You are on page 1of 46

Diffusion of Innovations

Rogers, Everrett M. (1983) New York: Free Press. (3rd ed.)

Bab 3 SUMBANGAN PENELITIAN DIFUSI DAN KRITIKAN TERHADAPNYA

Diterjemah oleh Abdillah Hanafi

Bab 3 SUMBANGAN PENELITIAN DIFUSI DAN KRITIKAN TERHADAPNYA Inovasi telah muncul dalam dekade terakhir ini sebagai bidang ilmu sosial mungkin yang paling mutakhir. Barangkali ciri yang paling menggegerkan dari kumpulan kajian empirik inovasi adalah sangat bervariasinya temuan - temuannya, yang kita sebut ketida-stabilan. George W. Wons & Lawrence B. Mohr (1976), CONCEPTUAL ISSUES IN THE STUDY OF INNOVATIONS Tujuan bab ini adalah melihat kritik-kritik dan kelemahan-kelemahan penelitian difusi, dan menunjukan arah perbaikan di masa mendatang terhadap kelemahan yang ada sekarang. Kita akan membahas dua hal: apakah asumsi-asumsi dan kecondongan-kecondongan (bias) penelitian difusi, dan bagaimana penerimaan terhadap model difusi klasik tetah membatasi kemurnian dan ketepatan karya para peneliti difusi? Baru setelah tahun 1970an betul-betul ada beberapa pengamat mulai mengemukakan kritikan tentang difusi. Kami rasa kritikan-kritikan ini perlu diterima dengan serius karena mereka memberi arah untuk kemajuan bidang difusi di masa mendatang. Di samping kritikan-kritikan intelektual ini, kita hendaknya tidak lupa bahwa bidang penelitian difusi telah mecapai suatu. titik di mana sumbangan-sumbangannya sangat dihargai, baik dalam memberikan pemahaman teoriflk terhadap perubahan perilaku manusia maupun pada kegunaan praktis dan pembuatan kebijasanaan. SUMBANGAN DAN STATUS PENELITIAN DIFUSI KINI Status penelitian difusi saat ini mengesankan. Selama tahun 1960an dan 1970an, hasil-hasil penelitian difusi telah masuk di buku-buku dasar psikologi sosial, komunikasi, pubfic relation, perildanan, pemasaran, perilaku konsumen, sosiologi pedesaan, dan bidang-bidang lainnya. Baik para praktisi (misalnya agen pembaru) maupun para teoritisi telah memandang difusi inovasi sebagai suatu bidang yang penfing dalam ilmu sosial. Banyak instansi peinerintah AS punva satu bagian yang menangani penyebaran inovasi-inovasi teimologis kepada. Masyarakat atau kepada pemerintah daerah; misalnya, Departemen Transportasi AS, Lembaga Kesehatan Nasional AS, Departemen Pertanian AS, dan Departemen Pendidikan AS. Lembaga-lembaga federal ini jugamenjadi penaja penelitian difusi, misalnya The National Scince Foundation, dan sejumlah lembaga swasta lainnya. Sebelumnya telah kami bahas penerapan pendekatan difusi dalam pembangunan pertanian dan program-program keluarga berencana di Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Lebih lanjut, kebanyakan perusahaan komersial punya satu bagian pemasaran (marketing) yang bertugas menyebarkan produk-produk baru dan melakukan penelitian

pasar yang menyelidiki difusi untuk membantu usaha-usaha pemasaran perusahaan. Karena inovasi terjadi di seluruh masyarakat modern, penerapan teori dan penelitian difusi ditemukan di banyak tempat. Penelitian difusi dengan demikian telah mencapai suatu posisi yang menonjol saat ini. Hal yang tidak mudah terjadi. Beberapa tahun lalu, dua anggota ikatan peneliti difusi, Fliegel dan Kiviin (1966b), mengeluhkan bahwa bidang difusi ini belum memperoleh perhatian yang pantas dari para pengkaji perubahan sosial: "Difusi inovasi menyandang status sebagai anak haram berkenaan dengan 'panutan' dalam perubahan sosial dan budaya: terlalu besar untuk diabaikan tetapi tidak mungkin diberi pengaukan penuh". Status penelitian difusi telah cukup maju di mata para sarjana sejak KivIin dan Fliegel memberi penilaian: misalnya dalam salah satu kajiannya dikatakan Inovasi telah bangkit pada dekade terakhir ini sebagai bidang ilmu sosial mungkin yang paling modem" (Down dan Mohr, 1976). Berbagai disiplin ilmu perilaku terlibat dalam kajian inovasi. KaJian itu juga mengatakan: "Kepopuleran ini tidak mengejutkan. Penyelidikan-penyelidikan oleh penelitian inovasi perilaku individual, organisasi dan partai politik yang penting dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi sosial yang signifikan. (Kajian-kajian ini) mengilhami, bahkan bilah penelitian yang paling kabur, keterampatan yang telah menjadi jarang karena ilmu sosial menjadi semakin terspesialisasi" (Down dan Mohr, 1976). Apa yang menarik dari penelitian difusi bagi para sarjana, penaja penelitian, mahasiswa, praktisi, dan pengambil kebijakan yang menggunakan hasil-hasil penelitian difusi? Mengapa telah dihasilkan begitu banyak kepustakaan difusi?
1.

Model difusi adalah suatu paradigma konseptual yang relevan bagi banyak disiplin ilmu. Sifat multidisipliner penelitian difusi melintasi pagar berbagai bidang ilmiah; suatu pendekatan difusi memberi latar konseptual umum yang menjembatani disiplin-disiplin dan metodologi-metodologi yang berbeda ini. Ada sedikit batas-batas disipliner mengenai siapa yang mengkaji inovasi. Kebanyakan ilmuwan sosial tertarik pada perubahan sosial; penelitian difusi menyajikan cara-cara yang sangat bermanfaat untuk memperoleh pemahaman-pemahaman seperti itu karena inovasi adalah sejenis pesan komunikasi yang efeknya relatif mudah diisolasi. Barangkali dalam hal ini kesamaan dengan penggunaan jejak-jejak -radioaktif dalarr. mengkaji proses pertumbuhan tanaman. Seseorang dapat memahami proses perubahan sosial lel-ih akurat apabila mengikuti perialanan penyebaran suatu ide- baru menembus struktur suatu sistem sosial seiring dengan perjalanan waktu. Karena kemenonjolannya, sehingga inovasi biasanya menggores cukup dalam di ingatan, sehingga membantu daya ingat responden. Latar depan minat ilmiah dengan demikian tidak tercampur dengan "gangguan" latar belakang. Proses perubahan perilaku dengan caranya sendiri dijelaskan oleh pendekatan penelitian difusi,

terutama dalam batasan konsep-konsep seperti informasi dan ketakpastian. Fokus penelitian difusi pada penjejakan penyebaran suatu inovasi ke dalam suatu sistem dalam jarak ruang dan/atau waktu punya nilai keunikan yakni "meng-hidupkan" proses perubahan pe-rilaku. Kekuatan konseptual dan analitik diperoleh dengan memasukkan waktu sebagai suatu unsur penting dalam analisis peruahan perilaku manusia. Penelitian difusi memberi penghargaan kepada setiap disiplin ilmu sosial. Para ahli ekonomi memusatkan perhatian pada pertumbuan (ekonomi); inovasi teknologis adalah salah satu cara untuk menjamin kecepatan pertumbuhan ekonomi di masyarakat. Tingkat difusi suatu inovasi teknologis sering digunakan sebagai suatu indikator penting pembangunan sosial ekonomi oleh para. sarjana pembangunan. Para pengkaji organisasi berurusan dengan proses dan pola perubahan di dalam dan di antara organisasi/lembaga formal, dan mengenai bagaimana struktur organisasi diubah oleh pengintroduksian suatu teknologi baru. Para ahli psikologi sosial mencoba memahami sumber-sumber dan penyebab perubahan tingkahlaku manusia, terutama bagaimana perubahan-perubahan individual itu dipengaruhi oleh kelompok dan jejaringan sosial di mana orang itu berada dan menjadi bagainnya. Para sosiolog dan antropolog bertukar minat akademik dalam perubahan sosial, walaupun biasanya mereka mengadakan kajian perubahan dengan peralatan metodolgis yang berbeda. Pertukaran informasi dalam rangka mengurangi ketakpastian merupakan yang terpenting dalam peneltian komunikasi. Karena itu difusi inovasi menjadi perhatian dari setiap ilmu sosial. 2. Daya tarik pragmatis yang jelas peneltian difusi dalam pemecahan masalah-masalah pemanfaatan penelitian begitu tinggi. Pendekatan difusi agaknya memungkinkan memberi jalan keluar (1) bagi orang dan/atau organisasi yang telah menanam modal dalam penelitian mengenai beberapa topik dan berusaha memanfaatkannya, dan/atau (2) bagi mereka yang ingin menggunakanasil penelitian orang lain untuk memecahkan suatu masalah sosial tertentu atau untuk memenuhi kebutuhan. Kemungkinan ini telah menarik banyak peneliti kearah arena difusi walaupun pemenuhan kemungldnan ini belum sepenuhnya terbukti dalam praktek. Pendekatan difusi membantu mengkaitkan inovasi-inovasi yangberdasar-penelitian dengan calon pengguna inovasi itu. 3. Paradigma difusi memungkinkan para sarana mengemas kembali temuan-temuan empirik mereka dalam bentuk rampatan-rampatan tingkat tinggi yang lebih teoritik sifatnya. Suatu prosedur yang demkian tertib dalam pertumbuhan bidang penelitian difusi telah memungkinkannya maju ke arah sedikit demi sedikit akumulasi bukti empiris. Bila tidak karena arahan umum yang diberikan paradigma difusi, fidak mungkin ada perhatian yang begitu besar untuk mengkaji difusi. Tanpa model difusi, tumpukan penelitian

yang menggunung itu mungkin hanya menjadi "sesuatu yang luasnya satu mil tapi dalamnya seinci". 4. Metodologi penelitian yang didukung oleh model-model difusi klasik adalah jelas dan relatif lancar. Data tidak begitu sulit digali; metode analisis data telah siap. Para sarjana difusi telah mengarahkan perhatian terutama pada ciri-ciri yang berkaitan dengan keinovatifan individual melalui analisis belah-silang (crosssectional) data survei. Walapun keterus-terangan metodologis kajian difusi telah mendorong dilakukannya banyak penyelidikan serupa, ini juga menghambat kemajuan teoritiknya.

KRITIK TERHADAP PENEUTIAN DIFUSI Walaupun penelitian difusi telah memberikan sumbangan-sumbangan penting bagi pemahaman Kita terhadap perubahan perilaku manusia, potensinya mungkin akan lebih besar lagi apabila ia tidak menunjukkan adanya kelemahankelemahan dan kecondongan-kecondongan (bias) seperd yang akan dibahas berikut ini. Jika tahun 1940an ditandai sebagai tonggak perumusan paradigma difusi, tahun 1950an adalah suatu masa perkembangbiakan kajian difusi di AS, tahun 1960an perluasan penelitian serupa di negara-negara sedang berkembang, dan tahun 1970an merupakan era kecaman instrospektif terhadap penelitian difusi. Sampai dekade yang Lalu, hampir tidak ada halliritis yang ditubs mengenai bidang ini; ketiadaan pandangan kritis itu merupakan kelemahan terbesar bagi semua penelitian difusi. Setiap bidang penelitian ilmiah membuat asumsi-asumsi penyederhanaan mengenai relaitas kompleks yang dikaji. Asumsi-asumsi itu dimasukkan ke dalam paradigma inteleldual yang menjadi pedoman bidang ilmiah itu. Sering asumsiasumsi tidak diketahui, walaupun mereka mempengaruhi hal-hal penting seperti apa yang perlu dikaji dan yang diabaikan, dan metode penelitian mana yang aiipakai dan mana yang ditinggalkan. Maka ketika seorang ilmuwan mengikuti suatu paradigma teoritik, dia meletakkan tirai intelektual yang membantu si peneliti menghindari melihat banyak realitas. "Prasangka tentang pelatihan' (penelitian) selatu mengenal suatu ketakmampuan terlatih (trained incapaciy) tertentu: semakin banyak kita tahu mengenai bagaimana melakukan sesuatu, semakin sulit belajar melakukannya dengan cara berbeda" (Kaplan, 1964:31). Sampai pada tingkat tertentu "ketakmampuan terlatih" semacam itu pertu; tanpa itu, seorang ilmuwan tidak dapat mengatasi ketakpastian proses penelitian dalam bidangnya. Setiap petugas penelitian, dan setiap bidang ilmu pengetahuan, mesti punya banyak bidangbidang yang buram (yang tak diketahui). Pertumbuhan dan perkembangan suatu bidang penelitian merupakan proses pemecalian teka-teki sedikit demi sedikit, dimulai dengan pengenalan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang penting dan sampai akhirnya terjawab semuanya, dan diketemukan kebenaran

fimiah. Kemajuan suatu bidang fimiah dibantu metalui perwujudan asumsi-asumsinya, mengikis kecondongan-kecondongannya, dan memperbaiki kelemahan- kelemahannya. Itulah sebabnya mengapa kami katakan adalah sehat bagi bidang difusi karena sekarang menghadapi kritik-kritik yang muncul sejak tahun 1970an. Kecondongan Pro-lnovasi dalam Penelitian Difusi Salah satu kelemahan penelitian difusi adalah kecondongan (bias) pro-inovasi. Masalah ini merupakan salah satu dari kecondongan-kecon-dongan yang pertama kali diketahui (Rogers dan Shoemaker, 1971: 78-79), tetapi hanya sedikit yang telah dilakukan untuk mengatasinya. Apakah kecondongan pro-inovasi itu? Mengapa ada dalam penelitian difusi? Mengapa belum ada yang dikerjakan terhadapnya? Apa yang dapat dilakukan untuk mengikisnya? Kecondongan pro-inovasi merupakan implikasi kebanyakan penelitian difusi yang berasumsi bahwa suatu inovasi harus disebarkan dan diadopsi oleh semua anggota suatu sistem sosial, ia harus menyebar dengan cepat, dan inovasi itu tidak boleh direinvensi atau ditolak Jarang kecondongan pro-inovasi dinyatakan terus terang dalam publikasi-publi-kasi difusi. Namun bias itu dapat diperkirakan. Ketidak-tahuan pada kecondongan pro-inovasi bisa sangat menggang-u dan munigkin membahayakan makna intelktual. Kecondongan itu menyebabkan para peneliti difusi mengabaikan kajian tentang penolakan inovasi, melupakan reinvensi, dan tidak mengkaji program-program antidifusi yang dirancang untuk mencegah penyebaran inovasi 'negatif' (misalnya marijuana, obat terlarang, minuman keras, dll). Hasil bersih kecondongan pro-inovasi dalam penelitian difusi adalah bahwa kita telah gagal mempelajari aspek-aspek tertentu yang paling penting dari difusi; apa yang betul-betul kita tahu sekarang tentang difusi agak terbatas. Alasan-alasan Terjadinya Kecondongan Pro-inovasi Bagaimana kecondongan pro-inovasi bisa masuk ke dalam penelitian difusi? Sebagian jawabannya adalah alasan historis. Tak syak jagung hibrida itu menguntungkan setiap petani Iowa dalam kajian Ryan dan Gross (1943), tetapi kebanyakan inovasi yang dikaji tingkat keuntungan relatifnya tidak sedemikian tinggi. Banyak orang, demi kebaikannya sendiri, tidak mengadopsi inovasi. Barangkali bila bidang penelitian difusi tidak dimulai dengan inovasi pertanian yang sangat menguntungkan pada tahun 1940an dan 1950an, kecondongan pro-inovasi mungkin dapat dihindari, atau setidak-tidaknya diketahui dan diperlakukan dengan tepat.
Kasus yang lebih umum kecondongan pro-inovasi adalah apa yang oleh Nelkin (1973) disebut technological fix, suatu ketergantungan berlebih pada inovasi-inovasi teknologis untuk memecahkan masalah sosial yang rumit. Contohnya ialah penggunaa methadon untuk mengatasi masalah kecanduan heroin di AS pada tahun 1970an

