You are on page 1of 11

Studi tentang Kandungan Gizi dan Keamanan Pangan Makanan Tradisional Lawar Bali Oleh Ni Made Yusa Bagian

Teknologi Hasil Pertanian Program Studi Teknologi Pertanian, Unud ABSTRAK Penelitian lapangan telah dilakukan di tiga kecamatan Denpasar, Kotamadya Bali. Ketiga daerah tersebut yaitu Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan Denpasar Barat. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengamati makanan tradisional Bali yang bernama Lawar, khususnya dalam hal kandungan gizi dan aspek keamanan pangan. Analisis laboratorium dilakukan untuk meneliti lawar, bahan-bahannya (daging, darah segar), serta air (air sumur dan air pipa) yang digunakan untuk membuat makanan tradisional tersebut. Ada dua jenis lawar yang digunakan, yaitu lawar putih (terbuat dari daging, buah nangka muda dan cabai), lawar merah (terbuat dari daging, kelapa, buah nangka muda, darah segar dan cabai). Analisis yang dilakukan melibatkan beberapa kandungan nutrisi: protein, lipid, karbohidrat, abu, vitamin (B1, B2 dan C), mineral, (Ca, Fe dan P), logam berat (Pb, Cu, dan Hg), dan pengujian mikrobiologis (Salmonella dan E. coli). Hasil yang didapat menunjukkan bahwa lawar putih menagdung protein sebesar 8.48%, lipid sebesar 18.54%, dan karbohidrat sebesar 6.60%, sementara lawar putih mengandung protein 11.14%, lipid 17.98%, dan karbohidrat 3.94%. Dalam aspek mikrobiologi, lawar putih dan lawar merah terbilang tidak memiliki kualitas yang cukup baik, karena total mikroorganisme yang ditemukan memiliki jumlah yang lebih tinggi dari standar daging segar yang direkomendasikan. Dari semua sampel lawar dan air yang digunakan dalam pembuatannya, Salmonella danlogam berat (Hg) tidak ditemukan. Sumber kontaminasi ada pada daging segar, daging cincang yang digunakan untuk mengolah lawar.

PENDAHULUAN Pangan dan gizi merupakan faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia dan tingkat kehidupan masyarakat. Dalam pelita IV, upaya untuk mencukupi dan menganekaragamkan penyediaan serta konsumsi pangan penduduk diarahkan untuk mencapai ketahanan pangan dan peningkatan status gizi sebagai prasyarat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia (Suhardjo, 1993a). Indonesia memiliki beragam sumber daya pangan dalam bentuk bahan pangan maupun makanan. Termasuk di dalam sumber daya pangan tersebut yaitu makanan tradisional, pemerintah telah mencanangkan kampanye Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) yang bertujuan untuk meningkatkan kecintaan terhadap makanan Indonesia (Suhardjo 1993b; Partini dan Sidik, 1994). Lawar sebagai salah sau jenis makanan tradisional Bali merupakan salah satu jenis makanan yang telah dikenal sejak lama secara turun-temurun di daerah Bali, diolah dengan cara dan peralatan sederhana, serta jenis makanan ini jarang atau tidak ditemui diluar daerah Bali. Menurut Gunung dan Muliawan (1985), daging sebagai bahan penyusun lawar merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan mikroba. Sampai saat ini data tentang seberapa besar sumbangan lawar dalam makanan seharihari, kompisisi zat gizi serta keamanannya belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari makanan tradisional lawar Bali dari aspek kandungan gizi dan keamanan pangan ditinjau dari undang-undang pangan yang berlaku di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai kandungan gizi dan keamanan lawar Bali dalam upaya meningkatkan kualitas dan keamanan makanan tradisional.

