You are on page 1of 9

Ciri-ciri Kebudayaan

Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan Mentaluitet dan Pembangunan menggambarkan kebudayaan mencakup 7 unsur universal sesuai urutan dari yang lebih sukar berubah, yaitu: (1) sistem religi & upacara keagamaan; (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan; (3) sistem pengetahuan; (4) sistem bahasa; (5) sistem kesenian; (6) sistem matapencarian hidup; dan (7) sistem teknologi dan peralatan. Kebudayaan adalah khas hasil manusia, karena di dalamnya, manusia menyatakan dirinya sebagai manusia, mengembangkan keadaannya sebagai manusia, dan memperkenalkan dirinya sebagai manusia. Dalam kebudayaan, bertindaklah manusia sebagai manusia dihadapan alam, namun ia membedakan dirinya dari alam dan menundukkan alam bagi dirinya. CIRI-CIRI KEBUDAYAAN Ciri-ciri khas kebudayaan adalah: (1). Bersifat historis. Manusia membuat sejarah yang bergerak dinamis dan selalu maju yang diwariskan secara turun temurun; (2). Bersifat geografis. Kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada yang berkembang pesat dan ada yang lamban, dan ada pula yang mandeg (stagnan) yang nyaris berhenti kemajuannya. Dalam interaksi dengan lingkungan, kebudayaan kemudian berkembang pada komunitas tertentu, dan lalu meluas dalam kesukuan dan kebangsaan/ras. Kemudian kebudayaan itu meluas dan mencakup wilayah/regiona, dan makin meluas dengan belahan-bumi. Puncaknya adalah kebudayaan kosmo (duniawi) dalam era informasi dimana terjadi saling melebur dan berinteraksinya kebudayaan-kebudayaan; dan (3). Bersifat perwujudan nilai-nilai tertentu. Dalam perjalanan kebudayaan, manusia selalu berusaha melampaui (batas) keterbatasannya. Di sinilah manusia terbentur pada nilai, nilai yang mana, dan seberapa jauh nilai itu bisa dikembangkan? Sampai batas mana?

Keanekaragaman adat istiadat, agama, seni, budaya, dan bahasa yang berkembang di Indonesia melahirkan adanya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah. Kebudayaan daerah memiliki ciri khas tersendiri. Namun, secara keseluruhan ciri khas tersebut mengandung banyak unsur kesamaan yang melahirkan kebudayaan nasional. Kemudian ciri-ciri kebudayaan itu sendiri dibagi lagi berdasarkan cakupannya yaitu kebudayaan daerah dan kebudayaan Nasional. 1. Kebudayaan Daerah Kebudayaan daerah adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di suatu daerah tertentu yang memiliki ciri-ciri khas kedaerahan. Ciri-ciri kebudayaan daerah antara lain: a. Memiliki sifat kedaerahan tertentu. b. Mempunyai adat istiadat yang khas. c. Memiliki unsur kebudayaan asli dan tradisional. d. Dianut oleh penduduk daerah tersebut. e. Adanya bahasa dan seni daerah. f. Adanya unsur kepercayaan. g. Adanya peninggalan sejarah. 1. Kebudayaan Nasional Kebudayaan nasional adalah kebudayaan seluruh rakyat Indonesia. Merupakan puncak kebudayaan daerah. Ciri-ciri kebudayaan nasional adalah sebagai berikut: a. Mengandung unsur budaya daerah yang sifatnya diakui secara nasional. b. Mencerminkan nilai luhur dan kepribadian bangsa. c. Merupakan kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. d. Mengandung unsur-unsur yang mempersatukan bangsa.

Contoh kebudayaan nasional antara lain sifat gotong royong, pakaian nasional yaitu kebaya dan batik, serta bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Semuanya itu menjadi identitas khas bangsa Indonesia. Suatu kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. SENI SEBAGAI BAGIAN DARI KEBUDAYAAN

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi adalah bagian dari kebudayaan. Bila Ilmu pengetahuan berhubungan dengan dorongan manusia kepada pengetahuan, pengenalan, dan pemahaman, maka teknologi berhubungan dengan dorongan manusia kepada kemampuan dan penguasaan dunia. Namun, dalam diri manusia tidak hanya ada dorongan kepada pengetahuan dan teknologi saja, sebab dalam diri manusia ada juga dorongan akan keindahan, baik untuk dilihat maupun untuk mewujudkan apa yang dilihat, dirasakan atau dialami sebagai keindahan itu. Di dalam penginderaan kesan-kesan keindahan dan dalam kecenderungan untuk memujudkan kesan-kesan itu terletak dasar-dasar kesenian. Kesadaran akan keindahan itu disebut kesadaran estetis atau kesadaran keindahan, dan dorongan kepada penyataan atau pemberian wujud itu disebut dorongan ekspresi estetis. Di sinilah kemudian timbul Seni, yaitu keahlian mewujudkan keindahan itu dengan alat-alat tertentu.

