You are on page 1of 62

Disusun oleh :

Henk smith, Sulistyowati, Lutiyono, Hari Kristopo, Silvia Andini,


Mita Septiani, Dian Novita Wijaya, Noviani Gunawan












FAKULTAS SAINS dan MATEMATIKA
UNIVERISTAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2011
2

TATA TERTIB DAN PENILAIAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I
SEMESTER I 2010-2011

Tata Tertib :
1. Mematuhi tata tertib umum Laboratorium Kimia FSM.
2. Datang tepat waktu, keterlambatan lebih dari 15 menit, nilai 0.
3. Pada saat praktikum praktikan wajib membawa 1 set peralatan standard (pillius,
spatula, tabung reaksi dll), korek api gas serbet.
4. Selama praktikum, praktikan wajib memakai jas praktikum dan sepatu
tertutup.
5. Tugas awal dikumpulkan pada hari jumat di Lab. Kimia AS 3B sebelum jam
12.00 WIB.
6. Tugas awal tanpa nama, NIM dan kelompok, nilai dikurangi 10%.
7. Keterlambatan pengumpulan tugas awal pada hari yang telah ditentukan, nilai
dikurangi 50%, lebih dari 1 hari tidak diterima.
8. Bagi yang tidak mengumpulkan tugas awal, tidak diperbolehkan mengikuti acara
praktikum yang bersangkutan.
9. Laporan sementara dibuat rangkap dua, pada lembar laporan sementara yang
telah ditentukan.
10. Laporan sementara ditulis rapi dan bersih selama waktu praktikum dan harus
ditandatangani oleh praktikan, asisten dan laboran.
11. Laporan resmi praktikum (ditulis tangan) dikumpulkan 1 minggu setelah acara
praktikum selesai (sebelum acara praktikum berikutnya dimulai)
12. Toleransi keterlambatan pengumpulan laporan resmi 15 menit.
13. Format laporan resmi adalah sebagai berikut :
Judul
Tujuan (5)
Pendahuluan (10)
Bahan dan Metoda (5)
Hasil (5)
Jawab pertanyaan (35)
Pembahasan (20)
Kesimpulan (10)
Daftar Pustaka (5)
Lampiran (5)
12. Sistematika laporan yang tidak lengkap sesuai dengan format, nilai dikurangi
20%.
13. Laporan dan tugas awal yang sama, akan dikurangi 50% untuk masing-masing
praktikan.
14. Laporan resmi praktikum wajib dikumpulkan bersama laporan sementara dan
tugas awal. Laporan yang tidak lengkap nilai dikurangi 10%
15. Penilaian : Total nilai 25%
Tugas awal 5%
Laporan resmi 10%
Tes awal 7,5% (4x tes)
Keaktifan 2,5%


3

ACARA DAN JADWAL PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA I
SEMESTER I 2011-2012

1. Penghitungan Ralat .. 4
2. Pengaruh Katalis untuk Orde Reaksi dan Energi Aktivasi .. 20
3. Pengaruh Suhu Terhadap Kesetimbangan; Kalorimetri tak langsung.. 26
4. Penentuan Massa Molar Polymer 30
5. Termodinmika Karet ... 35
6. Titrasi Potensiometri Campuran Asam 39
7. Pelapisan Tembaga (Elektroplating) 46
8. Penurunan Titik Beku .. 49
9. Perubahan-Perubahan Energi pada Reaksi Kimia 55
10. Penentuan Massa Jenis Suatu Zat 58

Tanggal
Acara Praktikum / Kelompok
I II III IV V
28-09-10 1 1 1 1 1
05-10-10 2 2 2 2 2
12-10-10 3 3 3 3 3
19-10-10 4 5 6 7 8
26-10-10 5 6 7 8 9
02-10-10 6 7 8 9 10
09-11-10 7 8 9 10 4
16-11-10 8 9 10 4 5
23-11-10 9 10 4 5 6
30-11-10 10 4 5 6 7

KIMFIS IA :
KELOMPOK I : KELOMPOK II : KELOMPOK III :
652009012 652009011 652009002
652009021 652009005 652009007


KELOMPOK IV : KELOMPOK V :
652009602 652009019
652009603 652009014


KIMFIS IB :
KELOMPOK I : KELOMPOK II : KELOMPOK III :
652009018 652009017 652009015
652009009 652009003 572007005


KELOMPOK IV : KELOMPOK V:
652009008 652009016
652010601 652009004

4

1. PERHITUNGAN RALAT


1. PENDAHULUAN
Maksud suatu pengukuran di dalam ilmu fisika ialah pada umumnya untuk
menambah pengetahuan kita tentang besarnya suatu besaran fisika. Karena pelbagai
sebab tidak mungkin kita mengetahui besaran itu secara eksa; diantaranya kami
sebutkan :
1. Pada banyak pembacaan, kita harus melakukan suatu pengiraan, yaitu jikalau
penunjukan alat pengukur tidak tepat pada suatu garis skala. Hal itu menyebabkan
ketidakpastian yang disebut ralat pembacaan.
2. Mengukur itu berarti menghubungi atau mempengaruhi yang diukur, dan hal itu
pun dapat menyebabkan ketidakpastian. Misalnya seringkali ada yang harus
disesuaikan sebelum pengamatan, dan penyesuaian itu tidak mungkin kita lakukan
dengan sempurna. Maka kita mengatakan ada ralat penyesuaian.
3. Tidak semua sebab yang mempunyai pengaruh terhadap hasil pengukuran selalu
kita ketahui atau dapat kita perhitungkan. Karena itu hasil pengukuran satu
besaran dengan dua cara yang berbeda dapat berbeda juga. Dalam hal itu terdapat
ralat sistematis.

Karena hasil pengukuran selalu mengandung ketidakpastian maka hasil itu
harus kita laporkan sebagai suatu bilangan, lengkap dengan batas toleransi
(kelonggaran). Batas itu member kesan ketelitian hasil tersebut.
Ketiga jenis ralat yang kami sebutkan perlu dipahami dengan baik. Karena
itu kami mulai dengan memberikan contoh tiap tiap jenis ralat tersebut. Lalu kami
akan membicarakan beberapa perjanjian mengenai cara mengirakan ralat serta cara
melaporkan hasil pengukuran yang berlaku untuk praktikum fisika dasar.

2. CONTOH JENIS JENIS RALAT
2.1. Ralat Pembacaan
Guna menentukan panjangnya suatu batang. Batang itu kita impitkan dengan
bilah ukur yang skalanya dibagi dalam cm (lihat Gambar 0-1)







Gambar 0-1

Kita melihat bahwa panjang batang ada di antara 10 dan 11 cm. kita
mengirakan 10,2 cm. Melaporakn hasil pengukuran sebagai 10,22 cm tidak masuk
akal karena angka pertama di belakang koma sudah tidak pasti. Pengamat dalam
pemikirannya membuat anak pembagian dan berdasarkan itu diperolehnya
pengiraan tersebut. Anak pembagian dalam persepuluh masih cukup dapat dibuat,
tetapi dalam perseratusan sudah tentu tidak terbuat.
Nilai yang dibaca boleh jadi sebenarnya adalah 10,25 bahkan 10,3. Karean itu
kita melaporkan panjang itu lengkap dengan batas toleransinya. Batas itu kita ambil
9 11 12 13 14 15 10
5

selonggar mungkin, kalau dalam contoh ini kita mengandaikan bahwa
penyimpangan yang mungkin itu tidak akan melewati 0,1 cm (kepada kedua nelah),
maka kita melaporkan :
L = (10,2 0,1) 10
-2
m
Dengan itu kita mengungkapkan bahwa menurut hemat kita nilai sebenarnya
sudah pasti diantara 10,1 dan 10,3.
Sekali lagi kita mengukur panjang batang tersebut, sekarang memakai bilah
ukur dengan pembagian skala dalam mm. (Gambar 0-2)






Gambar 0-2

Panjangnya diantara 102 dan 103 mm, kita mengirakan 102,3, sekarang ralat
maksimal bukan 1/10 selang skala lagi, karena sebenarnya tidak mungkin melihat
persepuluhan mm. Jadi ralat yang kita kirakan harus kita sesuaikan dengan selang
yang lebih kecil , kita mengambil 1/5 atau 0,2 mm. Sehingga :
L = (102,3 0,2) 10
-2
m
Mungkinkah kita menggunakan bilah ukur dengan pembagian skala yang
lebih halus lagi. Akhirnya kita hanya masih dapat melihat apakah pembacaan lebih
dekat garis yang satu atau yang lain. Ralat pembacaan dalam hal itu bagian skala,
sebab daerah bagian sekitar garis tertentu dihitung sama dengan garis itu;
pembacaan dilakukan dalam bagian skala bulat.

2.2. Ralat Penyesuaian
Dalam contoh kedua ini, pengamat harus membaca tingginya sebbuah kolom
air raksa dengan menggunakan skala yang ditempatkan pada jarak tertentu (Gambar
0-3)












Gambar 0-3


Karena kolom dan skala tidak sama jauhnya dari mata pengamat. Maka
terdapat gejala beda lihat (paralaks). Perlu melihat tepat mendatar untuk
memperoleh pembacaan yang tepat (tanpa memperhayikan ralat pembacaan). Kalau
9 10 11 12 13 14 15
77
76
75
a
b
6

orang mengamati dari posisi a, akan memperoleh pembacaan skala yang terlalu
rendah, sedangkan dalam pembacaan b, diperoleh pembacaan yang terlalu tinggi.
Bilamana diadakan beberapa pengamatan, sambil melihat mendattar sebaik
mungkin maka hasil hasil pengamatan itu pada umumnya berbeda. Dalam hal ini
tidak antara 3 kemungkinan (10,1; 10,2; dan 10,3)harus kita pilih seperti dalam
conto pertama, melainkan kemungkinannya lebih banyak. Maka untuk menentukan
selang yang terkecil yang didalamnya pastilah letak kedudukan yang nyata terlalu
rendah sedikit, dan yang lain dari kedudukan yang sedikit terlalu tinggi.
Selisih hasil kedua pengamatan dibagi 2 itu kita laporkan sebagai ralat. Nilai
rata ratanya kita nyatakan sebagai tinggi yang dicari. Disini pun dapat timbul
kesulitan, andaikan kita temukan seperti Gambar 0-4
Untuk nilai tertinggi h
2
= (76,3 0,1) 10
-2
m
Untuk nilai terendah h
1
= (76,0 0,1) 10
-2
m
Separuh selang terkecil yang di dalamnya pasti terletak hasil pengamatan
bukanlah .(76,3 76,0) = 0,15 melainkan . (76,4 75,9) = 0,25 . 10
-2
m,
karena ralat pengiraan.
Maka kita peroleh :
h = (76,15 0,25 ) 10
-2
m
Ini bertentangan dengan pertimbangan pada contoh 1, yaitu bahwa kita tidak
akan melaporkan hasil pengamatan dengan decimal lebih banyak daripada yang
ditentukan oleh ralat penaksiran ( 0,1). Kalau kita terus berpegangan pada
pertimbangan itu, maka kita harus membulatkan hasil itu. Dan mengenai
pembulatan ituperlu dibuat perjanjian, bahwa harus dikerjakan sedemikian rupa
sehingga batas selang baru letaknya di luar batas lama; maksudnya agar kepastian
tidak berkurang.
Akan tetapi kita tidak akan bertindak sejauh itu, dan kita mengadakan
pengecualian untuk kombinasi dua angka 10, 15, 20, 25, kombinasi itu boleh
dipakai bila menurut kesan kita pembulatan terlalu akan memperbesar ralat.

2.3. Ralat Sistematis
Jikalau kita mau mengukur sekaligus tegangan dan arus lewat suatu resistor,
maka ada dua cara untuk menempatkan meter tegangan dan meter arus (gambar 0-
4a & 4b)





Gambar 0-4a Gambar 0-4b

Kedua cara mengandung ralat sistematis. Dalam rangkaian menurut gambar
0-4a, meter arus tidak mengukur arus melalui resistor R saja, melainkan arus
melalui resistor R dan voltmeter bersama. Maka pembacaan meter arus terlalu
besar, terdapat ralat yang selalu positif dan tidak dapat sekedar ditulis sebagai a.
Dalam rangkaian 4a, pembacaan voltmeter tidak mempunyai ralat siostematis,
tetapi dalam rangkaian 4b, voltmeterlah yang yang mengukur tegangan lewat
resistor dan amperemeter besama, sehingga pembacaan terlalu besar.
Besarnya ralat itu tergantung hambatan masing masing meter dan mudah
dihitung, asalkan hambatan meter itu diketahui. Misalnya dalam 4a, voltmeter
menunjukan V
v
= (5,4 0,2)V dan hambatan R
v
= 20 KO. maka arus melalui
A
R
v
A
R
v
7

voltmeter adalah I
v
= V/R
v
= (0,270 0, 01) mA.lalu kita dapat mengadakan
kkoreksi untuk memperoleh nilai arus melaui R yang tepat. Andaikan pembacaan
meter arus adalah I
A
= (9,7 0,1)mA, maka arus yang sebenarnya melalui resistor
R letaknya pasti diantara
I
R max
= (9,7 +0,1) (0,27 0,01) = 9,54 mA
I
R min
= (9,7 0,1) (0,27+ 0,01) = 9,32 mA
Jadi I
R
= (9,43 0,11) mA, dan menurut perjanjian perjanjian kita hasil
harus dibulatkan menjadi
I
R
= (9,45 0,15) mA
Demikian pula dapat kita mengadakan koreksi dalam hal 4b, hitunglah sendiri
nilai V
R
yang paling tepat kalau hambatan meter ialah R
A
= 100O, pembacaan
meter V
V
= (6,3 0,2)V, serta I
A
= (9,4 0,1) mA.
(Jawab : V
R
= (5,35 0,25) V)
Dalam percobaan ini kita melihat bahwa hasil pembacaan berlainan bila kita
mengubah penempatan meter, karena ada ralat sistematis. Itullah merupakan suatu
sifat penting ralat sistematis. Kita dapat mennemukannya denagn mengubah cara
mengukur. Kalau hasil cara yang berlainan ada bedanya itu merupakan petunjuk
bahwa terdapat ralat sistematis.
Juga dengan memakai meter lain pembacaan akan berbeda. Khususnya kalau
kita memakai meter tegangan denagn hambatan lebih besar dan meter arus dengan
hambatan kecil. Mak ralat sistematis dapat dibuat lebih kecil, sehingga dapat
diabaikan. Coba ulangi perhitungan di atas dengan R
v
= 200 KO san R
A
= 10O.

3. RALAT KEBETULAN & RALAT SISTEMATIS
Dengan contoh yang diberikan di atas, telah kami perlihatkan bahwa
umumnya terdapat perbedaan antara nilai hasil pengukuran dan nilai sejati suatu
besaran. Asal mulanya perbedaan itu dapat kita bedakan 2 macam: terdapatnya ralat
kebetulan dan terdapatnya ralat sistematis.
3.1. Ralat Kebetulan dapat didefinisikan sebagi penyimpangan dari nilai sejati yang
boleh positif maupun negative, sedangkan besarannya dapat berbeda beda waktu
mengukur berulang kali (Contoh 1 & 2).
3.2. Ralat Sistematis didefinisikan sebagai penyimpangan yang dalam keadaan
keadaan serupa selalu mempunyai tanda yang sama dan sering juga besarnya sama
(Contoh 3).
Ralat kebetula sering kali dapat dibatasi dengan berkali kali mengulangi
pengamatan itu dan menghitung nilai rata- rata. Cara kerja itu dalam praktikum fisika
dasar kurang praktis, karena itu kita bekerja dengan pap yang disebut ralat yang
mungkin.
Ralat sistematis besarnya dalam beberapa hal mudah ditentukan dan dalam
hal iu sewajarnya kita menghitung koreksi untuk memperbaiki hasil pengukuran
(Contoh 3). Tetapi seringkali perlu mengadakan analisa teoritis atau perluasan
penelitian yang cukup mendalam, misalnya mengulangi pengukuran denagn cara yang
berbeda. Karena itu dalam praktikum fisika dasar biasanya dianggap cukup kalau
sumber sumber ralat sistematis dipahami, tanpa menghitung besarnya (kecuali dalam
hal yang mudah). Dan yang dimaksud dengan perhitungan ralat ialah biasanya
perhitungan ralat kebetulan.