BAHAN PEMBUAT LAWAR Bahan Bahan penelitian ini meliputi makanan tradisional Bali jenis lauk pauk yaitu lawar dengan bahan penyusun daging sapi dan sayur nangka muda. Dua jenis lawar yang diteliti yaitu: lawar putih (terdiri daging, kulit, kelapa dan bumbu) dan lawar merah (terdiri dari daging, kulit, kelapa, darah dan bumbu). Analisis contoh lawar dilaksanakan setelah selang waktu satu jam dari proses pencampuran bahan (lawar siap dimakan). Variabel Yang Diamati Kandungan zat gizi lp+6xgizi lawar, yaitu kad (oven), kadar abu (pengabuan), kadar protein (micro Kjeldal), kadar lemak (Soxhlet), kadar karbohidrat (by different), kadar vitamin B1 dan vitamin B2 (UV-spektrophotometry), kadar vitamin C (titrasi), mineral kalsium dan besi (AAS) dan mineral fosfor (UV-spektrophotometry). Keamanan lawar: aspek mikrobiologi yaitu uji Salmonella dan Eschercia coli (total plate count) dilanjutkan dengan identifikasi. Sedangkan aspek kimiawi: timbale (Pb), merkuri (Cu) dan air raksa (Hg) dengan AAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Gizi Lawar Bali Hasil analisis zat gizi lawar Bali dan bahan penyusun yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin dari 18 produsen lawar dapat dilihat pada Tabel 1. Kadar air lawar merah (65,63%) lebih tinggi dibandingkan kadar air lawar putih (65,21%). Hal ini disebabkan pada lawar merah ditambahkan darah segar, dengan kadar air cukup tinggi (71,79%). Tingginya kadar air lawar putih dan lawar merah menyebabkan lawar tidak bias disimpan dalam waktu relatif lama. Berdasarkan hasil penelitian (Sukardika dan Aryanta, 1993), bahwa lawar babi yang disimpan pada suhu 5 derajat Celcius selama 48 jam masih bermutu baik (total mikroba < 106 sel/g). Kadar abu lawar merah (1,29%) lebih tinggi dibandingkan dengan lawar putih (1.16%). Tabel 1. Komposisi zat gizi lawar Bali dan bahan penyusun per 100 gram.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kandungan Zat Gizi Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Vitamin B1 (mg/100g) Vitamin B2 (mg/100g) Vitamin C (mg/100g) Kalsium (Ca) Jenis Lawar dan Bahan Penyusunnya LP LM DS DC DR 65,21 65,63 63,63 62,34 71,79 1,16 1,30 1,06 1,10 71,79 8,48 11,14 19,11 19,51 24,87 18,54 17,98 12,60 13,64 0,51 6,61 3,94 3,59 3,41 2,23 0,68 0,76 0,52 0,65 0,80 6,42 12,34 79,95 19,25 464,61 1,16 11,67 81,50 24,70 444,23 3,70 38,43 30,85 682,00 3,53 49,55 35,20 654,56 1,33 71,63 88,12 411,17

(mg/100g)
Besi (Fe)

(mg/100g)
Fosfor (P)

(mg/100g)

