You are on page 1of 4

Suku Minangkabau atau Minang atau seringkali disebut Orang Padang adalah suku yang

berasal dari provinsi Sumatera Barat. Suku ini terutama terkenal karena adatnya
yang matrilineal walau orang-orang Minang sangat kuat memeluk agama Islam.

Suku Minang terutama menonjol dalam bidang perdagangan dan pemerintahan. Kurang
lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam
perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti
Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan,Batam, Palembang, dan Surabaya. Untuk di luar
wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia (terutama Negeri
Sembilan) dan Singapura. Di seluruh Indonesia dan bahkan di mancanegara, masakan
khas suku ini, populer dengan sebutan,masakan Padang sangat terkenal.

Suku Minang pada masa kolonial Belanda juga terkenal sebagai suku yang terpelajar.
Oleh sebab itu pula mereka menyebar di seluruh Hindia-Belanda sebagai pengajar,
ulama dan menjadi pegawai pemerintah. Di samping itu, mereka juga aktif dalam
mengembangkan sastra Indonesia modern, dimana hal ini tampak dari banyaknya
sastrawan Indonesia di pada masa 1920 - 1960 yang berasal dari suku Minang. Pada
masa kolonial, kebanyakan dari mereka yang terpelajar ini datang dari suatu tempat
bernama Koto Gadang, suatu nagari yang dipisahkan dari kota Bukittinggi oleh
lembah yang bernama Ngarai Sianok. Sampai sekarang mayoritas suku Minang menyukai
pendidikan, disamping tentunya perdagangan.

Suku-suku dalam Etnik Minangkabau


Dalam etnis Minangkabau terdapat banyak lagi klan, yang oleh orang Minang sendiri
hanya disebut dengan istilah suku. Beberapa suku besar mereka adalah suku Piliang,
Bodi Caniago, Tanjuang, Koto, Sikumbang, Malayu, Jambak; selain terdapat pula suku
pecahan dari suku-suku utama tersebut. Kadang beberapa keluarga dari suku yang
sama, tinggal dalam suatu rumah yang disebut Rumah Gadang.

Di masa awal Minangkabau mengemuka, hanya ada empat suku dari dua lareh atau
kelarasan (laras). Suku-suku tersebut adalah:

Suku Koto
Suku Piliang
Suku Bodi
Suku Caniago
Dan dua kelarasan itu adalah :

Lareh Koto Piliang yang digagas oleh Datuk Ketumanggungan


Lareh Bodi Caniago, digagas oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang
Perbedaan antara dua kelarasan itu adalah:

Lareh Koto Piliang menganut sistem budaya Aristokrasi Militeristik[rujukan?]


Lareh Bodi Caniago menganut sistem budaya Demokrasi Sosialis[rujukan?]
Dalam masa selanjutnya, muncullah satu kelarasan baru bernama Lareh Nan Panjang,
diprakarsai oleh Datuk Sakalok Dunia Nan Bamego-mego.

Sekarang, suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan sudah mencapai ratusan
suku, yang terkadang sudah sulit untuk mencari persamaannya dengan suku induk. Di
antara suku-suku tersebut adalah:

Suku Tanjung
Suku Sikumbang
Suku Sipisang
Suku Bendang
Suku Melayu (Minang)
Suku Guci
Suku Panai
Suku Jambak
Suku Kutianyie
Suku Kampai
Suku Payobada
Suku Pitopang
Suku Mandailiang
Suku Mandaliko
Suku Sumagek
Suku Dalimo
Suku Simabua
Suku Salo
Suku Singkuan

Asal Usul
Suku Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang
melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000
tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah Timur pulau
Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar hingga tiba di dataran tinggi Luhak nan
Tigo (darek). Kemudian dari Luhak nan Tigo inilah suku Minang menyebar ke daerah
pesisir (pasisie) di pantai barat pulau Sumatera, yang terbentang dari Barus di
utara hingga Kerinci di selatan.

Selain berasal dari Luhak nan Tigo, masyarakat pesisir juga banyak yang berasal
dari India Selatan dan Persia. Dimana migrasi masyarakat tersebut terjadi ketika
pantai barat Sumatera menjadi pelabuhan alternatif perdagangan selain Malaka,
ketika kerajaan tersebut jatuh ke tangan Portugis.