4. RALAT YANG MUNGKIN
Ralat yang mungkin atau singkatnya ralat yang mungkin dapat dirumuskan
sebagai separuh selang terkecil yang di dalamnya terletak nilai yang dicari. Perlu kita
8

menyadari batas kepastian itu: asal kita tidak terlalu optimis menilai rala itu. Kita dapat
member definisi lain, yakni ralat terbesar yang dianggap dapat terjadi dalam keadaan
yang berlaku.
Tetapi yang paling ditekankan adalah kepastiannya, bukan kemungkinannya.
Karena itu ralat yang mungkin selalu dibulatkan keatas.
Suatu cedera ralat yang mungkin adalah bahwa kita selalu menentukan ralat
yang lebih besar daripada yang masuk akal. Dengan demikian, kita tidak menggali
seluruh keterangan yang terdapat dalam pengamatan. Tetapi keuntungannya besar.
Salah satu yang terpenting (yang bersangkutan dengan cara menyatakan ralat yang
mungkin hanya dengan satu angka atau paling banyak dua angka) ialah penghematan
perhitungan seperti kita akan melihat berikut ini.

5. MELAPORKAN HASIL YANG MUNGKIN
5.1. Satuan dan Desimal
Hasil akhir kita laporkan sebagai suatu bilangan plus atau minus ralat yang
mungkin, dengan satuannya menurut S.I.
Kelipatan decimal satuan itu dituliskan denagn pangkat sepuluh (atau dengan
awalan), sedemikianrupa sehingga pangkat itu takterpandang tandanya merupakan
kelipatanm 3.
Jadi : (10,2 0,1) cm menjadi (102 1) 10
-3
m.
Ralat yang mungkin dinyatakan dengan satu angka saja (terlepas dari angka-
angka nol dimuka angka itu), dengan pengecualian : antara 10 sampai 25 dua angka.
Jumlah angka dala hasil akhir dibatasi oleh ralat yang mungkin, maka sampai
denagn angka yang mengandung ketidakpastian : 34,256 0.1 tidak diperkenankan!
semestinya 34,3 0,2.
Bilamana angka terakhir itu angka nol, maka nol itu juga dituliskan : bukan
10 0,1 melainkan 10,0 0,1.

5.2. Ralat Nisbi
Kadang- kadang ralat yang mungkin dilaporkan sebagai ralat nisbi atau ralat
relative, yaitu ralat yang mungkin dibagi bilangan yang mengandung ralat itu,
dalam rumus : k= a/a. Ralat relative itu sering dinaytakan dalam %
Akan tetapi kita tidak boleh menuliskan a k%, karena a memiliki dimensi
sedangkan k tidak!
Notasi yang boleh digunakn : a (1 k%)
Bilamana hasil pengamatan misalnya a= 10,0 . 10
-3
m dan ralat a = 0,1.10
-3
m, maka kita dapat menyatakan ralat nisbi (yang mungkin) besarnya 1%

6. KELANJUTAN RALAT DALAM PENGOLAHAN HASIL PENGUKURAN
MENJADI HASIL AKHIR
Seringkali hasil pengukuran harus diolah lebih lanjut untuk memperoleh hasil
akhir yang dituju denagn pengukuran itu. Dalam hal itu ralat pengukuran mempunyai
kelanjutannya dalam hasil akhir itu, dan perhitungan hasil itu harus meliputi
perhitungan ralat di dalamnya.

6.1. Contoh : isi sebuah balok
Untuk mengetahui isi sepotong logam yang siku siku kita telah mengukur
sisinya.
a a = (200 1) 10
-3
m
b b = (100 1) 10
-3
m
9

c c = (300 1) 10
-3
m
Isinya kita hitung dengan cara :
V = a . b . c = 200 . 100 . 300 .10
-9
= 6 . 10
-3
m
3

Sekarang ditanyakan : berapakah besar ralat yang mungkin?
Kita boleh menghitung nilai maksimum dan minimum V, lalu melaporkan
separuh selisihnya sebagai ralat. Perhitungan cara itu agak memboroskan waktu,
karena perlu dibuat denagn teliti. Akan tetapi ralat V tidak perlu dihitung sangat
teliti, maka kita dekati dengan:
V = bca + acb + abc. (Selidikilah!), sehingga :
V = (3.10
4
. 1 + 6.10
4
. 1 + 2.10
4
. 1) 10
-9
= 11.10
-5
m
3

Hasil itu menurut perjanjian dibulatkan menjadi 0,15 . 10
-3
m
3
, jadi V = (6,00
0,15) 10
-3
m
3.
Perhitungan itu masih jadi lebih sederhana kalau kita beralih
menggunakan ralat nisbi.

6.2. Kaidah Menghitung Ralat
Selanjutnya kami akan menurunkan bebrapa kaidah untuk menghitung ralat
dalam hasil akhir, yaitu untuk jumlah dan selisih dua besaran, untuk hasil kali dan
hasil bagi, serta untuk suatu pangkat n. karena banyak perhitungan merupakan
gabungan hal hal tersebut, seringkali ralat yang mungkin dapat dituliskan dengan
mudah kalau kaiadah ini dipakai.


6.2.1. Ralat dalam Jumlah
Andaikan suatu beasaran F merupakan jumlah 2 besaran a dan b, yang masing
masing mengandung ralatnya, F = a+b
Maka ralat dalam F adalah jumlah ralat dalam a dan b : F = a + b
Bukti :
F
max
= a + a + b + b
F
min
= a - a + b - b
F = (F
max
- F
min
) / 2 = a + b

6.2.2. Ralat dalam Selisih
Kalau F = a b, maka F = a + b
Bukti :
F
max
= a + a - b + b
F
min
= a - a - b - b
F = (F
max
- F
min
) / 2 = a + b

6.2.3. Ralat dalam Hasil Kali
Kalau F = a . b, maka F/F = a/a + b/b
Bukti :
F
max
= (a + a) (b + b) = a . b + a . b + b . a + a . b
F
min
= (a - a) (b - b) = a . b - a . b - b . a - a . b
F = (F
max
- F
min
) / 2 = a . b + b . a
Jikalau kita beralih kepada ralat nisbi dengan membagi dengan a . b = F, maka
hasilnya F/F = b/b + a/a
Atau : F = a(1 o%) x b(1 |%) = ab (1 (o+|)%)

6.2.4. Ralat dalam Hasil Bagi
Kalau F = a/b, maka F/F = a/a + b/b
10

Bukti :


Jikalau kita mengabaikan (b)
2
terhadap b
2
daan beralih lagi kepada ralat nisbi,
maka sekali lagi kita peroleh :
F/F = a/a + b/b
Atau :




6.2.5. Ralat dalam Pangkat n
Kalau F = a
n
, maka F/F = n(a/a)
Bukti :
F
max
= (a + a)
n
= a
n
+ n . a
n-1
. a + .
F
min
= (a - a)
n
= a
n
- n . a
n-1
. a + .

7. MENGHITUNG RALAT DENGAN DIFERENSIAL TOTAL
Menghitung ralat dapat kita anggap sebagai mencari perubahan dalam
besaran F . (a, b, c, ..) sebagai akibat perubahan kecil dalam perubahan perubahan
a, b, c, . Jikalau F merupakan fungsi dua peubah a dan b, yang dapat
dideferensialkan, maka bagi perubahan kecil dalam a dan b berlaku deret Taylor :

F (a,b) = F (a + a, b + b) F (a,b) =

) + pangkat a dan b yang lebih tinggi . (0-1)



Arti F/a ialah hasil bagi diferensial parsial dari F ke a, sambil semua
peubah lain (b dan lain lain kalau ada) tetap. Sebagi contoh deret (0 1) kita
membicarakan suatu fungsi satu peubah saja. Diminta menentukan ralat dalam luas
lingkaran F (r) = tr
2
, sebagai akibat ralat dalam jari jarinya.

F (r) = (tr
2
) =

(r)
2

= 2trr + t(r)
2
(0-2)

Turunan yang lebih tinggi jadi nol semua (selidikilah !)
Arti rumus (0-2) dapat dilihat dalam grafik ini !













11
















Gambar 0-5

dF/dr = tg = AB/AC, maka AB = tg , AC = 2trr dan RD = F (r) - 2trr
= t(r)
2

Kita membatasi penguraian kita untuk ralat yang kecil, jadi pangkat dua ke atas
boleh kita abaikan. Dalam contoh ini, (r)
2
<< r, dengan kata lain suku t(r)
2
= DB
hanya merupakan koreksi kecil terhadap 2trr = AB.
Asal r cukup kecil, maka dengan pendekatan kita dapat menyamakan
F (r) = tg . r = 2trr,
Misalnya r/r = 1/10 , maka :


Kesalahan yang timbul karena pendekatan tersebut dalam hal ini sebesar 5% dan itu
cukup kecil untuk perhitungan ralat.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dapat kita merumuskan dalil :
Jikalau F = F (a, b, c, .. ) dan terdapat ralat kecil dalam a, b, c, . , maka untuk
ralat dalam F berlaku :
|

| |

| |

| (0-3)
Dengan syarat praktis supaya pendekatan berlaku :


Kami telah menambahkan garis mutlak dalam rumus (0-3), alasannya karena
kita ingin menentukan ralat maksimum yang mungkin terjadi, sebagai akibat
penyimpangan penyimpangan dalam a, b, c,
Maka kombinasi ralat maksimal terjadi kalau semua suku dalam (0-3) sama
tandanya, dengan kata lain ralat dalam tiap tiap peubah menyebabkan F
menyimpang dalam arah yang sama.
Memang dalam hal tertentu biasanya tidak semua tanda ralat sama, sehingga
ada yang saling melawan pengaruhnya dan ralat tidak sebesar ralat yang mungkin
yang kita hitung. Tetapi karena tanda ralat tidak diketahui, kita harus
memperhitungkan kemungkinan bahwa semua ralat saling menambah.

C
D
B
A

tr
2
r r + r r
12

8. MENENTUKAN RALAT SECARA GRAFIS
Sebelum mebicarakan cara menentukan ralat secara grafis, perlu kita
mengetahui cara menggambar grafik dulu.
8.1. Metode Angka Tidak Berdimensi
Dalam suatu grafik secara matematis hanya angka saja dapat diwakili. Ini
berarti bahwa pada sumbu sumbu harus dijelaskan bagaimana hubungan antara
titik titik dalam grafik dan besaran yang diukur secara percobaan.
Semua besaran yang diukur dapat dianggap sebagai hasil kali dari angka dan
satuan. Atau kalau besaran yang diukur akan dibagikan oleh satuannya hasil yang
dicapai adalah angka. Besaran / satuan dapat digunakan untuk menjelasakan arti
sumbu grafik. Kalau begitu, angka yang dihitung dapat mewakili hasil pengukuran
dalam grafik.
Misalnya :
Hasil pengukuran Besaran / satuan Angka
m = 10,3 g m/g = 10,3
m/g 10,3
m/10
-3
kg 10,3
I = 340 mA I/mA - 340
I/mA 340
I/A 0,340

Sebaiknya metode ini juga digunakan untuk merekam hasil pengukuran dalam
suatu tabel. Besaran / satuan dapat dituliskan di atas kolom yang bersangkutan. Ini
berarti bahwa apa yang akan tertulis di dalam tabel menjadi sesederhana mungkin
dan mudah terintepretasi. Disamping itu adalah hubungan langsung antara isi tabel
dan grafik yang dibuat berdasarkan data itu.

8.2. Menggambar Grafik
Kalau kita akan membuat grafik berdasarkan hasil pengukuran, sebaiknay
hasil itu disusun dalam tabel dulu. Sebagai contoh, kita mengambil suatu percobaan
elastisitas (tabel 0-1). Di dalam kolom pertama tercatat gaya yang menarik kepada
seutas kawat, dan dalam kolom kedua perpanjangan yang diukur akibat gaya itu.
Karena ralat untuk semua titik pengukuran sama, maka dicatat sekali di bagian atas
tabel.
Tabel 0-1
F l
1N 0,05 . 10
-3
m
5 0,25
10 0,40
15 0,60
20 0,75
25 1,10
30 1,45

13




Grafik 0-1



Untuk menggambar grafik, ikutilah pedoman berikut :
(1) Sediakan kertas berkotak
(2) Pilihlah nilai skala dan gambarlah salib sumbu
(3) Catatlah besaran, satuan, seta beberapa angka pada sumbu
Biasanya peubah bebas digambar sepanjang sumbu horizontal, sedangkan yang
tak bebas digamabr vertical.
Nilai skala dan angka harus dipilih supaya grafik mudah dibaca, dan agar
ketelitian menggambar grafik tidak menambah ralat. Nilai skala yang baik
misalnya 1N ~ 1, 2, atau 5 kotak. Jangan 1N~ 2 kotak serta 0,1 . 10
-3
m ~ 1 kotak.
Nilai skala dalam cm atau mmtidak perlu dicatat, sudah jelas dari gamabr. Tetapi
penjelasan perihal grafik itu harus dituliskan di bawahnya.
(4) Gambarlah titik titik dengan jelas
Setepat- tepatnya titik dikelilingi persegi panjang ralat (lihat contoh). Arti persegi
panjang ralat ialah bahwa nilaii betul mungkin terletak di mana mana di dalam
daerah itu. Kalau persegi panjang ralat tidak dapat digambar \, maka titik
diterangkan denagn lingkaran, segitiga, tanda plus, dsb, yang tiada hubungannya
langsung dengan besarnay ralat.
(5) Gambarlah garis yang kencang, yang sebaik mungkin melalui titik titik yang
diukur, mengingat teori maupun ralat.

Menurut hokum Hooke, grafik perpanjangan sebagai fungsi beban harus
merupakan garis lurus. Keempat titik pertama cocok dengan hokum tsb. Akan tetapi
kedua yang terakhir terlalu menyimpang. Maka kita dapat mearik kesimpulan, bahwa
hokum hooke tidak berlaku bagi gaya lebih besar daripada 20 N. disini jelas
pentingnya penguraian ralat. Kalau tidak dipastikan dulu berapa besar ralat yang
mungkin,maka kita tidak akan dapat memutuskan apakah penyimpangan itu berarti
hokum alam idak berlaku., ataukah hanya disebabkan karena pengukuran kurang
teliti. Perhatikan juga bahwa dalam contoh ini garis harus melalui pokok sumbu.

0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
0 5 10 15 20 25 30 35
x 10
-3
m
F/N
14



8.3 Menyisipkan dan menambahkan (interpolasi dan ekstrapolasi)
Waktu menggambar garis grafik, kita menyisipkan titilk titik yang tidak
diukur diantar ayang diukur. Lalu kita membaca perpanjangan berapakah yang
terjadi sebagai akibat sembarng gaya., tanpa perlu mengukurnya. Juga tidak perlu
mengukurnya. Juga tidak perlu menghitung atau mengetahui hubungan antara
perubah perubah dalam bentuk analitis.
Demikian pula garis grafik dapat diteruskan sampai diluar daerah di mana
tela diadakan pengukuran, dengan kata lain menambahi panjangnya grafik. Dalam
hal itu ketelitian berkurang, antara lain karena tidak pasti bentuk mana akan diikuti
graffik diluar daerah yang diukur, misalnya dalam contoh kami berlakunya hokum
Hooke terbatas, sehingga grafik tidak boleh ditambahkan lurus saja.

8.4 Meluruskan (melinierkan) grafik
Seringkali kita menginginkan supaya grafik merupakan garis lurus, antara
lain karena itu sangat sangat mempermudah penyisipan dan penambahan. Karena
itu sedapat dapatnya fungsi dilinearkan sebelum grafiknya dibuat. Di bawah ini
kami memberikan beberapa fungsi y(x) yang dapat dilinearkan denagn mudah.
(1)


Kita dapat menulis z = 1/y = (q/p)x + r/p, lalu z merupakan fungsi linear dari x.
Maka grafik 1/y terhadap x, ialah garis lurus.

