You are on page 1of 97

BAB I MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA

A. Proses Masuknya Agama Islam Ke Indonesia Masuknya agama Islam ke Indonesia, hingga sekarang tidak diketahui waktunya yang pasti. Para ahli sejarah mengemukakan dua pendapat yang akhirnya dapat diterima sebagian masyarakat tentang waktu masuknya Islam di Indonesia. Pendapat yang pertama menyebutkan bahwa kedatangan Agama Islam pertama kali di Indonesia terjadi pada abad pertama hijriyah atau sekitar abad Ke -7 M. Pendapat ini didukung oleh beberapa bukti, antara lain : 1. Catatan Sejarah Kerajaan Cina Pada jaman Dinasti Tang terdapat rencana-rencana orang Ta-Shih untuk menyerang Kerajaan Holing yang diperintahkan oleh Ratu Sima (674 M). Namun rencana tersebut kemudian dibatalkan karena kuatnya

pemerintahan Ratu Sima. Ta-Shih dalam berita China itu ditafsirkan sebagai orang-orang Arab. 2. Berita Chou Ku Fei (1178 M) Berdasarkan catatan sejarah ini bahwa di daerah Indonesia saat itu terdapat dua tempat yang menjadi komunitas orang Ta-Shih yaitu Fo-lo-an dan Sumatra Selatan. Wilayah ini merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya, sedangkan Fo-lo-an sekarang lebih dikenal dengan Kuala Brag, Trengganu, Malaysia.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

3. Berita Jepang (784) Sumber berita Jepang menyebutkan bahwa ketika pendeta Kanshin ke Indonesia, di Kanton terdapat kapal-kapal Po-se dan Ta-Shih Kuo. Menurut para ahli, istilah Po-se ditafsirkan sebagai bangsa Melayu, Sedangkan Ta-Shih ditafsirkan sebagai orang-orang Arab dan Persia. Sementara itu, pendapat kedua menyebutkan bahwa Agama Islam masuk ke Indonesia pada Abad ke-13 M. Pendapat ini didasarkan pada munculnya Kerajaan Samudera Pasai yang bercorak Islam, pada abad ke13 M. Pendapat ini sangat kuat dengan dibuktikan sebagai berikut. 1. Catatan Perjalanan Marco Polo (1292 M) Marco Polo merupakan pelaut asal Italia. Berdasarkan catatan sejarah, Marco Polo sempat singgah di Kerajaan Islam Samudera Pasai dalam pelayarannya kembali ke Eropa dari China.

2. Berita Ibnu Batutah Pendapat kedua juga didukung oleh berita Ibnu Battutah pada Abad ke 13 M. Serta batu Nisan Sultan Malik As Saleh, yang ditemukan di Sumatera Utara dan Berangka pada Bulan

Ramadhan 676 Hijriyah (1297 M). Sultan Malik As-Saleh dikenal sebagai seorang pengajar Tasawuf yang kemudian menjadi Raja di Kerajaan Samudera Pasai.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia .

Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, silahkan Anda simak uraian materi berikut ini :

1. Teori Gujarat Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah: Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia Cambay Timur Tengah Eropa. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.

Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perrhatiannya pada saat timbulnya

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak (Perureula) tahun 1292. Ia

menceritakan bahwa di Perlak sudahbanyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam. Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda simak teori berikutnya.

2. Teori Makkah Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah: Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di

Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafii, dimana pengaruh mazhab Syafii terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak teori berikutnya.

3. Teori Persia

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti: Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al Hallaj . Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi Harakat .

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.

Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.

Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India). Ada beberapa faktor pendorong masuk dan menyebarnya Islam di Indonesia, di antaranya : a. Berdakwah merupakan kewajiban sebagaimana pesan Rasulullah SAW, yang artinya Sampaikan dariku walaupun satu ayat. Hadisini menjadi motivasi bagi setiap muslim bahwa dakwah merupakan kewajiban dan panggilan jiwa. b. Masuk Islam memerlukan persyaratan sangat mudah aktivitas ibadah di dalam agama Islam cukup mudah dan tidak memberatkan, tida kmembutuhkan biaya besar, sehingga bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

c.

Ajaran

Islam tidak mengenal

perbedaan

derajat

manusia

berdasarkan kasta/gelar. Tinggi rendahnya derajat hanya ditentukan berdasarkan tingkat ketakwaan terhadap Allah. Selain menunjukkan sikap demokratis, ini juga menunjukkan adanya persamaan dalam ajaran Islam. d. Pendekatan persuasif dan cara yang simpati sebagai cara alternatif dalam berdakwah, seperti melalui jalur perdagangan, kesenian, dan budaya. Penaklukan dengan kekuatan militer kadangkala dilakukan, tetapi ini tidak cara yang dominan tetapi kalau memang sudah tidak ada jalan lain. e. Para ulama selaku pelaku dakwah mampu menampilkan kepribadian yang luhur. Keutamaan sifat ini mampu menarik simpati dan kekaguman masyarat, sehingga mereka secara sukarela masuk agama Islam. f. Keseluruhan ajaran Islam dipandang sesuai kepribadian bangsa Indonesia.

Dengan adanya faktor pendorong tersebut, maka para penyebar Islam memiliki daya tahan untuk senantiasa menyebarkan agama Islam. Bahkan untuk penyebaran Islam di Indonesia, ternyata mereka relative mendapatkan masyarakatnya. kemudahan dalam menyebarkan Islam ke tengah

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

Selain faktor pendorong penynebaran Islam, faktor lain yang menjadikan penyebaran Islam begitu mudah ialah : a. Ajaran yang terkandung dalam Islam sesuai dengan fitrah manusia, khusunya bangsa Indonesia, yang cenderung mengakui adanya kebenaran dari Allah Yang Esa, padahal agama yang ada sebelumnya tidak memastikan keesaan Tuhannya. b. Islam masuk ke Indonesia didakwahkan secara damai, dalam pengertian bahwa Islam tidak dibawa dan membonceng satu kekuasaan atau kekuatan militer tertentu. Karenanya dampak teologis yang dikembangkan oleh para pemeluknya senantiasa mengajak dan menganjurkan kedamaian. c. Masuknya Islam ke Indonesia melalui pendekatan persuasif. Para dai cenderung tidak melakukan intimidasi atau pemaksaan kepada seseorang atau kelompok masyarakat untuk meyakini agama yang didakwahkannya. budaya setempat, maka dakwah Islam di Indonesia dikenal dengan pendekatan kultural (cultural approach). Dampaknya, menghasilkan Islam yang singkritis (kejawen) sebagaimana kasus Islamisasi di Jawa oleh para wali yang menjadikan wayang sebagai salah satu medianya. d. Secara politis ditunjang oleh berdirinya beberapa kesultanan Islam, yang secara langsung atau tidak langsung sangat berpengaruh terhadap masyarakat Indonesia yang pada masa itu dikenal sebagai masyarakat paternalistik.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

e. Upacara-upacara dalam Islam sangat sederhana. f. Islam tidak menentang adat dan tradisi setempat. g. Dalam penyebarannya dilakukan dengan jalan damai. h. Runtuhnya kerajaan Majapahit memperlancar penyebaran agama Islam.

Sejumlah faktor di atas, didukung oleh penggunaan media dakwah yang relatif sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Dimana penggunaan media tersebut, menambah penyebaran Islam semakin dirasakan persuasive. Dengan adanya faktor pendorong tersebut, maka para penyebar Islam memiliki daya tahan untuk senantiasa menyebarkan agama Islam. Bahkan untuk penyebaran Islam di Indonesia, ternyata mereka relative mendapatkan kemudahan dalam menyebarkan Islam ke tengah masyarakatnya.

B. Strategi Keberhasilan Penyebaran Islam Ke Indonesia Stratagi dakwah Islam pada dasarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, namun bentuk dan cara penyampaiannya berlainan, yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar. Dakwah dapat dilaksanakan dengan berbagi metode, seperti ceramah, diskusi, tanya jawab, keteladanan, karyawisata, rekayasa sosial, infiltrasi, lisan-haal, social presessure dan hikmah. Untuk menyampaikan pesan dakwah, seorang juru dakwah (dai) dapat menggunakan berbagai macam media dakwah, baik itu

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

media modern (media elektronika) maupun media tradisional (Azis, 2004 : 20). Media tradisional dalam dakwah menggunakan berbagai macam seni pertunjukan yang dipentaskan di depan umum terutama sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat komunikatif, seperti seni ketroprak, karawitan, wayang, seni teater dan sebagainya. Dengan demikian mempermudah bagi juru dakwah untuk menyampaikan dakwah dan juga agar mudah dipahami oleh sasaran dakwah (madu), maka sebaiknya dakwah dilakukan dengan menggunakan salah satu media yang ada. Hal ini untuk menyesuaikan keadaan masyarakat yang tidak sama, disatu sisi sudah modern di sisi lain masih tradisional. Oleh karena itu dalam berdakwah walaupun sudah menggunakan media modern namun tidak menghilangkan media tradisional yang masih digunakan dengan baik, sehingga dalam berdakwah penggunaan media tersebut dapat disesuaikn dengan keadaan masyarakat setempat. Oleh karena keadaan lingkungan masing-masing masyarakat tidak selalu sama, maka materinya juga harus bervariasi menyesuaikan keadaan dimana juru dakwah harus mencari masalah-masalah yang dihadapi dan sekaligus memikirkan pemecahannya yang nantinya menjadi bahan pembicaraan dalam berdakwah. Ada beberapa strategi atau media yang telah digunakan para dai dalam proses islamisasi di Indonesia, yaitu:

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

10

a. Perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke 7 hingga ke 16, membuat pedagang-pedagang muslim baik dari Arab, Persia maupun India, turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua Asia. Perdagangan ini sangat efektif dijadikan media, hal ini disebabkan karena semua strata sosial terlibat. Misalnya para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan ini, bahkan tidak sedikit dari para bangsawan dan raja menjadi pemilik kapal dan pemilik saham. b. Perkawinan. Para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dibanding kebanyakana pribumi, sehingga amatlah wajar bila penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan Sebelum tertarik untuk menjadi isteri mereka

saudagar-saudagar.

pernikahan

dilangsungkan,

diislamkan terlebih dahulu. Dari perkawinan itu kemudian mereka mempunyai keturunan dan lingkungan mereka makin bertambah luas. Akhirnya timbul perkampungan-perkampungan, daerah-daerah dan bahkan kerajaan-kerajaan muslim. Dalam perkembangan berikutnya, tidak sedikit wanita muslim dinikahi oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam lebih dahulu. Media perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak-anak raja dan adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut

mempercepat proses Islamisasi. Misalnya pernikahan antara Raden Rahmat

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

11

atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Ampel dengan Nyai Manila, salah seorang putri raja, Sunan Gunung Djati mempersunting puteri Kawungaten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempuinya keturunan Raden Patah (pendiri Kerajaan Demak) dan banyak lagi contoh lain.

c. Saluran Tasawuf. Pengajar-pengajar tasawuf, atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru (Islam) itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara para sufi yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu misalnya, Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik ini masih berkembang subur di abad ke 19 bahkan di bad ke 20 ini. d. Pendidikan. Islamisasi di Nusantara juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren, maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu calon ulama, guru agama dan kyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian mereka