Selama tahun 1970an, beberapa kritik penelitian difusi mengungkap adanya kecondongan pro-inovasi ini. Misalnya, Down dan Mohr (1976) menyatakan: "Tindakan berinovasi masih dimuati nilal positif. Keinovatifan, sebagaimana keefisienan, merupakan suatu sifat yang kita harapkan dimihki oleh makhluk sosial. Tidak seperti gagasan kemajuan dan pertumbuhan, inovasi-terutama bila dikhat lebih dari semata-mata perubahan teknologis--masih dihubungkan dengan peningkatan/perbaik-an". Apakah yang menyebabkan terjadinya kecondongan pro-inovasi dalam penelitian difusi? 1. Banyak penelitian difusi dibiayai oleh lembaga-lembaga pembaruan; lembaga-lembaga itu punya kecondongan pro-inovasi (tentu saja, karena usaha mereka adalah memproposikan inovasi) dan pandangan ini seringkali diterima oleh banyak peneliti yang karyanya mereka taja, kepada siapa mereka berkonsultasi mengenai masalah inovasi, dan yang mahasiswanya mereka "sewa". 2. Difusi-difusi yang "berhasil" meninggalkan suatu kecepatan adopsi yang dapat diselidiki secara retrospektif oleh para peneliti difusi, sedangkan difusi yang "gagal" tidak meninggalkan jejak yang bisa dilihat dan bisa dikaji dengan mudah. Misalnya, suatu inovasi yang ditolak atau tidak berlanjut tidaklah mudah dikenali dan diselidiki oleh peneliti dengan hanya menanyai orang-orang yang menolak atau menghentikan penggunaan inovasi itu. Untuk alasan yang agak sama, beragam bentuk reinvensi inovasi menjadikan difusi semakin sulit dikaji, menimbulkan masalah-masalah metodologis pengklasifikasian "adopsi". Metodologi-metodologi konvensional yang digunakan para peneliti difusi mengarahkan perhatian orang pada penyelidikan difusi yang berhasil. Maka terjadilah kecondongan pro-inovasi dalam penelitian difusi. Salah satu cara menjalamya kecondongan pro-inovasi itu kepada banyak peneliti difusi adalah melalui pemilihan inovasi apa yang dikaji. Aspek kecondongan pro-inovast mibisa berbahaya sebab ia implisit, laten, dan sebagian besar tak disengaja. Bagaimana pemilihan inovasi yang dikaji dalam penelitian difusi? Ada dua cara utama. (1) Kadang-kadang penaja suatu penelitian datang kepada peneliti de-ngan suatu inovasi (atau serumpun inovasi) tertentu dibenaknya. Misalnya, pabrik komputer PC meminta seorang peneliti difusi untuk mengkaji bagaimana produk ini menyebar, dan berdasarkan temuan-temuan penelitian yang diminta itu, dibuat rekomendasi tentang percepatan proses difusi. Atau, sebuah instansi pemerintah memberi dana kepada peneliti difusi di perguruan tinggi untuk suatu proyek penelitian tentang penyebaran suatu inovasi teknologis kepada pemerintah daerah. (2) Di banyak kasus, para peneliti difusi men-likh inovasi yang dikaji (dengan sedikit pengaruh dari penaja) berdasarkan inovasi mana yang tampak secara inteleldual menarik bagi si peneliti. Bila

inovasi itu kelihatannya sama, peneliti cenderung me-milih mengkaji inovasi-inovasi yang relatif cepat menyebar. Inovasi-inovasi seperti itu seringkali dianggap sangat patut diperhatikan dan dinamik, lebih banyak peluang implikasi kebijakannya. Tetapi akibat yang tak terduga adalah masuknya kecondongan pro-inovasi ke dalam kajian difusi. Akibat umum adanya keec-indongan pro-inovasi dalampenelitian difusi ini, kita banyak tahu (1) tentang penyebaran inov-asi yang cepat daripada tertang inovasi yang lambat menyebar, (2) tentang pengadopsian daripada penolakan, dan (3) tentang penggunaan yang langgeng daripada yang tak berlanjut. Kecondongan pro-inovasi dalam peneban difusi dapat dipahami dari sudut pertimbangan finansial, logistik, metodologis, dan kebijakan praktis. Masahahnya adalah bahwa kecondongan pro-inovasi itu membatasi makna intelektual; kita tahu terlalu banyak tentang keberhasilan inovasi, tetapi tidak hanyak tahu tentang kegagalan inovasi. Pada beberapa waktu yang lampau, katakanlah tahun 1950an, ketika belum begitu banyak penelitian difusi dilakukan, barangkali kecondongan pro-inovasi bukan mcrupakan kelemahan serius. Tetapi tahun 1980an, ketika telah ada lebih dari 3.000 publikasi difusi, kita tidak lagi memerlukan "lebih banyak hal yang sama". Melainkan, para sarjana difusi perlu menekankan kemurnian dan kreatilitas dalam rancangan penelitian mereka. Kita perlu suatu bentuk kajian difusi yang berbeda dari yang telah lalu, suatu hal yang menekankan identifikasi aspek-aspek difusi yang belum terselidiki. Dan salah satu aspek yang belum terselidiki itu mungkin adalah kajian-kajian difusi yang terlepas dari kecondongan pro-inovasi. Sebetulnya, agar selmbang, kita perlusejumlah penelitian difusi yang "berkecondongan anti-inovasi" untuk mengoreksi bias di masa talu. Langkah-langkah Mengatasi Kecondongan Pro- lnovasi Bagaimana kecondongan pro-inovasi bisa diatasi? 1. Aftematif pendekatan penelitian kepada pengumpulan data "posthoc" mengenai bagaimana suatu inovasi itu menyebar, harus dicari. Kami beranggapan bahwa penelitian difusi tidak perlu harus dilakukan setelah suatu inovasi tersebar penuh kepada semua anggota sistem (Gambar 3-1). Suatu orientasi ke belakang seperti itu bagi kebanyakan kajian difusi membantu mengarahkan mereka pada inovasi-inovasi yang berhasil. Tetapi bisa juga menyediki difusi inovasi pada waktu proses penyebaran itu sedang berlangsung (Gambar 3-2). Sebetulnya, tipe penyelidikan difusi yang baik adalah jika pengumpulan data dilakukan pada dua saat atau lebih selama proses difusi (bukan hanya sete[ah difusi itu selesai). Penulis telah melakukan suatu kajian "selama proses". Ini menghadapi masalah-masalah tertentu juga ((Rogers dkk, 1975; Agarwala-Rogers, dkk, 1977). Misalnya, hasil-hasil penggalian data kami yang pertama (pada saat inovasi hanya diadopsi oleh relatif

2.

sedikit orang) diterapkan oleh lembaga pembaru ke dalam serangkaian strategi difusi baru yang mempengaruhi proses difusi di mana kami melakukan kajian (menggali data) pada saat berikutnya. Efek umpan bahkan mengubah proses difusi dari yang semestinya akan terjadi, dan membatasi keterampatan temuan-temuannya terhadap situasi-situasi difusi lainnya. Masalahnya adalah bahwa subyek kajian kami, proses penyebaran suatu inovasi, berubah pada saat kami mengkajinya. Namun denlikian, rancangan penelitian difusi "dalam proses" seperti itu memungkinkan seseorang menyelidiki baik kasus difusi inovasi yang kurang berhasil maupun yang berhasil, sehingga dapat menghindari sebagian kecondongan pro-inovasi. Para peneliti difusi hendaknya lebih banyak mempertanyakan, dan berhati-hati, tentang bagaimana mereka memilih inovasi yang mereka kaji. Seandainya suatu inovasi yang berhasil yang dipilih untuk dikaji, alih difusi bisa juga menyelidiki inovasi yang gagal menyebar luas di kalangan anggota sistem sosial yang sama (Gambar 3-3). Analisis perbandingan seperti itu akan membantu menerangi keseriusan kecondongan pro-inovasi. Pokoknya, hendaknya jangan hanya satu macam inovasi yang dikaji dalam penelitian difusi.
Kurva difusi Berbentuk-S

Jumlah atau % Pengguna Inovasi

Pengambilan Data Perjalanan waktu

Gambar 3-1 Studi difusi yang biasa menggali data dari para pengguna setelah inovasi tersebar luas, dengan meminta responden untuk mengingat-ingat apa yang telah dialami; karena biasanya yang dipilih untuk dikaji adalah kasus-kasus difusi yang berhasil, kemungkinan terjadi bias penelitian pro-inovasi sangat besar.

Hendaknya diakui bahwa penolakan, tidak melanjutkan adopsi, dan reinvensi sering terjadi selama difusi suatu inovasi, dan bahwa peritaku seperti itu mungkin rasional menurut pelakunya, hanya bila ahli difusi dapat memahami dengan tepat persepsi orang terhadap situasi si pelaku itu, serta masalah-masalah dan kebutuhannya (Gambar 3-4). Misalnya, salah satu motivasi untuk melakukan reinvensi adalah bahwa pengguna lebih ingin "doers" (bertindak
3.

sebagai pelaku) daripada sekedar "does" (pemakai) terhadap suatu ide baru. Mereka sering merasa babwa mereka mengetahui informasi yang relevan mengenai situasi lokal mereka yang agen pembaru dari luar mungkin tidak tahu atau tidak mengerti. Seperti akan dibahas pada bab 5, pada 25 tahun pertama atau lebih penelitian difusi, kita tidak mengetahui adanya reinverisi. Inovasi itu oteh para sadana difusi dipandang sebagai suatu yang tidak berubah (invarian) selama proses penyebaran. Sekarang kita menyadari bahwa suatu inovasi bisa dipandang agak berbeda oleh masing-niasing pengguna dan dimodifikasi agar sesuai dengan situasi khu-sus masing-masing. Jadi sarjana difusi tidak laqi berasumsi bahwa suatu inovasi itu "sempuma" bagi semua calon pengguna dalam memecahkan masalah mereka dan memenuhi kebutuhan mereka.

Jumlah atau % Pengguna Inovasi Pengambilan Data 1 Pengambilan Data 2 Pengambilan Data 3
penalanan waktu

Gambar 3-2. Altenatif rancangan penelitian untuk kajian difusi menggah data dari pengguna pada beberapa titik waktu selama proses difusi

Para peneliti hendaknya menyefidiki konteks yang lebih luas penyebaran suatu inovasi, misalnya bagaimana keputusan awal dibuat untuk menyebarkan inovasi kepada anggota sistem, bagaimana kebijakan pemerintah ffiempengaruhi tingkat difusi, bagairmna iovasi yang dikaji dikaitkan dengan inovasi-inovasi lainnya dan praktek-praktek yang telah ada yang digantikannya, dan bagaimana diputuskan untuk melakukan penelitian dan pengembangan (lithang) yang mengantar pada penciptaan inovasi (Gambar 3-5). Ruang lingkup yang lebih luas dari kajian difusi ini membantu menerangi sistem yang lebih luas di mana proses difusi itu terjadi. Seperti diuraikan pada bab 4, banyak variabel yang dihubungkan dengan difusi daripada sekedar kecepatan adopsi inovasi.
4.

Kurva difusi telah mendatar Jumlah atau % Pengguna Inovasi

Pengambilan Data

Perjalanan Waktu

Gambar 3-3. Peneritian difusi juga dapat membantu mengikis bias proinovasi dengan mengkaji difusi yang gagal yang kecepatan adopsinya telah

mendatar; misalnya penggunaan sabuk pengaman mobil di AS yang telah "mendatar" di sekitar 20-25 % pengadopstan.

Kurva difusi telah menurun

Jumlah atau % Pengguna Inovasi

Pengambilan Data Perjalanan waktu Gambar 3-4. Penelitian difusi juga dapat membantu merigikis kecondongan (bias) pro-inovasi dengan meneliti difusi yang gagal, yang kecepatan adopsinya lebih mendatar, misalnya penggunaan sabuk pengaman mobil di AS yang telah "mendatar" di sekitar 20-25% pengadopsian 5.

Kita hendaknya meningkatkan pemahaman kita tentang motivasi pengadopsian inovasi. Sungguh aneh, pertanyaan "mengapa" mengadopsi inovasi jarang di kemukakan oleh peneliti difusi' tak diragukan, motiv pengadopsian merupakan suatu hal yang sulit diselidiki. Beberapa pengguna mungkin tidak bisa mengatakan kepada peneliti mengapa mereka memutuskan menggunakan suatu ide haru. Pengguna yang lain mungkin tidak mau merigatakan. Pertanyaan pertan~ yang sederhana dan langsung dalam survei jarang dapat mengungkap alasan-absan pengguna menggunakan movasi. Tetapi Iota hendaknya tidak menyerah untuk mencoba memperoleh jawaban "mengapa mengadopsi" hanya karena data berharga mengenai motivasi pengadopsian itu sulit diperoleh dengan metode pengumpulan data biasa.
Jumlah atau % Pengguna Inovasi

Kurva difusi Berbentuk-S

Kegiatan litbang utk mencipta dan mengembangkan inovasi perjalanan waktu

Pengumpulan data tentang keputusan lembaga pembaru

Gambar 3-5. Cara lain menghindari kecondongan pro-inovasi bisa dilakukan dengan cara menyelidiki konteks difusi lebih luas, misalnya keputusan yang diambil Lembaga Pembaru untuk menyebarkan inovasi; bisa juga bagaimana keputusan untuk mulai melakukan kaji-pengembangan (litbang) dalam upaya menciptakan inovasi

Seringkali diduga bahwa motivasi ekonomi merupakan alasan utama pengadopsian suatu inovasi, terutama bila ide baru itu mahal. Faktor-faktor seperti ekonomi memang sangat penting untuk tipe-tipe inovasi tertentu dan pengguna tertentu, misalnya penggunaan inovasi-inovasi pertanian oleh para petani AS. Tetapi prestise yang diperoleh dari pengadopsian suatu inovasi sebelum temanteman lainnya mengadopsi mungkin juga penting. Misalnya, Becker (1970a, 1970b) menemukan bahwa motif-motif prestise sangat penting bagi "Puskesmas" di dalam menentukan pelancaran program-program baru di bidang kesehatan. Suatu keinginan untuk memperoleh prestise sosial juga ditemukan penting oleh Mohr (1969) dalam penyelidikan pengadopsian inovasi teknologis oteh lembaga-lembaga kesehatan. Mohr menjelaskan bahwa dampak inovasi terhadap lembaga (kesehatan), terutama yang besar dan sukses, lambat. Setelah motiv pemecahan masalah-mendesak, pencarian prestise lebih didahulukan daripada pencarian keefektifan lembaga atau motivasi mencari keuntungan pengadopsian kebanyakan program-program dan teknologi baru". Barangkali motivasi prestise kurang penting dan pertimbangan keuntungan merupakan yang terpenting pada lembaga swasta, tidak seperti lembaga-lembaga pemerintah yang dikaji oleh Becker dan Mobr. Tetapi kita sama sekali tidak mengetahul karena begitu sedikit penelitian difusi yang telah mencoba menilai motivasi pengadopsian. Saya percaya bahwa bila para sarjana difusi dapat melihat [ebih tepat suatu inovasi melalui mata respondennya, termasuk dapat lebih mamahami mengapa inovasi diadopsi, mereka akan berada pada posisi yang lebih baik dalam mengikis kecondongan pro-inovasi masa lalu. Kecondongan pro-inovasi berbahaya karena ia bisa mengaburkan varian persepsi yang sesungguhnya dalam persepsi pengguna terhadap inovasi. Seorang pengamat penelitian difusi yang lihai, Dr. J. D. Eveland (1979) menyatakan: 'tidak ada sesuatu yang sejak asalnya (inherentnly) salah pada ... suatu sistem nilai pro-inovasi. Banyak inovasi yang di pasaran sekarang adalah gagasan yang baik bagi hampir setiap sistem nilai, dan mendorong penyebaran mereka dapat dipandang sebagai suatu tugas masyarakat yang sebenamya". Tetapi walaupun dalam kasus inovasi yang betul-betul sangat menguntungkan, seorang penelit hendaknya tidak tupa bahwa berbagai individu yang menjadi calon pengguna suatu inovasi bisa memandangnya berdasar bebagai kemungkinan perangkat nilai. Bila

