Professional Documents
Culture Documents
Umpamakan
UK/MS = u
CD/UG = v
Kemudian dapat diketahui,
1 = UK/MS + UG/MS
atau,
UG/MS = 1 u
Jadi (5) dapat dinyatakan kembali sebagai,
NS
NB
u v u
atau,
7
NS
u v u
NB
atau,
NS
u v u
NB
dimana,
0 < u + v (1 u) < 1, oleh karena itu
u v u
Dari persamaan (8) jelas bahwa:
y MB mempunyai pengaruh positif terhadap MS, yaitu jika MB naik maka MS naik (ceteris
paribus), dan sebaliknya.
y u dan v mempunyai pengaruh negative terhadap MS, yaitu jika u naik maka MS turun (ceteris
paribus), dan sebaliknya.
Penyebab perubahan uang inti (MB) adalah net ekspor (X-M), APBN, kredit yang diberika pada
sector swasta domestic (KR), operasi pasar terbuka (jual beli SBI dan SBPU), sehingga (8) menjadi,
NS
u v u
APBN X N KR 0N0
dimana,
X M = ekspor neto dalam neraca perdagangan (pembayaran)
APBN = Anggaran Pendapatan & Belanja Negara
KR = Kredit yang diberikan
OMO = Open Market Operation (jual beli SBI & SBPU)
NOI = Net other item (lainnya bersih)
F. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan untuk mempengaruhi proses penciptaan uang beredar
tersebut. Pemerintah (Bank Sentral) bisa melakukan hal ini dengan mempengaruhi secara tidak
8
langsung nilai money multiplier dan secara langsung besarnya uang inti. Berbagai instrumen
kebijakan moneter tersedia untuk ini.
Menurut Keynes, kebijakan moneter bisa mempengaruhi situasi makro lewat jumlah uang
beredar, tingkat bunga, pengeluaran investasi dan selanjutnya permintaan agregat. Akhir-akhir
ini ekonom mulai memberikan perhatian mereka kepada kebijakan Supply Side, yaitu
kebijakan (moneter) yang bisa mempunyai pengaruh lansung terhadap penawaran agregat
(menggeser kurva penawaran agregat). Tetapi sampai sekarang belum ada teori yang mantap
mengenai Sisi Penawaran ini.
Instrument Kebijakan Moneter:
Mempengaruhi Money Multiplier (secara kuantitatif);
Cash-Ratio
Discount-rate
Bunga Giro dan Deposito
Yang mempengaruhi Uang Inti;
Pajak Ekspor
Sertipikat Ekspor
Bea Masuk
Pajak lain
Pengeluaran Pemerintah
Bunga Kredit Bank
Pengawasan Kuantitatif
Credit Ceiling
Efektifitas Kebijakan Moneter
Ada dua kritik mengenai keampuhan kebijakan moneter dalam praktek;
Keynes mengatakan bahwa kebijakan moneter tidak efektif dalam masa depresi karena
adanya liquidity trap, hal ini timbul karena tingkat bunga menjadi tidak elastis
terhadap perubahan jumlah uang beredar.
9
Milton Friedman dkk berpendapat bahwa pengaruh kebijakan moneter sulit diterka
(kapan dan berapa besar) sehingga menyulitkan penggunaannya dalam praktek. Mereka
menyarankan agar pemerintah secara otomatis dan teratur menaikkan jumlah uang
beredar sesuai dengan kenaikan kebutuhan uang rata-rata sebagai ganti dari kebijakan
moneter.
Faktor-faktor yang menetukan perubahan jumlah uang yang beredar
Dari persamaan (8) di atas, jela sbahwa perubahan jumlah uang beredar pada dasarnya
ditentuka oleh dua factor yaitu:
y pelipat uang,
y perubahan dalam uang inti
Faktor-faktor yang menentukan perubahan uang inti
Seperti disebut di atas, perubahan dalam uang inti (MB) disebabkan oleh APBN, net ekspor (X-
M), kredit yang diberikan pada sector swasta domestic (KR), operasi pasa terbuka (jual beli SBI dan
SBPU), dan net other items (NOI = lainnya bersih ). Pada prinsipnya, perubahan (kenaikan
ataupenurunan) jumlah uang inti yang beredar dapat terjadi selama terjadi perubahan posisi passive
neraca BI (dan Depkeu).
