You are on page 1of 1

1

Asas Tunggal
Sumber: Rubrik SALAM pada Majalah Suara Hidayatullah edisi November 2007
Rabu, 31 Oktober 2007

Memang, harus kita akui, ada nilai-nilai Islam terkandung dalam butir-butir Pancasila. Namun, tak berarti Pancasila itu identik dengan Islam. Barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi (Ali Imran [3]: 85).
Coba buka Kamus Besar Bahasa Indonesia. Lalu carilah apa arti kata asas. Anda akan menemukan definisi: sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat. Jika ditarik lebih luas, itu berarti juga tumpuan bertindak. Sebab, mana mungkin kita bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu? Jika kita bertanya kepada ustadz atau ulama dimana pun mereka berada di bumi Indonesia ini, apa tumpuan berpikir, berpendapat, atau bertindak seorang Muslim? Pasti jawabnya Al-Qur`an dan Hadits. Jika kita bertanya lagi, bagaimana bila ada yang lain? Mereka mungkin akan bertanya kembali, apakah bertentangan dengan Islam? Kalau tidak, silakan saja. Kalau bertentangan, jauhilah! Ada dua hal yang bisa kita simpulkan dari jawaban yang sudah jamak tersebut. Pertama, asas seorang Muslim adalah Islam. Kedua, jika ada asas-asas lain maka tempatkan Islam di atas semua itu. Belakangan ini para pakar dan pelaku politik sering menyebut kata-kata "asas tunggal". Tentu saja yang dimaksud adalah Pancasila. Ada keinginan dari sekelompok pelaku politik untuk menyeragamkan asas partaipartai politik di Indonesia menjadi satu asas saja, seperti pada masa Orde Baru. Apa tujuannya? Wallahu a'lam. Hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala (SWT) yang tahu isi hati mereka. Tunggal jelas berarti satu. Asas tunggal berarti tidak boleh ada asas lain. Jika Pancasila menjadi asas tunggal, itu berarti tak boleh ada asas lain kecuali Pancasila yang dijadikan tumpuan berpikir atau berpendapat di negeri ini. Kalaupun ada yang lain, tak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pokoknya, Pancasila berada di atas segalanya. Yang lain ada di bawahnya, termasuk Islam. Sebagian partai politik ada yang menentang keinginan ini. Mereka ingin mencantumkan Islam sebagai asas partai. Sebagian lagi ada yang menolak asas tunggal namun tetap mencantumkan Pancasila sebagai asas partai. Dan golongan terakhir, partai nasionalis yang jelas-jelas menginginkan Pancasila sebagai asas tunggal. Sebagian pelaku politik ada yang berpendapat Islam sudah final. Tak boleh digantikan oleh ideologi lain. Namun, sebagian yang lain berpendapat Islam dan Pancasila itu tidak bertentangan. Pancasila itu, kata mereka, ya, Islam juga. Pertanyaannya, apa benar begitu? Memang, harus kita akui, ada nilai-nilai Islam terkandung dalam butir-butir Pancasila. Namun, tak berarti Pancasila itu identik dengan Islam. Coba lihat, di negara yang berideologi Pancasila ini, lokalisasi masih boleh berdiri (meskipun pelacuran liar tak dibolehkan), minuman keras boleh dijual (meskipun kandungan alkoholnya tak memabukkan), waria dan gay masih bebas bertebaran bahkan melakukan seminar dan kontes, pelaku zina dan pemerkosa cuma mendapat hukuman penjara, goyang sensual masih boleh dipertontonkan di televisi, poligami dilarang bagi pegawai negeri, dan majalah porno masih bebas dipajang. Fakta di atas tak ditemukan saat kepemimpinan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam (SAW) dulu. Masihkah ini belum menjawab pertanyaan tersebut? Wallahu a'lam.

You might also like