peneliti memahami perilaku mereka dalam mengadopsi atau menolak inovasi itu, ia harus dapat memahami berbagal pandangan mereka itu (Eveland, 1979). Semata-mata memandang pengadopsian inovasi sebagai hal yang rasional dan bijaksana, dan menganggap penolakan inovasi sebagai irasional dan bodoh akan gagal memahami bahwa keputusan-keputusan itu didasarkan pada persepsi individual tentang inovasi. Apakah dianggap benar ataukah salah seorang ilmuwan berusaha mengevaluasi suatu inovasi secara obyektif, keputusan adopsi/menolak selalu benar di mata individu yang membuat keputusan inovasi (setidak-tidaknya pada saat keputusan itu diambil). Di masa lalu, kami para peneliti difusi telah menaruh kepercayaan berlebih pada model-model difusi yang terlalu rasionalistik Akibat yang tidak menguntungkan adalah bahwa kita sering berasumsi bahwa semua pengguna menganggap suatu inovasi itu positif/baik, sebagaimana kita memandangnya. Sekarang kita perlu mempertanyakan asumsi keuntungan inovasi bagi para pengguna ini. Tentunya langkah pertama dan yang terpenting dalam mengikis kecondongan pro-inovasi dalam, penelitian difusi adalah mengetahui bahwa bias itu ada.
ANAK-ANAK BOTOL SUSU DAN SI MATA SETAN DI DUNIA KETIGA Kalau umumnya program difusi yang terjadi di banya negara berdampak menguntungkan sebagian besar orang yang mengadopsi inovasi-inovasi yan dipromosikan (jadi setidak-tidaknya mengukuhkan kecondongan pro-inovasi asa lalu) terdapat banyak kasus di mana suatu inovasi yang umumnya menguntungkan itu bagi pengguna tertentu justru membahayakan. Dan dalam beberapa kasus, inovasi yang menyebar luas itu membawa dampak yang merugikan masyarakat. Salah satu contohnya adalah penyebaran "susu botol" (menyusui bayi dengan susu botol) dikalangan ibu-ibu miskin di negara-negara dunia ketiga di Amerika Latin, Afrika dan Asia. Susu botol dengan takaran bayi (sebagai pengganti ASI) telah dipromosikan oleh beberapa perusahaan multi nasional (yang berpusat di Amerika, Switzerland dan Inggris). Perusahaan raksasa ini melakukan kampanye besar-besaran dengan menggunakan media massa, termasuk diarahkan kepada ibuibu di negara sedang berkembang. Iklan-iklan (yang sangat menarik dan besar-besaran itu) disiarkan melalui radio dan suratkabar, menggambarkan penggunaan susu botol sebagai hal yang penting untuk meningkatkan kesehatan bayi; gambar-gambar bayi terpampang di iklan cetak kelihatan gemuk dan bahagia, dan ibu-ibu mereka tampak muda dan cantik. Salah satu iklan perusahaan itu berbunyi: "Berilah bayi anda cinta dan Lactogen". Iklan-iklan itu menggunakan daya tarik status sosial dan kemodernan; susu botol tergambar sebagai praktik yang dilakukan oleh keluarga-keluarga kaya yang tinggal di pemukiman perkotaan yang menarik. Iplikasinya, bila seorang keluarga petani mengadopsi susu botol, mereka akan merasa menjadi lebih modern, bak ibu-ibu yang status sosial-ekonominya lebih tinggi, seperti yang terpampang di iklan. Di banyak negara sedang berkembang di Amerika Latin, Afrika dan Asia susu botol merupakan salah satu produk yang paling luas diiklankan dimedia massa, yang hanya tertandingi oleh iklan minuman keras dan rokok. Hasilnya adalah, selama tahun 1960an dan

1970an, suatu kemajuan besar terjadi dalam tingkat pengadopsian susu botol oleh para ibu di negara-negara dunia ketiga. Pemberian susu botol meningkat dari 5 persen semua bayi yang lahir menjadi 10 persen, 25 persen, dan bahkan di banyak negara menjadi lebih dari 50%. Lalu apa yang salah dengan pemberian susu botol? Sama sekali tidak ada, jika itu terjadi dalam kondisi ideal, yakni pada keluarga berpenghasilan cukup untuk membeli susu bubuk yang mahal (yang seringkali harganya mencapai sepertiga penghasilankeluarga), dan sarana kesehatan di rumah cukup tersedia untuk menyiapkan susu botol itu secara heginis. Namun kebyakan keluarga di Dunia Ketiga tidak mampu membeli susu bubuk dalam jumlah yang cukup, sehingga mereka pernayak takaran air dalam campuran susu (pokoknya masih kelihatan putih susu). Lagi pula mereka umumnya ketiadaan air bersih atau tidak punya biaya untuk menjerang air sumur yang kebanyakan sudah tercemar untuk membuat susu botol yang sehat. Seringkali ibuibu keluarga miskin ini tidak membersihkan botol dan dotnya dengan baik. Bakteri dengan mudah berkembangbiak dalam botol susu dan dot yanghabis dipakai, yang biasanya langsung saja diisi lagi tanpa disterilkan terlebih dulu. Jadi, susu botol itu itu bukannya meningkatkan kesehatan si bayi (sebagaimana yang dapat terjadi bila dilakukan dalam kondisi yang ideal), botol-botol susu pembawa kuman itu malah menjadi ancaman kehidupan si bayi, bahkan mematikan; suatu masalah yang disebabkan kondisi nyata daerah pedesaan dan daerah kumuh perkotaan. Akibatnya, pemberian susu botol secara langsung membantu penyebaran penyakit mencret pada bayi di negara-negara Dunia Ketiga. Muntaber merupakan penyebab utama kematian bayi di banyak negara, seringkali membunuh sampai 50% bayi yangada. Adalah biasa kita melihat bayi-bayi di negara sedang berkembang dengan perut buncit, tangan dankaki kering, danmata berkaca-kaca, kenderungan gejala "penyakit susu botol" walaupun bayi-bayi itu dirumah-sakitkan selama satu atau dua bulan dan diinfus untuk memulihkan kesehatan mereka, sering sepulang dari rumah sakit dilakukan lagi pemberian susu botol seperti semula, dan ini mengalahkan malnutrisi diare. Selama tahun 1970an sejulah kelompok keagamaan, mahasiswa dan para pemrotes lainnya mulaimembangkitkan kesadaran masyarakat tentang masalah difusi susu botol. Tuntutan-tuntutan hukum mulai diajukan untuk menentang perusahaan multinasional, berusaha menghentikan kampanye iklan yang ditujukan pada keluarga miskin di negara-negara dunia ketiga. WHO juga menentang pemberian susu botol, danmulai membantu para Menteri Kesehatan dalam mempromosikan pemerian air susu ibu (ASI) sebagai suatu praktek yang lebih sehat daripasa pemberian susu botol. Ada negara-negara yang memaksa perusahaan nasional itu menghentikan promosi produkproduk susu botol mereka kepada ibu-ibu baru dengan menggunakankedok perawat rumah sakit (para sales perusahaan susu yang mengenakan seragam perawat). Tetapi kematianbayi karena pemberian susu botol belum terpecahkan sampai sekarang. Alasan pokoknya adalahkarena banyak rangtua miskin di negara di dunia ketiga menghubungkan penyebab diare anak-anak itu dengan "mata setan" (di masyarakat berbahasa Spanyol disebut "ojo"). Mata Setan dianggap disebabkan oleh karena ada orang yang iri hati terhadap bayi yang tampak sehat, kemudian mengguna-gunainya. Santet inilah yang dipercaya mengakibatkan diare

danbahkankematian. Untukmencegah santet banyk ibu-ibu mengalungkan benang merah di leher si bayi, mengenakan gelang batu hitam, gigi buaya atau gigi harimau. Di kalangan masyarakat Islam, jimat penangkal santet itu mungkin berupa ayat-ayat Al-Quran yang ditulis pada secarik kertas oleh kiai kemudian dijadikan kalung atau gelang. Karena itu menghindari kecemburuan orang lain terhadap bayi yang montok dipandang merupakan cara yang baik untuk mencegah santet dan penyakit diare; sehingga anak-anak yang sehat dan cakep harus dipingit dengan jalanmenyembunyikan di rumah dan tidak dipertontonkan di muka umum. Pemikiran (kepercayaan) ini beranggapan bahwa bila bayi yang sehat danmontok tidak terlihat umum, akantidak menimbulkan kecemburuan, dan dengan demikian akan terhindar dari ancaman santet. Dalam kondisi seperti ini, hal yang dapat dilakukan para petugas (yang biasanya orang luar) di negara dunia ketiga adalah memuji para orangtua betapa cantiknya bayi mereka. Kampanye kesehatan masyaakat untuk mempromosikan air susu ibu (ASI) sebagai cara yang lebih sehat daripada pemberian susu botol agaknya kurang begitu berhasil dalam memrangikematian bayi karena diare, selama diare itu masih dipandang sebagai disebabkan santet oleh kabanyakan orangtua di negaraduni aketiga. Mencap orangtua semacam itu sebagai orang dungu dan takhayul karena percaya santet, tidaklahmemecahkan masalah kematian bayi karena diare. Mengapa tidak menyalahkan perusahaan multinasional yang mempromosikan susu botol? Peran para peneliti difusi dalam masalah kematian bayi karena diare telah berubah dalam dekade terakhir ini. Pada tahun 1950an dan1960an perusahaan multinasional mendasarkan kampanye periklanan mereka untuk susu botol, sebagian, pada hasil penelitian difusi. Sejak akhir tahun1970an, ketika tanda bahaya sindrom susu botol mulai dikumandangkan, para peneliti difusi memprakarsai penyelidikan tentang bagaimana para orangtua menghentikan pemberian susu botol dan kembali pada pemberian ASI. Para ahli difusi ini, bersama para ahli antropologi budaya, memainkan peran penting dalam mengenlai kepercayaan-kepercayaan yang populer di negara dunia ketiga tentang santet , sebagai salah satu cara penghambat perseptual masyarakat tentang pemberian susu botol sebagai penyebab kematian bayi karena diare. Beberapa ahli difusi akhir-akhiur ini telahmembantu kampanye kesehatan pemerintah untuk mempromosikan pemberian ASI; kampanye seperti ini sekarang sedang berlangsung di beberapa negara dunia ketiga.

Difusi pemberian susu botol di negara sedang berkembang memberi ilush-asi, dalam bentuk kasus ekstrim, kecondongan pro-inovasi penelitian difusi di masa, lalu, dan bagaimana sedikit demi sedikit kita mulai mengatasi kecondongan ini beberapa tahun belakangan ini. Ilustrasi ini juga membantu kita melihat bahwa menyalahkan para orang tua karena, memberikan susu botol sehingga menyebabkan anak-anak kena diare tidaklah memecahkan masalah. Adalah penting memahami bahwa perusahan susu multinasional memainkan peranan penting dalam menciptakan masalah tersebut. Pengetahuan akan kesalahan-sistem ini sebagai penyebab munculnya masalah barangkali merupakan langkah pertama ke arah perbaikan.

Tetapi tidaklah mudah meyalahkan perusahaan itu untuk menghentikan penjualan produk-produk susu botol mereka yang berbahaya ltu kepada para orangtua miskin. Kecondongan Menyalahkan- orang (Individu) dalam Penelitian Difusi Pada penelitian masa Lalu tidak hanya ada kecondongan pro-inovasi, melainkan ada, pula kecondongan sumber, suatu kecenderungan penelitian difusi untuk beriring dengan lembaga pembaru yang mempromosikan inovasi lebih banyak daripada dengan audien yang menjadi calon, pengguna. Kecondongan-sumber ini barangkali malah disebutkan oleh kata-kata yang kita pergunakan untuk menggambarkan bidang penelitian ini: penelitian "difusi" mungkin telah dinamakan "pemecahan masalah", "pencarian inovasi", atau "penilaian inovasi" seandainya sejak semula audien punya pengaruh yang lebih kuat terhadap penelitian itu. Orang tidak dapat membayangkan betapa pendekatan penelitian jadinya bila studi Jagung Hibrida yang dilakukan Ryan dan Gross itu disponsori oleh Iowa Form Bureau Federation (suatu orgasasi petani) dan bukan oleh suatu pusat penelitian pertanian seperti lowa Agricultural Experiment Station. Dan bagaimana jika kajian obat-obatan oleh Universitas Kolumbia itu disponsori oleh American Medical Association, dan bukan oteh Pffizer Drug Company? Pensporan-sumber pada kajian-kajian difusi awal mungkin telah memberi penyelidikan ini tidak saja kecondongan proinovasi tetapi mungkin juga telah menstruktur sifat penelitian difusi.

Kesalahan~lndividual vs Kesalahan Sistem


Akibat dari siapa sponsor penelitian difusi, sejalan dengan faktor pro-sumber lainnya, orang dapat memperkirakan suatu tingkat tertentu kesalahan-individual dan bukan kesalahan sistem-dalam penelitian difusi. Kesalahan-Individual adalah kecenderungan untuk meletakkan tanggung jawab individual (masing-masing orang) terhadap masalah-masalah yang dihadapi orang itu, bukan kesalahan sistem di mana individu menjadi bagiannya (Caplan dan Nelson, 1973). Dengan kata lain, suatu pandangan yang berorientasi kesalahan-individual mengandung arti bahwa "jika sepatu itu tidak cocok ada yang tidak beres pada kaki anda". Kebalikannya, pandangan kesalahan-sistem, yang salah bukan orangnya; yang berarti bahwa jika sepatu itu tidak cocok, pasti yang salah adalah pabrik sepatunya atau sistem pemasarannya.

Sumber yang dimaksud di sini adalah dalam konteks teori komunikasi, yang berarti sumber informasi inovasi. Dengan demikian pensporan-sumber dapat diartikan bakwa penelitian difusi ifu disponsori oleh pemilik inovasi (catatan penulis)

Tentu saja ada kemungkinan beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah sosial tertentu mungkin betul-betul berasal dari individu, dan bahwa setiap jalan keluar yang efektif terhadap masalah itu mungkin harus dengan jalan mengubah faktor-faktor individual ini. Tetapi dalam banyak kasus penyebab masalah sosial terletak pada sistem di mana individu menjadi bagiannya. Kebijakan-kebijakan perbaikan sosial yang terbatas pada intervensi-intervensi individual tidak akan sangat efektif dalam memecahkan masalah-masalah berlevel sistem. Bagaimana suatu masalah sosial didefinisikan merupakan penentu yang penting dalam hal bagaimana kita memecahkannya, dan juga keefektifan pemecahan yang dilakukan. Kesalahan yang sering dilakukan adalah terlalu memberi tekanan pada kesalahan-individual dalam mendefinisikan suatu masalah sosial, dan menaksir terlalu rendah kesalahan-sistem. Kami mendefinisikan kesalahan-sistem sebagai kecenderungan untuk membebankan tanggung jawab sistem terhadap masalah-masalah anggota sistem. Pertimbangkanlah beberapa kasus berikut ini yang menggambarkan bahwa pada awalnya suatu masalah sosial didefinisikan sebagai "kesalahan" individual. 1. Poster-poster yang dibuat oleh sebuah perusahaan farmasi berbunyi "LEAD PAINT CAN KILL". Poster-poster itu menempatkan kesalahan pada orang tua yang membiarkan anak-anak mereka makan cat. Pada salah satu kota, yang paling tinggi laporan tingkat keracunan "leadpaint" pada anak-anak di Amerika Serikat, masalah ini dipecahkan dengan mengeluarkan larangan resmi terhadap para tuan tanah untuk menggunakan lead paint pada bagian dalam tempat tinggal (Ryan, 1971). Tetapi poster-poster itu menyalahkan orangtua, bukan pabrik cat atau para tuan tanah itu. Keoendetungan untuk menyalahkan-individual ini, dan bukannya menyalahkan sistem, sangat biasa dalam kebanyakan kampanye kesehatan dan keselamafan. 2. Kecelakaan motor merupakan penyebab utama kematian orang di Amerika Serikat di bawah usia tigapuluh lima. Sampai pertengahan 1960an, masalah-masalah keselamatan jalan raya didefinisikan dalam arti kecepatan, kesembronoan mengemudi, dan mabuk. Kampanye komunikasi massa besar-besaran ditujukan pada individu sopir, dengan mencela mereka: "Jangan Minum sambil Mengemudi"; "Pasang Sabuk demi Keselamatan"; atau "Biar Lambat Asal Selamat". Sayangnya, kecelakaan jalan raya meningkat terus. Buku Ralph Nader (1965), Unsafe at Any Speed membantu mendefinisikan-ulang masalah kecelakaan itu dari anjuran untuk mengurangi kecepatan, lebih hati-hati, dan mengurangi minum minuman keras, menjadi masalah yang menyalahkan sistem karena mobil dan jalan raya dirancang tidak aman (White-side, 1972). Begitu masalah itu didefinisikan sebagai kesalahan sistem dan kesalahan individu, dewan legislatif federal mengamanatkan untuk merancang mobil dan jalan raya yang lebih aman, dan sejak 1966 kecelakaan jalan raya menurun (Wa[ker,

3.

