You are on page 1of 9

BAB 2 ISI

2.1. Pengantar Keselamatan Pasien Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu organisasi yang sangat komplek karena padat modal, padat tehnologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, dan padat mutu serta padat resiko sehingga tidak mengejutkan bila kejadian tidak diinginkan (KTD = adverse event) akan sering terjadi dan akan berakibat pada terjadinya injuri atau kematian pada pasien. Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah : 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit 2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit. 4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD

Bisnis utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya resiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul karena error. Bila program
1

keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll. Menurut James Reason dalam Human error management : models and management dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD. 1. pendekatan personal. Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan dan pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono. 2. pendekatan system. Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia adalah dapat berbuat salah dan karenanya dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan dapat mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah kondisi dimana manusia itu bekerja.

Gerakan keselamatan pasien adalah suatu program yang belum lama diimplementasikan diseluruh dunia, karena itu masih dimungkinkan pengembangan untuk implementasinya. Di Indonesia, PERSI telah mensosialisasikan langkahlangkah yang dipakai untuk implementasi di rumah sakit seluruh Indonesia. Langkahlangkah tersebut adalah : 1. Membangun budaya keselamatan pasien (Create a culture that is open and fair). 2. Memimpin dan mendukung staf (Establish a clear and strong focus on Patient Safety throughout your organization) 3. Mengintegrasikan kegiatan-kegiatan manajemen risiko (Develop systems and processes to manage your risks and identify and assess things that could go wrong) 4. Meningkatkan kegiatan pelaporan (Ensure your staff can easily report incidents locally and nationally) 5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien (Develop ways to communicate openly with and listen to patients) 6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien (Encourage staff to use root cause analysis to learn how and why incidents happen)
2

7. Menerapkan solusi-solusi untuk mencegah cidera (Embed lessons through changes to practice, processes or systems). Ketujuh langkah diatas tidak harus serentak dilaksanakan, tetapi dapat dilaksanakan sesuai kondisi dan situasi rumah sakit yang bersangkutan yang tentunya harus terus dikembangkan agar semua langkah diatas pada akhirnya dapat terlaksana semua.

2.2.Contoh Kasus

JARI MAUREEN SEMPAT NYARIS DIAMPUTASI JAKARTA, KOMPAS.com Maureen Angela, bayi berusia delapan bulan, buah hati satu-satunya pasangan Linda Kurniawati (33) dan Budi Kuncahya (39), tampak tenang bermain di rangkulan ibunya. Dari jauh, Maureen tampak sehat dengan mata sipitnya yang selalu berusaha menangkap benda-benda asing di sekitarnya. Tak ada tangis ataupun rengekan bayi pada umumnya. Maureen pun tidak rewel saat berjumpa dengan orang asing. Kondisi Maureen saat ini jauh berbeda dengan tiga bulan lalu. Sekitar bulan November 2010, Maureen dilarikan ke Rumah Sakit Awal Bros hingga masuk ruang ICU. Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, Maureen saat itu diduga mengalami tindak malpraktik di Rumah Sakit Awal Bros yang dilakukan dokter berinisal RS. Akibatnya, dua ruas jari kelingking tangan kanan Maureen putus dan nyaris seluruh jari di tangan tersebut mengerucut. Sang ibu, Linda, awalnya tidak tahu-menahu kondisi jari anaknya karena saat pertama dibawa ke rumah sakit, seusai Maureen mengalami kejang, Linda tak pernah sekalipun diberitahu tindakan medis apa yang dilakukan. "Awalnya Maureen masuk UGD, tapi kondisinya terus memburuk. Di sana dia hanya diberi infus sama apa lagi yang dimasukkin saya tidak tahu. Sampai akhirnya
3

dokter nyuruh untuk masuk ICU," ungkap Linda, Sabtu (5/3/2011), saat dijumpai Kompas.com di rumahnya di Perumnas II, Tangerang, Banten. Saat di UGD, Maureen diinfus di tangan sebelah kanan dan dibalut perban. Keluarga pun tidak memerhatikan tindakan medis apa saja yang diberikan karena saat itu keluarga tengah disibukkan urusan administrasi untuk masuk ruang ICU. "Pas di ruang ICU itu baru ketahuan sama dokter jaga ICU waktu dibuka perbannya, tangannya sudah ungu, bernanah, dan bengkak-bengkak," ungkap Linda. Ia mengungkapkan, dokter jaga saat itu mengatakan bahwa buruknya kondisi jari Maureen disebabkan cairan bicnat yang dimasukkan melalui infus. Cairan bicnat menurut keterangan dokter adalah cairan keras yang biasa disuntikkan kepada orang dewasa. Namun, soal penyuntikan cairan bicnat pun pihak keluarga tidak diberitahu. "Setelah dibuka perbannya, dokter itu bilang kalau kondisi anak saya seminggu lagi sembuh karena dampaknya memang seperti terbakar begitu," ucapnya. Namun, lama-kelamaan kondisi jari Maureen tidak menunjukkan kesembuhan. Dokter bedah plastik kemudian diturunkan. Pihak keluarga mulai curiga dengan keputusan rumah sakit menurunkan dokter bedah plastik bagi Maureen. "Dari dokter Gwen yang dokter bedah plastik itu bilang kalau pilihannya jari anak saya harus diamputasi kalau enggak mau racunnya semakin menyebar. Saya heran yang tadinya katanya enggak kenapa-napa tiba-tiba harus diamputasi," ucapnya. Keluarga dibuat cemas, keputusan pengamputasian jari Maureen belum disepakati sampai akhirnya dokter Gwen memberikan opsi lain untuk membiarkan jari kelingking Maureen sampai gugur sendiri. "Saya lihat sendiri jari itu putus sekitar bulan Desember saat menjalani home care di rumah. Orangtua mana yang tega melihat anaknya sakit seperti itu, saat saya hamil sampai melahirkan tidak ada masalah, kenapa dirawat dokter itu justru anak saya jadi sakit begini," ungkapnya.

