You are on page 1of 35

MANAJEMEN SEKOLAH BERMUTU

(Studi tentang Kontribusi, Kepemimpinan, Iklim Sekolah, Implementasi Total Quality Management (TQM) dan Kinerja Kepala Sekolah terhadap Sekolah Bermutu (SMK) di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung

A.

Latar Belakang Masalah Era globallsasi saat ini menimbulkan kompetisi di berbagai bidang baik

ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini menuntut masyarakat untuk menyadari segala kemampuan yang dimilikinya agar mampu menghadapi tantangan tersebut. Kemampuan dan kreativitas merupakan salah satu faktor yang dapat merubah kehidupan masyarakat menjadi lebih balk. Oleh karena itu, saat ini yang diperlukan adalah bagaimana menciptakan kehidupan yang lebih baik melalui manusia yang berkualitas. Manusia yang berkualitas tersebut, meliputi aspek fisik, mental maupun spiritual. Pembangunan manusia (human development) yang saat ini selalu didengungkan merupakan suatu gagasan yang tidak hanya mengacu kepada salah satu aspek saja akan tetapi harus membangun keseluruhan aspek sumber daya yang dimiliki oleh manusia. Jika hanya salah satu aspek saja yang menjadi fokus perhatian maka hal tersebut menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Berdasarkan sumber dari BPS Suseda tahun 2006 membuktikan bahwa

pengangguran terbuka berdasarkan tingkat pendidikan SLTA tahun 2006 5ebanyak 634.441 orang, tingkat SMP sebanyak 41.036 orang, tingkat SD 731.667 orang sehingga total 1.898.854 orang. Kondisi ini membuktikan bahwa tingkat pengangguran khususnya di Jawa Barat masih tergolong tinggi. Begitu juga jika ditambah dengan jumlah setengah pengangguran secara keseluruhan di Jawa Barat yang sudah mencapai 4.444.667 orang, maka kondisi ini harus mendapat perhatian dan menemukan solusi yang tepat untuk mengantisipasi masalah pengangguran ini. Membahas mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan

memegang peran yang sangat penting daiam proses peningkatan kualitas sumber daya Manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sekolah merupakan salah satu sarana untuk membangun masyarakat. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agen perubahan masyarakat bahkan dunia. Manusia Indonesia yang diharapkan saat ini adalah manusia yang mampu

mengembangkan keseluruh potensi yang dimilikinya. Gambaran manusia yang seutuhnya tersebut telah dirumuskan di dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan Nasional bertlujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yana Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berlandaskan tujuan tersebut diharapkan pendidikan akan mampu Menciptakan manusia yang mampu menghadapi tantangan dan perubahan secara global dan meresponnya secara positif. Perubahan yang terjadi di berbagai aspek merupakan kondisi yang menuntut masyarakat harus memiliki keunggulan dan daya saing, berkepribadian tangguh dan positif, cerdas, kerja keras, sehat dan tidak mudah putus asa. Berdasarkan hal tersebut maka Sekolah sebagai lembaga masyarakat mengemban amanat masyarakat untuk membantu menciptakan siswa yang memiliki kualitas yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan visi pendidikan nasional tahun 2020 yaitu, "terwujudnya bangsa, masyarakat, dan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi, maju dan mandiri"(Depdiknas, 2000:3). Kemudian dipertegas lagi dengan rumusan visi Indonesia 2020 yaitu "terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi," bersatu, demokratis, adil sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan Negara." Dengan tuntutan kondisi saat ini maka diperlukan seorang pemimpin dan anggota yang memiliki kinerja tinggi dalam mengelola dan menjalankan proses

pendidikan. Sedangkan organisasi yang diharapkan adalah organisasi yang memiliki anggota yang selalu belajar untuk mencapai suatu perubahan yang lebih baik dalam melayani masyarakat. Marguardt (1996:15) mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi bukan sekedar produk, aktivitas dan struktur eksternal yang dapat kita amati, tetapi juga perubahan internal yang terjadi dalam organisasi. Perubahan itu adalah mengenai nilai-nilai, cara berpikir, mind-set, strategi, dan bahkan mungkin tujuan-tujuan yang akan dicapai. Sekolah harus terus menerus melakukan perbaikan secara berkelanjutan untuk lebih meningkatkan kualitas yang diharapkan dengan tuntutan dan perubahan. Perbaikan kualitas tersebut harus dimulai dari seorang pimpinan yaitu kepala sekolah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di Sekolah, walaupun pada hakekatnya setiap personil sekolah memiliki tanggung jawab. Kualitas sekolah dapat dilihat salah satunya melalui hasil (output) yang berupa kelulusan dan nilai yang diperoleh. Berikut ini adalah gambaran tentang hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berdasarkan informasi dari Dirjen PMPTK tahun 2005. Tabel 1.1 Hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Kejuruan Lingkup Daerah Jawa Barat Kota Bandung Kab. Bandung Jumlah Peserta 94502 10367 4508 Peserta yang lulus 17589 947 207 Presentase kelulusan 18.61% 9.13% 4.59%

Sumber : Dirjen PMPTK Tahun 2006

Berdasarkan data tersebut di atas menunjukkan bahwa siswa SMK di kota Bandung hanya mencapai 9.13% dan siswa SMK Kabupaten Bandung hanya mencapai 4,59% yang berhasil lulus pada Ujian Nasional tahun 2005. Data tersebut merupakan sebagian gambaran dari mutu pendidikan SMK yang masih kurang baik dan masih perlu mendapat perhatian. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu program pendidikan formal yang melayani dan membantu siswa untuk memiliki kecakapan atau skill tertentu sesuai dengan program yang ditawarkan. Dengan adanya kebijakan program ini diharapkan akan mampu menciptakan siswa yang memiliki kemampuan dan kemandirian sehingga dapat mengatasi masalah yang selama ini masih menjadi dilema bagi negara ini yaitu mengatasi pengangguran dan ketergantungan terhadap negara lain.