(2)


Fungsi ini ditulis sebagai ln y = x + ln A. jelaslah, bahwa grafik ln y terhadap x
merupakan garis lurus. Dalam hal ini dapat dimanfatkan kertas grafik yang
sudah mempunyai skala logaritmis pada satu sisi.

(3) y = A ..
n
+ B
dijadikan ln(y-B) = n lnx + lnA. Maka graik ln(y-B) terhadap lnx adalah lurus,
dan kita dapat memanfaatkan kertas logaritmis dua sisi.


8.5 Penggunaan grafik untuk menentukan ralat
8.5.1 Kemiringan rata rata
Sebuah seri pengukuran dapat digunakan untuk menentukan nilai dari
tetapan fisis tertentu. Hal ini dapat dilakukan secara analitis tetapi seringkali metode
grafis lebih berguna., terutama untuk grafik fungsi linear atau fungsi fungsi lain
yang dapat ditentukan.
a. Melalui grafik dapat dilihat langsung apakah semua hasil pengukuran dapat
diterima atau apakah ada titik ukur yang menyimpang terlalu jauh dari grafik
dan dapat diabaikan.
b. Garis lurus dapat digambarkan denagn memperhatikan luas bagian persegi
panjang ralat diatas garis kira kira sama dengan luasnya dibawah. Dari grafik
ini kemiringan rata rata dapat ditentukan langsung.
c. Nilai tetapan fisis dapat dihitung melalui emiringan rata rata
Contoh : menurut termodinamika ada hubungan antara nilai tetapan
kesetimbangan K dari suatu reaksi dan suhu T
ln K =

+ p . (0-4)
15

dengan H
0
= entalpi reaksi
p = tetapan untuk jangkauan suhu terbatas

Berarti bahwa bahwa hubungan antara K dan T dapat dinyatakan sebagai
fungsi linier dari ln K terhadap 1/T dan grafiknya berupa garis lurus. Lihat grafik 0-
2, dari kemiringan dapat dihitung nilai H
0
, yang mempunyai arti fisis.















Kemiringan rata rata yang ditentukan dari grafik ini


= -1,17 . 10
3
K

Catatan : gunakan panjang garis lurus seluruhnya untuk penentuan kemiringan
sehingga memperkecil ralat pembacaan. Makin panjang garis lurus yang digunakan
untuk menentukan kemirinagn, makin kecil ralat pembacaan.

8.5.2 Ralat dalam Kemiringan
Untuk menentukan ralat dalam kemiringan dapat digambarkan garis lurus
yang paling curam dan garis lurus yang paling landai yang masih melewati persegi
panjang ralat. Dari kedua garis lurus tersebut dapat dihitung nilai rata rata dan
ralat.















Grafik 0-3 Ralat dalam Kemiringan
diabaikan
(3,00 ; -0,86)
(4,06 ; -2,10)
Grafik 0-2 Kemiringan Grafik
1000 K/T
-2
(4,05;-1,94)
3,5 4,0 3,0
(4,05;-2,20)
(3,00;-0,97)
-1
(3,00;-0,79)
ln K
-1
-2
ln K
3,0 3,5 4,0
1000 K/T
16

Grafik 0-3 diperoleh dengan menggunakan data dari Grafik 0-2. Hasil yang
ditemukan dari grafik ini (periksa sendiri)
Paling curam : -1,34 .10
3
K
Paling landai : -0,924 . 10
3
K
Maka kemiringan = -1,13 0,210 .10
3
K

9. LATIHAN TENTANG PERHITUNGAN RALAT
Secara umum untuk latihan masing masing :
- Rangkum hasil pengukuran serta perhitungan dalam satu tabel
- Gunakan metode angka tidak berdimensi (lihat 8.1) sehingga dalam tabel dan
grafik hanya angka saja akan muncul.
1. a. Ukurlah panjang, lebar, dan tinggi dari balok yang akan diberikan dengan
menggunakan sebuah penggaris !
Ulangi semua pengukuran 3 kali dan hitunglah nilai rata rata serta periksalah
ralat dalam semua pengukuran dari balok tsb.
b. Hitunglah volume dari balok dan ralat dalam nilai volume
(i) Gunakan metode dari 6.1 (ralat mutlak dihitung)
(ii) Gunakan metode dari 6.2.3 (ralat nisbi dihitung)
(iii) Bandingkan kedua metode ini, metode mana yang lebih mudah digunakan?
2. a. Ulangi latihan 1 dengan menggunakan sebuah jangka sorong (dengan skala
nonius) sebagai pengganti penggaris.
Gunakan metode perhitungan yang paling cocok untuk menghitung ralat mutlak
dan ralat nisbi !
b. Bandingkan angka penting dan besarnya ralat pada kedua cara pengukuran ini!
3. Periksa cara penggunaan dan pembacaan volume dari suatu buret bervolume 50ml.
Perkirakanlah :
(i) Ralat pembacaan
(ii) Ralat penyesuaian (paralaks) untuk buret ini.
4. Menurut perusahaan ketelitian volume total dari suatu buret bervolume 50 ml
adalah sampai 0,25%
a. Hitunglah besar
(i) Ralat sistematis yang maksimal dalam volume yang keluar dari buret
kalau pembacaan skala yng dihasilkan adalah : awal = 2,41 ml; akhir =
14,88 ml
(ii) Ralat kebetulan yang maksimal dalam volume yang keluar dari buret
kalau pembacaan skala yng dihasilkan adalah : awal = 2,41 ml; akhir =
14,88 ml
b. Cara mana yang dapat digunakan untuk mengurangi:
(i) Ralat sistematis
(ii) Ralat kebetulan pada penggunaan buret
5. Dalam sebuah laporan ditemukan hasil pengukuran dan penghitungan berikut :
Suhu laboratorium : 26,30 0,2
Arus listrik : (3 0,2) A
Perbedaan potensial : 100 5 . 10
3
V
Kalor yang dilepaskan : 3346 128 J
Kalor jenis : (0,88 0,038) J.K
-1
.g
-1

= 0,9 (1 0,04) J.K
-1
.g
-1

Perbaiki cara penulisan data tersebut !
6. a. Tentukan massa dari balok A dengan menggunakan neraca pegas!
17

b. Perkirakan ralat dalam dalam massa yang diukur!
c. Hitunglah kerapatan dari balok ini dengan menggunakan hasil dari Latihan 1!
d. Hitunglah ralat mutlak dan ralat nisbi dalam nilai kerapatan!
e. Pengukuran manakah (volume atau massa) yang menyumbangkan paling
banyak terhadap ralat dalam kerapatan?
f. Ulangi c, d, dan e denga menggunakan hasil dari Latihan 2!
g. Pengukuran manakah ang perlu diperbaiki lebih dahulu (massa atau volume)
agar nilai kerapatan dapat ditentukan denagn lebih teliti?
7. Ulangi Latihan 6 dengan menggunakan neraca beban atas (top loading balance)!
8. Arus listrik sebesar (2,7 0,2)A mengalir lewat hambatan sebesar (57 1) O
selama 4 menit 5 detik.
a. Hitunglah kalor yang dilepaskan dan ralat dalam nilai ini dengan
menggunakan metode diferensial total (7.2 persamaan 0-7)!
b. Periksa apakah syarat praktis untuk pendekatan ini dipenuhi!
c. Pengukuran manakah yang harus diperbaiki lebih dulu agar ralat menjadi
lebih kecil?
d. Jika ralat dalam pengukuran yang menyumbang paling banyak terhadap
besarnya ralat total menjadi 10 kali lebih kecil, berapa beasr ralat total dalam
perhitungan kalor yang dilepaskan?
9. a. Gunakan metode diferensial total untuk menghitung kerapatan di balok A
dengan menggunakan data dari Latihan 6
b. bandingkan besarnya ralat yang dihitung sekarang dengan besarnya ralat yang
dihitung pada Latihan 6. Beri komentar!
c. bandingkan cara perhitungan dan hasil yang tercapai sekarang dengan metode
dan hasil Latihan 6. Metode manakah yang lebih mudah digunakan? Beri
alasan!
10. a. periksa apakah tabel 0-1, sesuai dengan metode angka tidak berdimensi
(8.1), kalau tidak : perbaikilah (juga dalam pedoman)!
b. periksa apakah grafik 0-1 sesuai dengan:
(i) data yang diberikan dalam tabel 0-1
(ii) metode angka tidak berdimensi
(iii) kaidah kaidah (1) (4)
kalau tidak, perbaiki grafiknya!
11. Jelaskan arti fisis dari titik (4,06 ; -2,10) dalam grafik 0-2 (8.5.1)!
Berapakah nilai dari K dan T yang diwakili oleh titik ini?
12. Periksa apakah catatan pada akhir 8.5.1 masuk akal?
Untuk itu, bandingkan ketelitian perhitungan kemiringan dari grafik 0-2 (8.5.1)
jika bagian ln K antara 1,6 dan -2,0 saja akan digunakan dengan hal yang dihitung
dalam 8.5.1
13. a. Kemiringan rata rata yang ditemukan dalam 8.5.1 berbeda dengan nilai
yang ditemukan dalam 8.5.2. Mengapa demikian?
b. Hitunglah nilai H (persamaan 0-4) dan ralat dalam nilai ini!
c. Hitunglah nilai q (persamaan 0-4) dan ralat dala nilai ini!
14. Sebuah pegas diregangkan oleh beban yang bervariasi. Panjang pegas diukur
sebagai fungsi besarnya beban. Hasil yang tercapai berikut :
Beban /g 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0
Panjang /cm 31,5 31,9 33,1 33,7 35,9 36,8 37,5
Diketahui:
* ketelitian pengukuran panjang sampai 0,2 cm
* ralat massa beban 0,3 g untuk semua beban dar 5,0 g
18

a. buatlah tabel dengan nilai dari regangan pegas L sebagai fungsi massa beban
m serta ralat dalam nilai- nilai ini!
b. Gambarlah sebauh grafik dari L sebagai fungsi m termasuk besarnya ralat
untuk semua titik ukur!
c. menurut teori berlaku L = k . m, dengan k adalah tetapan pegas . (1)
tentukan secara grafis :
(i) Nilai dan satuan dari k
(ii) Ralat dalam nilai k berdasar nilai kemiringan maksimal da minimal yang
mungkin berdasarkan letak titik ukur dan ralat dalam letak titik ukur ini
d. Periksa apakah kesalahan sistematis akan muncul kalau rumus (1) akan
digunakan untuk menghitung kelakuan dari pegas ini! Kalau ini terjadi coba
turunkan persamaan lain untuk l, sebagai fungsi fungsi m sehingga ralat
sistematis ini tidak akan muncul.
e. Jelaskan arti fisis dari suku suku dalam persamaan yang diturunkan pada d!
f. Kemudian sebuah jeruk dipasang pada pegas ini. Panjang pegas yang diukur
37,3 cm. Tentukan massa dari jeruk dan besarnya ralat dalam massa ini dengan
menggunakan :
(i) Grafik
(ii) Persamaan yang diturunkan
g. Bandingkan kedua cara penentuan massa jeruk. Beri komentar yang manakah
lebih mudah digunakan!
15. Hitunglah luas dan ralat luas untuk micrometer skrup!
16. Hitunglah ralat massa untuk neraca Mettler!



























19

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA FISIKA 1

Nama/ NIM :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Judul :
Alat dan bahan :


1. Pengukuran p, l, dan t dengan penggaris Ketelitian = . cm
I II III
p (cm)
l (cm)
t (cm)

2. Pengukuran p, l, dan t dengan penggaris Ketelitian = . cm
I II III
p (cm)
l (cm)
t (cm)

3. Pengukuran volume air dari buret Ketelitian = . ml
I II III
atas (ml)
tengah (ml)
bawah (ml)

4. Pengukuran massa . dengan neraca pegas Ketelitian = . N
I II III
F (N)

5. Pengukuran massa dengan neraca beban atas Ketelitian = . gr
I II III
Massa (gr)

6. Pengukuran massa dengan neraca mettler Ketelitian = . gr
I II III
Massa (gr)

7. Pengukuran l dan t dengan micrometer skrup Ketelitian = . cm
I II III
p (cm)
l (cm
t (cm)


Laboran Asisten Praktikan


20

2. PENGARUH KATALIS UNTUK ORDE
REAKSI DAN ENERGI AKTIVASI

1. LATAR BELAKANG
Reaksi 2H
+
(aq) + H
2
O
2
(aq) + 2 I
-
2 H
2
O (l) + I
2
(aq) dikatalisir oleh ion- ion
logam transisi.
Kita akan meneliti:
a. Bagaimana pengaruh katalis terhadap orde reaksi
b. Berapa besar energy aktivasi untuk energy aktivasi yang tidak terkatalisir dan
yang terkatalisir.
Metoda pengukuran yang dipakai adalah pengukuran laju awal reaksi untuk seri-
seri larutan dengan konsentrasi awal dari zat pereaksi dan kalatis yang
divariasikan secara teratur.
1. Cara kerja untuk menentukan Orde Reaksi
Zat- zat pereaksi akan dicampurkan dan selang waktu (t) diukur, dimana jumlah
mol H
2
O
2
tersebut sangat sangat kecil dan tetap (a). semua system yang akan dipilih
dan diteliti mempunyai komposisi pereaksi yang konsentrasinya dapat dianggap tetap
selama selang waktu t. dalam hal ini laju awal berbanding terbalik dengan t:
Laju Reaksi =

dengan a = tetapan .....................................................................(1)


Secara umum berlaku: Laju Reaksi = k[H]
t
[H
2
O
2
]
m
[I
-
]
n
......................................................(2)
l,m, n = tetap, dianggap reaski berlangsung cukup sederhana.
Dengan memvariasikan konsentrasi H
2
O
2
sambil konsentrasi lain dijaga tetap,
nilai m dapat ditentukan:
(1) dalam (2)

= p [H
2
O
2
]
m
.............................................................................................(3)
dengan p = tetapan dan [H
2
O
2
] = konsentrasi awal H
2
O
2
,
atau log t = - m log [H
2
O
2
] log p ........................................................................................(4)
dengan cara yang sama orde reaksi I
-
dan H
+

dapat ditentukan.
2. Cara seperti no 1 dan dapat dipakai untuk menentukan energy aktivasi:
Nilai akan diukur untuk beberapa suhu yang berbeda dengan semua konsentrasi
awal tetap. Dalam hal ini berlaku:

tetap ...............................................................................................................(5)
Atau

.............................................................................................(6)
Dengan Ea = energy aktivasi ; R = Tetapan ideal ; T = suhu absolute dan p = tetapan.
Nilai a dari sejumlah mol H
2
O
2
yang kecil dapat ditentukan sebagai berikut:
Untuk semua campuran reaksi akan ditambahkan sejumlah Na
2
S
2
O
3
yang sama dan
sedikit larutan kanji. Na
2
S
2
O
3
bereaksi dengan I
2
dan terbentuk:
2 S
2
O
3
2-
(aq) + I
2
(aq) S
4
O
6
2-
(aq) + 2 I
-
(aq)
Karena itu secara otomatis, pada awal reaksi [I
-
] terus tetap. Tetapisegera setelah
tiosulfat habis I
2
tidak dihilangkan lagi dan dengan kanji biru akan muncul. Selang
waktu (t) antara pencampuran dan saat warna biru muncul sama dengan waktu yang
diperlukan untuk reaksi dari sejumlah H
2
O
2
tertentu.