1. APBN
Tanpa dukungan bantuan luar negeri, deficit APBN yang dibiayai oleh pencetakan uang
melalui BI akan meningkatkan jumlah uang inti (ceteris paribus). Hal itu dapat dijelaska sebagai
berikut. Ketika uang tersebut dicetak, uang kartal yang diedarkan (UYD) bertambah. UYD
tersebut akan dicatat pada sisi passive sebagai pos UYD atau sebagai rekening koran
pemerintah,karena uang tersebut menjadi klaim pemerintah pada BI. Pada saat yang sama,
sejumlah yang sama, uang yang diberikan (dipinjamkan) kepada pemerintah merupakan tagihan
BI kepada pemerintah. Dilihat dari neraca kas Negara, pinjaman uang tersebut akan dicatat
sebagai kas kalau tunai atau sebagai pos tagihan pada BI jika masih berupa saldo giro rekening
pemerintah. Tentu, pada saat yang sama pada sisi passive neraca kas Negara, sejumlah uang
tersebut akan dicata sebagai pos hutang pada BI. Ilustrasi di atas menunjukkan peristiwa saling
berhutang diantara sesame otoritas moneter, dan oleh karena itupada tahap ini belum tercipta
uang inti, karena uangasih beredar di tangan otoritas moneter (BI dan kas negara) . apabila
selanjutnyauang tersebut dibelanjakan oleh kas Negara melalui saluran bank umum atau
langsung kepada masyarakat, maka uang tersebut beralih penguasaannya kepada sistim
perbankan sebagai sebagaipos kas pada aktiva mereka atau langsung menjadi penerimaan
pendapatan uang oleh sektor swasta domestik. Pertambahanuang yang dikuasai oleh sistim
perbankan dan masyarakat berarti kenaikan kewajiban moneter BI kepada sistim perbankan dan
masyarakat, dan tu berarti kenaikan jumlah uang (inti) yang beredar. Surplus APBN yang berasal
10
dari pajak, di lain pihak, berarti telah terjadi pengalihan penguasaan uang dari masyarakat
kepada pemerintah, dan perdefinisi telah terjadi penurunan kewajiban moneter BI kepada
sektor swasta domestik. Ini bearti secara relative telah terjadi penuruna uang (inti) yang
beredar. Pinjaman luar negeri, selama belum dikonversikan ke dalam rupiah dan belum
dibelanjakandi dalam negeri ukanlah kewajiban moneter BI kepada masyarakat luar negeri, dan
oleh karena itu belum mempunyai pengaruh terhadap perubahan uang (inti) beredar.
2. Neraca Pembayaran
Angka-angka pada neraca pembayaran merupakan cerminan aktifitas ekspor dan impor.
Terutama dalam sistim pengawasan devisa atau sistim mengambang terkendali(the managed
float exchange rate), selisih lebih nilai ekspor atas nilai impor (surplus neraca
pembayaran/perdagangan) cenderung memberikan nilai posotif pada kenaikan jumlah uanginti
dan akhirnya pada jumlah uang yang beredar, dan sebaliknya. Hal itu terjadi karena dalam sistim
pengawasan kurs dan sistim kurs mengambang tekendali penerimaan ekspor berupa valuta
asing harus ditukarkan kepada BI dengan sejumlah rupiah. Hal itu dapat dijelaskan sebagai
berikut. Umpamakan si A eksportir Indonesia menjual barang kepada seorang importir di USA.
Dari hasil penjualanbarang tersebut tentu ia akan menerima sejumlah uang dollar. Seperti
lazimnya dalam perdagangan internasional, proses transaksi pembayaran dilakukan melalaui
transfer bank di USA ke bank di Indonesia. Selanjutnya, dalam sistim kurs tetap, bank domestic
harus merupiahkan valuta asing (dalam hal ini dollar) ke BI. Pada pembukuan BI, pada akhirnya,
sejumlah dolar akan di debit dan senagai pos lawannya sejumlah rupiah (setelah konevrsi
dangan kurs yang berlaku) akan dikredit untuk rekening bank domestik. Pencatatan pos kredit
atas sejumlah rupiah oleh BI untuk keuntungan bank domestic berarti timbulnyakewajiban
rupiah otoritas moneter pada bank domestic; itu secara definitive berarti penciptaan uang inti.
Gambar 1 berikut bias menjelaskan proses tersebut.
