You are on page 1of 10

Kepemimpinan yang Efektif

Terdapat beberapa pendapat tentang kepemimpinan dan peran pemimpin dalam kelompok. Ada yang beranggapan bahwa setiap orang yang sudah dewasa dengan sendirinya dapat menjadi pemimpin dalam kelompoknya sehingga fungsi kepemimpinan dalam setiap kelompok seharusnya bergantian. Sebaliknya, tampak pula bahwa pada sebagian besar kelompok, kepemimpinan ternyata hanya bergantung pada satu dua orang. Kelompok yang demikian berdasarkan perasaan dan kepercayaan sebenarnya sudah menyerahkan pimpinan kelompoknya kepada satu dua orang yang senantiasa dipilih kembali sebagai pimpinan. Kenyataan ini berlawanan dengan apa yang dikatakan diatas. Kemudian ada pendapat yang ingin mrnggabungkan kedua anggapan tadi, yaitu pendapat yang dikemukakan oleh kaum dinamika kelompok . Pendapat mereka didasarkan pada cara-cara kepemimpinan yang berpusat bahwa seseorang memang dapat dididik sebagai pemimpin dengan syarat orang itu dapat mementingkan kebutuhan-kebutuhan kelompok dalam pimpinannya. Jadi, walaupun pada dasarnya setiap orang dewasa sebenarnya dapat menjadi pemimpin dalam kelompoknya, pada kenyataannya mereka yang dipiih menjadi pemimpin hanyalah karena ia dipercaya oleh anggota kelompoknya bahwa ia dapat memahami dan mementingkan kebutuhan-kebutuhan kelompoknya dalam usaha-usahanya sebagai pemimpin. Sementara itu, pemimpin mempunyai peranan yang aktif dan senantiasa campur tangan dalam segala masalah yang berkaitan dengan kebutuhankebutuhan tersebut dan ia pun membantu dan menstimulasi anggota-anggotanya dalam kegiatan-kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Demikianlah, inti dari group-centered leadership itu. Kepemimpinan bukan merupakan sesuatu yang bersifatat gaib atau mistik, melainkan merupakan keseluruhan dari keterampilan (skill) dan sikap (attitude) yang diperlukan oleh tugas pemimpin. Keterampilan dan sikap itu dapat kita pelajari.

A. Tugas-Tugas Pemimpin Pada umumnya, tugas pemimpin adalah mengupayakan agar kelompok yang dipimpinnya dapat merealisasikantujsnnys dengan sebaik-baiknya dalam kerja sama yang produktif dan dalam keadaan-keadaan bagaimana pun yang dihadapi kelompoknya. Oleh karena anggota-anggota kelompok sering berbeda pandangan mengenai keadaan-keadaan kelompok dan mengenai tugas-tugas masing-masing, maka pemimpin harus dapat menginteraksi pandangan-pandangan anggota kelompok masing-masing dan harus dapat memberikan suatu dasar pandangan kelompok yang menyeluruh mengenai situasi di dalam dan di luar kelompok. Pandangan tersebut dapat diterima oleh semua anggota kelompok yang bersangkutan. Selain itu, tentulah harus dapat mengawasi tingkah laku dan anggota-anggota kelompok berdasarkan patokan bersama yang telah ia rumuskan itu. Pada akhirnya, pemimpin harus dapat menyadari dan merasakan kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, dan cita-cita para anggota kelompoknya, serta mewakilinya ke dalam maupun ke luar kelompoknya. Inilah ketiga tugas utama setiap pemimpin yang dirumuskan oleh Floyd Ruch sebagai berikut : 1. Structuring the situation 2. Controlling group-bahaviour 3. Spokesman of the group Perumusan itu berasal dari kaum dinamika kelompok yang mengajukan cara-cara groupcentered leadership.

1. Structuring the situation Tugas pertama seorang pemimpin adalah memberikan struktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapi oleh kelompok (structuring the situations). Sementara itu, seorang pemimpin harus dalam menafsirkan dan menjelaskan situasi yang sulit itu dengan cara yang memuaskan bagi semua anggota kelompoknya. Situasi yang sulit adalah situasi yang didalamnya terdapat hal-hal yang kurang jelas. Dalam pekerjaan structuring the situation, pemimpin menekankan segi-segi tertentu dan mengabaikan segi-segi lainnya dalam situasi itu; ia membedakan yang terpenting dari yang kurang penting, dan ia

