Professional Documents
Culture Documents
Identifikasi DNA
Akhir-akhir ini marak di bicarakan tentang kasus pembunuhan atau perselisihan rumah tangga,yang dibicarakan adalah tentang status dari si_Korban Pembunuhan atau identikasi dari korban serta identikasi dari seorang anak yang diragukan statusnya dengan melalui tes DNA Ketika seseorang dengan alasan yang sangat beragam dan pribadi ingin tahu akan identitasnya, maka salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah identifikasi DNA (Deoxyribo Nucleic Acid). Identifikasi DNA dapat dimanfaatkan untuk mengetahui hubungan biologis antar individu dalam sebuah keluarga dengan cara membandingkan pola DNA individu-individu tersebut. Lembaga Biologi Molekul Eijkman melalui Yayasan GenNeka menawarkan pelayanan identifikasi DNA, berupa tes paternitas dan tes maternitas.
Setiap anak akan menerima setengah pasang kromosom dari ayah dan setengah pasang kromosom lainnya dari ibu sehingga setiap individu membawa sifat yang diturunkan baik dari ibu maupun ayah. Sedangkan DNA yang berada pada mitokondria hanya diturunkan dari ibu kepada anak-anaknya. Keunikan pola pewarisan DNA mitokondria menyebabkan DNA mitokondria dapat digunakan sebagai marka untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal. Kedua pola penurunan materi genetik dapat diilustrasi seperti gambar sebelumnya. Dengan perkembangan teknologi, pemeriksaan DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan individu yang satu dengan individu yang lain
Tes paternitas adalah tes DNA untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak. Kita semua mewarisi DNA (materi genetik) dari orang tua biologis kita. Tes paternitas membandingkan pola DNA anak dengan terduga ayah untuk memeriksa bukti pewarisan DNA yang menunjukkan kepastian adanya hubungan biologis.
Metoda identifikasi DNA apakah yang digunakan dalam tes paternitas dan tes maternitas?
Identifikasi DNA untuk tes paternitas dilakukan dengan menganalisa pola DNA menggunakan marka STR (short tandem repeat). STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Identifikasi DNA dengan penanda STR merupakan salah satu prosedur tes DNA yang sangat sensitif karena penanda STR memiliki tingkat variasi yang tinggi baik antar lokus STR maupun antar individu.
Dapatkah tes paternitas dilakukan bila hanya terduga ayah dan anak saja yang diperiksa?
Dapat, tetapi hanya bila ibu biologis tidak bersedia di tes. Partisipasi ibu pada tes paternitas dapat membantu menyingkirkan separuh DNA anak, sehingga separuhnya lagi dapat dibandingkan dengan DNA terduga ayah. Akan tetapi kami dapat melakukan tes paternitas tanpa partisipasi ibu, dengan menggunakan analisis tambahan (penambahan penanda) memberikan hasil yang sama akuratnya, tanpa dipungut biaya tambahan. Apabila anak belum dewasa maka di perlukan fotokopi surat kelahiran dan atau surat perwalian anak yang menyatakan terduga ayah atau wali anak memiliki hak untuk membawa anak tersebut untuk melakukan tes paternitas.
Tentu, karena pertanyaan mengenai paternitas sangat sensitif, seluruh informasi pasien, mengenai tes dan hasil tes akan dijamin kerahasiaannya. Hasil tes DNA hanya akan diberikan kepada individu yang melakukan tes.
Apakah sampel yang akan diperiksa harus diambil pada waktu yang bersamaan?
Tidak, sampel dapat diambil dan disimpan sampai seluruh individu yang akan diperiksa telah terkumpul, dan pada saat itu tes baru dapat dilakukan.
Metode identifikasi DNA apakah yang digunakan dalam tes mtDNA penurunan maternal?
Dalam tes mtDNA yang diturunkan secara maternal, identifikasi DNA dilakukan dengan membandingkan mtDNA ibu dengan mtDNA anak. Pada tes ini, karena DNA mitokondria hanya diwariskan secara maternal pada anaknya, bila pola mtDNA seorang ibu sama dengan pola mtDNA anak maka dikatakan bahwa kedua individu tersebut memiliki garis keturunan maternal yang sama. Jika pola mtDNA nya tidak cocok, maka kedua individu tersebut dinyatakan 100% bukan berasal dari satu garis keturunan ibu.
