You are on page 1of 19

2.

LANDASAN TEORI

2.1.

Teori Menurut Deddy Mulyana (2007) dalam bukunya yang berjudul Ilmu

2.1.1. Model Komunikasi Stimulus Respon (S R) Komunikasi, model S - R menunjukkan komunikasi sebagai proses aksi-reaksi yang sangat sederhana. Model S R mengasumsikan bahwa kata -kata verbal (lisan tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Oleh karena itu, proses ini dapat dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi berikutnya . Model S R mengabaikan komunikasi sebagai suatu proses, khususnya yang berkenaan dengan faktor manusia. Secara implisit ada asumsi dalam model S R ini bahwa perilaku (respons) manusia dapat diramalkan. Ringkasnya, komunikasi dianggap statis; manusia dianggap berperilaku karena kekuatan dari luar (stimulus), bukan berdasarkan kehendak, keinginan, atau kemauan bebasnya. (Mulyana, 2007, p.144).

2.1.2. Komunikasi Interpersonal Menurut Stephen W. Littlejohn (1995, p.18) dalam bukunya yang berjudul Theories of Human Communication, interpersonal communication deals with communication between people, usually face to face, private setting. (Komunikasi antarpribadi berhubungan dengan komunikasi yang terjadi antar manusia, biasanya saling berhadapan, pada keadaan empat mata.) Definisi komunikasi interpersonal juga disampaikan oleh Deddy Mulyana (2000, p.73) , kom unikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal. Maka, komunikasi antar pribadi sangat diperlukan dalam membina hubungan agar semakin jelas dan intim, karena sifat

12
Universitas Kristen Petra

dari komunikasi antar pribadi yang tatap muka, serta umpan balik langsung yang memudahkan komunikator maupun komunikan mengetahui tanggapan terhadap pesan yang disampaikan, selain itu adanya umpan balik dapat meningkatkan kesadaran diri. Komunikasi interpersonal adalah aktivitas penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (De Vito, 1997, p.231). De Vito juga melengkapi definisi sebelumnya, Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang terjadi antara dua orang yang sebelumnya sudah memiliki hubungan di antara keduanya. Komunikasi tersebut dapat terjadi antara ayah dan anak lelaki, pekerja dengan pekerja yang lain, dua saudara perempuan, guru dan murid, dua orang yang sedang terlibat hubungan asmara, ataupun dua teman (De Vito, 2000, p.4). Menurut De Vito ada tiga bentuk komunikasi interpersonal, yaitu : 1. Dyadic Primacy Meskipun ada tiga orang, bentuk komunikasinya masih berbentuk diadik. ketika ada dua orang teman dan orang ketiga bergabung, akan muncul tiga hubungan diadik yaitu antara AB, BC dan AC. Dengan cara ini, diadik dapat diamati di hampir semua kelompok besar. Jadi sifat diad ik tergantung pada sifat interaksi, sebagai 2 orang yang dekat karena memiliki kepentingan bersama. 2. Dyadic Coalitions Merupakan hubungan yang terjadi antara dua orang karena menjadi anggota dari sebuah perkumpulan besar untuk mencapai satu tujuan tertentu yang kemudian disebut sebagai koalisi, bisa jadi dalam keluarga, antara sesama teman, di tempat kerja, bisa jadi produktif ataupun tidak produktif. 3. Dyadic Consciousness Terkadang komunikasi interpersonal yang terjadi tergantung kepada apa yang dipikirkan tentang hubungan yang ada. Sebagaimana sebuah hubungan terbentuk, maka pihak yang terlihat dalam komunikasi akan menganggap dirinya sebagai bagian dari pasangan, team ataupun yang lain.