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

12

melakukan dakwah ke tempat-tempat tertentu mengajarkan Islam. Sebagai salah satu contoh, misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Alumni kedua pesantren ini banyak yang diundang ke berbagai daerah di wilayah Nusantara untuk berdakwah. Media pendidikan pesantren yang memang sudah sejak pertama kali akar-akar Islam tertanam di bumi nusantrara ini, memang sangat efektif dalam mensosialisasikan Islam di Indonesia. Hal ini bukan saja karena pesantren mengajarkan Islam secara sederhana, tetapi juga amat adaptif dengan budaya paternalistik bangsa Indonesia, bahkan untuk daerah-daerah tertentu tradisi Islam pesantren sangat kental. Misalnya, untuk wilayah Jawa, sampai saat ini banyak para ahli menyebut sebagai basis masyarakat santri.

e. Kesenian. Salah satu sarana yang mereka gunakan sebagai media dakwah para wali adalah wayang. Dalam hal esensi yang disampaikan dalam cerita-ceritanya tentunya disisipkan unsur-unsur moral ke-Islaman. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaran-ajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

13

adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia. Dalam sejarahnya, para Wali berperan besar dalam pengembangan pewayangan di

Indonesia. Sunan Kali Jaga dan Raden Patah sangat berjasa dalam

mengembangkan Wayang. Bahkan para wali sudah mengatur sedemikian rupa menjadi Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain yaitu Mana yang Isi (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) dan mana yang harus dicari (Wayang Golek). Disamping menggunakan wayang sebagai media dakwahnya, para wali juga melakukan dakwahnya melalui berbagai bentuk akulturasi budaya lainnya contohnya melalui penciptaan tembang-tembang keislaman di Tanah Jawa

tiga bagian. Pertama

berbahasa Jawa, gamelan, dan lakon islami. Setelah penduduk tertarik, mereka diajak membaca syahadat, diajari wudhu, shalat, dan sebagainya. Sunan Kalijaga adalah salah satu Walisongo yang tekenal dengan

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

14

minatnya dalam berdakwah melalui budaya dan kesenian lokal. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, layang kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.

f. Politik. Di berbagai wilayah Nusantara, misalnya, di Maluku dan Sulawesi, kebanyakan rakyat Indonesia masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja amat besar pengaruhnya terhadap penyebaran Islam di beberapa daerah di nusantara. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam. Beragam strategi atau media tersebut saling berpadu, saling mengisi, dalam suasana penuh keakraban antara penyebar Islam dengan yang didakwahi. Sehingga terjadilah suatu proses akulturasi Islam dengan budaya lokal.

C. Keberhasilan Akulturasi Islam dengan Budaya Lokal Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha seperti yang pernah Saudara pelajari pada modul sebelumnya. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

15

(lebih)

kebudayaan

karena

percampuran

bangsa-bangsa

dan

saling

mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia. Untuk lebih memahami wujud budaya yang sudah mengalami proses akulturasi dapat Saudara simak dalam uraian materi berikut ini. a. Seni Bangunan Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. untuk lebih jelasnya silahkan lihat gambar 1 berikut ini.

Gambar Mesjid di Aceh merupakan saah satu mesjid kuno di Indonesia Sumber: Dwi Hartini, dalam Modul Mata pelajaran Sejarah.

Masjid Aceh merupakan salah satu masjid kuno di Indonesia. Wujud akulturasi dari masjid kuno seperti yang tampak pada gambar diatas

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

16

memiliki ciri sebagai berikut: 1. Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka. 2. Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia. 3. Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam. Mengenai contoh masjid kuno selain seperti yang tampak pada gambar diatas kamu dapat memperhatikan Masjid Agung Demak, Masjid Gunung Jati (Cirebon), Masjid Kudus dan sebagainya. Apakah di daerah Saudara terdapat bangunan masjid kuno ? Kalau ada, silahkan Saudaramengkaji sendiri ciri--cirinya, apakah sesuai dengan uraian dalam modul ini? Selanjutnya silahkan Saudaramenyimak uraian materi seni bangunan berikutnya. Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi kebudyaan Islam, juga terlihat pada bangunan makam. Untuk itu silahkan Kamu simak gambar 2 makam Sendang Duwur berikut ini.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

17

Gambar 2. Makam Sendang Duwur (Tuban) Sumber: Dwi Hartini, dalam Modul Mata pelajaran Sejarah

Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari: 1. makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang keramat. 2. makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing, nisannya juga terbuat dari batu. 3. di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau kubba. 4. dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak berpintu). 5. Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang Duwur seperti yang tampak pada gambar 2 tersebut.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

18

Apakah Saudara sudah memahami ciri-ciri pada bangunan makam tersebut? Kalau saudara sudah paham, silahkan Saudara simak wujud

akulturasi pada bangunan istana. Bangunan istana arsitektur yang dibangun pada awal perkembangan Islam, juga memperlihatkan adanya unsur akulturasi dari segi arsitektur ataupun ragam hias, maupun dari seni patungnya contohnya istana Kasultanan Yogyakarta dilengkapi dengan patung penjaga Dwarapala (Hindu). Demikianlah contoh wujud akulturasi pada seni bangunan untuk selanjutnya simak contoh wujud akulturasi yang berikutnya. b. Seni Rupa Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian, misalnya ragam hias pada gambar 3 ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir.

Sumber: Dwi Hartini, dalam Modul Mata pelajaran Sejarah Gambar 3. Kera yang disamarkan, Relief Manusia

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

19

Ukiran ataupun hiasan seperti pada gambar 3, selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada pintu dan tiang. Untuk hiasan pada gapura dapat Saudara simak kembali gambar 2 Setelah Saudara menyimak gambar 2 tersebut, simak kembali uraian materi tentang wujud akulturasi berikutnya.

c. Aksara dan Seni Sastra Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran dan gambar wayang. Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

20

Gambar : Contoh Seni Tulisan Arab / Kalighrafi

Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu. Bentuk seni sastra yang berkembang adalah: Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu). Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon. Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

21

Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.

Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa. Dari penjelasan tersebut, apakah kamu telah memahami, kalau sudah paham silahkan diskusikan dengan teman-teman Anda, untuk mencari contoh bentuk seni sastra, seperti yang tersebut di atas yang terdapat di daerah Anda. Selanjutnya simaklah uraian materi wujud akulturasi berikutnya.

d. Sistem Pemerintahan Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu ataupun Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh

kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya. Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam. Demikianlah penjelasan wujud akulturasi dalam salah satu hal sistem pemerintahan. Selanjutnya kita pelajari wujud akulturasi berikutnya.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

22

e. Sistem Kalender Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Apakah sebelumnya Saudarapernah mengetahui/mengenal hari-hari pasaran? Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan bahkan hari pasaran pada kalender saka juga dipergunakan. Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M. Demikianlah uraian materi tentang wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dan kebudayaan Islam, sebenarnya masih banyak contoh wujud akulturasi yang lain, untuk itu silahkan diskusikan dengan teman-teman Anda, mencari wujud akulturasi dari berbagai pelaksanaan peringatan hari-hari besar Islam atau upacara-upacara yang berhubungan dengan keagamaan.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

23

D. Perkembangan Islam di Indonesia

Agama Islam masuk ke Indonesia melalui proses yang sangat panjang. Berkembangnya ajaran Nabi Besar Muhammad, SAW. Tidak lepas dari

peranan para pedagang, khususnya para pedagang Islam dari Gujarat dan Persia. Mereka datang ke daerah-daerah di Indonesia untuk berdagang sekaligus menyebarkan Agama Islam. Pada perkembangan selanjutnya, para pedagang tersebut kemudian menyatu dengan masyarakat dan mendirikan kerajaan-kerajaan. Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pada saat itu, Pasai menjadi pusat perdagangan yang banyak disinggahi para pedagang dari berbagai negara. Namun peranan Pasai kemudian menurun setelah berkembangnya Pelabuhan Malaka disemenanjung Malaya. Pada abad ke-14 M, Malaka telah tumbuh menjadi pusat perdagangan terbesar di Asia Tenggara. Para pedagang dari berbagai negara termasuk para pedagang Islam dari Gujarat dan Persia menjadikan Malaka sebagai basis untuk juga mengunjungi daerah-daerah di Indonesia. Demikian pula, para pedagang dari berbagai daerah di Indonesia seperti para pedagang Jawa juga menjadikan Malaka sebagai tempat mereka berdagang. Dari interaksi para pedagang Islam dengan orang Jawa-Islam kemudian berkembang pula di pulau jawa. Perkembanga Islam di Jawa relatif cepat seiring dengan semakin lemahnya pengaruh kerajaan Majapahit.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

24

Selain di Jawa, para pedagang juga melakukan usaha dakwah ke pulau lain di Nusantara. Diantaranya adalah pulau Kalimantan, Sulawesi dan Kawasan Timur Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang sangat terbuka dengan budaya dan agama pendatang. Ketika Islam datang, sebagaian besar masyarakat Indonesia menerima dengan terbuka. Mereka memeluk Islam tanpa ada paksaan dan penuh dengan kesadaran. Hal itu disebabkan :

1. Syarat

untuk

masuk

agama

Islam

sangatlah

mudah,

yakni

mengucapkan kalimat syahadat. 2. Tidak adanya sistem kasta yang menempatkan derajat seseorang pada kekayaan maupun keturunan. Semua manusia dalam pandangan Islam adalah sama. Faktor ini menjadi penyebab ketertarikan bangsa Indonesia untuk memeluk Islam. 3. Penyebaran Islam dilakukan dengan cara damai (tanpa melalui kekerasan), sehingga masyarakat Indonesia menerima dengan tangan terbuka.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

25

Gambar : Tablighul Islamiyyah sebagai bukti Islam disebarka melalui acara-acara bijaksana tidak dengan cara kekerasan.

4. Sifat Asli bangsa Indonesia yang ramah, memberi peluang untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain. Hal ini menyebabkan mereka mudah mendapatkan wawasan baru, yakni agama Islam. 5. Upacara-upacara keagamaan dalam Islam lebih sederhana.