B.

Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini dilakukan analisis sekolah bermutu dan berbagai

faktor-faktor yang mempengaruhinya, berdasarkan data hasil kelulusan dan masih banyaknya tingkat pengangguran pasca sekolah maka beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian dalam peningkatan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan adalah: 1. Pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. 2. Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya

di tingkat mikro (sekolah). 3. Masih terbatasnya komitmen masyarakat sekolah (kepala sekolah, guru, orang tua, siswa, tokoh masyarakat dan para pejabat Setempat) terhadap penyelenggaraan pendidikan di SMK. 4. Masih terbatasnya kemitraan sekolah dengan dunia industri baik lokal maupun regional. 5. Masih terbatasnya kesadaran masyarakat untuk mendukung program kebijakan sekolah kejuruan. Dengan demikian maka penulis mengangkat judul penelitian ini adalah: Manajemen Sekolah Bermutu (Studi tentang kontribusi kepemimpinan, iklim sekolah, implementasi TQM dan kinerja kepala sekolah terhadap sekolah bermutu (SMK) di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung).

C.

Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah dalam

penelitian ini maka berikut ini adalah beberapa variabel yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu sebagai berikut. 1. Sekolah bermutu sebagai aktualisasi kemampuan proses pelayanan terhadap siswa sebagai kustomer yang paling utama. 2. Kinerja kepala sekolah sebagai aktualisasi rumusan kompetensi, komitmen dan motivasi dari kepala sekolah. 3. Kepemimpinan kepala sekolah ditinjau dari sudut perilaku kepemimpinan dalam mendorong para staf dalam melaksanakan fungsi dan tugas.

4. Iklim sekolah sebagai gambaran kondisi internal sekolah ditinjau dari persepsi kepala sekolah sebagai anggota organisasi atau sekolah. 5. Implementasi TQM yang merupakan tingkat pelaksanaan yang komprehensif dalam mengelola organisasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dan meraih kemajuan dalam setiap aktivitas organisasi.

D.

Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang penelitian yang telah diungkapkan di atas,

maka fokus penelitian ini didasari oleh beberapa permasalahan yang muncul dalam manajemen sekolah yang terjadi saat ini. Ada beberapa kesenjangan (gap) antara manajemen sekolah bermutu secara teoritik dengan kondisi nyata khususnya di Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara maka penulis menyimpulkan beberapa masalah atau kesenjangan yang terjadi adalah sebagai berikut. 1. Pelaksanaan manajemen sekolah lebih mengarahkan pada orientasi input yang lebih menekankan bagaimana cara agar sekolah memiliki murid yang banyak sehingga bisa bertahan dalam kapasitas kuantitas bukan kualitas. Hal ini pada akhirnya berdampak pada kelemahan proses pe!ayanan dan output yang dihasilkan. 2. Kurang melibatkan masyarakat setempat untuk memberdayakan sumber daya yang ada di sekeliling sekolah. 3. Komitmen kepala sekolah sebagai pimpinan perlu terus dibangun kembali. 4. Kerjasama (teamwork) antara kepala sekolah, personil, dan stakeholders masih

perlu ditingkatkan. 5. Belum seutuhnya memiliki prinsip bahwa siswa adalah pelanggan yang harus dilayani sebaik-baiknya. 6. Komunikasi antara kepala sekolah dan staf yang kurang efektif. 7. Belum memiliki prinsip perbaikan secara terus-menerus melayani siswa. 8. Pengukuran yang belum jelas terhadap keberhasilan lulusan, salah satunya ditandai dengan tidak semua sekolah memiliki data atau grafik penyerapan lulusan dalam dunia indutri atau dunia kerja baik secara kelompok atau mandiri. 9. Penyusunan basis data dan profit sekolah belum presentatif, akurat, valid dan secara sistematis menyangkut berbagai aspek akademi administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan. Pertanyaan penelitian dalam disertasi ini adalah "Bagaimana manajemen Sekolah bermutu di Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Bandung?". Mengingat rumusan masalah tersebut masih bersifat umum maka perlu dirinci menjadi pokok-pokok permasalahan berdasarkan tingkatan pemecahannya. Dengan demikian maka permasalahan penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat kontribusi yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja kepala sekolah? 2. Apakah terdapat kontribusi yang signifikan antara iklim sekolah terhadap kinerja kepala sekolah? 3. Apakah terdapat kontribusi yang signifikan antara implementasi terhadap kinerja kepala sekoiah?

4.

Apakah terdapat kontribusi yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah, iklim sekolah dan implementasi TQM secara bersama terhadap kinerja kepala sekolah?

5.

Apakah terdapat kontribusi yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap sekolah bermutu?

6.

Apakah terdapat kontribusi yang signifikan antara iklim sekolah terhadap sekolah bermutu?

7.

Apakah terdapat kontribusi yang signifikan antara implementasi TQM terhadap sekolah bermutu ?

8.