13
Universitas Kristen Petra

Delapan aspek yang merupakan ciri-ciri dari komunikasi interpersonal yaitu (Liliweri, 1997): 1. Komunikasi interpersonal biasanya terjadi secara spontan. Maksudnya, biasanya komunikasi interpersonal terjadi secara kebetulan tanpa rencana sehingga pembicaraan terjadi secara spontan 2. Komunikasi interpersonal berkaitan dengan masalah penetapan tujuan 3. Komunikasi interpersonal merupakan kebetulan dan Identitas Peserta Melalui pembicaraan secara interpersonal, hubungan dan identitas seseorang akan dapat diketahui 4. Komunikasi interpersonal merupakan bentuk akibat Akibat di sini yang dimaksud adalah hasil dari pembicaraan komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal mempunyai akibat yang disengaja dan tidak disengaja. 5. Komunikasi interpersonal sifatnya berbalas-balasan Salah satu ciri khas komunikasi interpersonal adalah adanya timbal balik bergantian dan saling memberi maupun menerima informasi antara komunikator dan komunikan secara bergantian sehingga tercipta suasana dialogis 6. Komunikasi interpersonal berkaitan dengan masalah jumlah orang, suasana dan pengaruh. Manusia suka berkomunikasi dengan manusia lain, oleh karena itu tiap-tiap orang selalu berusaha agar mereka lebih dekat satu sama lain. 7. Komunikasi interpersonal berkaitan dengan masalah hasil Komunikasi interpersonal dikatakan sukses bila komunikasi itu menghasilkan sesuatu ya ng diharapkan. hasilnya harus nyata, nyata dalam mengubah wawasan, perasaan, maupun perilaku 8. Komunikasi interpersonal merupakan pesan lambang-lambang bermakna. Proses komunikasi selalu mengalirkan pesan. Berdasarkan kedelapan ciri komunikasi interpersonal di atas, dapat dilihat bahwa komunikasi interpersonal dilakukan untuk mencapai suatu tujuan baik secara spontan maupun direncanakan. Karena itu diharapkan komunikasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang ingin d icapai, agar komunikasinya akan lebih efektif dan berjalan lancar.

14
Universitas Kristen Petra

2.1.3. Prinsip (Aksioma) Komunikasi Interpersonal Dalam mempelajari komunikasi interpersonal penting untuk memahami , prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Karena dengan memahami prinsipprinsip ini, dapat pula memahami komunikasi dalam segala bentuk dan fungsinya. De Vito dalam bukunya yang berjudul The Interpersonal Communication Book (2007, p.26-27), menyebutkan salah satu prinsip tersebut yaitu, komunikasi interpersonal adalah gabungan dari adegan-adegan yang terpilah-pilah. Peristiwa komunikasi merupakan transaksi yang berkelanjutan, tidak ada awal dan akhir yang jelas. Sebagai pemeran serta atau pengamat tindak komunikasi, kita membagi proses kontinyu dan berputar ini ke dalam sebab dan akibat, atau ke dalam stimulus dan tanggapan. Artinya, kita mensegmentasikan arus kontinyu komunikasi ini ke dalam potongan-potongan yang lebih kecil. Kita menamai beberapa di antaranya sebagai sebab atau stimulus dan yang lainnya sebagai efek atau tanggapan. Sebagai contoh, pasangan suami istri dalam suatu restoran. Suami bermain mata dengan wanita lain, dan istrinya sedang berbicara kepada kakak perempuannya di telepon. Keduanya saling memasang wajah cemberut kepada satu sama lain dan dengan jelas keduanya saling berargumen secara nonverbal. Berdasarkan situasi saat itu, suami mungkin berpikir bahwa istri berbicara terus di telepon sehingga dia tanpa perasaan bersalah bermain mata dengan wanita lain. Satu-satunya alasan atas tindakannya (dia mengungkapkan) karena marah kepada istrinya yang terlalu lama berbicara di telepon, padahal menurutnya, mereka sedang makan malam bersama. Dia menganggap bahwa tindakannya merupakan respon atas tindakan istrinya. Di sisi lain, istrinya berkata bahwa dia mulai menelepon saat suami mulai bermain mata. Lebih sering suami bermain mata, maka lebih lama dia menelepon. Awalnya, dia tidak berkeinginan menelepon sebelum suaminya mulai bermain mata. Bagi istri, tindakan suami merupakan stimulus dan tindakannya sebagai respon; tindakan suami menyebabkan tindakannya. Selanjutnya, suami melihat rangkaian bermula dari bertelepon sehingga bermain mata; istri melihatnya bermula dari bermain mata sehingga menelepon.

15
Universitas Kristen Petra

Kecenderungan ini yang membagi transaksi komunikasi ke dalam rangkaian stimulus (sebab) dan respon (tanggapan, efek) yang disebut dengan punctuation atau memilah milah (Watzlawick et all. dalam De Vito, 2007, p.27). Setiap orang masing- masing memilah rangkaian kejadian yang