Perkembangan penyebaran agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 M sampai abad ke-16 M secara rinci dapat dilihat dari beberapa daerah seperti di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku berikut ini.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

26

1. Perkembangan Islam di Pulau Sumatera

Sudah kita ketahui bahwa masuk agama ke Islam

Sumatera

pada abad ke-7 M dan dapat berkembang

dengan pesat, terutama sejak kehancuran

Kerajaan Sriwijaya karena serangan Raja Rajendracoladewi dari India pada 1030 M. Agama Islam yang secara berangsur-angsur berkembang di pesisir utara Pulau Sumatera ini kemudian mendapatkan pijakan yang amat kuat dengan berdirinya Kerajaan Samudera Pasai yang merupakan Kerajaan Islam pertama di Indonesia yang terletak di Kampung Samudera di tepi Sungai Pasai yang berdiri pada pertengahan abad ke-13 M. Letaknya yang strategis di kawasan perairan Selat Malaka menyebabkan Kerajaan Samudera Pasai mencapai kemajuan dalam bidang ekonomi. Sultan Malikus Saleh membangun armada dagang yang besar, sehingga Samudera Pasai menjadi kota bandar yang ramai dikunjungi kapal-kapal dagang dari berbagai negara. Sementara Sultan Malikuz Zhahir II yang dikenal alim dan penganut madzhab Syafii berusaha menjadikan Kerajaan Samudera Pasai sebagai pusat aktifitas dan kajian ilmu agama. Ibnu Bathuthah, seorang pengembara dari Maroko, membuat catatan penting dalam bukunya Rihlah Ibnu Bathuthah tentang Sultan

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

27

Malikuz Zhahir II. Dikatakannya bahwa ia seorang sultan yang perkasa, pengikut madzhab Syafii, senang menghormati ulama dan setiap hari Jumat berangkat ke masjid dengan jalan kaki. Di antara para ulama yang hidup di Kerajaan Pasai ialah Amir Said As Syirazy seorang qadli yang berasal dari Syiraz (Iran) dan Tajuddin Al Isfahany seorang mufti dari Isfahan (Iran). Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemajuan selama kurang lebih tiga abad. Pada masa itu Samudera Pasai menjadi mercusuar kerajaan Islam yang sangat gemilang. Akan tetapi sejak pertengahan abad ke-14 Masehi, Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran karena serangan Kerajaan Majapahit. Posisinya sebagai pusat aktifitas

perdagangan dan dakwah Islamiyah digantikan oleh Kerajaan Islam Malaka. Pada abad ke-16 Masehi, di Sumatera Utara muncul Kerajaan Aceh yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh bekas wilayah kekuasaan Samudera Pasai dari Pidie sampai perbatasan Sungai Rokan. Kerajaan Aceh mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam (1607 1636). Ia melakukan rihlah dakwah ke beberapa daerah di sekitar wilayah kekuasaannya, seperti: Deli, Johor, Bintan, Pahang, Kedah, Perak, dan Nias. Untuk keperluan syiar Islam, ia mendirikan masjid Baiturrahman yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan pengajaran agama Islam. Ulama terkenal pada masa pemerintahannya antara lain: Hamzah

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

28

Fansuri, Syamsuddin As Sumatrany, Syekh Nuruddin Ar Raniry dan Syekh Abdurrauf Al Fansury. Mereka banyak berjasa dalam

mengembangkan agama Islam dan memiliki beberapa karya ilmiah, seperti: Tafsir Baidlawi karya Syekh Abdurrauf Al Fansury, Miratut Tullab berisi Ilmu Fiqih, As Sirathal Mustaqim dan Bustanus Salatin karya Syekh Nuruddin Ar Raniry. Kerajaan Aceh berpusat di Pidie dan rajanya yang paling terkenal adalah Sultan Iskandar Muda. Sepeninggal Sultan Iskandar Muda, Aceh mengalami pasang surut dan pada akhir abad ke-19 baru dapat ditundukkan oleh penjajah Belanda.

2. Perkembangan Islam di Pulau Jawa

Pada tahun 674 M utusan Raja Ta-cheh (yang dimaksud adalah Muawiyah) mengirimkan

utusan ke Kerajaan Kalingga pada masa pemerintahan Ratu Simo keadaan sebenarnya, untuk mengetahui yang dari segi

negeri baik

kemakmuran, keadilan maupun keamanan. Dengan kehadiran utusan tersebut dapat diketahui, bahwa sebelumnya telah ada penduduk setempat yang beragama Islam.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

29

Ini cukup beralasan karena menurut kebiasaan bahwa apabila ada utusan dari suatu negara berkunjung ke negara lain, maka dapat dipastikan sangat terkait dengan kepentingan penduduk di negara yang dikunjunginya. Di Desa Leran, Manyar, Gresik ditemukan makam Fatimah binti Maimun bin Haibatallah berangka tahun 475/495 H (1082 - 1101 M). Dari bukti ini dapat diketahui bahwa di daerah tersebut sudah ada orang Islam. Tidak mungkin ditemukan tatacara pemakaman dengan menulis angka tahun dengan lengkap jika tidak terdapat penduduk seagama antara yang memakamkan dengan yang dimakamkan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa jauh sebelum kedatangan Maulana Malik Ibrahim di Gresik, sudah terdapat pemeluk agama Islam di Pulau Jawa. Namun dakwah Islamiyah berjalan semakin intensif setelah periode Maulana Malik Ibrahim dan para Wali Songo, yaitu sekitar abad ke -14 dan ke-15 M. Berdasarkan cerita tradisional dan babad-babad, para pembawa dan penyebar Islam di daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa diberi gelar wali. Jumlah wali di Jawa cukup banyak. Namun yang populer ada sembilan, sehingga dikenal sebutan Wali Songo. Para wali itu disamping berasal dari luar negeri, juga terdapat para wali yang asli Jawa. Sunan Bonang dan Sunan Derajat adalah putera Sunan Ampel yang sebelumnya telah bertempat tinggal di Ampel Denta, Surabaya. Sunan Kalijaga adalah putera seorang Tumenggung Majapahit. Sedang Sunan Giri lahir dari hasil perkawinan antara Maulana Ishak dengan puteri Blambangan. Raden

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

30

Rahmat sendiri sebenarnya ialah saudara sepupu permaisuri Raden Brawijaya, Raja Majapahit. Dari cerita dalam babad tersebut diketahui bahwa para Wali Songo itu pada mulanya adalah para santri dari para muballigh yang datang ke Jawa dari luar negeri, seperti Maulana Malik Ibrahim,

kemudian menjadi muballigh yang banyak berjasa dalam menyebarkan agama Islam di pesisir utara Pulau Jawa. Peranannya bukan hanya terbatas pada menyebarkan dan mengajarkan agama, tetapi jugaa sebagai dewan penasehat, dan pendukung dari para raja yang memerintah. Bahkan di antara mereka ada yang menjadi raja dengan gelar Pandito Ratu, seperti Raden Paku (Sunan Giri) dan Sunan Gunung Jati. Dalam menyiarkan agama para wali itu bukan dengan cara berpidato atau ceramah di muka umum, tetapi dalam kumpulan-kumpulan yang terbatas. Bahkan secara rahasia. Mula-mula empat mata, kemudian diteruskan dari mulut ke mulut. Bila pengikut bertambah banyak, diadakanlah tabligh-tabligh di pondok-pondok atau madrasah-madrasah. Yang disebut Wali Songo itu, umumnya adalah sebagai berikut:

1. Maulana Malik Ibrahim, ia dianggap tokoh pendiri pondok pesantren yang pertama, penggembleng para mubaligh yang menyiarkan Islam ke seluruh Jawa. Makamnya di Kota Gresik, Jawa Timur. 2. Raden Rahmat, atau Sunan Ampel, berasal dari Kamboja (Indo Cina). Ia membuka asrama para kesatria di Ampel (Surabaya), disamping menyebarkan agama Islam di seluruh Jawa Timur. Ia dianggap

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

31

pencipta dan perencana kerajaan Islam yang pertama di Jawa. Ia mengangkat Raden Patah, sebagai khalifah, yang beribu kota di Gelagah Wangi Bintara Demak, dengan gelar Sultan Syah Sri Alam Akbar Al Fattah. Makamnya terdapat di Ampel Surabaya. 3. Makhdum Ibrahim, atau Sunan Bonang, putera Sunan Ampel. Dialah penyebar agama Islam di pesisir sebelah utara Jawa Timur dan pencipta Gending Darma. Konon kabarnya ia mengganti nama-nama dari nahas menurut kepercayaan Hindu dan nama-nama Dewa Hindu. Digantikannya dengan nama-nama malaikat dan nama-nama nabi secara agama Islam. Makamnya terdapat di Tuban, Jawa Timur. 4. Raden Paku atau Sunan Giri. Dia dikenal sebagai seorang ahli pendidikan yang pertama kali menggunakan metode permainan yang bersifat agama. Dia dianggap sebagai pencipta gending Asmaradana dan Pucung. Makamnya di Giri, dekat Kota Gresik. 5. Syarif Hidayatullah, ia dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati atau Fattahillah. Nama ini lambat laun berubah ucapannya menjadi Faletehan. Dialah yang mendirikan Kota Jayakarta, yang sekarang menjadi Jakarta, ibu kota Negara Republik Indonesia. 6. Jafar Shadiq atau Sunan Kudus, ia adalah penyiar agama Islam di Jawa Tengah di sebelah pesisir utara. Ia juga seorang pujangga, yang banyak mengarang dongeng-dongeng bernapaskan agama dan mampu menciptakan gending Maskumambang dan Mijil, makamnya di Kudus.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

32

7. Raden Prawoto atau Sunan Muria, yang dianggap pencipta gending Sinom dan Kinanti. Dalam berdakwah, ia lebih banyak melakukan pendekatan kepada golongan pedagang, para nelayan dan pelaut. Ia tetap mempertahankan berlangsungnya gamelan sebagai

satu-satunya kesenian Jawa yang digemari rakyat dan menjadikan alat kesenian itu sebagai media untuk memasukkan rasa Islam kepada rakyat. Dengan tidak terasa, rakyat berasyik masyuq mengagungkan Tuhan, makamnya di Gunung Muria. 8. Syarifuddin, yang terkenal dengan nama Sunan Derajat. Putera Sunan Ampel yang dianggap pencipta gending Pangkur ini adalah seorang yang berjiwa sosial. Disamping taat menjalankan perintah agama, ia selalu memberi pertolongan kepada kaum dluafa (sengsara), memperhatikan nasib anak-anak yatim dan membela fuqara masakin. Makamnya di Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. 9. R.M. Sahid, yang juga disebut Sunan Kalijaga. Konon kabarnya, dialah yang menciptakan wayang kulit dan mampu mengarang cerita-cerita wayang yang berjiwa Islam. Daerah penyiarannya adalah Jawa Tengah bagian selatan. Golongan ningrat, priyayi, dan sarjana banyak yang mengikuti tablighnya.

Selain nama wali yang sudah disebutkan di atas, umat Islam di Jawa juga mengenal nama-nama lain yang dianggap sebagai wali atau penyebar Islam, seperti: Sunan Sendang di Sendangduwur, Lamongan; Sunan Bayat di Klaten; Sayyid Sulaiman di Mojoagung, Jombang; dan masih banyak

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

33

lagi. Karena itu sebutan Wali Songo mungkin merupakan julukan yang mengandung perlambang suatu dewan wali-wali, dengan mengambil angka sembilan yang sebelum ada pengaruh Islam sudah dipandang sebagai angka keramat. Angka sembilan ini juga dijadikan perlambang Nahdlatul Ulama untuk memberi kesan bahwa misi yang diperjuangkan oleh para ulama merupakan kelanjutan dari perjuangan dakwah Wali Songo.