[sunting] Sosial Kemasyarakatan


Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom
dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial dan politik
lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan
mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap Nagari dipimpin oleh
sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin-pemimpin suku dari semua suku yang ada di
nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan KAN (Kerapatan Adat Nagari). Dari hasil
musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang
mengikat untuk nagari itu dihasilkan

Kebudayaan

Pakaian adat MinangkabauLihat pula: Kebudayaan Minang

Dalam pola keturunan dan pewarisan adat, suku Minang menganut pola matrilineal,
yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia menganut
pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola
pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan hampir seluruh suku
Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenallah harta pusaka
tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun
yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah
merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam.

Meskipun menganut pola matrilineal, masyarakat suku Minang mendasarkan adat


budayanya pada syariah Islam. "Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Syarak mangato adat mamakai."

Upacara dan Festival


Turun mandi
Batagak pangulu
Turun ka sawah
Manyabik
Hari Rayo
Tabuik

Kesenian
Randai
Pencak Silat
Saluang
Talempong
Tari Piring
Tari Payung
Tari Pasambahan
Tari Indang
Sambah manyambah
Nasi Kapau

[sunting] Kerajinan Tangan


Songket yang dikerjakan oleh Pandai Sikek

[sunting] Makanan

RendangRendang
Sambal Balado
Kalio
Gulai Cancang
Samba Lado Tanak
Palai
Lamang
Bubur Kampiun
Es Tebak
Gulai Itik
Gulai Kepala Ikan Kakap Merah
Sate Padang
Soto Padang
Asam Padeh
Keripik Jangek
Keripik Balado
Keripik Sanjai
Dakak-dakak
Galamai
Amping Badadih

Minang Perantauan

Rumah GadangMinang perantauan merupakan istilah untuk suku Minangkabau yang hidup
di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Etos merantau orang Minangkabau
sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di Indonesia. Dari hasil studi
yang pernah dilakukan oleh Mohctar Naim, 1973 (Merantau, Minangkabau Voluntary
Migration, University of Singapore), pada tahun 1961 terdapat sekitar 32 % orang
Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat, tetapi pada tahun 1971, jumlah itu
meningkat menjadi 44 %. Berarti hampir separuh orang Minang berada di luar Sumatra
Barat. Melihat data tersebut, maka berarti ada perubahan cukup besar pada etos
merantau orang Minangkabau dibanding suku lainnya di Indonesia. Sebab menurut
sensus tahun 1930, perantau tertinggi di Indonesia adalah orang Bawean (35,9 %),
kemudian suku Batak (14,3 %), lalu Banjar (14,2 %), sedangkan suku Minang hanya
sebesar 10,5 %.
Saat ini diperkirakan jumlah Minang perantauan bisa mencapai 70 %, bahkan lebih.
Hal ini berdasarkan penelitian acak, yang menyebutkan setiap keluarga di ranah
Minang, dua pertiga saudaranya hidup di perantauan[rujukan?]. Kini wanita
Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi
juga karena ingin berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.

Merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Migrasi besar-besaran
pertama terjadi pada abad ke-15, dimana banyak keluarga Minang yang berpindah ke
Negeri Sembilan, Malaysia. Kemudian gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad
ke-19, yaitu ketika Minangkabau mendapatkan hak privelese untuk mendiami kawasan
kerajaan Riau-Lingga.

Pada masa penjajahan Belanda, migrasi besar-besaran terjadi pada tahun 1920,
ketika perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur dikembangkan pemerintah
kolonial Hindia Belanda. Pada masa kemerdekaan, Minang Perantauan banyak mendiami
kota-kota besar di pulau Jawa. Kini, Minang Perantauan hampir tersebar di seluruh
dunia.

Ada banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya ialah sistem
kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan harta pusaka dipegang oleh
kaum perempuan sedangkan hak kaum pria dalam hal ini cukup kecil. Hal inilah yang
menyebabkan kaum pria Minang memilih untuk merantau.

Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan


bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil pertanian dan
perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup dapat menghidupi keluarga, maka kini
hasil sumber daya alam yang menjadi penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi
memberi hasil untuk memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan
beberapa keluarga. Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong orang Minang pergi
merantau mengadu nasib di negeri orang. Untuk kedatangan pertamanya ke tanah
rantau, biasanya para perantau menetap terlebih dahulu di rumah dunsanak yang
dianggap sebagai induk semang. Mayoritas perantau baru ini biasanya berprofesi
sebagai pedagang kecil.

by minangkabau group from FB

You might also like