You are on page 1of 53

1

Analisa Pengaruh Penambahan Rumput Laut (Euchema cottoni) dan Sodium Tri Poli Phosphat (STPP) Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Sosis Ikan Tengiri (Acanthocybium solandri)
TUGAS AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan di


Bidang Konsentrasi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Program Studi D-IV Manajemen Agroindustri, Jurusan Manajemen Agribisnis

Oleh : Fitria Anggraeni K4120707

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka pengolahan hasil perikanan juga semakin berkembang, tidak saja pada proses pengolahan yang ada, tetapi sudah disesuaikan dengan keinginan dan selera konsumen. Menganekaragamkan produk olahan hasil perikanan perlu

dikembangkan dan dapat dijadikan alternatif cara menumbuhkan kebiasaan mengkonsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia. Mengkonsumsi produk olahan ikan atau produk yang mengandung ikan, juga merupakan upaya untuk meningkatkan nilai gizi masyarakat melalui protein ikan. Ikan memiliki kandungan protein yang tinggi, jaringan pengikatnya sedikit, umumnya berdaging tebal dan putih sehingga memungkinkan untuk dijadikan berbagai macam olahan. Ikan yang dimanfaatkan secara komersia l pada umumnya ikan yang mempunyai nilai ekonomis, sedangkan sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal. Contohnya ikan belut, karena bentuknya yang menyerupai ular atau daging ikan cucut dan ikan hiu yang kandungan ureanya tinggi sehingga dalam kondisi segar tidak disukai konsumen dan belum dimanfaatkan menjadi berbagai produk olahan. (Adawyah R, 2006) Saat sekarang produk sosis sudah dikenal dan diminati oleh masyarakat luas dari seluruh lapisan masyarakat. Bentuk sosis seperti silinder berukuran seragam dengan menggunakan bungkus khusus, yaitu casing. Sosis dibuat menurut selera lokal, sehingga komposisi dan jenis bumbu yang digunakan bervariasi sesuai dengan daerah masing- masing. Jenis sosis yang umum beredar di pasaran adalah sosis sapi dan sosis ayam. Pada umumnya sosis dibuat dari daging sapi, tetapi sosis juga bisa dibuat dari daging ikan. Jenis ikan yang sering digunakan untuk pembuatan sosis adalah ikan tengiri. Pada dasarnya, hampir semua jenis ikan dapat dimanfaatkan untuk membuat sosis, seperti ikan tuna, ikan lemuru, ikan tongkol dan ikan remang. Sosis ikan yang bermutu tinggi dapat

diperoleh dari penanganan bahan baku yang baik hingga ke pemasaran, dengan menerapkan prinsip-prinsip kendali mutu selama proses pengolahan. Ikan tenggiri memiliki tingkat ekonomis yang tinggi. Ikan ini termasuk ke dalam famili Scombridae, sub famili Scomberomorinae, genus Scombero morus dan spesies Scomberomorus commersoni. Ikan ini bermulut lebar, rahang atas dan bawah bergigi tajam yang kuat. Bagian yang dapat dimakan dari ikan tenggiri adalah 66 persen. Dari 100 gram bagian yang dapat dimakan, terdapat 18,5 gram protein, 2,7 gram lemak, 77,4 gram air dan 1,4 gram bahan mineral ( Ramadhan, 2010). Berdasarkan keterangan yang tersebut maka cocok sekali apabila ikan tenggiri diolah menjadi sosis. Selain memberikan nilai tambah (added value), usaha diversifikasi produk akan meningkatkan masa simpannya. Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium- nitrit, natrium- nitrat, gula, serta bumbu-bumbu. Sosis segar tidak dimasak sebelumnya dan biasanya tak diasapi, sehingga sebelum dikonsumsi, sosis segar harus dimasak dibuat dari da ging yang telah dikuring sebelum digiling. Sosis jenis ini dimasak dan biasanya diasapi Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat.(Made astawan,2008). Hal yang berpengaruh dalam pembuatan sosis ikan selain bahan baku adalah bahan tambahan yang pada saat ini perlu diwaspadai dikarenakan banyaknya penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang oleh sejumlah kalangan masyarakat, misalkan saja borax yang digunakan sebagai penyenyal dan formalin digunakan sebagai pengawet. Dalam upaya mencegah penggunaan bahan tambahan yang dilarang maka digunakan alternative bahan tambahan pangan misalnya STPP (Sodium Tri Polyphospat) yang aman tetapi penggunaan masih dibatasi, menurut Nuri Andarwulan (2006) ,STPP merupakan bahan kimia yang aman berfungsi sebagai pengemulsi sehingga dihasilkan adonan yang lebih rata.

Bahan tambahan yang bersifat alami dan salah satunya adalah karagenan. Karagenan adalah bahan alami pembentuk gel yang dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso sebagai bahan alternatif yang aman pengganti borax, menurut Linawati Hardjito yang dikutip dalam bahan tambahan pangan (2006) Karagenan dihasilkan dari rumput laut Eucheuma cottonii yang telah

dibudidayakan di seluruh periran Indonesia. (Wisnu Cahyadi,2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ole h Yasin Probo Darusidi (2008) berjudul pengaruh pemakaian karagenan terhadap WHC, kekenyalan dan tingkat kesukaan daging sapi, didapatkan hasil bahwa penambahan karagenan tidak berpengaruh terhadap kekenyalan sosis namun berpengaruh terhadap WHC (Water Holding Capasity) dan tingkat kesukaan. Penelitian yang serupa dilakukan oleh Candra Novarianto Pradana (2008) dengan judul pengaruh pemakaian karagenan terhadap daya ikat air, kekenyalan dan tingkat kesukaan sosis dengan bahan dasar daging ayam, didapatkan hasil bahwa pemakaian karagenan berpengaruh terhadap daya ikat air dan tidak berpengaruh terhadap tingkat kekenyalan dan tingkat kesukaan, semakin besar presentase pemakaian karagenan (sampai dengan 4%) nilai daya ikat air semakin turun. Rumput laut berfungsi sebagai penyeimbang asupan dietary fiber. Adapun fungsi serat yaitu dapat melancarkan pencernaan yang merupakan faktor penting bagi kesehatan tubuh. Seperti yang telah kita ketahui trend gaya hidup sehat dengan pola makan tinggi serat semakin membudaya di masyarakat kita, karenanya rumput laut sebagai ratu serat juga semakin menanjak popularitasnya. Bukan hanya itu, khasiatnya yang beragam semakin menambah daya tarik tanaman dari dasar samudra ini. Pada penelitian sosis ikan (Acanthocybium solandri) diharapkan rumput laut dapat menunjang kerja dari STPP dan tidak mengesampingkan kandungan gizi yang sosis, sehingga analisa penambahan rumput laut dan STPP terhadap kualitas sosis ikan tengiri khususnya pada kualitas fisik dan kimia per lu dilakukan untuk mengetahui secara jelas pengaruh penambahan dietary fiber dan bahan pengenyal terhadap sifat fisik dan kimia sosis ikan tengiri (Acanthocybium solandri).

1.2

Rumusan masalah Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut: a. Pengaruh penambahan rumput laut pada sosis ikan b. Pengaruh penambahan STPP pada sosis ikan c. Konsentrasi penambahan STPP (Sodium Tri Poliphosphat) dan rumput laut Eucheuma cottonii tenggiri (Acanthocybium solandri) menentukan kualitas sosis ikan

1.3

Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan

diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui pengaruh penambahan STPP pada sosis ikan tenggiri b. Mengetahui pengaruh penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) pada sosis ikan tenggiri c. Mengetahui pengaruh kombinasi penambahan STPP dan rumput laut pada pembuatan sosis ikan tenggiri

1.4

Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian tentang pengaruh penambahan rumput

laut (Eucheuma cottonii) dan Sodium Tri Poli Phosphat (STPP) terhadap kualitas sosis ikan tengiri (Acanthocybium solandri) yaitu: a. Bagi peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh pada bangku kuliah khususnya tentang pengolahan hasil perikanan, pengembangan ilmu dan teknologi pangan, khususnya teknologi pengolahan hasil perikanan b. Pihak lain

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dan sebagai literatur bagi penelitian yang selanjutnya tentang sosis ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosis Sosis merupakan produk daging giling yang bersifat kenyal dan berbetuk silinder, dengan pembungkus khusus (casing). Pada masa sekarang produk ini sangat populer dan disukai oleh semua dipasarkan dalam kemasan plastik atau kaleng. Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk permukaan aktif, mencegah pengerutan protein, mengatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah denaturasi protein. Penambahan garam pada pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan cita rasa, pengembang protein daging, pelarut protein daging, meningkatkan kapasitas pengikatan air (water holding capacity = WHC), serta sebagai pengawet. Penambahan fosfat akan bersinergi dengan garam untuk meningkatkan WHC pada sosis. Tanpa garam dan fosfat, sosis akan sulit untuk dibuat. Asam askorbat sering ditambahkan dalam bentuk asam askorbat maupun natrium askorbat untuk membantu pemerahan daging. Selain itu, asam askorbat juga berfungsi sebagai antioksidan agar produk tidak mudah tengik.

