You are on page 1of 18

JMS Vol. 3 No. 2, hal.

79 -96, Oktober 1998

Model Hidrodinamika Tiga-Dimensi (3-D) Arus Pasang Surut di Laut Jawa Nining Sari Ningsih) Program Studi Oseanografi, Jurusan Geofisika & Meteorologi, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10, Bandung 40132
Diterima tanggal 12 Juni 1998, disetujui untuk dipublikasikan 5 Agustus 1998

Abstrak Model sirkulasi laut tiga-dimensi (3-D) dibangun dengan menggunakan metoda pemisah (the splitting method) yang memisahkan model 3-D menjadi persamaan yang diintegrasikan secara vertikal (dua-dimensi, mode eksternal) dan persamaan 3-D (mode internal) untuk menghemat proses komputasi yang merupakan problem utama didalam model 3-D. Selanjutnya transformasi dari koordinat-z ke dalam koordinat vertikal yang tak berdimensi () didalam persamaan pembangun dilakukan untuk memperoleh simulasi yang lebih baik terhadap lapisan-lapisan percampuran dasar dan permukaan. Verifikasi model dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi di suatu kanal ideal dengan hasil model yang dikembangkan oleh POM (the Princeton Ocean Model). Kemudian model yang dikembangkan tersebut digunakan untuk mensimulasikan arus pasang surut di Laut Jawa. Abstract A three-dimensional coastal ocean circulation model is developed by employing the splitting method to reduce the large amount of computational work as one of the major problems related to three-dimensional model. The mode splitting technique splits the three-dimensional model into vertically integrated equations (external mode) and threedimensional equations (internal mode). In further considerations the transformation of the governing equations from z-coordinate to a dimensionless vertical coordinate () was performed to achieve a better simulation of both the surface and bottom mixed layers. The developed model is verified by comparing the simulation results in an idealized channel with those of POM (the Princeton Ocean Model). Then, the model is applied for simulating tidal currents in Java Sea. 1. Pendahuluan Model hidrodinamika tiga-dimensi (3-D) di dalam paper ini dibuat berdasarkan ide yang diperkenalkan oleh Kowalik dan Murty1). Berdasarkan pertimbangan ekonomi, kita perlu mengkonstruksi suatu algoritma perhitungan seefisien mungkin. Solusi ekonomis tersebut dapat diperoleh melalui pendekatan matematik dan proses fisis. Pendekatan matematik biasanya dilakukan dengan mengubah metode beda hingga eksplisit ke dalam skema implisit atau semi-implisit yang memungkinkan pemilihan langkah waktu (time

Sedang menempuh program doktor (S3) di Universitas Kyoto, Jepang (Costal Section, Disaster Prevention Research Institute, Kyoto University, Japan).

79

80

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

step) yang lebih besar. Sedangkan pendekatan fisis digunakan karena adanya perbedaan fisis antara gelombang permukaan dan internal yang memungkinkan suatu algoritma komputasi yang ekonomis dibangun. Model yang dikembangkan di dalam paper ini menggunakan pendekatan fisis. Studi penjalaran gelombang gravitasi permukaan seperti gelombang panjang tidak harus disimulasi dengan menggunakan persamaan 3-D yang lengkap, karena dapat dipelajari dengan menggunakan persamaan dua-dimensi (2-D). Sebaliknya gelombang gravitasi internal yang bergerak lebih lambat dipelajari dengan persamaan 3-D dan dapat disimulasi menggunakan langkah waktu yang lebih panjang. Sehingga komputasi dengan menggunakan mode splitting tersebut terdiri dari dua langkah waktu yaitu: langkah waktu yang pendek digunakan terhadap model barotropik berdasarkan persamaan 2-D yang diintegrasikan secara vertikal (mode eksternal) dan langkah waktu yang lebih panjang dipakai terhadap persamaan 3-D (internal mode). Selanjutnya transformasi persamaan pembangun dalam arah vertikal dari koordinat-z ke koordinat- dilakukan untuk memperoleh simulasi yang lebih baik dari lapisan-lapisan percampuran dasar dan permukaan. Verifikasi model dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi model yang dibangun di suatu kanal ideal dengan hasil model dari POM (the Princeton Ocean Model). Formulasi viskositas eddy vertikal dihitung dengan menggunakan model turbulensi (the turbulence closure sub-model) yang diadopsi dari POM. Selanjutnya, model yang dibangun dipakai untuk mensimulasikan arus pasut di laut Jawa. 2. Model Tiga-Dimensi dengan Menggunakan Mode Splitting dan Koordinat- Seperti telah disebutkan sebelumnya untuk mereduksi pekerjaan komputasi yang besar di dalam model tiga-dimensi (3-D), digunakan 2 macam langkah waktu dalam perhitungan yaitu: langkah waktu pendek untuk mode eksternal dengan menggunakan model 2-D dan langkah waktu yang lebih panjang digunakan untuk menyelesaikan mode internal.