3. Perkembangan Islam di Sulawesi, Kalimantan dan Maluku 1. Perkembangan Islam di Sulawesi Hubungan dagang antar pulau di Indonesia menjadi salah satu media dakwah Islamiyah pada masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Pada

abad ke-16 pelabuhan Gresik mempunyai arti sangat penting dalam perdagangan dan

penyebaran agama Islam. Banyak pedagang dari luar Jawa, seperti dari Maluku (ternate, Hitu), Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain datang ke Gresik untuk berdagang dan belajar agama Islam di pesantren Sunan Giri. Setelah kembali ke daerahnya, mereka berusaha menyebarkan agama Islam disertai para santri yang sengaja dikirim secara khusus oleh Sunan Giri. Di antara mereka adalah para pedagang dari Makasar

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

34

dan Bugis. Maka masuklah agama Islam ke Sulawesi yang diterima oleh penduduk pantai tempat aktivitas perdagangan berlangsung. Agama Islam masuk ke Sulawesi sejak abad ke-16, tetapi baru mengalami perkembangan pesat pada abad ke-17 setelah raja-raja Gowa dan Tallo menyatakan diri masuk Islam. Raja Gowa yang pertama masuk Islam ialah Daeng Manrabia yang berganti nama Sultan Alauddin Awwalul Islam, sedang Raja Tallo bergelar Sultan Abdullah. Di antara para muballigh yang banyak berjasa dalam menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di Sulawesi, antara lain: Katib Tunggal, Datuk Ri Bandang, Datuk Patimang, Datuk Ri Tiro, dan Syekh Yusuf Tajul Khalwati. Dakwah Islamiyah ke Sulawesi berkembang terus sampai ke daerah kerajaan Bugis, Wajo, Sopeng, Sindenreng, dan lain-lain. Suku Bugis yang terkenal berani, jujur dan suka berterus terang, semula sulit menerima agama Islam. Namun berkat kesungguhan dan keuletan para mubaligh, secara berangsur-angsur mereka menjadi penganut Islam yang setia. Pelaut-pelaut Bugis berlayar menjelajah seluruh Indonesia sampai ke Aceh. Di antara mereka adalah pembesar Bugis bernama Daeng mansur yang di Aceh lebih dikenal dengan panggilan Tengku di Bugis. Salah seorang puterinya bernama puteri Sendi. Ia dikawinkan dengan Sultan Iskandar Muda, raja besar Aceh. Sejak itu hubungan antara Aceh - Bugis sangat erat, sehingga banyak pengaruh budaya Aceh di Bugis. Bentuk rumah dan cara hidup orang Bugis banyak kesamaannya

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

35

dengan Aceh. Tampaknya hubungan perdagangan yang diperkuat dengan hubungan kekerabatan yang berdasarkan agama Islam itu telah memperkokoh hubungan persatuan antara penduduk di seluruh wilayah Indonesia.

2. Islam di Pulau Kalimantan

Dakwah Islamiyah ke Pulau Kalimantan untuk pertama kalinya dilakukan oleh para pedagang dari Malaka, Palembang, dan Jawa. Mereka bertempat tinggal di pesisir barat Pulau Kalimantan, yaitu daerah kekuasaan Kerajaan Sukadana. Pada 1590 Raja Sukadana memeluk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Giri Kusuma. Nama ini memberi kesan adanya pengaruh dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh pesantren Giri yang mengirimkan para santrinya untuk berdakwah ke luar Jawa, termasuk ke Kalimantan. Ia digantikan oleh puteranya, Sultan Muhammad Syarifuddin yang banyak berjasa dalam

mengembangkan ajaran Islam bersama seorang muballigh terkenal, Syekh Syamsuddin. Perkembangan dakwah Islamiyah selanjutnya dilakukan oleh para muballigh yang dikirim oleh Kerajaan Demak (Jawa Tengah). Mereka berdakwah di bagian selatan Pulau Kalimantan, yaitu di Banjarmasin dan sekitarnya. Raja Banjar Raden Samudera masuk Islam dan berganti nama Sultan Suryanullah. Dengan bantuan Demak, ia berhasil mengalahkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya, seperti Kerajaan
36

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

Nagaradipa. Sejak itu, agama Islam semakin berkembang di Pulau Kalimantan. Pada abad ke-18 lahir seorang ulama besar di Banjar bernama Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Ia pernah belajar di Makkah dan Madinah bersama tiga orang kawan dekatnya, yaitu: Syekh Abdus Shamad dari Palembang, Syekh Abdurrahman Masri dari Jakarta, dan Syekh Abdul Wahab dari Bugis. Sepulangnya dari Tanah Suci, ia menetap di Martapura. Disamping mengajar, ia banyak menulis buku, seperti: Sabilul Muhtadin, Al Qaulul Muhtar, dan lain-lain. Sementara itu di Kalimantan timur dakwah Islamiyah banyak dilakukan oleh para pedagang dari Makasar yang banyak melakukan aktifitas dagangnya di antara perairan Selat Makasar dan Sungai Mahakam. Daerah pertama di Kalimantan Timur yang menerima agama Islam adalah Kutai, ini terjadi abad ke-16, setelah agama Islam masuk ke Kutai selanjutnya berkembang ke seluruh Kalimantan Timur.

3. Islam di Pulau Maluku

Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah terbanyak di Indonesia. Karena itu daerah ini banyak dikunjungi para pedagang antar kepulauan Indonesia (lokal) maupun pedagang asing (internasional). Di antara para pedagang lokal terdapat para pedagang muslim dari Jawa. Mereka selain berdagang juga berdakwah. Melalui aktivitas

perdagangan rempah-rempah inilah agama Islam masuk ke Maluku.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

37

Di Maluku ada empat kerajaan, yaitu: Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Di antara ke empat kerajaan itu, yang memegang peranan penting dan menjadi bandar pusat perdagangan adalah Ternate. Agama Islam masuk ke Ternate pada abad ke-15, setelah rajanya memeluk Islam namanya berganti menjadi Sultan Mahrum. Penggantinya bernama Sultan Zainal Abidin yang pernah berkunjung dan belajar agama di Pesantren Giri, Gresik. Ia bersama seorang muballigh bernama Datuk Mulia Husin sangat berjasa mengembangkan agama Islam di Maluku dan Irian, bahkan sampai ke Filipina Selatan. Dari Ternate, agama Islam berkembang ke wilayah Kerajaan Tidore. Pada abad ke-15, Tidore sudah menerima Islam atas jasa seorang muballigh bernama Syekh Mansur. Raja Tidore yang pertama masuk Islam bernama Cirali Lijitu yang berganti nama Sultan Jamaluddin. Wilayah kekuasaan Kerajaan Tidore cukup luas meliputi sebagian Halmahera, pantai barat Irian dan sebagian kepulauan Seram. Sepeninggal Sultan Jalaluddin, pemegang kekuasaan di Kerajaan Tidore adalah puteranya yang bernama Sultan Mansur. Agama Islam juga berkembang di Kerajaan Bacan. Raja Bacan memeluk Islam pada 1521 dan berganti nama Sultan Zainul Abidin. Sejak itu wilayah Bacan yang meliputi Bacan, Obi, Waigeo, Solawati, dan Misool menjadi kerajaan Islam. Sementara itu, Kerajaan Jailolo yang meliputi sebagian Halmahera dan pesisir utara kepulauan Seram juga masuk Islam. Rajanya bernama Sultan Hasanuddin.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

38

Di kawasan Indonesia Timur, agama Islam juga berkembang di kepulauan Sumbawa dan sekitarnya pada abad ke-16. Hubungan perdagangan antar kepulauan Indonesia membawa Islam memasuki daerah kepulauan Sumbawa. Diduga yang membawa Islam ke Sumbawa adalah para muballigh dari Makasar. Ini terbukti

ditemukannya makam seorang muballigh Islam dari Makasar di pinggiran Kota Bima. Agama Islam semakin berkembang di Sumbawa setelah terjadi letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 M. Seorang ulama bernama Haji Ali memperingatkan rakyat Sumbawa agar bertobat dari segala dosa. Seruan ini membawa banyak perubahan dan menjadikan Kerajaan Sumbawa sebagai kerajaan Islam terkenal dengan nama Sumbawa Besar. Sementara itu, di Lombok agama Islam disebarkan oleh para muballigh Islam dari Bugis. Mereka memasuki Lombok dari Sumbawa. Penduduk Lombok yang memeluk agama Islam dikenal dengan orang Sasak. Demikianlah dakwah Islamiyah telah memasuki seluruh wilayah Indonesia melalui aktivitas perdagangan. Dapat dikatakan bahwa sampai abad ke-17 hampir seluruh wilayah Indonesia telah memeluk agama Islam. Di beberapa kepulauan Indonesia kemudian berdiri kerajaan-kerajaan Islam yang tidak kecil peranannya dalam

menanamkan dan mengembangkan pengaruh Islam baik dalam bidang agama, ekonomi, politik, sosial maupun kebudayaan.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

39

BAB II KERAJAAN KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

Untuk menambah

pemahaman

Anda

tentang

kerajaan

Islam yang

berkembang di Indonesia dari awal berdirinya, letak geografis dan perkembangannya dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya dapat Anda simak pada uraian materi berikut ini.

1. Kerajaan Samudra Pasai

Pasai didirikan pada abad ke-11 oleh Meurah Khair. Kerajaan ini terletak dipesisir Timur Laut Aceh. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pendiri dan raja pertama Kerajaan Samudra Pasai adalah Meurah Khair. Ia bergelar Maharaja Mahmud Syah (1042-1078). Pengganti Meurah Khair adalah Maharaja Mansyur Syah dari tahun 1078-1133 M. Pengganti Maharaja Mansyur Syah adalah Maharaja Ghiyasyuddin Syah dari tahun 1133-1155.

Peta Lokasi Kerajaan Samudera Pasai

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

40

Raja Kerajaan Samudra Pasai berikutnya adalah Meurah Noe yang bergelar Maharaja Nuruddin berkuasa dari tahun1155-1210. Raja ini dikenal juga dengan sebutan Tengku Samudra atau Sulthan Nazimuddin Al-Kamil. Sultan ini sebenarnya berasal dari Mesir yang ditugaskan sebagai laksamana untuk merebut pelabuhan di Gujarat. Raja ini tidak memiliki keturunan sehingga pada saat wafat, kerajaan Samudra Pasai dilanda kekacauan karena perebutan kekuasaan. Meurah Silu bergelar Sultan Malik-al Saleh (1285-1297). Meurah Silu adalah keturunan Raja Perlak (sekarang Malaysia) yang mendirikan dinasti kedua kerajaan Samudra Pasai. Pada masa pemerintahannya, system pemerintahan kerajaan dan angkatan perang laut dan darat sudah terstruktur rapi. Kerajaan mengalami kemakmuran, terutama setelah Pelabuhan Pasai dibuka. Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dan Perlak berjalan harmonis. Meurah Silu memperkokoh hubungan ini dengan menikahi putri Ganggang Sari, anak Raja Perlak. Meurah Silu berhasil memperkuat pengaruh Kerajaan Samudra Pasai di pantai timur Aceh dan berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang kuat di Selat Malaka. Raja-raja Samudra Pasai selanjutnya adalah Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326), Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345), Sultan Manshur Malik Zahir (1345-1346), dan Sultan Ahmad Malik Zahir (1346-1383). Raja selanjutnya adalah Sultan Zainal Abidin (1383-1405). Pada masa

pemerintahannya, kekuasaan kerajaan meliputi daerah Kedah di Semenanjung Malaya. Sultan Zainal Abidin sangat aktif menyebarkan pengaruh Islam kepulau Jawa dan Sulawesi dengan mengirimkan ahli-ahli dakwah, seperti Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

41

Peninggalan Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudra Pasai tercatat dalam sejarah sebagai kerajaan Islam yang pertama. Mengenai awal dan tahun berdirinya kerajaan ini tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi menurut pendapat Prof. A. Hasymi, berdasarkan

naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat pemerintahan Islam di Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9. Perlak berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak stabil maka banyak pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya Perlak mengalami kemunduran. Dengan kemunduran Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal yang bernama Marah Silu dari Samudra yang berhasil mempersatukan daerah Samudra dan Pasai. Dan kedua daerah tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudra Pasai. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang berbatasan dengan Selat Malaka. Maka dapatlah dikatakan

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

42

posisi Samudra Pasai sangat strategis karena terletak di jalur perdagangan internasional, yang melewati Selat Malaka. Dengan posisi yang strategis tersebut, Samudra Pasai berkembang menjadi kerajaan Islam yang cukup kuat, dan di pihak lain Samudra Pasai berkembang sebagai bandar transito yang menghubungkan para pedagang Islam yang datang dari arah barat dan para pedagang Islam yang datang dari arah timur. Keadaan ini mengakibatkan Samudra Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat pada masa itu baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.

