You are on page 1of 9

Anatomi Kandung Empedu dan sistem biliaris ekstrahepatik (1) Kandung empedu bentuknya seperti pir, panjangnya sekitar

7 - 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Organ ini terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Bagian ekstrahepatik dari kandung ampedu ditutupi oleh peritoneum. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati, dan sebagian besar tersusun atas otot polos dan jaringan elastik, merupakan tempat penampungan empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu, dan ujungnya akan membentul leher (neck) dari kandung empedu. Leher ini bentuknya dapat konveks, dan mebentuk infundibulum atau kantong Hartmann. Kantong Hartmann adalah bulbus divertikulum kecil yang terletak pada permukaan inferior dari kandung kemih, yang secara klinis bermakna karena proksimitasnya dari duodenum dan karena batu dapat terimpaksi ke dalamnya. Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktus koledokus. Katup spiral dari Heister terletak di dalam duktus sistikus, mereka terlibat dalam keluar masuknya empedu dari kandung empedu. Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic duct dan ujung hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta.. Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang melewati celiac plexus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka. Gambar 2.Sistem hepatobilier(2) Duktus Biliaris(1) Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan, common hepatic duct, duktus sistikus, dan common bile duct atau duktus koledokus.Duktus hepatika kanan dan kiri keluar dari hati dan bergabung dengan hilum membentuk duktus hepatik komunis, umumnya anterior tehadap bifurkasio vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatica kanan. Bagian ekstrahepatik dari duktus kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus komunis membangun batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus koledokus. Pembagian terjadi pada tingkat duktus sistikus. Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm dan terletak antara ligamentum hepatoduodenalis, ke kanan dari arteri hepatica dan anterior terhadap vena porta. Segmen distal dari duktus koledokus terletak di dalam substansi pankreas. Duktus koledokus

mengosongkan isinya ke dalam duodenum sampai ampula Vateri, orifisiumnya dikelilingi oleh muskulus dari sfingter Oddi. Secara khas, ada saluran bersama dari duktus pankreatikus dan duktus koledokus distal. Gambar 3. Duktus biliaris(2)Fungsi hati (3) Fungsi hati dibagi atas 4 macam: 1. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu Hal ini merupakan fungsi utama hati. Saluran empedu mengalirkan, kandungan empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai yang dibutuhkan. Hati mengekskresi sekitar satu liter empedu tiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu fosfolipid, kolesterol dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus. Oleh bakteri usus halus sebagian besar garam empedu direabsorpsi dalam ileum, mengalami resirkulasi ke hati, kemudian mengalami rekonjugasi dan resekresi. Walaupun bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai peran aktif, ia penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya. Di samping itu ke dalam empedu juga diekskresikan zat-zat yang berasal dari luar tubuh, misalnya logam berat, beberapa macam zat warna (termasuk BSP) dan sebagainya. 1. Fungsi metabolik Hati memegang peran penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan juga memproduksi energi. Zat tersebut di atas dikirim melalui vena porta setelah diabsorpsi oleh usus. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai glukosa secara konstan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan panas atau energi dan sisanya diubah menjadi glikogen, disimpan dalam otot atau menjadi lemak yang disimpan dalam jaringan subkutan. Hati juga mampu menyintesis glukosa dari protein dan lemak (glukoneogenesis). Peran hati pada metabolisme protein penting untuk hidup. Protein plasma, kecuali gama globulin, disintesis oleh hati. Protein ini adalah albumin yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid, protrombin, fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan yang lain. Selain itu, sebagian besar asam amino mengalami degradasi dalam hati dengan cara deaminasi atau pembuangan gugusan amino (-NH2). Amino yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea, diekskresi oleh ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada protein diubah juga menjadi urea dalam hati. Beberapa fungsi khas hati dalam metabolisme lemak yaitu oksidasi beta asam lemak dan pembentukan asam asetoasetat yang sangat tinggi, pembentukan lipoprotein,