4.

1976: 26-32; 1977). Misalnya, undang-undang keselamatan tahun 1966 menuntut lebih banyak memberi lapisan pada dashboard mobil dan memperkuat bempemya, begitu juga rambu-rambu yang menyolok ditempatkan ditempatkan di muka toaduct yang melintasi jalan raya pasca-1965 tidak mengabaikan bahwa perilaku individu pengemudi, bila ini dapat di rumah dengan efektif, dapat juga menunjang kendaraan lebih aman. Ketika batas kecepatan 55 mil per-jam diberlakukan pada akhir 1973 (sebagai kebijakan hemat-energi), jumlah kematian jalan raya segara susut 16 persen di bawah rata-rata. Suatu program latihan di Chicago berusaha meningkatkan kemampuan keria penduduk kota berkulit hitam. Kursus latihan itu menekankan pentingnya ketepatan waktu dalam mendapatkan pekerjaan, tetapi tidak dapat mencapai banyak hasil karena pendekatan menyalahkan-individu itu. Caplan dan Nelson (1974) ahli psikologi sosial pada Universitas Mchigan, dipersilahkan menilai masalah ketepatan waktu itu. Mereka menemukan bahwa hanya seperempat peserta latihan punya beker atau jam tangan, sehingga kebanyakan mereka tergantung pada orang lain untuk membangunkannya. Lebih lanjut, para pekerja yang dilatih itu harus tergantung pada transportasi umum yang tidak menentu dan menghadapi kemacetan lalulintas dalam perjalan ke pusat kota dari tempat tinggal mereka di daerah pinggiran tempat kerjanya. Berdasarkan analisis mereka, (Caplan dan Nelson, 1974) merekomendasikan agar program latihan itu memberi beker kepada para peserta latihan. Saran-saran mereka ditolak karena dianggap tidak tepat dan tidak realistik Pemerintah melaksanakan lagi program yang memakan biaya ribuan dolar untuk Latihan, tetapi tak sedikitpun dolar yang dibelanjakan untuk beker. Ketika krisis energi terjadi pada tahun 1973, masyarakat Amerika diberitahu bahwa jalan keluarnya terletak pada penghematan energi dianjurkan oleh program-program pemerintah dan dikuatkan dengan melonjaknya harga minyak. Seorang presiden AS mengatakan kepada rakyatnya bahwa masalah krisis energi ini "secara moral sama dengan perang" dan karena itu hendakya mereka menghemat energi karena alasan patriotik. Penggunaan energi yang mubazir harus diubah, begitu dikatakan kepada rakyat. Hanya sedikit pengamat yang menggunakan pandangan kesalahan-sistem, yang memandang perilaku perusahaan minyak, OPEC, dan pemerintah Amerika Serikat dipertanyakan.

Selama tahun 1960an dan 1970an para pemimpin pemerintah di banyak negara sedang melancarkan program keluarga berencana nasional dalam rangka mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk Para petugas pemerintah menyuruh rakyatnya punya anak sedikit saja, biasanya dua atau tiga. Tetapi kebanyakan orangtua, terutama di daerah pedesaan dan perkotaan miskin, ingin punya anak empat atau lima, paling tidak dua di antaranya anak lelaki, untuk mendapatkan tenaga kerja murah keluarga untuk menggarap sawah atau usaha

mereka dan menjamin masa tua mereka. Bukannya mencari pemecahan yang menyalahkan sistem, dengan membuat program-program seperti mekanisasi pertanian dan sistem, jaminan sosial untuk mengganti keluarga besar, petugas pemerintah mencela para orangtua karena mereka tidak mengadopsi alat-alat kontrasepsi dan karena punya "terlalu banyak' anak. Strategi menyalahkan orang seperti itu untuk memecahkan masalah keleblhan penduduk tidaklah terlatu berhasil di kebanyakan negara sedang berkembang, kecuali pada beberapa negara tertentu di mana pembangunan sosial ekonomi yang cepat telah merubah alasan-alasan level-sistem untuk memiliki keluarga besar (Rogers, 1973). Pada setiap ilustrasi di atas, suatu masalah sosial pada awainya didefinisikan dalam arti kesalahan-individu. Hasilnya program-program difusi untuk mengubah peritaku manusia tidak begitu berhasil, sampai faktor-faktor kesalahan sistem juga dikenal. Kelima kasus ini menunjukkan bahwa kita sering membuat kesalahan mendefinisikan masalah sosial semata-mata dalam arti kesaiahan-indivdu. Kesalahan-indiwdu dan Difusi Inovasi Wariabel-variabel yang digunakan dalam model-model difusi (untuk memprediksi keinovatifan), yang kemudian dikonseptualisasikan menjadi penunjuk keberhasilan atau kegagalan individu di dalam sistem itu dan bukannya penunjuk keberhasilan atau kegagalan sistem itu sendiri" (Havens, 1975:107). Conto-contoh variabel kesalahan-individu seperti itu yang telah dikorelasikan dengan keinovatifan orang dalam penyelidikan difusi di masa lalu yang meliputi pendidikan formal, luasnya operasi (lahan garapannya), penghasilan, kekosmpolitan, dan terpaan media massa. Di samping itu, kajian-kajian masa lalu tentang keinovatifan individu telah mencakup beberapa kesalahan sistem, misalya kontak agen pembaru dengan klien dan seberapa jauh suatu lembaga pembaru memberi bantuan uang (misalnya dalam bentuk kredit untuk membeli inovasi). Tetapi jarang dimasukkan dalam publikasi-publikasi penelitian difusi bahwa sumber atau saluran difusi barangkali salah atau tidak memberi informasi yang cukup, untuk mempromosikan Inovasi yang tepat, atau gagal mengontak anggota masyarakat yang kurang berpendidikan yang mungkin sangat perlu bantuan. Para pengguna yang terlambat dan kolot seringkali paling mungkin sebagai orang yang dipersalahkan karena tidak mengadopsi inovasi dan/atau terLalu lambat mengadopsi dibanding anggota sistem sosial lainnya. Agen pembaru merasa bahwa pengguna lambat itu mau mengikuti rekomendasi para ahli untuk menggunakan inovasi. Mereka (agen pembaru) mempertalikan respon yang tidak sesuai itu dengan penjelasan bahwa orang-orang ini adalah penghambat tradisional terhadap perubahan, dan/atau "irasional". Dalam beberapa kasus, suatu analisis yang lebih cermat menunjukkan bahwa inovasi itu tidak cocok untuk pengguna lambat, barangkali karena, (ladang) garapan mereka kecil dan

sumber-sumber mereka terbatas. Sesungguhnya mungkin saja mereka itu sangat rasional dengan tidak mengadopsi jika rasionalitas diartikan sebagai penggunaan cara, paling efektif untuk mencapai tujuan tertentu) Dalam hal ini, pendekatan dengan lebih menekankan pada kesalahan-sis-tem mungkin mempertanyakan apakah lembaga litbang yang menghasilkan inovasi telah betul-betul menyesuaikan dengan kebutuban dan masalah kelompok pengguna lambat di dalam sistem itu, dan apakah lembaga pembaru yang merekomendasikan inovasi mengetahui betul situasi kehidupan kelompok pengguna lambat itu. Kenyataannya, para agen pembaru punya suatu stereotip tentang kelompok pengguna lambat ini sebagai tradisional, tak berpendidikan dan atau penghambat perubahan; dan semua stereotip itu mungkin hanya rekaan mereka sendiri. Para agen pembaru tidak menghubungi kelompok pengguna lambat itu karena mereka berdasarkan stereotip mereka, bahwa kontak itu tidak akan membuahkan adopsi. Jelas, hasil akhimya adalah tanpa masukan informasi dan bantuan lainnya dari agen pembaru, para pengguna lambat itu malah kecil kemungkinannya mengadopsi. Jadi, kesan kesalahan-individu pada pengguna lambat terbentuk dengan sendirinya. Interpretasi-interpretasi kesalahan-individu seringkali menjadi minat setiap orang kecuali mereka yang dipesalahkan. Alasan-alasan Kesalahan Sistem Bisa dimengerti (walaupun disesalkan) bahwa para agen pembaru terjerumus ke dalam pemikiran menyalahkan-orang, mengapa khennya tidak mengadopsi suatu inovasi. Tetapi mengapa dan bagaimana penelitian difusi juga mencerminkan orientasi menyalahkan-individu? 1. Seperti telah kami sebut dimuka, beberapa peneliti difusi menerima suatu definisi masalah yang mereka kaji dari pemberi sponsor penelitian mereka. Maka jika sponsor penelitian itu adalah lembaga pembaru yang punya kecondongan menyalahkan-orang, ahli difusi sering mengikuti orientasi ini. Selanjutnya penelitian berikutnya mendukung kebijakan-kebijakan sosial yang sifatnya menyalahkan orang. Penelian seperti itu seringkali memainkan peran terpadu dalam suatu rangkaian peristiwa yang hasilnya menyalahkan orang dalam siiuasi situasi sulit karena keadaan sulit mereka sendiri (Caplan dar. Nelson, 1973, cetak nuring ash dari penulis)

Rentetan peristiwa itu adalah sebagai berikut


1 2 3. Para ahli dan/atau agen Para peneliti difusi meneriKebijakan-kebijakan sosial pembaru memandang suatu ma definisi yang menyalahberorientasi menyalahkan masalah sosial dari segi kan-orang ini, dan meng- orang dibuat dan diterapkan kesalahan individu adakan penelitian susual berdasar penelitian ini, yang dengan definisi tsb. tidak memecahkan masalah secara efektif.

Kesalahan pokok para peneliti difusi di masa lalu adalah barangkali mereka telah kurang hati-hati menyamakan penyebab suatu peristiwa atau kondisi, yang mungkin merupakan perkara yang diketahui secara ilmiah dan empirik dengan cara yang non evaluatif, dengan kesalahan terhadap suatu peristiwa atau kondisi yang mungkin merupakan perkara opini, yang didasarkan pada nilai-nilai dan kepercayaan-ke-percayaan tertentu (Caplan dan Nelson, 1973). Penyebab dan kesalahan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi kecondongan kesalahan individual dalam penelitian difusi di masa Lalu kadang-kadang terjadi ketika peneliti tidak kritis menerima definisi-definisi orang lain tentang kesalahan sebagai suatu penyebab ilmiah. Para peneliti mestinya meng-hubungkan penyebab di antara variabel-variabel kajian mereka hanya berdasarkan bukti empirik, bukan berdasarkan kepercayaan dan pendapat orang lain. 2. Alasan-alasan lain yang mungkin menyebabkan kecondongan menyalahkan-orang dalam beberapa penelitian difusi adalah bahwa peneliti mungkin merasa tidak berdaya untuk mengubah faktor-faktor menyalahkan-sistem. Varlabel-variabel kesalahan-sistem terutama menyangkut perubaan struktur sosial suatu sistem, biasanya sulit dlubah. Tetapi langkah pertama untuk mengubah sistem barangkali adalah hendaknya para ilmuwan sosial mendefinisikan (atau meredifinisi) suatu masalah sosial dengan lebih akurat. Kita akan berbicara lebih banyak lagi tentang perubahan sosial pada bagian berikutnya tentang penelitian difusi di negara-negara sedang berkembang, di mana struktur sosial sering merupakan rintangan yang Kiuat terhadap difusi inovasi. 3. Individu biasanya lebih mudah dijangkau para peneliti difusi sebagai obyek kajian daripada sistem, dan peralatan penelitian kebanyakan penyelidikan difusi menyebabkan mereka mengarahkan perhatian pada individu sebagai unit anahis. Paradigma difusi membawa para ahli difusi ke arah melakukan survei individu calon pengguna; misalnya, Ryan dan Gross (1943) mengkaji para petani Iowa sebagai individu. Pengumpulan data dari lembaga-lembaga pembaru yang menyebarkan inovasi danlatau organisasi-organisasi

penelitian dan pengembangan (litbang) yang memproduksi inovasi tidak menjadi bagian dari purwarupa (prototipikal) kajian difusi. Petugas-petugas pada sistem seperti itu (produser inovasi dan lembaga pembaru mungkin saja sama salahnya untuk masalah-masalah difusi tertentu, seperti hainya para calon pengguna (yang biasanya merupakan obyek kajlan difusi. Tetapi tidaklah mudah bagi para ahli difusi mengkaji para petugas ini. Berhenti dari penelitian pada variabel-variabel tingkat-sistem (seperti kami kemukakan pada Bab 4) dalam beberapa kasus mungkin lebih banyak daripada berhenti dari survei difusi lainnya tentang pengguna. Caplan dan Nelson (1973) memuncukan pertanyaan retorik "Mengapa kita terus saja mengkaji orang miskin, bukannya yang tidak miskin, dalam rangka meniahami sumber-sumber kemiskinan?" Salah satu jawabnya adalah karena banyaknya ilmuwan sosial yang melakukan survey-survey calon pengguna. Keterampilan pertelitian khusus ini membantu menggring mereka kepada suatu definisi masalah-masalah difusi yang menyalahkan-orang, dan menjauhkan dari pandangan yang menyalahkan sistem. Di sini kita melihat contoh Law of the Hammemya Kaplan (1964): "Bukanlah kejutan untuk mengungkapkan bahwa secrang ilmuwan merumuskan masalah sedemikian rupa yang pemecahannya memerlukan teknik-teknik yang hanya ilmuwan itu sendiri menguasai". Barangkali patut diperhatikan bahwa tradisi penelitian difusi anthropologis, yang tidak melakukan survey, adalah paling sedikit menerima pandangan yang menyalahkan-orang, dan Paling cenderung menunjuk aspek-aspek kesalahan- sistem masalah-masalah difusi. Tidak hanya penelitian difusi yang terutama mengarahkan pada penyelidikan individu sebagai unit anakis, meLainkan hampir semua penelitian komunkasi, yang umumnya telah mengikuti pendekatan penelitian yang mckanistik dan atomik dalam mengkaji efek komunikasi (Rogers dan Kincaid, 1981:32-34). Alat-aLat statistik, metode penelitian, dan paradigma-paradigma teoritik semuanya membawa para peneliti komunikasi ke arah pengkajian efek pada tingkat-Individu. Pada tahun-tahun terakhIr ini, anabis jaringan dan pendekatan penelitian lainnya telah diketahui dan ditemukan-n-wtodologi-metod~ yang tepat untuk menyehdiki aspek-aspek difusi yang lebih nwnyeluruh yang memungkinkan kita menggunakan pasangan (dyad), klik atau sistem sebagai unit analisis, daripada cuma individu. Dalam hal khusus penelitian difusi, variabel efek itu terdiri dari keinovatifan dan/atau pengetahuan orang tentang inovasi. Terlalu berlebihan mengarahkan perhatian pada individu sebagai unit analisis lisis penelitian difusi, sementara itu mengabaikan pen~ya hubungan-hubungan jaringan (network); seringkali akibat dari asumsi bahwa jika individu adalah unit respon, konsekuensinya individu itu haruslah unit analisis (Coleman, 1958). Penggunaan metode survey dalam penelitian difusi cenderung "meniadakan struktur" tingkah taku

manusia: "Dengan menggunakan sampling Acak individu, survey merupakan suatu 'penggiling-daging' sosiologis, merenggut individu dari kontek sosialnya dan menjamin bahwa tidak seorangpun dalam kajian itu berinteraksi dengan orang lainnya. Ini sama dengan seorang ahli biologi yang meletakkan hewan-hewan percobaannya ke dalam suatu mesin hamburger dan melihat ratusan sel melalui suatu mikroskop; anatomi dan fisiologi kehilangan: struktur dan fungsi tidak kelihatan dan orang tinggal dalam sel biologi" (Barton, 1969). Walaupun individu itu unit responden, hubungan jaringan (meski mereka tidak dapat "berbincang") dapat menjadi unit analisis melalui beberapa jenis analisis jaringan. Prosedur sampling data analisis-data sedang disusun (Rogers dan 1Qncaid, 1981). Sebelum para ahli difusi mulai beffikir dalam kerangka jaringan, tidak akan banyak analisis variabel-variabel tingkat-sistem dalam penelitian difusi. Analisis jaringan komunikasi didefinisikan sebagai suatu metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, yang menganalisis data relasional tentang arus komunikasi dengan menggunakan heberapa tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis (Rogers dan Kincaid, 1981). Anansis jaringan adalah alat yang memungkinkan menonjolkan kemampuan unik penyelidikan difusi untuk merekonstruksi arus pesan-pesan inovasi dalam suatu sistem. Penyebaran inovasi membawa kehidupan pada sifat dinamik variabel-variabel struktur komunikasi; analisis jaringan memungkinkan pemahaman struktur komunikasi sebagai suatu yang menjadi saluran dalam proses difusi. Data relasional mengenai jaringan difusi, begitu diperoleh, dipergunakan untuk memberi padangan yang lebih tajam mengenai peranan pemuka pendapat dalam arus komunikasi dua-tahap, suatu konseptualisasi berasal dari Lazarsfeild dkk yang mendahului kebanyakan penelitian difusi. Hipotesis arus dua-tahap tidak dipakai terutama karena penyederhanaannya berlebih-lebihan (karena mungkin saja arus pesan komunikasi itu banyak tahap) sebagamana ditunjukkan oteh penelitian belakangan, tetapi konsep kepemimpinan pendapat punya kegunaan teoritik dan praktis (Bab 8). Seperti dijelaskan di muka, kajian Ryan dan Gross (1943) yang berpengaruh itu tidak memperoleh data tentang jaringan difusi. Pemfokusan kembali penelitian-penelitian difusi harus menunggu sampai penyelidikan-penyelidikan yang berikut, terutama kapan obat-obatan di kalangan dokter kesehatan oleh Coleman dkk (1966). Kemudian ini menjadi prosedur yang umum bagi pada ahli difusi untuk mengajukan pertanyaan sosiometrik kepada responden mereka: "Dari siapa anda memperoleh informasi tentang inovasi ini sehingga anda mengadopsinya?". Pandangan sosiometrik yang dihasilkan dari jawaban pertanyaan ini akhimya dapat diketahui (termasuk data ciri-ciri orang yang mencad dan diminta informasi), yang kemudian menjadi unit analisis, bukannya individual. Usaha-usaha pertama ke arah analisis jaringan (dan itu sangat parsial) terhadap proses difusi hanya dengan mengenah para pemuka pendapat dalam suatu sistem dan mengidentifikasi ciri-ciri mereka.

