You are on page 1of 10

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

1. Pengertian Contextual Teaching and Learning

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya kepada konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan cultural/ budaya), sehingga siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. Contextual Teaching and Learning (CTL) disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka seharihari sebagai anggota masyarakat. Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami (pengalaman) bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Menurut Johnson, (2002 : 25) mengemukakan pengertian metode CTL yaitu suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang dipelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks lingkungan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya dan budayanya. Nurhadi (2004 : 1) mengemukanan bahwa pendekatan kontekstual adalah pendekatan dengan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajukan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara yang dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan. Sedangkan menurut Muslich (2008 : 41), Contextual Teaching and Learning adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka seharihari dengan melibatkan tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment). Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses penilaian berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa, bekerja dan mengalami, bukan hanya transfer pengetahuan dari guru ke siswa. (Imam Mujahid, 2005:1) Dari pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode Contextual Teaching and Learning (CTL)

adalah metode pembelajaran yang digunakan dalam menyampaikan bahan ajar dengan tujuan untuk mendorong siswa agar dapat memahami pelajaran yang disampaikan dan menghubungkannya dengan realita kehidupan yang dialaminya sehari-hari. 2. Tujuan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) mempunyai tujuan, antara lain : a. Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning bertujuan untuk memotivasi siswa dalam memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya. b. Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal pelajaran akan tetapi perlu dengan adanya pemahaman c. Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. d. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan sehingga dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. e. Model pembelajaran CTL ini bertujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna f. Model pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari g. Pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara individu dapat menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri. 3. Ciri-Ciri Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

Dalam proses pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) hendaknya memiliki karakter, diantara karakter yang harus ada adalah melakukan hubungan yang bermakna, melakukan kegiatan yang signifikan, belajar yang diatur sendiri, saling bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, mengasuh/memelihara pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian autentik (Elaine B. Johnson, 2002 : 152). 4. Langkah Pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL)

a.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL) ketika menyampaikan suatu bahan ajar adalah : Relating yaitu belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman dunia nyata. Menurut Marian Diamond dalam Jalaludin Rahmad (2005: 259) mengatakan orang yang berinteraksi dengan objek sudah menyenangkan akan memperoleh informasi sangat memuaskan dan mereka bekerja dengan pikiran-pikiran kreatif sangat membahagiakan dan akan memberikan tantangan terus menerus pada sel-sel otak.

b.

c. d. e.

Experiencing yaitu belajar ditekankan kepada penggalian/eksplorasi, penemuan/discovery, dan penciptaan/invention. Cara mengayakan lingkungan yaitu dengan memberikan latihan mental yang menantang otak. (Jalaludin Rahmad, 2005 : 260-261). Applying yaitu belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks pemanfaatannya. Cooperating yaitu belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama dan sebagainya. (Ramayulis, 2001 : 180). Transfering yaitu belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi dan konteks baru. 5. Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Penerapan metode Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki 7 (tujuh) komponen utama yang harus diterapkan dalam pembelajarannya (Depdiknas, 2002 : 10), yaitu : a. Konstruktivisme (Konstruktif)

Kontrukstivisme merupakan landasan berpikir secara filosofi pendekatan kontekstual, pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas oleh konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus merekonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. (Nurhadi, 2004 : 33-34). b. Inquiry (Menemukan)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta tetapi dari menemukan sendiri. Siklus inquiry antara lain : merumuskan masalah, observasi, bertanya, mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data dan penyimpulan. (Nurhadi, 2004 : 43). c. Questioning (Bertanya)

Pertanyaan dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan, bentuk dan jawaban yang ditimbulkan. Dalam kelas, guru mengajukan pertanyaan untuk bercakap-cakap, merangsang siswa berpikir, mengevaluasi belajar, memulai pengajaran, memperjelas gagasan, dan meyakinkan apa yang diketahui siswa. Bagi siswa bertanya merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang telah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Menurut Nurhadi (2004 : 46) dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk : 1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis 2) Mengecek pemahaman siswa

3) 4) 5) 6) 7)

Membangkitkan respon kepada siswa mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui oleh siswa Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa Menyegarkan kembali pengetahuan siswa

Aktifitas bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, antara guru dengan siswa, dan antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke dalam kelas. Aktifitas bertanya dapat ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemukan kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. d. Learning Community (Masyarakat Belajar)

Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara mereka yang belum tahu. (Nurhadi, 2004 : 47). Dalam kelas Contextual Teaching and Learning (CTL), guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen, guru juga melakukan kolaborasi dengan mendatangkan ahli ke dalam kelas. Masyarakat belajar (Learning Community) mengandung arti sebagai berikut : 1) Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagai gagasan dan pengalaman 2) Ada kerjasama untuk memecahkan masalah 3) Ada tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama. 4) Ada komunikasi dua arah atau multi arah 5) Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain. e. Modelling (Permodelan)