21

2. CARA KERJA
Untuk percobaan larutan- larutan berikut diperlukan dengan konsentrasi kira- kira
seperti yang tertulis. Konsentrasi tidak perlu diketahui secara persis, tapi jumlah
larutan yang dibuat harus cukup untuk semua percobaan A- E. dari yang diturunkan
diatas dapat disimpulkan bahwa hanya perbandingan konsentrasi pereaksi atau katalis
yang penting dalam suatu percobaan seri. Ini berarti bahwa semua volume untuk A
E harusdiukur seteliti mungkin.
Sebagai katalis kita akan memakai (NH
4
)
2
MoO
4
(aq).
Larutan yang diperlukan:
1. Larutan I: - 40 ml kanji 1% (harus dididihkan kira- kira 3 menit)
- 20 ml KI 0,1M
- 10 ml H
2
SO
4
1M
- 10 ml Na
2
S
2
O
3
0,1M
- 420 ml akuades
2. 400 ml H
2
O
2
0,5M
3. 100 ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
.4H
2
O 5.10
-5
M

Catatan:
Larutan 1 dan 2 tidak terlalu stabil dan harus disimpan sedingin mungkin, pemanasan
(untuk percobaan D dan E) harus dilakukan harus pada saat larutan akan dipakai.

A. Penentuan Orde Reaksi terhadap H
2
O
2
bagi reaksi yang tidak terkatalisir
Pipetlah 2 ml larutan I dalam sebuah Erlenmeyer 100 ml. tambahkan dalam
Erlenmeyer yang kedua 3 ml H
2
O
2
0,5 M dan 22 ml akuades. Tuang larutan ini ke
dalam larutan I. pengukran waktu dimulai saat setengah dari larutan dimasukkan.
Campurkan dengan baik secara kuantitatif dengan cara menuang bolak- balik
(minimal 3x).
Catatlah suhu awal serta waktu saat warna biru muncul.
Ulangi percobaan ini dengan 25 ml larutan I dan 25 ml larutan yang
mengandung masing- masing 6, 12 dan 18 ml H
2
O
2
0,5M.
Aturlah sehingga seluruh seri pengukuran akan dilakukan pada suhu yang
sama. Sebuah nampan berisi air pada suhu laboratorium dapat digunakan sebagai
thermostat.

B. Penentuan Orde Reaksi Terhadap (NH
4
)
2
MoO
4

Pilihlah berdasarkan percobaan Abcampuran reaksi yang akan berwarna biru
sesudah kira- kira 4 menit. Lakukan percobaan B pada suhu yang sama dengan
percobaan A.
Masukkan ke dalam sebuah Erlenmeyer 12 ml (NH
4
)
2
MoO
4
dan isilah
dengan akuades sampai 25 ml. kemudian tambahkan 25 ml ml H
2
O
2
dengan
konsemtrasi yang cocok dan juga 25 ml larutan I. larutan harus berwarna biru
setelah 20- 30 detik. Kalau ini tidak tercapai larutan (NH
4
)
2
MoO
4
harus dibuat
lebih atau kurang pekat, tergantung kebutuhan.
Laksanakan sebuah seri percobaan masing- masing 2, 4, 8, dan12 ml larutan
(NH
4
)
2
MoO
4
serta volume total tetap 75 ml.

C. Penentuan Orde Reaksi Terhadap H
2
O
2
Bagi Reaksi Yang Terkatalisir
Pilihlah berdasarkan hasil percobaan B, campuran reaksi yang akan
berwarna biru sesudah 1 menit. Teliti mulai dari susunan ini, pengaruh terhadap
laju reaksi kalau jumlah H
2
O
2
divariasikan sbb:
22


Volume H
2
O
2
(ml) 2 4 8
Volume akuades (ml) 23 21 17


D. Penentuan Energi Aktivasi Dari Reaksi Yang Tidak Terkatalisir
Pilihlah berdasarkan percobaan Abcampuran reaksi yang akan berwarna biru
sesudah kira- kira 4 menit. Laksanakan sebuah seri percobaan dengan variasi suhu
sbb: 0
o
C, 30
o
C dan 50
o
C (suhu boleh tidak tepat asal dicatat yang sebenarnya).
Gunakan thermostat yang sesuai. Ukurlah suhu beberapa kali antara saat
pencampuran dan pada saat warna biru muncul. Ambil suhu rata- rata sebagai
suhu reaksi. Gunakan data percobaan A sebagai data untuk perlakuan suhu 30
o
C.

E. Penentuan Energi Aktivasi Dari Reaksi Yang Terkatalisir
Pilihlah dari percobaan B, campuran reaksi yang akan berwarna biru sesudah
1 menit. Tentukan juga laju reaksi dalam larutan ini pada variasi suhu berikut : 0

o
C, 30
o
C, dan 50
o
C (suhu boleh tidak tepat asal dicatat yang sebenarnya).
Gunakan data percobaan B sebagai data untuk perlakuan suhu 30
o
C.

3. TUGAS AWAL
1. Mengapa pada awal reaksi [I
-
] tidak berubah?
2. Dianggap bahwa [H
2
O
2
] dan [H
+
] tetap:
a. Apakah anggapan ini berlaku untuk campuran pertama dari percobaan A?
b. Hitunglah masing- masing konsentrasi sesuai pencampuran!
c. Hitunglah masing- masing konsentrasi pada saat warna biru muncul!
3. Bagaimana cara memastikan bahwa untuk semua pengukuran nilai a selalu sama?
4. Syarat mana yang dalam turunan rumus- rumusnya tidak berlaku lagi kalau suhu
untuk seri pengukuran dari percobaan A tidak tetap?
5. Jelaskan dengan kalimat anda sendiri, mengapa laju reaksi berkurang kalau t yang
diukur bertambah?
6. Dilabel botol H
2
O
2
tertulis : massa jenis = 1,11 kg/L, kadar 35% w/v.
a. Hitunglah cara pembuatan larutan 2 dari larutan yang tersedia!
b. Peralatan apa saja yang akan digunakan?
c. (NH
4
)
2
MoO
4
tersedia sebagai zat padat, bagaimana larutan 3 dapat dibuat?
d. Peralatan apa saja yang digunakan?
7. Sehubungan dengan praktikum ini:
a. Apakah diperlukan tindakan tertentu sehubungan dengan keselamatan
praktikum?
b. Apakah limbah boleh dibuang begitu saja?
8. Buat diagram alir dari percobaan ini!

4. PENYELESAIAN LAPORAN
Catatan :
Kalau beberapa seri hasil pengukuran harus di gambarkan dalam satu grafik, pilihlah
lambing atau warna yang berbeda untuk masing- masing seri sehingga titik titik dari
suatu seri dapat dibedakan dengan mudah dari titik- titik seri lain. Gunakan kertas
grafik untuk mendapatkan skala yang tepat. Atau gunakan hasil print out computer.

9. Turunkanlah persamaan (6) dari persamaan (5)!
23

10. Buktikan bahwa sebagai ukuran untuk konsentrasi dari suatu pereaksi P, volume
dari larutan P yang dimasukkan ke dalam campuran reaksi boleh digunakan jika
volume campuran air tetap!
11. Buatlah grafik log t sebagai fungsi dari log [H
2
O
2
] dan tetntukan secara grafis
orde reaksi terhadap[H
2
O
2
] (persamaan). Lakukan hal ini untuk reaksi yang tidak
terkatalisir (percobaan A) dan reaksi yang terkatalisir (percobaan C). gambarkan
keduanya dalam sebuah grafik!
12. Dengan cara yang sama tentukan secara grafis orde reaksi terhadap
[(NH
4
)
2
MoO
4
]!
13. A. Gambarkan dalam sebuah grafik, laju reaksi (l/t) sebagai fungsi dari :
a. jumlah ml larutan H
2
O
2
(percobaan A)
b. jumlah ml larutan (NH
4
)
2
MoO
4
(percobaan B)
c. jumlah ml larutan H
2
O
2
(percobaan C)
B. Apakah hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan? Beri penjelasan!
14. a. Tentukan ecara grafis energy aktivasi dari reaksi yang tidak terkatalisir
(percobaan D) dan dari reaksi yang terkatalisisr (percobaan E). gambarkan
keduanya dalam satu grafik!
b. Perkirakan ralat dalam semua titik ukur yang digambarkan dalam grafik. beri
penjelasan! Kemudian tentukan secara grafis ralat dalam nilai energy aktivasi
masing- masing!
c. Apakah hasilnya sesuai dengan yang diharapkan? Beri penjelasan!





























24

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I

Nama/ NIM :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Judul :
Alat dan bahan :




A. Penentuan Orde Reaksi terhadap H
2
O
2
bagi reaksi yang tidak terkatalisir
Perlakuan
Hasil
T awal
(
o
C)
T akhir
(
o
C)
T (dT)
25 ml lar I + 3 ml H
2
O
2
0,5M + 22ml H
2
O
25 ml lar I + 6 ml H
2
O
2
0,5M + 22ml H
2
O
25 ml lar I + 12 ml H
2
O
2
0,5M + 22ml H
2
O
25 ml lar I + 18 ml H
2
O
2
0,5M + 22ml H
2
O


B. Penentuan Orde Reaksi Terhadap (NH
4
)
2
MoO
4

Perlakuan
Hasil
T awal
(
o
C)
T akhir
(
o
C)
T (dT)
25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O + 2 ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ 23 ml H
2
O

25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O + 4 ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ 21 ml H
2
O

25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O + 8ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ 17 ml H
2
O

25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O + 12 ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ 13 ml H
2
O



C. Penentuan Orde Reaksi Terhadap H
2
O
2
Bagi Reaksi Yang Terkatalisir
Perlakuan
Hasil
T awal
(
o
C)
T akhir
(
o
C)
T (dT)
25 ml lar I + 2 ml H
2
O
2
0,5M + 23 ml H
2
O + ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ ml H
2
O

25 ml lar I + 4 ml H
2
O
2
0,5M + 21 ml H
2
O + ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ ml H
2
O

25 ml lar I + 8 ml H
2
O
2
0,5M + 17 ml H
2
O + ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ ml H
2
O

25 ml lar I +12 ml H
2
O
2
0,5M + 13 ml H
2
O + ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ ml H
2
O



D. Penentuan Energi Aktivasi Dari Reaksi Yang Tidak Terkatalisir
Perlakuan
Hasil
T awal
(
o
C)
T akhir
(
o
C)
T (dT)
25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O

25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O

25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O

25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O



25

E. Penentuan Energi Aktivasi Dari Reaksi Yang Terkatalisir
Perlakuan
Hasil
T awal
(
o
C)
T akhir
(
o
C)
T (dT)
25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O + ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ ml H
2
O

25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O + ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ ml H
2
O

25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O + ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ ml H
2
O

25 ml lar I + ml H
2
O
2
0,5M + ml H
2
O + ml (NH
4
)
6
Mo
7
O
24
+ ml H
2
O





Laboran Asisten Praktikan




















26

3. PENGARUH SUHU TERHADAP
KESETIMBANGAN; KALORIMETRI TAK
LANGSUNG

1. LATAR BELAKANG
Kita akan menentukan kelarutan PbCl
2
dalam air pada beberapa suhu yang
berbeda. Dari sini dapat dihitung nilai tetapan kesetimbangan K sebagai fungsi suhu
untuk kesetimbangan :
PbCl
2
Pb
2+
(aq)
+2Cl
-
K = [Pb
2+
] [Cl
-
]
2
(1)
Menurut termodinamika berlaku :
G = R T lnK (2)
Dan dari ini dapat ditentukan :



Jadi dari grafik log K sebagai fungsi 1/T dapat ditentukan nilai baku untuk
entalpi pelarutan dan entropi pelarutan PbCl
2
. Ini berarti nilai untuk enalpi dan
entropi reaksi dapat dientukan tanpa melakukan percobaan kolorimetrik sama sekali.
Kelarutan PbCl
2
akan ditentukan dengan mengambil volume tertentu dari
kelarutan PbCl
2
yang jenuh dan melekatkannya melalui suatu penukar kation dalam
bentuk asam. Kemudian jumlah asam yang dibebaskan oleh Pb
2+
akan diukur secara
volumetric.

2. CARA KERJA
A. Persiapan Larutan Jenuh PbCl
2
pada Suhu Suhu yang Berbeda
(satu larutan untuk semua kelompok)

Buatlah larutan larutan PbCl
2
yang jenuh pada suhu kira kira 0
o
C, 30
o
C
(sedikit di atas suhu laboraatorium), 45
o
C, dan 60
o
C menurut cara berikut:
Suhu (oC) 0 30 45 60
Massa PbCl
2
(g/100ml) 2 2,5 3 4

Larutkan PbCl
2
(sesuai tabel) dalam gelas piala 250 ml. tempatkan larutan ini
dalam thermostat masing masing dan biarkan sampai kesetimbangan kelarutan
tercapai (minimal 1 jam). Pada awalnya aduklah beberapa kali sehingga
kesetimbangan termal akan cepat tercapai.
Ukurlah suhu masing masing larutan tiap 15 menit selama praktikum, untuk
memperkirakan besarnya fluktuasi dalam nilai ini.

B. Persiapan Penukar Ion (setiap kelompok)
Timbanglah kira kira 6 g Amberlite IR-120 dalam bentuk asam, dekantasi
penukar ion beberapa kalidalam air, sampai tidak bereaksi asam lagi denagn indicator
jingga metil. Masukkan ke dalam tabung penukar ion, 10 ml air dan kemudian
tempatkan di dalamnya sebuah sumbat kapas kecil. Usahakan aliran air satu tetes per
detik. Tuanglah di atasnya suspense penukar ion dan tutupi kolom penukar ion
denagn sebuah sumbat kapas kecil.
27

Periksa sekali lagi air yang keluar dari kolom sampai tidak bereaksi asam lagi
terhadap indicator jingga metil (jangan lupa untuk memeriksa sebelumnya pH air
yang dipakai cukup tinggi untuk bereaksi basa dengan jingga metil).
Kapasitas kolom ini cukup untuk melaksanakan satu penentuan konsentrasi
PbCl
2
untuk setiap suhu.

Perhatikan bahwa :
1. Selama semua percobaan kolom penukar ion harus selalu tercelup seluruhnya
di dalam air.
2. Volume air di atas kolom sesedikit mungkin sebelum larutan PbCl
2

dimasukkan, sehingga waktu yang diperlukan untuk melewatkan larutan ini
melalui penukar ion secara kuantitatif menjadi sependek mungkin.
3. Kecepatan elusi cairan lewat kolom tidak lebih dari satu tetes per detik.
4. Kristal PbCl
2
tidak akan terbentuk di dalam penukar ion (karena sulit untuk
melarutkannya kembali).

C. Penentuan Konsentrasi PbCl
2
(per kelompok)
Ukurlah suhu dari larutan jenuh PbCl
2
dan pipetlah dari larutan ini (tanpa
kristal) ke dalam gelas piala kecil. Perhatikan bahwa bila larutan panas kristalisasi
belum mulai terbentuk di dalam pipet. Untuk itu pipet boleh dipanaskan di dalam
thermostat, tetapi pastikan pipet tetap kering di dalam karena tidak mungkin untuk
membilas sebelumnya dengan larutan yang panas.
Tambahkan cukup air untuk larutan yang panas sehingga Kristal tepat tidak
akan terbentuk pada pendinginan, tetapi usahakan volumenya tinggal sekecil
mungkin. Pindahkan seluruh larutan ke dalam kolom dan alirkan larutan ini ke dalam
kolom. Kemudian bilaslah bebrapa kali dengan sedikit air sampai cairan yang keluar
tidak bereaksi asam lagi dengan jingga metil (kira kira membutuhkan 50 ml air jika
dibilas dengan teliti).
Titrasilah semua larutan yang keluar dari penukar ion dengan NaOH 0,1M
dengan menggunakan indicator metil red (mengapa tidak sebagian dari larutan yang
keluar dipipetkan untuk menentukan konsentrasi?)
Lakukan penentuan ini untuk semua suhu. Diskusikanlah kelompok yang satu
dengan yang lain, siapa yang akan memulai dengan suhu tertentu untuk memastikan
pada akhir praktikum kelompok bersama akanmemperoleh data yang lengkap.
Catat volume NaOH yang diperlukan pada masing masing suhu di papan
tulis. Data ini diperlukan dalam penyelesaian laporan (pertanyaan 9).

