You are on page 1of 49

Muamalat Jual Beli Dalam Islam (Pengertian, Rukun, Hukum, Larangan, Dll)

Sun, 29/11/2009 - 8:15pm godam64 A. Arti Definisi / Pengertian Muamalat : Muamalat adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat dengan tata cara yang ditentukan. Termasuk dalam muammalat yakni jual beli, hutang piutang, pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan, dan lain-lain. Dalam bahasan ini akan menjelaskan sedikit tentang muamalat jual beli. B. Arti Definisi / Pengertian Jual Beli : Jual beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang. C. Rukun Jual Beli 1. Ada penjual dan pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri, dewasa/baligh dan tidak mubadzir alias tidak sedang boros. 2. Ada barang atau jasa yang diperjualbelikan dan barang penukar seperti uang, dinar emas, dirham perak, barang atau jasa. Untuk barang yang tidak terlihat karena mungkin di tempat lain namanya salam. 3. Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi antara yang menjual dan yang membeli (penjual dan pembeli). D. Hal-Hal Terlarang / Larangan Dalam Jual Beli 1. Membeli barang di atas harga pasaran 2. Membeli barang yang sudah dibeli atau dipesan orang lain. 3. Memjual atau membeli barang dengan cara mengecoh/menipu (bohong). 4. Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan masyarakat. 5. Menghambat orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya. 6. Menyakiti penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi. 7. Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli. 8. Menjual barang dengan cara kredit dengan imbalan bunga yang ditetapkan. 9. Menjual atau membeli barang haram. 10. Jual beli tujuan buruk seperti untuk merusak ketentraman umum, menyempitkan gerakan pasar, mencelakai para pesaing, dan lain-lain. E. Hukum-Hukum Jual Beli 1. Haram Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan larangan jual beli. 2. Mubah Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah. 3. Wajib Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa. F. Kesempatan Meneruskan/Membatalkan Jual Beli (Khiyar) Arti definisi/pengertian Khiyar adalah kesempatan baik penjual maupun pembeli untuk memilih melanjutkan atau menghentikan jual beli. Jenis atau macam-macam khiyar yaitu : 1. Khiyar majlis adalah pilihan menghantikan atau melanjutkan jual beli ketika penjual maupun pembeli masih di tempat yang sama. 2. Khiyar syarat adalah syarat tertentu untuk melanjutkan jual beli seperti pembeli

mensyaratkan garansi. 3. Khiyar aibi adalah pembeli boleh membatalkan transaksi yang telah disepakati jika terdapat cacat pada barang yang dibeli. G. Jual Beli Barang Tidak Terlihat (Salam) Arti definisi/pengertian Salam adalah penjual menjual sesuatu yang tidal terlihat / tidak di tempat, hanya ditentukan dengan sifat danbarang dalam tanggungan penjual. Rukun Salam sama seperti jual beli pada umumnya. Syarat Salam : 1. Pembayaran dilakukan di muka pada majelis akad. 2. Penjual hutang barang pada si pembeli sesuai dengan kesepakatan. 3. Brang yang disalam jelas spesifikasinya baik bentuk, takaran, jumlah, dan sebagainya. Keterangan : Untuk muamalat jenis lainnya akan dijelaskan pada artikel lain. Semoga berguna bagi kita semua amin.

agama islam

Iklan Sponsor (di luar tanggung jawab Organisasi.Org) :

Jual Beli Dalam Pandangan Islam Ditulis oleh Muhammad Imaduddin* Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus, dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi. Jual Beli Dalam Pandangan Islam Oleh: Muhammad Imaduddin* Dalam Quran Surat Al Baqoroh ayat 275, Allah menegaskan bahwa: ...Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Hal yang menarik dari ayat tersebut adalah adanya pelarangan riba yang didahului oleh penghalalan jual beli. Jual beli (trade) adalah bentuk dasar dari kegiatan ekonomi manusia. Kita mengetahui bahwa pasar tercipta oleh adanya transaksi dari jual beli. Pasar dapat timbul manakala terdapat penjual yang menawarkan barang maupun jasa untuk dijual kepada pembeli. Dari konsep sederhana tersebut lahirlah sebuah aktivitas

ekonomi yang kemudian berkembang menjadi suatu sistem perekonomian. Pertanyaannya kini adalah, seperti apakah konsep jual beli tersebut yang dibolehkan dan sesuai dengan pandangan Islam? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita perlu melihat batasan-batasan dalam melakukan aktivitas jual beli. Al-Omar dan Abdel-Haq (1996) menjelaskan perlu adanya kejelasan dari obyek yang akan dijualbelikan. Kejelasan tersebut paling tidak harus memenuhi empat hal. Pertama, mereka menjelaskan tentang lawfulness. Artinya, barang tersebut dibolehkan oleh syariah Islam. Barang tersebut harus benar-benar halal dan jauh dari unsur-unsur yang diharamkan oleh Allah. Tidak boleh menjual barang atau jasa yang haram dan merusak. Kedua, masalah existence. Obyek dari barang tersebut harus benar-benar nyata dan bukan tipuan. Barang tersebut memang benar-benar bermanfaat dengan wujud yang tetap. Ketiga, delivery. Artinya harus ada kepastian pengiriman dan distribusi yang tepat. Ketepatan waktu menjadi hal yang penting disini. Dan terakhir, adalah precise determination. Kualitas dan nilai yang dijual itu harus sesuai dan melekat dengan barang yang akan diperjualbelikan. Tidak diperbolehkan menjual barang yang tidak sesuai dengan apa yang diinformasikan pada saat promosi dan iklan. Dari keempat batasan obyek barang tersebut kemudian kita perlu melihat bagaimanakah konsep kepemilikan suatu produk dalam Islam. Al-Omar dan Abdel-Haq (1996) juga menjelaskan bahwa konsep kepemilikan barang itu adalah mutlak milik Allah (QS 24:33 dan 57:7). Semua yang ada di darat, laut, udara, dan seluruh alam semesta adalah kepunyaan Allah. Manusia ditugaskan oleh Allah sebagai khalifah untuk mengelola seluruh harta milik Allah tersebut dan kepemilikan barang-barang yang menyangkut hajat hidup harus dikelola secara kolektif dengan penuh kejujuran dan keadilan. Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus, dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi. Abdurrahman bin Auf adalah salah satu contoh sahabat nabi yang lahir sebagai seorang mukmin yang tangguh berkat hasil pendidikan di pasar. Beliau menjadi salah satu orang kaya yang amanah dan juga memiliki kepribadian ihsan. Lalu bagaimana menciptakan sistem jual beli yang dapat melahirkan khalifah-khalifah yang tangguh? Ada beberapa langkah yang bisa kita praktekkan sedini mungkin. Langkah tersebut antara lain dengan melatih kejujuran diri kita. Latihlah

menjadi orang jujur dari hal-hal yang kecil. Rasulullah selalu mempraktekkan kejujuran, termasuk ketika melakukan aktivitas jual beli. Beliau selalu menjelaskan kualitas yang sebenarnya dari barang yang dijual dan tidak pernah memainkan takaran timbangan. Selain melatih kejujuran, kita juga harus mampu memanfaatkan peluang bisnis yang ada. Tidak menjadi orang yang latah melihat kesuksesan dari bisnis pihak lain. Kita harus mampu sabar dan tawakkal dengan disertai ikhtiar yang optimal dalam melihat peluang yang tepat dalam melakukan aktivitas bisnis. Langkah lainnya adalah dengan menciptakan distribusi yang tepat melalui zakat, infak, dan shadaqah. Aktivitas jual beli harus mampu melatih kita untuk menjadi orang yang pemurah dan senantiasa berbagi dengan sesama. Zakat, infak, dan shadaqah adalah media yang tepat untuk membangun hal tersebut. Konsep jual beli dalam Islam diharapkan menjadi cikal bakal dari sebuah sistem pasar yang tepat dan sesuai dengan alam bisnis. Sistem pasar yang tepat akan menciptakan sistem perekonomian yang tepat pula. Maka, jika kita ingin menciptakan suatu sistem perekonomian yang tepat, kita harus membangun suatu sistem jual beli yang sesuai dengan kaidah syariah Islam yang dapat melahirkan khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi ini. Hal tersebut dapat tercipta dengan adanya kerjasama antara seluruh elemen yang ada di pasar, yang disertai dengan kerja keras, kejujuran dan mampu melihat peluang yang tepat dalam membangun bisnis yang dapat berkembang dengan pesat. Wallahu alamu bishowab. Keterangan: Penulis adalah Mahasiswa S2 Islamic Banking, Finance, and Management di Markfield Institute of Higher Education (MIHE), Markfield, Leicestershire, Inggris. Referensi: Al-Omar, Fuad. dan Abdel-Haq, Mohammed. 1996. Islamic Banking. Theory, Practise, and Challenges. Karachi: Oxford University Press. < Sebelumnya Berikutnya >

Copyright PesantrenVirtual.com. Supported byJoomla!.

Syarat-Syarat Jual Beli Dan Hukumnya Posted Juni 27, 2007 Filed under: Iman, Islam, Muslim, Moslem, Religius, Arsip Al Fiqh, Fiqh, Fikih, Fikih

Islam, Fikih Muslim, Fiqh Islam, Fiqh Muslim, Islamic Fiqh, Ibadah, Ibadah Islam, Artikel Fiqh, Tutunan Ibadah, Metode Ibadah, Artikel Fikih, Fiqih, Fiqh Articles, Wisata Hati, Taman Hati, Jendela Hati, Taman Taqwa, el Hadits, Istimewa |

MediaMuslim.Info Persyaratan dalam transaksi jual-beli sering kali ditemukan. Terkadang orang-orang yang berjual beli atau salah satu dari keduanya membutuhkan adanya satu pensyaratan atau lebih, maka hal ini menunjukan pentingnya membahas tentang syarat-syarat tersebut dan menjelaskan apa yang sah dan tidak sah serta yang wajib dalam syarat jual beli. Para Fuqaha rahimahumullah mereka mendefinisikan syarat dalam jual beli yaitu salah satu dari yang berjual beli mewajibkan kepada yang lainnya dengan sebab akad yang mengandung manfaat. Menurut mereka syarat dalam jual beli tidaklah teranggap untuk dilakukan kecuali jika disyaratkan pada saat akad. Maka tidak sah syarat sebelum atau setelah akad. Syarat Jual Beli Syarat dalam jual beli terbagai ke dalam dua : 1. Syarat yang sah 2. Syarat yang rusak (tidak sah) Pertama: Syarat yang sah adalah syarat yang tidak bertentangan dengan konsekuensi akad Syarat semacam ini harus dilaksanakan karena sabda Rasululloh shallahllahu alaihi wasallam, yang artinya: Orang-orang muslim itu berada di atas syarat-syaratmereka. (Hadits Hasan Sahih dalam Sahih Abu Dawud No. 2062) Dan karena pada asalnya syarat-syarat itu sah kecuali jika dibatalkan dan dilarang oleh Syariat Islam. Syarat jual-beli yang sahih mempunyai dua macam: 1. Syarat untuk kemaslahatan akad. Yaitu syarat yang akan menguatkan akad dan akan memberikan maslahat bagi orang yang memberikan syarat, seperti disyaratkannya adanya dokumen dalam pegadaian atau disyaratkannya jaminan, hal seperti ini akan menenangkan penjual. Dan juga seperti disyaratkannya menunda harga atau sebagian harga sampai waktu tertentu, maka ini akan berfaedah bagi si pembeli. Apabila masing-masing pihak menjalankan syarat ini maka jual beli itu harus dilakukan, demikian pula kalau seorang pembeli mensyaratkan barang dengan suatu sifat tertentu seperti keadaanya harus dari jenis yang baik, atau dari produk si A, karena selera berbeda-beda mengikuti keadaan dari barang tersebut. Apabila syarat barang yang dijual telah terpenuhi maka wajiblah menjualnya. Akan tetapi jika syarat tersebut tidak sesuai dengan yang dikehendaki, maka bagi pembeli berhak untuk membatalkan atau mengambilnya dengan meminta ganti rugi dari syarat yang hilang (yaitu dengan menuntut harga yang lebih murah, pent), dan juga pembeli bersedia membayar adanya perbedaan dua harga jika si penjual memintanya (dengan harga yang lebih tinggi jika barangnya melebihihi syarat yang diminta, pent) 2. Syarat yang sah dalam jual beli. Yaitu seorang yang berakad mensyaratkan terhadap yang lainnya untuk saling memberikan manfaat yang mubah dalam jual beli, seperti penjual mensyaratkan menempati tempat penjualan selama waktu tertentu, atau dibawa oleh kendaraan atau hewan jualannya sampai ke suatu tempat tertentu. Sebagaimana riwayat Jabir radhiyallahu anhu bahwa, yang artinya: Nabi shalallahu alaihi wasallam menjual seekor unta dan mesyaratkan menungganginya sampai ke Madinah (Mutafaq alaihi).

