You are on page 1of 83

BAB I GEOLOGI 1.

1 Pengertian Geologi Secara Etimologis Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Geo yang artinya bumi dan Logos yang artinya ilmu, Jadi Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi. Secara umum Geologi adalah ilmu yang mempelajari planet Bumi, te rmasuk Komposisi, keterbentukan, dan sejarahnya. Karena Bumi tersusun oleh batuan, pengetahuan mengenai komposisi, pembentukan,dan sejarahnya merupakan hal utama dalam memahami sejarah bumi. Dengan kata lain batuan merupakan objek utama yang dipelajari da lam geologi. 1.2 Ruang Lingkup Geologi Secara keseluruhan bumi ini terdiri dari beberapa lapisan yaitu : 1. Atmosfer, yaitu lapisan udara yang menyelubungi Bumi 2. Hidrosfer, yaitu lapisan air yang berada di permukaan Bumi 3. Biosfer, yaitu Lapisan tempat makhluk hid up 4. Lithosfer, yaitu lapisan batuan penyusun Bumi Ruang lingkup pembelajaran geologi yaitu lithosfer yang merupakan lapisan batuan penyusun bumi dari permukaan sampai inti bumi. Geologi juga mempe lajari benda-benda luar angkasa, dan bukan tak mugkin suatu s aat nanti kita dapat mengetahui keadaan geologi bulan misalnya. Cabang-cabang ilmu geologi Kajian geologi memiliki ruang lingkup yang luas, di dalamnya terdapat kajian -kajian yang kemudian berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri walaupun sebenarnya i lmu-ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling menunjang satu sama lain. ilmu -ilmu tersebut yaitu : 1. Mineralogi, yaitu ilmu yang mempelajari mineral, berupa pendeskripsian mineral yang meliputi warna, kilap, goresan, belahan, pecahan dan sifat lainnya. 2. Petrologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan, didalamnya termasuk deskripsi,klasifikasi dan originnya. 3. Sedimentologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan sediment, meliputi deskripsi, klasifikasi dan proses pembentukan batuan sediment. 4. Stratigrafi, yaitu ilmu tentang urut -urutan perlapisan batuan, pemeriannya dan proses pembentukannya. 5. Geologi Struktur, adalah ilmu yang mempelajari arsitektur kerak bumi dan proses pembentukannya. 6. Palentologi, yaitu ilmu yang mempelajari aspek kehidupan masa lalu yang berup a fosil. Paleontology berguna untuk penentuan umur dan geologi sejarah. 7. Geomorfologi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk bentang alam dan proses0proses pembentukan bentang alam tersebut. Ilmu ini berguna dalam menentukan struktur geologi dan batuan penyusun suatu daerah. 8. Geologi Terapan, merupakan ilmu -ilmu yang dikembangkan dari geologi yang digunakan untuk kepentingan umat manusia, diantaranya Geologi Migas, Geologi Batubara,Geohidrologi, Geologi Teknik, Geofisila, Geothermal dan sebagainya. Konsep Dalam Geologi Ada dua konsep dalam geologi yaitu teori Katastropisme dan teori Uniformitarisme

Teori Katastropisme Teori Katastropisme ini dikemukakan oleh Cuvier yang berekabangsaan Prancis pada tahun 1830. Teori malapetaka menjelaskan bentukan bumi yang sekar ang ini seperti pegunungan dan lembah merupakan hasil dari malapetaka -malapetaka yang sebelumnya terjadi. Teori ini juga menjelaskan bahwa musnahnya salah satu individu mahluk hidup disebabkan oleh malapetaka tersebut yang kemudian diikuti oleh kemunculan mahluk baru yang berbeda dengan mahluk hidup sebelumnya. Teori Uniformitarisma Teori ini dikemukakan oleh James Hutton yaitu The Present Is The Key To The Past. Teori ini menjelaskan bahwa proses -proses yang kita lihat sekarang terjadi juga pada masa lampau, seperti erosi perbukitan, pengangkutan material sediment di sungai, letusan gunung api, gempa bumi dan sebagainya. Hal ini membawa kita pada pemahaman bahwa pembentukan pegunungan, pembentukan lembah yang dalam, pembentukan lapisan -lapisan sediment tidak terjadi dalam waktu yang singkat tetapi melalui waktu yang cukup panjang bahkan sampai jutaan tahun.
BAB II STRUKTUR BUMI 2.1 Kedudukan Bumi dalam jagat Raya Sampai saat ini bumi merupakan satu -satunya planet yang dapat mendukung kelangsungan hid up seluruh makhluk, diantara planet -planet anggota tata -surya lainnya. Oleh karenanya pengetahuan mengenai bumi dianggap sangat vital guna kel angsungan hidup penghuninya termasuk manusia. Bumi merupakan anggota tata -surya bersama 8 planet lainnya yang sama sama mengelilingi matahari dengan waktu tempuh yang berbeda -beda sesuai dengan jari -jari lintasannya. Bumi berjarak rata-rata 150 juta km terhadap Matahari dan mengelilingi Matahari selama 365 hari, yang dijadikan dasar system kalender. Anggota tata-surya secara lengkap secara berturut turut yaitu: Matahari sebagai pusat, Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto. Tata-surya merupakan bagian dari suatu galaksi yang dinamakan galaksi bima sakti ( Milky Way). Diameter galaksi bima sakti sekitar 80.000 -100.000 tahun cahaya. Di jagat raya ini masih banyak galaksi yang belum didiketahui yang jaraknya kemungkinan bisa jutaan tahun cahaya. Dari data -data ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ruang lingkup ilmu kita masih sangat keci l bila dibandingkan dengan luasnya jagat raya. Ini juga merupakan bukti bahwa Alloh Maha Besar, Maha Mengetahui atas segalanya dan kita tidak sepatutnya sombong dengan pengetahuan kita yang sangat sedikit ini. 2.2. Struktur dan Komposisi Bumi Berdasarkan kecepatan gelombang seismic struktur internal bumi dapat dibedakan menjadi tiga komponen utama, yaitu inti ( core), mantel ( mantle ) dan kerak ( crust).

Gambar 2.1. Kecepatan Gelombang Seismik Pada Setiap Lapisan Bumi

Gambar 2.2 Struktur Bumi Inti bumi (core) Dipusat bumi terdapat inti yang berkedalaman 2900 -6371 km. Terbagi menjadi dua macam yaitu inti luar dan inti dalam. Inti luar berupa zat cair yang memiliki kedalaman 2900 -5100 km dan inti dalam berupa zat padat yang berkedalaman 51 00-6371 km. Inti luar dan inti dalam dipisahkan oleh Lehman Discontinuity . Dari data Geofisika material inti bumi memiliki berat jenis yang sama dengan berat jenis meteorit logam yang terdiri dari besi dan nikel. Atas dasar ini para ahli percaya bahwa inti bumi tersusun oleh senyawa besi dan nikel. Mantel bumi (mantle) Inti bumi dibungkus oleh mantel yang berkomposisi kaya magnesium. Inti dan mantel dibatasi oleh Gutenberg Discontinuity . Mantel bumi terbagi menjadi dua yaitu mantel atas yang

bersifat plastis sampai semipl astis memiliki kedalaman sampai 400 km. Mantel bawah bersifat padat dan memiliki kedalaman sampai 2900 km. Mantel atas bagian atas yang mengalasi kerak bersifat padat dan bersama dengan kerak membentuk satu kesatuan yang dinamakan litosfer. Mantel atas ba gian bawah yang bersifat plastis atau semiplastis disebut sebagi asthenosfer. Kerak bumi (crust) Kerak bumi merupakan bagian terluar lapisan bumi dan memiliki ketebalan 5-80 km. kerak dengan mantel dibatasi oleh Mohorovivic Discontinuity . Kerak bumi domi nan tersusun oleh feldsfar dan mineral silikat lainnya. Kerak bumi dibedakan menjadi dua jenis yaitu : Kerak samudra, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si, Fe, Mg yang disebut sima. Ketebalan kerak samudra berkisar antara 5 -15 km (Condie, 1982)dengan be rat jenis rata-rata 3 gm/cc. Kerak samudra biasanya disebut lapisan basaltis karena batuan penyusunnya terutama berkomposisi basalt.

Gambar 2.3 Penampang vertikal Kerak Samudra

Kerak benua, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si d an Al, oleh karenanya di sebut sial. Ketebalan kerak benua berkisar antara 30 -80 km (Condie !982) rata -rata 35 km dengan berat jenis rata-rata sekitar 2,85 gm/cc. kerak benua biasanya disebut sebagai lapisan granit is karena batuan penyusunya terutama terdiri dari batuan yang b erkomposisi granit. Disamping perbedaan ketebalan dan berat jenis , umur kerak benua biasanya lebih tua dari kerak samudra. Batuan kerak benua yang diketahui sekitar 200 juta tahun atau Jura. Umur ini sangat muda bila dibandingkan dengan kerak benua yang t ertua yaitu sekitar 3800 juta tahun. Penyebab perbedaan umur ini akan dibahas pada bab selanjutnya.

Gambar 2.4 Kelimpahan berbagai unsur di kerak bumi

BAB III TEORI TEKTONIK LEMPENG 3.1. Sejarah Teori Tektonik Lempeng 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Continental drift (Wegener, 1912) Convection current of mantle (Holmes, 1931) Sea-floor mapping ( Heezen, Tharp, Ewing, 1959 -1965) Sea-floor spreading (Dietz, Hess, 1961-1962) Symmetric magnetic stripping across mid -oceanic ridge (Vine and Matthews, 1963) Transform fault (Wilson, 1965) Global seismic zones (Lynn and Sykes, 1968) Global mountain belts (Dewey and Bird, 1970) New Global Tectonic - Plate Tectonic Theory (late 1967-early 1970)

3.2. Lempeng (Plates) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa bagian terluar dari lapisan bumi adalah ke rak bumi yang terbagi menjadi kerak samudra dan kerak benua. Dibawah kerak terdapat lapisan yang disebut mantel, zona pemisah antara kerak dengan mantel disebut Mohorovivic discontinuity . Lapisan mantel atas bagian atas merupakan bagian yang padat, akan te tapi pada kedalaman sekitar 70-80 km terjadi penurunan kecepatan gelombang seismic ( low velocity zone ), hal ini membuktikan bahwa lapisan ini merupakan lapisan yang cair liat. Kerak bumi beserta mantel atas bagian atas yang padat menjadi satu kesatuan yang disebut litosfer, sedangkan lapisan cair liat dibawahnya disebut sebagai astenosfer. Litosfer tersebut mengapung diatas lapisan astenosfer dan terpotong potong menjadi beberapa keratan yang disebut lempeng ( plates). Lempeng lempeng tersebut bergerak satu sama lain dengan kecepatan yang berbeda -beda dan terjadi interaksi yang menyebabkan terjadinya kejadian-kejadian geologi seperti pembentukan gunung api, gempa bumi, pembentukan struktur geologi, pembentukan batuan dan kejadian geologi lainnya. Walaupun kecepatan rata-rata lempeng tersebut hanya sekitar 7cm/tahun dan kita tidak bisa merasakannya, tetapi dengan waktu berjuta-juta tahun akan menyebabkan kejadian yang berarti seperti kejadian geologi yang disebutkan sebelumnya. Misalkan kecepatan lempeng 5cm/t ahun dan waktunya 50 juta tahun maka lempeng tersebut akan bergerak sejauh 2500 km. Dalam kejadian -kejadian geologi waktu yang diperlukan cukup panjang yaitu dengan satuan juta tahun. waktu ini disusun dalam skala waktu geologi .

Gambar 3.1 Skala waktu geologi

Contoh lempeng-lempeng yang besar diantaranya, lempeng Pasifik, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara, lempeng Amerika Selatan, Lempeng Indo Australi a dan Lempeng Afrika.

Gambar 3.2 Lempeng-lempeng di Bumi

Batas lempeng Sudah disebutkan ba hwa antara satu lempeng dengan lempeng lainnya yang berdampingan akan terjadi interaksi pada batas lempengnya , jenis interaksi yang terjadi yaitu : Batas Divergen Batas Divergen adalah batas dimana dua buah lempeng atau lebih saling menjauh, gaya yang bekerja pada batas ini adalah gaya tarikan (tensional). Hal ini mengakibatkan lempeng saling menjauh dan mengakibatkan naiknya magma dari astenosfer dan terjadilah pembentukan kerak baru dalam hal ini kerak samudra. Jika kejadian ini berlangsung tanpa adany a penunjaman kembali lempeng di sisi yang lain maka dapat dibayangkan bumi ini akan terus membesar. Contoh batas divergen yaitu Mid Atlantic Ridge.

Gambar 3.3 Batas Divergen

Batas Konvergen Batas Konvergen yaitu batas dimana du a buah lempeng saling m endekat, hal ini mengakibatkan terjadinya subduksi atau kolisi. Gaya yang timbul pada interaksi ini yaitu gaya kompresional. Subduksi Bila lempeng samudra dengan lempeng benua terjadi interaksi jenis ini maka lempeng samudra akan menunjam kebawah lempeng b enua. Hal ini terjadi karena berat jenis dari lempeng samudra lebih berat dari lempeng benua sehingga lempeng benua seperti menunggang atau mengapung. Hal inilah yang menyebabkan batuan di kerak benua umurnya lebih tua dari umur batuan di kerak samudra. Akibat kejadian ini akan terjadi kejadian kejadian geologi seperti pembentukan jalur gunung api pada kerak yang menunggangi dalam hal ini kerak benua, yang diakibatkan peleburan kerak samudra yang menunjam sehingga memicu pembentukan magma yang kemudian nai k dan membentuk gunung api. Selain itu akan terjadi berbagai macam struktur geologi seperti sesar dan lipatan yang diakibatkan gaya kompresional dari interaksi tersebut. Contoh interaksi ini yaitu bagian Barat Sumatera dan Selatan Jawa.
y

Gambar 3.4 Batas Konvergen Lempeng Samudra dengan Lempeng Benua

Bila lempeng samudra dengan lempeng samudra terjadi interaksi konvergen maka salah satu lempeng akan menunjam. Hal ini akan mengakibatkan pembentukan jalur kepulauan gunungapi (island arc ) pada lempeng yang menunggangi. Contoh interaksi ini yaitu kepulauan Jepang

Gambar 3.5 Batas Konvergen Lempeng Samudra dengan Lempeng Samudra

Kolisi Apabila lempeng benua bertemu dengan lempeng benua maka lempeng tersebut tidak ada yang tertunjam karena keduanya sama -sama ringan, hal ini mengakibatkan pembentukan pegunungan lipatan yang biasanya sangat tinggi. Contoh yang paling nyata yaitu pegunungan himalaya yang diakibatkan interaksi antara lempeng Eurasia dengan India.
y

Gambar 3.6 Batas Konvergen Lempeng benua dengan lempeng benua

Gambar 3.7 Pembentukan Himalaya

Sesar Transform Yaitu batas antara lempeng yang saling berpapasan, biasanya batas ini terjadi karena batas konvergen yang tidak lurus.

Gambar 3.7 Batas-batas Lempeng

BAB IV BATUAN 4.1 Pengertian Batuan Batuan adalah agregat padat dari mineral, atau kumpulan yang terbentuk secara alami yang tersusun oleh butiran mineral, gelas, material organik yang terubah, dan kombinasi semua komponen tersebut . Mineral adalah zat padat anorganik yang mempunyai komposisi kimia tertentu dengan susunan atom yang teratur, yang terjadi tidak dengan perantara manusia dan tidak berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, dan dibentuk oleh alam (Warsito Kusumoyudo, 1986). Kristal adalah zat padat yang mempunyai bentuk bangu n yang beraturan yang terdiri dari atam -atom dengan susunan yang teratur.

Berzelius mengklasifikasikan mineral menjadi 8 golongan, yaitu: 1. Elemen native, contohnya emas, perak, tembaga dan intan 2. Sulfida, contohnya Galena, pirit 3. Oksida dan Hidroksida, contohnya korondum 4. Halida, contohnya Halite 5. Karbonat, Nitrat, Borat, Lodat, contohnya Kalsit 6. Sulfat, Khromat, Molibdenat, dan Tungstat, contohnya Barit 7. Fosfat, Arenat dan Vanadat, contohnya Apatit 8. Silikat, contohnya kuarsa, Feldspar, P iroksen. Mineral memiliki sifat-sifat khusus yang dapat kita jadikan sebagai penciri mineral tertentu. Sifat-sifat mineral diantaranya: Warna, Kilap, Goresan, Belahan, Pecahan, Kekerasan Tabel Kekerasan Mineral Kekerasan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Mineral Talk Gipsum Kalsit Fluorit Apatit Ortoklas Kuarsa Topas Korondum Intan

4.2 Pembagian Batuan Berdasarkan pembentukannya batuan dibedakan menjadi tiga yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf. Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari kristalis asi (pembekuan) magma. Batuan sediment terbentuk dibawah kondisi permukaan dan terdiri dari kumpulan (1) presipitasi kimia dan biokimia; (2) fragmen atau butiran batuan, mineral dan fosil; (3) kombinasi material-material tersebut. Batuan metamorf adalah batuan yang asalnya adalah batuan beku, sediment atau metamorf yang berubah secara mineralogy, tekstur atau keduanya tanpa mengalami peleburan yang diakibatkan oleh panas, tekanan, atau cairan kimia aktif. Panas dan tekanan disini berbeda dengan kondisi di permukaan. Ketiga Jenis batuan ini memiliki hubungan genesis satu sama lain berupa siklus yang disebut sebagai siklus batuan.

Gambar 4.1 Siklus Batuan 4.3 Penyebaran Batuan di Bumi Bumi adalah tubuh padat, kecuali pada inti luar, dan beberapa tempat y ang relative kecil didalam mantel atas dan kerak, yang cair. Kebanyakan dari material yang padat merupakan batuan metamorf, ini dikarenakan batuan di inti dalam, mantel dan kerak telah terubah dikarenakan tekanan dan temperature yang tinggi. Magma yang ter bentuk pada mantel atas naik ke level yang lebih tinggi didalam kerak dan mengalami kristalisasi. Batuan sediment terbentuk di permukaan atau dekat permukaan. Di daratan, batuan sediment menutupi sekitar 66 % dari total batuan yang tersingkap (Blatt dan Jones, 1975). Sisanya sekitar 34 % adalah batuan kristalin yang berupa batuan beku dan metamorf. Di bawah samudra kebanyakan ditutupi oleh material sediment atau batuan sediment yang tipis. Dibawah tutupan sediment, didominasi oleh batuan beku dan metamorf.