D. Regenerasi Penukar Ion (dilakukan laboran)
Masukkan semua penukar ion yang dipakai oleh seluruh kelompok ke dalam
satu tabung dan dilas dengan HNO
3
2M sampai larutan yang keluar bereaksi negative
terhadap Pb
2+


3. TUGAS AWAL
1. Mengapa penukar ion di dalam tabung tidak boleh menjadi kering?
2. Mengapa sebaiknya baru mulai perpindahan larutan PbCl
2
ke atas penukar ion
pada saat sedikit air saja masih tersisa di atas kolom?
3. Sesudah dipipet ke dalam gelas piala, air harus ditambahkan untuk larutan panas
sehingga Kristal tidak akan terbentuk. Apakah ini tidak akan menyebabkan hasil
yang salah, karena hal ini akan menyebabkan konsentrasi PbCl
2
menjadi
berubah?
28

4. a. berapa besar nilai log K bila kelarutan PbCl
2
= p ml/L?
b. hasil percobaan yang ditemukan seorang mahasiswa :
untuk titrasi larutan yang diperoleh dari 10 ml larutan PbCl
2
jenuh yang
dilewatkan pada penukar ion, diperlukan 9,48ml NaOH 0,0935 M. hitunglah
berdasar hasil ini (perhatikan angka penting) : kelarutan PbCl
2
(1) dan log K
pada suhu yang berlaku (2)
5. mengapa tidak dapat dipakai penukar anion dlam bentuk basa untuk menentukan
konsentrasi PbCl
2
?
6. Sehubungan denagn keselamatan praktikum :
a. Apakah diperlukan tindakan tertentu?
b. Apakah limbah boleh dibuang begitu saja dalam wastafel?
7. Buatlah diagram alir untuk percobaan ini!

4. PENYELESAIAN LAPORAN
8. Turunkan persamaan (3) dari persamaan (2)!

9. a. hitunglah untuk masing masing suhu, berdasar hasil dari seluruh
kelompok :
(i) nilai rata rata volume NaOH yang digunakan da ralat dalam nilai
ini!
(ii) Nilai rata rata kelaruta PbCl
2
dan ralat dalam nilai ini!
(iii) Dari hasil di atas, hitung nilai log K dan ralat dalam nilai ini!
b. Tentukan juga fluktuasi dalam T dan 1/T!
c. Kumpulkan dalam sebuah tabel nulai untuk kelarutan untuk kelarutan PbCl
2
,
log K, dan ralat dalam nilai log K serta nilai untuk T, 1/T, dan fluktuasi dalam
1/T!

10. a. Gambarkan sebuah grafik dari log K sebagai fungsi 1/T (gunakan skala
yang cocok). Untuk semua titik tunjukan juga persegi panjang ralat!
b. tentukan dari grafik ini :
(i) nilai rata rata dari H dan S!
(ii) ralat dalam nilai nilai ini!

11. Apakah yang dapat disimpulkan tentang reaksi (1) dari nilai H, S, dan G
yang ditemukan? (misalnya tentang kalor reaksi, kemungkinan terjadinya reaksi,
dst)

12. Carilah nilai untuk H dan S dalam literature (sebutkan sumbernya)!
Bandingkan nilai yang ditemukan dalam percobaan ini dengan nilai literature!
Beri komentar!

13. Apakah mungkin kita menemukan nilai H untuk reaksi (1) secara kolorimetri!
Kalau mungkin, gambarlah garis besar percobaan ini! Kalau tidak, beri alasan!

14. Bandingkan hasil yang anda temukan (volume NaOH pada masing masing
suhu) dengan hasil yang ditemukan oleh kelompok bersama! Beri komentar
tentang :
a. Hasil yang anda peroleh!
b. Ketelitian percobaan ini!
Acuan: Atkins, 9.4; Jeffery, 7.1-2,8
29

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I


Nama/ NIM :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Judul :
Alat dan bahan :


A. Persiapan Larutan Jenuh PbCl
2
pada Suhu Berbeda
Suhu (
o
C) 0 30 40 50 60 100
Massa PbCl
2
(gr/50 ml akuades) 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00 10,00
Kelompok

B. Persiapan Penukar Ion
Massa ion exchanger yang digunakan = gr

C. Penentuan Konsentrasi PbCl
2

Volume PbCl
2
yang dititrasi = ml
Indikator MR yang digunakan = tetes

Suhu (
o
C) 0 30 40 50 60 100
Volume NaOH yang
ditambahkan


D. Pengukuran Suhu PbCl
2

Waktu (menit) Suhu (C)
0
15
30
45
60

E. Standarisasi NaOH
Volume (ml) I II III
awal
akhir
ditambahkan



Laboran Asisten Praktikan





30

4. PENENTUAN MASSA MOLAR POLIMER

1. PENDAHULUAN
Hasil- hasil pengukuran viskositas suatu larutan koloid dapat digunakan untuk
menentukan berat molekul massa terdispersi pada koloid tersebut. Dalam percobaan
ini larutan koloid terdiri dari suatu polimer yang dilarutkan dalam air.
Viskositas dari larutan polimer dapat dihubungkan dengan berat molekul dari
polimer itu. Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan persamaan berikut ini:
(

(1)
M = berat molekul primer
K = tetapan yang bergantung pada jenis polimer, pelarut dan suhu.
q = viskositas larutan polimer
q
0
= viskositas pelarut (dalam percobaan ini air)
c = jumlah gram polimer dalam 100 ml larutan.
a = suatu tetapan yang bergantung pada jenis polimer
Misalnya a 2 jika molekul berbentuk batang (DNA, miosin, kolagen) dan a
0,5- 0,8 untuk molekul berbentuk random coil dan a 0 untuk misalnya hemoglobin
yang berbentuk bulat.

gambar 1.

Besaran (

) dikenal sebagai viskositas spesifik atau h


sp
. Jadi persamaan (1)
dapat dituliskan sebagai berikut:

(2)
Persamaan (2) hanya berlaku untuk larutan yang sangat encer (kurang dari 1%).
Kurva yang menggambarkan hubungan

terhadap c pada nilai- nilai konsentrasi


mendekati nol mempunyai nilai yang besarnya tertentu, yang dikenal sebagai
viskositas intrinsic. Secara matematis, viskositas intrinsic dapat ditulis sebagai:
[]


Dimana [q] = viskositas intrinsic. Hal ini digambarkan dengan grafik dibawah
ini:






31



Gambar 2

Untuk mendapatkan viskositas intrinsic secara lebih tepat biasanya dibuat dua
buah grafik. Satu grafik dari

terhadap c seperti ditunjukkan di atas dan grafik


dari 1/c ln (q/q
o
) terhadap c. potongan (intersep) pada sumbu vertical harusnya tetap
sama.
Secara sistematis:

)
Jika konsentrasi c 0 maka:


[]


Nilai [q] yang didapatkan dari metoda ini dapat dipakai untuk menentukan berat
molekul polimer dengan menggunakan persamaan berikut:
[q] = KM
a

Tujuan:
1. Penggunaan alat viscometer
2. Untuk menentukan sifat koloid daari pengukuran- pengukuran viskositas


Gambar 3. Viskometer Ostwald


32

2. PERALATAN DAN METODE
2.1. Peralatan
- Viscometer Ostwald
- Penangas air
- Statif dan klem
- Stopwatch
- Labu ukur 50
- Pipet ukur atau ppet volume 5 ml
- PVA
- Aseton
- Akuades
- KOH 10%
2.2. Metode
a. Siapkan larutan PVA (Polyvinyl alcohol) o,9% dengan cara : timbang 0,45 g
PVa dalam beaker gelas kemudian dilarutkan dalam 40 ml akuades panas.
Setelah PVA larut, larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan
digenapkan dengan akuades sampai batas tera.
b. Bersihkan bagian dalam viscometer Ostwald dengan menggunakan larutan
sabun atau 10% KOH dalam etanol kemudian dibersihkan dengan akuades.
c. Bersihkan bagian dalam viscometer dengan menggunakan aseton dan
keringkan viscometer tersebut menggunakan pompa vakum (atau tempatkan
viscometer tersebut pada oven bersuhu 50
o
C)
d. Pasanglah viscometer dalam penangas air
o
C seperti ditunjukkan
pada gambar diatas.
e. Pipet 3ml aseton ke dalam viscometer yang kering dan bersih.
f. Ukur waktu yang diperlukan larutan untuk melewati jarak antara 2 tanda yang
terdapat pada viscometer (waktu alir). Caranya adalah dengan jalan menghisap
larutan melalui pipas plastik sampai cairan berada di atas tanda pada bagian
atas viskometer. Kemudian biarkan cairan itu mengalir turun, catat waktu yang
dibutuhkan untuk melalui jarak antara kedua tanda tersebut. Lakukan langkah
ini triplo (perbedaan ketiga waktu yang diperoleh tidak boleh melebihi 0,5
detik) dan catat hasilnya dalam laporan sementara.
g. Ulangi langkah c- f dengan mengganti aseton dengan akuades
h. Ulangi langkah c- f dengan mengganti aseton dengan larutan PVA 0,9%.
i. Pipet 3ml akuades ke dalam viscometer dan kocok dengan larutan polimer.
Kemudian 3 ml larutan dikeluarkan dari viscometer dengan menggunakan
pipet. Ukurlah waktu aliran anta ra 2 tanda untuk larutan itu seperti dilakukan
dalam langkah f. Prosedur pengenceran ini siulangi sekali lagi dan waktu
aliran diukur.
j. Bersihkan bagian dalam viscometer dengan menggunakan aseton dan
keringkan viscometer tersebut menggunakan pompa vakum (atau tempatkan
viscometer tersebut pada oven bersuhu 50
o
C).
k. Ulangi langkah h- j dengan menggunakan larutan PVA 0,9% dan suhu
penangas air 35 0,1
o
C.
l. Ulangi langkah h- j dengan menggunakan larutan PVA 0,9% dan suhu
penangas air 45 0,1
o
C.
Catatan:
a. Jangan biarkan peralatan gelas yang dibasahi larutan PVA sampai menjadi
kering. Karena bila larutan tersebut kering, akan sangat sulit untuk
33

dibersihkan. Selalu bilas langsung dengan banyak air (terutama untuk pipet
dan viskometer). Bila anda akan mengeringkan peralatandengan menggunakan
aseton pastikan bahwa polimer sudag hilang sebelum membilas dengan aseton.
b. Busa atau gelembung udara tidak boleh terbentuk pada pembuatan PVA atau
pada saat pencampuran larutan polimer dengan air didalam viscometer.
c. Kalibrasi viscometer sebaiknya dilakukan pada saat larutan PVA dibuat.
Proses pelarutan PVA termasuk proses yang lambat.

3. TUGAS AWAL
1. Arti fisis manakah yang dapat diberikan kepada:
a. Viskomsitas spesifik q
sp

b. Viskositas intrinsic [q]
2. Mengapa penting untuk menggunakan thermostat pada percobaan ini?
3. Coba jelaskan mengapa sulit untuk memebersihkan lagi permukaan gelas berlapis
PVA yang sudah kering?
4. Massa molar PVA akan ditentukan dengan mengukur viskositas larutan polimer
tersebut,sebaliknya dalam perhitungan bukan nilai viskositas q tetapi nilai waktu t
yang dipakai. Jelaskan mengapa hal ini diperbolehkan?
5. Kesalahan apa yang terdapat dalam gambar 13.3.2?
6. a. Apakah diperlukan tindakan tertentu sehubungan dengan keslamatan
praktikum?
b. apakah limbah boleh dibuang dalam wastafel?
7. Buat diagram alir percobaan ini!

4. PENYELESAIAN LAPORAN
5. Hitung rata- rata waktu aliran masing- masing larutan dan hitung nilai Standar
Deviasi-nya
6. Dengan data hasil kalibrasi menggunakan akuades dan aseton, hitunglah nilai
konstanta dan C dalam persamaan dibawah ini:
q/ = B t- C/t
Densitas dan viskositas spesifik pada suhu 25
o
C dari aseton dan air dibutuhkan
untuk perhitungan ini
7. Hitunglah nilasi viskositas dalam milipoise dari larutan PVA dengan
menggunakan persamaan pada nomor 2 diatas!
8. Hitunglah nilai viskositas spesifik q
sp
untuk masing- masing PVA pada masing-
masing suhu!
9. a. buatlah kurva q
sp
/c sebagai fungsi c dan kurva 1/c ln (q/q
0
) sebagai fungsi c
untuk masing- masing suhu.
b. Hitunglah viskositas intrinsik [q] untuk masing- masing suhu!
c. Perkirakan ralat dalam nilai [q] untuk masing- masing suhu!
10. Untuk larutan PVA dalam air, tetapan dalam persamaan (3) pada suhu 30
o
C
adalah k = 15,5x10
-5
; a= 0,76.
a. Hitunglah massa molar rata- rata polimer itu!
b. Perkirakat ralat dalammassa molar!
11. a. Bagaimana struktur kimia PVA?
b. Tentukan jumlah satuan (monomer) rata- rata yang terdapat pada molekul ini!
12. Hitunglah panjang kira-kira dari molekul itu. Diketahui : sudut ikatan = 109
o
C ;
jarak ikatan C-C = 154 pm.

Acuan: Bird, percobaan 13.3; Atkins, Bab 23.3
34

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I

Nama/ NIM :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Judul :
Alat dan bahan :

Suhu penangas : 25 0,1
o
C
Larutan
I
( 0,1 detik)
II
( 0,1 detik)
III
( 0,1 detik)
Aseton
Akuades
PVA 0,9%
PVA 0,45%
PVA 0,225%

Suhu penangas : 35 0,1
o
C
Larutan
I
( 0,1 detik)
II
( 0,1 detik)
III
( 0,1 detik)
PVA 0,9%
PVA 0,45%
PVA 0,225%

Suhu penangas : 45 0,1
o
C
Larutan
I
( 0,1 detik)
II
( 0,1 detik)
III
( 0,1 detik)
PVA 0,9%
PVA 0,45%
PVA 0,225%




Laboran Asisten Praktikan













35

5. TERMODINAMIKA KARET


1. PENDAHULUAN

Karet adalah polimer alam. Karet yang tervulkanisasi mempunyai sifat elastic
yang baik. Karet gelang dapat diregangkan oleh gaya tertentu, tetapi akan mencapai
panjang awal kembali kalau gaya tidak bekerja lagi. Ini disebabkab adanya ikatan silang
yang berada di antara polimer-polimer. Kalau tidak ada gaya yang dikerjakan, bentuk dari
molekul polimer menjadi lebih teratur atau entropi dari karet berkurang. Karena itu, sifat
elastisitas dari karet tergantung dari suhu dan dapat dianalisa secara termodinamis.

Gb. 1. Alat ukur regangan karet

Menurut hokum pertama untuk proses diferensial :
U = Q + W
= TdS.PdV + Fdl
Dimana :
F = gaya regang
l = panjang karet gelang

Pada proses regangan dalam praktek, volume boleh dianggap tetap (mengapa?),
ini berarti dV = 0. Karena itu untuk regangan pada suhu tetap berlaku :
F = *


+

*


+

.(1)
Suku-suku pada ruas kanan sukar diukur langsung, tetapi dengan menggunakan
hubungan Maxwell untuk regangan karet menjadi :
*


+

*


+

(2)
(1) dapat ditulis sebagai :
F = *


+

*


+

.(3)
F dan *


+

dapat diukur, dari ini *




+

*


+

dapat dihitung.

Kalau suhu naik, keadaan dakil zat akan cenderung lebih acak. Karena itu dapat
diduga bahwa F yang diperlukan untuk perpanjangan tertentu akan menjadi lebih besar
pula.Dengan menggunakan statistik, nilai entropi dapat dihitung sebagai fungsi regangan
36

untuk karet gelang yang dibuat dari zat polimer yang terdiri dari kumparam acak. Dari ini
dapat diturunkan bahwa untuk regangan terbatas Hukum Hooke berlaku dan betul bahwa:
F = kl, dengan k = pT (p=tetapan).(4)
Atau
F = kl + c (5a)
= pTl + c ..(5b)

Menurut model ini, F berbanding lurus dengan T untuk regangan tertentu. Dengan
pengukuran F pada beberapa variasi suhu, dapat ditentukan sejauh mana model kumparan
acak dapat digunakan untuk karet yang tervulkanisasi.