Apakah terdapat kontribusi yang signifikan antara, kepemimpinan kepala sekolah, iklim sekolah, implementasi TQM dan kinerja kepala sekolah secara bersama-sama terhadap sekolah bermutu ?

9.

Apakah terdapat kontribusi yang signifikan antara kinerja kepala sekolah terhadap sekolah bermutu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentunya masih bersifat umum dan masih

dapat dikembangkan oleh para peneliti lebih lanjut. Sesungguhnya masih banyak variabel lain yang dapat diteliti dalam menganalisis sekolah bermutu.

E.

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penefitian Secara urnum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis informasi

empirik tentang sekolah bermutu Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Bandung, melalui studi korelasi antara kepemimpinan, iklim sekolah dan

implementasi TQM sebagai variabel bebas. Sedangkan kinerja kepala sekolah dan sekolah bermutu sebagai variabel terikat. Berdasarkan penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh suatu temuan manajemen sekolah bermutu sehingga dapat dijadikan suatu rujukan baik secara konseptual maupun secara praktis bagi penyelenggara pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kabupaten Bandung. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan analisis tentang: a. Kontribusi antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja kepala sekolah. b. Kontribusi antara iklim sekolah terhadap kinerja kepala sekolah. c. Kontribusi antara implementasi TQM terhadap kinerja kepala sekolah. d. Kontribusi antara kepemimpinan kepala sekolah, iklim sekolah dan implementasi TQM secara bersama-sama terhadap kinerja kepala sekolah. e. Kontribusi antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap sekolah bermutu. f. Kontribusi antara iklim sekolah terhadap sekolah bermutu. g. Kontribusi antara implementasi TQM terhadap sekolah bermutu. h. Kontribusi antara kepemimpinan kepala sekolah, iklim sekolah, implementasi TQM dan kinerja kepala sekolah secara bersama-sama terhadap sekolah bermutu. i. Kontribusi antara kinerja kepala sekolah terhadap sekolah bermutu. 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari aspek teoritis

10

maupun praktis. a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama dalam hal: 1) Pengembangan ilmu administrasi pendidikan, khususnya dalam manajemen sekolah bermutu. 2) Memberikan informasi yang akurat bagi pembentukan konsep yang berkaitan dengan sekolah bermutu. 3) Mengidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan peluang dan tantangan bagi terwujudnya sekolah bermutu. 4) Memberikan sumbangan konsep atau model yang dapat digunakan sebagai rujukan manajemen sekolah bermutu. b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1) Informasi sebagai bahan evaluasi bagi para praktisi pendidikan, khususnya di sekolah menengah kejuruan di kota Bandung. 2) Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pimpinan atau kepala sekolah dalam mengelola lembaganya. 3) Sebagai bahan pertimbangan atas adanya berbagai perubahan dan tuntutan zaman yang sangat berorientasi pada kemampuan fisik, mental maupun spiritual. 4) Sebagai bahan pertimbangan bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diselenggarakan di tingkat sekolah (SMK).

11

F.

Asumsi-Asumsi Penelitian Dalam sebuah organisasi banyak factor yang dapat menciptakan mutu atau

kualitas dari produk baik berupa barang ataupun jasa. Dalam kajian organisasi perilaku para anggota termasuk pimpinan. Interaksi dan karakteristik perilaku tersebut akan berdampak pula apada kondisi iklim organisasi. Dengan demikian seorang pemimpin harus memahami dan memiliki pendekatan yang tepat untuk menghadapi berbagai situasi. Iklim sekolah akan terbentuk atas kepemimpinan kepala sekolah yang menjadi penentu kebijakan-kebijakan sekolah, selain itu juga dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki oleh para personil sekolah. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan pendidikan yang berorientasi pada skill yang diharapkan mampu tepat guna dan produktif di kehidupan nyata. Oleh karena itu, kemitraan dengan masyarakat merupakan langkah awal untuk terjalinnya hubungan yang harmonis antara lembaga pendidikan dengan masyarakat. Dengan menjalin kemitraan maka secara otomatis akan terbentuk kerjasama dan keterlibatan baik mental maupun emosional antara masyarakat dengan pihak sekolah. Seorang pimpinan atau dalam hal ini kepala sekolah, harus memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas manajerialnya. Oleh karena itu, seorang kepala sekolah harus memiliki gaya kepemimpinan yang ideal, kompetensi dan komitmen yang kuat sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam memimpin sebuah organisasi dalam mencapai mutu yang baik. Dalam mengimplementasikan TQM di sekolah, kepala sekolah memegang

12

peranan penting dalam upaya mendorong setiap anggota atau personil sekolah untuk ikut berperan dan berkontribusi dalam perbaikan kualitas. Melalui gaya atau perilakunya diharapkan kepala sekolah dapat secara efektif melaksanakan TQM. TQM dalam sebuah organisasi berarti mengadakan perubahan mendasar dalam organisasi, yang meliputi perubahan kultural dan perubahan substantif dalam manajemen. Sekolah bermutu akan terwujud dengan baik jika seorang kepala sekolah dan para personil sekolah memiliki kompetensi yang diwujudkan melalui kinerja yang baik. Seluruh sumber daya yang dimiliki oleh seseorang baik berupa motivasi, konsep diri, kemampuan atau skill dan karakteristik atau kepribadian (traits) semuanya itu merupakan kapasitas diri atau modal dasar yang mendukung terwujudnya keberhasilan seseorang dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan sebuah lembaga publik yang mampu melayani pelanggan dalam hal ini masyarakat sekolah. Manajemen mutu merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan oleh pemimpin untuk mencapai tujuan. Melalui kemampuan manajerialnya dan unjuk kerja dalam melayani para pelanggan diharapkan kepala sekolah dapat menimbulkan kepuasan bagi para pelanggan yaitu siswa, orang tua siswa dan masyarakat. Konsep mutu sebagai konsep yang relatif bukan konsep yang absolute., sehingga mutu memiliki dua aspek yaitu memenuhi spesifikasi dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut oleh konsumen. Berdasarkan pendapat tersebut, maka sekolah yang bermutu adalah sekolah yang memiliki kepemimpinan yang tepat dengan melaksanakan