BAB V BATUAN BEKU 5.1 Pengertian Batuan Beku Batuan beku (Igneous Rock ) adalah batuan yang terbentuk dari kristalisasi atau pembekuan dari magma. Pembekuan ini dapat berlangsung di permukaan atau jauh di bawah permukaan. Perbedaan tempat pembentukan in i pada ahirnya akan digunakan dalam klasifikasi dan mempengaruhi sifat -sifat batuan yang terbentuk. Batuan beku yang terbentuk di permukaan disebut batuan volkanik (ekstrusif) dan yang terbentu di jauh di bawah permukaan bumu disebut batuan plutonik (intrusif). 5.2 Magma dan Deret Bowen Magma adalah cairan silikat yang sangat panas, mengandung oksida, sulfide serta volatile. Volatile ini terutama terdiri dari CO 2, Sulfur (S), Chlorine (Cl), Fluorine (F) dan Boron (B) yang dikeluarkan ketika magma membeku. T emperatur magma berkisar antara 600 0 C ( magma asam) sampai 1250 0 C (magma basa), dimana kedua jenis magma ini merupakan induk batuan beku. Temperatur magma turun hingga mencapai titik jenuhnya, maka magma akan mulai mengkristal. Umumnya unsur-unsur yang sukar larut akan mengkristal terlebih dulu seperti apatit,

zircon, ilmenit, magnetit, rutile, titanit, chromit . Sementara mineral yang mudah larut mengkristal kemudian dan terjebak di sekitar kristal yang terbentuk terlebih dahulu. Mineral utama pembentuk batuan juga mengalami hal yang serupa, yang mula -mula mengkristal dan selanjutnya yaitu olivin, piroksen, amfibol, dan selanjutnya seperti yang dikemukakan oleh Bowen (1922). Bowen menggambarkannya berupa chart yang disebut Deret Bowen ( Bowens Series)

Gambar 5.1 Deret Bowen

Urutan pembekuan magma berdasarkan temperaturnya dapat dibedakan menjadi beberapa tahap pembekuan yaitu : 1. Tahap Orthomagmatik, yaitu pembekuan magma yang pertama kali dengan temperatur > 8000C 2. Tahap Pegmatitik, yaitu pembekuan magma pada temperatur antara 600 0C 8000C 3. Tahap Pneumatolitik , yaitu pembekuan magma pada temperatur antara 400 0C 600 0C serta kaya akan gas 4. Tahap Hydrothermal, yaitu pembekuan magama berkisar antara 100 0C 4000C. Berupa larutan sisa yang kaya akan gas dan larutan/cairan. Dalam perjalanannya magma mengalami perubahan yang terdiri dari tiga proses utama, yaitu : 1. Differensiasi magma, yaitu suatu proses yang menyebabkan magma yang asalnya relatif homogen terpecah -pecah menjadi beberapa bagian atau fraksi dengan komposisi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh migrasi ion atau molekul dalam larutan magma karena adanya perubahan temperatur dan tekanan. Ketika magma mengalami penurunan tekanan dan temperatur, maka mineral yang memiliki titik lebur yang tinggi m ulai mengkristal, sedangkan cairan yang belum membeku akan terus naik dan akhirnya keseluruhan cairan magma itu membeku. 2. Assimilasi. Ketika magma naik menuju ke permukaan, magma tersebut tentunya melewati batuan samping, hal ini akan menyebabkan terjadiny a interaksi antara magma dan batuan samping. Interaksi yang terjadi yaitu meleburnya batuan samping, terjadi reaksi dengan batuan samping dan pelarutan batuan samping, dengan demikian magma akan mengalami perubahan

komposisi. Tingkat perubahan komposisi pa da magma tergantung pada jenis magma, jenis batuan samping, dan jauh dekatnya jarak yang ditempuh oleh magma. 3. Pencampuran magma. Dalam perjalanannya magma dapat bertemu dengan magma dengan komposisi yang berbeda, hal ini tentunya akan merubah komposisi mag ma. 5.3 Struktur batuan beku Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi bat uan beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah yang diseb ut sebagai struktur batuan beku. 1. Struktur batuan beku ekstrusif Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Ba tuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki berbagi struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:  Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat sera gam.  Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan.  Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal seperti batang pensil.  Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal -gumpal. Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.  Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang -lubang pada batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.  Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudia n terisi oleh mineral lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit.  Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran mineral pada arah tertentu akibat aliran.

Gambar 5.2 Struktur Batuan Beku Vesikular

Gambar 5.3 Struktur Lava Bantal

Gambar 5.3 Struktur Sheeting Joint pada lava

2. Struktur Batuan Beku Intrusi f Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan. Konkordan Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya, jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu : 1) Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran da n sejajar dengan perlapisan batuan disekitarnya. 2) Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter.

Gambar 5.3 Laccolith

3) Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

Gambar 5.4 Lopolith

4) Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan sam pai ribuan kilometer. Diskordan Tubuh batuan beku in trusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu: 1) Dike, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan memiliki bentuk tabular atau memanjang. Keteba lannya dari beberapa sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter. 2) Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu > 100 km 2 dan membeku pada kedalaman yang besar . 3) Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan B atolith tetapi ukurannya lebih kecil yaitu< 100 km2

Gambar 5.5 Berbagai bentu tubuh batuan beku

5.4 Tekstur Batuan Beku Magma merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi penurunan temperatur, perubahan tekanan dan perubahan dalam komposisi, laruta n magma ini mengalami kristalisasi. Perbedaan kombinasi hal -hal tersebut pada saat pembekuan magma mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki tekstur yang berbeda.

Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang tinggi di bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka mineral-mineral penyusunya memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu dengan ukuran mineral yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan temperatur dan tekanan permukaan yang rendah , mineral-mineral penyusun batuan beku tidak sempat membentuk sistem kristal tertentu, sehingga terbentuklah gelas (obsidian) yang tidak memiliki sistem kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya berukuran relatif kecil.

Gambar 5.6 Gelas (obsidian)

Berdasarkan hal di atas tekstur batuan beku dapat dibedakan berdasarkan : 1. Tingkat kristalisasi Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh gelas 2. Ukuran butir Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh mineral -mineral yang berukuran kasar. Porphyritic, yaitu batuan beku yang tersusun oleh mi neral berukuran kasar ( fenokris) dan mineral berukuran halus (masa dasar) Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh mineral berukuran halus. 3. Bentuk kristal Ketika pembekuan magma, mineral -mineral yang terbentuk pertama kali biasan ya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral yang terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu: Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna. 4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya Panoidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna ) Hypidiomorf (Hypautomorf), yaitu sebagian besar kristalnya berbentuk euhedral dan subhedral.

Allotriomorf (Xenomorf), sebagian bear penyusunnya merupakan kristal yang berbentuk anhedral.

5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya tidak sama 5.5 Klasifikasi Batuan Beku Batuan beku diklasifikasikan berdasarkan tempat terbentuknya, warna, kimia, tekstur, dan mineraloginya. Berdasarkan tempat terbent uknya batuan beku dibedakan atas : 1. Batuan beku Plutonik, yaitu batuan beku yang terbentuk jauh di perut bumi. 2. Batuan beku Hypabisal, yaitu batuan beku yang terbentu tidak jauh dari permukaan bumu 3. Batuan beku vulkanik, yaitu batuan beku yang terbentuk di pe rmukaan bumi Berdasarkan warnanya, mineral pembentuk batuan beku ada dua yaitu mineral mafic (gelap) seperti olivin, piroksen, amphibol dan biotit, dan mineral felsic (terang) seperti Feldspar, muskovit, kuarsa dan feldspatoid. Klasifikasi batuan b eku berdasarkan warnanya yaitu: Leucocratic rock, kandungan mineral mafic < 30% Mesocratic rock, kandungan mineral mafic 30% - 60% Melanocratic rock, kandungan mineral mafic 60% - 90% Hypermalanic rock, kandungan mineral mafic > 90%

1. 2. 3. 4.

Berdasarkan kandungan kimian ya yaitu kandungan SiO 2nya batuan beku diklasifikasikan menjadi empat yaitu: 1. Batuan beku asam (acid), kandungan SiO2 > 65%, contohnya Granit, Ryolit.

Gambar 5.6 Granit

2. Batuan beku menengah (intermediat), kandungan SiO 2 65% - 52%. Contohnya Diorit, Andesit

Gambar 5.7 Andesit

3. Batuan beku basa (basic), kandungan SiO 2 52% - 45%, contohnya Gabbro, Basalt

Gambar 5.8 Gabbro

4. Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandunga n SiO2 < 45%, contohnya peridotit , piroksenit, dunit.

Gambar 5.9 Piroksenit

Gambar 5.10 berbagai jenis batuan berdasarkan tekstur dan mineraloginya

Mineralogi dan tekstur biasanya menjadi suatu dasar yang tidak terpisahkan dalam pengklasifikasian batuan beku. Berdasarkan mineraloginya (Streickeisen) batuan beku terbagi menjadi 2 yaitu : Kelas A dengan mineral mafic <90% Kelas B dengan mineral mafic >90% Penamaan nama batuan pada kelas A dengan kandungan mineral mafic < 90 % didasarkan pada persentase tiga mineral yaitu Plagioklas, K -Feldspar, dan Quarsa. Batuan yang mengandung Feldspatoid tidak akan mengandung kuarsa sehingga klasifikasinya menggunakan segitiga yang bawah.

Q
Quartzolite
90 90

Quartz-rich Granitoid
60 60

ani te

lit e na To

ar G r

Alkali Fs. Quartz Syenite Alkali Fs. Syenite


5

Alka

li F e ld sp

Granite

Granodiorite

20

20

Quartz Syenite
10

Quartz Monzonite
35

Quartz Monzodiorite
65

Qtz. Diorite/ Qtz. Gabbro


5 Diorite/Gabbro/

Syenite (Foid)-bearing Syenite

10

(Foid -bearing Alkali Fs. Syenite

10 (Foid -bearing Diorite/Gabbro

(Foid Monzosyenite

(Foid Monzodiorite

60

60

(Foid olites

F
Keterangan : A (K-Feldspar P (Plagioklas Q (Kuarsa F (Feldspatoid
Gambar 5.11 Klasifikasi batuan beku kelas A bertekstur phaneritic

(Fo id

Ga bb ro

Monzonite (Foid -bearing Monzonite

Monzodiorite (Foid)-bearing Monzodiorite

90

Anorthosite

id (Fo Sy it e en

60

60

Rhyolite

Dacite

20

20

Trachyte

Latite
35

Andesite/Basalt
65

A
10

(foid)-bearing Trachyte

(foid)-bearing Latite

(foid)-bearing Andesite/Basalt

P
10

Phonolite

Tephrite

60

60

(Foid)ites

F Keterangan : A (K -Feldspar) P (Plagioklas) Q (Kuarsa) F (Feldspatoid)


Gambar 5.6 Klasifikasi batuan beku kelas A bertekstur Aphanitic

Klasifikasi Batuan beku kelas B, dengan mineral mafic >90%

Gambar 5.7 Klasifikasi batuan beku kelas B Untuk klasifikasi berdasarkan mineralogi, batuan harus disayat tipis dan kemudian dilakukan deskripsi melalui mikroskop.

BAB VI BATUAN SEDIMEN 6.1 Pendahuluan Sedimentologi merupakan ilmu yang mempelajari klasifikasi, asal, dan interpretasi sedimen dan batuan sedimen serta proses terbentuknya suatu formasi atau lapisan batuan berdasarkan mekanisme sedimentasi yang meliputi pelapukan, transporta si dan pengendapan suatu material yang kemudian terakumulasi sebagai sedimen di lingkungan pengendapannya baik di lingkungan benua maupun samudera.

Lingkungan pengendapan : tempat dimana material sedimen terakumulasi sehingga membentuk batuan sedimen dan lebih jauh lagi menjadi bagian dari suatu lapisan. Contoh : Cekungan Sedimen yang terbentuk karena pengaruh proses tektonik.
Pembelajaran mengenai proses dan produk sedimentasi dapat memudahkan kita untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan suatu b atuan sedimen. Rekaman dari proses keterbentukan batuan sedimen ini dapat memudahkan dalam interpretasi batuan untuk menentukan lingkungan terbentuknya. Batuan Sedimen sedimen sendiri menutupi kurang lebih bagian permukaan bumi. Kapasitas volume dan pen yebarannya yang banyak di permukaan menyebabkan geologist tertarik untuk mempelajari lebih banyak tentang batuan sedimen, walaupun semua batuan (beku,sedimen, dan metamorf) dapat memberi petunjuk untuk menginterpretasi sejarah bumi. Namun batuan sedimen berbeda dengan yang lain, ia dapat member ibanyak informasi yang kita perlukan seperti dari aspek kandungan fosilnya, tekstur, maupun strukturnya. Dengan melihat aspek tersebut dapat dipelajari banyak hal seperti keadaan iklim pada masa lalu, lingkungan laut dan ekosistem, sejarah sistem daratan pada masa lampau, lokasi dan komposisi sistem pegunungan yang telah lama lenyap.

Lebih jauh lagi studi sedimen dapat berguna sebagai dasar untuk studi climatology, paleogeography, paleoecology, dan juga paleooceanogra fy. Banyak batuan sedimen memiliki nilai ekonomis yang signifikan seperti tempat terakumulasinya minyak dan gas, juga batubara. Uranium, gipsum, fosforit, dan banyak mineral ekonomis lain yang juga terbentuk pada batuan sedimen 6.2 Proses Pelapukan, Ero si dan Pengendapan Pelapukan Semua sedimen berasal dari proses pelapukan batuan yang telah ada sebelumnya seperti batuan beku, batuan metamorf maupun batuan sedimen itu sendiri. Ketika batuan tersingkap kepermukaan maka batuan tersebut mengalami perubahan konstan yang dipengaruhi oleh agen agen tertentu. Angin, air dan material kimiawi merupakan agen -agen yang berperan dalam proses pelapukan. Dalam prosesnya, melalui agen tersebut dihasilkanlah material sedimen yang tertransport dan terendapkan untuk membe ntuk batuan sedimen baru. (Jones, 2001) Sehingga dapat diartikan bahwa pelapukan adalah mekanisme dimana batuan terpisahkan dan terdistribusikan oleh agen -agen tertentu kemudian tertransport dalam wujud fragmen -fragmen menuju tempat pengendapan yang baru (Link, 1982). Pemahaman mengenai pelapukan dalam pembelajaran batuan sedimen sangatlah penting karena merupakan proses dimana batuan terpisahkan dari batuan sebelumnya sehingga mendukung keterbentukan batuan sedimen. Sedimen sendiri merupakan partikel mate rial lepas yang mengalami sementasi dan kompaksi sehingga membentuk batuan sedimen (J.W Gore, 2004). Mekanisme pemisahannya sendiri dapat secara mekanis (fisika), kimiawi, biologis atau dapat pula bekerja bersama atau dapat disebut pelapukan fisika -kimia, bio-kimia, dsb.  Pelapukan Mekanis (Fisika) Ketika batuan secara fisika terpisahkan dari fragmen yang lebih besar menjadi fragmen yang lebih kecil maka proses pelapukan secara mekanis yang berperan. Batuan asal terpisahkan oleh faktor fisika (Link, 1982). Tipe pelapukan mekanis antaralain : a. Siklus Pembekuan ( Freeze Cycle/Frost Wedging ), kelembaban air menyebabkan celah kecil diantara batas antar butir, celah tersebut terisi air, air yang membeku mengembang diantara celah batuan sehingga memecah batuan men jadi fragmen yang lebih kecil, biasanya berupa fragmen yang menyudut.

Gambar.6.1 Proses Pelapukan Fisika, Talus Slope, Lost River, West Virginia

b. Ekspansi Termal, panas menyebabkan ekspansi; pendinginan menyebabkan kontraksi. Mineral-mineral yang berbeda mengembang dan bereaksi pada kisaran yang berbeda menyebabkan tekanan sepanjang batas -batas sepanjang mineral. Perulangan dari prose s pemanasan dan pendinginan batuan menyebabkan batuan terpecah dan terpisahkan. c. Eksfoliasi, batuan induk terpecah dan terpisahkan menjadi lembaran -lembaran tipis sepanjang kekar-kekar atau rekahan yang ada dan berarah pararel terhadap permukaan tanah. Feno mena ini disebabkan ekspansi batuan ketika tekanan dari batuan diatas batuan induk tersingkir oleh erosi, disebut juga sebagai penghilangan beban ( unloading).

Gambar 6.2 Eksfoliasi Aktif di Virginia, AS

Gambar 6.3 Eksfoliasi di Stone Mountain membentuk gunung yang membundar

d. Akar Tanaman, pertumbuhan akar mempenetrasi celah yang ada pada batuan, melebarkan celah tersebut dan memisahkan batuan yang ada. e. Ekspansi Garam, kristalisasi garam ketika terjadi pengeringan menyebabkan mineral garam mengembang diantara ce lah batuan dan memisahkannya.  Pelapukan Kimiawi Alterasi kimia dan pemecahan kimiawi batuan yang tersingkap didukung oleh kontak dengan agen kimia di atmosfer, tanah, dan aliran sungai, umumnya dipengaruhi oleh reaksi kimia yang berhubungan dengan air. Air merupakan agen yang signifikan dalam pelapukan kimia yang efektif ketika iklim hangat dan lembab (Link, 1982). Hampir dari setiap mineral pembentuk batuan memiliki tingkat kelarutan pada air, karena air merupakan pelarut yang baik pada berbagai tempa t. Sehingga pelapukan kimia dapat

disederhanakan sebagai fungsi jumlah air hujan dan komposisi kimia terhadap batuan yang tersingkap.

Tipe pelapukan kimiawi antara lain : a. Disolusi, merupakan alterasi batuan dengan mengubah dan memindahkan mineral yang mudah larut. Mineral seperti halit, gipsum dan kalsit adalah mineral yang mudah larut di air khususnya air yang komposisinya asam. Ketika mineral bereaksi dengan air, ion -ion seperti Ca dan Na tersingkirkan. Ion -ion tersebut terbawa sebagai beban terlarut o leh aliran sungai yang mengalir menuju danau atau laut. Ketika danau atau laut terevaporasi, mineral mineral terlarut tadi terpresipitasi atau terkristalisasi menjadi mineral yang solid. Contohnya : halit, gipsum, atao kalsit, tipe mineral ini terbentuk m elalui proses evaporasi dari air laut yang disebut sebagai evaporit. Mineral juga dapat terbentuk melalui mataair panas seperti travertin. b. Hidrolisis, merupakan proses dimana feldspar dan beberapa mineral yang mengandung alumunium-silikat terlapukkan menja di mineral lempung. Contohnya, potasium -feldspar membentuk mineral kaolinit.
KAlSi 3 O8 +H2O 2 HAlSi 3O8 + 9 H2O HAlSi 3O8 + K + OH
+ -

Al 2Si 2O5(OH)4 + 4 H4SiO4

c. Oksidasi, merupakan proses dimana mineral yang mengandung besi terl apukkan menghasilkan besi oksida. Mineral silikat yang mengandung besi yang juga memiliki kandungan alumunium (seperti piroksen, amfibol dan biotit) mengalami oksidasi dan hidrolisis, membentuk oksida besi dan lempung. Mineral alumino -silikat yang mengandung besi terlapukkan menjadi tanah merah lempungan.  Pelapukan Biologis Merupakan pemisahan dan pemecahan batuan dikarenakan aktivitas organisme hidup, termasuk tanaman, hewan dan lumut. Contohnya pada lumut yang merupakan kombinasi dari jamur dan alga. Lumut dapat hidup pada batuan dan memecahkan batuan tersebut oleh zat sekresi kimia yang dimilikinya.

Erosi Batuan yang telah mengalami pelapukan menghasilkan mineral yang lepas -lepas yang kemudian terkikis oleh agen transport seperti air, es atau angin. Proses pengikisan ini disebut erosi. Setelah terjadi erosi material tersebut ditransportasikan menuju tempat pengendapan. Proses Transportasi Pembentukan tubuh sedimen dipengaruhi baik oleh transportasi partikel sedimen ke wilayah pengendapannya serta p ertumbuhan kimiawi dan biologis dari suatu material di tempat tertentu. Proses transportasi yang membawa material dipengaruhi oleh pergerakan agen transportasinya antara lain angin, air atau masa aliran. Tipe dan kecepatan dari media transportasi serta jumlah dan ukuran material yang dibawa akan menentukan asal muasal sedimen yang telah terakmulasi.