DNA wanita, maka tes Y-STR akan memberikan pola DNA laki-laki. Pada sampel yang diperiksa apabila terjadi kontribusi DNA laki-laki lebih dari satu, maka tes Y-STR dapat membantu membedakan kontributor.
Biaya pemeriksaan
Biaya tes paternitas yang dilakukan oleh seorang anak dan seorang terduga ayah, dengan atau tanpa kehadiran ibu adalah Rp.7.500.000,-/per paket *, biaya ini sudah termasuk biaya konsultasi pemeriksaan identifikasi DNA seharga Rp. 350.000,-. Jika anda akan memeriksakan lebih banyak orang (lebih dari satu tersangka ayah, saudara, dll), mereka dapat dilibatkan dalam proses pemeriksaan dengan biaya tambahan Rp. 2.500.000,-/per orang *. Biaya tes mtDNA penurunan maternal untuk dua individu adalah Rp. 4.000.000,- per paket *. Biaya tes Y-STR penurunan paternal untuk dua individu adalah Rp. 5.000.000,- per paket *
Identifikasi korban dan pelaku kejahatan terorisme di Tanah Air baru-baru ini, menjadi momentum mulainya Indonesia memasuki era DNA forensik Malam hari tanggal 12 Oktober 2002, di tengah suasana pesta-pora, tiba-tiba sebuah ledakan dahsyat mengguncang kota Kuta di pulau Bali, dan merenggut 202 orang korban meninggal serta 209 korban cedera. Kejadian ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia. Tak hanya itu, bom Bali juga dianggap sebagai peletakan batu pertama dari kebangkitan terorisme di Tanah Air. Lihat saja, sejak itu ledakan bom terus meneror kota-kota besar di Bumi Pertiwi ini setiap tahunnya. Mulai dari ledakan bom di Hotel JW Marriott Jakarta 5 Agustus 2003, di Kedutaan Besar Australia 9 September 2004, hingga Bom Bali II di Jimbaran Bali 1 Oktober 2005. Rentetan peristiwa tersebut membuat wajah Indonesia kian suram di mata internasional. Tokoh-tokoh dunia mengutuk dan mengecam insiden tersebut dan meminta agar dalangnya segera ditangkap. Ibarat sapi dipecut, desakan dunia internasional ini membuat kepolisian Indonesia tergopoh-gopoh melakukan investigasi. Tak tanggung-tanggung, kepolisian mulai menggunakan teknologi identifikasi yang lebih modern, yakni Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) forensik. Menentukan identitas jenazah terkadang tidak mudah. Kalau tubuhnya utuh, masih dapat diungkap lewat dua dari sembilan metode identifikasi. Kesembilan metode itu ialah pemeriksaan secara visual, lewat dokumen atau surat, dari perhiasan, pakaian, data pemeriksaan medis, serologi, pemeriksaan gigi dan odontologi, sidik jari, dan pemeriksaan berdasarkan prinsip eksklusi. Pada jasad yang masih dapat dikenali dengan metode identifikasi lain, pemeriksaan medis DNA dilakukan hanya untuk lebih memastikan. Tapi pada kasus tubuh hancur, apalagi hangus terbakar, pemeriksaan DNA menjadi sangat berperan bahkan penentu. Apalagi bila sampel yang ditemukan berupa serpihan seperti rambut, sepotong daging, tulang, dan gigi. Dengan teknologi DNA forensik ini, korban dan prilaku kriminal teroris berhasil diungkap satu-persatu. Termasuk buron paling dicari di Indonesia yang menjadi otak dari serangkaian bom tersebut, Dr. Azhari. Uji DNA semakin memberi kepastian bahwa potongan tubuh yang ditemukan di Batu, Malang Jawa Timur pada 9 November 2005 silam itu, adalah benar milik sang insinyur asal Negeri Jiran Malaysia. Identifikasi korban dan pelaku kejahatan terorisme tersebut menjadi momentum mulainya Indonesia memasuki era DNA forensik. Dalam hal ini kepolisian Indonesia bekerja sama dengan Kepolisian Federal Australia, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dan universitas-universitas. Bahkan sekarang telah dibangun laboratorium DNA forensik