You are on page 1of 13

A.

PENDAHULUAN Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Perbandingan antara bakteri aerob dengan anaerob adalah 10:1 sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucous membrane, dorsum lidah, saliva, dan mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen, seperti periodontitis apikalis yang berasal dari gigi yang nekrosis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan yaitu lewat penghantaran yang endogenous dan melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril. Berdasarkan tipe infeksinya, infeksi odontogen dapat dibagi menjadi : 1. Infeksi odontogen lokal / terlokalisir : Abses periodontal akut, periimplantitis 2. Infeksi odontogen luas / menyebar : Early cellulitis, deep space infection 3. Life threatening : Facilitis dan Ludwig's angina Salah satu infeksi odotogenik yang sering terjadi adalah phlegmon. Phlegmon atau Ludwig's angina adalah suatu penyakit kegawatdaruratan, yaitu terjadinya penyebaran infeksi secara difus progresif dengan cepat yang menyebabkan timbulnya infeksi dan tumpukan nanah pada daerah rahang bawah kanan dan kiri (submandibula) dan dagu (submental) serta bawah lidah (sublingual), yang dapat berlanjut menyebabkan gangguan jalan nafas dengan gejala berupa perasaan tercekik dan sulit untuk bernafas secara cepat (mirip dengan pada saat terjadinya serangan jantung yang biasa dikenal

dengan angina pectoris). Sedangkan Ludwig's angina sendiri berasal dari nama seorang ahli bedah Jerman yaitu Wilhem Von Ludwig yang pertama melaporkan kasus tersebut.

B. DEFINISI Phlegmon adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Streptokokus yang menginfeksi lapisan dalam dasar mulut yang ditandai dengan pembengkakan yang dapat menutup saluran nafas. Phlegmon berawal dari infeksi pada gigi (odontogenik), 90% kasus diakibatkan oleh odontogenik, dan 95% kasus melibatkan submandibula bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi yang berbahaya dan seringkali merenggut nyawa. Angka kematian sebelum dikenalnya antibiotik mencapai angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan, sejalan dengan perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang baik, serta tindakan yang cepat dan tepat, maka saat ini angka kematian (mortalitas) hanya 8%. Kata angina pada Ludwig's angina (phlegmon) dihubungkan dengan sensasi tercekik akibat obstruksi saluran nafas secara mendadak. Penyakit ini merupakan infeksi yang berasal dari gigi akibat perjalaran pus dari abses periapikal. Gejala dari Ludwig's angina yaitu :

Sakit dan bengkak pada leher Leher menjadi merah Demam Lemah dan lesu Mudah capek Kesulitan bernafas

Pasien yang menderita penyakit ini mengeluh bengkak yang jelas dan lunak pada bagian anterior leher, jika dilakukan palpasi tidak terdapat fluktuasi. Bila terjadi penyakit ini maka perlu dilakukan tindakan bedah dengan segera dengan trakeostomi sebagai jalan nafaas buatan. Kemudian jika jalan nafas telah ditangani dapat diberikan antibiotik dan dilakukan incisi pada pus untuk mengurangi tekanan. Dan juga perlu dilakukan perawatan gigi penyebab infeksi (sumber infeksi) baik perawatan endodontik maupun periodontik. Kejadian dari phlegmon ini akan menghebat seiring dengan keadaan umum dari penderita, bila penderita mempunyai keadaan umum yang jelek (diabetes dan sebagainya) maka phlegmon akan bergerak ke arah potential space atau rongga jaringan ikat kendor yang berada di bawahnya, dan hal ini bisa mengakibatkan sepsis atau bakeri meracuni pembuluh darah.

C. EPIDEMIOLOGI Faktor predisposisi berupa diabetes mellitus, neutropenia, alkoholik, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomyositis dan sistemik lupus eritematosus. Penderita terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi sejak 12 hari-84 tahun.

D. ETIOLOGI Phlegmon atau Angina Ludwig berawal dari infeksi odontogenik, khususnya dari molar dua (M2) atau molar tiga (M3) bawah. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat otot mylohyoid dan abses di sini akan menyebar ke ruang submandibula.

Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain adalah sialadenitis, abses peritonsilar, fraktur mandibula terbuka, infeksi kista duktus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar atau lantai mulut. Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita phlegmon atau angina Ludwig melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Infeksi odontogen dari M2/M3 bawah yg menyebar ke rongga submandibula, sublingual, dan submental kiri-kanan yang mana akar gigi terletak pada level m. Mylohyoid. Keadaan ini merupakan radang akut yang tumbuh cepat, difus dalam jaringan beranyaman longgar, tidak ada kecenderungan pembatasan dan pembentukan pus.