memusatkan perhatian anggota-anggota kelompok kepada tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh kelompok dalam situasi yang rumit itu dilihat dari seluruh kepentingan kelompok. Apabila para anggota menerima interpretasi pemimpinnya mengenai situasi yang sulit itu, ia akan mempunyai suatu frame of reference (kerangka pedoman) yang tegas berlaku untuk semua anggotanya, dan yang membantu pandangan anggota masing-masing terhadap situasi yang sulit itu, serta yang membantunya dalam hal menentukan tindakan-tindakannya yang harus dilaksanakan untuk mengatasi situasi tersebut. Selanjutnya, apabila terjadi konflik di antara anggota-anggota kelompok pun, dengan demikian dihadapi kesulitan yang berdasarkan pandangan individual yang berbeda-beda diantara para anggotanya. Dalam hal ini, pemimpin harus dapat menyelesaikan persoalan konflik tersebut dengan berpegang pada latar belakang frame of reference bersama tadi. Sementara itu, ia harus mendahulukan tujuan-tujuan utama kelompok yang telah diterima oleh semua anggotanya. Pemimpin harus sensitif, dapat merasakan kebutuhan-kebutuhan kelompok dan dapat menilainya, serta membimbing anggota kelompok satu per satu ke suatu arah yang diinginkan oleh anggota kelompok secara keselurah. Ia harus berupaya pula agar anggotaanggota dapat mencapai tujuan-tujuan individual dalam kelompok, dan menggabungkan kepentingan individual tersebut dengan tujuan bersama kelompok. Selanjutnya, ia harus mengatasi perasaan-perasaan tidak aman dalam kelompok yang mungkin timbul apabila kegiatan-kegiatan di masa depannya belum jelas, dan tugas pemimpin juga mengurangi perasaan tidak aman dengan memberikan kepastian-kepastian dalam situasi yang menimbulkan keraguan-keraguan.

2. Controlling group behavior Tugas pemimpin yang kedua adalah mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok (controlling group behavior). Ia harus dapat mengawasi tingkah laku individual yang tidak selars dan yang jelas menyeleweng. Dalam suatu kelompok yang demokratis, seorang pemimpin harus berupaya untuk menepati peraturan-peraturan yang sudah dibuat oleh kelompok, yaitu dengan menggunakan system penghargaan dan hukuman.

Sementara itu, ia pun membuat peraturan-peraturan sendari untuk dapat menyalurkan aktivitas-aktivitas anggota kelompok sehingga selaras dengan peraturan-peraturan kelompok. Dengan menggunakan sanksi-sanksi, kecaman-kecaman, dan tindakan-tindakan yang tegas (bergantung kepada kewibawaan pemimpin), ia dapat menyalurkan penyelewenganpenyelewengan kea rah jalan yang seharusnya. Dalam mengawasi kegiatan tingkah laku kelompok, ia seharusnya menjaga agar peraturan-peraturan kelompok tidak disalahgunakan oleh individu, tetapi sebaliknya ia juga harus berjaga-jaga agar individu tidak disalahgunakan oleh kelompok.

3. Spokesman Pemimpin harus menjadi juru bicara (spokesman) kelompoknya (spaking for the group). Sementara, ia harus dapat merasakan dan menerangkan kebutuhan-kebutuhan kelompok ke dunia di luarnya, yaitu baik mengenai sikap-sikap kelompok maupun mengenai harapan-harapan, tujuan-tujuan, dan kekhawtira-kekhawatiran kelompok. Untuk dapat menjadi jrur nicara dari kelompok itu, ia harus dapat menafsirkan sendiri dimana letak kebutuhankebutuhan kelompok secara tepat. Inilah garis-garis besar tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin seperti yang dikemukakan oleh kaum dinamika kelompok, dan merupakan anjuran-anjuran yang sesuai dengan kepemimpinannya yang bercorak group-centered leadership, suatu cara kepemimpinan yang bersifat demokratis.

B. Cara-Cara Memimpin Untuk memperoleh gambaran menganai akibat cara memimpin terhadap interaksi kelompok dan suasana kerja di dalam kelompok itu, berikut ini diuraikan lebih lanjut mengenai eksperimen yang terkenal dari Lewin, Lippit, dan White yang dilakukan pada tahun 1939 dan 1940. Eksperimen Lewin, Lippit, dan White itu dilakukan untuk memperoleh keterangaketerangan mengenai masalah apakah cara kepemimpinan yang berbeda juga mempunyai