pembentukan kolesterol dan fosfolipid dalam jumlah yang sangat besar, perubahan karbohidrat dan protein menjadi lemak dalam jumlah yang sangat besar. 1. Fungsi pertahanan tubuh Terdiri dari fungsi detoksifikasi dan fungsi proteksi. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim-enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat yang kemungkinan membahayakan, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Detoksifikasi zat endogen seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan dalam asam amino oleh kerja bekteri dalam usus besar dan zat eksogen seperti morfin, fenobarbital dan obat-obat lain. Hati juga menginaktifkan dan mengekskresikan aldosteron, glikokortikoid, estrogen, progesteron, dan testoteron. Fungsi proteksi dilakukan oleh sel Kupffer yang terdapat pada dinding sinusoid hati, sebagai sel endotel yang mempunyai fungsi sebagai system endothelial, berkemampuan fagositosis yang sangat besar sehingga dapat membersihkan sampai 99% kuman yang ada dalam vena porta sebelum darah menyebar melewati seluruh sinusoid. Sel Kupffer juga mengadakan fagositosis pigmen-pigmen, sisa-sisa jaringan dan lain-lain. Sel Kupffer juga menghasilkan immunoglobulin yang merupakan alat, berbagai macam antibodi yang timbul pada berbagai kelainan hati tertentu, anti mitochondrial antibody (AMA), smooth muscle antibody (SMA), dan anti nuclear antibody (ANA) 1. Fungsi Vaskular Hati Setiap menit mengalir 1200cc darah portal ke dalam hati melalui sinusoid hati, seterusnya darah mengalir ke vena sentralis dan dari sini menuju ke vena hepatika untuk selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior. Selain itu dari arteria hepatika mengalir masuk kirakira 350cc darah. Darah arterial ini akan masuk ke dalam sinusoid dan bercampur dengan darah portal. Pada orang dewasa jumlah aliran darah ke hati diperkirakan mencapai 1500cc/menit. Hati sebagai ruang penampung dan bekerja sebagai filter, karena letaknya antara usus dan sirkulasi umum. Pada payah jantung kanan misalnya, hati mengalami bendungan pasif oleh darah yang banyak jumlahnya. Metabolisme Bilirubin(2) BATU EMPEDU(1,2) Patogenesis dari batu empedu kolesterol adalah seperti cairan kental yang kekurangan air. Komposisi organik adalah bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Secara umum, dibedakan dua jenis batu empedu, yakni kolesterol dan pigmen meskipun ada tipe campuran. Tipe pigmen sendiri ada yang coklat dan hitam. Kelarutan dari kolesterol penting terhadap pembentukan batu empedu kolesterol. Akan membantu bila kita memandang pembentukan batu dari tiga tahap yaitu saturasi kolesterol, nukleasi, dan pertumbuhan batu. Sekresi hepatik dari kolesterol empedu tersaturasi merupakan persyaratan terbentuknya batu empedu kolesterol.

Mempertahankan kolesterol dalam bentuk larutan, tergantung pada adanya garam empedu dan fosfolipid dalam jumlah yang cukup dalam empedu. Perubahan dari keseimbangan ini menimbulkan saturasi kolesterol empedu dan akhirnya presipitasi kolesterol. Nukleasi merujuk pada proses dimana kristal kolesterol monohidrat terbentuk dan menggumpal sehingga menjadi makroskopik. Batu kolesterol sekitar 90% radiolusen, permukaannya halus dan biasanya soliter. Batu pigmen mengandung kolesterol kurang dari 20% dan berwarna gelap karena mengandung kalsium bilirubinat. Batu hitam terjadi karena supersaturasi dari kalsium bilirubinat, karbonat dan fosfat. Seringkali disebabkan gangguan hemolitik seperti sferitosis dan sickle cell disease. Batu coklat dapat terjadi di kantung empedu maupunj di duktus biliaris, umumnya terjadi karena infeksi yang disebabkan bile stasis. Disini, kalsium bilirubinate bergabung dengan badan sel bakteri. Lazim terdapat pada orang Asia dengan penyakit parasit. Gambar 4. USG normal sistem biliaris (a) (b)

a. Ultrasound of a gallstone showing the diagnostic acoustic shadow cast by it. Note also the thickened gallbladder wall. Courtesy of Dr. M. C. Collins. b. common varities of gall stones: a cholesterol stones (top), mixed gall stones (middle three rows), and pigment stones (bottom) ANAMNESA Setengah sampai dua pertiga penderita batu empedu adalah asimptomatik. Keluhan yang mungkin berupa dispepsia, yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Pada yang simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium , kuadran atas kanan, atau prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan - lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba - tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik nafas yang merupakan tanda rangsang dari peritonitis setempat ( tanda murphy ).