Proses transportasi dan pengendapan dapat ditentukan dengan melihat suatu lapisan sedimen. Ukuran, bentuk dan distribusi partikel yang menyusun suatu tubuh bat uan sedimen dapat menjadi petunjuk bagaimana suatu material sediment terbawa dan terendapkan. Proses ini juga termasuk pembentukan struktur sediment yang terawetkan pada batuan sediment. Struktur sedimen primer seperti ripple dapat dilihat keterbentukannya pada material sedimen pasir, baik pada lingkungan alami maupun rekayasa di laboratorium. Serta kondisi kecepatan aliran dan kedalaman air dapat dideteksi dengan cara mengenali ukuran dan bentuk dari suatu struktur sedimen (misalnya : ripple ) pada batuan sediment yang diasumsikan terbentuk pada kecepatan dan kedalaman aliran yang relatif sama. Terumbu karbonat, lapisan mikroba, dan akumulasi cangkang terbentuk di tempatnya langsung ( In Place) tanpa transportasi material. Sama halnya dengan mineral evaporit di danau, laguna, dan sepanjang pantai tidak dipengaruhi oleh pergerakan dari masa partikel sedimen. Namun hamper seluruh endapan sediment terbentuk dari transportasi material. Pergerakan detritus dapat disebabkan oleh gravitasi, namun lebih banyak dipeng aruhi oleh hasil aliran angina, air, es atau campuran masa jenis sedimen dan air. Interaksi material sedimen dengan media transportasi menghasilkan terbentuknya struktur sediment, beberapa disebabkan oleh aliran material saat proses pengendapan dan yang la innya erosional. Struktur sediment ini terpreservasi di batuan dan merekam proses yang terjadi selama pengendapan terjadi. Dinamika Fluida

Aliran Laminer dan Turbulen Pergerakan fluida dapat terbagi menjadi 2 cara yang berbeda, antara lain : y Aliran Laminer, semua molekul pada fluida bergerak pararel satu sama lain pada arah transportasinya. Pada fluida yang heterogen hampir tidak ada pencampuran selama mengalir. y Aliran turbulen, molekul pada fluida bergerak ke segala arah namun dengan pergerakan relatif ke arah tertentu. Fluida yang heterogen hampir seluruhnya bercampur.
Pada kecepatan rendah air mengalir secara laminar dan pada saat kecepatan bertambah aliran menjadi turbulen. Apa yang menyebabkan perubahan ini ? Pembedaan antara aliran laminar dan turb ulen pertamakali di temukan oleh O. Reynold pada akhir abad 19. Ia melakukan penelitian terhadap aliran pada suatu silinder, dan menyadari bahwa rata-rata aliran masuk dan keluar tidak menunjukkan nilai yang sama. Berdasarkan percobaan tersebut didapatlah parameter Angka Reynold, angka ini didapatkan dengan melakukan perhitungan antara kecepatan aliran (u), rasio antara densitas fluida dengan kecepatan fluida atau disebut sebagai viskositas (v) dan panjang (l) (kedalaman aliran). Rumusnya : Re = u.l/ v Keterangan : Re < 500 Re > 2000

: aliran laminer : aliran turbulen

Dengan pertambahan kecepatan, aliran cenderung untuk menjadi turbulen. Fluida dengan viskositas rendah, seperti udara, alirannya turbulen pada kecepatan rendah sehingga semua aliran udara yang membawa partikel suspensi adalah turbulen. Aliran air hanya laminar pada kecepatan rendah atau pada kedalaman dangkal. Aliran laminar terjadi pada aliran debris, seperti pada pergerakan es dan aliran lava yang kesemuanya memiliki viskositas diata s air. Hampir semua aliran di air maupun udara yang membawa volume sedimen yang cukup banyak bersifat turbulen. Transportasi Partikel Sedimen Pada Fluida Partikel ukuran apapun dapat bergerak pada fluida dengan mekanisme tertentu. y Pertama, mereka dapat b ergerak menggelinding (rolling) pada dasar aliran air atau udara tanpa kehilangan kontak dengan permukaan lapisan.
y

Kedua, pergerakannya berupa rentetan lompatan secara periodik meninggalkan permukaan lapisan dan terbawa pada jarak yang pendek pada tubuh a liran sebelum akhirnya kembali ke permukaan lapisan, ini disebut dengan saltasi. Ketiga, turbulensi pada aliran dapat menghasilkan pergerakan keatas untuk mempertahankan partikel pada fluida yang bergerak tetap berlanjut, ini disebut dengan suspensi.

Ada beberapa faktor yang mengontrol pergerakan partikel pada fluida yang mengalami turbulensi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, antara lain : 1. Kecepatan Ketika kecepatan meningkat, energi kinetik pada fluida juga meningkat material sedimen meninggalkan permukaan lapisan dan bergerak secara saltasi. 2. Energi Turbulensi Peningkatan energi turbulensi mendukung daya dorong keatas untuk mempertahankan partikel sedimen tetap mengalami suspensi. 3. Masa Partikel Partikel dengan masa yang lebih besar, menyebabka n energi aliran fluida yang mengangkatnya harus lebih besar pula untuk mempertahankan pergerakan suspensi atau saltasi 4. Luas Permukaan Partikel Partikel dengan luas permukaan yang relatif luas (contoh : mineral Mika) cenderung hanya membutuhkan kecepatan a liran yang rendah untuk mempertahankan material tersebut pada posisi suspensi.

Mass Flow (Aliran Masa) Merupakan campuran antara detritus (pecahan material sedimen) dan fluida, yang bergerak karena pengaruh gaya gravitasi oleh beberapa mekanisme fisika tertentu. Tipe aliran seperti ini sering disebut sebagai mass flow atau gravity flow (Middleton dan Hampton, 1973). Jenis aliran ini membutuhkan kemiringan untuk menyediakan energi potensial untuk menggerakkan masa tersebut. Ada beberapa jenis aliran masa yang dapat diketahui :  Debris Flow  Turbidity Currents  Grain Flow  Liquified Flow

Debris Flow Debris flow merupakan jenis aliran yang terdiri dari campuran material sedimen dan air yang bermasa jenis dan kekentalan yang cukup tinggi, dimana volume dan masa sedimen yang ada melebihi kandungan air (Leeder, 1982). Air yang terkandung umumnya kurang dari 10% dari masa pada aliran ini. Aliran yang bermasa jenis dan berviskositas tinggi memiliki angka Reynold yang rendah, sehingga aliran yang ada bersifat lam iner. Tidak adanya aliran yang turbulen menyebabkan tidak adanya dinamika pemilahan pada material menjadi ukuran yang berbeda selama mengalir dan menyebabkan pemilahan pada sedimen tersebut terpilah sangat buruk. Pemilahan yang terbentuk karena adanya pros es aliran yang perlahan ini dapat menyebabkan lapisan mengalami gradasi yang terbalik (semakin kasar kebagian atas dari lapisan) atau menyebabkan keterdapatan butiran yang beragam mulai berukuran lempung sampai bongkah dalam lapisan tersebut. Debris flow terdapat pada daratan, di lingkungan yang beriklim arid (pasokan air sangat sedikit) serta berkembang pada lingkungan bawah laut. Arus Turbidit Arus turbidit merupakan campuran sedimen dan air, namun memiliki densitas (masa jenis) yang lebih rendah diba ndingkan dengan aliran debris dan memiliki angka Reynolds yang lebih tinggi. Percampuran sedimen dan air ini bergerak dengan pengaruh gravitasi yang tinggi pada media yang lebih rendah masa jenisnya, baik pada air laut dan air tawar. Arus turbidit bergerak pada kemiringan tertentu sehingga terdapat energi potensial yang mendukung pergerakan fluida. Suatu arus turbidit dapat kehilangan densitasnya ketika mulai terjadi pengendapan pada proses pengalirannya (Allen,1997). Sehingga terdapat batasan tertentu ag ar suatu aliran dapat bergerak secara turbidit yang dipengaruhi oleh kontras densitasnya, jika pada densitas tertentu arus tersebut tidak dapat lagi mengalir dan mempertahankan momentumnya maka berangsur-angsur aliran akan berhenti mencapai titik nol dari aliran. Pemilahan yang terjadi pada arus turbidit dapat membagi antara material kasar yang lebih dulu terendapkan dengan material yang lebih halus yang tetap terbawa arus turbulen sampai beberapa saat sampai akhirnya juga ikut terendapkan. Ciri endapan se perti ini disebut sebagai endapan turbidit, dan umumnya menunjukkan lapisan yang bergradasi (Middleton, 1966). Secara detil, karakteristik internal dari endapan turbidit menunjukkan pola gradasi yang tidak sederhana, pola tekstur serta struktur sedimen ya ng terdapat pada endapan turbidit pertamakali ditulis oleh (Bouma, 1962) sehingga kemudian disebut sebagai sekuen Bouma. Suatu endapan turbidit dapat mengandung 5 divisi pada skema Bouma (a e), meskipun di lapangan tidak selalu ditemukan kesemua divi si tersebut.

Gambar. Sekuen Bouma yang Tampak Pada Endapan Tubidit Batupasir (Ta-Te) di North Island, Selandia Baru

Divisi-divisi tersebut antara lain : 1. Divisi a (Ta) Terdapat pada bagian terbawah dari sekuen Bouma, terdiri d ari batupasir yang terpilah buruk , tidak berstruktur. Terbentuk pada aliran yang semakin melemah dan pada zona yang lapisannya hampir terendapkan seluruhnya, konsentrasi tinggi dan turbulensi berkurang. Pemilahannya sedikit dan tidak terdapat struktur sed imen pada divisi ini. 2. Divisi b (Tb) Pada lapisan ini terdapat laminasi dari batupasir, ukuran butir lebih halus daripada lapisan di divisi a dan material sedimennya terpilah lebih baik. Struktur sedimen pararel laminasi yang ada terbentuk melalui pemi sahan butiran pada proses transportasi rezim aliran atas. 3. Divisi c (Tc) Terdapat lapisan batupasir silang -siur yang berbutir sedang sampai halus, terdapat juga laminasi ripple, divisi ini terbentuk dibagian tengah dari sekuen Bouma. Struktur sedimen ripple yang berbutir halus -sedang ini terbentuk pada kecepatan menengah dan mewakili penurunan kecepatan aliran jika dibandingkan dengan divisi b dibawahnya. 4. Divisi d (Td) Batupasir halus dan lanau pada lapisan ini merupakan hasil dari arus turbidit yang semakin melambat. Laminasi horizontal terbentuk ketika terjadi pemisahan butiran halus, namun laminasi pada divisi ini lebih sulit ditentukan dibandingkan laminasi di divisi b. 5. Divisi e (Te) Divisi ini merupakan bagian teratas dari endapan turbidit se kuen Bouma, terdiri dari sedimen berbutir halus baik lanau maupun lempung. Material tersebut terendapkan melalui proses suspensi material seiring dengan berhentinya arus turbidit.

Grain Flow
Mekanisme dari transportasi masa grain flow adalah dengan prose s terjunnya material ke bagian bawah dari suatu lereng yang curam (Leeder, 1982). Partikel penyusun aliran ini terpisah dengan media fluida yang menghantarkannya disertai dengan benturan -benturan pada saat material-material tersebut berjatuhan. Produk dari grain flow berciri khas mengalami reverse

graded atau mengalami pembalikan gradasi. Dapat terbentuk pada sedimen berbutir kasar yang bercampur dengan proses aliran lainnya pada suatu kemiringan seperti pada kipas delta atau lingkungan transisi lainnya (Ni chols, 1999). Liquified Flow
Aliran ini terjadi ketika campuran sedimen dan air menjadi subjek getaran yang berenergi tinggi seperti getaran seismik dari gempabumi, atau singkatnya ketika terjadi proses liquifaksi. Dalam hal ini kontras densitas diantara lapisan-lapisan dari campuran fluida sedimen akan menghasilkan pergerakan keatas dari material yang lebih ringan. Hal ini akan berkaitan dengan bahasan selanjutnya yakni keterbentukan struktur sedimen. Melalui proses aliran ini dapat terbentuk struktur sedimen pillar yang terbentuk melalui proses lolosnya fluida secara vertikal pada lapisan sedimen, serta keterbentukan struktur sedimen dishes diantara lapisan sedimen. Jika sedimen dapat mencapai permukaan lapisan akan membentuk struktur sedimen sand volcanoe yang lebih lanjut akan dibahas.

Pengendapan Setelah material batuan tererosi dan tertransportasi terjadilah proses pengendapan. Setelah proses pengendapan tersebut material batuan dapat kembali tererosi dan tertransportasi atau dapat juga secara perm anen terendapkan dan terbentuk menjadi batuan yang solid. 6.3 Tipe Batuan Sedimen Terdapat 4 kelompok utama batuan sedimen berdasarkan p roses terjadinya, yaitu 1. Terrigeneous Clastics Terbentuk dari hasil rombakan batuan lainnya melalui proses pelapukan, erosi, transportasi, sedimentasi dan pembatuan ( litifikasi ). Pelapukan yang berperan disini adalah pelapukan yang bersifat fisika. Contoh: breksi, konglomerat, batupasir, batulempung. 2. Biochemical-Biogenic-Organic Deposits Batuan sedimen ini terbentuk dari akumulasi bahan-bahan organik (baik flora maupun fauna) dan proses pelapukan yang terjadi pada umumnya bersifat kimia. Contoh: batugamping, batubara, rijang, dll. 3. Chemical Precipitates-Evaporates Batuan sedimen jenis ini terbentuk dari akumulasi kristal -kristal dan larutan kimia yang diendapkan setela h medianya mengalami penguapan. Contoh: gipsum, batugaram, dll. 4. Volcaniclastics Batuan sedimen jenis ini dihasilkan dari akumulasi material -material gunungapi. Contoh: agglomerat, tuf, breksi, dll.

Tabel Klasifikasi Batuan Sedimen

BATUAN SEDIMEN Clastics Non-clastics

Volcaniclastics Tuffs Ignimbrite

Terrigeneous Clastics Shale Sandstones Conglomerate

Carbonates Limestone

Others Coal Ironstones Siliceous Deposit

Evaporites

Mineral Grains
Terdiri dari : Kuarsa Mika Feldspar Kalsit dll.

Lithic Fragment
Fragmen dari : Batugamping Shale Batuan Vulkanik Batuan Metamorf dll.

Material Biogenik Tediri dari : Shells Skeletal material Plant debris Algae/bacteria Bone dll.

Presipitasi Kimia Terdiri dari : Carbonates Klorida Sulfat Silika dll.

6.4 Komposisi Umum Batuan Sedimen Klastik Komposisi batuan sedimen klastik terbagi menjadi 4 penyusun utama menurut Samboggs Jr (1995) yaitu:
y

Mineral Utama (Major minerals) Terdiri dari dua bagi an utama yaitu : 1) Mineral stabil (tahan terhadap perubahan komposisi kimia) yaitu kuarsa. 2) Mineral kurang stabil a. Feldspar termasuk K -feldspar (ortoklas, sanidin, mikroklin, dan anortoklas) dan plagioklas (albit, oligoklas, andesin, labradorit, bitonit, dan a nortit) b. Mineral lempung terdiri dari kelompok kaolinite, illite, smectite (monmorilonite dan variasinya ), dan chlorite.

Mineral Tambahan ( Accesory Minerals) Terdiri dari 2 bagian utama yaitu : 1) Mika kasar : muskovit dan biotit 2) Mineral Berat ( Heavy Minerals) : mineral yang memiliki specific gravity lebih dari terbagi lagi menjadi beberapa jenis. a. Stable nonopaque minerals : zircon, tourmalin, rutile, & anatase

b. Metastable nonopaque minerals : amphiboles, pyroxenes, chlorite, garnet, apatite, olivine, sphene, zo isite, topaz, monacite, & etc. c. Stable opaque minerals : hematite & limonite d. Metastable nonopaque minerals: magnetite, ilmenite, & leucoxene
Fragmen Batuan ( Rock Fragments) Terdiri dari 3 kelompok utama yaitu : 1) Fragmen Batuan Beku : fragmen dari granit, ba salt, andesit, gabro, dan jenis batuan beku lainnya. 2) Fragmen Batuan Metamorf : fragmen dari metaquarzite, schist, phyllite, slate, argilite, dan gneiss. 3) Fragmen Batuan Sedimen : fragmen dari konglomerat, batupasir, batulempung, batulanau, rijang ( cherts), dan batugamping (jarang pada sedimen klastik)

Semen Kimia ( Chemical Cements)

Terdiri dari 4 kelompok utama yang bertindak sebagai semen pada batuan sedimen terigeneous clastics yaitu: 1) 2) 3) 4) Mineral Silika : didominasi oleh kuarsa, jenis lainnya kalsedon, opal, dan zeolite, Mineral Karbonat : utamanya kalsit, jenis lainnya aragonit, dolomit, dan siderit. Mineral Oksida Besi : hematit, limonit, dan goethite. Mineral Sulfat : anhydrite, gypsum, dan barite.

6.5 Batuan Sedimen Terrigenous Clastic Material sedimen dan batuan sedimen akan sangat berkaitan, karena material sedimen tertentu akan membentuk jenis batuan sedimen tertentu. Sebelum membahas lebih lanjut perlu dibedakan terlebih dahulu antara sedimen dengan batuan sedimen. Sedimen merupakan kumpulan material klastik lepas ( loose aggregates) yang belum mengalami proses litifikasi (pembatuan), apabila material sedimen tersebut telah mengalami proses litifikasi maka kita sebut batuan sedimen. Lempung, lanau, pasir merupakan kumpulan material sedimen apabila tel ah mengalami litifikasi maka penamaanya akan berubah menjadi batulempung, batulanau, dan batupasir. Jenis-jenis Batuan Sedimen Terrigeneous Clastics Jenis batuan sediment klastik dibagi berdasarkan ukuran butir material sediment penyusunnya. Secara umum batuan sediment klastik terbagi menjadi 3 jenis yaitu : konglomerat & breksi, batupasir dan shale
y Konglomerat Konglomerat merupakan batuan sedimen yang utamanya tersusun oleh komponen berupa sedimen gravel (ukuran butir > 2 mm) yang secara lebih detil dib agi menjadi boulders, cobbles, pebbles, dan granules serta matriks yang berukuran pasir dan lempung yang telah mengalami proses litifikasi . Jenis batuan ini disebut juga sebagai rudaceous , konglomerat yang bentuk komponennya relatif menyudut disebut breks i.

Gambar 6.4 Konglomerat sebagai Hand Specimen

Tekstur Konglomerat Konglomerat memiliki tiga penyusun utama yaitu komponen ( Clast), matriks, dan semen. Komponen merupakan gravel penyusun utama dari konglomerat, matriks merupakan material sedimen yang lebih halus terdapat antara komponen, sedangkan semen merupakan penghubung/perekat antara komponen dengan komponen dan juga penghubung/perekat antara komponen dengan matriks. Terdapat beberapa penamaan konglomerat berdasarkan teksturnya. Berdas arkan proporsi kandungan matriks dalam konglomerat terdapat istilah Konglomerat pasiran ( sandy conglomerate) dan konglomerat lempungan ( muddy conglomerate) yang penamaannya tergantung pada ukuran butir dari matriksnya, istilah ini berlaku apabila kandungan matriks lebih dari 20% . Berdasarkan hubungan antara komponen dengan matriksnya terdapat istilah clast supported (yang menandakan antar komponen saling bersentuhan dalam batuan) dan matrix supported (yang menandakan bahwa kebanyakan komponen tidak saling bersentuhan dan dikelilingi oleh matriks). Konglomerat dengan tekstur clast supported dinamakan orthoconglomerate, sedangkan konglomerat dengan tekstur matrix supported dinamakan paraconglomerate . Konglomerat juga bisa dinamakan berdasarkan dominasi dari jenis gravelnya, sebagai contoh konglomerat yang didominasi oleh jenis gravel berukuran antara 64 mm sampai 256 mm dinamakan cobble conglomerate.

Gambar 6.5 Penyusun Breksi (Kiri) dan Konglomerat (kanan)

Komposisi Konglomerat Hampir semua jenis litologi ditemukan sebagai komponen pada batuan konglomerat. Sehingga jenis batuan sediment klastik ini memiliki komposisi penyusun yang bermacam -macam dari berbagai jenis batuan (sediment, beku, dan metamorf).

Variasi dari komposisi jenis komponen mer upakan hal yang penting dalam penamaan konglomerat, berdasarkan variasi jenis dari batuan terdapat istilah konglomerat monomyct, oligomyct, dan polymict. Istilah monomik digunakan untuk konglomerat yang memiliki komponen hanya satu jenis, oligomik digunaka n untuk konglomerat yang memiliki komponen dua atau tiga jenis, dan istilah polimik digunakan apabila konglomerat memiliki komponen berbagai jenis. Terdapat istilah intraformational conglomerate yang digunakan apabila jenis material penyusun komponen sama dengan jenis material penyusun matriks.
y Batupasir Batupasir merupakan jenis batuan sediment klastik yang tersusun utamanya oleh komponen sediment yang berukuran pasir (antara 63 mikronmeter hingga 2 mm) dan matriks dengan ukuran butir kurang dari 63 mikr on meter yang telah mengalami proses litifikasi. Jenis batuan sediment ini disebut juga sebagai arenaceous .

Gambar 6.6 Batupasir sebagai Hand Specimen

Komposisi Batupasir Butiran pasir dibentuk oleh penghancuran batuan yang telah ada sebelumn ya akibat proses pelapukan dan erosi dan dari material yang terbentuk di lingkungan transportasi dan pengendapan. Produk penghancuran ini terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu detrital mineral grains dan lithic fragment . Butiran yang terbentuk dalam lin gkungan pengendapan berasal dari proses biogenic namun ada juga yang terbentuk akibat reaksi kimia.