bertaraf internasional dibawah Biddokpol (Bidang Kedokteran Kepolisian) Pusdokkes (Pusat Kedokteran dan Kesehatan) POLRI Jakarta. Kerjasama yang telah dimulai itu semakin diperkuat dengan penyelenggaraan simposium dan workshop mengenai Forensic DNA : Identification and medicolegal Aspecs, pada 5-6 Februari 2007 di Hotel Borobudur Jakarta. Menurut Ketua Panitia, Prof. Dr. Sangkot Marzuki, M.Sc, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, acara ini bertujuan untuk mempromosikan pengembangan kapasitas tes DNA forensik di Indonesia. Simposium ini adalah acara pertama yang digelar di Indonesia yang membahas keilmuan forensik DNA secara komprehensif dan overview yang lengkap. Pada simposim perdana ini, kami lebih menekankan pada peran uji DNA dan aspek medikolegalnya, serta penggunaan teknologi masa depan atau modern semisal microarray dalam identifikasi DNA. Adapun fokus utama acara ini adalah membahas tentang upaya dan strategi membangun bank data (data base) populasi dan kriminal, jelas Sangkot pada Farmacia. Topik-topik yang disuguhkan cukup menarik minat peserta. Apalagi pembicarapembicaranya adalah memang pakar di bidangnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
Di meja registrasi terdaftar sekitar 200 peserta yang berpartisipasi. Mereka berasal dari 20 institusi di seluruh Indonesia, yakni dari 20 universitas, LIPI, BPPT, Departemen Pertanian, rumah sakit, dan POLRI, serta kolega dari Malaysia, Singapura, dan Australia. Bangun Data Induk DNA Populasi dan Kriminal Selain maraknya kejahatan transnasional yang timbul belakangan ini, upaya untuk membangun data induk DNA (database) juga dilatari oleh kondisi Indonesia yang sangat kompleks. Bayangkan saja, Indonesia terdiri dari beragam suku, budaya, dan agama, sehingga sangat rawan konflik dan terorisme. Belum lagi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan banyak gunung aktif serta dikelilingi lautan dan samudera. Kondisi alam ini membuat Indonesia juga rawan mengalami bencana alam. Sepanjang 5 tahun belakangan saja, bencana-bencana besar seperti tsunami, gempa, banjir, longsor, dan lumpur panas telah merenggut banyak nyawa. Dengan ketersediaan database DNA populasi dan kriminal, serta akses yang gampang terhadap uji DNA, maka akan sangat mudah mengidentifikasi korban dan pelaku kriminal, bahkan untuk yang hanya berupa serpihan tubuh sekalipun. Sangkot mengatakan, pemeriksaan DNA untuk pembuatan data base profil DNA umumnya dilakukan dengan sistem kodifikasi. Sistem ini akan mengidentifikasi markamarka DNA tertentu, yang dalam hal ini ada 13 marka. Untuk keperluan ini, maka dilakukan pemeriksaan STR (Short Tandom Repeat) DNA, yakni bagian DNA yang memiliki urutan berulang. Setiap individu mempunyai pola pengulangan DNA yang berbeda, sehingga bisa mengungkap jati diri seseorang. Selain itu juga bisa dilakukan dengan pendekatan profil mitokondria DNA Sistem kodifikasi yang seperti itu belum dilakukan di Indonesia. Tapi nanti kita akan mengarah kesana. Perbedaan Penanda DNA Nuklear dengan DNA Mitokondria. DNA Inti DNA Mitokondria Ukuran genoma -3 juta bp 16.569 bp Kopi per sel 2 (1 dari tiap induk) Bisa lebih dari 1000 Struktur Linier, terbungkus kromosom Sirkular Diturunkan dari Ayah dan Ibu (kecuali Y) Ibu Keunikan Unik untuk tiap individu Tidak sepenuhnya unik/khas (kecuali saudara kembar identik0 Tingkat mutasi Rendah 5-10 kali DNA inti Sistem kodifikasi yang akrab disebut Codis itu, lanjut Sangkot, sebenarnya berasal dari Amerika Serikat. Kemudian sistem ini telah banyak diadopsi dan dikembangkan