berkelanjutan ini menjadi stimulus (sebab) dan respon (tanggapan, efek) untuk memudahk an pemrosesan. Dan seperti digambarkan dalam contoh suami dan istri, kita paling sering memilah komunikasi dengan cara yang membuat kita kelihatan di pihak yang benar. Memahami bagaimana orang lain mengartikan suatu situasi, adalah langkah penting dalam me mahami antar manusia. De Vito mengatakan bahwa jika kita menghendaki komunikasi yang efektif jika kita ingin memahami maksud orang lain maka kita harus melihat rangkaian kejadian seperti yang dipunktuasi orang lain (De Vito, 1997, p.47). Kaitan teori yang disampaikan oleh Devito dengan penelitian ini karena komunikasi interpersonal merupakan proses transaksional tetapi proses tersebut terbagi ke dalam stimulus (sebab) dan tanggapan (respon, efek). Dan dalam komunikasi interpersonal orang tua dengan remaja tentang pendidikan seks, yang lebih banyak berperan dalam proses pendidikan seks adalah orang tua (sebagai stimulus), sesuai dengan fungsi keluarga yang penting untuk dijalankan orang tua terhadap remaja adalah pendidikan seks. Kemudian, yang lebih banyak menerima adalah pihak anak remaja (sebagai efek atau respon), akibatnya bila komunikasi interpersonal tidak berjalan efektif maka yang lebih menerima atau terkena dampaknya adalah anak remaja. Sehingga untuk mengetahui efektivitas komunikasi interper sonal, maka penelitian dilakukan dari sudut pandang anak remaja untuk mengetahui bagaimana orang tuanya melakukan komunikasi interpersonal tentang pendidikan seks. 2.1.4. Efektivitas Komunikasi Interpersonal Menurut Rakhmat (1991) dalam Amrillah et.al (2007) disebutkan bahwa komunikasi antara orang tua dengan anak dikatakan efektif apabila kedua belah pihak saling dekat, saling menyukai dan komunikasi di antara keduanya merupakan hal yang menyenangkan (bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaa n dengan kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan dengan orang-orang yang kita benci akan membuat kita 16
Universitas Kristen Petra

tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi (Rakmat, 2007)) dan adanya keterbukaan sehingga tumbuh sikap percaya. Keterbukaan yang dimaksud merupakan keinginan atau kesediaan tiap individu untuk memberitahukan, menceritakan segala informasi tentang dirinya. Isi pesan dari keterbukaan ini biasanya adalah suatu pernyataan dari individu tentang diri mereka yang akan membuat mereka tidak disukai bahkan sesuatu yang disembunyikan agar tidak diketahui oleh individu lain (Gamble, 2005, p.395). Magdalena (2000) dalam Amrillah et.al (2007) juga mengemukakan bahwa komunikasi yang menguntungkan kedua belah pihak, dalam hal ini yaitu antara orang tua dengan anak adalah ialah komunikasi yang timbal balik, ada keterbukaan, spontan dan ada feedback dari kedua pihak. De Vito (1997, p.259) menyampaikan bahwa dalam komunikasi antarpribadi, dapat sangat efektif dan dapat pula sangat tidak efektif. Untuk meninjau karakteristik komunikasi antarpribadi yang efektif, ada lima kualitas umum yang dipertimbangkan, yaitu keterbukaan (openess), empati (empathy), dukungan (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). 1. Keterbukaan (openess) Keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dalam komunikasi antar pribadi. Pertama, komunikator antar pribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Hal ini tidak berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Sebaliknya harus ada kesediaan membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Komunikator

menginginkan agar orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang diucapkan, dan komunikator berhak mengharapkan hal ini. Ketiga, menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini maksudnya adalah bahwa komunikator mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah miliknya dan dirinya bertanggung jawab atasnya.

17
Universitas Kristen Petra

2. Empati (empathy) Henry Backrack (1976), dikutip dalam buku komunikasi interpersonal (Devito,1997, p.260) mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang itu. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya. Pengertian empati ini akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya. Langkah pertama dalam mencapai empati adalah menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, dan mengkritik. Bukan karena reaksi ini salah, tetapi seringkali menghambat pemahaman. Langkah kedua, semakin banyak anda mengenal seseorang-keinginannya,

pengalamannya, kemampuannya, ketakutannya, dan sebagainya, maka anda akan mampu melihat apa yang dilihat dan dirasakan orang itu. Cobalah ajukan pertanyaan, carilah kejelasan dan mendorong orang itu untuk berbicara. Terakhir, langkah ketiga, cobalah merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya. Mainkanlah peranan orang tersebut dalam pikiran anda. Ini dapat membantu anda melihat dunia lebih dekat dengan apa yang dilihat orang itu. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan melibatkan; (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak- gerik yang sesuai, (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, kedekatan fisik; serta sentuhan atau belaian yang sepantasnya 3. Dukungan (supportiveness ) Hubungan interpersonal yang efektif adala h hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Ada beberapa cara yang dapat diperlihatkan untuk mendukung, antara lain kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap: a. Deskriptif, bukan evaluatif Suasana yang bersifat deskriptif membantu terciptanya sikap mendukung. Bila anda mempersepsikan suatu komunikasi sebagai permintaan akan informasi atau uraian mengenai suatu kejadian tertentu, anda umumnya