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

81

2.1. Teknik Mode Splitting Sistem persamaan berdasarkan pendekatan hidrostatik dan Boussinesq dapat ditulis sebagai berikut, Persamaan kontinuitas :

u v w + + =0 x y z Persamaan gerak dalam arah x dan y :


Du 1 pa g u fv = g dz + z N z z + N h u Dt o x x o x z Dv 1 pa g v + fu = g dz + z N z z + N h v Dt o y y o y z

(2.1)

(2.2)

(2.3)

Dimana x,y, dan z adalah koordinat-koordinat kartesian, t adalah waktu, u,v, dan w masingmasing menyatakan komponen kecepatan arus dalam arah x,y, dan z, adalah elevasi permukaan air, f adalah parameter coriolis, pa adalah tekanan atmosfir, o densitas fluida referensi, adalah harga fluktuasi dari densitas, g adalah gravitasi bumi, Nz dan Nh masing-masing menyatakan koefisien turbulensi eddy vertikal dan horizontal. Untuk selanjutnya di dalam studi ini gradien tekanan atmosfir dan densitas yang dinyatakan dalam suku pertama dan ketiga pada ruas kanan dari persamaan (2.2) and (2.3) diabaikan. Mode eksternal dijabarkan dengan menggunakan persamaan yang dirata-ratakan secara vertikal, yaitu :
u + Ax fv = g + C x + N h u t x

(2.4)

v + Ay + fu = g + C y + N h v t y

(2.5)

Dimana u dan v masing-masing menyatakan komponen kecepatan yang dirataratakan terhadap kedalaman dalam arah x dan y. Suku-suku A dan C masing-masing menyatakan suku nonlinier dan shear stress. Suku non linier,
1 2 Ax = u dz + y uvdz H x H H

(2.6)

82

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

Ay =

1 2 uvdz + v dz H x H y H

(2.7)

Suku shear stress terdiri dari stress permukaan s dan stress dasar b ,

Cx = xs/(Ho) - xb/(Ho) Cy = ys/(Ho) - yb/(Ho)

(2.8) (2.9)

Perubahan level laut diperoleh berdasarkan persamaan kontinuitas untuk aliran yang dirata-ratakan secara vertikal sebagai berikut,
uD vD + + =0 x y t

(2.10)

dimana D = H + adalah kedalaman total laut, dan H adalah kedalaman laut dari mean sea level (permukaan laut rata-rata). Persamaan mode internal diperoleh dengan mendefinisikan komponen kecepatan sebagai jumlah dari kecepatan yang dirata-ratakan terhadap kedalaman ( u , v )dan nilai fluktuasi-nya ( u , v ) yaitu,

u = u + u and v = v + v

(2.11)

Jika persamaan (2.4) dikurangi dari pers.(2.2) dan pers.(2.5) dari (2.3), kita akan memperoleh persamaan-persaman mode internal sebagai berikut,

u u u u u Nz C x + N h u + u + v + w Ax fv = z z z t x y v v v v v C y + N h v + u + v + w Ay + fu = Nz t x y z z z

(2.12)

(2.13)

Persamaan (2.12) and (2.13) tidak mengandung secara eksplist osilasi barotropik karena variasi level laut telah dihilangkan didalam proses pengurangan tersebut.
2.2. Implementasi dari Mode Splitting