Hadits ini menunjukan bolehnya menjual hewan tunggangan dengan pengecualian (syarat) mengendarainya sampai ke suatu tempat tertentu, maka diqiyaskanlah perkara yang lainnya kepadanya. Demikian pula kalau seandainya pembeli mensyaratkan kepada penjual agar penjual melakukan pekerjaan tertentu atas penjualannya seperti membeli kayu bakar dan mensyaratkan kepada penjualnya untuk membawanya ke tempat tertenu, atau membeli darinya pakaian dengan syarat dia menjahitkannya. Kedua: Syarat yang rusak (tidak sah) Jenis ini juga terdiri dari beberapa macam : 1. Syarat yang rusak dan membatalkan pokok akad itu sendri Misalnya salah seorang dari keduanya (penjual dan pembeli) mensyaratkan dengan syarat yang lain terhadap yang lainnya, seperti mengatakan Aku jual barang ini dengan syarat engkau memberiku ganjaran berupa rumahmu atau mengatakan Aku jual barang ini kepadamu dengan syarat engkau mengikutsertakan aku dalam pekerjaamu atau di rumahmu. Atau juga mengatkaan Aku jual barang ini seharga ini, dengan syarat engkau meminjamiku sejumlah uang, maka syarat ini rusak (tidak sah), dan membatalkan pokok akad itu sendiri, karena larangan Nabi Shalallahu alaihi Wasallam terhadap dua jualan diatas penjualan (disahihkan oleh Al Albany dalam Misykatul Mashabih, N0. 2798), sedang Imam Ahmad rahimahullah menafsirkan hadits tersebut dengan apa yang kami sebutkan. 2. Syarat yang rusak dalam jual beli Yaitu yang membatalkan akad itu sendiri akan tetapi tidak membatalkan jual beli. seperti pembeli mensyaratkan terhadap penjual jika dia rugi terhadap barang dagangannya, dia akan mengembalikannya kepadanya. Atau penjual mensyaratkan kepada pembeli untuk tidak menjual barang dan yang sejenisnya. Maka syarat ini rusak karena menyelisihi konsekuensi akad yaitu pembeli mempunyai hak mutlak terhadap penggunaan barang. Disamping itu karena sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam, yang artinya: barangsiapa mensyaratkan suatu syarat yang tidak terdapat dalam Kitab Allah maka syarat itu bathil, meskipun ada seratus syarat (Mutafaq alaihi). Adapun yang dimaksud dengan Kitab Alloh di sini adalah hukumnya, maka termasuk padanya adalah Sunnah Rasululloh shalallahu alaihi wasallam. Jual beli tidaklah menjadi batal dengan batalnya syarat ini, karena Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam kisah Barirah (Maula Aisyah Radhiyallahu anha) ketika penjualnya mensyaratkan loyalitas dari Barirah harus kepadanya (penjual) jika dia dibebaskan, maka Nabi Shallallahu alaihi wasallam membatalkan syarat ini, akan tetapi tidak membatalkan dari akad (jual belinya), dan beliau bersabda, yang artinya: Sesungguhnya perwalian (loyalitas) itu bagi yang membebaskannya (Shahih Al Jami : 2226) Maka semestinya bagi seorang muslim yang sibuk dengan urusan jual beli untuk mempelajari hukum-hukum jual beli menyangkut sah tidaknya syarat-syarat jual beli, sehingga dia berada di atas bashirah (ilmu) dalam muamalahnya, sehingga akan terputuslah jalan pertentangan dan perselisihan diantara muslimin. Karena kebanyakan pertentangan dan perselisihan tumbuh dari kebodohan penjual dan pembeli atau salah satu dari keduanya terhadap hukum jual beli, serta mereka membuat syarat-syarat yang rusak (tidak sah) (Sumber Rujukan: Syarat-Syarat Jual Beli Dan Hukumnya, Oleh Syaikh Shaleh bin Fauzan Abdullah Alu Fauzan)
Syarat-Syarat Jual Beli Dan Hukumnya Anak Asuh dan Anak Angkat Suka Be the first to like this post.

No comments yet
Tinggalkan Balasan
Top of Form

Enter your comment here...

Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam Download PDF Risalah tentang jual beli yang dilarang dalam Islam ini kami adaptasi dari kitab Fiqh Wa Fatawa Al Buyu; hlm. 125 a/d 137, karya Syaikh Shalih Al Fauzan bin Fauzan. Awalnya merupakan ceramah beliau di masjid Pangeran Abdullah bin Abdul Aziz Alu Suud, Riyadh, bulan Jumadil Ula 1411 H. Kami angkat ke hadapan pembaca, supaya kaum muslimin mengerti dan kemudian menjauhi perniagaan yang terlarang. Sehingga dalam melakukan jual beli, seorang muslim harus memperhatiakn ketentuan-ketentuan syariat, hendaklah menjauhi muamalah dan usaha-usaha yang buruk yang diharamkan. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam melarang jual beli, yang dilakukan dengan cara yang buruk, mendatangkan madharat (bahaya) bagi orang lain, serta mengambil harta seseorang dengan cara yang bathil. Berikut beberapa transaksi perniagaan atau jula beli yang dilarang. 1. Jika akad jual beli itu menyulitkan ibadah, misalnya mengambil waktu shalat. Seorang pedagang sibuk dengan jual beli sampai terlambat melakukan shalat jamaah di masjid, baik tertinggal seluruh shalat atau masbuq. Berniaga yang sampai melalaikan seperti ini dilarang. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli.

Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah di tunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al Jumuah: 9-10) Dalam ayat lain Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. Al Munafiqun:9) Perhatikanlah firman Allah maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Allah menyatakan mereka mengalami kerugian, meskipun mereka kaya, berhasil mengumpulkan banyak harta dan memiliki banyak anak. Sesungguhnya harta dan anak-anak mereka tidak akan bisa menggantikan dzikir yang terlewatkan. Seorang pedagang akan meraih keuntungan yang hakiki, jika mampu meraih dua kebaikan, yaitu memadukan antara rezeki dengan ibadah kepada Allah. Melangsungkan akad jual beli pada waktunya, dan menghadiri shalat pada waktunya. Allah berfirman:

Maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepadaNya. (QS. Al An kabut :17)

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah. (QS. Al Jumuah:10) Jadi, perniagaan itu ada dua, yaitu perniagaan dunia dan akhirat. Perniagaan dunia menggunakan harta dan usaha. Sedangkan perniagaan akhirat menggunakan amal shalih. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di surga And. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai, (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampailah berita gembira kepada orangorang yang beriman. (QS. Ash Shaf:10-13) Inilah perniagaan yang menguntungkan, jika ditambah lagi dengan perniagaan dunia yang diperbolehkan, maka itu berarti kebaikan di atas kebaikkan. Jika seseorang hanya melakukan perdagangan di dunia dan mengabaikan perdagangan di akhirat, inilah orang-orang yang rugi. Sebagaimana firman Allah, yang artinya mereka itulah orang-orang yang rugi. Seandainya seseorang melakukan ibadah, shalat , dzikir dan melaksanakan keawajibankewajibannya, niscaya Allah membukakan pintu rezeki baginya.

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa. (QS. Thaha:132) Shalat yang di anggap oleh sebagian orang sebagai penghalang mencari rezeki, ternyata sebaiknya, ia bisa membuka pintu rezeki, kemudahan dan barakah. Jika engkau berdzikir dan beribadah kepada Allah, maka Allah akan memberikan kemudahan dan membukakan pintu rezeki buatmu, dan Allah adalah sebaik-baik Pemberi rezeki. (QS. Al Jumuah :11)

Allah menjelaskan sifat-sifat hamba-Nya yang beriman,

Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS. An Nur:36-37) Ketika menafsirkan ayat ini, sebagian ulama salaf mengatakan, oaring-orang mukmin itu melakukan akad jual beli. Jika salah seorang diantara mereka mendengar adzan, sedangkan timbangan masih ada di tangannya, maka dia akan menurunkan timbangan itu dan pergi mengerjakan shalat. Kesimpulannya, jika jual beli menghalangi seseorang dari shalat, maka hal itu termasuk jual beli yang dilarang, batil dan hasilnya haram. 2. Di antara jual beli yang di larang dalam Islam, yaitu menjual barang yang diharamkan. Jika Allah sudah mengahramkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung. Barangsiapa yang menjual bangkai, maksudnya daging hewan yang tidak disembelih dengan cara yang syari, inii berarti ia telah menjual bangkai dan memakan hasil yang haram. Begitu juga hukum khamr, maksudnya segala yang bisa memabukkan sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam : Semua yang memabukkan itu adalah khamr, dan semua khamr itu haram. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam melaknat sepuluh orang yang berkaitan dengan khamr. Sesunggunhnya Allah melaknat khamr, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, peminum, pemakan hasil penjualannya, pembawanya, orang yang minta dibawakan serta penuangnya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah) Termasuk dalam masalah ini, bahka lebih berat lagi hukumnya, yaitu menjual narkoba, ganja, opium, dan jenis obat-obat psikotropika lainnya yang merebak pada saat ini. Orang yang menjualnya dan orang yang menawarkannya adalah mujrim (pelaku criminal). Karena narkoba merupakan senjata pemusnah bagi manusia. Jadi orang yang menjual narkoba, melariskannya serta para pendukungnya terkena laknat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Hasil penjualannya merupakan harta haram. Orang yang membuatnya laris berhak dijatuhi hukuman mati, karena ia termasuk pelaku kerusakan di muka bumi. Begitu juga menjual rokok dan tembakau. rokok benda yang jelek dan dapat menyebabkan sakit. Semua sifat jelek ada pada rokok, dan ia sama sekali tidak ada manfaatnya. Madharatnya sangat banyak. Para perokok itu orang paling jelek bau dan penampilannya. Teman duduk yang paling berat adalah perokok. Jika dia duduk di sampingmu atau