Pendekatan ini hanyalah merupakan sedikit perluasan analisis monadik kearah analisis jaringan. Berikutnya, para ahli difusi mulai menggambarkan sosiogram urutan-wakfu difusi inovasi di antara para ariggota suatu sistem. Dan langkah-langkah tentatif ke arah penggunaan matarantai jaringan sebagai unit analisispun diambil. Kemajuan ini memungkinkan analisis data suatu jaringan komunikasi "siapa dengan siapa", dan memudahkan penyelidikan untuk mengenali (1) klik-klik dalam keseluruhan sistem dan bagaimana sub-sub kelompok berstruktur itu mempengaruhi difusi suatu inovasi, dan (2) peran-peran komunikasi khusus seperti "liasons", "bridges", dan dengan demikian memungkinkan penelitian difusi memperluas kajian tidak hanya ciri-ciri pemuka pendapat yang relatif lebih sederhana itu. Rincian lebih jauh tentang analisis jaringan perilaku difusi dibahas pada bab 8. Mengatasi Kecondongan Menyalahkan orang (individu) Kita baru saja membahas salah satu cara mengatasi kecenderungan rancangan penelitian survei di masa lalu yang membawa para ahli difusi ke arah penggunaan individu sebagai unit analisis, sehingga cenderung menerima kecondongan menyalahkan-orang. Apa cara lain untuk mengatasi kecondongan menyalahkan individu? 1. Para peneliti harus berusaha berpikiran terbuka tentang penyebab-penyebab suatu masalah sosial, setidak-tidaknya sampal pada data penjadagan yang diperoleh, dan berhati-hati dalam menerima definisi lembaga pembaru tentang masalahmasalah difusi yang cenderung mengandung kecondongan menyalahkan-individu 2. Semua partisipan hendaknya dibbadon dalam pendefinisian masalah-masalah difusi, temiasuk para caton pengguna inovasi, bukan hanya oran-orang yang sedang mencari perbaikan terhadap suatu masalah. 3. Variabel-variabel struktur komunikasi dan scsial hendeknya dipertimbangkan, sebagaimana variabel-variabel intra individual, dalam penelitian difusi. Kajian difusi di masa lalu sebagian besar terdiri dari penelitian khalayak, dan betul-betul melupakan penelitian sumber. Isu-isu yang lebih luas tentang siapa yang memiliki dan mengontrol (1) sistem litbang yang memproduksi inovasi, dan (2) sistem komunikasi yang menyebarkan inovasi-inovasi itu, dan juga siapa yang untung, juga perlu diperhatikan dalam penyelidikan difusi di masa mendatang. Sebagaimana, halnya pada kasus Itecondongan pro-inovasi dalam penditian difusi, barangkali salah satu cara terpenting untuk mencegah kecondongan menyalahkan-orang adalah menyadari bahwa hal itu ada. Seberapa jauh penelitian difusi mengandung kecondongan menyalahkan- individu? Sulit untuk menilai tingkat kecondongan menyalahkan-orang dalam publikasi-publikasi difusi. Pandangan me-

nyalahkan-orang tidaklah selalu dengan sendirinya tidak tepat. Barangkali variabel-vartabel tingkat individual adalah paling tepat dalam kajian difusi tertentu. Sama. sekali Kita tidak menganjurkan untuk membuang sama sekali penelitian tingkat individual, variabel-variabel psikologis dalam penelitian difusi. Tetapi dalam hampir semua kasus pendekatan psikologis seperti itu, yakni memusatkan pada variabel-variabel tingkat individual, bukanlah merupakan penjelasan yang komplit tentang perilaku difusi yang diselidiki. Para ahli difusi hendaknya tetap lebih terbuka pada penielasan-penjelasan perilaku difusi yang menyalahkan-sistem daripada di masa. Lalu. Dan adanya rancangan-rancangan penelitian yang gampang dikerjakan Seperti survei one- shot audiens hendaknya tidaklah terlalu mempengaruhi para ahli difusi ke dalam penjelasan-penjelasan perilaku yang menekankan pentingnya tingkat individual. MASALAH INGATAN DALAM PENELITIAN DIFUSI Waktu merupakan salah satu musuh metodologis utana adalah mengkaji suatu proses seperti difusi ini. Menurut definisi, suatu inovasi itu menyebar dalam suatu jangka waktu tertentu. Kelihatannya memperoleh data dari responden tentang kapan mereka memutuskan mengadopsi suatu inovasi itu perkara sederhana, padahal sebetulnya tidak begitu. Masalah masalah dalam Mengukur Waktu Pengadopsian Difusi berbeda dari kebanyakan bidang penelitian ilmu sosial karena waktu merupakan variabel yang tak dapat diabaikan. Waktu merupakan salah satu dari empat unsur pokok difusi (Bab 1), walaupun scringkali tidak diperhitungkan secara eksplisit dalam jenis-jenis penelitian peritaku lainnya. Difusi adalah suatu proses yang terjadi dalam suatu kurun waktu, maka tidak bisa lagi menghindar dari memasukkan waktu dalam kaffian difusi. Walaupun ada berkah yang diperoleh dari niasuknya varlabel waldu dalam kajian-kajian difusi, ada juga beberapa kutukan metodologis. Salah satu kelemahan penelitian difusi adalah ketergantungan terhadap data ir~Satan dari responden "kapan mereka n-jengadopsi suatu ide baru". Infinya, responden diminta mehhat ke masa talunya dan merekonstruksi pengalamannya berkenaan dengan inavasi. Ken-ompuan meninjau ke masa Lalu ini ~ sama sekali tidak akurat bagi responden-responden tertentu (Menzel, 1957; Coughenour, 1965). Ini barangkali beragam bergantung pada menyolok tidak-nya inovasi, apakah peristiwa yang din-dnta untuk diingat itu sudah lama berLalu atau masih hangat, dan berdasarkan perbedaan indlAdual dalam pendidikan, ingatan, dfi. Kebanyakan metode penelitian Umu sosial lebih cocok untuk memperoleh foto (snapshots) perilaku, daripada gambar-gambar

bergerak, yang lelAh tepat untuk menentukan urufan-wakfu variabel. Rancangan-rancangan penelitian difusi sebagian besar terdiri dari analisis kordasional data belah silang (cross-sectional) yang digali dalam survei one- shot responden (yang biasanya pengguna alau calon pengguna suatu inovasi), mengikuti metode yang dirintis oleh Ryan dan Gross dalam kajian jagung hibrida. Kajian-kajian difusi hendaknya dapat mengandalkan "gambar gerak" perilaku, daripada "potret", karena kemampuan mereka yang unik dalam menjejaki arus menyebamya inovasi ke dalam suatu sistem sosial. Para peneliti difusi betapapun telah lebih banyak menyandarkan diri pada suvei one- shot para responden mereka, suatu metodologi yang banyak membuat proses difusi hampir "tanpa waktu", dengan efeknya yang membekukan tindakan yang berproses terusmenerus beriring dengan jalannya waktu. Penelitian survel tentang proses difusi merupakan metodokxji yang tidak menvu-sahkan peneliti, tetapi secara intelektual ia merusak aspek "proses," difusi inovasi. Bila data tentang proses difusi inovasi. Bila data tentang proses hanya digah pada suatu titik wakitu, penyebd:k hanya dapat mengukur waktu melalui ingatan responden, dan itu merupakan sandaran yang agak lemah untuk mengukur variabel waktu yang penting itu. Ada rancangan-rancangan penelitian yang jauh lebih tepat untuk mengumpulkan data berdimensi waktu dalam proses difusi: (1) eksperimen kancah, (2) kajian-kajian longitudinal panel, (3) penggunaan catatan-catatan arsip, dan (4) studi-studi kasus proses difusi inovasi dengan data dari responden berganda (masing-masing mengecek validitas data yang lain). Kami memaparkan pendekatan studi kasus ini daiam bab 10. Metodologi-metodologi ini memberi gambar-gambar gerak, daripada sekedar foto diam, proses difusi sehingga dengan demikian mencerminkan dimensi waktu lebih akurat. Sayangnya, altematif-alternatif ini belum digunakan secara luas dalam penelitian difusi yang lalu. Terakhir kali dibuat tabulasi tentang disain tabulasi data yang dipergunakan dalam penelitian difusi (pada 1968, di saat ada 1.084 publikasi difusi empirik), sekitar 88% dari semua penelitian difusi adalah survey one- shot. Sekitar 6% berupa kajian lonngitudinal panel, dan 6% eksperimen kancah. Rancangan penelitian yang banyak digunakan dalam penelitian difusi, karena itu, tidak dapat menceritakan kepada kita banyak hal tentang proses difusi lebih dari yang dapat kita susun melalui ingatan. Masalah masalah dalam Menentukan Sebab-akibat Masalah yang ada di sini tidak saja data ingatan yang mungkin tidak begitu akurat, tetapi bahwa data survel belah-silang tidak dapat menjawab pertanyaan "mengapa" tentang difusi. Survei one- shot baik untuk deskripsi, dan juga memungkinkan analisis hubungan cross- sectional berbagai variabel bebas dihubungkan dengan suatu variabel bergantung, yang baisanya kelnovatifan. Tetapi hanya sedikit yang diketahul dari pendekatan analisis korelasional seperti itu

tentang mengapa suatu variabel bebas tertentu berkovari dengan keinovatifan. Faktor-faktor seperti kekayaan, luas ladang, kekosmopolitanan, dsb. Bisa saja merupakan penyebab inovasi, atau efek keinovatifan, atau mungkin keduanya terkait dengan inovasi dalam daur kausalitas timbal balik, atau balk keduanya dan pengadopsian ide-ide baru itu disebabkan oleh faktor dari luar yang tidak diperhitungkan dalam kajian" (Mohr, 1966:20). Penelitian difusi di masa mendatang harus dirancang untuk menyelidiki matarantai urutan waidu di antara variabel-variabel bebas dan terikat. Dan survei one- shot tidak mengatakan apa-apa kepada kita tentang urutan waktu, atau tentang isu yang lebih luas tentang sebab akibat. Kecondongan pro-inovasi dalam penelitian difusi, dan terlalu berlebihan bersandar pada analisis korelasional data survei, seringkali menyebabkan menghindari dan mengabaikan isu sebab-akibat di anatara varlabel-varlabel yang dikaji. Kita sering berbicara tentang variabel "bebas" dan "bergantung" dalam penelitian difusi, setelah mengambil istilah-istilah ini dari rancangan eksperimental dan kemudian menggunakannya secara agak longgar pada analisis korelasional. Variabel terikat biasanya merupakan variabel pokok yeng diminati peneliti; sekitar 60% peneliti difusi, variabel terikat itu adalah keinovatifan, seperti tampak pada tabel 2- 2. Biasanya penelitian-penelitian difusi menyatakan secara tidak langsung varitabel-varlabel bebas yang "membawa pada" keinoatifan, walaupun seringkari tak terungkap dan tidak jelas apakah itu betul-betul berarti bahwa suatu variabel bebas menyebabkan keinovatifan. Agar varlabel X dapat disebut penyebab variabel Y, (1) X haruslah mendahului Y dalam rentetan waktu kejadiannya, (2) kedua variabel itu haruslah berhubungan, atau covary, dan (3) X haruslah punya "daya tekan (forcing quality) atas Y. Kebanyakan peneliti difusi hanya menentukan bahwa berbagai variabel bebas covary dengen keinovatifan; analisis korelasional data survei one-shot tidak memungkinkan penentuan urutan waktu. Kajian korelasional seperti itu menghadapi masalah urutan waktu yang saya namakan "keinovatifan kemarin"; dalam kebanyakan survei difusi, keinovatifan diukur "sekarang" dengan data ingatan tentang perilaku adopsi masa lalu, sementara variabel-variabel bebas diukur sekarang. Jelas tidak mungkin sikap-sikap atau ciri-ciri pribadi seseorang, yang terbentuk dan diukur sekarang menyebabkan pengadopsian inovasi tiga atau lima tahun sebelumnya. (Ini kan X didahului Y dalam urutan waktu, mana mungkin X menyebabkan W). Sekali lagi di sini kami mehhat pentingnya rancangan penelitian yang memungkinkan kita memahami lebih jelas aspek-aspek lewat-waktu (over time) difusi. Eksperimen-eksperimen kancah idealnya cocok untuk tujuan menilai efek berbagai variabel bebas (intervensi atau treatment) atas suatu varlabel terikat (misalnya keinovatifan). Eksperimen kancah adalah percobaan yang dilakikan diam kondisi nyata (bukannya di laboratorium) di mana pengukuran sebelum dan sesudah intervensi biasanya diperoleh melalui survei.