Untuk mensubtitusi daging, pada pembuatan sosis sering juga ditambahkan isolat protein. Selain itu, pada pembuatan sosis juga ditambahkan karbohidrat sebagai bahan pengisi sosis. Penambahan bahan-bahan yang mengandung karbohidrat seperti tepung tapioka, tepung terigu, tepung sagu atau tepung beras dapat membentuk tekstur sosis yang kompak (padat). Pembungkus sosis (casing ) khususnya pada sosis dapat digunakan casing buatan yang terbuat dari selulosa, serat, kalogen atau dapat pula digunakan nori (lembaran tipis, kering yang terbuat dari rumput laut)

sehingga sosis dapat langsung dikonsumsi beserta casingnya tanpa perlu membuka casing. Bahan tambahan dan bumbu untuk pembuatan sosis adalah tepung tapioka 10% - 15%, garam halus (penyedap rasa) 2,5 3%, bawang putih 3%, minyak goreng 3%, lada halus 0,5%, dan gula halus 1,5% dari berat filet ( Sugiri Elon, 1997). Protein merupakan faktor terpenting dalam pembentukan emulsi daging yang stabil, sehingga suhu selama penggilingan harus dikontrol agar tidak lebih dari 22 C (Winarno FG, Fardiaz D, 1980). Untuk mempertahankan suhu di bawah 22 C selama penggilingan dan pencampuran bahan tambahan perlu ditambahan es sekitar 15 30% dari berat filet. Adonan sosis merupakan emulsi minyak dalam air. Untuk memperkuat emulsi air dan lemak, dapat ditambahakan bahan pengikat seperti susu skim atau konsentrat protein kedelai.

2.2 Sosis Ikan Menurut Adawyah R, 2006 pada dasarnya ikan memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan daging sapi ataupun daging ayam, adapun kelebihan tersebut diantaranya: a) Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) dalam tubuh ikan

tersusun oleh asam-asam amino yang berpola mendekati pola asam amino yang mendekati pola asam amino dalam tubuh manusia b) Daging ikan mudah dicerna oleh tubuh karena mengandung sedikit tenunan pengikat c) Daging ikan mengandung asam-asam lemak tak jenuh dengan kadar

kolesterol sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia d) Daging ikan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar dan Cu serta vitamin A dan D dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia. Disamping yang telah disebutkan kelebihan daging ikan yang paling utama adalah harga daging ikan jauh lebih murah dibanding sumber protein lain.

Melihat banyaknya kelebihan yang terdapat pada ikan maka dilakukan diversikasi produk yaitu dengan mengolah ikan menjadi sosis ikan. Sosis ikan merupakan sosis yang berbahan baku daging ikan. Sehingga diharapkan dengan adanya diversifikasi produk mampu memanfaatkan sumber daya perikanan menjadi optimal dan meningkatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan. Isu yang berkembang akhir-akhir ini adalah penggunaan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan manusia. Penggunaan sodium tripolifosfat (STPP) dalam pembuatan bakso sudah umum dilakukan, namun telah diketahui bahwa penggunaan bahan kimia dalam produk makanan sudah dibatasi. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk mengurangi penggunaan bahan kimia dan menggantinya dengan bahan alami. Salah satu bahan tambahan makanan alami yang fungsinya hampir sama dengan sodium tripolifosfat yaitu karagenan. Karagenan berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickner (bahan pengental) dan pembentuk gel dalam bidang industri pengolahan makanan (Winarno 1996). Menurut Linawati dalam Cahyadi tahun 1996, karagenan yang berasal dari rumput laut Eucheuma cottonii merupakan bahan pengenyal alami yang digunakan untuk pembuatan bakso. Sehingga bahan pengenyal pada sosis ikan akan dipadukan dengan rumput laut. Komposisi gizi sosis berbeda-beda tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Ketentuan mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 013820-1995) adalah kadar air maksimal 67 persen, abu maksimal 3 persen, protein minimal 13 persen, lemak maksimal 25 persen, serta karbohidrat maksimal 8 persen. Berikut ini adalah proses yang penting dalam pembuatan sosis ikan tenggiri: 2.2.1 Pemilihan bahan baku ikan Semua jenis ikan dapat dimanfaatkan dagingnya untuk membuat sosis ikan. Untuk membuat sosis ikan harus menggunakan bahan baku ikan segar, tidak cacat fisik dan berkualitas baik. Mutu protein pada ikan segar masih baik karena mengandung protein yang larut dalam air (water soluble protein) dan protein yang

larut dalam garam(salt soluble protein) yang berfungsi sebagai emulsifer dalam pembuatan adonan sosis ikan (Sudarisman T dan Elvina. 1996). Ikan yang baik adalah ikan yang segar. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain ikan segar adalah ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut ata u ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupu kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap Kesegaran ikan dapat diketahui dengan cara mengamati penampakan fisiknya. Ciri-ciri ikan yang segar dan tidak segar dapat dilihat pada Tabel 2.1 2.2.2 Pencampuran bahan Penyimpanan ikan jangka panjang yang lebih cocok dilakukan

pembekuan, tetapi bila untuk jangka pendek cukup diberikan es dalam peti berinsulasi (cool box) atau blong (Wibowo S. dan Yunizal, 1998). Namun pada pengolahan sosis ikan terlebih dahulu dibekukan untuk mempertahankan suhu pada saat penggilingan dan pencampuran sehingga tidak terjadi denaturasi protein. Pada tahap pencampuran diharapkan butiran lemak, bahan pengikat dan bahanbahan tambahan lainnya yang ditambahkan sehingga akan terdistribusi secara merata. (kramlich, 1971) 2.2.3 Pemasakan Pemasakan sosis dapat dilakukan dengan perebusan atau pengasapan. Pemasakan sosis bertujuan untuk menyatukan komponen adonan sosis,

memantapkan warna, memberikan aroma dan rasa (flavor) yang khas, menonaktifkan enzim dan mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang masa simpan. Pemasakan dengan perebusan dapat dilakukan dengan dua tahapan. Perebusan pertama menggunakan suhu 60 C selama 15 - 20 menit. Perebusan kedua dengan suhu 80 C - 90 C sampai matang selama 15 menit. Sedangkan untuk proses pengasapan, dimulai dari suhu rendah (32 38 C dengan kelembaban 90%) selama 10-20 menit, kemudian suhu dinaikkan menjadi 74C dengan kelembaban 75% - 80% sampai matang (Sugiri Elon, 1997).

10

Tabel 2.1 Ciri-ciri ikan segar dan ikan tidak segar Parameter Kulit Ikan segar Ikan tidak segar

Sisik Mata

- Warna kulit terang dan jernih - Kulit berwarna suram, - Kulit masih kuat membungkus pucat dan berlendir banyak tubuh, tidak mudah sobek, - Kulit mulai terlihat terutama pada bagian perut mengendur di beberapa - Warna-warna khusus yang bagian tertentu masih ada terlihat jelas - Kulit mudah sobek dan warna-warna khusus sudah hilang Sisik menempel kuat pada tubuh Sisik mudah terlepas dari sehingga sulit dilepas tubuh Mata tampak terang, jernih, Tampak suram, tenggelam dan menonjol dan cembung berkerut - Insang berwarna merah sampai - Insang berwarna coklat merah tua, terang dan lamella suram atau abu-abu dan insang terpisah lamella insang berdempetan - Insang tertutup oleh lender - Lendir insang keruh dan berwarna merah terang dan berbau asam, menusuk berbau segar seperti bau ikan hidung Ikan segar akan tenggelam Ikan yang sudah sangat membusuk akan mengapung di air - Daging kenyal menandakan rigor mortis masih berlangsung Daging dan bagian tubuh lain berbau segar - Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan - Daging melekat pada tulang - Daging perut utuh dan kenyal - Warna daging putih - Daging lunak, menandakan rigor mortis telah selesai - Daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk - Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan - Daging mudah lepas dari tulang - Daging lembek dan isi perut sering keluar - Daging berwarna kuning kemerahan terutama disekitar tulang punggung

Insang

Bila ditaruh dalam air Daging -

Sumber: Adawyah, R. 2006

11

2.3

Deskripsi Ikan Tenggiri

Klasifikasi Ilmiah Ikan tenggiri menurut Richocean (2010): Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Actinopterygii : Perciformes : Scombridae : Acanthocybium : A. solandri

Nama binomial : Acanthocybium solandri Tenggiri (Acanthocybium solandri) adalah ikan dari suku Scombridae yang ditemukan di lautan tropis dan subtropis. Memiliki kecepatan dan kualitas dagingnya yang tinggi. Tubuhnya tertutupi oleh sisik kecil dan tipis, punggungnya berwarna hijau-kebiruan, sisik berwarna perak, dengan pola garis-garis berwarna biru gelap, warnanya akan semakin pudar ketika mati. Ikan ini bermulut besar, dan taring di bagian bawah dan atas mulutnya terlihat tajam. Gambar ikan tenggiri dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Ikan tenggiri

2.4

Penambahan Rumput laut dalam Sosis Ikan Rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis alga, masyarakat eropa

mengenalnya dengan sebutan seaweed. Tanaman ini adalah ganggang multiseluler golongan divisi thallophyta. Berbeda dengan tanaman sempurna pada umumnya, rumput laut tidak memiliki akar, batang dan daun. Jika kita amati jenis rumput laut sangat beragam, mulai dari yang berbentuk bulat, pipih, tabung atau seperti ranting dahan bercabang-cabang.