berdampingan di kendaraan, lalu bernafas di depanmu, engkau akan tersiksa oleh bau nafasnya. Apalagi kalai ia menyulut rokok dan asapnya berputar-putar di hadapanmu, tentu ini lebih berat lagi. Merokok juga berarti mebuang-buang harta, waktu, merusak kesehatan, mengotori wajah, menghitamkan bibir, mengotori gigi. Banyak penyakit yang disebabkan oelh rokok. Jadi ditinjau dari berbagai sudut; rokok itu jelek dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Sehingga tidak disangsikan lagi, rokok itu haram. Masalah ini telah melanda kaum muslimin, dan banyak yang meremehkan. Kadang ada diantara kaum muslimin yang tidak merokok dan tidak suka dengan rokok, tetapi (anehnya) ia menjual rokok karena ia senang menumpuk harta dengan segala cara. Orang-orang ini tidak mengetahui, bahwa jual beli rokok ini akan merusak seluruh hasil usaha mereka. Yaitu hasil penjualan rokok bercampur-aduk dengan hasil perniagaan atau usaha lainnya sehingga mengakibatkan rusaknya harta yang di usahakan secara halal. 3. Di antara jual beli yang dilarang ialah, menjual berbagai macam alat musik. Seperti seruling, kecapi, perangkat-perangkat musik dan semua alat-alat yang dipergunakan untuk perbuatan sia-sia. Meskipun alat-alat itu diberi istilah lain, seperti alat-alat kesenian. Maka haram bagi kaum mulim untuk menjual semua alat dan perangkat-perangkat itu. Seharusnya alat-alat tersebut dimusnahkan dari negeri kaum muslimin agar tidak tersisa. 4. Di antara jual beli yang dilarang ialah, menjual gambar. Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam melarang berjualan ashnam, maksudnya ialah gambar. Pada dasarnya ashnam itu adalah gambar patung, baik patung khayalan, burung, binatang ternak atau manusia. Semua gambar makhluk yangbernyawa itu, haram untuk dijual dan hasil penjualannya juga haram. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam melaknat para pelukis dan memberitahukan, mereka adalah manusia yang paling berat siksanya pada hari Kiamat nanti. Begitu juga, tidak boleh menjual majalah-majalah yang bergambar-gambar ini, terutama yang memuat gambar-gambar cabul. Gambar, disamping diharamkan, ia juga menebar fitnah. Karena tabiat seorang manusia, jika melihat gambar atau photo gadis cantik yang menampakkan sebagian kecantikan atau sebagian anggota tbujnya, biasanya akan membangkitkan syahwatnya, yang kadang mendorongnya untuk melakukan perbuatan keji dan tindakan kriminal. Begitulah yang diinginkan setan yang berwujud jin dan manusia dengan menebarkan dan memperjual-belikan gambar ini. Apalagi menjual film porno atau video yang berisi gambargambar wanita telanjang serta berperilaku bejat dan keji. Gambar-gambar inilah yang telah memfitnah (menipu) banyak wanita dan para pemuda serta membuat mereka menyukai perbuatan keji. Film-film seperti ini tidak boleh dijual, bahkan wajib atas seorang muslim untuk mencegah, memusnahkan dan menyingkirkannya dari tengah-tengah kaum muslimin. Orang yang membuka tempat untuk menjual film porno, berarti telah membuka tempat untuk bermaksiat dan mengusahakan harta haram, dan mengundang murka Allah. Bahkan ia berarti telah membuka tempat fitnah dan tempat mangkal bagi setan. 5. Termasuk jual beli yang dilarang, yaitu menjual kaset-kaset berisi lagu-lagu cabul, suara penyanyi yang diiringi musik. Isinya bercerita tentang asmara, cinta atau menyanjung wanita. Lagu-lagu ini haram untuk didengar, direkan, dijual. Hasil penjualannya termasuk dalam kategori hasil yang haram dan dilarang oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Karena lagu-lagu ini menebarkan kerusakan, perbuatan nista, merusak akhlak, serta membuka jalan bagi keburukan agar sampai ke rumah-rumah kaum muslimin. 6. Termasuk jual beli yang dilarang adalah, menjual barang yang dimanfaatkan oleh pembeli untuk sesuatu yang haram.

Jika seorang penjual mengetahui dengan pasti, bahwa si pembeli akan menggunakan barang yang dibelinya untuk sesuatu yang diharamkan, maka akad jual beli ini hukumnya haram dan batil. Jual beli seperti ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Allah berfirman:

Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. Al Maidah:2) Misalnya seseorang yang membeli anggur atau kurma untuk mebuat khamr, membeli senjata untuk membunuh seorang muslim, menjual senjata kepada perampok, atau para pemberontak atau kepada pelaku kerusakan. Begitu juga hukum menjual barang kepada seseorang yang diketahui aka menggunakannya untuk mendukung sesuatu yang diharamkan Allah, atau menggunakan barang itu untuk sesuatu yang haram, maka seorang pembeli seperti ini tidak boleh dilayani. 7. Termasuk jual beli yang dilarang, yaitu menjual barang yang tidak ia miliki. Misalnya, seorang pembeli datang kepada seorang pedagang mencari barang tertentu. Sedangkan barang yang dicari tersebut tidak ada pada pedagang itu. Kemudian antara pedagang dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekarang ataupun nanti, sementara itu barang belum menjadi hak milik pedagang atau si penjual. Pedagang tadi kemudian pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli. Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, jika barang yang diinginkan itu sudah ditentukan. Dan termasuk menjual hutang dengan hutang, jika barang yang diinginkan tidak jelas harganya dibayar dibelakang. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabt bernama Hakim bin Hazam radhiallahu anhu nerkata kepada rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam: Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang di carai tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membeli barang itu. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda: Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (HR. Tirmidzi) Demikian ini menunjukkan adanya larangan yang tegas, bahwa seseorang tidak boleh menjual sesuatu kecuali telah dimiliki sebelum akad, baik dijual cash ataupun tempo. Masalah ini tidak boleh diremehkan. Pedagang yang hendak menjual sesuatu kepada seseorang, hendaknya ia menjamin keberadaan barangnya di tempatnya atau di tokonya, gudangnya, show roomnya atau toko bukunya. Kemudian jika ada orang yang mau membelinya, dia bisa menjualnya cash atau tempo. 8. Termasuk jula beli yang dilarang ialah, jual beli secara inah. Apakah maksud jual beli dengan inah itu? Yaitu engkau menjual sesuatu barang kepada seseorang dengan pembayaran tempo (bayar di belakang), kemudian engkau membeli barang itu lagi (dari pembeli tadi) dengan harga yang lebih murah, tetapi dengan pembayaran kontan yang engkau serahkan kepada pembeli. Ketika sudah sampai tempo pembayaran, engkau minta dia membayar penuh (sesuai dengan harga yg kita berikan saat dia membeli barang pada kita, Pent)

Ini disebut jula beli inah (benda), karena benda yang dijual kembali lagi kepada si pedagang semula. Ini adalah haram. Karena bertujuan untuk menyiasati riba. Seakan engkau menjual dirham sekarang dengan beberapa dirham di masa yang akan datang, lalu engkau jadikan barang tadi sebagai alat untuk menyiasati riba. jika engkau memberikan hutang kepada seseorang dengan menyerahkan barang dagangan dengan pembayaran tempo, seharusnya engkau membiarkan orang tadi menjual barang tersebut kepada orang selain engkau, atau membiarkan dia berbuat apa saja atas barang tersebut, disimpan atau di jual kepada orang lain jika dia memang membutuhkan uang. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda: Jika kalian melakukan jual beli dengan cara inah, dan kalian telah memegang ekor sapi, dan kalian rela dengan bercocok tanam, Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Allah tidak akan mengangkatnya sampai kalian kembali kepada agama kalian. (HR. Abu Dawud dan memiliki beberapa penguat) 9. Di antara jual beli yang terlarang, yaitu najasy (menawar harga tinggi untuk menipu pengunjung lainnya) Misalnya, dalam suatu transaksi atau pelelangan, ada penawaran atas suatu barang dengan herga tertentu, kemudian ada sesorang yang menaikkan harga tawarnya, padahal ia tidak berniat untuk membelinya.. Dia hanya ingin menaikkan harganya untuk memancing pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik orang ini bekerjasama dengan penjual ataupun tidak. Orang yang menaikkan harga, padahal tidak berniat untuk membelinya telah melanggar larangan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Beliau Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda: Janganlah kalian melakukan ual beli najasy Orang yang tidak berniat membeli dan tidak tertarik pada suatu barang, hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikkan harga. Biarkan para pengunjung (pembeli) yang berminat untuk saling tawar-menawar sesuai harga yang dinginkan. Mungkin ada sebagian orang yang kasihan kepada si penjual, kemudian ia bermaksud membantu agar si penjual kian bertambah keuntungannya, sehingga ia menambahkan harga. Menurutnya, yang ia lakukan akan menguntungkan penjual. Atau ada kesepakatan antara si penjual dengan beberapa kawannya untuk menaikkan harga barang. Harapannya, agar pembeli yang datang menawar degan harga yg lebih tinggi. Ini juga termasuk najasy dan juga haram, mengandung unsur penipuan dan mengambil harta dengan cara batil. Termasuk jual beli najasy-sebagaimana dsebutkan oleh ulama ahli fikih- yaitu perkataan seorang penjual aku telah membeli barang ini dengan harga sekian, padahal ia berbohong. Tujuannya untuk menipu para pembeli agar membelinya dengan harga tinggi. Atau perkataan penjual aku berikan barang ini dengan harga sekian, atau perkataan barang ini harganya sekian, padahal ia berbohong. Dia hendak menipu para pengunjung agar menawar dengan harga lebih tinggi dari harga palsu yang dilontarkannya. Ini juga termasuk najasy yang dilarang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Termasuk perbuatan khianat, menipu dan perbuatan bohong yang akan dihisab di hadapan Allah. Para pedagang wajib menjelaskan harga sebenarnya jika ditanya oleh pembeli anda membelinya dengan harga berapa? Beritahukan harga yang sebenarnya. Jangan dijawab barang ini di jual kepada saya dengan harga sekian, padahal ia berbohong. Termasuk dalam masalah ini, yaitu jika seorang pedagang di pasar atau pemilk toko sepakat tidak akan menaikkan harga tawar, jika ada penjual yang datang menawarkan barang, agar penjual terpaksa menjualnya dengan harga murah. Dalam hal ini, mereka melakukan kerjasama. Ini juga termasuk najasy dan mengambil harta manusia dengan cara haram.

