You are on page 1of 2

Hakekat Sejarah Sejarah merupakan ilmu yang mengakaji manusia dalam rentang waktu.

konsep waktu dalam konteks ini meliputi (1) perkembangan, (2) kesinambungan, (3) pengulangan, dan (4) perubahan. Perkembangan terjadi apabila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk ke bentuk lain tanpa ada pengaruh dari luar yang menyebabkan pergeseran. Contohnya perkembangan masyarakat dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks. Kesinambungan ini terjadi ketika suatu masyarakat baru dengan melakukan adopsi lembaga-lembaga lama. Kolonialisme adalah kelanjutan dari patrimonialisme. Pengulangan merupakan peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau terulang kembali. Perubahan terjadi ketika masyarakat mengalami pergeseran karena pengaruh dari luar. SejarahIlmu atau Seni Debat tentang sejarah sebagai ilmu atau seni sampai saat ini masih berlanjut. John B. Burry sejarawan Inggris dalam pidatonya meyebutkan, bahwa sejarah benar-benar ilmu pengetahuan tidak lebih tidak kurang. Kemudian Harold W.F Temperley menyangkalnya, ia menyebutkan, gagasan tentang sejarah itu adalah ilmu pengetahuan sudah lenyap. Argumentasi pendukung sejarah sebagai ilmu, sebagai berikut: Emperis Mempunyai obyek Mempunyai generalisasi Sejarah mempunyai metode seperti ilmu-ilmu lainnya. Sejarah berupaya menjelaskan kebenaran, keadaan yang sebenarnya melalui metode dan metodeloginya. Apabila sejarah dibandingkan dengan ilmu-ilmu eksak, maka jelas tidak dapat, sebab memang berbeda paradigmanya. Pada umumnya ilmu eksak mengkaji fakta yang secara langsung dapat dicermati dan dapat diuji dengan percobaan. Sementara penelitian sejarah dilakukan dengan meneliti tinggalan-tinggalan masa lampau yang terdapat pada sumber tulis, sumber lisan, foto, audio, ruang fisik, dan ruang simbolik. Sejarah secara konvensional dikelompokan ke dalam ilmu sosial, yaitu disiplin yang berkenaan dengan manusia dalam hubungan sosial, seperti antropologi, sosiologi, ekonomi dan sebagainya. Ketika revolusi rasional melanda dunia pemikiran, maka banyak pemikir cenderung menggunakan metode dan teknik ilmu alam dalam memahami realitas. Metode dan teknik ilmu alam saat itu juga mewarnai ilmu sosial. Habermas membagi ilmu sosial dengan tiga paradigma. Pertama, paradigma instrumental knowledge atau paradigma positivis. Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari pandangan, metode dan teknik ilmu alam untuk memahami realitas manusia. Positivis berasumsi, bahwa penjelasan tunggal bersifat universal, artinya cocok untuk semua, kapan saja, dimana terjadi fenomena sosial. Positivisme sangat yakin, bahwa penelitian sosial harus didekati dengan metode ilmiah yang obyektivitas, netral dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifikasi dengan diverifikasi dengan metode scientific atau ilmiah. Kedua adalah paradigma interpretatif. Paradigma interpretatif sangat diwarnai oleh aliran hermeneutic knowledge yang sering disebut dengan paradigma interpretativ, yaitu penelitian sosial khususnya ilmu-ilmu sosial diarahkan untuk memahami. Dasar filsafat paradigma ini adalah phenomenology dan hermeneutics yaitu filsafat yang menekankan minat untuk memahami. Jargon yang sering digunakan oleh pendukung paradigma ini adalah biarkan fakta bicara atas namanya sendiri Ketiga adalah paradigma kritik atau critical emancipatory knowledge. Paradigma kritis memperjuangkan pendekatan yang bersifat holisitik, serta menghindari cara berpikir deterministik dan reduksionistik. Paradigma kritik menganjurkan agar realitas sosial dilihat dalam perspektif kesejarahan. Sejarah juga bukan sastra, begitulah kata Kuntowijoyo. Hematnya, paling tidak ada 4 hal yang membedakan sejarah dengan sastra: (1) cara kerja, (2) kebenaran; (3) hasil keseluruhan dan (4) kesimpulan. Sejarah dapat dikatakan seni, menurut sejarawan India Kochhar adalah karya sejarah memuat keutuhan, keserasian dan kebenarannya tidak dapat dipisahkan dari penjelasannya yang nyata dan gamblang tentang bagian-bagiannya. Dalam bahasa lain, sejarah juga membutuhkan intuisi, emosi, dan gaya bahasa sebagaimana seni. Kochhar juga menadaskan, bahwa sejarah merupakan ilmu sosial dan seni yang di dalamnya mencakup fleksibilitas, kemajemukan, dan daya tarik yang sangat tinggi. Penelitian Sejarah Di atas telah diwartakan bahwa sejarah tidak kurang tidak lebih adalah sebuah ilmu yang di dalamnya terdapat metode. Metode sejarah didifinisikan sebagai pokok sisitematis asas-asas dalam mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya dengan kritis dan menyajikan hasil yang dicapai dari sintesis, begitu pendapat Garraghan tentang metode sejarah. Ada tiga pokok utama pada metode sejarah, yaitu: (1) heuristik, (2) kritik, (3) pernyataan formal dari penemuan heuristik dan kritik. Kuntowijoyo memberikan langkah kerja utama dalam penelitian sejarah yang banyak digunakan oleh sejarawan di Indonesia. Langkah-langkah itu menliputi, (1) pemilihan topik, (2) heuristik, (3)verivikasi (kritik sejarah dan keabsahan sumber), (4) interpretasi (analisis dan sintesis), dan (5) sintesis. Kegunaan Ilmu-ilmu Sosial untuk Sejarah Penggunaan ilmu sosial dalam penelitian sejarah di Indonesia dimulai oleh Sartono Kartodirdjo dalam desertasi yang pada tahun 1980an diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Pemberontakan Petani Banten 1888. Ilmu-ilmu itu meliputi, sosiologi, politik, antropologi, demografi, ekonomi dan lain sebagainya. Adapun penggunaan ilmu sosial mencakup (1) konsep, (2) teori, (3) permasalahan dan (4) pendekatan. Patut diperhatikani, tanpa ilmu-ilmu sosial, sejarah juga dapat ditulis dengan baik. Karya Taufik Abdullah, Schools and Politics: The kaum Muda Movement in West Sumatera (1927-1933) merupakan salah satu sejarawan yang tidak mempergunakan ilmu-ilmu sosial dalam karyanya itu. Guna Sejarah Kuntowijoyo berpendapat, bahwa sejarah berguna secara intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrisik, sejarah berguna untuk sebagai pengetahuan. Secara intrisik, yaitu (1) sejarah sebagai ilmu, (2) sejarah sebagai cara untuk mengetahui masa lampau , (3) Sejarah sebagai pernyataan pendapat dan (4) sejarah sebagai profesi. Secara ekstrinsik, sejarah dapat digunakan sebagai liberal education untuk mahasiswa, yaitu; (1) moral; (2) penalaraan; (3) politik; (4)

You might also like