You are on page 1of 15

Dosen : Dr. M.

Ardiansyah

Laporan Praktikum Penginderaan Jauh

Digital Image Processing

Oleh : Firdawaty Marasabessy A156100141

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB)

endahuluan

Penginderaan jauh melingkupi metodologi yang digunakan untuk mempelajari karakteristik objek dari jarak jauh. Penglihatan, pendengaran, dan penciuman merupakan contoh bentuk permulaan penginderaan jauh. Definisi umum tentang Penginderaan Jauh sebagai ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh informasi dan data mengenai kondisi fisik suatu benda atau objek, target, sasaran, maupun daerah dan fenomena, tanpa menyentuh atau kontak langsung dengan benda atau target tersebut. Ilmu disini menggambarkan ilmu atau sains yang diperlukan baik dalam konsep, perolehan data maupun pengolahan dan analisis untuk mendapatkan teknik pelaksanaan pengambilan data yang tepat dan baik sesuai dengan tujuan perolehan data. Teknik menunjukan bahwa teknologi penginderaan jauh memerlukan kemampuan merancang bangun untuk semua peralatan yang menyaing baik wahana, sensor, sistem sensor, stasiun di bumi maupun sistem penerima data dan pengolahannya. Karena data yang diperoleh pada umumnya berbentuk keruangan atau spasial, maka dalam pengolahannya memerlukan seni tampilan yang serasi, menarik dan mudah mengerti untuk tujuan menyajikan sebuah informasi. Sedangkan tanpa kontak langsung dimaksudkan bahwa dalam perekaman data spasial, sistem penginderaan jauh menggunakan alat atau sensor yang secara fisik jauh dari objek atau target, sensor tersebut berupa sistem pemancar (transmitter) dan penerima (receiver). Sistem remote sensing terdiri dari beberapa komponen dasar, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Target ; meliputi objek atau material yang diamati 2. Sumber energi ; terutama sinar matahari ataupun penyediaan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik bagi target 3. Sensor ; alat perekam intensitas radiasi (data) yang dibawa oleh platform 4. Jalur transmisi. Tujuan Praktikum adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pra pengolahan citra yang meliputi proses rektifikasi, koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. 2. Melakukan pengolahan citra dengan pendekatan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification). 3. Mendeteksi pola dan luasan perubahan penutupan lahan. 4. Membuat permodelan biofisik (biomasa), dengan menggunakan pemodelan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), Simple Ratio (SR), Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI), dan Vegetation Index (VI).

etodologi

a. Lokasi Pengamatan Letak lokasi di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah, berada pada 050'S 204'S dan 11940'E - 12030'E yang terdiri dari Taman Nasional Lore Lindu dan lima kabupaten disekitarnya, yaitu Kab. Donggala, Kab. Poso, Kab. Sigi, Kab. Morowali dan Kab. Tojo Una-Una. Taman Nasional ini secara resmi meliputi kawasan 217.991.18 ha (sekitar 1.2% wilayah Sulawesi yang luasnya 189.000 km atau 2.4% dari sisa hutan Sulawesi yakni 90.000 km) dengan ketinggian bervariasi antara 200 sampai dengan 2.610 meter diatas permukaan laut. Taman Nasional ini sebagian besar terdiri atas hutan pegunungan dan sub-pegunungan (90%) dan sebagian kecil hutan dataran rendah (10%). Wilayah ini beriklim tropis lembab dengan Temperatur berkisar antara 16 sampai 22' Celsius dengan tingkat kelembaban antara 85 sampai 95%. Taman Nasional Lore Lindu memiliki fauna dan flora endemik Sulawesi serta panorama alam yang menarik karena terletak di garis Wallace yang merupakan wilayah peralihan antara zona Asia dan Australia. Penggunaan lahan didominasi oleh lahan pertanian umumnya padi sawah di bagian bawah lembah, kopi dan kakao Jagung, kacang-kacangan dan berbagai buah-buahan di lahan miring.. Selain itu, ada budidaya pohon kelapa, ubi kayu, kacang tanah dan lainlain. Secara umum wilayah ini mengalami konversi lahan yang cukup luas, dari penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lainnya (Erasmi, et al, 2004).