10. Di antara jula beli yang dilarang adalah, seorang muslim melakukan akad jual beli di atas akad saudaranya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda: Janganlah sebagian di antara kalian berjualan di atas jualan sebagian. Misalnya, seseorang mencari barang, dan ia membelinya dari seorang pedagang. Lalu pedagang ini memberikan hak pilih (jadi atau tidak) kepada si pembeli dalam tempo selama dua atau tiga hari atau lebih. Pada masa-masa ini, tidak boleh ada pedagang lain yang masuk dan mengatakan kepada si pembeli tadi tinggalkan barang ini, dan saya akan memberikan barang sejenis dengan kualitas yang lebih baik dan harga lebih murah. Penawaran seperti ini merupakan perbuatan haram, karena berjualan di atas akad beli saudaranya. Selama penjual memberikan hak pilih kepada calon pembeli, maka biarkanlah calon pembeli berpikir, jangan ikut campur. Jika calon pembeli mau, ia bisa melanjutkan akad jula beli atau membatalkan akad. Jika akadnya sudah rusak dengan sendirinya, maka engkau boleh menawarkan barang kepadanya. Begitu juga membeli diatas pembelian saudaranya, hukumnya haram. Misalnya, jika ada seseorang mendatangi pedagang hendak membeli suatu barang dengan harga tertentu, lalu ia memberikan hak pilih kepada pedagang (jadi atauu tidak) selama beberapa waktu. Maka selama masa pemilihan itu, tidak boleh ada orang lain ikut campur, pergi ke pedagang seraya mengatakan saya akan membeli barang ini darimu dengan harga yang lebih tinggi dari tawaran si fulan. Demikian ini merupakan perbuatan haram. Karena dalam perbutan ini tersimpan banyak madharat bagi kaum muslimin, pelanggaran hak-hak kaum muslimin, menyakitkan hati mereka. Karena jika orang ini mengetahui bahwa engkau ikut campur dan merusak akad antara dia dengan pembeli atau penjual, dia akan merasa marah, dongkol dan benci. Bahkan mungkin dia mendoakan keburukan bagimu, karena engkau telah menzhaliminya. 11. Di antara jula beli yang dilarang ialah, menjual dengan cara menipu. Engkau menipu saudaramu dengan cara menjual barang yang engkau ketahui cacat tanpa menjelaskan cacat kepadanya, Jual beli seperti ini tidak boleh, karena mengandung unsur penipuan dan pemalsuan. Para penjual seharusnya memberitahukan kepada pembeli, jika barang yang hendak di jual tersebut dalam keadaan cacat. Kalau tidak menjelaskan, berarti ia terkena ancaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dalam sabdanya: Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah. Jika keduanya jujr, niscaya keduanya akan diberikan berkah pada jula beli mereka. Jika keduanya berbohong dan menyembunyikan (cacat barang) , niscaya berkah jula beli mereka dihapus. Suatu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam melewati seorang pedagang dipasar. Di samping pedagang tersebut terdapat seonggok makanan. Beliau Shallallahu Alaihi Wassalam memasukkan tangannya yang mulia ke dalam makanan itu, dan Beliau Shallallahu Alaihi Wassalam merasakan ada sesuatu yang basah di bagian bawah makanan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bertanya kepada pedagang: Apa ini, wahai pedagang? Orang itu menjawab:Makanan itu terkena air hujan, wahai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam! kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda: Mengapa enggkau tidak menaruhnya diatas, agar bisa diketahui oleh pembeli? Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidak termasuk golongna kami. Hadits yang mulia ini sebagai salah satu kaidah dalam muamalah jula beli dengan sesame muslim. Tidak sepantasnya bagi seorang muslim menyembunyikan aib barangnya. Jika ada aibnya, seharusnya diperlihatkan, sehingga si pembeli bisa mengetahui dan mau membeli barang dengan harga yang sesuai dengan kadar cacatnya, bukan membelinya dengan harga barang bagus.

Betapa banyak kasus penipuan yang dapat kita lihat sekarang. Betapa banyak orang yang menyembunyikan aib suatu barang dengan menaruhnya di bagian bawah, dan menaruh yang baik di bagian atasnya, baik sayur mayor atau makanan lainnya. Ini dilakukan dengan sengaja . Ini adalah perbuatan maksiat. Semoga Allah mengampuni kesalahan-kesalahan kita dan memberikan keselamatan kepada kita. Semoga Allah menjadikan rezeki dan usaha kita halal. Dan semoga Allah mencurahkan rezeki kepada kita. Wahai Allah, cukupkanlah kami dengan rezeki yang halal, bukan dari yang haram. Cukupkanlah kami dengan karunia bukan dari yang lain. Ampunilah kami dan kasihanilah kami. Terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Washallallahu ala nabiyina Muhammadin wa alihi wa shahbihi wa sallam Di kutip dari Majalah As Sunnah Edisi 03/IX/1426H/2005M Filed under: Fiqih
Bahagia Dengan Husnul Khatimah, Sengsara Dengan Suul Khatimah KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAAH DI MASJID (1) Suka Be the first to like this post. 12 Tanggapan

1. Liq, on Agustus 14, 2007 at 1:58 pm said:

Assalamualaikum wr Ingin nanya untuk memperjelas 7. Termasuk jual beli yang dilarang, yaitu menjual barang yang tidak ia miliki. Perdagangan dgn model pemesanan bagaimana? Soalnya harus pesan dahulu sekaligus untuk pendaftaran.. otomatis barangnya Hanya ada setelah pendaftaran. Wassalamualaikum wr Jawab: Bismillah Sudah jelas bahwa jula beli apabila barang dagangannya tidak ada pada penjual (belum memilikinya) maka itu haram dan di larang, Sekarang kembali ke pertanyaan anda, jika barangnya sudah dimiliki oleh penjual terlebih dahulu dan barangnya itu di simpan di suatu tempat (gudang, toko, rumah atau tempat lainnya) dan penjual hanya menunjukkan brosur barang jualannya lalu kita memesan barang sesuai dengan brosur tersebut maka insya Allah ini tidak termasuk dalam larangan tersebut, Tapi jika barangnya belum di miliki,..sekali lagi hal itu di larang! Dan banyak sekali transaksi semacam ini yang di lakukan oleh masyarakat. Hanya kepada Allah lah kita memohon petunjuk dan pertolongan. Wallahu alam

Balas

2. adit, on September 20, 2007 at 3:03 am said:

bagaimana hukum menjual dengan harga yang tinggi? misalnya 2x lipat harga pokoknya. sedangkan konsumen tidak mengetahui. Bismillah,seorang penjual berhak untuk menetapkan barang jualannya kepada pembeli,..tetapi jika pembeli bertanya kepada penjual, berapa harga barang tersebut ketika penjual membelinya pertama kalinya maka disini penjual harus mengatakan dengan sebenarkan harga barang tersebut ketika membelinya. Setelah itu penjual dan pembeli bisa melakukan tawar menawar harga yang sesuai sehingga penjual tetap untung dan pembeli tidak merasa dirugikan. Barokallahu fiik
Balas

3. adit, on September 20, 2007 at 1:49 pm said:

jadi begini, kemarin saya membeli buku. pertama dia berkata, harganya (100.000.lalu didiskon menjadi 80.000. saya tawar menjadi 60.000. akhirnya disepakati harganya 70.000. tetapi ketika saya lihat di toko lain, harga buku itu ternyata hanya 50.000! apakah ini termasuk penipuan? karena dia memanfaatkan ketidaktahuan saya atas harga asli. terima kasih wassalamualaikum wr. wb. Bismillah,tidak ada ketentuan bagi penjual, seberapa besar dia akan mengambil untung. Jadi boleh2 saja bagi penjual mengambil keuntungan hingga 2x atau lebih asalkan dalam melakukan akan jual beli dia berlaku jujur dan tidak berbohong baik itu dalam keadaan barangnya atau harga asli barang tersebut. Jadi antum tinggal melakukan tawar menawar dengan penjual untuk menentukan harga yang sesuai dan disepakati oleh penjual dan pembeli,..dengan terlebih dahulu antum bisa bertanya berapa harga asli barang tersebut dan penjual harus mengatakannya dengan jujur. Wallahualam
Balas

4. fauzan, on November 21, 2008 at 6:50 pm said:

Assalamualaikum Wr. Wb bagaimana jual beli secara kredit ,misalnya jika harga suatu barang kredit berbeda dengan harga tunainya artinya jika si penjual barang menjual barangnya kepada pembeli dengan harga tunainya 5000 sedangkan kreditnya 7000 apakah hal tersebut

dibolehkan dalam Islam?lalu bagaimana jual beli dengan dua harga terhadap satu barang apakah dibolehkan?
Balas

5. moenthe carlo, on Agustus 24, 2009 at 8:46 pm said:

mo nanya nich, kalo dalam jual beli mengambil untung sampai 100% dari modal gimana hukumnya dalam pandangan islam ? soalnya saya pernah diberitahu oleh ibu saya hal seperti itu dilarang dalam islam, tolong ya tapi sampe saya belum menemukan alasannya kenapa, berupa Firman atau Hadist yang melarang maksud saya, terimakasih sebelumnya.
Balas

6. budi, on Desember 4, 2009 at 1:29 am said:

contoh nyata.. sebuah lukisan yang dinilai dengan 1 milyar misalnya padahal pembuatannya itu hanya membutuhkan biaya tidak lebih dari 1 juta, ini sah sah saja yang penting itu sama-sama ridhoyang membeli senang dan yang menjual lebih senang. tidak ada ketentuan berapa persen atau kali lipat berapa barang itu di jual. menurut saya demikian ? bagaimana?
Balas

7. lindananty, on April 26, 2010 at 1:24 pm said:

Ass wr wb, Saya ini agen pertama suatu produk yg belum terkenal (babat hutan). awal pemilik pabrik menjanjikan semua pembelian di kota saya melalui saya (tanpa syarat apapun). setahun kemudian setelah dikenal sales2 saya mau mengambil langsung dari pabrik karena syarat yang mudah sehingga penjualan saya menurun drastis. Boleh tidak pabrik melakukan penjualan pada sales yang mengenal produk ini dari saya?
Balas

8. riana, on Mei 7, 2010 at 6:46 am said:

klojual padi yang masih pada batangx boleh kagayee coz ckrg q lagi ada bahtsul masail nee
Balas

9. nika hanidhah, on Mei 31, 2010 at 10:49 am said:

pingin punya YMnya penulis artikel ini, karena pingin bertanya langsung [agak banyak hehe] ym:nikanikaikan tolong saya di add
Balas

10. risnanda abar, on Agustus 2, 2010 at 8:41 pm said:

thnks buat tugas fiqi


Balas

11. ekol, on November 6, 2010 at 7:50 pm said:

contoh percakapan jual beli yang dilarang islam yg lengkappppppppppppppp


Balas

12. ardi, on Januari 26, 2011 at 8:49 am said:

Syukron Penjelassannya
Balas Tinggalkan Balasan
Top of Form

Enter your comment here...