Hal ini disebabkan bumbu yang ditambahkan pada lawar merah lebih banyak dibandingkan dengan lawar putih. Jenis dan kombinasi bumbu yang ditambahkan pada setiap campuran lawar (dari 18 produsen) adalah sama, kecuali jumlah (gram) yang ditambahkan pada setiap pencampuran lawar berbeda sesuai kebiasaan dan pengalaman tukang adon. Kadar protein lawar merah (11,14%) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein lawar putih (8,48%). Hal ini disebabkan dalam pembuatan lawar merah ditambahkan darah segar yang mempunyai kadar protein (24,88%). Setelah diolah menjadi lawar, kadar protein daging segar dan daging cincang mengalami penurunan. Kandungan protein lawar (putih dan merah) tersebut ternyata setara dengan kandungan protein kacang tanah rebus (Dep. Kes. RI, 1995). Kadar lemak lawar putih (18,54%) lebih tinggi dibandingkan kadar lemak lawar merah (17,98%) dan ternyata jauh lebih tinggi dari kadar lemak lawar penyu yaitu 1,5% (Dep. Kes. RI, 1995). Hal ini disebabkan daging sapi mempunyai kadar lemak yang relatif tinggi, bahkan daging sapi rendah lemak masih mengandung sekitar 28% lemak (Muchtadi, 1993). Kelapa sebagai campuran lawar dan minyak kelapa yang digunakan untuk menggoreng bumbu juga mengandung asam lemak yang mempunyai potensi untuk meningkatkan kadar kolestrol dalam darah (Wardiatmo, 1989). Kadar karbohidrat lawar putih (6,60%) lebih tinggi dibandingkan kadar karbohidrat lawar merah (3,94%). Nilai energi lawar putih adalah 227 Kkal dan energy lawar merah 222 Kkal dalam setiap 00 gram. Ditinjau dari sumbangan energinya, konsumsi lawar dapat memberikan sumbangan sebesar 6,98% dari konsumsi energi setiap hari untuk pria (rata-rata 3217 Kkal) dan 8,27% untuk wanita (rata-rata 2714 Kkal) bila dikonsumsi sebanyak 100 gram per hari.

Kadar vitamin B1 lawar merah (0,76 mg/100g) lebih tinggi dibandingkan kadar vitamin B1 lawar putih (0,68 mg/100g). Ditinjau dari angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan menurut LIPI (1993), maka lawar Bali (merah dan putih) bila dikonsumsi sebanyak 100 gram per hari sudah dapat memenuhi 72% kecukupan vitamin B1 (untuk wanita dewasa), sedangkan vitamin B2 sudah dapat tercukupi 100% (baik untuk wanita dewasa maupun pria dewasa). Kadar vitamin C lawar putih (12,34% mg/100 g) dan lawar merah (11,67% mg/100 g). Vitamin C kemungkinan berasal dari sayur nangka dan bumbu seperti cabai rawit yang dicampurkan pada lawar. Penambahan cabai rawit dan merica menyebabkan rasa pedas sekali, sehingga menyebabkan lawar tidak disukai oleh anak-anak. Ditinjau dari angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan menurut LIPI (1993), maka lawar putih bila dikonsumsi sebanyak 100 gram per hari dapat memenuhi 20% kecukupan vitamin C (untuk wanita dan pria dewasa). Kadar mineral (Ca, P, dan Fe) lawar merah lebih tinggi dibandingkan kadar mineral lawar putih. Hal ini disebabkan pada lawar merah penambahan bumbu seperti ketumbar, merica, dan bawang putih lebih banyak jumlahnya. Ditinjau dari angka kecukupan mineral, (Ca, P, dan Fe) yang dianjurkan menurut LIPI (1993), maka lawar putih dapat kecukupan mineral berturut-turut sebesar 16% (Ca), 90% (P), dan 85% (Fe) bila dikonsumsi sebanyak 100 gram per hari baik untuk wanita dan pria dewasa. Dengan demikian lawar Bali cukup potensial dalam hal memenuhi kecukupan vitamin B1 dan B2 dan mineral (P dan Fe). Keamanan lawar Bali Aspek mikrobiologi Hasil analisa contoh (18 produsen) yang meliputi lawar putih, lawar merah, daging, daging cincang, darah dan air yang digunakan untuk pengolahan (air sumur dan PAM) tidak ditemukan Salmonella (dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3). Mikrobe yang sangat berbahaya dan perlu diwaspadai pada daging dan produk olahannya adalah Salmonella (Wibowo dan Ristanto, 1989). Menurut hasil penelitian Jay (1986), pada air yang tercemar terdapat E. coli, Salmonella dan B. cereus. Pencegahan terhadap kontaminasi Salmonella pada daging dan produk olahannya dapat dilakukan melalui