Dalam eksperimen kancah difusi, intervensi umumnya beberapa strategi komunikasi untuk mempercepat penyebaran inovasi. Misalnya, intervensi difusi itu bisa berupa suatu pemberian insentif karena ikut KB yang diberikan pada suatu desa sedangkan desa yang lain tidak (Rogers, 1973:215-217). "Cara terbaik untuk memahami proses dinamika (seperti difusi) adalah dengan jalan melakukan intervensi ke dalamnya, dan melihat apa yang terjadi (Tomatzky dkk, 1980:17). Kebanyakan penelitian yang latu mengkaji "apa" bukannya "apa yang terjadi"; implikasinya adalah bahwa proses difusi sekarang pada dasamya lebih banyak memuaskan dan ha-nya sedikit memerlukan perbak an daripada suatu pemeriksanaan yang tefili. Rling dkk (1976) yang menguatkan tuduhan ini atas penelitian difusi, menyatakan bahwa ini sering menyebabkan meningkatnya ketimpangan dalam dampak-dampak sosial ekonomi inovasi. Rancangan eksperimen kancah diperlukan untuk menguji altematif-altematif strategi, kebijakan, dan praktek-praktek difusi sekarang, tidak sekedar mengkaji "apa" difusi sekarang melalui survei-survei pengguna. Kami menyarankan bahwa hendaknya lebih banyak digunakan eksperimen kancah dalam penelitian difusi untuk membantu menghindari masalah ingatan responden dan menilai kebijakan yang berangkat dari kebijakan- kebijakan difusi sekarang. Sampai sekarang, eksperimen kancah telah dilakukan terutama oleh ahli pemasaran dan oleh para peneliti yang menyelidiki efek pekerja laparigan semiprofesional dan pemberian insentif dalam difusi inovasi KB di negara-negara sedang berkembang (seperti diuraikan pada bab 2). Agar supaya X menyebabkan Y, mercka harus co-vary. Bila co- varianace itu sangat rendah. X barangkali bukanlah penyebab Y. Bila varian umum mereka tinggi, X mungkin menyebabkan Y, Para peniliti difusi telah terspesialisasi dalam menentukan korelat-korclat variabel terikat seperti keinovatifan; pendekatan ini memungkinkan mereka menolak penyebab-penyebab perubahan yang mungkin dalam variabel terikat, tetapi ini tidak dapat berkata banyak tentang urutan waktu variabel-variabel itu atau daya penekan mereka. Daya penekan, dengan mana X bertindak atas Y, lebih merupakan masalah teoritik daripada empirik Perhatian yang lebih banyak perlu diberikan dalam penekan difusi terhadap alasan teoritik mengapa variabel-variabel tertentu mungkin punya daya penekan atas variabel terikat tertentu. Kerja teoritik merupakan kunci konseptualisasi daya penekan varlabel-varlabel bebas tertentu atas keinovatifan, dan variabel-variabel terikat lainnya dalam penelitian difusi. Altenatif Terhadap Survei Difusi Teknik-teknik pengumpulan data ilmu sosial seperti wawancara pribadi tidak begitu baik hasilnya bila peneliti meminta responden mengingat apa yang dipikirkannya di masa lalu. Misalnya, menanya responden sumber-sumber atau saluran komunikasi inovasi yang diadopsinya sepuluh tahun yang lalu. Atau menanya responden kapan

dia mulai punya sikap berkenan terhadap inovasi. Jelas, kita tidak pereaya pada data seperti itu, walaupun data itu diberikan oleh responden yang koperatif yang berusaha memberikan data yang valid. Di samping eksperimen kancah, bentuk jalan keluar lainnya terhadap masalah ingatan responden dalam kajian difusi adalah mencari data pada banyak titik (kesempatan) dalam proses difusi. Bukannya menunggu sampai inovasi itu tersebar luas baru menggah data metalui ingatan responden, melainkan peneliti mencari data pada beberapa titik vrdidu selama berlangsungnya proses difusi (lihat gambar 3-2). Pada setiap titik waktu pengumpulan data, responden ditanya apakah mereka telah mengadopsi inovasi atau belum, dan rincian mengenai keputusan inovasi mereka. Intinya, pengumpulan data dengan pendekatan banyak titik-waktu seperti itu sama dengan membagi keseluruhan masa ingatan rata-rata responden menjadi bagian-bagian yang lebih kedil (lebih singkat, sehingga masih segar ingatannya). Ini memungkikan ingatan lebih akurat Sayangnya pengumpulan data (terutama bila itu terjadi sebelum pengadopsian inovasi oleh responden) bisa menggiring seseorang kepada keputusan inovasi itu sendiri; bila seseorang berulangkali ditanya apakah inovasi itu telah ia adopsi, minat orang terhadap inovasi sangat mungkin terpengaruh: semakin berminat atau menjadi jengkel. Karena itu pendekatan seperti ini cenderung obstrusive (memojokkan), walaupun dikompensasi dengan keuntungan-keuntungan tertentu. Altermatif lain jalan keluarnya dari masalah ingatan responden adalah kajian "titik adopsi (point- of- adoption)". Responden diminta memberi rincian mengenai pengadopsian suatu inovasi pada saat mereka mengadopsi, misalnya kapan mereka datang ke klinik (dalam kasus inovasi kesehatan atau KB), ke toko atau kios KUD (untuk inovasi pertanian), dsb. Strategi pengumpulan data yang dicari adalah saat pengadopsian. Tetapi ada juga kerugiannya; misalnya, data tentang dampak inovasi tidak dapat diperoleh. Sangat sedikit kajian "titik adopsi" yang telah dilakukan sampai saat ini, tetapi barangkali fisibel dalam situasi-situasi tertentu. Pada bagian ini kami telah membahas berbagai alternatif bagi survei pengguna, yang terlalu bergantung terutama pada ingatan responden mengenai waktu pengadopsian (keinovatifan), yakni eksperimen kancah, studi longitudinal panel pada beberapa titik waldu selama proses difusi, dan kajian Titik-Adopsi. Di samping itu, berbagai strategi penelitian bisa digunakan untuk mengurangi keseluruhan maslah ingatan responden dalam survei difusi: 1. Memilih inovasi yang dikaji yang telah menyebar dengan cepat dan yang menyolok bagi pengguna (sayangnya, strategi ini meningkatkan kemungldnan kecondongan pro-inovasi). 2. Menggali data tentang saat pengadopsian responden dari sumbersumber lain, misahiya calatan arsip. Contohnya adalah kajian Coleman dkk (1966) tentang obat-obatan yang mengecek ulang data ingatan dokter melalui catatan resep di toko obat.

3. Mengadakan pra-uji dengan cermat pertanyaan-pertanyaan survei dan wawancara bermutu oleh pewawancara yang terlatih, sehingga meningkatkan kemungkinan memperoleh data ingatan yang sevalid mungkin. MASALAH PEMERATAAN DALAM DIFUSI INOVASI Seperti akan kami paparkan pada hab 11, para peneliti difusi tidak banyak menaruh perhatian pada dampak-dampak inovasi. Terutama, mereka kurang memperhatikan masalah bagaimana keuntungan-keuntungan soial ekonomi inovasi terbagi dalam suatu sistem sosial. Bila masalah pemerataan telah diselidild, Kita sering mendapatkan bahwa difusi inovasi biasanya memperlebar jurang sosialekonomi di antara kelompok-kelompok yang berstatus tinggi dan yang rendah da[am suatu sistem sosial. Xecenderungan difusi inovasi meningkatlian ketimpangan sosial-ekonomi ini dapat terjadi pada sistem manapun, tetapi terutama telah terbukti pada negara-negara sedang berkembang Amerika Latin, Asia, dan Afrika. Karena itu kanil mulai pembahasan isu pemerataan dengan membahas geografi penelitian difusi. Geografi Penelitian Difusi Seperti kami paparkan pada bab 2, penelitian tentang difusi inovasi bermula di Amerika Serikat yang dilakukan oleh para ilmuwan sosial "aliran empirik", yang karyanya ditandai dengan empirisme kuantitatif, fungsionalisme, dan positivisme (Rogers, 1981). Pada akhir tahun 1950an, kajian-kajian difusi dilakukan oleh para sarjana Eropa yang umumnya mengikuti paradigma, difusi klasik yang dipelopori oleh Ryan dan Grow (1043). Kemudian, selama tahun 1960an, penelitlan difusi menjadi populer di negara-negara sedang berkembang Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Paradigma difusi diikuti dengan agak kaku. Banyak kajian difusi Dunia Ketiga dilakukan oleh "pelancong-pelancong" dari Amerika dan Eropa, atau oleh, para sarjana Amerika Latin, Afrika, dan Asia yang telah belajar pendekatan difusi selama mereka kuliah doktoral di AS. Stempel tebal "buatan Amerika" menandai penelitian-penelitian difusi di Dunia Ketiga iffi. Pertama, selama tahun 1960an, tampak bahwa sebagian hesar metode dan rampatan teoritik penelitian difusi adalah valid secara silang budaya; yakni, proses difusi di negara-negara dunia ketiga secara umum tampaknya sama dengan yang di negara-negara kaya, negara-negara industri EropaAmerika (Rogers dan Shoemaker, 1971). Walaupun seorang petani desa di dunia ketiga ditandai dengan lebih terbatas sumber-sumber finansial, rendah tingkat pendidikan formalnya, dan kekurangan media massa, inovasi agaknya menyebar dalam cara yang hampir sama dengan di AS, Keasamaan dalam proses difusi lebih kuat daripada perbedaan-perbedaannya. Misalnya kecepatan adopsi mengikuti kurva bentuk-S. Seperd di AS, para inovator di pedesaan Colombia

ditandai dengan lebib tinggi status sosial, lebih kosmopolit, lebih toleran terhadap ketakpastian daripada kelompok pengguna lainnya (Deutchmann dan Fals Borda, 1962a, 1962b). Tetapi selama tahun 1970an, suara-suara yang mempertanyakan dan mengecam mulai muncul tentang pengimporan budaya penelitian difusi ke negaranegara Dunia Ketiga. Beherapa kritik datang dari orang Ainerika dan Eropa yang telah mengadakan penelitian difusi di negara-negara sedang berkembang, kritikan lainnya oleh para ilmuwan sosial Dunia Ketiga (terutama di Amerika Latin), yang memunculkan pertanyaan-pertanyaan menggegerkan mengenai pelaksanaan dan hasil-hasil penelitian difusi yang dilakukan di negara mereka. Kami pikir kritikankritikan oleh para ahli difusi yang dihormati ini punya dasar yang sah dan pantas dipertimbangkan dengan cermat. Isu intelektual pokok di sini adalah ketepatan kultural penelitian ilmu sosial karena ia mulanya tumbuh menguat di AS dan kemudian diterapkan pada kondisi sosial budaya yang sangat berbeda di dunia ketiga. Salah satu alasan penelitian difusi itu menjadi sasaran kritik di negara-negara sedang berkemhang adalah karena, dibandinglian dengan bidang ilmu perilaku lainnya, ia mendapat perhatian lebih banyak di Amerika Latin, Afrika dan Asia. Gamhar 2-1 menunjukkan bahwa walaupun penelitlan difusi jauh lebih lambat memperoleh jalan di negara-negara sedang berkembang dibanding dengan di AS dan negara-negara maju lainnya, ia sedang mengejar dengan cepat. Sekarang, hampir 30% kajian difusi telah dilakukan di Amerika Latin, Afrika, dan Asia Jumlah publikasi penelitian difusi empirik seturuhnya di negara-negara sedang berkembang meningkat mulai dari 54 pada tabun 1960 menjadi 912 (dan jumlah ini tentunya di bawah perkiraan). Dengan begitu banyak jumlah kajian difusi di negaranegara sedang berkembang, dapat dimengerti bahwa bidang ilmu ini menjadi sasaran pertanyan yang kritis terutama mengenai ketepatan budayanya. Beberapa dari kritikan itu bisa dilakukan terhadap, semua jenis penilitian ilmu sosial, dan penyeUdikan difusi, karena ia ada di mana-mana, menghadapkan titik serangan intelektual. Beberapa yang lain kritikan khusus terhadap penelitian difusi. Memudarnya Paradigma Dominan Pembangunan Sekitar tahun 1970, saya berpilkir bahwa terjadi pergantian intelektual dalam konsepsi dasar kita tentang pembangunan. Dalam konteks berlalunya paradigma dominan pembangunan inilah penelitian difusi dievaluasi oteh para pengkritiknya pada tahun 1970an, dan ditemukan kekurangannya. Apakah paradigma dominan pembangunan itu? Ada empat unsur pokok dalam paradigma dominan itu (Rogers, 1976).
Walaupun masih ada jurang yang dalam pada ruang lingkup geografik penclitian difusi, yakni sangat kurangnya penyelidikan difusi di negara-negara komunis seperti Rusia, RRC dan Kuba. Bayangkan betapa akan berbedanya penyebaran jagung hibrida pada petani kolektif di Ukraina daripada penyebaran inovasi ini di Iowa.

Pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi dan disertai urbanisasi, kira-kira sama dengan jalannya Revolusi Industri. Penampilan pembangunan dikuantifikasi dalam definisi-definisi ekonomi seperti GNP dan pendapatan perkepala. Misalnya GNP suatu bangsa telah meningkat 5% pertahun selama tahun 1960an; tingkat pertumbuhan menyeluruh ini dijadikan indeks keberhasilan pembangunan tanpa banyak mempertimbangkan orang-orang mana yang betul-betul memperolch penghasilan lebih tinggi dan mana yang tidak. 2. Capital-intensive teknologi hemat-tenaga, terutama dialihkan dari negara-negara industri. 3. Perencanatan terpusat, terutama oleh para pakar ekonomi dan bank, dalam rangka membimbing dan mempercepat proses pembangunan. Pembangunan menjadi prioritas tertinggi bagi kebanyakan pemerintah di negara-negara sedang berkembang, begitu mereka memperoleh kemerdekaan dari kekuatan kolonial. 4. Penyebab utama keterbelakangan terletak pada negara sedang berkembang, bukannya pada sistem ekonomi intemasional atau hubungan ekstemal lainnya dengan negara-negara industri.
1.

Model difusi klasik cocok dengan paradigma dominan pembangunan ini. Paradigm pembangunan ini secara tidak langsung menyatakan bahwa pengalihan inovasi-inovasi teknologis dari lembaga-lembaga pembangunan kepada klien mereka merupakan kund pembangunan. Maka kajian difusi mulai berkembang biak di Amerika Latin, Afrika, dan Asia, terutama setelah tahun 1960an. Tetapi begitu terjadi pembalikan konseptualisasi pembangunan pada awal tahun 1970an (Tabel 3-1), peranan difusi inovasi juga mulai banyak dipertanyakan. Memang, paradigma pembangunan yang lebih baru telah bangkit, namun tidak ada konsensus di berbagai negara tetang kepastian karakteristiknya. Namun demikjan, munculnya altematif terhadap paradigma dominan pembangunan punya imptkasi-imphkasi tertentu terhadap peranan difusi dalam pembangunan. Sekarang, pembangunan biasanya didefinisikan sebagai suatu proses partisipatori yang luas, perubahan sosial dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk membawa kemajuan baik material maupun sosial (termasuk adanya kesaman, kebebasan dan kualitas kehidupan lainnya yang lebih besar) bagi mayoritas penduduk melalui kemampuan mereka untuk mengendalikan lingkungannya sendiri. Semakin besamya perhatian terhadap pemerataan hasil-hasil pembangunan pada tahun 1970an mengarahkan priorotas penduduk pedesaan dan perkotaan yang miskin sebagai sasaran utama pembangunan di negara sedang berkembang. Sasaran ini merupakan mayoritas penduduk bangsa di negara sedang berkembang. Kebijakan pembangunan telah menjadi kurang berorientasi elite, dan lebih berkenaan dengan pemerataan keuntungan-keuntungan sosial-ekonomi inovasi teknologis. Ketika perhatian tentang pemerataan dalam program-program pembangunan telah muncul sebelum tahun 1970an, hal ini merupakan jawaban terhadap

ketidakpuasan terhadap, teori trickle down, maka sektor-sektor tertentu dari masyarakat diarahkan untuk mengadopsi inovasi-inovasi teknologis tetapi hasil-hasilnya segera diteruskan kepada sektor-sektor yang kekurangan. Betapapun teori trickle down telah ditolak oleh para perencana pembanunan pada tahun 1970an semata-mata hanya karena tidak secara tangsung memerangi ketimpangan sosial ekonomi yang ada pada struktur sosial negara sedang berkembang.

Tabel 3-1 Altematif terhadap Paradigma Dominan Pembangunan


Unsur-unsur Pokok Para digma Dominan Pemba ngunan 1. Pertumhuhan ekonomi Alternatif thd Paradigm Dominan 1. Persamaan distribusi Faktor-faktor yang mungkin membawa pada alternatif paradigma dominan 1. Merosotnya tingkat pertumbuhan ekonomi selama 1950an dan 1960an di kebanyakan negara sedang berkembang 2. Munculnya hilang kepercayaan terhadap teori "trickle down" pendistribusian hasil pembangunan 1. Masalah pencemaran lingkungan di Eropa, Amerika dan Jepang. 2. Kesadaran ada batas-batas pertumbuhan. 3.Krisis energi tahun 1973. Pengalaman RRC dalam pembangunan yang desentralisasi dan partisipatori 1. Munculnya kekuatan OPEC 2. pertukaran kekuatan dunia tergambar pada perilaku voting di PBB dan berbagai badan internasional

2. Teknololgi pada modal

1. Meningkat kualitas kehidupan 2. lebih besar tekanan pada teknologi tepat Percaya diri pada pembangunan lokal Penyebab keterbelakangan adalah dari dalam dan dari luar (berarti suatu redifinisi oleh negara sedang berkembang

3. Perencanaan pembangunan terpusat 4. penyebab keterbelakangan adalah dari dalam

Paradigma Difusi yang Cocok Bagi Negara Sedang Berkembang


Salah seorang ahli komunikasi Amerika Latin yang terkenal yang telah melakukan penelitian difusi selama lebih dari 20 tahun di benua ini, Dr. Juan Diaz Bordenave (1976), menyimpulkan bahwa "para ahli komunikasi Amerika Latin harus mengatasi beban mental mereka untuk menerima realitas masyarakat mereka sendiri berdasar konsep dan ideologi asing, dan mereka harus belajar melihat komunikasi dan pengadopsian inovasi menurut pandangan mereka sendiri". Karena model difusi klasik disusun di bawah kondisi sosial ekonomi yang sangat berbeda, dan dibuat oleh para ahli yang posisi ideologisnya tidak cocok dengan kenyataan Amerika Latin, Bodenave menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan penelitian difusi yang ditanyakan oleh para ahli/peneliti Amerika Latin tidak mengenati isu pokok yang mempengaruhi pembangunan. Khususnya, isu-isu khas dalam kajian-kajian difusi yang lalu adalah: 1. Bagaimana inovasi teknologis menyebar di dalam suatu sistem sosial?