18
Universitas Kristen Petra

anda tidak akan merasakan hal tersebut sebagai ancaman. Anda tidak ditantang dan tidak perlu membela diri sendiri. Di pihak lain, komunikasi yang bernada menilai seringkali membuat kita bersikap defensif (Mengapa kamu begitu marah?). Tidaklah berarti bahwa semua komunikasi evaluatif menimbulkan reaksi defensif. Orang seringkali bereaksi terhadap evaluasi positif tanpa sikap defensif. Tetapi, bahkan dalam hal ini pun, ingatlah bahwa kenyataan adanya orang yang mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi anda dengan cara apapun (meski positif) dapat membuat anda merasa tidak enak dan membuat anda bersikap defensif. Begitu juga, evaluasi negatif tidak selalu menimbulkan reaksi defensif. b. Spontan Gaya spontan membantu terciptanya suasana yang mendukung. Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama, yaitu terus terang dan terbuka. Sebaliknya bila kita merasa bahwa seseorang menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya -bahwa dia mempunyai rencana atau tersembunyi, kita akan bereaksi secara defensif. c. Provisionalisme Artinya bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan. Provisionalisme seperti itulah yang membantu

menciptakan suasana mendukung (suportif), bukan keyakinan yang tak tergoyahka n. 4. Sikap positif (positiveness) Sikap positif dapat dikomunikasikan minimal dengan menggunakan dua cara, yaitu : a. Sikap Sikap mengacu pada dua aspek komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Orang yang merasa positif mengisyaratkan perasaan ini ke orang lain dan selanjutnya merefleksikan perasaan positif ini. Kedua,

19
Universitas Kristen Petra

perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang positif. Tidak ada yang lebih tidak menyenangkan ketimbang berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi interaksi. Reaksi negatif terhadap suatu situasi membuat orang merasa mengganggu, dan komunikasi dengan segera akan terputus. b. Dorongan Sikap positif dapat dijelaskan dengan lebih jauh dengan istilah stroking (dorongan). Perilaku mendorong menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain. Perilaku ini bertentangan dengan ketidakacuhan. Dorongan dapat verbal, contohnya dengan mengatakan saya menyukai anda, atau secara nonverbal, contohnya dengan senyuman atau tepukan di bahu. Dorongan positif umumnya berbentuk pujian atau penghargaan, dan terdiri atas perilaku yang biasanya kita harapkan, kita nikmati dan kita banggakan. 5. Kesetaraan (equality) Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis ketimbang yang lain. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi antar pribadi akan efektif apabila apabila suasananya setara. Artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama -sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan (DeVito, 1997).

2.2.

Komunikasi Keluarga Menurut UU no 19 tahun 1972, keluarga terdiri atas ayah, ibu dan anak

karena ikatan darah maupun hukum. Apapun bentuk keluarganya, setiap keluarga merupakan sebuah sistem karena memiliki karakter saling ketergantungan, keutuhan tata cara dan peraturan diri serta keterbukaan. Sebagai sebuah sistem, keluarga memiliki fungsi yaitu fungsi keagamaan, fungsi kebudayaan, fungsi cinta kasih, fungsi reproduksi, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pemeliharaan lingkungan (Wahini, 2002, p.2).

20
Universitas Kristen Petra

Shinta

(2001)

dalam

bukunya

yang

berjudul

Hubungan

dalam

Berkeluarga, mengungkapkan bahwa keluarga adalah peranan penting bagi perkembangan anak. Dibandingkan dengan sekolah, keluarga lebih berperan. Karena frekuensi anak di sekolah lebih sedikit atau kecil jika dibandingkan frekuensi anak di keluarga yang memiliki banyak waktu untuk mengembangkan anak. Nilai- nilai yang diajarkan dan ditanamkan oleh orang tua akan lebih banyak dicerna dan dianut oleh anak itu sendiri. Berkomunikasi sangatlah penting untuk membina hubungan dalam keluarga. Tanpa berkomunikasi hubungan yang akrab antara orang tua dan anak tidak dapat terjalin dengan baik. Berbicara adalah elemen yang terpenting, sebab pembicaraan adalah sarana yang dapat mempererat hubungan keluarga. Tujuan dari suatu komunikasi keluarga bukanlah sekadar menyampaikan informasi, melainkan membentuk sebuah hubungan yang baik dengan orang lain. Komunikasi adalah kebutuhan vital bagi anak. Dengan komunikasi yang baik, nilai nilai yang baik dapat dibentuk. Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak menunjukkan bahwa adanya penerimaan orang tua kepada anaknya. Penerimaan itu penting karena seringkali terjadi penolakan terhadap anak karena tidak sesuai dengan harapan orang tua. Penolakan atas anak terlihat dari perilaku membanding-bandingkan dengan anak lain, merendahkan anak, membanggakan anak lain di depan anak sendiri dan sebagainya.