akibat berbeda terhadap interaksi kelompok; dan bila demikian, bagaimana akibat-akibat perbedaan itu. Cara-cara kepemimpinan berbeda yang dicobakan adalah cara-cara yang disebut otoriteriter, demokratis, dan laissez faire. Eksperimen dilakukan terhadap 4 kelompok kecil, masng-masing terdiri atas anak lakilaki berumur 11 tahun. Setiap kelompok diganti pimpinannya setelah mengalami cara kepemimpinan tertentu selama 7 minggu. Kelompok masing-masing mengalami tiga macam pemimpin secara bergiliran, baik kepemimpinan otoriter maupun kepentingan demokratis dan kepemimpinan laissez faire. Pemimpin-pemimpin terdiri atas orang dewasa yang berbeda cirri-ciri pribadinya, dan yang bergiliran memimpin yang secara otokratis, demokratis, dan laissez faire. Setiap pemimpin sudah dilatih dalam ketiga cara kepemimpinannya; terdapat empat oramg dewasa yang dilatih demikian. Urutan cara kepemimpinan bagi setiap kelompok tidak senantiasa sama, tetapi dirotasi sehingga dengan demikian dapat diobservasi pula apakah terdapat perbedaan apabila urutan-urutan cara kepemimpinan berbeda. 1. Cara Otoriter Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara otoriter. Dialah yang memastikan apa yang dilakukan oleh kelompok, dan anggota-anggota kelompok tidak diajak untuk turut menentukan langkah-langkah pelaksanaan ataupun perencanaan kegiatan anggota kelompok. Kegiatan-kegiatan, acara-acara, dan tujuan-tujuan kelompok ditentukan dari atas. Dari samping itu, kelompok hanya diberi instruksi tentang langkah-langkah pekerjaan yang paling dekat saja, tanpa diberi tahu rencana secara keseluruhan. Anggota hanya diberitahu langkah kegiatan selangkah demi selangkah, tanpa ada perembukan mengenai tujuan-tujuan umum dari kegiatan kelompok. Sikap pemimpin otoriter seakan-akan ia tidak turut serta dengan interaksi kelompok. Ia hanya saling berhubungan dengan anggota-anggota ketika memberikan instruksi mengenai langkah kegiatan, setelah itu ia menyendiri. Ia terpisah dari kelomok dan tidak mencampuradukan diri dengan mereka.

2. Cara Demokratis Pemimpin disini mengajak anggota kelompok untuk menentukan barsama tujuan kelompok serta perencanaan langkah-langkah pekerjaan.penentuan tersebut adalah secara musyawarah dan mufakat. Pemimpin memberikan bantuan atau nasihat kepada anggota kelompok dalam pekerjaanya. Selain itu, ia pun memberikan saran-saran mengenai berbagai kemungkinan pelaksanaan pekerjaan yang dapat mereka pilih sendiri mana yang terbaik. Pemimpin demokratis memberikan penghargaan dan kritik secara objektif dan positif. Dengan tindakan-tindakan demikian, pemimpin demokratis itu berpartisipasi, ikut serta dengan kegiatan-kegiatan kelompok. Ia bertindak sebagai seorang kawan yang lebih berpengalaman dan turut serta dalam interaksi kelompok dengan peranan sebagai kawan yang lebih matang tadi. 3. Cara Laissez Faire Pemimpin menjalankan peranan yang pasif sebagai seseorang yang hanya menonton. Ia menyerahkan segala penentuan tujuan dan kegiatan kelompok kepada anggota-anggotanya sendiri. Pemimpin hanya menyerahkan bahan-bahan dan alat-alat yang diperlukan dalam pekerjaan kelompok itu. Ia tidak mengambil inisiatif apa pun di dalam kegiatan kelompok. Ia berada di temgah-tengah kelompok tetapi tidak berinteraksi dan berlaku seperti seorang penonton saja. Hasil eksperimen terhadap kelompok itu adalah sebagai berikut. Pada umumnya, tampak bahwa cara-cara kepemimpinan yang berlainan juga menimbulkan cara-cara interaksi serta suasana kerja yang berbeda. Dengan kata lain, dinamika kelompok sangat dipengaruhi oleh cara-cara kepemimpinan sebagaimana yang digambarkan tadi. Nyata bahwa kelompok yang dipimpin secara otoriter, tampak cirri yang jelas berbeda dengan cirri-ciri kelompok yang dipimpin secara demokratis atau laissez faire. Pada satu pihak, terdapat banyak agresivitas dan pertentangan-pertentagan diantara anggota-anggota kelompok sendiri. Pada suatu eksperimen, terdapat sikap permusuhan yang 30 kali lebih banyak dari pada kelompok yang dipimpin secara demokratis. Pada pihak lain, terdapat terlampau banyak cirri apatis pada anggota kelompok dibandingkan kelompok yang dipimpin secara demokrais atau laissez faire. Sifat-sifat apatis