Guest Masuk Masuk Masuk

Email (required) (Belum diterbitkan)

Nama (required)

Situs web

Beritahu saya balasan komentar lewat surat elektronik. Beritahu saya tulisan baru lewat surat elektronik.
Bottom of Form

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda: "Sesungguhnya amalanamalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan dari apa yang diniatkannya." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmizi,anNasai, Ibnu Majah)

Blogs Ikhwan
Abdul Aziz Aboe Zaid Abu Abdirrahman Abu Ahmad Fadhillah Al Binjy Abu Aisyah Abu Aufa Abu Salma Abu Ukkaasyah Abu Yahya Adjie Abu Zahra ABU ZUBAIR Adi Abdullah Ahmad Abu Yusuf Akh Aditya Akh Gugun akh Sadat ar Rayyan

Akhi Abdurrazzaq Didit Fitriawan alBamalanjy FSMS Surabaya Ibnu Johar Markaz Download Abu Fathan MKI SMAN1 Gemolong MKI SMUN 5 Surakarta Syabaabussunnah Yayasan ansharussunnah Makassar

Kategori
Aqidah Baiti Jannati Biografi Ulama Doa dan Wirid Dosa-Dosa Besar Fatawa Ulama Fikih Ibadah Fikih Ramadhan Hadist Kisah Manhaj Tazkiyatun Nafs Tematik

Link Situs Salafi


Radio Rodja

Tulisan Terkini
Kajian Ilmiah Bersama Al Ustadz Abdulloh Zaen, Lc., MA Download Kajian Audio

NASIHAT PERKAWINAN MAKNA HAID DAN HIKMAHNYA, USIA DAN MASA HAID HAL-HAL DILUAR KEBIASAAN HAID

Tulisan Teratas

Top of Form

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAAH DI MASJID (1) Keutamaan Puasa dan Keutamaan Bulan Ramadhan Hukum Puasa Ramadhan Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan Hikmah dan Hukum Nikah KEMATIAN TERINDAH DALAM SEJARAH MANUSIA Inilah Adab-Adab Istinja' dan Buang Air JUAL BELI YANG DILARANG DALAM ISLAM Kiat-Kiat Menuju Keluarga Sakinah Keutamaan Do'a dan Dzikir

Bottom of Form

Ahlul Hadits
Para Ulama Ahlul Hadits Para Ulama Salaf Lainnya Keluarga Rasulullah Para Sahabat Rasulullah Para Shahabiyah Rasulullah Para Tabiin dan Tabiut Tabiin Pernik-Pernik Para Sahabat, tabiin dan tabiut tabiin Muhadiddtsin

Blog pada WordPress.com. Theme: Digg 3 Column by WP Designer.

PENGENALAN
Assalamualaikum WTB.. Kepada para pelayar yang dihormati.. Ruangan info MUAMALAT ini menyediakan maklumat secara ringkas tentang perkara-perkara asas dalam agama Islam khususnya dalam bab muamalat sahaja. Maklumat dan isu-isu terkini di dalam ruangan ini akan ditambah dan dikemaskini dari masa ke semasa untuk manfaat kita bersama. Segala pandangan atau cadangan yang membina tentang ruangan ini bolehlah

disampaikan kepada saya melalui emel: hakim_310@yahoo.com Sekian, terima kasih. Wassalam.

E-JARIAH..rasai bagaimana kami MENGGANDAKAN wang anda hanya dengan 1% usaha

PENGENALAN
0 comments Posted by LUKMAN HAKIM ABDULLAH at 7:23 PM

Muamalat itu adalah semua hukum syariat yang bersangkutan dengan urusan dunia,dengan memandang kepada aktiviti hidup seseorang seperti jual-beli, tukar-menukar, pinjam-meminjam dan sebagainya. Muamalat juga merupakan tatacara atau peraturandalam perhubungan manusia sesama manusia untuk memenuhi keperluan masing-masing yang berlandaskan syariat Allah s.w.t yang melibatkan bidang ekonomi dan sosial Islam . Muamalat yang dimaksudkan ialah dalam bidang ekonomi yang menjadi tumpuan semua orang bagi memperoleh kesenangan hidup di dunia dan kebahagian di akhirat. Segala harta yang ada di alam ini samada di muka bumi, dilaut atau di dasar adalah milik Allah s.w.t secara mutlak. Manusia disuruh memiliki harta yang di sediakan oleh Allah s.w.t melalui ilmu pengetahuan dan kemahiran yang di anugerahkan kepadanya. Mereka yang memiliki harta kekayaan di dunia adalah sebagai pemegang amanat Allah s.w.t dan bertanggungjawab terhadap harta-harta tersebut. Firman Allah S.W.T :

Maksudnya : Dialah yang menjadikan bumi bagi kamu mudah digunakan,maka berjalanlah di merata-rata ceruk rantau dan makanlah daripada rezeki yang dikurniakan oleh Allah s.w.t dan ingatlah kepada Allah s.w.t jualah (tempat kembali kamu) di bangkitkan (maka hargailah nikmatnya dan takutilah kemurkaannya)

(Surah Al-Mulk Ayat 15) Mencari harta kekayaan amat di galakkan oleh Islam,kerana harta merupakan alat bagi mencapai kesenangan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Dengan harta tersebut seseorang itu dapat memenuhi keperluan hidupnya di samping dapat menunaikan tanggungjawabnya terhadap agama. Dalam mencari harta kekayaan, umat Islam di kehendaki menggunakan sebahagian daripada hartanya pada jalan kebaikan dan kebajikan untuk faedah bersama. Bagi memastikan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dilaksanakan dengan baik dan mencapai keredhaan Allah s.w.t. Islam telah menggariskan beberapa peraturan bagi mencapai matlamat tersebut. Muamalat adalah satu tajuk yang besar dalam Islam. Ia merangkumi pelbagai cabang antaranya ialah gadaian, syarikat, al ijarah, jual beli salam dan sebagainya. tetapi dalam ruangan yang kecil ini, saya akan berkongsi dengan anda semua berkaitan tajuk jual beli dan sewaan. Diharapkan dengan maklumat yang serba ringkas ini dapat membantu anda dalam memahami tajuk jual beli dan sewaan dalam Islam..InsyaAllah... Labels: PENDAHULUAN
SOALAN-SOALAN LATIHAN
0 comments Posted by LUKMAN HAKIM ABDULLAH at 7:10 PM

JUAL BELI DAN SEWA


1. Jual beli adalah perkara yang diharuskan oleh syara'. Terangkan 3 (tiga) jenis jual beli yang dilarang tetapi sah. 2. Senaraikan rukun jual beli serta nyatakannya secara terperinci. 3. Berikan pengertian sewa dan sertakan rukun-rukunnya. 4. Jelaskan 3 (tiga) hikmah diharuskan sewa. 5. Jelaskan sebab kontrak menjadi batal. Huaraikan satu persatu.

Labels: SOALAN
SYARAT SAH SEWA
0 comments Posted by LUKMAN HAKIM ABDULLAH at 6:54 PM

Di antara syarat sah sewa ialah:


1. Kedua-dua pihak hendaklah bersetuju mengadakan kontrak sewa. 2. Barang yang disewa itu hendaklah memberi faedah dan diharuskan oleh syara' 3. Barang yang disewakan bukan menjadi kewajipan kepada orang yang memberi sewa, contohnya menyewakan rumah kepada isteri. 4. Janganlah pekerjaan yang menjadi tujuan sewa merupakan fardhu atau wajib kepada orang yang memberi sewa. 5. Manfaat yang tercatat dalam kontrak boleh digunakan.

Labels: SEWAAN
SEWA MENYEWA YANG TIDAK SAH
0 comments Posted by LUKMAN HAKIM ABDULLAH at 6:37 PM

Di antara sewa menyewa yang tidak sah ialah:


1. Penyewa menyewa pohon atau pokok untuk mendapatkan buahnya kecuali buah itu sudah masak dan sudah gugur. 2. Menyewa dua jenis mata wang seperti emas dan perak 3. Menyewa makanan untuk dimakan 4. Menyewa barang yang dapat disukat dan ditimbang. 5. Menyewa lembu, kambing atau unta untuk mendapatkan susunya. Hal ini kerana, barang-barang tersebut tidak dapat dimanfaatkan kecuali dengan menggunakan barang itusendiri. Akad mengkehendaki pengambilan manfaat bukan barangnya itu sendiri. Misalnya manfaat daripada barang seperti rumah untuk diduduki, kereta untuk dinaiki dan sebagainya.

Labels: MASALAH, SEWAAN

Older Posts Home ;; Subscribe to: Posts (Atom)

SENARAI RUJUKAN
Mustafa Embong, 2008. Fokus Super Pendididkan Islam, Pelangi Sdn.Bhd.
Fuziah bt Hj. Muhammad Ramli, Aminah bt Idris, 2003; Buku Teks KBSM Pendidikan Islam Tingkatan 4 Penterjemah; H. Kamaluddin A. Marzuki, 1990. Fikih Sunnah,Jilid 13 Fuziah bt Hj. Muhammad Ramli, Aminah bt Idris, 2003; Buku Teks KBSM Pendidikan Islam Tingkatan 4. Penterjemah; H. Kamaluddin A. Marzuki, 1990. Fikih Sunnah,Jilid 12. JUAL BELI DALAM ISLAM

1.

Pengertian Jual Beli

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-bai,al-tijarah, : dan al-mubadalah sebagaimana Allah SWT berfirman

29.

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan

mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Menurut istilah terminology yang dimaksud jual beli adalah : Menukar barang dengan barang atau barang merelakan (idris ahmad, fiqih al-syafiiyah : 5) Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dibolehkan. dengan ada penggantinya dengan cara yang dengan uangdenga jalan

melepaskan hak milik yang satu kepada yang lain atas dasar saling

Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta atas harta, maka terjadilah penukaran hak milik secara tetap.(Hasbi Ash-Shiddiqi, peng.Fiqh muamalah :97)

Dari beberapa definisi tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwasanya jual beli adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dengan cara suka rela sehingga keduanya dapat saling menguntungkan, maka akan terjadilah penukaran hak milik secara tetap dengan jalan yang dibenarkan oleh syara.Yang dimaksud sesuai dengan ketetapan hukum adalah memenuhu persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dalam jual beli, maka jika syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan ketentun syara. Yang dimaksud benda dapat mencakup pengertan barang dan uang dan sifatnya adalah bernilai. Adapun benda-benda seperti alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya adalah haram diperjual belikan. Bahwasanya Rasullullah bersabda :

Artinya : Dari jabir Rasulullah bersabda Sesungguhnya Allah dan Rasulnya mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi, dan berhala. (HR. Jabir Ibn Abdillah) 2. Rukun dan Syarat Jual Beli Rukun jual beli a. Akad Ikatan kata antara penjual dan pembeli, ikatan ini bias diucapkan secara langsung atau kalau tidak mampu(bisu)bias dengan surat-menyurat b. Penjual dan pembeli c. Makud alaih(objek akad) Benda-benda yang diperjual belikan Syarat sah ijab Kabul : a. Jangan ada yang memisahkan, jangan pembeli diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya. b. Jangan diselangi kata-kata lain antara ijab dan kabul. c. Beragama islam.

Syarat benda yang menjadi objek akad : a. Suci, maka tidak sah penjualan benda-benda najis, kecuali anjing untuk berburu. b. Memberi manfaat menurut syara. c. Jangan dikaitkan atau digantungkan dengan hal-hal lain, missal : jika ayahku pergi kujual motor ini kepadamu. d. Tidak dibatasi waktunya. e. Dapat diserahkan dengan cepat ataupun lambat. f. Milik sendiri. g. Diketahui barang yang diperjual belikan tersebut baik berat, jumlah, takaran dan lain-lainnya. 3. Macam-macam jual beli :

Jual beli ditinjau dari segi hukumnya dibagi menjadi dua macam yaitu : a. Jual beli yang syah menurut hukum dan batal menurut hukum b. Dari segi obyek jual beli dan segi pelaku jual beli Ditinjau dari segi benda yang yang dijadikan obyek jual beli dapat dikemukakan pendapat imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagai menjadi tiga bentuk : 1. jual beli benda yang kelihatan maksudnya adalah pada wajtu melakukan akad jual beli benda atyau barang yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli, seperti membeli beras dipasar dan boleh dilakukan. 2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji Sama dengan jual beli salam (pesanan), ataupun yang dilakukan secara tidak tunai (kontan). Maksudnya ialah perjanjian sesuatu yang penyarahan barangbarangnya ditangguhkan hingga masa tertentu. Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat tambahannya ialah : 1. Ketika melakukan akad salam disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar, ditimbang maupun diukur. 2. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bias mempertinggi dan memperendah harga barang itu.

3. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa didapat dipasar. 4. Harga hendakya dipegang ditempat akad berlangsug. Jual Beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah : a. Barang yang dihukumkan najis oleh agama seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan khamar. b. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan, jual beli ini haram hukumnya karena Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : Dari Ibn Umar ra berkata : Rasulullah SAW telah melarang menjual mani binatang. (HR. Bukhari) c. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. d. Jual beli dengan mukhadharah yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen. e. Jual beli dengan munabadzah yaitu jual beli secara lempar-melempar. f. Jual beli gharar yaitu jual beli yang samar sehingga kemungkinan adanya penipuan, contoh : penjualan ikan yang masih dikolam. g. Larangan menjual makanan sehingga dua kali ditakar, hal ini menunjukkan kurang saling mempercayainya antara penjual dan pembeli. Khiar dalam jual beli : 1. Khiar Majlis Artinya antara penjual dan pembeli boleh memili akan melanjutakan jual beli atau membatalkannya selama keduanya masih dalam satu tempat atau majelis. 2. Khiar syarat Yaitu penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual dan pembeli, seperti seseorang berkata saya jual rumah ini dengan harga seratus juta rupiah dengan syarat khiar selama tiga hari. 1. Khiar aib

Artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan benda-benda yang dibeli. Lelang (muzayadah) Penjualan denga cara lelang seperti ini dibolehkan dalam agama islam karena dijelaskn dalam satu keterangan yang artinya : Dari Anas ra, Ia berkata Rasulullah SAW.menjual sebuah pelana dan sebuah mangkok air dengan berkata ; siapa yang ingin membeli pelana dan mangkok ini? Seorang laki-laki menyahut; aku bersedia membelinya seharga satu dirham.Lalu nabi berkata lagi, siapa yang berani menambahi? Maka diberi dua dirham oleh seorang laki-laki kepada beliau, lalu dijuallah kedua benda itu kepada laki-laki tadi.(HR. Tirmizi)

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr, Wb puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul Pengertian Fikih Siyasah serta tak lupa pula kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahilia, dari zaman kebodohan menuju zaman yang sekarang ini yakni zaman yang penuh denga ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam pembuatan makalah ini kami sangat menyadari bahwa baik dalam penyampaian maupun penulisan masih banyak kekurangannya untuk itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk penunjang dalam pembuatan makalah kami berikutnya. Wassalamualaikum Wr, Wb

PENULIS

Jual-Beli Saham Dalam Pandangan Islam


Pengantar Ketika kaum Muslim hidup dalam naungan sistem Khilafah, berbagai muamalah mereka selalu berada dalam timbangan syariah (halal-haram). Khalifah Umar bin al-Khaththab, misalnya, tidak mengizinkan pedagang manapun masuk ke pasar kaum Muslim kecuali jika dia telah memahami hukum-hukum muamalah. Tujuannya tiada lain agar pedagang itu tidak terjerumus ke dalam dosa riba. (As-Salus, Mawsah al-Qadhaya alFiqhiyah al-Mushirah, hlm. 461). Namun, ketika Khilafah hancur tahun 1924, kondisi berubah total. Kaum Muslim makin terjerumus dalam sistem ekonomi yang dipaksakan penjajah kafir, yakni sistem Kapitalisme yang memang tidak mengenal halal-haram. Ini karena akar sistem Kapitalisme adalah paham sekularisme yang menyingkirkan agama sebagai pengatur kehidupan publik, termasuk kehidupan ekonomi.

Walhasil, seperti kata as-Salus, kaum Muslim akhirnya hidup dalam sistem ekonomi yang jauh dari Islam, seperti sistem perbankan dan pasar modal (burshah al-awraq almaliyah) (Ibid., hlm. 464). Tulisan ini bertujuan menjelaskan fakta dan hukum seputar saham dan pasar modal dalam tinjauan fikih Islam.

Fakta Saham Saham bukan fakta yang berdiri sendiri, namun terkait dengan pasar modal sebagai tempat perdagangannya dan juga terkait dengan perusahaan publik (perseroan terbatas/PT) sebagai pihak yang menerbitkannya. Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal (stock market). Dalam pasar modal, instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham dan obligasi, serta berbagai instrumen turunannya (derivatif) yaitu opsi, right, waran, dan reksadana. Surat-surat berharga yang dapat diperdagangkan inilah yang disebut efek (Hasan, 1996). Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Dalam Keppres RI No. 60 tahun 1988 tentang Pasar Modal, saham didefinisikan sebagai, surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Staatbald No. 23 Tahun 1847). (Junaedi, 1990). Adapun obligasi (bonds, as-sanadat) adalah bukti pengakuan utang dari perusahaan (emiten) kepada para pemegang obligasi yang bersangkutan (Siahaan & Manurung, 2006). Selain terkait dengan pasar modal, saham juga terkait dengan PT (perseroan terbatas, limited company) sebagai pihak yang menerbitkannya. Dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pasal 1 ayat 1, perseroan terbatas didefinisikan sebagai, badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Modal dasar yang dimaksud terdiri atas seluruh nilai nominal saham (Ibid., pasal 24 ayat 1). Definisi lain menyebutkan, perseroan terbatas adalah badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri yang terpisah dari kekayaan, hak dan kewajiban para pendiri maupun pemiliknya (M. Fuad, et.al., 2000). Jadi, sesuai namanya, keterlibatan dan tanggung jawab para pemilik PT hanya terbatas pada saham yang dimiliki. Perseroan terbatas sendiri juga mempunyai kaitan dengan bursa efek. Kaitannya, jika sebuah perseroan terbatas telah menerbitkan sahamnya untuk publik (go public) di bursa efek, maka perseroan itu dikatakan telah menjadi perseroan terbatas terbuka (Tbk).

Fakta Pasar Modal Pasar modal adalah sebuah tempat modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (pihak investor) dan orang yang membutuhkan modal (pihak issuer/emiten) untuk mengembangkan investasi. Dalam UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasar modal didefinisikan sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. (Muttaqin, 2003). Para pelaku pasar modal ini ada 6 (enam) pihak, yaitu: 1. Emiten, yaitu badan usaha (perseroan terbatas) yang menerbitkan saham untuk menambah modal, atau menerbitkan obligasi untuk mendapatkan utang dari para investor di Bursa Efek. 2. Perantara Emisi, yang meliputi 3 (tiga) pihak: a. Penjamin Emisi (underwriter), yaitu: perusahaan perantara yang menjamin penjualan emisi, dalam arti, jika saham atau obligasi belum laku, penjamin emisi wajib membeli agar kebutuhan dana yang diperlukan emiten terpenuhi sesuai rencana; b. Akuntan Publik, yaitu pihak yang berfungsi memeriksa kondisi keuangan emiten dan memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang telah dikeluarkan oleh emiten wajar atau tidak. c. Perusahaan Penilai (appraisal), yaitu perusahaan yang berfungsi untuk memberikan penilaian terhadap emiten, apakah nilai aktiva emiten wajar atau tidak. 3. Badan Pelaksana Pasar Modal, yaitu badan yang mengatur dan mengawasi jalannya pasar modal, termasuk mencoret emiten (delisting) dari lantai bursa dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan pasar modal. Di Indonesia Badan Pelaksana Pasar Modal adalah BAPEPAM (Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal) yang merupakan lembaga pemerintah di bawah Menteri Keuangan. 4. Bursa Efek, yakni tempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh suatu badan usaha. Di Indonesia terdapat dua Bursa Efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola PT Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang dikelola oleh PT Bursa Efek Surabaya. 5. Perantara Perdagangan Efek, yaitu makelar (pialang/broker) dan komisioner yang hanya lewat kedua lembaga itulah efek dalam bursa boleh ditransaksikan. Makelar adalah perusahaan pialang (broker) yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan orang lain dengan memperoleh imbalan. Adapun komisioner

adalah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan sendiri atau untuk orang lain dengan memperoleh imbalan. 6. Investor, yaitu pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk efek di bursa efek dengan membeli atau menjual kembali efek tersebut (Junaedi, 1990; Muttaqin, 2003; Syahatah & Fayyadh, 2004). Dalam pasar modal, proses perdagangan efek (saham dan obligasi) terjadi melalui tahapan pasar perdana (primary market), kemudian pasar sekunder (secondary market). Pasar perdana adalah penjualan perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada para investor, yang terjadi pada saat IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum pertama. Kedua pihak yang saling memerlukan ini tidak bertemu secara fisik dalam bursa, tetapi melalui pihak perantara seperti dijelaskan di atas. Dari penjualan saham dan efek di pasar perdana inilah pihak emiten memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya. Adapun pasar sekunder adalah pasar yang terjadi sesaat atau setelah pasar perdana berakhir. Maksudnya, setelah saham dan obligasi dibeli investor dari emiten, investor tersebut lalu menjual kembali saham dan obligasi kepada investor lainnya, baik dengan tujuan mengambil untung dari kenaikan harga (capital gain) maupun untuk menghindari kerugian (capital loss). Perdagangan di pasar sekunder inilah yang secara reguler terjadi di bursa efek setiap harinya.

Jual-Beli Saham dalam Pasar Modal Menurut Islam Para ahli fikih kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman keras, bisnis babi dan apa saja yang terkait dengan babi; jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi; industri hiburan, seperti kasino, perjudian, prostitusi, media porno; dan sebagainya. Dalil yang mengharamkan jual-beli saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang mengharamkan segala aktivitas tersebut. (Syahatah dan Fayyadh, Bursa Efek: Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal, hlm. 18; Yusuf as-Sabatin, Al-Buy alQadmah wa al-Mushirah wa al-Burshat al-Mahalliyyah wa ad-Duwaliyyah, hlm. 109). Namun, jika saham yang diperdagangkan di pasar modal itu adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal (misalnya di bidang transportasi, telekomunikasi, produksi tekstil, dan sebagainya) Syahatah dan Fayyadh berkata, Menanam saham dalam perusahaan seperti ini adalah boleh secara syariDalil yang menunjukkan kebolehannya adalah semua dalil yang menunjukkan bolehnya aktivitas tersebut. (Syahatah dan Fayyadh, Ibid., hlm. 17).