1. Kehidupan Politik Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al- Saleh, sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 1297. Pada masa pemerintahannya, datang seorang musafir dari Venetia (Italia) tahun 1292 yang bernama Marcopolo, melalui catatan perjalanan Marcopololah maka dapat diketahui bahwa raja Samudra Pasai bergelar Sultan. Setelah Sultan Malik al-Saleh wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 1326). Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326 1348). Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang pesat dan terus menjalin hubungan dengan

kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab. Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batulah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

43

Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan patihnya bergelar Amir. Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas. Menurut sejarah Melayu, kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam. Dengan demikian karena tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya Samudra Pasai tidak diketahui secara jelas. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah paham? Kalau sudah paham simak uraian materi berikutnya.

2. Kehidupan Ekonomi Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka. Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batulah. Menurut cerita Ibnu Batulah, perdagangan di Samudra Pasai semakin ramai dan bertambah maju karena didukung oleh armada laut yang kuat, sehingga para pedagang merasa aman dan nyaman berdagang di Samudra Pasai. Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus dan emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (dirham). Demikianlah uraian materi tentang

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

44

kehidupan ekonomi Samudra Pasai, sekarang Anda bandingkan dengan uraian materi berikutnya.

3. Kehidupan Sosial Budaya Kemajuan dalam bidang ekonomi membawa dampak pada kehidupan sosial, masyarakat Samudra Pasai menjadi makmur. Dan di samping itu juga

kehidupan masyarakatnya diwarnai dengan semangat kebersamaan dan hidup saling menghormati sesuai dengan syariat Islam. Hubungan antara Sultan dengan rakyat terjalin baik. Sultan biasa melakukan musyawarah dan bertukar pikiran dengan para ulama, dan Sultan juga sangat hormat pada para tamu yang datang, bahkan tidak jarang memberikan tanda mata kepada para tamu. Samudra Pasai mengembangkan sikap keterbukaan dan kebersamaan. Salah satu bukti dari hasil peninggalan budayanya, berupa batu nisan Sultan Malik al-Saleh dan jirat Putri Pasai. Untuk menambah pemahaman Anda tentang batu nisan tersebut, simaklah gambar berikut ini.

Gambar Nisan Makam Sultan Malik al-Saleh.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

45

Gambar tersebut, yang perlu Anda ketahui bahwa batu nisan tersebut berasal dari Gujarat India). Hal ini berarti kerajaan Samudra Pasai bersifat terbuka dalam menerima budaya lain yaitu dengan memadukan budaya Islam dengan budaya India.

2. Kerajaan Aceh Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai.

Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majaphit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami kemudunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M). pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat a nti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

46

Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya. Sejarah mencatat bahwa, usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi Aceh dengan menaklukkan kerajaan kerajaan kecil yang sudah berada di bawah Portugis berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut benteng Portugis di Pasai. Dengan jatuhnya Pasai pada tahun 1524 M, , Aceh Darussalam menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut. Kemenangan yang berturut-turut ini membawa keuntungan yang luar biasa, terutama dari aspek persenjataan. Portugis yang kewalahan menghadapi serangan Aceh banyak meninggalkan persenjataan, karena memang tidak sempat mereka bawa dalam gerak mundur pasukan. Senjata-senjata inilah yang digunakan kembali oleh pasukan Mughayat untuk menggempur Portugis. Ketika benteng di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke Peurelak. Namun, pasukan Aceh tidak memberikan kesempatan sama sekali pada Portugis. Peurelak kemudian juga diserang, sehingga Portugis mundur ke Aru. Tak berapa lama, Aru juga berhasil direbut oleh Aceh hingga akhirnya Portugis mundur ke Malaka.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

47

Sultan Iskandar Muda

Dalam sejarahnya, Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590 1636). Pada masa itu, Aceh merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara. Kerajaan Aceh pada masa itu juga memiliki hubungan diplomatik dengan dinasti Usmani di Turki, Inggris dan Belanda. Pada masa Iskandar Muda, Aceh pernah mengirim utusan ke Turki Usmani dengan membawa hadiah. Kunjungan ini diterima oleh Khalifah Turki Usmani dan ia mengirim hadiah balasan berupa sebuah meriam dan penasehat militer untuk membantu memperkuat angkatan perang Aceh. Wilayah kekuasaan Aceh mencapi Pariaman wilayah pesisir Sumatra Barat, Perak diMalaka yang secara efektif bisa direbut dari portugis tahun 1575 M.

Gambar : Peninggalan Sejarah Kerajaan Aceh

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

48

3. Kerajaan Demak Berdirinya Kerajaan Demak dilatarbelakangi oleh

melemahnya pemerintahan Kerajaan Majapahit atas

daerah-daerah pesisir utara Jawa. Daerah-daerah

pesisir seperti Tuban dan Cirebon sudah mendapat

pengaruh Islam. Dukungan daerah-daerah yang juga merupakan jalur perdagangan yang kuat ini sangat berpengaruh bagi pendirian Demak sebagai kerajaan Islam yang merdeka dari Majapahit.

Raden Patah

Raden

Patah

adalah

raja

pertama

Kerajaan Demak. Ia memerintah dari tahun 1500-1518. ama Pada Islam masa

pemerintahan perkembangan

mengalami Patah

pesat.

Raden

bergelar Senopati Jimbun Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin

Panatagama. Pengangkatan Raden Patah

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

49

sebagai

Raja

Demak

dipimpin

oleh

anggota

wali

lainnya.

Pada

masa

pemerintahannya, wilayah kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan. Pada masa pemerintahannya juga dibangun Masjid Agung Demak yang dibantu oleh para wali dan sunan sahabat Demak. Pada masa Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, Raden Patah merasa berkewajiban untuk membantu. Jatuhnya kerajaan Malaka berarti putusnya jalur perdagangan nasional. Untuk itu, ia mengirimkan putrannya, Pati Unus untuk menyerang Portugis di Malaka. Namun, usaha itu tidak berhasil. Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518, ia digantikan oleh putranya Pati Unus. Pati Unus hanya memerintah tidak lebih dari tiga tahun. Ia wafat tahun 1521 dalam usahanya mengusir Portugis dari kerajaan Malaka. Saudaranya, Sultan Trenggono, akhirnya menjadi raja Demak ketiga dan merupakan raja Demak

terbesar. Sultan Trenggono berkuasa di kerajaan Demak dari tahun 1521-1546. Sultan Trenggono dilantik menjadi raja Demak oleh Sultan Gunung Jati. Ia memerintah Demak dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya dan agama Islam berkembang lebih luas lagi. Sultan Trenggono mengirim Fatahilallah ke Banten. Dalam perjalanannya ke Banten, Fatahillah singgah di Cirebon untuk menemui Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Bersama-sama dengan pasukan Kesultanan Cirebon, Fatahillah kemudian dapat menaklukan Banten dan Pajajaran. Setelah wafatnya Sultan Trenggono pada 1546, Kerajaan Demak mulai mengalami kemunduran karena terjadinya perebutan kekuasaan. Perebutan tahta

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

50

Kerajaan Demak ini terjadi antara Sunan Prawoto dengan Arya Penangsang. Arya Penangsang adalah Bupati Jipang (sekarang Bojonegoro) yang merasa lebih berhak atas tahta Kerajaan Demak. Perebutan kekuasaan ini berkembang menjadi konflik berdarah dengan terbunuhnya Sunan Prawoto oleh Arya Penangsang. Arya Penangsang juga membunuh adik Sunan Prawoto, yaitu Pangeran Hadiri. Usaha Arya Penangsang menjadi Sultan Demak di halangi oleh Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggono. Jaka Tingkir mendapat dukungan dari para tetua Demak, yaitu Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawi. Konflik berdarah ini akhirnya berkembang menjadi Perang Saudara. Dalam pertempuran ini, Arya Penagsang terbunuh sehingga tahta Kerajaan Demak jatuh ke tangan Jaka Tingkir. Jaka Tingkir menjadi raja Kerajaan Demak dengan gelar Sultan Hadiwijya. Ia kemudian memindahan pusat kerajaan Demak ke daerah Pajang.Walaupun sebenarnya sudah menjadi kerajaan baru, kerajaan Pajang masih mengklaim diri sebagai penerus Kerajaan Demak. Sebagai tanda terima kasih kepada Ki Gede Pemanahan yang telah mendukungnya, Sultan Hadiwijaya memberikan sebuah daerah Perdikan (otonom) yang disebut Mataram. Ki Gede Pemanahan kemudian menjadi penguasa Mataram dan di sebut Ki Gede Mataram. Sultan Hadiwijaya bukanlah digantikan oleh putranya, yakni Pangeran Benawa, melainkan putra Sunan Prawoto, Aria Pangiri. Pangeran Benawa sendiri diangkat sebagai penguasa daerah Jipang. Pangeran Benawan kurang puas dengan keputusan ini. Apalagi, pemerintahan Aria Pangiri di Pajang juga dikelilingi oleh para bekas pejabat Kerajaan Demak. Pangeran Benawa kemudian minta bantuan kepada Sutawijaya, putra Ki Ageng Mataram, untuk merebut kembali tahta Kerajaan Pajang.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

51

Pada tahun 1588, Sutawijaya dan Pangeran Benawan berhasil merebut kembali tahta Kerajaan Pajang. Kemudian, Benawa menyerahkan hak kuasanya pada Sutawijaya secara simbolis melalui penyerahan pusaka Pajang pada Sutawijaya. Dengan demikian, Pajang menjadi bagian kekuasaan Kerajaan Mataram.

Peninggalan Sejarah Kerajaan Demak 4. Kerajaan Banten

Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk. Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Pelurusan Sejarahbahwa Pangeran Sabakingkin atau Sultan Maulana Hasanuddin nikah dengan Putri Kintamani mempunyai Anak yang pertama bernama Yusuf Akbar (Maulana Yusuf), pelurusan sejarah bahwa Anak Kedua Ratu Siti Rodiah kawin dengan Sultan

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

52

Mahmud Badaruddin II Kesultanan Palembang Darussalam sedang anak ketiga Muhammad Nazaruddin (Sultan Maulana Muhammad Nazaruddin bergelar Alamsyah) Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama (inilah Sejarah Bikinan Belanda). Pelurusan Sejarah bah wa Sultan Muhammad bukan anak dari Maulana Yusuf tetapi anak ketiga dari Sultan Hasanuddin, dengan nama lengkap Sultan Muhammad Nazaruddin "Alamsyah" dikawal oleh empat Pengawal Kesultanan masing-masing bernama Ananta Kusuma, Daeng, Nata Kusuma dan Jalaluddin pada saat itu Sultan Muhammad Nazaruddin yang bergelar Alamsyah berusia 19 tahun,melakukan perjalanan ke Palembang pada masa Inggeris masuk ke Palembang...bukan untuk memerangi palembang tetapi menyambangi keluarga (Saudaranya yang bernama Ratu Siti Rodiah yang nikah dengan Sultan Mahmud Badaruddin II). Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

53

Pada zaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang s edang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh Gubernur-Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808 M.