yang timbul itu ditafsirkan sebagai pengaruh tekanan dari pimpinan otoriter itu. Orang-orang hanya ikut-ikutan tanpa inisiatif untuk bekerja. Mereka apatis karena menyerahkan segala sesuatu kepada pimpinan saja. Terdapat pulan banyak mencari kambing hitam diantara anggota-anggota kelompok sendiri. Berbeda dengan kelompok yang dipimpin dengan cara yang lain, dimana frustrasi bukan disalurkan kepada kambing hitam diantara kawan-kawan anggota kelompok sendiri,

melainkan diserahkan kepada out-group atau kepada pemimpinnya. Pada pimpinan secara demokratis terdapat pulakecenderunngan untuk menyerahkan kegiatannya kepada orang lain, tetapi hal ini bukan terhadap pemimpinnya, melainkan terhadap kawannya dalam bentuk timbal balik dan dalam bentuk kerja sama. Oleh karena pemimpin demokratis mengambil sikap sebagai kawan yang bersedia untuk saling mengerti dan menimbulkan interdepensi antara kawan-kawan, maka interaksi kelompok menjadi lebih wajar daripada dalam kelompok yang dipimpin secara otoriter. Setelah diadakan penelitian melalui angket, maka ternyata bahwa pada umumnya cara kepemimpina demokratis paling disukai oleh anggota kelompok. Sebanyak 95% anggota kelompok memilih pemimpin yang demokratis. Ada juga yang memilih cara laissez faire, dan yang paling sedikit diantaranya memilih cara kepemimpinan yang otoriter. Kesimpulan tersebut bukan merupakan kesimpulan-kesimpulan yang mutlak. Sebab, dalam eksperimen itu terdapat juga kelompok-kelompok yang perbedaan suasana kerjanya tidak begitu jelas dari ketiga cara kepemimpinan itu. Ada kelompok yang menerima ketiga cara kepemimpinan itu dengan interaksi yang sama. Contoh lain: ada juga anggota kelompok yang suka kepada kepemimpinan otoriter, dan setelah diteliti lebih lanjut, maka nyatalah bahwa ayah anggota kelompok itu adalah perwira militer. Dapat pula disimpulkan disini bahwa pimpinan yang group-centered adalah demokratis. Sedangkan pimpinan yang leader-centered merupakan pimpinan yang otoriter. Pemimpin yang group-centered merupakan pemimpin yang paling baik karena menimbulkan suasana kerja dan produktivitas kelompok yang bertaraf tinggi. Mungkin pula kadang-kadang terdapat situasi yang memerlukan tindakan pemimpin secara otoriter, tetapi pada umumnya pemimpin yang demokratis lebih bermanfaat. Bila

pemimpin terlampau otoriter, mudah muncul sifat-sifat yang tidak dikehendaki dalam interaksi kelompok seperti apatis, agresif, dan mencari kambing hitam . Hal ini terjadi di Jerman pada jaman Hitler ketika sikap-sikap permusuhan disalurkan kepada orang-orang Yahudi-Jerman sebagai kambing hitam.

C. Sifat Kepemimpinan Sifat-sifat pemimpin yang menyebabkan ia dipilih sebagai pemimpin oleh suatu kelompok sangat berhubungan erat dengan tujuan-tujuan kegiatan kelompok tersebut, jenisjenis kegiatan yang harus dipimpin itu, cirri-ciri anggota kelompok, dan dengan kondisi-kondisi yang terdapat di lingkungan hidup sekitar kelompok tersebut. Seorang pemimpin yang tepat dari regu sepakbola mempunyai kecakapan-kecakapan dan sifat-sifat yang berbeda debfab seorang pemimpin kelompok sarjana yang melaksanakan proyek-proyek penelitian. Seorang pemimpin partai politik di Indonesia belum tentu mempunyai cirri-ciri yang sama dengan cirriciri pemimpin partai politik Swedia. Seorang pemimpin kesatuan tentara yang cakap berbeda sifat-sifat kecakapannya dari seorang pemimpin yang dihormati dari kelompok seniman dan sebagainya. Meskipun demikian, manurut kaum dinamika kelompok terdapat pula beberapa cirri dan kecakapan yang sebaiknya dimiliki secara umum agar interaksi kelompok dapat berlangsung dengan agak lancar dan produktif. Ciri-ciri tersebut berhubungan erat pula dengan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin. Ciri-ciri berikut yang dimiliki oleh sebagian besar pemimpin yang baik dan merupakan cirri-ciri yang diperhatikan oleh para penilai yang sedang melaksanakan seleksi (saringan) pada calon-calon pemimpin dalam latihan-latihan untuk menjadi tenaga pimpinan yang baik. Setiap pemimpin sekurag-kurangnya memiliki 3 ciri, yaitu persepsi social, kemampuan berpikir abstrak, dan kestabilan emosi. a. Persepsi Sosial (Social Perception) Persepsi social adalah kecakapan untuk cepat melihat dan memahami perasaanperasaan, sikap-sikap, dan kebutuhan-kebutuhan anggota kelompok. Kecakapan ini sangat diperlukan untuk memenuhi tugas pemimpin seperti yang dikemukakan oleh kaum