Gambar 1. Citra Landsat Taman Nasional Lore Lindu

b. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah : 1. Citra Landsat/MSS Scene 28 Oktober 1972, UTM WGS 84 Zone 51S, (belum dikoreksi geometrik). 2. Citra Landsat/ETM+ Scene 28 September 2002, UTM WGS 84 Zone 51S, (sudah dikoreksi geometrik). Sedangkan alat yang digunakan dalam pengerjaan tugas praktikum ini adalah : 1. Microsoft Excell, 2. ERDAS IMAGINE 9.2 dan 3. Arc GIS 9.3

asil dan Pembahasan

a. Koreksi Radiometrik Tujuan dari koreksi geometri, diantaranya adalah rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar kordinat citra sesuai dengan kordinat geografi; registrasi (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem kordinat citra multispektral atau multitemporal; dan registrasi citra ke peta atau transformasi sistem kordinat citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi. Umumnya koreksi geometrik dilakukan jika terjadi kesalahan, baik kesalahan yang bersifat internal, misalnya pembelokan arah penyinaran, abrasi sub-sistem optik, dan system penyiaman yang tidak linear; maupun kesalahan yang bersifat eksternal, misalnya perubahan ketinggian dan kecepatan wahana, perubahan posisi wahana terhadap obyek karena gerakan berputar (roll), menggelinding (pitch), berbelok (yow), mengakibatkan terjadinya distorsi atau bising acak (random), rotasi bumi ataupun kelengkungan bumi. Citra Landsat yang digunakan dalam prkatikum ini yaitu citra tahun 1972 yang belum terkoreksi geometrik namun telah dikoreksi radiometriknya dan sebaliknya citra tahun 2002 yang sudah terkoreksi geometrik tetapi belum terkoreksi radiometrik, sehingga kedua citra tersebut perlu dikoreksi. Citra tahun 2002 menggunakan Proyeksi Universal Transvers Mercator (UTM)/WGS 1984 Zone 51S.

Karena distorsi geometrik ini bersifat random maka koreksinya membutuhkan sejumlah titik kontrol medan (Ground Control Point, GCP). Penentuan GCP pada peta yang belum dikoreksi (tahun 1972) dengan peta yang telah terkoreksi (tahun 2002).Titik kontrol yang dipilih adalah kenampakan-kenampakan yang terlihat jelas pada citra maupun pada peta, misalnya percabangan/persimpangan jalan, percabangan sungai besar, atau perumahan kecil/bangunan yang terisolasi. Akurasi koreksi geometrik dinilai dari besar kecilnya akar kuadrat rataan (Root Mean Square, RMS). Cek akurasi terhadap hasil koreksi citra Landsat 1972 dengan citra Landsat 2002 dapat dilihat dengan nilai RMS = 0,4471 (polinomial orde 1).

1972

2002

Gambar 2. Citra Hasil Koreksi

b. Cropping Citra Cropping Citra merupakan salah satu tahapan dalam pra pengolahan citra. Cropping atau pemotongan citra diperlukan bilamana terdapat beberapa citra yang ingin diperbandingkan/overlay, sehingga nantinya diperoleh beberapa citra yang memiliki bentuk luar yang sama. Dalam pemotongan peta cara yang dilakukan dapat melalui dua cara, yaitu dengan memilih daerah terlebih dahulu

pada citra yang dituju, atau dengan mengambil file AIO yang menyimpan ukuran potong sebuah peta.

Gambar 3. Hasil Cropping Citra

c. Klasifikasi Citra (Image Classification) Klasifikasi citra merupakan proses pengelompokan pixel pada suatu citra ke dalam sejumlah class (kelas), sehingga setiap kelas dapat menggambarkan suatu entitas dengan ciri-ciri tertentu. Tujuan utama klasifikasi citra penginderaan jauh adalah untuk menghasilkan peta tematik, dimana suatu warna mewakili suatu objek tertentu. Output dari klasifikasi citra ialah memberikan makna pada sebaran suatu kenampakan atau tutupan lahan pada suatu wilyah yang diamati. Secara umum, algoritma klasifikasi dapat dibagi menjadi supervised (terbimbing) dan unsupervised (tidak terbimbing), pemilihannya bergantung pada ketersediaan data awal pada citra itu. a. Klasifikasi Tidak Terbimbing (Unsupervised) Klasifikasi Tidak Terbimbing lebih banyak dilakukan dengan komputerisasi, dimana wilayah pengamatan belum diketahui dengan jelas oleh interpreter. Pada pendekatan ini citra pertama kali diklasifikasi dengan pengagregasian citra kedalam kelompok-kelompok spektral alami (cluster). Kemudian analis