Menurut Linda, dokter RS adalah dokter yang selalu menjadi dokter konsultasi Maureen semenjak Maureen lahir pada tanggal 5 Juli 2010. Untuk urusan susu pun, keluarga ini selalu berkonsultasi dengan dokter RS itu. "Dokter itu dulunya care sekali sama Maureen, setelah ada kasus ini dia sudah enggak peduli lagi. Waktu itu kami mau telepon tanya susu, enggak pernah lagi diangkat. Sepertinya sudah ganti nomor. Kami kecewa dan marah anak kami dikorbankan," tandasnya. Adapun ketika berusaha menghubungi pihak RS Awal Bros tidak ada satu pun yang menjawab telepon Kompas.com. Ketika menghubungi dokter RS pun, operator mengatakan bahwa nomor telepon tidak aktif. 2.3. Analisis Kasus Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya error. Menurut Institute of Medicine (1999), kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD). Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena underlying disease atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil
5

pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain. Pada kasus Maureen ini merupakan salah satu kasus yang berhubungan dengan keselamatan pasien yang tergolong KTD (Kejadian tidak Diharapkan) karena putusnya jari Maureen dikarenakan kesalahan dokter dalam memasukkan obat ke dalam infus Maureen. Tindakan dokter ini merupakan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan kepada pasien (Comission). Buruknya kondisi jari Maureen disebabkan cairan bicnat yang dimasukkan melalui infus. Cairan bicnat menurut keterangan dokter lain adalah cairan keras yang biasa disuntikkan kepada orang dewasa dan belum pernah sebelumnya cairan ini diberikan kepada bayi. Dari sini jelaslah bahwa kejadian ini karena kesalahan dokter dalam memberikan cairan obat kepada pasien. Pemberian obat yang salah oleh dokter bisa disebabkan oleh berbagai factor seperti kurang/ teralihnya perhatian atau salah persepsi, error yang terkait dengan kegagalan memori lupa/tidak ingat, terkait dengan proses mental dalam assessment informasi yang terjadi, kesalahan dalam merencanakan asuhan, kesalahan dalam menetapkan tujuan, dan kesalahan dalam mengambil keputusan klinis. Pada kasus ini terlihat juga kelalaian keluarga dalam memantau tindakan medis yang diberikan dokter karena telah disibukkan dengan urusan administrasi Rumah Sakit. Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan. Dari pihak keluarga sendiri seharusnya selalu memantau apa saja tindakan medis yang diberikan kepada anaknya karena keluarga memiliki hak untuk bertanya tentang apa tindakan medis yang diberikan bahkan menerima ataupun menolak dari tindakan medis yang diberikan.

Sedangkan dari pihak Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan dan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan secara benar, jelas, lengkap dan jujur.. Sebagai seorang dokter ada kode etik profesi yang mengatur hubungan antara profesional (orang yang menguasai suatu bidang profesi), dengan klien (pihak yang menggunakan jasa profesional). Profesional harus memberikan jasa atas keahliannya sebaik-baiknya kepada Klien. Begitu pula sebaliknya, Klien harus membayar sejumlah penghargaan atas jasa dari Profesional sesuai dengan kesepakatan. Dalam setiap kesalahan profesional medik, rumah sakit harus ikut bertanggung jawab. Rumah Sakit bertanggung jawab memastikan pelayanan medis di rumah sakit terselenggara dengan baik dan mutunya dapat dipertanggungjawabkan. Rumah sakit harus memastikan bahwa para profesional medis yang berpraktik adalah orang yang berkualifikasi memadai, etis, patuh pada peraturan dan prosedur baku, serta catatan perilakunya memuaskan.

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena underlying disease atau kondisi pasien. Pada kasus Maureen ini merupakan salah satu kasus yang berhubungan dengan keselamatan pasien yang tergolong KTD (Kejadian tidak Diharapkan) karena putusnya jari Maureen dikarenakan kesalahan dokter dalam memasukkan obat ke dalam infus Maureen. Tindakan dokter ini merupakan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan kepada pasien (Comission). Buruknya kondisi jari Maureen disebabkan cairan bicnat yang dimasukkan melalui infus.

DAFTAR PUSTAKA

Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Pada Marsenorhudys Blog. Diakses pada 3 April 2011 pukul 14.12 WIB

Jari Maureen Sempat Nyaris Diamputasi. Pada www.Kompas.com. Diakses Pada 27 Maret 2011 pukul 11.35 WIB

You might also like