dinamika kelompok untuk menjalankan group-centered leadership. Mengenai pentingnya sifat (kecakapan) ini untuk para pemimpin telah bibuktikan pula oleh bebrapa eksperimen, yaitu eksperimen Chawdry & Newcomb, 1952, yang meneliti empat kelompok mahasiswa yang berbeda, antara lain kelompok agama, kelompok politik, dan kelompok keahlian sarjana. Anggota keempat kelompok itu diteliti dengan menggunakan skala attitude, yaitu semacam tes yang dapat menilai sampai dimana seseorang dapat menangkap dan memahami sikap-sikap dan attitude-attitude anggota-amggota lainya sekelompok. Disamping itu, kepada setiap anggota keempat kelompok itu diajukan pertanyaan untuk menyebut nama satu kawan kelompoknya yang menurut pendapatnya paling cakap untuk memimpin kelompok. Dengan demikian, dapat diketahui pula siapa diantara anggota kelompok dianggap paling cakap sebagai pemimpin oleh kawan-kawannya. Hasil eksperimen ini menyatakan bahwa mereka yang memperoleh pilihan yang paling banyak dari kawannya sebagai pemimpin justru mencapai nilai yang tinggi pada skala attitude tadi. Hasil eksperimen ini didukung oleh eksperimen-eksperimen lain. b. Kemampuan berpikir yang abstrak (ability in abstract thinking) Berbagai penelitian di lapangan industry dan kemiliteran menunjukan bahwa para pemimpin kelompok-kelompok mempunyai kecakapan untuk berpikir abstrak yang lebih tinggi daripada rata-rata anggota kelompok yang mereka pimpin. Dalam seleksi perwira tentara Inggris, ternyata bahwa taraf intelejensi yang tinggi merupakan criteria yang tepat untuk menyalurkan calon-calon perwira kea rah penugasannya sebagai pemimpin (Harris, 1949). Penelitian bahwa tentara Amerika Serikat menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat suatu korelasi yang tinggi antara intelijensi dan kepemimpinan (Jensen, Rotten, 1947; dan Hollander, 1954). Demikian pula oleh beberapa penelitian pada bidang industry dinyatakan bahwa kecerdasan umum dan mental adaptability adalah sifat-sifat yang secara nyata dimiliki oleh pemimpin-pemimpin yang tepat.

c. Kestabilan Emosi Mengenai hal ini, telah dilakukan penelitian yang menunjukan bahwa kestabilan atau kematapan emosi itu merupakan factor penting dalam usaha kepemimpinan. Suatu penelitian pada tentara Inggris yang dilakukan oleh Harris, 1949 menunjukan bahwa perwira yang baik dibandingkan perwira yang kurang memuaskan memiliki cirri-ciri sebagai berikut : warmth of feeling, spontaneity of expression, objectivity of social thinking, and cooperativeness of social thinking. Suatu penelitian yang lain yang dilakukan pada kelompok organisasi mahasiswa menyatakan bahwa pemimpin-pemimpin lebih banyak memiliki sikap perasaan yang positif terhadap lingkungannya daripada bukan pemimpin; sedangkan mahasiswa yang non-leader menunjukan sikap-skap negative serta kekurangan kepercayaan pada diri sendiri. Penelitian Hollander, 1954, terhadap kadet-kadet Angkatan Laut Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka yang dianggap pemimpin yang baik oleh kawannya menunjukan sikap-sikap otoriter yang jauh lebih sedikit disbanding dengan mereka yang tidak dianggap sebagai pemimpin yang cocok. Berdasarkan banyak penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa pemimpinpemimpin yang baik lebih banyak memiliki emosi yang stabil daripada mereka yang bukan pemimpin.

Sumber : Gerungan, W.A. 2009. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama

You might also like