F. PENYEBAB Penyebab phlegmon 70% adalah infeksi odontogenik, yaitu bakteri mixed flora, yang lebih banyak disebabkan oleh kuman streptococcus hemolitikus dan nonhemolitikus. Staphylococcus, pnemococcus dan bakteri E.coli. Phlegmon bisa juga terjadi sebagai perkembangan dari peradangan kelenjar ludah submandibula, tonsil dan osteomielitis. Phlegmon lebih sering terjadi pada gigi M2 dan M3 karena pada gigi M2 dan M3, rahang bawah akarnya lebih dekat dengan permukaan tulang bagian dalam dan akarnya sejajar mylohyoid ridge dan ini sesuai dengan jalan lewat pus yang menyebar melalui permukaan tulang bagian dalam pus akan menyebar ke spasia mandibula lalu ke spasia lain, yang akhirnya akan menyebabkan perforasi di atas dan bawah perlekatan otot mylohiod.

G. GEJALA KLINIS Pasien yang didiagnosis menderita keaadaan phlegmon mempunyai gejala klinis seperti pada keadaan akut, keadaan umumnya akan turun, suhu dan nadi meningkat, leukosit tinggi, adanya pembesaran kelenjar limfe submandibula, sublingual dan submental. Serta yang paling terlihat jelas adalah peradangan pada leher bagian atas.

True Plegmon Plegmon sering didiagnosa banding dengan abses sublingual bilateral (bedanya tidak ada gangguan nafas, pasien hanya mengeluhkan sakit menelan) dan juga dengan abses submandibula bilateral. Untuk itu plegmon yang sejati (true phlegmon) adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut: Indurasi Infeksi pada 3 spasia Sulit nafas Mulut agak terbuka Trismus Bilateral Fluktuasi . H. PATOGENESIS Berawal dari etiologi di atas seperti infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam yang merupakan jalan bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi

yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (percontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (lymphogenous). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses subingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter, dan phlegmon (angina Ludwig). Ujung akar molar kedua (M2) dan ketiga (M3) terletak di belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) yang terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, Nyeri terjadi jika terjadi ketegangan pada tulang: Melibatkan bilateral space Gangren serosanguis, infiltrasi pus sedikit/ tidak ada Melibatkan jaringan ikat, fascia dan muskulus tetapi tidak melibatkan glandula Penyebaran melalui fascia lebih sering daripada melalui sistem limfatik Adanya pembengkakan besar Tenderness (+)

Konsistensi keras seperti papan (woody) Kulit mengkilap, merah, panas/ hangat

Jika lokasinya di dasar mulut: Lidah terangkat Trismus Lnn regional membengkak dan sakit Mulut/ bibir terbuka Air ludah sering mengalir keluar Kepala cenderung tertarik ke belakang

I. PENATALAKSANAAN DAN PERAWATAN Terapi antibiotik dosis tinggi dan perawatan penunjang (cairan saline). Antibiotik yang sering digunakan adalah penisilin G, klindamisin, metronidazol. Antibiotik dosis tinggi (biasanya kombinasi penisilin G dengan klindamisin) Peresepan AINS, analgetik, antipiretik Roburantia/Vitamin Bed rest Insisi dan drainase Krikoidtirotomi atau trakeostomi (jika berlaku komplikasi tersekat jalan nafas)*

Insisi dan Drainase Phlegmon a. Definisi

Tindakan drainase pada selulitis hebat yang mengenai daerah submandibula dan sublingual. Infeksi ini terjadi disebelah superfisial dan profunda dari muskulus milohioid. b. Ruang Lingkup Selulitis hebat yang mengenai daerah submandibula dan sublingual. Infeksi ini terjadi disebelah superfisial dan profunda dari muskulus milohioid, dan tampak tanda-tanda radang yang hebat.

c. Indikasi Operasi Selulitis/phlegmon (atau abses) pada dasar mulut dengan ancaman obstruksi jalan nafas, mediastinitis.

d. Kontraindikasi Operasi Tidak ada kontraindikasi

e. Diagnosis Banding Abses dasar mulut, abses submandibular, abses sublingual, abses submental, tumor leher, sellulitis, goitre, limfoadenopati

f. Pemeriksaan Penunjang Kultur pus Algoritma Anamnesa, pemeriksaan fisik, penyakit penyerta, sumber infeksi Potensial obstruksi jalan nafas +/ Insisi plegmon dasar mulut

g. Teknik Operasi Menjelang operasi

Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi. (Informed consent).

Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi. Antibiotika terapeutik, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi dengan

Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis. Tahapan Operasi

Desinfeksi menggunakan betadine 10% atau hibitane alkohol 70% 1:1000 atau alkohol 70%, pada lapangan operasi.

