasi 2. Pastikan posisi pasien pada bagian tengah tempat tidur, posisi supinasi lebih mudah bila di lakukan mobilisasi lateral 3. Perawat mengambil posisi sebagai berikut : a) Perawat mengambil posisi sedekat mungkin menghadap klien di samping tempat tidur lurus pada bagian abdomen klien sesuai arah posisi lateral (misalnya; mau memiringkan kekana, maka perawat ada di samping kanan klien b) Kepala tegak dagu di tarik ke belakang untuk mempertahankan punggung pada posisi tegak. c) Posisi pinggang tegak untuk melindungi sendi dan ligamen. d) Lebarkan jarak kedua kaki untuk menjaga kestabilan saat menarik tubuh klien e) Lutut dan pinggul tertekuk / fleksi 4. Kemudian letakan tangan kanan lurus di samping tubuh klien untuk mencegah klien terguling saat di tarik ke posisi lateral (sebagai penyangga). 5. Kemudian letakan tangan kiri klien menyilang pada dadanya dan tungkai kiri menyilang diatas tungkai kanan dengan tujuan agar memberikan kekuatan sat di dorong. 6. Kemudian kencangkan otot gluteus dan abdomen serta kaki fleksi bersiap untuk melakukan tarikan terhadap tubuh klien yakinkan menggunakan otot terpanjang dan terkuat pada tungkai dengan tujuan mencegah trauma dan menjaga kestabilan. 7. Letakan tangan kanan perawat pada pangkal paha klien dan tangan kiri di letakan pada bahu klien. 8. Kemudian tarik tubuh klien ke arah perawat dengan cara : a) Kuatkan otot tulang belakang dan geser berat badan perawat ke bagian pantat dan kaki. b) Tambahkan fleksi kaki dan pelfis perawat lebih di rendahkan lagi untuk menjaga keseimbangan dan ke takstabil c) Yakinkan posisi klien tetap nyaman dan tetap dapat bernafas lega 9. Kemudian atur posisi klien dengan memberikan ganjaran bantal pada bagian yang penting sebagai berikut : a) Tubuh klien berada di sampingdan kedua lengan berada di bagian depan tubuh dengan posisi fleksi, berat badan klien tertumpu pada bagian skakula dan illeum. Berikan bantal pada bagian kepala agar tidak terjadi abduksi dan adduksi ada sendi leher. b) Kemudian berikan bantal sebagai ganjalan antara kedua lengan dan dada untuk mencegah keletihan otot dada dan terjadinya lateral fleksi serta untuk mencegah / membatasi fungsi internal rotasi dan abduksi pada bahu dan lengan atas. 10. Berikan ganjalan bantal pada bagian belakang tubuh klien bila di perlukan untuk memberikan posisi yang tepat 11. Rapikan pakayan dan linen klien serta bereskan alat yang tidak di gunakan. 12. Dokumentasikan tindakan yang telah di kerjakan.

You might also like