2.3.

Pendidikan Seks Pendidikan seks adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan

anatomi seksual, pembiakan seksual, perhubungan seks, dan aspek-aspek lain kelakuan seksual manusia (Pendidikan_seks, par 1). Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidik an seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Semakin hari tanggung jawab dan tugas pendidikan orangtua terhadap anak terasa semakin besar. Hal ini dapat terjadi karena di satu sisi, perkembangan dunia khususnya tentang informasi sangatlah luar biasa. Sedangkan di sisi lain,

21
Universitas Kristen Petra

bekal orang tua untuk m endidik anak sangatlah minim. Ledakan arus informasi dapat dilihat dari adanya berbagai siaran TV dari dalam maupun luar negeri yang hampir setiap saat dapat ditonton. Berbagai macam adegan ciuman mesra sampai dengan adegan ranjang akan sering terlihat anak di TV (Pendidikan seks untuk remaja, 2003). Terlebih lagi dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, anak dengan mudahnya akan mampu mengakes berbagai informasi termasuk tentang seks. Dengan seperangkat komputer ataupun mobile dengan fasilitas internet seseorang akan mampu mengakses berbagai macam gambar ataupun video tentang seks. Kondisi ini mengharuskan orang tua untuk memberikan perhatian yang besar terhadap anak, terutama dalam masalah seks dengan cara memberikan pendidikan seks. Roqib (2008) mengatakan bahwa pendidikan seks merupakan upaya transfer pengetahuan dan nilai (knowledge and values) tentang fisik-genetik dan fungsinya khususnya yang terkait dengan jenis (sex) laki laki dan perempuan sebagai kelanjutan dari kecenderungan primitif makhluk hewan dan manusia yang tertarik dan mencintai lain jenisnya. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak, dalam usaha menjaga anak terbebas dari kebiasaan yang tidak seharusnya serta menutup segala kemungkinan ke arah hubungan seksual terlarang. Pengarahan dan pemahaman yang sehat tentang seks dari aspek kesehatan fisik, psikis, dan spiritual. Anak-anak sejak usia dini hendaknya mulai dike nalkan dengan pendidikan seks yang sesuai dengan tahap perkembangan kedewasaan mereka. Memang, kadang orang tua agak sulit dan canggung untuk memulai bersikap terbuka dengan anak-anak khususnya berbicara tentang pendidikan seksual. Padahal, dengan sikap keliru tersebut, anak justru akan berusaha mencari sendiri pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan seksual dari berbagai sumber yang mungkin kurang layak. Akibatnya, pengetahuan yang diperolehnya pun akan setengah-setengah bahkan mungkin keliru sama sekali. Sehingga sering kali terjadi kasus yang tidak diinginkan, akhirnya anak ingin mencoba pengetahuan yang serba tanggung itu. Tentu sebagai hasil akhirnya, kembali orang tua yang akan disusahkan, seperti anak lelakinya terbukti menghamili teman sekolahnya;

22
Universitas Kristen Petra

atau sebaliknya, mungkin anak wanita yang masih belum lulus SMU harus berhenti sekolah karena mengandung (Pendidikan seks untuk remaja, 2003). Secara garis besar, pendidikan seks diberikan sejak usia dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan sebagai berikut (Roqib, 2008): 1. Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber, dan kehamilan; 2. Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan; 3. Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual; 4. Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan; 5. Mendorong hubungan yang baik; 6. Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual (sexual intercourse); 7. Mengurangi kasus infeksi melalui seks; 8. Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki laki dan perempuan di masyarakat.

2.3.1. Materi Pendidikan Seks Materi pendidikan seks bermacam-macam menurut para ahli. Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seks manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seks yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Bruess & Greenberg (1994, p.20) mengutip pendapat Haffners tentang pendidikan seks, yaitu sebuah proses kehidupan yang panjang yang meliputi penyampaian informasi dan pembentukan sikap, kepercayaan, dan nilai- nilai tentang identitas, relationship, dan hubungan intim. Pendidikan seks menfokuskan perkembangan seks, kesehatan reproduksi, hubungan intim, body image, dan peran gender .