12

Rumput laut biasanya hidup di dasar samudra yang dapat tertembus cahaya matahari. Seperti layaknya tanaman darat pada umumnya, rumput laut juga memiliki klorofil atau pigmen warna yang lain. Warna inilah yang menggolongkan jenis rumput laut. Winarno (1996) mengelompokkan rumput laut menjadi empat kelas yaitu ganggang biru (cyanophyceae), ganggang hijau (chlorophyceae), (phaeophyceae). Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut Indriani dan Sumarsih (2001) yaitu sebagai berikut: Phyllum Class Subclass Ordo Filum Genus Spesies : Rhodophyta : Rhodophyceae : Floridae : Gigartinales : Solieriaceae : Euchema : Eucheuma cottonii Rumput laut telah lama di manfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan makanan seperti dibuat lalapan, manisan atau asinan. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau vegetable- gum) protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa natrium dan kalium. Selain itu, rumput laut mengandung vitamin- vitamin, seperti vitamin A, B1 , B2 , B6 , B12 dan C; betakaroten; mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan yodium (Anggadiredja dkk, 2006). Banyak penelitian yang membuktikan bahwa rumput laut adalah bahan pangan berkhasiat, berikut beberapa diantaranya antikanker, antioksidan, mencegah kardiovaskular, makanan diet. (www.budiyoga blogspot.com) Rumput laut Eucheuma cottonii mengandung komposisi kimia seperti karbohidrat, air, mineral, sedikit lemak dan protein. Adapun komposisi kimia Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 2.2. ganggang merah (rhodophyceae) atau ganggang coklat

13

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Rumput Laut Eucheuma cottonii Komponen (%) Kadar Air Protein Lemak Karbohidrat Serat kasar Abu
Sumber : Angka dkk (2000)

Eucheuma cottonii 16,69 2,48 4,30 63,19 23,04

Rumput laut sebagai salah satu sumber hayati laut bila diproses akan menghasilkan senyawa hidrokoloid yang merupakan produk dasar (dari hasil metabolisme primer). Senyawa hidrokoid yang berasal dari rumput laut disebut juga senyawa fitokoloid. Senyawa hidrokoloid yang berasal dari rumput laut ini merupakan bahan dasar dari 500 jenis produk komersial yang banyak digunakan di berbagai industri. Senyawa hidrokoloid yang berasal dari rumput laut komersial di Indonesia antara lain agar (dihasilkan dari jenis-jenis agarofit), karaginan (dihasilkan dari jenis-jenis karaginofit) dan alginat (dihasilkan dari jenis-jenis alginofit). Agar tersebut dimanfaatkan dalam preparasi untuk menyatukan bahan-bahan menjadi sosis, disamping juga dapat mereduksi lemak dan kolesterol. Agar juga sering digunakan dalam pengental dan penstabil makanan kaleng (Anggadiredja, Zatnika, Purwoto dan Istini, 2006) Penelitian ini menggunakan rumput laut Eucheuma cottonii sebagai bahan pengenyal, dietary fiber dan diharapkan juga dapat memperbaiki kualitas sosis ikan tenggiri. Gambar rumput laut Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Gambar 2.2

14

Gambar 2.2 Ru mput Laut Eucheuma Cottonii


Sumber: www.seavegetables.com

2.5

Penambahan STPP (Sodium Tri Poliphospat) dalam sosis ikan

Gambar 2.3 Struktur kimia STPP Natrium trifosfat (STPP atau natrium Tripolyphosphat), dengan rumus Na5 P3 O10 . STPP adalah natrium garam dari asam tripholipospat (Wikipedia,2010). Jenis polifosfat yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan antara lain adalah dinatrium fosfat, natrium heksametafosfat dan natrium tripolifosfat (STPP). Menurut Matsumoto dan Noguchi (1991) fosfat digunakan pertama kali oleh Nishiyas Group (industri surimi di Jepang). Pirofosfat dan tripolifosfat dilaporkan memiliki efek untuk melindungi protein. Nishiyas Group melaporkan bahwa pirofosfat dan tripolifosfat efektif dibandingkan dengan tetrapolifosfat dan heksametafosfat. Penambahan bahan tambahan makanan menurut Codex Alimentarius Abridged Version (1990) diacu dalam Matsumoto dan Noguchi (1991) ditetapkan bahwa penggunaan sodium tripoliphospat yang diizinkan penggunaannya adalah 3 g/kg daging ikan. Sodium tripolifosfat umum digunakan dalam pengolahan daging. Alkali fosfat berfungsi antara lain untuk meningkatkan pH daging,

15

menurunkan penyusutan selama pemasakan, meningkatkan keempukan dan menstabilkan warna (Ockerman, 1983). Menurut (Pearson dan Tauber, 1984), alkali fosfat dapat meningkatkan emulsi lemak pada protein miofibril sehingga STTP cepat larut dan memecah aktomiosin menjadi aktin dan miosin. Apabila ditinjau dari komposisinya ternyata sodium tripoliphospat terdiri dari natrium dan fosfat yang keduanya tidak mengganggu kesehatan bahkan fosfat dapat digunakan sebagai sumber mineral.

2.6

Casing Terdapat tiga jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis,

yaitu alami, kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan. Casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet. Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu casing yang terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat d icetak

2.7

Bahan Tambahan Sosis Ikan Rumput Laut Bahan tambahan adalah bahan yang secara sengaja ditambahkan atau

diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan serta bentuk, tekstur, dan rupa (Winarno et al, 1980). Bahan-bahan yang ditambahkan dalam pembuatan sosis ikan rumput laut adalah tepung tapioca, es batu, minyak atau lemak dan bumbu.

16

a) Tepung Tapioka Tepung tapioka adalah tepung yang berasal dari ketela pohon. Ketela pohon diolah menjadi produk kering dalam bentuk tepung. Tepung tapioka bisa digunakan sebagai pengganti beras karena mengandung karbohidrat tinggi. Pada pembuatan sosis ikan, selain digunakan sebagai bahan pengisi tepung tapioca juga berfungsi untuk pelekat adonan b) Es Batu Bahan paling penting dalam pembuatan sosis adalah es atau air menurut (Kramachi, 1971) tekstur dan keempukan produk akhir dari produksi emulsi daging dipengaruhi oleh kandungan air yang ditambahkan. Lebih lanjutnya bahwa penambahan es pada pembentukan emulsi daging bertujuan untuk melarutkan garam, mendistribusikan secara merata keseluruh bagian masa daging mudah ekstraksi protein dan mempertahankan susu adonan tetap rendah. c) Minyak atau Lemak Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk permukaan aktif, mencegah pengerutan protein, mengatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah denaturasi protein. d) Bumbu Tujuan utama pemakaian rempah-rempah pada masakan adalah

meningkatkan cita rasa yang enak dan gurih, sehingga mampu membangkitkan selera makan, serta menjadi bahan pengawet, yaitu bersifat sebagai antimikroba dan antioksidan (Astawan, 2007). Bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah bawang putih dan garam. Konsentrasi bumbu yang digunakan adalah 2% dari berat daging (Wibowo, 1995). Bumbu yang digunakan adalah bawang putih, garam, merica. Penambahan garam pada pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan cita rasa,pengembang protein daging, pelarut protein daging, meningkatkan kapasitas pengikatan air (water holding capacity = WHC), serta sebagai pengawet. Penambahan fosfat akan bersinergi dengan garam untuk meningkatkan WHC pada sosis.

17

2.8

Kerangka Konseptual Pelaksanaan inovasi produk merupakan suatu program yang dianjurkan

dalam penanganan dan pengolahan hail perikanan. Ino vasi produk adalah penganekaragaman jenis atau pengembangan suatu produk dengan tujuan untuk pengembangan produk, efisiensi produksi, menekan biaya produksi dan menyesuaikan permintaan/ kebutuhan pasar Penelitian sosis ikan tenggiri dilakukan dengan menambahkan rumput laut segar dan STPP dengan jumlah yang bervariasi . Adanya perbedaan diharapkan tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas sosis ikan tenggiri ditinjau dari aspek fisik, kimia dan organoleptik. Analisa kualitas sosis ikan tenggiri sebagai ino vasi produk diharapkan

dapat memberikan gambaran mengenai kadar rumput laut dan STPP yang tepat. Kerangka konseptual yang ditetapkan untuk melakukan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.4

2.9 Hipotesis Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: H0 : diduga perbedaan konsentrasi penambahan rumput laut dan STPP tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas sosis ikan tenggiri H1 : diduga perbedaan konsentrasi penambahan rumput laut dan STPP berpengaruh nyata terhadap kualitas sosis ikan tenggiri

18

Sosis ikan

Alternative bahan tambahan pangan selain karagenan Penggunaan STPP yang tidak berlebihan Penambahan dietary fiber pada sosis ikan

Penambahan rumput laut : 0% 5% 10 %

Sosis Ikan tenggiri dengan tambahan rumput laut dan STPP

Penambahan STPP : 0,05 % 0,1 % 0,15 %

Kajian fisik (kadar air, kekenyalan), kimia (kadar protein) dan uji kesukaan

Gambar 2.4 Kerangka konseptual pemaparan analisa pengaruh penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan Sodium Tri Poli Phosphat (STPP) terhadap kualitas sosis ikan tengiri (Acanthocybium solandri)

19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tentang pengaruh penambahan rumput laut(Eeucheuma cottonii)

terhadap sifat fisik dan kimia sosis ikan tenggiri dilaksanakan selama 4 bulan mulai bulan Desember 2010 sampai bulan Maret 2011. Materi penelitian yang terdiri dari ikan diambil dari perairan Puger, Jember dan rumput laut dari pasar tanjung Jember. Penelitian dilakukan di Laboratoium Analisa Pangan dan Laboratorium Pengolahan Pangan Politeknik Negeri Jember.