Peninggalan Sejarah Kerajaan Banten 5. Kerajaan Ternate dan Tidore

Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di sebelah barat Pulau Halmahera, Maluku Utara. Wilayah kekuasaan kedua kerajaan ini meliputi Kepulauan Maluku

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

54

dan

sebagian

Papua.

Tanah

Maluku

yang

kaya

akan

rempah-rempah

menjadikannya terkenal di dunia Internasional dengan sebutan Spice Island. Pada abad ke 12 M, Permintaan akan cengkeh dan Pala dari negara Eropa meningkat pesat. Hal ini menyebabkan dibukannya perkebunan di daerah Pulau Buru, Seram dan Ambon. Dengan adanya kepentingan daerah atas penguasa kerajaan.

perdagangan

terjadilah

persekutuan

antara

Persekutuan-persekutuan tersebut adalah Uli Lima (Persekutuan Lima). Yaitu persekutuan antara lima saudara yang dipimpin oleh Ternate (yang meliputi Obi, Bacan, Seram dan Ambon, serta Uli Siwa (persekutuan Sembilan) yaitu persekutuan antara sembilan bersaudara yang wilayahnya meliputi Pulau Tidore, Makyan, Jahilolo atau Halmahera dan pulau-pulau di daerah itu sampai Papua. Antara kedua persekutuan tersebut telah terjadi persaingan yang sangat tajam. Hal ini terjadi setelah para pedagang Eropa datang ke Maluku. Pada tahun 1512, bangsa Portugis datang ke Ternate, sedangkan tahun 1521 bansa Spanyol datang ke Tidore. Setelah 10 tahun berada di Kerajaan Ternate, bangsa Portugis mendirikan Benteng yang diberi nama Sao Paolo. Menurut Portugis, benteng tersebut berguna untuk melindungi Ternate dari Kerajaan Tidore. Namun hal tersebut hanyalah taktik Portugis agar mereka dapat tetap berdagang dan menguasai Ternate.

Pembangunan Benteng Soa Paolo mendapat perlawanan dan salah seorang yang menantang kehadiran kekuasaan militer Portugis tersebut yaitu Sultan Hairun Beliau berkuasa di kerajaan Ternate sejak tahun 1559. Sultan tidak ingin perekonomian dan pemerintahan kerajaan di kuasai oleh bangsa lain dan pendirian benteng tersebut dianggap menunjukkan niat buruk Portugis atas Ternate.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

55

Ketidaksetujuan Sultan Hairun terhadap Portugis tidak berbentuk kekerasan, sebaliknya Sultan Haitun bersedia berunding dengan Portugis di Benteng Sao Paolo. Ternyata niat baik Sultan Hairun dimanfaatkan Portugis untuk menahannya di benteng tersebut. Keesokan harinya Sultan Hairun telah terbunuh hal ini terjadi pada tahun 1570. Wafatnya Sultan Hairun menyebabkan kebencian rakyat Maluku semakin besar. Sultan Baabullah yang menjadi Raja Ternate berikutnya dan memimpin perang melawan Portugis. Usaha ini menampakkan hasil pada tahun 1575, setelah Portugis berhasil dipukul mundur dan pergi meninggalkan bentengnya di Ternate. Bangsa Portugis bergerak ke Selatan dan Menaklukan Timor pada tahun 1578. Sultan Baabullah kemudian memperluas kekuasaannya hingga Maluku, Sulawesi, Papua, Mindano dan Bima. Keberhasilan pemerintahannya membuat Sultan Baabullah mendapat julukan Tuan dari Tujuh Pulau Dua Pulau.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

56

Peninggalan Sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore 6. Kerajaan Gowa dan Tallo

Kerajaan Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan dan saling berhubungan baik. Banyak orang mengetahuinya sebagai Kerajaan Makassar. Makassar sebenarnya adalah ibu kota Gowa yang juga disebut sebagai Ujungpandang. Sebelum abad ke-16, raja-raja Makassar belum memeluk agama Islam. Baru setelah datangnya Dato Ri Bandang, seorang penyiar islam dari Sumatra, Makassar berkembang menjadi kerajaan Islam.

Peta Lokasi Kerajaan Gowa dan Tallo

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

57

Sultan Alauddin adalah Raja Makassar pertama yang memeluk agama Islam. Ia memimpin Makassar dari tahun 1591-1638. Sebelumnya, Sultan Alauddin bernama asli Karaeng Ma towaya Tumamenanga Ri Agamanna. Setelah Sultan Alauddin wafat, Kerajaan Makassar dipimpin oleh Muhammad Said 1639-1653. Setelah Muhammad Said wafat, beliau kemudian digantikan oleh Sultan Hasanuddin. Beliau berkuasa sejak tahun 1653. Masa Pemerintahannya

merupakan masa gemilang kerajaan Makassar. Dibawah pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar berhasil menguasai kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, yaitu Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Sultan Hasanuddin juga berniat menjadikan Kerajaan Makassar sebagai penguasa tunggal di jalur perdagangan Indonesia bagian timur. Oleh karena itu Sultan Hasanuddin harus menghadapi kekuatan armada VOC Belanda sebelum dapat menguasai Maluku.

Sultan Hasanuddin

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

58

Belanda berusaha keras menghentikan serangan-serangan Kerajaan Makasar. Untuk itu Belanda bersekutu dengan Raja Bone, yaitu Arub(Tuan) Palaka. Aru Palaka bersedia membantu Belanda dengan syarat akan diberikan

kemerdekan. Pada tahun 1667, dengan bantuan Kerajaan Bone berhasil menekan Makassar untuk menyetujui perjanjian Bongaya. Perjanjian ini berisi tiga buah kesepakatan yaitu VOC mendapat hak monopoli dagang di Makassar, Belanda dapat mendirikan benteng Rotterdam di Makassar, Makassar harus melepas daerah yang dikuasainya seta mengakui Aru Palaka sebagai Raja Bone. Setelah Sultan Hasanuddin turun tahta pada tahun 1669, Mapasomba putranya berusaha menggantikan kepemimpinan ayahnya dan meneruskan perjuangan perjuangan ayahnya melewan Belanda. Pasukan Kerajaan Makassar akhirnya bisa dipukul mundur oleh Belanda dan jalur perdagangan di kuasai oleh Belanda.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

59

BAB III TOKOH TOKOH PENYEBAR AGAMA ISLAM DI INDONESIA

A. Abdur Rauf Singkil Cukup banyak ulama Indonesia yang telah memberikan kontribusi berharga dan amat berpengaruh dalam upaya penyebaran agama Islam, khususnya di daerah Asia Tenggara. Beberapa di antara ulama terkenal yang mungkin telah banyak diketahui oleh masyarakat umum antara lain: sembilan Wali Songo, dan Mohammad Nawawi Ibn Umar Al-Jawi Al-Banteni. Akan tetapi ada segelintir ulama yang mungkin tidak terlalu dikenal oleh masyarakat Indonesia khususnya. Mereka antara lain adalah: Hamzah Fansuri, Mohammad Arsyad Al-Banjari, Syekh Taher Jalaluddin,

Syamsyuddin Al-Sumatrani, Nuruddin Al-Raniri, Abdussomad Al-Palembany, Syekh Yusuf Al-Makasari, dan Syekh Abdurrauf Singkel. Nah, untuk itulah tulisan kecil ini akan difokuskan pada ulama-ulama tersebut dalam upaya penyebaran agama Islam di Indonesia. Namun, tidak untuk semua ulama yang kami sebutkan di atas, tapi lebih fokus lagi terhadap Syekh Abdurrauf Singkel (selanjutnya disebut Abdurrauf).

Abdurrauf lahir sekitar tahun 1615 di Aceh Selatan. Tepatnya di daerah Singkel, sebelah utara Fansur di pantai barat Aceh.

Sekitar tahun 1640, yang saat itu, yang menjadi sultan Aceh adalah Sultanah (Ratu) Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675), ia berangkat ke tanah Arab guna mempelajari ilmu agama. Ia mengunjungi pusat pendidikan yang ia jumpai di sepanjang jalur perjalanan antara Yaman dan Makkah. Kemudian bermukim di

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

60

Makkah dan Madinah untuk menambah pengetahuan agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu. Mulai dari ilmu yang disebut dengar lahir (yang ia mempelajari di daerah Yaman), yang termasuk di dalamnya adalah bahasa Arab, grammar of arabic, Al-Quran (berguru pada Syekh Abadullah Al-Adani, yang, menurut Abdurrauf sendiri beliau adalah guru terbaik di Yaman), Hadits, Syariat, dan lain sebagainya, hingga ilmu-ilmu batin mengenai tashawuf.

Ia juga mempelajari Tarekat Syattariyah pada Ahmad Qasasi (1583-1661) dan Ibrahim Al-Qurani. Sampai ia memperoleh ijazah sehingga ia memiliki hak untuk mengajarkan tarekat tersebut pada orang lain.

Selanjutnya ia mengajarkan tarekat ini di Aceh. Tarekat ini meluas sampai ke Sumatera dan Jawa dengan adanya usaha-usaha yang dilakukan oleh

murid-muridnya dalam melaksanakan pengajaran. Kekuasaan kesulatanan Aceh pada waktu itu dan posisi strategis perjalanan naik haji merupakan faktor terpenting dalam menyebarkan tradisi pengajaran Islam dan pengabdian keagamaan.

Sumber utama tentang riwayat Abdurrauf secara terperinci terdapat dalam kolofon yang terdapat dalam beberapa naskah tulis dari karyanya, Umdat Al-Mubtajjin. Pada bagian akhir karangannya, Abdurrauf memmuat nama-nama ulama kepada siapa ia belajar dan dengan siapa ia bergaul selama berada di Arab. Rinkes menguraikan riwayat hidup Abdurrauf secara terperinci dalam disertasi doktornya, tetapi ia memberi sedikit tambahan saja terhadap isi Umdat Al-Mubtajjin. Abdurrauf termasuk ulama yang produktif dalam menuliskan karyanya. Karya-karyanya digunakan oleh kaum muslim di wilayah Asia Tenggara. Sebagian

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

61

besar karyanya berkaitan dengan masalah fiqih, ibadah, dan tasawwuf. Semua tulisannya yang berbahasa melayu diorientasikan pada kondisi Melayu dan disusun pada tingkat yang sesuai dengan murid-muridnya. Dengan demikian, mereka dapat memahami Islam secara lebih baik, mencegah mereka dari mara bahaya, dan memperingatkan mereka melawan intoleransi. Beberapa karyanya di bidang tasawwuf, antara lain; Umdat Al-Muhtajjin (Tiang Orang yang Memerlukan), Kifayat Al-Muhtajjin (Pencukup Para Pengemban Hajat), Daqaiqu Al-Huruf (Detail Huruf), Bayan Tajalli (Keterangan tentang Tajalli). Umdat Al-Muhtajjin merupakan karya Abdurrauf yang terpenting. Buku ini terdiri dari 7 bab yang memuat bahasan mengenai dzikir, sifat Allah. dan rasul-Nya serta asal-usul ajaran mistik.