Contoh ciri-ciri kebudayaan dalam unsur universal kebudayaan pada Masyarakat suku Toraja 1. Sistem Religi dan Upacara
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang

disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.

Suku Toraja ada yang menganut agama Islam, Kristen dan sebagian lagi masih menganut kepercayaan animisme yang disebut aluk Todolo yang artinya suatu kepercayaan / agama leluhur. Aluk Todolo dalam ajarannya mengatakan bahwa agama ini diturunkan oleh Puang matua (Sang Pencipta) kepada yang pertama yang dinamakan Sukaran Aluk jadi sukaran aluk artinya aturan dan susunan agama atau keyakinan yang didalamnya harus menyembah, memuja dan memuliakan Puang Matua yang dilakukan dalam bentuk sajian persembahan
Di wilayah Kab. Tana Toraja terdapat dua upacara adat yang amat terkenal , yaitu upacara adat Rambu Solo (upacara untuk pemakaman) dengan acara Sapu Randanan, dan Tombi Saratu, serta Manene, dan upacara adat

Rambu Tuka. Upacara-upacara adat tersebut di atas baik Rambu Tuka maupun Rambu Solo diikuti oleh seni tari dan seni musik khas Toraja yang bermacam-macam ragamnya.

Rambu Solo
Adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga yang almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi. Tingkatan Upacara Rambu Solo Upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni: Dipasang Bongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja. Dipatallung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan. Dipalimang Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan. Dipapitung Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan hewan.

Upacara tertinggi
Biasanya upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentang waktu sekurang kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah lapangan khusus karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Matundan, Mabalun (membungkus jenazah), Maroto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), MaParokko Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan), dan yang terkahir MaPalao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir). Upacara Adat Rambu Tuka Upacara adat Rambu Tuka adalah acara yang berhungan dengan acara syukuran misalnya acara pernikahan, syukuran panen dan peresmian rumah adat/tongkonan yang baru, atau yang selesai direnovasi; menghadirkan semua rumpun keluarga, dari acara ini membuat ikatan kekeluargaan di Tana Toraja sangat kuat semua Upacara tersebut dikenal dengan nama MaBua, Meroek, atau Mangrara Banua Sura. Untuk upacara adat Rambu Tuka diikuti oleh seni tari : Pa Gellu, Pa Boneballa, Gellu Tungga, Ondo Samalele, PaDao Bulan, PaBurake, Memanna, Maluya, PaTirra, Panimbong dan lain-lain. Untuk seni musik yaitu Papompang, paBarrung, Papelle. Musik dan seni tari yang ditampilkan pada upacara Rambu Solo tidak boleh (tabu) ditampilkan pada upacara Rambu Tuka.

2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan

Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan.Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mence gah penyebaran harta. Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang. Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tingi, ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga. Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak sosialyang dapat memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki. Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati. 3. Sistem Pengetahuan Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat toraja hidup dan tumbuh dalam sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi tau dibutuhkan sebagai pegangan dan arah menjadi manusia (manusia="tau" dalam bahasa toraja) sesungguhnya dalam konteks masyarakat toraja. Filosofi tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan setiap masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain: - Sugi' (Kaya) - Barani (Berani) - Manarang (Pintar) - Kinawa (memiliki nilai-nilai luhur, agamis, bijaksana) Keempat pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas karena memiliki makna yang lebih dalam daripada

pemahaman kata secara bebas. Seorang toraja menjadi manusia yang sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan hidup sebagai Tau.

Masyarakat Toraja mempunyai sistem pengetahuan waktu yang berhubungan dengan hari yang baik atau bulan yang baik. Dalam kehidupan masyarakat Toraja dikenal 3 waktu :
1. Pertanam ( Setahun Padi ) 2. Sang Bulan ( 30 hari ) 3. Sang Pasa ( Sepekan )

4.