3.2

Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan utama (bahan baku) dan bahan untuk proses analisis. Bahan utama yang digunakan adalah fillet daging ikan tengiri yang dibeli di daerah Puger dan dibawa menggunakan box sterofom kemudian di fillet, dicuci bersih dan dibekukan selama 24 jam, rumput laut Euchema cottoni yang dibeli di pasar tanjung Jember, ketika akan digunakan rumput laut tersebut direndam dahulu dalam air tawar selama 12 jam, bawang putih bubuk, merica bubuk, garam, penyedap rasa, tepung tapioka, es batu, minyak goreng, casing, benang (pengikat). Adapun bahan-bahan kimia yang digunakan selama analisa sosis adalah aqua dest, K-Oksalat, indicator PP 1%, NaOH 0,1 N, formaldehid 40% 3.2.2 Alat penelitian Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan sosis terdiri dari dua bagian yaitu alat yang digunakan untuk proses produksi dan alat untuk proses analisa. Alat-alat yang digunakan dalam proses produksi adalah lain pisau, talenan, panci / baskom, grinder, robotcoupe , kompor, stuffer, timbangan Adapun alat-alat yang digunakan untuk analisa adalah sendok, oven, cawan porselin, pipet volume, lap tangan, kulkas, jas lab lengkap tutup kepala.

20

3.3 3.3.1

Metode Penelitian Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial, terdiri dari dua factor perlakuan, yaitu : 1. Faktor 1: Konsentrasi Rumput Laut (P), terdiri dari tiga taraf, yaitu: P1 P2 P3 = 0% = 5% = 10 %

2. Faktor 2: Konsentrasi STPP (Q), terdiri dari tiga taraf, yaitu:


Q1 Q2 Q3 = 0,05% = 0,1% = 0,15%

Sehingga terdapat 9 kombinasi faktor (PQ) yaitu P1 Q1 P2 Q1 P3 Q1 P1 Q2 P2 Q2 P3 Q2 P1 Q3 P2 Q3 P3 Q3

Dari dua factor diatas yang masing- masing terdiri dari tiga taraf maka kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.1 Model matematis untuk RAL factorial adalah : Yij = + i + j + ()ij + Eij

Keterangan : Yij i j : respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j : nilai tengah umum : pengaruh taraf ke- i factor P : pengaruh taraf ke-j factor Q

()ij : pengaruh interaksi taraf ke-i factor P dan taraf ke-j factor Q Eij : pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke- i dan ulangan ke-j

21

Penelitian ini menggunakan teknik analisis Uji F. Adapun rumus yang digunakan yaitu untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap masing- masing parameter penelitian digunakan analisis sidik ragam satu arah dengan melakukan Uji F dari metode rancangan acak lengkap (RAL) dan juga disajikan dalam regresi linier. Jika hasil perhitungan keragaman dari setiap parameter memperlihatkan perbedaan yang nyata atau sangat nyata, maka pengujian akan dilanjutkan dengan uji lanjutan. Tabel 3.1 Denah rancangan penelitian sosis ikan tengiri yang dipengaruhi oleh tiga konsentrasi rumput laut yaitu 0% (0 gr), 5% (50 gr), 10% (100 gr) dan tiga konsentrasi STPP yaitu 0,05% (0,5 gr); 0,1% (1 gr); 0,15% (1,5 gr). No. 1 Konsentrasi RL (P) 0% Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Konsentrasi STPP (Q) 0,05% 0,1% 0,15% P1 Q1 P1 Q2 P1 Q3 P1 Q1 P1 Q2 P1 Q3 P1 Q1 P1 Q2 P1 Q3 P2 Q1 P2 Q2 P2 Q3 P2 Q1 P2 Q2 P2 Q2 P2 Q1 P2 Q2 P2 Q2 P3Q 1 P3Q 2 P3Q 3 P3Q 1 P3Q 2 P3Q 3 P3Q 1 P3Q 2 P3Q 3

5%

10%

3.3.2

Prosedur Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari dua tahap penelitian : Tahap pertama yaitu penelitian pendahuluan yang terdiri dari tiga kali

penelitian. i. Pada bulan Oktober tahun 2010 penelitian I dilakukan untuk membuat sosis dengan formulasi yang tepat, konsentrasi rumput laut dan STPP yang dipakai adalah 0%;0%, 20%:0% dan 20% :3% namun didapatkan hasil bahwa sosis tidak memiliki tingkat kekenyalan yang tinggi. ii. Pada awal bulan November 2010 (penelitian II) dengan menggunakan formulasi sosis yang didapat dari Yudi (2010) dengan konsentrasi rumput laut

22

dan STPP 0%;3% maka sosis ikan menghasilkan tingkat kekenyalan yang tinggi (folding test mencapai 4). iii. Akhir bulan November dilakukan penelitian III, formulasi bahan sama dengan penelitian tahap kedua akan tetapi penggunaan rumput laut dan STTP bervariasi yaitu 5%:0,1, 10%:0.15% dan 15%:0,2%, hasilnya adalah semua sosis memiliki nilai folding test mencapai 4 sehingga yang menjadi acuan adalah penggunaan rumput laut dan STPP yang terendah yaitu 5%:0,1%. Tahap kedua adalah penelitian utama, formulasi yang dipakai adalah perbandingan rumput laut 5% dan STPP 0,1%. Penelitian utama memakai tiga formulasi bahan yaitu 0%;0,5%, 5%:1% dan 10%:0,15%

Formulasi yang digunakan Daging ikan tengiri Rumput laut STPP Tapioka Air es Merica Bawang putih Gula halus Garam Minyak/lemak Penyedap rasa : 60 % : Sesuai perlakuan : Sesuai perlakuan : 10 % : 20 % : 0,5 % : 2% : 1,5 % : 1,5% : 3% : 1,5%

23

Proses pembuatan sosis:


1. Penggilingan filet ikan yang telah bersih menggunakan grinder hingga lumat. Jika daging lumat masih mengandung serat dan duri, pisahkan terlebih dahulu 2. Pengirisan rumput laut menjadi ukuran yang lebih kecil. Masukkan dalam robotcoupe, giling hingga rumput laut menjadi halus kemudian masukkan daging yang telah dihaluskan tambahkan STPP aduk hingga rata. 3. Pencampuran daging yang telah lumat sambil ditambahkan minyak goreng, tepung tapioka, bumbu dan agar yang telah disiapkan aduk lalu tambahkan air es. Pengadukan dilakukan sampai adonan homogen. 4. Memasukkan adonan yang sudah terbentuk ke dalam stuffer (alat pencetak kue), kemudian dimasukkan ke casing (jangan sampai ada gelembung udara) dan diikat dengan ukuran panjang yang dikehendaki. 5. Setelah pemasukan adonan ke casing selesai, lakukan perebusan/pengukusan dengan suhu 60 C selama 15 20 menit, dan dilanjutkan dengan suhu 80 90 C sampai matang. 6. Mengangkat sosis yang telah matang dan didinginkan, kemudian guntinglah ikatan benangnya dan dikemas dengan plastik.

24

Flow chart
Ikan tenggiri

PEMFILLETAN DAN PENCUCIAN

PENGHALUSAN Rumput laut, STPP, bawang putih, merica, garam, gula dll

Daging ikan tenggiri

PENCAMPURAN

penambahan es

PENCETAKAN

PENGUKUSAN 1 suhu 600 selama 15-20 menit

PENGUKUSAN 2

suhu 80 90 C selama 20 mnit

PENDINGINAN Suhu kamar

Sosis ikan rumput Laut

Gambar 3.1 Alur proses pembuatan sosis ikan rumput laut

25

3.3.3

Parameter Pengamatan Pengamatan sosis ikan tenggiri dengan penambahan rumput laut dan STPP

terdiri dari dua bagian yaitu pengamatan utama dan penunjang. i. Pengamatan utama meliputi: a) Pengujian Kadar Protein Terlarut b) Kadar air (AOAC 1995) c) Pengukuran kekenyalan menggunakan alat penetrometer d) Folding Test / Uji lipat Skala uji lipat adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Ditekan jari pecah Mudah patah bila dilipat 2 Mudah retak bila dilipat 2 Utuh dilipat 2 dan retak bila dilipat 4 Tidak retak setelah dilipat 4

( Nurul Huda dkk, 2005) ii. Pengamatan penunjang terdiri dari Pengujian Organoleptik Pengamatan ini meliputi : uji hedonik dan uji mutu hedonik terhadap sosis ikan yang dihasilkan dari tiap-tiap perlakuan dengan menggunakan panelis agak terlatih sebanyak 15 orang. Prosedur pengujian dapat dilihat pada lampiran 2 dan lampiran 3 Skala hedonik diamati pada berbagai atribut mutu yaitu warna, rasa, aroma, tekstur dan kekenyalan. Masing- masing dengan skor 1 s/d 5 dan kriteria sebagai berikut 1 = Tidak suka 2 = Agak tidak suka 3 = Biasa 4 = Suka 5 = Sangat Suka :

26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Kadar Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh

karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur- unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992). Tabel 4.1 Rata-rata kadar protein (%) sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan Kadar protein(%) notasi BNJ 5% P1Q1 11.52 A 0.825 NS P1Q2 11.89 A P1Q3 11.71 A P2Q1 11.94 A P2Q2 12.76 Ab P2Q3 12.84 Ab P3Q1 11.59 A P3Q2 11.86 A P3Q3 12.25 Ab Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap kadar protein sosis memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap mutu fisik sosis. Lihat lampiran 5 . Hasil pengujian kadar protein sosis tersebut secara umum tidak memenuhi standar kadar protein sosis yang telah ditentukan pada SNI 0138201995 yaitu minimal sebesar 13% . Kadar protein yang tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP sebesar (5:0.15%). Berdasarkan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% terhadap faktor B pada kadar protein sosis ikan berkisar antara 11,52%-12,84%.