Di antara guru yang ia puji adalah Ahmad Qasasi. Ia menyebut gurunya ini membimbing spiritual dan guru di jalan Allah. Sebagian di antara muridnya, ada yang menjadi ulama terkenal, seperti Burhanuddin Ulakan dari Pariaman, Sumatera Barat. Abdurrauf menjadi mufti kerajaan Aceh ketika diperintah oleh Sultanah Safiatuddin Tajul Alam. Dengan dukungan kerajaan, ia berhasil menghapus ajaran salik buta, sebuah tarekat sesat yang ada sebelumnya dalam masyarakat Aceh.

Abdurrauf memiliki sekitar 21 karya tulis yang terdiri dari kitab tafsir, kitab hadits, kitab fiqih, dan sisanya kitab tasawwuf. Kitab tafsirnya yang berjudul Turjuman Al-Mustafid (Terjemah Pemberi Faedah) merupakan kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia dan berbahasa Melayu. Salah satu kitab tafsir Abdurrauf berjudul Mirad Al-Thullab fi Tafshil Marifat Ahkam Al-Syariyah lil Al-Malik Al-Wahhab (Cermin Bagi Penuntut Ilmu Fiqih Pada

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

62

Memudahkan Mengenal Segala Hukum Syara Allah). Di dalam kitab itu termuat berbagai masalah madzhab Syafiie yang merupakan panduan bagi seorang Qadli. Kitab ini ditulis atas perintah sultanah. Karena maninggal dan kemudian di makamkan di Kuala (Muara) Kr. Aceh atau Banda Aceh, Abdurrauf juga dikenal dengan nama Teuku Syiah Kuala. Nama ini diabadikan pada perguruan tinggi yang didirikan di Banda Aceh pada tahun 1961, yaitu Universitas Syiah Kuala.

B. Wali Songo

Walisongo berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim,Sunan ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, Serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.

Maulana Malik Ibrahim adalah wali yang tertua diantara sembilan wali. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.

Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur,

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

63

Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai "paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

64

1. Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.

Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.

Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik. Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

65

Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.

Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

2. Sunan Ampel

Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang).

Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

66

Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkimpoiannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.

Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul

masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.

Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina."

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.n

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

67

3. Sunan Giri

Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya--seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).

Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.

Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah "giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri.

Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

68

Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.

Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.

Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.

Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.

4. Sunan Bonang

Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

69

Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha. Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit. Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.

Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang.

Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat 'cinta'('isyq). Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

70

masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.

Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah "Suluk Wijil" yang tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada 899). Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta Hamzah Fansuri.

Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan Bonang.

Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah (peneguhan).

5. Sunan Kalijaga

Dialah "wali" yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

71

dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam.

Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya,Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden

Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.

Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam ('kungkum') di sungai (kali) atau "jaga kali". Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab "qadli dzaqa" yang menunjuk statusnya sebagai "penghulu suci" kesultanan.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf"

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

72

bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.

6. Sunan Gunung Jati

Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra' Mi'raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

73

Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.

Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.

Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya "wali songo" yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.

Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.

Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

74

Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.

7. Sunan Drajat

Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M.

Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.

Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah "berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang'. Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

75

8. Sunan Kudus

Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang.

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tablighnya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarahyang berarti "sapi betina". Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

76

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti

kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n

9. Sunan Muria

Ia putra Dewi Saroh --adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus.

Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.

Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi

pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

77

Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

C. Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Beberapa penulis biografi Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, antara lain Mufti Kerajaan Indragiri Abdurrahman Siddiq, berpendapat bahwa ia adalah keturunan Alawiyyin melalui jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao.

Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari Nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

78

Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shamaah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Jafar As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Muminin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.

1. Masa Kecil Diriwayatkan, pada waktu Sultan Tahlilullah (1700 - 1734 M) memerintah Kesultanan Banjar, suatu hari ketika berkunjung ke kampung Lok Gabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun sedang asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat, dicerita-kan pula bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan.

2. Menikah dan menuntut ilmu di Mekkah. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian ia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut. Hasil perkawinan tersebut ialah seorang putri yang diberi nama Syarifah.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

79

Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta. Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya isterinya mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian air mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya. Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada syeikh terkemuka pada masa itu. Di antara guru beliau adalah Syeikh Athoillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syeikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-Arif Billah Syeikh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani. Syeikh yang disebutkan terakhir adalah guru Muhammad Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muhammad Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah. Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu, timbullah kerinduan akan kampung halaman. Terbayang di pelupuk mata indahnya tepian mandi yang di arak barisan pepohonan aren yang menjulang. Terngiang kicauan burung pipit di pematang dan desiran angin membelai hijaunya rumput. Terkenang akan kesabaran dan ketegaran sang istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

80

penentiannya akan berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar pada masa itu. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah, seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan beliau dengan upacara adat kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama Matahari Agama yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kesultanan Banjar. Aktivitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang alim lagi wara. Selama hidupnya ia memiliki 29 anak dari tujuh isterinya.

3. Hubungan dengan Kesultanan Banjar Pada waktu ia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan keinginannya untuk belajar ke Mekkah demi memperdalam ilmunya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh Sultan. Lebih dari 30 tahun kemudian, yaitu setelah gurunya menyatakan telah cukup bekal ilmunya, barulah Syekh

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

81

Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah yang meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad agar menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak kemudian dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.

4. Pengajaran dan bermasyarakat Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari menduduki tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar. Di samping mendidik, ia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi sampai ke-seluruh Nusantara dan bahkan dipakai pada perguruan-perguruan di luar Nusantara dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

82

5. Karya-karyanya Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya dalam terjemahan bebas adalah Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama. Syeikh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya ialah: Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh,

Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat,

Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri, Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata.

Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah. Setelah 40 tahun mengembangkan dan menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banjar, akhirnya pada hari selasa, 6 Syawwal 1227 H (1812 M) Allah SWT memanggil Syekh Muh. Arsyad ke hadirat-Nya. Usia beliau 105 tahun dan

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

83

dimakamkan di desa Kalampayan, sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan.

6. Pengarang Sabil al-Muhtadin

Nama lengkap Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari bin Saiyid Abu Bakar bin Saiyid Abdullah al-'Aidrus bin Saiyid Abu Bakar as-Sakran bin Saiyid Abdur Rahman as-Saqaf bin Saiyid Muhammad Maula ad-Dawilah al-'Aidrus, dan seterusnya sampai kepada Saidina Ali bin Abi Thalib dan Saidatina Fatimah binti Nabi Muhammad s.a.w. Riwayat kedatangan datuk nenek Syeikh Muhammad Arsyad ke dunia Melayu terjadi pertikaian pendapat. Ada riwayat mengatakan bahwa yang pertama datang ialah Saiyid Abdullah bin Saiyid Abu Bakar as-Sakran.

7. Beliau telah datang ke Filipina, dan berhasil mendirikan Kerajaan Mindano.

Menurut H.M Syafie bahwa ayah Abdullah bernama Saiyid Abu Bakar (berarti datuk kepada Syeikh Muhammad Arsyad) adalah Sultan Mindano.

Abdullah pula pernah sebagai pemimpin peperangan melawan Portugis, kemudian ikut melawan Belanda lalu melarikan diri bersama isterinya ke Lok Gabang (Martapura). Dalam riwayat yang kurang jelas, apakah Saiyid Abu Bakar as-Sakran atau pun Saiyid Abu Bakar bin Saiyid `Abdullah al-'Aidrus, dikatakan berasal dari

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

84

Palembang pindah ke Johor, selanjutnya ke Brunei Darussalam, Sabah dan Kepulauan Sulu. Yang terjadi pertikaian pendapat pula nama ayah Abdullah, selain dikatakan Abdullah bin Abdur Rahman dan Abdullah bin Saiyid Abu Bakar, ada lagi riwayat yang menyebut bahwa Abdullah itu adalah anak Kerta Suta. Kerta Suta anak Muslihuddin. Muslihuddin anak Muhammad Aminuddin.

8. Pendidikan Muhammad Arsyad al-Banjari lahir pada malam Khamis, pukul 3.00 (waktu sahur), 15 Safar 1122 H/17 Mac 1710 M, wafat pada 6 Syawal 1227 H/3 Oktober 1812 M. Pendidikannya ketika kecil tidak begitu jelas, tetapi pendidikannya dilanjutkan ke Mekah dan Madinah. Sangat popular bahwa beliau belajar di Mekah sekitar 30 tahun dan di Madinah sekitar lima tahun. Sahabatnya yang paling penting yang banyak disebut oleh hampir semua penulis ialah Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman al-Mashri al-Batawi dan Syeikh Abdul Wahhab Bugis, yang terakhir ini menjadi menantu beliau. Gurunya pula yang banyak disebut ialah Syeikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, Syeikh `Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Madani. Selama belajar di Mekah Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari tinggal di sebuah rumah yang dibeli oleh Sultan Banjar. Rumah tersebut terletak di kampung Samiyah yang disebut juga dengan Barhat Banjar. Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dan kawan-kawannya selain belajar kepada ulama-ulama bangsa Arab, juga belajar kepada ulama-ulama yang berasal dari dunia Melayu. Di antara guru mereka yang berasal dari dunia Melayu ialah:

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

85

Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok al-Fathani, Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh dan Syeikh Muhammad `Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani, dan barangkali banyak lagi. Hampir semua ilmu keislaman yang telah dipelajari di Mekah dan Madinah mempunyai sanad atau silsilah yang musalsal mulai dari beliau hingga ke atasnya. Hal ini cukup jelas seperti yang ditulis oleh Syeikh Yasin Padang dalam beberapa buah karya beliau. Lama masa belajar di Mekah dan Madinah, dalam jumlah pelajaran dan jenis kitab yang banyak dipelajari, ditambah lagi belajar kepada ulama yang benar-benar ahli di bidangnya masing-masing, di tempat sumber agama Islam itu sendiri, serta diperoleh daripada ulama-ulama yang warak, maka tidak diragukan bahwa Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari akhirnya menjadi seorang ulama besar tanah Jawi atau dunia Melayu. Kewarakannya diakui oleh ulama-ulama yang datang kemudian daripada beliau karena banyak bukti-buktinya. Selain bukti berupa karya-karyanya, juga dapat diambil tentang jasa-jasanya mencelikkan mata terutama rakyat Banjar atau seluruh dunia Melayu melalui karangannya yang paling terkenal Sabil al-Muhtadin. Selain itu ternyata keturunan beliau sangat banyak yang menjadi ulama. Ini sebagai bukti bahwa Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari telah berhasil membasmi kejahilan selain untuk dirinya pribadi, untuk keturunannya, keluarga besar Banjar, bahkan juga pengaruhnya dirasakan di seluruh dunia Melayu. Hal ini dikarenakan memang hampir tidak ada ulama dunia Melayu yang tidak kenal dengan karyanya Sabil al-Muhtadin tersebut.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