Namun demikian, ada fukaha yang tetap mengharamkan jual-beli saham walau dari perusahaan yang bidang usahanya halal. Mereka ini, misalnya, Taqiyuddin an-Nabhani (2004), Yusuf as-Sabatin (Ibid., hlm. 109) dan Ali as-Salus (Mawsah al-Qadhaya alFiqhiyah al-Mushirah, hlm. 465). Ketiganya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang sesungguhnya tidak islami. Jadi, sebelum melihat bidang usaha perusahaannya, seharusnya yang dilihat lebih dulu adalah bentuk badan usahanya, apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan islami (syirkah islmiyah) atau tidak. Aspek inilah yang tampaknya betul-betul diabaikan oleh sebagian besar ahli fikih dan pakar ekonomi Islam saat ini. Terbukti, mereka tidak menyinggung sama sekali aspek krusial ini. Perhatian mereka lebih banyak terfokus pada identifikasi bidang usaha (halal/haram), dan berbagai mekanisme transaksi yang ada, seperti transaksi spot (kontan di tempat), transaksi option, transaksi trading on margin, dan sebagainya (Junaedi, 1990; Zuhdi, 1993; Hasan, 1996; az-Zuhaili, 1996; al-Mushlih & ash-Shawi, 2004; Syahatah & Fayyadh, 2004). Taqiyuddin an-Nabhani dalam An-Nizhm al-Iqtishdi (2004) menegaskan bahwa perseroan terbatas (PT, syirkah mushamah) adalah bentuk syirkah yang batil (tidak sah), karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Kebatilannya antara lain karena dalam PT tidak terdapat ijab dan kabul sebagaimana dalam akad syirkah. Yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero (investor) lainnya. Tidak adanya ijab-kabul dalam PT ini sangatlah fatal, sama fatalnya dengan pasangan laki-laki dan perempuan yang hanya mencatatkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa adanya ijab dan kabul secara syari. Sangat fatal, bukan? Maka dari itu, pendapat kedua yang mengharamkan bisnis saham ini (walau bidang usahanya halal) adalah lebih kuat (rjih), karena lebih teliti dan jeli dalam memahami fakta, khususnya yang menyangkut bentuk badan usaha (PT). Apalagi sandaran pihak pertama yang membolehkan bisnis sahamasalkan bidang usaha perusahaannya halaladalah al-Mashlih al-Mursalah, sebagaimana analisis Yusuf AsSabatin (Ibid., hlm. 53). Padahal menurut Taqiyuddin an-Nabhani, al-Mashlih alMursalah adalah sumber hukum yang lemah, karena ke-hujjah-annya tidak dilandaskan pada dalil yang qathi (Asy-Syakhshiyah al-Islmiyah, III/437). Wallh alam bi ash-shawb. [KH M. Shiddiq al-Jawi]

Daftar Pustaka Al-Mushlih, Abdullah & Ash-Shawi, Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (M L Yasau at-Tjir Jahlah), Penerjemah Abu Umar Basyir. Jakarta Darul Haq, 2004.

An-Nabhani, Taqiyuddin, An-Nizhm al-Iqtishdi f al-Islm. Beirut: Darul Ummah, Cetakan VI, 2004. As-Sabatin, Yusuf Ahmad Mahmud, Al-Buy al-Qadmah wa al-Mushirah wa al-Burshat al-Mahalliyyah wa ad-Duwaliyyah. Beirut: Darul Bayariq, 2002. As-Salus, Ali Ahmad, Mawsah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mushirah wa al-Iqtishd alIslmi. Qatar: Daruts Tsaqafah, 2006. Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islmi wa Adillatuhu, Juz IX (Al-Mustadrak). Damaskus: Darul Fikr, 1996. Fuad, M, et.al., Pengantar Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000. Hasan, M. Ali, Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996. Junaedi, Pasar Modal Dalam Pandangan Hukum Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 1990. Muttaqin, Hidayatullah, Telaah Kritis Pasar Modal Syariah, http://www.esyariah.org/jurnal/?p=11, 20 des 2003. Siahaan, Hinsa Pardomuan & Manurung, Adler Haymans, Aktiva Derivatif: Pasar Uang, Pasar Modal, Pasar Komoditi, dan Indeks. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006. Syahatah, Husein & Fayyadh, Athiyah, Bursa Efek: Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal (Adh-Dhawbit asy-Syariyah li at-Tamul f Sq al-Awraq al-Mliyah), Penerjemah A. Syakur. Surabaya: Pustaka Progressif, 2004. Tarban, Khalid Muhammad, Bayu ad-Dayn Ahkmuhu wa Tathbquha al-Mushirah (AlAzhar: Dar al-Bayan Al-Arabi). Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003. Zuhdi, Masjfuk, Masil Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: CV Haji Masagung, 1993.

0 Bagikan22 Cetak halaman ini


Artikel ini diposting pada tanggal 1 October 2007 pukul 05:35 pada kategori Iqtishadiyah. Anda dapat melacak post ini melalui RSS 2.0 feed. Anda dapat meninggalkan komentar, atau lacak balik pada situs anda.

Haruskah Awal dan Akhir Ramadhan Ditentukan Dengan Rukyat Karakter Orang Bertakwa (Tafsir QS ali Imran [3]: 134) 3 komentar untuk Jual-Beli Saham Dalam Pandangan Islam 1. EDI JOKO SETYADI :
24 October 2007 pada 10:57

ada yang kurang dalam pembahasan mengenai pasar modal yang itu justru merupakan substansi dari haramnya pasar modal yaitu adanya unsur spekulasi dan perjudian dalam mekanisme perdagangan di pasar modal/bursa saham. mohon perhatiannya. edi/MAKSI Undip
2. Mualim :
2 December 2008 pada 23:33

Terimakasih atas tulisannya Ustadz Saat ini banyak perusahaan asuransi yang membuka unit syariah akan tetapi direksinya juga non muslim, bagaimana menurut Ustadz apakah produknya juga haram? Terimakasih, mohon tanggapannya
3. najla :
28 January 2009 pada 23:50

assalamualaikum ustadz saya mau bertanya bagaimana hukumnya jika bursa berjangka seperti forex dan komoditi seperti emas?? apakah haram juga?? bukankan sistemnya berbeda?? dan bagaimana hukumnya menjadi pialang bursa berjangka?? terimakasih wassalamualikum
Tinggalkan Komentar
Top of Form

Nama (harus diisi) Email (tidak akan ditampilkan) (harus diisi) Website

Bottom of Form

Riba
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinzaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinzaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjammeminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Daftar isi
[sembunyikan] 1 Riba dalam pandangan agama 1.1 Riba dalam agama Islam 1.2 Jenis-Jenis Riba 1.3 Riba dalam agama Yahudi 1.4 Konsep Bunga di Kalangan Kristen 1.4.1 Pandangan Para Pendeta Awal Kristen (Abad I - XII) 1.4.2 Pandangan Para Pendeta awal Kristen dapat disimpulkan sebagai berikut 1.4.3 Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII - XVI) 1.4.4 Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI - Tahun 1836) 1.4.4.1 Pandangan Gereja Katolik

1.5 Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang 1.6 Perbedaan Hutang Uang dan Hutang Barang 1.7 Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil

2 Lihat pula 3 Referensi

[sunting] Riba dalam pandangan agama


Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani,

demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
[sunting] Riba dalam agama Islam

Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinzaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak ban.
[sunting] Jenis-Jenis Riba

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu riba hutang-piutang dan riba jualbeli.Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasiah.
Riba Qardh Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh). Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan. Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasiah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Riba Jahiliyyah

Riba Fadhl

Riba Nasiah

[sunting] Riba dalam agama Yahudi

Agama Yahudi melarang praktik pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci agama Yahudi, baik dalam Perjanjian Lama maupun undang-undang Talmud. Kitab Keluaran 22:25 menyatakan: Jika engkau meminjamkan uang kapada salah seorang ummatku, orang yang miskin di

antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya. Kitab Ulangan 23:19 menyatakan: Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan. Kitab Ulangan 23:20 menyatakan: Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya."Kitab Imamat 35:7 menyatakan: Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudara-mu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.
[sunting] Konsep Bunga di Kalangan Kristen

Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-5 sebagai ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan : Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat. Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktikkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII - XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga. Kitab Ulangan 23:20 menyatakan: Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.
[sunting] Pandangan Para Pendeta Awal Kristen (Abad I - XII)

Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga diimani oleh orang Kristen. St. Basil (329 - 379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperi-kemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin. St. Gregory dari Nyssa (335 - 395) mengutuk praktik bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinzaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam. St. John Chrysostom (344 407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga berlaku bagi penganut Perjanjian Baru. St. Ambrose mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit (rentenir). St. Augustine berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin. St. Anselm dari Centerbury (1033 - 1109) menganggap

bunga sama dengan perampokan. Larangan praktik bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang (Canon): Council of Elvira (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja gereja mem-praktikkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka pangkatnya akan diturunkan. Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktikkan pengambilan bunga. First Council of Nicaea (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat para pekerja gereja yang mempraktikkan bunga. Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).
[sunting] Pandangan Para Pendeta awal Kristen dapat disimpulkan sebagai berikut

Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan. Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa. Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya. Harga barang yang ditinggikan untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung.
[sunting] Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII - XVI)

Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut, uang dan kredit menjadi unsur yang penting dalam masyarakat. Pinzaman untuk memberi modal kerja kepada para pedagang mulai digulirkan pada awal Abad XII. Pasar uang perlahan-lahan mulai terbentuk. Proses tersebut mendorong terwujudnya suku bunga pasar secara meluas. Para sarjana Kristen pada masa ini tidak saja membahas permasalahan bunga dari segi moral semata yang merujuk kepada ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka juga mengaitkannya dengan aspek-aspek lain. Di antaranya, menyangkut jenis dan bentuk undang-undang, hak seseorang terhadap harta, ciri-ciri dan makna keadilan, bentuk-bentuk keuntungan, niat dan perbuatan manusia, serta per-bedaan antara dosa individu dan kelompok. Mereka dianggap telah melakukan terobosan baru sehubungan dengan pendefinisian bunga. Dari hasil bahasan mereka untuk tujuan memperhalus dan melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi interest dan usury. Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh sarjana Kristen yang memberikan kontribusi pendapat yang sangat besar sehubungan dengan bunga ini adalah Robert of Courcon (1152-1218), William of Auxxerre (1160-1220), St. Raymond of Pennaforte (1180-1278), St. Bonaventure (1221-1274), dan St. Thomas Aquinas (12251274). Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut sehubungan dengan bunga adalah sebagai berikut : Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinzaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan. Mengambil bunga dari pinzaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung dari niat si pemberi hutang.
[sunting] Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI - Tahun 1836)

Pendapat para reformis telah mengubah dan membentuk pandangan baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain adalah John Calvin (1509-1564), Charles du Moulin (1500 1566), Claude Saumaise (1588-1653), Martin Luther (1483-1546), Melanchthon (14971560), dan Zwingli (1484-1531). Beberapa pendapat Calvin sehubungan dengan bunga antara lain:
Dosa apabila bunga memberatkan.

Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles). Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi. Jangan mengambil bunga dari orang miskin.