Detrital Mineral Grains Banyak sekali jenis mineral yang terdapat pada batupasir yang akan dijelaskan disini hanya jenis mineral yang paling umum terdapat pada batupasir : Kuarsa Kuarsa merupakan mineral yang paling umum ditemukan sebagai butiran dalam batupasir. Kuarsa berasal dari batuan beku granit dan batuan metamorf gneiss, merupakan mineral yang paling stabil dan tahan terhadap proses penghancuran kim ia. Butiran kuarsa dihancurkan dan diabrasi selama transportasi tetapi dengan nilai kekerasan 7 pada skala Mohs membutuhkan jarak dan waktu yang cukup lama untuk menghancurkan butiran kuarsa. Feldspar Feldspar merupakan mineral yang kurang stabil, lebih m udah mengalami perubahan kimia selama proses pelapukan dan memiliki kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan kuarsa. Berasal dari berbagai jenis batuan beku dan pada beberapa jenis batuan metamorf. Feldspar

umumnya ditemukan pada kondisi dimana pela pukan kimia pada batuan dasar ( bedrock) tidak terlalu intensif dan jalur transportasi dari sumber ke tempat pengendapan relatif dekat. Mika Dua mineral mika yang paling umum dan terdapat melimpah sebagai butiran detritus pada batupasir yaitu biotit dan m uskovit. Muskovit lebih tahan terhadap pelapukan dibandingkan dengan biotit. Mika berasal dari batuan beku dengan komposisi asam dan menengah dan dari batuan metamorf jenis schists dan gneiss. Mineral Berat (Heavy Mineral) Mineral berat adalah mineral yan g memiliki berat jenis lebih dari 2,85 gr/cm3. Kebanyakan batupasir mengandung proporsi yang sedikit, umumnya kurang dari 1%, mineral berat. Jenis mineral berat yang umum terdapat pada batupasir yaitu: zirkon, turmalin, rutile, apatit, dan garnet.

Fragmen Batuan (Lithic Fragment) Fragmen batuan merupakan fragmen hasil penghancuran batuan yang telah ada sebelumnya yang berukuran pasir. Fragmen batuan pada batupasir berasal dari berbagai jenis batuan baik batuan sedimen, batuan beku, dan batuan metamorf. Partikel Biogenik Bagian kecil dari kalsium karbonat ditemukan pada batupasir hancuran dari kulit moluska dan organisme lainnya yang memiliki bagian gampingan (c alcareous) yang keras. Fragmen tulang dan gigi juga ditemukan tetapi umumnya langka. Kayu, biji , dan bagian dari tanaman darat lainnya bisa terawetkan pada batupasir yang diendapkan di lingkungan darat dan laut. Mineral Autigenik Mineral yang kristalnya tumbuh pada lingkungan pengendapan dinamakan mineral autigenik. Mineral autigenik ini sangat pe nting sebagai indikator lingkungan pengendapan tertentu. Sebagai contoh glauconite yang menandakan lingkungan pengendapan laut dangkal.
Penamaan & Klasifikasi Batupasir Penamaan batupasir akan sangat berkaitan dengan klasifikasi yang akan digunakan karena klasifikasi yang berbeda akan memberikan penamaan yang berbeda pula. Sistem klasifikasi batupasir pada umumnya didasarkan pada kandungan mineralogi, yaitu kandungan komposisi penyusun batupasir yang utama meliputi kandungan kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan. Pada klasifikasi tertentu seperti pada Pettijohn (1975) mengkombinasikan antara kriteria tekstural (kandungan matriks) dan kandungan mineralogi. Sistem klasifikasi batupasir lainnya meliputi klasifikasi yang diajukan oleh McBride, Selley, dan Folks .
y Shale Batuan sedimen klastik yang tersusun oleh material sedimen yang berukuran kurang dari 63 mikronmeter yang telah mengalami proses litifikasi (pembatuan). Batuan sedimen klastik jenis kurang mendapatkan perhatian dibandingkan dengan jenis batuan se dimen klastik lainnya padahal pada kenyataannya secara volumetri shale paling umum diantara jenis batuan sedimen klastik lainnya.

Material Sedimen Penyusun Shale Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa material sedimen penyusun shale berukuran kurang dari 63 mikronmeter. Pada skala Wentworth ukuran butir yang kurang dari 63 mikronmeter terdapat dua jenis material sedimen yaitu : 1. Lempung ( Clay) : material sedimen berukuran kurang dari 4 mikronmeter 2. Lanau ( Silt) : material sedimen berukuran antara 4 sa mpai 63 mikronmeter Material sedimen hasil campuran antara lempung dan lanau tanpa proporsi yang jelas disebut dengan istilah Mud. Jenis Shale Berdasarkan material sedimen penyusunnya shale bisa dibagi menjadi beberapa jenis menurut Folk (1974), yaitu : 1. Batulempung (Claystone) : Shale yang tersusun oleh material berukuran lempung (< 4 mikronmeter) lebih dari 1/3 bagian. 2. Batulanau (Siltstone) : Shale yang penyusunnya didominasi oleh material sedimen berukuran lanau (4 63 mikronmeter). 3. Mudstone : Shale yang tersusun oleh mud (material sedimen campuran antara lempung dan lanau) dengan komposisi lempung dan lanau masing -masing lebih dari 1/3 bagian.

Gambar 6.7 Hand Specimen Shale (Mudrock)

6.6 Deskripsi Batuan Sedimen 1. Nama batuan 2. Warna Terdiri dari warna segar dan warna lapuk , sertakan pula variasi warnanya untuk memperjelas pemerian. Contoh: Batupasir berwarna segar abu -abu kehijau-hijauan. Pemerian warna ini mencerminkan tingkat oksidasi, kandungan mineral dan membantu dalam interpretasi lingkungan pengendapan batuan itu sendiri. Warna merah, menunjukkan keadaan oksidasi (non -marine) banyak mengandung Fe atau hematite

Warna hijau , merupakan reduksi dari warna merah, mengandung glauconite, zeolite. Warna abu-abu, menunjukkan keadaan reduksi (ma rine) kaya akan bahan organik. Warna kuning-coklat , menunjukkan keadaan oksidasi, mengandung limonite dan oksida besi . 3. Tekstur Adalah sifat-sifat butiran, dalam hal ini adalah sifat hubungan antar butiran sebagai unsur penyusun dari batuan. Tekstur s endiri meliputi : - Besar Butir: ditentukan dengan cara membandingkan dengan skala Wentworth, kalau perlu bisa dibantu dengan menggunakan Loupe . Sedangkan untuk breksi dan konglomerat dapat ditentukan dengan bantuan mistar kecil, dan tentukan pula ukuran minimum dan maksimum dari butiran atau komponennya. Besar butir ini mencerminkan energi sedimentasi lingkungannya. Sebagai contoh, jika suatu batuan berbutir kasar, maka kemungkinan batuan tersebut diendapkan dengan arus yang cepat dan begitu pula sebalikn ya. - Bentuk Butir: ditentukan dengan bantuan Chart yang telah tersedia pada komparator, dan gunakanlah istilah sebagai berikut :
y Menyudut ( Angular) y Menyudut Tanggung ( Subangular) y Membundar Tanggung ( Subrounded) y Membundar ( Rounded) y Sangat Membundar ( Very Rounded) Untuk melihat butiran ini dapat dilakukan dengan bantuan Loupe (untuk batupasir), dan jangan lupa tentukan pula kisaran ukurannya. Contoh batupasir membundar -membundar tanggung. Besar butir ini mencerminkan tingkat transportasi butiran -butirannya, dalam artian bahwa jika memiliki bentuk butir yang cenderung membundar maka butiran ini telah

tertransportasikan jauh dari batuan asalnya.

Gambar 6.8 Bentuk Butir

Kemas adalah hubungan antar butir penyusun batuan. Bila butiran -butirannya saling bersentuhan maka dapat dinyatakan dengan kemas tertutup. Sedangkan bila butiran butirannya tidak saling bersentuhan, maka dinyatakan dengan kemas terbuka. Kemas ini merupakan salah satu hal yang penting terutama didalam pendeskripsian untuk breksi atau konglomerat, karena dengan analisis kemas dalam batuan, kita dapat melakukan pendekatan interpretatif mengenai viskositas (kekentalan) dari medianya.

Tabel Besar Butir Phi Units  Size Sediment/Rock Name Wenworth Size Class

 Udden Wentworth Scale

4. Struktur Sedimen Adalah suatu fenomena atau kenampakan struktur tertentu pada batuan sedimen yang merefleksikan proses, mekanisme, dan kondisi tertentu pada saat pengendapan maupun setelah pengendapan. Pe nentuan struktur sedimen sangat berguna didalam menentukan lapisan atas ( Top) dan lapisan bawah ( Bottom) dari suatu lapisan, arah arus purba (Paleocurrent ) dan interpretasi lingkungan pengendapan. Secara garis besar struktur sedimen dapat dibagi menjadi du a kategori, yaitu Struktur Sedimen Primer (terbentuk bersamaan dengan proses deposisi atau pengendapan) dan Struktur Sedimen Sekunder (terbentuk setelah proses deposisi atau pengendapan). Struktur sedimen primer contohnya adalah :
y Graded Bedding, yaitu gradasi butiran yang menghalus kearah atas. y Paralel Lamination, yaitu pola kelurusan butiran, mineral, fosil, dan material lainnya dengan ketebalan < 1 cm. y Ripple Mark, yaitu jejak gelembur gelombang, yang merefleksikan kondisi arus pada saat pengendapan bat uan tersebut. y Dune and Sand Wave, yaitu struktur sedimen berbentuk gumuk pasir yang juga dapat merefleksikan kondisi arus pada saat itu. y Cross Stratification, yaitu struktur berbentuk silang siur yang membentuk sudut terhadap bidang perlapisan. y Lenticular , yaitu lensa-lensa pasir di dalam lapisan batulempung y Flaser, yaitu lensa-lensa lempung di dalam lapisan batupasir y Dan lain-lain.

Struktur Sedimen Sekunder contohnya adalah : 1. Struktur Erosional (terbentuk karena erosi oleh arus atau oleh material yang terbawa arus), contohnya: Flute Cast, Groove Cast, prod marks, dll. 2. Struktur Deformasi (terbentuk oleh adanya gaya), contohnya: Slump Structure, Convolute, Sand Dike, Load Cast, dll. 3. Struktur Biogenik (terbentuk oleh aktifitas hewan -hewan), contohnya: Bioturbation, dll.

Gambar Groove Cast

5. Permeabilitas Adalah kemampuan suatu batuan untuk meloloskan fluida. Cara untuk menentukan dari permeabilitas adalah sebagai berikut : Teteskan air diatas permukaan sampel yang akan diperiksa. Perhatikan apakah air terseb ut diserap atau tidak oleh batuan tersebut. Bila air diserap dengan cepat, maka nyatakanlah bahwa permeabilitasnya baik. Bila cairan diserap dengan cukup cepat, maka nyatakanlah bahwa permeabilitasnya sedang. 5. Bila cairannya diserap dengan lambat, maka n yatakanlah bahwa permeabilitasnya buruk. 6. Porositas Adalah perbandingan volume rongga -rongga pori terhadap volume total seluruh batuan dan dinyatakan dengan persen. = Volume Pori-pori X 100% Volume Total Batuan 1. 2. 3. 4.

Pembagian porositas bisa dipergunakan sebagai berikut : Negligible Poor Fair 0-5 % 5-10% 10-15%

Good Very Good Excellent

15-20% 20-25% 25-40%

7. Pemilahan Adalah tingkat keseragaman besar butir penyusun batuan, dan mencerminkan viskositas media pengendapan serta energi mekanik atau arus gelombang medianya. Jika pemilahannya baik maka diendapkan oleh media yang cair atau encer dengan energi arus yang kecil dan begitu pula sebaliknya. Gunakan istilah : 1. Terpilah Baik ( Well Sorted ), jika besar butirnya seragam. 2. Terpilah Sedang ( Medium Sorted ), jika besar butirnya relatif seragam. 3. Terpilah Buruk ( Poorly Sorted ), jika besar butirnya tidak seragam.

Gambar Parameter Pemilahan

Dan untuk menentukan pemilahan ini dapat dibantu dengan menggunakan Loupe (untuk batupasir). 8. Kandungan karbonat (CO 3) Ditentukan dengan jalan meneteskan larutan HCl 0.1 N pada perm ukaan sampel batuan yang masih segar, jika batuan tersebut berbuih maka batuan tersebut bersifat karbonatan (mengandung CO 3), dan begitu pula sebaliknya. 9. Kandungan Mineral Mineral-mineral aksesoris (dalam jumlah yang tidak terlalu besar, kecuali pada b atugamping dan dolomit) yang umum terdapat dalam batuan sedimen misalnya Kalsit, Aragonit, Pirit, Glaukonit, Kaolinit ,kuarsa, dll.

10. Kandungan Fosil Kandungan fosil dapat ditentukan di lapangan tentu saja fosil -fosil yang bersifat makro (besar), sedangkan untuk fosil -fosil yang bersifat mikro (kecil) dapat ditemukan di laboratorium. Khusus untuk fosil yang bersifat makro (besar), dalam pendeskripsiannya disebutkan minimal kelas atau filumnya, jika ia berongga atau bolong -bolong maka fosil tersebut kemung kinan adalah Koral (Filum Coelenterata, artinya berongga), jika memiliki dua cangkang yang tidak sama besar maka fosil tersebut adalah Brachiphoda, jika memiliki dua cangkang yang sama besar, maka itu adalah Molusca, dari kelas pelecypoda. Jika berbentuk m enyerupai keong mas, maka itu adalah Moluska dari kelas Gastropoda, dan jika berbentuk seperti bintang laut, maka itu adalah Echinodermata, dll. Dari analisis fosil-fosil makro tersebut, maka dapat di perkirakan keadaan lingkungan pada kala itu ( paleogeo grafi) karena fosil-fosil tersebut diendapkan bersamaan dengan material sedimen pada waktu tersebut, hingga sekarang menjadi batuan.

Gambar Fosil Makro

Sedangkan fosil -fosil mikro berguna untuk analisis umur relatif batuan dan zona kisaran kedalaman laut (bathimetry). Contoh fosil-fosil mikro:
y y y y y y

Orbulina universa Globigerina nephentes Globorotalia menardii Radiolaria Uvigerina Dll

Gambar Fosil-Fosil Mikro

11. Kekerasan Kekerasan merupakan tingkat kekuatan partikel suatu batuan terhadap disagregasi. Gunakan istilah :
y Kompak, bila tidak bisa dicukil dengan jarum penguji. y Keras, bila masih dapat dicukil dengan jarum penguji. y Agak keras, bila dapat hancur ketika ditekan dengan jarum penguji. y Lunak, bila dapat dipotong -potong dengan mudah dengan menggunakan dengan jarum penguji. y Dapat diremas , bila dapat diremas dengan menggunakan jari tangan. y Spongy, bila sifatnya seperti karet busa (elastis).

12. Kontak Adalah hubungan antar perlapisan batuan. Kontak perlapisan terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
y y

Kontak tajam/tegas Kontak berangsur : - Kontak Interkalasi - Kontak Progresif Kontak erosional

Tekstur Batuan Sedimen Tekstur batuan sedimen mencakup ukuran butir, bentuk butir, distribusi, morfologi dan kenampakan permukaan dari butiran, kemas, serta warna. Tekstur mer upakan aspek yang penting dalam deskripsi batuan sedimen dan dapat digunakan dalam menginterpretasikan mekanisme dan lingkungan pengendapan batuan sedimen. Serta juga merupakan pengontrol utama porositas dan permeabilitas batuan sedimen. Namun tekstur dari banyak batuan sedimen hanya dapat dipelajari secara spesifik melalui mikroskop dan sayatan tipis. Seperti halnya batuan sedimen yang berukuran pasir atau lanau yang jika kita melakukan penelitian di lapangan hanya terbatas pada perkiraan ukuran butir, pem ilahan, dan kebundaran dari butiran yang ada. Lain halnya dengan konglomerat dan breksi yang dapat diinterpretasi secara akurat ukuran butir, bentuk butir dan orientasinya di lapangan. Ukuran Butir Sedimen dapat dibedakan menjadi empat kelompok utama ber dasarkan ukuran butirnya, antara lain : a. Bongkah ( Gravel) b. Pasir (Sand) c. Lanau ( Silt ) d. Lempung ( Clay) Skala ukuran butir batuan sedimen dikenal sebagai Skala Wenworth. Particle name Gravel Boulders Cobbles Pebbles Granules Sand Very coarse sand Coarse sand Medium sand Fine sand Very sand Silt Clay Particle diameter > 256 mm 64 - 256 mm 2 - 64 mm 2 - 4 mm 1 - 2 mm

0.5 - 1 mm 0.25 - 0.5 mm 0.125 - 0.25 mm

fine 0.0625 - 0.125 mm 1/256 1/16 mm (or 0.004 - 0.0625 mm) < 1/256 (or < 0.004 mm) mm

Proses Transportasi dan Struktur Sedimen Struktur Sedimen Struktur sedimen merupakan salah satu hal yang penting dalam batuan sedimen. Struktur sedimen terdapat pada bagian bawah dan atas dari permukaan lapisan atau dapat pula diantara lapisan batuan sedimen. Struktur sedimen dapat digunakan dalam menyimpulkan proses dan kondisi pengendapan, arah dari arus sedimentasi dan pada lapisan batuan yang terlipat dapat diketahui bagian atas dari suatu lapisan. Interaksi material sedimen dengan media trans portasinya menghasilkan suatu bentuk struktur sedimen. Beberapa struktur sedimen terbentuk ketika pengendapan namun adakalanya terbentuk karena proses erosi. Struktur sedimen berbeda -beda dan banyak terdapat di berbagai jenis litologi. Struktur sedimen terbentuk melalui proses fisika dan kimia, selama dan setelah proses pengendapan, serta juga karena proses biogenik. Sehingga dapat dikenali beberapa kategori struktur sedimen (Tucker, 1982), antara lain : a. b. c. d. Struktur Sedimen Erosional Struktur Sedimen Pengend apan Struktur Sedimen Post-Pengendapan Struktur Sedimen Biogenik

Berdasarkan waktu terbentuknya struktur sedimen dapat terbagi lagi menjadi 2 (Gore, 2004), antara lain : 1. Struktur Sedimen Primer Yakni struktur sedimen yang terbentuk selama proses penge ndapan berlangsung atau tidak lama setelah pengendapan sedimen tersebut. 2. Struktur Sedimen Sekunder Yakni struktur sedimen yang terbentuk setelah sedimentasi berlangsung (terbentuk batuan sedimen). a. Struktur Sedimen Erosional Struktur sedimen kelompok ini antara lain : Sole Marks : Flute Marks, Groove Mark s Tool Marks, dan Scour Marks; Channels yang terdapat dibawah permukaan suatu lapisan.

Sole marks Merupakan struktur pada lapisan pengendapan yang terdapat dibagian bawah suatu lapisan. Secara umum struktur ini merupakan hasil dari pengisian sedimen pada permukaan sedimen lempungan yang mengalami aksi penggerusan oleh objek -objek tertentu yang terbawa oleh arus. Jika pasir terbentuk setelah lempung, maka besar kemungkinan terjadi pengisian yang membentuk struktur ini, bentukan ini akan terpreservasikan dalam bentuk suatu relief dibagian bawah lapisan batupasir. (Struktur ini jarang terlihat pada lapisan batulempung karena dapat dengan mudah tererosi). Berikut akan dibahas beberapa macam dari Sole Marks.

Tool Marks Struktur ini terbentuk ketika objek -objek (benda-benda) yang terbawa oleh arus berkontak dengan permukaan sedimen. Marks atau tanda-tanda ini dapat berupa prod, roll, brush, bounce, dan skip atau sederhananya kesemua tanda tersebut dapat dis ebut tool marks. Objek-objek tersebut dapat berupa batang kayu, cangkang, tulang atau batuan sedimen yang berukuran kerikil yang terbawa oleh arus -arus, memantul ( bouncing ), menggelinding (rolling ), meloncat-loncat (skipping ), menyeret (dragging ) sepanjang permukaan sedimen. Umumnya terpreservasikan dibagian bawah permukaan lapisan batupasir. Struktur ini berpola pararel sesuai arah pergerakan arus.

Gambar. Tool Marks beserta arah arusnya (Pamela Gore, 2004)

Groove Cast Struktur ini berbentuk lonjong pada bagian bawah lapisan, berukuran beberapa milimeter sampai puluhan sentimeter. Groove Cast dapat pararel satusamal ain atau dapat pula bervariasi seuai arah kemiringan, puluhan derajat atau lebih. Terbentuk melalui pengisian celah (groove ), dimana celah tersebut terbentuk melalui gerusan suatu benda seperti potongan lempung atau kayu yang terbawa oleh arus. Banyak terdapat pada endapan batupasir fluvial dan endapan badai. Flute Cast Dari kenampakan atas bentuk dari struktur sedimen ini relatif lonjong segitiga atau dapat pula bulat atau berujung runcing dibagian hulunya dan melebar dibagian hilirnya. Dari kenampakan samping struktur ini tampak asimetrik dengan bagian yang lebih dalam di hulu. Panjang dari struktur ini beragam mulai dari beberapa sentimeter sampai puluhan sentimeter. Bentukan flute ini, atau dalam bahasa Indonesia berbentuk seperti suling atau menyul ing, terbentuk melalui erosi sedimen lempungan oleh arus turbulen atau arus acak lalu bekas bekas arus turbulen tadi terisi oleh sedimen yang mengalir setelahnya. Flute Cast merupakan ciri khas dari endapan turbidit batupasir. Struktur ini juga terdapat pa da batupasir lingkungan fluvial atau sungai. Jejak menyuling ini merupakan indikator yang baik dalam mengetahui arah arus purba ( paleocurrent) yang didapat melalui pengukuran orientasi pengendapan struktur sedimen ini. (Tucker, 1982).