Modeling atau permodelan adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang diinginkan. Sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan adalah model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh surat, cara melafalkan ayat Al-quran atau hadits dengan baik, atau jika ibadah itu dapat dilakukan dengan amal perbuatan (praktik), hendaklah guru melakukannya di hadapan siswa dengan perlahan-lahan serta diterangkan nama tiap-tiap perbuatan itu. (Muhammad Yunus, 1980 : 46-47) Guru bukan satu-satunya perancang model, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. f. Refkection (Refleksi)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa yang lalu. (Nurhadi, 2004 : 51)

Reflkeksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang diperoleh siswa diperluas melaui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Implementasinya pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sebentar agar siswa melakukan refleksi berupa : 1) Pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu. 2) Catatan atau jurnal di buku siswa. 3) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu. 4) Diskusi. 5) Hasil karya g. Authentic Assessment (Penilaian Autentik)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran pengembangan belajar siswa untuk memastikan bahwa siswa mengalami proses belajar yang benar. (Nurhadi, 2004 : 52). Gambaran itu perlu diperoleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses belajar yang benar. Apabila data yang dikumpulkan guru untuk mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa tebebas dari kemacetan belajar tersebut. Penilaian dilakukan secara terintegrasi dari kegiatan pembelajaran. Data yang dikumpulkan harus dari kegiatan yang nyata yang dikerjakan siswa pada proses pembelajaran. Penilaian autentik didasarkan pada pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa. Beberapa karakteristik penilaian autentik antara lain : 1) Dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran 2) Dapat digunakan untuk formatif dan sumatif. 3) Yang diukur adalah ketrampilan dan penampilannya, bukan mengingat fakta. 4) Berkesinambungan. 5) Terintegrasi. 6) Dapat digunakan sebagai feed back Menurut Zahorik (Depdiknas, 2002: 7) ada 5 (lima) elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran CTL yaitu: 1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (Activating Knowledge). 2) Pemerolehan pengetahuan baru (Acquiring Knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya. 3) Pemahaman pengetahuan (Understanding Knowledge), yaitu dengan cara menyusun hipotesis, melakukan sharing dengan orang lain agar mendapat tanggapan dan atas dasar tanggapan itu konsep direvisi dan dikembangkan. 4) Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). 5) Melakukan refleksi (relfekting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Sedangkan dalam The Nortwest Regional Education Laboratory USA mengidentifikasikan adanya 6 (enam) kunci dasar pembelajaran CTL sebagai berikut.

a.

b. c. d. e.

Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa didalam mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat pembelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk belajar demi kehidupannya dimasa mendatang. Prinsisp ini sejalan dengan pembelajaran bermakna (meaningful learning) yang diajukan oleh Ausubel. Penerapan pengetahuan adalah kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi dimasa sekarang atau dimasa depan. Berfikir tingkat tinggi, siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berfikir kritis dan berfikir kreatifnya dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar, isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, provinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja. Reponsif terhadap budaya, guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan dan kebiasaan siswa, teman pendidik dan masyarakat tempat ia mendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok serta hubungan antar budaya tersebut akan mempengaruhi pembelajaran dan sekaligus akan berpengaruh terhadap cara mengajar guru. Setidaknya ada 4 hal yang perlu diperhatikan didalam pembelajaran CTL, yaitu individu siswa, kelompok siswa baik sebagai tim atau keseluruhan kelas, tatanan sekolah dan besarnya tatanan komunitas kelas.

Penilaian autentik : penggunaan berbagai strategi penilaian (misalnya penilaian proyek/tugas terstruktur, kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, daftar cek, pedoman observasi, dsb) akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya. (Depdiknas, 2002: 11-12). 6. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Tradisional Tabel 1 No 1 2 3 4 5 6 Pendekatan Kontekstual Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan Perilaku dibangun atas kesadaran diri Ketrampilan dikembangkan atas dasar pemahaman Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri Pendekatan Tradisional Siswa adalah penerima informasi secara pasif Siswa belajar secara individual Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis Perilaku dibangun atas kebiasaan Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor.

No 7

Pendekatan Kontekstual Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa Pemahaman rumus relatif berbeda antara siswa yang satu dengan lainnya, sesuai dengan skemata siswa (on going process of development) Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran. Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya. Kerena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentave dan incomplete) Siswa diminta bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan

Pendekatan Tradisional Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman Bahasa diajarkan dengan pendekatan structural rumus diajarkan sampai paham, kemudian dilatihkan (drill) Rumus itu ada di luar diri siswa, yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatih. Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah atau pemahaman rumus yang benar Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran. Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia. Kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final.