23
Universitas Kristen Petra

Sexuality Information Education Council of the United States (SIECUS, 2004) Guidelines for Comprehensive Sexuality Education: Kindergarten - 12 th Grade, menyatakan pendidikan seks yang komprehensif yaitu, perkembangan manusia, hubungan antar dan inter personal, kemampuan pribadi, perilaku seksual, kesehatan seksual, masyarakat. Materi yang terkait dengan perkembangan manusia mencakup antara lain, anatomi fisik organ seks, masa puber, reproduksi, body image, orientasi seks, dan identitas gender. Sedang yang terkait dengan materi hubungan/relationship yaitu keluarga, teman, cinta, hubungan yang romantis, pacaran, pernikahan, komitmen kehidupan dan mendidik anak. Kemampuan pribadi meliputi keteguhan menjaga nilai- nilai, membuat keputusan, komunikasi, asertifitas, negosiasi, dan mencari bantuan. Topik yang terkait dengan perilaku seks adalah masturbasi, perilaku seks bersama-sama (pesta seks), tidak melakukan hubungan seksual (abstinence ), respon seksual manusia, fantasi seks dan ketidakberfungsian organ seks. Kesehatan seks meliputi kesehatan reproduksi, kontrasepsi, kehamilan, aborsi, pencegahan penularan STD/HIV, dan kekerasan-pelecehan seks. Sedangkan topik yang terkait dengan masyarakat dan budaya adalah peran gender, seksualitas dan hukum, seksualitas dan agama, seksualitas dan media dan seksualitas dan seni (SIECUS, 2004: 18). Sedangkan menurut Dhamma (2008), materi- materi yang perlu

disampaikan dalam pendidikan seks antara lain adalah : 1. Mengenalkan Fungsi dan Beda Organ Seks Dalam memperkenalkan perbedaan dan fungsi organ seksual pria maupun wanita, orang tua pada tahap pertama dapat menggunakan binatang sebagai alat bantu. Ajaklah anak mengamati perbedaan jenis kelamin antara kucing jantan dengan betina, misalnya. Tunjukkanlah perbedaan yang menonjol di antara kucing jantan dan betina. Kemudian, tunjukkan pula kegiatan seksual mereka. Hal ini dapat diperoleh dari gambar, film TV, atau mungkin kita mengajak anak-anak ke kebun binatang. Apabila anak mulai mengerti perbedaan kelamin yang ada di sekitarnya, mulai kenalka nlah dengan perbedaan yang ada pada manusia. Dalam tahap ini, peranan orang tua sungguh-sungguh amat penting sebab ayah dan ibu sebenarnya mewakili jenis pria dan wanita. Ayah hendaknya mulai

24
Universitas Kristen Petra

menerangkan

setahap

demi

setahap

kepada

anak

lelakinya

tentang

perkembangan organ seks yang telah dialaminya. Demikian pula hendaknya seorang ibu menerangkan perkembangan dirinya kepada anak wanitanya. Dalam usaha menerangkan ini, orang tua hendaknya mempunyai sedikit bahan bacaan agar keterangan yang diberikan dapat j las dan terarah. Pembicaraan e terbuka dan penuh persahabatan akan sangat membantu membangun suasana positif dalam memberikan pendidikan seks yang masih cukup sensitif dalam masyarakat. Jangan menimbulkan suasana penuh ketegangan pada anak, santai saja. Mengajak mereka berdialog. Dengarkanlah juga pengalaman maupun informasi tentang seks yang mereka dapatkan sendiri dalam kehidupan sehari hari. Apabila informasi yang mereka dengar itu benar, katakanlah benar demikian pula apabila salah, arahkanlah mereka aga r tidak tersesat. 2. Mengenalkan Risiko Penyalahgunaan Organ Seks Setelah anak memahami perbedaan fisik antara pria dan wanita, kini orang tua hendaknya secara bijaksana mulai menunjukkan fungsi organ seks tersebut. Organ seks meliputi organ yang ada di luar tubuh, misalnya alat kelamin dan payudara; dan juga yang ada di dalam tubuh, misalnya rahim. Fungsi organ seks sesungguhnya selain digunakan untuk menjalankan berbagai macam aktivitas seksual juga untuk mengandung dan mela hirkan. Dalam melaksanakan aktiv itas seksual, salah satunya adalah melakukan hubungan seks. Hubungan seks hanya boleh dilakukan oleh pria dan wanita yang sudah terikat dalam perkawinan. Sebab, sesungguhnya hubungan seks bertujuan untuk: 1. Reproduksi (memiliki keturunan) 2. Memperkuat hubungan batin pasangan dan meningkatkan intimitas 3. Memberikan kenikmatan 4. Meningkatkan harga diri 5. Mengendorkan ketegangan Jelaslah di sini bahwa hubungan seks sebagai sarana coba-coba dan hiburan di antara teman, pacar maupun sembarang lawan jenis adalah keliru. Pengertian ini pantas diingat karena di masa kini, sering dijumpai remaja dalam masa pacaran telah berani melakukan hubungan seks. Akan tetapi,