Gambar. Flute Marks beserta arah arusnya (Pamela Gore, 2004)

Scour Mark Terminologi scour mark digunakan untuk struktur erosional ya ng berskala kecil, umumnya kurang dari satu meter dan terdapat pada bagian bawah lapisan. Dari kenampakan atas, struktur ini melonjong sesuai dengan arah arus. Kenampakan khas dari struktur ini adalah tererosinya sedimen dibawahnya dengan isian sedimen yan g lebih kasar diatas lapisan yang tergerus tadi. Permukaan yang tergerus biasanya kasar, ireguler, dan berelief. Scour Mark dapat terjadi pada setiap litologi atau lingkungan asalkan arus yang ada cukup kuat untuk mengerosi sedimen dibawahnya. Channels Struktur ini berskala lebih luas, beberapa meter sampai kilometer, yang merupakan wilayah transportasi sedimen untuk waktu yang relatif lama. Banyak channel yang berbentuk cekung jika terlihat dari penampang samping dan terisi oleh sedimen yang membentuk k enampakan tali sepatu jika terihat dari kenampakan peta (dari atas). Struktur channel dapat dikenali dengan hubungan tidak selaras (memotong) dengan sedimen dibawahnya. Channel ini umumnya terisi oleh sedimen yang lebih kasar, dan biasanya isian awal dari suatu channel berupa lapisan basal konglomerat. Lapisan batupasir silang -siur (cross bedded sandstone ) banyak mengisi channels. Pengukuran orientasi struktur ini dapat berguna dalam mengindikasikan arah kemiringan -purba dan rekonstruksi paleogeografi.
b. Struktur Sedimen Pengendapan Struktur sedimen pengendapan antara lain perlapisan ( stratifcations ) : lapisan (bedding ), laminasi, perlapisan silang siur ( cross-stratifications), gelembur ( ripple), dan retakan lempung (mudcrack). Berbeda dengan struktur se dimen erosional yang berada dibagian bawah lapisan, struktur sedimen pengendapan terdapat dibagian atas permukaan lapisan. Khusus pada batugamping terdapat beberapa struktur sedimen seperti cavity dan stromatolite yang terbentuk melalui sementasi selama p roses pengendapan serta pelarutan. (Tucker, 1982).

Stratifikasi (Perlapisan) Perlapisan merupakan kenampakan batuan sedimen yang sangat jelas. Perlapisan tersebut tampak karena perbedaan warna atau tekstur. Lapisan yang lebih tebal dari 1 cm disebut sebagai bed dan yang kurang dari 1cm disebut sebagai laminasi atau lamina. Bagian atas dan bawah dari lapisan ini disebut sebagai bidang perlapisan . (Gore, 2004). Lapisan ( Bedding) Lapisan terbentuk melalui perubahan pola sedimentasi, dapat didefinisika n sebagai perubahan ukuran butir sedimen, warna atau komposisi mineralogi. Batas lapisan dapat berupa :  Kontak Tegas  Kontak Planar  Kontak Ireguler  Kontak Gradasional

Gambar. Perlapisan di Batuan Berumur Paleozoik di Brimingham, Alabama (Gore, 1988) Suatu bidang lapisan dapat diketahui pelamparannya melalui struktur sedimen tertentu seperti struktur sedimen erosional. Bid ang lapisan batuan sedimen silisiklastik berbeda dengan bidang lapisan batugamping yang tergolong batuan sedimen karbonat. Bidang lapisan pada batugamping dapat berupa permukaan karst atau permukaan keras lainnya yang terbentuk melalui sementasi selama pr oses pengendapan. Namun batas lapisan dapat hancur karena adanya proses kompaksi dan pembebanan. Pergerakan tektonik juga dapat mempengaruhi pertemuan antar lapisan. Laminasi Pararel ( Parallel Lamination ) Dibedakan melalui perubahan ukuran butir, mineral ogi, komposisi atau warna. Struktur internal ini dapat dihasilkan melalui beberapa cara :  Fase Laminasi Bidang Atas Lapisan : melalui pengendapan arus kuat, dengan kecepatan aliran yang relatif tinggi.  Fase Laminasi Bidang Bawah Lapisan : melalui pengenda pan suspensi, arus turbidit bermasa jenis rendah atau arus traksi yang lemah.

Gambar. Pararel Laminasi (Gore, 1984) Namun pararel laminasi secara umum terbentuk oleh pengendapan material suspensi atau oleh arus turbidit yang bermasa jenis rendah pada litologi batuan sedimen berbutir halus, khususnya batuan sedimen lempungan, batupasir halus dan batugamping halus. Laminasi juga dapat terbentuk melalui presipitasi mineral yang periodik seperti kalsit, halit atau gipsum. Lingkung an yang ideal bagi terbentuknya struktur pararel laminasi adalah pada daerah yang terisolasi seperti laguna, danau dan cekungan laut dalam. Catatan :  Dilapangan gunakanlah lup pembesar untuk membedakan dan meneliti penyebab dari laminasi : apakah interka lasi dari litologi yang berbeda (batulempung, batulanau, atau batugamping) atau perubahan ukuran butir (gradasi laminasi lanau ke lempung)!  Ukur rata-rata ketebalan rata -rata dari lamina -lamina yang ada. Cari kumpulan lamina yang ada, sehingga dapat menunj ukkan waktu pengendapan yang relatif lebih lama! Gelembur (Ripple) , Gumuk (Dune) dan Ombak Pasir (Sand Waves) Struktur sedimen ini terbentuk pada sedimen berukuran pasir, baik pada batupasir, batugamping, rijang, gipsum dan batubesi. Faktor pembentuk st ruktur sedimen ini dapat berupa air dan angin.

Ripple Ripple merupakan undulasi permukaan sedimen yang dihasilkan karena adanya pergerakan air atau angin pada material sedimen berukuran pasir. Ripple yang terbentuk pada arus acak seperti di sungai cende rung asimetris. Puncak-puncak dari ripple yang asimetris dapat berupa bidang lurus, sinus atau cembung tergantung kecepatan alirannya. Ripple yang asimetris memiliki kemiringan yang curam pada hilir dan kemiringan yang landai pada hulu. Karena geometri yang unik ini, ripple yang asimetris dapat digunakan sebagai penunjuk arah arus purba. Namun pada arus yang bergelombang atau berosilasi, terbentuklah ripple yang simeris, dimana bagian puncaknya relatif lurus namun cenderung kasar.

Gambar. Arus air yang berosilasi membentuk ripple simetris

Gambar. Ripple simetris di Virginia (Gore, 1985)

Gambar. Ripple Asimetris di Pantai (Gore, 1985)

(Tucker, 1982), menyebutkan bahwa Ripple dapat terbagi mandi 3 macam berdasarkan agen pembentuknya antara lain :  Wave Formed Ripple Struktur ini terbentuk melalui aksi ombak atau sedimen non -kohesif, khususnya pada sedimen berbutir lanau sampai kasar dan umumnya berbentuk simetris.  Current Ripple Ripple yang disebabkan oleh arus terbentuk oleh arus satu arah sehingga berbentuk asimetris dengan bagian yang curam pada hilir disebut sebagai : lee side dan bagian yang landai pada hulu disebut sebagai stoss side. Berdasarkan bentuknya current ripple dapat terbagi lagi menjadi 3 macam : 1. Berpuncak lurus ; 2. Sinus ; dan 3. Linguoid  Wind Ripple Struktur ini berbentuk memanjang, lurus dan berpuncak parare l. Agen dari ripple ini adalah angin sehingga jarang terpreservasikan.

Dune dan Sand waves Subaqueous dune sering disebut sebagai mega -ripple dan sandwaves ( bar) merupakan ripple yang berskala lebih besar. Meskipun jarang terpreservasikan, lapisan silang siur yang dihasilkan dari erosi struktur ini sangat banyak ditemukan. Subaqueous dune berukuran beberapa meter sampai lebih dari puluhan meter panjangnya dan tinggi dapat mencapai 0.5 meter. Bentuk spesifiknya menyerupai Ripple yang telah dibahas sebelumn ya. Cross Stratification Merupakan terminologi umum untuk struktur internal lapisan yang dihasilkan pada sedimen berukuran pasir oleh aktivitas angin atau air. Jika lapisan miring tersebut lebih tebal dari 1 cm, perlapisan silang siur ( cross stratification) ini disebut lapisan silang siur ( cross bedding ) namun jika kurang dari 1cm disebut dengan laminasi silang -siur (cross lamination) . Cross stratification terbentuk diantara ripple dan dunes. Perlapisan yang terbentuk miring membentuk sudut terhadap bida ng horizontal, dan berarah ke bawah dari kemiringan tersebut. Maka dari itu, struktur sedimen perlapisan silang siur dapat digunakan dalam mengindikasikan arah arus purba.

Gambar. Asymetrical Bedding

Ripple

dan

Cross Gambar. Cross Stratification

Macam-macam cross stratification :  Cross Bedding  Cross Lamination  Flaser Bedding  Lenticular Bedding  Wavy Bedding  Storm Bedding : Hummocky

Graded Bedding Gradded Bedding dihasilkan ketika suatu arus bermuatan sedimen (seperti arus turbidi t) mulai mengalami pengurangan kecepatan aliran. Ukuran butir yang terdapat pada suatu lapisan bergradasi ini berangsur dari ukuran yang lebih kasar dibagian bawah lapisan sampai ukuran yang lebih halus dibagian atas. Maka, graded beds dapat digunakan seb agai indikator lapisan bagian atas. (Gore, 2004)

Gambar. Graded Bedding

Massive Bedding Termasuk kedalam massive bedding atau lapisan masif adalah lapisan yang tidak memiliki struktur internal didalamnya. Ada beberapa alasan tentang terbentuknya lapisan yang tidak memiliki struktur ini, yakni : 1. Pada saat terendapkan lapisan tersebut memang tidak memiliki struktur karena proses sedimentasi yang berlangsung cepat, dimana tidak tersedia waktu yang cukup untuk pembentukan lapisan. Sehingga lapisan yang masif dapat digunakan sebagai penciri suatu proses sedimentasi seperti arus turbidit, grain flow dan debris flow. 2. Struktur pada lapisan ter sebut rusak dan hilang karena proses tertentu seperti bioturbasi, rekristalisasi, dan pengurangan air ( dewatering).

Mud Crack Struktur ini sering terdapat pada sedimen berbutir halus, khususnya batulempung dan batugamping berukuran lempung yang umumn ya terbentuk dari proses pengeringan dan pengurangan kandungan air ketika sedimen tersingkap kepermukaan, menyebabkan pengerutan sampai akhirnya terpecah -pecah seperti layaknya rekahan permukaan sawah ketika kering.

Rain Spots Merupakan depresi -depresi kecil dipermukaan lapisan sedimen yang berbentuk membundar, terbentuk karena dampak dari air hujan yang mengenai permukaan lapisan sedim ent yang masih lunak ataupun berbutir halus. Umumnya terdapat di lingkungan gurun dan paparan lakustrin

Struktur Pengendapan Pad a Batugamping Struktur Berongga ( Cavity Structure) Kebanyakan batugamping mengandung struktur yang pada awalnya berongga namun kemudian terisi oleh sedimen atau dalam hal ini semen karbonat setelah terjadinya pengendapan. Struktur berongga ini antara la in :
y Struktur Geopetal y Struktur Fenestrae y Struktur Stromataktik y Struktur Sheet Cracks dan Neptunian y Stuktur Rongga Karst, lubang dan gua

Hardgrounds dan Tepee Struktur ini terdapat pada batugamping yang mengalami sementasi saat pengendapan ( synsedimentary) maka sedimen tersebut sebagian atau bahkan secara keseluruhan terlitifikasi (mengalami pengerasan) pada lantai samudra.

Permukaan yang memiliki struktur hardground umumnya terikat oleh organisme tertentu seperti oister, serpulida, dan crinoida serta terpenetrasi oleh aktivitas pemboran organisme seperti anelida, bivalvia, dan sponge, sehingga diantara struktur ini terdapat gua -gua yang terisikan oleh semen. Kenampakan dari hardground umumnya nodular yang merupakan hasil dari aktivitas pemboran dan bi oturbasi organisme yang terbentuk sebelum sedimen terlitifikasi. Sebagai hasil dari sementasi syn sedimenter pada sedimen karbonat tersebut permukaan lapisan yang mengalami sementasi dapat mengembang dan pecah membentuk pola polygonal. Lapisan yang terse men tersebut dapat terdorong keatas membentuk antiklin semu atau dapat disebut sebagai tepee.

Paleokarstic Surfaces Permukaan paleokarst terbentuk melalui kontak sedimen karbonat dengan permukaan (udara) dan pelarutan meteoric atau air hujan (karstifi kasi). Permukaan seperti ini umumnya memiliki topografi yang tidak beraturan dan biasanya tertimbun oleh lapisan lempung yang tipis atau dapat juga tanah. Stromatolites Stromatolit merupakan struktur laminasi biogenik yang memiliki struktur tumbuh yang bervariasi. Terbentuk melalui pemerangkapan dan pengikatan partikel karbonat oleh lapisan alga umumnya cyanobacteria dan presipitasi biokimia karbonat. Bentuknya bermacam macam mulai dari berlaminasi, berbentuk kubah dan kolom -kolom.
c. Struktur Sedimen Post-Pengendapan Banyak variasi dari struktur yang terbentuk setelah proses pengendapan, beberapa melalui pergerakan masa sedimen ( slumping and sliding) dan yang lainnya melalui reorganisasi internal karena pengurangan air dan pembebanan

Slumps, Megabreccia dan Slides Ketika terendapkan, baik pada lereng atau dekat dengan lereng, masa sedimen dapat tertransport kebawah lereng. Slide merupakan kegiatan tertransportasinya masa sediment pada masa sedimen yang memiliki deformasi internal yang sedikit. Megabreccia merupakan istilah yang digunakan untuk endapan blok -blok masa sediment yang besar, merupakan hasil dari aktivitas patahan selama pengendapan dan erosi dari gawir sesar. Megabreccia yang berkomposisikan batugamping dan terdapat pada bagian bawah suatu kemiringan kemungkinan terendapkan pada saat penurunan muka air laut dan runtuhnya batas paparan karbonat. Slump merupakan istilah ketika bagian dalam masa sedimen terhancurkan selama pergerakan menuruni kemiringan. Kenampakan dari slump menunjukkan lipatan : lipatan rebah, antiklin asimetris dan sinklin serta sesar naik dalam ukuran lokal. Sumbu lipatan berorientasi pararel dengan strike kemiringan dan arah dari pembalikan lipatan menuju ke bagian bawah kemiringan. Maka dari itu pengukuran orientasi sum bu lipatan dan bidang lipatan slump berguna untuk memastikan arah dari slumping dan kemiringan purba. Keterdapatan slump atau slide dalam suatu kemenerusan lapisan dapat dideduksikan dari keterdapatan lapisan yang normal (undisturbed beds) diatas dan bawa h dari lapisan yang mengalami slump atau slide.

Deformed Bedding Deformed bedding atau istilah lain seperti disrupted, convolute dan contorted dapat digunakan untuk suatu lapisan yang dihasilkan selama sedimentasi dan telah mengalami deformasi, namun ti dak terdapat pergerakan lateral dari sediment tersebut. Convolute Bedding, terjadi pada sediment laminasi silang siur ( cross lamination) dengan laminasi yang terdeformasi menjadi gulungan, antiklin kecil, dan sinklin tajam. Konvolusi seperti ini umumnya a simetris dan merupakan kebalikan dari arah arus purba. Contorted dan disrupted, menunjukkan deformasi yang lebih sedikit pada suatu lapisan, yakni adanya lipatan tak beraturan dan disorientasi lapisan secara local. Penyebab dari deformed bedding dapat berasal dari pemotongan oleh arus permukaan sedimen dan penyeretan friksional oleh pergerakan partikel pasir yang menyebabkan terjadinya convolute bedding dan overturned bedding. Sandstone Dykes dan Sand Volcanoes Struktur ini terbentuk melalui proses peng urangan air dan lolosnya air, karena getaran gempa bumi. Sandstone dykes berbentuk pemotongan lapisan oleh terobosan batupasir dan Sand volcanoe berbentuk membundar dengan depresi di bagian tengah, terdapat pada bidang lapisan. Dish Structures dan Pillar Structures Struktur ini terbentuk melalui aliran air baik secara lateral maupun vertikal pada suatu material sediment (Tucker, 1982). Umumnya terjadi pada endapan aliran gravitasi ( sediment gravity flow ) pada kemiringan laut dalam, kipas laut dalam serta bagian terdalam dari kemenerusan laut dalam tersebut. Dish, berbentuk cekung, sedangkan pillar berbentuk lonjong dan tidak berstruktur internal. Load Structures Struktur ini terbentuk melalui pembebanan suatu lapisan terhadap lapisan lainnya. Beberapa contoh dari load structure :
y Load Cast, merupakan pembebanan lapisan batupasir terhadap lapisan batulempung dibawahnya, sehingga berbentuk seperti struktur yang membundar tanpa adanya orientasi tertentu. y Flame Structure, merupakan hasil dari lapisan lempun g yang dibebani oleh lapisan batupasir diatasnya sehingga terinjeksikan keatas mempenetrasi lapisan batupasir. y Ball and Pillow Structure, lapisan batupasir yang membebani lapisan batulempung dibawahnya dapat masuk tenggelam kedalam celah pada lapisan batul empung sehingga memecahkan dan memisahkan masa lapisan lempung tersebut membentuk pola -pola seperti bola dan bantal ( ball and pillow).

Pressure Dissolution dan Compaction Struktur ini terbentuk sebagai hasil dari tekanan pembebanan dan proses tektonik, s erta pelarutan yang terjadi pada masa batuan sediment sepanjang bidang lapisan. Efek tekanan pelarutan ini umum terlihat pada batas antara lapisan pada batugamping dalam bentuk stylolite.

Nodules Struktur nodul ini disebut juga konkresi umumnya terbent uk pada sedimen setelah pengendapan. Terdapat dalam bentuk tampalan -tampalan dari sementasi sedimen tertentu. Mineral-mineral penyusun nodul umumnya yang berbutir halus dari kalsit, dolomit, siderit, pirit, kuarsa dan anhidrit. Nodul dapat secara acak te rsebar atau terkonsentrasi sepanjang horizon tertentu. Bentuk nodul dapat membundar sampai pipih, lonjong atau tak beraturan. Beberapa macam nodul terbentuk diseputar fosil atau bekas burrowing organisme tertentu namun dapat juga terdapat pada rekahan sed iment yang berbentuk radial dan konsentrik yang diisi oleh kristal -kristal tertentu. Veins, Beef dan Joints Umumnya vein terbentuk melalui aktivitas tektonik dan termineralisasi melalui aliran fluida hidrotermal. Namun vein juga dapat terbentuk melalui proses diagenesa, proses keterbentukan seperti ini kemudian disebut sebagai sedimentary vein oleh Tucker. Sedimentary vein terdiri atas gypsum yang terdapat pada batulempung dan terbentuk melalui hidrasi anhidrit selama pengangkatan dari lapisan evaporit. Bentuk vein sendiri berupa terobosan atau retakan yang terisi mineral tertentu yang memotong suatu perlapisan. Lembaran dari kalsit yang pararel terhadap lapisan batulempung (umumnya yang mengandung masa organik) dan terdiri dari kristal -kristal yang berorientasi vertical disebut sebagai beef. Seperti halnya dalam geologi struktur bahwa joint dalam terminology sediment juga merupakan rekahan yang terbentuk karena tekanan tektonik, namun dalam kasus tertentu disebabkan proses pengendapan. Seperti cooling joints pada endapan vulkaniklastik, rekahan pada lapisan batugamping yang tersementasi dengan baik, umumnya terjadi karena tekanan pembebanan karena proses selama pengendapan berlangsung.
d. Struktur Sedimen Biogenik Struktur sedimen biogenik merupakan struk tur yang terbentuk akibat aktivitas organisme yang berinteraksi dengan sedimen. Organisme dapat berupa hewan yang berjalan atau menggali pad sedimen tertentu, dapat berupa akar tanaman yang mempenetrasi sedimen, atau dapat berupa koloni bakteri yang terper angkap dan terikat pada sedimen sehingga membentuk struktur perlapisan tertentu.