13

keseluruhan unsur determinan terhadap kualitas yang diharapkan. Sekolah bermutu juga dapat dilihat sejauh mana iklim sekolah memberikan kontribusi positif terhadap terwujudnya sekolah bermutu. Kemudian sejauh mana kepala sekolah mampu mendorong personil sekolah untuk dapat memberikan kontribusi positif terhadap terwujudnya Total Quality Manajemen di sekolah (SMK) di Kabupaten Bandung. Demikianlah asumsi-asumsi tersebut diatas yang dikutip berdasarkan asumsi teori dan asumsi empiris dari para ahli di bidangnya sebagai konsep dasar dalam menentukan hipotesis penelitian ini.

G.

Paradigma Penelitian Istilah kerangka konseptual penelitian Miles & Huberman, identik dengan

kerangka berpikir atau paradigma, yang memiliki peran sebagai theoretical perspective; a systematic sets of beliefs, dan penerapan boundaries of study (Lincoln & Guba, 1985) penerapan berfungsi sebagai theoretical leads dalam menemukan dan mengembangkan hipotesis baru dan berposisi mengenai apa yang dilihat dan didengar (Schatman & Strauss, 1973). Berdasarkan pengertian tersebut, kerangka penelitian ini dibangun berdasarkan konsep atau teori dari berbagai pendapat para ahli kemudian dikonfirmasikan di tingkat empirik yang pada akhirnya diharapkan akan menghasilkan suatu temuan penelitian bagi peningkatan sekolah bermutu selanjutnya. Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu

14

pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanusher 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat. Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa

pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana

15

pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman Potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya

benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang memandang sekolah harus berbasis mutu sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Mutu merupakan derajat keunggulan sebuah produk atau pelayanan jasa. Sebuah produk yang bersaing dengan produk lainnya atau suatu pelayanan jasa bersaing dengan pelayanan jasa lainnya memiliki tingkat keunggulan relatif, produk atau pelayanan jasa yang lebih unggul adalah produk atau pelayanan jasa yang bermutu. Mutu adalah sesuatu kesempatan untuk menempatkan pada posisi kompetitif. Bagi produsen atau penyedia jasa, kesempatan untuk berkompetisi merupakan hal sangat berharga, karenanya munculnya kompetitor baru baginya merupakan sebuah wahana untuk meningkatkan mutu produk atau layanan jasa. Mutu adalah: Fitness for use, meeting customer expectations, conformance to

16

customer satisfaction. Mutu pada dasarnya merupakan penyesuaian manfaat atau kegunaan. Artinya harapan sesuai dengan kepuasan pemakai. Adapun standar yang menjadi acuan mutu pendidikan dasar dan menengah adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 19 tentana Standar Nasional Pendidikan. Sebagaimana yang tercantum dalam Bab II tentang Lingkup, fungsi dan tujuan pasal 2, yaitu; 1. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: a. Standar isi; b. Standar proses; c. Standar kompetensi lulusan; d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. Standar sarana dan prasarana; f. Standar pengelolaan; g. Standar pembiayaan dan h. Standar penilaian pendidikan. 2. Bagi penjaminan dan pengendahan mutu, pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. 3. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

Pasal 3 Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,

17

pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Pasal 4 Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Kepemimpinan memiliki peran yang sangat strategik dalam melakukan pelayanan terhadap pendidikan. Krajewsky (1983:23) mengemukakan bahwa "Principle are the key to quality in the school and must be catalyst when its comes to the quality of education programs". Dengan demikian kemampuan seorang pemimpin dan gaya kepemimpinan yang diterapkan sangat berpengaruh terhadap kinerja sebuah lembaga. Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (initiating structure) dan bawahan (consideration) merupakan suatu proses dimana seorang pemimpin tidak hanya memperhatikan faktor-faktor kebutuhan pemenuhan tugas dan target yang telah ditentukan tetapi juga memperhatikan faktor moral dan manusiawi dari para anggotanya. Hal ini sejalan dengan gaya kepemimpinan transformasional yang merupakan proses di mana seorang pemimpin menaikkan moral dan memotivasi bawahan ke tingkat yang lebih tinggi. Artinya pemimpin berusaha menaikkan kesadaran bawahan, dengan mendorong idealisme dan nilai moral ke tingkat yang lebih tinggi, seperti yang terkait dengan kebebasan, keadilan kedamaian, keseimbangan dan kemanusiaan, serta bukan berdasarkan emosional seperti rasa ketakutan, ketamakan. kecemburuan atau kebencian (Burn, 1978).