11
Gambar 1: Aliran pembayaran transaksi ekspor/impor pada sistim kurs tetap dan mengambang
terkendali dalam kasus pertambahan uang inti yang beredar
(1)
Ekspor barang
Senilai US $1000
Rekening B di debet
Rekenig A di kredit seniali US $1000 oleh
oleh bank D senilai Bank C USA (bank
Rp. 2.250.000 impotir B)
Rekening Bank D (bank eksportir
A di Indonesia) di kredit oleh
Bank C senilai US $1000
Rp. 2.250.000,-
di kredit US $1000 disetor ke BI
oleh BI untuk dan dicatat sebagai pos
rekening Bank D debet oleh BI
(bank eksportir A)
3. Kredit yang diberikan
Menurut teori moneterterjadap neraca pembayaran, selama tidak terjadi substitusi
sempurna dengan net foreign asset (tagihan luar negeri bersih), kenaikan kredit yang diberikan
kepad sektor swasta domestic merupakan cerminan dari kelebihan permintaan akan uang
domestic, oleh karena itu harus dipenuhi dengan penambahan jumlah uang inti agar tercapai
keseimbangan di pasar uang khusunya dan kelancaran produksi pada umumnya.
Penambahanuang inti tersebut tercermin pada penambahan jumlah UYD atau rekening BU pada
sisi passiva neraca BI.
4. Open Market Operation
Operasi pasar terbuka adalah aktifitas jual beli surat berharga (SBI dan SBPU) oleh BI.
Penjualan surat berharga oleh BI akan mengurangi jumlah uang inti yang beredar, dan
pembelian surat berharga oleh BI akanmenamnah jumlah uang inti yang beredar. Jadi penjualan
A
Eksportir
Indonesia
B
Importir
USA
Bank D
Indonesia
Bank Indonesia selaku bank sentral menerima
penukaran dollar untuk rupiah pada kurs yang
berlaku (misal US $1 = Rp. 2.250,-)
Bank C
USA
12
surat berharga dapat dimaksudkanuntuk kebijakan kontraksi moneter, dan pembelian surat
berharga untuk kebijakan ekspansi moneter. Sama seperti sebelumnya, perubahan uang inti
tersebut tercermin pada perubahan jumlah UYD atau rekening BU pada sisi passiva neraca BI.
Faktor-faktor yang menentukan perubahan pelipat uang
Faktor-faktor yang menentukan perubahan uang inti (MB) sudah dijelaskan pad abutir
penjelasan sebelumnya (1 s/d 5), dengan catatan bahwa faktor-faktor tersebut akanmempengaruhi
secara dominan jika money multiplier dianggap tetap atau tidak berubah banyak. Dalam kenyataan
money multiplier mungkin berubah-ubah dipengaruhi oleh perilaku agen-agen ekonomi lainnya
selainotorita moneter sepertiperilaku bank-bank umum danpara individu. Sebagai contoh, u
mencerminkan proporsi jumlah uang yang beredar (M1) yang dipegang oleh para individu dalam bentuk
uang kas (u = C/M1) dimana otoritas moneter tidak dapat mempengaruhi secaralangsung atas perilaku
mereka. Perilaku memegang uang kas oleh para individu antara lain ditentukan oleh preferensinya atas
pertimbanagn pilihan likuiditas dan hasil bunga. Umpamanya, jika tingkat bunga naik, maka orang
barangkali akanlebih suka untuk menyimpan uang tunai dalam bentuk tabungan atau deposito
berjangka sehingga u akan turun. Tingkat pendapatan seseorang juga memepengaruhi perilaku untuk
memengan uang kas diaman umumnya semakin makmur orang akan semakin relative lebih banyak
memegang uang giral dan uang kuasi daripada memegang uang tunai, oleh karena itu u akan turun.
Berbeda dengan u, faktor v ditentukan oleh perilaku sektor perbankan dan bank sentral. Seperti
kita maklum bank sentral dapat mempengaruhi secara langsung besarnya ketentuan cadangan wajib
minimum yang akan menentukan kemampuan penciptaan uang gial dan oleh karena itu jumlahuang
beredar oleh abnk0bank umum. Penurunan cadangan wajib minimum oleh bank sentral msalnya berabti
akan memperkecil rasio v = CD/UG yang berarti menambah kemampuan bank-bank umum untuk
menciptakan uang giral. Meskipun begitu, kemampuan untuk meningkatkan uang giral tidak
sepenuhnya dapat ditentukan oleh bank sentral sebab meskipun bank sentral sudah menurunkan
cadangan wajib minimum, tidak ada batasan bagi sebuah bank umu untuk memelihara kelebihan
cadangannya (excess reserves) relative besar di atas cadangan wajib minimum. Oleh karena itu
penurunan cadangan wajib minimum yang semula dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan bank-
bank umum dalam menciptakan uang giral menjadi mandul jika bank-bank umum justru menambah
excess reserves mereka.