25
Universitas Kristen Petra

anehnya masyarakat sering juga dapat menerima hal semacam ini. Padahal, beberapa waktu yang lalu, apabila terdapat orang yang sedang pacaran ketahuan melakukan hubungan seks maka kejadian itu akan menjadi aib yang sangat memalukan bagi si pelaku maupun keluarganya. Selain itu, penyebab kegiatan seksual pra nikah semakin banyak adalah karena: 1. Makin mundurnya rata-rata usia kawin sehingga desakan seks semakin berlanjut 2. Peralatan KB yang mudah didapat 3. Pergeseran konsep cinta dari self -sacrifice (pengorbanan diri) menjadi selfservice (melayani dan memuaskan diri sendiri). 4. Masyarakat makin permissive (mengijinkan) terhadap perilaku ini karena mereka pun kebanyakan sudah masuk dalam kelompok self-service tersebut. 5. Tekanan "Kalau dari engkau sesama cinta teman betul atau pasangannya padaku, sendiri:

buktikanlah."

"Jangan ketinggalan jaman, jadi manusia purba." 6. Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kekaburan remaja akan cinta dan seks "Saya melakukannya sebab ingin ia mencintai saya."

"Saya melakukannya sebab saya mencintainya." 7. Remaja dewasa ini cenderung memberontak terhadap aturan-aturan orang tua, termasuk seks sebagai buah terlarang 8. Rasa ingin tahu dan penasaran akibat pemberitaan yang merangsang atau yang dibesar-besarkan di media massa, internet dan media yang lain. Dalam suasana penasaran akan misteri seks, para remaja pun melakukan 'riset' nya sendiri sendiri. Meskipun dewasa ini kegiatan seksual pranikah hampir menjadi hal yang wajar, bukan berarti perbuatan ini diperbolehkan dan aman dilakukan, apalagi oleh para remaja. Ada beberapa konsekuensi logis yang mungkin diperoleh si pelaku. Konsekuensi pertama yaitu adanya perubahan yang dirasakan si pelaku pada dirinya sendiri. Perubahan ini meliputi perubahan secara fisik maupun mental. Secara fisik, si pelaku mungkin dapat terkena

26
Universitas Kristen Petra

beberapa jenis penyakit yang berhubungan dengan kegiatan seksual. Bahkan ada kemungkinan kejangkitan penyakit AIDS yang hingga saat ini masih belum dapat diketemukan obat penyembuhnya. Atau, untuk remaja putri, risiko kehamilan sering harus ditanggung sendiri karena ditinggal si pacar setelah mengetahui kehamilannya. Sedangkan secara mental, si pelaku akan sering dibayangi dengan rasa bersalah, malu dan juga rendah diri karena merasa dirinya telah ternoda. Selain berpengaruh untuk si pelaku, hubungan seksual pra nikah juga dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan tempat si pelaku berada. Lingkungan pertama adalah orang tua dan keluarga. Mereka, paling tidak, akan malu mempunyai anak yang dipandang kurang bermoral tersebut. Lingkungan yang lain adalah para teman yang mungkin akan mencemoohnya dan bahkan, mengucilkannya. 3. Memberikan Bekal Keagamaan Agama mengajarkan perbuatan benar dan kebajikan, sehingga menjadi pedoman agar para generasi muda tidak gampang terjerumus oleh dampak negatif kemajuan jaman. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa seks bebas atau pra nikah adalah merupakan penyalahgunaan organ seks. Adapun syarat suatu perbuatan disebut sebagai pelanggaran kesusilaan adalah: 1. Orang yang tidak pantas dikunjungi / objek perzinahan 2. Niat melakukan hubungan seksual dengannya 3. Usaha melakukan hubungan seks 4. Terjadi hubungan seks

2.4.