2. Apakah ciri-ciri inovator, pengguna awal dan kelompok pengguna lainnya? 3. Apakah peranan pemuka pendapat dalam jaringan antarpribadi dengan mana suatu ide baru menyebar di dalam suatu sistem, misalnya suatu desa pertarian? Bordenave (1976) menyarakan bahwa pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini lebih patut untuk kebutuhan seorang petugas pembangunan yang sedang merencanakan lebih dari sekedar struktur ssosial sebagai hasil program-program pembangunan nasional: 1. Apakah pedoman kriteria pemihhan inovasi yang akan didifusikan: (1) kesejahteraan masyarakat umum, (2) peningkatan produksii barang-barang ekspor, (3) menjaga rendahnya harga untuk konsumen kota, atau (4) meningkatnya keuntungan bagi elite sosial seperti tuan tanah dan para industriawan? 2. Siapakah yang memutuskan inovasi mana yang harus dikembangkan oteh para pekerja litbang, dan siapa yang memutuskan penyebarannya ke masyarakat? 3. Bagaimana sifat struktur sosial masyarakat, dan apakah pengaruhnya terhadap keputusan inovasi individual? 4. Apakah inovasi teluiologis yang sedang disebarkan itu tepat, telah teruji, dan cocok dengan tahap pembangunan sosial ekonomi bangsa? Apakah inovasi-inovasi itu dirancang khusus untuk petani komersial ataukah petani subsisten, untuk kelompok elite ataukah orang miskin perkotaan? 5. Siapakah yang mengendalikan sumber-sumber komunikasi dan saluran-saturannya dengan mana inovasi-inovaasi itu disebarkan? Apakah ada monopoli, penyensoran, atau distorsi pesan-pesan inovasi dalam sistem komunikasi yang sekarang? 6. Apakah kira-kira dampak inovasi teknologis terhadap. lapangan kerja dan pengangguran, perpindahan penduduk desa ke kota-kota yang telah padat, dan ke arah pembagian yang lenbih merata pendapatan penduduk perseorangan? Apakah inovasi itu memperluas ataukah mempersempit jurang sosial ekonomi? Isu-isu penting ini jarang diperhatikan dalam penelitian difusi di Amerika Latin, tidak juga di Afrika dan Asia. Barangkali isu-isu itu juga harus dipertimbangkan untuk studi dalam bangsa-bangsa seperti AS. Pertanyaan-pertanyaan ini memungkinkan membawa penelitian difusi ke arah yang akan membantu mengatasi kecondongan pro-inovasi dan asumsi-asumsi menyalahkan-orang. Mungkin satu-satunya cara terpenting di mana penelitian difusi di negara sedang berkembang harus berbeda dari penelitian yang lalu adalah berkenaan dengan isu pemerataan, khususnya karena diflisi dipengwuhi oleh suatu struktur sosial yang ketaVkaku di negara sedang berkembang. Sistem Sosial dan Difusi

Di Amerika Latin, Aftika, dan Asia stuktur sosial suatu bangsa atau suatu komunitas tokal seringkali sangat berbeda dengan struktur sosial di Eropa-Amerika. Kekuasaan, kesejahteraan ekonomi, dan informasi biasanya lebih terpusat pada beberapa tangan/pihak saia, dan aspek struidur sosial ini tidak saja mempengaruhi sifat penyebaran suatu inovasi tetapi r-iempengaruhi juga siapa yang memperoleh keuntungan dan kerugian dari perubahan teknologi itu. Bila inovasi tersebar dengan cepat, tetapi ketimpangan sosial ekonomi mendasar yang tercen-nin dalam struldur sosial tidak berubah, apakah pembangunan itu betul-betul telah terjadi? Para sarjana Dunia Ketiga pada tahun 1970an mulai mempertanyakan apakah model difusi klask walaupun secara sfiang budaya valid, banyak menuniang pada pembangunan? Isu ini bukan sekedar meletakkan variabel struktur sosial ke dalam analisis difusi, juga bukan hanya lebih luasnya pembagian dampak inovasi, tetapi mengenal perubahan struktur sosial niasyarakat itu juga. Masalah keterbelakangan sosial dengan demildan sedang didefinisi-ulang, dan sehing dengan itu secara serius dipertanyakan apakah difusi inovasi dapat memainkan peran penting dalam mengubah struktur sosial masyarakat. Model difusi klasik disusun dalam kondisi sosial budaya yang sangat berbeda dengan kondisi sosial budaya Amerika Latin (atau Afrika dan Asia), dan karena itu Bordenave mengemuikakan "bila model itu digunakai dengan sembrono (tidak kritis), ia tidak akan menyentuh isu dasar seperti perubahan struldur sosial: 'Bila ada satu hal yang sedang kita pelaiari di Amerika Latin, itu adalah bahwa kajian-kajian komunikasi inovasi tidak dapat eksis sebagai penelitian yang secara ideologis bebas dan secara politik netral. ilmuwan yang mengatakan bahwa ia ingin melakukan penelitian tanpa memasukkan dirinya ke dalam satupun cara-cara mengubah struktur masyarakat, sebetulnya sama dengan orang yang percaya terhadap penelitian sebagai suatu alat untuk memasukkan jalan pikirannya ke arah perubahan manusia dan masyarakat" Di Amerika Latin, Aftika dan Asia penelitian difusi cenderung mengabaikan konteks struktur sosial di mana penelitian itu dilakukan. Kritikan ini berlaku juga di Amerika, namun barangkali dampaknya tidak begitu serius. Kritik-kritik membangun atas asumsi-asumsi dasar pendekatan difusi telah mempertanyakan apakah "komunikasi itu sendiri dapat mendongkrak pembangunan tanpa menghiraukan kondisi sosial ekonomi dan politiknya?" (Behan, 1976). Bahkan, para ahli ini menyatakan bahwa difusi inovasi hanya sedikit efeknya "jika pembangunan tidak diawali dengan perubahan struktural" (Grunig,
Pandangan bahwa penelitian komunikasi dan para peneliti komunikasi adalah bagian dari masyarakat yang mereka teliti ini teiah sepenuhnya dikenal oleh para ahli tertentu di Eropa dan Amerika Latin daripada teman-teman mereka di Amerika Utara yang cenderung berpikir penelitian empirik sebagai bebas/ netral dan bebas nilai (Rogers, '98] a). Para ahli kemunikasi yang kritis mengajukan pertanyaan penting:

1971). Sebetuinya, media massa di banyak negara sedang berkembang tidak membawa informasi yang berguna tentang inovasi teknologis kepada mayoritas penduduk yang warga pedusunan dan kelompok miskin perkotaan (Berghouti, 1974). Isi media terutama adalah hiburan dan iklan, isi yang sebetuinya bisa menghambat pembangunan, terutama pembangunan pedesaan. Media scring dimiliki oleh elite minoritas, dan dipenuhi dengan isu-isu perkotaan dan peningkatan konsumsi produk-produk konsumen, jadi malah mengalihkan perhatian masyarakat dari masalah-masalah perubahan struktural sosial politik. Maka, dalam gerakan melewati adalah mulanya "buatan AS" sebelum tahun 1960an kemudian diteruskan dengan pentransferan ke negara-negara sedang berkembang pada tahun 1960an dan 1970an, penelitian difusi dipahami dalam suatu perpektif yang berbeda, dan ditentukan dengan kriteria tujuan yang berbeda. Suatu cara ke arah revolusi sosial, bukan. Barangkali sebagai suatu alat yang berguna untuk perubahan sosial dan pembangunan, bila digabungkan dengan penstrukturan masyarakat. Kesenjangan Sosial Ekonomi dan Difusi Struktur sosial di negara sedang berkembang diketahui sebagai penentu yang kuat bagi jalan individu ke arah inovasi teknologis; sering, kekakuan struktural harus diatasi terlebih dulu sebelum pengkomunikasian inovasi bisa mempunyai efek (Bordenave, 1976). Misalnya, petani-petani yang memiliki ladang lebih luas daripada kebanyakan orang, yang menikmati status sosial ekonomi yang lebih tinggi, dan yang punya lebih banyak kesempatan tersentuh media komunikasi massa, adalah yang paling inovatif dalam mengadopsi teknologi-teknologi pertanian baru. Barangkali kegagalan seorang petani mengadopsi inovasi-inovasi yang diperkenalkan adalah lebih banyak karena ketiadaan kesempatan dari-pada adanya hambatan trarlisional untuk berubah. Para petani yang memilild ladang lebih luas, lebih banyak uang, dan lebihbanyak pengetahuan dapat lebih mudah memperoleh kredit, informasi lanjutan, dan masukan-masukan lainnya untuk mengadopsi inovasi teknologis. Karena mereka mengadopsi inovasi relatif lebih awal, mereka memperoleh lebih banyak keuntungan inovasi, seperti "rejeki nomplok" yang lebih banyak diperoleh inovator. Mayoritas petani yang lebih miskin di negara sedang berkembang kekurangan sumber-sumber dan mereka juga tidak dapat mengadopsi inovasi atau akan mengadopsinya relatif lebih lambat. Kebanyakan petani di negara sedang berkembang semata-mata tidaklah bebas menerapkan keputusan inovasi mereka sendiri. Lembaga pembangunan cenderung memberi bantuan terutama kepada mereka yang inovatif, kaya, berpendidikan, dan pencari informasi. Mengikuti strategi difusi progresif ini (atau "mudah-meyakinkan") cendrung ke arah pembangunan yang kurang merata. ~Inya, para petani yang lebih progresif berhasrat pada ideide

baru, dan punya ladang lebih luas, efek langsung pengadopsian mereka atas produksi pertanian juga lebih besar. Para petugas pembangunan pedesaan mengikuti strategi pembinaan klien yang progresif ini karena mereka tidak dapat menjangkau semua klien mereka, maka mereka memusatkan usahanya pada klien yang paling responsif, yang biasanya sepadan dengan mereka. Dengan kata lain, orang-orang yang punya sumber-sumber iebih besar blasanya memperoteh keuntungan lebih banyak dari inovasi-inovasi yang diperkenalkan oleh lembaga pembangunan daripada mereka yang sumber-sumbemya lebih kecil, sehingga dengan demikian memperlebar kesenjangan keuntungan sosial ekonomi. Tetapi apakah difusi inovasi pasti meperlebar kesenjangan sosial ekonomi dalam suatu sistem sosial? Beberapa alasan untuk optimis terhadap isu ini telah diberikan oleh dua eksperimen kancah di negara sedang berkembang. Singh dan Mody (1976) di India dan Roling (1976) di Kenya merancang dan mengevaluasi pendekatan difusi yang mempersempit kesenjangan sosial ekonomi. Pendeknya, pendekatan ini berusaha mengatasi kecondongan ketimpangan program-program difusi yang biasa; mereka memperkenalkian inovasi-inovasi yang tepat untuk khen sosial ekonomi lemah melaiti bentuk program pembangunan yang khusus. Dua studi ini (yang akan dibahas rinci di bab 11) menunjukkan babwa bila strategi komunikasi digunakan secara efektif untuk mengurangi kesenjangan sosial ekonom~ maka struktur sosial ekonomi mungkin bukan lagi rintangan utama terhadap penyebaran inovasi bagi bagian terbe.sar penduduk yang kurang beruntung. Jadi, adalah mungkin melaksanakan suatu pembangunan yang lebih merata melalui strategi difusi yang tepat, walaupun perubahan struktur sosial pada level makro tidak/belum terjadi. Kita baru saja membahas empat kelemahan utama penelitian difusi; bahasan ini membawa kita pada ~25impulan bahwa awainya penelitar difusi meninggalkan suatu cap yang tak terhapus mengenal pendekatan, konsep, metode, dan asumsi-asumsi di lapangan, sclama hampir 40 tahun dan 3.000an publikasi. Kecondongan-kecondongan yang kita warisi dari para pendahulu penelitian kita telah sama sekali tidak tepat untuk tugas-tugas penelitian difusi sekarang. Adalah ironis bahwa kajian inovasi telah menjadi begitu tradisional. PERAMPATAN DIFUSI MELALUI META-RESEARCH Meta-research digunakan untuk mensintesakan 103 rampatan tentang difusi oleh Rogers dan Shoemaker (1971) telah dikritik oleh Down dan Mohr (1976) berdasarkan apa yang mercka anggap ketiadaan temuan-temuan yang sangat konsisten Kami akan
Schmich (1976) juga mengkritik 103 rampatan yang dikemukakan Rogers dan Shoemaker (1971) karena kurangnya dukungan yang sangat lengkap, letapi kemudian dia memperkhalkan pentingnya menjelaskan mengapa suatu rampatan didukung dalam studi-studi empirik terlenfu dan tidak pada stuudi yang Iain. Sebetuinya, Schmidt berusaha membawa pendekatan teoritiknya (berdasarkan sosiologiwan Jerman K-D. App dar. karya George

membahas singkat kritikan ini, tetapi pertama kali kami menjelaskan bagaimana seseorang menarik pengetahuan pada level yang lebih umum dari kajian-kajian empirik difusi. Kebanyakan pembaca buku ini ingin mengetahui apa yang umum diketahui tentang penyebaran inovasi, daripada hanya rincian bagaimana inovasi "masak air minum" menyebar pada sebuah desa di Peru, bagaimana gammanym menyebar di kalangan dokter, dan bagaimana materrotika modem diadopsi sekolah-sekolah di Prittsburgh. Dengan kebutuhan untuk pemahaman yang lebih terabstraksi mengenai difusi, buku ini diorganisasi di sekitar 91 rampatan. Rampatan itu hasil dari meta-research, sintesa hasil-hasil penelitian empirik ke dalam kesimpulan-kesimpulan yang lebih umum pada suatu level teoritik (Rogers, 1971b). Wtode pokok rmta-research yang digunakan di sini adalah proportional inventory, di mana kesimpulan-kesimputan tertulis dari masing-masing penelitian empirik ditabulasi dalam suatu seri (rangkaian) pemyataan dan kemudian kesimpulan yang lebih umum ditarik dalam bentuk rampatan. Meta- research dapat memberi informasi ilmiah yang tidak dapat diperoleh de-ngan cara lain. Marilah kita berasunisi bahwa ada seratus kajian empirik tentang hubungan antara status sosial ekonomi dengan keinovatifan (sebetulnya ada ratusan). Masing-masing dari ratusan peneliti mungkin mengukur status sosial ekonomi dan keinovatifan itu dengan cara yang agak berbeda. Dalam beberapa kajian respondennya petani, yang lain pendidik, yang lain dokter, dan seterusnya. Mungkinkah anda membaca ratusan publikasi difusi itu, dan membuat kesimpulan sendiri? Mungkin anda akan kehilangan waktu. tenggelam dalam informasi yang berlimpah itu karena banyaknya gundukan publikasi (buku, majalah, atau artikel yang diterbitkan) difusi itu. Dan keseluruhan rampatan itu mungkin tidak begitu gamblang, bila anda tidak membaca laporan penelitian itu dengan cermat dan mengkategorikan terruan-temuan dalam suatu proportional inventory. Intinya, saya telah membantu membimbing jalan anda melewati kesimpangsiuran literatur penelitian difusi dengan mensintesakan 91 rampatan yang di susun pada bab-bab selanjutnya di buku ini. Meta-research dengan unik dapat memberi informasi tentang reliabilitas suatu temuan penelitian menyilang sejumiah kajian. Kebanyakan kita ingin lebih dari hanya satu kajian tunggal untuk memberi bukti pengukuhan tentang suatu temuan penelitian tertentu, karena satu kajian tunggal agak lemah untuk dijadikan sandaran suatu kebijakan atau praktek. Karena itu mengetahui reliabilitas bukti penelitian untuk beberapa rampatan sebagai seuatu hasil meta-research biasanya merupakan langkah penting dalam menerjerrohkan hasil-hasil penelitian menjadi tindakan. Jarang pengetahuan yang diberikan oleh suatu kajian tunggal yang dapat membawa kita langsung pada pemecahan beberapa masalah sosial.
Homans) untuk penjelasan beberapa dari 103 rampatan itu.