2. PERALATAN DAN METODA

Peralatan yang akan digunakan digambarkan secara skematis seperti pada gambar
di atas (Gb.1). Panjang (=l) dari sebuah karet gelang dapat diatur dengan menggeser
batang kaca. Dengan memasukkan air ke dalam kaleng, keadaan setimbang dapat
tercapai, dari massa (air+kaleng) nilai F dapat dihitung. Suhu karet dapat diatur dengan
suhu air yang masuk ke dalam pipa thermostat berdinding rangkap yang mengelilingi
karet.
Karet gelang yang akan digunakan harus diperlakukan secara termis sebelumnya :
karet gelang (panjang l
o
) diregangkan sampai bertambah panjang 1,5 kali l maksimal (
sehingga panjangnya menjadi l
o
+ 1,5 l
maks.
). Harus dipanaskan selama 5 menit dalam air
bersuhu 90
o
C (sehingga perubahan bentuk tak elastic sudah terjadi).

A. Pengukuran F sebagai fungsi panjang (l) dan suhu (T) dari karet
Mulailah dengan mengukur F sebagai fungsi l pada suhu laboratorium. Periksa
dulu regangan maksimal yang dapat digunakan pada peralatan dan tentukan berapa
volume air harus dimasukkan ke dalam kaleng untuk mencapai regangan maksimum ini.
Volume air ini kemudian dibagi lima untuk untuk mengukur l sebagai fungsi F (ada 6 kali
pengukuran dengan volume air yang berbeda). Setiap kali mengukur, tunggu sampai
kesetimbangan tercapai. Catat l, F dan T (=T
1
). Buatlah empat seri pengukuran, satu dari
regangan maksimal ke regangan minimal, yang kedua sebaliknya. Dua seri ini kemudian
diulangi dengan urutan dibalik. Buat pula empat seri pengukuran seperti diatas untuk T
2

dengan jalan mengalirkan air panas ke dalam thermostat dan ditunggu sampai
kesetimbangan termal tercapai.
Catatan : Usahakan volume air yang digunakan untuk setiap seri pengukuran selalu sama
sehingga memudahkan perhitungan.

B. Kalibrasi Peralatan
Kalibrasikan peralatan yang digunakan :
a. Perkirakan seberapa teliti semua pengukuran dapat dilakukan.
b. (Kalau ada waktu) periksa apakah F dapat dihitung langsung dari massa
(kaleng+air) atau apakah koreksi tertentu dapat dibuat.
c. .(ide anda sendiri)

3. TUGAS AWAL

1. Turunkanlah hubungan (2)!
2. a. Ramalkan bentuk grafik untuk gaya regang (F) sebagai fungsi panjang (l)!
37

b. Dalam praktek tidak mungkin mengukur l kalau F=0. (periksa sendiri pada waktu
percobaan dilakukan). Dengan menggunakan grafik :
b.1. Jelaskan mengapa pengukuran dengan F=0 tidak perlu dimasukkan dalam seri
pengukuran
b.2. Perlihatkan cara penentuan :
b.2.1. Nilai l, bila F=0
b.2.2. nilai k persamaan (4) dan (5)
3. Buatlah diagram alir dari percobaan ini!

4. PENYELESAIAN LAPORAN

4. a. Hitunglah untuk masing-masing T
1
dan T
2
pada setiap volume air yang digunakan :
a.1. Nilai rata-rata l
a.2. Ralat dalam l
a.3. Gaya regang F
a.4. Raqlat dalam F
b. Gambarkan sebuah grafik dari F sebagai fungsi l pada masing-masing T
1
dan T
2

(termasuk persegi panjang ralat)!
5. Dari grafik-grafik ini hitunglah (kalau perlu gunakan bagian grafik yang linier saja):
a. Nilai dari k (persamaan 5a), pada T
1
dan T
2

b. Nilai dari F sebagai fungsi panjang l pada T
1
(=F
1
) dan T
2
(=F
2
), persamaan (5a)
c. Nilai dari *


+

+ sebagai fungsi panjang l


6. Hitung nilai dari *


+

dan *


+

pada suhu T
1
!
7. a. Perkirakan ralat dalam nilai k dan c persamaan (5a) yang ditentukan dari grafik.
Beri penjelasan !
b. Gunakan ralat ini untuk memperkirakan ralat dari perhitungan pertanyaan 6 pada
l =

l yang maksimal!
8. Dalam perhitungan dianggap bahwa nilai dari *


+

dan *


+

tidak tergantung dari


T. Rencanakan percobaan untuk meneliti apakah anggapan ini berlaku !
9. a. Periksa apakah k = aT berlaku !
b. Berdasarkan hasil percobaan : bolehkah model kumparan acak digunakan untuk
karet ? Beri penjelasan !
10. Kerjakan persamaan (1) pada l =

l maksimal !


Acuan :
Atkins Bab 5
J.P. Byrne. 1994. Rubber Elasticity. J. Chem. Ed. 71. Pg. 531-533









38

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I


Nama/ NIM :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Judul :
Alat dan bahan :





Hasil Percobaan :
A. Pengukuran F sebagai fungsi panjang (l) dan suhu (T) dari karet
Massa kaleng =
Suhu ruang =

A
1
. Pengukuran pada T
1
=
o
C
Minimal - maksimal
V. air (ml)
L
1
(cm)
L
2
(cm)
Maksimal - minimal
V. air (ml)
L
1
(cm)
L
2
(cm)

A
2
. Pengukuran pada T
2
=
o
C
Minimal - maksimal
V. air (ml)
L
1
(cm)
L
2
(cm)
Maksimal - minimal
V. air (ml)
L
1
(cm)
L
2
(cm)



Laboran Asisten Praktikan





39

6. TITRASI POTENSIOMETRI CAMPURAN
ASAM


1. TUJUAN PERCOBAAN

Pada percobaan ini, akan ditentukan komposisi kuantitatif suatu larutan yang
merupakan campuran dari asam kuat bervalensi satu dengan asam lemah bervalensi 3,
menggunakan metoda titrasi potensiometri.
Percobaan ini ditujukan untuk memperkenalkan tentang analisis volumetrik kuantitatif
serta metoda titrasi volumetri.
(A) Larutan natrium hidroksida (NaOH) bebas karbonat dipersiapkan dan
distandarisasi dengan asam oksalat, larutan NaOH ini selanjutnya akan digunakan
untuk titrasi potensiometri dari campuran asam.
(B) 4 atau 3 kali dari masing-masing 1 ml larutan asam akan digunakan untuk titrasi
potensiometri. Masing-masing titrasi harus dilanjutkan untuk mendapatkan 2 titik
ekuivalensi.

2. PENDAHULUAN

Asam kuat seperti asam Hidroklorida (HCl) dapat terdisosiasi sempurna dalam air.
Akan tetapi asam lemah, seperti asam asetat hanya terdisosiasi sebagian. Besarnya
disosiasi dapat dihitung dari nilai ekuilibrium konstan dan banyaknya asam lemahdan
basa kuat yang ditambahkan dalam larutan.
Keasaman relatif dari asam dan basa biasanya dinyatakan dalam pKa = - log
10
Ka,
dimana Ka merupakan nilai disosiasi konstan untuk reaksi tersebut.
HA H
+
+ A
-

Jika a
A
-
, [A
-
] dan
A
menyatakan masing-masing aktivitas, konsentrasi molar dan
koefisien aktivitas dari basa konjugasi A
-
, maka :

(

][

]
[]

(


pKa = - log Ka
pKa = -[(log aH
+
) + log (aA
-
) log (aHA)]
pH = -log (aH
+
)
pKa = pH + log (aHA) log (aA
-
)
pKa = pH -


pKa = pH log ,
[

]
[]

[

]
[]
-, jika
[

]
[]
~ 1, maka :
pH = pKa + log (
[

]
[]
)
Persamaan ini sama dengan persamaan Henderson- Hasselbacich. Persamaan ini sangat
berguna pada daerah buffer dari titrasi sebuah asam lemah. pKa merupakan log Ka pada
kekuatan ionik dari larutan. Tepatlah jika nilai dari Ka yang diperoleh akan
sedikitmenyimpang dari nilai yang terdapat pada literatur standard, karena pada literatur
menunjukkan nilai termodinamik pada kekuatan ionik = 0.
40


Gambar 1
Kurva karakteristik dari sebuah titrasi potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen
dan nilai pKa dari asam bervalensi 1.
Catatan : pKa merupakan nilai pH dimana aktivitas asam Ha dan basa konjugasinya A
-

adalah sama.

Untuk asam bervalensi 3, berturut-turut nilai disosiasi konstan, didefinisikan
sebagai berikut :
H
3
A = H
2
A
-
+ H
+
K
1
= [H
2
A
-
][H
+
] / [H
3
A]
H
2
A
-
= HA
2-
+ H
+
K
1
= [HA
2-
][H
+
] / [H
2
A
-
]
HA
2-
= A
3-
+ H
+
K
1
= [A
3-
][H
+
] / [HA
2-
]

Nilai normalitas dari sebuah larutan asam merupakan jumlah ekuivalen per liter
(mol per liter) dari proton yang dapat mengalami disosiasi. Normalitas suatu larutan basa
adalah sama dengan jumlah ekuivalen dari asam yang dinetralkannya. Normalitas asam
bervalensi 3 adalah 3 kali molaritas asam bervalensi 1. Pada titrasi larutan asam dan basa,
nilai-nilai ini sering dipakai untuk menyatakan dalam miliekuivalen.

3. ALAT DAN BAHAN
Dalam percobaan ini banyak bahan kimia akan digunakan, dimana beberapa
diantaranya harus digunakan dan ditangani dengan hati-hati untuk mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan, baik bagi tubuh kita maupun bagi lingkungan sekitar. Tidak ada dari
bahan-bahan ini yang dapat ditelan, juga harus dicegah kontak antara bahan kimia
tersebut dengan kulit kita atau mata kita. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain :
1. Natrium Hidroksida (NaOH)
NaOH sangat keras dan harus ditangani dengan hati-hati. Usahakan jangan sampai
mengenai tangan atau pakaian. Jika NaOH mengenai kulit, segera cuci dengan air
sebanyak-banyaknya.
41

2. Asam Hidroklorida
Cegah kontak langsung antara asam dengan kulit atau pakaian. HCl terlarut
digunakan dalam percobaan ini, dimana HCl ini sedikit lebih beracun daripada
HCl konsentrat (murni). Jika mengenai tangan atau pakaian, segera cuci sebanyak-
banyaknya dengan air bersih.
3. Asam Oksalat
Asam oksalat merupakan standar primer. Gunakan dengan tindakan pencegahan
yang biasa. Biasanya terdapat dalam bentuk hidrat (H
2
C
2
O
4
. 5H
2
O, Mr = 126
g/mol)
4. Phenolphthalein
Bahan kimia ini merupakan sebuah senyawa organik yang beracun dalam jumlah
yang banyak. Gunakan dengan tindakan pencegahan yang biasa, seperti : jangan
ditelan serta jauhkan dari kulit dan mata.
5. Asam Phosphate (H
3
PO
4
)
Larutan konsentratnya dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan membran lendir.
Tidak beracun dan biasanya digunakan sebagai pemberi rasa dalam makanan dan
aplikasi komersial lainnya.

4. CARA KERJA

1. Penyiapan larutan NaOH 0,05 M
Buatlah 500 ml larutan NaOH 0,05 M dari NaOH padat yang disediakan.

2. Standarisasi larutan NaOH 0,05 M
Sebanyak 0,1 g asam oksalat pentahidrat ditimbang dengan ketelitian 10
-4
,
kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan tambahkan 10 ml akuades. 2 tetes
indikator penolphthalein ditambahkan ke dalam erlenmeyer tersebut dan dititrasi
dengan larutan NaOH yang akan distandarisasi, sampai warna merah muda.
Catatan :
- Setiap kali mengisi buret dengan larutan, bilas tiga kali dengan 2 ml larutan
tersebut dan buang larutan yang digunakan untuk membilas. Pada saat
membilas, miringkan posisi buret agar semua bagian dalam buret dapat
terbilas oleh larutan. Setelah selesai membilas, masukkan larutan NaOH yang
akan digunakan untuk titrasi. Hilangkan gelembung udara yang ada pada
bagian bawah kran pengatur dengan cara membuka kran beberapa saat sampai
tidak ada gelembung lagi.
- Titrasi dilakukan dengan cepat, akan tetapi jika titik akhir titrasi sudah dekat
harus dilakukan pengamatan dengan teliti. Usahakan untuk
mendapatkanwarna merah muda yang sama pada tiap titik akhir titrasi tiap
ulangan. Warna ideal titik akhir titrasi adalah merah muda pucat.










42

3. Titrasi campuran asam (HCl dan H
3
PO
4
)

Dengan menggunakan pipet volume, pipetkan sebanyak 1 ml larutan campuran
asam yang telah disediakan ke dalam beaker glass dan tambahkan 19 ml akuades.
Masukkan sebuah magnetik stir ke dalam beaker tersebut.
Lakukan kalibrasi pH meter yang akan digunakan untuk mengukur pH larutan
selama titrasi dengan menggunakan larutan buffer pH 7.
Cuci elektrode pH meter dengan akuades dalam beaker kosong. Pasang elektrode
dan buret, pastikan ujung elektrode tidak menyentuh magnetik stir jika diputar.
Permukaan beaker dialasi dengan kertas untuk mencegah pemanasan larutan oleh
magnetik stirer.
Ukur pH larutan tiap penambahan 0,5 ml larutan titran, lanjutkan titrasi sampai
diperoleh titik ekuivalen 1 dan titik ekuivalen 2. (Titik ekuivalen dapat dilihat dari
perubahan nilai pH yang tajam). Setelah diperoleh titik ekuivalen 2, lanjutkan
titrasi sampai diperoleh 5 data lagi. Lakukan pengulangan titrasi sebanyak tiga
kali.
Catatan :
Setelah titrasi pertama selesai, elektrode pH dipindahkan dan dicuci dengan
akuades. Biarkan elektrode tercelup dalam akuades selama 15 menit sebelum
titrasi kedua dilakukan.

5. PENYELESAIAN LAPORAN
1. Analisalah grafik hubungan pH larutan dengan volume penambahan NaOH
standar menggunakan program grafikal seperti microsoft excel atau program
grafikal yang lain, untuk masing-masing titrasi !
2. Untuk masing-masing titrasi, tentukan kedua titik ekuivalennya dan beri tanda
garis vertikal yang melalui titik tersebut sampai memotong sumbu x, untuk
43

mendapatkan volume NaOH yang ditambahkan untuk mencapai titik ekuivalen
masing-masing titrasi. Bagian dari kurva titrasi diantara kedua titik ekuivalen
harus mengikuti persamaan Henderson-Hasselbalch.
3. Hitung nilai pKa
2
dari H
3
PO
4
dan ujilah kebenaran dari persamaan Henderson-
Hasselbalch dengan menghitung menggunakan titik-titik lain pada bagian kurva
titrasi.
a. Apakah nilai pKa
2
dari hasil percobaan sama dengan nilai pada literatur ?
b. Walaupun dari titrasi ini tidak dapat dihasilkan nilai pKa
1
dan pKa
3
, akan
tetapi nilai pKa ini dapat ditentukan dengan menggunakan data hasil
percobaan. Data manakah itu ?
c. Karena titrasi tidak dilanjutkan untuk mendapatkan nilai pKa
3
, tentukan nilai
pKa
3
berdasarkan bentuk kurva pada titik dimana titrasi berakhir, jika nilai
pKa
3
didekati dengan ekstrapolasi.
4. Dari volume sampel dan selisih antara titik ekuivalen pertama dan kedua, hitung
molaritas HCl dan H
3
PO
4
dalam sampel. Berikan juga nilai ketidak pastian (ralat)
dalam perhitungan molaritas tersebut. Apakah masing-masing titrasi
menghasilkan nilai molaritas yang sama ?
































