You are on page 1of 5

DESKRIPSI COST EFFECTIVENESS SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN DALAM PENGATURAN HUKUM SISTEM PRODUKSI TERPADU

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Industri

Dosen: Prof.Dr.M. Daud Silalahi, S.H.

DIsusun Oleh: Nin Yasmine Lisasih

(110120100040)

MAGISTER HUKUM BISNIS UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2011

DESKRIPSI COST EFFECTIVENESS SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN DALAM PENGATURAN HUKUM SISTEM PRODUKSI TERPADU A. Latar Belakang Perkembangan industri agribisnis di Indonesia yang potensinya lebih bersifat resource based industry semakin dipengaruhi oleh ilmu dan teknologi. Salah satunya ialah adanya temuan tentang pertanian organik. Pertanian organik ialah suatu sistem budidaya atau produksi pertanaman yang berpijak pada daur ulang hara secara hayati. Dengan sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air sehingga sistem pertanian ini sangat ramah lingkungan dan berpegang pada prinsip ekologi. Di sisi lain, pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebaliknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik. Pemilihan sistem pertanian ini dirasa tepat untuk bangsa Indonesia, karena penduduk Indonesia sangat padat dan luas tanah semakin lama semakin terbatas sehingga dengan luas tanah yang seminimal mungkin dapat menghasilkan hasil pertanian yang sama atau bahkan menghasilkan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan sistem pertanian konvesional yang membutuhkan lahan yang luas, selain itu pada sistem pertanian organik tidak membutuhkan pupuk buatan dan pestisida sehingga lebih menghemat biaya dan menghindari pencemaran. Maka pemilihan sistem pertanian organik ini merupakan suatu keputusan yang bersifat cost effectiveness dan cost benefit. Namun pengambilan keputusan dalam pemilihan sistem pertanian organik tidak semudah yang dibayangkan, banyak persoalan yang menjadi kendala dalam pelaksanaan sistem tersebut antara lain persoalan modal, sumberdaya manusia yang terampil, dan pendekatan masyarakat yang aseptable pada proses pengambilan keputusan. Petani sudah terlanjur merasa nyaman dengan sistem pertanian konvensional sehingga sulit diajak untuk menerapkan sistem pertanian organik. Selain itu, ketersediaan lahan yang benarbenar bebas dari kontaminasi senyawa kimia hampir tidak ada karena rata-rata lahan pertanian masyarakat sudah terkontaminasi pupuk dan pestisida kimia. Sehingga untuk mengembangkan pertanian organik yang murni butuh waktu dan tidak mudah, melibatkan teknologi maju dan banyak aspek-aspek hukum terkait yang perlu diuji meliputi masalah teknologi industri, desain industri, rancang bangun dan perekayasaan industri serta standardisasi. B. Analisis 1. Analisis ongkos-ongkos lingkungan kegiatan industri dalam proses AMDAL yang dikeluarkan untuk proses pertanian organik ialah : a. Perbaikan kondisi tanah. Pencemaran tanah secara langsung dapat berupa tertuangnya zat-zat kimia berupa pestisida atau insektisida yang melebihi dosis yang ditentukan.1 Tanah yang
1 Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm.43

terbiasa digarap dengan sistem konvensional menyebabkan tanah terkontaminasi dengan pupuk kimia atau pestisida sehingga perlu perbaikan kondisi tanah untuk meningkatkan kehidupan biota tanah sehingga kondisi lahan menjadi lebih baik. b. Jaga keseimbangan daur hara, yaitu sistem pertanian organik menjaga keseimbangan daur hara pada lingkungan pertanaman. Unsur hara yang hilang atau berpindah dari lahan bersama pengangkutan hasil panen, erosi dan akibat teknis lainnya harus digantikan. Dan hara yang hilang harus lebih kecil dari unsur hara yang ditambahkan. c. Sanitasi lingkungan pertanaman, yaitu : membangun sistem irigasi, pemakaian mulsa atau kegiatan teknis lainnya. d. Pemanfaatan limbah, yaitu memanfaatkan jenis-jenis limbah sebagai sumber nutrisi tanaman. 2. Penggunaan SDA yang tidak merusak lingkungan. Sistem pertanian lingkungan tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida sehingga bebas dari senyawa kimia dan tidak merusak lingkungan. 3. Pendekatan tata ruang dalam prespektif pelestarian lingkungan. Sistem pertanian organik tidak harus membutuhkan lahan yang luas, bahkan dapat dibudidayakan di atap-atap gedung seperti yang marak dilakukan di Jepang sehingga daya dukung dan daya tampung lingkungan terpenuhi karena dapat dilakukan penghematan lahan namun kualitas hasil dari pertanian organik jauh lebih baik. 4. Persoalan terkait. a. Persoalan modal, modal yang dibutuhkan untuk pertanian organik cukup banyak karena banyak yang harus di set ulang untuk penerapan system pertanian organik. b. Sumber daya manusia terampil. SDM di Indonesia dapat dikatakan kurang terampil dibanding SDM-SDM di negara-negara lain sehingga penerapan sistem pertanian organik berikut sistem managementnya belum dapat dilaksanakan secara optimal. c. Pendekatan masyarakat. Petani sudah terlanjur merasa nyaman dengan sistem pertanian konvensional sehingga sulit diajak untuk menerapkan sistem pertanian organik. Pemahaman masyarakat tentang sistem pertanian organik juga dirasa kurang. Selain itu dengan diterapkannya sistem pertanian organik secara otomatis akan mengurangi tenaga kerja (buruh) yang menggarap lahan sehingga dapat menimbulkan dampak pengangguran. Sehingga pendekatan masyarakat yang aseptable pada proses pengambilan keputusan diperlukan. C. Ilmu Terkait Ilmu-ilmu terkait yang terlibat dalam sistem produksi antara lain: 1. Masalah teknologi industri. Hukum tekonolgi dan hukum alih teknologi sangat berperan dalam proses produksi industri pertanian organik, yaitu untuk mengatasi pola ketergantungan atas produk sintetis yang mengandung unsur-unsur kimia yang semakin merugikan manusia, ekosistem dan produktifitas. Salah satu contoh tekonologi yang digunakan ialah superfarm yang digunakan untuk mengembalikan kesuburan tanah dengan sistem decomposer, meningkatkan hasil dengan member nutrisi tanaman melalui PPC semi organik dan mengefisiensikan biaya produksi .