27

Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap kadar protein sosis


13.00
12.80 12.60 kadar protein(%)

12.84 12.76

12.40
12.20 12.00 11.89 11.94

y = 0.019x + 11.94 R = 0.029

12.25

11.80
11.71 11.60 11.40 11.52

11.86 11.59

10

konsentrasi rumput laut

Gambar 4.1 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Kadar Protein. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kadar proten yang relatif landai. Semakin banyak rumput laut yang ditambahkan maka kadar protein ikan juga akan berlangsung akan meningkatkan kadar protein sosis. Dari gambar 4.1 diatas juga dapat dikatakan hanya 2,9% kadar protein sosis ikan dipengaruhi rumput laut sedangkan sisanya yaitu sebesar 97,1% dipengaruhi oleh STPP atau factor lainnya. Hasil analisis sosis ikan dengan pengaruh penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP mempunyai nilai rata-rata 12,04%. Kadar protein tertinggi dengan nilai tertinggi 12,84% dan terendah 11,52% (lihat tabel 4.1).

4.2

Kadar Air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

mempengaruhi kenampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan acceptibility, keragaman dan bahan pangan, hal ini merupakan salah satu sebab mengapa didalam pengolahan pangan air tersebut perlu dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan dan pengeringan

28

(Winarno, 1996). Jika kadar air pada produk ikan terlalu tinggi akan mengurangi keawetan produk (Fardiaz1989). Tabel 4.2 Rata-rata kadar air (%) sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan Kadar air Notasi BNJ 5% P1Q1 66.01 a 9.523** P1Q2 65.32 a P1Q3 64.09 a P2Q1 75.71 ab P2Q2 75.28 ab P2Q3 76.08 b P3Q1 89.40 c P3Q2 82.11 c P3Q3 82.37 c Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap kadar air sosis memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap mutu fisik sosis. Lihat lampiran 5 .Adanya perbedaan kadar air sosis dikarenakan komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottonii sebagian besar terdiri dari air yaitu sebesar 16,69% (Angka,2000) sehingga semakin banyak rumput laut yang ditambahkan maka kadar air yang terkandung dalam sosis akan semakin besar. Phosphat atau yang lebih dikenal dengan sebutan STPP ditambahkan untuk meningkatkan kapasitas pengikatan air pada produk sosis. Menurut Barbut (2002) cara kerja phosphate dalam mengikat kapasitas pengikatan air adalah meningkatkan pH dan menyebabkan pengembangan dari protein otot , sehingga menyebabkan munculnya banyak tempat yang cocok untuk mengikat air. Jadi dapat dikatakan STPP juga memegang peranan yang penting pada kadar air sosis karena kadar air pada rumput laut akan memenuhi tempat yang telah disediakan STPP. karena bakteri dan jamur mudah berkembang biak

29

85.00 84.00 83.00 82.00 81.00 80.00 79.00 78.00 77.00 76.00 75.00 74.00 73.00 72.00 71.00 70.00 69.00 68.00 67.00 66.00 65.00 64.00 0

Pengaruh Konsentrasi Rumput Laut Terhadap Kadar Air(%)


82.37 82.11

Kadar Air (%)

76.08 75.71 75.28

y = 1.948x + 65.41 R = 0.937

66.01 65.32 64.09

10

Konsentrasi Rumput Laut (%)

Gambar 4.2 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Kadar air. Gambar 4.2. menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kadar air yang cukup tajam. Kandungan kadar air sebanyak 93,7% dipengaruhi rumput laut dan STPP sedangkan sisanya dipengaruhi oleh factor lain, semakin banyak kandungan rumput laut yang ditambahkan akan meningkatkan kadar air sosis ikan. Hasil analisis sosis ikan dengan pengaruh penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP mempunyai nilai rata-rata 75,15%. Kadar air tertinggi dengan nilai tertinggi 84,63% dan terendah 65,14% . Hasil pengujian kadar air sosis tersebut secara umum sudah memenuhi standar kadar air sosis yang telah ditentukan, yaitu SNI 013820-1995 yaitu maksimal sebesar 67% . kadar air yang memenuhi standart terdapat pada perlakuan control (konsentrasi rumput laut sebesar 0%).

30

4.3

Folding test Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap folding test sosis

memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap mutu fisik sosis. Lihat lampiran 5. Folding test sangat erat kaitannya dengan kadar air karena semakin banyak kadar air yang terkandung dalam suatu produk maka nilai folding testnya akan semakin rendah karena adonannya akan semakin lembek. Tabel 4.3 Rata-rata folding test sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan Folding test notasi BNJ 5% P1Q1 4.00 a 0.802** P1Q2 3.67 a P1Q3 3.67 a P2Q1 3.00 c P2Q2 3.33 ab P2Q3 2.33 c P3Q1 2.67 c P3Q2 2.00 c P3Q3 2.67 c Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Hasil analisis sosis ikan dengan pengaruh penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP mempunyai nilai rata-rata folding test 3,04. Folding test dengan nilai tertinggi 4 dan terendah 2 (lihat lampiran 3). Nilai folding test yang terbaik yaitu mencapai skala 4 yang berarti utuh dilipat 2 atau tidak retak bila dilipat 4 terdapat pada perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP sebesar (0:0,05%). Analisa statistik lanjutan menggunakan uji BNJ 5%. Hasil disajikan pada Gambar 4.3.

31

Pengaruh Konsentrasi Rumput Laut terhadap Folding Test Sosis


4.00 4.00

3.80
3.60

3.67
3.33 3.00

nilai folding test

3.40 3.20 3.00

2.80
2.60 2.40 2.33 y = -0.133x + 3.703 R = 0.729 2.00 0 2 4 6 8 10

2.67

2.20
2.00

konsentrasi rumput laut

Gambar 4.3 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Folding test Berdasarkan gambar 4.3 sebesar 72,9% folding test dipengaruhi rumput laut dan STPP. Secara umum perlakuan penambahan rumput laut dengan konsentrasi yang lebih banyak dapat menurunkan folding test. Dalam penelitian dikaitkan dengan tekstur. Semakin baik tekstur sosis maka semakin baik pula folding test yang dihasilkan sosis. Pada konsentrasi rumput laut yang rendah (0%) nilai folding testnya mencapai 4 sedangkan pada konsentrasi rumput laut 10% folding test mengalami penurunan hingga mencapai nilai 2.

4.4

Kekerasan (Penetrometer) Kekerasan adalah sifat benda atau produk pangan dalam hal daya tahan

untuk pecah akibat gaya tekan yang tidak bersifat deformasi. Besarnya gaya tekan untuk memecah produk pangan ini disebut nilai kekerasan (Soekarto, 2008 dalam Marpaung, 2001).

32

Tabel 4.4 Rata-rata kekerasan sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. Perlakuan Kekerasan Notasi BNJ 5% P1Q1 10.73 a NS P1Q2 11.97 a P1Q3 11.80 a P2Q1 12.43 a P2Q2 10.07 ab P2Q3 12.60 ab P3Q1 11.53 a P3Q2 14.70 a P3Q3 14.63 ab Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan rumput laut dan STPP memberikan pengaruh tidak nyata terhadap nilai kekerasannya. Berdasarkan tabel diatas, kekerasan sosis menggunakan

penetrometer berkisar antara 10,07/ 10 detik sampai dengan 14,70/ 10 detik dengan rata-rata 12,27/ 10 detik. Pengaruh penambahan rumput laut dan STPP terhadap Kekenyalan Sosis
15.00 14.70 14.40 14.10 13.80 13.50 13.20 12.90 12.60 12.30 12.00 11.70 11.40 11.10 10.80 10.50 0 14.70 14.63

kekenyalan

y = 0.212x + 11.21 R = 0.342


12.60 12.43 11.97 11.80 11.53

10.73
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Konsentrasi rumput laut

Gambar 4.4 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Kekenyalan

33

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa kekenyalan sosis ikan dipengaruhi oleh rumput laut sebesar 34,2% dan 65,8% dipengaruhi STPP atau factor lainnya. Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa terjadi peningkatan kekerasan menggunakan penetrometer akan tetapi selisihnya tidak berbeda nyata. Nilai tertinggi diperoleh dari perlakuan penambahan rumput laut dan STPP pada konsentrasi(0:0,1%) dan nilai terendah diperoleh dari perlakuan penambahan rumput laut dan STPP pada konsentrasi(10:0,1%), perlakuan yang yang nilainya semakin tinggi adalah perlakuan yang diharapkan (kenyal). Hal ini disebabkan karena komposisi bahan yang digunakan relatif sama sehingga nilai kekerasan tidak jauh beda. Hasil analisis sidik ragam kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 5.