44

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I


Nama/ NIM :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Judul :
Alat dan bahan :




1. Penyiapan larutan NaOH 0,05 M

2. Standarisasi larutan NaOH 0,05 M
Vol. NaOH 0,05 M (ml) I II III
Awal
Akhir
Yang ditambahkan

3. Titrasi campuran asam (HCl dan H
3
PO
4
)
Vol. NaOH
(ml)
pH
Vol. NaOH
(ml)
pH
I II III I II III
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5



















45

Vol. NaOH
(ml)
pH
Vol. NaOH
(ml)
pH
I II III I II III









































Laboran Asisten Praktikan




46

7. PELAPISAN TEMBAGA
(ELEKTROPLATING)

1. PENDAHULUAN
Sistem elektroplating merupakan suatu rangkaian yang terdiri dari bak terdiri
larutan elektrolit, filter beserta pompa, sumber arus listrik searah, anoda, dan katoda.
Anoda dan katoda terendam dalam larutan elektrolit yang masing-masing berhubungan
dengan sumber arus listrik. Anoda berhubungan dengan kutub positif sumber listrik dan
katoda (sebagai benda kerja) berhubungan dengan kutub negatif sumber listrik.
Proses elektroplating merupakan proses pelapisan logam dengan bantuan arus
listrik yang berlangsung secara reaksi reduksi oksidasi dari logam pelapis (sebagai anoda
korban teroksidasi) ke benda kerja (sebagai katoda yang dilapisi). Pada katoda terjadi
proses penangkapan elektron sedangkan pada anoda terjadi reaksi pelepasan elektron,
sehingga proses pengendapan berlangsung di katoda yang berdampak pada penambahan
ketebalan dan berat benda kerja. Proses pelapisan dari logam pelapis ke logam yang
dilapisi berlangsung secara reaksi reduksi oksidasi (redoks), yaitu :
M
n+
+ ne
-
M
o

dan untuk mengimbangi reaksi tersebut pada anoda berlangsung pelepasan
elektron dengan reaksi :
M
1
M
1
n+
+ ne
-

Pelapisan dengan metode elektroplating mengikuti hukum Faraday, yaitu jumlah
logam yang terdekomposisi karena elektrolisis berbanding langsung dengan jumlah arus
yang melewati larutan dan sebanding dengan berat ekuivalen kimia logam pelapis.
Dengan demikian berat dan ketebalan rata-rata dari suatu lapisan elektroplating dari suatu
logam dapat dihitung dengan menggunakan parameter arus, waktu pelapisan, luas
permukaan logam yang dilapisi dan berat ekuivalen kimia logam pelapis. Berat lapisan
secara teoritis (Bt) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :


dan ketebalan lapisan secara teoritis (Kt) dapat diperoleh menggunakan
persamaan :



di mana:
I adalah arus (Ampere)
t adalah waktu pelapisan (sekon)
Wa adalah berat ekuivalen kimia logam pelapis (gram)
F adalah konstanta Faraday (coulombs)
r adalah densitas logam pelapis (g/cm
3
)
A adalah luas permukaan logam yang dilapisi (cm
2
)

Efisiensi arus dapat diketahui melalui perbandingan berat lapisan hasil eksperimen
(Be) dengan berat lapisan hasil analisis perhitungan (Bt), yaitu :


Efisiensi arus yang semakin tinggi mendekati satu menunjukkan bahwa proses
pelapisan logam terjadi secara sempurna.

47

2. CARA KERJA
Larutan yang dibutuhkan dalam percobaan ini adalah:
1. Larutan elektrolit, larutan dibuat dari 20 gram CuSO
4
.5H
2
O ditambah dengan 2,5
ml H
2
SO
4
pekat membuat 100 ml larutan.
2. Larutan hasil campuran NaCl dan asam cuka, mencampurkan 3 gram NaCl dan 5
ml asam cuka. Larutan ini digunakan untuk mencuci uang logam yang akan
digunakan untuk pelapisan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Siapkan tembaga dan uang logam, uang logam terlebih dahulu dicuci dengan
larutan yang telah dibuat, setelah itu bilas dan keringkan (uang logam yang telah
digunakan tidak boleh diedarkan kembali).
2. Tuangkan larutan elektrolit yang telah dibuat ke dalam gelas beker sebanyak 100
ml (larutan ini dapat disimpan untuk digunakan kembali)
3. Hubungkan kawat penghubung dengan klip penjepit buaya ke ujung sumber
tegangan. Kencangkan satu klip penjepit pada uang logam pada katoda dan satu
klip lainnya tembaga pada anoda.
4. Timbang massa uang logam sebelum dan sesudah percobaan dilakukan.
5. Dorong bagian kawat yang bebas dari tiap-tiap kawat menembus kertas karton
persegi dan menempatkan kawat tersebut di atas beker sehingga elektroda uang
logam tercelup ke dalam larutan elektrolit (kedua elektroda jangan disentuh)
Percobaan ini dilakukan dengan melakukan beberapa variasi waktu dan arus. Arus
yang digunakan adalah 0,1 0,3 Ampere, untuk tiap-tiap variasi arus dilakukan selama 5,
10, dan 15 menit. Catat perubahan massa uang logam dan Cu setelah proses
elektroplating.

3. LAPORAN RESMI
1. Dari percobaan yang telah anda lakukan, hitung:
a. Massa teoritis dan massa hasil percobaan
b. Ketebalan secara teoritis
c. Efisiensi arus yang anda gunakan
2. Masalah yang sering timbul dalam elektroplating adalah munculnya gelembung
pada larutan elektrolit.
a. Apakah penyebab munculnya gelembung tersebut?
b. Bagaimana cara mengatasi apabila hal itu terjadi?
3. Hitunglah ralat dalam arus!
4. Sebutkan aplikasi lain dari pelapisan logam secara listrik! Minimal 3 macam serta
jelaskan analisa anda tentang:
a. Perbedaan dan persamaannya dengan pelapisan tembaga
b. Dari hasil soal a, apakah ada metode yang perlu diperbaiki dalam percobaan
yang anda lakukan? Jelaskan alasannya!









48

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I


Nama/ NIM :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Judul :
Alat dan bahan :







Laboran Asisten Praktikan

















49

8. PENURUNAN TITIK BEKU
1. LATAR BELAKANG
Kalau asam benzoat C
6
H
5
COOH (HBnz) larut dalam naphthalene, ada
kemungkinan bahwa dimmer akan terbentuk melalui kesetimbangan :
2 HBnz (naphthalene) (HBnz)
2
(naphthalene)..(1)
Pada percobaan ini akan diteliti dalam bentuk manakah asam benzoat akan larut dalam
naphthalene. Dalam bentuk monomer, dimmer atau menurut kesetimbangan (1).
Untuk ini akan dibuat larutan asam benzoat dalam naphthalene dengan molalitas
m, berdasarkan massa asam benzoat yang ditimbang. Kemudian molalitas efektif m
e
,
dengan K=K/molalitas untuk naphthalenen.
Dari ini dapat dihitung :
[HBnz] =2m
c
m (2a)
[(HBnz)
2
] = m m
c
..(2b)

2. CARA KERJA

Peralatan yang digunakan adalah satu set peralatan Beckmann (lihat gambar)


Bagian khas dari peralatan ini adalah termometer Beckmann : termometer air
raksa dengan skala sampai 1/100
o
K. Ini berarti, suhu dapat diperkirakan sampai
2/1000
o
K. Skala dari termometer Beckmann adalah skala relatif, pada awal volume air
raksa dalam reservoir termometer dapat diatur sehingga titik lebur naphthalene yang
murni berada pada garis skala. Kemudian nilai AT dapat diukur dengan membandingkan
pembacaan skala pada titik beku dari naphthalene yang murni dan pada titik beku dari
larutan asam benzoat dalam naphthalene.
Karena titik lebur naphthalene kira-kira 80
o
C, maka sebaiknya tabung yang berisi
naphthalene cair dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air bersuhu kira-kira 75
o
C,
sehingga proses pendinginan akan berlangsung secara perlahan.
50

Ada kemungkinan bahwa pada proses pendinginan akan terbentuk cairan
terlampau dingin. Kalau perlu, sedikit kristal naphthalene dapat dimasukkan dengan
batang pengaduk, ke dalam cairan terlampau dingin sehingga kristalisasi akan mulai
(penaburan dari cairan terlampau dingin). Kristal yang dimasukkan sedikit saja karena
massa naphthalene seharusnya tetap selama percobaan.

A. Penyetelan Termometer Beckmann
(perhatian : hati-hati menggunakan Termometer Beckmann karena mudah
pecah dan hargangan sangat mahal !!!)

Jumlah air raksa dalam reservoir termometer beckmann harus di setting, sehingga
pada pengukuran naphthalene yang murni akan membeku pada saat pembacaan berada
pada skala termometer. Cara setting termometer dapat anda baca pada lampiran A.
Findlay, J. A. Kitchener, 1954. Practical Physical Chemistry, 8
th
ed., Longman, hal.107-
109 (lampiran 2).
Untuk percobaan ini termometer beckmann sudah diset dengan baik. Pada awal
percobaan B anda akan tahu apakah setting termometer sudah baik atau belum. Jika
belum laporkan kepada asisten.
Perhatian : jumlah air raksa tidak boleh berubah selama seluruh percobaan
berlangsung, oleh karena itu harus dijaga agar air raksa yang berada pada reservoir tidak
terhubung dengan air raksa yang berada dibagian bawah termometer. (Posisi termometer
tidak boleh terbalik pada saat memindahkan atau membersihkan termometer).

B. Penentuan kurva pendinginan naphthalene

B.1. Kalibrasi Termometer
Masukkan kira-kira 25 g naphthalene ke dalam tabung peralatan beckmann.
Panaskan tabung berisi naphthalene dalam waterbath sampai semua naphthalene melebur,
tutup tabung dengan sumbat kapas untuk menghindari penguapan. Catat suhu saat
naphthalene mulai melebur dengan termometer biasa (ketelitian 0,1
o
C).
Setelah semua naphthalene melebur, masukkan termometer beckmann ke dalam
tabung berisi naphthalene cair, lanjutkan pemanasan sampai semua naphthalene yang
membeku pada kaca termometer mencair.
Matikan api untuk menurunkan suhu waterbath, tunggu sampai naphthalene mulai
membeku. Catat suhu beku naphthalene dengan termometer biasa dan termometer
beckmann.

B.2. Penentuan kurva pendinginan naphthalene
Panaskan lagi tabung berisi naphthalene sampai semua naphthalene melebur
dengan termometer beckmann tetap berada di dalam tabung tsb. Pasang batang pengaduk,
lanjutkan pemanasan sampai semua naphthalene yang membeku pada batang pengaduk
mencair.
Rangkai peralatan beckmann sesuai gambar. Pastikan bahwa :
- Tabung bagian dalam tidak menyentuh tabung bagian luar sehingga pendinginan
akan terjadi secara perlahan-lahan (hollow plug of expanded polystyrene)
- Reservoir air raksa termometer beckmann seluruhnya tercelup ke di dalam
naphthalene dan tidak menyentuh dinding tabung reaksi (lihat gambar)
- Naphthalene dapat diaduk dengan mudah.

51

Pindahkan tabung berisi naphthalene yang sudah mencair seluruhnya, ke dalam
waterbath bersuhu 75
o
C. Aduk naphthalene secara teratur kira-kira 2 detik sekali.
Ukur suhu sebagai fungsi waktu. Jika suhu turun lebih dari 0,5
o
C di bawah titik
beku yang diharapkan dan kristal-kristal belum terbentuk, cairan dapat ditaburi dengan
kristal naphthalene. Sesudah titik beku yang stabil tercapai, teruskan pengukuran selama
5 menit sehingga nilai titik beku dapat diekstrapolasikan secara teliti dari kurva
pendinginan. Lakukan percobaan ini secara duplo.

C. Penentuan kurva pendinginan larutan asam benzoat
Timbanglah sejumlah asam benzoat sesuai dengan yang dihitung pada tugas awal
(jika belum dihitung, lihat bagian tugas awal kemudian lakukan penghitungan).
Masukkan secara kuantitatif ke dalam tabung berisi naphthalene yang sudah terlebur lagi.
(timbang botol timbang sekali lagi sesudah asam benzoat dimasukkan dan hitung massa
asam benzoat yang ditambahkan dari selisih massa awal dikurangi akhir). Pastikan semua
asam benzoat larut. Kemudian tentukan kurva pendinginan dari larutan dengan cara yang
sama dengan percobaan bagian B.2.
Tambahkan lagi sejumlah asam benzoat dengan massa yang sama dengan
percobaan sebelumnya, sehingga diperoleh massa asam benzoat yang ditambahkan
sebesar dua kali massa asam benzoat percobaan sebelumnya. Ulangi penentuan kurva
pendinginan larutan seperti percobaan sebelumnya.

Catatan :
Cara untuk membersihkan naphthalene :
Lebur naphthalene dan tuang semuanya ke dalam tempat limbah organik. Cuci tabung
dengan menambahkan spiritus hangat ke dalam tabung. Perhatian : jangan menambahkan
spiritus pada saat api masih menyala, karena mudah terbakar!!!
Naphthalene yang menempel pada termometer beckmann dan batang pengaduk dapat
dibersihkan dengan menggosoknya menggunakan kertas.
Lakukan prosedur pembersihan sisa naphthalene dengan hati-hati, karena peralatan
mudah pecah.

3. TUGAS AWAL

1. Lihat kurva pendinginan berikut :

a. Jelaskan perbedaan antara kurva (a) dan (c) !
52

b. Mengapa bagian kedua kurva (a) adalah garis horisontal sedangkan bagian
kedua dari kurva (d) adalah garis miring ?
c. Ekstrapolasi manakah yang betul dalam kurva (d) ? jelaskan !
2. Untuk mencapai penurunan titik beku sebesar kira-kira 0,7
o
C :
a. Hitunglah massa asam benzoat yang harus dilarutkan dalam 25 ml naphthalene
? (anggaplah asam benzoat akan terlarut dalam bentuk senyawa tunggal)
b. Neraca manakah yang akan digunakan untuk menimbang :
- Naphthalene
- Asam benzoat
c. Ketelitian mana yang diperlukan untuk penentuan massa ?
3. Jelaskan mengapa dalam pelarut naphthalene :
a. Ada kemungkinan bahwa dimmer asam benzoat akan terbentuk.
b. Kemungkinan kecil bahwa asam benzoat akan terionisasi.
4. Turunkan rumus (2a) dan (2b) !
5. Sehubungan dengan keselamatan praktikum :
a. Apakah diperlukan tindakan tertentu ?
b. Apakah limbah boleh dibuang begitu saja ? jika tidak, mengapa ?
6. Buat diagram alir untuk percobaan ini !

4. PENYELESAIAN LAPORAN

7. Dari kurva pendinginan yang diukur :
a. Tentukan penurunan titik beku (AT) untuk semua larutan yang diteliti !
b. Perkirakan ralat dalam nilai AT !
8. Berdasarkan massa HBnz yang ditimbang :
a. Hitunglah nilai m !
b. Perkirakan ralat dalam nilai m !
9. Hitunglah :
a. [HBnz] dan [(HBnz)
2
] !
b. Ralat dalam nilai ini !
c. Periksa hasil dan simpulkan, dalam bentuk manakah asam benzoat larut dalam
naphthalene ?
d. Jika kesetimbangan (1) terjadi, hitunglah :
- Nilai tetapan kesetimbangan (K
m
), gunakan molalitas sebagai satuan
konsentrasi !
- Ralat dalam nilai ini !