Nisbah Antar Konsep Komunikasi interpersonal adalah salah satu bentuk komunikasi yang

banyak dijumpai dalam kehidupan sehari- hari. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang terjadi antara dua orang yang sudah tercipta hubungan antara keduanya. Komunikasi tersebut dapat terjadi antara ayah dan anak lelaki, pekerja dengan pekerja yang lain, dua saudara perempuan, guru dan murid, dua orang yang sedang terlibat hubungan asmara, ataupun dua teman.

27
Universitas Kristen Petra

Salah satu bentuk komunikasi interpersonal yang banyak dilakukan adalah komunikasi di dalam keluarga orang tua terhadap remaja. Komunikasi interpersonal tersebut merupakan kebutuhan vital bagi anak. Dengan komunikasi interpersonal, orang tua dapat membentuk hubungan yang baik dan menanamkan nilai nilai yang baik pada anaknya. Tetapi dalam komunikasi antarpribadi, dapat sangat efektif dan dapat pula sangat tidak efektif. Salah satu bentuk komunikasi orang tua terhadap remaja adalah masalah seks. Masalah seks merupakan permasalahan yang rawan bagi remaja, akibatnya masalah seks pada remaja ini terus menjadi masalah yang menarik untuk dibicarakan, karena karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama serta latar belakang sosial ekonomi. Munculnya permasalahan tentang seks pada remaja ini terjadi seiring dengan perkembangan fisik mereka, terutama perkembangan organ reproduksi. Perubahan secara cepat dan mendadak terutama berkaitan dengan organ reproduksinya menjadikan remaja tidak selalu mampu bersikap secara tepat terhadap organ reproduksinya sehingga terkadang mereka salah dalam memakai organ reproduksi yang kemudian sering disebut sebagai perilaku seksual yang menyimpang. Supaya tidak terjadi perilaku seks yang menyimpang, maka diperlukan adanya bimbingan dan pendidikan yang benar dari orang-orang yang ada di sekitar remaja tersebut, khususnya orang tua. Materi pendidikan seks tidak hanya mencakup pertanyaan dan jawaban seputar seks, akan tetapi termasuk juga keteladanan orang tua, pembiasaan akhlak yang baik, penghargaan terhadap anggota tubuh terutama organ reproduksinya serta penanaman tanggung jawab dalam menjaga organ reproduksinya. Supaya terjadi pemahaman yang baik dari anak tentang seks, maka diperlukan komunikasi yang efektif antara orang tua dengan anaknya. Komunikasi orang tuaanak dikatakan efektif apabila kedua belah pihak saling dekat, saling menyukai dan komunikasi diantara keduanya merupakan hal yang menyenangkan dan adanya keterbukaan sehingga tumbuh sikap percaya. Dalam melakukan

komunikasi tentang pend idika n seks, efektivitas komunikasi interpersonal akan berpengaruh terhadap hasil komunikasi yang dilakukan. Untuk meninjau karakteristik komunikasi antarpribadi yang efektif, ada lima kualitas umum yang

28
Universitas Kristen Petra

dipertimbangkan yang meliputi keterbukaan (openness), empati (empathy), dukungan (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Berdasarkan beberapa uraian tersebut, maka maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektivitas komunikasi interpersonal orang tua terhadap remaja tentang pendidikan seks. Penelitian akan dilakuk an di Surabaya.

29
Universitas Kristen Petra

2.5.

Kerangka Pemikiran Kerangka pikiran yang diajukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam

gambar berikut :

Komunikasi orang tua dengan anak dikatakan efektif apabi la kedua belah pihak saling dekat, saling menyukai dan komunikasi diantara keduanya merupakan hal yang menyenangkan dan adanya keterbukaan sehingga tumbuh sikap percaya (Rahkmat, 1991)

Komunikasi interpersonal orang tua terhadap remaja tentang pendidikan seks diperlukan untuk memberikan pemahaman yang benar tentang seks, sehingga dibutuhkan efektivitas komunikasi interpersonal antara orang tua dan remaja.

Lima kualitas umum karakteristik komunikasi antarpribadi yang efektif: Keterbukaan Empati Dukungan Sikap positif Kesetaraan

Materi pendidikan seks: Mengenal fungsi dan beda organ seks Mengenalkan risiko penyalahgunaan organ seks Memberikan bekal keagamaan

Komunikasi interpersonal efektif

Komunikasi interpersonal tidak efektif

Komunikasi interpersonal cukup efektif

Gambar 2.1. Kerangka berpikir

30
Universitas Kristen Petra

You might also like