2. Rancang bangun (hukum kontruksi) dan perekayasaan industri (hukum teknologi) Rancang bangun diperlukan untuk perencanaan pendirian industri/pabrik dan peralatan industri lainnya2, perekayasaan industri dibutuhkan dalam perencanaan dan pembuatan peralatan industry lainnya. 3. Standardisasi. Standardisasi proses produksi terletak pada standar bahan baku untuk menjamin mutu dan daya guna produk. Standar paling penting di dalam pertanian organik adalah peraturan pemerintah. Karena itu, pemasaran produk organik harus disesuaikan atau disertifikasi sesuai standar yang berlaku di negara tersebut. Departemen Pertanian juga telah menyusun standar pertanian organik di Indonesia, tertuang dalam SNI 01-6729-2002. Sistim pertanian organik menganut paham organik proses, artinya semua proses sistim pertanian organik dimulai dari penyiapan lahan hingga pasca panen memenuhi standar budidaya organik, bukan dilihat dari produk organik yang dihasilkan.3 SNI sistim pangan organik ini merupakan dasar bagi lembaga sertifikasi yang nantinya juga harus di akreditasi oleh Deptan melalui PSA (Pusat Standarisasi dan Akreditasi). SNI Sistem pangan organik disusun dengan mengadopsi seluruh materi dalam dokumen standar CAC/GL 32 ? 1999, Guidelines for the production, processing, labeling and marketing of organikally produced foods dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi Indonesia. Bila dilihat kondisi petani di Indonesia, hampir tidak mungkin mereka mendapatkan label sertifikasi dari suatu lembaga sertifikasi asing maupun dalam negeri. Luasan lahan yang dimiliki serta biaya sertifikasi yang tidak terjangkau, menyebabkan mereka tidak mampu mensertifikasi lahannya. D. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pertanian organik sebaiknya memang perlu dikembangkan, namun penerapan sistem pertanian organik ini tidak mudah karena pertanian di Indonesia sudah terbiasa dengan pertanian konvensional sehingga membutuhkan perombakan yang cukup banyak di berbagai hal. Untuk melaksanakan penerapan pertanian organik harus dengan sistem management yang efisien sehingga cost effectiveness dan cost benefit terpenuhi. Dari analisis di atas maka langkah yang paling efifien untuk menerapkan pertanian organik ialah dengan membuka lahan-lahan baru di atap-atap gedung, hal ini dapat menghemat biaya karena jika kita harus merombak lahan tanah yang terbiasa dengan sistem pertanian konvensional, tentu akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit karena harus mengembalikan kembali unsur-unsur hara yang hilang akibat penggunaan pestisida dan senyawa kimia lainnya. Untuk mendukung kegiatan tersebut perlu diadakan sosialisasi untuk petani-petani tentang cara penerapan pertanian organik. Mengenai sertifikasi lahan satu-satunya jalan adalah membentuk suatu kelompok petani organik dalam suatu kawasan yang luas yang memenuhi syarat sertifikasi, dengan demikian mereka dapat pembiayaan sertifikasi usaha tani mereka secara gotong royong. Namun ini pun masih sangat tergantung pada kontinuitas produksi mereka.
2 Daud Silalahi, Hukum Industri Indonesia, Bahan Kuliah dan Pokok Bahasan dokumen perundang-undangan terkait dengan kegiatan industry. 3 SNI 01-6729-2002. Standar Nasional Indonesia. Sistem pangan organik. Badan Standarisasi Nasional.

DAFTAR PUSTAKA Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Refika Aditama, Bandung, 2008 Daud Silalahi, Hukum Industri Indonesia, Bahan Kuliah dan Pokok Bahasan dokumen perundang-undangan terkait dengan kegiatan industri. SNI 01-6729-2002. Standar Nasional Indonesia. Sistem pangan organik. Badan Standarisasi Nasional.

You might also like