Trace Fossil (Fosil Jejak) atau Ichnofossil Ichnofossil termasuk kedalamnya jejak ( tracks), jalur ( trails), galian ( burrows), pemboran (boring ) dan tanda lainnya pada sedim en. Terdapat pula bioturbasi yang terbentuk dari aktivitas organisme yang merusak sediment tertentu. Organisme dapat membuat semacam terowongan yang merusak struktur sediment primer seperti laminasi dan meinggalkan jejak galian. Bioturbasi yang berlangsung lama dapat mencampur sedimen sehingga kenampakannya homogen (massif), tidak terdapat perlapisan. y Track atau jejak kaki merupakan impresi dari permukaan suatu lapisan sediment yang dihasilkan dari kaki binatang. Contohnya jejak kaki dinosaurus atau burung. Pada beberapa kasus, jejak ini ditemukan sebagai bagian bawah dari suatu lapisan sediment, dimana sediment tersebut mengisi jejak yang ada.

Trail merupakan impresi dari permukaan suatu lapisan sediment yang dihasilkan dari organisme yang melata atau menyeret anggota tubuhnya untuk berjalan, dapat berupa kurva atau kelurusan.

Burrow merupakan bekas galian oleh binatang pada sediment lunak. Galian ini umumnya terisi oleh sediment dengan warna dan tekstur yang berbeda dengan sediment disekitarnya, hasil isian ini dapat tersementasi dan menjadi keras.

Boring Merupakan lubang yang dibentuk oleh binatang pada material keras, seperti kayu, cangkang, batuan atau sediment keras. Berbentuk membundar pada penampang. Siput dan cacing menghasilkan lubang bor ini biasanya untuk mencari mak an.
y y

Root Mark Merupakan jejak yang ditimbulkan oleh akar tanaman pada tanah purba (paleosol). Berbentuk bercabang kearah bawah menerobos lapisan tanah tertentu, struktur ini biasanya memiliki warna yang berbeda dengan sediment sekitarnya.

Lingkungan Pengendapan Lingkungan pengendapan ( sedimentary environment ) didefinisikan sebagai suatu tempat dipermukaan bumi yang kompleks dimana te rdapat terdapat kemenerusan batuan sedimen yang diendapkan. Dapat dibedakan dari wilayah yang lain berdasarkan karakteristik fisika, kimia, dan biologi didalamnya (Gore, 2004). Faktor fisika dikaitkan dengan proses fisika, seperti densitas, viskositas, bahan dan medium sedimentasi, energi air laut, energi kinetis pada angin, turbulensi dan arus ombak. Faktor kimia dikaitkan dengan proses kimia, seperti perubahan temperatur atau iklim, perubahan salinitas, derajat keasaman -kebasaan (pH), dan potensial oksida si-reduksi (eH), sedangkan faktor biologi dikaitkan aktivitas organisme ( struktur perubahan cangkang sebagai sedimen dan material organik (C -H)). Faktor biologi ini merefleksikan aspek fisika dan kimia suatu endapan, karena organisme sangat dipengaruhi ol eh kondisi tersebut. Lingkungan pengendapan dicirikan oleh parameter -parameter fisika, kimia, dan biologi tertentu yang menghasilkan suatu tubuh batuan sedimen dengan sifat -sifat tekstur, struktur, dan komposisi tertentu (Bogss, 1955). Hasil atau produk dari endapan lingkungan pengendapan, khususnya lingkungan pengendapan sedimen seperti lingkungan delta, fluvial, marine, desert , lacustrine dan lingkungan lainnya. Lingkungan pengendapan yang dominan proses fisikanya terbagi lagi menjadi dua macam unsur yakni, statis dan dinamis. Unsur statis termasuk kedalam pembahasan mengenai geometri cekungan; material pengendapan seperti gravel siliklastik, pasir, dan lempung; kedalaman air; dan temperatur. Unsur dinamis mencakup faktor -faktor seperti energi dan arah hembusan angin, aliran air, dan es; hujan; dan salju, yang kesemua hal tersebut mempengaruhi arus dan gelombang. Sementara dominasi proses kimia dalam suatu lingkungan pengendapan seperti salinitas, pH, Eh dan kandungan karbondioksida serta oksigen mempe ngaruhi proses kimiawi seperti presipitasi kimia dan pelarutan. Kontrol biologi dalam suatu lingkungan pengendapan dapat dirujuk sebagai pengaruh aktivitas organisme (pertumbuhan tanaman, penggalian, pelubangan, ingesti oleh organisme serta ekstraksi sili ka dan kalsium karbonat dari material cangkang) serta keterdapatan organisme sebagai material sedimen. Proses dan Produk Sedimen Dalam pembelajaran mengenai lingkungan pengendapan sangatlah penting untuk mengetahui perbedaan antara lingkungan pengendapan dan fasies pengendapan. Setiap lingkungan pengendapan dicirikan oleh parameter fisika, kimia dan biologi yang berpengaruh dalam menghasilkan fasies tersebut. Sehingga fasies sedimen merupakan suatu masa batuan sedimen yang dapat dibedakan berdasarkan geom etri, litologi, struktur sedimen, pola arus purba dan fosil. Jika dibandingkan dengan sedimen tertentu fasies dapat dihubungkan dengan lingkungan pengendapan moderen (Selley, 1985).

Karena fasies sedimen merupakan produk dari lingkungan pengendapan. Jadi salah satu permasalahan dalam menentukan sedimen purba adalah dengan melihat pada lingkungan pengendapannya ataupun sebaliknya. Sangatlah penting menentukan lingkungan pengendapan berdasarkan fasies pengendapannya dengan dasar desrkriptif dari sedimen yang ada. Deskripsi tersebut dapat melalui studi bawah permukaan melalui well log dan seismik serta data core dan cutting. Namun dapat pula melalui studi singkapan melihat litologi dan data paleontologi yang ada. Klasifikasi Lingkungan Pengendapan Terdapat tiga pembagian lingkungan pengendapan utama (Selley, 1988) , yaitu : 1. Lingkungan Darat ( Continental) 2. Lingkungan Transisi ( Transition) 3. Lingkungan Laut ( Marine) Setiap lingkungan pengendapan utama tersebut dapat terbagi lagi menjadi beberapa sub lingkungan. Pemaparan yang komprehensif mengenai lingkungan pengendapan salah satunya telah dilakukan oleh Crosby (1972). Namun pembagian menurut Crosby tersebut tidak begitu praktis karena mengandung terlalu banyak jenis lingkungan. Praktisnya klasifikasi lingkungan pengendapan adalah yang memiliki jumlah sub -lingkungan yang sederhana namun dapat digunakan untuk membedakan lingkungan satu dengan lainnya dengan menggunakan interpretasi lingkungan pengendapan yang ada. Berikut tabel yang membagi lingkungan pengendapan sec ara umum. Memang dalam pengklasifikasian lingkungan pengendapan terdapat banyak pendapat dan kepentingan. Sehingga suatu pengklasifikasian tidak semuanya dapat diterima oleh geologis maupun pihak lain yang menggunakan. Tabel 1 Penyederhanaan Klasifikasi L ingkungan Pengendapan (Boggs, 1995) Tempat Pengendapan Lingkungan Utama Sub-Lingkungan Utama Darat *Fluvial *Kipas Aluvial *Braided Stream *Meandering Stream *Gurun Lacustrine *Glasial Transisi *Deltaic *Delta Plain *Delta Front *Prodelta *Beach/barrier ba r *Estuarine/lagoonal Tidal Flat Laut Neritik Paparan **Organic reef Oceanik Slope Deep Ocean Floor * Dominan Pengendapan Siliklastik ** Dominan Pengendapan Karbonat

Catatan : Lingkungan tidak mutlak menandakan bahwa pengendapan yang terjadi adalah siliklastik, karbonat, evaporit atau campuran namun dipengaruhi juga oleh kondisi pengendapan. Lingkungan Pengendapan Darat Lingkungan darat merupakan lingkungan -lingkungan yang terdapat diwilayah darat . Para ahli geologi membagi lin gkungan pengendapan darat menjadi 4 jenis lingkungan : fluvial (kipas aluvial dan sungai), gurun, lakustrin dan glasial. Fasies yang terendapkan pada lingkungan darat didominasi oleh sedimen siliklastik yang dicirikan oleh jarangnya keterdapatan fosil dan tidak terdapatnya fosil laut. Sedimen non -siliklastik juga terdapat di lingkungan darat seperti batugamping airtawar dan evaporit. Beberapa sedimen darat memiliki nilai yang ekonomis. Pada lingkungan darat dapat mengandung jumlah yang cukup besar dari gas alam, minyak bumi, batubara, oil shale, dan uranium.

Gambar.1. Sketsa Lingkungan Pengendapan Darat A. Lingkungan Pengendapan Sistem Fluvial Merupakan pengendapan yang dihasilkan oleh aktivitas aliran sungai dan berasosiasi dengan proses gravitasi sedimen. Pengendapan dilingkungan sistem fluvial terjadi dalam kondisi iklim yang beragam dari mulai iklim gurun, lemba b sampai iklim dingin (glasial). Meskipun sub-lingkungan dari sistem fluvial banyak keterdapatannya, namun pembagian umumnya terbagi menjadi 3 sub -lingkungan, yaitu :  Lingkungan Pengendapan Sistem Kipas Aluvial

Lingkungan ini terbentuk karena adan ya wilayah dengan relief tinggi, seperti gunung atau gawir sesar. Pengendapannya berbentuk layaknya kipas pada dasar gunung. Kipas aluvial biasa terdapat pada wilayah arid atau semi -arid dimana curah hujan sedikit dan banyak terjadi erosi. Material sedimen yang terbentuk pada kipas aluvial biasanya kasar, kerikil dengan pemilahan buruk dan pasir.

Gambar 2. Kipas Aluvial  Sub-Lingkungan Pengendapan Sungai Menganyam ( Braided River) Lingkungan sungai menganyam ditandai dengan sub -aliran yang anastomoting yang memilki tingkat sinusitas yang lebih rendah dibandingkan sungai meander. Selain itu sungai menganyam juga dicirikan dengan banyaknya saluran ( channel) yang dipisahkan oleh bar atau pulau kecil. Produk sedimen dari sungai menganyam dimulai dari bagian dengan wilayah topografi tinggi berupa material kerakal dan berangsur berkurang ukuran butirnya seiring dengan gradasi ke arah hilir (relief rendah) sampai terendapkan material berukuran pasir.

Gambar 3. Sketsa Sungai Menganyam ( Braided River ) Sub-Lingkungan Pengendapan Meandering River Lingkungan sungai meander merupakan kelanjutan dari sungai menganyam k earah hilir dimana topografi bentangannya semakin landai sehingga terbentuklah saluran sungai yang memiliki sinusitas tinggi ( meandering ) dan hanya terdiri dari satu saluran utama. Sedangkan, tipe material sedimennya lebih halus ukurannya dibandingkan sung ai menganyam. Unsurunsur dari sungai meander antara lain saluran utama, point bar, tanggul alam, dan dataran limpah banjir. Tingkat erosi aliran sungai meandering terjadi secara lateral sehingga mendukung pembentukan saluran sungai yang berkelok -kelok. 

Gambar 4. Sungai Meandering

Erosi dari aliran sungai ini berarah ke thalweg -nya dan sebaliknya material sedimen diendapkan dibagian bank bersebrangan dengan bagian erosi.

B.

Gambar 5. Sketsa Sungai Meandering Beserta Elemen -elemennya. Lingkungan Pengendapan Lakustrin Lingkungan pengendapan lakustrin atau danau, terbentuk ditempat dengan topografi yang rendah dan distribusi air atau material sedimen kedalamnya. Material sedimen di lingkungan lakustrin umumnya berasal dari sungai da n/atau evaporasi di permukaan. Lakustrin merupakan daerah yang tidak berhubungan dengan laut dan umumnya merupakan lingkungan pengendapan dari sedimen klastik walaupun juga terdapat karbonat da material evaporit.

Gambar 6. Lingkungan Pengendapan Lakustrin Fasies yang terendapkan pada lingkungan ini dikontrol oleh kedalaman air, pasokan sedimen dan kimia air. Lingkungan lakustrin yang dangkal biasanya terendapkan batuan sedimen kasar meskipun karbonat dan endapan evaporit dapat juga mungkin terdapat. Di lingkungan yang lebih dalam terendapkan material suspensi dan arus turbidit yang berasal dari batas dengan wilayah lakustrin dangkal. C. Lingkungan Pengendapan Gurun Lingkungan gurun merupakan lingkungan dimana curah hujan sedikit serta minimnya vegetasi. Material di gurun tererosi dan tertransport oleh angin sehingga terakumulasi sebagai sedimen aeolian. Di lingkungan ini didominasi oleh endapan pasir yang berstruktur dune. Sand

dune umumnya silang siur, berpilah baik dan membundar baik, tanpa asosiasi dengan kerakal ataupun lempung.
D. Lingkungan Pengendapan Glasial Kondisi di lingkungan ini berupa iklim yang dingin dengan temperatur dibawah 0 0 . Presipitasi terjadi sebagai salju yang terakumulasi menjadi tubuh es yang permanen ataup un semi-permanen. Es sendiri merupakan agen erosi batuan yang kuat dan dapat mentransport detritus pada jarak yang cukup jauh sebelum akhirnya meleleh dan mengendapkan material sedimen pada wilayah glasial. Rekaman dari pengendapan sistem glasial dimulai p ada wilayah dataran tinggi dan tertransport menuju kedataran rendah sebagai endapan klastik mencapai lingkungan laut.

Lingkungan Pengendapan Transisi Lingkungan pengendapan transisi terletak diantara perbatasan lingkungan pengendapan darat dan laut. Wila yah ini tidak begitu luas, dan didominasi oleh proses aliran sungai, gelombang dan pasang-surut. Salinitas di daerah ini bervariasi mulai dari airtawar sampai supersaline. Banyak bagian dari lingkungan transisi didominasi oleh arus dan gelombang berenergi tinggi, meskipun beberapa lingkungan lagun dan estuarin didominasi oleh kondisi air -tenang. Kondisi berenergi tinggi ini menyebabkan salinitas dan temperatur bervariasi, sehingga merupakan tempat bertekanan tinggi untuk organisme. Maka, organisme yang tinggal di lingkungan transisi cenderung merupakan spesies dengan tingkat adaptasi dan toleransi yang tinggi. Tipe sedimen yang diendapkan di lingkungan ini bervariasi, termasuk konglomerat, batupasir, serpih, batuan karbonat, dan evaporit. Baik sedimen s iliklastik yang terendapkan melalui transportasi aliran sungai ke pinggiran pantai maupun endapan transisi juga banyak keterdapatannya. Lingkungan pengendapan transisi antara lain : delta; pantai, dataran tepilaut, dan dataran penghalang; estuarin, lagun, dan dataran pasang -surut.

Gambar 7. Lingkungan Pengendapan Transisi A. Lingkungan Pengendapan Delta Merupakan lingkungan transisi yang dicirikan oleh sedimen yang tertransport sampai bagian hilir sungai dan terendapkan pada batas pertemuan anta ra aliran sungai dan genangan air laut atau danau. Delta terbagi menjadi beberapa bagian :

  

Delta Plain : Delta Front : Pro-Delta :

Terdiri dari distributary channel dan masih terdapat pengaruh sistem fluvial maupun danau. Merupakan bagian yang lebih ke arah laut dan dicirikan dengan distributary mouth bar. Bagian yang paling distal dan sudah mulai memasuki perbatasan dengan laut dangkal.

Gambar 8. Pembagian Lingkungan Delta Sedimen lingkungan darat terbawa oleh aliran sung ai sampai ke mulut sungai. Lingkungan delta terpengaruh oleh besarnya aliran sungai, iklim dan energi yang berasosiasi dengan gelombang, yang kesemuanya mempengaruhi tipe dan distribusi sedimen di lingkungan delta. Sehingga pengaruh gelombang laut dan alir an sungai mempengaruhi bentukan dari delta, baik yang didominasi aliran sungai, gelombang laut, maupun pasangsurut.

Gambar 9 . Diagram Klasifikasi Delta

B. Lingkungan Pengendapan Pantai Pantai merupakan akumulasi pasir di temp at yang sempit dan berbentuk pararel dengan garis pantai dan sebagai tambahan dataran utama. Tubuh pantai berupa pasir yang dapat berpotongan dengan dataran utama, estuarin, delta, dan lagun. Sedangkan pulau penghalang atau barrier island hampir sama dengan dataran pantai namun terpisah dari dataran oleh lagun, estuarin atau rawa. Pulau penghalang ini terbentuk oleh saluran pasangsurut. Pantai juga terdapat pada sistem delta, lingkungan laut atau bahkan lakustrin yang tidak terdapat hubungan dengan delta. C. Lingkungan Pengendapan Estuarin/Lagun Estuarin merupakan lokasi pengendapan pada mulut sungai dimana terdapat pencampuran dengan airlaut, lingkungan ini juga terpengaruh oleh pasangsurut dan merupakan lokasi terendapnya sedimen klastik. D. Lingkungan Pengenda pan Dataran Pasangsurut Dataran pasangsurut terbentuk umumnya pada garis pantai mesotidal atau mikrotidal dimana tidak terdapat gelombang yang kuat. Lingkungan ini berkembang pada wilayah sepanjang pantai yang berelief rendah dan energi gelombangnya renda h dan terlindungi oleh dataran penghalang maupun terumbu. Keterdapatannya mencakup daerah estuarin, belakang dataran penghalang dan delta. Sedimen yang terendapkan berupa sedimen klastik lempungan ataupun pasiran yang dipengaruhi oleh pasangsurut. Lingkungan Pengendapan Laut Lingkungan laut mencakup semua wilayah di samudera dan di lautan. Lingkungan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman air laut serta tipe sedimen yang mengendap (Gore, 2003).

Gambar 10. Lingkungan Pengendapan Laut Arus yang terdapat di laut berasal dari pengaruh angin, densitas air, temperatur, variasi salinitas dan gaya pasangsurut. Pengaruh gelombang ini berdampak kepada kedalaman air sampai beberapa meter mencapai tingkatan yang lebih dalam, selama energi yang lebih tinggi mempengaruhi dasar laut.

A. Lingkungan Pengendapan Laut Dangkal Lingkungan pengendapan ini mencakup akumulasi dar i sedimen klastik yang tertransport dari daratan serta sedimentasi batuan karbonat yang berasal dari keterdapatan organisme yang hidup di laut. Sedimen yang terendapkan di lingkungan laut dangkal sangat beraneka ragam. Material sedimen klastik terdistribus i dan terpisahkan pada fasies pengendapan yang berbeda oleh arus pasangsurut, gelombang, badai dan arus laut Proses yang sama juga berpengaruh terhadap sedimen karbonat yang banyak keterdapatannya pada kondisi iklim, kedalaman air, dan produksi organisme t ertentu (Nichols,1999).  Lingkungan Laut Dangkal Siliklastik Lingkungan ini dicirikan dengan adanya pengendapan detritus pada kedalaman sedang (10-200m), atau dekat dengan daratan, dipengaruhi pasangsurut, gelombang, angin atau badai yang mendominasi gaya g erak sedimen. Sedimen yang terendapkan termasuk bersal dari estuarin, dataran pasangsurut, endapan badai, pulau penghalang, dan garis pinggir pantai (Satyana, 2005).  Lingkungan Laut Dangkal Karbonat Lingkungan ini dicirikan dengan pengendapan karbonat yang dipengaruhi oleh proses biokimia pada laut dangkal (<100m). Wilayah dengan sedimentasi kabonat dikenal dengan carbonat platform. Platform terdapat pada wilayah di paparan daratan yang terbentang di garis pantai sampai pada wilayah epikontinental laut B. Lingkungan Pengendapan Laut Dalam Lingkungan laut dalam merupakan daerah terbesar yang menyusun permukaan bumi dengan kedalaman lebih dari 200m. Sekitar 65% dari permukaan bumi mencakup continental slope, continental rise, palung laut dalam, dan dasar laut yan g dalam (Nichols, 2001). Pada lingkungan laut dalam, dipermukaannya banyak terdapat organisme namun dibawah zona photik organismenya lebih sedikit. Sedimen laut dalam memang lebih sedikit keterdapatannya dibandingkan dengan sedimen laut dangkal. Namun per kecualian untuk lingkungan kipas laut dalam yang dekat dengan kemiringan, dimana rata -rata sedimen terderivasi oleh arus turbidit yang dapat bergerak 10m/1000tahun dan produk arus turbidit dapat mencapai ketebalan ribuan meter. Sedimen yang terendapkan pad a lingkungan ini adalah tubuh pasir yang sangat tebal. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lingkungan laut dalam dapat terbagi menjadi : 

Continental Slope, terbentang mulai dari paparan dengan kedalaman 130m sampai permulaan dasar laut. Batas bawahny a terletak pada kedalaman 1500 -4000m,

tetapi pengecualian pada palung dalam dapat terbentang mencapai 10000m dan semakin kearah laut kedalamannya semakin bertambah (Boggs, 1995). Continental Rise dan Cekungan Laut Dalam , wilayah ini mencakup bagian laut dalam yang berada di bagian distal dari continental slope. Wilayah ini mencakup 80% lingkungan lantai samudera. Bag ian terdalam dari samudera terbagi menjadi dua komponen fisiografis yakni : lantai samudera dan oceanic ridge.