Pengkaitan Teori dan Penelitian pada Middle-Range


Kami lebih suka bekerja pada middle range, menghubungkan teori dengan penelitian dan penelitian dengan teori. Ini berarti bahwa dasar teoritik kita harus cukup spesifik untuk dapat diuji secara empirik dan data kita harus menguji hipotesis teoritik- Teori yang tidak dapat diuji tidak berguna, data yang tidak terkait pada hipotesis teoritik menjadi tidak relevan. Langkah-langkah prosedural pokok dalam metaresearch kami pada middle range adalah 1. Semua konsep harus dinyatakan sebagai variabel. Konsep adalah suatu dimensi-pandangan yang dinyatakan dalam istilah-istilah yang paling dasar. Suatu variabel konseptual yang digunakan dalam seluruh buku ini adalah keinovatifan, yang didefinisIan sebagai tingkat di mana seseorang atau unit adopsi relatif lebih awal mengadopsi ide-ide baru daripada anggota sistem sosial lainnya. Idealnya, suatu konsep haruslah sedapat mungkin umum dan abstrak sehingga bisa digunakan untuk mendeskripsi perilaku pada banyak tipe sistem sosial yang berbeda. Misalnya, konsep keinovatifan telah digunakan dalam kajian industri, pendidikan, kesehatan, dan pertanian. 2. Hubungan yang sudah didalilkan antara dua (atau lebih) konsep tersebut dinamakan hipotesis teotik. Contoh hipotesis teoritik yang diuji dalam bebe-rapa hajian (yang dibahas pada bab 7) adalah: "keinovatifan berbubungan positif dengan kekosmopolitan". Dalam contoh ini keinovatifan dan kekosmopolitan adalah konsep, dan hipotesis teoritik mendalilkan suatu hubungan positif antara keduanya. Hipotesis itu menyatakan bahwa orang-orang yang punya komunikasi dengan sumber-sumber di luar sistem mereka sendiri adatah lebih inovatif. Bila seseorang punya rantai jaringan dengan orang-orang lain di tuar sistem sosiainya, lebih besar penyimpangan dari harapan-harapan sistem mengenai bagaimana seseorang mestinya berpenlaku, dan kemungkinan pengadopsian ide-ide baru adalah kemungkinan hasilnya. Juga, rantai jaringan kosmopolit mungkin memberi suatu saluran dengan mana seseorang bisa belajar irovasi. Ingat bahwa hipotesis teoritik yang disebut di sini terbatas pada ruang lingkup difusi inovasi. Itulah sebabnya mengapa tipe-tipe analisis kami disebut "middle range"; penerapan hipotesis kami secara eksphsit dibatasi pada salah satu jenis tingkah laku manusia. Namun demikian, pembatasan seperti itu hendaknya mendorong pendalilan hubungan-hubungan terhipotesis yang sama mengenai jenis perilaku lainnya; analisis middle range dapat menyajikan satu rute ke arah teori yang lebih umum. 3. Suatu hipotesis teoritik diuji dengan hipotesis empirik (atau beberapa hipotesis), yang didefinisikan sebagai hubungan yang didalilkan antara dua ukuran operasional konsep. Operasi adalah rujukan empirik suatu konsep; ia bisa berupa indeks, hasil pengamatan, atau jawaban terhadap pertanyaan langsung.

Sementara konsep-konsep hanya ada pada level teoritik, operasi hanya ada pada level empirik Seberapa jauh suatu operasi merupakan ukuran sah (valid) suatu konsep disebut hubungan epistemik, Issomorfisme matarantai antara suatu konsep dengan operasinya ini dapat dievaluasi hanya dengan cara induktif. Suatu analisis middle range hubungan antara keinovatifan dengan kekosmopolitan diflustrasikan dengan contoh kajian Ryan dan Gross tentang jagung hibrida (Gambar 3-6). 4. Suatu hipotesis empirik bisa diterima atau ditolak.berdasarkan uji signifikansi statistik, dengan pengamatan visual data, atau sesuai dengan kriteria lainnya. Dalam kajian jagung hibrida, Ryan dan Gross melaporkan adanya suatu hubungan positif dan signifikan antara waktu pengadopsian bibit hibrida oleh petani dengan jumlah perjalanan mereka ke Des Moines
(Konsep) Hipotesis Teoritik (Level Teoritik) KEINOVATIFAN Berhubungan positif dengan (Konsep) KEKOSMOPOLIT

Hubungan Epistemik (Level Empirik) Hipotesis Empirik KEAWALAN PENGADOPSIAN JAGUNG HIBRID (Operasi)

Hubungan Epistemik

Berhubungan positif dengan

JML PERJALANAN KE DES MOINES (Operasi)

Gambar 3-6. Diagram Analisis Middle-range Keinovatifan dan Kekosmopolhan

5.

6.

Suatu hipotesis teoritik didukung atau ditolak berdasarkan pengujian hipotesishipotesis empirik yang sesuai. Penegasan (klaim) kebenaran bisa ditambahkan pada suatu hipotesis teoritk oleh temuan-temuan yang sama dari analisis lain mengenai kedua variabel konseptual pada berbagai sistem sosial yang berbeda. Karena fukungan tambahan diberikan kepada suatuhipotesis yang umum (general), kepercayaan yang lebih besar bisa ditaruh pada hubungan antara dua konsep, dan hubungan ini bisa dipertimbangkan sebagai rampatan (generalisasi) dan akhirnya bahkan prinsip atau bahkan hukum. Rampatan, prinsip dan bukum merupakan tiga titik pada suatu kontinum yang menunjukkan tingkat validitas suatu hubungan antara dua konsep, atau lebih. Hubungan antara masing-masing dari dua konsep itu, dan dengan konsep-konsep lain yang mungkin dianalisis, dan karena temuan-temuan mengenal hal ini sedikit demi sedikit terkumpul,

suatu teori yang lebih umum dapat dikembangkan. Bukti-bukti dikumpulkan dalam suatu cara yang terpadu dan konsisten. Misalnya Coleman dkk (1966) menemukan bahwa para dokter yang inovatif lebih sering keluar kota, untuk mengadakan menghadiri pertemuan-pertemuan khusus kedokteran. Temuan ini, dan banyak lainnya yang dilaporkan pada bab 7, memberi dukungan lebih lanjut lepada rampatan mengenai hubungan keinovatifan dan kekosmopolitan. Kami menghubungkan level-level teoritik dan empirik dengan menggabungkan proses-proses deduksi (berangkat dari hipotesis teoritik ke empirik) dan induksi (dari hasil-hasil empirik ke level konseptual). Tujuan akhir analisis middle range adalah pengembangan serangkaian konsep yang safinmg berkait dan terpadu, terpaut dalam suatu matrik teori-teori dan hubungan-hubungan yang kokoh. Dalam buku yang mi kami memasangkan banyak sekali hubungan empink yang dihasilkan oleh penyefidikan difusi ke dalam serangkaian rampatan middle-range. Rampatan-rampatan ini membentuk kerangka organisasional buku kami. Penyederhanaan Berlebih Rampaan Dua Konsep Salah satu kelemahan rampatan kami dalam bab-bab berikut nanti adalah ketidak-jujuran dalam kerapian mereka dan penyederhanaan. Rampatan-rampatan kami hampir semuanya berkenaan dengan dua pasangan konsep, padahal sifat asli difusi tentunya merupakan satu jaringan yang saling berkaitan antara banyak variabel konseptual. Misalnya, rampatan kami bahwa keinovatifan berhubungan positif dengan kekosmopolitan (Gambar 3-2) tidak menunjukkan bahwa hubungan antara keinovatifan dan kekosmopolitan mungkin disebabkan oleh hubungan antara kedua variabel itu dengan konsep ketiga, misalnya status sosial. Kita tahu, misalnya, bahwa orang yang lebih inovatif seringkali relatif lebih tinggi status sosial ekonominya, sebagaimana halnya orang yang kosmopolit (bab 7). Maka tidakkah status sosial juga tennasuk dalam rampatan keinovatifankekosmopolitan? Sayangnya, tidak begitu. Kebanyakan kajian empirik difusi yang dibahas dalam buku ini hanya menaruh perhatian pada hipotesis dua variabel, dan kita tidak dapat menyimpulkan temuan-temuan yang tidak ada. Lebih lanjut, kemampuan untuk memahami rampatan tiga-variabel, empat variabel, dst. Biasanya mengurangi secara langsung proporsi jumlah variabel yang tercakup. Karena itu, demi kejelasan dan karena kami kekurangan dasar empirik untuk bertindak lebih jauh, rampatan-rampatan dalam buku ini, dengan beberapa perkecualian, berkenaan dengan dua konsep. Kita hendaknya tidak lupa bahwa kita sedang secara arfifisial dan heuristic mencincang kenyataan menjadi potongan-potongan

konseptual yang dapat disantap. Walaupun proses seperti itu bisa membantu mencemanya, ia juga menumbuhkan rasa muak Reliabilitas Rampatan Difusi Analisis midle range tidak hanya bermanfaat dalam mensintesa temuan-temuan penelitian yang lalu, tetapi juga memberi arah yang berguna untuk penyelidikan difilsi di masa mendatang, Dalam beberapa bab buku ini berkenaan dengan topik-topik yang relatif hanya sedikit penyelidikannya di masa talu yang telah dikerjakan, sehingga kialm kebenaran rampatan ini kedi. Dalam kasus-kasus begini rampatan kami lebih merupakan suatu peta penelitian untuk kajian-kajian masa mendatang daripada suatu kesimpulan hasil-hasil penelitian yang talu. Rampatanrampatan dalam buku ini berjenjang tingkat dukungan penelitiannya mulai dari yang hanya sedikit dukungan, sehingga rampatan tidak lebih dari hipotesis teoritik, sampai yang banyak dukungannya, sehingga rampatan mendekati tingkat prinsip. Jumlah kajian difusi empirik yang menuniang setiap rampatan lomi dalam buku ini diberikan pada bab-bab berikitnya. TabuLasi ini didasarkan pada analisis isi (content analysis) kami terhadap publikasi-publikasi difusi empirik yang ada pada tahun 1968 (Rogers dan Shoemaker, 1971:2146-385), disusun kembali, diklasifikasi ulang, dan diperbarui di sana sini untuk menyesuaikan dengan perubahanperubahan arah penelitian difusi yang sekarang sejak tahun 1968 dulu. Misalnya kebanyakan rampatan tentang inovsi dalam organisasi (bab 10) didasarkan pada penelitian yang dilakukan sejak tahun 1968. Yang lain, rampatan-rampatan mengenai variabel yang berkait dengan keinovtifan (bab 7), penelitian yang ada tidak mengalami perubahan penting sejak 1968, maka kami merasa aman untuk tetap menggunakan anabsis isi terdahulu. Sejak tahun 1968, keseluruhan jumiah pubbasi mengenai kemovatifan hampir berfipat dua, dan tugas menganalisis isi semua kajian baru itu akan begitu besar sehingga mematyahkan semangat. Tetapi saya telah membaca setiap publikasi difusi yang terbit setelah 1968 yang ada, dan secara intuitif telah memasukkan temuan-temuan yang ada di dalamnya ke buku saya yang sekarang ini. Tidak mengherankan jika dukunganempirik terhadap rampatan-rampatan dalam buku ini agak luas variasinya. Beberapa rampatan didukung oleh cukup banyak studi empirik yang relevan, dalam banyak hal berkisar antara 60-70 persen. Apakah tingkat reliabilitas ini memuaskan? Down dan Mohr (1976) setelah membahas reliabilitas rampatan-rampatan difusi pada buku kami terdahulu (Rogers dan Shoemaker, 1971) tidak berpikir begitu: "Barangkali ciri yang paling mengkhawatirkan tentang kumpulan kajian empirik difusi ini adaiah sangat bervariasinya temuan, yang kami sebut ketidak-mantapan .... Gejala ini terjadi dengan keberaturan yang tanpa belas kasihan. Kita memang harus berharap

beberapa variasi hasil-hasil penelitian ilmu sosial, tetapi catatn dalam bidang inovasi di luar interpretasinya". Kami tidak sepenuhnya diyakinkan oleh pandangan yang mengerikan Down dan Mohr tentang reabilitas rampatan difusi. Ketika saya membandingkan reliabilitas rampatan-rampatan kami yang sekarang dengan rampatan di bidang ilmu sosial lainnya, ilmu biologi dan fisika, saya tidak mendapatkan babwa rampatan-rampatan (kami) itu kurang reliable. Maka, jika perbandingan itu relatif, rampatan-rampatan difusi adalah sama reliablenya dengan di bidang penelitianlainnya, khususnya bila bermacam-macam rentangan disiptin ilmiah, metodologi, dan jenis inovsi serta sistem pengadopsi itu termasuk dalam penelitian difusi. Tetapi seperti Down dan Mohr, saya juga menginginkan level persetujuan yang lebih tinggi da[am temuan-temuan dari penelitian difusi. Dan salah satu langkah untuk mencapai reliabilitas yang lebih tinggi ialah dengan membuat suatu propoitonal inventory bidang difusi seperti buku yang sekarang ini, Fehingga kita tahu bagaimana kia berdiri, dan membantu mengidentifikasi arah-arah prioritas untuk kajian di masa mendatang. Dalam arb inilah kami menyajikan meteresearch dalam buku ini. RANGKUMAN Dalam bab ini kita membahs empat kritikan utama tentang penelitian difusi: (1) kecondongan pro-inovasinya, implikasi kebayakan penelitian difusi bahwa suatu inovasi harus disebarkan dan diadopsi oleh semua anggota sistem sosial, bahwa ia harus menyebar dengan cepat, dan bahwa inovasi itu tidak harus direinvensi atau ditolak, (2) kecondongan menyalahkan-orang, yaitu kecenderungan untuk menganggap bahwa orang (individu) bertanggung jawab atas masalah yang terjadi pada dirinya, daripada sistem (yang mestinya bertanggung jawab) dimana orang itu hanyalah merupakan bagiannya, (3) masalah ingatan dalam penelitian difusi yangbisa menyebabkan ketida-akuratan bila responden diminta mengingat saat mereka mengadops;i ide baru, dan (4) isu persamaan dalan difusi inovasi, karena kesenjangan sosial ekonomi di antara anggota suatu sistem sosial seringkali semakin lebar sebagai hasil tersebarya ide-ide baru. Altematif-alternatif terhadap pendekatan penelitian difusi yang biasa dikemukakan untuk mengatasi keempat kritik penelitian difusi ini. Akhimya kami menguraikan prosedur-prosedur meta- research yang menghasilkan rampatan-rampatan dalam buku. Meta- research adalah sintesa hasil-hasil penelitian empirik ke dalam kesimpulan yang lebih unum pada level teoritik. Langkah pertania dalam pendekatan ini adalah mempertegas semua konsep yang digunakan. Konsep adalah suatu dimensi/pandangan yang dinyatakan dalam istilah yang paling dasar. Kemudian kita mendalilkan hubungan antara dua konsep dalam bentuk suatu hipotesis teoritik Hipotesis teoritik diuji dengan hipotesis empirik yang relevan, yang mendafilkan hubungan antara dua ukuran

operasional konsep. Operasi adalah rujukan empirik suatu konsep. Hipotesis empirik sering diterima atau ditolak berdasarkan pengukuran signffikansi statistik, tetapi bisa juga digunakan kriteria lain. Akhirnya, hipotesis teoritik didukung atau ditolak dengan menguji kecocokannya dengan hipotesis teoritik, yang nantinya menghasilkan serangkalan rampatan middle range. Kami percaya bahwa rampatan middle range merupakan batu loncatan menuju teori yang lebih umum tentang perubahan sosial, setelah diabstraksilan ke suatu tingkat generalitas yang lebih tinggi lagi.

You might also like