Lapangan operasi dipersempit dengan menggunakan duk steril (penderita diberi oksigenasi dengan masker atau nasal pronge), dan lakukan komunikasi yang baik supaya penderita tidak gelisah dan lebih kooperatif.

Insisi dekompresi dengan anestesi lokal atau kalau terpaksa (penderita tidak kooperatif) dengan narkose.

Irisan 1 jari dibawah mandibula sepanjang 6 cm. Arteri dan vena fasialis diligasi di dua tempat dan dipotong diantaranya. Glandula submandibula diretraksi kearah kaudal sehingga nampak muskulus milihioid. Otot ini kemudian dipotong.

Dengan klem bengkok jaringan sublingual dibuka secara tumpul sehingga nanah yang terkumpul disitu dapat mengalir keluar melalui luka insisi.

Lakukan kultur dan sensitifitas untuk kuman penyebabnya. Dipasang drain hanschoen yang difiksasi pada kulit. Trakeostomi dilakukan apabila penderita sesak nafas.

h. Komplikasi operasi

Mediastinitis Trismus Fistel Sepsis

i. Mortalitas Mortalitas tinggi bila terjadi mediastinitis/sepsis

j. Perawatan Pascabedah

Infus RL/D5 sesuai kebutuhan cairan 60cc/kgBB/hari . Injeksi antibiotika dilanjutkan sampai 5 hari. Kumur-kumur dengan obat kumur antiseptik/oral highiene yang baik. Latihan buka mulut supaya tidak trismus, atau supaya muskulus mylohioid dan sekitarnya kontraksi sehingga pus terpompa keluar.

Rawat luka dengan kompres larutan garam faali (bukan betadine), sehingga luka terjaga kebersihannya.

Evaluasi sumber infeksi (gigi) dan apakah ada diabetes mellitus. Jangan lupa dianjurkan untuk berobat lanjutan sumber infeksinya.

10

k. Follow-Up/Kontrol Tiap 3 hari sampai infeksi sembuh J. KOMPLIKASI Jika mengenai laring akan menyebabkan edema glotis sehingga boleh

menyebabkan sumbatan jalan nafas dan pasien boleh mati lemas. Jika mengenai mediastinum akan menyebabkan mediastinitis. Jika menyebar ke spasia faringeal lateral di bundle carotis akan meyebabkan tromboflebitis vena jugularis dan jika terkena di daerah fossa pterigopalatinn akan menyebabkan tromboflebitis sinus cavernosus. Komplikasi kematian pada phlegmon lebih sering disebabkan karena gangguan nafas daripada sepsis, oleh karena itu kadang diperlukan terapi trakeotomi emergency.

11

DAFTAR PUSTAKA Anand H. Kulkarni, Swarupa D. Pai, Basant Bhattarai, Sumesh T. Rao and M. Ambareesha. 2008. Case Report: Ludwig's angina and airway considerations. Department of Anesthesiology, Kasturba Medical College, Attavar, Mangalore, India Bassam, dr. 2009. http://dentalbooks-drbassam.blogspot.com/2009/04/ludwigs-anginareview-of-literature-and.html Asnul Arfani, drg. 2010. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, http://asnuldentist.blogspot.com Ernest E. Wang MD, FACEP. 2010. Ludwigs Angina. Evanston Northwestern Healthcare, Northwestern University Medical School, USA http://www.exodontia.info/LudwigsAngina.html http://emergencymedic.blogspot.com/2009/07/ludwigs-angina.html Indah Amisani, drg. 2010. http://drgindahamisani.blogspot.com Lisna K. Rezky. 2010. Ludwigs Angina. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Md. Abu Yusuf Fakir1, Md. Arif Hossain Bhuyan2, Md. Mosleh Uddin3 HM Mustafizur Rahman4 , Syed Hasan Imam Al-Masum5, A.F. Mohiuddin Khan6. Ludwigs Angina: A Study of 50 Cases. Department of Otolaryngology & Head and Neck Surgery, Dhaka Medical College Hospital and ApolloHospitals Dhaka.Bangladesh J of Otorhinolaryngology 2008; 14(2) : 51-56 Moch. Aleq Sandar, dr., M.Kes, Sp.B. 2010. Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Malang, http://bedahunmuh.wordpress.com/about/ Courtney M. Townsend, Jr., MD, R. Daniel Beauchamp, D, B. Mark Evers, MD and Kenneth L. Mattox, MD. 2009. Sabiston Textbook of Surgery, 18th Edition: Expert Consult Premium Edition. Elservier Saunders, USA William H. Saunders, M.D and Paul Wakely, Jr., M.D. 2010. Atlas of the Head and Neck Pathology. The Ohio State University, College of Medicine, Department of Otolaryngology, Head & Neck Surgery, Eye and Ear Institute, Columbus, Ohio, USA

12

13

You might also like