Komputasi dari persamaan gerak tersebut dilakukan dalam dua tahap, yaitu (1); perhitungan persamaan-persamaan yang diintegrasikan terhadap kedalaman (2.4), (2.5) and (2.10) yang diselesaikan dengan langkah waktu pendek (T2D) sesuai dengan kriteria CFL, dan (2); perhitungan 3-D (pers. 2.12 dan 2.13) dengan menggunakan langkah waktu yang lebih panjang T3D , dimana T3D = MT2D. Biasanya M bernilai antara 10 sampai 50. Dengan

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

83

kata lain perhitungan u dan v (model internal) tidak perlu setiap langkah waktu T2D, tetapi setiap T3D sehinga dapat mempercepat proses perhitungan. Selanjutnya persamaan (2.11) diselesaikan untuk memperoleh distribusi kecepatan. Ilustrasi sederhana dari interaksi waktu model 2-D and 3-D diperlihatkan pada Gb. 2.1. 2-D

3-D m-M m Gambar. 2.1. Langkah waktu dari metode splitting Model 3-D dihitung setiap langkah waktu T3D = tm+M - tm, sedangkah model 2-D setiap langkah waktu T2D = tm+1 - tm. Di dalam perhitungan 3-D, suku gesekan vertikal pada ruas kanan pers. (2.12) and (2.13) didiskritisasikan secara implisit dengan menggunakan metode inversi garis1), sedangkan suku yang lainnya secara eksplisit. Diagram alir sederhana dari proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan pada Gb. 2.2.
2.3. Transformasi Koordinat Sigma ()

m+M

Transformasi- dipakai dalam arah vertikal untuk memperoleh aproksimasi yang akurat terhadap lapisan-lapisan percampuran dasar dan permukaan. Didalam sistem koordinat-z, ketebalan lapisan adalah sama (uniform) dalam bidang horisontal. Sebaliknya di dalam koordinat-, ketebalan lapisan bervariasi untuk setiap titik grid. Hanya ketebalan ternomalisasi yang uniform didalan koordinat-. Transformasi yang digunakan adalah,
= z D

(2.14)

84

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

Start

Initial value & Setting Parameter

I3D = 1, Istop

I2D= 1,M

2D-calculation

3D-calculation

Print

Stop

Gambar 2.2 Algoritma sederhana dari program perhitungan Koordinat yang baru mengtransformasikan kolom air dari permukaan (z=) ke dasar (z=-H) menjadi 0 sampai -1. Persamaan gerak dari mode internal di dalam koordinat-

menjadi,
u u u u u u u +u +u +v +v + Ax fv = D 2 N y y t t x x

s x

/( Ho ) b /( Ho )] + N h u x

v v v v v v v +u +u +v +v + Ay + fu = D 2 N y y t t x x

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

85

[
dalam koordinat kartesis menjadi,

s y

/( Ho ) b /( Ho ) + N h v y

(2.15)

dimana N adalah koefisien turbulensi eddy vertikal dalam koordinat-. Kecepatan vertikal

D D D w = + u + + v + + + x x y y t t

(2.16)

diperoleh dengan dengan menyelesaikan persamaan di bawah ini,


Du Dv + + + =0 x y t
Syarat batas permukaan dan dasar di dalam sistem koordinat- adalah, (2.17)

N u v , = x , y , at = 1 D

(2.18) (2.19)

(x,y,0,t) = (x,y,1,t) = 0

Diagram skematik dari staggered grid untuk mode eksternal 2-D diperlihatkan pada Gb. 2.3.

v (i,,j)

u (i,,j)
y

(i,,j)
v (i,,j-1)

u (i+1,,j)

x
Gambar. 2.3 Staggered grid 2_D

86

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

penampang horisontal

v (i,,j,k) u (i,,j,k) y x v (i,,j-1,k) u (i+1,j,k)

penampang vertikal

(i,,j,k)
u (i,,j,k) y u (i+1,,j,k)

(i,,j-1,k+1)
x
Gambar.2.4 Staggered grid 3-D

2.4. Model Orde Kedua Turbulensi (Second Order Model of Turbulence Closure)

Lapisan percampuran permukaan dan dasar memegang peranan penting terhadap dinamika dari kolom perairan. Oleh sebab itu percampuran vertikal perlu di parameterisasikan seakurat mungkin. Koefisien percampuran vertikal N dihitung berdasarkan model klosur orde kedua yang diadopsi dari POM berdasarkan riset yang dilakukan oleh Mellor and Yamada2). Model turbulensi tersebut dikarakterisasikan oleh dua kuantitas yaitu, energi kinetik turbulen q2/2 dan turbulen skala besar (turbulence macroscale) l. Persamaan model turbulensi tersebut dapat ditulis sebagai berikut,
2 2 q 2 D uq 2 D vq 2 D q 2 K q q 2 2 N u v + + + + + = + D t x y D