Gambar 11. Lingkungan Laut Dalam Dari Penyusun : Penekanan pada sub bab sebelumnya adalah pada proses sedimentasi, struktur sedimen, lingkungan pengendapan dan ciri fisik batuan sedimen itu sendiri. Secara garis besar bahasan sebelumnya terfokus pada berbagai aspek dalam batuan sedimen. Namun penekanan dalam bab ini tidak hanya tentang proses sedimentasi dan ciri fisi k batuan sedimen yang detil, tetapi juga bermaksud untuk membahas skala yang lebih besar secara vertikal dan hubungan yang menyeluruh secara lateral antara satuan -satuan dalam batuan sedimen yang dapat terangkum dalam pembahasan ciri fisik litologi, karakt eristik paleontologi, hubungan antar umur serta posisi geografi dan distribusinya. Kesemua hal tersebut termasuk kedalam disiplin ilmu stratigrafi. III. Stratigrafi Stratigrafi merupakan ilmu yang mempelajari perlapisan atau urut -urutan batuan berdasarkan karakteristik batuan yang membedakan waktu pengendapan yang berbeda. Selain itu stratigrafi terkait dengan hubungan antar perlapisan batuan, succession of beds , korelasi perlapisan suatu daerah bahkan perlapisan dalam cakupan yang lebih luas seperti anta r benua dan penyusunan urutan lapisan -lapisan dalam kolom geologi. Pengertian mengenai prinsip dan terminologi dalam stratigrafi sangatlah penting dalam studi geologi secara keseluruhan, karena stratigrafi menyediakan kerangka yang sistematik dalam pembelajaran geologi khususnya studi sedimentologi. Stratigrafi dapat menjadi alat bantu geologist dalam merangkum komposisi sedimen, tekstur, struktur, dan kenampakan lainnya dalam suatu pemahaman, untuk kemudian dapat diinterpretasikan kedalam aspek -aspek yang lebih luas. Seperti studi sejarah bumi, pencarian minyak dan gas, mineral tambang dsb. Selain itu stratigrafi penting dalam studi rekonstruksi lempeng (plate tectonics ), dan penjelasan tentang sejarah pergerakan kerak benua dan samudera, pergerakan bata s garis pantai (transgresi dan regresi).

Sejarah Perkembangan Stratigrafi Pada tahun 1960an, disiplin ilmu stratigrafi masih banyak membahas tentang penamaan stratigrafi itu sendiri; konsep yang masih klasik adalah penamaan hubungan litostratigrafi, kronostratigrafi dan biostratigrafi pada suatu wilayah; serta korelasinya antar satu wilayah dengan yang lainnya.  Litostratigrafi Berhubungan dengan litologi atau ciri fisik dari suatu lapisan dan hubungan satuan -satuan stratigrafinya berdasarkan karakteristi k litologi.  Kronostratigrafi Berhubungan dengan umur lapisan batuan dan hubungan waktunya.  Biostratigrafi Merupakan studi tentang batuan berdasarkan kandungan fosilnya. Kemudian masih pada 1960an, pendekatan klasik terhadap stratigrafi diperbaharui ole h Weller dengan bukunya Stratigraphic Principle and Practice. Prinsip-prinsip yang ia kembangkan merupakan tulangpunggung dari stratigrafi sekarang ini, namun sekarang siswa harus mengerti prinsip dasar dari stratigrafi. Kita harus mengerti hubungan anta ra stratigrafi dengan sistem pengendapan serta hubungan antara aplikasi stratigrafi dengan prinsip sedimentologi untuk menginterpretasikan lapisan dalam konteks lempeng tektonik global. Pada 1970an, berkembang konsep urut -urutan pengendapan, yang membahas paket lapisan yang dibatasi oleh ketidakselarasan, yang kemudian berkembang menjadi disiplin ilmu sekuen stratigrafi . Selain itu ada pula perkembangan dari stratigrafi yang memberikan kontribusi penting dalam pembelajaran hubungan fisik stratigrafi, umur , dan lingkungan dari lapisan dibawah permukaan serta sedimen di samudera, yaitu magnetostratigrafi, yang berhubungan dengan ciri fisik magnet dari suatu batuan sedimen dan batuan vulkanik yang berlapis, dan seismik stratigrafi, yang merupakan studi strati grafi dan fasies pengendapan berdasarkan interpretasi data seismik. Dalam subbab ini akan lebih banyak dibahas prinsip -prinsip dasar dari stratigrafi itu sendiri. Prinsip-prinsip Dasar Stratigrafi Dalam pembelajaran stratigrafi permulaannya adalah pada prinsip-prinsip dasar yang sangat penting aplikasinya sekarang ini. Sebagai dasar dari studi ini Nicolas Steno membuat empat prinsip tentang konsep dasar perlapisan dikenal sekarang dengan Stenos Law Empat prinsip Steno tersebut adalah : 1. The Principles of Superposition (Prinsip Superposisi) Dalam suatu urutan perlapisan, lapisan yang lebih muda berada diatas lapisan yang lebih tua. "...pada waktu suatu lapisan terbentuk (saat terjadinya pengendapan), semua masa yang berada diatasnya adalah fluida, mak a, pada saat suatu lapisan yang lebih dulu terbentuk, tidak ada keterdapatan lapisan diatasnya." Steno, 1669.

Gambar. Kolom Stratigrafi 2. Principle of Initial Horizont ality Lapisan terendapkan secara horizontal dan kemudian terdeformasi menjadi beragam posisi. "Lapisan baik yang berposisi tegak lurus maupun miring terhadap horizon, pada awalnya pararel terhadap horizon." Steno, 1669. 3. Lateral Continuity Suatu lapisan dapat diasumsikan terendapkan secara lateral dan berkelanjutan jauh sebelum akhirnya terbentuk sekarang. "Material yang membentuk suatu perlapisan terbentuk secara menerus pada permukaan bumi walaupun beberapa material yang padat langsung berhenti pada saat mengalami transportasi." Steno, 1669 4. Principle of Cross Cutting Relationship Suatu hal (sesar atau tubuh intrusi) yang memotong perlapisan selalu berumur lebih muda dari batuan yang diterobosnya "Jika suatu tubuh atau diskontinuitas memotong perlapisan, tubuh tersebut pasti terbentuk setelah perlapisan tersebut terbentuk." Steno, 1669.

William Smith (1769 -1839) seorang peneliti dari Inggris. Smith adalah insinyur yang bekerja disebuah bendungan, ia mengemukakan Teori biostratigrafi dan korelasi stratigr afi. Smith mengungkapkan dengan menganalisa keterdapatan fosil dalam suatu batuan, maka suatu lapisan yang satu dapat dikorelasikan dengan lapisan yang lain, yang merupakan satu perlapisan. Dengan korelasi stratigrafi maka dapat diketahui sejarah geologiny a pula. Dalam studi hubungan fosil antar perlapisan batuan, ia pun menyimpulkan suatu hukum yaitu Law of Faunal Succession , pernyataan umum yang menerangkan bahwa fosil suatu organisme terdapat dalam data rekaman stratigrafi dan dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejarah geologi yang pernah dilauinya. Jasanya sebagai pencetus biostratigrafi membuat ia dikenal dengan sebuatan Bapak Stratigrafi. Ahli Stratigrafi lain seperti DOrbigny dan Albert Oppel juga berperan besar dalam perkembangan ilmu stratigrafi. DOrbigny mengemukakan suatu perlapisan secara sistematis

mengikuti yang lainnya yang memiliki karakteristik fosil yang sama. Sedangkan Oppel berjasa dalam mencetuskan konsep Biozone. Biozone adalah satu unit skala kecil yang mengand ung semua lapisan yang diendapkan selama eksistensi/keberadaan fosil organisme tertentu. Kedua orang inilah yang juga mencetuskan pembuatan standar kolom stratigrafi.

Litostratigrafi Litostratigrafi berhubungan dengan studi dan susunan lapisan berdasa rkan karakteristik litologi. Terminologi litologi digunakan oleh banyak geologist dengan dua macam cara, antara lain :  Litologi, merupakan pembelajaran dan deskripsi dari karakteristik fisik dari batuan khususnya pada batuan sampel dan di singkapan (Bates dan Jackson, 1980).  Litologi, merupakan karakteristik fisik seperti : tipe batuan, warna, komposisi mineral, dan ukuran butir. Berdasarkan hal tersebut kita dapat mendefinisikan satuan litologi sebagai satuan batuan yang didasarkan dengan karakteristik fisik sedangkan litostratigrafi berkaitan dengan studi mengenai hubungan stratigrafi antara lapisan yang dapat diidentifikasi berdasarkan litologi. Tipe Satuan litostratigrafi Satuan litostratigrafi merupakan tubuh batuan sedimen, beku, metasedimen atau metamorf yang dibedakan berdasarkan karakteristik litologi. Satuan litostratigrafi ini dapat dikenali berdasarkan karakteristik batuan yang dapat diteliti. Batas antara setiap satuan yang berbeda dapat diidentifikasi secara jelas dengan adanya kontak atau dapat dideskripsikan secara arbitrer karena bersifat gradasional. Pembedaan satuan stratigrafi ini didasarkan oleh stratotipe (tipe satuan yang ditentukan), dapat terdiri dari batuan yang ada, lokasi ditemukan; singkapan, penggalian, daerah tambang atau lubang bor, yang kesemuanya mengacu pada kriteria batuan. Di lapangan satuan stratigrafi yang terdiri dari hanya satu litologi saja jarang ditemukan. Umumnya satuan-satuan tersebut terdiri dari beberapa litologi yang saling berhubungan dan berbatasan.Hal yang penting adalah membedakan dan memahami kontak antara litologi tersebut secara vertikal dan lateral. Satuan litostratigrafi yang paling mendasar antara lain :  Formasi, merupakan satuan stratigrafi yang secara litologi dapat dibedakan dengan jelas dan dengan skala yang cukup luas cakupannya untuk dipetakan di permukaan atau ditelusuri dibawah permukaan. Formasi dapat terdiri dari satu litologi atau beberapa litologi yang berbeda.  Anggota, merupakan bagian dari formasi (formasi dapat terbagi menjadi be berapa satuan stratigrafi yang lebih kecil yang disebut anggota).  Perlapisan, merupakan bagian dari anggota (anggota dapat terbagi menjadi beberapa satuan stratigrafi yang lebih kecil yang disebut perlapisan).  Kelompok/Grup, kombinasi dari beberapa formasi .  Supergrup, kombinasi dari beberapa kelompok. Pengelompokan satuan stratigrafi menjadi satuan litostratigrafi yang lebih spesifik cakupannya dapat berguna untuk menelusuri dan mengkorelasikan lapisan baik pada singkapan dan di bawah permukaan.

Kontak Stratigrafi Satuan-satuan litologi yang berbeda terpisahkan satu sama lainnya oleh kontak, yang permukaannya dapat berupa bidang datar atau tidak beraturan (ireguler) diantara tipe batuan yang berbeda. Lapisan yang berurutan secara vertikal dapat dikata kan selaras atau tidak selaras tergantung dari kemenerusan pengendapan. Lapisan yang memiliki kontak selaras dicirikan dengan susunan pengendapan yang tidak rusak (menerus), umumnya terendapkan secara pararel. Permukaan yang memisahkan lapisan yang selar as ini disebut keselarasan (conformity), yang merupakan suatu permukaan yang memisahkan lapisan yang lebih muda dengan lapisan batuan yang lebih tua namun disepanjang bidangnya tidak terdapat bukti dari periode non deposisi. Karena kontak yang selaras meng indikasikan tidak ada jeda pengendapan yang signifikan atau hiatus. Hiatus merupakan jeda atau pemotongan kontinuitas dari pengendapan pada suatu rekaman waktu geologi. Hiatus mewakili periode waktu geologi dimana tidak terdapat sedimen atau lapisan yang terbentuk. Sementara kontak antara lapisan yang tidak menerus dengan lapisan dibawahnya pada rentang waktu tertentu, atau tidak sesuai kemenerusannya sebagai satu bagian, disebut tidakselaras. Suatu ketidakselarasan meripakan permukaan yang terbentuk seba gai hasil erosi atau nondeposisi, yang memisahkan lapisan yang lebih muda dengan lapisan yang lebih tua, yang mewakili adanya hiatus. Ketidakselarasan menunjukkan sedikitnya kontinuitas dari pengendapan dan berkaitan dengan periode nondeposisi, pelapukan atau erosi, baik secara subaerial maupun subakueous. Selain terdapat secara vertikal, kontak juga terdapat secara lateral pada satuan litostratigrafi yang saling berbatasan. Kontak ini terbentuk antara satuan batuan dari umur yang sama dan terdiri dari li tologi yang berbeda serta menunjukkan kondisi lingkungan pengendapan yang berbeda. Selain itu ada pula kontak secara lateral yang disebabkan oleh patahan setelah terjadinya pengendapan. Kontak antara tubuh yang berbatasan secara lateral dapat bergradasi, m elidah ( intertonguing ) ; pinching atau wedging. Kontak Selaras Kontak antara lapisan yang selaras dapat berupa :  Kontak Tegas, merupakan hasil dari perubahan yang jelas dan tiba -tiba dari litologi yang berbeda. Umumnya terjadi pada pengendapan bidang pe rlapisan primer yang terbentuk sebagai hasil dari perubahan kondisi pengendapan lokal. Kontak tegas juga dapat disebabkan oleh alterasi kimia setelah pengendapan yang mengakibatkan perubahan warna dikarenakan proses oksidasi dan reduksi dari mineral yang mengandung besi, serta perubahan ukuran butir disebabkan oleh rekristalisasi atau dolomitisasi atau perubahan yang diakibatkan sementasi oleh mineral silika atau karbonat.  Kontak Gradasional, disebut kontak gradasional jika perubahan dari satu litologi ke yang lain memiliki tanda yang kurang jelas dibanding kontak tegas. Kontak gradasional dapat terbagi lagi menjadi beberapa tipe :

1. Kontak Progresif, terjadi ketika satu litologi bergradasi dengan litologi lainnya secara progresif, kurang lebihnya bergradasi s ecara seragam pada ukuran butir, komposisi mineral, atau karakteristik fisika. Contohnya : Batupasir secara progresif bergradasi menjadi batulempung kearah atas atau batupasir kuarsa berubah menjadi batupasir arenit secara progresif kearah atas. 2. Kontak Interkalatif, merupakan kontak gradasional yang terjadi karena bertambahnya perselingan antara beberapa litologi.

Kontak Tidak Selaras Terdapat empat tipe dari kontak tidak selaras yang dapat dikenali, antara lain : 1. Angular Unconformity 2. Disconformity 3. Paraconformity 4. Nonconformity

Ketidakselarasan dikenali berdasarkan keterdapatan suatu hubungan yang menyudut antara lapisan yang tidak selaras, keterdapatan permukaan erosional yang memisahkan lapisan, dan keaslian batuan dibawah permukaan ketidakselarasan. Berikut akan dibahas satu persatu tipe ketidakselarasan, 3 tipe pertama terjadi antara tubuh batuan sedimen dan tipe terakhir (nonconformity) terjadi antara batuan sedimen dan metamorf atau batuan beku. 1. Angular Unconformity Merupakan suatu tipe ketidaks elarasan dimana sedimen yang lebih muda terendapkan diatas permukaan erosi dari batuan yang lebih tua dimana sebelumnya batuan tersebut mengalami pengangkatan atau perlipatan, maka, batuan yang lebih tua tersebut memiliki dip yang berbeda, umumnya lebih cu ram, membentuk sudut dengan batuan yang lebih muda. 2. Disconformity Kenampakannya berupa suatu permukaan ketidakselarasan atas dan bawah dari bidang perlapisan yang secara umum pararel dan kontak antara lapisan yang lebih tua dan mudanya ditandai oleh perm ukaan erosional yang jelas, ireguler, atau tidak lazim. 3. Paraconformity

Merupakan ketidakselarasan yang tidak tampak dengan jelas, karena dicirikan oleh lapisan atas dan bawah bidang ketidakselarasan yang pararel dan tidak terdapat permukaan erosional at au bukti fisik lainnya dari suatu ketidakselarasan yang jelas. Paraconformity tidak dapat dengan mudah dikenali dan harus diidentifikasi berdasarkan jeda antara rekaman batuan (disebabkan periode nondeposisi atau erosi). Ditentukan dari bukti paleontologi seperti keterdapatan suatu zona fauna atau perubahan fauna yang jelas tampak. 4. Nonconformity Nonconformity terbentuk antara batuan sedimen dan batuan beku yang berumur lebih tua atau batuan metamorf yang masif, yang telah terekspos, tererosi, sampai akhir nya tertimbun oleh sedimen. Kontak Lateral Satuan stratigrafi juga memiliki batas lateral yang jelas. Batasan tersebut tidaklah selalu terbentang secara lateral dan planar tapi dapat pula berterminasi (menunjukkan pola -pola tertentu), baik secara jelas sebagai hasil dari erosi atau bergradasi oleh perubahan litologi yang berbeda. Macam -macam kontak lateral antara lain : 1. Pinch Out Perubahan litologi secara lateral yang dicirikan oleh penipisan litologi tertentu secara progresif sampai akhirnya hilang dan berganti menjadi litologi lainnya. 2. Intertonguing Pemisahan lateral dari satuan litologi pada banyak satuan -satuan stratigrafi yang tipis dan menjorok kedalam litologi lainnya secara tidak beraturan. 3. Gradasi Lateral Progresif Sama dengan gradasi vertikal progresif pada kontak vertikal.

Hubungan Stratigrafi dan Waktu Geologi Terdapat dua penjelasan yang berbeda tentang stratigrafi, antara lain : 1. Waktu Geologi, yang meliputi jutaan tahun yang lampau sejak keterbentukan bumi. 2. Bukti Material Batuan, Miner al dan Fosil, untuk kejadian -kejadian dalam sejarah bumi. Kejadian-kejadian tersebut digambarkan dalam terminologi waktu dan penentuan waktu yang berjalan pada setiap material geologi, sehingga kedua penjelasan diatas saling berhubungan. Namun dari pandangan keilmuan yang objektif kedua konsep tersebut tetap terpisah dan sangat penting keberadaannya.

Waktu Geologi Alur waktu sejak terbentuknya bumi terbagi menjadi satuan -satuan geokronologi, yang merupakan pembagian waktu dalam tahun atau dalam penamaan tertentu yang merepresentasikan waktu tertentu.

Hierarki dari waktu geologi telah ditetapkan, berikut dari periode terpanjang sampai terpendek :  Eon Merupakan periode waktu terpanjang, terbagi menjadi 3 eon : Arkeozoikum, Proterozoikum dan Fanerozoikum  Era Eon terbagi lagi menjadi beberapa era, Fanerozoikum terbagi menjadi Paleozoikum, Mesozoikum, dan Kenozoikum  Period Merupakan bagian dari era, contohnya Mesozoikum terbagi menjadi Triasik, Jura, Kapur  Epoch Pembagian selanjutnya dari periode contohny a ; Awal Kapur, Pertengahan Kapur dan Akhir Kapur  Age Merupakan pembagian akhir yang hanya terdiri dari rentang beberapa juta tahun.