4.5

Uji Organoleptik Warna Uji organoleptik hedonik yang dilakukan menggunakan 5 skala. Mulai dari

skala 5 paling baik hingga 1 paling buruk. Pengujian dilakukan oleh 16 orang panelis terlatih. Pemilihan panelis didasarkan pada kemampuan untuk

membedakan citarasa dan aroma dasar, ambang pembedaan, kemampuan membedakan derajat konsentrasi, daya ingat terhadap cita rasa dan aroma. Hal ini untuk menciptakan kepekaan tertentu didalam menilai sifat organoleptik bahan makanan tertentu.

4.5.1

Uji Organoleptik Warna Skala Mutu Hedonik Warna mempunyai arti penting dan peranan penting pada komoditas

pangan. Peranan ini sangat nyata pada tiga hal yaitu daya tarik, tanda pengenal dan atribut mutu. Diantara sifat-sifat produk pangan, warna merupakan faktor yang paling menarik perhatian pada konsumen dan paling cepat memberi kesan visual atau tidak (Soekarto, 2008 dalam Turyoni, 2007).

34

Tabel 4.5 Rata-rata mutu hedonik warna sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan Mutu hedonik notasi BNJ 5% P1Q1 3.96 a NS P1Q2 3.93 a P1Q3 3.93 a P2Q1 3.90 a P2Q2 4.00 ab P2Q3 3.85 ab P3Q1 3.96 a P3Q2 4.00 a P3Q3 3.83 ab Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Hasil organoleptik uji mutu hedonik warna sosis dengan perlakuan penambahan rumput laut dan STPP mempunyai rata-rata 3,93. Dengan nilai tertinggi 4,00 dan nilai terendah 3,83. Hasil analisis sidik ragam pengujian organoleptik mutu hedonic warna sosis dengan penambahan rumput laut dan STPP, menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Analisis sidik ragam mutu hedonik dapat dilihat pada Lampiran 5.

4.02 4.00

Pengaruh penambahan rumput laut dan STPP terhadap mutu hedonik warna sosis
4.00 4.00

nilai mutu hedonik warna

3.98 3.96 3.94 3.96 3.93 3.90 3.96

3.92 3.90 3.88 3.86 3.84 3.82


0 1 2 3 4 5 6 7 3.85

y = -0.001x + 3.936 R = 0.007

3.83 8 9 10

konsentrasi rumput laut

Gambar 4.5 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Mutu Hedonik Warna.

35

Berdasarkan Gambar 4.5 terlihat bahwa, tidak terjadi perbedaan yang signifikan dan warna sosis dapat dikatakan sama hal ini dapat terlihat dari prosentase pengaruh rumput laut dan STPP yang sangat rendah terhadap warna sosis yaitu sebesar 0,7%. Warna yang dihasilkan dari perlakuan penambahan rumput laut dan STPP, hasil tertinggi berdasarkan hasil uji mutu hedonik adalah penambahan rumput laut dan STPP sebesar 5:0,1% dan 10%:0,1% dengan kriteria putih, sedangkan nilai terendah adalah penambahan rumput laut dan STPP (10:0,1%) menghasilkan kriteria agak putih sampai dengan putih. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan rumput laut dan STPP tidak mempengaruhi warna dari sosis.

4.5.2

Uji Organoleptik Warna Skala Hedonik Hasil organoleptik uji hedonik warna sosis dengan penambahan rumput

laut (Eucheuma cottonii) dan STPP mempunyai rata-rata 3,44, dengan nilai tertinggi 3,73 dan nilai terendah 3,21. Hasil analisis sidik ragam pengujian organoleptik hedonik warna sosis dengan penambahan rumput laut dan STPP, menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata. Analisis sidik ragam mutu hedonik dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 4.6 Rata-rata hedonic warna sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan Warna Notasi BNJ 5% P1Q1 3.73 A 0.247* P1Q2 3.48 a P1Q3 3.60 a P2Q1 3.27 a P2Q2 3.58 ab P2Q3 3.27 ab P3Q1 3.46 a P3Q2 3.35 a P3Q3 3.21 ab Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata.

36

Analisa statistik lanjutan menggunakan uji BNJ 5%. Hasil disajikan pada Gambar 4.6. Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap hedonik warna 4.00
3.90
3.80
Nilai hedonik

3.70

3.73

3.60
3.50

3.60 3.48

3.58 3.46
y = -0.026x + 3.571 R = 0.415

3.40
3.30
3.27

3.35 3.21

3.20
3.10

3.00
0 2 4 6 8 10
Konsentrasi Rumput Laut (%)

Gambar 4.6 Pengaruh Penambahan Rumput laut dan STPP Terhadap uji hedonik warna Berdasarkan Gambar 4.6 terlihat bahwa, warna yang dihasilkan dari perlakuan penambahan rumput laut dan STPP berpengaruh sebesar 41,5%, hasil tertinggi berdasarkan hasil uji mutu hedonik adalah penambahan rumput laut dan STPP (0:0,05%) dengan kriteria biasa sampai dengan suka, sedangkan nilai terendah adalah penambahan rumput laut dan STPP (10:0,15%) menghasilkan kriteria biasa. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai warna sosis laut yang putih agak kecoklatan dengan penambahan rumput laut dan STPP (0:0,05%) dari pada warna sosis putih kecoklatan dengan penambahan rumput laut dan STPP (10:0,15%). Warna pada sosis dapat dipengaruhi oleh bahan utama (daging), bahan pengisi dan bahan pengikat serta bahan-bahan lainnya yang ditambahkan dalam pembuatan sosis (Buckle et al, 1987). Semakin banyak perlakuan penambahan rumput laut tidak mempengaruhi warna sosis yang dihasilkan, hal ini disebabkan pada pembuatan sosis ditambahkan rumput laut yang pada dasarnya berwarna putih.

37

4.6 4.6.1

Uji Organoleptik Aroma (Bau) Uji Organoleptik Aroma (Bau) Skala Mutu Hedonik Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam

memilih makanan yang disukai Winarno (1991), menyatakan bahwa banyak hal kelezatan makanan ditentukan oleh makanan tersebut. Sedangkan menurut deMan (1997), aroma atau bau dapat dipaparkan dengan gabungan dengan nilai ambang dan kualitas bau. Nilai ambang, konsentrasi terendah yang menimbulkan kesan bau, dapat dianggap faktor intensitas, sedangkan kualitas bau memaparkan sifat aroma. Tabel 4.7 Rata-rata mutu hedonic aroma sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan Mutu hedonik notasi BNJ 5% P1Q1 3.02 a 0.195* P1Q2 2.73 a P1Q3 3.04 a P2Q1 3.02 a P2Q2 2.94 ab P2Q3 3.04 ab P3Q1 2.65 a P3Q2 2.79 a P3Q3 2.90 ab Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Hasil organoleptik uji mutu hedonik aroma (bau) sosis dengan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP mempunyai rata-rata 2,9 dengan nilai tertinggi 3,04 dan nilai terendah 2,65. Berdasarkan analisis sidik ragam penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP berpengaruh nyata terhadap organoleptik uji mutu aroma (bau). Hasil analisis sidik ragam uji organoleptik mutu aroma (bau) dapat dilihat pada Lampiran 4. Analisa statistik lanjutan menggunakan uji BNJ 5%. Hasil disajikan pada Gambar 4.7.

38

Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap mutu hedonik aroma


3.10
3.00 2.90

3.04 3.02

3.04 3.02
2.94

2.90
y = -0.015x + 2.979 R = 0.198 2.79

aroma

2.80
2.70 2.60

2.73 2.65

2.50
0 2 4 6 8 10

konsentrasi rumput laut (%)

Gambar 4.7 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Mutu Hedonik Aroma. Pada gambar 4.7 menunjukkan bahwa sebesar 19,8% mutu hedonik aroma sosis ikan dipengaruhi rumput laut, kemungkinan disebabkan dengan penambahan rumput laut yang banyak dapat mengalahkan aroma daging sehingga aroma rumput laut semakin kuat dan aroma amis tertutupi oleh aroma rumput laut terdapat pada perlakuan penambahan rumput laut tertinggi yaitu 10% menghasilkan aroma tidak amis 4.6.2 Uji Organoleptik Aroma Skala Hedonik Penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP, memberikan nilai rata-rata aroma sosis ikan 2,71 - 3,08. Hasil analisa sidik ragam terhadap uji sensori aroma sosis untuk skala mutu hedonik memberikan pengaruh sangat berbeda nyata terhadap mutu fisik sosis. ( Lampiran 5)

39

Tabel 4.8 Rata-rata hedonic aroma sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan aroma notasi BNJ 5% P1Q1 3.08 a 0.196** P1Q2 3.04 a P1Q3 3.08 a P2Q1 2.92 a P2Q2 3.08 a P2Q3 3.02 ab P3Q1 2.71 a P3Q2 2.77 a P3Q3 2.94 ab Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Berdasarkan analisa sidik ragam (ANOVA), pengujian hedonic aroma sosis menunjukkan bahwa faktor tunggal P (konsentrasi rumput laut) memberikan pengaruh nyata dan faktor tunggal Q (konsentrasi STPP) memberikan pengaruh tidak nyata terhadap rendemen yang dihasilkan dan interaksi antara kedua faktor berpengaruh tidak nyata terhadap rendemen. Hal ini karena masing- masing perlakuan tidak bersifat aditif yaitu konsentrasi rumput laut dan konsentrasi STPP memberikan respon tunggal yang masing- masing tidak saling mempengaruhi. Analisa statistik lanjutan menggunakan uji BNJ 1%. Hasil disajikan pada Gambar 4.8.