18

Iklim sekolah (school Climate) menekankan pada rasa menyenangkan dari suasana sekolah, bukan saja dari kondisi fisik tetapi keselurunan aspek internal organisasi. Sebagaimana pendapat Litwin (1968) bahwa iklim organisasi adalah suatu set dari sifat-sifat yang dapat diukur dari suatu lingkungan organisasi yang didasarkan pada konsepsi secara kolektif dari orang-orang yang hidup dan bekerja dari lingkungan organisasi tersebut. Pendapat lain menyebutkan bahwa kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya lingkungan. Castetter (1981:281) berpendapat bahwa secara umum terdapat tiga sumber utama yang mempengaruhi efektif tidaknya kinerja seseorang yaitu: faktor individu, faktor organisasi dan faktor lingkungan yang didalamnya termasuk iklim organisasi. Untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah secara berkelanjutan, diperlukan faktor pendukung yang berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung. Menurut Tola dan Furqon (2002:19) Iklim sekolah merupakan salah satu ciri dari sekolah efektif. Dengan adanya kondisi iklim sekolah yang kondusif akan memberikan dampak positif bigi siswa untuk belajar. Berarti secara langsung iklim sekolah dapat memberikan dampak pada kualitas pembelajaran di sekolah. Sekolah bermutu akan terwujud jika kepala sekolah mampu menerapkan TQM di sekolah yang bersangkutan. Sebagaimana ungkapan dari Deming (1988) bahwa "Qualityis made in the board room not on the factory floor". Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa implementasi TQM membutuhkan transformasi kultural yang hanya dapat dimulai dari pimpinan puncak. Keberhasilan menerapkan TQM merupakan prestasi bagi kepala sekolah. Dengan demikian kinerja kepala sekolah dapat dinilai dari sejauh mana kepala sekolah mampu

19

mengimplementasikan TQM di sekolah yang dipimpinnya.

H.

Kerangka Pemikiran Penelitian Berdasarkan konsep tentang berbagai variabel penelitian tersebut diatas

dibentuklah sebuah kerangka pemikiran penelitian yang menggambarkan keterkaitan antara variabel bebas maupun variabel tenkat yang diteliti. Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

20

Manajemen Sekolah Bermutu (Studi tentang Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, iklim sekolah, d an implementasi TQM terhadap Kinerja Kepala Sekolah dan Sekolah Bermutu (SMK) di Lingkungan Dinas Pendidikan di Kabupaten Bandung

Kondisi Ideal Masalah Fokus Masalah

Kondisi Empiris

Manajemen Sekolah Bermutu

Kepemimpinan Kebijakan Pemerintah Iklim Sekolah Implementasi TQM Kinerja Kepala Sekolah Sekolah Bermutu Lulusan Berkualitas

Dunia Kerja

Variabel Kontrol: Latar Belakang Pendidikan Jenis Kelamin Umur Pengalaman fesi

Strategi Manajemen Sekolah Bermutu

Implikasi dan Rekomendasi

Ilmu Administrasi Pendidikan

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

21

Penelitian ini berpijak pada berbagai konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari seluruh variabel penelitian dan permasalahan yang berkaitan dengan variabel dalam penelitian. Selain berdasarkan, pada berbagai prinsip penelitian, peneliti juga melakukan observasi dan mengkaji lebih jauh tentang kondisi yang terjadi di lokasi penelitian. Penulis menemukan berbagai permasalahan yang kompleks sehingga perlu dilakukan analisis tentang permasalahan yang sebenarnya. Analisis masalah tersebut diperlukan untuk memahami dan menentukan fokus permasalahan yang sebenarnya sedang dialami mendiagnosis di dalam dunia pendidikan khususnya di Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Bandung. Analisis masalah ini merupakan upaya untuk dan memberikan solusi yang tepat bagi permasalahan yang sedang dihadapi. Berdasarkan latar belakang penelitian, masalah dan berbagai kajian terhadap teoriteori yang melandasi penelitian maka penelitian ini mengarah pada manajemen sekolah bermutu. Berdasarkan kajian terhadap berbagai konsep dan hasil penelitian terdahulu disimpulkan bahwa untuk sekolah bermutu di pengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya; kepemimpinan, iklim sekolah dan implementasi TQM. Keseluruhan variabel independent tersebut jika diimplementasikan di dalam suatu sekolah maka akan memberikan kontribusi dan rnenghasilkan suatu gambaran sejauh mana kinerja kepala sekolah mampu memberikan kontribusi dan selanjutnya bagi terciptanya sekolah bermutu. Dengan manajemen sek olah bermutu diharapkan seluruh, sumber daya baik secara material maupun sumber daya manusia di Sekolah Menengah Kejuruan secara optimal mampu memberikan

22

pelayanan bagi para siswa agar dapat mewujudkan dan meningkatkan kualitas lulusan. Lulusan yang berkualitas tidak hanya dilihat dari hasil nilai ujian nasional saja, akan tetapi juga dilihat sejauh mana lulusan tersebut dapat mandiri dan diterima oleh dunia industri atau dunia usaha. Hal yang tidak kalah penting dalam menciptakan sekolah bermutu adalah dukungan pemerintah sebagai regulator melalui berbagai kebijakan dan masyarakat yaitu melalui dunia kerja atau industri serta organisasi profesi. Berdasarkan temuan dan hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan model strategi yang dapat menjadi suatu alternatif sebagai upaya untuk menciptakan sekolah bermutu dan mampu menjawab berbagai masalah yang sebenarnya sedang dihadapi. Agar dapat memahami secara operasional tentang strategi yang dihasilkan dari penelitian ini maka melalui implikasi dan rekomendasi diharapkan juga dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan wawasan bagi praktisi pendidikan dan seluruh stakeholders sekaligus sebagai wahana untuk perkembangan secara keilmuan khususnya dalam ilmu administrasi pendidikan.

