You are on page 1of 5

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah-masalah dalam kerap kali terekspos layar kaca dengan berbagai macam persoalan yang muncul. Seiring dengan

perkembangan zaman dan majunya teknologi, keluarga merupakan benteng utama dalam pendidikan dan penciptaan generasi penerus bangsa, tanpa adanya keluarga yang mampu memiliki kontrol yang jelas terhadap perkembangan anak-anak, maka bangsa ini akan segera hancur karena moral dan kepribadian generasi penerus yang kian terpuruk. Secara psikologis, permasalahan-permasalahan yang ada dalam keluarga akan sangat berpengaruh pada perkembangan anak-anak, kondisi mental orang tua, cara mendidik dan pengaruh dari lingkungan sekitar keluarga sendiri, sedikit banyaknya akan mempengaruhi sisi psikologis keluarga tersebut. Pemahaman pentingnya mengetahui bagaimana memanajemen

keluarga dengan mengerti psikologi keluarga merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan keluarga yang bahagia.

B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan psikologi keluarga? 2. Bagaimana peranan psikologi keluarga dalam mendukung moral anak?

BAB II PEMBAHASAN A. Psikologi Keluarga Psikologi keluarga mencakup kultur, value, dan tata krama yang diajarkan di rumah. Keluarga adalah cermin dari komunitas yang lebih besar (negara). Maka jika tata kelola negara kacau berarti keluarga pun ikut kacau. Pemimpin sejati lahir dari keluarga yang kondusif. Keluarga adalah segalanya, rumah sejati, tempat ketika rasa sedih, suka, susah dan senang membaur menjadi satu, keluarga adalah tempat manusia menempa diri. Psikologi keluarga dalam pembentukan generasi penerus mempunyai andil yang cukup besar, komposisi kebersamaan orang tua dengan anak tidak bisa dikalahkan oleh yang lain. Oleh karena itu, dengan memberikan pengarahan dan tuntunan yang benar kepada anak-anak, maka diharapkan akan mencapai hasil yang maksimal dalam mendidik anak, yaitu terciptanya anak-anak yang santun, mengerti tata krama, sopan dan berbudi luhur. Barang kali sangat sulit untuk mengabaikan peran keluarga dalam pendidikan. Anak-anak sejak masa bayi hingga usia sekolah memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika GilbertHighest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak bangun tidur hingga saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga.1
1

Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)., h. 53

B. Psikologi Keluarga dalam Mendukung Moral Anak Dua ahli psikologi anak dari Perancis bernama Itard dan Sanguin pernah meneliti anak-anak asuhan serigala. Mereka menentukan dua orang bayi yang dipelihara oleh sekelompok serigala di sebuah gua. Ketika ditemukan, kedua bayi manusia itu sudah berusia kanak-kanak. Namun mereka tidak menunjukkan kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh anak anak. Mereka tidak mampu mengucapkan kata-kata, kecuali suara auman, layaknya seekor serigala. Mereka juga jalan merangkak, dan makan dengan cara menjilat. Giri serinya paling pinggir tampak lebih runcing menyerupai taring serigala. Setelah dikembalikan ke lingkungan masyarakat manusia, ternyata kedua anak-anak hasil asuhan serigala tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dan akhirnya mati.2 Itulah betapa pentingnya pembinaan terhadap anak, jika orang tua lalai akan kewajibannya ini, maka siapa lagi yang akan mendidik an siapa lagi ak, yang akan mengarahkan anak-anak kepada jalan yang seharusnya mereka lewati. Jika anak-anak tidak mendapatkan perhatian dan hanyut dalam pergaulan bebas, maka bahaya akan narkoba, seks bebas dan penyelewengan penyelewengan lainnya akan menghampiri anak-anak yang tidak kukuh secara psikologis karena tidak pernah mendapatkan pembinaan dan arahan dari orang tua mereka. Delinkuensi anak-anak sebagai salah satu problem sosial sangat mengganggu keharmonisan, juga keutuhan segala nilai dalam kebutuhan dasar

Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)., h. 55

kehidupan sosial. Dalam kenyataannya delinkuensi anak-anak atau kenakalan remaja merusak nilai-nilai moral, nilai-nilai susila, nilai-nilai luhur agama dan beberapa aspek pokok yang terkandung di dalamnya, serta norma-norma hukum yang hidup dan bertumbuh di dalamnya baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Di samping nilai-nilai dasar kehidupan sosial, juga kebutuhan dasar kehidupan sosial tidak luput dari gangguan delinkuensi anakanak. Secara materiil, masyarakat maupun perseorangan kerap kali terpaksa harus menerima beban kerugian. Hal ini seiring dengan hal-hal immateriil, masyarakat, maupun perseorangan merasa tidak aman, ketenteraman mereka terganggu, dan kedamaian nyaris tidak terwujud.3 Jika nilai-nilai moral sudah tidak dipahami dan diterapkan dengan baik oleh generasi muda, maka akan menjadi masalah besar dalam perkembangan zaman kelak. Bahkan generasi yang jenius pun tidak akan pernah berarti jika mereka tidak mempunyai kepribadian yang baik dan mampu menjadi penerus pembangunan.

Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)., h. 1

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

You might also like