40

Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap hedonik aroma


3.15
3.10

3.08
3.04

3.08 3.02
2.94

3.05
3.00

Nilai hedonik

2.95

2.90
2.85 2.80 2.75 2.70

2.92 y = -0.026x + 3.093 R = 0.665

2.77 2.71

2.65
0 2 4 6 8 10

Konsentrasi rumput laut (%)

Gambar 4.8 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Hedonik Aroma. Berdasarkan gambar 4.8 diketahui bahwa sterjadi penurunan terhadap hedonik aroma sosis ikan. Sebesar 66,5% nilai hedonic aroma sosis ikan dipengaruhi penambahan rumput laut sehingga dapat dikatakan semakin tinggi konsentrasi rumput laut, rata-rata hedonic aroma semakin menurun. untuk aroma sosis panelis memilih sosis dengan Penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP (0:0,05%), (5:0,1%), dengan kriteria biasa dan sosis beraroma ikan. Ikan yang banyak mengandung lemak dan mengandung pro-oksidan dapat merupakan penyebab utama perubahan aroma/odor daging ikan (Hadiwiyoto,1993 dan Ilyas, 1993)

41

4.7 4.7.1

Uji Organoleptik Kekenyalan Uji Organoleptik Kekenyalan Skala Mutu Hedonik Hasil organoleptik uji mutu hedonik kekenyalan sosis dengan perlakuan

penambahan rumput laut dan STPP mempunyai rata-rata 2,60. Dengan nilai tertinggi 3,40 dan nilai terendah 1,79. Tabel 4.9 Rata-rata mutu hedonic kekenyalan sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. Perlakuan Mutu hedonik notasi BNJ 5% P1Q1 3.19 a 0.361** P1Q2 3.25 a P1Q3 3.40 a P2Q1 2.69 a P2Q2 2.83 ab P2Q3 2.38 ab P3Q1 2.02 a P3Q2 1.85 a P3Q3 1.79 ab Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Hasil analisis sidik ragam pengujian organoleptik mutu hedonik warna sosis dengan penambahan rumput laut dan STPP, menunjukkan bahwa perlakuan tersebut sangat berbeda nyata. Analisis sidik ragam mutu hedonik dapat dilihat pada lampiran .5 Analisa statistik lanjutan menggunakan uji BNJ 1%. Hasil disajikan pada Gambar 4.9.

42

Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap mutu hedonik kekenyalan


3.50

3.30
3.10

3.40
3.25 3.19

2.90

kekenyalan

2.83 2.69 2.38

2.70

2.50
2.30 y = -0.138x + 3.294 R = 0.946 2.02

2.10
1.90 1.70 0 2 4 6 8

1.85 1.79
10

konsentrasi rumput laut (%)

Gambar 4.9 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Uji Mutu Hedonik Kekenyalan. Berdasarkan Gambar 4.9 terlihat bahwa, pengaruh konsentrasi rumput laut sebesar 94,6% dan sisanya 5,4% dipengaruhi oleh STPP atau factor lainnya. Warna yang dihasilkan dari perlakuan penambahan rumput laut dan STPP, hasil tertinggi berdasarkan hasil uji mutu hedonik adalah penambahan rumput laut dan STPP sebesar 0:0,15% dengan kriteria kenyal, sedangkan nilai terendah adalah penambahan rumput laut dan STPP (10:0,15%) menghasilkan kriteria tidak kenyal sampai agak kenyal.

4.7.2 Uji Organoleptik Kekenyalan Skala Hedonik Hasil organoleptik uji hedonik warna sosis dengan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP mempunyai rata-rata 2,87, dengan nilai tertinggi 3,79 dan nilai terendah 1,81.

43

Tabel 4.10 Rata-rata hedonic kekenyalan sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan Kekenyalan notasi BNJ 5% P1Q1 3.67 a 0.377** P1Q2 3.77 a P1Q3 3.79 a P2Q1 2.81 a P2Q2 3.15 ab P2Q3 2.63 ab P3Q1 2.13 b P3Q2 2.06 b P3Q3 1.81 c Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Hasil analisis sidik ragam pengujian organoleptik hedonik warna sosis dengan penambahan rumput laut dan STPP, menunjukkan bahwa perlakuan tersebut sangat berbeda nyata. Analisis sidik ragam mutu hedonik dapat dilihat pada Lampiran 5. Analisa statistik lanjutan menggunakan uji BNJ 5%. Hasil disajikan pada Gambar 4.10.

Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap hedonik kekenyalan


4.00 3.80 3.60 3.40 3.20 3.00 2.80 2.60 2.40 2.20 2.00 y = -0.174x + 3.739 2.13 R = 0.957 2.06 2.81 2.63 3.15 3.79 3.77 3.67

Nilai hedonik

10

Konsentrasi rumput laut (%)

Gambar 4.10 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Uji Hedonik Kekenyalan.

44

Berdasarkan Gambar 4.10 terlihat bahwa, kekenyalan yang dihasilkan dari perlakuan penambahan rumput laut dan STPP, sebesar 95,7% kekenyalan terebut dipengaruhi rumput laut dan sisanya dikarenakan penambahan STPP atau factor lainnya. Hasil tertinggi berdasarkan hasil uji mutu hedonik adalah penambahan rumput laut dan STPP (0:0,15%) dengan kriteria biasa sampai dengan suka, sedangkan nilai terendah adalah penambahan rumput laut dan STPP (10:0,15%) menghasilkan kriteria agak tidak disukai panelis. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai kekenyalan sosis yang kenyal dengan penambahan rumput laut dan STPP (0:0,15%) dari pada sosis yang tidak kenyal sampai agak kenyal dengan penambahan rumput laut dan STPP (10:0,15%). Menurut Anang (2006), penambahan sodium tripolifosfat dengan konsentrasi 0,1 % sampai 0,2 % saja sudah cukup bagus untuk meningkatkan kekenyalan.

4.8

Uji Organoleptik Tekstur Organoleptik terhadap tekstur yang dilakukan pada uji sensori mutu

hedonik adalah tekstur dengan parameter pengamatan mutu hedonik elastis sampai sangat tidak elastis. Pada umumnya tekstur makanan ditentukan oleh kandungan air, lemak, protein dan karbohidrat (Fellows1992).

Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan. Tekstur merupakan sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen struktual bahan pangan yang dapat dirasa oleh perabaan terkait dengan diformasi dan disintegrasi yang diukur secara obyektif oleh mata,waktu dan jarak (Purnomo, 1998 dalam Marpaung, 2001). Kosumen menilai umumnya menilai tekstur produk dengan cara menekan dengan jari dan penekahan selama penggugahan.

45

Tabel 4.11 Rata-rata hedonic tekstur sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan tekstur Notasi BNJ 5% P1Q1 3.73 a 0.445** P1Q2 3.54 a P1Q3 3.60 a P2Q1 2.92 b P2Q2 3.17 ab P2Q3 2.85 b P3Q1 2.40 c P3Q2 2.15 c P3Q3 2.10 c Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Hasil analisis sidik ragam pengujian organoleptik mutu hedonik tekstur, dengan perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP, menunjukkan bahwa perlakuan tersebut memberikan berpengaruh sangat berbeda nyata. Hasil organoleptik tekstur uji hedonik sosis dengan perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP mempunyai rata-rata berkisar antara 2,22 sampai 3,63. Hasil analisis sidik ragam tekstur mutu hedonik dapat dilihat pada Lampiran 5. Setelah dilakukan uji lanjut BNJ 1% perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP terhadap tekstur hedonik memberikan pengaruh sangat berbeda nyata, seperti yang terlihat pada Gambar 4.11.

46

Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap hedonik tekstur


3.80 3.70 3.60 3.50 3.40 3.30 3.20 3.10 3.00 2.90 2.80 2.70 2.60 2.50 2.40 2.30 2.20 2.10 2.00 0
3.73 3.60 3.54

3.17 2.92 2.85

tekstur

2.40 y = -0.141x + 3.644 R = 0.958 2 4 6 8


2.15 2.10

10

konsentrasi Rumput Laut(%)

Gambar 4.11 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Hedonik tekstur. Berdasarkan Gambar 4.11 menunjukkan bahwa 95,8% tekstur sosis dipengaruhi oleh penambahan rumput laut, semakin tinggi konsentrasi rumput laut yang digunakan maka nilai hedonic teksturnya semakin menurun. Tekstur sosis dengan kriteria biasa sampai suka oleh panelis adalah penambahan rumput laut 0% dan STPP 0,05%, sedangkan yang memiliki kriteria yang agak tidak disukai panelis adalah perlakuan penambahan rumput laut 10% dan STPP 0,15%. Menurut
(Kramachi, 1971) tekstur dan keempukan produk akhir dari produksi emulsi daging dipengaruhi oleh kandungan air yang ditambahkan, sehingga kadar air sangat

mempengaruhi mutu sosis yang dihasilkan.

4.9 4.9.1

Uji Organoleptik Rasa Uji Organoleptik Rasa Asin Skala Mutu Hedonik Rasa sosis dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusunnya, menyebabkan

adannya perbedaan tingkat penerimaan panelis. Bahan penyusunnya sebagian besar adalah ikan dan bahan penyedap lain yang ditambahkan dalam pembuatan sosis.