I.

Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan beberapa asumsi yang telah

dikemukakan terdahulu maka dirumuskan hipotesis yang merupakan dugaan sementara terhadap masalah dan selanjutnya dibuktikan berdasarkan hasil pengolahan data. Berikut ini adalah hipotesis yang secara rinci dari variabel bebas yaitu kepemimpinan kepala sekolah, iklim sekolah dan Implementasi TQM. Sedangkan

23

variabel terikat adalah kinerja kepala sekolah dan sekolah bermutu. 1. H0 : Tidak terdapat kontribusi yang signifikan variabel kepemimpinan (X1) terhadap variabel Kinerja Kepala Sekolah (Y) H1 : Terdapat kontribusi yang signifikan variabel kepemimpinan (X1) terhadap variabel Kinerja Kepala Sekolah (Y) 2. H0 : Tidak terdapat kontribusi yang signifikan variabel Ikhm Sekolah (X2) terhadap variabel Kinerja Kepala Sekolah (Y) H1 : Terdapat kontribusi yang signifikan variable Iklim Sekolah (X2 ) terhadap variable Kinerja Kepala Sekolah (Y) 3. H0 : Tidak terdapat kontribusi yang signifikan variable Implementasi TQM (X3 ) terhadap variable Kinerja Kepala Sekolah (Y) H1 : Terhadap kontribusi yang signifikan variable Implementasi TQM (X3) terhadap variable Kinerja Kepala Sekolah (Y) 4. H0 : Tidak terdapat kontribusi yang signifikan variable kepemimpinan (X1), Iklim Sekolah (X2), dan Implementasi TQM (X3 ) secara bersama-sama terhadap variable Kinerja Kepala Sekolah (Y) H1 : Terdapat kontribusi yang signifikan variable kepemimpinan (X1 ), Iklim Sekolah (X2), Implementasi TQM (X3) secara bersama-sama terhadap variable Kinerja Kepala Sekolah (Y) 5. H0 : Tidak terdapat kontribusi yang signifikan variable kepemimpinan (X1) terhadap varibael Sekolah Bermutu (Z) H1 : Terdapat kontribusi yang signifikan variable kepemimpinan (X1 ) terhadap variable Sekolah Bermutu (Z)

24

6.

H0 :

Tidak terdapat kontribusi yang signifikan variable Iklim Sekolah (X2) terhadap variable Sekolah Bermutu (Z)

H1 :

Terdapat kontribusi yang signifikan variabel Iklim Sekolah (X2 ) terdapat variabel Sekolah Bermutu (Z)

7.

H0 :

Tidak tedapat kontribusi yang segnifikan variabel Impelementasi TQM (X3 ) terhadap variabel Sekolah Bermutu (Z)

H1 :

Tedapat kontribusi yang signifikan variabel Implementasi TQM (X3) terhadap variabel Sekolah Bermutu (Z)

8.

H0 :

Tidak terdapat kontribusi yang signifikan variabel kepemimpinan (X1), Iklim Sekolah (X2), Implementasi TQM (X3) dan kinerja Kepala Sekolah (Y) secara bersama-sama terhadap variabel Sekolah Bermutu (Z)

H1 :

Terdapat kontribusi yang signifikan variabel Kinerja Kepala Sekolah (X2), Implementasi TQM (X3 ) dan Kinerja Kepala Sekolah (Y) secara bersama-sama terhadap variabel Sekolah Bermutu (Z)

9.

H0 :

Tidak terdapat kontribusi uang signifikan variabel Kinerja Kepala Sekolah (Y) terhadap variabel Kepala Sekolah Bermutu (Z)

H1 :

Terdapat kontribusi uang signifikan variabel Kinerja Kepala Sekolah (Y) terhadap variabel Kepala Sekolah Bermutu (Z)

Berdasarkan hipotesis tersebut dapat didentifikasikasi beberapa variabel yang saling berpengaruh antara satu sama lainnya. Sebagai gambaran visual tentang pengaruh antara variabel penelitian yang telah dikemukakan di atas dapat

25

ditunjukkan dengan gambar 1.2 berikut ini.

Kepemimpinan (X1) Iklim Sekolah (X2) Implementasi TQM (X3 ) Kinerja Kepala Sekolah Y Sekolah Bermutu Z

Gambar 1.2 Hubungan Antara Variabel

J. Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang akar digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan Kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) baik negeri dan swasta di Kabupaten Bandung yang berjumlah 67, yaitu terdiri dari 7 sekolah negeri dan 60 sekolah swasta. K. Definisi Operasional Setiap variabel penelitian memiliki beberapa dimensi yang merupakan penjelasan atas variabel tersebut, yang ditentukan atas dasar konsep teoritik, hasil penelitian sebelumnya serta pemikiran-pemikiran dari para peneliti. Adapun definisi operasional masing-masing variabel sebagai berikut. 1. Kepemimpinan (XI)