Du Moulin mendesak agar pengambilan bunga yang sederhana diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk kepentingan produktif. Saumise, seorang pengikut Calvin, membenarkan semua pengambilan bunga, meskipun ia berasal dari orang miskin. Menurutnya, menjual uang dengan uang adalah seperti perdagangan biasa, maka tidak ada alasan untuk melarang orang yang akan menggunakan uangnya untuk membuat uang. Menurutnya pula, agama tidak perlu repot-repot mencampuri urusan yang berhubungan dengan bunga.
[sunting] Pandangan Gereja Katolik

Menurut Gereja katolik pandangan mengenai Riba tidaklah berubah dengan pendapat para pendiri gereja seperti St.Gregory dan St. John Chrysostom. tetapi prinsip dari riba(bunga) itulah yang berubah, karena bila zaman dahulu uang tidak bisa memberikan hasil kalau tidak dijalankan seperti yang disebutkan oleh kitab matius 27:27 menyatakan: "Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya. Namun, pada zaman sekarang, uang dapat memberikan hasil, karena uang dapat dibungakan atau di investasikan.Dengan demikian, meminjamkan uang dengan bunga yang pantas bukanlah tindakan yang tidak adil. Namun, kalau memberikan pinzaman dengan bunga yang terlalu tinggi, maka telah dianggap berdosa karena melawan keadilan. Namun,prinsip ini pun harus di laksanakan dengan bijaksana.Misal,seseorang mempunyai uang 1 milyar dan seseorang meminjam dari orang tersebut 1 juta rupiah, maka janganlah menarik bunga, apalagi kalau orang yang meminjam benar-benar miskin. Bahkan kalau perlu,pemilik uang itu harus memberikannya dengan rela. namun bila berada dalam situasi bisnis, maka adalah pantas, kalau menarik bunga dari pinzaman yang diberikan sebab sudah adanya persetujuan dari kedua pihak mengenai akan adanya bunga dari pinzaman tersebut. seperti yang dilalukan oleh pihak perbankan dan nasabahnya.
[sunting] Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang

Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.
1. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap. 2. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.

Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana. Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.

[sunting] Perbedaan Hutang Uang dan Hutang Barang

Ada dua jenis hutang yang berbeda satu sama lainnya, yakni hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan hutang yang terjadi karena pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan. Hutang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang.
[sunting] Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil

Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya samasama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi Bagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

[sunting] Lihat pula


Perbankan syariah Artikel bertopik Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

[sunting] Referensi
http://katolisitas.org/2010/03/23/bolehkan-menarik-bunga-dari-peminzaman-uang/
Kategori: Istilah Islam | Hukum Islam | Keuangan

Masuk log / buat akun Halaman Pembicaraan Baca Sunting Versi terdahulu
Top of Form

Bottom of Form

Halaman Utama Perubahan terbaru Peristiwa terkini Halaman sembarang

Komunitas Warung Kopi Portal komunitas Bantuan

Wikipedia Cetak/ekspor Peralatan Bahasa lain Deutsch English

Bahasa Melayu Nederlands Svenska Halaman ini terakhir diubah pada 15:41, 25 Mei 2011. Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Cr

Jual-beli dalam Islam : Jenis atau Macamnya


Posted on 08 August 2011.

Jual-beli dalam Islam : Kenali Jenisnya


Dalam fikih muamalah, telah diidentifikasi dan diuraikan macam-macam jual-beli dalam Islam, termasuk jenis-jenis jual-beli yang dilarang oleh Islam. Macam atau jenis jual-beli dalam Islam itu antara lain: 1. Bai al mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. semacam ini menjiwai semua produk-produk lembaga keuangan yang didasarkan atas prinsip jual-beli. 2. Bai al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa). Karena itu dilakukan pertukaran barang dengan barang yang dinilai dalam valuta asing. Transaksi semacam ini lazim disebut counter trade. 3. Bai al sharf; yaitu jual-beli atau pertukaran antara saw mata uang asing dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah dengan dolar, dolar dengan yen dan sebagainya. Mata uang asing yang diperjualbelikan itu dapat berupa uang kartal (bank notes) ataupun dalam bentuk uang giral (telegrafic transfer atau mail transfer). 4. Bai al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil. 5. Bai al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya. 6. Bai al muwadhaah yaitu jual-beli di mana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk barang-barang atau aktiva tetap yang nilai bukunya sudah sangat rendah. 7. Bai as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk pertanian jangka pendek. 8. Bai al istishna hampir sama dengan bai as salam, yaitu kontrak jual-beli di mana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syaratsyarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian. Di antara jenis-jenis jual-beli dalam Islam tersebut, yang lazim digunakan sebagai model pembiayaan syariah adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bai al murabahah, bai as salam dan bai al istishna. Al-Murabahah Murabahah adalah salah satu bentuk jual-beli yang bersifat amanah. Bentuk jual-beli ini berlandaskan pada sabda Rasulullah saw dari Syuaib ar rumy r.a.: Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: pertama, menjual dengan pembayaran tangguh (murabahah), kedua, mugarradhah (nama lain dari mudharabah) dan ketiga, mencampuri tepung dengan gandum untuk kepentingan rumah, bukan untuk diperjualbelikan. AI Murabahah adalah kontrak jual-beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual harus menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan dan tidak termasuk barang haram. Demikian juga harga pembelian dan keuntungan yang diambil dan cara pembayarannya harus disebutkan dengan jelas.

Dalam teknis perbankan, murabahah adalah akad jual-beli antara bank selaku penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank memperoleh keuntungan jual-beli yang disepakati bersama. Rukun dan syarat murabahah adalah sama dengan rukun dan syarat dalam fikih, sedangkan syarat-syarat lain seperti barang, harga dan cara pembayaran adalah sesuai dengan kebijakan bank yang bersangkutan. Harga jual bank adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan yang disepakati bersama. Jadi nasabah mengetahui keuntungan yang diambil oleh bank. Selama akad belum berakhir maka harga jual-beli tidak boleh berubah. Apabila terjadi perubahan maka akad tersebut menjadi batal. Cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama, bisa secara lumsum ataupun secara angsuran. Murabahah dengan pembayaran secara angsuran ini disebut juga bai bi tsaman ajil. Dalam praktiknya nasabah yang memesan untuk membeli barang menunjuk pemasok yang telah diketahuinya menyediakan barang dengan spesifikasi dan harga yang sesuai dengan keinginannya. Atas dasar itu bank melakukan pembelian secara tunai dari pemasok yang dikehendaki oleh nasabahnya, kemudian menjualnya secara tangguh kepada nasabah yang bersangkutan. Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu. Dengan kata lain nasabah telah memperoleh pembiayaan dad bank untuk pengadaan barang tersebut. Bai as salam Secara etimologi salam berarti salaf (pendahuluan). Bai as salam adalah akad jual-beli suatu barang di mana harganya dibayar dengan segera, sedangkan barangnya akan diserahkan kemudian dalam jangka waktu yang disepakati. Beberapa landasan syariah dapat disebutkan antara lain: Ibn Abbas berkata: Aku bersaksi bahwa salam yang dijamin untuk waktu tertentu benarbenar dihalalkan oleh Allah dan diizinkan, kemudian ia membaca ayat 282 dari QS alBaqarah. Menjual sesuatu yang tidak ada pada diri penjual tidak diperbolehkan. Sabda Rasulullah: Janganlah kamu menjual barang yang tidak ada padamu (HR Ahmad, at-Tarmidzi, dan Ibn Hibban). Oleh karena itu dalam bai as salam harus ada jaminan bahwa penyediaan barang yang dipesan dapat dipenuhi. Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw tiba di Madinah di mana mereka melakukan salaf untuk penjualan buah-buahan dengan jangka waktu satu tahun atau dua tahun, lalu beliau bersabda: Barangsiapa yang melakukan salaf hendaknya melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai pada batas waktu tertentu. Dalam teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dari nasabah dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai yang dibayarkan segera. Tentu saja bank tidak bermaksud hanya melakukan salam untuk memperoleh barang. Barang itu harus dijual lagi untuk memperoleh keuntungan. Oleh karena itu dalam praktiknya transaksi pembelian salam oleh bank selalu diikuti atau dibarengi dengan transaksi penjualan kepada pihak atau nasabah lainnya. Apabila penjualan barang itu juga dilakukan dalam bentuk salam, maka transaksi itu menjadi paralel salam. Bank dapat juga melakukan penjualan barang itu dengan menggunakan skema murabahah. Pada umumnya nasabah yang memerlukan fasilitas salam adalah nasabah yang menerima pesanan dari pelanggannya dengan syarat bahwa harga atas barang itu akan dibayar setelah barang diserahkannya. Sementara nasabah tidak memiliki dana yang cukup untuk melakukan pengadaan barang yang dipesan tersebut. Agar nasabah dapat memperoleh dana yang dibutuhkan itu maka ia bukan melakukan penjualan langsung kepada pemesannya, melainkan

menjual kepada bank dengan salam dan posisinya sebagai penjual terhadap pemesannya digantikan oleh bank. Tentu saja harga dalam jual-beli antara bank dengan nasabah produsen itu lebih rendah daripada harga yang disepakati antara produsen dengan pemesan barang. Selisih harga itu menjadi keuntungan bank. Bai at lstishna Bai al Istishna adalah akad jual-beli antara pemesan/pembeli (mustashni) dengan produsen/penjual (shani) di mana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dulu dengan kriteria yang jelas. Istishna hampir sama dengan bai as salam. Bedanya hanya terletak pada cara pembayarannya. Pada salam pembayarannya harus dimuka dan segera, sedang pada istishna pembayarannya boleh di awal, di tengah atau di akhir, baik sekaligus ataupun secara bertahap. Dalam praktiknya bank bertindak sebagai penjual (shani ke-1) kepada pemesan/pembeli dan mensubkannya kepada produsen (shani ke-2).
Pustaka Jual-beli dalam Islam : Jenis atau Macamnya
Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah Oleh Drs. Zainul Arifin, MBA

Baca Juga Artikel Lainnya:


Nyeri Punggung
Pencegahan nyeri punggung sejak dini mutlak dilakukan. Ketahuilah kapan Anda harus ke dokter. Sakit punggung yang sejak lama Anda derita atau diikuti rasa sakit yang tidak lazim sebaiknya segera dikon...

MUSYRIK MERUSAK SARAF DAN EFEK TIDAK ISLAMI


Kenapa alam semesta menjadi tidak ramah kepada kita? Coba kita koreksi diri! Alam semesta beserta makhluk selain manusia diminta tunduk patuh kepada aturan Allah, apalagi manusia ciptaan Allah yang sa...

Yamaha Kembali Ke Masa Lalu ( PIC )


Untuk memperingati 50 tahun partisipasinya di Grand Prix Racing, Yamaha Motor Company merayakannya dengan tema "Blast to the past". Inlah aksi para raider senior dan junior yamaha...

ABU BAKAR ASH SHIDDIQ


Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. yang dibaiat sebagai Khalifatur Rasul (pangganti Rasul) di Saqifah Bani Sa'idah. lnilah yang menjadi ijma'ush shahabah ( kesepakatan di antara para sahabat Rasul ) dan yang ...

Ramuan Herbal untuk Mengatasi Penyakit Jantung Koroner


beberapa tanaman obat untuk mengatasi penyakit jantung koroner akan memberikan efek yang melancarkan sirkulasi darah dan bersifat sebagai antikoagulan. Antikoagulan sendiri merupakan zat yang berperan...

Kata Kunci: Al-Murabahah, Bai' as salam, Bai' at lstishna', jual-beli dalam Islam

Leave a Reply
Top of Form

Name (required) Mail (will not be published) (required)

Website

Bottom of Form Bottom of Form

You might also like