You are on page 1of 2

SEJARAH SINGKAT KERAJAAN KLUNGKUNG

Klungkung sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Bali dengan luas wilayah 315 km, dimana sepertiga wilayah ada di daratan Pulau Bali dan dua pertiga berada di wilayah Kepulauan Nusa Penida memiliki peran penting dalam sejarah. Pada jaman kerajaan, Klungkung menjadi pusat pemerintahan raja-raja Bali. Raja Klungkung adalah pewaris langsung dan keturunan lurus dari Dinasti Kresna Kepakisan. Oleh karenanya, sejarah Klungkung berhubungan erat dengan raja-raja yang memerintah di Samprangan dan Gelgel. Selama pemerintahan Dinasti Kepakisan di Bali, terjadi dua kali perpindahan pusat kerajaan (tahun 1350-1908): Pertama dari Samprangan ke Gelgel Swecapura berlangsung secara damai (abad ke-14) dengan raja yang berkuasa: Dalem Ketut Nglesir, Dalem Waturenggong, Dalem Bekung, Dalem Segening, dan Dalem Di Made. Kedua: pusat kerajaan pindah dari Gelgel Swecapura ke pusat Kerajaan Klungkung Semarapura abad 17 20 dengan Raja Dewa Agung Jambe, Dewa Agung Made, Dewa Agung Di Madya, Sri Agung Sakti, Sri Agung Putra Kusamba, dan Dewa Agung Istri Kania. Kerajaan Klungkung Bali telah berhasil mencapai punjak kejayaan dan

keemasannya dalam bidang pemerintahan, adat dan seni budaya pada abad ke 14 17 di bawah kekuasaan Dalem Waturenggong dengan pusat kerajaan di Keraton Gelgel Swecapura memiliki wilayah kekuasaan sampai Lombok dan Blambangan. Terjadinya perang Puputan Klungkung ketika pusat kerajaan Klungkung sudah berada di keraton Semarapura KRONOLOGIS KEJADIAN/PERISTIWA Keinginan dengan pemerintah kolonial Hindia-Belanda untuk menguasai Bali

dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara kompromi atau kerjasama dan cara angkat senjata. Peperangan yang terdahsyat yang dilakukan pemerintah Hindia-Belanda untuk menguasai Bali terjadi di empat wilayah yaitu Perang Puputan Jagaraga (Buleleng Bali IUtara), Perang Kusamba, Perang Puputan Badung, dan Perang Puputan Klungkung. Untuk menaklukkan Bali, Klungkung

sebagai

pusat

kerajaan

Bali

benar-benar

menjadi

perhitungan.

Dan

untuk

melemahkan Klungkung, Kusamba sebagai bandar perekonomian yang merupakan bagian kerajaan Klungkung mendapat serangan dari pasukan kolonial Belanda dengan bersenjatakan lengkap berhadapan dengan Laskar Kusamba dengan senjata tradisional seperti bambu runcing, tombak, dan keris. Akan tetapi di bawah kepemimpinan raja Dewa Agung Istri Kania dan Laskar Pemating (pasukan berani mati) kerajaan Klungkung berhasil membunuh dua pewira dan Jenderal Michiel pada tanggal 24 Mei 1849. Akhirnya dengan keserakahan dan keinginan Belanda untuk menguasai Bali, terakhir terjadilah perang Puputan Klungkung tanggal 28 April 1908 yang menggugurkan putera mahkota yang berumur 12 tahun (Dewa Agung Gede Agung) dengan berakhirnya Puputan Klungkung dan kemenangan pada pihak Belanda, praktis Bali secara keseluruhan jatuh ke tangan pemerintahan kolonial Belanda. Pada kekuasaan pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, raja pertama yang dilantik sebagai raja Klungkung yaitu Cokorda Gede Oka Geg. Perang Puputan bukan taktik perang putus asa tetapi berperang sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan dan membela kedaulatan, kemerdekaan, kebenaran, dan keadilan yang memiliki nilai heroic dan religious yang tinggi (mati untuk membela kebenaran). Setelah terjadinya Puputan Klungkung, pusat pemerintahan keratin Semarapura meninggalkan warisan bangunan dengan benda bersejarah yang tidak terhingga nilainya, yang sekarang dikenal dengan objek wisata Kertagosa terdiri dari bangunan balai Kertagosa, balai kambang (Taman Gili), Pemedal Agung, Museum Semarajaya sebagai tempat koleksi benda-benda bersejarah dan Monumen Puputan Klungkung. Sebagai informasi benda-benda bersejarah Klungkung sebagian tersimpan di Museum Semarajaya, sebagian tersimpan di Museum Nasional, dan sebagian lagi berada di luar negeri di Museum Leiden, Belanda. Di samping itu, di Museum Semarajaya juga ada koleksi dari Emilio Ambron sebagai penghargaan tanda kerjasama pemerintah Klungkung dengan pihak Itali. Lebih lanjut untuk mengetahui secara lebih mendalam dan lengkap mengenai Kertagosa, bisa dibaca pada buku Selayang Pandang Kertagosa.

You might also like