sanitasi terhadap alat-alat, fasilitas ruang pengolahan dan lingkungan serta para penangan. E.coli dijadikan indeks sanitasi karena tidak membahayakan dan mempunyai kesamaan dalam hal sifat tumbuh, tempat tumbuh dan lingkungan tumbuh Salmonella (Soekarto, 1990). Lawar merah dan lawar putih ada yang tercemar E. coli. Hal ini mungkin disebabkan karena daging yang digunakan dalam proses pembuatan lawar (daging segar dan daging cincang) sudah tercemar. Kontaminasi dan kerusakan daging dapat berasal dari mikrobe permukaan daging, kemudian masuk ke bagian dalam daging (Fardiaz, 1989). Cemaran mikrobe pada daging berasal dari hewan itu sendiri, lingkungan, para penangan, peralatan, pakaian, air dan udara (Marriot, 1985). Pada contoh darah dari 18 produsen lawar tidak ditemukan E. coli sebab darah segar yang digunakan produsen lawar ternyata berasal dari Rumah Potong Hewan (RPH) yang telah mempunyai fasilitas pemeriksaan kesehatan dan sanitasi yang cukup baik. Contoh lawar (merah dan putih) yang diolah dengan menggunakan air PAM, ternyata lebih banyak yang tercemar E. coli dibandingkan dengan lawar yang diolah dengan air sumur. Sumber cemaran berasal bahan penyusun seperti daging sapi segar. Pencemaran terjadi mulai daging sapi segar di rumah produsen, karena sebagian produsen lawar menyimpan daging tanpa menggunakan almari es (sebelum diolah). Dari 18 produsen lawar hanya enam produsen (33%) yang menyimpan daging pada almari es. Pada tahap pencincangan kemungkinan terjadi pencemaran sebab pencincangan dilakukan pada talenan di tempat terbuka. Secara mikrobiologis, mutu lawar merah dan lawar putih termasuk kategori kurang baik, karena total mikroba yang ditemukan ternyata telah melebihi standar mutu pangan segar (maksimum 106 sel/g). Oleh karena itu konsumsi lawar sebaiknya dilakukan segera setelah proses pencampuran bahan (lawar siap dimakan). Aspek Kimiawi Hasil analisa logam berat lawar Bali yang meliputi kadar timbal (Pb), tembaga (Cu) dan air raksa (Hg) dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar Pb lawar putih, lawar merah, daging segar dan daging cincang yang diolah menggunakan air PAM ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan lawar yang diolah dengan air sumur. Kadar Pb

ditemukan berada dibawah batas ambang (< 40 ug/100 ml darah) dan tidak berpotensi untuk menimbulkan keracunan (Palar, 1994). Lawar merah yang diolah air PAM (1,57 ppm) ternyata mempunyai kadar Cu tertinggi dibandingkan dengan lawar yang lain. Kadar Cu dari air yang digunakan dalam pengolahan (air sumur dan PAM) masih berada dibawah persyaratan baku mutu air (maksimum Cu yang diperbolehkan adalah 1 ppm).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lawar putih mengandung kadar protein 8,48%, lemak 18,54% dan karbohidrat 6,60%, sedangkan lawar merah mengandung kadar protein 11,14%, lemak 17,98%, dan karbohidrat 3,94%. Pencemaran terjadi mulai dari daging segar di rumah produsen, proses pencincangan daging dan proses pencampuran lawar. Semua contoh lawar, bahan penyusun dan air yang digunakan untuk pengolahan tidak ditemukan Salmonella dan logam Hg. Pada pengolahan menggunakan air PAM, contoh lawar (merah dan putih) yang tercemar E. coli ternyata lebih banyak dibandingkan dengan pengolahan yang menggunakan air sumur. Secara mikrobiologis mutu lawar (merah dan putih) termasuk kategori kurang baik, karena total mikrobe melebihi standar mutu pangan segar.

You might also like