Sistem Bahasa Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja sebagai dialek

bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja. Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan TorajaSa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia.[30] Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja. Ciri yang menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka cita kematian. Pentingnya upacara kematian di Toraja telah membuat bahasa mereka dapat mengekspresikan perasaan duka cita dan proses berkabung dalam beberapa tingkatan yang rumit. Bahasa Toraja mempunyai banyak istilah untuk menunjukkan kesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan mental. Merupakan suatu katarsis bagi orang Toraja apabila dapat secara jelas menunjukkan pengaruh dari peristiwa kehilangan seseorang; hal tersebut kadangkadang juga ditujukan untuk mengurangi penderitaan karena duka cita itu sendiri.

5. Sistem Kesenian

Tana Toraja memiliki kesenian yang telah mendarah daging turun temurun pada masyarakatnya. Berbagai macam obyek yang menarik baik secara langsung diciptakan-Nya maupun secara sengaja dibuat oleh orang-orang yang memilki cita rasa dibidang seni yang tinggi tentang budayanya sendiri Tana Toraja mempunyai tari-tarian yang disesuaikan dengan upacara-upacara. Tarian yang diperlihatkan pada upacara kematian tentu berbeda pada upacara syukur atau gembira. Maksud tarian ini dihubungkan dengan(Dewatanya) yang berarti berdoa. Selama menari orang biasanya menyanyi. Maksud nyanyian tersebut ialah mengatakan pesta apa yang diadakan, lagunya hampir sama saja dan memberi pengertian pesta yang dibuat. Tari-tarian dan seni musik yang ada di Toraja yaitu :

Tari Pagellu

Merupakan salah satu tarian tradisional dari Tana Toraja yang dipentaskan pada acara pesta Rambu Tuka. Tarian ini juga dapat ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kegembiraan.

Tarian Mabadong

Tari ini hanya diadakan pada upacara kematian ini bergerak dengan gerakan langkah yang silih berganti sambil melantunkan lagu ( Kadong Badong ) yang syairnya berisikan riwayat manusia mulai dari lahir hingga mati, agar arwah yang telah meninggal dapat diterima di negeri arwah ( Puya ) atau alam dialam baka.
Musik Passuling

Passuling diperagakan dengan menggunakan suling lembang yaitu suling tradisional Toraja dan dimainkan oleh laki-laki untuk mengiringi lantunan lagu duka dalam menyambut keluarga atau kerabat yang menyatakan duka citanya.
Musik Papompang

Musik bambu yang pagelarannya merupakan satu simponi orkestra, dimainkan oleh banyak orang. Musik bambu ini biasanya dimainkan pada perayaan bersejarah.
Musik Pakarobi

Alat kecil dengan benang halus diletakkan pada bibir. Benang atau bibir disentak-sentak sehingga menimbulkan bunyi yang berirama halus namun mengasyikkan.
Musik Pageso-geso

Sejenis alat musik gesek yang terbuat dari kayu dan tempurung kelapa yang diberi dawai. Dawai yang digesek dengan alat khusus yang terbuat dari bilah bambu dan tali akan menimbulkan suara yang khas.

6.

Sistem Mata Pencaharian Hidup Sebelum masa Orde Baru, system mata pencaharian Toraja bergantung pada pertanian dengan

adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan

terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan.[11] Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja. Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, system mata pencaharian masyarakat Toraja mulai berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan

pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan minyak, ke Papuauntuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan Jawa. Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985. Mata pencaharian masyarakat Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis.

7.

Sistem Teknologi dan Peralatan

Pada masyarakat Toraja terdapat bermacam-macam teknologi yang digunakan seperti : Alat Dapur Laka sebagai alat belanga Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu Karakayu yaitu alat pembagi nasi Dulang yaitu cangkir dari tempurung Sona yaitu piring anyaman Alat Perang / Senjata Kuno Doke atau tombak untuk alat perang dan berburu Penai yaitu parang Bolulong yaitu perisai Sumpi atau sumpit Alat Perhiasan Beke ikat kepala Manikkota kalung Komba gelang tangan Sissin Lebu cincin besar Alat Upacara Keagamaan Pote tanda berkabung untuk pria dan wanita

Tanduk Rongga Perhiasan dikepala Pokti tempat sesajen Sepui tempat sirih Alat Musik Tradisional Geso biola Tomoron terompet Suling Toraja

You might also like