menentukan identitas kelompok spektral dengan membandingkan citra klasifikasi dengan data rujukan lapang. Dengan begitu, maka hasil klasifikasi citra bisa didapatkan secara akurat. Pada tugas praktikum ini pengkelasan penutupan lahan melalui pendekatan klasifikasi tidak terbimbing dilakukan pada citra dalam 2 titik tahun, yaitu tahun 1972, dan 2002. Dari citra tersebut, kemudian diolah dan dapat ditentukan kedalam 4 (empat) kelas tutupan lahan, yaitu Tubuh Air, Hutan, Lahan Pertanian, dan Permukiman. Berikut adalah hasil klasifikasi tidak terbimbing. Tabel 1.Hasil Klasifikasi Tidak Terbimbing
No. 1 2 3 4 Klasifikasi Tutupan Lahan Tubuh Air Hutan Lahan Pertanian Permukiman Total Luas Tahun 1972 Luas (Ha) % 5541.21 2.80 176678.91 89.15 15306.21 7.72 658.71 0.33 198185.04 100.00 Tahun 2002 Luas (Ha) % 5242.79 2.65 164020.43 82.76 26628.05 13.44 2293.76 1.16 198185.04 100.00

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, pada tahun 1972 hutan dan lahan pertanian mendominasi tutupan lahan yaitu seluas 176.678,91 ha dan 15.306,21 ha, sementara luas areal permukiman hanya 0,33% dari luaswilayah atau sekitar 658,71 ha. Dalam selang waktu 30 tahun berikutnya dengan data citra tahun 2002, diketahui luasan tutupan lahan hutan dan tubuh air mengalami penurunan, sementara luas lahan pertanian dan permukiman semakin bertambah. Luas hutan berkurang 12658.48 ha, dan tubuh air berkurang 298.42 ha. Sedangkan untuk lahan pertanian bertambah 11321.84 ha dan permukiman bertambah menjadi 1635.05 ha. Namun demikian, angka tersebut menunjukan tidak terlalu singnifikan mengalami peningkatan maupun berkurangnya luasan lahan.

Perbandingan Luas Tutupan Lahan (Klasifikasi Tidak Terbimbing)


180000 160000 140000

Luas (Ha)

120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 Luas (Ha) Luas (Ha) Tahun 2002 5242.79 164020.43 26628.05 2293.76 Tahun 1972 5541.21 176678.91 15306.21 658.71

Tubuh Air Hutan Lahan Pertanian Permukiman

Gambar 4. Grafik Perbandingan Luas Tutupan Lahan Klasifikasi Tidak Terbimbing

Citra Tahun 1972

Citra Tahun 2002

Gambar 5. Peta Hasil Klasifikasi Tidak Terbimbing

b. Klasifikasi Terbimbing (Supervised) Sebelum melakukan proses klasifikasi terbimbing (Supervised Classification), terlebih dahulu dibuat Training Areanya (Signature) kemudian dideliniasi dengan menggunakan AOI tools sampel-sampel wilayah tiap kategori kelas yang akan diklasifikasi. Sebaiknya training set harus dapat merepresentasikan nilai piksel suatu kelas yang diinginkan. Pembuatan training set dipilih melalui citra dasar yang dibatasi oleh polygon-polygon sekaligus pemberian nama kelas, representatif dan disimpan dalam file signature. Setelah dilakukan pengklasifikasian, hasil citra kemudian disimpan dan kemudian dilakukan smooting hasil interpretasi (Nearest Neighborhood dll) yang dilakukan pada masing-masong titik tahun (tahun 1972 dan tahun 2002). Dari hasil klasifikasi diperoleh pembagian kedalam 4 kelas tutupan lahan dengan luas areal yang dapat disajikan pada Table 2 dibawah ini. Tabel 2. Hasil Klasifikasi Terbimbing
No. 1 2 3 4 Klasifikasi Tutupan Lahan Tubuh Air Hutan Lahan Pertanian Permukiman Total Luas Tahun 1972 Luas (Ha) % 4913.64 2.48 146961.18 74.15 46121.04 23.27 189.18 0.10 198185.04 100.00 Tahun 2002 Luas (Ha) % 5427.14 2.74 146519.69 73.93 41200.79 20.79 5037.44 2.54 198185.04 100.00