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul. Pruritis ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di daerah badan. Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi keadaan kegawatan disertai syok dan gangguan kesadaran. PEMERIKSAAN FISIK Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu , atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan bertambah sewaktu p[enderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksaan dan pasien berhenti menarik napas. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis. Apabila ada sindrom Mirizzi akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dinding yang edema di daerah kantong Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersaebut. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali ada serangan akut. PEMERIKSAAN PENCITRAAN Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau oedem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi. Dengan ultrasonografi punctum maksimum rasa nyeri pada kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. Foto polos perut biasanya tidak memberikan data yang khas sebab hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopaq. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos. Pada

peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu dapat terlihat sebagai massa jaringan lunak di quadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar di fleksura hepatika. Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang diberikan per os cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen. Sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada ileus paralitik, muntah, gangguan fungsi ginjal, kadar bilirubin serum di atas 2 mg/dl, obstruksi pilorus, dan hepatitis. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. Payaran-CT tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu kandung empedu. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada kandung empedu yang mengandung batu dengan ketepatan sekitar 70-90%. Foto ronsen dengan endoskopi retrograd di papila Vater (ERCP) atau melalui fungsi hati perkutan (PTC) berguna untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya adalah batu di kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi dan kolesistografi, misalnya karena batu kecil. Pendekatan Diagnosa Ikterus (4) Pendahuluan Kelainan sistem hepatobilier dapat bermanifestasi dalam banyak bentuk. Ikterus adalah gejala yang paling umum terjadi dan menjadi fokus pemeriksaan meskipun tidak selalu menjadi gejala yang dominan. Untuk kepentingan penatalaksanaan ikterus dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu: 1. Medikal (konvensional), meliputi kelainan prehepatik, hepatik yang tanpa disertai kelainan struktural. 2. Surgical (bedah), melibatkan ostruksi mekanik duktus biliaris (dapat diakibatkan batu atau massa intra/ekstra duktal) Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi USG, CT Scan Abdomen, Cholangiografi, serta pemeriksaan terhadap marker hepar (SGOT/SGPT, AFP, -GT, LDH, Alkali Fosfatase). Pemeriksaan Klinis Ikterus(3,4) Anamnesa

Dicolorisation (ikterus) atau riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi bila kadar bilirubin serum > 2,5 mg/dl. Perubahan warna urine, urine jadi gelap seperti warna teh.

Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti dempul dalam minimal 3x pemeriksaan berturut-turut. Riwayat anemia, terkadang kolelitiasis dpat disertai dengan anemia hemolitik. Nyeri terutama di regio perut kanan atas, lebih sering diakibatkan oleh obstruksi mekanis. Kolik bilier merupakan gejala yang umum terjadi berupa nyeri hilang timbul pada area epigastrium (subxyphoid) yang menjalar ke subcostal dextra, scapula dextra, dan leher. Waktu munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama dirasakan setelah makan makanan berlemak yang diikuti mual, muntah. Gejala anoreksia dan kaheksia lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas atau Ca hepar) daripada obstruksi batu bilier. Demam. Pada obstruksi mekanik muncul setelah nyeri timbul. Sedangkan pada inflamasi demam muncul bersamaan dengan nyeri. Usia. Pada usia muda kebanyakan hepatitis, sedangkan usia tua lebih sering keganasan. Riwayat tansfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian, tatoo, promiskuitas, pekerjaan beresiko tinggi terhadap hepatitis B, pembedahan sebelumnya. Makanan dan obat. Contohnya Clofibrate akan merangsang pembentukan batu empedu; alkohol, CCl4, makanan tinggi kolesterol juga akan merangsang pembentukan batu empedu. Disamping itu alkohol juga akan menyebabkan fatty liver disease. Gejala-gejala sepsis lebih sering menyertai ikterus akibat sumbatan batu empedu, jarang pada keganasan. Gatal-gatal. Kaerna penumpukan bilirubin direk pada kolestasis.