86

9. Sahabat-sahabat

Walaupun nama-nama sahabatnya yang banyak disebut oleh beberapa orang pengarang, namun untuk melengkapi maklumat ini, di bawah ini beberapa sederet nama sahabatnya yang telah diketahui. Mereka ialah: 1. Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani. 2. Syeikh `Abdur Rahman al-Mashri al-Batawi, iaitu datuk kepada Saiyid `Utsman Mufti Betawi yang terkenal. 3. Syeikh `Abdul Wahhab Sadenreng Daeng Bunga Wardiyah berasal dari Bugis, yang kemudian menjadi menantu dari Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al Banjari. 4. Syeikh Ahmad Razzah orang Mesir. 5. Syeikh Muhammad Nafis bin Idris al-Banjari, pengarang kitab ad-Durr an-Nafis. 6. Syeikh Mahmud bin Kinan al-Falimbani. 7. Syeikh Muhammad `Asyiquddin bin Shafiyuddin al-Falimbani. 8. Syeikh Muhammad Shalih bin `Umar as-Samarani (Semarang) yang digelar dengan Imam Ghazali Shaghir (Imam Ghazali Kecil). 9. Syeikh `Utsman bin Hasan ad-Dimyati. 10. Syeikh `Abdur Rahman bin `Abdullah bin Ahmad at-Tarmasi 11. Syeikh Haji Zainuddin bin `Abdur Rahim bin `Abdul Lathif bin Muhammad Hasyim bin `Abdul Mannan bin Ahmad bin `Abdur Rauf al-Fathani. 12. Kiyai Musa Surabaya dan ramai lagi. 10. Penulisan Tradisi kebanyakan ulama, ketika mereka belajar dan mengajar di Mekah, sekaligus menulis kitab di Mekah juga. Lain halnya dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari, walaupun dipercayai bahwa beliau juga pernah mengajar di Mekah, namun karya yang dihasilkannya ditulis di Banjar sendiri. Lagi pula nampaknya beliau lebih mencurahkan khidmat darma baktinya di tempat kelahirannya

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

87

sendiri yang seolah-olah tanggungjawab rakyat Banjar terbeban di bahunya. Ketika mulai pulang ke Banjar, memang beliau sangat sibuk mengajar dan menyusun segala macam bidang yang bersangkut-paut dengan dakwah, pendidikan dan pentadbiran Islam. Walaupun begitu beliau masih sempat menghasilkan beberapa buah karangan. Karangannya yang sempat dicatat adalah seperti berikut di bawah ini :

1. Tuhfah ar-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu'minin wa ma Yufsiduhu Riddah ar-Murtaddin, diselesaikan tahun 1188 H/1774 M 2. Luqtah al-'Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H/1778 M. 3. Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H/1780 M 4. Risalah Qaul al-Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiulawal 1196 H/1781 M. 5. Kitab Bab an-Nikah. 6. Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi 7. Kanzu al-Ma'rifah 8. Ushul ad-Din 9. Kitab al-Faraid 10. Hasyiyah Fat-h al-Wahhab 11. Mushhaf al-Quran al-Karim 12. Fat-h ar-Rahman 13. Arkanu Ta'lim as-Shibyan 14. Bulugh al-Maram

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

88

15. Fi Bayani Qadha' wa al-Qadar wa al-Waba' 16. Tuhfah al-Ahbab 17. Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna. Kitab ini dikumpulkan semula oleh keturunannya, Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari. Dicetak oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, Singapura, tanpa dinyatakan tarikh cetak.

Ada pun karyanya yang pertama, iaitu Tuhfah ar-Raghibin, kitab ini sudah jelas atau pasti karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari bukan karya Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani seperti yang disebut oleh Dr. M. Chatib Quzwain dalam bukunya, Mengenal Allah Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad AI-Falimbani, yang berasal daripada pendapat P. Voorhoeve. Pendapat yang keliru itu telah saya bantah dalam buku Syeikh Muhammad Arsyad (l990). Dasar saya adalah bukti-bukti sebagai yang berikut:

1. Tulisan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, ``Maka disebut oleh yang empunya karangan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imanil Mu'minin bagi `Alim al-Fadhil al-'Allamah Syeikh Muhammad Arsyad.'' 2. Tulisan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari dalam Syajaratul

Arsyadiyah, ``Maka mengarang Maulana (maksudnya Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, pen:) itu beberapa kitab dengan bahasa Melayu dengan isyarat sultan yang tersebut, seperti Tuhfatur Raghibin ...'' Pada halaman lain, ``Maka Sultan Tahmidullah Tsani ini, ialah yang disebut oleh orang Penembahan Batu. Dan ialah yang minta karangan Sabilul Muhtadin lil Mutafaqqihi fi Amrid Din dan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imani Mu'minin wa Riddatil Murtaddin dan lainnya kepada jaddi (Maksudnya:

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

89

datukku, pen :) al-'Alim al-'Allamah al-'Arif Billah asy-Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari.'' 3. Pada cetakan Istanbul,

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

90

BAB IV BENTUK BENTUK PENINGGALAN ISLAM

Islam tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Bukti keberadaan Islam itu dapat dilihat bukan saja dari para pemeluknya yang memiliki pengikut paling besar di Indonesia.Bukti historis dan arkeologis juga mendukung keberadaan Islam di Indonesia.Bukti historis dan arkeologis dapat dilihat pada budaya dan tradisi yang telah lama hidup dan berkembang pada masyarakat.Peninggalan Islam yang dapat kita saksikan hari ini merupakan perpaduan antara kebudayaan Islam dan kebudayaan setempat. Hasil-hasil kebudayaan yang bercorak Islam dapat kita temukan antara lain dalam bentuk bangunan (masjid, makam) dan seni.

a. Peninggalan dalam Bentuk Bangunan

Bangunan yang menjadi ciri khas Islam antara lain ialah masjid, istana/keraton, dan makam (nisan).

1)

Masjid

Masjid merupakan tempat salat umat Islam. Masjid tersebar di berbagai daerah. Namun, biasanya masjid didirikan pada tepi barat alun-alun dekat istana. Alun-alun adalah tempat bertemunya rakyat dan rajanya. Masjid merupakan tempat bersatunya rakyat dan rajanya sebagai sesama mahkluk Illahi dengan Tuhan. Raja akan bertindak sebagai imam dalam memimpin salat.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

91

Bentuk dan ukuran masjid bermacam-macam. Namun, yang merupakan ciri khas sebuah masjid ialah atap (kubahnya). Masjid di Indonesia umumnya atap yang bersusun, makin ke atas makin kecil, dan tingkatan yang paling atas biasanya berbentuk limas.

Jumlah atapnya selalu ganjil. Bentuk ini mengingatkan kita pada bentuk atap candi yang denahnya bujur sangkar dan selalu bersusun serta puncak stupa yang adakalanya berbentuk susunan payung-payung yang terbuka. Dengan demikian, masjid dengan bentuk seperti ini mendapat pengaruh dari Hindu-Buddha.

Beberapa di antara masjid-masjid khas Indonesia memiliki menara, tempat muadzin menyuarakan adzan dan memukul bedug. Contohnya menara Masjid Kudus yang memiliki bentuk dan struktur bangunan yang mirip dengan bale kul-kul di Pura Taman Ayun. Kul-kul memiliki fungsi yang sama dengan menara, yakni memberi informasi atau tanda kepada masyarakat mengenai berbagai hal berkaitan dengan kegiatan suci atau yang lain dengan dipukulnya kul-kul dengan irama tertentu. Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk masjid, dapat kita lihat antara lain pada beberapa masjid berikut.

(1) Masjid Banten (bangun beratap tumpang) (2) Masjid Demak (dibangun para wali) (3) Masjid Kudus (memiliki menara yang bangun dasarnya serupa meru) (4) Masjid Keraton Surakarta, Yogyakarta, Cirebon (beratap tumpang) (5) Masjid Agung Pondok Tinggi (beratap tumpang)

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

92

(6) Masjid tua di Kotawaringin, Kalimantan Tengah (dibangun ulama penyebar siar pertama di Kalteng) (7) Masjid Raya Aceh, Masjid Raya Deli (dibangun zaman Sultan Iskandar Muda)

2) Makam dan Nisan

Makam memiliki daya tarik tersendiri karena merupakan hasil kebudayaan. Makam biasanya memiliki batu nisan. Di samping kebesaran nama orang yang dikebumikan pada makam tersebut, biasanya batu nisannya pun memiliki nilai budaya tinggi. Makam yang terkenal antara lain makam para anggota Walisongo dan makam raja-raja.

Pada makam orang-orang penting atau terhormat didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup atau kubah dalam bentuk yang sangat indah dan megah. Misalnya, makam Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan sunan-sunan besar yang lain. Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk makam dapat kita lihat antara lain pada beberapa makam berikut :

(1) Makam Sunan Langkat (di halaman dalam masjid Azisi, Langkat)

(2) Makam Walisongo

(3) Makam Imogiri (Yogyakarta)

(4) Makam Raja Gowa

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

93

Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk nisan dapat kita lihat antara lain pada beberapa nisan berikut :

1. Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan bertuliskan bahasa dan huruf Arab, yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M); 2. Di Sumatra (di pantai timur laut Aceh utara) ditemukan batu nisan Sultan Malik alsaleh yang berangka tahun 696 Hijriah (!297 M); 3. Di Sulawesi Selatan, ditemukan batu nisan Sultan Hasanuddin; 4. Di Banjarmasin, ditemukan batu nisan Sultan Suryana Syah; dan 5. Batu nisan di Troloyo dan Trowulan.

3) Peninggalan dalam Bentuk Karya Seni

Peninggalan Islam dapat juga kita temui dalam bentuk karya seni seperti seni ukir, seni pahat, seni pertunjukan, seni lukis, dan seni sastra. Seni ukir dan seni pahat ini dapat dijumpai pada masjid-masjid di Jepara. Seni pertunjukan berupa rebana dan tarian, misalnya tarian Seudati. Pada seni aksara, terdapat tulisan berupa huruf arab-melayu, yaitu tulisan arab yang tidak memakai tanda (harakat, biasa disebut arab gundul).

Salah satu peninggalan Islam yang cukup menarik dalam seni tulis ialah kaligrafi. Kaligrafi adalah menggambar dengan menggunakan huruf-huruf arab. Kaligrafi dapat ditemukan pada makam Malik As-Saleh dari Samudra Pasai.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

94

Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim menghasilkan beberapa karya sastra antara lain berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab.

Syair banyak dihasilkan oleh penyair Islam, Hamzah Fansuri. Karyanya yang terkenal adalah Syair Dagang, Syair Perahu, Syair Si Burung Pangi, dan Syair Si Dang Fakir.

Syair-syair sejarah peninggalan Islam antara lain Syair Kompeni Walanda, Syair Perang Banjarmasin, dan Syair Himop. Syair-syair fiksi antara lain Syair Ikan Terumbuk dan Syair Ken Tambunan.

Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita atau dongeng yang sering dikaitkan dengan tokoh sejarah. Peninggalan Islam berupa hikayat antara lain, Hikayat Raja Raja Pasai, Hikayat Si Miskin (Hikayat Marakarma), Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, dan Hikayat Jauhar Manikam.

Suluk adalah kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Peninggalan Islam berupa suluk antara lain Suluk Wujil, Suluk Sunan Bonang, Suluk Sukarsa, Suluk Syarab al Asyiqin, dan Suluk Malang Sumirang.

Babad adalah cerita sejarah tetapi banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang tidak masuk akal. Peninggalan Islam berupa babad antara lain Babad Tanah Jawi, Babad Sejarah Melayu (Salawat Ussalatin), Babad Raja-Raja Riau, Babad Demak, Babad Cirebon, Babad Gianti.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

95

Adapun kitab-kitab peninggalan Islam antara lain Kitab Manik Maya, Us-Salatin Kitab Sasana-Sunu, Kitab Nitisastra, Kitab Nitisruti, serta Sastra Gending karya Sultan Agung.

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

96

DAFTRA PUSTAKA

1. http://hbis.wordpress.com/2007/12/11/perkembangan-islam-di-dunia/ 2. Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam IX untuk MTs : Fokus

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas IX

97

You might also like