Dari tabel diatas menunjukan bahwa presentase tutupan lahan untuk permukiman berkembang pesat yaitu 2,54% pada tahun 2002 atau meningkat 2,45% dari tahun sebelumnya (tahun 1972). Sementara tutupan lahan hutan, dan lahan pertanian mengalami penurunan masing-masing hanya sekitar 0,22% dan 2,48%, tetapi sebaliknya tutupan lahan untuk tubuh air mengalami peningkatan sebesar 0,26% pada tahun 2002. Terjadinya peningkatan luasan tutupan lahan untuk tubuh air dirasakan sangat sulit untuk bisa diterima logika penambahan luasan tubuh air ini, namun bias saja terjadi dengan asumsi bahwa terjadi bencana banjir atau limpasan air dari laut dilokasi tersebut. Hal ini tentunya menjadi catatan penting bagi interpreter agar lebih mendalami fenomena atau pengetahuan terkait hal itu, berdasarkan literatur terkait maupun dengan jalan survei lapang.

Perbandingan Luas Tutupan Lahan (Klasifikasi Terbimbing)


160000 140000 120000

Luas (Ha)

100000 80000 60000 40000 20000 0 Luas (Ha) Luas (Ha) Tahun 2002 5427.14 146519.69 41200.79 5037.44 Tahun 1972 4913.64 146961.18 46121.04 189.18

Tubuh Air Hutan Lahan Pertanian Permukiman

Gambar 6. Perbandingan Luas Tutupan Lahan Klasifikasi Terbimbing

Citra Tahun 2002 Citra Tahun 1972

Gambar 7. Peta HAsil Klasifikasi Terbimbing

d. Perubahan Penggunaan Lahan Deteksi perubahan penggunaan lahan dimaksudkan untuk mengetahui pola dan sebaran alih fungsi lahan untuk penggunaan tertentu dana dalam kurun waktu tertentu. Hasil analisis perubahan penggunaan lahan di Lore Lindu pada dua titik tahun (1972 dan 2002) dapat disajikan pada table berikut : Tabel 3. Perubahan Penggunaan Lahan (Tahun 1972-2002)
Penutupan Lahan Tubuh Air Hutan Lahan Pertanian Pemukiman Total Tahun 2002 Tahun 1972 Tubuh Air 4491.91 259.03 658.36 5.05 5414.33 Tahun 2002 Total Tahun Hutan Lahan Pemukiman 1972 Pertanian 102.07 172.99 191.35 4958.30 136874.08 9651.43 152.02 146936.54 9515.53 31359.34 4567.51 46100.72 0.10 3.88 180.46 189.47 146491.76 41187.62 5091.32 198185.04

Dari hasil tabel diatas, tergambar bahwa laju konversi lahan tidak terlalu signifikan, dimana penggunaan lahan untuk fungsi hutan yang tetap masih terbilang luas yaitu 186.874,08 ha. Sementara penggunaan lahan untuk permukiman semakin meluas dimana terjadi konversi lahan pertanian menjadi permukiman seluas 4.567,51 ha. Hal ini disebabkan karena tekanan jumlah penduduk yang sangat besar, sehingga dimungkinkan mengkonversi hutan menjadi pemukiman. Sementara itu, perubahan lahan yang dianggap tidak mungkin terjadi/tidak perlu diketahui diantaranya adalah : Hutan-Tubuh Air, Pemukiman-Tubuh Air, Pemukiman-Hutan, Pemukiman-Lahan Pertanian, Tubuh Air-Hutan, Tubuh AirPemukiman.

Gambar 8. Peta Peruabahan Penggunaan Lahan Tahun 1972-2002

e. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Indeks vegetasi umumnya digunakan untuk membedakan vegetasi ataupun non vegetasi dalam suatu wilayah pengamatan. Dalam hal ini juga indeks vegetasi dapat pula dimanfaatkan dalam pemodelan biofisik misalnya dalam pendugaan biomassa dan karakteristik kanopi. Praktikum ini dilakukan analisis NDVI dengan rumus umum untuk citra Landsat :

Berikut ini adalah peta hasil NDVI

Gambar 8. Peta NDVI

You might also like