10

11

12

13

14

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran Pembelajarn memperhatikan siswa tidak pengalaman

15 16

Hasil belajar diukur dengan berbagai Hasil belajar diukur dengan tes

No

17 18 19

20

Pendekatan Kontekstual cara proses bekerja hasil karya penampilan, rekaman, tes, dll Pembelajaran terjadi diberbagai tempat, konteks, dan setting Penyeselan adalah hukuman dari perilaku jelek Perilaku baik berdasarkan motivasi interistik Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat

Pendekatan Tradisional

Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek. Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik. Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan itu dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.

(Depdiknas, 2002 : 7-9) 7. Penerapan Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Implementasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam sangat bergantung kepada penguasaan guru terhadap materi dan pemahaman mereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut. Salah satu metode yang saat ini dianggap tepat dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) atau metode kontekstual. Salah satu unsur terpenting dalam penerapan pendekatan CTL adalah pemahaman guru untuk menerapkan strategi pembelajaran kontekstual di dalam kelas. Akan tetapi, fenomena yang ada menunjukkan sedikitnya pemahaman guru guru PAI mengenai strategi ini. Oleh karena itu diperlukan suatu model pengajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang mudah dipahami dan diterapkan oleh para guru Pendidikan Agama Islam di dalam kelas secara sederhana. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi disekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok. Dalam kurikulum 2004, guru Pendidikan Agama Islam dapat menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu: memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, lebih mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi lebih responsif dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilan di kehidupan nyata sehingga memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Beberapa hal yang harus diperhatikan para guru Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan pendekatan kontestual :

a.

Pembelajaran Berbasis Masalah

Langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mengobservasi suatu fenomena, misalnya : 1) Menyuruh siswa untuk menonton VCD tentang kejadian manusia, rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, tentang Alam Akhirat, azab Ilahi , dan sebagainya. 2) Menyuruh siswa untuk melaksanakan shaum pada hari senin dan kamis, membayar zakat ke BAZ, mengikuti sholat berjamaah di masjid, mengikuti ibadah qurban, menyantuni fakir miskin Langkah kedua yang dilakukan oleh guru adalah memerintahkan siswa untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah menonton VCD atau mendengarkan kisah-kisah Al Qur`an, siswa diharuskan membuat catatan tentang pengalaman yang mereka alami, melalui diskusi dengan teman-temannya. Setelah mengamati dan melakukan aktivitas keagamaan siswa diwajibkan untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul serta mereka dapat mengungkapkan perasaannya kemudian mendiskusikan dengan teman sekelasnya. Langkah ketiga tugas guru Pendidikan Agama Islam adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang ada. Langkah keempat guru diharapkan mampu untuk memotivasi siswa agar mereka berani bertanya, membuktikan asumsi dan mendengarkan pendapat yang berbeda dengan mereka. b. Memanfaatkan Lingkungan Siswa untuk Memperoleh Pengalaman Belajar

Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan konteks lingkungan siswa, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penugasan kepada siswa di luar kelas. Misalnya mengikuti sholat berjamaah, mengikuti sholat jum`at, mengikuti kegiatan ibadah qurban dan berkunjung ke pesantren untuk mewawancarai santri atau ustadz yang berada di pesantren tersebut. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung dari kegiatan yang mereka lakukan mengenai materi yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran. c. Memberikan Aktivitas Kelompok

Di dalam kelas guru PAI diharapkan dapat melakukan proses pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok belajar. Siswa di bagi kedalam beberapa kelompok yang heterogen. Aktivitas pembelajaran kelompok dapat memperluas perspektif dan dapat membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru dalam mempraktekan metode ini adalah : 1) Pembentukan kelompok

2) 3) 4) d.

Mendatangkan ahli ke dalam kelas, misalnya Tokoh Agama, Santri atau Ulama dari pesantren Bekerja dengan kelas sederajat Bekerja dengan kelas yang ada di atasnya Membuat Aktivitas Belajar Mandiri

Melalui aktivitas ini peserta didik mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi sendiri dengan sedikit bantuan atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning). e. Menyusun Refleksi

Dalam melakukan refleksi, misalnya ketika pelajaran berakhir siswa merenungkan kembali pengalaman yang baru mereka peroleh dari pelajaran tentang sholat berjama`ah Disamping itu metode pembelajaran dalam bidang Pendidikan Agama Islam menuntut seorang pendidik harus mampu melihat kehidupan nyata yang terjadi di masyarakat dimana siswa bertempat tinggal dengan mengaitkan konsep-konsep AlQuran dan as-Sunnah yang ada. Dengan metode ini diharapkan secara akademik siswa mampu menguasai keilmuannya, dan secara praktis mereka dapat dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan memposisikan dirinya sebagai makhluk pribadi, keluarga, dan masyarakat.

You might also like