2g 2 Dq 3 KH + Fq B1l o

(2.20)

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

87

q 2 lD uq 2 lD vq 2 lD q 2 l K q q 2 l + + + = + t x y D

N u 2 v 2 g E1l + + E 3 K H W + Fl o D

(2.21)

Penjelasan lebih detil dari model turbulensi ini dapat dilihat di Users guide for a threedimensional, primitive equation, numerical ocean model by Mellor3).
3. Verifikasi Model Pada Suatu Kanal Ideal

Suatu kanal ideal berukuran 100 x 80 km dipakai sebagai daerah verifikasi model dengan ukuran grid horisontal 4 km, sebagaimana terlihat pada Gb. 3.1.

open boundary

80 km

y (North) 100 km x (South) Gambar 3.1 Daerah kanal ideal

Dari batas terbuka sampai berjarak 20 km dalam arah-x, kedalaman bernilai konstan sebesar 40 m dan kemudian berkurang secara gradual menjadi 20 m pada bagian hulu kanal, sedangkan kedalaman air adalah uniform dalam arah-y. Sebagai gaya pembangkit arus dipilih angin yang kecepatannya naik secara linier selama 6 jam pertama waktu simulasi sampai mencapai nilai konstan masing-masing 10 m/s and of 5 m/s dalam arah x dan y. Kondisi radiasi digunakan pada batas terbuka dan gaya coriolis juga ditinjau dalam perhitungan. Simulasi dilakukan sampai diperoleh keadaan hampir tunak selama 24 jam. Langkah waktu 2-D dipilih sebesar 50 detik, sedangkan untuk 3-D sebesar 1500 detik (sekitar 30 kali harga langkah waktu 2-D). Seperti disebutkan sebelumnya, koefisien eddy viskositas vertikal N dihitung dengan

88

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

menggunakan model klosur turbulen, sedangkan koefisien eddy viskositas horisontal Nh dipilih konstan sebesar 60 m2/s.

Gambar 3.2 Histori waktu dari kecepatan dan elevasi di x = 2, 46, and 94 km

Gambar 3.2, 3.3 and 3.4 memperlihat perbandingan hasil simulasi berdasarkan model yang dibangun (NSNs model) dan POM. Time history dari elevasi dan kecepatan di permukaan dan dasar di batas terbuka (x = 2 km), pusat (x = 46 km), and hulu kanal (x = 94 km) diperlihatkan pada gambar (3.2). Berdasarkan time history dari elevasi, terlihat adanya kenaikan muka air (along-canal setup) sebesar 0.175 m pada bagian hulu sungai (x = 94 km) yang diakibatkan bertiupnya angin barat daya. Gambar 3.3 memperlihatkan pola arus permukaan dan dasar, dan pola arus pada penampang vertikal sepanjang pusat kanal dalam arah-y. Berdasarkan gambar pola arus permukaan terlihat pola aliran angin barat daya dan gaya coriolis terepresentasikan dengan cukup baik. Gaya coriolis berpengaruh secara jelas terhadap pola arus sepanjang batas terbuka ke daerah tengah kanal dimana aliran arus membelok ke arah tenggara. Tetapi di

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

89

bagian lain kanal arus mengalir ke arah timur laut sesuai dengan gaya pembangkit angin barat daya. Kecilnya efek coriolis di daerah ini dapat disebabkan adanya refleksi arus yang menuju ke tenggara membentur dinding selatan kanal sehingga arus berbelok ke arah timur laut.

Gambar 3.3 Profil kecepatan horisontal dan vertikal

Naiknya muka air (along-canal setup) menimbulkan gradien tekanan yang membangkitkan arus balik pada lapisan dasar kanal. Gaya stress angin permukaan dan efek perlambatan dari gesekan dasar menyebabkan komponen kecepatan dalam arah-x (u) mempunyai profile kecepatan vertikal seperti terlihat pada Gb. 3. Perhitungan koefisien percampuran vertikal N diperlihatkan pada Gb. 3.4. Sebagai catatan, nilai N di lapisan

90

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

permukaan dan dasar sebenarnya masing-masing merepresentasikan harga N pada lapisan kedua dari permukaan dan satu layer di atas dasar kanal.