26

Kepemimpinan dalam penelitian ini adalah pola tindakan atau perilaku kepala sekolah dalam mempengaruhi aktivitas para anggotanya untuk mencapai tujuan. 2. Iklim Sekolah (X2) Iklim sekolah dalam penelitian ini adalah suatu persepsi mengenai kondisi lingkungan internal sekolah yang didasarkan persepsi kepala sekolah sebagai salah satu anggota sekolah yang terlibat di dalam organisasi yang dipimpinnya. 3. Implementasi TQM Implementasi TQM dalam penelitian ini adalah tingkat pelaksanaan yang komprehensif dalam mengelola organisasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dan meraih kemajuan dalam setiap aktivitas organisasi. 4. Kinerja Kepala Sekolah (Y) Kinerja kepala sekolah dalam penelitian ini adalah pencapaian atau prestasi kerja yang berkenaan dengan tugas dan fungsi kepala sekolah. 5. Sekolah Bermutu (Z) Sekolah yang bermutu dalam penelitian ini adalah tingkat kualitas sekolah dalam melakukan proses pelayanan terhadap siswa orang tua siswa atau masyarakat sebagai pelanggan dan tingkat kualitas output sekolah. D. Instrumen Penelitian Instiumen penelitian ini disusun berdasarkan kajian teori atau asumsi dari setiap variabel penelitian dan berpedoman pada cara penyusunan butir angket yang baik. Adapun kisi-kisi untuk setiap variabel yang diteliti adalah sebagai berikut.

27

Tabel 3.5: Kisi-kisi Intrumen Penelitian.


No 1 Variabel Rujukan Teori Indikator Sub Indikator 1) Mengutamakan pencapaian visi dan tujuan 2) Menilai pelaksanaan tugas bawahan 3) Menetapkan standar tertentu pada tugas bawahan 4) Melakukan pengawasan ketat terhadap tugas bawahan. Item Soal 1-3

Kepemimpi nan (X1 )

1. Fred E. Fiedler a. Berorientasi dan Martin M. pada tugas Chamers dalam (Initatiating Wahjosumidjo struture) (2002 : 18) 2. Davis dan Newstrom (1995). 3. Purwanto (2001 : 32). 4. Yukl (1996 : 44-45). 5. Sutarto (2001 : 83).

4-6

7-9

10-12

b. Berorientasi 1) Melibatkan pada bawahan dalam bawahan pengambilan (Considerat keputusan ion) 2) Memberikan kepercayaan kepada bawahan. 3) Memperhatikan kesejahteraan bawahan 4) Membangun kerjasama tim. 5) Memperlakukan adil terhadap para personil 6) Memberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan para personil 1. Litwin (1968) a. Standar 1) Adanya standar Iklim disiplin bagi disiplin bagi Sekolah (X2 ) 2. Downey (1978) 3. Tola dan seluruh kepala sekolah, Furqon personil guru, siswa dan (2002:19) karyawan lainnya. 2) Memberikan peringatan bagi para pelanggar aturan dan

13-15

16-18

19-21

22-24 25-27

28-30

1-2

3-4

28

disiplin. b. Lingkungan 1) Kondisi kelas fisik yang yang aman dan mendukung, nyaman aman dan 2) Kondisi nyaman prasarana yang untuk proses memadai PMB 5-6

7-8

c. Penghargaan 1) Penghargaan 9-10 dan insentif terhadap guru dan siswa yang berprestasi 11-12 2) Pemberian insentif yang adil dan sesuai dengan kapasitas para pegawai d. Harapan yang tinggi dari komunitas sekolah 1) Memiliki visi yang merupakan harapan orang tua dan masyarakat 2) Mengembangkan dan menyalurkan bakat dan minat siswa yang berprestasi baik di dalam dan di luar sekolah 13-14

15-16

e. Menciptakan 1) Memberi rasa aman terhadap suasana anggota harmonis 2) Sikap dengan kekeluargaan personil 3) Bersikap terbuka sekolah. dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Implementa 1. Juran (1995:82) a. Perencanaan 1) Merumuskan Crosby dan mutu standar mutu si TQM (X 2) Deming (dalam sekolah. Tampubolon. 2) Mengidentifikasi 2001: 41-64). dan menentukan kebutuhan yang Implementasi berorientasi pada TQM dalam pelanggan

17-18

19-20 21-22

2-3

29

penelitian ini adalah tingkat pelaksanaan yang komprehensif dalam mengelola organisasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dan meraih kemajuan dalam setiap aktivitas organisasi. b. Pengendalian I mutu

3) Merencanakan program yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan 4) Menjabarkan rencana dalam kegiatan 5) Membentuk dan memberdayakan tim 1) Mencatat kelemahan layanan dan memotivasi tim. 2) Melakukan perbaikan berdasarkan kelemahan 3) Mencari dan menemukan kekuatan, kelemahan dan hal-hal baru untuk peningkatan mutu 4) Membandingkan kesadaran dan komitmen terhadap mutu

4-5

6-7

8-9

10-11

12-13

15-16

17

c. Peningkatan 1) Meningkatkan mutu kesadaran dan komitmen terhadap mutu 2) Meningkatkan kemampuan personil 3) Optimalisasi SDM termasuk stakeholders dan optimalisasi penggunaan fasilitas atau sarana dan prasarana. 1. Spencer & a. Kompetensi 1) Aspek Kinerja Spencer (1993) kepribadian Kepala 2) Kemampuan Sekolah (Y) 2. Johnson (Anwar

18-19

20-22

23-25

1-3 4-5

30

3. 4.

5.

6.

7. 8.

9.

1. Sekolah Bermutu (Z) 2.

3. 4. 5.

6. 7. 8.