di berbagai negara di seluruh jagad raya. Di negara tetangga, seperti di Singapura dan Malaysia, sistem ini telah diaplikasikan. Namun untuk Indonesia tampak agak sedikit susah dan kompleks. Pertama-tama, karena Indonesia adalah negara besar dan populasi sangat besar, yaitu ada sekitar 240 juta jiwa yang tersebar dari Barat ke Timur sejauh 4.500 km dan dari Utara ke Selatan sejauh 2000 km. Sementara Singapura hanya berpenduduk sekitar 1,5 juta orang dan Malaysia 23 juta. Selain itu, populasi di Indonesia sangat beragam, yaitu ada sekitar 350 populasi etnik, bila dibandingkan dengan Malaysia yang hanya terdiri dari 20 etnik. Lalu dengan hal sebesar ini, bagaimana kita harus bertindak atau mengerjakannya? ujar Sangkot menegaskan bahwa proses pembangunan database DNA itu memang harus dilakukan secara bertahap. Lebih lanjut Sangkot mengatakan, database populasi ini nanti juga berguna untuk melihat varietas antar etnik dan mutasi genetik dari populasi Indonesia. Sangkot
mencontohkan, populasi Indonesia memiliki pola mutasi gen coding beta globin (penyebab thalasemia) dari hemoglobin yang berbeda antar etnik. Dari sekitar 300 mutasi gen penyebab thalasemia yang diidentifikasi di dunia, sekitar 30 diantaranya ditemukan di Indonesia.Etnik dengan mutasi tertinggi adalah dari Makasar. Contoh lain dari mutasi genetik juga dilihat dari efek farmakokinetik suatu obat. Misalnya saja dari perbedaan mutasi enzim CYP2C19. Enzim ini penting untuk memetabolisme sederet obat-obatan terutama barbiturat, amitripilin, klorproguanil, sitalopram, klomipramin, diazepam, imipramin, mefenitoin, omeprazol, proguanil, dan propanol. Akibatnya metabolisme obat-obat ini jadi buruk. Bila dilihat di antara populasi dunia, di Eropa metabolismenya masih normal. Tapi bila pergi ke Asia (Jepang, China, Korea, dan Indonesia), prevalensi metabolisme yang buruk dari obat tersebut meningkat. Di Indonesia saja sekitar 40 % poor metabolize. Ini menunjukkan pada populasi di Indonesia banyak ditemukan telah terjadi mutasi enzim CYP2C19. Temuan ini sangat penting untuk strategi pemberian dosis yang tepat. Dalam rangka membangun database populasi, Eijkmen telah aktif melakukan suatu studi dan membuat strategi untuk mengumpulkan sampel, data distribusi, dan kluster populasi. Hingga kini Eijkmen sudah mengumpulkan lebih dari 6000 sampel yang dipilih secara acak. Lebih dari 1000 diantaranya yang berasal dari 35 etnik diuji untuk DNA mitokondria. Sedangkan 307 pria dari 23 etnik populasi diperiksa untuk kromoson Y. Mulai September 2005, Eijkmen mulai menganalisa 1000 pria dari populasi yang terisolasi untuk penentuan gen Y STR. Penelitian ini didanai oleh USANSF. Sedangkan untuk membangun kriminal DNA database, sebenarnya Indonesia telah memiliki alat dan fasilitas yang canggih serta tenaga terlatih. Tapi masalahnya bagaimana membuat hal tersebut menjadi tersebar merata. Selain itu belum ada standarisasi bagaimana strategi pengumpulan profil DNA kriminal tersebut. Belum lagi masalah akreditasi laboratorium (GLP). Selanjutnya perlu dikaji bagaimana format databasenya. Apa yang harus dicantumkan dalam database, apakah harus mencatumkan DNA mitokondria juga, sampel mana yang digunakan, siapa saja atau apa kriteria kriminal yang diambil DNA databasenya. Tentu tidak mungkin semua kriminal ditentukan profil DNA-nya, apalagi yang cuma nyolong ayam. Intinya Indonesia baru mulai merangkak ke era baru dan jalannya masih cukup panjang menuju DNA forensik. (Arnita) Seperti tercetak di Majalah Farmacia Edisi Maret 2007 , Halaman: 56 (3740 hits)