Acuan :

- Shoemaker, hal 195-205
- T. Bird, percobaan 6.3
- Petrucci, 11.9, 12.1








53

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I


Nama/ NIM :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Judul :
Alat dan bahan :




B. Penentuan kurva pendinginan naphthalene (duplo)

B.1. Kalibrasi

- Suhu lebur naphthalene dengan termometer biasa =
- Suhu beku naphthalene dengan termometer biasa =
- Suhu beku naphthalene dengan termometer beckmann =
- Massa naphthalene =

B.2. Penentuan kurva pendinginan naphthalene

Waktu (dt) T
1
(
o
K) T
2
(
o
K) Waktu (dt) T
1
(
o
K) T
2
(
o
K)
0
10
20
30
40
50
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
390







54

D. Penentuan kurva pendinginan larutan asam benzoat

Massa asam benzoat (T
1
) =
Massa asam benzoat (T
2
) =

Waktu (dt) T
1
(
o
K) T
2
(
o
K) Waktu (dt) T
1
(
o
K) T
2
(
o
K)
0
10
20
30
40
50
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
390














Laboran Asisten Praktikan









55

9. PERUBAHAN-PERUBAHAN ENERGI
PADA REAKSI KIMIA

1. PENDAHULUAN
Suatu reaksi kimia dapat berlangsung lewat jalur-jalur yang berbeda. Untuk
semua jalur dapat diukur jumlah energi yang masuk atau ke luar sistem kimia pada
waktu reaksi kimia berlangsung. Maksud dari percobaan ini adalah untuk
membandingkan besarnya perubahan energi masing-masing.
Reaksi yang akan diteliti adalah
Pb(NO
3
)
2
(aq. 0,25 M) + Zn (s) Pb (s) + Zn(NO
3
)
2
(aq. 0,25 M)
Reaksi ini akan dilaksanakan lewat dua jalan:
Jalur A:
Sejumlah serbuk Zn akan dimasukkan ke dalam larutan timbal (II) nitrat di
dalam sebuah kalorimeter. Perubahan suhu akan diukur. Dari ini akan dapat dihitung
jumlah energi termis yang akan dilepaskan kalau 1 mol Pb akan terbentuk: AU
a
.
Jalur B:
Reaksi yang sama akan berlangsung dalam sel elektrokimia
Zn (s) / Zn(NO
3
)
2
(aq. 0,25 M) // Pb(NO
3
)
2
(aq. 0,25 M) / Pb (s)
Potensial sel E akan diukur. Dari ini akan dihitung jumlah energi elektrik maksimal
yang akan dihasilkan kalau 1 mol Pb akan terbentuk:
AU
b
= Q . E dengan Q = muatan ion dari Pb
2+


2. PERALATAN DAN METODE
Buatlah 250 ml larutan Pb(NO
3
)
2
yang berkonsentrasi 0,25 M ; 25 ml ZnSO
4

0,25 M ; 25 ml FeSO
4
0,25 M ; 25 ml FeCl
3
0,25 M.
Panaskan 100 ml KNO
3
0,1 M sampai kira-kira 90
o
C dan larutkan 4 g agar-agar
di dalamnya. Tuanglah ke dalam sebuah cawan penguap gelas, pastikan bahwa tebal
lapisan gel menjadi paling sedikit 2,5 cm.

A. Penentuan Energi Termis
A.1. Pelaksanaan Reaksi
Pipetlah 100 ml larutan timbal (II) nitrat yang sudah didinginkan ke dalam
kalorimeter. Timbanglah serbuk Zn yang sedikit berlebihan. Ukurlah suhu
larutan di dalam kalorimeter selama 5 menit, kemudian masukkan serbuk Zn
dan ukurlah perubahan suhu sebagai fungsi waktu. Aduk secara teratur, tetapi
tidak terlalu cepat. Mengapa? Lanjutkan pengukuran suhu sesudah reaksi
selesai selama 5 menit. Laksanakan pengukuran ini secara duplo.

A.2. Kapasitas Kalor Kalorimeter
Tentukan kapasitas kalor dari kalorimeter dan isinya dengan mengukur
jumlah energi yang diperlukan untuk mencapai kenaikan suhu yang sama.
Perhatikan: ukurlah pada percobaan ini juga nilai suhu selama 5
menit sebelum dan sesudah pemanasan listrik dilakukan.
Gunakan pemanas listrik dan atur besarnya arus listrik sehingga kecepatan
pemanasan menjadi kira-kira sama dengan kecepatan pemanasan pada waktu
reaksi A1 berjalan.
Ukurlah:
a. Arus listrik
56

b. Beda potensial (dijaga tetap)
c. Waktu pemanasan
d. Nilai suhu sebagai fungsi waktu
Laksanakan pengukuran ini secara duplo.

A.3. Perbaikan Metode Pengukuran (jika perlu)
Untuk memperbaiki hasil ukur, percobaan A1 dan A2 dapat diulangi
dengan perubahan cara kerja tertentu.
Laporkan perubahan mana yang dicoba dan hasil yang ditemukan.

B. Penentuan Energi Listrik
B.1. Pengukuran Potensial Sel
Buatlah 3 lubang kecil dalam gel agar-agar. Lubang ini tidak boleh sampai
dasar cawan sehingga tidak ada kebocoran. Masukkan ke dalam lubang masing-
masing Pb(NO
3
)
2
(aq 0,25 M), ZnSO
4
(aq 0,25 M) serta campuran dari Fe
2+
(aq
0,25 M) dan Fe
3+
(aq 0,25 M).
Ukurlah dengan pita kecil dari Pb (s) dan Zn (s) yang diamplas dengan baik,
potensial sel dari sel
Zn (s) / ZnSO
4
(aq 0,25 M) // Pb(NO
3
)
2
(aq 0,25 M) / Pb (s)
Gunakan voltmeter dengan hambatan dalam yang sangat besar.
Kontrol hasil pengukuran dengan mengukur potensial setengah sel masing-
masing terhadap setengah sel Pt (s) / Fe
2+
(aq 0,25 M)

B.2. Nilai Muatan Molar
Nilai muatan molar Q tidak akan ditentukan secara percobaan. Nilai dari
literatur boleh digunakan.

3. PENYELESAIAN LAPORAN
1. a. Hitunglah nilai kapasitas kalor sistem reaksi dari hasil percobaan A2 dan
A3!
b. Perkirakanlah ralat dalam nilai kapasitas kalor!
2. a. Hitunglah nilai U
a
dari hasil percobaan A1 atau A3!
i. Buatlah grafik dari suhu sebagai fungsi waktu untuk menentukan
secara grafis perubahan suhu yang terkoreksi!
ii. Hitunglah nilai dari U
a
!
b. Perkirakan ralat dalam nilai U
a
!
3. a. Bandingkan hasil percobaan B1 dengan nilai literatur. Gunakan juga
pengukuran yang dibuat sebagai control. Beri komentar!
b. Hitunglah nilai U
b
!
c. Perkirakan ralat dalam nilai U
b
!
4. a. Periksa apakah didasarkan hokum kekekalan energy, harus berlaku U
a
=
U
b
?
b. Nama-nama apakah yang diberikan kepada U
a
dan U
b
dalam
termodinamika?
c. Hitunglah nilai baku untuk U
a
dan U
b
dengan menggunakan tabel-tabel
termodinamika!
d. Bandingkan hasil yang dihitung dengan hasil yang ditemukan dari
percobaan. Beri komentar!

Acuan: Bird, percobaan 6.1
57

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I


Nama/ NIM :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Judul :
Alat dan bahan :







Laboran Asisten Praktikan






























58

10. MASSA JENIS ZAT


1. PENDAHULUAN
Suatu sifat yang besarnya tergantung pada jumlah bahan yang sedang diselidiki
disebut sifat ekstensif. Massa dan volume adalah contoh-contoh sifat ekstensif karena
besarnya tergantung pada jumlah bahan. Sebaliknya suatu sifat yang besarnya tidak
tergantung pada jumlah bahan yang sedang diselidiki disebut sifat intensif. Sifat-sifat
intensif umumnya digunakan oleh para ilmuwan untuk melakukan pekerjaan ilmiah
karena besarnya tidak tergantung pada jumlah bahan yang sedang diselidiki. Contoh dari
sifat intensif adalah densitas atau rapatan atau massa jenis suatu zat (Petrucci, jilid 1).
Massa jenis adalah kerapatan suatu zat yang diturunkan dari besaran massa dan
volume. Massa jenis adalah massa benda per satuan volume dan diberi lambang rho ().
Secara matematis dirumuskan :


Dimana : = massa jenis zat (g/cm
3
atau kg/m
3
), m = massa zat (g atau kg) dan V =
volume benda (cm
3
atau m
3
). Nilai massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung
pada massa maupun volume zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya, oleh karenanya zat
yang sejenis selalu mempunyai masssa jenis yang sama. Jenis zat dapat diketahui dari
massa jenisnya.
Massa jenis relatif adalah nilai perbandingan massa jenis suatu zat terhadap massa
jenis air. Massa jenis relatif tidak mempunyai satuan dan dapat digunakan untuk
mengetahui massa jenis suatu zat. Dasar penggunaan massa jenis relative adalah sebagai
berikut:
Massa jenis merupakan besaran turunan dari massa dan volume yang dalam praktiknya
pengukuran volume biasanya kurang teliti dibandingkan dengan pengukuran massa. Oleh
karenanya, untuk lebih teliti dalam menentukan massa jenis dapat dilakukan dengan
mengukur massanya saja dengan massa jenis air. Karena massa jenis air merupakan
bilangan yang mudah diingat, yaitu 1 g/cm3 atau 1.000 kg/m3, dengan demikian untuk
mengetahui massa jenis relatif suatu zat selalu akan menggunakan perbandingan massa
jenis zat dengan bilangan 1 g/cm3 atau 1.000 kg/m3. Ingat bahwa:




Sehingga : Massa Jenis Bahan = Massa Jenis Relatif x Massa Jenis Air
Penerapan prinsip massa jenis zat banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-
hari, antara lain : penentuan jenis logam yang cocok untuk pembuatan pesawat terbang,
pembuatan kapal, galangan kapal, pengukuran konsentrasi zat, dll.

2. ALAT-ALAT DAN BAHAN
- Neraca Analitis dengan ketelitian 10
-4
g
- Balok logam besi, aluminium, tembaga dan kuningan
- Bandul timbangan berbagai ukuran
- Densitometer
- Botol timbang
- Pipet ukur 10 ml
- Pillius ball
59

- Aseton, metanol, etanol teknis dan pro analysis grade
- Akuades
3. PROSEDUR PERCOBAAN
I. Pengaruh jenis zat terhadap massa jenis
Zat Padat
Balok logam ditimbang secara seksama untuk mengetahui massanya. Isilah
densitometer dengan air sampai tanda batas. Masukkan balok logam ke dalam
densitometer yang telah berisi air dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga tidak ada
bagian air yang tertumpah. Kurangi volume air dalam densitometer dengan menggunakan
pipet ukur sampai mencapai garis batas. Catat volume air yang diambil dari dalam
densitometer, pengukuran diulangi secara triplo. Lakukan prosedur diatas untuk seluruh
balok logam yang tersedia.
Zat Cair
Ambil sebanyak 5 ml larutan dan masukkan ke dalam botol timbang yang telah
diketahui massanya. Botol timbang beserta isinya ditimbang secara seksama, catat massa
larutan yang diisikan ke dalam botol timbang, pengukuran diulangi secara triplo. Lakukan
prosedur diatas untuk seluruh larutan yang tersedia.
II. Pengaruh massa terhadap massa jenis
Bandul timbangan ditimbang secara seksama untuk mengetahui massanya. Isilah
densitometer dengan air sampai tanda batas. Masukkan bandul timbangan ke dalam
densitometer yang telah berisi air dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga tidak ada
bagian air yang tertumpah. Kurangi volume air dalam densitometer dengan menggunakan
pipet ukur sampai mencapai garis batas. Catat volume air yang diambil dari dalam
densitometer, pengukuran diulangi secara triplo. Lakukan prosedur diatas untuk seluruh
bandul timbangan dengan massa berbeda yang tersedia.

III. Pengaruh suhu terhadap massa jenis
Ambil 100 ml akuades dan masukkan ke dalam gelas piala. Atur suhu akuades
dengan menempatkan gelas piala ke dalam ice bath sampai suhunya mencapai 10
o
C.
Ambil 5 ml akuades bersuhu 10
o
C tersebut dan timbang seksama dengan menggunakan
botol timbang. Lakukan pengukuran secara triplo. Lakukan juga pengukuran untuk
akuades dengan suhu 20
o
C, 30
o
C, 40
o
C dan 50
o
C.

IV. Penentuan konsentrasi etanol berdasarkan massa jenis
Pembuatan kurva baku
Buat larutan etanol dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 %v/v dari etanol
absolut yang dianggap 100%. Masing-masing larutan diukur massa jenisnya seperti
prosedur I untuk zat cair. Buat kurva baku massa jenis terhadap konsentrasi etanol,
tentukan persamaan regresi linier dan korelasi kurva baku yang dibuat.
Penentuan konsentrasi etanol larutan sampel
60

Larutan sampel yang tersedia diukur massa jenisnya seperti prosedur I untuk zat
cair, jika diperlukan larutan sampel dapat diencerkan terlebih dahulu. Hitung konsentrasi
larutan sampel menggunakan persamaan regresi linier kurva baku yang telah dibuat.
Bandingkan hasil perhitungan dengan hasil pengukuran larutan sampel menggunakan
densitometer alkohol.

4. PENYELESAIAN LAPORAN :
1. a. Bandingkan hasil pengukuran massa jenis berbagai zat yang diuji dengan nilai
yang ada pada literatur ! beri komentar !
b. Ralat apa yang muncul pada pengukuran ini?
2. Berdasarkan percobaan II, apakah massa mempengaruhi nilai massa jenis zat?
Jelaskan !
3. a. Apakah hasil percobaan III sudah sesuai dengan yang diharapkan?
b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi massa jenis zat?
4. a. Apakah kurva baku yang dibuat berdasarkan percobaan IV memenuhi
persamaan regresi linier?
b. Bagaimana hubungan antara konsentrasi etanol dengan massa jenisnya?
c. Apakah larutan sampel yang disediakan perlu diencerkan terlebih dahulu?
Mengapa?
d. Apakah kadar larutan sampel yang ditentukan berdasarkan kurva baku yang
dibuat mempunyai nilai yang sama dengan hasil pengukuran menggunakan
densitometer alkohol? (Uji T dengan tingkat kebermanaan 95%)
e. Apakah minuman beralkohol dapat ditentukan kadarnya berdasarkan kurva
baku yang dibuat? Jelaskan!

























61

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I


Nama/ NIM :
Kelompok :
Tanggal Praktikum :
Judul :
Alat dan bahan :




Hasil :

I. Pengaruh jenis zat terhadap massa jenis

Zat Padat

Balok Logam
Massa
(g)
Volume
(cm
3
)

(cm
3
)

(g/cm
3
)
I II III
Besi
Aluminium
Tembaga
Kuningan

Zat Cair
Zat Cair
Volume
(cm
3
)
Massa
(g)
(g)

(g/cm
3
)
I II III
Akuades
Aseton p.a.
Aseton teknis
Metanol p.a.
Metanol teknis
Etanol p.a.
Etanol teknis
II. Pengaruh massa terhadap massa jenis

Massa Bandul
(g)
Volume
(cm
3
)

(cm
3
)

(g/cm
3
)
I II III





62

III. Pengaruh suhu terhadap massa jenis

Suhu
(
o
C)
Volume
(cm
3
)
Massa
(g)
(g)

(g/cm
3
)
I II III
10
20
30
40
50
IV. Penentuan konsentrasi etanol berdasarkan massa jenis

Konsentrasi
(% v/v)
Volume
(cm
3
)
Massa
(g)
(g)

(g/cm
3
)
I II III
10
20
30
40
50
Faktor pengenceran larutan sampel :
Volume larutan sampel : ml
I II III IV V Purata
m (g)
(g/ml)
[ ] (%v/v)
[densitometer] (%v/v)
Keterangan :
m : massa larutan sampel
: massa jenis larutan sampel berdasarkan perhitungan m/v
[ ] : konsentrasi larutan sampel berdasarkan kurva baku
[densitometer] : konsentrasi larutan sampel diukur dengan densitometer alkohol


Laboran Asisten Praktikan

You might also like