Material Satuan Stratigrafi Kontras dengan waktu geologi, satuan stratigrafi didasarkan pada kesatuan materialnya. Ada lima tipe dasar dari material stratigrafi yang dapat dikenali, antara lain : Litostratigrafi Melengkapi pembahasan tentang litostratigrafi sebelumnya, bahwa satuan litostratigrafi dapat didefinisikan sebagai suatu tubuh batuan yang dapat dibedakan berda sarkan karakteristik litologi dan posisi stratigrafi relatif terhadap tubuh batuan lainnya.  Kronostratigrafi Merupakan suatu tubuh batuan yang batas atas dan bawahnya memiliki permukaan yang isokron (memiliki kesamaan waktu). Suatu permukaan yang isokron terbentuk pada waktu yang sama dimanapun. Satuan kronostratigrafi dibedakan dengan menentukan umur -umur dari batuan -batuan yang ada baik langsung melalui perhitungan isotop atau dengan kalibrasi informasi biostratigrafi. Satuan kronostratigrafi merupakan kesatuan fisik bukanlah konsep abstrak, yang memiliki persamaan langsung dengan satuan waktu geologi.  Aplikasi Kronostratigrafi Salah satu tujuan dari analisis sedimentologi dan stratigrafi suatu batuan adalah untuk melakukan rekonstruksi lingkungan pur ba. Untuk dapat merekonstruksi lingkunganpurba pada waktu lampau sangatlah penting untuk mengetahui lingkungan pengendapan yang terdapat pada waktu tersebut. Hal ini memerlukan pengetahuan kronostratigrafi. Untuk membandingkan batuan yang terbentuk pada li ngkungan yang berbeda pada waktu yang sama dalam suatu urutan batuan di suatu cekungan pengendapan. Lingkungan pengendapan ditentukan melalui fasies sedimen yang ada pada waktu tertentu dan digunakan untuk merekonstruksikan paleogeografi. Dengan runtutan permukaan kronostratigrafi pada suatu tubuh batuan adalah mungkin untuk membuat suatu seri rekonstruksi dan untuk membentuk suatu model dari evolusi lingkunganpurba.

Biostratigrafi Satuan biostratigrafi merupakan suatu tubuh batuan yang dibedakan dan di cirikan dengan kandungan fosilnya atau kandungan organisme. Kandungan fosil digunakan untuk menentukan posisi batuan pada suatu urut -urutan perlapisan relatif terhadap batuan lainnya.  Alostratigrafi Satuan alostratigrafi merupakan suatu tubuh batuan yang dibedakan berdasarkan posisinya relatif terhadap ketidakselarasan atau permukaan lainnya yang merefleksikan perubahan dasar selama pengendapan. Sekuen Stratigrafi merupakan pendekatan pendekatan alostratigrafi dalam membedakan material satuan stratigraf i.  Magnetostratigrafi Merupakan suatu tubuh batuan yang menunjukkan karakteristik magnetik yang berbeda antar tubuh batuan yang saling berbatasan pada suatu urutan stratigrafi. 

Dating (Relative) Dating (Absolute) Past Environments Sub-Surface Investigations

Stratigraphy Radiocarbon Sedimentology Geophysical

Pollen Stratigraphy Pollen Analysis

Tidal Rhythmites TL/OSL Diatom Analysis

Typology Palaeomagnetics Foraminifera

Archaeological Coring & Boreholes

BAB VII BATUAN METAMORF Pengertian Batuan Metamorf Metamorfisme adalah proses yang menyebabkan perubahan tekstur, perubahan mineralogi atau keduanya yang terjadi pada batuan dengan limit bawahnya diagenesis dan pelapukan dan limit atasnya adalah melting (peleburan). Proses perubahan tekstur yang tidak diiringi dengan perubahan mineralogi ada dua macam yaitu Cataclastic dan Recrystalization. Cataclastic yaitu proses penghancuran dan pemecahan butiran pada batuan. Recrystalization adalah proses penyusunan kembali crystal lattice dan hubungan dalam butir melalui migrasi ion dan deformasi lattice, tanpa disertai penghancuran butiran. Neocrystalization adalah proses yang menghasilka n mineral baru yang tidak terdapat pada batuan metamorf sebelumnya. Proses yang serupa terjadi juga selama diagenesis. Jadi metamorfisme sama dengan diagenesis, tetapi hanya meliputi proses yang terdapat diluar kondisi permukaan (P dan T rendah). Batuan metamorf adalah batuan dengan tekstur dan mineral yang merefleksikan Cataclastic, Recrystalization atau Neocrystalization sebagai respon terhadap kondisi yang berbeda dari pembentukan batuan tersebut dan prosesnya diantara diagenesis dan anatexis . Batuan asal (protolith) dari batuan metamorf ini bisa berasal dari batuan beku, batuan sedimen bahkan batuan metamorf dengan derajat yang lebih rendah.

Agen Metamorfisme Agen metamorfisme yaitu tekanan, deviatoric, temperatur stress dan cairan kimia aktif. Pada umumnya, ketika batuan masuk pada kondisi yang berbeda, mineral dan teksturnya menjadi tidak stabil sehingga terjadilah perubahan pada salah satu atau keduanya sehingga terjadilah kestabilan pada kondisi yang baru. Ketika batuan metamorf mencapai permukaan a kibat erosi atau proses lainnya, mineral dan tekstur batuan metamorf tersebut menjadi tidak stabil, tetapi tidak cukup energi untuk merubah batuan tersebut menjadi batuan asalnya (protolith). Tekanan Stress didefinisikan sebagai Gaya dibagi Luas (F/A), te kanan adalah stress yang seragam pada berbagai arah . Tekanan ini diakibatkan oleh tekanan fluida yang terperangkap ( PFluid, PH2O, PCO2) dan tekanan batuan yang berada diatasnya ( PLoad) atau tekanan Lithostatic. Deviatoric Stress Merupakan stress yang tidak seragam pada arah yang berbeda yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu :  1 (stress maximum)  2 (stress intermediet)  3 (stess minimum) Deviatoric stress terbagi menjadi tiga macam yaitu : Commpression Tension

Shear

Deviatoric stress ini mengakibatkan terbentuknya foliasi akibat penyusunan butir mineral secara parallel

Temperatur Batas atas temperatur dalam proses metanorfisme tergantung dari beberapa ko ndisi diantaranya kering atau basahnya batuan dan komposisi batuan. Untuk batuan ultramafic atau ultrabasic dalam keadaan kering batas atasnya berkisar antara 1200 sampai 2000 0C. Untuk batuan granitik basah batas atasnya sebesar 600 0C. Batas bawah temperatur sehingga terjadi proses metamorfisme belum begitu diketahui. Diagenesis dan pelapukan berahir dan metamorfisme dimulai ketika mineral baru yang tidak stabil di permukaan terbentuk. Reaksi pembentukan meineral ini diperlirakan mulai pada suhu 100 0C. Fluida Kimia Aktif Tipe Metamorfisme Berdasarkan area atau volume : 1. Metamorfisme lokal. Metamorfisme terjadi pada volume batuan yang relative kecil (kurang dari 100 km 3) 2. Metamorfisme Regional. Terjadi pada batuan dengan volume ribuan kilometer kubik. Berdasarkan agen metamorfismenya : 1. Metamorfisme Kontak, yaitu metamorfisme dengan ag en utamanya adalah temperatur dan terjadi karena intrusi batuan beku terhadap batuan dangkal yang l ebih dingin, biasanya terjadi pada skala lokal. Kontak ini disebut juga kontak au reole. 2. Metamorfisme dinamik, yaitu metamorfisme yang terjadi karena deviatorik stress. Metamorfisme dinamik lokal terjadi pada zona sesar, ataupun pada derah yang terkena jatuhan meteorit. Metamorfisme dinamik regional terjadi pada daerah yang cukup luas seperti pada zona akresi di batas konvergen lempeng. 3. Metamorfisme static, yaitu metamorfisme akibat tekanan lithostatik yang terjadi pada kedalaman yang besar, pada tumpukan sediment di benua, fore arc basin dan palung. 4. Metamorfisme dinamotermal, merupakan metamorfisme yang paling banyak dan terjadi oleh kombinasi tekanan dan temperature. Tekstur batuan metamorf Tekstur Foliasi, yaitu adanya kesejajaran orientasi mineral yang memberikan adanya pelapisan, penyerpihan, dan kenampakan kelurusan. Tekstur foliasi kuat dibedakan menjadi :  Tekstur slaty, butirannya sangat halus (< 0,1 mm), kelurusan pada orientasi planar dan subplanar, pecahannya berlembar. Contoh batuannya adalah slate  Tekstur Phylitic, berbutir sangat halus sampai halus (< 0,5 mm), contoh batuann ya adalah Phylite  Tekstur schistose. Berbutir halus sampai sangat kasar (> 1 mm). Contoh batuannya adalah schist

 Tekstur Gneissose. Berbutir halus sampai sangat kasar, memperlihatkan perlapisan akibat perbedaan mineralogi.

Tekstur Batuan Metamorf

BAB VIII STRUKTUR GEOLOGI Bagian 4 GEOLOGI STRUKTUR PENGERTIAN Geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari geometri (struktur) pada batuan serta berbagai mekanisme (gaya-gaya) yang menyebabkan terbentuknya geometri -geometri tersebut.Struktur struktur geologi yang ada di muka bumi ini umumnya sesuai dengan sifat pergerakan tektonik lempeng yang ada dI daerah tersebut.Struktur geologi sendiri dapat dibagi menjadi tiga,yaitu: I Lipatan II Kekar III Sesar I. I.1 LIPATAN DEFINISI Terdapat beberapa definisi lipa tan menurut ahli geologi struktur, antara lain : 1. Hill (1953). Lipatan merupakan pencerminan dari suatu lengkungan yang mekanismenya disebabkan oleh dua proses, yaitu bending (melengkung) dan buckling (melipat). Pada gejala buckling,

gaya yang bekerja sejaj ar dengan bidang perlapisan, sedangkan pada bending , gaya yang bekerja tegak lurus terhadap bidang permukaan lapisan. 2. Billing (1960) Lipatan merupakan bentuk undulasi atau suatu gelombang pada batuan permukaan.

3.

Hob (1971) Lipatan akibat bending , terjadi apabila gaya penyebabnya agak lurus terhadap bidang lapisan (gambar 2.1), sedangkan pada proses buckling , terjadi apabila gaya penyebabnya sejajar dengan bidang lapisan (gambar 2.1). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa pada proses buckling terjadi perubah an pola keterikan batuan, dimana pada bagian puncak lipatan antiklin, berkembang suatu rekahan yang disebabkan akibat adanya tegasan tensional (tarikan) sedangkan pada bagian bawah bidang lapisan terjadi tegasan kompresi yang menghasilkan Shear Joint . Kondisi ini akan terbalik pada sinklin.

4.

Park (1980) Lipatan adalah suatu bentuk lengkungan ( curve) dari suatu bidang lapisan batuan.

Gb 4.1 mekanisme Buckling dan

Bending

I.2

UNSUR-UNSUR LIPATAN 1. Plunge, sudut yang terbentuk oleh poros dengan horizontal pada bidang vertikal. 2. Crest, daerah tertinggi dari suatu lipatan biasanya selalu dijumpai pada antiklin 3. Trough, daerah terendah pada suatu lipatan, selalu dijumpai pada sinklin. 4. Limb (sayap), bagian dari lipatan yang terletak Downdip (sayap yang dimulai dari lengkungan maksimum antik lin sampai hinge sinklin), atau Updip (sayap yang dimulai dari lengkungan maksimum sinklin sampai hinge antiklin). Sayap lipatan dapat berupa bidang datar ( planar ), melengkung ( curve), atau bergelombang ( wave). 5. Hinge Point, titik yang merupakan kelengkung an maksimum pada suatu perlipatan. 6. Hinge Line, garis yang menghubungkan Hinge Point pada suatu perlapisan yang sama. 7. Hinge Zone, daerah sekitar Hinge Point. 8. Axial Line, garis khayal yang menghubungkan titik -titik dari lengkungan maksimum pada tiap permu kaan lapisan dari suatu struktur lapisan. 9. Axial Plane, bidang sumbu lipatan yang membagi sudut sama besar antara sayap sayap lipatannya.

Gb 4.2 unsur-unsur lipatan I.3 GEOMETRI Secara umum lipatan dapat dibagi menjadi dua,yaitu: 1.Antiklin,yaitu lipatan yang cembung ke atas (gambar 4.3 a, gambar 4.4) 2.Sinklin,yaitu lipatan yang cekung ke bawah (gambar 4.3 b, gambar 4.4)

Gb 4.3 a Diagram blok antiklin

Gb 4.3 b Diagram blok sinklin

Gb 4.4 Antiklin dan sinklin di lapangan

I.4

KLASIFIKASI

Beberapa klasifikasi lipatan antara lain: a. Hubungan antara hinge line dan axial surface (Fleuty,1964) b. Bentuk lipatan,yang meliputi: -Chevron fold -Cuspate fold -Circular fold -Eliptical fold -Box fold -Teardrop fold c. Fold tightness (Fleuty,1964) d. Kesimetrisan lipatan e. Bentuk keseluruhan (Huddlestone,1973) f. Perubahan ketebalan (Van Hisse,1986) I.5 DESKRIPSI Beberapa hal yang dapat dideskripsikan untuk lipatan antara lain: a. Strike/dip perlapisan batuan (*) dan tentukan apakah lipatan tersebut telah mengalami pembalikan atau belum. b. Unsur-unsur lipatan lainnya (melalui stereonet). c. Struktur-struktur lain yang menyertai lipatan tersebut. c. Geometri lipatan tersebut. Dari hal-hal tersebut maka kita dapat menentukan: a. Jenis lipatan b. Arah sumbu lipatan. c. Mekanisme yang menyebabkan lipatan tersebut. d. Arah tegasan. II. II.1 KEKAR DEFINISI Kekar (joint ) adalah struktur rekahan pada batuan dimana tidak ada atau relatif sedikit sekali terjadi pergeseran.Kekar merupakan salah satu struktur yang paling umum pada batuan. Joint set adalah kumpulan kekar pada satu tempat yang memiliki ciri khas yang dapat dibeakan dengan joint set lainnya. II.2 Klasifikasi dan Geometri. Secara genetik, kek ar terbagi atas: 1. Kekar Gerus (Shear Joint ), yaitu kekar yang terjadi akibat tegasan yang cenderung mengelincir bidang satu sama lainnya yang berdekatan (gambar 4.4). Ciri-ciri:
y Biasanya bidangnya licin. y Memotong seluruh batuan. y Memotong komponen batuan. y Bidang rekahnya relatif kecil. y Adanya joint set berpola belah ketupat.

Gb 4.4 Shear joint di lapangan 2. Kekar Tarikan ( Tensional Joint ), yaitu kekar yang terbentuk dengan arah tegak lurus dari gaya yang cenderung untuk memindahkan batuan (gaya te nsion). Hal ini terjadi akibat dari stress yang cenderung untuk membelah dengan cara menariknya pada arah yang berlawanan, dan akhirnya kedua dindingnya akan saling menjauhi (gambar 4.5). Ciri-ciri dilapangan : y Bidang kekar tidak rata.
y y y

Bidang rekahnya rela tif lebih besar. Polanya sering tidak teratur, kalaupun teratur biasanya akan berpola kotak -kotak. Karena terbuka, maka dapat terisi mineral yang kemudian disebut vein.

Gb 4.5 Tensional joint di lapangan 3. Kekar Hibrid ( Hybrid Joint ), yaitu merupakan campuran dari kekar gerus dan kekar tarikan dan pada umumnya rekahannya terisi oleh mineral sekunder.

II.3

DESKRIPSI Data yang harus kita tentukan jika kita menemukan kekar adalah: - Lihat bagaimana geometri kekarnya. - Tentukan jenis kekarnya. - Hitung strike/dip bidang kekarnya (*). - Tentukan vein (mineral yang mengisi bidang kekar) jika ada. Dari data-data tersebut maka kita dapat menentukan: - Bagaimana pembentukan kekar tersebut - Kemungkinan adanya hubungan antara kekar dengan struktur

lainnya.

- Arah dan sifat tegasan yang membentuk kekar tersebut.

III. III.1

SESAR DEFINISI Sesar adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran yang berarti.Suatu sesar jarang yang terdapat soliter (satu bidang),tetapi pada umumnya beru pa satu zona sesar yang didalamnya terdiri dari banyak sesar -sesar minor.

III.2

KLASIFIKASI Berdasarkan arah pergeserannya sesar dapat dibagi menjadi tiga,yaitu: a. Strike Slip Fault , sesar yang pergerakannya searah dengan strike bidang sesar ( Pitch 00 - 100). Sesar ini disebut juga sebagai sesar mendatar. Sesar mendatar terbagi lagi atas : 1. Sesar mendatar sinistral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan kirinya lebih mendekati pengamat (gambar 4.7). 2. Sesar mendatar dextral, yaitu sesar mendatar yang bl ok batuan mendekati pengamat. (gambar 4.6). kanannya lebih

Gb 4.6 Diagram blok sesar mendatar dekstral

Gb 4.7 Diagram blok sesar mendatar sinistral

b.

Dip Slip Fault , sesar yang pergerakannya tegak lurus dengan strike bidang sesar dan berada pada dip bidang sesar.Sesar jenis ini dicirikan oleh nilai pitch sekitar 80 0 - 900. Dip Slip Fault terbagi lagi atas : 1. Sesar Normal, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wall nya relatif kebawah terhadap footwall (gambar 4.8).

Gb 4.8 Diagram blok sesar normal 2. Sesar Naik, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya relatif keatas terhadap footwall (gambar 4.9).

Gb 4.9 Diagram blok sesar naik

c.

Strike-Dip Slip Fault atau (Oblique Fault) , yaitu sesar yang pergerakannya relatif diagonal terhadap strike dan dip bidang sesar. (Pitch 10 0 - 800). Strike-dip slip fault terbagi lagi atas kombinasi -kombinasi strike slip fault dan dip slip fault , yaitu: a. Sesar Normal Sinistral , yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya relatif kebawah terhadap Foot-Wall dan blok di sebelah kiri bidang sesar relatif mendekati pengamat. b. Sesar Normal Dextral , yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya relatif kebawah terhadap Foot-Wall dan blok di sebelah kanan bidang sesar relatif mendekati pengamat . c. Sesar Naik Sinistral , yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya relatif keatas terhadap Foot-Wall dan blok di sebelah kiri bidang sesar relatif mendekati pengamat.

d. Sesar Naik Dextral, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wall nya relatif keatas terhadap dan Foot-Wall dan blok di sebelah kanan bidang sesar relatif mendekati pengamat. III.3 INDIKASI SESAR 1. Adanya pola-pola kelurusan. Suatu sesar akan mengakibatkan terbentuknya pola -pola kelurusan,seperti kelurusan sungai,punggungan,dan gawir. Triangular Fac et. Erosi paa gawir umumya akan membentuk triangular facet. Keberadaan mata air panas. Sesar-sesar yang dalam dapat mengakibatkan magma memanaskan aquifer air. Keberadaan zona hancuran. Proses penggerusan pada skala besar yang diakibatkan oleh sesa r akan menyebabkan perubahan orientasi dan kemiringan batuan yang disebut sebagai zona hancuran. Keberadaaan kekar. Suatu sesar dapat membentuk rekahan -rekahan lain yang lebih kecil (kekar) Keberadaan lipatan seret ( Dragfold ). Yaitu lipatan yang diakibatka n penggerusan pada batuan. Keberadaan bidang gores garis ( Slicken Side ) dan Slicken Line. Pergeseran batuan yang terjadi pada batuan akan membentuk bidang sesar (slicken side) yang didalamnya terdapat slicken line . Adanya tatanan stratigrafi yang tidak teratur. Sesar akan mengakibatkan penghilangan atau perulangan urut -urutan batuan. Keberadaan air terjun. Terjadi pada air yang mengalir pada sesar dip slip. Batuan sesar ( fault rock ). Contohnya:Breksi sesar dan milonit. Intrusi batuan beku Sesar akan membentuk zona lemah yang kemudian dapat diterobos oleh intrusi.

2. 3. 4.

5. 6. 7.

10. 11. 12. 13.

Catatan: (*) Dapat dilihat pada bahasan mengenai lapangan,peta,dan pemetaan geologi BAB X GEOMORFOLOGI Pengertian Geomorfologi dan Sejarahnya Proses Geomorfologi Lembah, Sungai Dan Pola Pengaliran BAB XI PALEONTOLOGI Pengertian Paleontologi Pengertian Fosil Pembentukan Fosil Pembagian Fosil Kegunaan Fosil BAB XII PERALATAN LAPANGAN DAN PENGGUNAANNYA BAB XIII PEMETAAN GEOLOGI

You might also like