47

Tabel 4.12 Rata-rata mutu hedonic rasa asin sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan rasa asin notasi BNJ 5% P1Q1 2.31 a 0.196** P1Q2 2.33 a P1Q3 2.44 a P2Q1 2.25 a P2Q2 2.21 b P2Q3 2.23 B P3Q1 2.15 ab P3Q2 2.00 ab P3Q3 1.75 C Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Hasil analisis sidik ragam pengujian organoleptik mutu hedonik rasa asin, dengan perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP, menunjukkan bahwa perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP memberikan berpengaruh sangat berbeda nyata. Hasil organoleptik tekstur uji mutu hedonik sosis dengan perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP mempunyai nilai ratarata 2,18 dengan nilai tertinggi 2,44 dan nilai terendah 1,75. Hasil analisis sidik ragam mutu hedonik rasa asin dapat dilihat pada Lampiran 5. Setelah dilakukan uji lanjut BNJ 1% perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP terhadap mutu hedonik rasa asin memberikan pengaruh sangat berbeda nyata, seperti yang terlihat pada Gambar 4.12

48

Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap mutu hedonik rasa asin


2.45 2.35
2.44 2.33 2.31 2.25 2.23 2.21

rasa asin

2.25 2.15 2.05 1.95

2.15

y = -0.039x + 2.383 2.00 R = 0.704

1.85 1.75
0 2 4 6 8

1.75
10

konsentrasi rumput laut

Gambar 4.12 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Mutu Hedonik Rasa Asin. Berdasarkan Gambar 4.12 menunjukkan bahwa sebesar 70,4% nilai mutu hedonic dipengaruhi rumput laut dan STPP, mutu hedonik rasa asin yang tertinggi adalah pada perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP (0:0,15%) dengan kriteria agak asin, dan mutu rasa asin terendah adalah pada perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP (10:0,15%) dengan kriteria tidak asin sampai agak asin. Rasa asin pada sosis rumput laut (Eucheuma cottonii) disebabkan karena penambahan garam yang ditambahkan dalam pembuatan sosis.

4.9.2

Uji Organoleptik Rasa Gurih Mutu Hedonik Hasil analisis sidik ragam pengujian organoleptik mutu hedonik rasa gurih,

dengan perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP, menunjukkan bahwa perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP memberikan berpengaruh sangat berbeda nyata.

49

Tabel 4.13 Rata-rata mutu hedonic rasa gurih sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan Rasa gurih Notasi BNJ 1% P1Q1 3.35 a 0.269** P1Q2 2.94 b P1Q3 3.25 a P2Q1 3.04 b P2Q2 2.77 c P2Q3 2.60 c P3Q1 2.63 c P3Q2 2.54 c P3Q3 2.21 c Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata. Hasil organoleptik tekstur uji mutu hedonik rasa gurih sosis rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP mempunyai rata-rata 2,82 dengan nilai tertinggi 3,35 dan nilai terendah 2,21. Hasil analisis sidik ragam mutu hedonik rasa gurih dapat dilihat pada Lampiran 5. Setelah dilakukan uji lanjut BNJ 1% perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP terhadap mutu hedonik rasa gurih memberikan pengaruh sangat berbeda nyata, seperti yang terlihat pada Gambar 4.13. Pengaruh penambahan rumput laut dan STPP terhadap mutu hedonik rasa gurih sosis 3.60
nilai mutu hedonik rasa gurih
3.40

3.20
3.00 2.80

3.35 3.25
3.04 2.94 2.77 2.60 y = -0.072x + 3.175 R = 0.730 2.63 2.54

2.60
2.40 2.20

2.21

2.00
0 1 2 3 konsentrasi rumput laut 7 4 5 6 8 9 10

Gambar 4.13 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap rasa gurih.

50

Berdasarkan Gambar 4.13 menunjukkan bahwa 73% rasa gurih sosis dipengaruhi rumput laut dan STPP sedangkan 27% dipengaruhi faktor lain. Mutu hedonik rasa gurih yang tertinggi adalah pada perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP (0:0,05%) dengan kriteria gurih, dan mutu rasa gurih terendah adalah pada perlakuan penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan STPP (10:0,15%) dengan kriteria agak gurih. Perbedaan tingkat kesukaan panelis pada produk ikan ini diduga karena rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, konsentrasi dan interaksinya dengan komponen yang lain (Winarno 1997).

Rasa gurih pada sosis disebabkan karena penambahan penyedap rasa yang mengandung lemak. 4.9.3 Uji Organoleptik Rasa Skala Hedonik Rasa merupakan faktor yang sangat menentukan pada keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan, walaupun parameter yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak enak atau tidak disukai maka akan ditolak (Soekarto,1995) Rasa sosis dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusunnya, menyebabkan adannya perbedaan tingkat penerimaan panelis. Bahan-bahan penyusunnya antara lain daging,tepung tapioca, rumput laut, STPP, garam, gula dan penyedap rasa. Tabel 4.14 Rata-rata hedonic rasa sosis dari berbagai perlakuan penambahan rumput laut dan STPP. perlakuan rasa notasi BNJ 5% P1Q1 3.65 a 0.265** P1Q2 3.46 ab P1Q3 3.71 a P2Q1 3.60 a P2Q2 3.06 b P2Q3 3.04 b P3Q1 2.77 c P3Q2 2.67 c P3Q3 2.38 C Keterangan : angka-angka pengamatan yang diikuti oleh notasi yang sama berbeda tidak nyata.

51

Hasil analisa hedonik rasa sosis berkisar antara kriteria biasa-suka (3,71) sampai dengan kriteria agak tidak suka (2,38). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap uji sensori rasa untuk skala hedonik memberikan pengaruh sangat berbeda nyata. hasil analisis sidik ragam rasa hedonik dapat dilihat pada Lampiran 4. Analisis statistik lanjutan menggunakan uji BNJ 5%. Hasil disajikan pada Gambar 4.14. Pengaruh penambahan konsentrasi rumput laut terhadap hedonik rasa
3.80 3.70 3.60 3.50 3.40 3.30 3.20 3.10 3.00 2.90 2.80 2.70 2.60 2.50 2.40 2.30 3.71 3.65 3.46

3.60

nilai hedonik rasa

3.06 3.04 2.77 y = -0.1x + 3.648 2.67 R = 0.808 2.38

10

konsentrasi rumput laut

Gambar 4.14 Pengaruh Penambahan Rumput Laut dan STPP Terhadap Hedonik Rasa. Gambar 4.14 menunjukkan penurunan terhadap hedonic rasa sosis ikan. Semakin tinggi konsentrasi rumput laut yang digunakan maka rasa yang dihasilkan tidak disukai panelis begitu pula sebaliknya, semakin rendah konsentrasi rumput laut yang digunakan maka nilai hedoniknya semakin menurun. Hal ini juga terlihat dari 80,8% nilai hedonic rasa dipengaruhi rump ut laut. Nilai hedonic yang tertinggi yang disukai panelis mencapai angka 3,61. Rasa yang sangat disukai panelis adalah sosis rumput laut (Eucheuma cottonii) dari perlakuan penambahan rumput laut dan STPP (0:0,15%). dengan perbandingan

52

Skema interaksi antar pengamatan

1) Kadar protein

NS

2) Kadar air

**

3) Kekenyalan

NS

4) Folding test 5) Uji hedonic Warna Aroma Kekenyalan Tekstur Rasa 6) Uji mutu hedonic : Warna Aroma Kekenyalan Rasa asin Rasa gurih

**

* ** ** ** **

NS * ** ** **

Keterangan: NS : tidak berbeda nyata * : berbeda nyata ** : sangat berbeda nyata

53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan rumput laut dan STPP secara umum dapat mempengaruhi mutu sosis ikan tenggiri yang dihasilkan. 2. Perlakuan penambahan rumput laut dan STPP memberikan pengaruh ya ng nyata terhadap kadar air, folding test, dan uji hedonic dan mutu hedonik. 3. Hasil penelitian menunjukan perlakuan terbaik dihasilkan pada Perlakuan penambahan rumput laut sebesar 0% dan STPP 0,05% dengan karakteristik kadar air sebesar 65,14% dan nilai folding testnya 4.
4.

Hasil uji organoleptik aroma terbaik terdapat pada sosis dengan konsentrasi
rumput laut: STPP = (0:0,05%) dan (5:0,1%) dengan tingkat kesukaan biasa dan

kriteria beraroma ikan.


5.

Hasil uji organoleptik kekenyalan

terbaik terdapat pada sosis dengan

konsentrasi rumput laut 0% dan STPP 0,15% dengan tingkat kesukaan suka dan

kriteria kekenyalan, kenyal.


6.

Hasil uji hedonic tekstur terbaik terdapat pada sosis dengan konsentrasi rumput
laut 0% dan STPP 0,05% dengan tingkat kesukaan suka.

7.

Hasil uji organoleptik rasa terbaik terdapat pada sosis dengan konsentrasi
rumput laut 0% dan STPP 0,15% dengan tingkat kesukaan suka dan kriteria rasa

agak asin dan gurih.

5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disarankan : 1. Perlu kajian lebih lanjut terhadap perhitungan berdasarkan bahan kering rumput laut sehingga tidak mempengaruhi formulasi khususnya jumlah air dalam bahan. 2. Dalam proses pembuatan sosis hendaknya perlu memperhatikan suhu sehingga terbentuk emulsi yang baik dan menghasilkan sosis yang baik pula.

You might also like