Pemeriksaan Fisik

Ikterus Dicari stigmata sirosis (rontoknya rambut aksila dan pubis, spider naevi, gynkomastia, asites, caput medussae, palmar eritem, liver nail, pitting edema), scratch effect. Hepar teraba atau tidak. Hepar membesar pada hepatitis, Ca hepar, obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar mengecil pada sirosis. Kandung empedu membesar atau tidak (Courvoisier sign(6)). Positif bila kantung empedu tampak membesar, biasanya pada keganasan karena dilatasi kandng empedu. Negatif bila kantung empedu tidak tampak membesar, biasanya pada obstruksi batu karena adanya proses inflamasi pada dinding kantung empedu. Murphys sign. Positif pada kolangitis, kolesistitis, koledokolelitiasis terinfeksi.

Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, amilase, albumin, faktor pembekuan, SGOT/SGPT, AFP, -GT, LDH, Alkali Fosfatase, -Glutamil Transpeptidase, Complete Blood Count. Urinalisis terutama bilirubin direk dan total. Benzidin test. Untuk mencari etiologi anemia. Marker serologis hepatitis untuk hepatitis.

Interpretasi Laboratorium Perkiraan ada tidaknya batu di duktus biliaris komunis sulit bila: Peningkatan bilirubin disertai ALP dan CBD > 12 mm, resiko batu 90 % Kalau bilirubin normal, ALP dan CBD > 12 mm, resiko batu 0,2 %

Pemeriksaan penunjang

USG, MRI, CT Scan terutama ditujukan untuk mencari dan menentukan ukuran lumen saluran bilier serta mencari ada atau tidaknya massa dalam kandung empedu. Ukuran normal lumen bilier kurang lebih 8 mm dam kurang lebih 11 mm pada post-cholesistectomy. Pelebaran dari ukuran tersebut menunjukkan adanya obstruksi. Bila kelainannya terdapat dalam kandung empedu atau parasit lebih efektif diperiksa dengan USG, sedangkan untuk pemeriksaan organ-organ sekitar empedu yang mungkin menyebabkan obstruksi lebih efektif menggunakan CT Scan. ERCP memberi gambaran langsung tentang keadaan duktus biliaris dan sangat berguna mencari etiologi obstruksi ekstrahepatal dan mengekstraksi batu empedu. PTC juga bisa digunakan untuk kegunaan diatas. Sebagai pengganti ERCP yang lebih noninvasif dapat digunakan MRI. Biopsi Hepar biasanya untuk memastikan etiologi obstruksi intrahepatal. Biopsi berbahaya bila dilakukan pada obstruksi ekstrahepatal kronik sehingga perlu dilakukan pemeriksaan diatas sebelumnya.

Evaluasi Pada Pasien dengan Ikterik (7) ERCP: Endoscopic Retrogade Cholangio pancreatography; SMA; Smooth muscle antibody; AMA: Anti mitochondrial antibody; LKM: liver kidney microsomal antibody, SPEP: serum protein electrophoresis Penatalaksanaan 1.Konservatif a.Diet rendah lemak b.Obat-obat antikolinergik/anti spasmodik c.Analgetik d.Antisiotik, bila disertai dengan kolesistitis. e.Asam empedu ( asam kenodeoksilat)6,75-4,5 gr/hari 2.Kolesistektomi Dengan kolesistektomi pasien tetap dapat hidup normal,makan seperti biasa. Umumnya

dilakukan pada pasien dengan kolik bilier atau diabetes. Komplikasi Komplikasi yang paling penting adalah kolesistitis akut dan kronik,koledokolithiasis dan pankreatitis.Yang lebih jarang ialah kolangitis,abses hati,sirosis bilier,empiema,ikterus obstruktif. DAFTAR PUSTAKA 1. Brunicardi, F. Charles et al. Schwartzs Principles of Surgery.8th edition.. New York: McGrawHill, 2005.p.1187-1193 2. www.clinicalgastroenterology.com. 3. Husadha, Yast. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Fisiologi dan Pemeriksaan Biokimiawi Hati. Edisi 3. 1996. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 225-226 4. www. merckmanual.com. Cholestasis. 17th edition. 2001: Medical IT FKUI 5. Sjamsuhidajat, R & Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 1997. Jakarta: EGC. Halaman: 249 6. Kasper, et al. Jaundice and Evaluation of Liver Function. 2002. 15th edition. McGraw-Hill. Available online at www.Harrison-online.com 7. ?. Obstructive Jaundice. Available online at http://www.surgicaltutor.org.uk/default-home.htm?system/abdomen/jaundice.htm~right (diakses Februari 2006)

You might also like