Gambar 3.4 Distribusi horisonal dan vertikal dari koefisien eddy vertikal (N )

Secara umum hasil komputasi berdasarkan model yang dibangun mendekati hasil dari POM. Tetapi terdapat sedikit perbedaan perhitungan komponen kecepatan dalam arah-

y (v). Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan lokasi dari komponen arus v
sebagaimana terlihat pada sistem staggered grid di bawah ini,

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

91

v (i,,j,k) u (i,,j,k) v (i,,j-1,k)


NSNs model

v (i,,j+1,k)
u (i+1,,j,k)

u (i,j,k) v (i,,j,k)
POMs model

u (i+1,,j,k)

4. Aplikasi Model di Laut Jawa

Laut Jawa yang lingkungannya telah banyak berubah disebabkan banyaknya aktivitas / pengembangan yang dilakukan di daerah itu menarik untuk dipelajari. Sebagai tahap awal dari riset yang dilakukan pada paper ini, dilakukan uji coba model dengan mensimulasikan arus pasut pada bulan Januari 1997, sedangkan sirkulasi di Laut Jawa dengan memperhatikan gaya pembangkit lainnya seperti angin monsoon, gelombang yang akhirnya menggerakkan transport material seperti sedimen akan diperlajari pada tahapan riset selanjutnya.
4.1. Domain Komputasi

Domain komputasi dari laut Jawa yang dipilih adalah 105o- 115o BT dan 8o20 2o40 LS. Ukuran grid , langkah waktu 2-D dan 3-D yang dipilih masing-masing adalah 18.5 x 18.5 km, 60 detik, dan 1800 detik. Tempat-tempat dimana titik-titik verifikasi dilakukan dan bathymetri dapat dilihat pada Gb. 4.1.

Gambar 4.1 Daerah titik-titik verifikasi dan peta bathimetri Laut Jawa

92

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

4.2. Simulasi Arus Pasut

Pada batas terbuka digunakan elevasi pasut yang diperoleh dengan melakukan peramalan pasut berdasarkan informasi 4 komponen pasut (M2, S2, K1, and O1) yang diterbitkan oleh the International Hydrographic Bureau in Monaco. Sebagai verifikasi model, elevasi yang dihasilkan dibandingkan dengan elevasi yang diperoleh berdasarkan ramalan pasut di 14 lokasi. Lokasi dari titik-titik verifikasi tersebut dapat dilihat pada Gb. 4.1. Verifikasi hanya dilakukan terhadap elevasi karena belum diperolehnya data arus ketika penelitian ini dibuat.

Gambar 4.2 Sirkulasi arus pasut pada waktu pasang dan surut selama pasut purnama (spring tide)

Gambar 4.2 memperlihatkan sirkulasi arus ketika menuju pasang dan surut pada waktu pasut purnama (spring tide) di bulan Januari 1997. Prediksi pasut di daerah Rembang (titik verifikasi nomor 14) dipilih sebagai referensi waktu terjadinya pasang dan surut. Dari gambar tersebut terlihat jelas adanya arus bolak-balik yang merepresentasikan keadaan pasang dan surut. Pada waktu pasang arus di sekitar Rembang mengalir ke arah timur, sebaliknya pada waktu surut mengalir ke arah barat.

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

93

Verifikasi elevasi di 14 titik yang dipilih dapat dilihat pada Gb. 4.3. Secara umum hasil simulasi memperlihatkan kecocokan yang cukup baik dengan prediksi pasut di tempat-tempat itu kecuali di Bombjes, Cirebon, and Semarang (nomor 1, 3, dan 13). Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan efek gesekan dasar didaerah tersebut tidak mewakili secara baik interaksi non linier dari arus pasut dan topografi dasar.