Gumelar dan Tjep Dahyat, 2002: 117) Kanter (1995) Mc Ashan (dalam Mulyasa, 2003:38) Luthan (2002: 235) Greenberg dan Baron (1998:190) Porter, Mowday dan Steers (dalam Miner, 1992:124) Stephen P. Robbin Luthans, Sweeney dan McFarlin (2002:237) OReilly dan Chapman tahun 1986 (dalam laka mathebula, 2004: 15) dan Robbins (dalam Sjabadhyni dkk, 2001: 456 Kotler (1997:231) Goetsh dan Davis (dalam tjiptono, 1996:4) Djaman (2000), Widrajat N (2003) Robbin P. Stephen (1991:27) Beeby (1966) Juran (1995:82) Sallis (1993)

manajerial 3) Perilaku Entrepreneur b. Komitmen 1) Loyalitas terhadap organisasi 2) Ketertarikan secara psikologis 3) Keterlibatan tugas

9-14

15-19

20-22 23-24

c. Motivasi

1) Dorongan 2) Cita-cita atau harapan

25-28 29-31

a. Proses pelayanan Sekolah

1) Reliability (Keandalan); 2) Responcivness (keresponsifan) 3) Confidence (keyakinan), 4) Emphaty (empati) 5) Pelayanan (service) institusi 1) Target hasil 2) Mengendalikan hasil 3) Meningkatkan mutu

1-4 5-8 9-13 14-17 18-21

b. Output Sekolah

22-24 25-27 28-30

31

DAFTAR PUSTAKA Baron, et al. (1998). Exploring the culture of teaching and a community research project. Research report. Castetter, William, A. (1981). The personil Fungcion in Educational Administration. New York: MacMillan Publishing Caompany. Deming, W. E. (1988). Out of Crisis. Cambridge: Massachussetts Institute of Technology: Juran, Josep and Grynn. FM (1989). Politics and Objective, Quality Planning and Analysis. Mc Graw Hill. Juran, M., J. (1995) Marancang Mutu, Buku 5, Jakarta: PT. Pustaka Binawan Presindo. Kotler, John P (1997). Leading Change. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kotler (1997). Marketing Management : Analysis, Planning, Implementation, and Control, 9th ed. Englewood cliffs, N, J: Prentice Hall Internasional, Inc. Luthans, Sweeney dan McFarlir (2002). Organization Behavior, Singapore: McGraw-Hill International, Inc. Marguardt (1996). Building The Learning Organization. New York: Mc GrawMulyasa (2003). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda Karya Riduwan dan Akdon. (2006). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistik. Bandung: Alfabeta. Robbins P. Stephen (2001). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Prenhalindo Sallis Edward (1993). Total Quality Management in Education. London: Kogan Spencer & Spencer (1993). Competence at work Models Supperior Performance, John Willey & SMS, Inc, New York: A Division of Mac Miller Publishing, Co., Inc. Sutarto (2001). Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Tjiptono Fandy (1996). Total Quality Management. Edisi II. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Jakarta: Sinar Grafika. Wahyosumidjo (2002). Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Widtrajad N (2003). Penelitian Tentang Model Layanan Mutu Pendidikan untuk Kepuasan Peserta Didik. Desertasi, UPI: Bandung Yuki Gary. (1996). Leadership in Organization (Terjemahan). Edisi Ke-Tiga, Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer.

32

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I A. Latar Belakang Masalah B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis 2. Secara Praktis E. Kerangka Berpikir F. Asumsi-asumsi G. Hipotesis Penelitian H. Metode Penelitian BAB II A. Latar Belakang Masalah B. Batasan dan Rumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian 2. Manfaat Penelitian D. Asumsi-asumsi E. Kerangka Berpikir F. Hipotesis Penelitian G. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian 2. Definisi Operasional Penelitian 3. Teknik dan Instrumen Pendidikan 4. Populasi dan Sampel Penelitian 5. Pengembangan Intrumen Penelitian 6. Analisis Data BAB III A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Penelitian 2. Manfaat Praktis F. Definisi Operasional

33

Asumsi-asumsi Kerangka Pikir Hipotesis Penelitian Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian 2. Lokasi Penelitian 3. Teknik Analisis 4. Populasi dan Sampel BAB IV A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi dan Batasan Masalah C. Rumusan Masalah D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian 2. Kegunaan Penelitian E. Kerangka Pikir F. Asumsi-asumsi G. Hipotesis H. Metode Penelitian dan Objek Penelitian 1. Populasi dan Sampel Penelitian 2. Definisi Operasional Penelitian 3. Kisi-kisi Instrumen Penelitian BAB V A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritik 2. Kegunaan Praktisi E. Kerangka Pikir F. Asumsi-asumsi Penelitian G. Hipotesis H. Metode Penelitian 1. Operasional Variabel Penelitian 2. Desain Instrumen Penelitian BAB VI A. Latar Belakang Masalah B. Permasalahan C. Penelitian Terdahulu Yang Relavan D. Tujuan Penelitian

G. H. I. J.

34

E. Manfaat Penelitian F. Metode Penelitian 1. Analisis Wacana 2. Sumber Data 3. Teknik Analisi Data G. Sistematikka Penulisan BAB VII A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Batasan Masalah D. Rumusan Masalah E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian 2. Manfaat Penelitian F. Asumsi-asumsi Penelitian G. Pradigma Penelitian H. Kerangka Pemikiran Penelitian I. Hipotesis Penelitian J. Pendekatan Penelitian K. Definisi Operasional L. Instrument Penelitian

35

You might also like