Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
Penduduk Rata-rata
Rasio
Rumah anggota
Kecamatan jenis
tangga Laki-laki Perempuan Jumlah rumah
kelamin
tangga
Lawang 22.459 45.102 45.366 90.468 99,42 4,0
Sumber: (www.kabmalang.go.id)
Penduduk Rata-rata
Rasio
Rumah anggota
Kecamatan jenis
tangga Laki-laki Perempuan Jumlah rumah
kelamin
tangga
Lawang 22.952 42.838 43.919 86.757 97,54 3,8
Sumber: (www.kabmalang.go.id)
tajam. Hal ini mengingat bahwa sebagian para buruh pemetik teh adalah
buruh musiman, dan jika bukan musim memetik teh, mereka akan lebih
banyak menganggur atau melakukan kegiatan lain di rumah masing-
masing.
tempat yang tidak ada hubungannya dengan suami atau istri (Haviland,
2000 2:95).
II.3.b. Bahasa
pandang ‘epik’, bahasa Jawa ngoko akan terdengar lebih kasar ketimbang
bahasa Jawa krama, yang umumnya di pergunakan oleh masyarakat yang
berada di wilayah Mangkunegaraan atau Yogyakarta dan Surakarta.
Adalah penting untuk mengingat bahwa di lihat dari peta penggunaan
bahasa Jawa, maka wilayah ini termasuk dalam lingkar budaya ‘arek’,
termasuk di dalamnya adalah Surabaya, Sidoarjo dan Malang. Oleh
karena itu, ketika pembahasan mengenai bahasa, maka tidak di temukan
kesulitan berarti dalam pemahaman makna ucapan yang di lontarkan,
mengingat adanya kesamaan dengan Surabaya.
BAB III
Kajian yang dilakukan oleh Tim Peneliti LSPPA (1999) pada orang-
orang Jawa di Limbangan, Jawa Tengah yang beragama Islam, bahwa
sejak awal anak sudah di perkenalkan norma-norma pembagian kerja
dalam rumah tangga. Perempuan sebagai ibu rumah tangga mempunyai
kewajiban melayani kebutuhan konsumsi keluarga dan mengasuh anak,
perempuan di anggap tidak boleh menjadi kepala keluarga terutama untuk
fungsi pengatur dan 'hakim' atau pengambil keputusan. Kebalikannya,
laki-laki memiliki kewajiban sebagai kepala keluarga, dan padanya di
Pada point pertama, harus di ingat bahwa jam kerja buruh pemetik
teh cukup padat, mereka berangkat untuk bekerja pada pagi hari dan baru
kembali pada siang atau sore hari. Bagi mereka yang berasal dari
Ketindan, maka umumnya mereka berangkat pada pukul 6.30 pagi dan
menuju perkebunan teh dengan berjalan kaki; bagi mereka yang berasal
dari Toyomerto, mereka berangkat lebih pagi, yakni sekitar jam 6.00, dan
mereka akan di jemput oleh truk untuk membawa mereka ke perkebunan
teh. Mudah di mengerti jika proses pengasuhan anak oleh orang tua (ibu)
menjadi sangat terbatas, hanya ketika sang ibu tersebut berada di rumah.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pengasuhan anak cenderung
pada point kedua, yakni di serahkan pada kerabat terdekat.
dapat memilih untuk tinggal bersama dengan kerabat istri atau kerabat
suami. Pun mereka memilih untuk membuat tempat tinggal baru atau
neolokal, mereka akan lebih memilih untuk tinggal di dekat kerabat
mereka.
Pada point pertama dan point kedua, pada umumnya anak yang
akan di asuh masih pada usia pra-sekolah. Dengan demikian, peran
pengasuhan anak akan di jalankan oleh orang tua anak tersebut, pun
mereka berhalangan, mereka akan meminta anak (perempuan) mereka
yang paling besar untuk membantu menjaga adik mereka, tentu saja hal
ini dengan catatan bahwa anak tersebut belum (atau tidak) bersekolah.
Jika tidak ada orang lain dalam keluarganya yang tidak dapat di mintakan
tolong, maka mereka akan meminta bantuan kerabat terdekat mereka,
apakah itu orang tua (kakek atau nenek) atau saudara kandung. Bahkan
jika tidak ada saudara yang dapat di mintakan tolong, mereka akan
meminta bantuan tetangga mereka untuk membantu menjaga anak
mereka.
baik, sopan, beretika, memiliki tata krama, dan seperangkat peraturan lain
yang membedakan perempuan tersebut dengan opisisi binari jenis
kelaminnya: laki-laki.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abbot, Pamela
2000 ”women” dalam Adam Kuper dan Jessica Kuper (eds.)
Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial edisi kedua. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Abdullah, Irwan
2001 Seks, Gender, dan Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta:
Terawang Press
2003 ”Dari Domestik ke Publik: Jalan Panjang Pencarian Identitas
Perempuan, Pendahuluan” dalam Irwan Abdullah (ed.)
Sangkan Paran Gender. Cetakan kedua. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Barker, Chris
2004 Cultural Studies: Teori & Praktik. Cetakan pertama.
Yogyakarta: Kreasi Wacana
Clarke, H.E. dan L.R. Summers
1977 the Lexicon Webster Dictionary, volume 1. USA: The
English-Language Institute of America, Inc
Crapo, Richley H.
2002 Cultural Anthropology: Understanding Ourselves and Others,
Fifth Edition. New York: McGraw-Hill Co.
Danandjaja, James
2005 Antropologi Psikologi: Kepribadian Individu dan Kolektif.
Jakarta: Lembaga Kajian Budaya Indonesia
Darmaningtyas
2002 Pulung Gantung: Menyingkap Tragedi Bunuh Diri di Gunung
Kidul. Yogyakarta: Salwa
de Beauvoir, Simone
2003 Second Sex: Fakta dan Mitos. Cetakan pertama. Surabaya:
Pustaka Promethea
Fakih, Mansour
2005 Analisis Gender & Transformasi Sosial. cetakan kesembilan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Graddol, David dan Joan Swann
2003 Gender Voices: Telaah Kritis Relasi Bahasa-Jender. Cetakan
pertama. Pasuruan: Penerbit Pedati
Haviland, William A.