Gambar 4.3 Verifikasi Elevasi di beberapa lokasi

5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan

Model tiga-dimensi (3-D) sirkulasi laut telah dikembangkan dan diterapkan untuk mensimulasikan arus pasang-surut di Laut Jawa dengan menggunakan teknik mode splitting dan sistem koordinat-. Teknik mode splitting yang memisahkan model 3-D menjadi persamaan yang diintegrasikan secara vertikal (mode eksternal) dan persamaan 3D (mode internal) digunakan untuk mereduksi sejumlah besar pekerjaan komputasi sebagai masalah utama di dalam model tiga-dimensi. Sedangkan sistem koordinat- dipakai untuk

94

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

memperoleh simulasi yang lebih akurat terhadap lapisan percampuran permukaan dan dasar. Hasil simulasi berdasarkan model yang dikembangkan hampir sama dengan hasil dari POM (the Princeton Ocean Model) kecuali sedikit perbedaan pada perhitungan komponen arus arah-y (v). Hal ini dapat disebabkan perbedaan lokasi dari komponen v di di dalam sistem staggered grid. Pada umumnya, simulasi arus pasut menunjukkan pola arus yang mewakili proses terjadinya pasang surut. Hasil verifikasi elevasi menunjukkan hasil yang cukup baik kecuali di daerah Bombjes, Cirebon, and Semarang. Hal ini dapat disebabkan pemilihan efek gesekan dasar dan topografi yang kurang tepat di daerah tersebut.
5.2. Saran

Studi dalam paper ini merupakan studi awal yang perlu dikembangkan dalam risetriset selanjutnya. Topik-topik yang perlu dilakukan untuk tahapan riset selanjutnya adalah : 1. Mensimulasikan arus yang dibangkitkan pasut dan angin secara simultan untuk memperoleh pengertian yang lebih baik terhadap aliran sirkulasi yang kompleks di Laut Jawa. Seperti diketahui angin monsoon (barat dan timur) memegang peranan penting terhadap pola sirkulasi arus di Laut Jawa. 2. Perhitungan arus residu perlu untuk dilakukan karena berperan terhadap transport bermacam-macam materi sedimen seperti silt dan mud yang merupakan sedimen utama di Laut Jawa4). 3. Efek interaksi gelombang-arus penting untuk dipelajari di daerah perairan dangkal seperti laut Jawa karena kenaikan stress dasar di daerah dangkal akan menambah proses turbulensi di dasar yang kemudian dapat memperlambat laju aliran. Interaksi gelombang-arus dapat dilakukan dengan menggabungkan gelombang yang

dibangkitkan angin (berdasarkan model gelombang generasi ketiga WAM) dengan model hidrodinamika 3-D yang dibangun.

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

95

Daftar simbol

x,y, dan z t

= koordinat-koordinat kartesian = waktu

u,v, dan w = komponen kecepatan arus dalam arah x,y, dan z

f pa

= elevasi permukaan air

= parameter coriolis
= tekanan atmosfir = densitas fluida referensi = harga fluktuasi dari densitas

= gravitasi bumi

Nz dan Nh = koefisien turbulensi eddy vertikal dan horizontal u dan v


= komponen kecepatan yang dirata-ratakan terhadap kedalaman dalam arah x dan y

s, b
H u, v N

= stress permukaan dan stress dasar = kedalaman laut dari mean sea level (permukaan laut rata-rata). = nilai fluktuasi dari kecepatan (kecepatan fluktuasi) = koefisien turbulensi eddy vertikal dalam koordinat-

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Coastal & Offshore Section, Disaster
Prevention Research Institute, Kyoto University, JAPAN atas fasilitas dan kesempatan

yang diberikan kepada penulis sehingga riset ini dapat berlangsung.


Referensi

1. Kowalik, Z. and Murty, T.S., Numerical modeling of ocean dynamics, Advance Series on Ocean Engineering, Vol. 5, World scientific, (1993). 2. Mellor, G.L. and Yamada, T., Development of a turbulent closure model for geophysical fluid problems, Rev. Geophys. Space Phys., 20, 851-875, (1982). 3. Melor, G.L., Users Guide for A three-dimensional, primitive equation, numerical ocean model, Princeton University, (1996).

96

JMS Vol. 3 No. 2, Oktober 1998

4. Emery, K.O., et al., Geological Structure and some water characteristics of the Java Sea and adjacent continental shelf, United Nations Ecafe, CCOP Technical Bulletin, Vol.6, (1972).

You might also like